ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA
Oleh : Rani Nurfitriani H14070053
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK
The toll road is one of the critical infrastructure that plays a role in national development and economic growth. But since 1978 until now Indonesia has just able to build about 700 km. This is very much in comparison of Malaysia has been able to build a toll road to 1500 km. In improving the construction of toll roads, since 1987 the Indonesian government has implemented a governmentprivate cooperation for financing the construction of toll roads because of limited funds owned by the government. So that private investors have the opportunity to participate in the procurement of toll roads for the community. This study uses secondary data period of 1987-2009 using multiple linear regression analysis. However, due to the multicollinearity problem of data transformation is carried out by using the Principal Component Analysis (PCA). The goal is to eliminate the high correlation between independent variables. The analysis showed that the GDP per capita, labor, government funds, private investment, and the number of four-wheeled vehicles and more. In addition the dummy of policy is also positive and significant influence on the development of the toll road which is described by the length of the toll road. Dummy of policys described by establishment the Toll Road Regulatory Agency (BPJT) in 2005 as a toll road regulator replaces the dual function of Jasa Marga as operators as well as regulators. . Key Word : Toll Road, Multiple Linear Regression, Principal Component Analysis, Badan Pengatur Jalan Tol
RINGKASAN
RANI NURFITRIANI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR)
Infrastruktur merupakan modal bagi suatu negara dan sangat berpengaruh terhadap pergerakan perekonomian, terutama dalam menghadapi proses globalisasi yang bergerak sangat cepat. Listrik, telekomunikasi, dan jalan merupakan beberapa infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan dikembangkan oleh suatu negara, termasuk Indonesia jika ingin dapat bersaing dan bertahan dalam menghadapi proses globalisasi tersebut. Jalan tol merupakan bagian dari infrastruktur fisik yang merupakan jalan alternatif untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh. Walaupun harus rela membayar untuk menggunakan jalan tol, namun kebutuhan akan jalan tol sekarang ini sangat besar karena dapat mempercepat arus orang maupun arus barang. Jalan tol dibangun dengan tujuan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, dan meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan. Namun pembangunan jalan tol di Indonesia masih terbilang sangat lambat, semenjak tahun 1978 hingga tahun 2008 baru 684 km jalan tol yang dibangun di Indonesia. Masih sangat jauh dibandingkan dengan Malaysia dan China yang sudah bisa membangun jalan tol sekitar 1500 km dan 40.000 km jalan tol padahal kedua negara tersebut baru melakukan pembangunan jalan tol pada tahun 1980 dan 1990. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perkembangan jalan tol di Indonesia. Metode yang digunakan adalahOLS untuk meregresikan model regresi berganda dengan menggunakan minitab 15. Namun karena hasil regresi menunjukkan adanya pelanggaran asumsi klasik, yaitu multikolinearitas maka digunakan Principal Component Analysis untuk menghilangkan multikolineaitas tersebut. Dari hasil analisis ini dapat diketahui bahwa PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, jumlah kendaraan, dan dummy kebijakan berpengaruh secara positif dan nyata terhadap perkembangan jalan tol yang dilihat dari penambahan panjang jalan tol. Sehingga diperlukan langkah-langkah untuk mendorong faktor tersebut demi percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan minat investor dalam menanamkan modalnya dalam pembangunan jalan tol serta membuat kebijakan yang dapat mendorong perkembangan jalan tol di Indonesia. Cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan segera mungkin menyelesaikan Undang-undang pengadaan lahan yang menjadi penghambat terbesar dalam pembangunan jalan tol di Indonesia. Selain itu pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga harus menetapkan
regulasi mengenai tarif setegas mungkin mengenai waktu penetapan dan besarannya. Perbankan sebagai sumber dana bagi investor diharapkan dapat lebih lunak dalam hal masa pengembalian hutang investor. Selain itu, pembatasan jumlah kendaraan perlu dilakukan karena pertumbuhan yang tidak terkendali menyebabkan kemacetan di ruas jalan tol yang seharusnya bebas hambatan. Hal ini bisa dilakukan dengan mencontoh negara lain seperti Singapura yang bisa mengurangi kepemilikan kendaraan pribadi. Salah satu cara adalah menerapkan system Electronic Road Pricing dan pajak progressive bagi pemilik kendaraan. Di Singapura cara ini berhasil dilakukan sehingga dari total penduduk secara keseluruhan hanya 30% yang memiliki kendaraan pribadi. Namun hal ini harus diikuti dengan perbaikan secara kualitas maupun kuantitas terhadap angkutan umum masal.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA
Oleh Rani Nurfitriani H14070053
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
Nama
: Rani Nurfitriani
NRP
: H14070053
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec NIP. 19630805 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2011
Rani Nurfitriani H14070053
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rani Nurfitriani lahir pada 26 Januari 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari empat saudara, dari pasangan Agus Sulaeman dan Imas Khalisoh. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Cibuluh I Bogor pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa penulis dipercaya untuk menjadi sekretasris divisi Research and Development Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2009. Kemudian tahun 2010 penulis dipercaya untuk menjadi ketua divisi Research and Development HIPOTESA. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kegiatan yang diadakan oleh Fakultas maupun HIPOTESA. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidaah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia”. Jalan Tol merupakan salah satu infrastruktur fisik yang berperan penting dalam pembangunan dan perekonomian Indonesia. Fungsinya sebagai prasarana mobilitas barang, jasa, dan orang serta pengurai kemacetan dibutuhkan oleh masyarakat yang sudah jenuh dengan kondisi kemacetan yang semakin parah di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec selaku pembimbing skripsi yang selalu memberi arahan dan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku penguji utama yang telah memberikan kritik saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Alla Asmara, M.Si selaku penguji komdik yang telah memberikan saran penulisan demi perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis, papah Agus dan mamah Imas atas semua kasih sayang, perhatian, doa, serta pengorbanannya yang tak ternilai selama ini. 5. Kakakku, Topan dan Mba Ika dan Adik-adiku, Garry dan Ganny serta keponakanku Athar yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi penulis. 6. Keluarga Gunung Batu yang selalu memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis.
7. Teman satu bimbingan, Opie dan Nono yang selalu berbagi ilmu, saran, serta keluh kesah selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya sehingga skripsi ini bisa selesai tepat pada waktunya. 8. Elvha, Eno, Inggy, Lilih, Ayie yang sudah selalu bersedia menjadi teman kelompok tugas kuliah, teman belajar bersama, dan teman sharing. 9. Neno, Nhimas, Ai, Amboi, Ajeng, Achuy, Tity, Winda, Kristina, dan Hilman yang selalu menjadi teman sharing yang mengasyikkan dan teman-teman IE 44 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan kalian selama ini. 10.Teman-teman Jamilah, Rurun, Mia, Indri, Uni, Tiwi, Mba Arum, dan Ka Aisyah atas keceriaan kalian selama ini sehingga penulis merasa senang dan nyaman berada di kosan Jamilah. 11.Ninit, Alin, Ana, Indri, Evie, Enen, Isty, May, dan Ima yang selalu memberikan semangat, doa, dan selalu menjaga tali pertemanan. 12.Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua staf TU serta dosen Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan serta ilmu yang diberikan selama penulis berkuliah.
Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2011
Rani Nurfitriani H14070053
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................
5
1.3 Tujuan ..................................................................................................
7
1.4 Manfaat ................................................................................................
7
1.5 Ruang Lingkup .....................................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infrastruktur ........................................................................... 10 2.1.1 Infrastruktur Sebagai Barang Publik ................................................ 11 2.1.2 Infrastruktur Sebagai Permintaan Turunan ...................................... 12 2.2. Definisi dan Klasifikasi Jalan ............................................................... 14 2.3. Pengertian Jalan Tol............................................................................. 18 2.4. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 21 2.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 23 2.6. Hipotesis ............................................................................................. 25 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 26 3.2. Variabel dan Definisi Operasional........................................................ 26 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 27 3.4. Metode Estimasi .................................................................................. 29 3.4.1. Uji Kriteria Statistik ....................................................................... 29 3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika .............................................................. 32 3.4.3. Transformasi Data dengan Model Regresi Komponen Utama......... 35 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia ................................... 37 4.2. Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ................................................. 41
4.3. Investasi Swasta dalam Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ............. 46 4.4. Dampak Krisis Terhadap Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ......... 49 4.5. Hambatan Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ................................. 52 4.5.1. Pendanaan .................................................................................... 52 4.5.2. Pengadaan Lahan .......................................................................... 52 4.5.3. Regulasi yang Tidak Konsisten ..................................................... 54 4.6. Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Jalan Tol ............................................................................................ 56 4.6.1. Undang-undang No 38 Tahun 2004 .............................................. 56 4.6.2. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 ...................................... 59 4.7. Badan Pengatur Jalan Tol ................................................................... 61 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model dan Pengujian-pengujian Statistik ................. 64 5.1.1. Uji Normalitas ............................................................................... 65 5.1.2. Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 65 5.1.3. Uji Autokolinearitas ....................................................................... 66 5.1.4. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 66 5.2. Pendugaan Model dengan Metode Regresi Komponen Utama ............ 67 5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ....................................................................................... 70 5.3.1. PDB per Kapita .............................................................................. 70 5.3.2. Tenaga Kerja.................................................................................. 72 5.3.3. Dana Pemerintah ............................................................................ 74 5.3.4. Investasi Swasta ............................................................................. 76 5.3.5. Jumlah Kendaraan Roda Empat dan Lebih ..................................... 77 5.3.6. Dummy Kebijakan .......................................................................... 78 5.4. Pembahasan........................................................................................ 80 VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 86 6.2. Saran .................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 90 LAMPIRAN .................................................................................................. 93
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1 Produk Domestik Bruto Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha .............. 2 2 Perkembangan Jalan Tol di Beberapa Negara Selama 2008 ......................... 5 3 Empat Indikator Pengembangan Jalan Tol di 18 Negara .............................. 23 4 Panjang Jalan di Indonesia 1987-2008 ......................................................... 38 5 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga ................. Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2004-2009 ........................................... 39 6 Panjang Jalan Tol per Pulau di Indonesia Tahun 2010 ................................. 44 7 Rencana Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ............................................ 45 8 Ruas Jalan Tol yang Dibangun Investor Swasta 2010 .................................. 46 9 Indikator Keuangan dan Ekonomi Beberapa Negara Asia Tahun 1997-1998 50 10. Hasil Pengolahan Sebelum dan Setelah Multikolinearitas Diatasi .............. oleh PCA ................................................................................................... 69 11 Jumlah tenaga kerja komuter menurut jenis kelamin dan wilayah 2008 ..... 73 12 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah 1999-2003
74
13 Jumlah Kendaraan Bermotor 2000-2008 ................................................... 78
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1 Konsep Jalan Tol ........................................................................................ 19 2 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 24 3 Kondisi Jalan Nasional 1997-2002 .............................................................. 40 4 Panjang Jalan Tol Indonesia 1987-2009 ...................................................... 43 5 Prosedur Investasi Pembangunan Jalan Tol ................................................. 48 6 Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh PDB 1993-2002 .................... 72 7 Komposisi Pembiayaan Pembangunan Jalan Dalam ................................... Dana Pemerintah 1993-2003 ....................................................................... 75
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Hasil Regresi............................................................................................... 93 2 Uji Normalitas ............................................................................................ 94 3 Uji Heteroskedastisitas ................................................................................ 94 4 Uji Autokorelasi.......................................................................................... 95 5 Uji Multikolinearitas ................................................................................... 95 6 Standarisasi Data......................................................................................... 95 7 Penentuan Skor Komponen Utama .............................................................. 97 8. Regresi Komponen Utama .......................................................................... 97 9. Transformasi Peubah Asal........................................................................... 97 10. Uji Signifikansi ......................................................................................... 98
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Infrastruktur merupakan modal bagi suatu negara dan sangat berpengaruh terhadap pergerakan perekonomian, terutama dalam menghadapi proses globalisasi yang bergerak sangat cepat. Listrik, telekomunikasi, dan jalan merupakan beberapa infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan dikembangkan oleh suatu negara, termasuk Indonesia jika ingin dapat bersaing dan bertahan dalam menghadapi proses globalisasi tersebut. Wilayah Indonesia sangat luas, hingga mencapai 5.193.252 km2 terdiri dari beribu pulau dan lima pulau besar yang dipisahkan oleh perairan. Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri jalan merupakan infrastruktur yang terpenting. Karena jalan merupakan penghubung antar daerah baik jarak dekat maupun jarak jauh. Jalan juga merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi tingkat mobilitas perekonomian suatu negara. Karena peran jalan sebagai sarana dan prasarana pengangkutan, baik muatan barang maupun orang. Pada tahun 2002, besarnya mobilitas perekonomian melalui jaringan jalan baik nasional maupun provinsi rata-rata mencapai sekitar 210 juta kendaraan per kilometer (Bappenas, 2003). Oleh karena itu, pentingnya peran jalan terhadap perekonomian harus didukung oleh pembangunan jalan secara berkelanjutan agar transfer hasil pembangunan nasional bisa lebih terdistribusi secara merata dan adil.
2
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008 No.
Laju Pertumbuhan PDB (%) 2007 2008
Lapangan Usaha
1 2 3 4 5 6
Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran
dan
7
Pengangkutan dan Komunikasi
8 9
Keuangan, Real estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Sumber PDB (milyar) 2007
2008
3,5
4,8
1,9 4,7 10,3 8,5 8,9
0,7 3,7 10,9 7,5 6,9
541.931,50 440.609,60 1.068.653,90 34.723,80 304.996,80 592.304,10
716.065,30 540.605,30 1.380.713,10 40.846,10 419.642,40 691.494,70
14,0
16,6
264.263,30
312.190,20
8,0 6,4
8,2 6,2
305.213,50 398.196,70
368.129,70 481.669,90
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008
Dalam sektor perekonomian jalan merupakan bagian dari sektor pengangkutan. Peran sektor pengangkutan dalam pertumbuhan ekonomi cukup besar dan penting. Kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto pada tahun 2008 sebesar 16,6 persen meningkat sebesar 2,6 persen dari tahun sebelumnya. Kontribusi sektor ini terhadap laju pertumbuhan adalah paling tinggi dibandingkan sektor lainnya dan cenderung meningkat secara positif dari tahun ke tahun. Meskipun secara kemampuan sumber daya ekonomi sektor pengangkutan dan perekonomian adalah terkecil kedua setelah sektor listrik, gas, dan air bersih, peran sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Oleh karena itu penting mengembangkan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama sektor jalan yang memiliki kontribusi tertinggi dalam sektor ini. Selain itu, pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat dan pesat membuat kebutuhan akan jalan semakin tinggi karena bertambahnya volume
3
kendaraan yang dapat mengakibatkan kemacetan diberbagai ruas jalan jika pembangunan jalan tidak terus dilakukan. Jika kemacetan tidak diatasi maka akan mengganggu perekonomian karena akan menghambat proses pengangkutan dan distribusi barang dan orang. Oleh karena itu perlu dibangun suatu jalan alternatif yang bebas dari kemacetan yang disebut jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan Tol merupakan jalan alternatif untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh. Walaupun harus rela membayar untuk menggunakan jalan tol, namun kebutuhan akan jalan tol sekarang ini sangat besar karena dapat mempercepat arus orang maupun arus barang. Jalan tol dibangun dengan tujuan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, dan meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan. Tol Jagorawi adalah jalan tol pertama yang dibangun oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1978. Jalan tol dengan panjang 59 km ini dibangun sepenuhnya dengan menggunakan dana pemerintah dan memberikan tanggung jawab pengelolaan kepada PT. Jasa Marga. Keterbatasan dana membuat pemerintah harus mengikutsertakan swasta dalam pembangunan jalan tol berdasarkan UU No 13 Tahun 1980. Kemudian Undang-undang ini diperbaharui menjadi UU No 38 Tahun 2004. Jalan tol layang bebas hambatan CawangTanjung Priok atau lebih dikenal dengan jalan tol Ir. Wiyoto Wiyono merupakan jalan tol pertama yang dibangun oleh swasta pada tahun 1987.
4
Data Departemen Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan bahwa total biaya pemeliharaan dan pembangunan untuk tahun 2006-2010 sebesar Rp 120 triliyun sedangkan dana yang tersedia hanya Rp 69,39 triliyun. Menurut perhitungan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibutuhkan dana Rp 40 triliyun untuk membangun tol Trans Jawa. Bila pemerintah tidak menyerahkan pembangunan jalan tol kepada swasta, maka hampir sekitar 60% dana yang dimiliki Departemen PU hanya untuk memelihara jalan tol Jakarta-Surabaya. Setelah dikeluarkaannya undang-undang yang mengizinkan peran serta swasta dalam pembangunan atau penyelenggaraan jalan tol, kendala dana pemerintah sedikit teratasi. Sudah banyak jalan tol yang dibangun oleh swasta, bahkan masih banyak jalan tol yang direncanakan akan dibangun. Namun jumlah penduduk dan luas wilayah Indonesia tidak sebanding dengan keberadaan jalan tol saat ini. Hingga tahun 2008 Indonesia baru membangun jalan tol sekitar 684 km dengan target 1600 km. Keadaan ini sangat tertinggal jauh jika dibandingkan negara tetangga, Malaysia yang telah membangun lebih dari 1500 km highway atau jaringan jalan sekelas jalan tol di Indonesia. Padahal Indonesia mempunyai jumlah penduduk dan luas wilayah yang lebih besar dibandingkan Malaysia. Selama tiga dekade, Indonesia rata-rata hanya membangun 20 km jalan tol, sangat jauh dibandingkan Malaysia yang mampu membangun jalan tol 285 km jalan tol per tahun dan China yang membangun 14 km jalan tol per hari.
