BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1. Merumuskan Peta Pemikiran Konseptual Peta Pemikiran Konseptual (Conceptual Framework) merupakan suatu alat bantu bagi penulis dalam menentukan akar permasalahan dari isu bisnis yang ada saat ini. Kriteria dari sebuah Peta Pemikiran Konseptual yang baik adalah memiliki rigor and relevan yang seimbang, artinya •
Memiliki landasan teori yang cukup.
•
Relevan dengan konteks bisnis yang ada.
Peta Pemikiran Konseptual pada proyek akhir ini adalah sebagai berikut Demand Forecasting
ROP, ROQ dan SS
Koordinasi
Kemampuan supplier
Inventory Management
Lead Time
Key Performance Penggunaan teknologi
Indicator (KPI)
Proses Procurement
Gambar 2.1. Peta Pemikiran Konseptual Inventory Management sebagai subjek dari proyek akhir ini memiliki beberapa faktor pendukung. Faktor pendukung tersebut adalah Koordinasi, Kemampuan supplier, Lead time, Proses Procurement, Key Performance Indicator (KPI), Penggunaan teknologi, ROP, ROQ dan SS, dan Demand Forecasting. Pada proyek akhir ini, penulis mencoba memberikan gambaran keadaan masing-masing faktor pendukung tersebut di Chevron Indonesia Company (CICO). Faktor-faktor pendukung tersebut juga menjadi batasan pembahasan pada proyek akhir ini.
21
2.1.1
Inventory Management
Tujuan utama dari inventory management adalah menjaga investasi di inventory pada level yang optimal, yaitu dimana tujuan dan objektif dari bisnis dapat dicapai. Di dalam kegiatan sehari-hari di Chevron Indonesia Company (CICO), posisi Inventory Management dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.2. Posisi Inventory Management dalam perusahaan Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa Inventory management merupakan perantara antara pemasok dan user. Inventory management bertugas menerima semua order barang dari user, mencari pemasok barang, menyimpan barang di gudang dan mengirimkan barang yang dibutuhkan oleh user sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Inventory Management juga bertanggung jawab kepada manajemen perusahaan. Manajemen perusahaan termasuk di antaranya pemimpin puncak Chevron, semua bagian dalam struktur organisasi Indo Asia Business Unit (IBU) dan BP Migas sebagai pegawas dari Pemerintah. Setiap tahunnya, manajemen perusahaan melakukan audit terhadap hasil kerja dari Inventory Management. Dari audit tersebut kita dapat melihat apakah hasil kerja Inventory Management telah melalui proses yang tepat, sesuai dengan peraturan yang berlaku, diantaranya Peraturan BPMIGAS 007/PTK/VI/2004 tentang Rantai Pasok. Di dalam kegiatan sehari-harinya, Inventory Management mengenal beberapa definisi-definisi, di antaranya: •
Inventory adalah item dari stok yang tercatat di JDE dalam bentuk tangible dan intangible asset.
22
•
Inventor control adalah bagian dari organisasi Departemen Procurement.
•
Warehouse adalah pengawas dari inventory dan berada di bawah Departemen Logistic.
Untuk memperjelas ruang lingkup kerja dari Inventory Control dan Warehouse, maka dibuatlah pembagian tanggung jawab, yaitu: •
Inventory control bertanggung jawab terhadap inventory master, stock level setting, stock order replenishment, proposal write-off, dan transfer agreement document.
•
Warehouse merupakan pengawas yang berada di bawah Departemen logistic yang bertanggung jawab atas: o Physical Inventory o Receiving o Issuing o Transfer o Shipping o Binning o Maintaining of material
Di dalam pelaksanaan tugasnya, bagian inventory melayani kebutuhan untuk •
Chevron Indonesian Company (CICO)
•
Chevron Makasar Limited (CML)
•
Chevron Rapak Limited (CRL)
•
Chevron Ghana Limited (CGL)
Untuk CICO dan CML •
Sudah melakukan kegiatan produksi.
•
Memiliki Cost recovery/intangible dan Non Cost recovery/tangible.
Untuk CRL dan CGL •
Kegiatan eksplorasi.
•
Semua barang yang dibeli Non Cost recovery/tangible.
•
Tidak memiliki cost recovery/intangible.
23
Pengelompokan item stock Inventory master mengelompokkan stok kedalam beberapa tipe dan kelas. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan item inventory ke dalam satu kelompok berdasarkan jenis
equipment
atau
berdasarkan
komoditi
agar
mempermudah
untuk
mengidentifikasi, pengorderan dan pelaporan. Kode pengelompokkan berdasarkan AUSLANG method. Untuk master list dan laporan BP MIGAS, Material and Equipment Standard Codes (MESC) atau KIMAP (Kode Identifikasi Material Pertamina) juga ditentukan. Kodenya ditampilkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kode barang berdasarkan KIMAP No
Kode
1
A
2
Jenis Barang
Jumlah item
Persentase (%)
Drilling Material
3251
10,5
B
Plant and Machinery
10262
33,13
3
C
Transportation
1327
4,3
4
D
Machinery Accessories and
4540
14,65
443
1,4
Instrument 5
E
Building, Tank and Shop Equipment
6
F
Electrical
3819
12,3
7
G
Tubular, Valves, Fitting and
4034
13
and
1118
3,6
Paint, Oils, Chemicals and
369
1,2
-
-
1806
5,8
30969
100
Flanges 8
H
Building
Material
Hardware 9
I
Laboratory 10
J
Medical
11
K
Household, Office Supply, F&S Total
24
Stock Classes Untuk stock classes berdasarkan JDE sistem yang dipakai Chevron Indonesia Company (CICO) saat ini. Table 2.2 Stock Classes berdasarkan JDE sistem No 1
Kode
Penjelasan
Persentase (%)
IN
Untuk stok operation yang harus selalu ada setiap waktu dan
14
ratingnya kritikal. Apabila stok pada kelas ini tidak ada, maka kegiatan produksi akan berhenti. 2
CS
Untuk stok non critical tetapi harus distok untuk kebutuhan
24
operasional sehari-hari. 3
OR
Untuk stok item yang pembeliannya berdasarkan permintaan
18
user saja. 4
DN
Untuk stok item yang tidak berpindah lebih dari 5 tahun atau
44
tidak akan dipakai lagi oleh user di masa datang. Total
100
Statistic Code Statistic code ditujukan untuk mengidentifikasi inventory item yang Tangible (TA or IN 20) dan Intangible (IT or IN 21). •
Tangible Inventory, terdapat dalam balance sheet dan cost recovered nya setelah barang tersebut dipakai. Contohnya barang-barang drilling dimana akan dilakukan cost recovered apabila kegiatan drilling tersebut berhasil.
•
Intangible Inventory, adalah item yang dapat diuangkan segera dan cost recovered dapat langsung di lakukan. Contohnya: barang-barang produksi.
Penilaian dan biaya Inventory 1. Penilaian Inventory Penilaian inventory menggunakan Average Valuation Method, dimana metode ini membagi jumlah total harga (value) dari masing-masing item inventory dengan jumlah unit yang ada tersimpan (on hand), setelah menerima setiap order. 2. Biaya Inventory •
Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
•
Biaya penyimpanan (Holding cost)
25
Berdasarkan bisnis secara umum, penentuan biaya penyimpanan adalah 20% dari investasi di inventory, seperti di bawah ini: o Bunga dari investasi
10%
o Pajak dan asuransi
1%
o Warehousing dan Storage handling
3%
o Down grade or shrinkage of stock
1%
o Obsolete or dead stock
5%
(Sumber: Inventory Control Procedure, Unocal, 2005, p.6) Pada proyek akhir ini, peneliti membatasi penelitian pada •
Kebutuhan Chevron Indonesia Company (CICO)
•
Proses procurement untuk barang-barang stok yang kritikal (stock class IN) Komposisi stok yang kritikal dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3. Komposisi stok kritikal Stock Type A B C D E F G H I J K L Total
Jumlah
Persentase
72 3688 3 283 14 68 83 2 48 49 93 4403
1.64% 83.76% 0.07% 6.43% 0.32% 1.54% 1.89% 0.05% 1.09% 1.11% 2.11% 100%
Total item barang untuk stok yang kritikal adalah 4403. Dari tabel terlihat bahwa Stock Type B memiliki persentase terbesar. Stok tersebut termasuk diantaranya adalah suku cadang mesin (Contoh: Solar part engine, Caterpilar engine dan lain-lain). •
Koordinasi antara user, Inventory management (procurement dan inventory control) dan pemasok.
•
Proses demand forecasting hanya untuk barang-barang stok yang kritikal.
•
Data-data yang tersedia hanya dua tahun ke belakang (2005 – 2006). Oleh karena itu perhitungan akan berdasarkan data dua tahun tersebut.
