BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2005, p.2) adalah manajemen SDM merupakan proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan kerja mereka, kesehatan, dan keamanan serta masalah keadilan. Menurut Hasibuan (2007, p.111) mengemukakan bahwa manajemen SDM atau pengelolaan SDM berarti penyiapan dan pelaksaan suatu rencana yang terkordinasi untuk menjamin bahwa SDM yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2006, p.3) manajemen SDM adalah perancangan sistem formal dari sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisaional. Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen SDM adalah segala usaha yang dilakukan terhadap sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi yang menggunakan fungsi-fungsi manajemen.
2.1.2 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia memiliki beberapa peran bagi organisasi, seperti berikut ini: 1.
Peran Administratif Meliputi aktivitas-aktivitas administrasi, seperti program bantuan karyawan, adminitrasi pensiun, adminitrasi imbalan kerja, perencanaan dan adminitrasi kompensasi, dan penanganan persoalan cuti yang terkait urusan keluarga.
2.
Penasihat karyawan Sebagai suara atas persoalan-persoalan karyawan, biasanya dipandang sebagai petugas moral perusahaan. Menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan karyawan maupun masalah yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
8
9 3.
Operasional Peran operasional terdiri dari beberapa aktivitas SDM berikut ini: • Pengadaan tenaga kerja (procurement) Fungsi operasional dari manajemen personalia adalah berupa usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam kaitan ini adalah penentuan sumber daya manusia yang dibutuhkan seperti perekrutan, seleksi, dan penempatan. • Pengembangan (development) Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan untuk perencaan karir kedepannya. • Kompensasi Fungsi ini diartikan sebagai balas jasa pemberian kompensasi penting bagi organisasi untuk mencerminkan suatu apresiasi dari perusahaan kepada karyawan mereka dan suatu bentuk usaha untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama sekaligus aset penting bagi suatu organisasi. •
Integrasi Integrasi
merupakan
usaha
untuk
menghasilkan
suatu
rekonsiliasi
(kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), dan organisasi. •
Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabadikan angkatan kerja yang mempunyai kemauan dan mampu untuk bekerja. Terpeliharanya kemauan untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh komunikasi dengan para karyawan.
•
Pemutusan hubungan kerja Fungsi pertama manajemen personalia adalah untuk mendapatkan karyawan, dan fungsi terakhirnya adalah memutuskan hubungan kerja. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan.
4.
Strategis Seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian keputusankeputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan
10 mencapai sasarannya. Sesuai definisinya, manajemen strategis berfokus pada proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan sumber daya manusia untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Peran Manajemen Sumber Daya Manusia digambarkan sebagai berikut:
Strategis: Sebagai kontribusi bisnis Operasional: Mengatur sebagian besar aktivitas SDM Penasihat Karyawan: Bertugas sebagai petugas moral Administratif: Focus pada pekerjaan administrative secara ekstensif Gambar 2.1 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber: Mathis dan Jackson (2006, p.51)
2.2 Pengertian Budaya Organisasi Menurut Robbins & Coulter (2012, p.51) budaya organisasi adalah nilai, prinsip, tradisi, dan sikap yang mempengaruhi cara bertindak anggota organisasi. Menurut Amstrong (2005) dalam Torang (2013, p.107) budaya organisasi atau korporat adalah pola nilai, norma, keyakinan, sikap, dan asumsi yang dapat diartikulasikan. Menurut Kreitner & Kinicki (2007, p.64) budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi. Menurut Mathis & Jackson (2006, p.128) budaya organisasi adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional. Dari beberapa definisi tersebut dapat dijelaskan budaya organisasi pada dasarnya akan mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota
11 organisasi. Budaya organisasi merupakan landasan setiap anggota dalam bersikap dan bertingkah laku di setiap aktivitas perusahaan yang menjadikan perekat hubungan diantara anggota perusahaan.
2.2.1 Bentuk Budaya Organisasi Jeff Cartwigth (1999, p.11) dalam Torang (2013, p.107-108) membagi empat bentuk budaya yang dipandang sebagai siklus budaya, yaitu sebagai berikut:
a.
Monoculture; Individu atau kelompok berpikir sama sesuai dengan norma budaya yang sama, dicirikan ekstrem (fanatik dan fundamentalis).
b.
