ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KEPITING INDONESIA
OLEH RANI MEISTIKA H14070014
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
RANI MEISTIKA, Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI). Kepiting merupakan salah satu komoditi subsektor perikanan yang dapat memberi kontribusi pendapatan negara. Permintaan kepiting di pasar domestik dan dunia yang tinggi, memberi peluang kepada Indonesia untuk melakukan ekspor. Amerika Serikat merupakan negara pengimpor utama kepiting Indonesia. Saat ini Indonesia harus bersaing dengan negara eksportir kepiting lainnya. Salah satu negara pesaing Indonesia adalah Kanada. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia, dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 1993 hingga 2008, bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, dan situs-situs internet seperti UnComtrade, IMF, dan Bank Dunia (World Bank). Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia, dan analisis deskriptif untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung ekspor kepiting Indonesia. Variabel-variabel yang diduga memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia adalah variabel produksi kepiting Indonesia, nilai tukar (Rupiah/US$), harga ekspor kepiting Indonesia, Gross Domestic Product (GDP) perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada, dan dummy krisis ekonomi. Kepiting yang diekspor berasal dari hasil tangkap di laut dan budidaya tambak di perairan yang memilki hutan mangrove. Sistem manajemen penangkapan di armada yang berjalan tidak baik, terdapat kasus overfishing di laut, menyebabkan nelayan yang bergantung pada bibit kepiting alam mengalami penurunan produksi. Pemerintah telah melakukan beberapa usaha untuk mengatasi berkurangnya hasil produksi antara lain usaha pembudidayaan bibit kepiting, usaha budidaya tambak untuk kepiting, klaster industri perikanan, tetapi hal ini belum bisa maksimal. Pada tahun 1993 hingga 2008, volume ekspor kepiting Indonesia dikatakan stabil, sedangkan dilihat dari nilai ekspor kepiting ternyata bergerak fluktuatif. Di tahun 2005 hingga 2008 terjadi kenaikan nilai ekspor kepiting yang signifikan, tetapi di tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena harga kepiting di dunia sedang tidak stabil. Adanya pemberlakuan di Amerika Serikat dan Eropa yang mensyaratkan komoditi yang diekspor dan dikonsumsi harus merupakan hasil tangkap yang ramah lingkungan, akan menyebabkan penurunan permintaan ekspor kepiting Indonesia.
Hasil regresi berganda menggunakan Principal Component Regression menunjukkan koefisien determinasi yang disesuaikan (adj R2) model sebesar 0,848. Artinya sebesar 84,8 persen keragaman yang terdapat pada model permintaan ekspor kepiting Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas pada model yaitu variabel produksi kepiting Indonesia, nilai tukar (Rupiah/US$), harga ekspor kepiting Indonesia, GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada, dan dummy krisis ekonomi. Sedangkan sisanya 15,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Variabel-variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Variabel nilai tukar (Rp/US$) dan harga ekspor kepiting Indonesia memiliki koefisien yang negatif. Permintaan ekspor kepiting Indonesia akan menurun apabila kondisi nilai tukar (Rp/US$) terapresiasi atau, jika terjadi peningkatan harga ekspor kepiting Indonesia. Permintaan ekspor kepiting Indonesia berpengaruh (responsif) apabila terjadi perubahan (meningkat atau menurun) GDP perkapita Amerika Serikat atau perubahan (meningkat atau menurun) jumlah penduduk Amerika Serikat. Kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia antara lain peningkatan produksi kepiting yang mutunya sama dengan perluasan areal usaha budidaya tambak kepiting, klaster industri kepiting, melakukan usaha pembudidayaan benih kepiting. Kebijakan lainnya dengan menerapkan pajak untuk kepiting yang diekspor. Pemerintah juga dapat menjaga kestabilan nilai tukar dengan mengatur (managed) kondisi nilai tukar. Saran dari penelitian ini antara lain pemerintah diharapkan selalu memerhatikan kondisi Amerika Serikat sebagai negara importir utama kepiting Indonesia. Untuk penelitian selanjutnya dapat menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi produksi kepiting Indonesia.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KEPITING INDONESIA
Oleh RANI MEISTIKA H14070014
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Memengaruhi Permintaan Kepiting Indonesia
Nama Mahasiswa
: Rani Meistika
Nomor Registrasi Pokok
: H14070014
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir.Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 1963111119 8811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan :
Yang Ekspor
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKR IPSI ATAU KARYA ILM IAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Rani Meistika H14070014
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rani Meistika lahir pada tanggal 1 Mei 1989 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Yanuar Pribadi dan Endriyani. Pada tahun 1995 penulis terdaftar sebagai siswa SDN Cipinang Melayu 03 Pagi dan tamat pada tahun 2001. Setelah tamat dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SMPN 80 Halim Jakarta. Pada tahun 2004 penulis meneruskan pendidikannya ke SMAN 91 Jakarta dan tamat SMA pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi yang mengikuti program mayor-minor. Penulis diterima sebagai mahasiswi mayor Departemen Ilmu Ekonomi dengan minor Manajemen Fungsional, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dibeberapa organisasi dan kepanitian. Penulis aktif menjadi staf divisi Red Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2008-2009, anggota Bem Muda FEM 2008. Penulis aktif dalam kepanitian antara lain komisi displin Masa Perkenalan Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB 2008, komisi displin MPF dan MPD FEM IPB 2009, seksi Humas dalam acara HIPOTEX-R 2009, staf divisi Sponsorship Extravaganza 2009, Koordinator divisi Humas dalam acara Economic Contest 2009, dan Koordinator divisi Sponsorship dalam acara HIPOTEX-R 2010.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia”. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan ekspor produk perikanan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia, dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1) Papa, Mama, Kevin, dan Fuad yang telah memberikan motivasi, dan kasih sayang yang tak terhingga. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian. 2) Ir. Idqan Fahmi M.Ec, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3) Dr. Sri Mulatsih, selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 4) Tanti Novianti, M.Si, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran terkait dengan tata bahasa dan penulisan skripsi ini. 5) Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya. 6) Seluruh pihak dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian.
7) Teman-teman satu bimbingan, Feri Nur Oktaviani, Ainur Sukmawati, dan Resti Anditya atas kritik, saran, dan diskusi yang membantu penulis menyelesaikan penelitian ini. 8) Seluruh kelurga besar IE 44, khususnya Suhaila, Rini, Martha, Nindya, Ida, Siska, Yoga, Anggi, Ka Ande, Riri, dan Zahra atas kerjasama, kebersamaan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 9) Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung.
Bogor, Juli 2011
Rani Meistika H14070014
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................
i
DAFTAR TABEL .....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
I.
II.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................
9
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................
10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
10
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN...........
11
2.1. Tinjauan Teori ...........................................................................
11
2.1.1. Teori Permintaan .............................................................
11
2.1.2. Teori Perdagangan Internasional ....................................
13
2.1.3. Teori Nilai Tukar ............................................................
17
2.1.4. Teori Ekspor ...................................................................
18
2.1.5. Teori Pendapatan ............................................................
20
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................
21
2.3. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................
25
2.4. Hipotesis ...................................................................................
29
ii
III.
IV.
V.
METODE PENELITIAN .................................................................
31
3.1. Jenis dan Sumber Data .............................................................
31
3.2. Metode Analisis ........................................................................
31
3.2.1. Metode Regresi Linear Berganda .................................
31
3.2.2. Model Persamaan Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia .........................................................................
33
3.2.3. Definisi Operasional .......................................................
34
3.2.4. Uji Kesesuaian Model ...............................................
36
3.2.5. Konsep Elastisitas ...........................................................
42
3.2.6. Analisis Regresi Komponen Utama ................................
43
GAMBARAN UMUM EKONOMI KEPITING INDONESIA.......
45
4.1. Keanekaragaman Jenis Kepiting di Indonesia...........................
45
4.2. Potensi Produksi Kepiting Indonesia ........................................
46
4.2.1. Perkembangan Luas Areal Produksi Kepiting ................
46
4.2.2. Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia ..................
48
4.3. Harga Kepiting ..........................................................................
51
4.3.1. Harga Kepiting Indonesia ...............................................
51
4.3.2. Harga Kepiting Negara Pesaing ......................................
52
4.4. Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia ......................................
53
4.5. Kondisi Negara Importir Utama ...............................................
55
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
58
5.1. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia ....................................................................
58
iii
5.2. Kriteria Statistik.........................................................................
58
5.3. Kriteria Ekonometrika ..............................................................
59
5.3.1. Uji Normalitas ................................................................
60
5.3.2. Uji Heteroskedastisitas ...................................................
60
5.3.3. Uji Autokorelasi ..............................................................
61
5.3.4. Uji Multikolinearitas .......................................................
61
5.4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia ...................................................................................
65
5.4.1. Produksi Kepiting Indonesia ...........................................
66
5.4.2. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika ................
67
5.4.3. Harga Ekspor Kepiting Indonesia ...................................
68
5.4.4. Gross Domestik Product (GDP) Perkapita Negara Amerika Serikat .............................................................................. 69 5.4.5. Jumlah Penduduk Amerika Serikat .................................
70
5.4.6. Harga Ekspor Kepiting Kanada .....................................
71
5.4.7. Dummy Krisis .................................................................
72
5.5. Kebijakan-kebijakan Untuk Mendukung Ekspor Kepiting Indonesia ...................................................................................
73
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
76
6.1. Kesimpulan ................................................................................
76
6.2. Saran .........................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
78
LAMPIRAN...............................................................................................
80
VI.
iv
DAFTAR TABEL Nomor 1.1.
Halaman Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Untuk Sektor Pertanian Tahun 2006-2009 .......................................
2
Produksi Kepiting Menurut Jenis Penangkapan Tahun 2004-2008...............................................................................
4
1.3.
Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007
5
1.4.
Negara Tujuan Ekspor Kepiting Beku Indonesia Berdasarkan Volume Ekspor Tahun 2005-2009......................................
6
Produksi dan Luas Areal Budidaya Kepiting Indonesia Tahun 1999-2008 ..............................................................................
8
4.1.
Sistematika Kepiting Bakau Indonesia ..................................
46
4.2.
Luas Lahan Berpotensi Untuk Budidaya Tambak Tahun 2000-2008 ...................................................................
48
Tujuh Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun 2008 .........................................
51
Perkembangan Harga Kepiting di Indonesia Tahun 2002-2008 ...................................................................
52
Perkembangan Harga Ekspor Kepiting Kanada Tahun 2002-2008 ...................................................................
53
Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 1996-2009 ...................................................................
54
4.7.
Eksportir Kepiting Indonesia Dalam Bentuk Beku ................
55
4.8.
Perkembangan Jumlah Penduduk dan GDP perkapita Amerika Serikat Tahun 2000-2008 ........................................
57
5.1.
Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia .........
59
5.2.
Hasil Uji Multikolinearitas .....................................................
61
5.3.
Hasil Estimasi Tujuh Komponen Utama Pada Regresi Komponen Utama .....................................................
62
1.2.
1.5.
4.3. 4.4.
4.5. 4.6.
v
5.4.
5.5.
Hasil Regresi LnEKSt dengan W1 dan W2 Pada Regresi Komponen Utama .....................................................
63
Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial .....................
65
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.1.
Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2000-2009 ..........
4
1.2.
Nilai Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2000-2009 ...............
6
1.3.
Volume Ekspor Kepiting Negara-Negara Ke Dunia Tahun 2007-2009 ...............................................................................
7
Nilai Ekspor Kepiting Negara-Negara Ke Dunia Tahun 2007-2009 ...............................................................................
8
Harga Keseimbangan Relatif Komoditas Setelah Perdagangan Pada Analisis Keseimbangan Parsial .....................................................................................
16
2.2.
Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Ekspor Bersih .................
18
2.3.
Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
28
4.1.
Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia Tahun 1993-2008 ..............................................................................
49
1.6.
2.1.
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 1993-2009 ......................... 81
2.
Lima Negara Eksportir Kepiting ke Dunia Tahun 2007-2009.. 81
3.
Volume Produksi Kepiting Indonesia Tahun 1993-2008 ........
4.
Ekspor Kepiting Kanada Ke Dunia Tahun 1993-2009 ............ 82
5.
Gross Domestic Product (GDP) Perkapita dan Jumlah Penduduk Amerika Serikat Tahun 1993-2008 ..................................................................... 83
6.
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika ........................ 83
7.
Harga Domestik Kepiting Indonesia Tahun 2004-2008 .......... 84
8.
Variabel-variabel Yang Digunakan Dalam Persamaan (Dalam Bentuk Riil) ................................................................. 85
9.
Variabel-variabel Yang Digunakan Dalam Persamaan (Sudah Dalam Logaritma Natural) ........................................... 86
10.
Hasil Estimasi Model Dengan Uji Kolmogorov-Smirnov Untuk Asumsi Kenormalitas ...............................................
82
87
11.
Hasil Estimasi Model Dengan Uji Park Untuk Asumsi Heteroskedastisitas ........................................... 88
12.
Hasil Estimasi Model Untuk Melihat Asumsi Multikolinearitas Dan Autokorelasi .......................................... 89
13.
Hasil Pembakuan Peubah-peubah X ......................................... 90
14.
Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7, Z8 ........................................................................................ 90
15.
Regression Analysis: EKS_t versus W1, W2 ........................... 90
16.
Simpangan Baku dan Koefisien Komponen Utama dari Hasil Dugaan Regresi Komponen Utama ................................. 91
17.
Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial ........................ 91
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) sekitar 5,8 juta km2. Wilayah laut tersebut dikelilingi lebih dari 17.504 pulau (Depdagri, 2006), dan garis pantai sepanjang 95.181 km (World Resource Institute, 1997) yang merupakan terpanjang di dunia. Hal ini menciptakan Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar dalam tingkat kualitas maupun diversitasnya. Letak geografis yang strategis dan keanekaragaman biota lautnya merupakan potensi yang tidak semua dimiliki oleh negara lain. Sumber daya perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan. Sumber daya perikanan yang beragam, dan permintaan yang tinggi di dalam maupun di luar negeri, merupakan kesempatan untuk memperbaiki perekonomian negara (Ditjen Pemasaran Luar Negeri KKP, 2011). Berdasarkan Tabel 1.1, subsektor perikanan merupakan salah satu penyumbang terbesar kedua pada Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian untuk kurun waktu 2006 hingga 2009. Subsektor perikanan memiliki kenaikan rata-rata terbesar dibandingkan dengan keempat subsektor pertanian lainnya. Hal ini berarti, subsektor perikanan Indonesia berpotensi untuk dikembangkan lebih maju. Salah satu komoditi perikanan yang bernilai jual tinggi adalah kepiting (KKP, 2010).
2
Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Untuk Sektor Pertanian Tahun 20062009 Sektor usaha
PDB (Miliar Rupiah) 2006
2007
2008*
2009**
Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan Peternakan
129.549
133.889
142.000
148.692
Kenaikan rata-rata (%) 14,77
41.318
43.199
44.786
45.887
11,06
33.430
34.221
35.425
36.744
9,91
Kehutanan
16.687
16.548
16.543
16.794
0,64
Perikanan
41.419
43.653
45.866
48.253
16,55
Jumlah
262.403
275.510
284.620
296.370
52,93
Sumber : BPS, 2010 *. Angka sementara **. Angka sangat sementara
Jenis kepiting yang memiliki nilai komersil, yakni jenis kepiting bakau. Kepiting bakau terdiri atas 4 spesies yang seluruhnya dapat ditemukan di Indonesia, yaitu kepiting bakau merah (Scylla olivacea) atau di dunia internasional dikenal dengan nama “red/orange mud crab”, kepiting bakau hijau (S.serrata) dikenal sebagai “giant mud crab”, karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor. Kepiting bakau ungu (S. tranquebarica) yang dapat mencapai ukuran besar dan kepiting bakau putih (S.paramamosain). Selain itu, ada spesies yang mirip kepiting yaitu rajungan (Portunus pelagicus) yang memiliki nilai ekspor adalah Swimming Crab. Keunggulan dari kepiting antara lain daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Kepiting mengandung kolesterol, tetapi rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber niacin, folate, pottassium,
3
merupakan sumber protein, Vitamin B12, phosphorous, zinc, copper, dan selenium yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker, perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Kasry, 1996). Fisheries Research and Development Corporation di Australia berpendapat, bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau mengandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Kandungan asam lemak pada rajungan lebih besar dari kepiting, yaitu dalam 100 gram daging rajungan mengandung 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan 86 mg Omega-6 (AA). Selain daging kepiting, kulit kepiting dapat diproduksi dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus, anti bakteri, bahan pengawet makanan, dan digunakan sebagai obat untuk meringankan serta mengobati luka bakar. Berdasarkan data Tabel 1.2, yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Budidaya, total produksi kepiting dari hasil tangkap laut dan budidaya pada umumnya mengalami peningkatan dari tahun 2004. Total produksi Indonesia tahun 2008 mencapai jumlah 34.270 ton. Hal ini menunjukkan bahwa potensi perikanan Indonesia cukup besar untuk menjadi salah satu negara produsen ikan laut dunia, khususnya komoditi kepiting.
