BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Agensi Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Dalam hubungan prinsipal dan agen tidak selalu terjadi kesesuaian informasi diantara kedua pihak tersebut. Ketidaksesuaian informasi ini disebut asymmetric information antara pihak agen dengan prinsipal. Asymmetric information yaitu distribusi informasi antara pihak agen dengan prinsipal tidak seimbang. Menurut Jensen and Meckling (1976) asymmetric information dapat menyebabkan dua permasalahan untuk perusahaan. Masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1) Moral Hazard merupakan permasalahan yang timbul karena agen tidak melaksanakan hal yang telah disepakati dalam kontrak kerja bersama.
13
2) Adverse Selection merupakan suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil agen benarbenar mendasarkan informasi, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian tugas. Pencegahan terhadap moral hazard maka dibentuk sebuah kontrak antara kedua belah pihak. Kontrak tersebut mengharuskan agen memberikan jasa kepada pemilik. Pendelegasian wewenang dari pemilik kepada manajemen membuat pemindahan kepemilikan hak kepada manajemen dalam pengambilan keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Akan tetapi, kepentingan dua pihak ini tidak selalu sejalan sehingga muncul agency problem diantara keduanya. Oleh karena itu pihak ketiga dibutuhkan dalam memeriksa tanggung jawab yang telah dilakukan manajemen. Solusi lainnya adalah dengan memberi insentif kepada manajer seperti saham perusahaan. Pemberian insentif semacam itu, manajer akan mempunyai rasa memiliki pada perusahaan sehingga tercipta keselarasan preferensi antara prinsipal dan agen. Namun solusi yang paling tepat adalah adanya pihak penengah yang independen dalam mengatasi permasalahan yang terjadi diantara pihak prinsipal dan pihak agen. Hal ini dilakukan untuk menjamin manajer sebagai agen bertindak sesuai kepentingan pemilik (Dewi, 2014). Argumen ini didukungan dengan penelitian Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan setuju untuk mengatasi masalah-masalah antara prinsipal dan agen dibutuhkan pihak ketiga yang independen. Pihak ketiga yang independen yang dimaksud adalah auditor eksternal. Dengan adanya auditor eksternal yang independen maka pihak prisipal tidak akan
14
disalahgunakan kepercayaannya. Prinsipal juga dapat memiliki keyakinan yang lebih besar kepada agen dan dapat mengetahui sebaik apa kondisi perusahaan dibawah pengambilan keputusan agen. Manajemen adalah pihak yang menunjuk seorang auditor sehingga terjadi pengalihan tanggung jawab untuk melakukan audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen dan berguna bagi pemegang saham. Informasi laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu dapat mempengaruhi permintaan akan audit laporan keuangan. Hubungan dalam teori agensi erat kaitannya dengan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Berkaitan dengan teori agensi, perusahaan yang dimana sebagai prinsipal sangat membutuhkan hasil audit yang dilakukan auditor (agen). Hasil audit yang dilakukan auditor akan digunakan oleh perusahaan untuk disampaikan pada shareholder berkaitan dengan penggunaan sumber daya yang digunakan perusahaan dalam pertanggungjawaban operasional (Sutikno, 2015).
2.1.2
Signaling Theory Teori sinyal (signaling theory) mengemukakan tentang bagaimana sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini merupakan informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisaikan keinginan pemilik. Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk (Hartono, 2005 dalam Ayushabrina, 2014).
15
Kualitas informasi yang baik akan mengurangi asimetri informasi yang timbul antara manajemen yang lebih mengetahui informasi internal dibandingkan dengan pihak eksternal perusahaan. Salah satu informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah laporan keuangan tahunan yang memuat semua informasi keuangan dan non keuangan sehingga dapat mencerminkan kinerja perusahaan. Sesuai dengan karakteristik kualitatif yang harus dimiliki laporan keuangan, maka laporan keuangan harus disajikan secara andal, dapat diperbandingkan, mudah dipahami, dan relevan yang memuat informasi-informasi yang dibutuhkan oleh para pengambil keputusan. Teori sinyal bermanfaat dalam menjelaskan ketepatan waktu (sifat relevan) penyajian laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada pihak public sehingga dapat memberi sinyal bahwa perusahaan mempunyai informasi yang bermanfaat atau memiliki good news. Semakin lama audit delay menyebabkan kurang bergunanya informasi dalam pengambilan keputusan karena informasi kehilangan sifat relevannya. Lamanya audit delay memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki bad news sehingga tidak dapat mempublikasikan laporan keuangannya secara tepat waktu (Givoly dan Palmon, 1982).
