BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1. Conceptual Framework Gagasan konsep terbentuknya bisnis PLTM dilandasi oleh adanya beberapa faktor pemicu yang merupakan kerangka
Government Support
Potensi Alam ■ Sungai/sumber air ■ Kondisi geologi ■ Kondisi Topografi
■ Deregulasi Kelistrikan ■ Penghematan BBM ■ Fasilitas Perijinan
pemikiran atas beberapa potensi yang ada, seperti yang
Management Support ■ Company Experiences ■ Reputable Expert ■ Financial Back-up
New Potential Business / Feasibility Planning
Precipitating Event
telah dijelaskan pada Bab-I. Faktor-faktor ini telah memacu terbentuknya precipi-
Buyer Support
Additionality Revenue
tating event yang akhirnya
■ Pembelian Listrik langsung ■ Peningkatan Rasio Elektrifikasi ■ Program 75/100
Global Incentive ■ Global warming issue ■ Incentive from CER
Gambar 2.1. : Faktor pemicu terbentuknya bisnis PLTM
menumbuhkan adanya new potential business. Antara satu faktor dengan faktor la-
innya sangat berkaitan erat didalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi di bidang pembangkit listrik ini. Diagram potensi tersebut dapat di jelaskan seperti gambar 2.1. di atas.. Dari diagram diatas, terdapat lima faktor utama yang memicu pembentukan pengembangan bisnis PLTM, terutama usulan pemberlakuan tarif yang attractive serta penjualan CER yang dihasilkan dari pembangunan PLTM, yang dalam hal ini merupakan additionality revenue bagi bisnis ini. Kelima faktor tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Support Management Adanya support dari management merupakan kunci utama dalam pengembangan suatu bisnis PLTM ini, yang terdiri dari
Pengalaman para pendiri perusahaan PT Girimukti Energi dalam menangani bidang pekerjaan yang sejenis, dalam hal ini di bidang pembangkit listrik.
Ketersediaan tenaga ahli, yakni tenaga ahli yang kompeten dalam bidang pembangunan tenaga listrik terutama pembangkit listrik tenaga air.
Dukungan finansial, dalam skala yang paling kecil adalah dalam bentuk dukungan untuk melakukan kajian awal hingga pelaksanaan pekerjaan detail disain pembangunan pembangkit listrik 11
2. Potensi Alam Kondisi alam yang ada di Indonesia memiliki potensi dan sangat mendukung untuk di Pulau Sumatra Jawa Kalimantan Sulawesi Papua Others
Potensi Total (MW) % 15,587 20.79 4,200 5.60 21,581 28.78 10,183 13.58 22,371 29.84 1,054 1.41 74,976
100.00
Telah Terpasang (MW) % 398 2.56 2,391 56.94 30 0.14 190 1.87 3 0.01 2 0.21 3,015
4.02
Peluang (MW) % 15,189 97.44 1,809 43.06 21,551 99.86 9,993 98.13 22,368 99.99 1,052 99.79 71,961
95.98
Tabel 2.1.:Potensi pembangkit hidro di Indonesia Sumber: Data PT PLN tahun 2002 & Hasil Analisis
bangun pembangkit listrik tenaga air, baik yang berskala besar, skala menengah maupun berskala kecil. Potensi-potensi pembangkit di tiap propinsi dapat di lihat pada tabel 2.1. berikut. Potensi alam tersebut terutama berupa banyaknya sungai-sungai atau mata air yang memiliki debit
cukup besar serta tinggi jatuh (head) air yang maksimal, disamping kondisi geologi yang mendukung terbangunnya potensi PLTM tersebut. Kapasitas suatu pembangkit listrik tenaga air sangat dipengaruhi oleh besar debit air yang ada serta tinggi jatuh air yang cukup tinggi. Semakin besar tinggi jatuh air dan semakin besar debit air, maka kapasitas tenaga listrik yang dapat di bangkitkan akan semakin besar. Energi listrik yang dapat dihasilkan oleh suatu PLTM dapat di hitung dengan menggunakan data debit harian sungai (Q) dan tinggi hidrolik (h) yang ada, dengan menggunakan rumus: E = (Q x H x g x γ x h)/1000 dimana : E = energi yang dihasilkan (MWh) Q = debit air harian (m3/dtk) H= g = γ = h =
net head (m) percepatan gravitasi (9,8 m/dtk2) efisiensi jumlah jam dalam 1 hari (24 jam)
Dari rumus tersebut, terlihat bahwa semakin besar debit (Q) dan semakin tinggi head (h), maka Energi yang dihasilkan akan semakin besar. Hal lain yang berpengaruh pada pembangunan PLTM, terutama dari sisi biaya investasi adalah kondisi geologi lokasi proyek serta infrastruktur yang telah tersedia di sekitar lokasi proyek, di antaranya jalan akses, jarak jalur transmisi terdekat dari lokasi rencana proyek, serta tersedianya tenaga trampil (skill labour) yang ada di sekitar lokasi proyek.