Superordinate Culture; subkultur terkoordinasi (setiap individu bergerak dengan keyakinan dan nilai-nilai, gagasan dan sudut pandang sendiri, namun bekerja dalam satu organisasi dan semua ternmotivasi). Superordinate culture merupakan bentuk ideal budaya atau sumber vitalitas, kreativitas, dan energi.
c.
Disive Culture; bentuk ini memecah belah karena setiap individu memiliki agenda dan tujuannya sendiri. Dalam model ini organisasi ditarik kearah yang berbeda. Gejala budaya ini adalah vandalism, kejahatan, inefisiensi dan kekacauan.
d.
Disjunctive Culture; diindikasikan dengan pemecahan organisasi secara eksplosif atau menjadi unit budaya individual.
Sedangkan menurut Robbins (2001, p.527) dalam Torang (2013, p.108) mengelompokkan bentuk budaya organisasi : a. Networked culture; organisasi memandang anggota sebagai keluarga dan teman . orang-orang dalam network culture sagat bersahabat dan bersuka ria dalam gaya, cenderung berbicara tentang bisnis secara bebas, kebiasaan informal, dan dan menggunakn banyak waktu untuk sosialisasi, dan tanpa masalah, serta saling mengetahui satu sama lain dengan cepat dan merasa bahwa mereka adalah bagian dari organisasi. b. Mercenary culture; organisasi berorientasi pada tujuan komunikasi cenderung cepat, langsung, dan dikendalikan dengan cara yang tidak yang tidak mungkin, tidak toleran pada kebiasaan menghabiskn waktu, menonjolkan
12 bisnis dan omong kosong, toleransi dalam menggunakan waktu yang lama untuk mewujudkan tujuannya. c. Fragmented Culture; budaya ini menggambarkan orang yang bekerja dengan sedikit melakukan kontak bahkan tidak saling mengenal, tidak menampakkan identifikasi organisasi, serta cenderung mengidentifikasi dengan profesi dimana mereka diposisikan. d. Communal Culture Anggota organisasi sangat bersahabat dan bergaul, baik secara pribadi maupun
secara profesional, umumnya terjadi pad perusahaan yang
menggunakn teknologi tinggi; individu dalam organisasi cenderung berbagi dalam banyak hal, komunikasi mengalir dengan sangat mudah, mereka mengenakn logo perusahaan, hidup dalam kepercayaan perusahaan dan membela perusahaan dari orang lain.
2.2.2Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2006, p.725) budaya menjalankan sejumlah fungsi didalam organisasi, yaitu: 1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. 4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. 6. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Menurut Chatab (2007) dalam Torang (2013, p.112), budaya organisasi dapat difungsikan sebagai identitas organisasi, social cohesion (pengikat/pemersatu), sources (sumber inspirasi), sumber penggerak dan pola perilaku, peningkat nilai tambah, pengganti formalisasi, dan mekanisme adaptasi terhadap perubahan.
13
Identitas organisasi
Alat yang memberi pengertian
Budaya Organisasi
Komitmen Kolektif
Stabilitas sistem sosial Gambar 2.2 Bagan Fungsi Budaya Organisasi Sumber: Chatab (2007)
Kreinet & Kinichi (2007, p.273) mengungkapkan bahwa budaya organisasi juga dapat difungsikan sebagai: identitas organisasi, komitmen kolektif, stabilitas system dan sebagai alat yang memberikan pengertian.
2.2.3 Dimensi dan Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins & Coulter (2012, p.52), ada 7 karakteristik atau dimensi budaya organisasi yaitu: 1. Inovasi dan keberanian
mengambil risiko (Inovation and risk taking),
adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan. 2. Perhatian terhadap detail (Attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. 3. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hal tersebut. 4. Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.
14 5. Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan individu-individu. 6. Sikap agresif (Aggressivenes), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya. 7. Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo (mempertahankan apa yang ada karena dianggap sudah cukup baik) daripada pertumbuhan.