2.1.3
Audit Delay Apabila penyelesaian penyajian laporan keuangan terlambat atau tidak
diperoleh saat dibutuhkan, maka relevansi dan manfaat laporan keuangan untuk pengambilan keputusan akan berkurang. Rentang waktu antara tanggal laporan keuangan perusahaan dan tanggal ketika informasi keuangan diumumkan ke
16
publik berhubungan dengan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan (McGee, 2007). Keterlambatan publikasi laporan keuangan mengindikasikan adanya masalah dalam pelaporan keuangan emiten sehingga memerlukan waktu penyelesaian lebih lama (dalam Renny, 2006). Dalam penelitian lain, audit delay disebut juga dengan istilah durasi audit, audit terpenting leadtime (Owusu-Ansah, dikutip oleh Wasis 2007). Menurut Titik dan Maria (2005), audit delay yaitu rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan (financial report), diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan audit independen atas audit laporan keuangan (financial report), sejak tanggal tutup tahun buku perusahaan yaitu 31 Desember sampai dengan tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Sedangkan Hersugondo, dkk (2013) menyatakan bahwa audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal penyelesaian pekerjaan lapangan yang dilakukan auditor independen. Menurut (Owusu-Ansah, 2000), semakin
panjang
waktu
yang
dibutuhkan
di
dalam
mempublikasikan
laporan keuangan tahunan sejak akhir tahun buku suatu perusahaan milik klien, maka semakin besar pula kemungkinan informasi tersebut bocor kepada investor tertentu atau bahkan bisa menyebabkan insider trading di bursa saham. Audit delay inilah yang dapat mempengaruhi ketepatan informasi yang dipublikasikan, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian keputusan yang berdasarkan informasi yang dipublikasikan.
17
Dyer dan Mchugh (1975) menggunakan tiga kriteria keterlambatan dalam penelitiannya: 1. Preleminary lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa. 2. Auditor’s report lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani. 3. Total lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan di bursa. Audit delay juga dikenal dengan istilah audit report lag.
2.1.4 Pergantian Auditor Pergantian auditor maupun KAP yang dilakukan oleh perusahaan dapat bersifat wajib (mandatory) atau sukarela (voluntary). Pergantian auditor / KAP yang bersifat wajib (mandator) terjadi karena melaksanakan kewajiban dari ketentuan regulasi yang berlaku. Sedangkan pergantian audior atau KAP secara sukarela (voluntary) terjadi karena suatu alasan atau terdapat faktor-faktor tertentu dari pihak perusahaan klien maupun dari KAP yang bersangkutan di luar ketentuan regulasi yang berlaku. Pergantian auditor ini bertujuan untuk menjaga independensi dari auditor agar tetap bersikap objektif dalam melakukan tugasnya sebagai auditor. Pergantian akuntan publik juga dilakukan karena telah berakhirnya kontrak kerja yang disepakati antara Kantor Akuntan Publik dengan pemberi tugas dan
18
telah memutuskan untuk tidak memperpanjang dengan penugasan baru. Penugasan auditor terjadi karena beberapa alasan: 1. Perusahaan klien merupakan merger antara beberapa perusahaan yang semula memiliki auditor masng-masing yang berbeda. 2. Kebutuhan akan adanya jasa profesional yang lebih luas. 3. Tidak puas terhadap Kantor Akuntan Publik lama. 4. Keinginan untuk mengurangi pendapatan audit. 5. Merger antara beberapa Kantor Akuntan Publik. Banyaknya prosedur yang ditempuh auditor pengganti dalam proses pengauditan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan jika auditor tersebut melanjutkan penerimaan penugasan. Hal ini bisa mengakibatkan lamanya pengauditan yang berakibat juga pada penundaan penyampaian laporan keuangan auditan (Maria, 2012).
2.1.5 Reputasi KAP Reputasi KAP atau auditor merupakan pandangan atas nama baik, prestasi, dan kepercayaan publik yang disandang auditor dan KAP di mana auditor bekerja. Kantor Akuntan Publik yang bereputasi baik, diperkirakan dapat melakukan audit lebih efisien dan memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyelesaikan audit sesuai jadwal. Laporan keuangan atau informasi akan kinerja keuangan harus disajikan dengan akurat dan terpercaya. Kredibilitas dari laporan keuangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan jasa auditor dari Kantor Akuntan Publik dengan reputasi yang baik. Sehingga informasi dapat lebih cepat diterima
19
pengguna laporan keuangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktek akuntan publik. Rachmawati (2008) dalam penelitiannya mengkategorikan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) menjadi empat kategori: 1. Kantor Akuntan Publik Internasional “The Big Four” Ada empat kantor akuntan publik terbesar di Amerika Serikat, yang disebut sebagai kantor akuntan publik international dan mempunyai julakan “The Big Four”. Masing-masing memiliki kantor di setiap kota besar di Amerika Serikat dan di banyak kota besar di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, pengelompokan data KAP yang berafiliasi dengan “The Big Four” yaitu : 1) KAP Purwantono, Suherman & Surja berafiliasi dengan Ernst & Young. 2) KAP Osman Bing Satrio berafiliasi dengan Deloitte. 3) KAP Sidharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG. 4) KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan berafiliasi dengan Price Waterhouse Cooper (PWC). 2.
Kantor Akuntan Publik Nasional KAP ini memberikan pelayanan yang sama dengan “The Big Four” dan melancarkan persaingan langsung dengan mereka dalam hal
20
menarik klien. Selain itu mereka memiliki hubungan dengan KAP di luar negeri sehingga memiliki juga potensi International. Pada masa belakangan ini makin banyak kantor akuntan publik jenis ini yang juga diwakili di Indonesia. 3.
Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional Sebagian kantor akuntan publik di Indonesia merupakan kantor akuntan publik lokal dan regional, dan terutama sekali terpusat di pulau Jawa. Beberapa diantaranya cuma melayani klien di dalam jangkauan areanya dan membuka cabang di daerah lain. Kantor akuntan publik ini pun, bersaing dengan kantor akuntan publik lain dalam menarik klien termasuk dengan kantor akuntan publik internasional dan nasional.
4.
Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf, sebagian besar kantor akuntan publik di Indonesia mempunyai kurang dari 25 tenaga kerja professional dalam satu kantor akuntan publik. Mereka memberikan jasa audit dan pelayanan yang berhubungan dengan itu terutama bagi badan organisasi kecil dan organisasi nirlaba, meskipun ada juga diantaranya melayani perusahaan yang telah go public.
Supriyati (2007), Kantor Akuntan Publik internasional atau yang di kenal dengan The Big Four dianggap dapat melaksanakan auditnya secara efisien dan memiliki jadwal waktu yang lebih tinggi untuk menyelesaikan audit tepat pada
21
waktunya. Kantor Akuntan Publik yang besar memperoleh insentif yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat dibandingkan Kantor Akuntan Publik lainnya. Waktu audit yang lebih cepat adalah cara bagi Kantor Akuntan Publik besar untuk mempertahankan reputasinya, karena jika tidak menyelesaikan audit dengan cepat maka untuk tahun yang akan datang mereka akan kehilangan kliennya.
2.1.6 Opini Audit Laporan audit adalah alat formal yang digunakan auditor dalam mengkomunikasikan kesimpulan tentang laporan keuangan yang diaudit kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Jusup, 2001). Opini auditor adalah suatu pernyataan yang merupakan hasil pertimbangan (judgement). Opini audit (Ardiyos, 2007) adalah laporan yang diberikan seorang akuntan publik terdaftar sebagai hasil penilaiannya atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan. Sedangkan (Tobing dan Nirwana, 2004) opini audit merupakan suatu laporan yang diberikan oleh auditor terdaftar yang menyatakan bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan norma atau aturan pemeriksaan akuntan disertai dengan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Menurut Mulyadi (2002), terdapat lima tipe pendapat laporan audit yang diterbitkan, yaitu: 1.
Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan terdapat pengecualian
22
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. 2.
Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language) Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau telah sesuai standar auditing. Penyajian laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum, tetapi terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (penjelasan lain) laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit apabila lingkup audit dibatasi klien, auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor, laporan keuangan tidak disusun dengan prinsip akuntansi yang berterima umum digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak ditetapkan secara konsisten. 4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar merupakan
kebalikan pendapat wajar tanpa
pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan
23
keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. 5.
Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditor, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: 1) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. 2) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
Carslaw dan Kaplan (1991), perusahaan yang menerima opini audit selain opini audit standar (unqualified opinion) diperkirakan mengalami audit delay yang lebih panjang, alasannya perusahaan yang menerima opini tersebut memandang sebagai bad news dan akan memperlambat proses audit. Penerimaan opini selain unqualified opinion merupakan indikasi terjadinya konflik antara auditor dan perusahaan yang pada akhirnya memperpanjang audit delay. Jadi, perusahaan yang tidak menerima opini audit standar (unqualified opinion) mengalami audit delay yang panjang.
2.1.7 Komite Audit Pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan bagi perusahaan publik untuk mencapai good corporate governance antara lain Bapepam dengan Surat Edaran No.SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan go publik di
24
Indonesia wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal 3 orang yang diketuai oleh satu orang komisaris independen perusahaan dan dua orang dari luar perusahaan yang independen terhadap perusahaan. Selain independen surat edaran tersebut juga mensyaratkan bahwa anggota komite audit harus menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi
dan
keuangan,
dan
bagi
perusahaan
BUMN/BUMD, sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: 117/M-MBU/2002 menyatakan bahwa, Komisaris/Dewan Pengawas harus membentuk komite yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris/Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya,
yaitu
membantu
Komisaris/Dewan Pengawas dalam memastikan efektifitas sistem pengendalian intern, efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor internal. Kalbers & Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu: (1) Kewenangan formal dan tertulis, (2) Kerjasama manajemen, dan (3) Kualitas/kompetensi anggota komite audit. Persyaratan Keanggotaan Komite Audit berdasarkan keputusan Ketua Bapepam dan LK nomor Kep-643/BL/2012 adalah sebagai berikut: 1) Anggota komite audit wajib memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, pengalaman sesuai
dengan bidang
pekerjaannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik. 2) Anggota komite audit wajib memahami laporan keuangan, bisnis perusahaan khususnya yang terkait dengan layanan jasa atau kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik, proses audit, manajemen risiko,
25
dan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya. 3) Anggota komite audit wajib mematuhi kode etik Komite Audit yang ditetapkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik. 4) Anggota komite audit bersedia meningkatkan kompetensi secara terus menerus melalui pendidikan dan pelatihan. 5) Anggota komite audit wajib memiliki paling kurang satu anggota yang berlatar belakang pendidikan dan keahlian di bidang akuntansi dan/atau keuangan. 6) Anggota komite audit bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, Kantor Jasa Penilai Publik atau pihak lain yang memberi jasa assurance, jasa non-assurance, jasa penilai dan/atau jasa konsultasi lain kepada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir. 7) Anggota komite audit bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir kecuali Komisaris Independen. 8) Anggota komite audit tidak mempunyai saham langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik. 9) Dalam hal anggota, Komite Audit memperoleh saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung maupun tidak langsung akibat suatu
26
peristiwa hukum, maka saham tersebut wajib dialihkan kepada pihak lain dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut. 10) Anggota komite audit tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. 11) Anggota komite audit tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh Pergantian Auditor Terhadap Audit Delay Sebagai salah satu negara yang mewajibkan dilakukannya pergantian
auditor dengan batas waktu yang ditentukan, pemerintah telah mengatur kewajiban rotasi auditor melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan ini mengatur tentang pemberian jasa audit umum enam tahun berturut-turut oleh kantor akuntan dan tiga tahun berturut-turut oleh seorang akuntan publik oleh satu klien yang sama. Akuntan publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit kepada klien yang sama. Perusahaan diharapkan bisa memilih auditor pengganti yang berkompeten dibidangnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan masing-masing sehingga proses penyelesaian audit atas laporan keuangan bisa dilaksanakan tepat waktu (Giri, 2010).
27
Beberapa
hal yang
dapat
menyebabkan pergantian
auditor seperti
berakhirnya kontrak kerja tanpa adanya perpanjangan penugasan baru, konflik kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajemen
perusahaan
yang
memicu pergantian manajemen dan pergantian auditor, ataupun penggantian auditor dilakukan agar bisa bekerjasama dan mendapatkan opini sesuai dengan keinginan
manajemen
untuk
dipertanggungjawabkan
dalam
RUPS
(Srimindarti,2006). Pergantian auditor secara wajib dengan sukarela bisa dibedakan atas dasar pihak yang menjadi fokus perhatiannya. Jika pergantian auditor terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien, sebaliknya jika pergantian auditor secara wajib, maka perhatian utama beralih kepada auditor (Febrianto, 2009). Apabila perusahaan mengalami pergantian auditor, tentunya auditor baru membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali karakteristik usaha klien dan sistem yang ada di dalamnya sehingga hal ini menyita waktu auditor dalam melaksanakan proses auditnya. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1: Pergantian auditor berpengaruh positif terhadap audit delay.
2.2.2
Pengaruh Reputasi KAP Terhadap Audit Delay Menurut Saputri (2012) perusahaan dalam menyampaikan suatu laporan
atau informasi akan kinerja perusahaan kepada publik agar akurat dan terpercaya diminta untuk menggunakan jasa KAP. Dan untuk meningkatkan kredibilitas dari laporan itu, perusahaan menggunakan jasa KAP yang mempunyai reputasi atau nama baik. Sebagian besar KAP berpengalaman umumnya mempunyai intuisi
28
yang lebih baik dalam mendeteksi suatu ketidakwajaran. Perusahaan yang memakai jasa KAP besar cenderung tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya (Hilmi dan Ali, 2008). Hal ini, sesuai dengan hasil dari penelitian Lee (2008) yang menemukan bahwa KAP yang berafiliasi dengan Big Four akan menyelesaikan audit pada suatu perusahaan lebih awal daripada KAP non-Big Four. Karena, KAP Big Four diperkirakan memiliki ketersediaan teknologi yang lebih maju dan staf spesialis sehingga, akan lebih efisien dalam melakukan pelayanan mereka. Hal ini sama halnya dengan pendapat Turel (2010), KAP yang berafiliasi dengan Big Four diasumsikan mampu mengaudit lebih efisien dan memiliki fleksibilitas lebih besar dalam penjadwalan audit sehingga dapat diselesaikan tepat waktu. Penelitian Hersugondo, dkk (2009) menyatakan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap audit delay. Tetapi di sisi lain, Lee and Jahng (2008) serta Mantik dan Sujana (2013) menyatakan bahwa variabel reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Menurut Kartika (2011) Kantor Akuntan Publik yang bereputasi baik diperkirakan dapat melakukan audit lebih efisien dan memliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyelesaikan audit sesuai jadwal. Sehingga informasi dapat lebih cepat diterima pengguna laporan keuangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi. Di samping itu KAP besar memperoleh insentif yang lebih tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat dibanding KAP lainnya. Waktu audit yang lebih cepat juga merupakan cara KAP besar untuk mempertahankan reputasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: H2:
Reputasi KAP berpengaruh negatif pada audit delay.
