BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1 Faktor Penentu Penambahan Kapasitas Kota Bandung dewasa ini semakin digemari oleh wisatawan lokal dan pebisnis lokal. Faktor yang membuat kota Bandung menarik adalah akses untuk mencapai kota Bandung yang semakin cepat dan murah. Jalan Tol Cipularang yang diresmikan pada tahun 2005 membuat jarak tempuh dari kota Jakarta ke Bandung yang sebelumnya dicapai dalam waktu empat jam hanya menjadi dua jam saja.
Hal ini membuat industri pariwisata di kota Bandung menjadi bergairah. Industri hotel, restoran, dan Factory Outlet berkembang dengan pesat di kota Bandung. Khusus industri perhotelan, belakangan ini semakin banyak pelaku usahanya baik yang baru masuk maupun menambah kapasitas kamarnya.
Pengaturan kapasitas dari suatu perusahaan adalah suatu keputusan strategis yang penting. Hal ini sangat berhubungan dengan horison waktu yang panjang dan biaya yang besar. Sekali keputusan strategis mengenai kapastas telah dibuat dan diimplementasikan, sulit sekali merubah keputusan tersebut. Jikapun keputusan ini dapat diubah, biaya yang diakibatkanpun relatif besar.
Strategi kapasitas dalam operasi menurut Slack and Lewis (2002,314) adalah the pattern of decisions concerned with how operation configure and change their capacity in order to achieve a particular level of output potential.
Seni dari pengaturan kapasitas adalah keseimbangan antara permintaan dan kapasitas yang tersedia. Permintaan seringkali bersifat fluktuatif dan penuh dengan ketidakpastian. Gambar menggambarkan tiga kondisi yaitu:
11
a.
Jika
jumlah
permintaan
melebihi
kapasitas
maksimum
akan
memyebabkan konsumen yang hendak menginap dihotel harus ditolak dan b.
Jika permintaan berada dalam level antara kapasitas maksimum dan kapasitas optimum, konsumen diprediksi akan mengalami pelayanan yang jelek
c.
Permintaan berada di bawah level kapasitas optimal menyebabkan kapasitas menganggur yang sia-sia.
Gambar 2.1. Kurva Kapasitas
Dua term yang penting dalam masalah kapasitas adalah utilisasi dan efisiensi. Utilisasi adalah perbandingan output aktual dengan kapasitas total.efisiensi adalah perbandingan output aktual dengan kapasitas efektif.
Biasanya utilisasi digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja dari suatu operasi. Utilisasi menggambarkan proporsi dari penggunaan kapasitas yang tersedia dalam suatu perusahaan.
12
Industri pesawat terbang dan hotel memiliki kesamaan sifat dalam hal mengukur utilisasi. Utilisasi dalam industri pesawat terbang biasanya disebut dengan load factor, yaitu banyaknya kursi pesawat yang terjual dibandingkan dengan kursi yang tersedia dalam pesawat. Sedangkan dalam industri perhotelan disebut occupancy level, yaitu banyaknya kamar yang dihuni oleh tamu dibandingkan dengan jumlah kamar yang tersedia untuk dijual
Johnston & Clark (2001, 177) membagi strategi kapasitas terdiri dari tiga strategi dasar, yaitu 1. The level capacity strategy, in this case scarce or expensive resources are maintained a constant level, and the organization must manage the consequential issues for service quality 2. The chase strategy. The service organization attempt to match supply to demand as much as possible by building flexibility into operation. The prime objective is to provide high level of service availability of fast response, in the most efficient manner. 3. The demand management. Rather than change the capacity of the service operation, the organization influences the demand profile to ‘smooth’ the load on the resources Dalam industri perhotelan di Bandung sekarang ini, kondisi yang terjadi adalah pada weekend terjadi oversupply. Tetapi pada weekdays kondisi yang terjadi adalah undersupply. Dalam perencanaan penambahan kapasitas di Hotel X harus dilakukan perhitungan yang mendalam berapa kapasitas optimal yang harus disediakan untuk mengantisipasi hal ini.
Faktor penting dalam menentukan kapasitas yang harus disediakan antara lain: •
Peramalan penjualan
•
Tipe kamar apa yang harus disediakan
•
Tenaga kerja yang dibutuhkan
•
Ketentuan atau peraturan pemerintah
•
Modal yang harus disediakan
13
Pada dasarnya kapasitas yang dibangun ini juga harus menyesuaikan kondisi pasar yang ada. Dalam peramalan penjualan perusahaan akan berhadapan dengan ketidakpastian yang tinggi. Apalagi dalam perencanaan penambahan kapasitas di Hotel X ini diharapkan selesai pada kuartal ketiga tahun 2008. Rentang waktu yang semakin lama ini akan mengakibatkan keyakinan terhadap hasil peramalan akan menurun.