Sedangkan
menurut
Luthans
(2007)
dalam
Torang
(2013,
p.110)
mengungkapkan ada 6 karakteristik budaya organisasi, antara lain sebagai berikut: a. Keteraturan perilaku; seperti pemakaian bahasa atau terminology yang sama b. Norma (standar perilaku) c. Nilai (mutu produk) d. Filosofi e. Aturan f. Iklim organisasi
2.3 Intensi Turnover 2.3.1
Pengertian Intensi Intensi ini layaknya sebuah rencana yang disusun sebelum kita melakukan
sesuatu. Sebagaimana penjelasan Ajzen (2005, p.5) yang mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku. Menurut Mangkunegara, Bakar, &Harmaini (2005, p.1) menunjukkan bahwa intensi merupakan probabilitas atau kemungkinan yang bersifat subjektif, yaitu perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kemungkinannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Artinya, mengukur intensi adalah mengukur kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu.
2.3.1.1 Faktor Yang Memengaruhi Intensi Menurut Ajzen (2005, p.2) intensi dipengaruhi oleh 3 faktor:
15 1. Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward behavior) Adalah penilaian yang bersifat pribadi dari orang yang bersangkutan, menyangkut pengetahuan dan keyakinan mengenai perilaku tertentu, baik dan buruknya, keuntungan dan manfaatnya. 2. Norma subjektif (subjective norm) Mencerminkan pengaruh sisial, yaitu persepsi seseorang terhadap tekanan social (masyarakat, orang-orang sekitar) untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tingkah laku. 3. Persepsi tentang control perilaku (perceived behavior control) Merupakan persepsi mengenai sulit atau mudahnya seseorang untuk menampilkan tingkah laku tertentu dan diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu beserta halangan atau rintangan yang diantisipasi.
2.3.2 Pengertian Turnover Mathis dan Jackson (2006, p.125) mengemukakan definisi turnover sebagai suatu proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan posisi pekerjaan tersebut harus digantikan oleh orang lain. Menurutnya tidak semua turnover berdampak negative bagi suatu organisasi terutama apabila pekerja-pekerja yang pergi adalah mereka yang berkinerja rendah atau individu yang kurang dapat diandalkan. Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2007, p.389) mendefinisikan turnover adalah “The voluntary and involuntary permanent withdrawal from an organization”. Yang bila diterjemahkan adalah penarikan permanen dari organisasi secara sukarela dan tidak sukarela.
2.3.2.1 Jenis Turnover Turnover dikelompokkan dalam beberapa cara yang berbeda. Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.125) Setiap klasifikasi berikut ini dapat digunakan dan tidak terpisah satu sama lain. •
Turnover secara tidak sukarela
Pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja •
Turnover sukarela
16 Karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri
2.3.2.2 Cost of Turnover Pada umumnya cost of turnover menurut Mathis & Jackson (2003, p.91) Terbagi atas: a. Hiring cost, adalah biaya yang dikeluarkan pada saat penerimaan karyawan termasuk biasa iklan dlaam perekrutan, pencarian, wawancara, gaji karyawan, waktu karyawan, serah terima karyawan, penempatan karaywan, tes karaywan, tes kesehatan karyawan daln lain sebaginya. b. Training cost, adalah biya yang dikeluarkan karena kehilangan produktivitas akibat hilangnya waktu dari masa transisi pada karyawan baru, contohnya adalah hilangnya hubungan dengan konsumen dan belum terbiasa pad produk ataupun sistem pada perusahaan. c. Productivity cost, adalah biaya yang dikeluarkan karena kehilangan produktivitas akibat hilangnya waktu dari masa transisi pada karyawan baru, contohnya adalah hilangnya hubungan dengan konsumen, dan belum biasanya pada produk ataupun sistem pada perusahaan. d. Separation cost, termasuk staff SDM dan waktu supervisor dan gaji untuk mencegah pemisahan, waktu exit interview, biaya penggangguran, biaya hukum untuk pemisah dan lain-lain.
2.3.3 Pengertian Intensi Turnover Menurut Glissmeyer et al., (2008) dalam İ lhami Yücel, (2012, p.45) intensi turnover didefinisikan sebagai sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti dan benar-benar berhenti dari organisasi. Menurut Bockermann dan Ilmakunnas, (2004) dalam Sinem & Baris (2011, p.4) mendefinisikan intensi turnover sebagai sikap perilaku seseorang untuk menarik diri dari organisasi, sedangkan turnover dianggap sebagai pemisahan yang sebenarnya dari organisasi. Sedangkan
menurut
Novliadi
(2007,
p.30)
intensi
turnover
adalah
kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.
