BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teoritis
2.1.1
Teori Keagenan Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976:308).Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) menjelaskan bahwa “konsep teori keagenan adalah
hubungan
atau
kontrak
antara
prinsipal
dan
agen.
Prinsipal
memperkerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan, dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal dan ceo (chief executive officer) sebagai agen mereka. Pemegang
saham
mempekerjakan
CEO
untukbertindak
sesuai
dengan
kepentingan prinsipal.” Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan
12
Universitas Sumatera Utara
pribadinya. Tiap individu memiliki motivasinya masing-masing sehingga hal ini memungkinkan timbulnya konflik kepentingan antara agen dan prinsipal. Pihak prinsipal termotivasi untuk meningkatkan profitabilitas demi kesejahteraan dirinya dan agen dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi dan bonus.Oleh karena itu, terjadi perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen bekerja tidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Karena masing-masing pihak baik prinsipal dan agen berkeinginan meningkatkan utilitasnya sendiri maka akan menimbulkan konflik dan memungkinkan pihak agen melakukan manipulasi atau kecurangan. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena prinsipal tidak dapat memonitor aktivitas CEO seharihari untuk memastikan CEO bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen.Teori agensi mengasumsikan bahwa prinsipal tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kondisi perusahaan. Agen memiliki informasi kondisi perusahaan karena agen menjalankan kinerja perusahaan terkait dengan wewenang yang diberikan prinsipal. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menimbulkan masalah keagenan atau agency problem. Salah satu hal yang menyebakan agency problem adalah asimetri informasi (Lubis, 2014: 21) Asimetri
antara
manajemen
(agent)
dengan
pemilik
(principal)
memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak opportunistic,
13
Universitas Sumatera Utara
yaitumemperoleh
keuntungan
pribadi.
Dalam
hal
pelaporan
keuangan,
manajermelakukan manajemen labauntuk menyesatkan pemilik(pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Dengan semakintingginya asimetri informasi antara manajer (agent) dengan pemilik (principal) yang mendorong pada tindakan manajemen laba oleh manajemen akan memicusemakin tingginya biaya keagenan (agency cost) dan menunjukkan adanyahubungan positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba (Richardson). 2.1.2
Manajemen Laba
2.1.2.1 Defenisi Manajemen Laba Salah satu ukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba yang diperoleh oleh perusahaan. Informasi laba perusahaan merupakan informasi penting dalam laporan keuangan yang digunakan oleh pihak yang menggunakannya untuk membuat keputusan penting. Dalam kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal. Memanipulasi laporan laba, baik secara internal maupun untuk tujuan pelaporan eksternal, adalah godaan yang sangat nyata yang dihadapi oleh semua akuntan dan profesional keuangan (Francis dan Wang, 2008). Menurut Scott (2006:344) dalam Agustia (2013:30), “Manejemen Laba merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan accrual dalam menyusun laporan keuangan.”Manajemen
14
Universitas Sumatera Utara
pengungkapandalamrasaintervensitujuandalam denganmaksudmemperolehbeberapakeuntungan Merchant
(1994:79)
mengemukakan
bahwa
prosespelaporaneksternal, pribadi(Schipper, "Tindakan
1989:92).
apapun
dari
pihakmanajemenyangmempengaruhipendapatanyangdilaporkandanmemberikanke untunganekonomitidakbenar
untukorganisasi
danmungkin
sebenarnya,
dijangkapanjang, merugikan" Sementara
menurutHealydanWahlen(1999),“Manajemen
laba
terjadi
ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusutan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.” Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk mencapai tujuan khusus. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan suatu proses yang disengaja, menurut batasan standar akuntansi keuangan, untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Menurut Sulistiawan et al (2011:19), “earnings management disebut juga dengan creative accounting, yaitu aktivitas badan usaha yang memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan.” Dalam hal ini, hasil yang diinginkan oleh penyusun laporan keuangan (pengelola perusahaan dengan bantuan akuntan) dapat berupaya menyajikan nilai laba atau aset yang lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung pada motivasi mereka melakukannya.
15
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa pengertian manajemen laba di atas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen laba berkaitan dengan cara manajemen dalam menyajikan laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, artinya manajemen punya wewenang untuk menyajikan laporan keuangan baik secara legal maupun ilegal. Kriteria manajemen laba secara legal yakni apabila tidak menyimpang dari Standar Akuntansi Keuangan, misalnya dalam pemilihan metode penyusutan baik melalui metode garis lurus atau saldo menurun. Pemilihan dari salah satu metode tersebut tentu akan berpengaruh terhadap laporan keuangan khususnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan atau lebih banyak berkaitan dengan pengambilan keputusan manajemen terkait laporan keuangan perusahaan. Sedangkan kriteria manajemen laba secara ilegal yakni apabila telah menyimpang dari Standar Akuntansi Keuangan, misalnya penyajian akun akumulasi penyusutan dalam laporan posisi keuangan seharusnya di sisi kredit namun manajemen menyajikannya si sisi debet. 2.1.2.2 Motivasi Manajemen Laba Menurut Sanjaya (2008) dalam Lubis (2014:25), motivasi tersebut adalah: 1. Motivasi bonus Bonus Motivasi bonus(plan hypothesis), manajer perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya. 2. Motivasi utang Menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode
16
Universitas Sumatera Utara
mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3. Motivasi politik Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. 4. Motivasi pajak Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Karena semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang dikenakannya. Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut. 5. Motivasi pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 6. Motivasi pasar modal Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analisis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi laba dengan cara mempengaruhi harga saham jangka pendek.
