perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1
Agency Theory di Pemerintah Daerah Teori keagenan (agency theory) menjadi teori dasar dari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini dan dipraktikkan juga pada Pemerintahan di Indonesia (Manik, 2008). Agency theory berasal dari penggabungan teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) (Subaweh, 2009). Menurut Sutaryo (2012) yang menjadi karakteristik utama dalam hubungan keagenan terletak pada kontrak pelimpahan wewenang serta tanggung jawab dari prinsipal kepada agen. Pelimpahan tersebut memunculkan pemisahan antara klaiman residu dengan otoritas pengambilan keputusan. Hubungan keagenan dapat terjadi pada semua entitas yang mengandalkan pada kontrak, baik eksplisit ataupun implisit, sebagai acuan pranata perilaku partisipan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan keagenan terjadi pada setiap entitas (Jensen dan Meckling, 1976). Masalah keagenan dalam praktik pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi dua pihak. Pihak pertama yang bertindak sebagai agen adalah anggota legislatif dan pihak kedua yang bertindak sebagai prinsipal adalah rakyat/pemilih. Pihak legislatif sebagai agen akan membela kepentingan rakyat atau pemilihnya, namun seringkali ini commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
tidak terjadi, karena pendelegasian kewenangan rakyat/pemilih terhadap legislatornya tidak memiliki kejelasan aturan konsekuensi kontrol keputusan yang disebut ”abdication” (Halim dan Abdullah, 2009). Berdasarkan Undang-undang Nomor: 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memisahkan dengan tegas antara fungsi pemerintah daerah (eksekutif) dengan fungsi perwakilan rakyat (legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan. 2.1.2
Upper Echelon Theory Upper Echelon theory menganggap konsep manajemen puncak sebagai
pembuat keputusan stratejik yang utama di dalam organisasi, sehingga keputusan stratejik yang dibuat pemimpin memiliki dampak secara langsung terhadap outcomes organisasi (Hambrick dan Mason, 1984). Lebih lanjut Hambrick dan Mason (1984) menyatakan bahwa bias kognitif dalam pengambilan keputusan dan nilai-nilai pribadi bertindak sebagai layar atau filter ketika menganalisis dan menafsirkan situasi yang kompleks dengan cara mempengaruhi pilihan strategis Direktur Utama dan hasil perusahaan. Aini dan Sumiyana (2008) menyatakan bahwa dasar pikiran utama dari teori upper echelons adalah pengalaman para eksekutif, nilai-nilai, dan kepribadian berpengaruh besar terhadap interpretasi para eksekutif pada situasi yang dihadapi serta mempengaruhi pilihan mereka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2.1.3
Pemeriksaan Keuangan Daerah Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang dimaksud pemeriksaan adalah suatu proses mengidentifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan undang-undang tersebut, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Aparat
pengawasan
intern
pemerintah
wajib
menyampaikan
hasil
pemeriksaannya kepada BPK. sehingga luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. BPK wajib menyusun dan menyajikan hasil setiap pemeriksaan yang telah dilakukan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. 2.1.4
Audit Delay Audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit dari akhir tahun fiskal
perusahaan sampai tanggal laporan audit dikeluarkan (Ashton et al, 1987). Audit delay dapat mempengaruhi ketepatwaktuan penyampaian informasi akuntansi, dan hal ini juga diketahui bahwa ketepatwaktuan dikaitkan dengan reaksi pasar terhadap informasi yang diterbitkan (Ashton et al, 1987). Audit delay dapat diukur dengan menghitung jumlah hari dari akhir tahun keuangan suatu pemerintah dengan tanggal laporan audit. Laporan keuangan dapat diterbitkan hanya setelah audit telah selesai dan laporannya telah ditandatangani oleh auditor (Cohen dan Levantis, 2012). Perbedaan waktu yang terjadi antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal diterbitkannya opini audit dalam laporan keuangan mengindikasikan lamanya waktu penyelesaian pekerjaan auditnya (Kartika, 2009). 2.1.5
Karakteristik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian karakteristik adalah ciri-
ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Beberapa karakteristik atau ciri-ciri khusus yang mempengaruhi audit delay pada penelitian ini adalah karakteristik auditor, karakteristik auditing, dan karakteristik auditee. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