17 Dari 3 definisi diatas dapat disimpulkan intensi turnover karyawan adalah keinginan dari dalam diri karyawan itu sendiri untuk pergi meninggalkan organisasinya dan mungkin mencari pekerjaan lain yang lebih baik.
2.3.3.1 Aspek-Aspek Intensi Turnover Mueller (2003) menyatakan bahwa ada beberapa aspek dari intensi turnover, yakni: 1. Variabel Kontekstual Pertimbangan dari konteks adalah komponen yang kritis atau penting dari mempelajari perilaku. Eagly & Chaiken dalam Mueller, (2003). Tiga hal penting dari faktor-faktor kontekstual di dalam literatur turnover termasuk didalamnya adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternatif- alternatif dalam organisasi dan individu menerima harga dari merubah pekerjaan (perceived costs of job change). Variabel kontekstual ini tercakup di dalamnya adalah: a. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (external alternatives) Karena orang lebih mungkin untuk meninggalkan organisasi mereka ketika mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, literatur lebih menekankan pada persepsi
mengenai alternatif
eksternal sebagai prediktor dari
turnover
organisasional. Arnold & Feldman dalam Mueller (2003). Sementara itu dari sisi individu, umumnya membentuk intensi untuk turnover berdasarkan pada impresi subyektif dari pasar tenaga kerja, dan mereka ini akan benar-benar mengganti pekerjaan ketika persepsi ini benar dan mereka merasa aman dengan pekerjaan baru. Hulin et al., dalam Mueller (2003). b. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (internal alternatives) Literatur dari pilihan pekerjaan dan daya tarik terus meningkat untuk mengenali banyak pekerja, kualitas dari pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang sekarang tetapi juga konteks organisasi secara keseluruhan. Cable dan Turban dalam Mueller, (2003). Salah satu unsur penting dari konteks organisasional ini adalah tersedianya alternatif di dalam organisasi tersebut.Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bisa dicapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal.
18 c. Harga dari pindah kerja (cost of turnover) Disamping efek dari adanya alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar
dari
organisasi,
Karyawan-karyawan
yang
memiliki
keterikatan
(Embeddedness) di dalam konteks organisasi mereka mungkin memiliki sedikit kemungkinan untuk keluar. Mitchell et al., dalam Mueller, (2003). Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapi oleh individu untuk merubah pekerjaan, bahkan mengetahui alternatif yang lebih baik yang tersedia.Faktorfaktor yang kemungkinan meningkatkan harga dari turnover termasuk di dalamnya asuransi kesehatan dan keuntungan-keuntungan finansial misalnya uang pensiun dan bonus-bonus. Meyer dan Allen dalam Mueller, (2003). 2. Sikap Kerja (Work Attitudes) Banyak model-model turnover tradisional memfokuskan pada sikap-sikap karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi mereka sebagai pemicu dari proses turnover (Mobley, dalam Mueller, 2003). Hampir semua model proses turnover dimulai dengan premis yang menyatakan bahwa pertimbangan dari pindah kerja sebagai sebuah pilihan yang di mulai dengan level kepuasan kerja yang rendah dan level komitmen organisasi yang rendah pula. Hom & Griffeth, dalam Mueller, (2003). Tercakup sikap kerja di antaranya adalah: a. Kepuasan kerja. Kemungkinan paling intuitif sikap antesenden dari pindah kerja (turnover) adalah kepuasan dengan pekerjaan, sebagai tambahan hasil meta analisis menunjukkan bahwa kepuasan kerja sangat berkorelasi dengan kesadaran menarik diri (prewithdrawl cognition), niat untuk keluar, dan pindah kerja sesungguhnya dari segisegi lain dari kepuasan. Kinicki et al., dalam Mueller, (2003). b. Komitmen Organisasi. Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi dan tujuan-tujuannya menyediakan alasan tambahan untuk karyawan tetap bertahan. Beberapa teori turnover menempatkan komitmen sebagai faktor penghambat yang kuat dari turnover dibanding kepuasan. Mowday et al., dalam Mueller (2003). 3. Kejadian-kejadian kritis (Critical Events) Kejadian-kejadian kritis merupakan anteseden dari proses penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal), yang diikuti oleh penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl) serta usaha mencari pekerjaan lain (search for alternatives) dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan keluar dari pekerjaan
19 atau turnover. Kurniasari (2004).
