BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1. Conceptual Framework Mengacu kepada isu bisnis yang telah dijelaskan sebelumnya, pemikiran awal thesis ini adalah adanya permasalahan bagaimana meningkatkan revenue dan growth (performance) anggota Konsorsium. Anggota Konsorsium merasa bahwa revenue mereka mulai terancam karena meningkatnya persaingan dalam bisnis penyediaan layanan internet. Mereka berusaha untuk dapat bertahan pada masa yang akan datang.
Competition
Regulation Performance
Technology
Gambar 2.1. Conceptual Framework
Selanjutnya beberapa faktor yang dianggap sangat berkaitan dengan pemikiran utama ialah mengenai persaingan, regulasi dan teknologi. Persaingan bisnis saat ini sangat ketat dan tidak dapat dihindari. Bandung adalah satu kota di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk cukup padat sangat cocok sebagai lahan bisnis penyediaan layanan internet. Beberapa operator telekomunikasi tengah membidik pasar yang potensial ini. Mereka mengembangkan bisnisnya dari yang semula sebagai operator telekomunikasi menjadi penyedia jasa 11
internet dengan menggunakan infrastruktur yang telah dimilikinya. Pengembangan bisnis perlu mempertimbangkan peta persaingan tersebut. Pengembangan bisnis ISP juga perlu untuk memperhatikan regulasi sebagai aspek legal, satu aspek yang risikonya hanya bisa diterima/tidak dapat dihindari. Bisnis harus patuh pada hukum atau undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu terkait dengan pengembangan bisnis yang dilakukan Konsorsium PIB, thesis ini akan membahas juga mengenai regulasi. Bisnis penyedia layanan internet sangat berkaitan dengan teknologi jaringan yang dipergunakan, baik dari sisi Last Mile, Backbone, maupun ISP. Dalam thesis ini yang akan kita bahas ialah teknologi yang dipergunakan oleh ISP. Pemilihan teknologi diasumsikan menjadi point utama untuk sustainability ISP dan hal ini akan dibuktikan pada pembahasan-pembahasan mengenai teknologi yang dipergunakan ISP.
2.2. Analisis Situasi Bisnis 2.2.1. Situasi Kompetisi Situasi kompetisi dianalisis menggunakan model Industry five forces (Wheelen, 2006) yaitu kekuatan para pelaku bisnis, pemain baru dan hambatan untuk memasuki bisnis yang sama, kekuatan pembeli, kekuatan supplier, dan produk pengganti. 2.2.1.1. Para Pelaku Bisnis ISP Para pelaku bisnis ISP di Bandung yang dianggap memiliki kekuatan yang besar diantaranya adalah PT. Telkom dengan brand Speedy, PT. Lintasarta, PT. Quasar, dan PT. Bakrie Telekom dengan brand WiMode. PT. Telkom menggunakan teknologi ADSL, Lintasarta menggunakan teknologi Fiber Optic, dan PT. Quasar menggunakan teknologi Wireless. Para pelaku bisnis ISP lainnya dianggap memiliki kekuatan yang sama dengan ISP-ISP anggota Konsorsium berjumlah sekitar 21 ISP. Mereka secara garis besar mengadopsi teknologi yang sama yaitu wireless, kecuali dalam beberapa kasus khusus, tergantung kebutuhan pelanggan, mereka menggunakan teknologi cable dan VSAT.
