BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Kepemimpinan Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pemimpin tertinggi yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan dan mengelola keseluruhan organisasi sebagai suatu kesatuan Nawawi (2003 dalam Sudaryono, 2014). Menurut Nawawi dan Hadari (2012: 9) kepemimpinan dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Kepemimpinan dalam konteks struktural Kepemimpinan dalam konteks struktural ini terikat pada pembidangan kerja yang disebut dengan struktur organisasi.Apabila suatu unit dipandang sebagai total sistem, maka unit yang lebih kecil merupakan sub-sistem. Sistem dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri dari berbagai unsur atau elemen (bidang) yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Kepemimpinan berarti usaha mengarahkan, membimbing dan memengaruhi orang lain, agar pikiran dan kegiatannya tidak menyimpang dari tugas pokok unit/ bidang masing-masing. 2. Kepemimpinan dalam konteks non-struktural Kepemimpinan dalam konteks non-struktural dapat diartikan sebagai proses memengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan bersama-sama pula. Pemimpin dalam konteks non-struktural berorientasi pada kebersamaan, dimulai dari penentuan tujuan dari penentuan tujuan kelompok/ organisasi sesuai bidang gerak/ garapannya.Langkah berikutnya dilakukan berupa kegiatan menyusun program (rencana) kegiatan dan melaksanakannya secara bersama-sama.Tujuan, perencanaan/ program dan pelaksanaannya selalu dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi kelompok/ organisasi dan lingkungan sekitarnya. Bertolak dari kedua konteks kepemimpinan tersebut, maka dapat diidentifikasikan unsur-unsur dalam kepemimpinan. Unsur-unsur dimaksud adalah :
9
10
1. Adanya seorang yang berfungsi memimpin, yang disebut pemimpin (leader). 2. Adanya orang lain yang dipimpin. 3. Adanya kegiatan menggerakkan orang lain yang dilakukan dengan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan, pikiran, dan tingkah laku. 4. Adanya tujuan yang hendak dicapai, baik yang dirumuskan secara sistematis maupun seketika. 5. Berlangsung berupa proses di dalam kelompok/ organisasi, baik besar dengan banyak maupun kecil dengan sedikit orang-orang yang dipimpin.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli manajemen tentang kepemimpinan, diantaranya: Menurut Robbins (1994 dalam Sudaryono, 2014) kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.Pendapat ini memandang semua anggota kelompok atau organisai sebagai suatu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan memengaruhi semua anggota kelompok atau organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/ bekerja untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasi. Menurut Gibson (2003 dalam Sudaryono, 2014) mengatakan kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi agar mencapai tujuan tertentu.Pada dasarnya memotivasi berarti harus dilakukan sebagai kegiatan mendorong anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan tertentu yang tidak memaksa dan mengarah pada tujuan.Kegiatan mendorong tersebut sebagaimana telah dijelaskan diatas adalah usaha menumbuhkan motivasi.Dan pemimpin harus menghindari pemberian dorongan yang bersifat intimidasi atau yang menekankan anggota organisasi melalui ancaman sanksi atau hukuman atau cara-cara lain yang tidak menyenangkan. Menurut Anoraga (1992 dalam Sutrisno, 2014) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti pimpinan itu. Adapun Bass dan Stogdill (1990 dalam Sutrisno,
11
2014), kepemimpinan adalah suatu proses memengaruhi aktivitas suatu kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli yang telah disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses dimana seseorang dapat memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. 2.1.1.1 Fungsi Kepemimpinan Menurut Nawawi dan Hadari (2014: 74) kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan sistuasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu.Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/ organisasinya. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi sebagai berikut: 1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya. 2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/ organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan pemimpin. 2.1.1.2 Sifat Kepemimpinan Sifat kepemimpinan yang sukses dapat dijelaskan sebagai berikut (Amirullah dan Budiyono, 2004) : 1. Watak dan kepribadian yang terpuji Seorang pemimpin harus mempunyai watak dan kepribadian yang terpuji, agar para bawahan maupun orang yang berada di luar organisasi mempercayainya. 2. Keinginan melayani bawahan Seorang
pemimpin
harus
percaya
pada
bawahan.Pemimpin
harus
mendengarkan pendapat bawahan dan mempunyai keinginan untuk membantu bawahan menimbulkan dan mengembangkan keterampilan yang dimiliki mereka agar karir mereka meningkat. 3. Memahami kondisi lingkungan
12
Seorang pemimpin tidak hanya menyadari tentang apa yang sedang terjadi di sekitarnya, tetapi juga dituntut untuk memiliki pengertian yang memadai sehingga dapat mengevaluasi perbedaan kondisi organisasi dan para bawahannya. 4. Intelegensi yang tinggi Seorang pemimpin dituntut untuk mempunyai kemampuan berpikir pada taraf yang tinggi guna menganalisis problem dengan efektif, belajar dengan cepat dan memiliki minat yang tinggi untuk mendalami dan menggali ilmu.