26
2.1.2. Demand Forecast Demand forecast merupakan hal yang penting di dalam inventory management. Dengan demand forecast, maka perusahan dapat menjadualkan kegiatannya. Demand forecast yang akurat dapat menjadi salah satu penentu suksesnya suatu bisnis. Untuk mendapatkan demand forecast yang akurat, maka diperlukan dukungan dari semua pihak yang terkait. Dukungan tersebut dapat berupa data-data yang jelas dan Up date mengenai keadaan pasar, keuangan, kebutuhan dan lain-lain. Pada prakteknya di CICO, Inventory control mendapatkan data-data pendukung demand forecast dari usage plan user (lihat Gambar 2.3). Selain itu, metode yang digunakan untuk membuat demand forecast juga menentukan tingkat akurasi dari forecast itu sendiri. Saat ini, metode yang dipakai adalah jumlah kebutuhan total tahun lalu menjadi forecast untuk tahun depan. Semakin akurat satu forecast, maka semakin mudah kita membuat perencanaan, baik dalam hal penjadualan pembelian/pengisian ulang stok maupun dalam mengontrol perputaran barang inventory. Semakin sering barang inventory berputar maka akan semakin baik. Begitu juga dengan lead time, semakin tinggi akurasi forecast, maka semakin mudah kita mengontrol/mengurangi lead time.
Inventory control
User
Historical Data
Demand Forecast
Usage Plan
Metode
Gambar 2.3. Proses Pembuatan Demand Forecast Idealnya usage plan dibuat setahun sekali di awal tahun. Namun untuk mengakomodir adanya perubahan terhadap usage plan, maka diadakan pertemuan antar user dengan inventory control setiap kuartal.
27
Demand forecast dituangkan dalam satuan dollar. Nilai Demand Forecast didapat dari jumlah kebutuhan total dalam satu periode dikali dengan harga terakhir dalam kontrak. Contoh estimasi nilai Demand forecasting untuk tahun 2006, berdasarkan total pemakaian tahun 2005, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.4. Estimasi Nilai Demand Forecasting untuk tahun 2006 Kode
Satuan unit
976 53256
SK EA
Estimasi Nilai Aktual Total Class Type pemakaian Demand Forecast Kebutuhan Selisih SS ROP ROQ 2006 ($) 2006 2005 16.4198 IN I 847 13907.5706 11592.3788 2315.192 400 600 600 196.0948 IN B 19 3725.8012 4314.0856 -588.284 20 28 28 Harga
Setelah diketahui estimasi nilai demand forecast, maka inventory control akan mengeluarkan Contracting plan (CP) yang bertujuan meminta dana untuk pengadaan barang tersebut. Apabila CP telah disetujui maka pihak procurement akan membuatkan kontrak jangka panjang (blanked order contract). Kontrak jangka panjang diatur dalam peraturan BP MIGAS 007/PTK/VI/2004 tentang Rantai Pasok. Kontrak jangka panjang akan habis jika mencapai akhir periode atau mencapai nilai estimasi kontrak. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat contoh berikut. Aktual pemakaian 976 tahun 2006 dapat dilihat pada grafik di bawah ini Kebutuhan Aktual 976 120
Jumlah
100 80 2006
60
2005
40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Grafik 2.1 Kebutuhan aktual 976 tahun 2005 dan 2006 Jika dibandingkan dengan tahun 2005, maka pemakaian tahun 2006 menurun.
28
Jumlah
Kebutuhan aktual 53256 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2005 2006
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Periode
Grafik 2.2 Kebutuhan aktual 53256 tahun 2005 dan 2006 Jika dibandingkan dengan tahun 2005, maka pemakaian tahun 2006 meningkat. Tabel 2.5 Data aktual 2006 dibandingkan tahun 2005 Kode
Satuan unit
Harga
Class
000000976 000053256
SK EA
16.4198 196.0948
C C
Total pemakaian 2005 847 19
Estimasi Nilai Aktual Demand Forecast Kebutuhan Selisih 2006 ($) 2006 13907.5706 11592.3788 2315.192 3725.8012 4314.0856 -588.284
Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk item 976 estimasi awal kelebihan sebesar $ 2,315.192 atau 16,6% dibandingkan dengan aktual. Sedangkan untuk item 53256 estimasi awal kekurangan sebesar $ 588,284 atau 16% dibandingkan dengan aktual. Dengan tingkat kecepatan pemakaian (rata-rata kebutuhan) 976 yang berbeda antara estimasi (2005) dan aktual (2006) (lihat Grafik 2.3), maka ketika jumlah barang yang diorder (ROQ) sama, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali akan berbeda antara estimasi dan aktual. Waktu estimasi yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali (T1) akan lebih pendek dari waktu aktual yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali (T2). Dengan kata lain, kecepatan pemakaian barang pada saat estimasi awal lebih cepat dari kecepatan aktual pemakaian barang tersebut. Salah satu faktor penentu jumlah barang yang diorder (ROQ) adalah jumlah pemakaian untuk satu periode. Apabila kecepatan pemakaian berbeda, maka jumlah pemakaian untuk satu periode berbeda. Dengan rumusan EOQ, maka akan mendapatkan nilai ROQ yang berbeda untuk setiap periode. Pada kasus 976, dengan nilai ROQ yang sama untuk kecepatan pemakaian yang berbeda, maka nilai ROQ tersebut tidak mencapai titik ekonomis order itu sendiri (Economic Order Quantity/
29
EOQ). Akibatnya jumlah inventory rata-rata dalam satu periode aktual meningkat. Seharusnya nilai ROQ untuk periode berikutnya lebih kecil dari estimasi awal. Apabila 976 dicover oleh blanked order contract, maka ketika periode kontrak tersebut habis, nilai kontrak tidak terpenuhi. Kecepatan pemakaian 976 1400
T2
1200 Jumlah
1000 2005
800
2006
600
ROP
400
T1
200 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Periode
Grafik 2.3. Grafik kecepatan pemakaian 976 Pada kasus 53256, kecepatan pemakaian aktual (2006) lebih cepat dari kecepatan pemakaian pada estimasi awal (2005). Dengan jumlah order barang yang sama (ROQ), maka waktu estimasi yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali (T1) akan lebih panjang dari waktu aktual yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali (T2). Akibatnya nilai ROQ tidak ekonomis lagi karena jumlah kebutuhan aktual dalam satu periode lebih besar dari estimasi awal. Jumlah barang yang diorder tidak bisa memenuhi aktual kebutuhan. Apabila 53256 dicover oleh blanked order contract, maka sebelum periode kontrak habis, nilai kontrak telah tercapai. Akibatnya, akan ada procurement baru untuk pemenuhan order berikutnya. Kecepatan pemakaian 53256 60
Jumlah
50 40
2005
30
2006
20
ROP
T2
10
T1
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Periode
Grafik 2.4. Grafik kecepatan pemakaian 53256 30
Dari data Grafik 2.5 didapat bahwa untuk kritikal item, 88% forecast 2006 melebihi dari aktual kebutuhan 2006. Sedangkan 12% forecast 2006 lebih kecil dari aktual kebutuhan 2006. Di sini terlihat bahwa terjadi penurunan kebutuhan dari tahun sebelumnya. Tetapi penurunan tersebut tidak terprediksi sebelumnya oleh inventory control. Hal tersebut terjadi karena metode yang dipakai inventory control adalah forecast tahun depan sama dengan total jumlah kebutuhan tahun lalu.
Persentase forecast 2006
12%
Forecast > Aktual Forecast < Aktual
88%
Grafik 2.5. Persentase Forecast 2006 Kelebihan forecast dan kekurangan forecast membawa dampak jangka panjang, yaitu: •
Kelebihan forecast akan mengakibatkan kelebihan jumlah barang yang diorder (ROQ). Apabila ini terus dilakukan, maka akan mengakibatkan jumlah inventory meningkat terus.
•
Kekurangan forecast akan mengakibatkan adanya penambahan proses procurement untuk kontak baru atau pembelian tambahan. Adanya prose ini mengakibatkan total lead time (eksternal lead time + Internal lead time) barang akan bertambah panjang karena adanya penambahan internal lead time. Apabila permintaan barang selama menunggu proses procurement dan pengiriman barang tersebut melebihi dari stok yang tersedia (ROP), maka permintaan tersebut tidak dapat terlayani atau terjadi stock out.
Dengan metode forecast yang lama, inventory control akan menetapkan semua parameter (SS, ROP, ROQ) berdasarakan data-data tahun lalu. Dengan adanya 31
kecenderungan kebutuhan yang menurun, maka parameter tersebut tidak lagi mewakili keadaan sebenarnya. Penjelasan lebih lanjut SS, ROP dan ROQ dapat lihat pada sub bab 2.1.9.ROP, ROP dan SS.
2.1.3. Koordinasi Inventory management merupakan suatu kerja tim. Jadi tidak mungkin hanya dilakukan oleh satu orang / bagian saja. Semakin banyak pihak yang terlibat maka akan semakin baik inventory management dilakukan. Dengan catatan bahwa semua pihak tersebut memiliki tujuan yang sama dan juga saling berkoordinasi satu dengan yang lain. Koordinasi dapat dilakukan antara user dengan inventory control, antara inventory control dengan buyer, antara buyer dengan pemasok dan lain lain. Mekanisme koordinasi antar bagianpun harus jelas, karena ketidaktahuan terhadap mekanisme akan menghambat koordinasi itu sendiri.
