BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (Agency Theory) adalah teori yang menjelaskan mengenai konflik yang tercipta antara pihak manajemen perusahaan selaku agen dengan pemilik perusahaan selaku principal. Jensen dan Meckling (1976) hubungan agensi merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan pertanggung jawaban atas decision making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mngetahui informasi dalam internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Biaya keagenan adalah resiko yang terjadi ketika seseorang (prinsipal) membayar seseorang (agen) untuk menjalankan sebuah tugas padahal kepentingan agen bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan prinsipal. Contoh dari hubungan yang mengakibatkan biaya keagenan adalah hubungan antara pemegang saham yang memiliki saham public dan manajer yang
Universitas Sumatera Utara
menjalankan perusahaan tersebut. Pemilik tentu menghendaki manajer menjalankan
perusahaan
dengan
kaidah-kaidah
yang
memungkinkan
maksimalisasi nilai saham, sementara di sisi lain manajer berkepentingan membangun
kerajaan
bisnis
melalui
ekspansi
secara
cepat
namun
kecenderungan menurunkan harga saham perusahaan. Eisenhardt (1989) menyatakan tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan yaitu: 1. Manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self-interest) 2. Manusia memiliki daya piker terbatas mengenai presepsi masa mendatang (bounded rasionality) 3. Manusia selalu menghindari resiko (risk-averse) Shareholder mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer. Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumbersumber ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer tidak selalu bertindak sesuai keinginan terbaik pemegang saham. Hal ini memicu terjadinya konflik keagenan sehigga diperlukan pihak ketiga yang bersifat independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Rahman dan Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah saran yaitu laporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Auditor bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap perusahaan
dalam
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
serta
mengungkapkannya pada laporan audit (SPAP 2011). Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Dengan laporan keuangan tersebut, pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat atas perusahaan. 2.1.2 Opini Audit Laporan auditor merupakan suatu sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat, sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi (IAI, 2001) Dalam SA Seksi 110 paragraf 01 dijelaskan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan
auditor
merupakan
sarana
bagi
auditor
untuk
menyatakan
pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak
Universitas Sumatera Utara
memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2001). Pemberian opini audit dapat mengurangi asimetri informasi antara manajemen dengan stakeholders perusahaan karena memungkinkan pihak di luar perusahaan untuk memverifikasi validitas laporan keuangan. Menurut Halim (2008:75), terdapat lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut ini. (1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. (2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang
Universitas Sumatera Utara
memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: (a) pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain, (b) adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI, (c) laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material, (d) auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, (e) auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi. (3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila: (a) tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, (b) auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat. (4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat
ini
menyatakan
bahwa
laporan
keuangan
tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan. (5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila: (a) ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu, (b) auditor tidak independen terhadap klien.
2.1.3 Opini Audit Going Concern Menurut Belkaoui (2000) dalam Alexander (2004) Going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggungjawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti.
Universitas Sumatera Utara
Dengan
adanya
going
concern
maka
suatu
entitas
akan
mampu
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Rahayu (2007) menyatakan bahwa istilah going concern dapat diinterprestasikan dalam dua hal, yang pertama adalah going concern sebagai konsep dan yang kedua adalah going concern sebagai opini audit. Sebagai konsep “istilah going concern dapat diinterprestasikan sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang panjang”. Sebagai opini audit, istilah going concern menunjukkan auditor memiliki kesangsian mengenai kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Informasi tersebut biasanya berhubungan dengan ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, dan kegiatan serupa yang lain. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan suatu usaha dalam menjalankan kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa
Universitas Sumatera Utara
melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturasi tentang perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA No.30). Opini Audit going concern adalah opini audit yang dikeluarkan oleh auditor karena terdapat keraguan mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Auditor mempunyai tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaannya (Ramadhany, 2004). Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian yang signifikan terhadap kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya, dalam kurun waktu yang pantas atau tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2011). Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah unqualified with explanatory language/ emphasis of matter paragraph, unqualified opinion, adverse opinion dan disclaimer opinion yang mencantumkan
paragraf atau