5
Tabel 2. Perkembangan Jalan Tol di Beberapa Negara Selama 2008 Negara China Jepang Korea Selatan Malaysia Indonesia
Jumlah Penduduk (juta) 1.300 125 46 22 220
Jalan Arteri (km) 1.700.000 1.166.340 88.775 64.949 35.000
Jalan Tol (km) > 100.000 11.520 2.600 1.500 648
Sumber : Toll Road Assocation, from Investor Daily edition, April 14, 2009 processed by PEFINDO Ternyata dana bukanlah satu-satunya faktor atau hal yang menentukan pembangunan jalan tol di Indonesia. Keadaan infrastruktur jalan tol yang kurang memadai ini akan merugikan perekonomian Indonesia. Apalagi Indonesia yang sangat tergantung pada investor asing, infrastruktur yang baik sangat menentukan keberhasilan investasi. Pembangunan jalan tol yang sudah berjalan dari tahun 1978 hingga sekarang ini ternyata masih berjalan lambat. Jika hal ini tidak diperbaiki akan banyak pihak yang dirugikan, baik dari segi waktu maupun ekonomi. Pengembangan jalan tol di Indonesia diperlukan peran pemerintah sebagai regulator untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan jalan tol dan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang menghambat perkembangan jalan tol. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia agar kebijakan yang dibuat pemerintah sesuai dengan kondisi di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Transportasi merupakan sarana penting bagi kegiatan manusia serta unsur terpenting dalam mobilitas manusia dan barang-barang. Indonesia memiliki moda
6
transportasi yang bervariasi, yaitu moda transportasi darat, laut, dan udara. Peranan transportasi sangat besar dalam dinamika masyarakat bahkan dalam dinamika bangsa dan Negara. Dalam dunia transportasi dikenal ungkapan “…..ship follow the trade and the trade follow the ship…”. Maksud dari ungkapan tersebut adalah transportasi akan mengikuti perkembangan kegiatan perdagangan dan perkembangan kegiatan perdagangan sangat bergantung pada transportasi. Ungkapan ini menunjukkan bahwa perkembangan transportasi dan kegiatan ekonomi masyarakat saling mempengaruhi (Simbolon, 2003). Transportasi darat sangat mendominasi di Indonesia, khususnya moda transportasi jalan. Perkembangan transportasi jalan perlu diiring dengan pembangunan infrastruktur jalan sebagai prasarana. Pembangunan infrastruktur jalan sebagai prasarana transportasi yang efektif dan handal dalam bentuk system transportasi terpadu akan memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, pembangunan ekonomi, kemudahan mobilisasi barang dan manusia yang akan berdampak pada daya saing nasional. Infrastruktur jalan di Indonesia mempunyai peran penting dalam sistem transportasi nasional dengan melayani 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang (Dir. Jend. Bina Marga, 2009). Namun perkembangan transportasi jalan dan infrastruktur jalan belum seimbang. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kemacetan di berbagai ruas jalan sehingga masyarakat harus menanggung tingginya biaya ekonomi. Salah satu usaha untuk menghindari kemacetan adalah dengan dilakukannya pembangunan jalan tol sebagai jalan bebas hambatan. Namun pembangunan jalan tol di Indonesia belum optimal dan belum mencukupi
7
kebutuhan masyarakat. Hal ini terbukti masih terjadinya kemacetan di ruas jalan tol. Pembangunan jalan tol di Indonesia terbilang lambat karena setelah 25 tahun dioperasikan kemitraan pemerintah dan swasta, jalan tol yang dibangun baru mencapai 606 km pada tahun 2004. Dari total jalan tol yang dibangun, 76% dikuasai oleh Jasa Marga dan 24% dikuasai oleh pihak swasta. Hal ini dilatarbelakangi permasalahan yang masih sulit untuk diselesaikan hingga kini. Permasalahan tersebut antara lain dana, tariff, dan pengadaan lahan. Padahal tanpa disadari peran jalan tol sangat penting terutama dalam menghadapi globalisasi yang sangat mengedepankan kecepatan. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat
kebijakan-kebijakan yang dapat
mendukung
perkembangan jalan tol di Indonesia serta mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan jalan tol. Sehingga perlu dilakukan analisis mengenai factorfaktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. Adapun rumusan masalah dari uraian di atas adalah : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia? 2. Kebijakan pemerintah seperti apa yang dapat mendukung perkembangan jalan di Indonesia dengan cepat? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia 2. Mengkaji kebijakan pemerintah yang diperkirakan dapat mempercepat perkembangan jalan tol.
8
1.4 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antaralain: 1. Penulis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, yaitu dapat menambah wawasan penulis di bidang industri terutama industri jalan tol, mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama kuliah dan memberikan informasi kepada berbagai pihak mengenai industri jalan tol terutama faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan i jalan tol. 2. Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai jalan tol sehingga dapat menyempurnakan penelitian sebelumnya. 3. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan yang efektif dan efesien untuk diberlakukan untuk mengembangkan jalan tol di Indonesia. Memberikan usulan kebijakan kepada pemerintah sebagai solusi dari permasalahan. 4. Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keadaan jalan tol di Indonesia. Sehingga masyarakat akan lebih mengerti jika pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai jalan tol, seperti penyesuaian tarif tol.
9
5. Perusahaan Jalan Tol Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi kepada perusahaan jalan tol
untuk
mengatasi
kendala-kendala
yang
mereka
hadapi
dalam
mengembangkan jalan tol.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah infrastruktur fisik, khusunya infrastruktur jalan tol. 2. Penelitian ini hanya membahas mengenai infrastruktur jalan tol secara keseluruhan yang ada di Indonesia. 3. Fokus analisis penelitian ini hanya pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. 4. Perkembangan yang dimaksud dalam penelitian adalah dilihat dari penambahan panjang jalan tol. 5. Data yang diolah dalam penelitian ini berupa data time series tahunan dari tahun 1987-2009 6. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, PT. Jasa Marga, Departemen Pekerjaan Umum, dan internet.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infrastruktur Infrastruktur merupakan modal atau kapital bagi suatu negara dalam pembangunan yang secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastuktur ekonomi adalah infrastruktur fisik baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Bentuk dari infrastruktur ekonomi meliputi semua prasarana umum seperti listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi. Sedangkan infrastruktur sosial meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan. Ada banyak berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi infrastruktur. Menurut World Bank (1994) infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Infrastruktur Ekonomi merupakan pembangunan fisik yang menunjang aktivitas ekonomi yang terdiri dari public utilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi, dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang, dan sebagainya). 2. Infrastruktur Sosial merupakan infrastruktur yang mengarah pada pembagunan manusia dan lingkungan seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan. 3. Infrastruktur Administrasi merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Sedangkan Jan Jacobs et. al dalam Sibarani (2006) menggolongkan infrastruktur menjadi dua bagian, yaitu:
11
1. Infrastruktur Dasar (basic infrastructure) mencakup sektor-sektor publik dan keperluan
mendasar
untuk
sector
perokonomian
yang
tidak
dapat
diperjualbelikan dan tidak dapat dipisah-pisahkan secara teknik maupun spasial, contoh: jalan raya, jalan tol, kereta api, bendungan, dan sebagainya. 2. Infrastruktur Pelengkap (complementary infrastructure) seperti gas, telepon, listrik, dan pengadaan air. Adapun menurut Basri dalam Yanuar (2002) bahwa yang termasuk dalam kategori infrastruktur adalah jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, Bandar udara, alat pengangkutan, dan telekomunikasi yang berperan sebagai instrument dalam mempercepat proses pembangunan. Infrastruktur secara umum didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkan atau membangun kegunaan public melalui penyediaan barang dan jasa untuk umum (Yanuar, 2006). Penyediaan fasilitas dan jasa biasanya dilakukan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol (Akatsuka dalam Yanuar, 1999). 2.1.1 Infrastruktur Sebagai Barang Publik Infrastruktur termasuk dalam jenis barang publik yang memiliki dua karakter, yaitu tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non excludability) dan penggunaanya tidak perlu persaingan (non rivalry). Infrastruktur sangat dibutuhkan
oleh
masyarakat
kendati
begitu
individu
tidak
bersedia
mengemukakan nilai kesukaan (reveal preference) terhadap infrastruktur. Hal ini mengakibatkan ketidakinginan pihak swasta untuk menyediakan infrastuktur sebagai barang publik. Oleh karena itu barang-barang publik seperti infrastruktur
12
disediakan oleh pemerintah karena sistem pasar gagal menyediakan barang publik tersebut. Namun seiring perkembangan waktu, sifat infrastruktur sebagai pure publik good mengalami pergeseran seiring dengan meningkatnya permintaan menjadi semi public good. Misalnya, jalan raya di kota dengan penduduk yang padat tidak dapat digolongkan sebagai pure public good karena untuk memanfaatkannya setiap orang harus bersaing satu sama lain untuk menggunakan ruas jalan yang terbatas. Selain itu keterbatasan dana pemerintah menyebabkan pembangunan infrastruktur harus mengikutsertakan pihak swasta dalam bentuk kemitraan. Dalam hal ini swata hanya berperan dalam operasional sedangkan pemerintah sebagai regulator. Keadaan ini yang menyebabkan pergeseran infrastruktur sebagai pure public good menjadi semi public good. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pihak swasta tetap harus mendapatkan keuntungan dalam kemitraan ini. 2.1.2 Infrastruktur sebagai Permintaan Turunan Suatu faktor produksi “diminta” karena dibutuhkan dalam proses produksi. Proses produksi dilakukan karena ada permintaan output yang dihasilkan. Jadi, permintaan input bergantung pada permintaan output. Permintaan akan input ini menurut Alfred Marshal sebagai konsep pemintaan turunan atau derive demand. Derived Demand juga bisa didefinisikan sebagai permintaan untuk barang dan jasa dari suatu sektor berdasarkan atau diturunkan dari sektor lainnya. Secara garis besar, derived demand terdiri dari dua tipe, yaitu:
13
1. Direct Derived Demand yaitu pergerakan output langsung dari hasil aktivitas ekonomi tanpa adanya perantara. Misalnya adalah hubungan aktivitas pekerja pelaju dengan tempat bekerja. Permintaan transportasi didasarkan atar perbedaan tempat antara penawaran kerja dengan permintaan kerja. Sehingga transportasi menjadi derived demand untuk hubungan ini. 2. Indirect Derived Demand yaitu pergerakan output akibat adanya pergerakan output lainnya. Misalnya konsumsi bensin dari aktivitas transportasi yang di supply oleh sistem produksi energi yang bergerak dari zona ekstrasi, ke kilang minyak, gudang, dan pada ahirnya dikonsmsi oleh masyarakat. Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan karena adanya kebutuhan masyarakat akan prasarana sehingga munculah permintaan infrastruktur. Permintaan infrastruktur ini dikatakan permintaan turunan atau derived demand karena permintaan infrastruktur ini ditentukan oleh permintaan barang dan jasa lainnya. Misalnya, ketika permintaan barang dan jasa meningkat, maka permintaan transportasi darat juga meningkat sehingga kebutuhan akan jalan bebas hambatan yang bisa mempersingkat waktu atau jalan tol akan meningkat pula. Dalam konsep derived demand ini, jalan tol merupakan input bagi transportasi darat.
2.2 Definisi dan Klasifikasi Jalan Pengertian jalan berdasarkan UU No. 38 Tahun 1980 adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
14
lintas. Menurut Undang-undang ini pengertian jalan terdiri atas jalan umum, jalan tol, dan jalan khusus. Peran jalan adalah sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan juga sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Jalan yang merupakan prasarana bagi transportasi darat menjadi kebutuhan pokok dalam distribusi komoditi perdagangan dan industri. Selain itu jalan juga berfungsi sebagai perekat keutuhan bangsa dan negara dalam berbagai aspek, terutama dalam era desentralisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu penting menempatkan jaringan jalan dalam perencanaan transportasi secara global dan memadukannya dalam perencanaan pembangunan sarana dan prasarana transportasi dalam konteks sistem transportasi intermoda. Berdasarkan PP No.36 Tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan di Indonesia dapat dibagi menurut sistem, fungsi, status, dan kelas jalan. A. Pembagian Menurut Sistem 1. Sistem Jaringan Jalan Primer sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan.
15
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. B. Pembagian Menurut Fungsi 1. Jalan Arteri -
Jalan Arteri Primer
menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. -
Jalan Arteri Sekunder
menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 2. Jalan Kolektor -
Jalan Kolektor Primer
menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. -
Jalan Kolektor Sekunder
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 3. Jalan Lokal -
Jalan Lokal Primer
16
menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. -
Jalan Lokal Sekunder
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 4. Jalan Lingkungan -
Jalan Lingkungan Primer
menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. -
Jalan Lingkungan Sekunder
menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. C. Pembagian Menurut Status 1. Jalan Nasional terdiri dari jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 2. Jalan Provinsi terdiri dari jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
17
3. Jalan Kabupaten terdiri dari jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional maupun jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. 4. Jalan Kota terdiri dari jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan
persil,
menghubungkan
antarpersil,
serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. 5. Jalan Desa terdiri dari jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. D. Pembagian Menurut Kelas 1. Jalan Bebas Hambatan Spesifikasi jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud meliputi pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
18
2. Jalan Raya spesifikasi jalan raya sebagaimana dimaksud adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter. 3. Jalan Kecil spesifikasi jalan kecil sebagaimana dimaksud adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter. 4. Jalan Sedang spesifikasi jalan sedang sebagaimana dimaksud adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.
2.3 Pengertian Jalan Tol Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2005 Tentang Jalan, Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan
bagian dari sistem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan untuk membayar tol. Tujuan dari penyelenggaraan jalan tol adalah meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
19
pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah dengan prinsip keadilan.
Sumber Dana Bagi Jaringan Jalan Pemerintah Membangun Jaringan Jalan
Jalan Non Tol
Jalan Tol (financial- tidak
Jalan
layak)
layak)
Tol
subsidi APBN/APBD
(financial-
Dijembatani Dana Pemakai Jalan Tol
Pajak
Tol Masyarakat
Sumber
Gambar 1. Konsep Jalan Tol Sumber : Jasa Marga, 2007
Konsep jalan tol dengan jalan umum dibedakan atas dasar sumber pendanaan, yaitu jalan non tol, jalan tol yang tidak layak secara finansial dan jalan tol yang layak secara finansial seperti dijelaskan oleh Gambar 1. Jalan non tol dibangun oleh pemerintah dengan sumber yang berasal dari APBN atau APBD yang asalnya dari pajak umum yang dibayarkan oleh masyarakat. Sedangkan untuk jalan tol yang tidak layak secara finansial dibangun dengan sumber dana yang berasal dari pemerintah berupa subsidi dan dana pemakai jalan tol. Sedangkan jalan tol yang layak secara finansial dibangun oleh dana yang
20
sepenuhnya berasal dari dana pemakai jalan tol yang dijembatani oleh investor dan perbankan. Pembangunan infrastruktur jalan tol memiliki tujuan dan manfaat baik dari segi ekonomi maupun segi sosial. Adapun tujuan dan manfaat dari pembangunan jalan tol menurut Badan Pengelola Jalan Tol antara lain: A. Tujuan Pembangunan Jalan Tol 1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang. 2. Meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi. 3. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan. 4. Meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan. B. Manfaat Pembagunan Jalan Tol 1. Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah & peningkatan ekonomi. 2. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang. 3. Pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non tol. 4. Badan Usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol yang tergantung pada kepastian tarif tol.
21
2.4 Penelitian Terdahulu Studi Irwanto (2005) mengenai infrastruktur memperlihatkan hubungan antara pembangunan infrastruktur, khususnya jalan raya dengan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa ketidakefisienan penggunaan lahan dan ketidakkonsistenan pengembangan Jakarta sebagai kota jasa membuat
pembangunan infrastruktur-infrastruktur tidak memberikan
manfaat. Penambahan panjang dan lebar jalan non tol di DKI Jakarta berdampak kontra produktif karena menurunkan output dan meningkatkan inflasi. Sedangkan penambahan panjang dan lebar jalan tol lebih dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan menurunkan inflasi. LPDRBR = -5,13 LLJnontol (-1) + 4,19 LLJtol (-1) keterangan: LPDRBR
= Logaritma pertumbuhan ekonomi kotamadya
LLJnontol
= Logaritma luas jalan non tol
LLJtol
= Logaritma luas jalan tol
Copo et.al (2005) dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi pembangunan jalan menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan jalan di Filiphina dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu faktor geografis, politik, dan aspek ekonomi. Faktor geografis terdiri dari kepadatan penduduk dan jumlah kendaraan. Faktor politik terdiri dari dana yang dimiliki oleh pemerintah. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari GDP per Kapita, jumlah tenaga kerja, dan perusahaan swasta yang berinvestasi. Pembangunan jalan tol dalam studi ini terlihat pada pertumbuhan panjang jalan dalam kilometer. Hasil
22
studi ini menyatakan bahwa semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jalan berhubungan positif dengan pembangunan jalan di Filiphina, kecuali kepadatan penduduk. krt = art - bııpdrt + b2ıınvrt + b3n ofr(t-n) + b4 pert + b3n gcr(t-n) +b6ıert + ert keterangan: k
= panjang jalan
pd
= kepadatan penduduk
nv
= jumlah kendaraan
ofr
= dana yang dimiliki oleh pemerintah
pe
= peran perusahaan swasta
gc
= GDP/kapita
e
= jumlah tenaga kerja
Studi
Megantoro
(2007)
berjudul
Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Investasi Pemerintah di Bidang Infrastruktur Transportasi Jalan di Provinsi Jawa Timur menggunakan empat variabel bebas, yaitu anggaran (X1), volume kendaraan (X2), panjang jalan (X3), dan PDRB (X4) serta satu variabel bebas investasi (Y) dengan menggunakan metode regresi berganda. Hasil studi menunjukkan bahwa fakor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi investasi pemerintah di bidang infrastruktur jalan tol adalah anggaran, volume kendaraan, dan panjang jalan. Sedangkan PDRB tidak berpengaruh dan variabel yang memiliki pengaruh terbesar adalah variabel anggaran.