12
2.2.1.2. Pemain Baru Pemain-pemain baru bisnis ISP yaitu: PT. PLN dengan brand Icon+ dan First Media. PT. PLN menggunakan Fiber Optic technology sedangkan First Media menggunakan teknologi satelit. PT. PLN memiliki kekuatan dari sumber-daya yang telah dimilikinya yaitu kantor-kantor cabang yang terdapat di seluruh Indonesia, serta infrastruktur yang mendukung penambahan infrastruktur FO. Icon+ memiliki target customer yaitu Multinational Companies, Enterprise, SMB (Small Medium Business) or Dotcom Companies, dan Banks. First Media juga sangat patut untuk dipertimbangkan karena tariff bulanan layanan internetnya lebih murah dari pada para ISP lainnya serta kualitas layanannya tinggi (Bandwith 384 kbps). First Media menggunakan teknologi satellite (-dan TV cable). Namun yang menjadi penghalang bagi masyarakat adalah biaya start-up nya masih cukup tinggi. 2.2.1.3. Kekuatan Pembeli Semakin banyaknya para penjual layanan internet, kekuatan pembeli semakin besar untuk memilih layanan dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan. Sebagai contoh adalah warnet yang sudah biasa menjadi pelanggan suatu ISP tiba-tiba beralih menjadi pengguna ISP lain karena tawaran harga yang lebih murah, meski kualitasnya belum tentu lebih baik. Pembeli/pelanggan juga ada yang bertahan untuk menjadi pelanggan ISP karena ISP tersebut menaikan level layanannya agar tidak kehilanggan pelanggan. Dengan demikian pelanggan memiliki kemampuan untuk menawar service yang lebih baik kepada ISP-nya karena diluar ISP tersebut masih banyak ISP lain dengan service berbeda. 2.2.1.4. Kekuatan Supplier Vendor perangkat wireless networking (Wi-Fi) bertambah banyak, diantara sekian banyak supplier tersebut hanya ada satu hingga dua supplier yang memiliki produk lebih unggul dari pada yang lainnya. Meskipun demikian price yang ditawarkan masih dapat dijangkau oleh para pelaku bisnis ISP. Selain perangkat, para ISP juga memiliki beban yaitu sewa Bandwith kepada Network Access Provider (NAP). Biasanya kapasitas minimal Bandwith yang disewa 13
adalah sekitar 1 MBPS dan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan tersebut setiap tahunnya sekitar 20 – 25 juta rupiah. Dengan adanya satu reseller NAP sebagai anggota Konsorsium, kebutuhan Bandwith dapat dipenuhi dengan harga yang relative lebih murah. Vendor perangkat BWA dalam hal ini vendor perangkat WiMAX juga banyak dan masing-masing menawarkan kualitas yang sangat bagus. Banyaknya vendor perangkat BWA menyebabkan Konsorsium dapat mencari perangkat WiMAX atau WiFi yang sesuai baik dari segi feature, kualitas maupun harga. 2.2.1.5. Kekuatan Produk Pengganti Produk-produk pengganti layanan internet ISP dari segi pencarian informasi adalah seperti Koran, TV, Radio, dan media massa lainnya. Dari segi komunikasi, dengan internet orang bisa memakai email, jika tidak dengan internet maka surat dan layanan expedisi adalah penggantinya. Namun internet menjadi lebih unggul dari pada media informasi lainnya karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa dengan internet, banyak hal dapat dikerjakan. Layanan internet di perkantoran, bagi orang-orang yang bekerja bisa juga dikatakan sebagai service pengganti layanan internet ISP, atau warnet-warnet di kota Bandung yang jumlahnya lebih dari 100 warnet merupakan suatu alternative termudah bagi masyarakat untuk mengakses internet. Dengan Rp 3.000,- s/d Rp. 5.000,- saja kita bisa mengakses internet di warnet meski dengan Bandwith 64kbps yang dishare. Pada umumnya pengguna internet tidak cukup hanya menggunakan selama satu jam saja untuk memperoleh informasi, dan mungkin dilakukannya selama beberapa hari, sehingga apabila diakumulasikan jumlah dana yang harus dibayarkan ke warnet selama satu bulan itu cukup untuk membayar biaya langganan ke ISP.
2.2.2. Situasi Teknologi Pada Lampiran A dibahas mengenai teknologi internet dan internet value network sehingga pada bagian ini akan langsung membahas mengenai teknologi Last Mile yaitu masalah teknologi yang diperuntukkan sebagai penghubung antara customers/clients kepada ISP (Afuah, 2003). Untuk ISP ke client, terdapat beberapa teknologi yang mampu untuk melayani kebutuhan internet pelanggan yaitu DSL, Television Cable, FO, VSAT, PLC dan BWA (3G, Wi-Fi, dan WiMAX). 14
Meskipun bisnis ISP berbeda dengan teknologi Last Mile, namun teknologi Last Mile sangat berkaitan dengan teknologi ISP. Pemilihan teknologi Last Mile menjadi suatu strategi penting bagi ISP demi keberlanjutan dan daya tahan bisnisnya. Bisa dibayangkan bila ISP hanya menggunakan satu teknologi Last Mile yang cepat sekali waktu mature-nya (sudah dapat digantikan oleh teknologi Last Mile lainnya). Otomatis hal tersebut menurunkan performansi bisnis ISP tersebut. Konsorsium sebenarnya focus kepada teknologi BWA seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun teknologi Last Mile lainnya patut diketahui dengan baik agar dapat memperoleh gambaran perkembangan teknologi untuk bisnis ISP. Pembahasannya teknologi selain BWA dilakukan pada lampiran B dokumen proyek akhir ini. Selanjutnya akan kita bahas teknologi Last Mile yang telah disebutkan sebelumnya sehingga dapat menambah pemahaman situasi teknologi secara lengkap.