5. Berorientasi ke depan Seorang pemimpin harus memiliki intuisi, kemampuan memprediksi dan visi sehingga dapat mengetahui sejak awal tentang kemungkinan-kemungkinan apa yang dapat mempengaruhi organisasi yang dikelolanya. 6. Sikap terbuka dan lugas Pemimpin harus sanggup mempertimbangkan fakta-fakta dan inovasi yang baru yang dipandang mampu memberi nilai guna yang efisien dan efektif bagi organisasi. Lugas dalam arti bersifat apa adanya namun konsisten pendiriannya.
2.1.1.3 Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan yang baik adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi yang berkembang dan ada disekitar kita. Berikut ini definisi dari gaya kepemimpinan menurut para ahli : Menurut Malayu. S. P Hasibuan (2011), gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin memengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Soekarso ,et al (2010) , gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan pemimpin dalam memengaruhi para anggota/ pengikut serta melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manajerial. Menurut Mifta Thoha (2010: 49) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
13
memengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Macammacam gaya kepemimpinan antara lain : Thoha (2003) menjelaskan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam mengambil keputusan, terbagi atas empat gaya kepemimpinan yaitu: 1. Instruksi Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan, yang dicirikan oleh komunikasi satu arah, pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang mekanisme pelaksanaan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan proses pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Gaya kepemimpinan direktif, yang dicirikan oleh: 1) Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya. 2) Pemimpin
menentukan
semua
standar
bagaimana
bawahan
menjalankan tugas. 3) Hubungan dengan bawahan rendah tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya 2. Konsultatif Gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan, masih banyak memberikan pengarahan dan pengambilan keputusan, tetapi diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar perasaan pengikut, baik berupa ide maupun saran mereka tentang keputusan yang dibuat. Gaya kepemimpinan konsultatif, yang dicirikan oleh: 1) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan. 2) Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan para bawahan. 3) Hubungan dengan bawahan baik.
14
3. Partisipatif Perilaku pemimpin yang tinggi dan rendah pengarahan, dalam hal ini posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan di pegang secara bergantian. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah aktif mendengar.Tanggung jawab dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Gaya kepemimpinan partisipatif, yang dicirikan oleh: 1) Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan. 2) Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan. 3) Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai. 4. Delegatif Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan, pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan.Gaya kepemimpinan delegatif, yang dicirikan oleh: 1) Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan bawahan. 2) Bawahan mempunyai hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan rendah. Sedangkan Lewin menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan otokratis, gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire. (Dessler dan Philips, 2008 : 387). 1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja keras, bersungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan intruksiintruksinya harus ditaati.
15
Ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis adalah : 1. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin. 2. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas. 3. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja dan kerjasama pada setiap anggota. 2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya dan bersifat terbuka. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis : 1. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin. 2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih. 3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok. 3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan Ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissezfaire 1. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.