4
Tabel 1.2 Produksi Kepiting Menurut Jenis Penangkapan Tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi (Ton) Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap 20.129 2.241 19.098 4.379 23.456 5.525 25.641 6.631 26.628 7.642
Total Produksi (Ton) 22.370 23.477 28.981 32.272 34.270
Sumber: KKP, 2008
Komoditi kepiting merupakan salah satu dari sepuluh komoditas utama dan unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan Gambar 1.1, diketahui volume ekspor kepiting mengalami penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2009 sebesar 4.210 ton. Hal ini dikarenakan harga kepiting di dunia sedang tidak stabil. Volume ekspor kepiting mengalami
peningkatan tajam dari tahun 2003 yaitu 12.041 ton ke tahun 2004 menjadi 20.903 ton. Hal ini disebabkan produksi kepiting Indonesia sedang tinggi. Kondisi ekspor yang meningkat juga terjadi dari tahun 2006 hingga 2007, karena usaha budidaya tambak sudah berjalan efektif untuk meningkatkan produksi kepiting Indonesia. 25000 20000 15000 10000
(Ton)
5000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: KKP, 2009
Gambar 1.1 Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2000-2009 Peningkatan permintaan kepiting dunia dapat dilihat dari tingkat
konsumsi kepiting masyarakat dunia (Tabel 1.3). Untuk memenuhi permintaan
5
tersebut, negara lain pun melakukan ekspor kepiting. Negara pesaing Indonesia antara lain Kanada, China, USA, Rusia Federation dan United Kingdom (UnComtrade, 2009). Tabel 1.3 Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007 Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) 0.92 1.00 1.02 1.06 1.13 1.20 1.25 1.27 1.32
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) 1.34 1.40 1.43 1.49 1.46 1.52 1.53 1.55 1.62
Sumber : FAO, 2007
1.2 Perumusan Masalah Indonesia menargetkan menjadi penghasil kepiting terbesar di pasar internasional, disebabkan melihat potensi produksi kepiting Indonesia yang tinggi (KKP, 2010). Saat ini, produksi perikanan tangkap Indonesia berada diperingkat ketiga dunia setelah China, dan Peru, sedangkan perikanan budidaya diperingkat keempat setelah China, India, dan Vietnam. Komoditi kepiting Indonesia menguasai permintaan pasar sekitar 60% di Amerika Serikat (KKP, 2011). Pada Gambar 1.2, nilai ekspor kepiting Indonesia mengalami penurunan tajam di tahun 2009. Penurunan ini disebabkan harga dunia sedang tidak stabil sehingga volume dan nilai ekspor di tahun 2009 menurun. Secara garis besar beberapa tahun mengalami penurunan volume ekspor, tetapi nilai ekspornya mengalami peningkatan seperti tahun 2001, 2002, 2006, dan 2008. Pada tahun 2007 volume ekspornya 21.510 ton, menurun menjadi 20.713 ton di tahun 2008,
6
tetapi nilai ekspor mengalami pertambahan sebesar 34.500 US$. Hal ini membuktikan komoditas kepiting memang memiliki nilai jual yang baik di pasar dunia. 250000 200000 150000 100000 50000 0
(US$) Ton 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber: KKP, 2009
Gambar 1.2 Nilai dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2000-2009 Data pada Tabel 1.4 menjelaskan komoditi kepiting beku yang diekspor Indonesia paling besar ditujukan ke negara Amerika Serikat. Kondisi penurunan volume ekspor terjadi di beberapa negara yaitu Thailand, Taiwan, dan Korea Selatan. Hal ini disebabkan negara tersebut memiliki kekuatan produksi kepiting yang tinggi, dan merupakan negara eksportir kepiting ke pasar dunia. Tabel 1.4 Negara Tujuan Ekspor Kepiting Beku Indonesia Berdasarkan Volume Ekspor Tahun 2005-2009 Negara tujuan Amerika Serikat China Hongkong Thailand Singapura Malaysia Taiwan Korea selatan Jepang Kanada Sumber : Kemendag, 2009
2005 1.403.096 17.192 143.749 38.801 704.928 96.076 27.384 200.615 124.920 0
Volume Ekspor (Kg) 2006 2007 2008 1.036.797 2.229.870 1.770.979 24.894 13.003 43.070 437.434 614.802 592.519 9 20 137 820.911 613.716 504.822 125.906 122.538 190.537 149.047 87.596 86.544 7.927 58.179 56.146 124.934 48.636 99.471 7.782 0 1.309
2009 1.827.307 27.784 806.456 30 559.046 164.888 60.483 51.802 97.003 200
7
Pada Gambar 1.3, memaparkan total volume ekspor kepiting ke dunia dari tahun 2007 hingga 2009. Beberapa negara pesaing Indonesia yaitu Kanada, China, United Kingdom (UK), USA, dan Rusia Federation. Pada tahun 2007 sampai 2009, negara Kanada selalu menempati peringkat pertama dalam mengekspor jumlah kepiting ke dunia. Negara Indonesia di tahun 2007 menempati peringkat keempat, di tahun 2008 peringkat kelima, dan tahun 2009 turun peringkat menjadi keenam. Hal ini menjelaskan volume ekspor kepiting Indonesia
Ton
ternyata menurun dari tahun 2007 hingga 2009. 80000000 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0
2007 2008 2009 Kanada
China
UK
Indonesia
USA
Rusia Federation
Sumber: UnComtrade, 2009
Gambar 1.3 Volume Ekspor Kepiting Negara-Negara Ke Dunia Tahun 2007-2009 Pada Gambar 1.4, memaparkan nilai ekspor kepiting ke dunia pada tahun 2007 sampai 2009. Pada tahun 2007 hingga 2009, negara Kanada juga menempati peringkat pertama untuk nilai ekspor kepiting ke dunia. Komoditi kepiting yang diekspor Kanada dalam bentuk beku dan segar ternyata mendapat respon permintaan yang baik tiap tahunnya. Negara Indonesia di tahun 2007 mendapat peringkat keempat, tahun 2008 mendapat peringkat ketiga, dan tahun 2009 mendapat peringkat kelima. Hal ini menggambarkan, meskipun volume ekspor
8
kepiting Indonesia menurun pada tahun 2007 hingga 2009, tapi memiliki kekuatan
Ton
nilai jual yang baik pada tahun tersebut. 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0
2007 2008 2009 Kanada
China
UK
Indonesia
USA
Rusia Federation
Sumber: UnComtrade, 2009
Gambar 1.4 Nilai Ekspor Kepiting Negara-Negara Ke Dunia Tahun 2007-2009 Pada Tabel 1.5 terlihat adanya peningkatan volume produksi kepiting dan terdapat luas areal budidaya kepiting merupakan salah satu keunggulan Indonesia sebagai negara pengekspor kepiting. Indonesia dapat memanfaatkan luas areal budidaya secara maksimal serta mengendalikan volume produksi, maka dapat menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar internasional, dan peluang Indonesia untuk bersaing di pasar internasional akan semakin besar. Tabel 1.5 Produksi dan Luas Areal Budidaya Kepiting Indonesia Tahun 1999-2008 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber: KKP, 2008
Produksi (Ton) 13.850 14.096 15.631 20.279 17.974 22.370 23.477 28.981 32.272 34.270
Luas Budidaya Tambak (Ha) 393.196 419.282 438.010 458.107 480.762 489.811 512.524 612.530 611.889 613.175
9
Komoditas kepiting Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan komoditas kepiting dari negara lain, akan menjadikan daya tarik minat negara pengimpor untuk membeli kepiting dari Indonesia (KKP, 2011). Peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia, dan meningkatkan devisa Indonesia. Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor yang akan memengaruhi permintaan ekspor komoditas kepiting di pasar internasional. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia? 2. Apa saja kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor komoditi kepiting Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini dilakukan untuk : 1. Menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor komoditi kepiting Indonesia. 2. Merumuskan
kebijakan-kebijakan
yang
dapat
mendukung ekspor komoditi kepiting Indonesia.
diterapkan
untuk
10
1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada para pengusaha agribisnis yang bergerak dalam subsektor perikanan khususnya kepiting dan perusahaanperusahaan eksportir kepiting untuk meningkatkan kinerjanya. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah untuk meningkatkan kinerja ekspor kepiting Indonesia agar dapat menambah pemasukan devisa negara. 3. Merupakan sarana dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu ekonomi yang telah dipelajari di perkuliahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil permasalahan yang ada pada perekonomian nasional di Indonesia yang berkaitan yaitu ekspor komoditi unggulan di sektor pertanian yaitu subsektor perikanan. Komoditi yang dipilih adalah kepiting. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor komoditas kepiting Indonesia, serta kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia di pasar internasional. Kepiting yang dianalisa adalah jenis kepiting dengan kode Harmonized System 030614000 (beku) dan 030624000 (segar).
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Permintaan Ada tiga hal penting dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah yang diminta atau jumlah yang diinginkan (a desired quantity) pada harga barang tersebut, pada harga barang lain, pendapatan konsumen, selera dan lain-lain adalah tetap. Kedua, apa yang diinginkan (desired) tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta menunjukkan arus pembelian yang terus-menerus (Lipsey, 1995). Variabel-variabel yang memengaruhi jumlah permintaan suatu komoditi antara lain : 1. Harga komoditi itu sendiri Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif, ceteris paribus. Semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah komoditi yang diminta akan semakin besar, begitu sebaliknya. 2. Rata-rata pendapatan rumah tangga (konsumen) Untuk barang normal, jika pendapatan rata-rata rumah tangga meningkat, maka jumlah barang yang akan dibeli semakin banyak walaupun harganya tetap
12
sama. Sebaliknya barang inferior, jika pendapatan rata-rata rumah tangga meningkat jumlah barang yang diminta semakin sedikit. 3. Harga-harga lainnya Kenaikan harga barang substitusi pada komoditi tertentu, akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk komoditi tersebut pada setiap tingkat harga. Penurunan harga pada barang komplementer akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk komoditi tersebut pada setiap tingkat harga. 4. Selera Perubahan
dalam
selera
yang
menguntungkan
suatu
komoditi
menyebabkan pergeseran kurva permintaan kekanan. Artinya pada tiap tingkat harga akan dibeli jumlah barang yang lebih banyak. Semakin besar selera atau kesukaan masyarakat terhadap suatu komoditi maka akan meningkatkan permintaan komoditi tersebut. 5. Distribusi pendapatan Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk komoditi yang dibeli oleh mereka yang memperoleh tambahan pendapatan tersebut. Kurva permintaaan akan menggeser kekiri yang menunjukkan penurunan permintaan komoditi yang dibeli oleh mereka yang berkurang pendapatannya.
13
6. Jumlah penduduk Kenaikan dalam jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan terhadap komoditi tersebut kekanan. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk maka akan meningkatkan permintaan komoditi tersebut, ceteris paribus. Permintaan ekspor ialah permintaan pasar internasional terhadap komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor suatu negara adalah harga di pasar internasional atau harga ekspor, harga kompetitor, pendapatan perkapita negara pengimpor, nilai tukar riil, dan lain-lain (Salvatore, 1997). 2.1.2 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar saling suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Pada masa globalisasi, perdagangan sudah bertaraf internasional. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy, 1996). Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah negara lain (Salvatore, 1997). Untuk melakukan analisis teori perdagangan internasional akan digunakan beberapa asumsi dasar sebagai berikut (Salvatore, 1997) :
14
a.
Hanya terdapat dua negara atau dua komoditi.
b.
Perdagangan bersifat bebas.
c.
Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara maupun tidak ada mobilitas antara dua negara.
d.
Biaya produksi konstan.
e.
Tidak terdapat biaya transportasi.
f.
Tidak ada perubahan teknologi. Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan
internasional antar negara, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara dan tidak semua negara mampu untuk menyediakan kebutuhan masyarakatnya akibat adanya perbedaan relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu (Salvatore, 1997). Faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diperoleh kesimpulan, bahwa perdagangan internasional terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negara (penawaran) dan kelebihan permintaan negara lain. Teori ini menggunakan konsep dasar penawaran dan permintaan domestik untuk kasus dua negara dengan satu komoditi perdagangan tertentu (Salvatore, 1997). Pada Gambar 2.1, terlihat sebuah proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan antar negara yang ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kondisi penawaran dan permintaan dimisalkan
15
negara A terhadap komoditi X di pasar digambarkan masing-masing melalui kurva DA dan kurva SA, serta SB dan DB untuk negara B. Untuk sumbu vertikal pada ketiga panel mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditi X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas komoditi X. Tanpa adanya perdagangan internasional, keseimbangan yang terjadi di negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana volume transaksi berada di QA dan harga di PA. Di negara B, keseimbangan akan tercapai pada kondisi volume transaksi berada dititik QB dan harga di PB, dengan menggunakan asumsi harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan negara B untuk komoditi tersebut. Dilihat dari struktur yang terjadi di negara A, harga yang terjadi lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di negara B. Jika harga yang terjadi di pasar negara A meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan penawaran melebihi dari jumlah yang diminta konsumen di negara tersebut, yang mengakibatkan terjadinya excess supply di negara A. Sementara kondisi yang berlaku di negara B adalah ketika harga yang berlaku turun dibawah PB, akan mengakibatkan bertambahnya permintaan barang dan mengurangi penawaran barang tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya excess demand di negara B. Apabila terjadi perdagangan internasional antar kedua negara dengan mengasumsikan biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional akan
16
digambarkan oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A, dan fungsi permintaan akan digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand function dari negara B, dan menciptakan keseimbangan yang terjadi saat harga berada di titik PW. Kondisi yang berlaku saat perdagangan ini, negara A akan mengekspor (QA2-QA1) dengan jumlah yang sama dengan negara B (QB2-QB1). Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar QW pada pasar internasional.
Px/Py
Panel A Pasar di Negara A untuk Komoditi X
Px/Py
Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X
Px/Py
Panel C Pasar di Negara B untuk Komoditi X SB
PB Ekspor
SA
SW Pw Impor
E*
PA
DW DA
0
QA1 QA QA2
X
0
DB
X 0 QW
QB1 QB
QB2
X
Sumber: Salvatore, 1997.