12
Potensi alam di lokasi PLTM Girimukti memiliki beberapa kelebihan, di antaranya di 20
samping infrastrukturnya sudah
18
tersedia, lokasi proyek ini berada
16
D ebit (m 3/dt)
14
di Pulau Jawa (Jawa Barat), mate-
12
rial untuk bahan konstruksi mudah
10 8
di jumpai, banyak tersedia tenaga
6
ahli dan tenaga trampil di sekitar
4 2
lokasi proyek, serta yang lebih
0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AUG
SEP
OKT
NOV
penting lagi, debit air sungai yang
Bulan
Giri Mukti - 1
Giri Mukti - 2
DEC
Kebutuhan
tersedia relatif cukup besar (lihat Gambar 2.2. : Grafik kurva debit lokasi PLTM Girimukti Sumber: Data analisi PT Girimukti Energi, tahun 2007
grafik data debit bulanan di sungai
Cibuni pada gambar 2.2.). Penggunaan air aliran sungai Cibuni bagi operasi PLTM Girimukti-1 adalah untuk menggerakkan dua unit turbin yang direncanakan dengan mengambil debit maksimum 6,00 m 3 /detik. Sedang pengembangan PLTM Girimukti-2 adalah untuk menggerakkan dua unit turbin yang direncanakan degan memanfaatkan debit maksimum = 7,50 m 3 /detik, Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kondisi musim keringpun operasional PLTM Girimukti-1 maupun PLTM Girimukti-2 masih tetap dapat beroperasi atau dengan kata lain, keperluan air untuk PLTM Girimukti-1 dan Girimukti-2 akan selalu dapat tercukupi sepanjang tahun. Dari hasil analisis rata-rata debit aliran sungai Cibuni sebesar 12,89 m3/dt, penggunaan air aliran sungai Cibuni diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang telah berlangsung sebelumnya, karena penggunaan aliran sungai Cibuni hanya memanfaatkan energi dari sebagian debit yang tersedia. Demikian juga dengan kualitas air yang diperkirakan tidak akan mengalami perubahan, karena setelah airnya di pakai untuk menggerakkan turbin, air tersebut akan dikembalikan lagi melalui tail-race ke bagian hilir saluran sungai tersebut. Dengan data debit disain seperti uraian tersebut di atas dan dengan perhitungan data tinggi jatuh air (head) untuk masing-masing Girimukti-1 dan Girimukti-2 berturut-turut sebesar 152,4 m dan 49,10 m, maka dengan menggunakan perhitungan rumus Energi 13
yang bisa dibangkitkan diatas akan didapat kapasitas terpasang pada masing-masing Girimukti-1 dan Girimukti-2 berturut-turut adalah sebesar 2 x 4,2 MW dan 2 x 1,5 MW. 3. Dukungan Pemerintah Adanya dukungan dari pemerintah ikut memacu para investor untuk menanamkan investasinya di bidang PLTM. Dukungan tersebut di antaranya dengan di keluarkannya beberapa peraturan pemerintah terkait dengan IPP yakni :
PP19) No. 10 Tahun 1989 PP No. 3 Tahun 2005 PP No. 26 Tahun 2006 PerPres20 No. 42 Tahun 2005 PerPres No. 67 Tahun 2005 PerMen ESDM No. 10 tahun 2005 PerMen ESDM No. 1 Tahun 2006 PerMen ESDM No. 44 Tahun 2006 PerMen ESDM No. 2 Tahun 2006
Berdasarkan PerMen ESDM No.1 tahun 2006, pengadaan IPP harus sesuai dengan RUPTL yang disusun berdasarkan RUKN21). Sedangkan PerMen ESDM No. 2 tahun 2006 mengatur tentang prosedur pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan seperti halnya PLTM Girimukti ini, yakni Pengadaan IPP dapat dilakukan melalui proses penunjukan langsung tanpa melalui tender dengan tata cara dan prosedur sesuai aturan yang berlaku. Dalam kaitan pembangunan PLTM Girimukti ini, maka PT Girimukti Energi menjadikan PerMen 002 tahun 2006 sebagai acuan untuk pengembangan bisnis ini, dimana ketentuan tersebut mewajibkan PLN untuk membeli tenaga listrik yang dihasilkan oleh PLTM tanpa melalui tender. Dengan berlandaskan pada PerMen tersebut PT Girimukti Energi mengajukan proposal ke PLN untuk membangun PLTM Girimukti dan sekaligus menjual hasil energi listrik yang dihasilkannya ke PLN sesuai mekanisme yang diatur pada PerMen tersebut. Dapat disimpulkan bahwa seluruh produksi listrik yang di hasilkan dari Girimukti-1 dan Girimukti-2 setelah di kurangi keperluan listrik untuk pemakaian sendiri yakni untuk keperluan penerangan kantor, akan dibeli oleh PLN.
19)
PP = Peraturan Pemerintah PerPres = Peraturan Presiden 21) RUKN = Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 20)
14
Sistimatika peraturan-peraturan dan perundangan tentang ketenagalistrikan sesuai penjelasan di atas dapat di lihat pada gambar 2.3. dibawah ini.
Gambar 2.3. : Sistimatika Regulasi Ketenagalistrikan untuk IPP Sumber: Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, tahun 2006
4. Support dari Buyer PT PLN selaku PSO22) ataupun sebagai PKUK23) sesuai Undang Undang, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di seluruh Indonesia dengan mutu dan keandalan yang baik. Perkembangan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan antara 6-10 %. Pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengantisipasinya. Sementara itu rasio elektrifikasi pada tahun 2006 masih sebesar 56% yang berarti kewajiban penyediaan tenaga listrik di masa depan masih sangat besar (lihat gambar 2.4. dibawah ini). Dana Pemerintah maupun PLN sangat terbatas untuk dapat memenuhi peningkatan kebutuhan tenaga listrik tersebut kepada masyarakat. Pada sisi yang lain, pada tahun 2007, PLN telah menetapkan visi perusahaan melalui program 75/100, yang berarti bahwa, pada ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 75 (tahun 2020), target PLN untuk rasio elektrifikasi menjadi sebesar 100%, dalam artian pada tahun tersebut, masyarakat di seluruh Indonesia sudah dapat menikmati 22 23
) PSO = Publik Service Obligation ) PKUK = Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan
15
sambungan listrik tanpa terkecuali. Untuk pencapaian target ini sudah barang tentu di butuhkan dana yang sangat besar. Sebagai jalan pintas untuk dapat mengejar target tersebut, PLN memberi kesempatan kepada pihak swasta atau IPP24) untuk bersama-sama dengan PLN melakukan pembangunan dan pengembangan fasilitas pembangkit dan jaringan transmisi di seluruh Indonesia, terutama dengan mengutamakan pembangkit listrik non BBM serta pembangkit listrik yang berwawasan lingkungan.
Gambar 2.4. Grafik Rasio Elektrifikasi Kelistrikan di Indonesia Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2006.
5. Global Support Karena PLTM merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan yakni tidak mengeluarkan CO2 dalam proses produksinya, maka PLTM dapat di kelompokkan sebagai proyek CDM atau di Indonesia di kenal dengan MPB25). MPB atau yang lebih dikenal dengan CDM merupakan salah satu mekanisme yang di bentuk oleh badan PBB melalui UNFCCC yang menghasilkan suatu kesepakatan yang terkenal dengan Protokol Kyoto. Mekanisme CDM merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan negara berkembang, dimana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek yang ramah lingkungan di negara berkembang. Mekanisme ini pada dasarnya merupakan perdagangan karbon, dimana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada negara yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi, yang disebut negara Annex I. Sesuai tujuannya, 24 25
) IPP = Independent Power Producer ) MPB = Mekanisme Pembangunan Bersih
16
CDM menghasilkan proyek yang ramah lingkungan, dan berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca. Sebagai bukti bahwa proyek tersebut telah menurunkan emisi gas rumah kaca, maka proyek tersebut akan mendapatkan sertifikasi pengurangan emisi (CER) yang di keluarkan oleh UNFCCC. Sertifikat CER inilah yang kemudian dapat di perjual-belikan kepada Negara Annex-I. Adapun proyek-proyek yang bisa menjadi proyek CDM adalah proyek-proyek yang terbukti mampu menurunkan jumlah emisi karbon dari yang dihasilkan sebelumnya atau proyek baru yang tidak mengeluarkan efek GRK. Disamping itu, proyek tersebut juga harus dapat mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable), yang berarti mendukung pertumbuhan ekonomi, menjaga kelestarian alam serta meningkatkan pengembangan sosial. Kyoto Protocol di tandatangani pada tahun 1997 dan mulai berlaku sejak tanggal 16 Pebruari 2005. Indonesia telah meratifikasi Protocol Kyoto pada tanggal 28 Juni 2004, dengan demikian Indonesia berpeluang untuk mendapatkan insentif berupa CER bila melaksanakan proyek MPB. Di Indonesia, MPB di koordinir oleh Komite Nasional MPB, yang di bentuk melalui keputusan Kementrian Lingkungan Hidup pada tanggal 21 Juli 2005, yang berhak melakukan verifikasi dan validasi terhadap proyek MPB di Indonesia. Diagram mekanisme kerja MPB dapat dilihat pada gambar 2.5. berikut.