16
2. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. 3. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok 2.1.2 Disiplin Kerja Secara etimologis, disiplin berasal dari bahasa inggris disciple yang berarti “pengikut” atau “penganut”, “pengajaran”, “latihan”, dan
sebagainya.Menurut
Hartatik (2014: 182) disiplin merupakan suatu keadaan tertentu dimana orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan rasa senang hati, sedangkan kerja adalah segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja. Perusahaan sendiri harus mengusahakan bahwa peraturan itu bersifat jelas, mudah dipahami dan adil, yaitu berlaku baik bagi pimpinan yang tertinggi maupun bagi karyawan terendah. Menurut Rivai (2004 dalam Hartatik, 2014) ia menyebutkan bahwa disiplin kerja dalah suatu alat yang digunakan manajer untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang dalam menaati semua peraturan perusahaan serta norma-nrma sosial yang berlaku. Disiplin kerja adalah kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan, berkaitan dengan keadaan tertib dimana seseorang mengikuti pola-pola peraturan yang telah ditetapkan.Soekanto(1990 dalam Khairoh, 2010). Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2000 : 232) disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi nya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan. 2.1.2.1 Macam-Macam Disiplin Kerja Menurut Mangkunegara (2011: 129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif.
17
1. Disiplin preventif, adalah suatu upaya untuk menggerakkan karyawan mengikuti dan mematuhi peraturan kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan karyawan berdisiplin diri. Dengan cara preventif, karyawan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan. 2. Disiplin korektif, adalah suatu upaya menggerakkan karyawan dalam penyatuan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mengatuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korelatif, karyawan yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah agar karyawan tidak mengulangi pelanggaran, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. Keith Davis (2005) berpendapat bahwa disiplin korelatif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur harus menunjukan karyawan yang bersangkutan benar-benar terlibat. Keperluan proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah pertama, suatu prasangka yang tidak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh pegawai lain. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan pelanggaran.
2.1.2.2 Pendekatan Disiplin Kerja Ada tiga pendekatan disiplin kerja menurut Mangkunegara (2011: 130) yaitu pendekatan disiplin modern, disiplin dengan tradisi, dan disiplin bertujuan. 1.
Pendekatan disiplin modern. Pendekatan disiplin modern mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi: a.
Merupakan suatu cara menghindari bentuk hukuman secara fisik.
b.
Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum yang berlaku.
c.
Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka yang harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya.
d.
Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap kasus disiplin.
18
2.
Pendekatan disiplin dengan tradisi. Pendekatan disiplin dengan tradisi yaitu, pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi: a.
Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan.
b.
Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.
c.
Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya.
d.
Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras.
e.
Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.
3.
Pendekatan disiplin bertujuan. Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa: a.
Disiplin kerja harus diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
b.
Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku.
c.
Disiplin ditujukan untuk perbahan perilaku yang lebih baik.
d.
Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Menurut
Singodimedjo
(2009
dalam
Sutrisno,
2011)
faktor
yang
mempengaruhi disiplin karyawan adalah: 1. Besar kecilnya pemberian kompensasi. Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan
19
tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar sehingga menyebabkan ia sering mangkir dan sering minta izin keluar. 2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan. Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan organisasi semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam organisasi, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. 4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan. Bila seorang karyawan melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan. Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengarkan dan dicarikan jalan keluarnya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik.
20
7. Diciptakan
kebiasaan-kebiasaan
yang
mendukung
tegaknya
disiplin.
Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain: a. Saling menghormati bila bertemu di lingkungan pekerjaan. b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut. c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. d.
Memberitahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun.
2.1.2.4 Indikator Disiplin Kerja Menurut Soekanto (2006) ada beberapa indikator disiplin kerja karyawan yaitu sebagai berikut : 1. Ketepatan waktu. Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik 2. Menggunakan peralatan kantor dengan baik. Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan 3. Tanggung jawab yang tinggi. Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik. 4. Ketaatan terhadap aturan kantor. Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi. 2.1.3 Kompensasi Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan organisasi.Keadaan ini menciptakan sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya.Untuk mencapai hal tersebut, organisasi harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan serta meningkatkan kemampuan
21
maupun keterampilan yang dimiliki secara optimal.Salah satu upaya yang dapat ditempuh organisasi untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan kompensasi yang memuaskan. Kompensasi merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen sumber daya manusia.Kompensasi mengandung arti yang lebih luas daripada upah atau gaji.Upah atau gaji lebih menekankan pada balas jasa yang bersifat finansial, sedangkan kompensasi merupakan pemberian balas jasa finansial maupun non finansial.Kompensasi merupakan pemberian balas jasa, baik secara langsung berupa uang (finansial) maupun tidak langsung berupa penghargaan (nonfinansial). Menurut Mangkunegara (201: 83), kompensasi merupakan sesuatu yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang sebanding.dalam kepegawaian. Hadiah yang bersifat uang merupakan kompensasi yang diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan diri pelayanan mereka.Bentuk-bentuk pemberian upah, bentuk upah, dan gaji digunakan untuk mengatur pemberian keuangan antara majikan dan karyawannya. Menurut Sutrisno (2009: 181), kompensasi merupakan hasil penjualan tenaga kerja para SDM terhadap perusahaan, dalam hal ini terkandung pengertian bahwa apabila para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan, maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan dengan cara memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka. Kompensasi adalah keseluruhan dari semua hadiah yang diberikan kepada karyawan sebagai imbalan atas jasa mereka. (Mondy dan Noe, 2005) Menurut Hasibuan (2004 dalam Hartatik, 2014), kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan balas jasa atas yang diberikan kepeda perusahaan.Sedangkan menurut Panggabean (2004 dalam Hartatik, 2014), kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan dalam organisasi.Senada dengan pengertian tersebut menurut Dessler (2008 dalam Hartatik, 2014), menjelaskan bahwa kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan itu. Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompensasi meupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan agar karyawan merasa dihargai dalam bekerja.