23
Berdasarkan hasil studi World Bank (1994 )dari pengalaman negara lain, terdapat empat indikator pengembangan jalan tol di 18 negara, yaitu panjang jalan tol yang beroperasi, produk domestik bruto per kapita, pemilik kendaraan, dan keterlibatan sektor swasta. Tabel 3. menunjukkan bahwa peran serta swasta dalam pembangunan jalan tol sangat besar di Negara Asia dan amerika Latin, kecuali Jepang.
Tabel 3. Empat Indikator Pengembangan Jalan Tol di 18 Negara Negara
Argentina Brazilia Chili China Colombia Perancis Hongkong Hungaria Indonesia Italia Jepang Malaysia Mexico Filiphina Spanyol Thailand Inggris Amerika
Panjang Total Jalan tol yang beroperasi (km) 197 856 2.5 4.735 1.330 6.716 67.8 254 472 6.440 9.219 1.127 6.061 168 2.255 91 8 7.363
PDB per kapita (US$, 1997) 9.700 6.300 11.600 3.460 6.200 22.700 26.800 7.400 4.600 21.500 24.500 11.100 7.700 3.200 16.400 8.800 21.200 30.200
Kendaraan per 1000 penduduk 1997 151 67 109 8 38 521 74 272 21 679 551 152 133 12 457 105 406 760
Keterlibatan Sektor Swasta Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Rendah
2.5 Kerangka Pemikiran Peran jalan tol sangat penting dalam perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia.
Namun pembangunan jalan tol di Indonesia masih sangat lambat
dalam tiga dekade belakangan ini. Hal ini bisa merugikan perekonomian nasional.
24
Lambatnya perkembangan jalan tol ini diakibatkan oleh bermacam-macam faktor. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan analisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia yang terdiri dari, PDB per kapita, jumlah kendaraan, dana pemerintah, peran swasta, dan jumlah tenaga kerja. Perkembangan jalan tol dapat dilihat melalui panjang jalan tol yang beroperasi. Fakor-faktor ini akan mempengaruhi secara positif atau negatif yang dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda . Selain faktor-faktor diatas, juga perlu dilakukan analisis terhadap kebijakan pemerintah mengenai jalan tol di Indonesia.
Sehingga kebijakan pemerintah bisa mendorong
perkembangan jalan tol di Indonesia Peran Jalan Tol terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Lambatnya Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Kebijakan Pemerintah untuk Mendorong Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
jalan tol PDB Indonesia Jumlah Kendaraan Dana pemerintah Peran Swasta Tenaga Kerja
Implikasi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
25
2.6 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. PDB per Kapita Indonesia berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin tinggi tingkat PDB per Kapita akan semakin cepat perkembangan jalan tol di Indonesia. 2. Jumlah kendaraan berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin tinggi jumlah kendaraan di Indonesia semakin cepat perkembangan jalan tol di Indonesia. 3. Dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin besar jumlah dana yang dimiliki oleh pemerintah semakin cepat perkembangan jalan tol di Indonesia. 4. Investasi swasta dalam pembangunan jalan tol di Indonesia berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin tinggi peran swasta dalam pembanguna jalan tol di Indonesia semakin cepat perkembangan jalan tol di Indonesia. 5. Jumlah tenaga kerja berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. 6. Dummy kebijakan berhubungan positif dengan pembangunan jalan tol di Indonesia.
26
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian
berjudul
“Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perkembangan Jalan Tol” ini menggunakan data sekunder yang digunakan sebagai informasi dalam menganalisis permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Data-data tersebut diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Badan
Pusat
Statistik,
Kementerian
Perhubungan
Republik
Indonesia,
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, dan PT. Jasa Marga. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1987 hingga 2009. Penulis melakukan studi pustaka melalui media cetak dan internet guna memperoleh literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan 7 buah variabel, yang terdiri atas 1 variabel dependen dan 6 variabel independen. Berikut ini adalah keenam variabel tersebut beserta dengan definisi operasionalnya: a. Panjang Jalan Tol (PJT) adalah panjang jalan tol di Indonesia dari tahun ke tahun yang digambarkan dalam satuan km. b. Jumlah kendaraan (JK) adalah jumlah kendaraan berotor roda empat yang dikumpulkan berdasarkan metode pendaftaran yang didapat dari Kantor Kepolisian.
27
c. Jumlah perusahaan swasta (IS) adalah total investasi swasta termasuk investasi untuk pembangunan jalan tol. d. PDB per Kapita (PP) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dibagi dengan jumlah penduduk. e. Dana pemerintah (OF) adalah dana pemerintah untuk pembangunan sektor dan sub sektor jalan yang dianggarkan dalam APBN. f. Pekerja (TK) adalah pekerja komuter g. Dummy kebijakan (K) adalah kebijakan yang memisahkan peranan Jasa Marga sebagai operator dan regulator sejak tahun 2005.
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis kuantitatif untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia dalam penelitian ini diolah menggunakan regresi. Regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan mengunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dan pengolahan data menggunakan program Minitab 15. Model
yang
digunakan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia adalah: PJTi = αi – α1PPi + α2TKi + α3OFi + α4ISi + α5JKi + α6K + εi Persamaan di atas diubah dalam bentuk double log menjadi:
(3.1)
28
LnPJTi = αi – α1ln PPi + α2 ln TKi + α3 ln OFi + α4 lnISi + α5g lnJKi + α6 K+ εi (3.2) Nilai koefisien pada persamaan logaritma menunjukkan pengaruh persentase perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Oleh karena ini dapat memperlihatkan pengaruh persentase perubahan dari faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. Dimana: PJTi
= panjang jalan tol (km)
JKi
= jumlah kendaraan roda empat atau lebih (unit)
OFi
= anggara pemerintah untuk pembangunan jalan tol (milyar rupiah/tahun)
ISi
= investasi swasta (milyar rupiah/tahun)
PPi
= pdb/kapita
TKi
= pekerja (orang)
K
= dummy kebijakan Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berperiode. Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut: a. varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homokedastik b. tidak ada autokolerasi dalam residual c. variasi residual menyebar normal
29
d. nilai rata-rata dari unsure residual sama dengan nol e. nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang f. tidak ada linear sempurna antara peubah bebas (multikolinearitas) Asumsi diatas jika dipertahankan dalam model regresi linear berganda, maka pendug terkecilnya empunyai variansi minimum yang merupakan penduga linear tidak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kesederhanaan jika dibandingkan dengan metode lain.
3.4 Metode estimasi Setelah koefisien masing-masing variabel eksogen dihasilkan, maka akan dilakukan uji kriteria statistik dan uji kriteria ekonometrika. Pengujian kriteria statistik yaitu pengujian tingkat signifikan model. Sedangkan pengujian berdasarkan kriteria ekonometrika adalah pengujian masalah-masalah dalam ekonometrika seperti autokolerasi, heterokedastisitas, dan multikolinearitas. 3.4.1 Uji Kriteria Statistik Pengujian krieia statistic perlu dilakukan untuk melihat korelasi antar variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, F, R2 . a. Uji t Uji t digunakan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, artinya apakah variabel bebas (eksogen) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat (endogen). Perbandingan antara nilai t-statistik dengan nilai t-tabel dapat menunjukkan wilayah penolakan
30
Hipotesis: Ho
: βi=0
H1
: βi≠0
Kriteria uji: t-hitung > tα/2 (n-k), maka tolak Ho t-hitung < tα/2 (n-k), maka terima Ho Jika Ho ditolak berarti dalam model ini variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak berbas. Sebaliknya, jika Ho diterima berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. b. Uji F-statistik Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F hitung. Selain itu, uji F ini juga untuk mengetaui apakah model peduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Rumus yang digunakan untuk mengui F-statistik yaitu: F -Hitung = (
⁄ )⁄
Dimana: R = koefisien determinasi n = banyak data k = jumlah koefisien regresi dugaan Hipotesis: Ho
: βo = β1 = β2 = β3 = ….= βi = 0
(tidak ada pengarh nyata variabel-variabel dalam persamaan)
31
H1
: minimal salah satu βi ≠ 0
(paling sedikit ada 1 varabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen) Kriteria uji: F-Hitung > Fα(k-1, n-k), maka tolak Ho F-Hitung < Fα(k-1, n-k), maka terima Ho Jika Ho ditolak dalam uji F berarti minimal ada satu variabel eksogen yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen. Sebaliknya jika Ho diterima tidak ada satupun variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen. c. Uji Koefisien Determinasi (R2 ) Uji Koefisien Determinasi (R2 ) ini digunakan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan mepertimbangkan derajat bebas. Sifat dari R2 adalah jika R2
sama denga nol berarti tidak ada hubungan antara variabel eksogen
dengan endogen. Namun, jika nilai R2 mendekati 1 maka terdapat hubungan yang erat antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Rumus untuk menghitung R2 adalah: R2 = dimana: R2
= koefisien determinasi
JKR
= jumlah kuadrat regresi
JKT
= jumlah kuadrat total
32
3.4.2 Uji Kriteria Ekonometrika Uji ekonometrika ini untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS dimana terdapat enam asumsi klasik. Apakah sesuai atau tidak dengan enam asumsi tersebut yaitu dengan uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Jika terjadi pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid. a. Uji Heterokedastisitas Menurut Gujarati (1993), suatu model regresi linear harus memiliki varian yang sama. Menurutnya, jika asumsi ini tidak dipenuhi maka akan terdapat masalah heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan White Heterokedasticity Test. Kriteria yang digunakan yaitu, jika nilai probabilitas pada Obs*R2 > α (taraf nyata) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heterokedastisitas. Sedangkan jika nilai probabilitas pada Obs*R2 < α (taraf nyata) yang digunakan, maka persamaan mengalami heterokedastisitas. Konsekuensi bila terjadi heteokedastisitas, maka akan berakibat: 1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang minimum atatu estimator tidak efisien. 2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien.
33
3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varian. b. Uji Autokolerasi Autokolerasi adalah korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Autokolerasi menyebabkan terjadinya dugaan parameter tidak bias, nilai galat baku terautokolerasi sehingga ramalan tidak efisien, ragam galat berbias. Autokolerasi berpotensi menimbulkan masalah yang serius yang menyebabkan varian residual yang diperoleh lebih rendah, sehingga nilai R2 terlalu tinggi dan pengujian hipotesis t statistik dan f statistik menjadi tidak meyakinkan. Uji yang paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model yaitu Durbin Watson Test. Nilai statistik DW yang berada pada kisaran dua menandakan tidak terdapat atokorelasi, namun semakin jauh dari angka dua peluang terjdinya autokorelasi semakin besar. Apabila nilai statistic d pada daerah ragu-ragu maka hasil uji tidak dapat disimpulkan. Oleh sebab itu digunakan pengujian lain, yaitu Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Kriteria uji yang digunakan adalah: 1. Apabila nilai probability Obs*R2 > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokolerasi. 2. Apabila nilai probability Obs*R2 < taraf nyata (α) yang digunakan maka persamaan mengalami autokorelasi Solusi dari masalah autokorelasi adalah:
34
1. Dihilangkan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel endogen. 2. Kesalahan spesifikasi model. Hal tersebut diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi model non linear atau sebaliknya. c. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear antar variabel-variabel eksogen dalam persamaan regresi. Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara variabelvariabel eksogen dalam model regresi. Menurut Gujarati (2006), tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah: 1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan 2. R2 nya tingi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak ada yang nyata. 3. Korelasi sederhana antar variabel individu tinggi (rij tinggi) 4. R2 < rij menunjukkan adanya multikolinearitas Solusi untuk mengatasi multikolineraitas adalah: 1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya. 2. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu 3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi 4. Mentransformasikan data 5. Mendapatkan tambahan data baru.
35
3.4.3 Transformasi Data dengan Metode Regresi Komponen Utama Analisis regresi komponen utama merupakan suatu metode untuk mengatasi multikolinearitas dengan cara mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah yang orthogonal dan tidak berkorelasi dengan tujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksinya (Ulpah, 2006). Analisis komponen utama juga dapat didefinisikan sebagai teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur variansikovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa variabel baru dimana variabel baru ini saling bebas, dan merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Selanjutnya variabel baru ini dinamakan komponen utama (principal component). Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data dan untuk kebutuhan interpretasi (Prasetyo et.al,2005). Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X), yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke- j dapat dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut: Wj = vijZ1 + v2jZ2 + … + vpjZp
(3.3)
dimana Wj saling orthogonal sesamanya. Komponen ini menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proposi keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya terjelaskan. Biasanya tidak semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar memilih komponen utama yang akar cirinya lebih dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh
36
komponen utama tersebut kecil sekali. Morison dalam bukunya Multivariate Statistical Methods yang terbit pada tahun 1978 menyarankan agar memilih komponen-komponen utama sampai komponen-komponen utama tersebut mempunyai keragaman komulatif kira-kira 75% (Ulpah, 2006) Adapun pembakuan yang dimaksud adalah mengurangkan setiap peubah bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku yang dinotasikan sebagai berikut: Z= Penduga koefisien regresi pada model regresi yang diperoleh dengan menggunakan regresi komponen utama seringkali berbias, padahal sifat penduga yang baik adalah tidak bias dengan ragam penduga minimum. Namun, bersamaan dengan itu telah terjadi reduksi besar-besaran pada ragam penduga koefisien regresi yang besar karena multikolinearitas. Bias bukanlah hal yang dihindari, penduga dengan ragam penduga yang minimum sekalipun berbias biasanya lebih disukai. Analisis regresi komponen utama memiliki beberapa tahapan (Ulpah, 2006), antara lain: 1. Membakukan peubah asal yaitu X menjadi Z 2. Mencari akar ciri dan vektor ciri matriks R 3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri 4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W 5. Transformasi balik dalam bentuk peubah asal
37
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat. Fungsinya sebagai media bagi distribusi barang dan orang membuat jalan sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Apalagi Indonesia sebagai negara yang memiliki luas wilayah yang sangat besar menjadikan jalan sebagai penyambung antar wilayah yang paling penting karena jalan dapat menghubungkan berbagai daerah baik dekat maupun jauh. Terutama di era desentralisasi sekarang membuat fungsi jalan semakin penting bagi pemersatu bangsa. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2004, jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang memiliki unsur penting dalam pengembangan hidup berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan kesatuan dan persatuan. Pentingnya jalan ini dibuktikan dengan pembangunan secara berkelanjutan oleh pemerintah dari tahun ke tahun. Pembangunan jalan bahkan telah dilakukan sejak jaman Belanda masih menjajah Indonesia. Pembangunan jalan Anyer-Panarukan pada tahun 1808 yang panjangnya hingga mencapai 1000 km dibangun pada masa Gubernur Belanda Herman Willem Daendels. Kini, sebagian dari jalan ini dikenal dengan jalur Pantai Utara atau Pantura yang membentang sepanjang utara Pulau Jawa. Meskipun tujuan utama dari pembangunan jalan ini adalah sebagai pertahanan militer dari Inggris namun ternyata pembangunan jalan ini memiliki manfaat ekonomi. Pengangkutan hasil produk kopi dari tanam paksa dari kota Priangan ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu mulai terjadi semenjak jalan yang dikenal
38
dengan Jalan Raya Pos ini dibangun. Sebelumnya, hasil produk kopi membusuk di gudang-gudang penyimpanan. Selain itu perjalanan Jakarta-Surabaya yang biasa dicapai hingga 40 hari perjalanan bias dipersingkat menjadi 7 hari perjalanan. Infrastruktur jalan Indonesia telah mengalami perkembangan. Hal ini bisa dilihat dari pertambahan panjang jalan dari tahun ke tahun, baik untuk jalan nasional, provinsi, maupun kota/kabupaten. Dari tabel 4. terlihat bahwa dari tahun ke tahun panjang jalan di Indonesia semakin bertambah. Namun dari tahun 2004 hingga tahun 2008 jalan nasional dan jalan provinsi tidak mengalami penambahan panjang jalan. Hanya jalan kota/kabupaten yang mengalami penambahan panjang jalan. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan jalan yang menghubungkan antar wilayah yang cukup dekat. Penambahan jalan kota/kabupaten juga bertujuan agar tidak terjadi penumpukkan kendaraan di jalan-jalan yang banyak dilalui oleh masyarakat. Tabel 4. Panjang Jalan di Indonesia, 1987 - 2008 Tahun
Negara
Propinsi
1987 1993 1998 1999 2005 2008
13.863 23.483 27.977 26.206 34.628 34.628
40.277 46.231 47.863 46.538 49.125 49.125
Kab/Kota
Jumlah (Km)
168.784 275.178 279.523 283.207 316.255 363.006
222.924 344.892 355.363 355.951 391.009 437.759
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
Tabel 4 memperlihatkan pula terjadinya pengurangan panjang jalan Negara dan propinsi di Indonesia pada tahun 1999. Karena saat perhitungan panjang jalan pada tahun 1999, Departemen Pekerjaan Umum Pusat dan Daerah tidak memperhitungkan panjang jalan di Timor Timur. Hal ini berkaitan dengan
39
adanya Jajak Pendapat yang menghasilkan keputusan bahwa Timor Timur resmi keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penambahan panjang jalan dari tahun ke tahun ternyata tidak mengatasi permasalahan di jalan raya, yaitu kemacetan. Semakin hari kemacetan Indonesia semakin parah, terutama untuk wilayah yang padat akan penduduk. Penyebab utama kemacetan adalah pertambahan jumlah kendaraan yang tidak diikuti dengan pertambahan ruas jalan. Sehingga banyaknya kendaraan tidak sebanding dengan banyaknya jalan raya akibatnya terjadi penumpukkan kendaraan. Kota Jakarta merupakan bukti nyata dari keadaan kurangnya ruas jalan raya jika disesuaikan dengan jumlah kendaraan yang berada di Jakarta setiap harinya. Sehingga hampir setiap hari pada jam sibuk di kota Jakarta terjadi kemacetan yang cukup panjang. Tabel 5. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2004 – 2009 (persen) Lapangan Usaha Pengangkutan dan Komunikasi Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
6,2
6,5
6,9
6,7
6,3
6.,3
4,0
4,3
3,8
3,5
3,2
0,1
0
0
0
0
0
1,9
2,1
2,4
2,2
2,0
1,8
0,5
0,5
0,5
0,4
0,3
0,3
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,8
0,8
0,8
0,7
0,6
0,5
2,4
2,5
2,7
2,9
2,8
3,0
3,9
40
Selain perannya sebagai media distribusi barang dan orang, jalan juga memberikan kontribusi kepada perekonomian Indonesia. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto merupakan gambaran struktur perekonomian atau peranan setiap sektor dalam perekonomian. Tabel di atas menunjukkan distribusi persentase PDB sektor pengangkutan dan komunikasi. Dari tabel dapat dilihat bahwa sektor pengangkutan memiliki peran lebih besar pada perekonomian dibandingkan sektor komunikasi, yaitu sebesar 3.9%. Namun jika dibandingkan sektor lain, distribusi dari sektor pengangkutan sangat kecil. Sehingga kadang tidak diperhitungkan dalam perkembangan perekonomian nasional. 100% 90%
20,2
15,5
16,9
23,7
22,7
80% 70%
9,3
15,2 17,5
21 14,5
13,9 16,5 rusak berat
60% 50% 40%
36,6
30,1
32,4
30,3
38,1
45,6
sedang
30%
baik
20% 10%
rusak ringan
23,9
30,3
34,9
34,3
31,4
1999
2000
2001
2002
15,3
0% 1997
1998
Gambar 3. Kondisi Jalan Nasional, 1997- 2002 Sumber : Bappenas, 2003
Gambar 3 menunjukkan kondisi jalan nasional dari tahun 1997 hingga 2002. Kondisi baik dan sedang cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan kondisi baik yang cukup besar, hampir 50% terjadi pada tahun 1999. Namun peningkatan kondisi jalan yang rusak berat hingga mencapai 21% juga terjadi pada tahun 2001. Masih buruknya kondisi jalan nasional ini dikarenakan masih
41
terbatasnya dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk memelihara dan memperbaiki jalan. APBN maupun APBD yang diandalkan untuk membiayai pembangunan
jalan
tidak
dapat
membiayai
sepenuhnya
pembangunan,
pemeliharaan, serta peningkatan jalan. Kerusakan prasarana jalan menyebabkan kemacetan diberbagai ruas jalan dan juga menyebabkan peningkatan biaya sosial yang diderita oleh pengguna jalan. Jika kondisi jalan ini tidak secepatnya diperbaiki maka dapat mengganggu perekonomian baik daerah maupun pusat, termasuk kegiatan investasi diberbagai sektor yang memerlukan prasarana jalan.