Gambar 2.1 Harga Keseimbangan Relatif Komoditas Setelah Perdagangan Pada Analisis Keseimbangan Parsial Di pasar internasional, besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan
17
memengaruhi harga dunia (Salvatore, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa ekspor suatu negara sangat ditentukan jenis komoditas itu sendiri, harga komoditas itu sendiri, harga internasional, komoditas subtitusinya di pasar internasional, serta keseimbangan penawaran dan permintaan dunia. Selain itu, secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap negara lain (Salvatore, 1997). Ekspor memberikan keuntungan bagi para pelakunya, adapun keuntungan-keuntungan tersebut antara lain meningkatkan laba perusahaan dan devisa negara, membuka pasar baru di luar negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri, dan membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional. Ekspor juga meningkatkan pendayagunaan sumberdaya domestik disuatu negara, menciptakan lapangan pekerjaan dan skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lainnya (Salvatore, 1997). 2.1.3 Teori Nilai Tukar Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 1995). Ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang antar dua negara. Nilai tukar riil menyatakan kondisi memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang lain. Nilai tukar riil disebut juga term of trade (Mankiw, 2007). Pada kenyataannya, dalam dunia perdagangan terdapat banyak negara dengan banyak jenis komoditi yang diperdagangkan. Oleh sebab itu, pengukuran
18
nilai tukar tidak semata-mata didasarkan pada perhitungan rasio harga antara dua komoditi saja melainkan harus dirinci berdasarkan suatu indeks yang jauh lebih rumit dan kompleks. Indeks tersebut harus memuat harga-harga dari berbagai komoditi yang diekspor dan diimpor oleh negara-negara yang bersangkutan (Salvatore, 1997). Nilai tukar tinggi menyebabkan barang luar negeri relatif lebih murah dan barang domestik relatif lebih mahal. Apabila hal tersebut terjadi maka penduduk akan berkeinginan untuk membeli barang-barang impor sehingga ekspor netto menjadi lebih rendah. Ekspor netto adalah nilai ekspor dikurangi nilai impor. Jadi hubungan antara nilai tukar dengan ekspor netto adalah hubungan yang terbalik (Gambar 2.2). Nilai Tukar Riil, ߝ
NX (ߝሻ Ekspor Bersih NX 0
Sumber : Mankiw, 2007
Gambar 2.2 Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Ekspor Bersih 2.1.4 Teori Ekspor Ekspor dapat diartikan suatu total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-
19
barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barangbarang yang dihasilkan negara pengekspor. Ekspor dan impor yang terjadi dalam suatu perdagangan antar negara dalam kurun waktu tertentu, ditentukan oleh faktor yang berbeda-beda. Oleh karena itu, terkadang perkembangan ekspor bertentangan dengan perkembangan impor. Keadaan ini akan timbul suatu kebijakan pemerintah (Lipsey, 1995). Menurut Lipsey (1995) pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu suatu negara hendaknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat mengekspor komoditi yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional. Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik, maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi yang diproduksi ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar negeri akan komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 4. Nilai tukar mata uang. Apabila suatu negara mengalami apresiasi nilai tukar, maka akan menurunkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal itu
20
terjadi karena apresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditi domestik menjadi tinggi di pasar internasional sehingga permintaan luar negeri untuk komoditi tersebut akan menurun. 2.1.5 Teori Pendapatan Gross Domestic Product (GDP) adalah indikator ekonomi untuk mengukur total nilai produk barang dan jasa akhir dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2007). Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung GDP yaitu : pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Berdasarkan pendekatan produksi, GDP adalah total nilai tambah dari seluruh sektor kegiatan ekonomi. Pendekatan ini dapat diformulasikan sebagai berikut : GDP = ∑ N T Dimana : NT = Nilai tambah dari seluruh kegiatan usaha dalam perekonomian GDP juga dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan, yaitu dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh produsen dalam negeri. Pendekatan GDP ini dapat dirumuskan sebagai berikut : GDP = W + OS + TSP Dimana : W = Komponen tenaga kerja (upah, gaji, dan tenaga kerja lain seperti kontribusi sosial) OS = Gross Operating Surplus perusahaan seperti keuntungan, bunga, sewa, dan penyusutan TSP = Pajak setelah dikurangi subsidi Sedangkan untuk pendekatan pengeluaran GDP dapat dirumuskan sebagai berikut :
21
GDP = C + I + G + (X-M) Dimana : C
= Konsumsi rumah tangga
I
= Investasi (pembentukan modal bruto)
G
= Pengeluaran pemerintah
X- M
= Net Ekspor
2.2 Penelitian Terdahulu Erika (2008) memaparkan permintaan ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Penelitian tersebut membahas faktor-faktor yang memengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat serta potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia. Penelitian ini menggunakan data tahunan dari tahun 1993 hingga 2007, dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisa potensi Amerika Serikat terhadap ekspor meubel kayu dari Indonesia. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia di Amerika Serikat dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Model persamaan yang digunakan dalam persamaan permintaan ekspor meubel kayu terdiri dari variabel ekspor meubel kayu, nilai tukar, harga ekspor meubel kayu, harga domestik meubel kayu. Harga meubel kayu di Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan perkapita Amerika Serikat, dan dummy krisis ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen adalah harga ekspor meubel kayu di
22
Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan perkapita Amerika Serikat, dan variabel dummy krisis ekonomi. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah variabel nilai tukar riil Indonesia terhadap Amerika dan harga meubel kayu di Indonesia. Potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia dilihat dari Gross Domestic Product Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, dan nilai tukar mata uang. Ika Virnaristanti (2008) menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis menjelaskan bahwa ekspor mebel dan kerajinan rotan ke Jepang dipengaruhi oleh produksi mebel dan kerajinan rotan, harga ekspor mebel dan kerajinan rotan di pasar internasional, pendapatan perkapita Indonesia maupun Jepang, jumlah penduduk Indonesia dan Jepang, serta pengaruh kebijakan ekspor dan impor. Chintia (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder 1978 sampai 2007 dan dianalisa dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Variabel-variabel yang diduga memengaruhi permintaan ekspor TPT antara lain volume ekspor TPT, GDP perkapita, harga ekspor, nilai tukar dan dummy kuota. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa hanya variabel harga ekspor TPT Indonesia yang tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan TPT Indonesia. Kesimpulan
lainnya
bahwa
yaitu
bahwa
terdapat
perubahan
perkembangan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa, dimana saat sistem
23
kuota berlaku rata-rata pertumbuhan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa adalah 50,64 persen, sedangkan saat sistem kuota berakhir yaitu tahun 2005 hingga tahun 2007 rata-rata pertumbuhan volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa hanya sebesar 6,07 persen. Irena Listianawati (2010), mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ikan cakalang beku Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel produksi ikan cakalang beku, harga ikan cakalang beku internasional, harga ikan tuna sirip panjang beku, kurs, dan suku bunga Bank Indonesia. Berdasarkan metode analisis regresi berganda, diperoleh variabel yang berpengaruh terhadap ekspor ikan cakalang beku Indonesia, yaitu variabel produksi ikan cakalang beku, harga ikan cakalang beku internasional, kurs, dan suku bunga Bank Indonesia (BI rate). Sedangkan harga ikan tuna sirip panjang beku dan dummy musim tidak signifikan memengaruhi ekspor ikan cakalang beku Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya antara lain penelitian ini menganalisa komoditas kepiting dan melihat dari sisi permintaan ekspor kepiting. Variabel-variabel yang diduga memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia yaitu produksi kepiting Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga ekspor kepiting Indonesia, Gross Domestic Product (GDP) perkapita negara pengimpor, jumlah penduduk negara pengimpor, harga ekspor kepiting negara kompetitor, dan variabel dummy yang menjelaskan peristiwa perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
24
Peningkatan harga ekspor kepiting Indonesia di pasar internasional akan menyebabkan permintaan ekspor kepiting ke pasar internasional mengalami penurunan. Hal ini disebabkan negara pengimpor akan membeli kepiting dari negara lain dengan harga yang lebih murah dan kualitas kepiting yang sama dari Indonesia. Harga ekspor kepiting dari negara kompetitor yang mengalami peningkatan akan menyebabkan permintaan ekspor kepiting Indonesia ke pasar internasional akan meningkat. Harga ekspor kepiting negara kompetitor yang digunakan adalah negara Kanada, karena pesaing utama Indonesia di pasar dunia. Produksi kepiting yang terus meningkat tiap tahun, menciptakan ketersediaan kepiting dalam negeri banyak, dan dapat memenuhi permintaan domestik. Adanya kelebihan pasokan dalam negeri, Indonesia dapat melakukan ekspor kepiting untuk memenuhi permintaan kepiting di pasar internasional. Jika ini dapat dilakukan maka dapat meningkatkan pendapatan para produsen kepiting. Jumlah penduduk dan GDP perkapita negara pengimpor utama yang meningkat tiap tahunnya, akan menyebabkan permintaan ekspor kepiting Indonesia meningkat. Jumlah penduduk dan GDP perkapita negara pengimpor utama yang digunakan adalah negara Amerika Serikat. Jika jumlah penduduk dan GDP perkapita Amerika Serikat bertambah akan meningkatkan permintaan ekspor kepiting Indonesia. Nilai tukar mata uang suatu negara lain dijadikan pertimbangan untuk mengukur nilai pembelian barang yang harus dikeluarkan dari luar negeri. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil Indonesia terhadap dollar Amerika. Apabila nilai tukar Indonesia terapresiasi maka volume
25
ekspor kepiting Indonesia ke pasar internasional akan mengalami penurunan dan tidak dapat memenuhi permintaan ekspor kepiting dunia. Kondisi Indonesia yang mengalami krisis ekonomi akan menyebabkan peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia. Saat Indonesia mengalami krisis, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sehingga harga kepiting murah. Maka dapat meningkatkan permintaan ekspor kepiting Indonesia. 2.3 Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah baik sektor migas dan nonmigas. Kedua sektor tersebut masing-masing mampu memberikan kontribusi bagi penambahan devisa negara. Sektor nonmigas terdiri dari hasil pertanian (meliputi perikanan, perkebunan, dan kehutanan), hasil industri, dan hasil pertambangan. Sektor nonmigas memiliki nilai ekspor yang lebih besar daripada sektor migas. Hasil perikanan merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian. Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratannya dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup melimpah. Hal tersebut mendukung Indonesia untuk memiliki hasil perairan yang potensial guna diperdagangkan di pasar dunia. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi negara eksportir kepiting terbesar di pasar dunia. Kepiting merupakan komoditas unggulan hasil perikanan selain udang dan tuna di pasar dunia, karena memiliki manfaat kesehatan seperti kandungan nilai gizinya yang tinggi dan rasanya lezat. Hal tersebut juga didukung oleh terus
26
meningkatnya permintaan dunia akan konsumsi kepiting. Produksi kepiting Indonesia saat ini merupakan hasil penangkapan di laut dan budidaya. Jenis kepiting yang paling disukai konsumen adalah kepiting bakau hijau. Permasalahan yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam perdagangan kepiting antara lain diperkirakan produksi kepiting yang akan menurun di tahun mendatang karena rata-rata terbesar diperoleh dari laut tanpa ada perbaikan kondisi laut, dan masih sedikit usaha budidaya kepiting (Ditjen Produksi KKP, 2011). Biaya operasional untuk usaha budidaya relatif mahal, dan dianggap memiliki resiko yang tinggi menyebabkan para investor tidak ada yang berminat melakukan investasi untuk usaha budidaya kepiting. Alasan lainnya adalah adanya negara pesaing ekspor kepiting di pasar dunia seperti Kanada, China, USA, United Kingdom, dan Rusia Federation. Volume ekspor kepiting Indonesia masih kalah dibanding negara pesaingnya (UnComtrade, 2009). Adanya permasalahan internal seperti manajemen penangkapan kepiting di laut yang tidak teratur, dan produksi nelayan yang terhambat di laut karena teknologi yang belum modern, serta permasalahan eksternal seperti kebijakan perdagangan dari negara importir, dan krisis ekonomi yang dapat menghambat kegiatan ekspor kepiting Indonesia dalam sisi permintaan. Variabel ekonomi yang digunakan untuk menganalisa permintaan ekspor kepiting Indonesia dalam penelitian ini meliputi produksi kepiting Indonesia, harga ekspor kepiting Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor
27
kepiting Kanada, dan variabel dummy yang menjelaskan peristiwa perekonomian sebelum dan sesudah krisis guna mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia (Gambar 2.3).
28
Pendapatan Jumlah penduduk
Pendapatan negara pengekspor
Produksi
Pendapatan negara pengimpor
Negara pengekspor
Permintaan kepiting Indonesia
Harga
Harga domestik
Krisis ekonomi
Harga ekspor
Ekspor kepiting Indonesia
Harga kompetitor
Nilai tukar
Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia
Kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan :
Negara pengimpor
= Variabel-variabel bebas yang digunakan.
29
2.4 Hipotesis Hipotesis penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia antara lain: 1. Produksi kepiting Indonesia (ton) diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Jika produksi kepiting Indonesia meningkat, maka permintaan ekspor kepiting Indonesia cenderung akan meningkat, dan sebaliknya. 2. Harga ekspor kepiting Indonesia (US$/ton) diduga berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Artinya kenaikan harga ekspor kepiting di pasar internasional akan menurunkan permintaan ekspor kepiting Indonesia. 3. Nilai tukar rupiah terhadap dollar (Rp/US$) diduga memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Artinya semakin besar nilai tukar rupiah menguat (terapresiasi), maka harga produk kepiting Indonesia relatif mahal di pasar internasional, dan hal ini menciptakan dayasaing komoditi kepiting Indonesia menjadi menurun, pada akhirnya permintaan ekspor kepiting Indonesia akan turun. 4. Jumlah penduduk negara pengimpor (ribu jiwa) yaitu jumlah penduduk negara Amerika Serikat yang merupakan pengimpor utama kepiting diduga memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Artinya
semakin
besar
jumlah
penduduk
Amerika
Serikat
akan
menyebabkan tingkat konsumsi kepiting di Amerika Serikat meningkat, dan permintaan ekspor kepiting Indonesia bertambah.
30
5. Gross Domestic Product (GDP) perkapita negara pengimpor (US$) yaitu pendapatan negara Amerika Serikat sebagai konsumen utama kepiting Indonesia diduga memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Artinya jika pendapatan konsumen di Amerika Serikat meningkat, akan menyebabkan permintaan ekspor kepiting Indonesia meningkat. 6. Harga kompetitor (US$/ton) yaitu harga ekspor kepiting negara Kanada yang diduga memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. artinya jika harga ekspor kepiting Kanada meningkat akan menyebabkan peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia. 7. Variabel dummy yang digunakan adalah berupa kondisi perekonomian Indonesia sebelum dan setelah krisis. Dummy diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Artinya jika terjadi krisis di Indonesia akan menyebabkan peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berasal dari beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI), Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, United Nation Commodity Trade (UnComtrade), Bank Dunia (World Bank), dan International Monetary Fund (IMF) serta studi kepustakaan melalui pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literatur. Jenis data yang digunakan untuk diolah adalah data deret waktu (time series) berupa data tahunan dari tahun 1993 hingga 2008. Jenis data meliputi data ekspor kepiting Indonesia, produksi kepiting Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga ekspor kepiting Indonesia, Gross Domestic Product (GDP) perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada dan variabel dummy yaitu kondisi sebelum dan sesudah krisis. 3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data 3.2.1 Metode Regresi Linear Berganda Metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia adalah regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat yang terkecil biasa. Metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang
32
membuatnya menjadi satu metode analisis regresi yang paling kuat (powerful) dan populer. Analisis regresi merupakan studi yang menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara satu peubah endogen dengan beberapa peubah eksogen, dengan tujuan untuk mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (Gujarati, 1997). Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + βpXpi + i Dimana : Y
i = 1, 2, 3, …, n
(3.1)
= peubah tidak bebas
β0
= intersep
β1 sampai βp
= koefisien kemiringan parsial
= unsur gangguan (disturbance) stokhastik
i
= observasi ke-i
Hubungan linear antara peubah endogen dan peubah eksogen dinyatakan kuat atau tidak dapat diukur dari koefisien korelasi atau r. Melihat besarnya pengaruh dari variabel eksogen terhadap perubahan endogen dapat dilihat dari koefisien R2. Model dalam penelitian ini diduga dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Data diolah dengan program Minitab 14 dan MS. Excel 2007. Metode OLS yang digunakan juga memiliki kelemahan yaitu asumsiasumsi yang terdapat didalamnya harus terpenuhi. Apabila salah satu asumsi tidak terpenuhi,
maka
akan
timbul
masalah
normalitas,
heteroskedastisitas,
multikolinearitas, dan autokorelasi yang dapat merusak sifat kestabilan penduga
33
OLS. Oleh karena itu diperlukan pengujian terhadap model tersebut. Asumsiasumsi yang harus dipenuhi jika menduga model dengan metode OLS adalah (Gujarati, 1997) : 1.