2.2.2.1. Broadband Wireless Access Technology – Wi-Fi Wi-Fi adalah nama umum untuk technology wireless popular yang dipergunakan dalam jaringan rumah, telepon bergerak, video games, dll. Wi-Fi disupport oleh operating system hampir semua komputer dan game console. Jangkauan Wi-Fi biasanya mencapai 100 m dengan Bandwith 54 Mbps. Frekwensi yang dimanfaatkan untuk teknologi Wi-Fi adalah 2.4 GHz (unlisence). Institute of Electrical and Electronics Engineering (IEEE) menetapkan standard bagi Wireless LAN (WLAN) dan dua diantaranya telah diimplementasikan secara umum pada Wi-Fi yaitu 802.11b dan 802.11g (Wikipedia, 2008). Berikut adalah table perbandingan di antara kedua standard tersebut:
Tabel. 2.1 Standard 802.11b dan g. Standard
Release Date
Op. Frequency
Data
Rate
Data
Rate
Range
(Type)
(Max)
(Indoor)
802.11b
October 1999
2.4 GHz
4.5 Mbit/s
11 Mbit/s
~35 m
802.11g
June 2003
2.4 GHz
23 Mbit/s
54 Mbit/s
~35 m
15
Gambar. 2.2. Implementasi Wi-Fi 1
Perangkat Wi-Fi bisa bertindak sebagai router (perangkat broadcaster untuk high speed internet access) secara wireless dan sebuah komputer yang hendak mengakses internet melaluinya perlu memiliki wireless network adapter. Laptop keluaran terkini biasanya telah dilengkapi dengan fasilitas WLAN (Wi-Fi) sehingga tidak perlu menambahkan perlengkapan lain. Wireless network Technology pada umumnya memiliki kemiripan dari arsitekturnya, hanya sedikit kelebihan-kelebihan yang dimilikinya membuatnya dibedakan dari teknologi wireless network yang lainnya. Misalnya saja system Canopy yang dikenalkan oleh Motorola memiliki keunggulan pada kekuatan sinyalnya sehingga menjangkau jarak yang cukup jauh dan kemampuan menghindari interferensi dari perangkat wireless network berfrekwensi sama. Namun sebenarnya Canopy dapat digolongkan ke dalam Wi-Fi, karena mobilitasnya rendah dan menggunakan frekwensi 2.4 GHz. Istilah Line of Sight (LOS) dan Non line of Sight (NLOS) berlaku pada perangkat wireless network. Line of Sight berarti perangkat transceiver sinyal memerlukan arah yang tepat berhadapan dengan perangkat transceiver lain agar keduanya dapat berfungsi sebagai perangkat komunikasi. Jika terhalangi oleh sesuatu, misalnya saja pohon, maka komunikasi menjadi terganggu. NLOS
1
Source: www.geeksquad.com 16
berarti
meskipun
terdapat penghalang di antara dua transceiver, maka tidak akan mengganggu komunikasi data. Jadi Wi-Fi (Canopy) memiliki type yang LOS maupun NLOS.
Gambar. 2.3 Canopy System 2
Pada gambar di atas tampak bahwa untuk berhubungan dengan internet, seorang pelanggan perlu memiliki sebuah komputer dan Subscriber Module (SM). Subscriber Modul berkomunikasi dengan Access Point (AP). Access Point ke ISP menggunakan suatu Backhaul (Point to Point Module). Jadi tidak bisa menggunakan wireless network adapter lagi, karena jarak user dengan AP bisa sangat jauh (lebih dari 100 m).