4.2 Perkembangan Jalan Tol di Indonesia Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat atas jalan tol adalah kemacetan. Sehingga diperlukan jalan bebas hambatan agar dapat mempersingkat waktu dan jarak tempuh pengendara. Pemerintah sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat harus memenuhi kebutuhan ini dengan membuat jalan dengan kualitas yang berbeda dari jalan umum. Konsekuensinya adalah pengendara harus rela membayar sejumlah uang tertentu untuk melalui jalan tol Jalan tol pertama yang dibangun oleh pemerintah Indonesia adalah jalan tol Jagorawi ( Jakarta-Bogor-Ciawi). Jalan tol Jagorawi dibangun sejak tahun 1973 dengan panjang 59 km. Kemudian jalan tol ini diresmikan pada tanggal 9 Maret 1978 oleh Presiden Soeharto. Jalan tol yang dibangun dengan biaya Rp 350 jua per kilometer ini merupakan jalan tol pertama yang dibiayai oleh APBN dari pinjaman luar negeri.
42
Ketika dalam tahap pembangunan, jalan tol jagorawi ini belum berstatus sebagai jalan tol. Namun pemerintah berpikir pengelolaan dan pengoperasian jalan tol harus dibiayai secara mandiri, tidak membebani anggaran pemerintah. Oleh karena itu, dua minggu sebelum peresmian, tepatnya 25 Februari 1978 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1978 Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Persero yang mengurusi dan mengelola infrastruktur jalan raya. Sehingga pada tanggal 1 Maret 1978 PT. Jasa Marga
sebagai
perusahaan
negara
yang
bertanggung
jawab
terhadap
pengoperasian dan pengelolaan jalan tol berdiri. Pembentukan PT. Jasa Marga ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1978 yang bisnisnya mencakup konstruksi, manajemen, dan pemeliharaan jalan tol. Selain itu ditetapkan pula Keputusan Menteri Keuangan No. 90/KMK.06/1978 pada tanggal 27 Februari 1978 Tentang Modal PT. Jasa Marga (persero) yang ditetapkan melalui Lembaran Negara RI No. 4. Dokumen resmi pendirian perusahaan dilegalisasi oleh Menteri Kehakiman melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. YA5/1301/I tertanggal 22 Februari 1982. Perusahaan ini kemudian terdaftar secara resmi di kantor Pengadilan Tinggi Jakarta dengan nomor 767 pada tanggal 2 Maret 1982 dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI No. 73 tanggal 10 September 1982 dengan nomor tambahan 1138. Kini, Jasa Marga telah menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak pemerintah melepas 30% sahamnya kepada masyarakat pada tanggal 12 November 2007. Hingga tahun 2007 total panjang jalan tol yang
43
dimiliki oleh Jasa Marga adalah 496 km atau 78% dari panjang jalan tol di Indonesia yang mencapai 630 km.
Panjang Jalan Tol Indonesia 800 600 400 200 0 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Gambar 4. Panjang Jalan Tol Indonesia 1987-2009 Sumber: Annual Report Jasa Marga, 2009
Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal dana, oleh karena itu pemerintah mengikutsertakan swasta dalam pembangunan jalan tol dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1990 yang merupakan dasar hukum bagi penyelenggaraan jalan tol oleh pihak swasta di Indonesia. Pembangunan jalan tol dengan partisipasi swasta dilakukan di kawasan-kawasan dengan pertumbuhan lalu lintas yang tinggi agar investasi swasta menjadi layak secara ekonomi dan finansial, dan sektor swasta tertarik untuk melakukan investasi. Seluruh investasi swasta di jalan tol akan berbentuk kemitraan dengan PT. Jasa Marga yang dilaksanakan dengan system BOT. Prinsip dari kemitraan ini adalah menyediakan fasilitas jalan di kawasan yang sudah berkembang dengan dibiayai oleh pengguna jalan, harus ada jalan alternative yang disediakan untuk pengguna jalan, dan tarif tol tidak lebih dari 70% dari penghematan BOK jika kendaraan melewati jalan tol. Pada pertengahan 1995, sekitar 200 km jalan tol
44
yang dibangun oleh pihak swasta telah selesai dan sebagian lagi dalam tahap penyelesaian. Sejak tahun 1978 hingga kini, jalan tol di Indonesia telah berkembang dan tumbuh dengan semakin bertambahnya ruas jalan dan panjang jalan tol. Namun ternyata pertumbuhan panjang jalan tol dari tahun ke tahun tidak terlalu tinggi. Hingga kini Indonesia baru mampu membangun jalan tol sepanjang 757.40 km. Bahkan pembangunan jalan tol ini cenderung terpusat dan tidak tersebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Jalan tol terpanjang berada di wilayah Pulau Jawa. Tabel 6. Panjang Jalan Tol per Pulau di Indonesia Tahun 2010 No 1. 2. 3.
Nama Pulau Sumatera Jawa Sulawesi Total
Panjang Ruas Jalan Tol (km) 42,70 697,12 17,65 757,47
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2010
Tabel memperlihatkan bahwa jalan tol di Indonesia hanya tersebar di tiga Pulau besar Indonesia dan Pulau Jawa memiliki panjang jalan tol terpanjang dibandingkan Pulau lainnya. Oleh karena itu pergerakan ekonomi di ketiga Pulau ini lebih cepat dan lebih baik dibandingkan Pulau lainnya karena akses yang dimiliki lebih mudah dan cepat. Pulau Jawa merupakan pusat perekonomian di Indonesia karena itu infrastruktur seperti jalan tol lebih berkembang di Jawa. Padahal jika dibandingkan Kalimantan dan Irian Jaya, wilayah Jawa jauh lebih kecil. Namun dikedua Pulau tersebut belum dibangun jalan tol yang akan berpengaruh pada perkembangan wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan dikedua Pulau tersebut jumlah kendaraan yang memenuhi jalan tidak sepadat di Pulau
45
Jawa. Berdasarkan data sebaran penduduk diketahui bahwa Pulau Kalimantan dan Irian Jaya merupakan wilayah yang memiliki penduduk paling rendah. Sehingga belum dibutuhkan jalan alternative yang dapat mempersingkat waktu. Selain itu, sebagian besar wilayah Kalimantan adalah perairan sehingga transportasi air lebih dominan dibandingkan transportasi darat. Berdasarkan
keputusan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
567/KPTS/M/2010 pada tanggal 10 Nopember 2010 direncanakan pembangunan jalan tol di Pulau Kalimantan dan Pulau Bali. Jalan tol sepanjang 84 km akan dibangun di Kalimantan untuk ruas Balikpapan-Samarinda. Sedangkan di Pulau Bali akan dibangun jalan tol ruas Serangan-Tanjung Benoa sepanjang 7.5 km. Selain akan dilakukan pembangunan dikedua Pulau tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum juga merencanakan pembangunan jalan tol di Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Tabel 7. Rencana Pembangunan Jalan Tol di Indonesia No 1. 2. 3. Total
Nama Pulau Sumatera Jawa Sulawesi
Rencana Panjang Ruas Jalan Tol (km) 2.805,20 1.675,71 46,00 4.526,91
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2010
Rencana pembangunan jalan tol di Indonesia ternyata masih banyak dan tentu hal ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu peran swasta sebagai investor perlu terus ditingkatkan. Karena kebutuhan masyarakat akan jalan tol semakin meningkat. Hal ini bisa terlihat dari volume lalu lintas yang melalui jalan tol. Laporan Tahunan Jasa Marga melaporkan bahwa volume
46
lalulintas rata-rata harian di seluruh jalan tol Indonesia mencapai 2.535.842 kendaraan.
4.3 Investasi Swasta Dalam Pembangunan Jalan Tol Keterlibatan swasta dalam pembangunan jalan tol mulai dilakukan untuk mengatasi keterbatasan dana pemerintah. Pada tahun 1986 bisnis konstruksi dan pengoperasian jalan tol telah dimasukkan dalam daftar urutan prioritas Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM). Tujuannya adalah untuk mengUndang investor swasta berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol bekerjasama dengan PT. Jasa Marga agar penyediaan jalan tol bagi masyarakat lebih cepat. Selain itu juga untuk memberikan kesempatan bagi swasta untuk memperoleh keuntungan pembangunan jalan tol. Tabel 8. Ruas Jalan Tol yang Dibangun Investor Swasta, 2010 No
Nama Jalan Tol
1.
Tanggerang-Merak
73,00
2.
15,50
3.
Ir. Wiyoto Wiyono, Msc Surabaya-Gresik
4.
Harbour Road
11,55
5.
6,05
8.
Ujung Pandang Tahap I Serpong-Pondok Aren SS Waru-Bandara Juanda Makassar Seksi IV
9. 10.
Kanci-Pejagan JORR Seksi W1
11.
Bogor Ring Road Total
6. 7.
Panjang Jalan Utama (km)
20,70
7,25 12,80 11,60 35,00 9,85 3,86 207,10
Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol, 2010
I nvestor PT. Marga Mandala Sakti PT. Citra Marga Nusaphala Persada PT. Margabumi Matraraya PT. Citra Marga Nusaphala Persada PT. Bosowa Marga Nusantara PT. Bintaro Serpong Damai PT. Citra Margatama Surabaya PT. Jalan Tol Seksi Empat PT. Semesta Margaraya PT. Jakarta Lingkar Barat 1 PT. Marga Sarana Jabar
Mulai Operasi 1987-1996 1990 1993-1996 1995-1996 1998 1999 2008 2008 2010 2010 2009
47
Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah ini disambut baik oleh investor swasta karena besarnya investasi yang dibutuhkan dan panjangnya masa pengembalian hutang. Sehingga muncul perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak dalam konstruksi jalan tol. Hingga kini sudah 200 km lebih jalan tol yang dibangun oleh investor swasta, seperti dilihat pada tabel 8. Investasi swasta dalam pembangunan jalan tol ini tidak diberikan begitu saja oleh pemerintah, melainkan harus melalui prosedur yang diatur oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) selaku regulator. Dalam penanaman investasi untuk pembangunan jalan tol ini melibatkan dua pihak yaitu Badan Pengatur Jalan Tol sebagai tangan kanan pemerintah dan Badan Usaha sebagai investor. Ketika ada jalan tol yang akan dibangun BPJT akan melakukan lelang dengan mengumumkan kepada pihak investor untuk menyiapkan dokumen untuk dievaluasi oleh BPJT. Setelah itu dilakukan rapat penjelasan untuk persiapan dan pralelang yang memberikan kesempatan bagi investor untuk menyiapkan penawaran kepada BPJT. Kemudian usulan penawaran dari investor dievaluasi. Proses persiapan hingga evaluasi penawaran menghabiskan waktu setidaknya 14 bulan. Setelah penawaran dievaluasi maka ditetapkanlah pemenang lelang yang harus mempersiapkan perusahaanya dalam membangun jalan tol dan menandatangani Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol. Dalam perjanjian ini perusahaan harus memiliki jaminan, dana pengadaan lahan, dan dukungan bank. Hingga perjanjian dilaksanankan dibutuhkan waktu 4-6 bulan seperti dilihat pada Gambar 5.
48
BPJT
Badan Usaha
Penyiapan Dokumen
Persiapan Pekerjaan
Pengumuman/Undangan Praqualifikasi&Lelang
Praqualifikasi Penyerahan Dokumen
Evaluasi Prakualifikasi
Praqualifikasi Rapat Penjelasan
Penyiapan Usulan
Pralelang-Persiapan
Penawaran
Pemasukan dan
Penyerahan Usulan Penawaran dan Jaminan Penerimaan Penetapan
+ - 14 Bulan
Pembukaan Penawaran Evaluasi Penawaran
Pemenang Penyiapan Perusahaan
Keputusan/Penetapan
Jalan Tol
Pemenang
Tanda Tangan Perjanjian + - 4-6 Bulan Perjanjian Pengusahaan Jaminan Pelaksanaan, Dana
Jalan Tol (PPJT)
pengadaan tanah, Dukungan
Pelaksanaan Perjanjian
Gambar 5. Prosedur Investasi Pembangunan Jalan Tol Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol, 2010
Ada dua bentuk partisipasi sektor swasta dalam pembangunan jalan tol di Indonesia, yaitu sistem BOT (Build, Operate, Transfer) dan sistem peralihan yang dimodifikasi. Sistem BOT adalah kerjasama antara investor dengan Jasa Marga
49
yang perjanjiannya pihak investor membangun jalan tol dan mengoperasikan jalan tol dengan membagi pendapatan tol dengan Jasa Marga. Kemudian setelah masa konsesi berakhir, investor wajib mengembalikan pengoperasian jalan tol kepada Jasa Marga. Sedangkan
sistem
peralihan
modifikasi
adalah
perjanjian
yang
mengharuskan pihak investor menyediakan desain, dana, serta bertanggung jawab dalam pembangunan jalan tol. Tetapi pengoperasian jalan tol diserahkan kepada Jasa Marga. Investor menerima bagian pendapatan tol tanpa harus melakukan kegiatan manajemen. Keterlibatan swasta dalam pengembangan jalan tol di Indonesia belum berdampak banyak pada pembangunan jalan tol. Masih banyak permasalahan yang dihadapi ketika pemerintah dan swasta sudah siap melakukan pembangunan diantaranya adalah krisis keuangan yang melanda Asia pada tahun 1997.