22
2.1.3.1 Tujuan Kompensasi Menurut Hasibuan (2009: 120) tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah : 1. Ikatan Kerja Sama. Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawannya. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/ majikan wajib membayar kompensasi. 2. Kepuasaan Kerja. Karyawan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan pemberian kompensasi. 3. Pengadaan Efektif. Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan lebih mudah. 4. Motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah memotivasi bawahannya. 5. Stabilitas Karyawan. Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensinya yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover yang relatif kecil. 6. Disiplin. Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. 2.1.3.2 Komponen Kompensasi Menurut Mathis dan Jackson ( 2006: 419) terdapat 2 komponen dalam kompensasi yaitu seperti terlihat dalam tabel 2.1 dibawah ini: Tabel 2.1 Komponen Program Kompensasi Kompensasi Langsung
Tidak Langsung
Gaji Pokok
Tunjangan
•
Upah
•
Asuransi kesehatan/jiwa
•
Gaji
•
Cuti berbayar
•
Dana pensiun
•
Lain-lain
Penghasilan Tidak Tetap •
Bonus
•
Insentif
•
Opsi saham
Sumber : Mathis and Jackson (2006 ; 419) A. Kompensasi Langsung (Direct Compensation)
23
Mondy dan Noe (1993 dalam Hartatik, 2014) mengemukakan bahwa jenis kompensasi adalah: 1. Gaji, yaitu imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan, atau mingguan. Gaji merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam organisasi. 2. Upah, yaitu imbalan finansial yang yang langsung dibayarkan kepada para pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya gaji atau upah yang diberikan untuk menarik calon karyawan agar mau masuk menjadi karyawan. 3. Insentif, yaitu imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong para karyawannya untuk bekerja lebih giat, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu, diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai, tetapi juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan, yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustasi.
B. Kompensasi Tidak Langsung (Fringe Benefit) Masih menurut Mondy dan Noe (1993 dalam Hartatik, 2014), fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan
terhadap
semua
karyawan
dalam
usaha
meningkatkan
kesejahteraan karyawan.Sebagai contoh, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan bantuan perumahan. 2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Ada beberapa pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan kompensasi. Menurut Mangkunegara (2013: 4), ada enam faktor yang mempengaruhi kebijakan kompensasi yaitu: a) Faktor Pemerintah Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan peraturan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi/
24
angkutan, inflasi, maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai. b) Penawaran Bersama antara Perusahaan dan Pegawai Kebijakan dalam menentukan kompensasi dapat dipengaruhi pada saat terjadinya tawar-menawar yang mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pegawai.Hal ini terutama dilakukan oleh perusahaan dalam merekrut pegawai yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu yang sangat dibutuhkan perusahaan. c) Standar Biaya Hidup Pegawai Kebijakan kompensasi memerlukan pertimbangkan standar biaya hidup minimal pegawai hal ini dikarenakan kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pegawai dan keluarga, maka pegawai akan akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman akan memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. d) Ukuran Perbandingan Upah Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, dan masa kerja pegawai. Artinya, perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja, dan ukuran perusahaan e) Permintaan dan Persediaan Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai, perlu dipertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar.Artinya kondisi pasar pada saat ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai. f) Kemampuan Membayar Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai, perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar upah pegawai.Artinya, jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada perusahaan.
Adapun menurut Rivai (2008) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi dibagi menjadi dua, yaitu : a. Pengaruh lingkungan eksternal pada kompensasi
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi upah dan kebijakan kompensasi berasal dari luar perusahaan, seperti pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan serikat pekerja. •
Pasar tenaga kerja mempengaruhi desain kompensasi dalam dua cara. Pertama, tingkat persaingan tenaga kerja sebagian menentukan batas rendah atau tingkat pembayaran. Jika tingkat pembayaran suatu perusahaan terlalu rendah, tenaga kerja yang memenuhi syarat tidak akan bersedia bekerja di perusahaan itu. Kedua, pada saat yang sama, mereka menekan pengusaha untuk mencari alternatif, seperti penyediaan tenaga asing, yang harganya mungkin lebih rendah, atau teknologi yang mengurangi kebutuhan kerja.
•
Salah satu apek yang juga mempengaruhi kompensasi sebagai salah satu faktor eksternal adalah kondisi-kondisi ekonomi industri, terutama derajat tingkat persaingan, yang mempengaruhi kesanggupan untuk membayar perusahaan itu dengan gaji tinggi.
•
Pemerintah secara langsung mempengaruhi tingkat kompensasi melalui pengendalian upah dan petunjuk yang melarang peningkatan dalam kompensasi untuk para pekerja tertentu pada waktu tertentu, dan hukum yang menetapkan tingkat tarif upah minimum, gaji, pengaturan jam kerja, dan mencegah diskriminasi. Pemerintah juga melarang perusahaan memperkerjakan pekerja anak-anak dibawah umur.
•
Pengaruh eksternal penting lain pada suatu program kompensasi kerja adalah serikat kerja. Kehadiran serikat kerja di perusahaan swasta diperkirakan meningkatkan upah 10-15% dan menaikkan tunjangan sekitar 20-30%. Perbedaan upah antara perusahaan yang mempunyai serikat pekerja dengan yang tidak mempunyai serikat pekerja tampak paling besar selama periode inflasi.
b. Pengaruh Lingkungan Internal pada Kompensasi Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi upah, yaitu ukuran, umur, anggaran tenaga kerja perusahaan, dan siapa yang dilibatkan untuk membuat keputusan upah untuk organisasi.
26
•
Anggaran tenaga kerja. Secara normal, anggaran tenaga kerja identik dengan jumlah uang yang tersedia untuk kompensasi karyawan tahunan. Tiap-tiap unit perusahaan dipengaruhi oleh ukuran anggaran tenaga kerja. Anggaran perusahaan tidak menyatakan secara tepat jumlah uang yang di alokasikan ke masing-masing karyawan, melainkan berapa banyak yang tersedia untuk unit atau divisi.
•
Siapa yang membuat keputusan kompensasi. Keputusan atas berapa banyak yang harus dibayar, sistem apa yang dipakai, manfaat apa yang ditawarkan, dipengaruhi oleh siapa yang membuat keputusan kompensasi.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian kompensasi tersebut, ada hal penting yang perlu dicatat, yaitu bahwa tidak setiap perusahaan memberikan bentuk kompensasi kepada karyawannya.Hal ini tergantung pada kondisi dari perusahaan tersebut. Di satu pihak, perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan karyawan, tetapi di lain pihak perusahaan juga harus memperhitungkan kemampuan dalam membiayai karyawan. Kompensasi ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.Oleh karena itu, perlu diperhatikan apakah pemberian kompensasi yang dilakukan dapat memberi manfaat bagi karyawan maupun perusahaan. 2.1.4 Kinerja Mathis dan Jackson (2006), berpendapat bahwa kinerja pada dasarnya adalah mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen yaitu kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama Menurut Mangkunegara (2013: 67), pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sinambela, dkk (2011: 136), kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan suatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai bahan acuan.
27
Menurut Robbins (1996 dalam Sinambela, 2012) kinerja didefinisikan sebagai hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan individu dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.Sedangkan menurut Rivai dan Basri (2005: 14), kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Berdasakan pengertian diatas kinerja dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mencapai hasil kerja yang diinginkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan. 2.1.4.1 Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja Menurut
Mangkunegara
(2000:67),
faktor-faktor
yang
memengaruhi
pencapaian kinerja adalah pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan faktor motivasi (motivation). a.
Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media, dan informasi yang diterima.
b.
Keterampilan (skill) Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan. Seperti keterampilan konseptual (conceptual skill), keterampilan manusia (human skill), dan keterampilan teknik (technical skill).
c.
Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
28
2.1.4.2 Penilaian Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006: 382), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka
jika
dibandingkan
dengan
seperangkat
standar,
dan
kemudian
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil.Penilaian kinerja digunakan secara luas untuk mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan secara individual. Aspek – aspek penilaian kinerja menurut Mathis dan Jackson (2006), kinerja karyawan adalah awal dari suatu keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuaanya Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu : 1. Kemampuan individual. Kemampuan individual ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian, Tingkat ketrampilan, yang merupakan bahan yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. Karyawan akan memiliki kinerja yang baik, jika karyawan memiliki tingkat ketrampilan yang baik juga sehingga hasil kinerja yang dihasilkan akan baik. 2. Usaha yang dicurahkan. Usaha yang dicurahkan oleh karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran, dan motivasinya.Usaha merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan unutk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. 3. Dukungan organisasional. Di dalam dukungan organisasional perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, standar kinerja, peralatan dan teknologi dan manajemen dan kerja. Menurut Robbins (2006: 26) indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada 6, yaitu : a. Kualitas Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. b. Kuantitas
29
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. c. Ketepatan waktu Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. d. Efektivitas Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya e. Kemandirian Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan, bimbingan dari orang lain atau pengawas. f. Komitmen kerja Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
2.1.5 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti yang menunjukkan beberapa perbedaan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sunarso dan Kusdi (2010) yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan, Kedisiplinan, Beban Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru di Sekolah Dasar, dengan menggunakan variabel penelitian kepemimpinan, kedisiplinan, beban kerja, motivasi kerja sebagai variabel independen dan kinerja karyawan sebagai variabel dependen, serta menggunakan analisis regresi berganda diperoleh hasil kepemimpinan, kedisiplinan, beban kerja, motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, baik secara parsial maupun simultan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sariwulan dn Handayani (2013) yang berjudul Pengaruh Kompensasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru di SMA 5 Bekasi, dengan menggunakan variabel penelitian kompensasi dan disiplin kerja sebagai variabel independen dan kinerja guru sebagai variabel dependen , serta menggunakan analisis regresi berganda diperoleh hasil bahwa kompensasi dan
30
disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, baik secara parsial maupun simultan. Dan penelitian yang dilakukan oleh GDE Rumbawan (2009), dengan judul Pengaruh Kompensasi, Disiplin Kerja, dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Koperasi Pasar Srinadi kabupaten Klungkung, dengan menggunakan variabel penelitian
kompensasi, disiplin kerja, dan gaya kepemimpinan sebagai
variabel independen dan kinerja karyawan sebagai variabel dependen, serta menggunakan analisis regresi berganda diperoleh hasil kompensasi, disiplin kerja, dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti
Variabel Penelitian Alat
Judul
Hasil
Analisis
(Tahun) Sunarso dan Pengaruh
=Kepemimpinan Regresi
Kusdi
Kepemimpinan,
= Kedisiplinan
(2010)
Kedisiplinan,
= Beban Kerja
beban
kerja,
Beban
=Motivasi Kerja
motivasi
kerja
dan
Kerja
Berganda
Motivasi Y = Kinerja Guru
Kepemimpinan, kedisiplinan,
berpengaruh
Kerja Terhadap
signifikan
Kinerja Guru di
terhadap kinerja
Sekolah Dasar
guru,
baik
secara
parsial
maupun simultan. Sariwulan
Pengaruh
=Kompensasi
Regresi
Kompensasi
dn
Kompensasi
= Disiplin Kerja
Berganda
dan
Handayani
dan
(2013)
Kerja terhadap
berpengaruh
Kinerja Guru di
signifikan
SMA 5 Bekasi
terhadap kinerja
Disiplin Y = Kinerja Guru
disiplin
kerja
guru, secara
baik parsial
31
maupun simultan. GDE
Pengaruh
= Kompensasi
Regresi
Kompensasi,
Rumbawan
Kompensasi,
= Disiplin Kerja
Berganda
disiplin
(2009)
Disiplin Kerja,
=Gaya
dan
Gaya Kepemimpinan
kerja,
dan
gaya
kepemimpinan
Kepemimpinan
Y=Kinerja
berpengaruh
Terhadap
Karyawan
signifikan
Kinerja
terhadap kinerja
Karyawan
karyawan baik
Koperasi Pasar
secara
Srinadi
maupun
kabupaten
simultan.