Dengan adanya penambahan kapasitas, tenaga kerja yang dibutuhkanpun akan bertambah. Berapa jumlah penambahan tenaga kerja harus diperhitungkan dengan seksama untuk menjaga service level yang sudah ada.
Peraturan pemerintah seperti ketinggian maksimal dari suatu gedung harus diperhatikan. Baru baru ini terjadi kasus dimana Hotel Planet diperintahkan harus melakukan desain ulang atas gedungnya diakibatkan terlalu tinggi. Jangan sampai hal ini juga terjadi di Hotel X.
Pembangunan hotel ini juga harus sesuai dengan anggaran yang disediakan oleh pemilik. Terjadinya overbudget dapat menghambat pembangunan dan berakibat semakin lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membangun.
2.2.Situasi industri perhotelan di Bandung Industri perhotelan di Bandung semakin marak dewasa ini terutama sejak dibukanya akses jalan tol cipularang (cileuyi-purwakarta-padalarang). Sebelum dibuka akses tol ini, waktu tempuh dari Jakarta ke Bandung atau sebaliknya memakan waktu setidaknya empat jam perjalanan. Dimana jalan yang ditempuh hanya sebesar dua jalur dan juga dilalui pula oleh kendaraan truk, kontainer dan bus. Dengan melalui jalan tol cipularang, waktu yang dihabiskan hanya dua jam saja. Hal ini berimbas kepada semakin banyaknya warga kota Jakarta yang datang ke Bandung.
14
Tujuan para wisatawan domestik tersebut datang ke Bandung kebanyakan adalah untuk berwisata belanja dan kuliner. Perkembangan Factory Outlet yang menjamur di kota Bandung diantaranya di jalan R.E.Martadinata dan Ir H Juanda merupakan hal yang menarik bagi para wisatawan tersebut. Rumah-rumah makan yang berada di kota Bandung pun banyak diserbu oleh wisatawan tersebut. Hal ini ditambah lagi juga dengan udara kota Bandung yang relatif sejuk dibandingkan dengan Jakarta membuat kota Bandung menjadi alternatif untuk berlibur.
Five Porter Forces dapat digunakan dalam menganalisa situasi industri perhotelan di kota Bandung. Five Porter Forces dikembangkan oleh Profesor Michael Porter dari Harvard. Faktor-faktor yang dilihatnya adalah faktor bargaining power of consumers, bargaining power of supplier, threat of new entrant, threat of subtitute product, dan competition among rivalry
Faktor pertama adalah bargaining power of consumer. Konsumen dalam industri perhotelan di Bandung ini semakin bebas untuk memilih hotel mana yang diinginkannya. Informasi mengenai hotel-hotel di Bandung semakin mudah untuk diperoleh dengan adanya internet. Informasi yang tersedia bukan hanya mengenai harga kamar, tetapi juga mengenai pelayanan di hotel tersebut, jumlah kamar, lokasi hotel, dan masih banyak lagi. Akan tetapi kondisi pada saat ini ketersediaan kamar hotel di kota Bandung masih kurang dan masih banyak hotel yang dalam tahap pembangunan.
Faktor yang kedua adalah bargaining power of supplier. Dalam industri perhotelan di Bandung, dalam tiga bulan sekali diadakan pertemuan antar manager pembelian atau pengadaan barang untuk hotel. Dalam pertemuan tersebut para manager pembelian saling bertukar informasi mengenai supplier yang digunakan oleh masing-masing hotel. Dalam beberapa kasus, jika suatu hotel mengalami masalah dengan suppliernya, maka secara tidak langsung supplier tersebut diblack-list oleh hotel yang lainnya.
15
Faktor berikutnya adalah ancaman dari pemain baru. Untuk membangun sebuah hotel di Bandung, diperlukan biaya yang sangat besar. Lokasi yang paling strategis adalah di dalam kota. Hal ini disebabkan oleh tujuan sebagian besar dari pelancong adalah untuk berekreasi. Rekreasi yang menjadi favorit di kota Bandung ini adalah rekreasi belanja dan kuliner. Kebiasaan rekreasi belanja ini menyebabkan menjamurnya Factory Outlet dan Restoran yang berciri khas Bandung. Kebanyakan lokasi tempat-tempat ini adalah di pusat kota terutama di jalan Ir. Djuanda dan jalan R.E Martadinata.
Lokasi strategis di pusat kota ini menyebabkan semakin mahalnya biaya akuisisi tanah dan pembangunan hotel. Belum lagi permasalahan mengenai tinggi bangunan yang diijinkan di dalam kota. Tinggi bangunan ini termasuk hal yang penting yang harus diperhatikan dalam melakukan perencanaan pembangunan hotel.
Faktor berikutnya adalah apakah tersedia produk subtitusi. Salah satu ancaman dari produk subtitusi adalah dari apartemen. Apartemen seperti Apartemen Ciumbeleuit dan apartemen Majestic menyediakan kamar untuk menginap per hari per malah dengan tarif yang murah. Hal ini cukup mengganggu industri perhotelan di Bandung karena Apartemen menyediakan tempat yang luas yang dilengkapi oleh dapur, ruang tamu, beberapa kamar tidur. Hal ini disebabkan oleh tujuan awal dari apartemen ini adalah untuk dijual atau disewakan sebagai pengganti rumah. Akan tetapi industri apartemen di kota Bandung ini beberapa tahun belakangan ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pengembang. Maka dari beberapa pengembang melakukan penjualan serupa dengan hotel untuk mendapatkan penghasilan ekstra.
Hal ini telah ditindaklanjuti oleh Persatuan Hotel dan Restoran di Bandung dengan melakukan protes kepada pengembang apartemen tersebut. Ijin pengadaan hotel dan restoran harus diajukan kepada PHRI cabang Bandung (Harthana, 2007). Apartemen seharusnya tidak bisa melakukan penjualan atau penyewaan kamar
16
untuk overnight. Akan tetapi sampai dengan Tugas Akhir ini dibuat, masih tetap terjadi penjualan kamar oleh pihak pengembang Apartemen.
Faktor berikutnya adalah persaingan dalam industri perhotelan di Bandung. Ciri utama dari persaingan yang ketat dari suatu industri adalah adanya perang harga (price war). Perang harga ini telah menjadi suatu hal yang biasa. Bahkan beberapa hotel bintang empat dan bintang limapun terkadang menjual kamar dengan harga hotel bintang tiga. Jadi dapat disimpulkan bahwa persaingan di industri perhotelan di Bandung tidak hanya terjadi di satu kelas saja tetapi sudah meluas secara vertikal. Fokus medan perang yang dihadapi oleh Hotel X ini bukan hanya antar hotel berbintang tiga, akan tetapi juga dengan hotel berbintang lima yang notebene memiliki fasilitas yang lebih lengkap dengan gengsi yang mentereng akan tetapi dapat menjual dengan harga yang relatif tidak berbeda jauh dengan hotel berbintang tiga.
17
2.2.1. Peta persaingan hotel berbintang tiga Tabel 2.1 Ketersediaan Kamar yang Sudah Ada Sebelum 1997 NAMA HOTEL ROOM RAV / TAHUN Sheraton 153 Topas 103 Horison 254 Kedaton 115 Perdana Wisata 120 Cemerlang 77 Panghegar 178 Grand Pasundan 77 Preanger 180 Papandayan 188 Savoy Homman 155 TOTAL 1.600 584.000,Data internal perusahaan
Tabel 2.2 Hotel berbintang yang dibuka setelah tahun 1997 NAMA HOTEL ROOM RAV / TAHUN Hyatt Regency 255 Holiday Inn 146 Karang Setra 62 Mitra (open for public) 40 Grand Serela 77 Aston 160 Arion Swiss Bel 58 Arjuna 77 Sany Rosa 75 Nalendra 91 TOTAL 1.041 379.965 Data internal perusahaan
18
Tabel 2.3 Total Forecast Supply kamar untuk lima tahun kedepan NAMA HOTEL Hyatt Regency Holiday Inn Karang Setra Mitra Grand Serela Aston Arion Swiss Bel Arjuna Santika Sany Rosa Nalendra Sheraton Topas Horison Kedaton Perdana Wisata Cemerlang Panghegar Grand Pasundan Preanger Papandayan Sukajadi Savoy Homman Tropicana Ibis Hilton Santika / Amaris UPI Blm ada nama TOTAL Data internal perusahaan
ROOM 255 146 100 75 77 160 58 77 70 75 91 153 103 254 115 120 77 178 103 180 188 90 155 150 200 300 50 200 120 3.849
RAV / TAHUN
1.428.975
2.3. Prospek masa depan industri perhotelan di Bandung Beberapa faktor yang menjadikan industri perhotelan di Bandung tetap menarik adalah sebagai berikut: •
Waktu tempuh yang singkat dicapai dari kota Jakarta dengan akses jalan tol Cipularang
19
•
Berwisata di kota Bandung relatif lebih murah dibandingkan dengan kota tempat tujuan wisata lainnya
•
Perubahan tren wisata alam ke wisata belanja dan kuliner di kota Bandung
•
Perkembangan tempat perbelanjaan dan rumah makan yang semakin banyak
•
Tahun 2010 diplot oleh Dinas Pariwisata Kota Bandung menjadi tahun convention
•
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kota Bandung, kamar yang tersedia sebanyak 9.000 kamar, sedangkan kebutuhan akan kamar sewaktu akhir pekan dapat mencapai 10.000 kamar.