4.4 Dampak Krisis Terhadap Perkembangan Jalan Tol di Indonesia Permintaan jalan dengan standar yang tinggi semakin meningkat di beberapa Negara Asia seperti China, Indonesia, Malaysia, Filiphina, dan Thailand. Hal ini menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan peningkatan jumlah serta kepemilikan kendaraan bermotor. Malaysia berhasil menjadi Negara pertama yang menyediakan jalan standar tinggi ini dengan membangun jalan tol pada tahun 1966. Namun diantara Negara-negara Asia tersebut, China memiliki jalan tol terpanjang sedangkan Indonesia masih tertinggal jauh. Pada tahun 1997 krisis melanda Negara-negara di Asia termasuk kelima Negara tersebut. Krisis yang berawal dari Thailand ini mengakibatkan devaluasi
50
mata uang, peningkatan suku bunga, dan bergejolaknya perbankan domestic seperti terlihat pada Tabel 9. Hal ini berdampak pada tersendatnya pembangunan jalan tol di kelima Negara tersebut, kecuali China. Dampak krisis terhadap pembangunan jalan tol paling besar dialami oleh Indonesia. Tabel 9. Indikator Keuangan dan Ekonomi Beberapa Negara Asia Tahun 1997-1998 Indikator Pertumbuhan ekspektasi GDP tahun 1998 (1997) Peningkatan Ekspektasi Indeks Harga Konsumen (1998) Kredit macet Devaluasi Mata Uang dari Jan 1997-Jan 1998 Tingkat Bunga (1998/4) 1997/4 Volume Lalulintas Derajat Dampak Terhadap Program Jalan Tol
China 8.0% (8.8%)
Indonesia -13.7% (5.0%)
Malaysia (-4.8%) NA
Filiphina 1.0% (5.2%)
Thailand -7.0% (-0.4%)
NA (+2.8% 1997)
+80%
+7-8%
+10%
+9.2%
NA
61%
33%
17%
48%
0%
-78%
-43%
-39%
-51%
7.98% (10.08%) Sedikit perubahan Tidak signifikan
70.68% (13.47%) Berkurang banyak
12.16% (9.25%)
13.00% (10.00%) Sedikit perubahan Tidak signifikan
12.50% (10.50%)
Berkurang
Signifikan
Sedang
Berkurang Sedang
Sumber : World Bank, 1999
Saat krisis melanda, Indonesia memberhentikan semua pembangunan jalan tol dan menunda proyek pembangunan jalan tol yang telah direncanakan. Krisis menyebabkan nilai dolar terhadap rupiah menurun hingga 78%, yaitu dari Rp 2.500,00/dolar menjadi Rp 14.000,00/dolar pada awal 1998. Devaluasi rupiah ini mengakibatkan utang dari proyek jalan tol meningkat 6 sampai 7 kali. Selain itu krisis juga menyebabkan peningkatan suku bunga yang berdampak pada konsesi pengembangan jalan tol. Suku bunga Indonesi pada Januari 1997 sebesar 12% melonjak tinggi hingga 60-70% pada Agustus 1997 Perbankan Indonesia juga merasakan dampak krisis, akibatnya investor kesulitan untuk mendapatkan jaminan dari bank. Sehingga investor kesulitan untuk berinvestasi dan pembangunan jalan tol tersendat karena ketiadaan investor.
51
Krisis juga menyebabkan peningkatan sebesar 80% pada Indeks Harga Konsumen tanpa diikuti dengan peningkatan upah tenaga kerja. Akibatnya daya beli masyarakat menurun karena inflasi. Hal ini bisa berdampak pada penurunan pendapatan tol. Sehingga biaya operasional dan pemeliharaan jalan tol semakin besar karena tidak adanya pemasukan. Keuangan Jasa Marga selaku operator jalan tol sebagian besar dihabiskan untuk biaya operasional dan pemeliharaan. Sedangkan dana untuk proyek pembangunan sulit dipenuhi. Harga bahan bakarpun ikut mengalami peningkatan dari harga sebelumnya Rp 700,00/liter menjadi Rp 1000,00/liter. Begitu juga dengan penjualan mobil yang berdampak pada penurunan volume lalulintas baik di jalan umum maupun jalan tol. PT. Astra Internasional selaku pabrik mobil terbesar di Indonesia memperkirakan penjualan mobil baru pada tahun 1998 turun hingga 88%. Dampaknya kembali terasa oleh PT. Jasa Marga selaku operator jalan tol yang mengalami penurunan pendapatan tol. Saat itu berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi dampak krisis terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Agar proyek jalan tol yang telah direncanakan atau sedang dibangun tetap berjalan pemerintah menetapkan prioritas jalan tol yang tetap harus dibangun. Melalui Keputusan Presiden No 39 Tahun 1997 yang dikeluarkan pada tanggal 20 September 1997, pemerintah melakukan penangguhan atau pengkajian kembali proyek pemerintah, Badan Usaha Milik Negra, dan swasta yang berkaitan dengan pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara. Sebanyak 63 proyek pembangunan jalan tol diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu pembangunan dilanjutkan, dijadwal ulang, dan ditunda.
52
Sembilan proyek akhirnya dipilih untuk tetap dilanjutkan pembangunannya dengan bantuan pinjaman pemerintah. Sedangkan sebanyak 36 proyek ditunda dan sisanya dijadwal ulang.
4. 5 Hambatan Pembangunan Jalan Tol di Indonesia Pembangunan jalan tol di Indonesia tidaklah mudah, selain faktor-faktor yang menentukan perkembangan jalan di Indonesai terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan sulitnya perkembangan jalan tol di Indonesia, yaitu: 4.5.1 Pendanaan Sejak awal pembangunan jalan tol, Indonesia sudah mengalami kesulitan dalam hal pendanaan pembangunan jalan tol. Tol Jagorawi yang merupakan tol pertama Indonesia pun tidak sepenuhnya dibiayai oleh kas negara melainkan dari utang luar negeri. Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa keterbatasan dana menjadi alasan pemerintah untuk mengUndang pihak swasta dalam pembangunan jalan tol. 4.5.2 Pengadaan Lahan Lahan merupakan unsur terpenting dalam pembangunan jalan tol. Sekarang ini, lahan merupakan permasalahan utama dalam pembangunan jalan tol yang masih sulit untuk diatasi oleh pemerintah selaku pihak yang melakukan proses pengadaan lahan. Pengadaan lahan berdasarkan Keputusan Presiden No 36 Tahun 2005 merupakan kegiatan untuk mendapatkan tanah atau lahan dengan cara memberikan ganti rugi kepada pihak yang menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Ongkos pengadaan lahan
53
dikeluarkan oleh pemerintah dan/atau investor.
Biaya pengadaan lahan yang
dikeluarkan oleh pemerintah berasal dari Kementerian Keuangan yang sebelumnya telah berkonsultasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Pengadaan lahan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan jalan dilakukan dengancara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Proses pelepasan hak tanah dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi. Proses ini dilakukan oleh panitia yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat dan perlu dilakukan penyuluhan terlebih dahulu mengenai fasilitas umum yang akan dibagun dan waktu pembangunannya. Jika terjadi kesepakatan antara panitia dan pemilik tanah, bentuk ganti rugi yang diterima oleh pemilik lahan dapat uang, tanah, pemukiman kembali, gabungan uang, tanah, dan pemukiman kembali atau sesuai kesepakatan antara panitia dan pemilik lahan. Besarnya ganti rugi berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau ilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak berjalan berdasarkan penilaian lembaga atau tim penilai harga tanah. Namun jika tidak terjadi kesepakatan, seperti pemilik tanah tidak menerima ganti rugi yang ditawarkan maka pemiliki bisa mengadukannya kepada Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat yang akan megupayakan penyelesaian masalah dan mengukuhkan kesepakatan. Jika pemilik tetap tidak sepakat maka panitia akan melakukan pencabutan hak atas tanah dengan meminta persetujuan Presiden melalui Kepala Badan Pertanahan Nasional . Kemudian
54
keputusan ini akan ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Instansi yang memerlukan tanah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Permasalahan yang terjadi dalam pengadaan lahan di Indonesia adalah tidak tegasnya hukum yang mengatur permasalahan ini. Aturan pengadaan lahan tidak secara tegas menetapkan besarnya harga tanah yang akan diserahkan. Sehingga akan sulit tercapai kesepakatan antara panitia dan pemilik tanah karena harus melalui musyawarah yang mufakat. Jika demi kepentingan umum semestinya pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut hak kepemilikan tanah namun tetap sesuai denga aturan. Masalah terjadi ketika kesepakatan harga tanah sebelum pembangunan selalu berubah seiring akan dijalankannya pembangunan jalan tol. Hal ini karena pemilik maupun makelar tanah menilai adanya potensi karena kebutuhan pemerintah akan lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana publik. Akibatnya ongkos pembebasan tanah membengkak, meningkatkan biaya pembangunan, serta tertundanya pembangunan jalan tol. Selain itu mekanisme pembebasan lahan yang terlalu berbelit-belit membuat pembangunan jalan tol tertunda. Keadaan ini yang menyebabkan pihak swasta tidak mau terlibat dengan masalah pengadaan lahan bahkan berinvestasi karena tingkat resiko paling tinggi dalam pembangunan jalan tol ada pada proses pengadaan lahan. Sehingga pemerintah harus turun tangan dalam pengadaan lahan (Sunito, F, 2007). 4.5.3 Regulasi yang tidak konsisten Tarif merupakan pendapatan bagi badan yang menjalankan operasional jalan tol. Jika jalan tol dibangun berdasarkan kerjasama antara pemerintah dan
55
swasta maka tarif tol bisa dijadikan sebagai keuntungan bagi hasil bagi kedua belah pihak. Penetapan tarif beserta kenaikannya diatur dalam Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang jalan khususnya pasal 48 ayat 3, bahwa kenaikan tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. Kenaikan tarif ini ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Namun ternyata bagi para investor, pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan regulasi yang mengatur tarif tol ini. Ternyata kenaikkan harga tol ini tidak selalu dilakukan pemerintah setiap dua tahun sekali, pemerintah selalu menunda
kenaikan
tarif
tol
jika
saatnya
tiba.
Karena
pemerintah
mempertimbangkan keberatan masyarakat sebagai konsumen. Namun bagi investor kenaikan tarif merupakan kenaikan pendapatan dan salah satu alas an mengapa mereka ingin berinvestasi. Jika penundaan terus terjadi maka akan merugikan operator jalan tol dan bisa menyebabkan berkurangnya ketertarikan swasta untuk berinvestasi. Namun jika kenaikan tarif terus dilakukan tentu hal ini akan membebani masyarakat pemakai jalan tol. Sebenarnya keberatan masyarakat mengenai kenaikan tarif didasarkan oleh belum sepadannya antara tarif tol dengan pelayanan jalan tol. Masyarakat berpendapat bahwa kondisi jalan tol yang mereka rasakan saat ini belum sepadan dengan kenaikan tarif yang seharusnya dilakukan setiap dua tahun sekali, misalnya adalah kemacetan yang masih terjadi di jalan tol dan mobil derek yang seharusnya gratis ternyata tidak. Sedangkan bagi operator, tanpa pendapatan yang memadai operator tidak bisa memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.
56
Akibatnya ketika kenaikan tarif dilakukan, kenaikan melebihi laju inflasi yang terjadi. Seperti yang terjadi pada tahun 2010 ketika Jasa Marga hendak menaikkan tarif tol bandara dan tol Cikampek sebesar 12%. Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai pelindung konsumen bahwa laju inflasi tidak mencapai 12%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pada bulan Mei 2010 sebesar 0,29%. Sedangkan laju inflasi Januari-Mei 2010 sebesar 1,44% dan laju inflasi Mei 2010 terhadap Mei 2009 sebesar 4,16%. Ketidakkonsistenan regulasi akan menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak, operator sebagai produsen dan pemakai jalan tol sebagai konsumen. Sehingga diperlukan regulasi yang bisa dijalankan dan menguntungkan kedua belah pihak. Operator bisa melakukan penaikkan tarif tol sesuai dengan kondisi dan konsumen bisa mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan aturan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
4.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Jalan Tol di Indonesia
Dalam
rangka
mempercepat
pembangunan
jalan
tol
pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan yang tersurat dalam Undang-Undang, antara lain: 4.6.1 Undang-Undang No 38 Tahun 2004 Kebijakan mengenai jalan secara umum tercantum dalam Undang-Undang No 38 Tahun 2004 ini termasuk mengenai jalan tol. Undang-Undang ini merupakan pengganti Undang-Undang No 13 Tahun 1980 tentang jalan.
57
Pemberlakuan Undang-Undang ini merupakan awal baru sejarah jalan tol di Indonesia karena bersamaan denga disahkannya Undang-Undang ini maka dibentuk pula Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan pembinaan jalan tol di Indonesia. Penggantian Undang-Undang No 13 tahun 1980 ini dilatarbelakangi oleh perubahan kondisi Indonesia yang saat ini berada dalam era demokrasi. Selain itu adanya tuntutan otonomi daerah dan persaingan globalisasi memerlukan suatu landasan hukum yang dapat mendukung kondisi tersebut. Ada beberapa perbedaan yang cukup besar antara Undang-Undang No 38 tahun 2004 dengan Undang-Undang No 13 tahun 1980. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain, penentuan ruas jalan tol, tarif tol, jenis kendaraan bermotor yang melalui jalan tol, dan penggunaan jalan tol berdasarkan Undang-Undang No 38 tahun 2004 ditentukan dan diputuskan oleh menteri. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No 13 tahun 1980 hal tersebut ditentukan oleh presiden dengan masukkan dari menteri. Kemudian mengenai wewenang penyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol yang bisa diserahkan kepada BUMN, BUMD, ataupun BUMS secara langsung. Sedangkan UU No 13 tahun 1980 menetapkan bahwa pneyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol hanya diserahkan kepada BUMN jalan tol atau Jasa Marga. Pemisahan antara tugas sebagai operator dan regulator juga ditetapkan dalam Undang-Undang No 38 tahun 2004. Pada Undang-Undang sebelumnya tugas sebagai operator dan regulator jalan tol dilakukan secara bersamaan oleh
58
Jasa Marga selaku Badan Usaha Milik Negara jalan tol. Namun saat ini, Jasa Marga hanya berperan sebagai operator murni dan tugas regulator dipegang oleh Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT. Undang-Undang No 38 Tahun 2004 ini juga mengatur penyesuaian tarif tol yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2001. Berdasarkan Undang-Undang ini kenaikan tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali sejak tarif tol terakhir ditetapkan bedasarkan tingkat inflasi wilayah yang bersangkutan dari Badan Pusat Statistik. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi pengusaha jalan tol. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur tarif sebelumnya menetapkan bahwa kenaikan tarif tol dilakukan setiap tiga tahun sekali dengan kenaikan maksimum 25 persen. Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol pun diatur dalam UndangUndang ini sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 1990 pasal 41 yang menetapkan bahwa pengadaan lahan dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan dalam Undang-Undang yang baru tercantum bahwa dana yang digunakan untuk pengadaan tanah bisa berasal dari pemerintah maupun dari badan usaha swasta yang membangun jalan tol. Selama ini ketentuan yang berjalan adalah apabila dana pengadaan tanah dibiayai oleh pihak swasta maka dihitung sebagai investasi dan akan diperhitungkan kompensasinya dalam bentuk penambahan panjang konsesi. Sedangkan jika dana yang dikeluarkan oleh pemerintah, dana tersebut tidak diperhitungkan dan tidak ada kompensasinya. Seharusnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah juga harus ada perhitungan dan kompensasinya karena dana yang sudah dikeluarkan oleh
59
pemerintah berasal dari pinjaman. Sehingga dana yang sudah ada harus kembali kepada pemerintah melalui pemberian kompensasi yang sesuai.
4.6.2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol Peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk melaksanakan UndangUndang No 38 Tahun 2004 untuk pasal 43 hingga pasal 53 dan pasal 57 yang berkaitan dengan jalan tol. Peraturan pemerintah ini lebih menegaskan mengenai aturan penyelenggaraan jalan tol secara keseluruhan hingga mengenai tugas dan keorganisasian Badan Pengatur Jalan Tol yang memiliki wewenang dalam penyelenggaraan jalan tol di Indonesia. Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan sumber pendanaan bagi pembangunan jalan tol yang berasal dari pemerintah, badan usaha, dan pemerintah bekerjasama dengan badan usaha. Jalan tol yang didanai oleh pemerintah sepenuhnya adalah ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tapi belum layak secara finansial. Ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tapi belum layak secara finansial juga bisa didanai oleh pemerintah bekerjasama dengan badan usaha. Sedangkan jalan tol yang didanai oleh swasta adalah jalan tol yang layak secara ekonomi dan secara finansial. Pembangunan jalan tol baik yang didanai pemerintah maupun swasta diatur oleh BPJT sebagai badan usaha yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan jalan tol. BPJT merupakan badan non structural yang berada dibawah dan
bertanggung
jawab kepada
menteri.
Dalam
weenangnya BPJT memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
menjalankan
60
a. merekomendasikan tarif awal dan penyesuaian tarif tol kepada Menteri; b. melakukan pengambilalihan hak pengusahaan jalan tol yang telah selesai masa konsesinya dan merekomendasikan pengoperasian selanjutnya kepada Menteri; c. melakukan pengambilalihan hak sementara pengusahaan jalan tol yang gagal dalam
pelaksanaan
konsesi,
untuk
kemudian
dilelangkan
kembali
pengusahaannya; d. melakukan persiapan pengusahaan jalan tol yang meliputi analisa kelayakan finansial, studi kelayakan, dan penyiapan amdal; e. melakukan pengadaan investasi jalan tol melalui pelelangan secara transparan dan terbuka; f. membantu proses pelaksanaan
pembebasan tanah dalam hal kepastian
tersedianya dana yang berasal dari Badan Usaha dan membuat mekanisme penggunaannya; g. memonitor pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol yang dilakukan Badan Usaha dan; h. melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha atas pelaksanaan seluruh kewajiban perjanjian pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara periodik kepada Menteri. Berdasarkan Perpres No 15 Tahun 2005 ini penentuan siapa yang akan membiayai pembangunan jalan tol atau membangun jalan tol ditentukan melalui proses pelelangan. Secara bagan proses pelelangan ini telah digambarkan sebelumnya. Prinsip pelelangan ini dilakukan secara terbuka dan transparan oleh panitia pelelangan yang dibentuk oleh BPJT. Pemenang pelelangan ditentukan
61
berdasarkan evaluasi yang dilakukan dan harus memenuhi criteria yang telah ditentukan. Pemenang akan disampaikan kepada BPJT yang kemudian kepala BPJT mengajukan calon pemenang kepada menteri untuk diumumkan sebagai pemenang lelang. Pemerintah melalui menteri mengadakan perjanjian pengusahaan jalan tol dengan Badan Usaha jalan tol. Perjanjian ini berisi aturan dan ketentuan mengenai proses pengembalian jalan tol beserta fasilitasnya setelah masa konsesi berakhir. Isi dari perjanjian pengusahaan jalan tol ini melingkupi lingkup pengusahaan, masa konsesi pengusahaan jalan tol, tarif awal dan formula penyesuaian tarif, hak dan kewajiban, termasuk risiko yang harus dipikul para pihak, di mana alokasi risiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko secara efisien dan seimbang, perubahan masa konsesi, standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat, sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian pengusahaan, penyelesaian sengketa, pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan, aset penunjang fungsi jalan tol, dan sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum Indonesia. Setelah disepakati perjanjian dijalankan hingga masa konsesi berakhir. Peraturan pemerintah ini menegaskan peran Badan Pengatur Jalan Tol sebagai wakil pemerintah dalam mengatur pembangunan dan pengusahaan jalan tol di Indonesia. Selain itu aturan-aturan mengenai pelelangan serta perjanjian pengusahaan jalan tol juga dijelaskan dalam peraturan pemerintah ini.
62
4.7 Badan Pengatur Jalan Tol BPJT atau Badan Pengatur Jalan Tol merupakan badan pemerintahan yang mempunyai wewenang dalam hal pengaturan, pengusahaan, dan pengawasan dalam bidang jalan tol. BPJT didirikan oleh Menteri berdasarkan Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.295/PRT/M/2005 tentang Badan Pengatur Jalan Tol.. Semenjak didirikannya BPJT pada tahun 2005 maka fungsi Jasa Marga sebagai regulator berakhir dan dialihkan kepada BPJT. Fungsi Jasa Marga murni hanya sebagai operator lainnya yang harus mengikuti prosedur yang ada dalam pembangunan jalan tol. Visi dari BPJT adalah mewujudkan pengaturan jalan tol yang dapat meningkatkan peran swasta secara efektif, efisien, terbuka, transparan untuk percepatan perpanjangan
pertumbuhan tangan
ekonomi
pemerintah
wilayah. mempunyai
Sedangkan misi
BPJT
dalam
sebagai
percepatan
pembangunan jalan tol dengan cara meningkatkan iklim yang kondusif bagi badan usaha untuk berperan dalam investasi jalan tol, meningkatkan kualitas pembangunan, pelayanan operasi dan pemeliharaan jalan tol melalui pengawasan yang efektif dan efisien, serta meningkatkan profesionalisme penyelenggara jalan tol. Sedangkan tugas dari BPJT sebagai penyelenggara jalan tol meliputi, pengaturan,pengusahaan, serta pengawasan jalan tol. Cakupan tugas-tugas tersebut antara lain:
63
a. Pengaturan jalan tol mencakup rekomendasi penentuan tarif awal dan penyesuaiannya kepada menteri, pengambilalihan jalan tol setelah masa konsesi berakhir, dan pengoperasian jalan tol selanjutnya. b. Pengusahaan jalan tol mencakup persiapan pengusahaan jalan tol, pengadaan investasi, dan pemberian fasilitas pengadaan tanah. c. Pengawasan jalan tol mencakup pemantauan dan evaluasi pengusahaan jalan tol serta pengawasan terhadap pelayanan jalan tol. Pembentukan BPJT merupakan strategi pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Melalui pembentukan BPJT diharapkan minat investor jalan tol meningkat karena aturan mengenai penyelenggaraan jalan tol yang dibuat lebih objektif dan tidak berpihak pada satu badan usaha jalan tol.
64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pendugaan Model dan Pengujian-Pengujian Statistik Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap perkembangan alan tol yang digambarkan dengan panjang jalan tol digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ki = αi – α1ppi + α2tki + α3ofi + α4 isi + α5 jki + α6D1 + εi Ln Ki = αi – α1 ln ppi + α2 ln tki + α3 ln ofi + α4 lnisi + α5g lnjki + α6 D1+ εi
(3.1) (3.2)
Fungsi dari perubahan model regresi linear berganda biasa menjadi model elastisitas seperti model di atas adalah agar dalam interpretasi hasil regresi lebih mudah dan koefisien dari masing-masing variabel tidak terlalu besar. Secara teori, keempat variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh positif terhadap panjang jalan tol. Model yang digunakan terlebih dahulu dari model yang ada adalah model pada persamaan (3.2). Persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: pjt = - 52.6 + 0.787 pp + 2.65 tk + 0.0225 of - 0.0614 is - 0.050 jk - 0.070 D………5.1 Hasil regresi dengan model pertama yang digunakan menunjukkan bahwa variabel PDB per Kapita, tenaga kerja, dana pemerintah berpengaruh positif terhadap panjang jalan tol. Sedangkan untuk variabel investasi swasta, jumlah kendaraan, dan dummy kebijakan berpengaruh negatif terhadap panjang jalan tol. Dari kelima variabel bebas yang digunakan hanya variabel PDB per Kapita dan tenaga kerja
65
yang memiliki pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang jalan tol dengan nilai probabilitas masing-masing 0,028 dan 0,031, lebih kecil dari alpha 5 persen. Sedangkan variabel lainnya memiliki nilai probabilitas ang lebih besar dari nilai alpha 5 persen, sehingga bisa disimpulkan variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh secara nyata (Lampiran 1). Hasil regresi juga menunjukkan bahwa model yang digunakan memiliki nilai R2 sebesar 96 persen, artinya model bisa menjelaskan keragaman dengan faktor-faktor yang ada sebesar 96 persen dan sisanya sebesar 4 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Nilai ini cukup tinggi untuk menyatakan bahwa model ini baik. Sedangkan untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen secara keseluruhan hasil uji F menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya lebih kecil dari alpha 5 persen, artinya paling sedikit ada satu varabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 5.1.1 Uji Normalitas Asumsi pertama adalah dalam metode OLS galat harus menyebar normal. Dari uji kenormalan diperoleh bahwa nilai probabilitas sebesar 0,143 lebih besar dari nilai alpha 5 persen, artinya terima H0 maka dapat disimpulkan bahwa galat tersebar normal (Lampiran 2) 5.1.2 Uji Heteroskedastisitas Selanjutnya dilakukan uji heteroskedastisitas untuk memenuhi asumsi bahwa model memiliki varian yang sama atau homoskedastisitas. Dengan meregresikan kuadrat residual dengan semua peubah bebas, diperoleh nilai
66
probabilitas untuk semua peubah bebas 0,624 lebih besar dari alpha 5 persen maka terima H0 artinya homoskedastisitas (Lampiran 3). 5.1.3 Uji Autokolerasi Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainya. Masalah autokorelasi timbul karena adanya kesalahan residul (kesalahan pengganggu) tidak bebas satu observasi ke observasi lainya. Ada tidaknya pelanggaran asumsi ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2.01237, artinya tidak terjadi
autokolerasi. (Lampiran 1). 5.1.4 Uji Multikolinearitas Salah satu ciri terjadinya
multikolinearitas adalah hasil regresi
menunjukkan bahwa model memiliki nilai R2 tetapi banyak variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Dengan menggunakan minitab juga bisa dilihat dari nilai VIF setiap variabel bebas yang memiliki nilai lebih dari 10. Selain itu melalui uji korelasi Pearson dapat dilihat hubungan kuat antara variabel bebas dengan nilai yang mendekati satu. Melalui uji multikolinearitas ini diketahui bahwa kelima variabel bebas yang digunakan memiliki hubungan yang sangat kuat. Baik diuji dengan melihat nilai VIF maupun uji korelasi Pearson dapat disimpulkan bahwa model ini mengandung multikolinearitas. Nilai VIF dari variabel pp, tenaga kerja, investasi swasta, dan jumlah kendaraan roda empat lebih masing-masing sebesar 13.4, 48.7, 28.0, dan 62.4 (Lampiran 1). Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat bahwa keempat variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga mendekati satu
67
(Lampiran 5). Salah satu cara mengatasi permasalahan multikolinearitas adalah dengan menggunakan metode Principal omponent Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama.
5.2 Pendugaan Model dengan Metode Regresi Komponen Utama Pelanggaran multikolinearitas dapat diatasi dengan mentransformasi model dalam bentuk komponen utama. Data awal yang digunakan, ditransformasi dengan cara dibakukan. Setelah data ditransformasi dengan standarisasi atau membakukan peubah X menjadi Z dilakukan uji eigenvalue. Sebelum itu data awal diubah bentuk dalam bentuk logaritma (Lampiran 6). Setelah peubah X ditransformasi menjadi peubah Z dilakukan uji Eigenanalysis of the Correlation Matrix untuk mengetahui principal component (PC) mana yang akan digunakan dalam model PCA ini. Berdasarkan uji Eigenanalysis of the Correlation Matrix hanya PC 1 yang memiliki Eigenvalue lebih dari satu (Lampiran 7). Sehingga hanya PC 1 yang dimasukan dalam regresi komponen utama (W1). ). Dengan demikian komponen utama pertama yang merupakan kombinasi linear dari Z dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: W1 = -0.448 Z1 – 0.453 Z2 – 0.163 Z3 – 0.458 Z4 – 0.457 Z5 – 0.387 Z6…...5.2 Kemudian Lnpjt diregresikan dengan terhadap skor komponen utama W1 yang menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1………………………………………………………..5.3
68
Hasil regresi menunjukkan bahwa secara nyata skor komponen utama (W1) berpengaruh terhadap panjang jalan tol karena memiliki nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dibandingkan nilai alpha 5 persen, artinya W1 mewakili pp, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, dan jumlah kendaraan semua signifikan (Lampiran 8). Model ini juga memiliki keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar 86.1 persen sedangkan sisanya 13.9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Untuk memperoleh persamaan penduga dengan menggunakan peubah asli, maka persamaan 5.3 harus ditransformasi ke peubah asal Lnpjt (Lampiran 9). Dengan mentransformasi W menjadi Z sehingga diperoleh persamaan regresi dalam peubah baku sebagai berikut: Lnpjt = 6.07 + 0.0703 Z1 + 0.0711 Z2 + 0.0256 Z3 + 0.0719 Z4 + 0.0717 Z5 + 0.0608 Z6……………………………………………………………5.4 Setelah itu dilakukan transformasi Z ke Y untuk memperoleh persamaan penduga dengan menggunakan peubah asli,
maka persamaan di atas
ditransformasi ke peubah asal LnPJT . Transformasi balik ini menghasilkan persamaan dengan peubah asal, yaitu: Lnpjt = 4.28 + 0.342 Lnpp + 0.628 Lntk + 0.019 Lnof + 0.067 Lnis + 0.115 Lnjk + 0.135 D……………………………………………………….5.5
Persamaan di atas digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan bagaimana hubungannya melalui proses regresi. Hasil regresi menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai
69
probabilitas kurang dari alpha 5 persen atau nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel, artinya semua variabel berpengaruh nyata terhadap panjang jalan tol. Semua variabel juga memiliki hubungan positif dengan panjang jalan tol. Jika terjadi peningkatan pada variabel-variabel bebas maka akan terjadi peningkatan pula pada panjang jalan tol (Lampiran 10). Tabel 10. Hasil Pengolahan Sebelum dan Setelah Multikolinearitas Diatasi oleh PCA Variabel C PDB/Kapita (PP) Tenaga Kerja (TK) Dana Pemerintah (OF) Investasi Swasta (IS) Jumlah Kendaraan Roda Empat atau Lebih (JK) Dummy Kebijakan (K) R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob (F-statistic)
Dependen Variabel PJT Hasil Sebelum Diatasi Oleh PCA Koefisien t-hitung -52,63 -3,27913 0,7870 2,423776 2,654 2,365419 0,02251 1,139747 -0,06136 -0,68774 -0,0497
-0,0704
-0,21478 -0,64885 0,96 0,945 63,94 0,000
Hasil Sesudah Diatasi PCA Koefisien t-hitung 4,28 0,01694 20,20259 0,017129 36,68095 0,006164 3,159957 0,017318 3,848793 0,017281 6,682864
0,014634
9,247674 0,861 0,854 129,71 0,000
*signifikan, t-hitung > t table (α = 5%) = t0.05/2 (23-6-1) = 2.120
Hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi berganda yang kemudian disempurnakan dengan analisis komponen utama ini menghasilkan persamaan regresi seperti pada persamaan 5.5 yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel pp, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, dan jumlah kendaraan bermotor terhadap panjang
jalan tol yang mengindikasikan
perkembangan jalan tol. Perbedaan hasil dugaan sebelum dan setelah multikolinearitas diatasi dengan metode PCA dapat dilihat pada tabel
70
5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia Hasil regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang kemudian disempurnakan dengan regresi komponen utama menghasilkan persamaan regresi seperti yang terdapat pada persamaan 5.5. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel memiliki koefisien yang positif dan signifikan terhadap panjang jalan tol. Selain itu keragaman mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar 86,1 persen sedangkan sisanya 13,9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Sedangkan pengaruh masing-masing variabel terhadap panjang jalan tol akan dibahas sebagai berikut. 5.3.1 PDB per Kapita Produk Domestik Bruto per Kapita merupakan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin besar nilai PDB per Kapita Indonesia maka bisa dikatakan semakin sejahtera masyarakat Indonesia. PDB per Kapita ini bisa dijadikan tolak ukur kesejahteraan masyarakat karena dihitung berdasarkan jumlah penduduk Indonesia. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga ternyata bisa mendorong pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan tol. Dalam penelitian ini PDB per Kapita memiliki pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang jalan tol yang menjadi tolak ukur perkembangan jalan tol di Indonesia. PDB per Kapita bisa dikatakan berpengaruh nyata karena secara uji statistik menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dibandingkan t-tabel. Besaran pengaruh PDB per Kapita terhadap panjang jalan tol dapat digambarkan oleh koefisien yang memiliki pengaruh positif . Jika PDB per Kapita Indonesia
71
meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus maka panjang jalan tol di Indonesia akan meningkat sebesar 0,3422 persen atau sebesar 2,6 km. PDB per Kapita menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan PDB per Kapita bisa diakibatkan oleh semakin tingginya aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, baik kegiatan produksi, distribusi, maupun konsumsi. Dalam melakukan kegiatan ekonomi akan terjadi perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya atau mobilisasi barang, jasa, maupun orang. Jalan merupakan sarana dan prasarana bagi mobilitas barang dan jasa tersebut. Namun semakin tinggi aktivitas ekonomi masyarakat maka akan terjadi kepadatan di jalan atau kemacetan. Sehingga akan mendorong pembangunan jalan tol sebagai jalan alternatif yang bebas hambatan. Salah satu pembentuk nilai PDB adalah investasi, semakin tinggi investasi maka akan meningkatkan nilai PDB. Infrastruktur seperti jalan tol merupakan salah satu pertimbangan bagi investor untuk menanamkan dananya. Meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia akan mendorong pembangunan jalan tol. Sehingga peningkatan pada PDB atau PDB per Kapita akan mendorong perkembangan jalan tol yang digambarkan melalui penambahan panjang jalan tol. Di Indonesia pembangunan jalan tol dan infrastruktur fisik lainnya sebagian dibiayai oleh PDB. Oleh karena itu peran penting PDB dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol tidak bisa dikesampingkan. Namun pada kenyataannya pendanaan pembangunan infrastruktur oleh PDB dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sehingga pembangunan jalan tol di Indonesia
72
cenderung lambat karena dana yang ada menurun tiap tahunnya meskipun PDB bukanlah sumber utama pembangunan infrastruktur. Penurunan pendanaan pembangunan infrastruktur tentu berpengaruh pula pada dana pembangunan jalan tol yang ikut menurun.
6 5 4 3 2 1 0
Gambar 6. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh PDB Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 2007
Grafik di atas memperlihatkan bahwa sejak tahun 1993 hingga tahun 2002 pendanaan pembangunan infrastruktur oleh PDB cenderung menurun. Pada tahun 1993 sekitar 5.2 persen dari PDB menjadi seumber pembangunan infrastruktur. Sedangkan pada tahun 2002 hanya sekitar 2.5 persen dari PDB. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab terlambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia termasuk pembangunan jalan tol. 5.3.2 Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu indikator perekonomian negara. Dalam penelitian ini variabel tenaga kerja berpengaruh positif terhadap perkembangan jalan tol. Peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen, cateris paribus akan
73
meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.6283 persen. Pengaruh tenaga kerja terhadap pembangunan jalan tol ditandai dengan mobilitas pekerja dari satu tempat ke tempat lainnya. Semakin besar jumlah pekerja maka akan meningkatkan mobilitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan kepadatan di jalan. Kepadatan kendaraan di ruas jalan atau kemacetan akan menyebabkan ketidaknyamanan, mengurangi keefektifan dalam bekerja, dan memperlambat aktivitas masyarakat. Waktu sangat membatasi pekerja dalam bekerja sehingga pekerja memerlukan akses untuk menghemat waktu dalam perjalanan menuju maupun pulang kerja. Tabel 11. Jumlah tenaga kerja komuter menurut jenis kelamin dan wilayah, 2008 Wilayah Jawa Jabodetabeka Luar Jabodetabeka Luar Jawa Total
Laki-laki 3.743.335 2.011.229 1.732.106 1.207.738 4.951.073
Perempuan 1.460.060 793.287 666.773 497.019 1.957.079
Total 5.203.395 2.804.516 2.398.879 1.704.757 6.908.152
Sumber: Dihitung dari SAKERNAS 2008 Catatan: JABODETABEKA mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang Data di atas menunjukkan bahwa mobilitas tenaga kerja komuter di Indonesia mencapai hampir sekitar 7 juta orang. Jumlah tenaga kerja komuter tertinggi terdapat di wilayah JABODETABEK dimana Jakarta sebagai pusat masyarakat sekitar Jakarta sebagai tempat bekerja. Oleh karena itu tingkat kemacetan di wilayah ini sangatlah tinggi sehingga peran jalan tol sangat penting untuk mengurai kemacetan. Karena itu pula pembangunan jalan tol dalam kota banyak dibangun di wilayah Jakarta. Namun karena padatnya penduduk serta tingginya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan kemacetan di jalan tol.