Dari pernyataan diatas penulis berpendapat bahwa tidak ada praktik manajemen laba yang dilakukan tanpa ada motivasi dan kepentingan. Praktik manajemen laba dilakukan karena untuk memenuhi kepentingan pribadi manajemen, kepentingan internal dan eksternal perusahaan demi tercapainya tujuan organisasi. 2.1.2.3 Manajemen Laba Riil (Real Earnings Management) Manajemen laba riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi. Motivasi utama atas manipulasi aktivitas riil adalah waktu (timing) manajemen laba. Manajemen laba riil dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi
17
Universitas Sumatera Utara
dengan tujuan spesifik, yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindarikerugian, dan mencapai target ramalan analis. Selain itu menajemen laba riil sulit untuk dideteksi oleh auditor. Menurut Healy and Wahlen, (1999) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Earnings management accurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting practices”. Dengan kata lain bahwa campur tangan manajer dalam proses pelaporan keuangan tidak hanya melalui metode-metode atau estimasiestimasi akuntansi saja tetapi juga dapat dilakukan melalui keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kegiatan operasional. Lebih lanjut, manajer juga memiliki insentif untuk memanipulasi aktivitas-aktivitas riil selama tahun berjalan untuk memenuhi target laba. Manipulasi aktivitas-aktivitas riil tersebut disebut manajemen laba riil. Menurut Roychowdhury (2006:339-340), terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas riil, yaitu: 1. Manipulasi penjualan Manipulasi penjualan merupakan usaha untuk meningkatkan penjualan secara temporer dalam periode tertentu dengan menawarkan diskon harga produk secara berlebihan atau memberikan persyaratan kredit yang lebih lunak. Strategi ini dapat meningkatkan volume penjualan dan laba periode saat ini, dengan mengasumsikan marginnya positif. Namun pemberian diskon harga dan syarat kredit yang lebih lunak akan menurunkan aliran kas periode saat ini. 2. Penurunan beban-beban diskresionari (dicretionary expenditure) Perusahaan dapat menurunkan discretionary expenditure seperti beban penelitian dan pengembangan, iklan dan penjualan, administrasi dan
18
Universitas Sumatera Utara
umum terutama dalam periode dimana pengeluaran tidak langsung menyebabkan pendapatan dan laba. Strategi ini dapat meningkatkan laba dan arus kas periode saat ini namun dengan risiko menurunkan arus kas periode mendatang. 3. Produksi yang berlebihan (overproduction) Untuk meningkatkan laba, manajer perusahaan dapat memproduksi lebih banyak daripada yang diperlukan dengan asumsi bahwa tingkat produksi yang lebih tinggi akan menyebakan biaya tetap per unit produk lebih rendah. Strategi ini dapat menurunkan harga pokok penjualan (cost of good sold) dan meningkatkan laba operasi. Ketiga cara manipulasi aktivitas riil di atas biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan kinerja yang buruk sehingga tidak banyak memiliki akrual untuk dimanipulasi. Satu-satunya cara adalah dengan manipulasi aktivitas riil tersebut terutama untuk mencapai laba sedikit di atas nol. Dengan ketiga
cara
di
atas
perusahaan-perusahaan
yang
diduga
(suspect)
melakukanmanipulasi aktivitas riil akan mempunyai abnormal cash flow operations (CFO) dan abnormal discretionary expense yang lebih kecil serta abnormal production cost yang lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan lain. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Roychowdhury (2006:338) menunjukkan para eksekutif keuangan lebih memilih untuk memanipulasi laba malalui aktivitas-aktivitas riil daripada aktivitas akrual. Hal ini disebabkan oleh: 1. Manipulasi akrual cenderung membuat para auditor atau regulator melakukan pemeriksaan dengan cepat daripada jika keputusan-keputusan tentang aktivitas riil atau produksi yang dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa baik auditor ataupun regulator kurang memberikan perhatian terhadap aktivitas-aktivitas riil yang dimanipulasi oleh manajemen, sehingga manajemen memiliki kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini dalam mencapai target laba. 2. Hanya bersandar pada manipulasi akrual saja akan membawa risiko karena pengelolaan laba dengan mengandalkan akrual diskresioner hanya dapat
19
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada akhir tahun. Akan tetapi, strategi ini menimbulkan risiko yaitu jika jumlah laba yang perlu dimanipulasi lebih besar daripada akrual diskresioner yang dapat digunakan manager, maka kemampuan manajer dalam memanipulasi laba terbatas, akibatnya target laba tidak dapat dicapai jika hanya menggunakan akrual diskresioner pada akhir tahun. Berdasarkan Roychowdhury (2006:34), pengukuran manajemen laba riil menggunakan 3 cara yakni: 1. Abnormal cash flow operations (CFO). Arus kas operasi abnormal adalah manipulasi laba yang dilakukan perusahaan melalui aliran operasi kas yang akan memiliki aliran kas lebih rendah daripada level normalnya. Estimasi nilai residu arus kas operasi merupakan nilai abnormal arus kas operasi. 2. Abnormal production cost (PO). Biaya kegiatan produksi abnormal adalah manajemen laba riil yang dilakukan melalui manipulasi biaya produksi, dimana perusahaan akan memiliki biaya produksi lebih tinggi daripada level normalnya. Estimasi nilai residu dari biaya produksi merupakan nilai abnormal biaya produksi. 3. Abnormal discretionary expense (DE). Biaya diskresioner abnormal adalah manajemen laba riil yang dilakukan dengan menurunkan discretionary expenditure seperti biaya penelitian dan pengembangan, biaya iklan, biayapenjualan, administrasi dan umum. Estimasi nilai residu dari biaya diskresioner merupakan nilai abnormal biaya diskresioner.
2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba Watts dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba.
Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan Zimmerman (1986) adalah:
20
Universitas Sumatera Utara
1.
Hipotesis program bonus (the bonus plan hypothesis), merupakan dorongan manajer perusahaan dalammelaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atasdasar laba tersebut. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkinmenggunakan metodemetode akuntansi yang meningkatkan income yangdilaporkan pada periode berjalan. Alasannya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak ada penyesuaian untukmetode yang dipilih.
2.
Hipotesis perjanjian hutang (the debt covenant hypothesis), muncul karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaanberbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian hutang (debt covenant).Semakin tinggi resiko hutang atau ekuitas suatu perusahaan, yang ekuivalendengan semakin dekatnya (yaitu semakin ketat) perusahaan terhadap kendalakendaladalam perjanjian hutang dan semakin probabilitas pelanggaran perjanjian,semakin mungkin manajer untuk menggunakan metode-metode akuntansi yangmeningkatkan income.
3.
Hipotesis politik (the political cost hypothesis), merupakan motivasi yang muncul karena manajemen memanfaatkan kelemahanakuntansi dalam menyiasati berbagai regulasi pemerintah. Perusahaan yangterbukti menjalankan praktik pelanggaran terhadap regulasi anti trust dan antimonopoli, manajernya melakukan manipulasi laba dengan menggunakan akrualuntuk menurunkan laba yang dilaporkan.
2.1.3
Kepemilikan Institusional Masalah keagenan dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Struktur
kepemilikan dapat dilihat dari besarnya saham yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga dalam perusahaan. Struktur kepemilikan mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang negatif terhadap praktik manajemen laba, semakin kecil persentase kepemilikan institusional maka semakin besar pula kecenderungan pihak manajer dalam mengambil kebijakan akuntansi tertentu untuk memanipulasi pelaporan laba (Widyastuti, 2009).
21
Universitas Sumatera Utara
Kepemilikan institusional adalah bagian dari saham perusahaaan yang dimiliki oleh investor institusi, seperti perusahaan asuransi, institusi keuangan (bank, perusahaan keuangan, kredit), dana pensiun, investment banking, dan perusahaan lainnya yang terkait dengan kategori tersebut (Yang et al., 2009). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara pemilik (principal) dan manajer (agent). Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan keputusan strategis sehingga tidak mudah percaya pada tindakan manipulasi laba. Chew dan Gillan (2009:176) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis investor institusional, yaitu investor institusional sebagai transient investors (pemilik sementara perusahaan) dan investor institusional sebagai sophisticated investors(pemilik yang berpengalaman).Pemilik sementara (transient investor) hanya terfokus pada laba sekarang(current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akanmempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan manajemen laba. Sedangkan, pemilik atau investor institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated) yang terfokus pada laba
22
Universitas Sumatera Utara
masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer. 2.1.4
Free Cash Flow Jensen (1986) dalam Zuhri (2011:16) mendefinisikan free cash flow
adalah aliran kas yang merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net presentvalue (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Free cash flow inilah yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Keown et.al., (2011) mendefinisikan “arus kas bebas adalah jumlah yang tersedia dari operasi setelah investasi pada modal kerja operasional bersih dan aktiva tetap”. Uang tunai yang tersedia ini kemudian didistribusikan kepada pemilik perusahaan dan kreditor atau dapat dikatakan setelah perusahaan membayar semua beban operasinya dan melakukan investasi, maka sisa kas didistribusikan kepada pemegang saham dan kreditor. Sementara, White et al (2003) mendefinisikan “free cash flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini.” Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusaha-an
23
Universitas Sumatera Utara
tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan deviden. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semakin kecil nilai FCF yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan tersebut bisa dikategorikan semakin tidak sehat (White et al., 2003:68). Suatu perusahaaan dapat dinilai dari berapa besar keuntungan yang diperolehnya selama periode tertentu. Keuntungan suatu perusahaan tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun dengan menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan. Semakin besar kas tersedia dalam perusahaan tersebut, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang, dan dividen. 2.1.5
Leverage Ratio Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aset
perusahaan. Rasio ini menunjukkan besarnya besar aset yang dimiliki perusahaan yang dibiayai dengan hutang (Agustia, 2013:32).Dalam teori keagenan, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih memungkinkan manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode saat ini (Watts and Zimmerman, 1986). Scott (2000) menyatakan bahwa manajemen laba sering dilakukan oleh perusahaan ketika mereka menghadapi paksaan dari kreditor dengan cara mengubah metode akuntansinya. Semakin besarnya rasio leverage mengakibatkan risiko yang ditanggung oleh pemilik modal juga akan semakin meningkat.