2.3.3.2
Penyebab Perputaran Pegawai Sukarela ( Intensi Turnover)
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.125) perputaran secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak factor, diantaranya: a.
Peluang karier
b.
Gaji
c.
Pengawasan
d.
Geografi
e.
Alasan keluarga
Jackson et al., (2010, p.279) menggambarkan penyebab perputaran pegawai sukarela sebagai berikut:
Kepuasan Kerja Yang Rendah • • • •
Tidak menyukai pekerjaan Tekanan pekerjaan yang berlebihan Kesulitan dengan pengawas Kurangnya pilihan penjadwalan atau perjalanan yang fleksibel
Komitmen Yang Rendah dan Kelemahan Psikologis
Kondisi Pasar Tenaga Kerja • • •
Tingkat pekerjaan yang rendah Kesempatan yang lebih baik ada di tempat lain Perekrutan yang agresif oleh perusahaan pesaing
Pencarian Pekerjaan dan Menimbang Pilihan
Praktik SDM Yang Buruk • • • • •
Gaji kecil, sedikit pengakuan Kurangnya kesempatan Untuk pengembangan karir Kemajuan yang lambat Kurangnya keadilan Keamanan pekerjaan yang rendah
Peran Komitmen Lainnya Dan Konflik Waktu • • •
Keluarga Waktu luang Masyarakat
Kepergian Pegawai
20 Gambar 2.3 Penyebab Perputaran Pegawai Sukarela Sumber: Jackson.Schuler.Werner(2010)
2.4 Pengertian Person-Environment Fit Person-Environtment Fit (P-E fit) didefinisikan sebagai sejauh mana individu dan lingkungan memiliki kecocokan. Kristof et al., ( 2005) dalam Ahmad (2011, p.63). Menurut Edwards, et al.,(2005) dalam Ahmad (2012, p.63) person-environment fit mengacu pada tingkat kecocokan atau kesesuaian antara karakteristik pribadi dan karakteristik lingkungan kerja mereka. Secara konsisten person-environment fit berkaitan dengan sejumlah sikap yang berhubungan dengan pekerjaan dan perilaku seperti kepuasan, komitmen terhadap organisasi. Dapat dikatakan bahwa P-E fit merupakan kesesuaian antara apa yang dimiliki oleh kesesuaian antara kebutuhan dari setiap individu dengan hal-hal yang diberikan oleh organisasinya. Edward dan Billsberry (2010) dalam Ahmad (2012, p.64) meneliti P-E fit dari ketiga perspektif: 1. Person-Job Fit Kesesuaian antara individu dengan pekerjaan yang sedang dijalankan. Cable and DeRue (2002) dalam Ahmad (2012, p.65). 2. Person-Organization Fit Kesesuaian antara nilai yang dianut individu dengan apa yang dianut organisasi tempat mereka bekerja. Cable and DeRue (2002) dalam Ahmad (2012, p.65). 3. Person-Group Fit Kesesuaian antara individu dengan kelompok atau tim kerja. Vogel dan Feldman (2009) dalam Ahmad (2012, p.65).