Gambar 2.4. Koordinasi antar bagian Koordinasi-koordinasi yang dilakukan di CICO antara lain: •
Koordinasi untuk pembuatan usage plan. Media komunikasi yang digunakan dalam pembuatan usage plan adalah email, telepon, tatap muka (review meeting), Sistem JDE dan ARIBA. Pada tahap awal koordinasi, User akan mengirimkan rencana usage plan ke pemimpin masing-masing departemen/bagian (contoh pimpinan drilling departement, inventory control dan procurement) dalam bentuk soft copy dengan menggunakan email. Apabila semua pemimpin menyetujui pra usage plan, maka mereka akan mengirimkan email konfirmasi ke user yang
32
bersangkutan. Apabila ada pertanyaan selama proses persetujuan, telepon, email dan tatap muka merupakan media komunikasi yang biasa dipergunakan. Apabila pra usage plan sudah disetujui, maka usage plan tersebut akan di print out dan ditandatangani oleh pemimpin departemen tersebut. Kemudian hasil usage plan akan di input ke dalam sistem JDE dan ARIBA oleh inventory control. Semua kegiatan procurement akan mengacu pada data-data yang ada di JDE dan ARIBA. •
Koordinasi untuk pembuatan Kontrak Jangka Panjang (Blanked Order Contract) Untuk membuat kontrak jangka panjang, procurement harus mempersiapkan data-data pemasok untuk barang-barang stok sesuai usage plan. Biasanya, untuk kontrak jangka panjang akan melalui proses Direct Selection (DS) atau Direct Appointment (DA). Pemasok yang dapat mengikuti proses DA dan DS untuk barang stok adalah agen tunggal. Hal ini dilakukan untuk menjamin keaslian suku cadang yang akan dipasok. Apabila proses procurement (DA atau DS) untuk kontrak jangka panjang telah selesai dilaksanakan, maka kontrak dapat ditanda-tangani oleh pemasok dan pimpinan departemen. Proses persetujuan kontrak jangka panjang melalui mekanisme bertingkat tergantung dari besarnya nilai kontrak.
•
Koordinasi untuk pembuatan Purchase Request (PR) dan Purchase Order (PO) Apabila level inventory telah mencapai ROP, maka inventory control akan mengeluarkan PR dengan menggunakan sistem JDE dan ARIBA. PR akan diproses oleh buyer. Untuk barang stok yang telah dicover oleh kontrak jangka panjang (blanked order contract), buyer dapat langsung mengeluarkan PO dengan syarat nomor
kontrak harus disertai di PO. Pembuatan PO
dilakukan pada sistem ARIBA. PO akan di print out oleh buyer dan harus disetujui oleh pimpinan procurement. Sedangkan untuk barang stok yang tidak dicover oleh kontrak jangka panjang, maka buyer harus melakukan prose procurement terlebih dahulu. Semua bukti yang menyangkut kegiatan procurement harus dalam bentuk hard copy. •
Koordinasi untuk pengiriman barang PO akan dikirimkan ke pemasok atau pemasok yang akan mengambilnya sendiri ke kantor CICO. Semua PO dalam bentuk hard copy. Di dalam PO 33
akan ditentukan kemana barang akan dikirim, ke warehouse Penajam atau Tanjung Santan. Pemasok mengirimkan barang ke warehouse melalui beberapa alternatif seperti kapal laut, transportasi darat dan udara. Barang dan dokumen pengiriman akan diterima pihak warehouse. Pihak warehouse akan mengecek apakah barang yang dikirim sesuai dengan yang diorder. Apabila sesuai, maka pihak warehouse akan menandatangani dokumen pengiriman dan mengembalikannya ke pemasok. Setelah itu maka pihak warehouse berkewajiban untuk mengupdate level inventory di sistem JDE. •
Koordinasi distribusi barang Apabila user membutuhkan barang stok di gudang, maka ia harus mengisi Warehouse Request (WR) yang ada disistem JDE. Apabila barang yang dimaksud
tersedia
digudang,
maka
pihak
warehouse
akan
segera
mengirimkan barang ke user. Apabila barang telah diterima user di lapangan, maka user berkewajiban untuk mengupdate level inventory di sistem JDE. Apabila barang tidak tersedia, maka warehouse akan memberi tahu user melalui email dan dimasukkan ke sistem. Sistem akan memberi warning ke inventory control bahwasannya stok untuk barang yang dimaksud sudah tidak tersedia. Inventory control akan segera mengeluarkan PR. Aliran barang dan informasi yang terjadi di Procurement Management terlihat pada Gambar 2.5. Secara garis besar, aliran barang dan informasi di Procurement Management melibatkan tiga bagian, yaitu pemasok/agent tunggal, Procurement Management, dan End user. Untuk aliran informasi diwakili oleh garis biru putusputus. Sedangkan aliran barang diwakili oleh garis hitam. Aliran informasi bermula dari adanya permintaan dari end user untuk menyediakan barang/suku cadang di gudang. Permintaan tersebut dituangkan dalam bentuk usage plan. Usage plan harus terlebih dahulu disetujui oleh pihak yang berwenang seperti manajer bagian. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui sistem. Sistem yang dipakai oleh CICO sekarang ini adalah JDE dan ARIBA. User dan procurement berkoordinasi melalui sistem, email, telepon dan bertemu langsung. Selain itu juga, User diminta untuk melengkapi form-form yang sesuai jenis kegiatan. Apabila telah selesai dilaksanakan, maka user akan mencetak dan meminta tanda-tangan pihak
34
berwenang serta mengirimkannya ke procurement sebagai dasar untuk melakukan proses selanjutnya.
Chevron Indonesia Company (CICO) Procurement Management
Warehouse at Penajam
Suppliers and solo agents
Material Flow
End User ( Drilling, Maintenance, Operation, etc)
South (Sepinggan, yakin, Terminal lawe-lawe dan base camp, Kantor Pasir Ridge)
Procurement
Warehouse at Tanjung Santan
North (Attaka, Melahin, kerindingan, serang, west seno)
Information Flow
Gambar 2.5. Aliran barang dan informasi di Procurement Management Karena kesibukan user di lapangan, maka tidak jarang dijumpai ada beberapa hal-hal yang menyangkut inventory management tidak dilakukan. Diantaranya adalah pemberian informasi perubahan kebutuhan barang. Apabila aliran informasi tersebut tidak berjalan lancar, maka kegiatan procurement akan terganggu. Koordinasi antara pemasok dengan procurement dilakukan dengan mengirimkan email atau surat, fax, telepon dan bertemu langsung. Semua surat-surat penting harus memiliki hard copy dan ditanda-tangani di atas materai Rp 6000. Setiap pemasok akan mendapatkan kode tertentu yang nantinya akan dimasukkan ke sistem ARIBA. Apabila seorang pemasok belum memiliki kode tersebut, maka PO untuk pemasok tersebut tidak dapat diproses. Koordinasi berikutnya antara procurement dengan warehouse. Procurement, dalam hal ini inventory control akan menginput semua parameter yang berhubungan dengan kontrol inventory. Parameter tersebut adalah ROP, ROQ dan SS.
Warehouse
35
bertugas menginput data di sistem baik untuk barang masuk, keluar dan stock out. Berdasarkan data dari warehouse tersebut sistem akan mengkalkulasikan dan mengambil keputusan terhadap inventory. Untuk pengiriman barang dari warehouse ke user, maka dibantu oleh bagian transportation. Untuk lapangan offshore, pengiriman barang dilakukan tiap hari dengan menggunakan kapal angkut. Sedangkan untuk lapangan onshore. User dapat langsung mengambil barangnya di gudang.
2.1.4. Kemampuan supplier / pemasok. Kemampuan pemasok menjadi faktor penting dalam kegiatan Inventory Management. Karena faktor ini behubungan erat dengan lead time dan biaya. Ada pemasok yang dapat mensuplai barang dengan harga rendah tapi lead time nya lama. Atau sebaliknya, mensuplai barang dengan lead time yang singkat tapi harga barang tersebut tinggi. Oleh karena itu maka inventory management harus dapat menentukan pemasok dengan harga yang rendah dengan lead time yang dapat diterima oleh user. Persyaratan utama untuk menjadi pemasok di Chevron Indonesi Company (CICO) adalah memenuhi kriteria Pedoman Tata Kerja 007 – BP Migas. Seleksi dilakukan oleh pihak Procurement dan diawasi oleh internal perusahaan dan BP Migas. Pemasok dan agen tunggal bertugas untuk memasok barang ke Chevron, baik itu barang impor atau pun barang lokal. Perbedaan antara pemasok dengan agent tunggal dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.5. Perbedaan Pemasok dengan agen tunggal Kriteria Kemampuan suplai Sertifikasi Sumber barang Harga Keberadaan
Pemasok Lebih dari satu merek dagang Terkadang tidak memiliki sertifikasi dari pabrik Dapat langsung dari pabrik atau melewati agen tunggal Biasanya lebih tinggi dari harga pabrik Hampir di semua daerah terdapat pemasok
Agen tunggal Hanya satu merek dagang Memiliki sertifikasi dari pabrik / agen resmi Dapat langung dari pabrik Sesuai dengan harga pabrik Tidak di semua daerah terdapat agen tunggal
36
Pemasok akan mengirimkan barang ke gudang sesuai dengan jumlah barang yang ada di PO. Semua stok barang disimpan di dua gudang, yaitu Penajam dan Tanjung Santan. Masing-masing gudang melayani daerah yang berbeda. Tanjung Santan melayani daerah North. Namun, karena gudang di Penajam lebih besar, maka gudang tersebut selain melayani kebutuhan daerah South, juga melayani kebutuhan daerah North.