parsial
Klungkung
2.2
Kerangka Pemikiran Berhasil tidaknya suatu organisasi atau institusi dalam mencapai tujuan
ditentukan oleh faktor manusianya atau karyawannya, seorang karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan baik dapat menunjang tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pada proses ini fungsi pemimpin mempunyai peran yang sangat erat menentukan dalam pelaksanaan organisasi perusahaan, karena pemimpin merupakan titik sentral didalam
mengarahkan
sumber-sumber yang ada untuk terciptanya suatu tujuan perusahaan. Disiplin kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di kalangan karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi karena disiplin kerja karyawan adalah bagian dari faktor kinerja (Waridin, 2005). Disiplin kerja yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2006). Secara sederhana kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan untuk balas jasa kerja mereka.Simamora (2004) mengatakan bahwa kompensasi dalam bentuk finansial adalah penting bagi karyawan, sebab dengan kompensasi ini mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung, terutama
32
kebutuhan fisiologisnya.Walau demikian, tentunya karyawan juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikan dalam bentuk non finansial.Hal ini sangat penting bagi karyawan terutama untuk pengembangan karir mereka. Dari uraian di atas dapat diajukan modelkerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran GAYA KEPEMIMPINAN (
)
DISIPLIN KERJA
KINERJA KARYAWAN (Y)
KOMPENSASI ( )
2.3
Hipotesis Penelitian Pengetian hipotesis menurut Sugiyono (2009) adalah jawaban sementara
terhadap rumusan penelitian di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, sehingga dapat dianggap atau dipandang sebagai konsklusi atau kesimpulan yang sifatnya sementara, sedangkan penolakan atau penerimaan suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil penellitian terhadap faktorfaktor yang dikumpulkan, kemudian diambil suatu kesimpulan. Sehubungan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : Hipotesis 1 Hipotesis pertama yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan 1 adalah sebagai berikut: •
H0 = Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan ( karyawan (Y) pada PT. Nuansa Nirmana Artistika
) terhadap kinerja
33
•
Ha = Ada pengaruh gaya kepemimpinan (
) terhadap kinerja karyawan
(Y) pada PT. Nuansa Nirmana Artistika
Hipotesis 2 Hipotesis kedua yang juga akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan 2 yaitu sebagai berikut: •
H0 = Tidak ada pengaruh disiplin kerja (
) terhadap kinerja karyawan
(Y) pada PT. Nuansa Nirmana Artistika •
Ha = Ada pengaruh disiplin kerja (
) terhadap kinerja karyawan (Y)
pada PT. Nuansa Nirmana Artistika Hipotesis 3 Hipotesis ketiga yang juga akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan 3 yaitu sebagai berikut: •
H0 = Tidak ada pengaruh kompensasi (
) terhadap kinerja karyawan (Y)
pada PT. Nuansa Nirmana Artistika •
Ha = Ada pengaruh kompensasi (
) terhadap kinerja karyawan (Y) pada
PT. Nuansa Nirmana Artistika Hipotesis 4 Hipotesis keempat yang juga akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan 4 yaitu sebagai berikut: •
H0 = Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan ( dan kompensasi (
), disiplin kerja (
)
) secara simultan terhadap kinerja karyawan (Y) pada
PT. Nuansa Nirmana Artistika •
Ha = Ada pengaruh gaya kepemimpinan ( kompensasi (
), disiplin kerja (
) dan
) secara simultan terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT.
Nuansa Nirmana Artistika
34