74
5.3.3 Dana Pemerintah Dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN) untuk pembangunan rutin sektor dan subsektoral prasarana jalan. Peran dana pemerintah ini mempengaruhi secara positif dan nyata terhadap pembangunan jalan tol di Indonesia. Peningkatan dana pemerintah untuk pembangunan jalan sebesar 1 persen, cateris paribus akan meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.0194 persen. Sumber pembiayaan prasarana jalan termasuk didalamnya untuk pembangunan jalan tol diperoleh dari dana Rupiah Murni (RM) serta pinjaman Luar Negeri (PLN) bilateral maupun multilateral (Bapenas, 2005). Pembiayaan melalui dana pemerintah dengan dua komposisi pembiayaan ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun namun terjadi penurunan pada saat krisis melanda dan terjadi perubahan komposisi pembiayaan setelah krisis melanda. Tabel 12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah 1999-2003 Tahun Anggaran (Rp Miliar)
Klasifikasi Anggaran 1. Anggaran Pembangunan Jalan 2. Anggaran Rutin Jalan
1999
2000
5.243,5
1.748.1
35,3
17.1
2001 2.120 17.4
2002
2003
4116.1
4593.6
19.1
22.1
Sumber : Bappenas, 2003 Tabel 12 merupakan gambaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran pembangunan dan anggaran rutin subsektoral prasarana jalan periode 1999-2003. Selama periode tersebut terlihat bahwa anggaran untuk pembangunan jalan cenderung menurun begitu pula dengan anggaran rutin untuk
75
jalan. Hal ini juga menunjukkan keterbatasan dana pemerintah dalam pendanaan pembangunan jalan tol. 4 3 2 1 0
Rp Murni
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
PLN
Gambar 7. Komposisi Pembiayaan Pembangunan Jalan Dalam Dana Pemerintah (Rp. Triliyun)
Sumber: Bappenas, 2003
Gambar 7. menggambarkan peranan komposisi pembiayaan dari APBN untuk pembangunan prasarana jalan termasuk pembangunan jalan tol. Pembiayaan dalam Rupiah Murni lebih mendominasi dalam APBN untuk pembangunan prasaran jalan ini yang terlihat pada tahun 1993 hingga tahun 2002. Namun saat krisis melanda pada tahun 1997-1998 kedua komposisi pembiayaan ini menurun dan terjadi perubahan dominasi komposisi pembiayaan. Sebelum tahun 1998, dana Rupiah Murni (RM) merupakan sumber utama dalam pembangunan prasarana jalan. Hal ini menggambarkan kemandirian dan kemampuan Negara dalam membangun infrastruktur jalan tanpa banyak melibatkan Pinjaman Luar Negeri (PLN). Kondisi berbeda terjadi setelah krisis moneter melanda pada tahun 1998, Pinjaman Luar Negeri lebih mendominasi pembiayaan pembangunan jalan. Hal ini terus berlangsung hingga tahun 2002, kemudian sumber pembiayaan kembali pada komposisi semula pada tahun 2003. Meskipun begitu pemerintah masih kekurangan dana untuk pembangunan jalan tol yang menelan biaya besar karena
76
anggaran pemerintah yang cenderung menurun. Selain itu jalan tol memiliki spesifikasi yang berbeda dengan jalan umum biasa. Sehingga dalam pembangunan maupun pemeliharaannya lebih mahal. Oleh karenanya sejak tahun 1987 pemerintah secara terbuka mengundang investor swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol. 5.3.4 Investasi Swasta Variabel ini menggambarkan besarnya total investasi di Indonesia termasuk di dalamnya investasi untuk pembangunan jalan tol. Besarnya investasi swasta ini berpengaruh secara positif dan nyata terhadap panjang jalan tol. Peningkatan total investasi sebesar 1 persen, cateris paribus akan meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.6665 persen. Investasi sangat berperan dan dibutuhkan oleh Indonesia dalam menghadapi proses pembangunan nasional. Seperti penjelasan di atas, dana yang dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas untuk pembangunan infrastruktur. Investas swasta bisa menjadi sumber pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol. Pembangunan jalan tol di Indonesia sudah melibatkan pihak swasta untuk membiayai jalan tol melalui kerjasama pemerintah-swasta. Bahkan sejak tahun 1987 pembangunan jalan tol sudah mulai dilakukan dan kini sudah sekitar 200 km lebih jalan tol yang dibangun dengan biaya dari pihak investor swasta. Peningkatan investasi di dalam negeri tentu akan meningkatkan kegiatan ekonomi. Sehinga mendorong pembangunan jalan tol untuk menjadi prasarana dalam mobilitas barang dan jasa. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan minat
77
investor mendorong pemerintah untuk membangun jalan tol sebagai pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya. Namun jika dilihat dari kebutuhan jumlah jalan tol yang dibangun oleh investor belum mencukupi. Kurangnya ketertarikan pihak swasta untuk ikut berinvestasi dalam pembangunan jalan tol dikarenakan tingginya resiko pada saat proses pembangunan jalan tol, yaitu proses pembebasan lahan. Biaya pengadaan lahan harus ditanggung oleh pihak swasta sedangkan kepastian mengenai pembebasan lahan tidaklah mudah dan cepat. Sehingga akan menyebabkan biaya meningkat dan penundaan pembangunan jalan tol. Ketidakpastian dalam kenaikan tarif tol juga menjadi masalah bagi pihak investor swasta. Karena tarif tol merupakan pendapatan pihak investor yang akan mengelola jalan tol. Tanpa pendapatan yang sesuai operator tidak bisa memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen. 5.3.5 Jumlah Kendaraan Bemotor Roda Empat dan Lebih Kendaraan bermotor roda empat dan lebih merupakan jenis kendaraan yang bisa melalui jalan tol. Sehingga jumlah kendaraan roda empat dan lebih dapat mendorong pembangunan jalan tol. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara positif dan nyata kendaraan roda empat lebih ini mempengaruhi panjang jaln tol. Peningkatan jumlah kendaraan roda empat dan lebih, cateris paribus akan meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.1154 Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan kepadatan kendaraan di jalan. Jalan biasa atau jalan umum yang dibangun tidak mampu menampung kendaraan yang setiap harinya bertambah. Keadaan ini biasa dialami
78
d kota-kota besar yang aktivitas ekonominya cukup tinggi. Jalan tol menjadi jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan. Tabel 13. Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tahun 2000-2008 Mobil Bis Penumpang 2000 3. 038. 913 666.280 2001 3. 261. 807 687.770 2002 3. 403. 433 714.222 2003 3. 885. 228 798.079 2004 4 .464. 281 933.199 2005 5. 494. 034 1. 184.918 2006 6. 615. 104 1. 511.129 2007 8. 864. 961 2. 103.423 2008 9. 859. 926 2. 583.170 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 Tahun
Truk 1. 707 .134 1. 759. 547 1. 865. 398 2. 047. 022 2. 315. 779 2. 920. 828 3. 541. 800 4. 845. 937 5. 146. 674
Sepeda Motor 13. 563.017 15. 492.148 17. 002.140 19. 976.376 23. 055.834 28. 556.498 33. 413.222 41. 955.128 47. 683.681
Jumlah 18. 975. 344 21. 201. 272 22. 985. 193 26. 706. 705 30. 769. 093 38. 156. 278 45. 081. 255 57. 769. 449 65. 273. 451
Tabel 13. memperlihatkan pertambahan jumlah kendaraan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Sepeda motor merupakan kendaraan paling banyak dan mendominasi setelah itu truk, bis, dan mobil penumpang. Jadi bisa disimpulkan bahwa kendaraan terbanyak di jalan adalah kendaraan roda dua yang juga sebagai penyebab kemacetan. Oleh karena itu bagi kendaran roda empat diperlukan jalan yang bebas hambatan.
5.3.6 Dummy Kebijakan Undang-undang No 38 Tahun 2004 merupakan undang-undang tentang jalan dan di dalamnya termasuk jalan tol. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai jalan tol adalah pembentukan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mengatur, mengawasi, serta mengevaluasi pembangunan jalan tol di Indonesia. Berdirinya BPJT berarti
79
berkurangnya peran Jasa Marga sebagai regulator karena sudah diambil alih oleh BPJT. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa dummy kebijakan ini secara positif mempengaruhi panjang jalan tol. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika kebijakan ini diterapkan terjadi penambahan panjang jalan tol sebesar 0.1353 persen lebih tinggi dibandingkan jika kebijakan ini belum diterapkan yaitu sebelum tahun 2005. Pemisahan peran regulator sekaligus operator yang sebelumnya dipegang oleh Jasa Marga merupakan salah satu usaha pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Kebijakan ini membuat Jasa Marga selaku operator jalan tol harus melalui prosedur yang berlaku jika ingin berinvestasi dalam membangun jalan tol. Kebijakan ini juga bertujuan agar minat investor semakin tinggi untuk berinvestasi dalam pembangunan jalan tol. Sebelumnya, investor harus bersaing dengan Jasa Marga yang juga berperan sebagai regulator sehingga kemungkinan bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol kecil. Namun sekarang BPJT yang memegang peranan sebagai regulator Fungsi Jasa Marga sebagai regulator yang tercantum dalam undangundang No 13 Tahun 1980 terlihat kurang berfungsi dan menimbulkan konflik kepentingan sehingga banyak merugikan Jasa Marga. Selain itu Jasa Marga jika dilihat dari perspektif bisnis akan cenderung lebih banyak berpihak kepada fungsinya sebagai operator dan pengusaha jalan tol. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian BUMN yang tertuang dalam UU No 19/2003 tentang BUMN, dimana PT Jasa Marga adalah Badan Usaha Milik Negara yang harus
80
semaksimal mungkin memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya serta mengejar keuntungan.
5.4 Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan jalan tol di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, kendaraan bermotor roda empat dan lebih, serta kebijakan pemerintah melalui pemisahan fungsi operator dan regulator pada Jasa Marga. PDB/kapita merupakan faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Hal ini didukung oleh studi Copo et.al (2005) melalui studinya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Filiphina. Studi ini menunjukkan bahwa PDB/kapita berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembangunan jalan di Filiphina. Peningkatan PDB/kapita sebesar 1 satuan maka akan meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.0046861 km Selain itu, Queiroz dan Gautam (1992) juga melakukan investigasi mengenai keterkaitan antara PDB per Kapita dan besarannya dengan infrastruktur. Cara yang digunakan adalah dengan mengadopsi pengalaman dari beberapa negara dan perbandingan langsung melalui pendapatan antar negara dengan memilih variabel yang sesuai.
81
Hasil studi menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur jalan/kapita dalam suatu negara berpendapatan tinggi, lebih besar dibandingkan dengan negara berpendapatan sedang. Misalnya, rata-rata kepadatan jalan aspal (km/juta penduduk) sebesar 170 pada negara berpendapatan rendah. Sedangkan pada negara berpendapatan sedang rata-rata kepadatan jalan aspalnya sebesar 1660. Perbedaan besarnya rata-rata kepadatan jalan aspal negara berpendapatan rendah dengan negara berpendapatan tinggi mencapai lima kali. Sedangkan Bappenas (2003) melalui studi Perkembangan Lembaga Keuangan dan Investasi Infrastruktur yang bertujuan untuk memperkirakan kebutuhan infrastuktur karena adanya perubahan struktur perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia dalam periode 2005-2009 menunjukkan bahwa peningkatan PDB/kapita sebesar satu satuan akan meningkatkan panjang jalan sebesar 0.508 km/1000 penduduk. Selain itu World Bank (1994) melalui studinya menggambarkan bahwa keberadaan infrastruktur yang baik akan meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya produksi. Dalam studinya, World Bank belum bisa menemukan hubungan yang tepat antara ketersediaan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi. Namun hasil studi menunjukkan bahwa peningkatan ketersediaan kapasitas infrastruktur sebesar
satu persen terkait
dengan
peningkatan PDB/kapita sebesar satu persen. Hasil penelitian dan studi lainnya menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara peningkatan PDB/kapita dengan pertumbuhan infrastruktur termasuk jalan tol.
82
Variabel lain yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia adalah jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi jumlah tenaga kerja semakin cepat pula perkembangan jalan tol di Indonesia. Kondisi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Copo et.al (2005) yang menjelaskan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh secara positif dan nyata dalam pembangunan jalan nasional di Filiphina. Hal ini diakibatkan adanya mobilitas tenaga kerja dari wilayah pinggiran ke wilayah pusat. Dengan menggunakan panel data diketahui bahwa pertambahan jumlah tenaga kerja sebanyak satu orang akan meningkatkan panjang jalan nasional di Filiphina sebesar 0.0559 km. Di Indonesia hal ini biasa terjadi di kota-kota besar seperti kota Jakarta. Data tahun 1998/1999 mencatat bahwa pada jam-jam puncak setidaknya terdapat lebih dari 40.000 kendaraan yang melintas di berbagai ruas jalan di Jakarta. Selain itu, besarnya mobilitas penduduk ke tempat kerja menuju Jakarta yang berasal dari Bodetabek dan dalam Jakarta sendiri mencapai angka 62,5 persen Pola pergerakan seperti ini mengakibatkan terbentuknya suatu pola ulang alik atau commuter antara DKI Jakarta dan Bodetabek. Faktor utama penyebab kemacetan tersebut adalah adanya kebangkitan penduduk di wilayah Botabek ke wilayah DKI Jakarta. Pelebaran jalan dan pembangunan jalan tol merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dana pemerintah merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh secara positif terhadap pembangunan jalan tol di Indonesia. Hasi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Copo et.al
83
yang menyatakan bahwa peningkatan dana pemerintah sebesar satu satuan akan meningkatkan panjang jalan di Filiphina sebesar 0.00000353 km. Laporan World Bank menunjukkan bahwa proporsi besarnya anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di negara berkembang berkisar antara 2 persen-8persen dengan rata-rata sekitar 4 persen dari PDB. Kemudian untuk rasio investasi pemerintah di bidang infrastruktur terhadap PDB pada periode 2005-2009 diasumsikan konstan sebesar 2,33 persen tiap tahunnya. Sedangkan berdasarkan data historis proporsi besarnya anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur periode 1990/1991-2002 berkisar 1,4 persen-2,5 persen dari PDB. Pembiayaan infrastruktur termasuk pembangunan jalan tol dari PDB cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sehingga menyebabkan keterlambatan Indonesia dalam pembangunan infrastruktur. Hasil studi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI)
tentang
Roadmap
Pembangunan
Infrastruktur
Indonesia;
Dampak
Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi, menunjukkan bahwa jika diperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,93 persen, maka akan terjadi kenaikan persentase stok jalan sebesar 14 persen atau sepanjang 21.205 kilometer maka pemerintah harus menyediakan biaya mencapai Rp 29,7 triliun. Studi tersebut menunjukkan bahwa percepatan pembangunan jalan harus didukung oleh dana pemerintah yang besar. Namun dengan keterbatasan dana yang dimiliki apakah pemerintah sanggup memenuhi kebutuhan dana tersebut. Sehingga kontribusi swasta dalam pembangunan jalan tol melalui tender-tender
84
yang diadakan oleh pemerintah sangat penting demi kelangsungan pembangunan nasional. Oleh karena itu investasi swasta khususnya di bidang jalan tol pun berpengaruh terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investasi swasta berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Studi World Bank (2004) juga menyatakan bahwa pembangunan jalan tol sangat penting dalam pembangunan wilayah namun ketersediaan dana membuat pembangunan jalan tol terhambat. Keadaan ini bisa diatasi dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta. Mexico membangun 4000 km jalan tol dengan mengeluarkan biaya sebesar US$ 10 miliar sedangkan Malaysia membangun North South Toll Motorway sebesar US$23 miliar melalui kerangka public private project. Hal ini sejalan dengan studi Copo et.al (2005) yang menunjukkan bahwa investasi swasta berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pembangunan jalan nasional di Filiphina. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya lapangan kerja akibat peningkatan investasi swasta di Filiphina. Sehingga aktivitas ekonomi semakin tinggi begitu juga dengan mobilitas tenaga kerja. Selain itu kebutuhan dana untuk pembangunan jalan terpenuhi sehingga pembangunan jalan dapat dilakukan. Akibatnya terjadi peningkatan pembangunan jalan sebesar 0.0031376 persen untuk peningkatan investasi swasta sebesar 1 persen. Selain itu studi Bappenas (2003) menjelaskan adanya hubungan positif dan pengaruh nyata antara ketersediaan investasi infrastruktur tahun lalu dengan ketersediaan infrastruktur untuk periode 2005-2009. Peningkatan ketersediaan
85
investasi infrastruktur tahun sebelumnya sebesar satu satuan akan meningkatkan panjang jalan sebesar 0.500 km/ 1000 penduduk. Melalui studi ini bisa diketahui kebutuhan investasi untuk menyediakan infrastruktur adalah dengan proyeksi peningkatan kebutuhan ketersediaan infrastruktur dikali dengan biaya satuan investasi untuk masing-masing sektor infrastruktur. Kesimpulannya, infrastruktur jalan termasuk di dalamnya jalan tol dibutuhkan investasi sebesar Rp 177,1 triliyun untuk pembangunan jalan sepanjang 93,7 ribu km. Faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan bermotor roda empat dan lebih. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi Copo et.al juga bahwa jumlah kendaraan bermotor berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pembangunan jalan nasional di wilayah Filiphina. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebanyak satu satuan akan meningkatkan panjang jalan sebesar 0.0023569 km. Pembangunan jalan dilakukan akibat dari kepadatan kendaraan di jalan sehingga diperlukan tambahan panjang jalan tol untuk mengatasi kemacetan.
86
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur penting dalam pembangunan nasional. Pembangunan jalan tol di Indonesia masih sangat lambat dibandingkan Negara-negara lain, termasuk Negara tetangga, Malaysia yang telah membangun jalan tol sepanjang 1500 km. Keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah merupakan masalah awal yang dihadapi oleh Indonesia untuk pembangunan jalan tol sehingga pemerintah melibatkan swasta menjadi partner. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. Dengan menggunakan metode OLS hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan jalan tol di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa PDB per Kapita, tenaga kerja, investasi swasta, dan jumlah kendaraan roda empat dan lebih berpengaruh secara positif dan nyata terhadap panjang jalan tol. Kebijakan pemerintah mengenai penetapan Badan Pengatur Jalan Tol sebagai regulator jalan tol juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan panjang jalan tol.