24
Universitas Sumatera Utara
Achmad et al. (2007) dalam Siregar (2014) menunjukkan bahwa peningkatan motivasi perjanjian hutang (debt covenant) meningkatkan praktik manajemen laba. Alasannya bahwa motivasi debt covenant merupakan praktik manajemen laba berlaku umum. Leverage ratio dalam hal ini diproksikandebt to equity ratio yang mana total utang dibagi dengan total aset untuk mengukur leverage ratio. Leverage ratio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh utang-utangnya atau dengan kata lain untuk mengetahui bagaimana perusahaan mendanai kegiatan usahanya apakah lebih banyak menggunakan utang atau ekuitas. 2.1.6
Komite Audit Menurut Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan, selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKG, 2002) dalam Zuhri (2011:17) Komite Audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit.
25
Universitas Sumatera Utara
Komite audit adalah sebuah komite kecil dari dewan direksi yang independen dan di luar direktur. Komite audit mempunyai tanggung jawab yang luas terhadap laporan eksternperusahaan, memonitor risiko, dan mengontrol proses serta menjalankan fungsi auditinternal dan eksternal. Komite audit tidakterlibat dalam penyusunan laporan keuangansecara langsung. Komite audit bertindak sebagai pemeriksa manajemen yang independendan sebagai pengacara bagi pengguna luar laporan keuangan dalam menjamin bahwalaporan keuangan disajikan secara akurat yang menggambarkan kegiatan ekonomi perusahaan (Schwieger dan Rottenberg,2003:223 dalam Sembiring, 2015). Bursa
Efek
Indonesia
melalui
Kep.
Direksi
BEJ
No.
Kep-
315/BEJ/06/2000 menyatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris, yang bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan. Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (Bradbury et al. 2004 dalam Zuhri, 2011:17). Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan. Di dalam pelaksanaan tugasnya komite menyediakan komunikasi formal antara dewan, manajemen, auditor eksternal dan auditor internal (Bradbury et al. 2004 dalam Zuhri, 2011:17). Adanya komunikasi formal antara komite audit,
26
Universitas Sumatera Utara
auditor internal, dan auditor eksternal akan menjamin proses audit internal dan eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan kemudian meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Anderson et al. 2003 dalam Zuhri, 2011:18). Pada dasarnya komite audit merupakan komite dewan direksi. Dewan direksi bertanggung jawab untuk mengawasi proses penyusunan dan pelaporan keuangan; mengawasi audit eksternal dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal) kemudian tugasnya didelegasikan kepada komite audit. Komite audit dibentuk untuk memeriksa pertanggungjawaban keuangan direksi perusahaan kepada pemegang saham. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh komite audit dapat dipercaya jika komite audit memiliki kompetensi dan independensi. Dengan melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang diberikan, diharapkan komite audit dapat berperan untuk mengurangi perilaku opportunistic yang dilakukan oleh para manajer, akan tetapi jika kompetensi dan independensi komite audit tidak dapat terpenuhi maka perilaku manajemen laba tidak dapat dihindarkan. 2.1.7
Kualitas Audit Menurut Wang (1999) dalam Ardiati (2003:409), kualitas audit adalah
probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi auditnya. Salah satu alat untuk menilai kualitas audit adalah ukuran KAP (Kantor Akuntan Publik). Pada umumnya, KAP besar (bekerja sama dengan KAP internasional) memperoleh insentif yang lebih
27
Universitas Sumatera Utara
besar dan mempunyai lebih banyak sumber daya sehingga tugas audit dapat dilaksanakan secara lebih efisien dan efektif, serta memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penjadwalan audit. Deangelo (1981) dalam Ardiati (2003:410) mengemukakan bahwa kualitas audit dipandang sebagai probabilitas nilaian pasar bahwa laporan keuangan mengandung kekeliruan material dan auditor akan menemukan dan melaporkan kekeliruan material tersebut. Kualitas audit dapat dilihat dari kemampuan auditor mendeteksi kesalahan material dan independensi auditor dalam melporkan kesalahan material tersebut. Pernyataan Deangelo sejalan dengan AAA Financial Accounting Standard Committee. AAA Financial Standard Committee (2000) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal, yaitu kompetensi (keahlian) dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas dan secara potensial saling mempengaruhi. Lebih lanjut lagi, persepsi pengguna laporan keuangan atas kualitas audit merupakan fungsi dari persepsi mereka atas independensi dan keahlian auditor. Kantor Akuntan Publik adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan perundang-undangan, yang berusaha di bidang pemberian jasa professional dalam praktek akuntan publik. Di Indonesia KAP dibagi menjadi dua kategori, yaitu KAP The BigFour dan KAP non The Big Four. Adapun kategori Kantor Akuntan Publik yang berafiliasi dengan dengan The Big Four di Indonesia yaitu: 1. KAP Price Waterhouse Coopers, yang berafiliasi dengan kantor KAP Drs. Hadi Sutanto & Rekan, Haryanto Sahari & Rekan.
28
Universitas Sumatera Utara
2. KAP Deloitte Touche Thomatsu, yang bekerja sama dengan KAP Hans Tuanakota & Mustofa. 3. KAP Ernst & Young, yang bekerjasama dengan KAP Prasetio, Drs. Sarwoko & Sanjaja. 4. KAP KPMG (Klyneld Peat Marwick Geordeler), yang bekerjasama dengan KAP Sidharta-Sidharta & Widjaja. Kantor akuntan publik yang lebih besar (bermitra dengan The Big Four) menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi untuk melindungireputasinya sebagai akuntan independen. Berdasarkan teori tersebutKantor Akuntan Publik (KAP) yang berafiliasi dengan The Big Four dapatdikatakan cenderung tepat waktu dalam melakukan pelaporankeuangannya. Audit mengurangi asimetri informasi yang ada antara manajemen dan stakeholders perusahaan dengan memungkinkan pihak di luar perusahaan untuk memverifikasi
validitas
laporan
keuangan.
Efektifitas
auditing
dan
kemampuannya untuk mencegah manajemen laba diharapkan akan bervariasi dengan kualitas auditor. Sebagai perbandingan dengan auditor berkualitas rendah, auditor berkualitas tinggi lebih mempunyai kemampuan untuk mendeteksi praktik-praktik akuntansi yang dipertanyakan, dan ketika hal itu terdeteksi maka auditor akan mengeluarkan pendapat selain pendapat wajar tanpa perkecualian (unqualified opinion) dalam laporan audit mereka. Oleh karena itu, auditing berkualitas tinggi (high-quality auditing) bertindak sebagai pencegah manajemen laba yang efektif, karena reputasi manajemen akan hancur dan nilai perusahaan
29
Universitas Sumatera Utara
akan turun apabila pelaporan yang salah (misreporting) ini terdeteksi dan terungkap. Deangelo (1981) dalam Ardiati (2003:409) mengembangkan duadimensional definisi kualitas audit. Pertama, harus bisa mendeteksi salah saji material, dan kedua salah saji material harus dilaporkan. Deangelo (1981) dalam Ardiati (2003:409) menteorikan bahwa KAP yang lebih besar melakukan audit lebih baik karena mereka mempunyai reputasi yang lebih baik. Dan karena KAP yang lebih besar mempunyai sumber daya manusia lebih banyak, maka mereka bisa memperoleh karyawan yang lebih terampil. 2.2
Tinjauan Penelitian terdahulu Penelitian tentang pengaruh kepemilikan institusional, free cash flow,
leverage ratio, dan komite audit terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi telah beberapa kali dilakukan sebelumya oleh peneliti yang berbeda. Pada penelitian dahulu terdahulu yang pertama oleh Agustia (2013) meneliti tentang manajemen laba dengan variabel independen Good Corporate Governance (ukuran komite audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial), free cash flow, dan leverage ratio. Peneliti menggunakan teknik analisis dengan metode rumusan regresi berganda dengan indikator akrual diskresioner (DA). Agustia gagal membuktikan pengaruh GCG terhadap manajemen laba, namun ia berhasil membuktikan pengaruh free cash flow dan levergae ratio terhadap manajemen laba. free cash flow berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini
30
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan perusahaan dengan arus kas bebas yang tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen laba, karena meskipun tanpa adanya manajemen laba, perusahaan sudah bisa meningkatkan harga sahamnya.
Leverage ratio
berpengaruh terhadap earnings management. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba. Krishnan et al pada tahun 2011 meneliti tentang jasa nonaudit/nonaudit service (NAS) dan manajemen laba di era sebelum dan setelah periode SOX. Peneliti menggunakan teknik analisis data statistik deskriptif dan analisis model regresi logistik. Pada analisis data statistik deskriptif untuk variabel untuk sampel penuh dalam Panel A dan, secara terpisah, untuk perusahaan dengan dan tanpa biaya nonaudit berikutnya menurun di Panel B dengan menggunakan rasio total biaya NAS, dan biaya audit selama pra-SOX dan periode pasca-SOX. Kemudian peneliti juga menggunakan teknik analisis regresi logistik dengan SOX sebagai variabel indikator. Analisis regresi logistik dengan model dengan 0/1 variabel dependen menunjukkan salah saji, pendapatan meningkat dan pendapatanmenurun salah saji, yang kemudian disajikan kembali. Pada analisis ini menggunakan rumus DECLINE_PT dan SOX * DECLINE_PT yang mana untuk mengukur signifikansi untuk sampel penuh dari semua saji atau untuk subsampel dari salah saji pendapatan meningkat atau pendapatan menurun saji. Hasil dari penelitian ini (1) Ada penurunan yang signifikan dalam NAS selama periode 2000-2005 untuk manajemen laba menurun. (2) Penurunan NAS tidak menyebab-
31
Universitas Sumatera Utara
kan perubahan manajemen laba perilaku sekitar SOX. (3) Penurunan NAS sebagai sarana untuk mengiden-tifikasi perusahaan yang mungkin telah terlibat dalam perilaku manajemen laba di era pra-SOX. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Lubis (2014) yang melakukan penelitian tentang manajemen laba yang berbasis akrual dengan variabel independennya kepemilikan institusional dan komite audit. Peneliti menggunakan teknik analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan model regresi linier berganda. Uji F digunakan untuk mengukur pengaruh simultan sedangkan uji t digunakan untuk mengukur pengaruh parsial. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kepemilikan institusional dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba.
Kepemilikan
institusional
tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba, hal ini membuktikan bahwa tingkat kepemilikan institusional yang tinggi tidak mampu mengurangi tindakan manajemen laba, tingkat kepemilikan institusional yang tinggi belum tentu menimbulkan pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional untuk mengurangi perilaku opurtunistik manajer dalam melakukan manajemen laba.Kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dengan dibuktikan bahwa pengauditan yang salah satu kegunaannya untuk mengurangi asimetri informasi yang ada ternyata tidak mempunyai pengaruh bagi manajemen untuk tidak melakukan manajemen laba. Ridhani (2012) meneliti tentang manajemen laba dengan variabel independen arus kas bebas dan leverage keuangan. Pada penelitian ini menggunakan discretionary accrual untuk mengukur manajemen laba. Peneliti
32
Universitas Sumatera Utara
menggunakan teknik analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan model regresi linier berganda. Uji F digunakan untuk mengukur pengaruh simultan sedangkan uji t digunakan untuk mengukur pengaruh parsial. penelitian ini menggunakan sampel data 17 perusahaan listingsektor properti dan real estatyang terdaftar sebagai emiten di Bursa efek Indonesia pada tahun 2008 sampai dengan 2011. Secara simultan, Ridhani berhasil membuktikan arus kas bebas berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun secara parsial peneliti gagal membuktikan pengaruh free cash flow dan leverage keuangan terhadap manajemen laba. free cash flow berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba dan Leverage ratio tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Rivaldo (2013) juga meneliti tentang manajemen laba dengan variabel independen Good Corporate Governance, Leverage , dan Profitabilitas. Penelitian ini berbasis akrual dengan menggunakan metode discretionary accruals. Sampel penelitian ini berjumlah 103 perusahaan pada sektor manufaktur yang terdaftar di BEI dengan tahun pengamatan 2011. Hasil penelitian ini secara simultan Variabel good corporate governance (kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit), leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun, Secara parsial Variabel Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Penelitian ini berhasil
membuktikan bahwa profitabilitas memberikan pengaruh dalam pembatasan manajemen laba. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tidak akan melakukan manajemen laba.
33
Universitas Sumatera Utara
Penelitian tentang manajemen laba dengan proksi manajemen laba riil dilakukan oleh sipayung (2015). Penelitian ini menggunakan Kualitas Audit danAuditor Tenuresebagai variabel independen. Manajemen laba riil dalam penelitian ini diukur dengan abnormal cash flow operation dengan menggunakan model regresi linier berganda. Peneliti menggunakan teknik analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan model regresi linier berganda. Uji F digunakan untuk mengukur pengaruh simultan sedangkan uji t digunakan untuk mengukur pengaruh parsial serta juga melakukan uji koefisien determinasi. Sampel dalam perusahaan ini sebanyak 36 perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI dengan tahun pengamatan 2010-2013. Peneliti berhasil membuktikan bahwa Kualitas Audit dan Auditor Tenure secara simultan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Variabel Kualitas Audit (diproksikan dengan auditor spesialisasi industri) secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen Laba Riil. Namun peneliti gagal membuktikan pengaruh Auditor Tenure terhadap manajemen laba dikarenakan variabel Auditor Tenure secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba Riil. Berdasarkan uraian diatas, hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda-beda atau tidak konsisten. Berikut ini tabel 2.1 menunjukkan ikhtisar tinjauan penelitian terdahulu yang nantinya akan digunakan sebagai acuan atau pembanding hasil penelitian. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian terdahulu NO
Nama Peneliti/
Judul Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
34
Universitas Sumatera Utara
Tahun
Independen(X)
Dependen(Y)
1.
Agustia (2013)
Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow, Dan Leverage Terhadap Manajemen Laba
Good Corporate Governance, Free Cash Flow, Leverage
Manajemen Laba
2.
Krishnan et al. (2011)
Jas nonaudit (NAS) dan Manajemen Laba di Era Sebelum dan Setelah
Jasa nonaudit (Nonaudit Service/NAS)
Manajemen Laba
(1)Corporate Governance yang diukur dengan Ukuran Komite Audit, Proporsi Dewan Komisaris Indpenden, Kepemilikan Institusional ,dan Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. (2) Free Cash Flow berpengaruh negatif terhadap Manajemen Laba. (3)Leverage Ratio berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba (1) Ada penurunan yang signifikan dalam NAS selama
35
Universitas Sumatera Utara
Periode SOX.
3.
Lubis (2014)
Pengaruh Kepemilikan Kepemilikan Institusional, Institusional, Komite Audit Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Pemoderasi
Manajemen Laba
periode 2000-2005 untuk manajemen laba menurun. (2) Penurunan NAS tidak menyebabkan perubahan manajemen laba perilaku sekitar SOX. (3) Penurunan NAS sebagai sarana untuk mengidentifikasi perusahaan yang mungkin telah terlibat dalam perilaku manajemen laba di era pra-SOX. (1)Kepemilikan Institusional dan Komite Audit tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. (2)Kualitas Audit bukan Variabel
36
Universitas Sumatera Utara
4.
Ridhani (2012)
5.
Rivaldo (2013)
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek 2010-2013) Analisis Pengaruh Arus Kas Bebas Dan Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Properti Dan Real Estat Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Analisis Pengaruh Corporate Governance, Leverage, dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Pemoderasi.
Arus Kas Bebas, Leverage Keuangan
Manajemen Laba
(1)Arus Kas Bebas yang berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. (2)Leverage Keuangan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Corporate Governance, Leverage, Profitabilitas
Manajemen Laba
(1) Variabel good corporate governance (kepemilikan institusional kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit), leverage tidak berpengaruh terhadap pada manajemen laba. (2) Variabel Profitabilitas berpengaruh
37
Universitas Sumatera Utara
6.
Sembiring (2015)
Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris Dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia
Komposisi Dewan Komisari, Komite Audit
Manajemen Laba
7.
Simorangkir (2015)
Pengaruh Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI
Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan
Manajemen Laba
positif terhadap manajemen Laba. (1) Variabel Komposisi Dewan Komisaris berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap Manajemen Laba. (2) Variabel Komite Audit berbengaruh positif secara tidak signifikan terhadap Manajemen Laba. (1) Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilika n Institusional , dan Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh secara simultan yang signifikan terhadap manajemen
38
Universitas Sumatera Utara
8.
Sipayung (2015)
Pengaruh Kualitas Audit Dan Auditor Tenure Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Kualitas Audit, Earnings Auditor Tenure Management
laba (2)Kepemili kan Institusional berpengaruh negatif signifikan secara parsial terhadap manajemen laba (1) Variabel Kualitas Audit dan Audit Tenure Secara Simultan berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba Riil. (2) Variabel Kualitas Audit (diproksikan dengan auditor spesialisasi industri) secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen Laba Riil. (3) Variabel Auditor Tenure secara parsial tidak berpengaruh
39
Universitas Sumatera Utara
9.
Siregar (2014)
Pengaruh Corporate Governance Dan Leverage Ratio terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Manajemen Corporate Governance, Laba Leverage Ratio
10.
Zuhri (2011)
Pengaruh Arus Kas Arus Kas Bebas, Komite Bebas Dan Audit Komite Audit Terhadap Manajemen Laba
Manajemen Laba
signifikan terhadap Manajemen Laba Riil. (1) Variabel GCG (Ukuran Dewan Direksi, Ukuran Dewan Komisaris, dan Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Manajemen Laba. (2) Variabel GCG(Komit e Audit) tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. (3) Variabel Leverage Ratio tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Variabel Arus Kas Bebas dan Komite Audit Berpengaru h Positif terhadap Manajemen Laba
Sumber: Diolah Peneliti dari data sekunder, 2016
40
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelasakan
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang telah diketahui dalam suatu masalah. Adapun yang menjadi variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional, free cash flow, leverage ratio, serta komite audit. Sedangkan variabel dependennya (Y) adalah manajemen laba (diproksikan manajemen laba riil). Kemudian kualitas audit ditempatkan sebagai variabel pemoderasi antara variabel dependen (X) dengan variabel independen (Y). Hubungan antara kepemilikan institusional, free cash flow, leverage ratio, serta komite audit terhadap manajemen laba (diproksikan manajemen laba riil) dapat digambarkan dalam kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.
Variabel Independen
Variabel Dependen
l Kepemilikan Institusional(X1)
Free Cash Flow (X2)
H1
en Laba Riil (Y)
Leverage Ratio (X3) H2
Komite Audit (X4)
Kualitas Audit (Z)
Variabel Moderating
41
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Kepemilikan institusional merupakan salah satu langkah untuk memonitor kinerja manajer dalam mengelola perusahaan. Kehadiran institusi dalam struktur kepemilikan saham perusahaan diharapkan bisa mengurangi perilaku manajemen laba yang dilakukan manajer. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif. Semakin tinggi kepemilikan institusional diharapkan tindakan manajemen laba semakin berkurang. Suryani (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Arus kas bebas merupakan arus kas yang benar-benar tersedia untuk diatribusikan kepada pemegang saham ataupun debitur. Keuntungan suatu perusahaan tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun dengan menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan. Mardiyanto (2008:281) menyatakan perusahaan dengan nilai free cash flow yang tinggi cenderung tidak melakukan manajemen laba, karena sebagian besar investor merupakan pemilik sementara yang berfokuspada informasi arus kas bebas yang menujukkan kemampuan perusahaan dalam membayar deviden. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang dilakukan Agustia (2013:32) menyimpulkan bahwa free cash flow berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dalam teori keagenan, agen biasanya di-anggap sebagai pihak yang ingin memaksimum-kan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak.
42
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal kontrak utang, perusahaan merupakan agen dan kreditur sebagai prinsipal.
Dengan
begitu,
perusahaan
sebagai
agen
berkeinginan
memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak. Semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih memungkinkan manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode saat ini (Watts and Zimmerman, 1986).Debt-covenant hypothesis menyatakan bahwa jika semua hal lain tetap sama, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode saat ini (Watts and Zimmerman, 1986). Hal tersebut dilakukan karena laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi kemungkinan kegagalan membayar hutang-hutangnya pada masa mendatang (Scott, 2006:353 dalam Agustia, 2013:39). Jadi sangat dimungkinkan manajer perusahaan mempengaruhi angka-angka akun-tansi pada laporan keuangan, khususnya angka laba bottom line. Peranan komite audit juga akan memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena komite audit berfungsi untuk membantu dewan komisaris dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga manajemen laba tidak akan terjadi. Komite juga dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan karena komite audit yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan membuat citra perusahaan baik di mata para investor sehingga meningkatkan kepercayaan investor bahwa mereka akan menerima
43
Universitas Sumatera Utara
return atas dana yang telah mereka investasikan. Komite audit memiliki lebih banyak pengawasan langsung atas manajemen laba (Xie, et.al, 2003). Fungsi dari komite audit adalah untuk mengawasi kinerja keuangan perusahaan dan pelaporan laporan keuangannya. Fungsi komite audit diharapkan dapat mereduksi biaya keagenan dan memecahkan masalah yang muncul dari asimetri informasi. mengawasi kinerja keuangan perusahaan dan pelaporan laporan keuangannya. Fungsi komite audit diharapkan dapat mereduksi biaya keagenan dan memecahkan masalah yang muncul dari asimetri informasi. Keberadaan komite audit akan dapat melindungi investasi pemegang saham. Fungsi pengawasan yang dimilikinya dapat mengurangi manajemen laba, yang selanjutnya dapat menurunkan masalah keagenan (Bedard dalam Zuhri, 2011:28). Klein menemukan bahwa komite audit independen memiliki hubungan negative dengan manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa komite audit dapat secara efektif mengontrol praktik manajemen laba. 2.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Erlina, 2011: 30). Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah dan kerangka konseptual yang dijelaskan di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: 1. Kepemilikan institusional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil.
44
Universitas Sumatera Utara
2. Free cash flow secara parsial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil. 3. Leverage ratio secara parsial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil. 4. Komite audit secara parsial berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil. 5. Kepemilikan institusional, free cash flow, leverage ratio, dan komite audit secara simultan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil. H2: 1. Kualitas audit mampu memoderasi hubungan antara kepemilikan institusional, free cash flow, leverage ratio, dan komite audit dengan manajemen laba riil.
45
Universitas Sumatera Utara