BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1. Conceptual Framework
Gambar 2.1. Conceptual Framework Conceptual Framework (kerangka pemikiran) dari proyek akhir ini diawali dengan 3 faktor, yaitu: •
Market condition (kondisi pasar) untuk menganalisa kondisi pasar industri telekomunikasi selular di Bandung.
•
Value proposition untuk menganalisa values yang ditawarkan oleh perusahaan provider layanan telekomunikasi selular di Bandung kepada konsumen.
•
Consumer (konsumen) untuk menganalisa konsumen telekomunikasi selular itu sendiri di Bandung.
Berdasar pada hasil analisa dari ketiga faktor tersebut, akan disusun marketing strategy dengan mengelompokkan konsumen dengan segmentasi yang spesifik. Kemudian berdasar pada hasil segmentasi tersebut akan dipilih segmen-segmen yang sesuai untuk
11
dijadikan target. Setelah itu akan disusun suatu positioning yang sesuai dengan targettarget yang telah ditetapkan tersebut. Berdasar pada marketing strategy yang telah ditetapkan, akan disusun suatu marketing mix (bauran pemasaran) yang akan dapat diimplementasikan di wilayah Bandung untuk dapat mencapai activation growth (pertumbuhan aktivasi) yang signifikan. 2.2. Analisis Situasi Bisnis Industri telekomunikasi selular di Bandung saat ini berada dalam posisi Hot Spot bila ditinjau dari market space versi Peter Fisk. “Hot Spots, where demand converges and all brands seek to play.” (2006:33) 2.2.1. Market Condition
Gambar 2.2. Analisis Porter 5 Forces Industri Telekomunikasi Selular di Bandung Dengan menggunakan analisis 5 Forces dari Michael E. Porter, sebagaimana tertuang dalam buku Competitive Strategy, “...the key aspect of the firm’s environment is the industry or industries in which it competes. Industry structure has a strong influence in determining the competitive rules of the game as well as the strategies potentially available to the firm." (2004:3) 12
Dengan menggunakan analisis 5 Forces dari Michael E. Porter. kondisi pasar dari industri telekomunikasi selular di Bandung dapat tergambarkan dengan lebih jelas. Persaingan di industri ini semakin ketat, terutama disebabkan oleh banyaknya brand baru yang masuk. Barrier to entry dari industri ini relatif kuat. Untuk dapat memasuki industri ini, dibutuhkan modal yang sangat besar dengan infrastruktur yang banyak dan teknologi yang memadai. Selain itu juga dibutuhkan perijinan dari pihak pemerintah Republik Indonesia. Saat ini, telah terdapat 10 perusahaan provider telekomunikasi selular yang beroperasi di Bandung dengan mengusung 22 brand. •
Telkomsel Simpati
•
Telkomsel Halo
•
Telkomsel Halo Hybrid
•
Telkomsel As
•
Indosat Mentari
•
Indosat IM3
•
Indosat Matrix
•
Indosat Star One
•
XL Xplore
•
XL Bebas
•
XL Jempol
•
3 pra-bayar
•
3 pasca bayar
•
NTS Axis
•
Telkom Flexi Trendy
•
Telkom Flexi Classy
•
Esia pra-bayar
•
Esia pasca bayar
•
Fren pra-bayar
•
Fren pasca bayar
•
Hepi
•
Sinar Mas SMART
13
Selain itu, masih terdapat subtitusi berupa layanan telekomunikasi fix line dan public phone berupa warung telekomunikasi (WARTEL) dan telepon umum yang menggunakan kartu atau pun koin. Konsumen dapat juga menggunakan layanan instant messaging dan voice chat melalui koneksi internet dan komunikasi melalui gelombang radio dengan menggunakan perangkat khusus seperti handy talkie. Di sisi supplier, provider telekomunikasi selular di Bandung sangat bergantung pada perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi itu sendiri, yang didominasi oleh Nokia Siemens dan Ericsson, menurut Fari Salman Suhud, Branch Manager 3 (PT HCPT) untuk wilayah Jawa Barat (wawancara pribadi, 10 April 2008). Masih menurut Fari, 3 sedang menjajaki kemungkinan untuk melakukan strategic partnership dengan Excelcomindo untuk menggunakan Base Transceiver Station (BTS) bersama. Di sisi distributor dan retailer, terdapat korelasi yang kuat