2.2.2.2. Broadband Wireless Access Technology – WiMAX World wide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) menggunakan standard 802.16. Varian dari standard ini adalah 802.16, 802.16d untuk desktop dan 802.16e untuk mobile (Wikipedia, 2008). Standard 802.16 memiliki kondisi channel Line of Sight (antenna tidak boleh terhalangi oleh object lain), sedangkan 802.16d dan 802.16e memiliki kondisi channel Non Line of Sight (NLOS). Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat table berikut.
2
source: www.motorola.com, (Motorola, 2008) 17
Tabel. 2.2 Perbandingan Perkembangan Teknologi Wireless. 802.16
802.16d
802.16e
Completed
Dec 2001
Mid ‘04
Mid ‘05
Spectrum
10 – 66 GHz
2 – 11 GHz
< 6 GHz
Channel Conditions
Line of Sight only
Non-line of Sight
Non-line of Sight
Bit Rate
32 – 134 Mbps in 28
Up to 75 Mbps in 20
Up to 15 Mbps in 5
MHz
MHz
MHz
QPSK, 16QAM, 64
OFDM 256
OFDM 256
QAM
subcarriers, QPSK, 16
subcarriers, QPSK, 16
QAM, 64 QAM
QAM, 64 QAM
Modulation
Mobility
Fixed
Fixed, Portable
Nomadic Portability
Channel Bandwiths
20, 25, 28 MHz
1.5 – 20 MHz
Same as 802.16a with uplink subchannels
Typical Cell Radius
2 – 5 KM
7 – 10 KM
2 – 5 KM
Tabel. 2.3 Perbandingan Perkembangan Teknologi Wireless.
Approximate max reach
Wi-Fi
WiMAX
WiMAX
CDMA2000
802.11g
802.16
802.16e
1x EV-DO
WCDMA/UMTS
100 m
8 km
5 km
12 km
12 km
54 Mbps
75 Mbps
30 Mbps (10
2.4 Mbps
2 Mbps (10+
(20 MHz
MHz band)
(higher for
Mbps for
EV-DV)
HSDPA)
400, 800,
1800, 1900,
900, 1700,
2100 MHz
(dependent on many faktors) Maximum Throughput
band) Typical Frequency
2.4 GHz
2 – 11 GHz
2 – 6 GHz
bands
1800, 1900, 2100 MHz Availability
Now
Ratified in
2005
Now
Now
June 2004 Application
Wireless
Fixed
Portable
Mobile
Mobile
LAN
Wireless
Wireless
Wireless
Wireless
Broadband
Broadband
Broadband
Broadband
(eq DSL alternative)
Tabel 2.3. di atas tidak hanya menampilkan standard 802.16, namun juga standard Wi-Fi, CDMA dan Wireless CDMA. Standard teknologi yang lain tersebut ditampilkan karena Gunawan Wibisono dalam bukunya WiMAX: Teknologi Broadband Wireless Access Kini dan Masa Depan menjelaskan bahwa yang dianggap
18
sebagai pesaing bagi WiMAX adalah teknologi wireless seperti General Packet Radio System (GPRS), Enhance Data Rate for Global Evolution (EDGE), Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA), dan High Speed Downlink Packet Access (HSDPA). Masing-masing evolusi teknologi tersebut mengarah pada kemampuan menyediakan berbagai layanan baru, atau mengarah pada layanan yang mampu
SPEED
menyalurkan sekaligus voice, video, dan data (triple play).
Wi-Fi
WiMAX HSPA UMTS
GSM MOBILITY
Gambar. 2.4 Persaingan Teknologi Wireless Network 3
Meskipun tabel sebelumnya telah menampilkan perbandingan antara WiMAX dengan teknologi wireless broadband lainnya, gambar 2.4 yang diperoleh dari wikipedia (2008) menambah kejelasan posisi teknologi WiMAX dalam industri BWA. Dari gambar tersebut dapat kita amati bahwa WiMAX memiliki sifat mobility dan speed yang cukup tinggi. Berikutnya ditampilkan contoh implementasi jaringan WiMAX yang melayani banyak pelanggan. Sangat jelas terlihat peran WiMAX sebagai teknologi Last Mile, yaitu teknologi yang menjadi penghubung antara ISP dengan pelanggan. Kapasitas Bandwith yang dimiliki WiMAX merupakan potensi besar dalam mewujudkan bisnis ISP.
3
source: wikipedia (2008) 19
Gambar. 2.5. Jaringan WiMAX 4
Teknologi WiMAX belum dimanfaatkan untuk bisnis penyedia layanan internet karena masalah frekwensi yang boleh dipergunakan waktu itu masih belum jelas (Magdalena, 2007). Saat ini regulasi penggunaan frekwensi atau perangkat BWA 2.3 GHz telah dikeluarkan, sehingga dalam waktu dekat kemungkinan besar WiMAX dengan frekwensi 2.3 GHz akan terimplementasikan.
2.2.2.3. 3G 3G adalah teknologi hasil perkembangan dari cellular broadband yang mampu mentransfer data dengan kecepatan tinggi lebih dari 1 Mbps dengan menggunakan teknologi EVDO, HSDPA dan UMTS. Ketiga teknologi tersebut mampu memberikan akses internet broadband, dengan atau tanpa telepon selular karena saat ini telah ada Cardbus dan USB sebagai router pada cellular broadband yang mengizinkan beberapa computer untuk mengakses internet melalui satu telepon selular. Berikut adalah keuntungan dan kerugian dari 3 G.5
4 5
Diambil dari www.winncom.com, (Wincom White Papers, 2006) Diambil dari http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Broadband_Internet&redirect=no 20
Tabel. 2.4 Advantages and Disadvantages of 3G(Wikipedia, 2008) Advantages a.
Disadvantages
The only broadband connection available on
a.
many cell phones and PDA's
Unreliable: drop-outs are common during travel and during inclement weather
b.
Mobile wireless connection to the Internet
b.
Not truly nationwide service
c.
Available in all metropolitan areas, most
c.
Speed varies widely throughout the day,
large cities, and along major highways. (See a
sometimes falling well below the 400 kbit/s
map)
target during peak times
d.
No need to aim an antenna in most cases
e.
The antenna is extremely small compared to a satellite dish
d.
much slower than the download rate. e.
f.
Low latency compared to satellite Internet
g.
Higher availability than Wi-Fi "Hot Spots"
h.
A traveler who already has cellular
Asymmetric service: the upload rate is always High latency compared to DSL and Cable broadband services.
f.
Often more costly compared to other methods
broadband will not need to pay different WiFi Hot Spot providers for access.
2.2.2.4. Trend Implementasi Teknologi BWA Periode 1
Periode 2
Periode 3
Periode 4
Outdoor Indoor Portable Mobile Gambar. 2.6. Arah Implementasi Teknologi Wireless Network BWA 6
Trend teknologi wireless network BWA menuju ke mobility network access. Pada awalnya pengguna BWA memerlukan outdoor antenna untuk bisa melakukan komunikasi/akses internet, setelah itu tercipta indoor antenna yang bisa dihubungkan dengan mudah dengan desktop komputer. Berikutnya adalah portable antenna yang bisa diplug-in ke laptop atau tidak perlu plug-in, cukup didekatkan saja karena koneksi 6
Source : Alvarion 21
dengan laptop/komputer bisa melalui teknologi Bluetooth (Teknologi wireless jarak pendek, menggunakan frekwensi 1.5 GHz) 2.2.2.5. Teknologi dalam Struktur Industri Service Komunikasi Wire-line
9Copper (PSTN Telkom) 9FO (ADSL)
Wireless
9CDMA (Flexi, Esia, Star One)
Fixed Local Provider (Access Network+ Services)
9GSM (Tsel,Indosat,XL com) 9CDMA (Mobile8)
Teresterial
Mobile
Industry Structures
Satellite
Long Distance (Network Provider)
Regional/ Island Transport (Network Provider) National Transport/ Backbone (Network Provider)
9Microwave Link 9Fiber Optic 9Satellite 9Sea Cable 9PLN network 9RAILWAY network
Satellite
International
Service Provider
9ACeS
Vo-IP Internet
PLC
3G
BWA
WiFi
FO
WiMAX
DSL Cable TV
Gambar. 2.7. Struktur Industri Service Komunikasi 7
Mudrik
Alaydrus
dalam
presentasinya
Telecommunication
Business
menjelaskan tentang struktur industri service komunikasi, industri tersebut terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu local provider, long distance dan service provider. Service provider juga terbagi tiga yaitu international, Vo-IP, dan Internet. Untuk internet service provider, teknologi yang dipergunakan adalah satellite, power line communication, broadband wireless access (Wi-Fi atau WiMAX), fiber optic, digital subscriber line, dan Cable TV.
7
Dimodifikasi dari Telecommunication Business, Mudrik Alaydrus, 2007 22
2.2.3. Situasi Regulasi 2.2.3.1. Regulasi Frekwensi Penggunaan frekwensi diatur dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah Keputusan Menteri dan Keputusan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel). Berikut adalah daftar peraturan-peraturan yang mengaturnya: 1. Undang-undang
Republik
Indonesia
No.
36
Tahun
1999
Tentang
Telekomunikasi 2. PP NO. 53 TAHUN 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekwensi Radio Dan Orbit Satelit 3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 Tentang Tariff Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi Dan Informatika 4. Keputusan Menteri No. 5 TAHUN 2001 Tentang Penyempurnaan Tabel Alokasi Spektrum Frekwensi Radio Indonesia. Selain peraturan-peraturan dan undang-undang di atas, Menteri Kominfo membuat: Rancangan Peraturan Menteri Kominfo Tentang Penggunaan Pita Frekwensi Radio Untuk Keperluan Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nirkabel (Broadband wireless access). Rancangan tersebut adalah sebagai tanggapan atas perkembangan teknologi BWA di Indonesia (Menkominfo, 2007). Di dalam rancangan peraturan menteri tersebut disebutkan bahwa pemerintah menetapkan penggunaan pita frekwensi radio untuk keperluan BWA pada pita frekwensi radio 300 MHz, 1.5 GHz, 2 GHz, 2.5 GHz, 3.3 GHz, 5.8 GHz dan 10.5 GHz. Pasal 3 ayat 1 menjelaskan rentang frekwensi BWA untuk masing-masing pita frekwensi tersebut sebagai berikut: a.
Pita frekwensi radio 300 MHz memiliki rentang frekwensi 287 - 294 MHz dan 310 - 324 MHz, moda TDD;
b.
Pita frekwensi radio 1.5 GHz memiliki rentang frekwensi 1428 - 1452 MHz dan 1498 - 1522 MHz, moda TDD;
c.
Pita frekwensi radio 2 GHz memiliki rentang frekwensi 2053 - 2083 MHz, moda TDD;
d.
Pita frekwensi radio 2.5 GHz memiliki rentang frekwensi 2500 - 2520 MHz dan 2670 - 2690 MHz, moda TDD;
23
e.
Pita frekwensi radio 3.3 GHz memiliki rentang frekwensi 3300 - 3400 MHz, moda TDD;
f.
Pita frekwensi radio 5.8 GHz memiliki rentang frekwensi 5725 - 5825 MHz, Moda TDD;
g.
Pita frekwensi radio 10.5 GHz memiliki rentang frekwensi 10150 - 10300 MHz berpasangan dengan 10500 - 10650 MHz, moda FDD.