2.5 Tinjauan Pustaka Penelitian ini di tulis berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, terdiri dari 1 jurnal utama dan 4 jurnal pendukung, yaitu:
21 1. The Mediating Effect of Person-Environment Fit on Relationship between Organisational Culture and Staff Turnover. Author: Kamarul Zaman Ahmad. College of Business Administration, Abu Dhabi University. 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari efek dari person-environment fit didalam hubungan budaya organisasi dan intensi turnover karyawan. Hasil penelitian iniadalah person-environment fit memediasi secara signifikan pada hubungan antara budaya organisasi dengan intensi turnover karyawan. 2. The Influence of Organizational Culture on Job Satisfaction and Intention to Leave. Author: Eric W. Macintosh, Alison Doherty. The University of Ottawa, Human Kinetics,Canada. 2009. Tujuan dari penelitian ini menghasilkan dampak dari budaya organisasi, dan kepuasan kerja terhadap intensi karyawan untuk meninggalkan organisasi. Budaya organisasi merupakan nilai, kepercayaan, dan membantu memandu asumsi dasar dan mengkordinasi tingkah laku anggota organisasi. Penelitian ini dilakukan menggunakan analisa path analysis untuk mengukur hubungan antara faktor budaya organisasi, kepuasan kerja dan niat untuk keluar. Hasil penelitian ini menjelaskan 14,3% dari varian budaya organisasi dan 50,3% dari kepuasan kerja yang membuat adanya intensi untuk meninggalkan organisasi. 3. Person-Environment Fit: The Missing Link in the Organizational CultureCommitment Relationship. Author: Kamarul Zaman Ahmad, Kayathry Veerapandian, Wee Yu Ghee. International Journal of Business and Management. 2011. Tujuan penelitian ini menginvestigasi efek mediasi dari person-environment fit dalam hubungan antara budaya organisasi dan komitmen karyawan. 4. Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen dan Kepuasan Kerja terhadap Intensi Turnover Karyawan (Studi Kasus pada PT. Nyonya Meneer Semarang). Penulis: Kadiman, Rr. Dian Indriana T.L. Sistem Informasi Jurnalu Ilmiah USM. 2012. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh budaya organisasi, komitmen organisasi (komitmen afektif, komitmen kontinyu dan komitmen normatif), kepuasan kerja terhadap intensitas turnover. Populasi pada
22 penelitian ini adalah karyawan PT Nyonya Meneer, teknik pengumpulan sampel dengan menggunakan cara accidental sampling yaitu teknik sampling yang memiliki sampel dari individu atau unit yang paling mudah dijumpai atau diakses dan sampel yang diambil sebanyak 115 karyawan. Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh yang signifikan. 5. Pengaruh Kepuasan Gaji dan Komitmen Organisasi terhadap Intensi Turnover pada Divisi PT JAMSOSTEK. Penulis: Agung Wahyu Handaru, Nailul Muna. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia. 2012. Penelitian ini membahas tentang pengaruh kepuasan gaji dan komitmen organisasi terhadap intensi turnover. Tujuan penelitian ini: 1) Untuk mengetahui gambaran kepuasan gaji, komitmen organisasi, dan intense turnover di PT Jamsostek. 2) Uji empiris pengaruh kepuasan gaji terhadap turnover intention di PT Jamsostek. 3) Uji empiris pengaruh komitmen organisasi terhadap perputaran intetion di PT Jamsostek. 4) Uji empiris pengaruh membayar kepuasan dan komitmen organisasi terhadap turnover intention di PT Jamsostek. Berdasarkan hasil uji hipotesis hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Kepuasan gaji dan komitmen organisasi di PT JAMSOSTEK cukup rendah karena adanya peningkatan turnover karyawan setiap tahunnya. Sebagian karyawan menyatakan gaji yang diterima dari perusahaan tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan dan menyatakan gaji tidak memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik lagi. Secara empiris memberikan indikasi bahwa kepuasan gaji memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi turnover di setiap divisi pada PT JAMSOSTEK pusat.
23 2.6 Kerangka Pemikiran
Person-Environment Fit (M): • Thinking of Quit • Intention to Search • Intention to Quit
• • • • • • •
Budaya Organisasi (X): Inovasi&Pengambilan Resiko Penelitian Kerincian Orientasi Hasil Orientasi Orang Orientasi Tim Keagresifan Kemantapan
• • •
Intensi Turnover Karyawan (Y): Person-Organization Fit Person-Job Fit Person-Group Fit
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti (2013)
2.7 Hipotesis Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada adalah sebagai berikut: 1. Ho: Budaya Organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi turnover karyawan. Ha: Budaya Organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap intensi turnover karyawan. 2. Ho: Person-environment fit sebagai variabel mediating tidak berpengaruh secara signifikan pada hubungan antara budaya organisasi dengan intensi turnover karyawan. Ha: Person-environment fit sebagai variabel mediating berpengaruh secara signifikan pada hubungan antara budaya organisasi dengan intensi turnover karyawan.
24