kalimat
penjelas
mengenai
kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Perusahaan yang mendapat opini going concern diberi kode 1, sedangkan perusahaan yang tidak mendapat opini going concern diberi kode 0.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba perusahaan pada masa yang akan datang, dimana laba perusahaan merupakan salah satu informasi penting sebagai pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modalnya kepada perusahaan tersebut. Menurut Keown (2004:32) “laba atau profit diperoleh dari pendapatan bersih perusahaan dikurangi dengan beban yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan.” Jadi laba merupakan hasil akhir kinerja perusahaan. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba disebut dengan perusahaan yang profitable. Brigham dan Houton (2001) menyatakan profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Rasio profitabilitas merupakan salah satu alat untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 2001). Profitabilitas dianggap sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan
operasi
perusahaan,
karena profitabilitas
merupakan
alat
pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risiko. Jumlah laba bersih seringkali dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi. Perbandingan ini disebut rasio profitabilitas (profitability ratio). Analisa return on assets dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat
Universitas Sumatera Utara
penting
sebagai
salah
satu
teknik
analisa
keuangan
yang
bersifat
menyeluruh/komprehensif. Return on assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntunganInvestor memiliki sejumlah harapan atas sejumlah pengembalian dari investasinya. Pengembalian itu tentunya tergambar jelas pada performa perusahaan. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Return On Assets (ROA). ROA menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset atau total aktiva yang dimiliki perusahaan dalam periode tertentu. Perusahaan yang memiliki nilai ROA yang negatif dalam periode waktu yang berurutan akan memicu masalah going concern karena ROA yang negatif artinya bahwa perusahaan tersebut mengalami kerugian dan ini akan mengganggu kelangsungan hidup perusahaan tersebut Petronela (2004) dalam Setyarno, Januarti dan Faisal (2006) memberikan bukti bahwa profitabilitas berhubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap penerbitan opini audit going concern. Penelitian oleh Komalasari (2004) memberikan bukti bahwa profitabilitas perusahaan mempunyai koefisien negatif yang menunjukkan bahwa semakin rendah ROA semakin tinggi probabilitas perusahaan untuk mendapat opini selain Unqualified Opinion.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Keown (1991) “laba atau profit diperoleh dari pendapatan bersih perusahaan dikurangi dengan beban yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan”. Jadi laba merupakan hasil akhir dari kinerja perusaahaan. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba disebut perusahaan yang profitable. Brigham dan Hounton (2001:89) menyatakan profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Dalam sebuah perusahaan laba adalah instrument yang terpenting dalam kelancaran kinerja perusahaan. Karena apabila sebuah perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba maka auditor cenderung akan memberikan opini audit going concern. Namun apabila laba perusahaan meningkat maka akan semakin kecil kemungkinan peusahaan mendapat unqualified opinion dan semakin kecil pula resiko perusahaan menerima opini audit going concern. Profitabilitas dalam penelitian ini di proksikan menggunakan ROA (Return on Asset) yang mengukur tingkat optimalisasi asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan (laba).
Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis untuk profitabilitas adalah:
Universitas Sumatera Utara
H1: Profitabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit going
concern. 2.1.5 Opini Audit Tahun Sebelumnya Opini audit tahun sebelumnya adalah opini yang diterima auditor pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian dari auditor independen. Opini audit tersebut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu opini going concern dan opini non going concern. Opini audit going concern yang telah diterima auditee pada tahun sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan yang penting bagi auditor dalam mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan jika kondisi keuangan auditee tidak menunjukkan tanda – tanda perbaikan atau tidak adanya rencana manajemen yang dapat direalisasikan untuk memperbaiki kondisi perusahaan. Mutchler (1985) dalam setyarno (2006) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain. Menurut Venuti (2007), penyebab masalah tersebut adalah adanya hipotesis self-fulfilling properchy yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini audit going concern, maka perusahaan akan menjadi cepat
Universitas Sumatera Utara
bangkrut karena perusahaan akan kehilangan kepercayaan investor yang akhirnya akan membuat para investor maupun kreditor menarik dananya. Perusahaan yang mendapatkan opini audit going concern akan mengalami kesulitan keuangan sehingga akan berdampak terhadap kelangsungan usahanya. Santosa dan Wedari (2007) menganalisis tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Sehingga apabila auditee menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya, maka kemungkinan auditee untuk menerima kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya akan semakin besar. Setyarno dkk (2006) serta Praptitorini dan Januarti (2007) menemukan adanya hubungan yang positif antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit tahun berjalan. Putri (2008),
Ramadhany
(2004),
menganalisis
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Hasilnya menunjukkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan positif terhadap opini audit going concern. Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Hal ini dikarenakan kegiatan usaha suatu perusahaan pada tahun berjalan tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada tahun sebelumya (Tamba, 2009).
Perusahaan yang menerima opini going
Universitas Sumatera Utara
concern pada periode sebelumnya akan mengalami kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditur, pelanggan, dan karyawan. Bahkan yang lebih parah lagi adalah timbulnya persepsi manajemen bahwa suatu laporan yang dimodifikasi dapat mempercepat perusahaan mengalami kebangkrutan (jones, 1996). Perusahaan dengan opini going concern akan semakin mengalami keterpurukan baik dari segi keuangan maupun ketenaran di mata masyarakat dan kesulitan keuangan (financial distressed) pada perusahaan yang menerima opini audit going concern akan semakin parah apabila tidak ada tindakan perbaikan yang radikal dan efektif sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapai perusahaan. Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis untuk opini audit tahun sebelumnya adalah: H2 :
Opini
Audit
tahun
sebelumnya
berpengaruh
terhadap
penerimaan opini audit going concern. 2.1.6 Pertumbuhan Perusahaan Menurut menunjukkan
penelitian pertumbuhan
mengindikasikan
Setyarno kekuatan
kemampuan
(2006)
pertumbuhan
perusahaan
perusahaan
dalam
dalam
perusahaan industri
dan
mempertahankan
kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan yang cepat maka semakin besar kebutuhan dana untuk ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Semakin besar R&D cost-nya maka berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh. Pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan melihat pertumbuhan penjualannya. Pengukuran ini hanya dapat melihat pertumbuhan perusahaan dari aspek pemasaran perusahaan saja. Menurut Fabozzi (2002), pertumbuhan penjualan merupakan perubahan penjualan pada laporan keuangan pertahun. Pertumbuhan penjualan yang diatas rata-rata bagi suatu perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan yang cepat yang diharapkan dari industri dimana perusahaan itu beroperasi. Perusahaan dapat
mencapai
tingkat
pertumbuhan
diatas
rata-rata
dengan
jalan
meningkatkan pangsa pasar dari permintaan industry. Pertumbuhan laba yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan biaya akan mengakibatkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh
secara
teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive. Dalam penelitian ini, untuk mengukur pertumbuhan perusahaan peneliti menggunakan rasio pertumbuhan laba. Rasio pertumbuhan laba digunakan karena dapat menggambarkan keadaan perusahaan yang sedang baik. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan laba negatif berpotensi besar
Universitas Sumatera Utara
mengalami penurunan laba sehingga apabila manajemen tidak segera mengambil tindakan perbaikan, perusahaan dimungkinkan tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan laba yang positif mengindikasikan bahwa Auditee dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Penjualan yang terus meningkat dari ketahun akan memberikan peluang Auditee
untuk
memperoleh
peningkatan
laba.
Semakin
tinggi
rasio
pertumbuhan penjualan Auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (GCAO). Rasio pertumbuhan perusahaan
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
auditee
dalam
pertumbuhan tingkat penjualan. Data ini diperoleh dengan menghitung sales growth ratio berdasarkan laporan laba/rugi masing-masing auditee. Penelitian yang dilakukan oleh Ulkri (2013), pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap opini audit going concern, sedangkan penelitian Putri (2008), menyatakan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern maka perusahaan
Universitas Sumatera Utara
yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern (Arga dan Linda, 2007) Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis adalah: H3 :
Pertumbuhan
Perusahaan
berpengaruh
terhadap
penerimaan opini audit going concern 2.1.7. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan (Riyanto, 2001). Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aset, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aset dari perusahaan. Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan total aset yang kecil. Perusahaan besar juga dianggap memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelolah perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas (Juanidi dan Hartono, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa 15 perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. Mc Keown et.al. (1991) dalam Santosa dan Wedari (2007) mengatakan bahwa perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, menyebabkan auditor mungkin menjadi ragu untuk mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan besar. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal asing juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula untuk menunjang operasionalnya, dan salah satu alternatif pemenuhannya adalah dengan modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi (Halim, 2007). Pada penelitian ini ukuran perusahaan diproksikan dengan menggunakan Ln total aset. Penggunaan natural log (Ln) dalam penelitian ini untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih, tanpa mengubah proporsi dari nilai yang sebenarnya. Ukuran perusahaan menunjukkan seberapa besar atau kecilnya suatu perusahaan. Mutchler (1985) dalam Setyarno et.,al (2006) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil. Santosa dan Wedari (2007) serta Alichia (2013) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini going concern, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
Januarti dan Fitrianasari (2008) dan Kristiana (2012) mendapatkan bukti bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini going concern oleh auditor. Penelitian Santosa dan Wedari (2007) memberikan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dengan penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukkan bahwa auditor dalam memberikan opini audit going concern akan mempertimbangkan ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan adalah besarnya sebuah perusahaan yang dilihat dari total asset yang dimilikinya. Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total asset, penjualan, dan kapitalisasi pasar (Kristiana,2012). Perusahaan dengan total asset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis adalah: H4: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern
Universitas Sumatera Utara
2.1.8. Solvabilitas Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya atau rasio ini juga menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya / kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan di likuidasi. Solvabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan salah satu rasio solvabilitas yaitu, Debt to Asset Ratio. Rasio yang mengukur prosentase kemampuan perusahaan dalam menjamin hutang-hutangnya dengan sejumlah aset yang dimilikinya. Rasio ini disebut juga rasio leverage.
Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan pengimbangan antar hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri (cadangan, laba) atau berasal dari mengambil bagian, peserta, atau pemilik (modal saham, modal peserta dan lain-lain). Jadi dapat disimpulkan bahwa debt to aseet ratio merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan asset
yang
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajibannya dengan menggunakan asset yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan dengan rasio solvabilitas yang tinggi memiliki dampak yang buruk bagi kondisi keuangan perusahaan, dibandingkan perusahaan dengan rasio solvabilitas yang rendah. Rasio solvabilitas yang tinggi semakin menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastiaan terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan perusahaan semakin berpeluang mendapat opini audit going concern. Penelitian Rudyawan dan Badera (2008) menemukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap opini audit going concern. Namun penelitian Hani (2003) dan Eko (2006), menyatakan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan audit going concern. Perusahaan dengan leverage tinggi cenderung memiliki risiko kegagalan membayar hutang perusahaan, sehingga menimbulkan keraguan yang signifikan untuk mempertahankan perusahaan di masa mendatang. Dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis adalah: H5: Solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu Adapun hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
Nama Peneliti Variabel dan Tahun Penelitian Penelitian Endra Ulkri Arma Independen profitabilitas, (2013) likuiditas, pertumbuhan perusahaan Dependen : penerimaan opini audit going concern
Teknik Analisis Regresi logistik
Hasil Penelitian Profitabilitas, likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap opini audit going concern
Universitas Sumatera Utara
2
Doris (2010)
Regresi Logistik
Quick ratio, return on asset, dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan long term debt to asset ratio dan kualitas audit berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pemberian opini audit going concern
Regresi Independen: Arga Fajar Logistik Audit, Santosa, Linda Kualitas Kondisi Kusumaning Keuangan Wedari (2007) Perusahaan, Opini tahun sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan, Ukuran Perusahaan
Kualitas audit, pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan penerimaan audit going concern. Kondisi keuangan perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Opini audit berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern
Independen: Quick ratio, long term debt to asset ratio, return on asset, kualitas audit, pertumbuhan perusahaan Dependen: opini wajar dengan pernyataan going concern
3
Dependen: Penerimaan Opini Audit going concern
4
Rezky Noverio, Totok Dewayanto (2009)
Regresi Independen: kualitas auditor, Logistik profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas Dependen: penerimaan opini audit going concern
Kualitas auditor, profitabilitas, dan solvabilitas tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Sebaliknya likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern
Universitas Sumatera Utara
5
Yashinta Putri Independen:ukur Regresi Alichia (2008) an perusahaan, Logistik pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya Dependen: opini audit going concern
6
Ira Kristiana Independen: (2012) Ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan perusahaan
Regresi Logistik
Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern Profitabilitas, likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern
Putri Karina Independen: Regresi Alamanda Logistik ukuran (2013) perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, debt default
Ukuran perusahaan, profitabilitas tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Debt default berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern
Dependen: Opini Audit Going Concern 7
Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap opini audit going concern. Pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap opini audit going concern. Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan positif terhadap opini audit going concern.
Dependen: penerimaan opini audit going concern
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konseptual
Variabel Independen Profitabilitas (X1)
H1 Variabel Dependen
Opini Audit Tahun Sebelumnya (X2) Pertumbuhan Perusahaan (X3) Ukuran Perusahaan (X4) Solvabilitas (X5)
H2
Penerimaan Opini Audit Going Concern
H3
H4
H5
Dari gambar kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa Profitabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, dan solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Universitas Sumatera Utara