Normalitas, nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1, 2, 3, …. , n
2.
Homoskedastisitas, varian (ej) = E (ej) + 2 , sama untuk semua kesalahan pengganggu.
3.
Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (ei, ej) = 0, dimana i ≠ j.
4.
Variabel bebas X1, X2, …., Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0.
5.
Tidak ada kolinearitas ganda antara variabel bebas X. Sifat yang akan dimiliki oleh estimator pada model regresi OLS dengan
memenuhi asumsi-asumsi di atas adalah BLUE. Ragam minimum (efisien) dan konsisten serta berasal dari model yang linear. Selain itu, nilai estimasi dari contoh (sampel) akan mendekati populasi. 3.2.2 Model Persamaan Permintaan Ekspor Kepiting Pada penelitian ini, untuk menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia, dapat dilihat dari produksi kepiting Indonesia, harga ekspor kepiting Indonesia, nilai tukar (Rp/US$), GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada dan dummy krisis. Secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia dapat dituliskan sebagai berikut :
34
EKSt = f ( PRK, ER, PE_t, Y_AS, Q_AS, PE_cd, D_k)
(3.2)
LnEKSt = β0 + β1 lnPRK + β2 lnER + β3 lnPE_t + β4 lnY_AS + β5 lnQ_AS + β6 lnPE_cd + β7 lnD_k + σt
(3.3)
Dimana: EKSt = Volume ekspor kepiting Indonesia (ton) PRK
= Produksi kepiting Indonesia (ton)
ER
= Nilai tukar (Rp/US$)
PE_t
= Harga ekspor kepiting Indonesia (US$/ton)
Y_AS = GDP perkapita Amerika Serikat (US$) Q_AS = Jumlah penduduk Amerika Serikat (ribu jiwa) PE_cd = Harga ekspor kepiting Kanada (US$/ton) Dt
= Dummy krisis
β0
= Intersep
βi
= Koefisien regresi ( i = 1,2,3,4,5 )
σt
= error term
3.2.3 Definisi Operasional Model analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia menggunakan beberapa variabel, antara lain :
35
1.
Volume ekspor kepiting Indonesia adalah total kepiting yang diekspor dari Indonesia ke pasar internasional dan dinyatakan dalam satuan (ton).
2.
Produksi kepiting Indonesia adalah total dari penjumlahan produksi kepiting Indonesia dari hasil perairan tangkap kepiting di laut dan budidaya tambak dan dinyatakan dalam satuan (ton).
3.
Harga ekspor kepiting Indonesia adalah harga ekspor kepiting yang merupakan hasil pembagian antara nilai ekspor kepiting Indonesia dengan volume ekspor kepiting Indonesia pada setiap periode, kemudian harga tersebut dideflasikan dengan Indeks Umum Indonesia tahun dasar (2005=100) sektor ekspor dinyatakan dalam (US$/ton).
4.
Jumlah penduduk Amerika Serikat merupakan jumlah penduduk Amerika Serikat tiap tahun dalam satuan (ribu jiwa).
5.
GDP perkapita Amerika Serikat merupakan pendapatan perkapita berlaku di Amerika Serikat yang dideflasikan dengan indeks umum Amerika Serikat tahun dasar (2005=100), dinyatakan dalam satuan (US$).
6.
Harga ekspor kepiting Kanada adalah harga ekspor kepiting yang merupakan hasil pembagian antara nilai ekspor kepiting Kanada dengan volume ekspor kepiting Kanada pada setiap tahun, kemudian harga tersebut dideflasikan dengan Indeks Umum Kanada tahun dasar (2005=100) sektor ekspor dinyatakan dalam (US$/Ton).
7.
Nilai tukar yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang merupakan rata-rata nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar Amerika setiap tahunnya dan dideflasikan dengan Indeks Umum Indonesia tahun
36
dasar (2005=100) dan dinyatakan dalam satuan Rupiah per Dollar Amerika (Rp/US$). 8.
Dummy yang digunakan adalah beberapa kondisi perekonomian Indonesia. Nilai 0 untuk masa sebelum krisis dan nilai 1 untuk kondisi setelah krisis.
3.2.4 Uji Kesesuaian Model Ada beberapa yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang dihasilkan adalah baik. Pada umumnya digunakan tiga kriteria kesesuaian model sebagai berikut: 1.
Kriteria Statistika
Uji statistik digunakan untuk menguji apakah variabel independen yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Ada dua kriteria uji statistik-F dan uji statistik-t. Uji F digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh seluruh variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Selain itu, uji F ini juga untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk penduga parameter yang ada dalam model. Langkah-langkah analisis dalam pengujian tersebut adalah sebagai berikut: a.
Perumusan Hipotesis :
H0 : β1 = β2 = … = βt = 0 dimana t = 1, 2, …, n H1 : Minimal ada satu βt yang tidak sama dengan 0. b.
/
Fhit =
/
37
Dimana :
c.
R2 = Koefisien determinasi k
= Jumlah variabel eksogen pada model
n
= Jumlah pengamatan
= Taraf nyata
i
= 1, 2, 3, …, k
Penentuan penerimaan atau penolakan H0
Fhit < F (k)(n-k-1) = Terima H0 Fhit > F (k)(n-k-1) = Tolak H0 d.
Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Jika sebaliknya yaitu terima H0 maka variabel independennya secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Untuk pengujian hipotesis dari koefisien masing-masing peubah bebas dilakukan dengan uji-t. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel independen berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi adalah: a.
Perumusan Hipotesis :
H0 : β1 = β2 = … = βt = 0, dimana t = 1, 2, …, n H1 : βt < 0 atau βt > 0 Dari hipotesis tersebut dapat dilihat arti dari pengujian yang dilakukan, yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap βt
38
(koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel eksogen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel endogen, atau tidak sama dengan nol, berarti variabel eksogen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel endogen. b.
Penentuan nilai kritis
Nilai kritis dapat ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi () dan banyaknya sampel (n) yang digunakan. c.
Statistik uji yang digunakan dalam uji-t adalah :
thit = Dimana :
βi
= Nilai koefisien regresi atau parameter variabel
S(βi)
= Simpangan baku untuk βi
d.
Kriteria uji :
thit t /2 (n-k-1) = Terima H0 thit t /2 (n-k-1) = Tolak H0 Keterangan :
e.
n
= Jumlah pengamatan
k
= Jumlah variabel independen tanpa konstanta
Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka nilai
koefisien βi tidak sama dengan nol yang menunjukkan bahwa βi adalah nyata atau berpengaruh terhadap variabel dependennya. Koefisien determinasi atau R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel-variabel yang terdapat dalam model dapat menjelaskan variasi yang
39
terjadi pada variabel tak bebasnya. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai R2 bernilai 1 maka regresi menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Nilai R2 yang 0 maka regresi tidak menjelaskan variabel dalam Y. Nilai R2 yang besar menunjukkan bahwa model yang didapat semakin baik. Nilai R2 dapat dihitung dengan persamaan :
R2 = 2.
!
Kesesuaian Uji Ekonometrika
Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan pada pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Hal yang dapat dilihat antara lain adalah autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan normalitas. Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Pengujian autokorelasi digunakan untuk mengatasi apakah error pada suatu persamaan bersifat independen atau dependen. Uji ada tidaknya autokorelasi yang paling banyak digunakan adalah uji Durbin-Watson (Uji DW).
DW =
∑$ #%# # ∑$ #%& #
Nilai hitung statistik-d dibandingkan dengan nilai d-tabel, yaitu dengan batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif. 2. Jika d > 4 dL, berarti ada autokorelasi negatif.
40
3. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif. 4. Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan. Heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi linear klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi adalah mempunyai varian yang sama (konstan) atau homoskedastisitas (Gujarati, 1997). Jika semua variabel independen signifikan secara statistik, maka dalam model tersebut terdapat masalah heteroskedastisitas. Salah
satu
cara
yang
dapat
dilakukan
untuk
menghilangkan
heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan mentransformasikan variabel menjadi log. Apabila nilai p-value lebih besar dari taraf nyata maka tidak terjadi pelanggaran asumsi ini. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Park. Uji Park dilakukan dengan membuat model regresi yang melibatkan nilai logaritma residual kuadrat (log e2), sebagai variabel tak bebas terhadap semua variabel bebas. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS. Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas, maka akan diperoleh nilai Obs*R-Squared yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel dugaan yang signifikan. Multikolinearitas dapat diuji keberadaannya dengan melihat correation matrix. Multikolinearitas dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0,8 (rule of thumbs 0,8)
41
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas (Gujarati, 1997). Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF. Apabila nilai VIF < 10, maka tidak ada masalah multikolinearitas. Ada banyak cara untuk menanggulangi masalah multikolinearitas seperti (1) mengeluarkan satu atau lebih variabel yang memiliki nilai korelasi sederhana yang relatif tinggi (misalnya > |0,8|), (2) menambah data pengamatan, (3) melakukan transformasi variabel yaitu menganalisa ulang model regresi yang sama, tetapi dengan variabel-variabel yang telah ditransformasikan, sehingga diharapkan multikolinearitas dapat diatasi. Cara lainnya dengan menggunakan regresi gulud (ridge regression), regresi kuadrat terkecil parsial (partial least square), dan regresi komponen utama (principal component regression). Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa error term mendekati distribusi normal. Uji ini dilakukan jika jumlah sampel yang digunakan kurang dari 30 (n < 30). Uji Kolmogorov-Smirnov dapat digunakan untuk melihat kenormalitas suatu model. Hipotesis pengujiannya adalah: H0 : = 0, error term terdistribusi normal H1 : ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal wilayah kritis penolakan H0 adalah probabilitas < , sedangkan daerah penerimaan H0 adalah probabilitas > . Jika H0 ditolak maka disimpulkan error term tidak terdistribusi normal, sedangkan jika H0 diterima maka disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal.
42
3.
Kriteria Ekonomi
Kriteria ekonomi akan menguji tanda dan besaran dari tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut memenuhi kriteria ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi. 3.2.5 Konsep Elastisitas Koutsoyiannis dalam Chintia (2008) menyatakan bahwa untuk melihat derajat kepekaan variabel dependen pada suatu persamaan terhadap perubahan variabel independen dapat digunakan nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : Elastisitas +,/,/+-/- =
./ .0
.
0 /
Sementara : . / ./
=
+ 12, = . / ./
=
/ ./ / ./
dan
. 0 .0
=
dan +12- = /
0
.0
. = elastisitas .0 0
Dimana : Y = rata-rata nilai variabel Y X = rata-rata nilai variabel X
, maka
0
, sehingga
43
Kriteria uji : 1.
Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu (E > 1) dikatakan elastis (responsif),
karena
perubahan
satu
persen
variabel
independen
mengakibatkan perubahan variabel dependen lebih dari satu persen. 2.
Apabila nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1) dikatakan inelastis (kurang responsif), karena perubahan satu persen variabel independen akan mengakibatkan
perubahan
satu
persen
variabel
independen
akan
mengakibatkan perubahan variabel dependen kurang dari satu persen. 3.
Apabila nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0) dikatakan inelastis sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen tidak membawa perubahan terhadap variabel dependen.
4.
Apabila nilai elastisitas tak terhingga (E = ~) dikatakan elastis sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen menyebabkan perubahan yang tidak terbatas.
5.
Apabila nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1) dikatakan unitary elastis. 3.2.6 Analisis Regresi Komponen Utama Joliffe (1986) menjelaskan regresi komponen utama (RKU) atau nama
lainnya Principal Component Regression sebagai salah satu metode yang sering digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas. Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil.
44
Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubahpeubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah yang baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. Perumusan model dengan analisis regresi komponen utama memiliki beberapa tahapan. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut : (1). Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z (2). Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R (3). Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri (4). Meregresikan variabel Y terhadap skor komponen utama W (5). Transformasi balik Z menjadi X
IV. GAMBARAN UMUM EKONOMI KEPITING INDONESIA
4.1 Keanekaragaman Jenis Kepiting di Indonesia Kepiting bakau merupakan sumberdaya perikanan yang tipe spesies komersial di negara-negara Asia Tenggara. Kepiting bakau terdiri atas empat spesies yaitu: kepiting bakau merah, kepiting bakau hijau, kepiting bakau ungu, dan kepiting bakau putih. Jenis kepiting ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis khususnya di Indonesia. Kepiting bakau ditemukan di daerah estuari dan kebanyakan ditangkap di daerah pesisir seperti di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulistiono et al., 1994). Habitat kepiting bakau terdapat di perairan yang ada hutan mangrove. Hutan mangrove menjadi habitat berbagai jenis organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan ekosistem. Pada Tabel 4.1, menjelaskan gambaran turunan (sistematika) kepiting dari kingdom hingga genusnya yang terdapat di Indonesia. Jenis kepiting yang paling banyak diminati konsumen adalah kepiting bakau hijau (Scylla serrata). Kasry (1996) menyatakan kepiting bakau hijau dikenal beberapa wilayah IndoPasifik dengan berbagai nama. Di Jawa, dikenal dengan nama kepiting, disebagian Sumatera, Singapura, dan Malaysia dinamai ketam batu, kepiting Cina, dan kepiting hijau. Di Filipina juga dikenal dengan nama daerah seperti Alimango (Tagalog dan Visayas), Rasa (Ilocana), Atania (Pengasinan), dan Samoan Crab (Hawaii).
46
Tabel 4.1 Sistematika Kepiting Bakau Indonesia Kingdom Filum Sub filum Super kelas Kelas Sub kelas Super ordo
Animalia Arthropoda Mandibulata Crustacea Malacostraca Eumalacostraca Eucarida
Ordo Sub ordo Infra ordo Seksi Infra seksi Famili Genus
Decapoda Pleocyemata Brachyura Brachygnatha Brachyrhyncha Portunidae Scylla sp.
Sumber : Naila (2010)
Kepiting bakau cukup mudah dibedakan dengan famili lainnya, khususnya rajungan. Perbedaan kepiting dengan rajungan (Portunus pelagicus), cukup dengan melihat warna karapas dan jumlah duri-duri pada karapasnya. Rajungan memiliki warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas rajungan relatif lebih panjang dan lebih runcing dari duri akhir pada kepiting bakau. Rajungan bila tidak berada di lingkungan air laut hanya tahan hidup beberapa jam saja (Kasry, 1996). 4.2 Potensi Produksi Kepiting Indonesia 4.2.1 Perkembangan Luas Areal Produksi Kepiting Perkembangan luas areal produksi kepiting di Indonesaia selama beberapa tahun ini cukup berfluktuasi. Jumlah perairan Indonesia yang memiliki hutan mangrove sangat banyak dan tersebar. Kepiting pun diproduksi oleh nelayan dari hasil tangkap laut dan budidaya tambak. Keadaan laut Indonesia penuh kekayaan alam menciptakan habitat untuk kepiting bisa bertahan hidup. Permintaan kepiting yang meningkat tiap tahun untuk diekspor ke pasar dunia, menyebabkan banyak nelayan melakukan penangkapan secara besarbesaran, tanpa ada perbaikan kondisi laut. Kondisi ini menyebabkan beberapa tahun Indonesia mengalami penurunan produksi pada penangkapan kepiting di
47
laut. Cara penangkapan melalui budidaya tambak dapat memberi solusi mengatasi masalah ini, sehingga total produksi kepiting Indonesia tiap tahun dapat meningkat. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2007 telah mengembangkan klaster industri perikanan khusus komoditi kepiting di beberapa kabupaten diseluruh Indonesia guna mengangkat komoditas perikanan unggulan di wilayah tersebut. Pengembangan klaster industri perikanan sebenarnya sudah diterapkan pula di negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang menggunakan sistem satu desa satu komoditas. Beberapa daerah yang mengembangkan sistem klaster industri kepiting dan rajungan antara lain di Medan, Sambas (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Pemalang (Jawa Tengah), dan Gresik (Jawa Timur). Pada Tabel 4.2, menggambarkan luas lahan yang berpotensi untuk budidaya tambak. Tiap tahunnya terus meningkat, namun sebagian besar dipakai untuk budidaya tambak udang, dan jumlah usaha budidaya kepiting masih sedikit. Saat ini Indonesia sedang melakukan penggantian komoditi udang dengan kepiting sesuai keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan menjadikan kepiting sebagai salah satu komoditas unggulan dan utama Indonesia. Apabila fokus pemerintah untuk mengalokasikan dana produksi untuk memperbanyak usaha budidaya kepiting di daerah yang berpotensial, maka dapat meningkatkan produksi kepiting.
