BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1 Conceptual Framework Berdasarkan hasil wawancara dan literatur, isu utama yang dihadapi PDAM Kota Bandung adalah rendahnya kualitas pelayanan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal seperti tuntutan masyarakat (pelanggan), pertumbuhan penduduk, dan regulasi pemerintah tidak diikuti oleh perkembangan internal perusahaan, seperti kapasitas pengolahan dan kompetensi SDM. Faktor-faktor tesebut dapat dituangkan pada peta pemikiran konseptual seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2.1 Skema Peta Pemikiran Konseptual
13
2.2 Analisis Situasi Bisnis Bisnis yang dijalankan PDAM dalam menyediakan kebutuhan air bersih pada lingkungan makro dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti situasi politik dan regulasi pemerintah, sosial, ekonomi, teknologi yang cepat berubah, tuntutan kebutuhan pasar, serta tuntutan kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan.
Faktor-faktor tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, oleh karena itu harus diperhatikan dampak kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan harus dilihat peluang dibalik datangnya berbagai ancaman.
2.2.1
Faktor Pemerintah
Reformasi di bidang politik dan pemerintahan menimbulkan banyak perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia. Sejak reformasi pada tahun 1998, Departemen Dalam Negeri telah memberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. UU yang terkait dengan isu otonomi daerah ini telah memberikan otoritas pada Pemerintah Daerah untuk pengembangan daerah masing-masing.
Dengan adanya otonomi daerah, semakin ditekankan bahwa penyelenggaraan sektor air minum merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh karena itu, campur tangan Pemerintah Daerah dan DPRD dalam pengambilan kebijakan sangat besar, misalnya, pengaturan tarif air minum yang tercantum dalam Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 194 tahun 2002 tentang Tarif Pelayanan Air Minum. Campur tangan Pemerintah Daerah dapat membatasi ruang gerak PDAM dalam mengatur keuangan perusahaan. Fungsi PDAM didaerah sebagai pengatur dan penentu kebijakan dalam air minum, campur baur dengan fungsinya sebagai operator pelayanan air minum. Terdapat ambivalensi misi PDAM, apakah sebagai lembaga yang bersifat sosial atau lembaga yang bersifat komersial. Tarif yang ditetapkan pemerintah ini menyebabkan PDAM tidak dapat menentukan tarifnya sendiri sehingga tidak dapat mendapatkan keuntungan.
14
2.2.2
Faktor Pelanggan
Selain otonomi daerah, isu lain yang muncul adalah pemberlakuan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini mengakibatkan semakin kuatnya posisi tawar pelanggan dengan adanya kepastian hukum untuk melindungi hak konsumen. Untuk itu, pelaku usaha harus memberikan:
Pelayanan/ produk yang handal dan berkualitas
Pelayanan dan memberikan informasi yang benar mengenai kondisi barang atau jasa yang ditwarkan
2.2.3
Kompensasi dan ganti rugi terhadap kerugian penggunaan barang atau jasa.
Faktor Kondisi Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 telah menurunkan kondisi bisnis, terutama pada BUMD seperti PDAM. Sebelum krisis terjadi, PDAM telah mengalami asimetri antara penerimaan dan pengeluaran yang mengakibatkan kinerja keuangan PDAM menjadi buruk. Keadaan ini kemudian menjadi semakin parah setelah krisis ekonomi yang lebih memperburuk kondisi PDAM akibat penerimaan yang rendah yang disebabkan oleh tarif air yang tidak dapat disesuaikan sehingga turut menyebabkan tingkat pelayanan yang rendah, konsumsi air yang rendah, dan kehilangan air yang tinggi akibat kurangnya pemeliharaan. Sedangkan pengeluaran PDAM tetap tinggi akibat dari tingginya biaya operasi (naiknya harga bahan-bahan kimia serta peralatan pemeliharaan), cicilan hutang pokok, inefisiensi manajemen, dan beban-beban keuangan lain dari pemerintah daerah. PDAM juga tidak mendapatkan dana investasi memadai untuk memperluas jangkauan pelayanan, di samping terus melemahnya daya beli masyarakat yang tempat tinggalnya belum terjangkau jaringan distribusi PDAM.
Namun bila dilihat kondisi perekonomian Indonesia hingga saat ini (tahun 2006) telah menuju ke arah yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi, seperti pertumbuhan GDP, penurunan tingkat inflasi, penurunan suku bunga SBI, dan peningkatan cadangan devisa negara. Kondisi ini dapat dilihat sebagai potential market oleh para investor untuk investasi di Indonesia. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan terjadinya swastanisasi pada PDAM. Swastanisasi PDAM dapat membantu 15
PDAM untuk keluar dari masalah keuangan dengan mendapatkan tambahan pendapatan sekaligus meningkatkan kinerjanya. 2.2.4
Faktor Sosial (Pertumbuhan Penduduk dan Industri)
Tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi yakni mencapai sekitar 1,5 juta per tahun menyebabkan kebutuhan akan air semakin bertambah. Selain itu, pesatnya perkembangan industri juga menyebabkan konsumsi air semakin meningkat. Hal ini menjadi ancaman bagi PDAM dimana sumber air baku terutama di pulau Jawa mengalami persaingan yang sangat ketat antara pemakaian industri, pertanian dan domestik. Sementara itu sumber air yang ada mengalami penurunan kualitas akibat pencemaran industri maupun domestik.
Selain itu, pola hidup masyarakat yang semakin menuntut kemudahan dan kepraktisan menjadi sangat bergantung pada pada sumber air bersih alternatif. Mereka yang tidak memperoleh fasilitas air bersih dari PDAM mengambil air bersih dari sumur bor, sungai dan kolam, serta perusahaan pemasok air bersih milik swasta, atau membangun pipa distribusi mereka sendiri. Kondisi ini dapat mengancam PDAM bila PDAM tidak menngkatakan kualitas kinerjanya.
2.2.5
Faktor Kapasitas dan Teknologi
Perkembangan teknologi yang semakin pesat telah banyak memberikan pengaruh pada kehidupan berbagai lapisan masyarakat. Kemajuan teknologi membuat masyarakat menginginkan pelayanan publik yang mudah , praktis, dan berkualitas. Hal ini menuntut PDAM untuk mengikuti perkembangan teknologi, seperti teknologi pengolahan air bersih untuk menghasilkan air yang berkualitas.
Selain itu, kemajuan teknologi informasi juga menuntut PDAM untuk mengadaptasi teknologi dalam pelayanan, misalnya untuk kemudahan pembayaran dan keakuratan data tagihan.
Selain kualitas air, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kuantitas air yang belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu, kapasitas perusahaan sangat 16
berpengaruh, dimana saat ini kapasitas pengolahan dan pasokan air PDAM Kota Bandung masih kurang untuk memenuhi warga Kota Bandung.
2.2.6
Faktor Sumber Daya Manusia
Pegawai PDAM Kota Bandung yang berjumlah 890 orang masih terbilang tinggi, karena dibandingkan dengan jumlah pelanggan yang mencapai sekitar 143.000 pelanggan rasio jumlah pegawai dan pelanggan yaitu 6:1000. Rasio ini terbilang tinggi karena rasio idealnya adalah 2:1000. Hal ini menunjukkan inefisiensi PDAM sehingga dapat meningkatkan biaya operasionalnya.
Selain inefisiensi, faktor kompetensi juga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan PDAM Kota Bandung. Dalam merekrut karyawan, campur tangan pemerintah daerah masih sangat dominan. Selain itu, latar belakang pendidikan dan pengalaman masih kurang diperhatikan.
2.3 Akar Masalah Penelusuran masalah yang mempengaruhi kualitas pelayanan PDAM Kota Bandung diawali dengan masalah yang muncul di permukaan, yaitu cakupan pelayanan rendah, kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air yang rendah, serta menumpuknya jumlah pengaduan.
Hasil penelusuran tersebut berujung pada dua faktor utama. Kedua faktor ini merupakan faktor eksternal, yaitu dominasi peran pemerintah daerah terutama dalam penetapan tarif dan perekrutan pegawai, dan faktor kondisi sosial seperti pertumbuhan penduduk dan industri. Namun, terdapat satu faktor yang menjadi akar sebagian masalah PDAM Kota Bandung adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan pelanggan yang berubah dengan sumber daya operasional perusahaan, seperti terlihat pada Gambar 2.2.
17
Cakupan pelayanan rendah
Kuantitas dan Kontinuitas air rendah
Kualitas air rendah
Tingkat kebocoran air tinggi
Kurangnya sumber air baku
Kualitas air baku rendah
Sambungan pipa secara liar
Pemeliharaan sistem distribusi (pipa) kurang baik
Pertumbuhan jumlah penduduk dan industri
Kurangnya pengawasan kegiatan operasional
Menumpuknya jumlah pengaduan
Rendahnya jumlah pengaduan terselesaikan
Pembiayaan investasi rendah
Biaya operasional tinggi
Struktur tarif tidak menutupi biaya operasional
Tingkat hutang tinggi
Inefisiensi dan kurangnya kompetensi SDM
Tingginya campur tangan pemerintah daerah
Adanya gap akibat ekspektasi pelanggan yang tinggi tidak diimbangi dengan sumber daya operasional
Gambar 2.2 Penelusuran Akar Masalah PDAM Kota Bandung 18