2.4 Yield Management Dalam perusahaan manufaktur pengelolaan operasi kebanyakan dilakukan dengan cara menyesuaikan supply terhadap demand. Tetapi dalam industri perhotelan, supply kamar tidaklah mudah untuk diubah. Setelah hotel selesai dibangun, kapasitas kamar mungkin masih bisa ditambah, akan tetapi hampir tidak mungkin dikurangi atau diubah komposisinya. Jika pihak manajemen ingin mengubah kapasitas, biaya yang harus dikeluarkan relatif besar.
Definisi Yield management menurut Sanchez dan Satir, Yield management is an integrated and systematic approach to revenue maximization via manipulating the rates offered to the customers in light of forecasted demand and supply pattern ( 2005:1). Faktor-faktor yang dibutuhkan untuk memaksimalkan penerapan yield management adalah: 1. demand forecasting based on historical demand analysis and emerging business pattern 2. supply analysis in terms of room availability provided by property management system, taking into consideration refurbishments, periodic cleaning and other tasks; 3. market segmentation 4. non arrival and cancellation analysis by period and market segment; 5. scenario analysis with respect to implementing different rates, while considering various business restrictions by market segment; and
20
6. providing advice to yield management team as to the most appropriate rate mix and restriction by period and market segment. Metode yang sebaiknya dipakai adalah menyesuaikan demand terhadap supply. Contoh demand management menurut Johnston & Clark adalah: •
Pricing Strategies
•
Restricted service at peak time
•
Specialist service channel
•
Adverstising and Promotion
Dalam industri pesawat terbang dan hotel teknik yang biasa digunakan adalah revenue management atau yield management. Menurut Johnston & Clark (184, 2006), yield management is focused on determining the maximum revenue to be obtained from the various segments served by capacity in hand.
Dalam industri penerbangan dikenal istilah load factor, yang mana dalam industri perhotelan dikenal dengan istilah tingkat okupensi (occupancy rate), tingkat okupensi atau penting untuk dihitung dengan cermat, karena hal ini berpengaruh penting terhadap minimal kapasitas yang harus terpenuhi agar dapat menutupi biaya operasional per satuan waktu tertentu. Dengan kata lain untuk memenuhi tingkat break even point.
Cachon & Terwiesch (2006, 326)menggambarkan beberapa hal yang dapat menambah kompleksitas dari yield management ini, antara lain: • • • • • • • •
Demand forecasting Dynamic decisions Variability in available capacity Reservation coming in group Effective segmenting of customer Multiple fare classes Software implementation Variation in capacity Purchase
21
Dengan penerapan yield management, diharapkan pihak management hotel dapat lebih akurat dalam strategi pricing yang berimbas pula dengan kenaikan laba perusahaan. Sedangkan bagi konsumen, mendapatkan harga dengan diskon pada saat non punca k dengan kualitas servis yang sama.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penerapan yield management pada Hotel X adalah jenis kamar, biaya penambahan kapasitas, harga yang diberikan oleh kompetitor, demand forecast
Gambar 2.2. Faktor yang Diperhatikan Dalam Yield Management
2.5. Forecasting Peramalan atau forecasting adalah teknik yang digunakan oleh manajemen untuk meramalkan kejadian di masa yang akan datang. Dengan peramalan ini,
22
manajemen dapat mempersiapkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengantisipasinya. Jenis-jenis peramalan menurut Chase,Jacobs dan Aquilano dapat dibagi menjadi empat klasifikasi utama, yaitu qualitative, time series analysis, causal relationships, dan simulation (2006,513).
Metoda kualitatif didasarkan atas instuisi manajerial atas pengalaman atau opini dari pihak manajemen. Analisis time series didasarkan atas keyakinan bahwa kejadian di masa lampau akan berulang di masa depan. Karena itu data yang dipakai sebagai dasar peramalan dengan menggunakan analisis time series adalah data masa lampau. Causal relationship menunjukkan adanya hubungan sebab akibat dari suatu kejadian terhadap kejadian lainnya. Simulation adalah teknik peramalan yang biasanya menggunakan komputer sebagai alat bantunya.
Untuk kepentingan tugas akhir ini, metoda yang digunakan diyakini analisis regresi yang disesuaikan dengan faktor musiman (seasonal factor). Faktor musiman diperlukan karena dalam bisnis pariwisata, ada saat-saat tertentu dimana permintaan naik terutama pada saat-saat liburan.
23
24