Gambar 2.5. Diagram mekanisme kerja MPB Sumber: Panduan Kegiatan MPB di Indonesia
Mengingat sebagian besar emisi berasal dari penggunaan energi bahan bakar fosil, maka proyek CDM terutama dapat dikembangkan di sektor-sektor yang tergantung pada bahan bakar fosil, diantaranya sektor Indus-tri dan ketenagalistrikan. Dalam hal ini contoh proyek CDM yang dapat dikembangkan diantaranya adalah dengan mengganti sumber energi yang menggunakan bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan seperti tenaga matahari, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga air, dan bio-massa.
17
Dari penjelasan tersebut diatas dapat diarti-kan bahwa dengan membangun PLTM Girimukti maka pihak developer bisa menjual CER langsung kepada negara-negara dalam kelompok Annex-1 atau melaui jasa konsultan ataupun melalui broker. Proses jual beli CER di tuangkan dalam bentuk ERPA 26 ) yakni suatu perjanjian yang mengatur tentang jual-beli CER antara buyer dan seller. Prosedur untuk mendapatkan insentif dengan CDM dapat dilihat pada diagram (gambar 2.6.) diatas. Calon pembeli CER pada umumnya menginginkan volume CER dalam jumlah yang cukup besar. Semakin besar CER yang di hasilkan akan semakin besar pula minat pembeli, hal ini dikarenakan biaya regristrasi untuk mendaftarkan CER ke UNFCCC relative cukup besar, yang umumnya di Gambar 2.6. Diagram siklus poses CDM Sumber: UNFCCC Tahun 2006.
tanggung oleh pembeli CER. Cara perhitungan besar CER suatu proyek CDM di
lakukan dengan mekanisme PDD27) dengan tatacara perhitungan mengikuti ketentuan UNFCCC, yang pada dasarnya tergantung dari daya terpasang pembangkit, penyambungan daya listrik ke jaringan transmisi (tegangan tinggi, menengah atau rendah) serta faktorfaktor lainnya. Sementara itu, market price untuk CER (lihat gambar 2.7.) semakin meningkat secara signifikan, data per tanggal 2 Juni 2008, harga Gambar 2.7. Grafik CER market price Sumber: Data Nord Pole
CER telah mencapai €19.4 per ton CO2. Sebagai bahan informasi, 1,0 CER ekivalen dengan 1,0 ton
emisi CO2. Saat ini banyak sekali buyer dan konsultan atau broker yang berminat untuk membeli CER, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Kontrak pembelian CDM dengan buyer sesuai ketentuan umumnya berlaku untuk jangka waktu 26 27
) ERPA = Emission Reduction Purchase Agreement ) PDD = Project Design Document
18
tiap 10 tahun. Hal yang perlu di perhatikan ada-lah bahwa mekanisme pembelian CER akan dilakukan evaluasi kembali oleh UNFCCC pada tahun 2012, untuk itu di harapkan CER dari PLTM Girimukti akan bisa terjual sebelum tahun 2012 tersebut. Pada analisa PLTM Girimukti, dari hasil studi, diestimasikan jumlah penurunan emisi carbon untuk kedua pembangkit Girimukti-1 dan Girimukti-2 sebesar 74.000 ton CO228). Nilai CER ini akan dijual melalui pihak perantara (broker), dimana pihak broker akan menanggung biaya registrasi di UNFCCC sekaligus menjualkan CER di global market sesuai harga pasar yang berlaku saat itu. Konsekwensi dengan menggunakan jasa konsultan/broker ini adalah pihak broker umumnya memberlakukan tarif (fee) sebesar 30% dari nilai penjualan CER. 2.2. Analisis Situasi Bisnis Strategi pendekatan studi yang di gunakan untuk melakukan analisis terhadap Situasi isu bisnis PLTM Girimukti di dasarkan pada pemikiran konseptual (conceptual framework) yang terdiri dari :
Marketing Strategy Development Strategy Pricing Strategy Analisa industri dengan pendekatan Industry Analysis yang di kembangkan oleh Michel Porter29). Development Strategy ■ Single PLTM ■ PLTM Cascade System
Industry Analysis ■ Rivalry Among others ■ Threat of new entrants ■ Bargaining Power of Buyer ■ Bargaining Power of Supplier ■ Threat of Product Substitute ■ Relative Power of Stakeholders
Business Feasibility Analysis PLTM
Pricing Strategy ■ Flat Tarrif ■ Staging Tarrif
Marketing Strategy ■ Market Size ■ Market Segmentation ■ Marketing Mix
Gambar 2.8. Skema Conceptual Framework
28)
Draft ERPA hasil perhitungan dari The Chugoku Electric Power Co, Inc. (CER buyer), tahun 2007 Wheelen Wheelen TL & Hunger JD (2004), Strategic Management and Business Policy, 9th ed., Pearson Prentice Hall, New Jersey. 29)
19
Analisa situasi bisnis untuk pengembangan PLTM Girimukti tersebut dapat di gambarkan secara diagram (gambar 2.8.) diatas. 2.2.1. Industry Analysis Analisa lingkungan industri pada bisnis PLTM mengharuskan PT Girimukti Energi memberikan perhatian pada persaingan di lingkungan industri bisnis kelistrikan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan analisa ”Five Forces” yang dikembangkan Michel Porter, yakni terdapat 5 (lima) kekuatan utama (lihat gambar 2.9.) yang memacu persaingan di industri kelistrikan. Lima kekuatan tersebut terdiri dari potential entrants, persaingan (rivalry) diantara perusahaan yang telah ada, ancaman produk pengganti (product substitute), daya tawar pemasok (supplier), dan kekuatan pembeli (buyer), yang secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut : Analyzing of Electricity Business within Indonesia (Porter’s five forces Approach)
Potential Entrants (Threat of New Entrants) • • • • •
Regulation on electrification Labor union Government policies Environmental issues Shareholder decisions
Industry Competitors
Other Stakeholders (Relative Power of Unions, Governments etc.)
(Rivalry among existing Firms)
Low bargaining power of supplier due to : • lots of supplier with attractive offers • low price equipment • Lots of new technology
Low due to : • Huge capital investment • Specific product and knowledge • Strong R&D • High technology product • Experiences in similar fields needed • Government policy to Renewable Energy • Assets required
High bargaining power due to: • Price regulation • Single buyer • lots of competitors
Buyers (Bargaining Power of Buyers)
Low competitor, a lot of demands Lots of similar field
No product substitute for electricity: Gas Power Plant Coal PP Nuclear PP
Suppliers
Substitutes
Bargaining Power of Suppliers
(Threat of substitute product/service)
Gambar 2.9. Skema Industry Analysis bisnis PLTM
1. Threat of New Entrants (pendatang baru) Produk jasa kelistrikan merupakan produk spesifik, sehingga potential entrants dari bisnis ini dapat di katakan rendah, karena disamping dibutuhkan biaya investasi yang cukup besar, juga diperlukan asset yang memadai, teknologi dan inovasi yang cukup tinggi. Disamping itu, bisnis kelistrikan ini juga membutuhkan permodalan yang cukup kuat, pengetahuan yang cukup tentang aspek kelistrikan serta pengalaman yang memadai. Oleh karena itu faktor kompetensi dan profesionalisme SDM (Sumber Daya Manusia) sangat menentukan keberhasilan bisnis ini. Di sisi lain bisnis PLTM ini memiliki advantages yakni adalah ada20
nya jaminan dari pembeli (buyer) dalam hal ini PLN, bahwa semua produksi tenaga listrik yang berasal dari PLTM akan di beli oleh PLN karena pemintaan akan energi listrik (demand) masih jauh lebih tinggi di banding energi yang dapat di sediakan oleh PLN. Dari analysis tentang threat of new entrants tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa ancaman pendatang baru dalam bisnis PLTM ini masih sangat rendah.
2. Revalry among existing firms (persaingan diantara perusahaan yang telah ada) Ada beberapa industry competitor untuk bisnis kelistrikan, namun usaha kelistrikan yang berasal dari energi terbarukan (renewable energy) belum cukup banyak. Disamping itu potensi PLTM yang cukup banyak di Indonesia serta masing-masing PLTM memiliki kekhususan telah menjadikan bisnis PLTM ini tidak ada persaingan antara satu dengan lainnya. Di sisi yang lain, pemerintah memberikan kemudahan lepada investor yang berniat menanamkan investasinya di bisnis PLTM, di antaranya dalam bentuk regulasi pemerintah berupa Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri yang mewajibkan PLN selaku PSO di bidang penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat untuk membeli setiap energi listrik yang dihasilkan dari pembangkit yang menggunakan renewable energy tanpa melalui proses tender. Sementara itu, ketentuan tentang harga pembelian listrik oleh PLN di lakukan dengan konsep negosiasi dengan tetap mengacu pada pedoman harga maksimal sesuai PerMen ESDM. Dengan demikian, dapat di artikan bahwa Revalry among existing firms dalam industri PLTM masih rendah. 3. Threath of Product Substitude (ancaman produk pengganti) Energi listrik sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk industri maupun untuk kegiatan rumah tangga. Energi listrik hingga saat ini dipandang sebagai energi yang paling murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat, bahkan oleh masyarakat miskin sekalipun. Hingga saat ini belum ada produk yang bisa menggantikan energi listrik untuk kegiatan sehari-hari, kecuali produk pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar lain sebagai pengganti tenaga air, diantaranya pembangkit listrik yang menggunakan BBM, batubara, solar, angin, gas, panas bumi, bio-fuel, maupun energi listrik yang menggunakan bahan bakar nuklir. Namun dari berbagai jenis pembangkit listrik tersebut, PLTM masih di anggap sebagai pembangkit listrik yang paling ramah lingkungan. 21
Oleh karena itu produk substitusi PLTM masih dalam artian pembangkit listrik yang ramah lingkungan masih belum ada. 4. Bargaining Power of Supplier (daya tawar pemasok) Pemasok utama dalam bisnis PLTM adalah supply terhadap peralatan dan assesories keperluan pembangkit listrik berupa turbine, generator, trafo, peralatan transmisi/distribusi, olie, grease serta spareparts. Saat ini beragam produk peralatan pembangkit beserta assesoriesnya telah dibuat dengan menggunakan teknologi terbaru oleh berbagai fabrican, dengan harga yang cenderung murah. Bahkan beberapa produk teknologi dengan harga murah yang berasal dari Cina telah banyak yang masuk di pasaran yang menjadikan hargaharga peralatan pembangkit mengalami penurunan. Dengan pertimbangan tersebut diatas dapat di katakan bahwa bargaining power of supplier atau posisi daya tawar pemasok terhadap bisnis PLTU ini tergolong rendah. 5. Bargaining Power of Buyer (kekuatan pembeli) Meskipun saat ini produksi listrik (power producer) tidak lagi di monopoli oleh PLN, namun untuk menyalurkan dan menjual energi listrik kepada masyarakat masih tetap di kendalikan oleh PLN. Sementara ketentuan harga listrik dalam bentuk TDL (Tarif Dasar Listrik) masih di atur oleh pemerintah. Hal ini mengandung konskwensi bahwa harga pembelian listrik oleh PLN dari pengembang pembangkitan swasta juga akan dipengaruhi oleh harga TDL. PerMen 002 tahun 2006 secara jelas mengatur ketentuan pembelian listrik oleh PLN terhadap pembangkit milik swasta, yakni maksimum sebesar 0,6–0,8 dari BPP 30 ) tenaga listrik di masing-masing propinsi. Dengan kondisi ini, maka bargaining power of buyer untuk bisnis industri PLTM dapat di katakan cukup kuat, dan pemilik pembangkit (IPP) pada posisi yang lemah. Untuk mencapai posisi bargaining yang kuat dari sisi seller diperlukan strategi negosiasi yang bisa mempertemukan keuntungan dari sisi buyer maupun dari sisi seller. Potensi ini cukup terbuka mengingat target PLN untuk meningkatkan rasio eletrifikasi hingga mencapai 100% pada tahun 2020, yang berarti membutuhkan penyediaan energi listrik yang cukup besar.
30
) BPP = Biaya Pokok Penyediaan (tenaga listrik)
22
6. Relative Power of Stakeholders Pemerintah, dalam hal ini Departemen ESDM telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada para investor untuk menanamkan modalnya di bisnis industri kelistrikan. Disisi lain PLN sebagai pembeli energi listrik milik swasta juga membuka kesempatan yang seluasluasnya kepada pihak swasta untuk ikut mengembangkan baik pembangkit listrik maupun jaringan transmisi melalui mekanisme-mekanisme yang di atur dalam undang-undang. Sementara itu PLN sebagai PSO di bidang kelistrikan juga telah menetapkan visi 75/100, yakni target pencapaian ratio elektrifikasi 100% pada ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 75 (tahun 2020). Ini merupakan kesempatan yang di berikan PLN kepada swasta untuk ikut bermain di bisnis kelistrikan. Hal-hal lain terkait dengan perijinan di tingkat daerah juga sudah mulai memberikan support terhadap investor yang berminat untuk mananamkan modalnya di daerah-daerah. Dengan adanya fakta tersebut di atas, maka stakeholders memberikan support terhadap gagasan pengembangan bisnis di industri kelistrikan. 2.2.2. Marketing Strategy Sesuai dengan ketentuan PerMen 002 tahun 2006 maka seluruh produksi listrik yang di hasilkan oleh pembangkit yang berasal dari renewable energy seperti halnya energi listrik yang di hasilkan oleh PLTM Girimukti, maka hasil listrik secara otomatis akan di beli oleh PLN melalui mekanisme jual beli tenaga listrik atau PPA. Dengan posisi pembelian langsung oleh PLN, bisa diartikan bahwa bisnis usaha penjualan listrik tergolong dalam captive market. Proses pembelian energi listrik oleh PLN dapat di gambarkan pada diagram berikut (lihat gambar 2.8. dibawah ini):
23
PENGEMBANG
PLN
ESDM
RUPS
DEKOM
MULAI Tidak
Lengkap ? Proposal Pengembang (Unsolicited), dilengkapi dengan: - Pre Feasibility Study - Company Profile - Financial Statement - Financial Scheme - Penawaran Harga - Lain-lain
Ya Proses Internal PLN : - Kesesuaian dengan RUPTL - KKO, KKF & Analisa Resiko - Sesuai Permen ESDM No. 01/2006 - Sesuai SK DJLPE Tentang Daerah Krisis
Tidak
Layak ? Ya Persetujuan DIREKSI untuk Pembelian Tenaga Listrik
Tidak Setuju ?
Permohonan Ijin Penunjukan Langsung ke DJLPE
Ya Ijin Penunjukan Langsung
Pembentukan Panitia Penunjukan Langsung
Proses Panitia Penujukan Langsung (Prakualifikasi, Negosiasi Teknis & Harga)
Sepakat ?
Tidak
Ya Persetujuan DIREKSI Tidak Setuju ? Ya Head of Agreement (HoA)
Finalisasi PPA
Sepakat ?
Tidak
Ya Persetujuan DIREKSI
Tidak Setuju ?
Tidak Setuju ?
Ya
Ya
- Pembentukan SPC - Permohonan penerbitan IUKUS ke MESDM c.q DJLPE disertai identitas pemohon, akte pendirian & profil perusahaan, NPWP, Pre FS, dll sesuai Permen ESDM No. 10/ 2005)
Ijin Penunjukan Langsung
Permohonan Persetujuan Kontrak Jual Beli Tenaga Listrik ke DEKOM Setuju ? Permohonan Persetujuan Kontrak Jngk Pj & Pembelian Tenaga Listrik ke RUPS
Permohonan Persetujuan Harga Jual Beli Tenaga Listrik ke MESDM
Tidak
Ya
Tidak
Ya Persetujuan Kontrak
IUKUS
Setuju ?
Setuju ?
Tidak
Ya Persetujuan Harga
Finalisasi PPA
Permohonan IUKU ke DJLPE disertai dokumen pelengkap: - Feasibility Study - AMDAL - Kontrak (PPA) - dll sesuai Permen ESDM No. 10/2005
Setuju ?
Tidak
Ya IUKU GAGAL
Financial Closing
EPC Period
Commercial Operation Date
SELESAI
Gambar 2.10. Skema Pembelian energi listrik oleh PLN secara penunjukan langsung PLTM
24
2.2.3. Pricing Strategy Struktur dan satuan harga pembelian listrik oleh PLN harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang umum berlaku di PLN, dimana satuan harga pembelian dalam kWh dengan struktur harga terdiri dari empat komponen, yakni komponen A untuk biaya investasi, komponen B berupa biaya O & M, komponen C biaya penggantian bahan bakar (dalam hal ini retribusi air) dan komponen D merupakan biaya lain-lain. Dari hasil perhitungan terhadap investasi untuk pembangunan PLTM Girimukti serta dengan mengacu pada ketentuan yang ada di PLN, maka struktur tarif pembelian listrik yang diberlakukan oleh PLN untuk IPP Girimukti ini terdiri dari 4 komponen pokok, yakni : Komponen A
:
Rp 403,00 per kWh
Komponen B
:
Rp
35,00 per kWh
Komponen C
:
Rp
10,00 per kWh
Komponen D
:
Rp
6,00 per kWh
Komponen A + B + C + D
:
Rp 454,00 per kWh
Komponen struktur tarif tersebut diatas dapat dijeskan sebagai berikut :
Komponen A (Capacity Charge): dimaksudkan untuk pengembalian biaya pembangunan yang di kapitalisasikan yaitu biaya kapital dan biaya-biaya lain yang terkait dengan pelaksanaan konstruksi pembangkit. Biaya pengembalian ini dinyatakan sebagai Capital Cost Recovery Charge Rate (CCR).
Komponen B (Fixed Overhead and Maintenance Charge): dimaksudkan untuk memenuhi biaya tetap operasional dan pemeliharaan. Yang termasuk dalam komponen biaya ini diantaranya biaya untuk pegawai, pendukung teknis dan pemeliharaan, biaya umum dan administrasi serta biaya asuransi.
Komponen C (Fuel Charge): dimaksudkan sebagai biaya bahan bakar yang dalam hal ini adalah retribusi air, yang dibayarkan ke Dinas Pengairan (Departemen Pekerjaan Umum), yang dalam hal ini di wakili oleh Balai PSDA (Pengembangan Sumber Daya Air) Jawa Barat, dan di bayar sesuai kilowatt yang di hasilkan oleh PLTM tiap jangka waktu satu bulanan. Harga ini bersifat pass through yang berarti bahwa tariff dari PLN mengikuti besaran retribusi air yang di bayarkan oleh PLTM Girimukti.
Komponen D (Variable Overhead and Maintenance Charge): dimaksudkan sebagai pengembalian biaya variabel O & M seperti bahan habis pakai untuk operasional dan suku cadang pemeliharaan dan biaya variabel O & M.
25
Dasar perhitungan harga pembelian energi listrik oleh PLN terhadap produksi listrik yang di hasilkan oleh IPP seperti halnya PT Girimukti Energi, dilakukan dengan mengacu pada PerMen 002 tahun 2006 yakni :
Untuk tenaga listrik yang tersambung (ter-interkoneksi) pada tegangan menengah tarif pembelian listrik adalah 0,8 x BPP tegangan menengah dari BPP propinsi
Untuk tenaga listrik yang ter-interkoneksi pada tegangan rendah adalah 0,6 x BPP tegangan rendah dari BPP propinsi
Karena produksi listrik PLTM Girimukti ini akan tersambung pada jaringan tegangan menengah (T/M) milik PLN, maka harga pembelian listrik oleh PLN maksimal sebesar 80% dari BPP tenaga lisrik untuk Jawa Barat, dimana BPP Jawa Barat telah ditetapkan sebesar Rp 843/kWh31). Sehingga harga pembelian tenaga listrik oleh PLN maksimal sebesar 80% dari Rp 843/kWh atau sebesar Rp 492 per kWh, maka patokan harga rata-rata (flat tariff) sebesar Rp 454/kWh masih di bawah pagu maksimal tarif sesuai ketentuan dalam PerMen. Jangka waktu pembelian sesuai ketentuan dalam PerMen tersebut adalah selama 20 tahun, dan sesudahnya dapat di perpanjang lagi bila masih beroperasi. Dengan ketentuan ini maka kontrak PPA di buat dalam jangka 20 tahun. Disamping flat tariff seperti uraian diatas, guna mendapatkan return maksimal, maka PT Girimukti membuat suatu usulan untuk melakukan alternatif pricing strategy, yakni dengan melakukan stagging tariff, yakni tarif bertahap dengan penjelasan sebagai berikut :
Tarif tahun ke 1 – 12 = Rp 548,00/kWh Tarif tahun ke 13 – 20 = Rp 380,50/kWh
Analisis kelayakan proyek di lakukan berdasarkan dua alternatif harga pembelian tersebut di atas yakni terhadap flat tariff dan terhadap stagging tariff. 2.2.4. Development Strategy Guna mendapatkan return terbaik, maka pembangunan PLTM Girimukti akan dilakukan dengan melakukan analisis terhadap dua skenario pembangunan, yakni :
31 )
Skenario-1 : hanya membangun satu unit pembangkit, yakni Girimukti-1 Skenario-2 : membangun dua pembangkit sekaligus dengan sistim seri (cascade) yakni Girimukti-1 dan Girimukti-2
BPP propinsi Jawa Barat = Rp 843/kWh (RUPTL Propinsi Jawa Barat Tahun 2005)
26
Kedua skenario diatas masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian di dalam implementasinya, diantaranya adalah dengan membangun satu pembangkit Girimukti-1 maka investasi yang di butuhkan tidak sebesar apabila di bangun dua pembangkit sekaligus, namun dengan pembangunan dua pembangkit sekaligus pada satu sungai yang sama akan dapat di lakukan penghematan baik dari sisi biaya administrasinya maupun penghematan dan efisiensi di biaya konstruksinya. 2.3. Penjelasan Aspek Teknis 2.3.1. Proses produksi PLTM Sistim kerja PLTM secara sederhana adalah dengan memanfaatkan tinggi jatuh (h) air dengan debit (Q) yang mencukupi sehingga bisa memutar turbin yang dipasang pada tinggi jatuh air dan akhirnya setelah di hubungkan dengan generator akan dapat menghasilkan energi listrik dan disalurkan dengan menggunakan jaringan transmisi/distribusi. Peralatan utama/sistem yang umum terdapat pada PLTM terdiri dari :
Bangunan penyadap (intake) Saluran pembawa (waterway) Bak penenang (head pond) Pipa pesat (penstock) Saluran pelimpah (spillway) Rumah pembangkit (power house) Saluran pembuang (tail race) Turbine Generator dan kelengkapannya Seradang hubung (Switchyard) dan kelengkapannya.
Sistim dan proses kerja PLTM Girimukti dapat dilihat pada diagram gambar 2.9. dibawah ini, dan dapat dijelaskan secara garis besar sebagai berikut: a. Aliran air sungai yang ada di bagian hulu di pasang bendung sehingga tinggi air akan meningkat, dan kemudian dibuat bangunan penyadap (intake) dan saluran pembawa (waterway) untuk membawa air ke kolam penenang (head pond). b. Saluran pembawa akan mangalirkan arus air tersebut ke kolam penenang. c. Dari kolam penenang, aliran air tersebut diluncurkan ke bawah melalui pipa pesat (penstock) dimana pada ujung pipa pesat tersebut di pasang turbine yang diletakkan di rumah pembangkit (power house). Turbine digerakkan oleh arus air yang daya dorongnya telah di perkuat melalui tinggi jatuh (head) air di dalam pipa pesat, sehingga air 27
tersebut memiliki kekuatan untuk memutar turbin dengan kecepatan yang sangat tinggi, dan tubine tersebut selanjutnya di coupling dengan generator yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik. d. Energi listrik yang di produksi selanjutnya di salurkan ke jaringan listrik tegangan rendah/menengah/tinggi melalui seradang hubung (switchyard), dan dari jaringan listrik ini energi listrik disalurkan ke konsumen. e. Bila ketinggian air melebihi tinggi bangunan kolam penenang ataupun bendung, maka aliran air tersebut
akan
melimpah melalui
saluran pelimpah (spillway). f. Aliran air setelah dipergunakan Gambar 2.11. : Diagram skema operasi PLTM
untuk memutar turbine akan dike-
luarkan dari rumah pembangkit melalui saluran pembuang (tail race) untuk kemudian di salurkan kembali ke sungai di bagian hilir. g. Proses yang serupa akan berlangsung sama pada unit Girimukti-2 yakni melalui bendung, kemudian dengan saluran penyadap air dialirkan ke kolam penenang lalu masuk ke pipa pesat yang akan menggerakkan turbin generator pada rumah pembangkit selanjutnya di buang kembali ke sungai. 2.3.2. Proses Pengiriman Produksi GARDU HUBUNG WRK
CB
CB
CB
PLTM Girimukti bisa di beli oleh PLN, maka
CB
energi listrik yang dibangkitkan PLTM Girimukti
CB CB
GARDU HUBUNG GIRIMUKTI
CB
Untuk memastikan bahwa produksi listrik dari
GARDU INDUK BDS
harus memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh
CB
PLN, diantaranya adalah tentang sistim pengi5 KM
300 M
CB
riman energi listrik yang dihasilkan oleh PLTM
CB
Girimukti.
G1
G2
GIRIMUKTI 1
G1
G2
GIRIMUKTI 2
Gambar 2.12. : Skema titik hubung ke jaringan tegangan menegah
Seperti halnya produk barang yang hasil produksinya biasanya dikirim ke pembeli dengan berbagai alat transportasi, maka pada produk hasil energi 28
listrik PLTM Girimukti di kirim ke pembeli yang dalam hal ini PLN, melalui jaringan listrik tegangan menengah (T/M) kapasitas 20 kV milik PLN. Karena energi listrik tersambung ke tegangan menengah, maka PT Girimukti Energi harus mengikuti ketentuanketentuan sambungan jaringan listrik ke sistim interko-neksi tegangan menengah yang ditentukan oleh PLN. Jarak jalur T/M dari pembangkit lis-trik ke titik terdekat jaringan 20 kV milik PLN untuk Girimukti-1 dan Girimukti-2 berturut-turut adalah 8 km dan 3 km. Skema hubungan interkoneksi dari pembangkit Girimukti ke jaringan terdekat milik PT PLN dapat di lihat pada gambar 2.10. diatas. 2.4. Penjelasan Aspek Finansial 2.4.1. Struktur Biaya Investasi Struktur biaya investasi pembangunan PLTM Girimukti secara umum di golongkan dalam dua kelompok utama yakni kelompok pekerjaan Civil Works (termasuk pekerjaan Metal) dan kelompok pekerjaan Mechanical & Electrical (termasuk pekerjaan jaringan distribusi 20 kV). Rincian masing-masing item pekerjaan untuk dua kelompok pekerjaan tersebut dapat di lihat pada tabel 2.2. berikut : ITEM
Lot - I (Civil & Metal Works)
I.1. Civil Works
ITEM
Lot - II (Mechanical & Electrical Works)
2.1. Electrical & Mecanical Equipments
1 Site Clearance
1 Turbine & Auxiliries
2 Weir
2 Generator & Exitation System
3 Intake
3 Transformer & Switcgear
4 Desand
4 Control & Protection Equipment
5 Waterways 6 Head Pond
5 Mandatory Spareparts 6 Other Items
7 Penstock Anchorage/Foundation
6.1. Packaging, Shipment & Insurance
8 Powerhouse & Tailrace
6.2. On-land Transportation
9 Access Road & Bridges 10 Other Support Building I.2. Metal Works
6.3. Engineering Design & Fabrication 6.4. Erection, Commissioning & Training 2.2. Transmission System
1 Penstock Steel Works
1 Transmision Line
2 Pipeline Steel Works
1.1. Conductor AAAC 150 mm2
3 Bifurcation 4 Gates, Bulkheads & Screens
1.2. Mini Tower (350; 11M) 1.3. Cross Arm
4.1. Weir Sluice Gates
1.4. Horn Lighting Arrester & Accessories
4.2. River Intake Gates
1.5. Lighting Arrester & Accessories
4.3. Desand Sluice Gates 4.4. Head Pond Sluice Gates
1.6. MOF 1.7. Fuse
4.5. Penstock Intake Screen 4.6. River Intake Screen
1.8. Disconnecting Switch 2 Sub Station
4.7. Penstock Intake Gates
2.1. Incumming Cubicle for Transf. 20kV/8.8MV
4.8. Intake & Tailrace Stop Lock 4.9. Accessories
2.2. Outgoing cubicle to Cijedil Grid 2.3. Outgoing cubicle to Bandung Selatan Grid 2.4. Bus PT Cubicle 2.5. Lightening Arrester Cubicle 2.6. Incoming Control Cubicle 2.7. Outgoing Control Cubicle 2.8. Synchronous Generator Panel 2.9. On Land Transportation 2.10. Factory Inspection Supervision 2.11. Testing & Commissioning
Tabel 2.2. : Struktur Biaya Kontruksi PLTM Girimukti
29
2.4.2. Struktur Biaya Operasi & Pemeliharaan Struktur biaya produksi pada bisnis PLTM hampir sama dengan struktur biaya yang umum berlaku pada bisnis yang lain, dimana sebagai bahan bakar dari PLTM adalah air, struktur biaya produksi ini diantaranya meliputi :
Biaya Retribusi Air Biaya Operation & Maintenance Biaya Personalia dan Administrasi Biaya Asuransi Biaya Overhaul umumnya pada periode 5 tahunan
2.4.3. Aspek Kelayakan Investasi (Business Feasibility Planning) Kelayakan investasi terhadap strategi pengembangan bisnis PLTM dilakukan kajian melalui proses Capital Budgeting terhadap 3 Strategi Pengembangan, yakni : 1. Strategi Pengembangan hanya pembangunan Girimukti-1 dengan pertimbangan terbatasnya biaya investasi, dengan harga penjualan tetap (flat tariff) 2. Strategi Pengembangan pada pembangunan Girimukti-1 dan Girimukti-2 sekaligus, dengan harga penjualan listrik secara tetap (flat tariff). 3. Strategi Pengembangan pada pembangunan Girimukti-1 dan Girimukti-2 sekaligus, dengan harga penjualan listrik secara bertahap (stagging tariff). Untuk melakukan analisis kelayakan investasi, akan dilakukan kajian finansial terhadap beberapa aspek utama, diantaranya :
Pay Back Period
NPV (Net Present Value)
IRR (Internal Rate of return)
PI (Profitability Index)
ROI (Return on Investment)
2.4.4. Pengertian PBP, NPV, IRR, dan ROI Untuk melakukan analisa kelayakan suatu proyek atau investasi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, di antaranya Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitabiliti Index (PI) dan Return on Investment (ROI). Analisa terhadap perhitungan parameter tersebut memerlukan faktor Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang merupakan hurdle rate atau discount rate. WACC dapat di pergunakan untuk menggambarkan tingkat risiko suatu perusahaan berdasarkan investasi 30
yang di tanamkannya. Formula untuk menentukan discount rate atau WACC adalah sebagai berikut : WACC =
(Cost of debt x debt) + (Cost of Equity x equity) Total Assets
Umumnya, cost of debt (Kd) yang di pakai di Indonesia adalah suku bunga kredit investasi yang berlaku di perbankan Nasional (i loan), sedangkan cost of equity (Ke) dihitung dengan menggunakan pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model), yakni dengan menggunakan rumus :
Ke dimana,
Ke KRF Km – KRF β
= KRF + (Km - KRF) β = = = =
Cost of Equity Risk-free Rate (Suku Bunga Bebas Risiko) Equity Market Risk Premium Reaksi nilai saham perusahaan terhadap volatilitas indeks harga saham di pasar saham
Risk-free Rate (KRF) atau suku bunga bebas risiko, di Indonesia dapat di pakai rujukan dari Suku Bunga Bank Indonesia (SBI-Rate) sebesar 8,25%, sedangkan Equity Market Risk Return (Km) adalah return yang di refleksikan terhadap investasi di pasar saham, dengan asumsi rata-rata return di bursa saham sebesar 16,0%, sehingga nilai Km= 7,75%. WACC dapat di pakai untuk menghitung risiko yang dimiliki suatu investasi dan dapat di gunakan pada perhitungan NPV sebagai discount rate. Selain itu, WACC juga dapat dijadikan sebagai pembanding terhadap IRR, yakni apabila nilai IRR lebih besar dari WACC maka NPV yang di hasilkan akan positif, dengan kata lain investasi tersebut layak secara finansial, sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari WACC, maka nilai NPV suatu proyek akan negatif yang berarti proyek tersebut berpotensi tidak dapat menghasilkan return yang menarik atau dapat dikatakan tidak layak. Net Present Value (NPV) dari suatu proyek atau investasi merupakan performa investasi yang sudah memperhitungkan time value of money. NPV merupakan penjumlahan nilai sekarang (Present Value) dari discounted free cash inflow di kurangi dengan initial investment. Sedangkan Present Value (PV) merupakan nilai sekarang atas nilai uang yang
31
di investasikan pada tahun ke-t (FVt) dengan rate of return (r), atau dapat dijelaskan dengan persamaan berikut : PV =
FVt (1 + r)t
Konsep Net Present Value merupakan instrument keuangan yang memperhitungkan pola cash flow keseluruhan dari suatu investasi, dalam kaitannya dengan waktu berdasarkan discount rate tertentu. Konsep ini tidak di perhitungkan di metode Payback Period. Dengan demikian Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang bersih dari akumulasi nilai uang yang akan datang (dalam hal ini Free Cash Inflow), atau dapat dijelaskan dengan persamaan berikut : n
CFt
Σ (1 + r)
NPV =
CF0
t
t =1
dimana, NPV CFt r CF0
=
Net Present Value
=
Cash Inflow pada tahun ke-t
=
Rate of Return pada WACC
=
Cash Outflow (Initial Investment)
Dari rumus NPV di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu investasi dapat dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar dari nol. Dengan pengembangan rumus tersebut dapat di tentukan nilai Internal Rate of Return (IRR) suatu proyek, yakni rate of return (r) yang menyebabkan nilai NPV = 0, karena Present Value dari Cash Inflow sama dengan Initial Investment. Oleh karena itu IRR dari suatu investasi harus memiliki nilai yang lebih besar dari Rate of Return (r) pada WACC, atau dapat disimpulkan bahwa nilai IRR > WACC. n
0 =
CFt
Σ (1 + IRR)
t
t =1
CF0
Atau, n
CFt
Σ (1 + IRR)
t =1
t
=
CF0
Performa investasi lainnya yang akan dikaji untuk melengkapi performa pada basis time value of money, adalah :
Pay Back Period (PBP) 32
Profitability Index (PI)
Return on Investment (ROI)
Pay Back Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang di dasarkan pada waktu pelunasan biaya investasi oleh akumulasi Free Cash Flow (FCF). Menurut kriteria dari metode ini adalah, suatu proyek dengan pengembalian makin pendek akan semakin baik. Kelemahan dari metode ini adalah PBP tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money), serta tidak mempertimbangkan pemasukan pada periode setelah PBP tercapai. Payback period dihitung dengan memperbandingkan benefit tiap tahun dari suatu investasi dengan jumlah initial investment, yakni dengan menggunakan rumus : Payback Period
=
Net Investment Net Cash flow(year)
Profitability Index (PI) merupakan instrument keuangan yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai investasi sekarang (initial investment). Suatu proyek dikatakan menguntungkan jika PI > 1, sebaliknya tidak menguntungkan bila PI < 1. Rumus yang di pakai untuk menghitung PI adalah :
atau
Return on Investment (ROI) merupakan instrument keuangan yang mudah untuk mengukur tingkat pengembalian ekonomis dari suatu proyek. ROI juga dikenal dengan Return on Total Assets (ROA), yaitu mengukur efektivitas suatu investasi dengan membandingkan net benefit dengan investasi awal (initial investment). ROI menjadi salah satu metode yang paling popular digunakan untuk memahami, mengevaluasi dan membandingkan nilai dari pilihan investasi yang berbeda. Dalam hal untuk menilai tingkat pengembalian ekonomis dari suatu investasi baru, maka ROA atau ROI yang telah memperhitungkan time value of money dihitung dari efektivitas rata-rata Present Value EBIT (Earnings Before Interest and Taxes) berdasarkan discount rate yang sudah ditentukan, terhadap aset yang diinvestasikan atau Initial Investment atau dengan persamaan berikut : 33
ROI
=
average PV Ebit
x 100%
Initial Investment
Nilai ROI ini sangat bermanfaat sebagai informasi para stakeholders, yakni kreditur (untuk melihat potensi terbayarnya bunga pinjaman), Pemerintah (untuk potensi terbayarnya pajak pajak), dan owner equity (untuk melihat potensi keuntungan). 2.5. Akar Masalah Kenaikan harga BBM yang sudah berada di luar batas psikologis dan posisi Indonesia saat ini yang tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak, bahkan sebaliknya, Indonesia kini menjadi negara pengimpor minyak, telah mengakibatkan membengkaknya biaya operasional beberapa industri tidak terkecuali biaya operasional pembangkit listrik terutama yang menggunakan BBM sebagai bahan bakarnya. Kondisi ini telah memaksa beberapa pemilik pembangkit listrik yang menggunakan BBM mulai memikirkan perlunya pembangkit dengan bahan bakar non BBM, salah satu pilihan diantaranya adalah menghidupkan kembali pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air (PLTA). Sementara itu, potensi tenaga air di Indonesia cukup melimpah, namun yang termanfaatkan baru sekitar 14% dari seluruh potensi yang ada, seharusnya hal ini menjadi daya taik bagi investor untuk menanamkan modalnya di bisnis pembangkitan, namun kenyataannya, investor tidak begitu tertarik terhadap bisnis ini. Masalahnya untuk membangun skala daya yang sama, maka biaya investasi PLTM lebih besar jika dibandingkan dengan investasi pembangkit jenis lainnya, sementara tarif pembelian litrik oleh PLN hampir sama Untuk mengetahui tingkat kelayakan dari bisnis pembangkit tenaga air, maka di perlukan suatu analisis yang komprehensif, sehingga investasi di bidang pembangkitan yang semula dianggap kurang menarik, akan dapat menjadi layak dan bahkan menjadi bisnis yang menarik serta profitable bila di implementasikan. Sebagai gambaran, dapat di perbandingkan bahwa dengan PLTD yang menggunakan HSD sebagai bahan bakarnya, data menunjukkan untuk setiap 1 liter HSD (sejenis solar) hanya dapat membangkitkan listrik sebesar 3 kWh, sehingga bila PLTM Girimukti dibangun, yang direncanakan dapat memproduksi energi listrik sebesar 91.874.880 kWh per tahun, berarti akan dapat di hemat pemakaian BBM sedikitnya 30,6 juta liter dalam setahun. Ini merupakan keuntungan tidak langsung yang terjadi bila dilakukan pembangunan PLTM. 34
Akar masalah yang telah diuaraikan di atas selanjutnya dijadikan sebagai alat dalam menyusun alternatif-alternatif solusi bisnis, dengan tahapan analisis sebagaimana di jelaskan pada diagram Gambar 2.11.. berikut. No
Girimukti-1
Business Feasibility Planning (PLTM)
Development Plan
Yes
Kelayakan Investasi
No Girimukti-1& Girimukti-2
Yes
Kelayakan Investasi
No Girimukti-1, Girimukti-2 & CDM
Kelayakan Investasi
Yes
Implementation Plan
Alternatif Terpilih
Analisa Sensitivitas
Gambar 2.13. : Struktur Biaya Kontruksi PLTM Girimukti
35
36