29
2.2.3
Pengaruh Opini Audit Terhadap Audit Delay Opini auditor adalah suatu pernyataan yang merupakan hasil pertimbangan
(judgement). Opini auditor sebagai simpulan dari proses audit yang dilakukan. Sehingga opini auditor atas laporan keuangan yang telah diaudit, menjadi tolak ukur serta dijadikan dasar dari penggunanya dalam pengambilan keputusan. Penelitian Muttaqin (2013) menyatakan bahwa opini auditor berpengaruh negatif pada penyampaian laporan keuangan. Oleh karena itu, pemberian opini wajar tanpa pengecualian tentu dapat meminimalisir audit delay. Penelitian Utami (2006) menyatakan bahwa jenis opini akuntan berpengaruh negatif terhadap audit delay, hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika opini auditor adalah selain unqualifed maka sebelum opini tersebut dipublikasikan maka manajemen akan berusaha melakukan konsultasi dan negosiasi secara insentif dengan auditor sehingga memerlukan waktu yang relatif lebih lama. Opini auditor adalah suatu pernyataan yang merupakan hasil pertimbangan (judgement). Ashton, et al. (1987), Kartika (2009), Frildawati (2009), dan Ismail, et al. (2012) menyatakan bahwa opini audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Sedangkan Wiyantari dan Made (2012), Yulianti (2011) menyatakan bahwa opini auditor tidak berpengaruh terhadap audit delay. Penelitian Hersugondo, dkk (2013) tidak dapat membuktikan bahwa hipotesis mendukung pengaruh yang signifikan antara opini audit dengan audit delay. Dari penjelasan di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H3: Opini auditor berpengaruh negatif pada audit delay
30
2.2.4
Pengaruh Komite Audit Terhadap Audit Delay Besarnya ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) diperlihatkan oleh
tingginya kualitas yang dihasilkan dari jasanya yang selanjutnya akan berpengaruh pada jangka waktu penyelesaian audit. Waktu audit yang cepat merupakan salah satu cara KAP dengan kualitas tinggi untuk mempertahankan reputasi mereka. Kondisi perusahaan secara internal dipengaruhi oleh komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM-LK dengan surat edaran No. SE03/PM/2000 dinyatakan bahwa setiap perusahaan publik wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal tiga orang yang diketuai satu orang komisaris independen dan dua orang dari luar perusahaan yang independen terhadap perusahaan. Menurut Kartika (2011) Kantor Akuntan Publik yang bereputasi baik diperkirakan dapat melakukan audit lebih efisien dan memliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyelesaikan audit sesuai jadwal. Sehingga informasi dapat lebih cepat diterima pengguna laporan keuangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi. Bursa Malaysia mengindikasikan bahwa salah satu mekanisme Corporate Governance yaitu komite audit berperan penting di dalam pencapaian tujuan dari Bursa Malaysia agar ketepatan waktu pelaporan keuangan dapat tercapai (Hashim dan Rahman, 2011). Komite audit merupakan salah satu komponen corporate governance yang berperan penting dalam proses pelaporan keuangan dengan cara mengawasi pekerjaan auditor independen dalam proses pelaporan keuangan serta membantu tugas-tugas dari dewan komisaris. Rahayu (2011) dalam Rahardja (2012) menyatakan dengan kontribusi yang diberikan oleh komite audit diharapkan dapat membantu proses audit yang
31
dilakukan oleh auditor dan akhirnya dapat mempercepatpenyelesaian laporan keuangan auditan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mumpuni (2011) jumlah anggota komite audit berpengaruh terhadap audit delay. Semakin banyak anggota dalam komite audit suatu perusahaan maka semakin singkat audit delay. Dengan kompetensi yang dimiliki anggota komite, fungsi dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan efektif dan mempermudah proses audit dari auditor independen, sehingga laporan audit dapat selesai lebih cepat (Rianti dan Sari 2014). H4: Komite audit berpengaruh negatif terhadap audit delay
32