antara permintaan dari pelanggan dan minat dari distributor dan retailer untuk menyediakan space bagi produk dari provider di display mereka, menurut Ronald Sahir, Direktur PT. Dwi Daya Usaha Perkasa; yang merupakan authorized dealer 3 untuk wilayah Jawa Barat (wawancara pribadi, 10 April 2008). Daya tawar konsumen di industri ini relatif kuat, disebabkan oleh banyaknya perusahaan provider telekomunikasi selular yang beroperasi di Bandung yang dapat menjadi pilihan bagi konsumen. Konsumen memiliki akses yang mudah untuk memperoleh informasi yang dapat membantunya untuk memilih provider yang akan dipergunakan, melalui media majalah, internet, komunitas dan retailer. Melalui informasi tersebut, konsumen dapat memilih provider yang sesuai dengan life style dan tingkat mobilitasnya. Dan bila konsumen memutuskan bahwa ada provider yang lebih sesuai, konsumen tersebut dapat pindah (churning) dengan mudah. Kondisi politik di Indonesia cukup berpengaruh terhadap industri telekomunikasi selular ini, terutama dari sisi regulasi. Pemerintah Republik Indonesia menetapkan regulasi di setiap aspek, mulai dari kebijakan harga; pembangunan BTS; sampai kepemilikan saham. Perusahaan provider terutama sering terbentur dengan kebijakan pemerintah pusat yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah daerah yang merasa memiliki otonomi sendiri, menurut Fari Salman Suhud (wawancara pribadi, 10 April 2008). 14
Perekonomian di Indonesia berada di kondisi yang fluktuatif, dengan tingkat inflasi 8.96% per April 2008 meningkat dari 6.29% per April 2007, walau menurun dari 14.55% per September 2006 (www.bi.go.id). Suku bunga BI Rate dari Bank Indonesia pun berfluktuasi, 8.25% per Mei 2008 dibanding 8.75% per Mei 2007 dan 12.5% per Mei 2006. Kondisi perekonomian yang masih belum stabil ini akan memberikan dampak yang signifikan bagi perusahaan dan konsumen di industri telekomunikasi selular ini. Selain itu, pengaruh globalisasi dan perubahan gaya hidup (life style) juga memberikan kontribusi pengaruh yang cukup signifikan. Dengan adanya efek globalisasi, arus pertukaran informasi dan pola hidup antar budaya akan semakin cepat dan sulit untuk dibendung. Akibatnya, penetrasi pasar untuk produk dan jasa berbasis teknologi ini akan semakin mudah, karena didukung oleh needs yang timbul dari globalisasi dan perubahan life style tersebut. Berdasar pada hasil analisis 5 Forces menggunakan metode dari Michael Porter, market condition dari industri telekomunikasi selular di Bandung masih sangat potensial. Masih banyak peluang yang bisa diraih, walau harus memberikan perhatian penuh untuk menghadapi persaingan yang ketat. 2.2.2. Value Proposition Value proposition yang ditawarkan oleh 3 pada saat launching, yaitu layanan telekomunikasi selular non FWA dengan biaya yang relatif sama dengan layanan telekomunikasi selular FWA, pada saat ini telah kehilangan signifikasinya karena hampir seluruh operator di industri ini telah ikut menurunkan harga. Bila 3 ikut menurunkan harga menjadi lebih murah lagi, tidak menjamin akan berhasil meningkatkan daya tarik dari value proposition yang ditawarkan. Karena dengan kondisi industri telekomunikasi selular di Indonesia saat ini, tindakan menurunkan harga kemungkinan besar hanya akan memancing pesaing untuk melakukan tindakan yang sama, dengan copycat strategy.
15
Oleh sebab itu, 3 perlu menyusun suatu value proposition baru yang disesuaikan dengan segmentasi, targeting dan positioning sehingga dapat tampil lebih menarik bagi konsumen. 2.2.3. Consumer Konsumen layanan telekomunikasi selular di Bandung memiliki kecenderungan untuk menggunakan lebih dari satu provider layanan telekomunikasi selular. Berdasar pada penelitian di lapangan dengan melakukan survei pada 100 orang, 74% dari responden menggunakan lebih dari satu provider layanan telekomunikasi selular.