6.2 Saran Pembangunan jalan tol di Indonesia diharapkan bisa berjalan lebih cepat untuk perekonomian yang lebih baik. Saran yang bisa diberikan penulis antara lain:
87
1. PDB merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan jalan tol. Semakin tinggi PDB maka akan semakin besar dana yang dikucurkan untuk pembangunan jalan tol. Sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap sektor-sektor ekonomi yang memberi kontribusi tinggi terhadap PDB. Sektor industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia sehingga perlu peran pemerintah untuk mengembangkan sektor industri Indonesia. 2. Pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor. Hal ini bukan berarti tidak sejalan dengan pengaruh positif jumlah kendaraan terhadap panjang jalan tol. Tetapi dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan yang kini bukan hanya terjadi di jalan umum tetapi di jalan tol juga. Sehingga pembangunan jalan tol akan terasa percuma jika kemacetan juga terjadi di jalan tol. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah penerapan pajak progressive bagi pemilik kendaraan dan menggunakan sistem Electronic Road Pricing (ERP) bagi jalan yang berpotensi padat kendaraan. Kedua cara ini dilakukan pula di Negara padat seperti Singapura. ERP merupakan sistem pemungutan kemacetan dengan membebankan sejumlah biaya kepada pemilik kendaraan karena akan melewati jalur tertentu sebab kendaraannya berpotensi menyebabkan kemacetan pada waktu tertentu. Di Indonesia, tepatnya wilayah Jakarta, sistem ini sudah pernah diwacanakan pada masa pemerintahan Gubernur Sutiyoso. Sistem ERP sudah mulai dicanangkan di Singapura semenjak tahun 1975 dan dampaknya adalah hanya sekitar 30% penduduk
88
3. Pemerintah harus dengan segera menyelesaikan pembuatan undang-undang yang secara spesifik mengatur masalah pengadaan lahan agar tidak terjadi konflik antara pemilik lahan dan panitia pengadaan lahan dalam hal ini pemerintah. Hal ini bertujuan agar resiko pengadaan lahan lebih kecil dan berjalan lebih cepat sehingga investor tidak takut dalam menanamkan modalnya dan pembangunan jalan tol tidak tertunda-tunda lagi. 4. Mobilitas tenaga kerja yang tinggi namun pembangunan jalan tol yang berkembang lambat menyebabkan kemacetan di jalan tol. Padahal masyarakat bersedia menggunakan jalan tol untuk menghindari kemacetan di jalan biasa yang menyebabkan kerugian secara ekonomi. Sehingga perlu dilakukannya perbaikan pada angkutan umum masal yang melewati jalan tol, seperti bus baik secara kualitas maupun kuantitas agar bisa mengangkut tenaga kerja dan mengurangi kemacetan. 5. Regulasi mengenai tarif lebih dipertegas lagi mengenai besaran dan waktu pemberlakuannya. Berdasarkan Undang-Undang No 38 Tahun 2004 kenaikan tarif tol dilaksanakan setiap dua tahun sekali didasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi. Namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak seperti yang tertera dalam Undang-Undang tersebut karena banyaknya keluhan dari masyarakat. Akibatnya pendapatan lebih kecil dibandingkan pengeluaran sehingga operator pun tidak bisa memperbaiki standar pelayanan minimum kepada pengguna jalan. Selain itu permasalahan tarif ini akan menurunkan minat investor swasta. Oleh karena itu pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol harus tegas dalam melaksanakan kenaikan
89
tarif tol. Namun sebelum dilakukan peningkatan tarif tol, BPJT harus mengevaluai Standar Pelayanan Minimum operator jalan tol. 6. Perbankan merupakan sumber dana bagi investor. Keberhasilan investor untuk untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan tol harus didukung oleh dana perbankan sebesar 70 persen. Namun pada kenyataannya banyak badan usaha jalan tol yang tidak dapat meyakinkan perbankan untuk mengucurkan kredit untuk pembangunan jalan tol. Perbankan di Indonesia tidak tertarik untuk membiayai proyek yang jangka waktunya panjang. Sedangkan proyek jalan tol merupakan proyek yang masa pengembalian atau konsesinya panjang hingga mencapai 30 tahun lebih. Sehingga investor swasta sulit mendapatkan sumber dana untuk pembangunan jalan tol dan perkembangan jalan tol akan terhambat. Oleh karena itu perbankan diharapkan dapat mengucurkan kredit bagi investor jalan tol dengan masa pengembalian yang lebih lama dan tingkat bunga yang tidak terlalu tinggi agar proses pengembalian kredit kepada perbankan lancar.
90
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengatur Jalan Tol. 2011. Jaringan Jalan Tol Non Trans Jawa. BPJT, Jakarta www.bpjt.com/jaringanjalantol (3 Januari 2011) . 2011. Jaringan Jalan Tol Trans Jawa. BPJT, Jakarta www.bpjt.com/jaringanjalantol (3 Januari 2011) . 2011. Prinsip Dasar Investasi. BPJT, Jakarta www.bpjt.com/prinsipdasarinvestasi (3 Januari 2011) Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta Bank Indonesia. 2007. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. BAPPENAS. 2003. Pengembangan Lembaga Infrastruktur. BAPPENAS, Jakarta
Keuangan
dan
Investasi
Clower, L dan Weinsten, L. 2006. Impacts of Toll Roads Regional Economy: Suggested Measures. Eastern of Economic Journal vol 30 (3), 393-409 Copo, Esquejo, Garcia, Sarmiento. 2006. A Study About Determinant of Road Construction in The Philipphines. Working Paper Gujarati, D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika: Jilid Satu. Erlangga, Jakarta Indriani Latti. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia [skripsi]. Bogor Irwanto Karya B. 2005. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus Infrastruktur Jalan Raya DKI Jakarta) [tesis]. Depok Jasa Marga. 2006. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta . 2007. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta . 2008. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta Kamaluddin, R. 2003. Ekonomi Transportasi: Karakteristik, Teori, dan Kebijakan. Ghalia Indonesia, Jakarta Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur Indonesia Sebelum Selama & Pasca Krisis. Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta
91
Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 567/KPTS/M/2010. Jakarta Kusumo, G. 2005. Road Map Pembangunan Infrastruktur Indonesia: Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi [Bisnis Indonesia].http://els.bappenas.go.id/upload/other/Infrastruktur%20irigasi% 20paling-BI.htm [8 Agustus 2005] Lubis, S. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pendapatan Nasional Indonesia 1976-2006 [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Niken,
Ardianti. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pengurangan Pengangguran di Indonesia 1976-2006 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Pasaribu, M. 2005. The Role of Toll Roads in Promoting Regional Development: Private Sector Participation: A Case Study of Jabodetabek. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta www.sustainabledevelopment.org/learning/casbooks/uncrd/pasaribu.pdf Queiroz, C dan Gautam S. 1992. Road Infrastructure and Economic Development: Some Diagnostic Indicators. The World Bank Working Paper Republik Indonesia. 1980. Undang-undang No 38 Tahun 1980 Tentang Jalan. Jakarta Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan. Jakarta Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2006 Tentang Jalan. Jakarta Simbolon, M. 2003. Ekonomi Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta Swan, F dan Helzer, B. Empirical Evidence of Toll Road Traffic Diversion. Journal of Transport Economics and Policy, 33(2), 163-172 The World Bank and Ministry of Construction Japan. 1999. Review of Recent Toll Road Experience in Selected Countries and Preliminary Tool Kit for Toll Road Development. Asian Toll Road Development Program Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama [makalah]. Bogor: Institut Pertanian Bogor World Development Report. 1994. Infrastructure Development.Oxford University Press
92
Yanuar, Rahmat. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output Serta Dampaknya Terhadap Kesenjangan di Indonesia.[tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
93
Lampiran 1. Hasil Regresi
Regression Analysis: pjt versus pp, tk, of, is, jk, D The regression equation is pjt = - 52.6 + 0.787 pp + 2.65 tk + 0.0225 of - 0.0614 is 0.050 jk - 0.070 D
Predictor Constant pp tk of is jk D
Coef -52.63 0.7870 2.654 0.02251 -0.06136 -0.0497 -0.0704
S = 0.0853645
SE Coef 16.05 0.3247 1.122 0.01975 0.08922 0.2314 0.1085
T P VIF -3.28 0.005 2.42 0.028 13.4 2.37 0.031 48.7 1.14 0.271 2.0 -0.69 0.501 28.0 -0.21 0.833 62.4 -0.65 0.526 7.2
R-Sq = 96.0%
R-Sq(adj) = 94.5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source pp tk of is jk D
DF 6 16 22
SS 2.79576 0.11659 2.91236
MS 0.46596 0.00729
DF Seq SS 1 2.62277 1 0.10040 1 0.04205 1 0.01955 1 0.00792 1 0.00307
Durbin-Watson statistic = 2.01237
F 63.94
P 0.000
94
Lampiran 2. Uji Normalitas
Kenormalan 99
Mean S tDev N KS P -Valu e
95 90
3.205166E-15 0.07280 23 0.157 0.143
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.2
-0.1
0.0 RESI1
0.1
0.2
Lampiran 3. Uji Heteroskedastisitas Regression Analysis: absresid versus pp, tk, of, is, jk, D The regression equation is absresid = - 1.02 + 0.036 pp + 0.101 tk - 0.0097 of - 0.0318 is + 0.000 jk + 0.0036 D
Predictor Constant pp tk of is jk D
Coef -1.019 0.0359 0.1008 -0.00973 -0.03177 0.0001 0.00358
S = 0.0489082
SE Coef 9.193 0.1860 0.6427 0.01132 0.05112 0.1326 0.06216
R-Sq = 21.8%
T P -0.11 0.913 0.19 0.849 0.16 0.877 -0.86 0.403 -0.62 0.543 0.00 1.000 0.06 0.955
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 16 22
SS 0.010640 0.038272 0.048912
MS 0.001773 0.002392
F 0.74
P 0.624
95
Lampiran 4. Uji Autokorelasi
Durbin-Watson statistic = 2.01237
Lampiran 5. Uji Multikolinearitas
Correlations: pjt, pp, tk, of, is, jk, D pjt 0.949 0.000
pp
tk
0.962 0.000
0.957 0.000
of
0.472 0.023
0.351 0.101
0.380 0.074
is
0.911 0.000
0.948 0.000
0.968 0.000
0.297 0.169
jk
0.890 0.000
0.935 0.000
0.960 0.000
0.214 0.327
0.972 0.000
D
0.610 0.002
0.711 0.000
0.716 0.000
0.075 0.734
0.795 0.000
pp
tk
of
is
jk
0.846 0.000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Lampiran 6. Standarisasi Data Lnpjt
Lngdp
Lntk
Lnof
Lnis
Lnjk
D
5.265278
15.31892
18.06974
27.08802
31.32603
14.70224
0
5.288267
15.35452
18.10346
27.89339
31.48102
14.67056
0
5.598422
15.40644
18.11177
27.95332
31.77609
14.75924
0
5.648974
15.47249
18.14428
28.14713
31.96433
14.84729
0
5.7301
15.52254
18.1518
28.52064
32.11595
14.9428
0
5.872118
15.56832
18.17884
28.64886
32.24806
14.9963
0
5.902633
15.61777
18.18749
30.85894
32.20793
15.04792
0
5.955837
15.6743
18.22269
28.79137
32.40768
15.14891
0
96
6.023448
15.73741
18.19891
28.73877
32.60857
15.23427
0
6.066108
15.79731
18.26638
30.55503
32.72755
15.30601
0
6.156979
15.82806
18.28199
28.81023
32.92584
15.38399
0
6.244167
15.67236
18.28913
28.65468
32.70824
15.4215
0
6.244167
15.66546
18.30209
31.13658
32.45942
15.45858
0
6.244167
15.72875
18.31352
31.1949
33.36489
15.50419
0
6.244167
15.751
18.32425
30.93732
33.54741
15.55758
0
6.248043
15.78159
18.33346
27.96068
33.59703
15.60444
0
6.261492
15.81503
18.34607
30.72487
33.8761
15.72213
0
6.300786
15.85094
18.35584
30.94217
33.9451
15.85845
1
6.380123
15.89039
18.36884
30.89568
34.17612
16.07725
1
6.40688
15.93086
18.37419
29.25241
34.3741
16.27236
1
6.44572
15.97947
18.41998
28.57427
34.52383
16.57643
1
6.44572
16.02488
18.44589
27.72792
34.85886
16.68283
1
6.629984
16.05642
18.46824
29.2014
34.88179
16.7214
1
Data Standarisasi pjt
Z1 5.265278 5.288267 5.598422 5.648974 5.7301 5.872118 5.902633 5.955837 6.023448 6.066108 6.156979 6.244167 6.244167 6.244167 6.244167 6.248043 6.261492 6.300786 6.380123 6.40688 6.44572 6.44572 6.629984
Z2 -1.92735 -1.75414 -1.50147 -1.1801 -0.93656 -0.71381 -0.47319 -0.19809 0.10901 0.40049 0.55011 -0.20753 -0.24113 0.06686 0.17513 0.324 0.48667 0.66143 0.85341 1.05032 1.28684 1.50782 1.66129
Z3 -1.78795 -1.49006 -1.41659 -1.12942 -1.06301 -0.82408 -0.74765 -0.43668 -0.64678 -0.05079 0.08716 0.15025 0.2647 0.36567 0.46051 0.54184 0.6533 0.73961 0.85444 0.90165 1.30624 1.53509 1.73255
Z4 -1.66059 -1.04765 -1.00204 -0.85453 -0.57027 -0.47269 1.20934 -0.36422 -0.40426 0.97805 -0.34987 -0.46825 1.42064 1.46503 1.269 -0.99644 1.10731 1.27268 1.2373 -0.01334 -0.52945 -1.17358 -0.05216
Z5 -1.59614 -1.45247 -1.17895 -1.00445 -0.8639 -0.74144 -0.77865 -0.59348 -0.40726 -0.29697 -0.11316 -0.31487 -0.54552 0.29383 0.46302 0.50902 0.76771 0.83167 1.04583 1.22935 1.36814 1.67871 1.69997
Z6 -1.28381 -1.3348 -1.19206 -1.05034 -0.89662 -0.8105 -0.72742 -0.56486 -0.42747 -0.31201 -0.1865 -0.12612 -0.06644 0.00698 0.09291 0.16834 0.35777 0.57718 0.92935 1.2434 1.73281 1.90407 1.96614
-0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 -0.58103 1.64625 1.64625 1.64625 1.64625 1.64625 1.64625
97
Lampiran 7. Penentuan Skor Komponen Utama Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
4.6347 0.772 0.772
PC1 -0.448 -0.453 -0.163 -0.458 -0.457 -0.387
0.9773 0.163 0.935
PC2 0.049 0.072 0.931 -0.039 -0.139 -0.323
0.2988 0.050 0.985
PC3 0.331 0.295 -0.312 0.139 0.055 -0.827
0.0529 0.009 0.994
PC4 -0.829 0.388 0.016 0.281 0.254 -0.135
0.0263 0.004 0.998
PC5 0.018 0.396 0.003 -0.830 0.390 0.034
Lampiran 8. Regresi Komponen Utama Regression Analysis: pjt versus W1 The regression equation is Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1
Predictor Constant W1
Coef 6.06972 -0.15679
S = 0.139011
SE Coef 0.02899 0.01377
R-Sq = 86.1%
T 209.40 -11.39
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 85.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 21 22
SS 2.5066 0.4058 2.9124
MS 2.5066 0.0193
F 129.71
P 0.000
0.0100 0.002 1.000
PC6 0.017 0.628 -0.090 -0.041 -0.743 0.208
98
Lampiran 9. Transformasi Peubah Asal Transformasi ke Z Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1 Lnpjt = 6.07 - 0.157 (-0.448 Z1 -0.453 Z2 -0.163 Z3 -0.458 Z4 -0.457 Z5 -0.387 Z6 ) Lnpjt = 6.07 + 0.0703 Z1 + 0.0711 Z2 + 0.0256 Z3 + 0.0719 Z4 + 0.0717 Z5 + 0.0608 Z6
Transformasi dari Z ke X
X1 X1 X2 X2 + 0.0711 S 2 + 0.0256 S1 X5 X5 X6 X6 + 0.0608 + 0.0717 S S 5 6
Lnpjt = 6.07 + 0.0703
X4 X4 S 4
0.0719
Lnpjt = 6.07 +
X 3 29.270 1.314 X 6 0.261 0.449
X3 X3 S3 +
X 1 15.715 X 2 18.272 + 0.0711 + 0.0256 0.206 0.113 X 4 33.048 X 5 15.500 + 0.0719 + 0.0717 + 0.0608 1.079 0.621 0.0703
Lnpjt = 4.28 + 0.342 PP + 0.628 TK + 0.019 OF + 0.067 IS + 0.115 JK + 0.135 DK Lnpjt = 4.28 + 0.342 Lnpp + 0.628 Lntk + 0.019 Lnof + 0.067 Lnis + 0.115 Lnjk + 0.135 D
Lampiran 10. Uji Signifikansi
Lnpp Lntk Lnof Lnis Lnjk D
simpangan baku 0.01694 0.017129 0.006164 0.017318 0.017281 0.014634
koefisien 0.342237 0.62832 0.019477 0.066655 0.115484 0.135327
t table (α = 5%)= tα/2( n-k-1) = t0.05/2 (23-6-1) = 2.120
t-hitung 20.20259 36.68095 3.159957 3.848793 6.682864 9.247674
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan