BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori 2.1.1
Teori Agensi (Agency Theory) Salah satu tujuan utama dari manajemen keuangan adalah memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham (Brigham dan Daves, 2001). Namun, tujuan ini tidak dapat diwujudkan sendiri oleh prinsipal selaku pemegang saham. Oleh sebab itu, prinsipal memperkerjakan profesional (agen)
untuk
dapat
mewujudkan
tujuan
tersebut.
Hubungan keagenan terjadi ketika prinsipal (pemegang saham)
memperkerjakan
agen
(manajemen)
dan
memberikan wewenang kepada agen dalam pengambilan keputusan. Teori
keagenan
berlaku
sejak
dimulainya
kontraktual antara prinsipal dan agen. Dalam kontraktual, prinsipal mendelegasikan wewenang, tanggung jawab dan memberikan insentif kepada agen yang telah disepakati secara bersama. Namun pada praktiknya, agen memiliki kepentingan sendiri dengan memaksimalkan utilitasnya. Perbedaan kepentingan ini menimbulkan suatu konflik agensi. Konflik
agensi
yang
berkepanjangan
akan
membuat kerugian pada prinsipal. Untuk mengurangi masalah keagenan dibutuhkan agency cost (biaya agensi)
9
yang tidak sedikit. Biaya agensi tersebut dimaksudkan untuk memonitoring kegiatan manajemen. Jensen dan Meckling (1976), mengklasifikasikan biaya agensi dalam tiga jenis biaya yaitu meliputi monitoring cost, bonding cost dan residual losses. Monitoring cost merupakan biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor para agen, yaitu untuk mengukur, mengamati dan mengontrol perilaku agen. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Sedangkan residual losses merupakan biaya yang timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadangkala berbeda dari tindakan untuk memaksimalkan kepentingan prinsipal. 2.1.2
Asimetri Informasi Adanya hubungan keagenan menimbulkan suatu ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information). Asimetri informasi terjadi dikarenakan agen memiliki informasi
tentang
perusahaan
yang
lebih
lengkap
dibandingkan dengan prinsipal. Ada dua tipe dari asimetri informasi, antara lain (Trisnantari, 2010) : a. Adverse Selection Adverse selection merupakan jenis asimetri informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu
10
transaksi usaha, memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena manajer dan para pihak dalam lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar. b. Moral Hazard Moral hazard merupakan jenis asimetri informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi
usaha
dapat
mengamati
tindakan-
tindakan dalam penyelesaian transaksi-ransaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan
pengendaliaan
yang
merupakan
karakteristik kebanyakan perusahaan. 2.1.3
Pergantian CEO (Chief Executive Officer) Pergantian CEO dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, di antaranya yaitu: pemberhentian CEO secara damai (peacefull), pemberhentian CEO secara paksa (forced), pengangkatan
CEO
dari
internal
perusahaan
dan
pengangkatan CEO dari eksternal perusahaan (Choi et al, 2014). Menurut Trisnantari (2010), perubahan kepemilikan suatu perusahaan akan diikuti oleh redifinisi visi, misi dan strategi
bisnis
restrukturisasi
perusahaan organisasi.
11
sehingga Biasanya,
akan
terjadi
restrukturisasi
organisasi ini akan diikuti oleh pergantian CEO yang diharuskan
mampu
memicu
peningkatan
kinerja
perusahaan. Pendapat tersebut didukung oleh hasil temuan Megginson, et al (1994), yang menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan peningkatan efisiensi hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkat top management-nya. Pendapat tentang pengaruh positif pergantian CEO yang spesifik terhadap kinerja perusahaan disampaikan oleh Jalal dan Prezas (2012), bahwa pergantian
atau
perekrutan
CEO
dari
eksternal
perusahaan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dengan
peningkatan
dividen,
profitabilitas,
potensi
pertumbuhan dan capital spending. Jiang et al (2013) berpendapat serupa bahwa pergantian CEO dari eksternal perusahaan
dengan
firm-specific
reasons
dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Pergantian pemimpin suatu perusahaan diharapkan mampu
meningkatkan
kinerja
perusahaan
sehingga
kelangsungan hidup perusahaan dapat dijaga bahkan kesuksesan dapat diraih dan dipertahankan (Kristianti, 2005). Terdapat 3 teori pergantian (turnover): a. Common sense, teori ini berpendapat bahwa adanya pergantian manajerial dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
12
b. Vicious
circle
(lingkaran
setan),
teori
ini
menyatakan bahwa pergantian manajerial dapat menurunkan
kinerja.
Perubahan
pimpinan
memunculkan suatu ketegangan dan gangguan yang berakibat pada penurunan kinerja. c. Ritual spacegoating, teori ini menyatakan bahwa manajer relatif tidak penting dan kepemimpinan tidak berhubungan dengan kinerja. Asal usul kandidat CEO juga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Kandidat CEO bisa dari internal perusahaan (insider) dan dari eksternal perusahaan (outsider). Kedua asal usul CEO baik dari internal dan eksternal
perusahaan
memiliki
keunggulan
dan
pengaruhnya sendiri terhadap kinerja perusahaan. Kristianti (2005) menyimpulkan pengaruh insider dan outsider terhadap kinerja perusahaan, sebagai berikut: a. Insider : dewan lebih mengetahui karakter calon CEO karena sudah lama bekerja di perusahaan dan asimetri informasi dapat diminimalkan, sebab insider benar-benar diketahui kualitasnya sehingga dapat
bekerja
dengan
baik
serta
dapat
meningktakan kinerja perusahaan. b. Outsider
:
dapat
meningkatkan
pertumbuhan
perusahaan dan pengangkatan outsider sebagai CEO akan mempengaruhi kenaikan harga saham.
13
2.1.4
Corporate Governance Corporate governance dapat dirumuskan sebagai sistem
tata
kelola
perusahaan
yang
menjelaskan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2001). Isu tentang corporate governance ini telah menjadi topik perbincangan di seluruh dunia. Sekarang ini, para investor lebih memperhatikan tata kelola yang diterapkan perusahaan sebelum
menetapkan
investasi
mereka.
Corporate
governance perusahaan yang baik juga memberikan keyakinan pada para investor bahwa mereka akan mendapatkan return dari investasi yang telah dilakukan. Untuk menciptakan good corporate governance (GCG), perusahaan harus menerapkan prinsip-prinsip dasar pengelolaan perusahaan. Adapun prinsip-prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik menurut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) (2006), antara lain: a. Keadilan (Fairness) Perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas keadilan (kewajaran dan kesetaraan) b. Transparansi (Transparency)
14
Perusahaan harus menyediakan informasi material yang relevan dengan cara mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Selain itu, perusahaan
harus
mengungkapkan
mempunyai
tidak
hanya
inisiatif
untuk
masalah
yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. c. Dapat dipertanggungjawabkan (Akuntabilitas) Perusahaan
harus
mempertanggungjawabkan transparan
dan
wajar.
merupakan
prasyarat
dapat
kinerjanya Sebab
yang
secara
akuntabilitas
diperlukan
untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan. d. Pertanggungjawaban (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. e. Independensi (Independency) Untuk
melaksanakan
asas
good
corporate
governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing bagian dalam
15
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Menurut Herawaty (2008) prinsip-prinsip corporate governance memberikan manfaat, yaitu: (1) meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin
terjadi
antara
prinsipal
dan
agen;
(2)
meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusahaan; (4) meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah; (5) meningkatkan kinerja keuangan dan presepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik. 2.1.5
Struktur Kepemilikan Struktur
kepemilikan
merupakan
aspek
dari
corporate governance, yaitu sebagai alat untuk mengontrol konflik keagenan yang mungkin terjadi diantara prinsipal dan agen. Para peneliti berpendapat bahwa struktur kepemilikan memiliki pengaruh pada perusahaan. Adanya struktur kepemilikan bertujuan memotivasi manajer/agen untuk
mencapai
keinginan
tujuan
prinsipal
perusahaan
(pemilik).
Bagian
sesuai
dengan
dari
struktur
kepemilikan antara lain: 1. Kepemilikan Manajerial Menurut Jensen dan Meckling (1976), semakin tinggi
struktur
16
kepemilikan
yang
dikuasai
oleh
manajemen, maka agency problem akan berkurang, karena semakin selarasnya kepentingan agen dengan kepentingan prinsipal. Dengan adanya kepemilikan manajerial diharapkan dapat menyatukan kepentingan prinsipal dan agen. Sehingga agen akan mengelola perusahaan dengan sebaik mungkin dan berhati-hati dalam
pengambilan
keputusan,
sebab
agen
juga
merupakan pemilik perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham yang dimiliki manajemen,
maka
dapat
mencegah
tindakan
oportunistik manajer. Hal ini berarti struktur kepemilikan melalui
kepemilikan
mekanisme
manajerial
corporate
berhasil
governance
menjadi
yang
dapat
mengurangi konflik keagenan antara prinsipal dan agen. Sehingga akan tercipta keselarasan kepentingan yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. 2. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional memiliki arti penting untuk memonitor manajemen di dalam mengelola perusahaan, sebab
investor
instusional
melaksanakan
fungsi
monitoring dengan mendisiplinkan penggunaan debt dalam struktur modal. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien fungsi monitoring terhadap perusahaan
manajemen serta
17
dalam
pencegahan
pemanfaatan
aset
pemborosan
oleh
manajemen (Sofyaningsih dan Hardiningsih, 2011). Sehingga dengan adanya investor institusional ini, dapat semakin mengoptimalkan kinerja manajemen. Investor institusional memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan investor individu. Kelebihan tersebut, antara lain sebagai berikut: a. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih
dibandingkan
investor
individual
dalam
mendapatkan berbagai informasi. b. Investor
institusional
memiliki
profesionalisme
dalam menganalisa informasi, sehingga dapat menguji tingkat kebenaran informasi yang ada. c. Investor institusional memiliki relasi bisnis yang kuat dengan manajemen. d. Investor institusional memiliki motivasi kuat untuk melakukan pengawasan yang ketat dalam aktivitas dan pengelolaan perusahaan. e. Investor institusional lebih aktif dalam melakukan trading saham, sehingga dapat meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin pada tingkat harga. 2.1.6
Kinerja Perusahaan Kinerja adalah suatu gambaran atau cerminan dari kemampuan mengalokasikan sumber daya yang harus dicapai
oleh
perusahaan.
18
Kinerja
juga
merupakan
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan
dalam
mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Trisnantari,
2010).
Pengukuran
kinerja
perusahaan
dimaksudkan
untuk
mengetahui
apakah
perusahaan
memiliki kinerja yang baik atau buruk dalam periode tertentu. Tujuan dari penilain kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
memenuhi standar
perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya agar membedakan hasil dan tindakan yang diinginkan (Nur’aeni, 2010). Pada
penelitian
ini,
untuk
mengukur
kinerja
perusahaan digunakan Tobins’ Q. Pengukuran dengan Tobins’ Q diyakini dapat memberi suatu gambaran tentang penilaian pasar terhadap perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar tidak hanya pada aspek fundamental
saja.
Pengukuran
Tobins’
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: Q
: Kinerja Perusahaan (Tobin’s Q)
19
Q
dapat
EMV
: Nilai Pasar Ekuitas (EMV = closing price x jumlah
saham beredar) DEBT : (Total Hutang + Persediaan – Aktiva Lancar) TA 2.2
: Total Aktiva
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh A.M Jalal dan A.P Prezas (2012), dengan judul Outsider CEO Succession and Firm Performance, menunjukkan sebuah hasil bahwa pergantian atau perkrutan CEO dari eksternal perusahaan dapat mempengaruhi kinerja dengan peningkatan dividen, profitabilitas, potensi pertumbuhan dan capital spending. 2. Penelitiaan yang dilakukan oleh Jiang et al (2013) dengan judul Appointments of Outsiders as CEOs, State-owned Enterprises, and Firm Performance: Evidence from China, menemukan hasil bahwa SOE di China dengan good governance (perusahaan dengan presentase kepemilikan institusional yang tinggi) akan lebih memilih untuk merekrut CEO dari eksternal perusahaan dan
perekrutan
dari
eksternal
perusahaan
ini
dapat
meningkatkan kinerja perusahaan SOE di Cina. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Mariana Ing Malelak dan Sautma Ronni Basana (2015), dengan judul The Effect of Corporate Governance on Firm Performance: Empirical Evidence from
20
Indonesia, menemukan hasil bahwa dewan direksi, komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan publik berpengaruh pada kinerja perusahaan. Sedangkan dewan komisaris dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh pada kinerja perusahaan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Zakaria et al (2014) dengan judul Ownership Structure and Firm Performance, menunjukan hasil bahwa perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi akan berpengaruh pula pada peningkatan kinerja perusahaan. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Novi Trisnantari (2010), dengan judul Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan Pergantian Chief Executive Officer dengan Kinerja Perusahaan, hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Pergantian CEO berpengaruh positif pada kinerja perusahaan, (2) Corporate Governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit berpengaruh positif pada kinerja perusahaan, (3) Corporate Governance yang diproksikan dengan
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit berpengaruh positif pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Esti Eka Faridayani (2014) dengan judul Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer
21
terhadap
Kinerja
Perusahaan
dengan
Good
Corporate
Governance sebagai Variabel Moderating, ditemukan hasil bahwa pergantian CEO berpengaruh positif pada kinerja perusahaan, GCG yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial dan komisaris independen berpengaruh positif pada kinerja perusahaan serta hasil terakhir dari penelitian ini menunjukkan GCG yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial dan komisaris independen berpengaruh positif pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. 7. Penelitian yang dilakukan oleh Anindhita Ira Sabrina (2010), dengan judul Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan, memperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara corporate governance dengan Tobin’s Q (kinerja pasar) akan tetapi terdapat
hubungan
positif
signifikan
antara
corporate
governance dengan ROE (kinerja operasional). Sedangkan struktur kepemilikan yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial
dan
kepemilikan
institusional
tidak
terdapat
hubungan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan keberadaan manajer dan pemegang saham kurang memiliki pengaruh dalam peningkatan kinerja perusahaan. 8. Penelitian yang dilakukan oleh Yulius Ardy Wiranata dan Yeterina Widi Nugrahanti (2013), dengan judul Pengaruh Struktur
Kepemilikan
Manufaktur
di
terhadap
Indonesia,
22
Profitabilitas
menemukan
Perusahaan
beberapa
hasil
diantaranya; (1) Kepemilikan asing dan Leverage berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan, (2) Kepemilikan keluarga mempunyai pengaruh negatif terhadap profitabilitas perusahaan,
(3)
Kepemilikan
pemerintah,
kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan tidak terbukti berpengaruh terhadap profitabilitas.
2.3
Kerangka Penelitian
Pergantian CEO
Kinerja Perusahaan
Struktur Kepemilikan
Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional
SIZE
Gambar II.1 Kerangka Penelitian 2.4
Hipotesis 1. Pergantian CEO dengan Kinerja Perusahaan Pergantian CEO tentunya akan berimbas pada redefinisi visi, misi dan strategi perusahaan. Adanya perubahan-perubahan
23
ini diharapkan dapat mendorong kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik. Pergantian CEO terbagi ke dalam 4 (empat) tipe pergantian, yaitu pemberhentian secara damai, pemberhentian secara paksa, perekrutan dari internal perusahaan dan perekrutan dari eksternal perusahaan (Choi et al, 2014). Pemilihan CEO dari dalam maupun luar perusahaan dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan melihat karakteristik dari kandidat CEO sendiri. Perekrutan CEO dari dalam perusahaan (internal) biasanya dipilih dengan pertimbangan bahwa kandidat dari internal perusahaan lebih mengetahui tentang kondisi dan seluk-beluk perusahaan, selain itu para dewan juga telah mengetahui kemampuan kandidat sehingga diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi serta meningkatkan
kinerja
perusahaan
(Zajac,
1990).
Selain
perekrutan dari dalam perusahaan, perekrutan juga dapat dilakukan
dengan
memilih
kandidat
dari
luar
perusahaan
(eksternal). Menurut Jalal dan Prezas (2012) dan Jiang et al (2013), alasan pemilihan kandidat CEO dari eksternal perusahaan dilakukan karena perusahaan meninginkan suatu perubahan dan tidak yakin bahwa kandidat dari internal perusahaan dapat membawa suatu perubahan yang diinginkan pada kinerja perusahaan sebab promosi dari internal hanya dijadikan sebagai bentuk kontinuitas/keberlanjutan perusahaan saja. Jiang et al (2013) juga menambahkan bahwa perusahaan yang meiliki good governance terutama perusahaan dengan tingkat presentase kepemilikan institusional yang tinggi akan memilih kandidat CEO
24
dari luar perusahaan. Kedua peneliti tersebut menemukan temuan yang sama bahwa perekrutan CEO dari eksternal perusahaan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja perusahaan. H1: Pergantian CEO dari eksternal perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.
2. Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional dengan Kinerja Perusahaan Kepemilikan manajerial mempunyai peran penting dalam meminimalkan konflik agensi yang terjadi antara prinsipal dan agen melalui pengurangan agency cost. Menurut Jensen dan Meckling (1976), semakin tinggi struktur kepemilikan yang dikuasai oleh manajemen, maka agency problem akan berkurang, karena semakin selarasnya kepentingan manajemen dengan kepentingan prinsipal. Dengan ini terjadi penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen. Agen akan mengelola perusahaan dengan baik dan berhati-hati dalam pengambilan keputusannya. Apabila agen salah mengambil keputusan, maka akan merugikan pihaknya sendiri. Sebab dengan adanya kepemilikan manajerial ini berarti agen juga menjadi pemilik dari perusahaan. H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien fungsi monitoring terhadap manajemen dalam pemanfaatan
25
aset perusahaan serta pencegahan pemborosan oleh manajemen (Sofyaningsih dan Hardiningsih, 2011). Adanya investor institusional ini memungkin kontrol pengawasan pada kinerja manajemen lebih optimal. Sebab investor institusional akan memonitor sekaligus menjadi pengawas dan menjadikan manajemen berhati-hati pada setiap pengambilan keputusan. Kepemilikan institusional ini juga memiliki pengaruh yang positif pada nilai perusahaan (Thanatawee, 2014). H3: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. 3. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikam Institusional dan hubungan Pergantian CEO dengan Kinerja Perusahaan Menurut
teori
keagenan,
kinerja
perusahaan
akan
dipengaruhi oleh konflik keagenan yang terjadi antara prinsipal dan agen. Konflik keagenan yang terjadi yaitu perbedaan kepentingan
diantara
dimaksimalkan
kedua
belah
keuntungannya,
pihak.
sedangkan
Prinsipal
ingin
agen
ingin
memaksimalkan keuntungannya sendiri. Salah satu cara untuk mengurangi konflik keagenan ini adalah dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial.
Peningkatan
saham
manajerial
ini
diharapkan mampu menyatukan serta menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen sehingga dengan minimalnya konflik keagenan diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja perusahaan.
26
H4: Kepemilikan manajerial memperkuat pengaruh pergantian CEO terhadap kinerja perusahaan. Semakin tinggi struktur kepemilikan institusional dalam perusahaan, maka akan membuat pengawasan terhadap kinerja manajemen menjadi semakin optimal. Hal ini akan tercermin pada kehati-hatian manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Jika struktur kepemilikan institusional dalam perusahaan besar, maka investor institusional dapat melakukan pengawasan dengan efektif. Mereka dapat mengubah keputusan yang diambil oleh manajemen serta dapat menganilis bagaimana kinerja dari manajemen. Apabila dirasa kinerja manajemen kurang, investor institusional selaku pemilik dapat mengganti manajemen tersebut. Sehingga dalam hal ini, manajemen akan berusaha mengambil keputusan secara benar dan berusaha meningkatkan kinerja perusahaan. H5: Kepemilikan institusional memperkuat pengaruh pergantian CEO terhadap kinerja perusahaan.
27