2.2.3.2. Izin Mendirikan Bangunan Mendirikan bangunan untuk keperluan telekomunikasi seperti tower atau antenna perlu memperoleh izin terlebih dahulu dari Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung. Tower dikategorikan sebagai bangunan dan antenna dikategorikan sebagai bangun bangunan. Dalam memperoleh izin ini suatu perusahaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) 2. Bukti kepemilikan tanah 3. Bukti pembayaran PBB 4. Kartu Tanda Penduduk (KTP) 5. Pemberitahuan Radius 6. Gambar Radius (Mapping) 7. Gambar Rencana 8. Kuasa Pengurusan 9. Sosialisasi masyarakat yang diketahui oleh RT/RW/Lurah/Camat 10. Rekomendasi ketinggian dari Dishub Provinsi. Sanksi terhadap pemilik tower atau antenna yang belum memiliki IMB atau tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemilik IMB adalah pembongkaran tower atau antenna. Apabila hal tersebut sampai terjadi, berarti bisnis yang tengah berlangsung dapat terganggu dan menghilangkan kepercayaan konsumen. Kebutuhan akan tiang antenna atau tower adalah sangat penting bagi Konsorsium PIB, tetapi tidak perlu membangun lagi karena hal ini dapat terpenuhi oleh adanya tiang-tiang antenna milik anggota Konsorsium. Namun sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan bisnisnya, Konsorsium perlu mengetahui banyak hal yang berkaitan dengan pembangunan tower dan tiang antenna. Isu tentang penggunaan menara bersama saat ini telah dilengkapi dengan adanya peraturan Menkominfo. 24
2.2.3.3. Izin Penyelenggaraan ISP Izin usaha yang harus dimiliki oleh para ISP adalah Izin Penyelenggaraan ISP. Izin ini juga diperoleh dari Dirjen Postel. Untuk mendapatkan izin tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya apa pun, tetapi ada kewajiban tahunan yang diantaranya adalah universal service obligation (USO) dan izin kelas (izin penyelenggaraan ISP). USO adalah kewajiban 0.75% dari omset yang dibayarkan oleh setiap ISP dan pada saatnya nanti akan dimanfaatkan untuk membuat layanan internet di daerah terpencil. Dengan dimilikinya izin kelas/izin penyelenggaraan ISP, setiap ISP diwajibkan untuk membayar sebesar 1% dari omset yang diperolehnya setiap tahun. Perihal nilai yang harus dibayarkan dalam USO, peraturan yang menjadi dasar hukumnya adalah PP No. 28 Tahun 2005 Tentang Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika, sedangkan nilai yang harus dibayarkan untuk mempertahankan izin penyelenggaraan ISP telah diatur oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 22/Per/M.Kominfo/10/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi.
2.3. Akar Masalah Adanya persaingan yang semakin ketat di bidang penyediaan jasa internet menyebabkan bisnis yang dijalankan oleh ISP-ISP di Bandung melemah. Para pesaing baru menawarkan service yang tariffnya lebih murah dari pada service yang ditawarkan oleh para ISP. Dari segi kualitas pun mereka terus menerus memperbaikinya. Konsorsium berharap dapat keluar dari masalah persaingan tersebut dan berusaha menjadi pemain utama, sebab kalau tidak demikian Konsorsium hanya akan menjadi penonton. Bisnis ISP juga sangat berkaitan dengan teknologi Last Mile. Bermacam-macam teknologi yang dapat dipilih dalam bisnis ISP, namun pemilihannya haruslah tepat sasaran agar mampu bertahan dalam waktu yang cukup panjang atau minimalnya adalah sampai waktu payback period. Konsorsium juga perlu memperhatikan aspek legal, yaitu aspek ketaatan terhadap regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik dalam hal frekwensi, izin penyelenggaraan ISP dan izin mendirikan bangunan. Keberlangsungan dan ketahanan bisnis ISP tidak dapat dilepaskan dari aspek legal sebab risiko yang ditimbulkannya 25
tidak dapat dikendalikan, dialihkan, maupun dicegah. Risiko yang terjadi akibat pelanggaran regulasi hanya dapat diterima oleh pelaku bisnis. Isu-isu bisnis yang telah dianalisis sebelumnya ada yang menjadi permasalahan bisnis dan ada juga yang menimbulkan suatu opportunity. Untuk mengatasi permasalahan dan memanfaatkan opportunity yang muncul dari isu bisnis, Konsorsium memutuskan untuk mengembangkan bisnis yang baru dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dapat di-share oleh semua anggota Konsorsium. Bisnis yang akan dikembangkannya adalah penyediaan layanan internet menggunakan teknologi broadband wireless access, dan target pasar-nya adalah masyarakat perumahan. Dalam rangka mengembangkan bisnis tersebut, Konsorsium membutuhkan kajian mengenai kelayakan bisnis ISP yang mengaplikasikan teknologi BWA. Jadi proyek akhir ini akan membantu mencari solusi dari akar permasalahan yang dihadapi oleh Konsorsium tersebut. Solusi yang diharapkan berupa saran keputusan mengenai layak-tidaknya bisnis tersebut sehingga Konsorsium dapat segera mengeksekusi rencana bisnisnya.
26