2.1.5.1 Karakteristik Auditor Karakteristik auditor adalah ciri-ciri yang melekat pada seorang auditor dalam melakukan pemeriksaan. Karakteristik yang pertama adalah peran auditor yang diatur dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Pada Badan Pemeriksa Keuangan, setiap auditor memiliki peran pemeriksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan. Auditor di BPK dibagi menjadi 6 (enam) jenjang peran. Jenjang dalam peran pemeriksa dari yang paling rendah hingga paling tinggi adalah sebagai berikut. 1. Anggota tim yunior. 2. Anggota tim senior. 3. Ketua tim yunior. 4. Ketua tim senior. 5. Pengendali teknis. 6. Pengendali mutu. Karakteristik kedua yang diuji dalam penelitian ini adalah pengalaman audit, yaitu lamanya menjadi auditor di BPK. Pengalaman dapat diartikan sebagai pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu (id.wikipedia.org, 2014). Pengalaman mengurangi dampak informasi yang tidak relevan terhadap judgment auditor. Auditor berpengalaman tidak terpengaruh oleh adanya informasi yang tidak relevan dalam membuat going concern judgment (Herliansyah dan Ilyas, 2006). Semakin banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
pengalaman kerja seorang auditor maka semakin meningkat kualitas hasil audit yang dilakukan (Mabruri dan Winarna, 2010). Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik (SK Menkeu No. 43/KMK.017/1997). 2.1.5.2 Karakteristik Auditing Karakteristik auditing adalah ciri-ciri yang melekat dalam proses audit. Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil temuan audit tahun sebelumnya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang dimaksud dengan opini adalah pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. BPK memberikan opini setelah melakukan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), opini tidak wajar (adversed opinion), dan pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Penilaian kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian negara/daerah/perusahaan kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan
ketidakefektifan. Sistem pengendalian intern pada pemerintah pusat dan daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60: Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPI meliputi 5 (lima) unsur pengendalian yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. 2.1.5.3 Karakteristik Auditee Menurut Suhardjanto dan Yuliningtyas (2011) karakteristik pemerintah daerah atau auditee didefinisikan sebagai ciri-ciri khusus yang melekat pada suatu pemerintah daerah yang menandai sebuah daerah dan membedakannya dengan daerah lain. Karakteristik yang pertama adalah size daerah yang diproksikan dengan logaritma natural aset daerah. Ukuran (size) merupakan salah satu elemen dari struktur organisasi (Patrick, 2007). Kabupaten/kota dengan total aset yang lebih besar akan lebih kompleks dalam menjaga dan mengelola asetnya (Suhardjanto dan Yuliningtyas, 2011). Karakteristik yang kedua adalah status daerah yang diproksikan dengan daerah induk dan daerah otonom. Daerah otonom merupakan pemekaran dari daerah induk. Berdasarkan Undang-undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Daerah pasal 1 ayat 6, daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.2
Review Penelitian dan Pengembangan Hipotesis Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka serta penelitian-penelitian
terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 2.2.1
Karakteristik Auditor dan Audit Delay Setiap auditor memiliki peran pemeriksa dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan. Auditor di BPK dibagi menjadi 6 (enam) jenjang peran mulai dari yang terendah yaitu anggota tim yunior, anggota tim senior, ketua tim yunior, ketua tim senior, pengendali teknis dan pengendali mutu. Semakin tinggi tingkat peran seorang auditor maka kemungkinan terjadinya audit delay yang panjang akan berkurang. Upper Echelon theory menganggap konsep manajemen puncak sebagai pembuat keputusan stratejik yang utama di dalam organisasi, sehingga keputusan stratejik yang dibuat pemimpin memiliki dampak secara langsung terhadap outcomes organisasi (Hambrick dan Mason, 1984). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. H1 : Jenjang peran auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Pengalaman menjadi salah satu faktor yang diuji dalam penelitian ini. Semakin lama seorang auditor bekerja maka pengalamannya akan semakin membantunya dalam mengambil keputusan dalam pemeriksaan. Pengalaman mengurangi dampak informasi yang tidak relevan terhadap judgment auditor sehingga dapat mengurangi audit delay dalam pemeriksaan. Abdolmohammadi dan Wright (1987) menyatakan bahwa auditor yang tidak memiliki banyak pengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman Auditor berpengalaman tidak terpengaruh oleh adanya informasi yang tidak relevan dalam membuat going concern judgment (Herliansyah dan Ilyas, 2006). Seorang auditor yang memiliki pengalaman dalam melakukan audit akan berbeda hasilnya dengan auditor yang belum memiliki banyak pengalaman (Knapp dan Knapp, 2001). Payne dan Jensen, (2002) membuktikan bahwa untuk kota-kota besar penggunaan jasa auditor yang berpengalaman adalah cara yang efektif untuk mengurangi audit delay. Zulaikha (2006) membuktikan bahwa pengalaman sebagai auditor berpengaruh terhadap judgment. Dari uraian di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. H2 : Pengalaman bekerja sebagai auditor di BPK berpengaruh negatif terhadap audit delay. 2.2.2
Karakteristik Auditing Dan Audit Delay Pemberian opini didasarkan pada penilaian kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Semakin banyak jumlah hasil temuan kepatuhan pemeriksaan tahun sebelumnya menggambarkan lemahnya kinerja pemerintah daerah tersebut sehingga mengakibatkan audit delay semakin panjang. Cohen dan Leventis (2012) menyatakan bahwa remarks berpengaruh terhadap audit delay. Dari uraian di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H3 : Jumlah temuan pemeriksaan atas kepatuhan berpengaruh positif terhadap audit delay. Salah satu kriteria pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI). SPI dinyatakan memadai apabila unsur-unsur dalam SPI menyajikan suatu pengendalian yang saling terkait dan dapat meyakinkan pengguna bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. SPI didesain untuk dapat mengenali apakah SPI telah memadai dan mampu mendeteksi adanya kelemahan. Semakin banyak jumlah hasil temuan SPI pemeriksaan tahun sebelumnya maka menggambarkan
lemahnya
kinerja
pemerintah
daerah
tersebut
sehingga
mengakibatkan audit delay semakin panjang. Cohen dan Leventis (2012) menyatakan bahwa remarks berpengaruh terhadap audit delay. Dari uraian di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H4: Jumlah temuan pemeriksaan atas SPI berpengaruh positif terhadap audit delay.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
2.2.3
Karakteristik Auditee Dan Audit Delay Size daerah dapat diukur dengan melihat total aset yang dimiliki daerah
tersebut. Pemerintah daerah dengan total aset yang besar membutuhkan waktu dalam mengelola asetnya, sehingga mengakibatkan audit delay semakin panjang. Suhardjanto dan Yuliningtyas (2011) membuktikan bahwa daerah dengan total aset yang lebih besar akan lebih kompleks dalam menjaga dan mengelola asetnya. Penelitian Patrick (2007) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan laporan keuangan. Dari uraian di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H5: Size daerah berpengaruh negatif terhadap audit delay. Pemerintah daerah di Indonesia dikelompokkan menjadi 2 (dua) status, yaitu daerah induk dan daerah otonom. Daerah otonom merupakan pemekaran dari daerah induk. Sebagai daerah baru maka daerah otonom belum berpengalaman dalam menyusun laporan keuangan sehingga mengakibatkan audit delay semakin panjang. Abdullah (2004) menyatakan bahwa status daerah mempengaruhi kelengkapan pengungkapan dikarenakan adanya perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur pendapatan yang dapat berimplikasi pada kontrol sosial yang berbeda pula. Dari uraian di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H6: Status daerah berpengaruh negatif terhadap audit delay.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
2.3 Kerangka Pikir Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik auditor (jenjang peran dan pengalaman), karakteristik audit (jumlah temuan kepatuhan dan SPI tahun sebelumnya) dan karakteristik auditee (size dan status daerah) terhadap audit delay pada pemerintah daerah di Indonesia. Kerangka pemikiran berdasarkan uraian di atas yang menggambarkan hubungan variabel dapat dilihat pada gambar berikut ini. Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik Auditor Jenjang peran auditor BPK
H1 (-) Pengalaman sebagai auditor BPK
H2 (-) Karakteristik Auditing Jumlah temuan kepatuhan tahun sebelumnya Jumlah temuan sebelumnya
SPI
tahun
H3 (+)
Audit Delay
H4 (+) H5 (-)
Karakteristik Auditee
Size daerah H6 (-) Status daerah
Gambar 1. Kerangka Pemikiran commit to user