2.1.5.
Lead time
Lead time dapat dikontrol dengan perencanaan yang matang. Apabila satu jenis barang membutuhkan waktu lama dalam proses pembuatannya, maka pemesanan atas barang tersebut harus dilakukan sedini mungkin, sehingga pada saat barang itu dibutuhkan dapat langsung dikirim atau permintaan dapat langsung terpenuhi. Lead time dapat dibagi menjadi tiga, yaitu •
Internal Lead time, waktu yang digunakan untuk proses internal, dimana termasuk di dalamnya adalah kegiatan o
Inventory control process, dimana membutuhkan waktu paling lama tiga hari.
o
Procurement process, tergantung dari jenis kegiatannya, apakah itu Direct appointment, Direct selection atau Tender. Tabel 2.6.Waktu Proses Procurement No 1 2 3
Proses Procurement Tender Direct Selection (DS) Direct Appointment (DA)
Waktu Pengerjaan 3-8 bulan 2-3 bulan 2-6 minggu
(Sumber : Contracting Plan Development Guideline, CRC (Contracting Review Committee), Chevron 2007)
•
Supplier lead time, waktu yang dibutuhkan pemasok untuk menyediakan barang. Untuk supplier lead time berkisar antara 2 minggu (untuk barang lokal) sampai 6 bulan (untuk barang import).
•
Forwarding lead time, waktu pengiriman barang dari Singapore ke Balikpapan. Untuk barang-barang import melalui kapan laut, biasanya akan transit dulu di Singapore (offsite). Kemudian barang tersebut akan dikirimkan melalui kapal 37
juga ke Balikpapan. Untuk jadual kapal dari Singapore ke Balikpapan dalam satu bulan 2 kali (atau setiap 15 hari sekali). Untuk perkiraan waktu pengerjaan proses procurement dapat dilihat pada Gambar 2.6. Untuk waktu pengerjaan di atas tidak mengikat. Bisa saja waktu yang di butuhkan lebih lama atau lebih singkat tergantung dari •
Jenis barang, apakah barang umum atau khusus
•
Asal barang, apakah impor atau lokal
•
Ketersediaan pemasok, ada tidaknya pemasok untuk barang tersebut.
Untuk lead time pada rumusan mencari ROP dan SS dihitung sejak Purchase Order (PO) dikeluarkan oleh buyer sampai barang diterima oleh warehouse.
Usage Plan
Procurement Process Pre requisition
InventoryCont rol Process
Purchase Order
Receive / accept
Procurement process
Internal Lead time
External Lead time Supplier lead time
Forwarding lead time
LEAD TIME
Gambar 2.6. Lead time dalam Proses Procurement
38
2.1.6. Proses procurement Untuk melakukan proses procurement, seorang procurement specialist/buyer harus memilih proses procurement apa yang dilakukan berdasarkan besarnya nilai kontrak. Untuk kontrak di bawah Rp 50 juta, maka proses procurementnya adalah Direct Appointment (DA). Nilai kontrak antara Rp 50 juta sampai dengan 200 juta, proses procurementnya adalah Direct Selection (DS). Sedangkan nilai kontrak di atas Rp 200 juta, prosesnya adalah Tender. Pemilihan ini berlaku untuk daerah operasi Sumatra (SMO) dan Kalimantan (KLO). Sedangkan untuk Geothermal
(GPO)
terdapat perbedaan pada nilai Direct Selection dan Tender. Untuk lebih jelasnya dapat melihat Tabel 2.7. Pada umumnya barang-barang yang distok di gudang adalah suku cadang. Untuk menjamin keaslian dari suku cadang tersebut, maka pembeliannya harus melalui agen resmi (solo agent). Terdapat pengecualian pada proses procurement suku cadang untuk stok, dimana nilai kontrak tidak mempengaruhi pemilihan proses procurement. Untuk semua suku cadang biasanya menggunakan proses procurement Direct Appointment (DA) atau Direct Selection (DS). Tabel 2.7. Panduan Pemilihan Proses Procurement
(Sumber: Business Process Procedure (BPP) for Procurement IndoAsia, Chevron Dec 2006)
Untuk satu kontrak procurement suku cadang, pembuatannya dilakukan awal tahun. Nilai kontrak dilihat dari pemakaian tahun lalu ditambahkan dengan usage plan dari user. Proses procurement DA paling lama tiga minggu. Sedangkan untuk DS paling lama tiga bulan. Sebagai contoh kita ambil proses procurement DS. Bulan januari proses pembuatan kontrak dilaksanakan. Tiga bulan kemudian diharapkan kontrak selesai dan pemasok siap mensuplai barang sampai akhir masa kontrak. Kontrak
39
akan berakhir jika mencapai periode waktu yang ditentukan atau nilai kontrak tercapai. Usage plan akan di review per kuartal. Apabila ada perubahan, maka pemasok akan segera diinformasikan. Apabila perubahan tersebut diprediksi akan mempercepat masa kontrak, maka procurement akan mempersiapkan kontrak baru. Lima bulan sebelum kontrak berakhir persiapan kontrak baru telah dilaksanakan.
Pembuatan kontrak
Kontrak selesai dibuat
Proses procure ment
Jan
Review usage plan
Persiapan kontrak baru
Review usage plan
Jul
Aug
Apr
Kontrak berakhir
Waktu pengorderan Mar
Des
Gambar 2.7. Proses Pembuatan Kontrak. Usage Plan + Forecast Demand
Review Meeting for Forecast Demand
Jan
April
Blanked Order Contract dan Contracting Plan
Forecast correction
Review Meeting for Forecast Demand
Agus
Forecast correction
Review Meeting for Forecast Demand
Des
Forecast correction
Gambar 2.8. Kegiatan berdasarkan waktu
2.1.7. Key Performance Indicator (KPI) KPI dapat digunakan sebagai alat kontrol terhadap kegiatan SCM. KPI dapat menjadi tolak ukur bagi kinerja untuk masing-masing bagian di SCM. Di dalam KPI juga terdapat target-target yang harus dicapai oleh masing-masing bagian.
40
Inventory Control memegang peranan penting dalam tercapainya tujuan dari inventory. Inventory control bertugas untuk •
Memenuhi permintaan dari User
•
Mencapai target yang ditetapkan oleh Management
Pada Gambar 2.9 terlihat bahwa posisi Inventory control berada di antara User dan manajemen. Pelayanan dari Inventory Control untuk User dan manajemen memiliki KPI tersendiri. Hubungan antara User dengan inventory control dapat dilihat dari nilai Stock Availability Ratio (SAR), dimana mengukur tingkat ketersediaan stok di gudang ketika suatu barang diminta oleh user. Selain itu ada juga Inventory to Production Ratio (IPR) dimana membandingkan antara jumlah inventory dengan jumlah produksi dalam satu periode. Sedangkan dari pihak manajemen berharap bahwa Inventory control harus memperhatikan nilai Turn Over Ratio (TOR). Posisi masing-masing KPI dapat dilihat pada Gambar 2.10. Dari kedua kepentingan tersebut Inventory Control diharapkan dapat menyediakan barang digudang pada level optimal sehingga kegiatan produksi tidak terganggu.
Inventory Control
User
¾
Management
SAR (Stock Availability Ratio) Target : o Critical = 99,99% o Non Critical = 95% ¾ IPR (Inventoryto Production Ratio) o Target = 0,5
¾
TOR (Turn Over Ratio) o Target = 2%
Gambar 2.9. Posisi Inventory Control
41
TOR SAR
SL
IPR
Gambar 2.10 Posis KPI dalam Inventory Management di CICO Key Performance Indicator (KPI) untuk inventory yang selama ini digunakan untuk mengukur kinerja adalah: 1. Turn Over Ratio (TOR) a. TOR =
Total _ usage Average _ total _ Inventory _(last _ 12 _ months)
b. Nilai TOR akan semakin baik apabila nilainya meningkat/naik. Dari Grafik 2.3 terlihat bahwa Inventory Turn Over Ratio satu tahun kebelakang menunjukkan penurunan. Hal ini berindikasi tidak baik karena umur dari barang-barang yang di inventory semakin lama sehingga terjadi penumpukan material di gudang. Selain itu, Inventory yang banyak mengambarkan adanya asset yang tidak produktif atau adanya penumpukan asset. Harapan dari BP MIGAS adalah rasio ini berada di angka dua. Inventory Turn Over Ratio 1.20 1.00
TOR
0.60 0.40 0.20 -
Ja n' 06 Fe b' 06 M ar '0 Ap 6 ri l '0 6 M ay '0 Ju 6 ne '0 6 Ju li'0 Ag 6 us '0 6 Se p' 06 O kt '0 6 N ov '0 6 D ec '0 6 Ja n' 07
value
0.80
month
Grafik 2.6. Inventory Turn Over Ratio 42
2. Stock Availability Ratio (SAR) •
Stock Availability Ratio ( SAR ) o
SAR =
Total _ item − SOH Total _ item
o SAR berbeda dengan Service Level Ratio (SLR) dimana SLR SLR =
Total _ request _ filled Total _ request
o SAR akan menjamin stok selalu tersedia o SAR akan membuat nilai investasi tinggi o Stock On Hand (SOH) harus ada, tidak boleh nol (0) o Semakin tinggi nilai SAR, maka semakin baik Data dari SAR dapat dilihat pada Grafik 2.4. Dari Grafik 2.4 terlihat bahwa SAR untuk Critical Items menurun. Ini terjadi karena banyaknya Stock On Hand (SOH) yang kosong. Target dari perusahaan sendiri adalah nilai SOH tidak boleh ada yang kosong. Nilai SAR yang menurun akan berpengaruh bagi kegiatan produksi. Karena untuk barang-barang critical items, apabila tidak tersedia di gudang, maka akan mengganggu jalannya produksi.
SAR for Critical items 92.00% 90.00%
86.00%
Critical
84.00% 82.00% 80.00% Ja n' 06 Fe b' 06 M ar '0 Ap 6 ri l '0 M 6 ay '0 Ju 6 ne '0 6 Ju li'0 Ag 6 us '0 6 Se p' 06 O kt '0 6 N ov '0 6 D ec '0 6 Ja n' 07
Value
88.00%
month
Grafik 2.7. SAR untuk Critical Items
43
89.00% 88.00% 87.00% 86.00% 85.00% 84.00% 83.00% 82.00% 81.00% 80.00% 79.00%
Non Critical
Ja n' 0 Fe 6 b' 06 M ar '0 Ap 6 ri l '0 M 6 ay ' Ju 0 6 ne '0 6 Ju li'0 Ag 6 us '0 Se 6 p' 06 O kt '0 N 6 ov '0 6 D ec '0 Ja 6 n' 07
value
SAR Non Critical items
month
Grafik 2.8. SAR untuk Non Critical Items Nilai SAR untuk Non Critical Items cenderung naik. Ini dapat dilihat pada gambar di atas. Kondisi seperti ini sangat baik, karena diharapkan akan terus naik sehingga kegiatan-kegiatan pendukung dari produksi dapat berjalan dengan lancar. Target tahun 2007, Stock Available Ratio (SAR) adalah sebagai berikut •
Critical items = 99,9%
•
Non Critical = 95%
3. Inventory to Production Ratio (IPR) •
Inventoryto Production Ratio (IPR)
o
IPR =
Average _ total _ inventory _($) Annual _ Pr oduction _( BOE )
o IPR dianggap baik apabila nilai nya turun o Apabila nilai produksi turun, diharapkan nilai dari total inventory
juga turun Inventoryto Production Ratio (IPR) ini menunjukkan perbandingan antara nilai rata-rata inventory (12 bulan sebelumnya) terhadap produksi perusahaan. Dari gambar di bawah ini terlihat bahwa nilai IPR cenderung naik. Keadaan ini tidak baik, karena seperti kita ketahui bahwa produksi dari perusahaan
44
cenderung turun. Sedangkan nilai inventory cenderung naik. Hal ini lah yang menyebabkan kenapa nilai rasio ini cenderung naik. Melihat KPI di atas, Department Procurement khususnya Inventory control, menyadari bahwa harus ada perbaikan dalam hal inventory management. Terlebih lagi saat ini Chevron Indonesia Company (CICo) baru saja mengadopsi sistem Procurement baru yaitu JDE dan ARIBA. Di sistem baru ini Inventory control diharuskan untuk menghitung sendiri nilai Re-Order Point (ROP), Re-Order Quantity (ROQ) dan Safety Stock (SS). Dengan item stok yang begitu banyak, permintaan barang yang terus ada setiap hari, lead time yang tidak pasti dan kekurangan tenaga kerja, maka Inventory control diharapkan dapat selalu memantau semua stok dan melakukan pengorderan apabila stok tersebut telah mencapai ROP. Terlebih lagi untuk critical item dimana item ini tidak boleh stock out karena apabila itu terjadi, maka akan mengganggu jalannya operasional perusahaan Pihak perusahaan menargetkan bahwa nilai IPR adalah 0,5.
1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 -
IPR
Ja n' 06 Fe b' 06 M ar '0 6 Ap ri l '0 6 M ay '0 Ju 6 ne '0 6 Ju li'0 Ag 6 us '0 6 Se p' 06 O kt '0 6 N ov '0 6 D ec '0 6 Ja n' 07
value
Inventory to Production Ratio (IPR)
month
Grafik 2.9. Inventory to Production Ratio (IPR) 4. Service Level (SL) Pengukuran Service Level untuk melihat kinerja dari pemasok. Tetapi penulis tidak mendapatkan data mengenai service level yang ada sekarang ini. Satu hal
45
yang pasti, apabila pemasok terlambat mengirimkan barang, maka akan dikenakan penality atau denda. Sedangkan Service Level antara inventory management dengan user sudah terwakili oleh SAR. Dimana apabila SAR tinggi, maka dapat dipastikan SL tinggi. Tetapi tidak begitu sebaliknya, apabila SL tinggi belum tentu SAR tinggi. Rumusan dalam mencari SL adalah sebagai berikut: SL =
Jumlah _ order _ yang _ terpenuhi Jumlah _ order _ total
2.1.8. Penggunaan teknologi Penggunaan teknologi dapat membantu kegiatan SCM. Dengan adanya internet dan sistem inventory management yang terintegrasi, maka semua pihak dapat memberi dan menerima informasi yang lebih akurat dan up to date. Saat ini, CICO menggunakan sistem baru yaitu JDE dan ARIBA. Sistem JDE digunakan untuk memasukkan order oleh User, memantau level inventory (SS, ROP, ROQ) oleh inventory control, memberikan informasi keadaan gudang oleh warehouse dan informasi mengenai barang (katalog barang). ARIBA digunakan oleh inventory control, buyer dan financial dalam mengatur pengorderan barang ke pemasok. Dengan infrastruktur IT yang cukup canggih, maka aliran informasi dari lapangan operasional yang berada di tengah laut dalam waktu singkat sampai ke meja inventory control atau buyer. Begitu juga koordinasi antar bagian di dalam CICO dan antar CICO dengan perusahaan Chevron lainnya.
2.1.9. ROP, ROQ dan SS Ada tiga indikator yang harus dianalisis dalam mempertahankan level dari inventory, yaitu
46
a. Safety Stock (SS) adalah jumlah minimum yang harus tersedia di gudang setiap saat. •
Safety Stock = z x STD x
L
b. Re-Order Point (ROP) adalah titik dimana stock level harus segera diisi kembali dengan mengorder stok pengganti. CICO menetapkan ROP dengan skenario Continuous Review Policy. Dalam skenario continuous Review Policy, ada beberapa asumsi, yaitu •
Permintaan perhari bersifat random dan mengikuti pola distribusi normal. Dengan kata lain, kita mengasumsikan probabilistic dari perkiraan permintaan perhari mengikuti bell-shaped curve. Catatan kita dapat melihat normal permintaan dari rata-rata dan standard deviasinya.
•
Setiap pemesanan barang ke pemasok atau manufaktur, maka si pemesan membayar biaya tetap sebesar K ditambah dengan biaya berdasarkan berapa banyak dia memesan.
•
Inventory holding cost dibebankan kepada setiap unit perwaktu.
•
Ketika order dari konsumen tiba dan tidak ada barang yang dipesan tersebut di inventory untuk memenuhinya, maka order tersebut batal.
•
Distributor menentukan service level yang di butuhkan. Service level ini adalah probabilitas dari non stoking out selama lead time.
•
Untuk skenario ini, metode yang cocok dipakai adalah s dan S policy, yaitu Re-Order Point (s) dan Order-Up to Level (S), dimana ketika level inventory dibawah level s, maka distributor akan melakukan pengorderan barang untuk mencapai level S.
•
Data–data yang diperlukan:
o AVG
= rata-rata permintaan
o STD
= standard deviasi dari permintaan
o L = Replenishment lead time dari pemasok. Untuk kasus di CICO, lead time dihitung dari PO dikeluarkan oleh procurement sampai dengan barang diterima oleh warehause.
o H = Holding cost per unit o α = Service Level. Menunjukkan probabilitas dari stoking out = 1- α • Rata-rata permintaan selama lead time = L x AVG • Re-order Point (s) =
47
L x AVG + z x STD x
L
• Economic lot size (Q) =
Q=
2 KxAVG h
• Order-up-to-level (S) S=Q+s • Average inventory level
Q + zxSTDx L 2 (Sumber: Simchi-Levi, David, Kaminsky, Philip & Simchi-levi, Edith, 2003, p.58-60)
Inventory Level
S
Inventory Position
Lead Time
s 0 Time
Grafik 2.10. Continues Review policy •
Re-Order Quantity (ROQ) adalah kuantiti / jumlah yang harus diorder ketika stock level mencapai ROP. Re-Order Quantity (ROQ), dimana di hitung dengan beberapa cara: o Manual, untuk barang-barang yang penggunaannya dalam jumlah kecil
atau jarang o Economic Order Quantity (EOQ) ,
EOQ dilakukan untuk barang-barang dengan kuantitas besar dan pemakaian berulang. Economic Order Quantity (EOQ) atau yang biasa di
pakai
sistem
CICO
adalah
Re-Order
Quantity
(ROQ)
memperhitungkan 3 aspek, yaitu: •
Rata–rata pemakaian (D)
•
Order cost (K)
•
Holding cost (h)
EOQ =
2 KD h 48
Inventory
Note: • No Stockouts • Order when no inventory • Order Size determines policy
Order Size Avg. Inven Time
Grafik 2.11. Pola pemesanan 160 140 120 Cost
100 80 60 40 20 0 0
500
1000
1500
Order Quantity
Grafik 2.12. Quantity terhadap Cost o Material Request Planning (MRP), apabila ada suatu kegiatan dimana
memerlukan beberapa item barang untuk mendukungnya. MRP dipergunakan untuk kegiatan maintenance. Contohnya: Apabila satu mesin akan di overhaul setelah pemakaian 80.000 jam kerja, maka semua item yang akan digunakan untuk overhaul secara otomatis akan di pesan sebelum kegiatan tersebut. Dalam prakter sehari-hari, untuk item yang baru akan distok, maka nilai ROP dan ROQ dilihat dari nilai maksimal dan minimal pemakaian oleh user. Nilai maksimal dan minimal pemakaian oleh user akan didapat dari User sendiri ketika mengisi form untuk permintaan item untuk distok. Sedangkan untuk stok yang sudah memiliki data pemakaian masa lalu, nilai SS, ROP dan ROQ didapat dari kalkulasi menggunakan rumus di atas. Nilai SS, ROP dan ROQ harus selalu dievaluasi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat apakah nilai-nilai parameter tersebut masih mencerminkan keadaan sebenarnya. Tetapi, Inventory control jarang mengevaluasi nilai ROP, ROQ dan SS tersebut.
49
Akibatnya dapat telihat dari adanya stok surplus. Salah satu contoh dapat dilihat pada kasus di bawah ini. Tabel 2.8. Nilai SS, ROP dan ROQ. Code 976 53256
SS 400 20
ROP 600 28
ROQ 600 28
Nilai SS, ROP dan ROQ di atas didapat dari sistem dan merupakan hasil kalkulasi dari kebutuhan 3 tahun yang lalu. Penulis mencoba mensimulasikan nilai-nilai parameter di atas dan didapat hasil seperti grafik di bawah ini. Asumsi persediaan awal pada bulan pertama adalah ROP + ROQ. 976 1400
Barang datang
Barang datang
1200 Jumlah
1000 976
800
ROP
600
Q
400 200
Order barang
0
Order barang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Bulan
Grafik 2.13. Simulasi ROP, Q untuk 976 53256 60
50
Jumlah
40 Level Inventory 30
ROP Q
20
10
Order barang
Barang datang
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 periode
Grafik 2.14. Simulasi ROP,Q untuk 53256 Dari grafik simulasi di atas nilai ROP untuk 976 adalah 600. Apabila level inventory telah mencapai ROP, maka inventory control akan mengorder barang sebesar ROQ, yaitu 600 buah. Lead time untuk 976 adalah setengah bulan (14 hari). Setelah 14 hari, 50
maka level inventory akan bertambah sebesar 600 buah. Begitu juga dengan 53256, apabila level inventory mencapai titik ROQ, yaitu 28, maka inventory control akan mengorder barang sebanyak 28 buah. Dengan lead time 6 bulan, maka level inventory akan naik sebesar 28 buah setelah 6 bulan kemudian. Dengan simulasi di atas, maka terlihat bahwa nilai-nilai parameter tersebut tidak lagi mencerminkan keadaan saat ini. Untuk nilai Q, yaitu jumlah pemesanan barang, terlihat begitu besar. Penentuan nilai Q masih menggunakan data kebutahan yang lama. Hal ini dikarenakan metode forecast yang menggunakan jumlah kebutuhan periode lalu menjadi forecast untuk periode kedepan. Kebutuhan rata-rata periode sebelumnya dengan periode sekarang berubah dimana kebutuhan semakin kecil (lihat Gambar 2.11). Apabila kebutuhan semakin kecil, maka jumlah barang yang diorder juga makin kecil. Sesuai dengan rumusan EOQ. Begitu juga sebaliknya, apabila ada kenaikan kebutuhan rata-rata, maka jumlah barang yang diorder juga bertambah. Selain itu nilai standar deviasi untuk kebutuhan barang juga berubah. Apabila standar deviasi menurun, maka kita bisa menurunkan nilai SS dan ROP. Faktor lain yang juga dapat menurunkan nilai ROP adalah kebutuhan rata-rata. Apabila jumlah kebutuhan rata-rata menurun, maka nilai ROP juga bisa diperkecil/diturunkan. Nilai SS dan ROP yang lebih kecil akan membuat jumlah inventory berkurang.
Gambar 2.11. Pengaruh SS, ROP dan ROQ terhadap jumlah inventory
Gambar 2.12. Proses pengorderan 51
Apabila level inventory telah mencapai ROP, maka inventory control akan melakukan pengorderan (lihat Gambar 2.12). Untuk barang stok yang nilai Blanked Order Contract nya belum habis, maka inventory control dapat langsung mengeluarkan DO dan barang dikirim oleh pemasok. Jika nilai Blanked Order Contract nya sudah habis, maka inventory control akan meminta buyer untuk membuat kontrak baru melalui procurement proses. Begitu juga untuk new item. Buyer akan membuat kontrak baru melalui procurement proses. Setelah adanya kontrak baru, maka inventory control akan melalukan pengorderan dan barang dikirim oleh pemasok.
2.2. Analisis Situasi Bisnis
Dalam Inventory Management di Chevron Indonesia Company (CICO), terdapat dua kegiatan utama, yaitu pengadaan barang di gudang dan pendistribusian barang ke User. 1. Bisnis Proses Pengadaan Barang di Gudang. Proses yang terjadi adalah sebagai berikut a. Awal proses pengadaan barang di gudang adalah Usage plan dari User. Usage plan berisi informasi perkiraan kebutuhan material dari kegiatankegiatan utama diluar kegiatan rutin. Kegiatan tersebut seperti •
New item, untuk suku cadang yang baru akan distok di gudang. Berisi informasi nilai maksimum, minimum dan pemakaian untuk satu tahun.
•
Overhaul, jadual perbaikan mesin berdasarkan waktu kerja mesin (engine hours). Kegiatan ini rutin dilakukan apabila mencapai batas waktu kerja mesin. Tetapi mungkin tidak setiap tahun ada overhaul.
•
Project, dimana kebutuhan material dalam jumlah tertentu dan pada waktu tertentu (proyek memiliki awal dan akhir periode).
b. Untuk kebutuhan sehari-hari, perkiraan kebutuhan (forecast daily usage) dilakukan oleh inventory control dengan menggunakan jumlah total
52
pemakaian masa lalu. Usage plan dan daily usage plan akan menjadi input untuk proses macro demand forecast dan micro demand forecast. c. Proses selanjutnya adalah Macro demand forecasting yang dilakukan oleh inventory control. Pada macro demand forecasting ini, berisi informasi perkiraan jumlah material yang dibutuhkan untuk satu periode dalam satuan dollar. Jumlah material mencakup forecast daily usage dalam satu periode ditambah dengan kebutuhan dari usage plan. Macro demand forecasting merupakan dasar bagi Buyer dalam proses procurement untuk penentuan besarnya kontrak pada Blanket Order Contract. d. Blanked order contract
merupakan kerjasama antara pihak CICO
dengan pemasok, dimana harga material yang tetap dalam satu periode tertentu. Kontrak ini memiliki batasan sebesar nilai yang ada di Macro demand forecasting. Tetapi pihak Chevron tidak harus membeli sebanyak estimasi pada macro demand forecasting tersebut. Apabila tidak ada permintaan akan barang tersebut atau persediaan di gudang masih cukup, maka pemesanan tidak akan dilakukan. e.
Micro demand forecasting, dimana inventory control melakukan forecast order untuk pemakaian rutin dalam satu periode waktu. Inventory control akan menetapkan Re Order Point (ROP), Re Order Quantity (ROQ) dan Safety Stock (SS). Semua parameter tersebut akan dimasukkan ke sistem. Sistem JDE dan ARIBA akan membantu inventory control dalam order plan. Apabila inventory level mencapai ROP, maka sistem akan memberi peringatan ke inventory control untuk mengeluarkan PR sejumlah ROQ.
53
2
1
3
4
Gambar 2.13 Bisnis Proses Pengadaan Barang di Gudang
54
f. Setelah adanya PR dan Blanked Order Contract, maka Buyer melakukan pengorderan barang ke pemasok dengan cara mengeluarkan Purchase Order (PO). Kegiatan ini akan terus dilakukan sampai nilai blanked order contract tercapai dan kontrak berakhir. Tetapi, lima bulan sebelum kontrak berakhir, buyer akan mempersiapakan kontrak baru. Kontrak baru akan berjalan begitu kontrak lama berakhir. Apabila barang yang diorder tidak tersedia blanked order contract, maka proses procurement dan purchasing akan digabungkan menjadi satu. Procurement akan mengeluarkan Purchase Order (PO)
dan akan
mengirimkannya ke pemasok. g. Setelah PO diterima supplier/pemasok, maka PO akan diproses. Barang akan dikirimkan ke warehouse setelah PO selesai diproses. Proses penagihan pembayaran akan paralel dengan pengiriman barang. h. Warehouse akan menerima barang dari pemasok dan menyimpannya di gudang. Untuk setiap barang masuk, warehouse akan mengupdate data di sistem sehingga jumlah stok di warehouse bertambah. Selanjutnya warehouse akan mendistribusikan barang tersebut sesuai dengan order dari user. Pada proses pengadaan barang di gudang, dana pembelian barang berasal dari budget Procurement. Apabila barang telah di ambil oleh user, maka bagian keuangan akan mengeluarkan tagihan ke user sesuai dengan jumlah barang yang diambil. 2. Bisnis Proses untuk pendistribusian barang ke User. Apabila user membutuhkan barang, maka mereka akan mengeluarkan Warehouse Request (WR). WR akan di proses oleh warehouse. Apabila stok yang tersedia di gudang mencukupi WR, maka barang akan dikirimkan dari warehouse ke user. Setiap ada barang masuk atau keluar dari warehouse, maka pihak warehouse akan mengupdate data di sistem. Sistem kemudian akan memberi peringatan ke inventory control untuk melakukan pengorderan barang (kembali ke proses pengadaan barang di gudang) apabila level inventory mencapai ROP. Proses pendistribusian akan terus dilakukan 55
warehouse selama persediaan barang di gudang masih mencukupi permintaan user (WR). Pada saat barang diterima oleh user, maka user berkewajiban untuk mengupdate kesistem bahwasanya barang telah diterima. Jumlah stok di sistem akan berkurang secara otomatis.
5
Gambar 2.14 Bisnis untuk Pendistribusian barang ke User.
2.3 Pemetaan Permasalahan
Pemetaan permasalahan yang ada pada Inventory management di CICO dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 dengan ditandai oleh bintang. Permasalahan tersebut adalah:
56
1. Usage plan dan daily usage plan
Gambar 2.15 Permasalahan Usage plan Masalah yang ada pada usage plan yaitu informasi kebutuhan material dari user kurang maksimal, hal tersebut terjadi karena • Pengisian usage plan tidak selalu dilakukan, terutama untuk barang stok. Adanya kebutuhan stok untuk new item, overhaul (dimana tidak dilakukan tiap tahun) dan kegiatan proyek yang tidak diberitahu sebelumnya, maka inventory control tidak menambah jumlah forecast (lihat Gambar 2.15). Contohnya seperti kebutuhan untuk proyek yang tidak diinformasikan sebelumnya, maka pihak inventory control tidak bisa mempersiapkan pengorderan tepat waktu. Pada akhirnya stok untuk kebutuhan rutin dipakai untuk kebutuhan proyek. Penggunaan stok untuk kebutuhan proyek tadi akan tercatat di sistem sebagai kebutuhan rutin. Akibatnya, akan terjadi bias pada penentuan forecast untuk tahun depan karena menggunakan data kebutuhan rutin ditambah dengan kebutuhan proyek. •
Pada kenyataannya sehari-hari Inventory control melakukan forecast daily usage dengan hanya mengambil jumlah kebutuhan periode tahun lalu menjadi forecast untuk tahun depan. Metode pembuatan forecast daily usage seperti ini tidak akurat (tingkat akurasi rendah). Metode ini tidak memperhitungkan
adanya
perubahan
kebutuhan,
baik
itu
dari
kecenderungan data masa lalu dan juga dari tingkat pemakaian barang pada masa datang. Oleh karena itu, apabila tingkat akurasi dari forecast daily usage rendah, maka akan berakibat untuk proses selanjutnya, yaitu macro demand forecasting.
57
•
Apabila ada perubahan kebutuhan barang stok di lapangan, maka user harus melaporkannya ke inventory control. Perubahan kebutuhan tersebut dapat saja terjadi karena kegiatan di lapangan yang tidak bisa dipastikan/uncertainty (seperti untuk kebutuhan cairan kimia yang tergantung dari keadaan alam. Apabila keadaan alam normal maka pemakaian normal. Apabila keadaan alam berubah, maka kebutuhan dapat berkurang atau bertambah). Selain itu perubahan jumlah mesin juga mempengaruhi jumlah kebutuhan suku cadang. Penambahan mesin tidak diinformasikan segera ke inventory control. Karena informasi tersebut tidak sampai ke inventory control, maka tidak akan ada koreksi terhadap forecast daily usage. Review meeting yang dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap forecast yang telah dibuat. Pada pembuatan micro demand forecasting setiap kuartal tidak dilakukan karena kesibukan kerja User. Akibatnya tidak ada koreksi terhadap forecast yang dibuat. Barang yang diorder tetap dalam jumlah (ROQ) yang sama dengan tahun lalu. Apabila terjadi perubahan kebutuhan stok pada masa periode berjalan, tetapi perubahan tersebut tidak diinformasikan (karena tidak ada review meeting), maka parameter seperti SS, ROP dan ROQ tidak akan dievaluasi. Akibatnya inventory control akan memesan barang jumlah order (ROQ) yang berlebih dari jumlah kebutuhan aktual. Atau sebaliknya ada jumlah order yang tidak dapat memenuhi kebutuhan aktual (adanya stock out). Kedua situasi tersebut memberikan bukti bahwa tidak adanya review meeting membuat tingkat akurasi forecast rendah. Selain itu, akibat lain yang dapat dirasakan adalah peningkatan jumlah inventory di gudang.
2. Macro Demand Forecasting Permasalahan yang ada dalam macro demand forecasting bersumber dari tingakat akurasi forecast daily usage yang rendah karena kesalahan dalam menggunakan metode forecasting. Metode forecast yang lama adalah jumlah kebutuhan tahun lalu menjadi dasar untuk forecast daily usage tahun depan. Tidak adanya koreksi mengenai jumlah kebutuhan tersebut membuat adanya kesalahan estimasi nilai kontrak (blanked order contract), baik itu estimasi yang berlebihan ataupun estimasi yang kurang. Dengan kata lain tingkat akurasi estimasi nilai kontrak rendah. Pada Grafik 2.15 dapat dilihat persentase pemakaian aktual blanked order contract dibandingkan estimasi 58
(data blanked order contract yang jatuh tempo tahun 2006). Dimana pemakaian aktual blanked order contract lebih kecil dari (<) 40% nilai estimasinya adalah sebanyak 41% dari total keseluruhan blanked order contract. Artinya apabila nilai estimasi kontrak $100, maka aktual pemakaian/order hanya $40. Contoh dari blanked order contract pada kondisi lebih kecil dari (<) 40% adalah kontrak untuk kebutuhan listrik. Selain itu ada sekitar 5% aktual pemakaian melebihi nilai estimasi kontrak. Artinya estimasi awal kontrak $100, maka pemakaian/ order melebihi dari $100. Apabila estimasi berlebihan, maka adanya kecenderungan kepercayaan pemasok terhadap forecast jadi berkurang. Akibatnya, pada kontrak tahun berikutnya, pemasok tidak mempersiapkan barang sesuai forecast. Adanya ketidaksiapan pemasok membuat keterlambatan pengiriman barang. Selain itu, Apabila estimasi tidak memenuhi kebutuhan aktual, maka akan ada kegiatan procurement tambahan. Karena kegiatan tersebut tidak terjadual dan juga membutuhkan waktu untuk membuat kontrak (internal leadtime), maka membuat order barang jadi terlambat dan barang datang terlambat. Akibatnya kebutuhan user tidak terpenuhi (stock out). Persentase perbandingan aktual pemakaian Blanked Order Contract dengan nilai estimasi 5% 18% 41% < 40% 40% < x < 80% 80% < x < 100 > 100 36%
Grafik 2.15. Persentase Aktual Pemakaian Blanked Order Contract 3. Procurement Process (Seleksi pemasok dan pembuatan kontrak) Untuk mengurangi proses procurement barang-barang stok, CICO merancang satu mekanisme kontrak jangka panjang. Kontrak jangka panjang tersebut lebih dikenal dengan blanked oreder contract, dimana adanya ikatan antara CICO dengan
pemasok dalam hal harga barang yang tetap dalam satu
periode. Tetapi, kontrak jangka panjang tersebut kurang menarik untuk
59
mengikat pemasok. Salah satu hal yang mungkin membuat pemasok tidak tertarik untuk melakukan kerja sama dengan CICO adalah mekanisme yang tidak mengikat, yaitu dalam hal pembelian minimum. Tidak adanya kewajiban membeli atau memenuhi kontrak yang telah dibuat membuat pemasok tidak tertarik melakukan kontrak jangka panjang. Di satu sisi, apabila pemasok menyetujui untuk melakukan blanked order contract, maka ia harus siap setiap saat apabila ada order dari CICO. Walaupun pemasok memang diberi waktu untuk pengadaan dan pengiriman barang, tetapi tidak jarang terjadi keterlambatan pengiriman. Apabila pemasok terlambat mengirimkan barang, maka akan dikenakan penalty/denda. Tetapi apabila CICO tidak memesan barang (atau pemesanan kurang dari perkiraan awal/nilai kontrak) maka tidak akan ada penalty/denda bagi CICO. Karena pembagian risiko yang tidak berimbang tersebut maka tidak semua pemasok bersedia melakukan blanked order contract. Akibatnya tidak semua barang stok dicover oleh Blanked Order Contract. Untuk barang yang tidak tercover oleh blanked order contractr, apabila inventory control mengeluarkan PR, maka proses procurement baru dilakukan (procurement berulang setiap ada PR). Akibatnya perlu waktu untuk pemenuhan order tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk proses procurement tidak dapat dipastikan (uncertainty) bisa lebih cepat atau malah lebih lama dari perkiraan. Semua tergantung dari kesiapan pemasok dan juga harga barang. Ketidakpastian internal lead time akan memperlambat proses selanjutnya, yaitu pemenuhan order (pengiriman barang). Pengiriman barang yang terlambat merupakan salah satu penyebab terjadinya stock out.
Gambar 2.16. Permasalahan Demand Forecasting, Procurement Process, Delivery Goods dan Stock Available
60
4. Delivery Goods Untuk barang stok yang tidak tercover oleh blanked order contract, maka setiap ada PR akan dilakukan proses procurement. Lamanya proses procurement (internal lead time) tidak dapat dipastikan karena tergantung dari proses persetujuan (routing approval) dan kesiapan pemasok. Apabila proses procurement lebih cepat, maka pengiriman dapat segera dilakukan. Tetapi apabila prose procurement lebih lambat, maka pengirimanpun akan lebih lambat. 5. Stock Available Salah satu faktor yang mempengaruhi Stock available adalah delivery time. Apabila delivery time tidak melebihi estimasi waktu pada perhitungan ROP, maka stock avaiable akan terus terjaga. Apabila melebihi dari estimasi, maka akan terjadi Stock out. Untuk mempermudah pemahaman, maka penulis mencoba memisahkan antara gejala dan masalah. Untuk itu dibuatlah peta akar masalah dan gejala yang dapat dilihat pada Gambar 2.17. Akar masalah
Kebutuhan untuk proyek tidak di perhitungkan
Kebutuhan untuk proyek diambil dari stok untuk kebutuhan rutin
Gejala
Jumlah kebutuhan proyek dihitung menjadi kebutuhan rutin
Adanya bias dalam penentuan forecast daily usage untuk tahun berikutnya
Jumlah barang yang di order (ROQ) lebih besar dari kebutuhan aktual
Tidak mencapai nilai ekonomis (EOQ)
Pengisian usage plan tidak selalu dilakukan Perubahan jumlah kebutuhan di lapangan tidak diketahui
Tidak disiplin melakukan review meeting Usage Plan dan daily usage plan
Forecast daily usage plan hanya dari total daily usage tahun lalu (Metode forecast yang tidak tepat dan tingkat akurasi rendah)
Koreksi terhadap forecast tidak dilakukan
Jumlah yang di dibeli (ROQ) ke pemasok tetap memakai data yang lama (tidak ada koreksi ROQ)
Jumlah barang yang di order (ROQ) lebih sedikit dari kebutuhan aktual
Jumlah kebutuhan rata-rata menurun tidak diperhitungkan Nilai ROP dan SS terlalu tinggi
Kelebihan stok pengamanan (tidak efektif)
Estimasi nilai kontrak melebihi aktual kebutuhan dalam periode kontrak
Tingkat kepercayaan pemasok terhadapa forecast menurun
Pemasok tidak mempersiapkan barang sesuai jumlah kontrak pada periode berikutnya
Estimasi nilai kontrak tidak mencukupi kebutuhan dalam periode kontrak
Adanya penambahan kerja procurement karena kontrak habis tidak sesuai jadual
Tidak ada koreksi ROP dan SS Standar deviasi kebutuhan menurun tidak diperhitungkan
Macro Demand Forecasting menggunakan data forecast daily usage dan usage plan yang masih kasar (akurasi rendah)
Jumlah inventory meningkat
Stock OUT
Barang terlambat datang
Jumlah order yang tidak pasti
Kontrak jangka panjang yang kurang menarik untuk mengikat pemasok
Tidak semua barang-barang stok dicover oleh Blanked Order Contract
Setiap ada PR, maka kegiatan procurement dilakukan (procurment berulang)
Internal Lead time tidak bisa diprediksi (uncertainty)
Gambar 2.17. Peta akar masalah dan gejala
61
Pengisian Usage Plan tidak selalu dilakukan
Tidak adanya informasi perubahan kebutuhan di lapangan
Kelebihan stok pengamanan Jumlah inventory meningkat
Tidak disiplin melakukan Review Meeting Usage Plan
Tidak adanya koreksi Forecast dan Parameter
Forecast Daily usage menggunakan metode yang tidak tepat
Tingakat akurasi Forecast rendah
Kontrak jangka panjang yang kurang menarik untuk mengikat pemasok
Tidak semua barang-barang stok dicover oleh Blanked Order Contract
Jumlah barang yang diorder tidak sesuai dengan kebutuhan Stock OUT
Procurement berulang
Barang terlambat datang
Gambar 2.18. Kesimpulan masalah yang akan dipecahkan Pada proyek akhir ini, penulis menfokuskan pada pemasalahan yang telah diuraikan. Untuk lebih jelasnya dapat melihat Gambar 2.18. Permasalahan yang dibahas adalah •
Pengisian usage plan
•
Pelaksanaan review meeting
•
Metode forecast untuk penentuan forecast daily usage
•
Mekanisme Blanked Order Contract
Dari permasalahan-permasalahan di atas, penulis mencoba membuat diagram keterkaitan antara permasalahan dilihat dari proses kerjanya, apakah dalam kebijakan (Policy), perencanaan (Planning), pelaksanaan (Execution), kontrol (Control) (lihat Gambar 2.19). Dari segi kebijakan, terlihat bahwa kebijakan dan peraturan perusahan berkaitan dengan Inventory management masih kurang. Dari segi perencanaan, aktifitas-aktifitas yang menyebabkan timbulnya permasalah diantaranya tidak disiplin melakukan review meeting usage plan perkuartal, pengisian usage plan tidak selalu dilakukan, metode forecast yang digunakan dalam penentuan daily usage tidak tepat sehingga tingkat akurasi forecastnya rendah. Satu hal lagi dalam perencanaan yang menimbulkan permasalah pada proses berikutnya adalah kontrak jangka panjang yang kurang menarik untuk mengikat pemasok. Pada saat pelaksanaanya, terdapat banyak kesalahan-kesalahan, baik yang dilakukan oleh user maupun inventory control. Secara garis besar, tidak adanya koreksi
62
terhadap forecast, parameter (SS, ROP dan ROQ) menyebabkan pengorderan tidak ekonomis dan adanya kelebihan stok pengamanan. Selain itu akibat kebutuhan proyek yang diperlakukan menjadi kebutuhan rutin pada periode berikutnya membuat jumlah inventory meningkat. Permasalahan berikutnya adalah ketika macro demand forecasting menggunakan data forecast daily usage yang tidak akurat, maka akan terjadi kesalahan dalam estimasi awal dari nilai kontrak jangka panjang. Selain itu karena tidak tertariknya pemasok melakukan blanked order contract, dimana tidak semua barang stok dicover oleh kontrak, membuat proses procurement dilakukan berulang untuk setiap adanya PR. Karena adanya kesalahan-kesalahan di atas, maka dampak yang dapat dirasakan adalah ketidaksiapan pemasok menerima order. Akibatnya pengiriman barang menjadi terlambat dan menyebabkan stock out. Dari Gambar 2.19 tersebut terlihat jelas bahwasanya apabila ada kekurangan dalam hal kebijakan atau dalam pembuatan rencana, maka dampak akan dirasakan pada saat pelaksanaannya sehari-hari. Kesalahan pada level atas (Policy dan planning) akan langsung membawa dampaknya ke level berikutnya (execution). Dampak yang paling jelas dan bisa diukur adalah stock out (Stock Available Ratio) dan peningkatan jumlah inventory.
63
64