BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Agency Theory Pemerintahan Daerah Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari
praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”. Di organisasi publik, khususnya di pemerintahan daerah secara sadar atau tidak, teori keagenan ini telah dipraktikkan, termasuk pemerintahan daerah di Indonesia baik pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten sibuk dengan salah satu kegiatan utamanya yaitu menyusun anggaran APBD.Dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran daerah, ada dua perspektif yang dapat ditelaah dalam aplikasi teori keagenan, yaitu hubungan antara eksekutif dengan legislatif, dan legislatif dengan pemilih (voter) atau rakyat.Implikasi penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi. Pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Masalah keagenan yang timbul di kalangan eksekutif adalah cenderung memaksimalkan utiliti (self-interest) dalam pembuatan atau
1
penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi). Akibatnya eksekutif cenderung melakukan ”budgetary slack”. Hal ini terjadi dikarenakan pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan masyarakat/rakyat, bahkan boleh jadi untuk kepentingan pilkada berikutnya.
2.1.2
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi pemerintah
pusat
Fiskal adalah kepada
penyerahan
pemerintahan
kewenangan
daerah.Desentralisasi
fiskal
dari
merupakan
pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada sistem pemerintahan yang desentralisasi diwujudkan dengan sistem otonomi daerah yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat diputuskan di tingkat pemerintahan daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat. Machfud Siddik (2002) menulis, desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih
2
demokratis. Dengan desentralisasi, akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak (taxing power), terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat 2.1.3
Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan merupakan istilah yang digunakan dalam ilmu manajemen
yang merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan. Pengelolaan pada dasarnya tidak hanya merujuk pada pelaksanaan suatu kegiatan melainkan menyangkut pula aspek perencanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Sebagai wujud pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam pelaksanaan otonomi daerah, anggaran daerah merupakan alat dalam mengelola keuangan daerah. Menurut Mardiasmo (2002) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Keuangan daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Sementara anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besaran pendapatan dan pengeluaran, membantu dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan.
3
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan pedoman dalam memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan pembangunan dilaksanakan dalam satu daerah. Untuk menjamin agar APBDdapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka ada landasan administratif dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur prosedur dan teknis penganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat asas. Prinsip-prinsip dalam penyusunan anggaran daerah adalah : 1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. 2) Penganggaran pengeluarana harus didukung dengan adanya kepatian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau mencukupi dana anggarannya dalam APBD/ perubahan APBD. 3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui institusi yang telah ada Pada prinsipnya pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.Salah satu kegiatan pengelolaan keuangan daerah adalah penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang di susun oleh masing-masing daerah untuk pelaksanaan pembangunan dalam kurun
4
waktu 1 tahun yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember Tahun berkenaan Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan “Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintergrasi diwujudkan dalam APBD yang disetiap tahunnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah.Selanjutnya disebutkan bahwa APBD merupakan satu ketentuan yang terdiri dari a. Pendapatan Daerah b. Belanja Daerah c. Pembiayaan Daerah Dalam Pasal 36 ayat (1) disebutkan belanja dikelompokkan menjadi 2 yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam pasal 50 Permendagri No 13 tahun 2006 disebutkan pula bahwa kelompok belanja langsung terdiri dari jenis belanja : a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal Disebutkan bahwa belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
5
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan..
2.1.4
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Undang-undang Nomor 33 tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Disamping dana perimbangan yang berasal dari Pemerintah Pusat, daerah juga dapat membiayai pelaksanaan pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah. PAD merupakan barometer utama seksesnya pelaksanaan otonomi daerah. Diharapkan dengan adanya otonomi, kemandirian daerah dapat diwujudkan yang dimanifestasikan lewat struktur PAD yang kuat. 2.1.4.1 Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak Daerah Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undag-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sementara itu, pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No,18 Tahun 1997 merupakan iuran wajib pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau kepada daerah tanpa imbalan yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli,tetapi pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh
6
rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa secara langsung (Suparmoko, 2002). Dari batasan atau definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah: a. Iuran masyarakat kepada negara b. Berdasarkan undang-undang c. Tanpa balas jasa secara langsung d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jenis Pajak Daerah dibagi menjadi 2 yaitu: a. Pajak Daerah Provinsi yang terdiri dari: 1) Pajak Kendaraan Bermotor 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan b. Pajak Daerah Kabupaten / Kota yang terdiri dari: 1) Pajak Hotel dan Restoran 2) Pajak Hiburan 3) Pajak Reklame 4) Pajak Penerangan Jalan 5) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 6) Pajak Parkir 2. Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
7
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Kesit Bambang, 2003), mendapat balas jasa langsung. Retribusi dibagi atas tiga golongan: 1. Retribusi jasa umum 2. Retribusi jasa usaha 3. Retribusi perizinan tertentu 3. Bagian Laba Perusahaan Daerah Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memeberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Tandjung, 2012). Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai pertimbangan yaitu menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat; melindungi konsumen dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon, dalam rangka mengambil alih perusahaan asing, untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah, dianggap cara yang efisien untuk menyediakan layanan masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Saputri, 2014). Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah :
8
1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah. 2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah. 4. Penerimaan Lain-lain Pengertian penerimaan lain-lain Daerah Kabupaten/Kota adalah penerimaan yang diperoleh Daerah Kabupaten/Kota diluar pajak, retribusi, bagian laba BUMD. Beberapa contoh penerimaan yang termasuk kategori penerimaan lainlain misalnya penerimaan dan hasil penjualan aset milik Pemerintah Daerah dan jasa giro rekening Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 2.1.5
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004).
Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan
daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi dana alokasi umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi Dana Alokasi Umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi Dana alokasi umum relatif besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka
9
pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim, 2009). (Halim,2009) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan tersebut, Pemerintah pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26 % dari Penerimaan dalam negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Halim, 2009): a. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. b. DAU untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan masing masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas. c. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
10
d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia (Bambang Prakosa, 2004). Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lainlain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah dengan potensi daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. 2.1.6
Dana Alokasi Khusus (DAK) Menurut Widjaja (2007), Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk membantu
membiayai kebutuhan khusus daerah. Dana alokasi khusus merupakan dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Sementara pada
11
pasal 1 angka 23 UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah dijelaskan bahwa “dana alokasi khusus selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang ditujukan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mandanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.” Selanjutnya pada pasal 162 dijelaskan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk : 1. Membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasinal. 2. Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Dalam menjalankan kebijakan Dana Alokasi Khusus, maka terdapat langkah- langkah yang harus dilakukan pemerintah yaitu: 1.
Penetapan Program dan Kegiatan Secara lebih rinci penetapan program ini diatur dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2005 yang menyatakan bahwa program dan kegiatan yang akan didanai dari DAK merupakan program yang menjadi prioritas nasional yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah. kegiatan dan program yang akan didanai tersebut merupakan program yang diusulkan oleh Kementrian Teknis yang melalui proses koordinasi dengan Menteri dalam negeri, Menteri keuangan, dan Menteri Negara perencanaan dan pembangunan nasional.
2. Penghitungan DAK Dalam PP Nomor 55 tahun 2005 pasal 54 dijelaskan bahwa perhitungan DAK dilakukan melalui dua tahap yaitu:
12
a. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK. Dimana dalam tahap ini maka daerah yang akan menerima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis. b. Penentuan besaran alokasi DAK untuk masing-masing daerah 3.
Pengalokasian DAK Setelah semua kriteria dan perhitugan selesaikan dilaksanakan maka tahap selanjutnya adalah pengalokasian DAK. Daerah yang menerima DAK berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunanaan dana pada laporan pertanggungjawaban pemerintah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
2.1.7
Flypaper Effect Istilah Flypaper Effect diperkenalkan pertama kali oleh Courant, Gramlich
dan Rubinfeld (1979) untuk mengartikulasikan pemikiran Arthur Okun (1930) yang menyatakan “money stick where it hits. Sejauh ini belum ada padanan kata flaypaper effect dalam bahasa Indonesia sehingga kata ini dituliskan sebagaimana tanpa adanya diterjemahkan. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer dari pemerintah pusat akan meningkatkan belanja pemerintahan daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Siagian,2009). Pengaruh transfer pada kinerja fiskal pemerintah daerah dapat dijelaskan dari teori perilaku konsumen. Hastuti (2011) mempelopori analisis transfer ke dalam format kendala anggaran dan kurva indiferensiasi. Transfer bersyarat (conditional grants) berpengaruh pada konsumsi barang privat melalui efek harga. Bantuan bersyarat, misalnya transfer penyeimbang tidak terbatas (open-ended
13
matching grants), akan menurunkan harga barang publik. Dalam konteks ini, pemerintah memberikan subsidi untuk setiap unit barang publik. Pengaruh transfer bersyarat pada konsumsi barang privat tergantung pada sensitivitas silangnya. Jika, harga barang publik yang lebih rendah akan meningkatkan konsumsi barang privat apabila pemerintah daerah telah menurunkan tarif pajak. Dengan adanya hal tersebut, maka kenaikan transfer sebagian berakibat pada kenaikan konsumsi barang publik dan sebagian lagi pada konsumsi barang privat secara tidak langsung melalui penurunan tarif pajak (Adiputra, 2014) Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Hastuti,2011). Fenomena Flypaper Effect ini dapat terjadi dalam dua versi ( Hastuti,2011). Pertama, merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua, mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Maimunah (2006) sebagaimana dikutip dari Hastuti (2011) menyatakan bahwa Flypaper Effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia juga meneliti bahwa Flypaper Effect berpengaruh untuk memprediksi belanja daerah periode kedepan dan juga tidak terdapat perbedaan terjadinya Flypaper Effect baik pada daerah yang Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah maupun daerah yang Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi.
14
Asumsi penentuan terjadinya flaypaper effect pada penelitian ini fokus pada perbandingan pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal. Melo (2002) dan Venter (2007) sebagaimana dikutip dalam Saputri (2014) menyatakan bahwa flaypaper effect terjadi apabila : 1.
Pengaruh/nilai koefisien Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja Modal lebih besar daripada pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal, dan nilai keduanya signifikan.
2.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh/ respon Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal tidak signifikan, maka dapat disimpulkan terjadi flypaper effect.
2.1.8
Belanja Modal Belanja Modal merupakan unsur dari pengeluran daerah yang digunakan
untuk membiayai pengadaan asset tetap. Belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dirinci menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
15
yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup: a. Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaaan Umum b.
Perumahan Rakyat, Penataan Ruang, Perencanaan Pembanguna
c. Perhubungan, Lingkungan Hidup, Pertanahan d. Kependudukan dan catatan sipil e. Pemberdayaan perempuan dan perlingdungan anak f. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera g. Sosial, Ketenagakerjaan, Koperasi dan usaha kecil dan menengah h. Penanaman Modal, Kebudayaan, Kepemudaan dan olahraga i. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri j. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian k. Ketahanan pangan, Pemberdayaan masyarakat dan desa l. Statistik, Kearsipan, Komunikasi dan Informatika, Perpustakaaan Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup: a. Pertanian, Kehutanan, Energi dan Sumber daya mineral b. Pariwisata, Kelautan dan Perikanan c. Perdagangan, Industri dan Ketransmigrasian. Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan
16
dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: a. Pelayanan Umum, Ketertiban dan Ketrentaman b. Ekonomi, Lingkungan Hidup c. Perumahan dan Fasilitas Umum d. Kesehatan, Pariwisata dan Budaya e. Pendidikan, dan Perlindungan Sosial. Dalam rangka memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a. Belanja Pegawai, merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Belanja Bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (Principal Outsanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. c. Belanja Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum masyarakat agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
17
d. Belanja Hibah, digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah
lainnya,
perusahaan
daerah,
masyarakat,
dan
organisasi
kemasyarakatan yang secara spesifik telah dietapkan peruntukannya. e. Belanja Bantuan Sosial, digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat dan partai politik. f. Belanja Bagi Hasil, digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. g. Belanja Bantuan Keuangan, digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. h. Belanja Tidak terduga, merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
18
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a. Belanja Pegawai, digunakan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. b. Belanja
barang
dan
jasa,
digunakan
untuk
pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. c. Belanja Modal, digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan (Warsito,dkk 2008). Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok biaya administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh asset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender. Asset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik. Untuk menambah asset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Peningkatan kualitas pelayanan public dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality
19
management), yakni upaya meminimasi kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian,2006 dalam Ardhani,2011) 2.1.9
Penelitian Terdahulu Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini maka perlu dikemukakan
hasil-hasil penelitian terdahulu yang masih mempunyai hubungan dengan permasalahan penelitian yang dilakukan oleh peneliti diantaranya yaitu penelitian Darwanto dan Yulia Yustikasari dengan judul penelitian Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi khusus terhadap pengalokasian anggaran belanja modal ( studi pada kabupaten/kota di Jawa dan Bali) dengan hasil penelitian yaitu Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal, dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja modal, pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Penelitian berikutnya juga dilakukan oleh Haryo Kuncoro (2007) yang berjudul Fenomena flypaper effect pada kinerja keuangan pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia dengan hasil penelitian Alokasi transfer diikuti dengan pertumbuhan belanja yang lebih tinggi. Gejala ini memperlihatkan bahwa birokrat pemerintahan daerah bertindak reaktif terhadap transfer yang diterima dari pusat. Yang artinya terjadi flypaper effect. Penelitian Selanjutnya yaitu dari Siagian (2009) dengan penelitaian yang berjudul Flypaper effect pada pendapatan asli daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabuupaten/Kota di Provinsi Sumatra Utara dengan hasil Secara simultan PAD dan DAU secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, PAD berpengaruh terhadap belanja daerah, DAU berpengaruh terhadap belanja daerah dan secara simultan membuktikan adanya flypaper effect pada belanja daerah. Penelitian
20
terakhir yang mendukung penelitian saya yaitu yang dilakukan I Made Pradana Adiputra (2014) yang berjudu Flypaper Effect pada dana alokasi umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah dikabupaten Karangasem ldngan hasil penelitian Dana alokasi Umum dan Pendapatan Asli daerah berkontribusi terhadap belanja Daerah, Dana Alokasi Umum berpengaruh lebih besar terhadap Belanja daerah sehingga dapat disimpulkan terjadi flypaper effect. 2.1.10 Kerangka Konseptual Belanja modal merupakan jenis belanja yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh asset tetap yang digunakan untuk meningkatkan kinerja pemerintah khususnya yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. Belanja modal ditentukan oleh besarnya penerimaan pemerintah baik yang berasal dari PAD maupun bersumber dari dana perimbangan. Secara sederhana kerangka konseptual dalam penelitian ini ditunjukkan secara rinci pada gambar 2.1 berikut
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK)
Belanja modal
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual: Pengaruh secara parsial Pengaruh Simultan
21
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Otonomi daerah selain memberikan peluang kepada daerah untuk
mengelola daerahnya sendiri juga menuntut daerah untuk mampu memenuhi segala tuntutan dan aspirasi masyarakat daerahnya. Untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakatnya, pemerintah daerah memerlukan infrastruktur yang memadai. Pembelanjaan ini berupa pembelanjaan asset tetap yang dikategorikan sebagai belanja modal. Untuk itu, daerah dituntut untuk memaksimalkan pemanfaatan segala potensi yang dimiliki. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu penerimaan pemerintah daerah yang memiliki kontribusi cukup besar dalam pembangunan didaerah. Beberapa penelitian tentang pengaruh pendapatan asli daerah terhadap pengeluaran daerah sudah dilakukan. Penelitian Hryo kuncoro (2007), Siagian (2009) dan Adiputra (2014) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Dalam beberapa penelitian, hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah mempengaruhi angaran belanja pemerintah daerah disebut dengan tax- spend hypothesis (Saputri 2011). Hipotesis ini mengandung makna bahwa kebijakan Pemerintah Daerah dalam menganggarkan belanja daerah disesuaikan dengan pendapatan daerah yang diterima.
Berdasarkan uraian teori tersebut, peneliti
merumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal
22
2.2.2
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Selain bersumber dari pendapatan asli daerah, sumber pembiayaan
pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan pembantuan maka dibentuk dana perimbangan. Salah satu bentuk dana perimbangan tersebut adalah dana alokasi umum. Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan (DAU) untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja modal. ( Ardhani 2011). Beberapa penelitian memberikan bukti empiris bahwa DAU berpengaruh terhadap belanja pemerintah daerah. Penelitian Harianto dan Adi (2007) memperolah hasil bahwa DAU berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Ardhani (2011) memberikan bukti empiris bahwa kemandirian daerah tidak menjadi lebih baik, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat (DAU) menjadi semakin tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa belanja daerah (belanja modal) sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAU. Sehingga peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Dana Alokasi Umum Berpengaruh Positif terhadap belanja Modal.
23
2.2.3
Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal Dana Alokasi Khusus merupakan dana perimbangan yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Tidak semua daerah di Indonesi memperolah dana alokasi khusus. Dana ini diprioritaskan untuk daerah-daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk memperoleh tambahan dana perimbangan dari pemerintah pusat berupa dana alokasi khusus. Dana alokasi khusus aialokasikan dengan tujuan untuk mempercepat perkembangan daerah tertentu serta mencapai tujuan kegiatan atau program tertentu sesuai skala nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Nahlia (2014) menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap belanja daerah. Hal ini dikarenakan pemberian DAK diprioritaskan untuk mencapai tujuan dari program/kegiatan tertentu bagi daerah yang menerima dana alokasi khusus. Berdasarkan hal itu, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Dana Alokasi Khusus Berpengaruh Positif terhadap belanja Modal. 2.2.4
Pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap Belanja Modal Pada dasarnya, ada dua sumber peneriman daerah yaitu pendapatan asli
daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (DAU, DAK dan perimbangan penerimaan PBB). Setiap daerah memiliki jumlah penerimaan yang berbeda serta memiliki perbedaan dalam prioritas pembangunanya. Untuk mendukung program pembangunan serta kinerja daerah, maka daerah dituntut untuk menyediakan fasilitas serta infrastruktur yang memadai. Pengeluaran untuk fasilitas tersebut biasa berkaitan dengan belanja modal seperti pengadaan lahan (tanah), gedung,
24
peralatan serta kendaraan. Belanja ini tentunya akan disesuaikan dengan besarnya penerimaan dari daerah yang bersangkutan. Hasil penelitian Siagian (2009) menyatakan bahwa secara simultan PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Hal ini didukung oleh penelitian Nahlia (2014) yang menyatakan bahwa PAD, DAU dan DAK secara simultan berpengaruh pada belanja pemerintah. bedasarkan hal tersebut, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana alokasi Khusus secara simultan Berpengaruh Positif terhadap belanja Modal.
25
26