Jumlah Provider yang Digunakan dalam 1 Tahun Terakhir
9%
2%
3% 26% 1 2 3 4
22%
5 6 38%
Gambar 2.3. Grafik Jumlah Provider yang Digunakan dalam 1 Tahun Terakhir oleh Konsumen di Bandung Masih berdasar pada survei yang sama, konsumen layanan telekomunikasi selular di Bandung rata-rata menggunakan 2.33 provider dalam satu tahun terakhir. 27% dari responden tersebut menggunakan provider dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah handphone yang mereka miliki. Hal tersebut menunjukkan kecenderungan konsumen layanan telekomunikasi selular di Bandung untuk berganti provider dalam waktu yang relatif singkat. Perilaku ini dapat dimanfaatkan oleh 3 untuk meningkatkan jumlah konsumen pemakai 3. Salah satunya yaitu dengan cara merebut konsumen dari provider lain. 2.2.4. Segmentation, Targeting dan Positioning Segmentation, Targeting dan Positioning (STP) yang dilakukan oleh 3 tidak terfokus. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prepaid Product Manager 3, Hermansjah Iman 16
Haryono, “HCPT did not target specific market segments. Our surveillence team found out that most of our customers are students. However, we hope that our products will also be favored by all segments (of the market).” (www.thejakartapost.com, 2007) Pernyataan tersebut juga dikonfirmasi oleh Fari Salman Suhud. Beliau menyatakan bahwa selama ini 3 memang belum melakukan segmentasi konsumen di Indonesia dan terlebih lagi di Bandung (wawancara pribadi, 10 April 2008). Akibatnya, 3 juga tidak dapat melakukan targeting secara spesifik, yang menyebabkan positioning 3 di benak konsumen menjadi tidak jelas. Masih menurut Fari Salman Suhud, 3 belum melakukan segmentasi karena pihak manajemen menganggap bahwa konsumen layanan telekomunikasi selular di Indonesia dan di Bandung pada khususnya tidak dapat lagi disegmentasi berdasar pada segmentasi demografis, seperti usia; jenis kelamin; profesi atau pun pendapatan. Konsumen layanan telekomunikasi selular tersebut harus disegmentasi dari sisi psikografis (wawancara pribadi, 10 April 2008). Menurut David W. Cravens dan Nigel F. Piercy, segmentasi memeberikan kesempatan bagi perusahaan untuk dapat menawarkan produk dengan kapabilitas yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan diperlukan oleh konsumen. (Cravens & Piercy, 2006:99) 2.2.5. Marketing Mix Karena tidak memiliki segmentation, targeting dan positioning yang terfokus, marketing mix yang diimplementasikan oleh 3 di Bandung menjadi tidak terfokus pula. Brand 3 cenderung seolah-olah membidik seluruh konsumen yang ada, tanpa memikirkan perbedaan needs dan wants dari masing-masing konsumen. Sebagai contoh, dalam promosi melalui media televisi 3 menampilkan diri sebagai provider telekomunikasi selular bagi anak kecil usia sekolah dasar. Di sisi lain, 3 melakukan bundling promotion dengan menjual voucher perdana bersama CD (compact disc) lagu-lagu dari band U2, band internasional asal Irlandia yang menjadi ikon generasi tahun 1980-1990an.
17
Kemungkinan besar, anak-anak usia sekolah dasar tidak menganggap CD U2 tersebut sebagai promosi yang menarik, bahkan mungkin mereka tidak mengenal band tersebut. 2.2.6. Activation Growth Menurut Fari Salman Suhud, walau activation growth yang telah dicapai oleh 3 sudah cukup baik, yaitu telah mencapai 1.89% market share, tapi masih cukup jauh dari target perusahaan yang sebesar 4%. PT HCPT sangat mengharapkan brand 3 untuk dapat mencapai activation growth yang signifikan untuk dapat menutup biaya investasi yang sangat besar (wawancara pribadi, 12 April 2008). Menurut Ronald Sahir, 3 juga mengalami hambatan untuk mencapai activation growth sesuai target perusahaan karena banyak retailer yang merasa enggan untuk menyediakan produk 3 di display mereka. Masih menurut Ronald Sahir, retailer merasa enggan karena permintaan dari konsumen itu sendiri tidak cukup signifikan (wawancara pribadi, 10 April 2008). 2.3. Akar Masalah Akar masalah dari penelitian ini telah terdefinisikan dengan baik. Pihak manajemen dari PT HCPT telah menyadari bahwa perlu dilakukan proses segmentation guna mempertajam marketing strategy untuk brand 3.
18
Gambar 2.3. Akar Masalah Oleh sebab itu, sesuai dengan keinginan pihak manajemen PT HCPT, penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk menyusun suatu segmentation dari konsumen layanan telekomunikasi selular di Bandung.
19
20