48
Tabel 4.2 Luas Lahan Berpotensi Untuk Budidaya Tambak Tahun 1997-2008 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Luas Lahan (Ha) 390.182 357.331 393.196 390182 438.010 458.107
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Luas Lahan (Ha) 480.762 489.811 512.524 612.530 611.889 613.175
Sumber: KKP, 2008
Adanya keterbatasan sarana maupun prasarana pendukung baik infrastruktur fisik maupun instansi terkait seperti perbankan atau industri pendukung di daerah potensial tersebut bisa menghambat pengembangan klaster industri perikanan. Oleh karena itu, konsep klaster industri tidak hanya melibatkan KKP selaku pembuat regulasi dan instansi yang bertanggung jawab dalam pengembangan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan. Namun perlu melibatkan
kalangan
perbankan
selaku
penyedia
modal,
kalangan
swasta/pengusaha bersama koperasi sebagai pelaksana kegiatan, serta masyarakat nelayan pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya sebagai penerima manfaat. 4.2.2 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia Perkembangan produksi
subsektor perikanan Indonesia selama ini
dapat dikatakan dalam kondisi baik. Permintaan hasil perikanan Indonesia tiap tahunnya meningkat setelah Indonesia melakukan pemasaran ke pasar dunia. Aneka macam komoditi hasil laut dikirim ke negara lain, sesuai kebutuhan tiap negara. Adanya kegiatan ekspor hasil perikanan memberi dampak positif terhadap pemasukan devisa negara (KKP, 2011).
49
Konsumsi akan sumber daya laut masyarakat global mengalami peningkatan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Pertama, meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy good) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat. Ketiga, adanya globalisasi yang menuntut adanya sumber makanan yang universal. Terakhir, karena berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewan lain selain ikan (sumberdaya laut) sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik. Berdasarkan Gambar 4.1, perkembangan produksi kepiting Indonesia selama periode 1993-2008 berfluktuatif. Produksi kepiting di Indonesia awalnya 70% berasal dari hasil tangkap kekayaan laut, tetapi beberapa tahun terakhir telah diberlakukan usaha budidaya kepiting di Indonesia (KKP, 2011). Kenaikan yang cukup signifikan pada tahun 2003 sampai tahun 2008 sebesar 16.296 ton. Pada tahun 2006 hasil tangkap kepiting dari laut meningkat tajam, dikarenakan perluasan areal penangkapan kepiting di Indonesia dan terus diberdayakan usaha budidaya kepiting yang memberikan kontribusi peningkatan produksi kepiting. 40000 30000 20000 (Ton)
10000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
Sumber: KKP, 2008
Gambar 4.1 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia Tahun 1993-2008
50
Di tahun 1994 dan 1998, terjadi penurunan produksi kepiting karena terdapat beberapa permasalahan seperti hasil tangkapan laut nelayan menurun karena keadaan laut yang tidak terurus dengan baik, adanya kasus penangkapan kepiting tanpa memedulikan ukuran kepiting yang ditangkap (overfishing), manajemen penangkapan yang kurang baik dilaut, dan kasus nelayan sulit mendapat bibit kepiting yang alami di laut. Usaha budidaya kepiting dianggap sebagai solusi permasalahan produksi di beberapa tahun terakhir meskipun usaha budidaya ini sudah ada sejak tahun 1990-an. Ada kendala dalam usaha budidaya kepiting antara lain kurangnya minat para investor menanamkan modal dikarenakan biaya operasional yang tinggi, resiko kerugian dianggap besar, dan teknologi yang belum mendukung. Kondisi ini terlihat di tahun 2003. Menurut pakar ekonomi, sebenarnya usaha budidaya ini sebenarnya menguntungkan investor, jika dikelola oleh ahlinya. Hal ini dibuktikan usaha budidaya di Sulawesi Selatan, dan Cilacap berjalan dengan baik. Pada Tabel 4.3 terlihat produksi kepiting Indonesia yang dihasilkan secara keseluruhan tidak tersebar merata dari seluruh provinsi yang ada, hanya beberapa provinsi yang berpotensi menghasilkan komoditi kepiting yaitu provinsi yang memiliki perairan dengan hutan mangrove. Produksi kepiting dari hasil tangkap laut tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Produksi kepiting dari hasil budidaya tersebar di Pulau Jawa, dan Sulawesi.
51
Tabel 4.3 Tujuh Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun 2008 Provinsi di Indonesia Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Selatan Sumatera Utara Jawa Timur Sumatera Barat
Jumlah Produksi (Ton) 5.089 3.381 3.098 2.394 2.261 1.795 1.231
Sumber: KKP, 2008
4.3 Harga Kepiting 4.3.1 Harga Kepiting Indonesia Indonesia memiliki kualitas kepiting yang baik untuk diekspor ke pasar internasional. Harga kepiting di dalam negeri (domestik) tergolong salah satu komoditi perikanan dengan harga jual yang tinggi. Hal ini disebabkan untuk memproduksi kepiting memerlukan biaya produksi yang tidak murah, dan dipengaruhi kondisi laut. Permasalahan produksi masih dapat dikendalikan dengan adanya usaha budidaya kepiting. Pada Tabel 4.4 memperlihatkan harga kepiting di pasar domestik dan di pasar dunia. Di tahun 2004 harga kepiting di domestik mencapai 21.623 per ton. Hal ini disebabkan rata-rata sumbangan produksi kepiting di tahun 2004 berasal dari tangkapan laut yang membutuhkan biaya produksi yang tinggi. Pada tahun berikutnya harga kepiting domestik mengalami fluktuatif dan pernah mengalami kenaikan di tahun 2007 disebabkan adanya krisis di Indonesia.
52
Tabel 4.4 Perkembangan Harga Kepiting di Indonesia Tahun 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Harga Kepiting Domestik (Ribu Rupiah/Ton) 9.674,06 10.767,52 21.623,70 15.782,71 16.694,56 19.880,21 19.585,53
Harga Ekspor Kepiting (000 US$/Ton) 8,05 7,63 6,43 7,04 7,53 8,36 10,35
Sumber: KKP, 2008
Harga ekspor kepiting Indonesia di pasar dunia juga mengalami fluktuatif dari tahun 2002 hingga 2008. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga ekspor mencapai 10,35 US$/ton, disebabkan harga kepiting di pasar dunia sedang naik (KKP, 2009). Harga ekspor kepiting tidak bisa dikendalikan secara langsung oleh pemerintah. Harga yang terbentuk dipengaruhi permintaan dan penawaran kepiting di pasar dunia. 4.3.2 Harga Kepiting Negara Pesaing Indonesia memiliki beberapa negara pesaing dalam mengekspor kepiting ke pasar dunia antara lain Kanada, China, USA, United Kingdom (UK), dan Rusia Federation. Untuk negara pesaing Indonesia dalam hal komoditi kepiting beku di negara tujuan Australia dan Singapura adalah Thailand (KKP, 2010). Kanada melakukan ekspor kepiting ke pasar dunia, karena produsen terbesar dalam bentuk kepiting beku. Kanada mengekspor kepiting dalam bentuk beku dan segar sama seperti Indonesia. Harga ekspor kepiting dari Kanada dibandingkan harga ekspor kepiting Indonesia ternyata lebih murah di pasar dunia. Hal ini disebabkan produksi
53
kepiting Kanada sangat berlimpah. Harga ekspor kepiting Kanada ternyata juga mengalami fluktuatif selama tahun 1999 hingga 2008 (Tabel 4.5). Tabel 4.5 Perkembangan Harga Ekspor Kepiting Kanada Tahun 2002-2008 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
Harga Ekspor Kepiting Kanada (000 US$/Ton) 6,84 8,42 7,06 7,15 8,39
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Harga Ekspor Kepiting Kanada (000 US$/Ton) 8,87 7,31 6,66 8,53 7,80
Sumber: UnComtrade, 2008
4.4 Gambaran Ekspor Kepiting Indonesia Kepiting yang diproduksi dipasarkan ke pasar domestik dan dunia. Pasar produk kepiting Indonesia telah memasuki beberapa negara yaitu Amerika Serikat, China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan beberapa negara Eropa. Amerika Serikat merupakan pangsa pasar utama tujuan ekspor kepiting Indonesia. Kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku, kering, maupun dalam kaleng. Berdasarkan Tabel 4.6, perkembangan ekspor kepiting Indonesia selama periode tahun 1996-2009, mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun, baik dalam hal nilai maupun volume ekspor kepiting Indonesia. Pada tahun 1996, volume ekspor kepiting Indonesia sebesar 5.947 ton dengan nilai sebesar US$ 23.703.000, kemudian pada tahun 1997 mengalami penurunan volume ekspor kepiting sebanyak 3.303 ton dan nilai sebesar US$ 14.008.000. Hal ini dikarenakan tahun 1997 terjadi masa awal krisis ekonomi menyebabkan kondisi perdagangan dunia tidak stabil. Pada tahun 1999 dan 2004, pemerintah melakukan ekspor kepiting
54
dalam jumlah yang tinggi karena melihat potensi kepiting sebagai komoditas yang dapat diunggulkan dan jumlah produksi ditahun tersebut tinggi. Tabel 4.6 Perkembangan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 1996-2009 Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Volume (Ton) 5.947 3.303 3.863 10.409 12.381 11.657 11.226 12.041 20.903 18.593 17.905 21.510 20.713 18.673
Nilai (000 US$) 23.703.000 14.008.000 25.641.000 54.402.000 68.209.000 87.430.000 90.349.000 91.918.000 134.355.000 130.905.000 134.825.000 179.819.000 214.319.000 156.993.000
Sumber: KKP, 2009
Penyebab lain volume ekspor kepiting menurun di beberapa tahun karena kondisi laut di Indonesia mengalami kerusakan akibat manajemen armada penangkapan yang buruk sehingga terjadi kasus overfishing dan menyebabkan produksi kepiting Indonesia yang bergantung pada bibit kepiting dari alam mengalami penurunan, dan saat itu pembudidayaan bibit kepiting relatif sedikit (jarang). Pada tahun 2008, kuantitas volume ekspor kepiting menurun dari tahun 2007, tetapi nilai jual kepiting di tahun tersebut lebih besar dari tahun sebelumnya dikarenakan kepiting yang di pasar internasional memiliki kualitas terbaik dari Indonesia dan dihargai tinggi oleh keadaan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar dunia. Pada tahun 2008 pun harga kepiting di dunia pun sedang tinggi. Tahun 2009 juga mengalami penurunan volume ekspor, karena terjadi
55
ketidakstabilan harga kepiting di dunia, sehingga nilai ekspor kepiting Indonesia pun ikut menurun. Pemerintah berusaha meningkatkan kinerja ekspor perikanan Indonesia dengan
menjalin
kerjasama
dengan
pihak
swasta
untuk
berkontribusi
menanamkan modal, menjadi pengusaha eksportir kepiting dunia, dan melakukan usaha budidaya kepiting. Tabel 4.7 menampilkan daftar eksportir kepiting Indonesia. Tabel 4.7 Eksportir Kepiting Indonesia dalam Bentuk Beku No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Perusahaan PT. BUMI MENARA INTERNUSA PT. KELOLA MINA LAUT PT. NUANSA CIPTA MAGELO PT. RAJUNGAN SAPTA NUSA PT. MINA GLOBAL MANDIRI PT. MAKMUR HASIL BAHARI PT. MEGA MARINE PRIDE PT. TOBA SURIMI INDUSTRIES PT. MEDAN TROPICAL CANNING & FROZEN INDUSTRIES PT. USAHA BERSAMA SAMUDERA
Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010
4.5 Kondisi Negara Importir Utama Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama Indonesia dalam mengekspor kepiting. Sebesar 60% komoditi kepiting yang diekspor Indonesia dikirim ke Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan restoran seafood di Amerika Serikat menggunakan kepiting asal Indonesia (KKP, 2011). Amerika Serikat memiliki tingkat permintaan kepiting yang tinggi tiap tahunnya. Kepedulian konsumen di Amerika Serikat dan Eropa terhadap konservasi habitat kepiting semakin tinggi. Konsumen tidak mau membeli kepiting jika cara penangkapannya merusak lingkungan. Kepiting bisa masuk ke pasar jika eksportir
56
memiliki sertifikat Marine Stewardship Council (MSC). Aturan ini akan diberlakukan
mulai
tahun
2012.
Permasalahannya
tidak
mudah
untuk
mendapatkan sertifikat ini. Cara penangkapannya harus ramah lingkungan dan volume tangkapnya dibatasi. Jika ini berlaku dapat menyebabkan pangsa pasar semakin kecil, harga kepiting semakin mahal, dan dapat menyebabkan penurunan permintaan kepiting Amerika Serikat. Saat ini komoditi kepiting Indonesia yang diekspor sudah merupakan hasil produksi yang tempat penangkapannya (laut) sudah diterapkan konservasi habitatnya (KKP, 2011). Pemerintah melakukan konservasi untuk mengatasi permasalahan penurunan produksi kepiting di laut. Pemberian label pada produk kepiting yang berasal dari pengelolaan ramah lingkungan akan menyebabkan kepiting yang diperoleh sesuai standar internasional yang diminta negara importir utama. Kondisi penerapan ecolabeling nantinya akan menguntungkan para nelayan dan pembudidaya ikan, karena pendapatan nelayan akan meningkat. Hal ini disebabkan para nelayan akan menjual kepiting dengan ukuran yang besar saja. Nelayan dapat menjaga volume kepiting yang akan diproduksi dalam jangka waktu yang panjang (Kontan, 2011). Gross Domestic Product (GDP) merupakan salah satu indikator ekonomi untuk mengukur total nilai produk barang dan jasa akhir dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2007). Peningkatan GDP perkapita adalah peningkatan pendapatan masyarakat. Jika pendapatan masyarakat Amerika Serikat meningkat akan menyebabkan permintaan kepiting Indonesia yang diekspor ke Amerika
57
Serikat meningkat. Pada Tabel 4.8 memperlihatkan perkembangan jumlah penduduk dan total pendapatan Amerika Serikat. Tabel 4.8 Perkembangan Jumlah Penduduk dan GDP perkapita Amerika Serikat Tahun 2000-2008 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Total Penduduk (Ribu Jiwa) 282.172.000 285.082.000 287.804.000 290.326.000 293.046.000 295.753.000 298.593.000 301.580.000 304.375.000
Sumber: World Bank, 2008
Total GDP (US$) 39.784,98 39.592,99 39.950,32 40.548,85 41.676,26 42.534,48 43.267,68 43.917,13 42.820,84
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia Analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia didapat dengan memasukkan variabel-variabel independen yang diduga memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia (variabel dependen) ke dalam model persamaan regresi. Variabel independen yang digunakan ada tujuh variabel yaitu variabel produksi kepiting Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga ekspor kepiting Indonesia, Gross Domestic Product (GDP) perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada, dan variabel dummy krisis moneter. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemrintaan ekspor kepiting Indonesia, dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda dengan metode analisis regresi komponen utama (Principal Component Regression) pada Minitab 14 dan MS. Excel 2007. Selanjutnya dilakukan pembahasan ekonomi untuk menganalisa hasil estimasi dengan keadaan sebenarnya. 5.2 Kriteria Statistik Pada uji statistik, data dianalisa dengan menggunakan Minitab 14 meliputi uji serempak (uji F), uji parsial (t-statistik), dan melihat model secara keseluruhan dari koefisien determinasi (R2). Pada Tabel 5.1 diperoleh hasil estimasi model. Hasil estimasi permintaan ekspor kepiting Indonesia, dilihat dari koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 98,2 persen. Artinya sebesar 98,2 persen
59
variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independennya. Sisanya yaitu sebesar 1,8 persen dijelaskan oleh faktor-faktor (variabel) lain diluar persamaan. Tabel 5.1 Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia Variabel Konstanta Produksi kepiting (PRK) Nilai tukar (ER) Harga ekspor kepiting Indonesia (PE_t) GDP perkapita Amerika Serikat (Y_AS) Jumlah penduduk Amerika Serikat (Q_AS) Harga ekspor kepiting Kanada (PE_cd) Dummy R-squared R-squared (adj) F-statistik Durbin-Watson statistic
Koefisien -210,19 0,2475 0,6927 -1,6149 -4,839 13,552 1,1232 -0,7094 98,2% 96,5% 60,68 2,32265
Probabilitas 0,023 0,398 0,014 0,001 0,257 0,050 0,001 0,005
0,000
Keterangan : nyata pada taraf nyata () = 5 persen
Berdasarkan pada nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0,000, maka model yang dipakai dalam penelitian ini sudah lulus uji-F. Artinya, variabelvariabel independen dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan uji t, dilakukan dengan melihat p-value masing-masing variabel independen yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel produksi kepiting Indonesia yang tidak berpengaruh nyata karena memiliki probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5 persen. 5.3 Kriteria Ekonometrika Sebuah model selain dikatakan baik berdasarkan kriteria statistik juga harus bisa memenuhi kebaikan uji secara ekonometrika yaitu terbebas dari
60
masalah normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan memenuhi asumsi autokorelasi. 5.3.1 Uji Normalitas Uji asumsi bahwa variabel dependen dan independennya mengikuti distribusi normal, sehingga nilai error pun akan mengikuti distribusi normal. Jika histogram residual menyerupai grafik distribusi normal maka bisa dikatakan bahwa residual mempunyai residual normal. Uji yang lain adalah uji KolmogorovSmirnov. Nilai probabilitas dari uji Kolmogorov-Smirnov untuk model adalah pvalue > 0,150 yang lebih besar dari taraf nyata () = 5 persen. Kesimpulannya bahwa model yang digunakan terdistribusi secara normal (Lampiran 10). Ada kecenderungan sisaan berpola linear, artinya pola sisaan mengikuti garis lurus atau mendekati normal, maka disimpulkan residual atau sisaan dalam model persamaan sudah terdistribusi secara normal. 5.3.2 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Park Test. Jika nilai probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka persamaan tersebut tidak memiliki masalah heteroskedastisitas atau asumsi homoskedastisitas sudah terpenuhi. Berdasarkan olahan data, nilai probabilitas obs*R-Squared pada model regresi yaitu 0,120 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model (Lampiran 11).
61
5.3.3 Uji Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah tidak adanya autokolerasi atau sisaanya menyebar bebas. Jika antar sisaan tidak bebas maka dikatakan bahwa model tersebut mengandung autokolerasi. Alat yang digunakan untuk menguji adanya autokorelasi dalam model adalah uji Durbin Watson. Output hasil regresi memperlihatkan nilai statistik DW 2,32265. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model (Lampiran 12). 5.3.4 Uji Multikolinearitas Berdasarkan hasil estimasi pada model persamaan yang dipakai, menunjukkan ketika R2 besar terdapat banyak variabel independen yang tidak nyata dan koefisien masing-masing variabel independen pun ada yang tidak sesuai dengan hipotesis awal. Kondisi ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat diantara variabel-variabel independen. Selain beberapa hal diatas, juga ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi antara variabel yang lebih besar dari |0.8|, maka dikatakan terjadi multikolinearitas (Lampiran 12). Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor). Apabila nilai VIF < 10, maka tidak ada masalah multikolinearitas (Tabel 5.2). Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Konstanta Produksi kepiting (PRK) Nilai tukar (ER) Harga ekspor kepiting Indonesia (PE_t) GDP perkapita Amerika Serikat (Y_AS) Jumlah penduduk Amerika Serikat (Q_AS) Harga ekspor kepiting Kanada (PE_cd) Dummy R-squared Keterangan : nyata pada taraf nyata () = 5 persen
Koefisien -210,19 0,2475 0,6927 -1,6149 -4,839 13,552 1,1232 -0,7094 98,2%
Probabilitas 0,023 0,398 0,014 0,001 0,257 0,050 0,001 0,005
VIF 18,6 4,6 8,9 116,2 102,0 1,6 8,1
62
Diperoleh hasil pengolahan data, terdapat korelasi antar variabel independen (multikolinearitas). Oleh karena itu, dalam penelitian ini diperlukan tindakan untuk mengatasi multikolinearitas adalah dengan menggunakan Principal Component Regression. Analisis regresi komponen utama mampu menghilangkan multikolinearitas pada variabel-variabel bebas. Langkah pertama adalah keragaman satuan yang terdapat pada variabel independen (produksi kepiting Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga ekspor kepiting Indonesia, GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada, dan variabel dummy krisis moneter) harus dibakukan terlebih dahulu ke sebaran normal (Z) (Lampiran 13). Langkah berikutnya adalah menentukan banyaknya komponen utama yang dimasukkan ke dalam model persamaan. Untuk menentukan banyaknya komponen utama dapat dilakukan dengan melihat eigenvalue dari masing-masing komponen utama (Lampiran 14). Berikutnya adalah hasil estimasi untuk tujuh komponen utama (Tabel 5.3). Tabel 5.3 Hasil Estimasi Tujuh Komponen Utama pada Regresi Komponen Utama
Eigenvalue Variabel Z1 Variabel Z2 Variabel Z3 Variabel Z4 Variabel Z5 Variabel Z6 Variabel Z7
PC1 4,7423 0,385 0,219 -0,36 0,416 0,411 0,391 -0,204
PC2 1,2577 -0,276 0,67 0,261 -0,128 -0,154 -0,126 -0,501
Komponen Utama PC3 PC4 PC5 0,6324 0,2213 0,0961 -0,214 0,172 0,271 0,411 -0,315 -0,219 0,188 0,835 -0,04 0,038 0,033 -0,11 0,029 0,264 -0,211 0,318 0,245 -0,449 0,783 -0,135 0,217
PC6 0,0456 0,586 0,416 0,212 0,106 0,179 -0,494 0,163
PC7 0,0045 0,507 0,118 -0,056 -0,64 -0,331 0,449 -0,035
63
Untuk menentukan banyaknya komponen utama yang akan diambil, maka dapat dilakukan dengan melihat eigenvalue masing-masing komponen utama. Eigenvalue yang dipilih adalah nilai yang lebih besar dari 0,75. Komponen yang terpilih adalah komponen utama 1 (PC1) dan 2 (PC2), sedangkan komponen 3 (PC3) sampai 7 (PC7) tidak dipilih karena nilai eigenvalue nya lebih kecil dari 0,7. Bobot nilai komponen utama 1 (PC1) dan 2 (PC2) adalah sebagai berikut : W1 = 0,385Z1+ 0,219Z2– 0,36Z3+ 0,416Z4+ 0,411Z5+ 0,391Z6– 0,204Z7 (5.1) W2 =-0,276Z1+ 0,67Z2+ 0,261Z3– 0,128Z4– 0,154Z5– 0,126Z6– 0,501Z7 (5.2) dimana W1 dan W2 adalah variabel pembobot yang merepresentasikan nilai dari komponen utama 1 (PC1) dan 2 (PC2). Setelah mendapatkan W1 dan W2 kemudian dilakukan regresi antara variabel ekspor kepiting (LnEKSt) Indonesia dengan variabel pembobotnya. Tabel 5.4 adalah hasil regresi LnEKSt dengan W1 dan W2 (Lampiran 15). Tabel 5.4 Hasil Regresi LnEKSt dengan W1 dan W2 pada Regresi Komponen Utama Variabel Konstanta W1 W2 R-squared Adjusted R-squared F-statistik Durbin-Watson
Koefisien 9,22664 0,21390 -0,27125 84,8% 82,5% 36,29 1,47685
Probabilitas 0,000 0,000 0,000
0,000
Keterangan : nyata pada taraf nyata () = 5 persen
Sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut : LnEKSt = 9,22664 + 0,21390 W1 – 0,27125 W2
(5.3)
Berdasarkan hasil regresi di atas, bahwa nilai R-squared adalah sebesar 84,8 persen. Artinya variabel W1 dan W2 pada model diatas mampu menjelaskan
64
keragaman sebesar 84,8 persen, sedangkan sisanya sebesar 15,2 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Sebelum dilakukan regresi komponen utama diperoleh nilai R2 yang juga tinggi, namun nilai p-value di beberapa variabel tidak nyata atau melebihi nilai taraf nyatanya yaitu 5 persen. Proses regresi komponen utama telah menyebabkan p-value variabel W1 dan W2 yang merepresentasikan nilai komponen utama 1 dan 2 berada di bawah nilai taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel W1 dan W2 sudah signifikan dan memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia. Kondisi ini menyatakan bahwa masalah multikolinearitas dalam model persamaan telah teratasi. Langkah berikutnya setelah dilakukan regresi antara variabel LnEKSt dengan variabel W1 dan W2 adalah mentransformasi W1 dan W2 ke dalam bentuk sebaran normal (Z). Hasilnya adalah sebagai berikut : LnEKSt = 9,23 + 0,214 (0,385 Z1 + 0,219 Z2 – 0,36 Z3 + 0,416 Z4 + 0,411 Z5 + 0,391 Z6 – 0,204 Z7) – 0,271 (– 0,276 Z1 + 0,67 Z2 + 0,261 Z3 – 0,128 Z4 – 0,154 Z5 – 0,126 Z6 – 0,501 Z7)
(5.4)
LnEKSt = 9,23 + 0,157 Z1– 0,135 Z2 – 0,148 Z3 + 0,124 Z4 + 0,130 Z5 + 0,118 Z6 + 0,092 Z7
(5.5)
bentuk persamaan diatas masih dalam bentuk satuan komponen utama, oleh karena itu perlu dilakukan transformasi balik dari Z ke masing-masing variabel independen (X). Sebelum dilakukan transformasi balik, maka harus diketahui terlebih dahulu nilai simpangan baku dan koefisiennya. Hasil perhitungan manual untuk simpangan baku dan koefisien Z1 sampai Z7 (Lampiran 16).
65
Setelah didapatkan nilai simpangan baku dan koefisien masing-masing komponen utama kemudian dimasukkan ke dalam model persamaan sebagai berikut :
X1− X1 X2− X2 X3− X3 - 0,135 - 0,148 S 3 + 0,124 S1 S2 X4− X4 X5− X5 X6− X6 X7− X7 + 0,130 +0,118 + 0,092 S S S S 4 5 6 7 (5.6)
LnEKSt = 9,23 + 0,157
LnEKSt = - 57,404835 + 0,347 PRK – 0,48 ER – 0,557 PE_t + 1,566 Y_AS + 2,603 Q_AS + 0,725 PE_cd + 0,205 D_k
(5.7)
Tabel 5.4 menggambarkan signifikansi koefisien regresi parsial dari model. Semua variabel independen yang digunakan menyatakan signifikan pada taraf nyata () 5 persen (Lampiran 11). Tabel 5.5 Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Variabel PRK ER PE_t Y_AS Q_AS PE_cd D_k
Koefisien 0,347296 -0,48016 -0,55728 1,566557 2,603072 0,725261 0,205975
Simpangan baku 0,032764154 0,065505136 0,030865856 0,024060655 0,025236384 0,022901035 0,049353195
t-hitung 10,59987 -7,33012 -18,055 65,10864 103,1476 31,66936 4,173497
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Keterangan : nyata pada taraf nyata () = 5 persen ttabel ( 5 % = t /2 (n-k-1) = t0.05/2 (16-7-1) = 2,306
5.4 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia Model persamaan sudah dianalisa telah memenuhi asumsi dan uji statistik. Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor
66
kepiting sudah dapat dijelaskan. Setiap variabel yang diduga akan dipaparkan pengaruhnya terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. 5.4.1 Produksi Kepiting Indonesia Produksi kepiting Indonesia merupakan jumlah produksi kepiting hasil tangkap laut dan budidaya tambak di Indonesia yang akan diekspor ke pasar dunia. Variabel produksi kepiting berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap permintaan ekspor kepiting. Hal ini ditunjukkan dengan nilai tstatistik lebih besar dari t-Tabel (t-stat > t-Tabel). Hal ini menunjukkan bahwa variabel produksi kepiting Indonesia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia. Berdasarkan uji ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien produksi kepiting adalah positif berarti sesuai hipotesis. Koefisien variabel produksi kepiting Indonesia dalam model menunjukkan 0,347. Artinya setiap ada kenaikan produksi kepiting sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan permintaan ekspor kepiting sebanyak 0,347 persen, ceteris paribus. Dari nilai elastisitas produksi kepiting yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa permintaan ekspor kepiting Indonesia kurang responsif terhadap perubahan (meningkat atau menurun) produksi kepiting Indonesia. Hal ini disebabkan variabel produksi kepiting Indonesia memiliki nilai elastisitas yang inelastis. Peningkatan volume produksi kepiting menyebabkan Indonesia mampu memenuhi permintaan domestik dan mengekspor kepiting untuk memenuhi permintaan pasar dunia, dan diharapkan akan mendapatkan keuntungan yang lebih
67
besar. Meskipun hasil dari tangkapan laut menurun tapi dapat ditutupi dari hasil budidaya tambak kepiting di beberapa daerah. Hasil tangkapan laut dan budidaya kepiting yang ada melebihi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia, sehingga stok kepiting untuk diekspor menjadi ada. Ini sejalan dengan teori perdagangan internasional yaitu jika produksi berlebih maka negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain untuk memperoleh keuntungan. Teori ekonomi lainnya menyebutkan pasar luar negeri dapat menjadi pasar potensial bagi pasar domestik sehingga apabila produksi domestik meningkat akan mendorong melakukan perdagangan luar negeri (kegiatan ekspor). 5.4.2 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Pada estimasi model ternyata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika merupakan salah satu faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia. Koefisien nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dalam model menunjukkan angka -0,48. Hal ini menjelaskan bahwa setiap rupiah terhadap dollar Amerika mengalami apresiasi sebesar 1 persen, maka permintaan ekspor kepiting Indonesia turun sebesar 0,48 persen, ceteris paribus. Kondisi diatas sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Nilai tukar memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia Saat rupiah terhadap dollar Amerika terapresiasi maka harga
68
kepiting dari Indonesia menjadi lebih mahal dari negara lain. Hal ini akan menciptakan penurunan permintaan ekspor kepiting Indonesia ke pasar dunia, dan permintaan kepiting negara lain yang mengekspor kepiting juga akan meningkat. Dilihat dari nilai elastisitas nilai tukar (Rp/US$) yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa permintaan ekspor kepiting Indonesia kurang responsif terhadap perubahan (apresiasi atau depresiasi) nilai tukar (Rp/US$) di Indonesia. Hal ini disebabkan variabel nilai tukar (Rp/US$) memiliki nilai elastisitas yang inelastis. Tetapi kondisi ini menguntungkan Indonesia, karena diketahui harga ekspor kepiting Indonesia juga bernilai inelastis. Apabila harga ekspor kepiting menjadi lebih tinggi, dan permintaan turun, maka total penerimaan pemerintah yang diterima lebih besar dari harga kepiting awal. 5.4.3 Harga Ekspor Kepiting Indonesia Koefisien
harga
ekspor
kepiting
Indonesia
dalam
estimasi
menunjukkan berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga ekspor kepiting Indonesia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia. Nilai koefisien harga ekspor adalah -0,557. Artinya jika harga ekspor kepiting Indonesia naik sebesar 1 persen maka permintaan ekspor kepiting Indonesia akan turun sebesar 0,557 persen, ceteris paribus. Tanda koefisien sesuai teori permintaan, bahwa jika harga komoditas naik, maka permintaan akan turun (negatif). Dari nilai koefisien yang didapatkan ternyata variabel harga ekspor kepiting Indonesia memiliki elastisitas yang inelastis. Artinya permintaan ekspor
69
kepiting Indonesia kurang responsif terhadap harga ekspor kepiting Indonesia yang berubah (lebih murah atau lebih mahal). Kondisi harga kepiting yang inelastis ternyata menguntungkan pemerintah karena total penerimaan (revenue) pemerintah lebih besar dari penerapan harga sebelumnya, meskipun volume ekspor kepiting menurun yang diakibatkan harga ekspor kepiting lebih tinggi dari harga sebelumnya. 5.4.4 Gross Domestic Product (GDP) Perkapita Negara Amerika Serikat Berdasarkan hasil estimasi variabel GDP perkapita negara Amerika Serikat signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya GDP perkapita negara Amerika Serikat berpengaruh terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Nilai koefisien GDP memiliki tanda positif yang sudah sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan. Berdasarkan teori ekonomi, GDP merupakan ukuran daya beli suatu negara terhadap suatu komoditi. Jika GDP suatu negara naik, maka konsumsi negara tersebut terhadap suatu komoditi akan meningkat pula. Hal ini terjadi pada kepiting sebagai barang normal, karena permintaan barang normal akan berhubungan positif terhadap kenaikan GDP suatu negara. Permintaan kepiting Indonesia didominasi 60 persen dari Amerika Serikat. Hal ini dapat digambarkan jika pendapatan masyarakat Amerika Serikat meningkat, maka secara tidak langsung permintaan konsumsi kepiting dari Amerika Serikat meningkat, dan menyebabkan kontribusi terbesar pada permintaan ekspor kepiting Indonesia ke pasar dunia di tahun tersebut.
70
Hasil estimasi menunjukkan bahwa GDP Amerika Serikat memiliki nilai koefisien sebesar 1,566. Artinya jika GDP Amerika Serikat meningkat sebesar 1 persen akan meningkatkan permintaan ekspor kepiting Indonesia sebesar 1,566 persen, ceteris paribus. Dari nilai elastisitasnya yang elastis dapat diketahui bahwa permintaan ekspor kepiting Indonesia akan responsif terhadap perubahan (peningkatan atau penurunan) GDP Amerika Serikat. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia, mengingat kekuatan ekonomi Amerika Serikat akan terus meningkat seiring semakin berkembang kemajuan teknologi disana. 5.4.5 Jumlah Penduduk Amerika Serikat Berdasarkan hasil estimasi variabel jumlah penduduk Amerika Serikat signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya jumlah penduduk Amerika Serikat berpengaruh terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia. Nilai koefisien jumlah penduduk memiliki tanda yang sudah sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan. Berdasarkan teori ekonomi, jumlah penduduk merupakan ukuran daya beli suatu negara terhadap suatu komoditi. Jika jumlah penduduk suatu negara naik, maka konsumsi negara tersebut terhadap suatu komoditi akan meningkat pula. Kepiting merupakan barang normal, sehingga permintaan barang normal akan berhubungan positif terhadap kenaikan jumlah penduduk suatu negara. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Amerika Serikat memiliki nilai koefisien sebesar 2,603. Artinya jika jumlah penduduk Amerika Serikat meningkat sebesar 1 persen akan meningkatkan permintaan ekspor
71
kepiting Indonesia sebesar 2,603 persen, ceteris paribus. Dari nilai elastisitasnya yang elastis dapat diketahui bahwa permintaan ekspor kepiting Indonesia responsif terhadap jumlah penduduk Amerika Serikat yang mengalami perubahan (bertambah atau berkurang). Hal ini sudah sesuai dengan target pasar Indonesia untuk mengekspor kepiting terbesar ke Amerika Serikat. 5.4.6 Harga Ekspor Kepiting Kanada Berdasarkan hasil estimasi variabel harga ekspor kepiting Kanada berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini berarti bahwa besarnya harga ekspor kepiting Kanada memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia. Tanda positif pada variabel harga ekspor kepiting Kanada sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan
bahwa
kenaikan
harga
komoditi
negara
kompetitor
akan
meningkatkan permintaan komoditi negara lainnya. Berdasarkan uji ekonomi menunjukkan bahwa nilai koefisien harga kepiting Kanada sebesar 0,725. Artinya, kenaikan harga ekspor kepiting Kanada sebesar 1 persen akan meningkatkan permintaan ekspor kepiting Indonesia sebesar 0,725 persen, ceteris paribus. Nilai elastisitas harga ekspor kepiting Kanada sebesar 0,725 yang termasuk kategori inelastis. Artinya permintaan ekspor kepiting Indonesia kurang responsif terhadap perubahan (meningkat atau menurun) harga ekspor kepiting Kanada. Harga
ekspor
kepiting
Kanada
yang
mengalami
kenaikan,
menyebabkan penurunan permintaan kepiting Kanada, tetapi total pendapatan (revenue) pemerintah Kanada yang diterima lebih besar karena kepiting
72
merupakan barang subtitusi dengan harga yang inelastis. Permintaan ekspor kepiting Indonesia pun menjadi meningkat. 5.4.7 Dummy Krisis Variabel dummy krisis didalam model menunjukkan kondisi krisis moneter di Indonesia. Variabel dummy krisis ternyata signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa dummy krisis merupakan salah satu faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia. Tanda koefisien dummy adalah positif. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa koefisien dari variabel dummy krisis adalah sebesar 0,205. Artinya saat terjadi krisis moneter di Indonesia menyebabkan permintaan ekspor kepiting Indonesia meningkat 0,205 ton kepiting pada tahun tersebut, ceteris paribus. Peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia sebesar 0,205 ton terjadi hanya saat Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi, jika Indonesia sudah tidak mengalami krisis ekonomi maka tidak ada peningkatan 0,205 ton kepiting. Kondisi krisis ekonomi menyebabkan pemerintah membutuhkan pemasukan negara yang lebih besar, sehingga pemerintah melakukan ekspor besar-besaran untuk mendapat suntikan pemasukan dari kegiatan ekspor. Jika ini dilakukan maka secara tidak langsung volume komoditi yang diekspor ke pasar dunia meningkat. Keseluruhan variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai permintaan ekspor kepiting, disimpulkan sesuai teori ekonomi dan memiliki kesimpulan yang sama seperti hasil-hasil empiris penelitian-penelitian terdahulu yang memakai variabel ini pada komoditi lain.
73
5.5 Kebijakan-kebijakan Untuk Mendukung Ekspor Kepiting Indonesia Peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti faktor produksi domestik, harga ekspor kepiting Indonesia, harga ekspor kepiting Kanada, pendapatan dan jumlah penduduk Amerika Serikat, nilai tukar (Rp/US$), dan kondisi perekonomian Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang dijalankan untuk meningkatkan ekspor kepiting Indonesia akan berdampak pada peningkatan daya saing kepiting Indonesia di pasar internasional. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dapat berbagai cara antara lain meningkatkan produksi kepiting Indonesia. Apabila hasil tangkap dari laut menurun
karena manajemen penangkapan
kepiting
yang kurang baik,
penangkapan yang tidak memerhatikan jumlah populasi kepiting di laut (overfishing), dan nelayan masih bergantung pada bibit kepiting dari alam, pemerintah dapat mencari alternatif antara lain peningkatan usaha budidaya kepiting dengan perluasan areal budidaya kepiting. Diketahui sebelumnya bahwa pemerintah Indonesia sudah melakukan klaster industri komoditi kepiting untuk menambah jumlah produksi kepiting tiap tahunnya, hanya saja terdapat masalah keterbatasan modal, teknologi, dan minat pengusaha yang tidak banyak. Pemerintah dapat melakukan pengenalan produk kepiting yang memiliki nilai jual yang tinggi ke investor, sehingga ada tambahan dana untuk mendukung keuangan klaster industri budidaya kepiting. Perlu difokuskan bahwa kepiting yang diproduksi harus memiliki standar kualitas (mutu) yang sama dengan kepiting yang diekspor ke pasar dunia.
74
Permasalahan nelayan sulit memperoleh bibit kepiting dari alam, dapat diatasi dengan adanya pembudidayaan benih kepiting dengan menggunakan bahan yang alami. Pembudidayaan benih kepiting memang sangat sulit dan memiliki resiko yang tinggi, tapi tidak ada alasan tidak mungkin dilakukan. Ada daerah potensial yang sukses melakukan pembudidayaan bibit kepiting di Sulawesi Selatan daerah Kabupaten Wajo, sehingga dapat memproduksi kepiting yang kualitasnya sama dengan hasil kepiting yang ditangkap dari laut. Peningkatan produksi kepiting Indonesia memang kurang responsive secara besar untuk perubahan permintaan ekspor kepiting Indonesia, akan tetapi dengan adanya kekuatan produksi domestik yang tinggi, dapat menjaga kestabilan volume kepiting di Indonesia. Kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi dan apabila terdapat kelebihan komoditi kepiting, maka Indonesia dapat terus melakukan ekspor kepiting ke negara pengimpor dan memenuhi permintaan kepitingnya. Indonesia dalam memperoleh harga ekspor kepiting ke dunia, berasal dari terbentuknya harga dunia diperdagangan internasional (price taker). Pemerintah dapat menjadi price maker dalam negeri, dengan cara kepiting yang diekspor dikenakan pajak. Hal ini dapat meningkatkan harga kepiting yang diekspor ke pasar dunia, dan volume ekspor kepiting dibatasi oleh pemerintah. Efek lainnya jumlah kepiting dapat dikendalikan, sehingga bisa menjaga stok kepiting dalam jangka panjang. Kepiting merupakan barang substitusi dengan harganya inelastis, maka tidak perlu dicemaskan oleh pengusaha atau pemerintah melakukan penerapan pajak ekspor kepiting, karena total pendapatan (revenue) yang diterima nantinya akan lebih besar. Adanya pertambahan pendapatan negara
75
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para nelayan di laut. Para nelayan dapat meningkatkan jumlah produksi kepiting dengan memaksimalkan teknologi yang didapatkan dari bantuan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang lain adalah dengan mengatur (managed) kondisi nilai tukar (Rp/US$) di Indonesia. Pemerintah dengan Bank Indonesia dapat bekerja sama menjaga kestabilan nilai tukar di Indonesia. Kondisi Indonesia yang stabil dapat meningkatkan kepercayaan para importir untuk melakukan kerjasama perdagangan antar negara.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Variabel-variabel
yang
memengaruhi
permintaan
ekspor
kepiting
Indonesia secara nyata adalah produksi kepiting Indonesia, harga ekspor kepiting Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, GDP perkapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, harga ekspor kepiting Kanada, dan dummy krisis. Variabel harga ekspor kepiting Indonesia dan nilai tukar (Rp/US$) memiliki koefisien yang negatif, artinya permintaan ekspor kepiting Indonesia akan mengalami penurunan jika terjadi kenaikan harga ekspor kepiting Indonesia atau nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terapresiasi. Sedangkan variabelvariabel bebas yang digunakan lainnya memiliki koefisien bernilai positif. Dilihat dari nilai elastisitasnya, permintaan ekspor kepiting Indonesia responsif terhadap perubahan (meningkat atau menurun) GDP perkapita atau perubahan (meningkat atau menurun) jumlah penduduk Amerika Serikat. Permintaan ekspor kepiting Indonesia kurang responsif terhadap perubahan variabel-variabel bebas yang lainnya. Jumlah penduduk Amerika Serikat berpengaruh besar untuk perubahan permintaan ekspor kepiting Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mendukung ekspor kepiting Indonesia antara lain meningkatkan produksi kepiting Indonesia yang kualitasnya sama, dengan cara perluasan lahan usaha budidaya tambak kepiting, klaster industri dan pembudidayaan benih kepiting. Kebijakan lainnya antara lain penetapan pajak ekspor kepada kepiting untuk mengendalikan jumlah kepiting yang diekspor agar tidak berlebihan dan dapat meningkatkan nilai ekspor kepiting
77
di pasar dunia. Kebijakan lainnya pemerintah beserta Bank Indonesia dapat menjaga kestabilan nilai tukar di Indonesia, sehingga kondisi perdagangan di Indonesia bisa meningkat. 6.2 Saran Saran yang dapat diberikan antara lain karena faktor-faktor eksternal seperti jumlah penduduk dan GDP negara Amerika Serikat sebagai importir utama yang memengaruhi langsung terhadap perubahan peningkatan permintaan ekspor kepiting Indonesia, maka diharapkan pemerintah selalu memerhatikan kondisi Amerika Serikat. Jika kondisi perekonomian Amerika Serikat sedang tidak stabil, maka pemerintah perlu melakukan diversifikasi pasar negara tujuan. Beberapa negara potensial antara lain Timur Tengah dan Eropa Timur. Permintaan kepiting di kedua negara tersebut baru dipenuhi dari hasil ekspor negara Thailand, China, dan Belgia (MediaIndonesia, 2011) Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi produksi kepiting Indonesia. Pemerintah harus memiliki kekuatan internal seperti produksi domestik untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan jika mengalami kelebihan penawaran dapat melakukan ekspor. Penelitian ini akan berguna untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi produksi kepiting secara nyata dan memiliki pengaruh terbesar pada peningkatan produksi kepiting Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta. Chintia. 2008. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Uni Eropa. [Skripsi]. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Cetakan Keempat. Erlangga, Jakarta. Erika. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Joliffe, I. T. 1986. Principal Component Analysis. New York: Springer-Verlag Kasry A.1996. Budidaya kepiting bakau dan biologi ringkas. Bhratara. Jakarta. 95 hlm. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Statistik Ekspor Perikanan. Berbagai Tahun, Jakarta. _____________________. Info Komoditas Utama 2011. Jakarta. _____________________. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009, Jakarta. Kementerian Perdagangan. Statistik Ekspor Kepiting Beku. Berbagai Tahun, Jakarta. Lipsey, R.G, P.N Courant, D.D Purvis, dan P.O Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Jaka W, Kirbrandoko, Budijanto [Penerjemah]. Terjemahan dari Economics, 10th Edition. Binarupa Aksara, Jakarta. Listianawati, I. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Ikan Cakalang Beku Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mankiw, N.G. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Martius. 31 Maret 2011. “Kondisi Perikanan Indonesia”. Media Indonesia. www.MediaIndonesia.com [05 Juli 2011].
79
Naila, F.M. 2010. Keragaan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Di Perairan Indonesia [Skripsi]. Departemen Manajemen SumberDaya Perairan: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid I. Edisi Kelima. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Sulistiono, S. Watanabe, S. Tsuchida. 1994. Biology and fisheries of crabs in Segara Anakan Lagoon. p. 65-76. In: Ecological assessment for management planning in Segara Anakan Lagoon, Cilacap, Central Java. JSPS-DGHE Program. NODAI Center for International Program: Tokyo University of Agriculture, Japan. United Nation Commodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan. www.un.comtrade.org [Februari-April 2011]. United Nations Comodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan. www.wits.worldbank.org [Februari-April 2011]. Virnaristanti, I. 2008. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. World Consumptions Database. [Februari-April 2011].
Berbagai
Terbitan.
http://faostat.fao.org
World Foreign Exchange Statistics Database. Berbagai Terbitan. http://elibrarydata.imf.org/DataReport [Februari-April 2011]. www.investasi.kontan.co.id [23 juni 2011].
Lampiran 1. Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 1993-2009 Tahun
Nilai (000 US$)
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
14.901 21.027 27.837 23.703 14.008 25.641 54.402 68.209 87.430 90.349 91.918 134.355 130.905 134.825 179.819 214.319 156.993
Volume (Ton) 6.081 6.884 6.490 5.947 3.303 3.863 10.409 12.381 11.657 11.226 12.041 20.903 18.593 17.905 21.510 20.713 17.300
Harga (000 US$/Ton) 2,45 3,05 4,29 3,98 4,24 6,64 5,23 5,51 7,50 8,05 7,63 6,43 7,04 7,53 8,36 10,35 8,41
Harga Ekspor riil (000 US$/Ton) 10,31 11,82 15,19 13,09 13,09 12,95 8,46 8,59 10,49 10,07 8,95 7,10 7,04 6,66 6,93 7,81 10,31
Sumber: KKP, 2009 *. Angka Perkiraan
Lampiran 2. Lima Negara Eksportir Kepiting ke Dunia Tahun 2007-2009 Tahun 2007 Volume (Kg) Nilai (US$) 2008 Volume (Kg) Nilai (US$) 2009 Volume (Kg) Nilai (US$)
Kanada 68.087.078
Negara Eksportir Kepiting China UK Indonesia 39.979.990 14.700.434 14.410.386
USA 13.773.183
580.575.732
151.418.605
71.154.511
111.111.091
124.621.652
74.417.438
27.631.926
12.922.757
12.177.379
22.795.888
580.458.108
121.829.135
63.447.612
133.233.622
174.921.105
68.709.271
34.017.687
14.024.757
11.608.562
17.241.930
515.432.073
181.836.315
56.604.040
88.494.564
162.813.233
Sumber: UnComtrade, 2009
82
Lampiran 3. Volume Produksi Kepiting Indonesia Tahun 1993-2008 Tahun
Perikanan Tangkap (Ton)
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Perikanan Budidaya Tambak (Ton)
10.509 6.441 7.980 7.342 8.298 8.161 8.707 8.774 11.752 11.240 14.802 20.129 19.098 23.456 25641 26628
Total Produksi (Ton)
1.442 2.315 1.906 1.339 5.176 2.065 5.143 5.322 3.879 9.039 3.172 2.241 4.379 5.525 6.631 7.642
11.951 8.756 9.886 8.681 13.474 10.226 13.850 14.096 15.631 20.279 17.974 22.370 23.477 28.981 32.272 34.270
Sumber: KKP, 2008
Lampiran 4. Ekspor Kepiting Kanada Ke Dunia Tahun 1993-2009 Tahun
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai (000 US$)
143.533,49 252.736,19 356.617,85 266.341,44 234.286,51 213.578,25 369.405,83 435.958,44 430.097,72 506.111,85 588.761,26 682.132,55 505.276,57 439.122,61 580.575,73 580.458,10 515.432,07
Sumber: UnComtrade, 2009
Volume (Ton)
23.760,51 32.202,03 35.561,05 38.257,11 36.849,59 39.590,87 54.036,23 51.755,47 60.916,56 70.750,18 70.210,79 76.937,44 69.161,83 65.910,06 68.087,08 74.417,44 68.709,27
Harga (000 US$/Ton) 6,04 7,85 10,03 6,96 6,36 5,39 6,84 8,42 7,06 7,15 8,38 8,86 7,31 6,66 8,53 7,80 7,50
Harga Riil Ekspor (000 US$/Ton) 7,55 9,79 12,25 8,37 7,52 6,32 7,87 9,45 7,72 7,65 8,73 9,06 7,31 6,53 8,18 7,31 7,56
83
Lampiran 5. Gross Domestic Product (GDP) Perkapita dan Jumlah Penduduk Amerika Serikat Tahun 1993-2008 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
GDP Perkapita (000 US$) Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) 34.402,88 259.919.000 35.203,23 263.126.000 35.420,35 266.278.000 35.975,64 269.394.000 36.941,93 272.657.000 37.962,58 275.854.000 39.078,43 279.040.000 39.784,98 282.172.000 39.592,99 285.082.000 39.950,32 287.804.000 40.548,85 290.326.000 41.676,26 293.046.000 42.534,48 295.753.000 43.267,68 298.593.000 43.917,13 301.580.000 42.820,84 304.375.000
Sumber: World Bank, 2008
Lampiran 6. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Nilai Tukar (Rp/US$) 6.502,1 6.366,7 6.227 6.185,6 7.492,4 16.073,1 10.780 11.742,3
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Sumber: International Financial Statistics, IMF, 2008 (diolah)
Nilai Tukar (Rp/US$) 13.025,3 10.669,7 9.474,3 9.598,7 9.750,6 8.342,7 8.090 8.124,5
84
Lampiran 7. Harga Domestik Kepiting Indonesia Tahun 2004-2008 Tahun
Total Volume Produksi (Ton)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber: KKP, 2008
20.279 17.974 22.370 23.477 28.981 32.272 34.270
Total Nilai Produksi (Ribu Rupiah) 196.180.332 193.535.349 483.722.214 370.530.716 483.825.190 641.574.243 671.196.089
Harga Domestik Kepiting (Ribu Rp/Ton)
Harga Riil Domestik Kepiting (Ribu Rp/Ton)
9.674,06 10.767,52 21.623,70 15.782,71 16.694,56 19.880,21 19.585,53
12.099,96 12.635,47 23.883,80 15.782,71 14.759,53 16.531,09 14.792,31
Lampiran 8. Variabel-Variabel Yang Digunakan Dalam Persamaan (Dalam Bentuk Riil) Tahun 1993 1994
EKSt 6.081 6.884
PRK 11.951 8.756
ER 6.502,1 6.366,7
PE_t 10,30656 11,82321
Y_AS 34.402,88 35.203,23
Q_AS 259.919.000 263.126.000
PE_cd 7,555155907 9,797745456
D_k
1995
6.490
9.886
6.227
15,19648
35.420,35
266.278.000
12,25334543
0
1996
5.947
8.681
6.185,61
13,09047
35.975,64
269.394.000
8,375004123
0
1997 1998 1999
3.303 3.863 10.409
13.474 10.226 13.850
7.492,41 16.073,15 10.780
13,09488 12,94744 8,463887
36.941,93 37.962,58 39.078,43
272.657.000 275.854.000 279.040.000
7,526423592 6,323129037 7,876243402
1 1 1
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
12.381 11.657 11.226 12.041 20.903 18.593 17.905 21.510
14.096 15.631 20.279 17.974 22.370 23.477 28.981 32.272
11.742,31 13.025,3 10.669,75 9.474,35 9.598,74 9.750,58 8.342,77 8.090
8,597338 10,49503 10,06864 8,953656 7,102061 7,04 6,657212 6,926685
39.784,98 39.592,99 39.950,32 40.548,85 41.676,26 42.534,48 43.267,68 43.917,13
282.172.000 285.082.000 287.804.000 290.326.000 293.046.000 295.753.000 298.593.000 301.580.000
9,44792804 7,724123586 7,653100778 8,730434103 9,06232291 7,305714337 6,531685581 8,184580116
1 1 1 1 1 1 1 1
2008
20.713
34.270
8.124,5
7,809464
42.820,84
304.375.000
7,313487751
1
0 0
85
Lampiran 9. Variabel-Variabel Yang Digunakan Dalam Persamaan (Sudah Dalam Logaritma Natural) Tahun
EKSt
PRK
ER
PE_t
Y_AS
Q_AS
PE_cd
D_k
1993
8,712924
9,38857
8,77988
2,332781
10,4459
19,37588
2,022871
0
1994
8,836955
9,077494
8,758837
2,470064
10,46889
19,38814
2,282382
0
1995
8,778018
9,198875
8,73665
2,721064
10,47504
19,40005
2,505526
0
1996
8,690642
9,068892
8,729981
2,571885
10,4906
19,41169
2,124654
0
1997
8,102586
9,508517
8,921646
2,572221
10,5171
19,42373
2,018895
1
1998
8,259199
9,232689
9,684905
2,560898
10,54436
19,43538
1,843719
1
1999
9,250426
9,536041
9,285448
2,135808
10,57333
19,44687
2,064328
1
2000
9,423918
9,553646
9,370954
2,151453
10,59124
19,45803
2,246015
1
2001
9,363662
9,657011
9,474649
2,350902
10,58641
19,46829
2,043814
1
2002
9,325988
9,917341
9,275168
2,309426
10,59539
19,47779
2,034706
1
2003
9,396073
9,796682
9,156343
2,192062
10,61026
19,48651
2,166765
1
2004
9,947648
10,01548
9,169387
1,960385
10,63769
19,49584
2,203869
1
2005
9,83054
10,06378
9,185082
1,951608
10,65807
19,50504
1,989243
1
2006
9,792835
10,2744
9,029151
1,895701
10,67516
19,51459
1,876407
1
2007
9,976273
10,38196
8,998384
1,935381
10,69006
19,52455
2,101692
1
2008
9,938517
10,44203
9,002639
2,055336
10,66478
19,53377
1,989243
1
86
87
Lampiran 10. Hasil Estimasi Model Dengan Uji Kolmogorov-Smirnov Untuk Asumsi Kenormalitas Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
2.631229E-14 0.08214 16 0.135 >0.150
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.2
-0.1
0.0 RESI1
0.1
0.2
Lampiran 11. Hasil Estimasi Model Dengan Uji Park Untuk Asumsi Heteroskedastisitas The regression equation is absresid = - 23,9 - 0,0012 PRK + 0,216 ER - 0,024 PE_t - 1,23 Y_AS +1,81Q_AS 0,0238 PE_cd - 0,0605 D_k Predictor Coef SE Coef t P C -23,90 26,87 -0,89 0,400 PRK -0,00124 0,09967 -0,01 0,990 ER 0,21599 0,07961 2,71 0,027 PE_t -0,0242 0,1179 -0,21 0,843 Y_AS -1,232 1,427 -0,86 0,413 Q_AS 1,808 2,119 0,85 0,418 PE_cd -0,02383 0,08027 -0,30 0,774 D_k -0,06049 0,06665 -0,91 0,391 S = 0,0404926 R–Sq = 67,9% R–Sq (adj) = 39,7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 7 0,027703 0,003958 2,41 0,120 Residual 8 0,013117 0,001640 Error Total 15 0,040820
88
Lampiran 12. Hasil Estimasi Model Untuk Asumsi Multikolinearitas dan Autokorelasi Correlations :EKSt, PRK, ER, PE_t, Y_AS, Q_AS, PE_cd, D_k EKSt PRK ER 0,840 0,000 ER 0,136 0,166 0,616 0,539 PE_t -0,215 -0,895 -0,852 0,000 0,000 0,425 0,407 Y_AS 0,849 0,920 0,000 0,000 0,117 Q_AS 0,365 0,842 0,935 0,000 0,000 0,164 PE_cd -0,040 -0,373 -0,441 0,884 0,155 0,088 D_k 0,466 0,673 0,736 0,069 0,004 0,001 Cell Contents: Pearson correlation P–Value
PE_t
Y_AS
Q_AS
PE_cd
-0,859 0,000 -0,815 0,000 0,321 0,226 -0,593 0,016
0,988 0,000 -0,371 0,157 0,804 0,000
-0,364 0,166 0,780 0,000
-0,511 0,043
PRK
Predictor
Coef -210,19 0,2475 0,6927 -1,6149 -4,839 13,552 1,1232 -0,7094
C PRK ER PE_t Y_AS Q_AS PE_cd D_k S = 0,112476 Durby -Watson statistic = 2,32265
SE Coef 74,64 0,2769 0,2211 0,3275 3,965 5,886 0,2230 0,1851 R-Sq = 98,2%
t -2,82 0,89 3,13 -4,93 -1,22 2,30 5,04 -3,83
P VIF 0,023 0,398 18,6 0,014 4,6 0,001 8,9 0,257 116,2 0,050 102,0 0,001 1,6 0,005 8,1 R-Sq (adj) = 96,5%
89
Lampiran 13. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah X Z1 -0,67613
Z2 -1,13198
Z3 0,27283
Z4 -1,65433
Z5 -1,67079
Z6 -0,44174
Z7 -1,67705
-1,36344
-1,20699
0,79056
-1,36307
-1,42469
1,15572
-1,67705
-1,09526
-1,28607
1,73715
-1,28519
-1,8571
2,52932
-1,67705
-1,38245
-1,30985
1,17455
-1,08818
-0,95223
0,18480
-1,67705
-0,41111
-0,62664
1,17582
-0,75249
-0,71061
-0,6622
0,55902
-1,02055
2,09405
1,13312
-0,40732
-0,47666
-1,54454
0,55902
-0,35030
0,67015
-0,47000
-0,04042
-0,24620
-0,18655
0,55902
-0,31140
0,97494
-0,41100
0,18652
-0,02220
0,93186
0,55902
-0,08302
1,34457
0,34117
0,12526
0,18370
-0,31282
0,55902
0,49217
0,63351
0,18475
0,23905
0,37442
-0,36889
0,55902
0,22557
0,20995
-0,25786
0,42739
0,54951
0,44402
0,55902
0,70899
0,25645
-1,13157
0,77472
0,73665
0,67242
0,55902
0,81571
0,31239
-1,16467
1,03287
0,92119
-0,64875
0,55902
1,28107
-0,24344
-1,37551
1,24933
1,11298
-134333
0,55902
1,51871
-0,35311
-1,22586
1,43802
1,31274
0,04345
0,55902
1,65144
-0,33794
-0,77348
1,11785
1,49788
-0,64875
0,55902
90
Lampiran 14. Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7, Z8 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
4,7423 0,677 0,677
1,2577 0,18 0,857
0,6324 0,09 0,947
0,2213 0,032 0,979
0,0961 0,014 0,993
0,0456 0,007 0,999
0,0045 0,001 1
Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7
PC1 0,385 0,219 -0,36 0,416 0,411 0,391 -0,204
PC2 -0,276 0,67 0,261 -0,128 -0,154 -0,126 -0,501
PC3 -0,214 0,411 0,188 0,038 0,029 0,318 0,783
PC4 0,172 -0,315 0,835 0,033 0,264 0,245 -0,135
PC5 0,271 -0,219 -0,04 -0,11 -0,211 -0,449 0,217
PC6 0,586 0,416 0,212 0,106 0,179 -0,494 0,163
PC7 0,507 0,118 -0,056 -0,64 -0,331 0,449 -0,035
Lampiran 15. Regression Analysis : EKS_t versus W1, W2 The Regression equation is EKSt = 9,23 + 0,214 W1 – 0,271 W2 Predictor Coef SE Coef C 9,22664 0,06323 W1 0,21390 0,02999 W2 -0,27125 0,05823 S = 0,252931 R–Sq = 84,8% Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 4,6428 Residual 13 0,8317 Error Total 15 5,4744 Source W1 W2
DF 1 1
T 145,92 7,13 -4,66
MS 2,3214 0,0640
P VIF 0,000 0,000 1,0 0,000 1,0 R–Sq (adj) = 82,5% F 36,29
P 0,000
Seq SS 3,2546 1,3881
Unusual Observations Obs W1 EKSt Fit SE Fit Residual 5 -1,09 8,1026 8,8097 0,0814 -0,7071 6 -0,15 8,2592 8,3546 0,1912 -0,0954 R denotes an observation with a large standardized residual, X denotes an observation whose X value gives it large influence, Durbin–Watson statistic = 1,47685
St Resid -2,95R -0,58 X
91
Lampiran 16. Simpangan Baku dan Koefisien Komponen Utama Dari Hasil Dugaan Regresi KomponenUtama Variabel Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7
Simpangan Baku
Koefisien Z
0,032764154 0,065505136 0,030865856 0,024060655 0,025236384 0,022901035 0,049353195
0,157 -0,135 -0,148 0,124 0,130 0,118 0,092
Lampiran 17. Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Variabel PRK ER PE_t Y_AS Q_AS PE_cd D_k
Koefisien 0,347296 -0,48016 -0,55728 1,566557 2,603072 0,725261 0,205975
Simpangan Baku 0,032764154 0,065505136 0,030865856 0,024060655 0,025236384 0,022901035 0,049353195
Keterangan : nyata pada taraf nyata () = 5 persen ttabel ( 5 % = t/2 (n-k-1) = t0,05/2 (16-7-1) = 2,306
t-hitung 10,59987 -7,33012 -18,055 65,10864 103,1476 31,66936 4,173497
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan