ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR MUTIARA INDONESIA
OLEH: AINUR SUKMAWATI H14070086
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN AINUR SUKMAWATI. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI). Kontribusi sub sektor perikanan dan kelautan terhadap PDB total dan PDB pertanian, masing–masing meningkat 4,35 persen dan 2,18 persen pertahun sejak 2002. Salah satu komoditas sektor perikanan dan kelautan yang berperan dalam meningkatkan perekonomian nasional yaitu mutiara. Mutiara merupakan salah satu komoditas sektor kelautan di Indonesia yang bernilai ekonomi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa yang akan datang. Mutiara asal Indonesia sudah cukup lama dikenal oleh pasaran dunia, south sea pearls (mutiara laut selatan). Indonesia merupakan produsen south sea pearls terbesar dalam volume produksinya dan memasok 41.21% dari total kebutuhan mutiara dunia. Negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia merupakan negara utama tujuan ekspor mutiara Indonesia. Namun, volume ekspor mutiara Indonesia ke tujuan empat negara tersebut dari tahun ke tahun jumlahnya berfluktuatif sehingga perlu dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia ke empat negara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan permintaan ekspor mutiara Indonesia dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data time series selama periode waktu tahun 1996-2009, sedangkan komponen cross section yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat negara yaitu Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. Sedangkan metode estimasi yang digunakan adalah data panel (pooled data) dengan variabel-variabel diantaranya adalah nilai tukar, GDP perkapita negara importir, harga ekspor mutiara Indonesia ke negar tujuan, harga ekspor negara pesaing, serta populasi negara importir. Jenis data yang digunakan diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Kementrian Kelautan dan Perikanan, Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, Badan Pusat Statistik, serta penelusuran internet (Uncomtrade, International Monetary Fund’s). Pengolahan data dilakukan menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007. Selain itu, dilakukan juga analisis deskriptif untuk menjelaskan hubungan antara variabelvariabel yang mempengaruhi volume ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun jumlah permintaannya masih berfluktuatif. Dari hasil pengolahan data, uji kesesuain model dan kriteria statistik diketahui bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa pada taraf nyata sepuluh persen GDP perkapita negara importir, nilai tukar negara importir, harga ekspor mutiara negara pesaing, dan harga ekspor mutiara ke negara tujuan secara
signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan populasi negara importir tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Mengingat besarnya peran mutiara dalam struktur ekspor Indonesia, maka diperlukan kebijakan yang tepat dalam rangka meningkatkan permintaan ekspor mutiara Indonesia. Kebijakan tersebut diantaranya adalah : 1) Bank Indonesia melakukan intervensi valuta asing melalui menjual atau membeli cadangan mata uang asing yang bersangktan di pasar valuta asing 2) Pemerintah Indonesia sebaiknya memberikan subsidi ekspor terhadap komoditi mutiara, agar barang ekspor mutiara Indonesia memilki daya saing di luar negeri, dan harga jual produk mutiara lebih kompetitif.
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia
Nama
: Ainur Sukmawati
NRP
: H14070086
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR MUTIARA INDONESIA
Oleh AINUR SUKMAWATI H14070086
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Ainur Sukmawati H14070086
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ainur Sukmawati dilahirkan pada tanggal 11 April 1990 di Jakarta. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Amin Djuhara dan Narsih. Pendidikan dasar penulis ditempuh di SDN 09 Makasar, Jakarta Timur kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 128 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 93 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB, penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Center of Enterpreunership Development for You (CENTURY) tahun 20072009, dan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) tahun 2009-2011 sebagai staf divisi Research and Development (Re-D). Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti adalah HIPOTEX-R (2008 dan 2009), masa perkenalan FEM dan Departemen Ilmu Ekonomi (2009), Bogor Business Simulation and Competition (2009), Economic Tour HIPOTESA (2008 dan 2009), Economic Views (2008 dan 2009) dan Latihan Kepemimpinan Organisasi Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia (LKO) pada tahun 2010 menjadi bendahara I. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia.
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Amin Djuhara Hendrawan dan Ibunda Narsih atas doa, motivasi, kasih sayang, materi, dan dorongan moral kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku penguji utama yang telah memberikan kritik saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Dr. Alla Asmara, M.Si selaku penguji komdik yang telah memberikan saran penulisan demi perbaikan skripsi ini. 5. Kepada kakakku Djadja Sutedja, Aang Darmawati, Yuyuk Nurlela, serta keponakanku Della, Azis, Hudan, Nabil, Nazwa, Hadzika yang
telah
memberikan motivasi serta doa kepada penulis selama penulisan skrispsi ini. 6. Teman-teman terbaik penulis : Fanny, Fitri, Nhimas, Opie, Ranin, Nyenyo atas kebersamaan dan semangatnya. 7. Teman-teman wisma azahra : Teh santi, Teh Ria, Teh Ata, Teh Kiki, Ade, Dwi atas doa, semangat, dan teman sharing dalam berbagi ilmu. 8. Teman-teman seperjuangan: Resti Anditya, Feri Nur Oktaviani,
Rani
Meistika, atas semangat, doa, dan sharing dalam berbagi ilmu. 9. Kak Irvan dan Mba Rina, kak Ande, dan Nuriska atas sharing dalam berbagai ilmu.
10. Bapak Bambang Setiawan perwakilan dari ASBUMI (Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia) yang telah membantu penulis memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 11. Segenap dosen dan staf Program Studi Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan ilmu yang diberikan. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Ainur Sukmawati H14070086
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
v
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................
6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup ...............................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ............
10
2.1. Teori Perdagangan Internasional......................................................
10
2.2. Teori Permintaan Ekspor..................................................................
11
2.2.1. GDP Per Kapita .....................................................................
14
2.2.2. Harga .....................................................................................
15
2.2.3. Nilai Tukar Riil ......................................................................
16
2.2.4. Populasi .................................................................................
17
2.3. Penelitian Terdahulu ........................................................................
17
2.4. Kerangka Pemikiran .........................................................................
20
2.5. Hipotesis...........................................................................................
22
III. METODE PENELITIAN ....................................................................
23
3.1. Jenis dan Sumber Data .....................................................................
23
3.2. Metode Analisis Data .......................................................................
23
3.3. Panel Data ........................................................................................
24
3.3.1. Pemilihan Model....................................................................
30
3.3.2. Perumusan Model ..................................................................
32
3.4. Uji Kesesuaian Model ......................................................................
33
3.5. Konsep Elastisitas ............................................................................
38
3.6. Definisi Operasional Variabel dalam Model....................................
39
IV. GAMBARAN UMUM KOMODITI MUTIARA INDONESIA .......
41
4.1. Profil Mutiara
...................................................................................
41
4.1.1. Klasifikasi Mutiara ................................................................
41
4.1.2. Karakteristik Mutiara .............................................................
41
4.2. Standar dan Mutu South Sea Pearl (The Queen of Pearls) .............
44
4.3. Perkembangan Mutiara Indonesia ....................................................
47
4.4. Industri Mutiara Indonesia ...............................................................
50
4.5. Startegi Penjualan Mutiara Indonesia ..............................................
54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
55
5.1. Perkembangan Permintaan Mutiara Indonesia.................................
55
5.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang Memengaruhi Ekspor Mutiara Indonesia.............................................................................
58
5.2.1. Pengujian Kesesuaian Model.................................................
58
5.2.2. Pengujian Kriteria Ekonometrika ..........................................
58
5.2.3. Pengujian Kriteria Statististik ................................................
60
5.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia .........
62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
67
6.1. Kesimpulan ......................................................................................
67
6.2. Saran .................................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
70
LAMPIRAN .................................................................................................
72
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Volume, Nilai Produksi dan Harga Rata-Rata Mutiara, tahun 2005 .......................................................................................
4
3.2. Kerangka Identifikasi Autokorelasi .................................................
34
4.1. Standar Kualitas Mutiara South Sea Pearls Indonesia .....................
46
4.2. Potensi Perikanan Budidaya Laut ....................................................
49
4.3. Enam Pelabuhan Propinsi Penghasil Nilai Ekspor Mutiara Terbesar Indonesia dalam US$ ..........................................
53
4.4. Jumlah Perusahaan Budidaya Mutiara Indonesia ............................
53
5.1 Volume Ekspor Mutiara Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2001-2009 dalam Kg ................................................
57
5.2. Uji Chow ..........................................................................................
58
5.3. Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia dengan Data Panel Model Efek Tetap (Fixed Effect) ....................................................................................
60
5.4. Perbandingan Harga dan Volume Ekspor Mutiara Indonesia ke Negara Tujuan.............................................................
64
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Grafik Produk Domestik Bruto Kelompok Pertanian, 2002-2007 ....................................................................................................
3
1.2. Share Negara Pemasok Kebutuhan Mutiara Dunia, Tahun 2005 ..................................................................................................
5
2.1. Dampak Apresiasi Nilai Tukar Terhadap Harga dan Kuantitas Permintaan Ekspor Negara .......................................................... 17 2.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 21 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel .................................................................................................... 30 5.1. Produksi South Sea Pearls Indonesia ........................................................... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data untuk Diolah .......................................................................................... 73 2. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia dengan menggunakan Model Pooled Least Square.................................................... 75 3. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia dengan menggunakan Model Fixed Effect ................................................................. 76 4. Hasil Uji Chow............................................................................................... 77 5. Hasil Uji Homoskedastisitas .......................................................................... 78 6. Hasil Uji Normalitas ...................................................................................... 79
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia,
dengan luas perairan laut sekitar 5.8 juta km² (75 persen dari total wilayah Indonesia) yang terdiri dari 0.3 juta km² perairan laut teritorial; 2.8 juta km² perairan laut Nusantara dan 2.7 juta km² laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Sedangkan luas wilayah daratan adalah 1.9 juta km² (25 persen dari total wilayah Indonesia). Sementara itu, di dalam wilayah daratan tersebut terdapat perairan umum (sungai, rawa, dan waduk) seluas 54 juta ha atau 0.54 juta km² (27 persen dari total wilayah daratan Indonesia). Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Sumber daya alam tersebut digunakan sebagai bahan baku untuk beberapa sektor (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2007) Potensi sumber daya alam di sektor industri, pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, dan pertambangan merupakan sektor yang mampu memberikan sumbangan bagi pertumbuhan Product Domestic Bruto (PDB) setiap tahunnya. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDB total dan PDB pertanian, masing–masing meningkat 4.35 persen dan 2.18 persen pertahun sejak 2002. Pada tahun 2007 kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDB kelompok pertanian mencapai 17.69 persen atau senilai Rp. 96.822 milyar. Sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan tahunan PDB tertinggi sejak tahun 2002 dibanding sub
sektor lainnya dalam kelompok pertanian, yaitu 19.36 persen per tahun (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2007) Sementara itu pertumbuhan PDB Nasional hanya mencapai 16.85 persen pertahun sejak tahun 2002. PDB sub sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan hanya untuk PDB sub sektor pertanian, tetapi juga kepada PDB Nasional. PDB sub sektor perikanan pada tahun 2002 adalah Rp. 40.3 triliun yang sama dengan 14.31 persen dari PDB dari sub sektor pertanian, atau 2.21 persen dari PDB nasional. Pada 2007, PDB sub sektor perikanan meningkat menjadi Rp. 96.8 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi ke PDB kelompok pertanian sekitar 17.7 persen atau kontribusi terhadap PDB nasional sekitar 2.45 persen. Pada periode 2002-2007, PDB Perikanan berdasarkan
harga
konstan
menunjukkan
kenaikan
yang paling
tinggi
dibandingkan dengan kelompok pertanian. Peningkatan tersebut sebesar 5.84 persen dan untuk pertanian rata-rata 3.24 persen. Kecenderungan tersebut menggambarkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi perikanan lebih baik dibandingkan
pertumbuhan
ekonomi
pertanian
secara
umum
maupun
pertumbuhan ekonomi nasional (Gambar1.1) Salah satu komoditas sektor perikanan dan kelautan yang berperan dalam meningkatkan perekonomian nasional yaitu mutiara. Mutiara merupakan salah satu komoditas sektor kelautan di Indonesia yang bernilai ekonomi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di Indonesia, mutiara alami berasal
dari laut selatan atau lebih dikenal sebagai south sea pearl. Mutiara ini dipanen terutama di perairan sekitar Maluku dan Sulawesi1. Mutiara asal Indonesia sudah cukup lama dikenal oleh pasaran dunia, south sea pearl (mutiara laut selatan), demikian nama jenis mutiara yang dihasilkan. Mutiara jenis ini merupakan yang terbaik kualitasnya di dunia, dibawahnya adalah Mutiara Hitam dari Tahiti dan jenis Akayo dari Jepang2.
Sumber : Analisis Data Kelautan dan Perikanan, 2007
Gambar 1.1. Grafik Produk Domestik Bruto Kelompok Pertanian, 2002-2007 Mutiara semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan. Mutiara dibudidayakan bertujuan untuk menghasilkan komoditas yang lebih baik sehingga menghasilkan nilai komersial dan dengan melakukan budidaya laut tidak hanya melakukan produksi namun menjaga kelestarian ekosistem laut, dapat
1
http://ikanmania.wordpress.com [23 Januari 2008]. Budidaya Mutiara. Jakarta: Diakses tanggal 2 Maret 2011 2
Kominfo-Newsroom. [6 Mei 2010]. Peluang Indonesia Pasok Mutiara Ke Pasar Dunia Cukup Besar. Jakarta : Diakses tanggal 18 Februari 2011
menciptakan usaha dan lapangan kerja yang baru, menghasilkan komoditi ekspor untuk meningkatkan devisa negara. Mutiara merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya yang perlu ditingkatkan produksinya. Karena hampir seluruh produksinya ditujukan untuk diekspor. Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa Dalam volume produksi mutiara Indonesia menempati urutan pertama sebesar 3.833 kg. Dalam nilai produksi Indonesia urutan kedua setelah Australia, dengan nilai prouksi sebesar US$ 85 juta. Dalam harga rata-rata per momme Indonesia sebesar US$ 83, Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Australia dan Myanmar. Tabel 1.1 Volume, Nilai Produksi dan Harga Rata-Rata Mutiara, Tahun 2005 Negara Produksi Nilai Harga Rata-Rata (US$) (US$/Momme) (Kg) Australia 3.187 123 145 Indonesia 3.833 25 83 Philippines 1.612 13 55 Mynmar 610 2 95 Sumber : Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, 2005
Permintaan mutiara dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan ekspor. Sebagian besar mutiara yang diperdagangkan di dunia, terserap ke pasar Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. Berapapun mutiara yang dihasilkan, akan selalu laku dijual di pasar lokal dan pasar internasional, asalkan kualitas mutiara yang dihasilkan sesuai dengan yang diminta pasar. Namun, pada krisis global pada tahun 2008 ekspor mutiara mengalami anjlok lebih dari 80% dibanding sebelum
krisis3. Krisis yang menerpa Negara-negara di Eropa dan Amerika sangat berdampak pada daya beli mutiara Indonesia. Tetapi, kondisi ini hanya terjadi sebentar karena setelah dampak krisis global, kondisi ekspor mutiara kembali stabil. Mutiara berbeda dengan hasil perikanan lainnya. Mutiara tergolong ke dalam kelompok non edible products, volume produksinya relatif kecil tetapi bernilai tinggi. Meningkatnya kebutuhan mutiara dunia mendorong para negara penghasil mutiara meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan mutiara dunia. Pada tahun 2005 Indonesia memasok 41.21% dari total kebutuhan mutiara dunia, sedangkan negara-negara produsen mutiara lainnya seperti Australia (34.27%), Filipina (18.15%), Myanmar (5.48%), lainnya (0.89%). Hal ini, menunjukkan bahwa produksi mutiara di Indonesia cukup banyak sehingga dapat memenuhi pasokan kebutuhan mutiara dunia (Gambar 1.2)
Sumber : Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, 2005
Gambar 1.2. Share Negara Pemasok Kebutuhan Mutiara Dunia Tahun 2005 Pada tahun 2005 Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar di dunia yang memproduksi mutiara South Sea Pearl hingga mencapai 41.21%. Seharusnya persentase ini dapat ditingkatkan lagi, hal ini dapat dilihat dari besarnya potensi 3
http://m.suaramerdeka.com [29 Mei 2009]. Ekpor Mutiara Terpengaruh Krisis Global. Jakarta : Diakses tanggal 18 Februari 2011
kelautan yang dimiliki Indonesia dan Indonesia sudah menguasai teknologi budidaya4. Selain itu, semenjak munculnya pesaing produsen mutiara dari negara lain (seperti Australia, Mynmar, Jepang, Filipina) harga mutiara Indonesia bersaing ketat. Harga mutiara Indonesia juga mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai faktor.
1.2
Perumusan Masalah Seperti yang dikemukakan pada latar belakang, mutiara asal Indonesia
sudah cukup lama dikenal oleh pasaran dunia. South Sea Pearl (mutiara laut selatan), demikian nama jenis mutiara yang dihasilkan Indonesia. Mutiara jenis ini merupakan jenis yang cukup diminati para pecinta mutiara baik di Asia maupun Eropa. Semakin tinggi kualitas mutiara, maka semakin tinggi harganya. Tingkat permintaan mutiara di dalam negeri masih rendah diakibatkan oleh tingkat pendapatan masyarakat Indonesia yang relatif kecil dan tingkat promosi mutiara south sea pearl di pasar domestik yang masih kurang. Sehingga, dengan produksi mutiara Indonesia yang besar belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal di pasar domestik, hal ini menyebabkan produsen mutiara mencari negara lain yang menjadi pangsa pasar dan memilih pasar potensial dalam memasarkan produk mutiara south sea pearl. Menurut Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), perdagangan mutiara dunia setiap tahunnya terus meningkat dengan pasar utamanya adalah Jepang, Amerika Serikat, Hongkong. Sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa 4
Kominfo-Newsroom. [6 Mei 2010]. Peluang Indonesia Pasok Mutiara Ke Pasar Dunia Cukup Besar. Jakarta : Diakses tanggal 18 Februari 2011
seperti Italia (pasar prospektif). Kondisi perdagangan mutiara yang terus meningkat merupakan peluang bagi Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor mutiara untuk terus meningkatkan volume ekspor mutiara demi memenuhi permintaan mutiara dunia yang terus meningkat. Bukti bahwa pasar dunia begitu meminati mutiara dari Indonesia terlihat pada tahun 1998, saat Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) melakukan penjualan mutiara dengan cara lelang (auction) yang mengundang calon pembeli dari luar negeri. Konsumen dari berbagai negara mulai terbuka matanya bahwa di Indonesia juga dapat dibeli langsung mutiara Laut Selatan (south sea pearl). Selama ini rupanya pembeli-pembeli dari AS dan negara Eropa lainnya hanya tahu membeli mutiara tersebut di Jepang tanpa mengetahui dapat membeli langsung dari Indonesia. Adapun yang menjadi permasalahan adalah jumlah permintaan ekspor mutiara di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia dari tahun ke tahun tidak stabil karena volume dan nilainya yang berfluktuatif (data dilihat pada tabel5.1). Kondisi ini dirasakan belum maksimal mengingat Indonesia masih memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi produsen utama di pasar internasional, sehingga pada penelitian ini akan dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. Ada beberapa hal yang akan penulis analisis terkait masalah tersebut, yaitu : 1. Bagaimana perkembangan permintaan mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia.
2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian
ini bertujuan untuk : 1. Menganalisa perkembangan permintaan mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. 2. Menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia.
1.4
Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan guna mendukung peningkatan ekspor mutiara Indonesia serta memberikan gambaran mengenai faktorfaktor yang dapat mendukung peningkatan permintaan ekspor mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. 2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan mutiara di Indonesia. 3. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan
komoditas perikanan dan kelautan serta aplikasi teori yang diperoleh selama ini.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
ini
membahas
mengenai
analisis
faktor-faktor
yang
memepengaruhi ekspor mutiara Indonesia. Periode waktu (time series) yang dianalisis dalam penelitian ini dari tahun 1996 sampai dengan 2009, hal ini dikarenakan keterbatasan data yang tersedia pada sumber yang digunakan penulis. Sedangkan, data cross section yang digunakan adalah empat negara yaitu negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. Pemilihan negara-negara tersebut karena merupakan pelaku pasar utama Dunia. HS (Harmonized System) yang digunakan adalah HS sampai level 6 digit yaitu HS 710110 dengan komoditi produk natural pearls.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Teori Perdagangan Internasional Gagasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah adanya
perbedaan karunia sumber-sumber daya yang dimiliki oleh setiap negara. Hal ini merupakan suatu landasan teori yang sangat berpengaruh dalam ilmu ekonomi internasional. Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Berdasarkan teori perdagangan internasional, motivasi utama melakukan perdagangan adalah memperoleh keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997). Kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa negara-negara tersebut telah memiliki sistem perekonomian yang terbuka. Perdagangan ini terjadi akibat adanya usaha untuk memaksimumkan kesejahteraan negara dan diharapkan dampak kesejahteraan tersebut akan diterima oleh negara pengekspor dan pengimpor. Manfaat langsung yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain adalah (Salvatore, 1997) : 1. Suatu negara mampu memperoleh komoditas yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri sehingga negara tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan
terhadap barang atau jasa yang tidak dapat diproduksi secara lokal karena adanya keterbatasan kemampuan produksi. 2. Negara yang bersangkutan dapat memperoleh keuntungan dari spesialisasi, yaitu dapat mengekspor komoditas yang diproduksi lebih murah untuk ditukar dengan komoditas yang dihasilkan negara lain jika diproduksi sendiri biayanya akan mahal. 3. Dengan adanya perluasan pasar produk suatu negara, pertambahan dalam pendapatan nasional nantinya dapat meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi, mampu memberikan peluang kesempatan kerja dan peningkatan upah bagi warga dunia, menghasilkan devisa, dan memperoleh kemajuan teknologi yang tidak tersedia di dalam negeri. Sedangkan, manfaat secara tidak langsung yang diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain adalah : 1. Perluasan pasar di bidang promosi. 2. Meningkatnya kemampuan suatu negara untuk memperbaiki kualitas dan mutu hasil produksi. 3. Terciptanya iklim persaingan yang sehat dan sarana pemasukan modal asing. 4. Terciptanya peluang untuk meningkatkan teknologi.
2.2
Teori Permintaan Ekspor Permintaan dari suatu barang atau komoditi timbul dikarenakan adanya
keinginan dan kemampuan konsumen untuk membeli suatu barang tertentu. Pengertian dari permintaan itu sendiri adalah jumlah suatu komoditi yang akan
dibeli oleh rumah tangga. Ada tiga hal penting dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah yang diminta atau jumlah yang diinginkan (a disired quantity) pada harga barang tersebut, sedang harga barang lain, pendapatan konsumen, selera, dan lain-lain adalah tetap. Kedua, apa yang diinginkan (desired) tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta menunjukkan arus pembelian yang terus-menerus (Lipsey et al., 1995). Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Salvatore, 1997) Secara matematis rumusnya dapat ditulis sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St-1 dimana : Xt = jumlah ekspor komoditas tahun ke t Qt = jumlah produksi domestik tahun ke t Ct = jumlah konsumsi domestik tahun ke t St-1 = stok tahun sebelumnya. Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor, maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct
Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor), sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Sebagai sebuah permintaan, maka ekspor suatu
negara
akan dipengaruhi
oleh faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan negara tujuan ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga impor negara tujuan ekspor (HIj), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPj), populasi (POPj) dan selera penduduk negara tujuan ekspor (Sj). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari negara tujuan ekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah permintaan juga dipengaruhi oleh faktor harga di pasar internasional (HX), dan nilai tukar (NT). Pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor diketahui dengan memasukkan peubah lag yaitu volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1), dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi perekonomian negara terhadap kegiatan ekspor, perlu dimasukkan variabel dummy (D) berupa kondisi perekonomian. Secara keseluruhan fungsi ekspor suatu komoditi menjadi : Xt = f (HDt, HDt-1, HIjt, YPjt, POPjt, Sjt, HXt, NTt, Xt-1, D) dimana : Xt
= volume ekspor tahun ke t
HDt
= harga domestik tahun ke t
HDt-1 = harga domestik tahun ke t-1 HIjt
= harga impor negara tujuan ekspor tahun ke t
YPjt
= pendapatan perkapita negara tujuan ekspor tahun ke t
POPjt = populasi penduduk negara tujuan ekspor tahun ke t Sjt
= selera negara tujuan ekspor tahun ke t
HXt
= harga ekspor tahun ke t
NTt
= nilai tukar mata uang negara pengekspor terhadap nilai tukar negara pengimpor tahun ke t
Xt-1
= volume ekspor tahun lalu, tahun ke t-1
D
= variabel dummy kondisi perekonomian negara
2.2.1. GDP Per Kapita Salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan suatu negara adalah GDP per kapita. GDP per kapita adalah perbandingan antara GDP dengan jumlah populasi atau ukuran banyaknya pendapatan yang diperoleh setiap individu. Pengertian lain mengenai GDP per kapita adalah jumlah yang tersedia bagi perusahaan dan rumah tangga untuk melakukan pengeluaran. Oleh karena itu GDP per kapita dapat mengukur kemampuan suatu negara untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Jika GDP per kapita suatu negara cukup tinggi, maka negara tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan pembelian sehingga merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran suatu komoditi (Mankiw, 2000). GDP dalam perekonomian terbagi menjadi dua bagian, yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal digunakan untuk mengukur nilai barang dan jasa pada suatu tingkat harga yang berlaku. Sedangkan GDP riil digunakan untuk mengukur nilai barang dan jasa berdasarkan dengan harga konstan. Selain itu, GDP riil
menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tetap. Karena dipertahankan konstan, GDP riil bervariasi dari tahun ke ntahun hanya jika jumlah produksinya berbeda. Selain itu, karena kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sangat bergantung pada jumlah barang dan jasa yang diproduksi, maka GDP riil memberikan ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan GDP nominal. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai GDP riil negara j dinyatakan dalam persamaan.
GDP riil negarajt =
2.2.2
GDP negarajt x 100 Indeks Umum Negarajt
Harga Harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara
negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang, ceteris paribus. Harga ekspor menyatakan bahwa suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta, atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan sedikit kuantitas komoditi tersebut yang diminta (Lipsey et al., 1995). Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan.
2.2.3
Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil adalah suatu harga relatif dari barang-barang yang
diperdagangkan oleh dua negara. Terkadang nilai tukar riil biasa disebut dengan terms of trade. Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, maka harga barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika nilai tukar riil rendah, maka sebaliknya harga barang-barang domestik relatif murah sedangkan harga barang-barang luar negeri mahal (Mankiw,2000). Peranan yang penting dalam suatu hubungan ekonomi internasional terutama sekali berkaitan dengan pengaruhnya pada harga relatif dari barang-barang domestik dan harga barang-barang luar negeri. Nilai tukar riil ini dapat pula disebut dengan Terms of Trade (TOT). Rumus dari nilai tukar riil Rp/US$ dinyatakan dalam persamaan (2.1). Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x Rasio tingkat harga = e x (P/P*) Dalam perekonomian yang hanya terdapat dua negara, apresiasi nilai tukar negara II terhadap nilai tukar perdagangan akan meningkatkan permintaan ekspor barang di negara II. Peningkatan ini terjadi karena harga barang di negara II relatif lebih mahal daripada harga barang di negara I sehingga kondisi ini akan memacu negara II untuk memenuhi kebutuhan domestiknya dengan meningkatkan impor ke negara I karena memiliki harga relatif lebih murah. Permintaan ekspor yang semakin besar di negara II akan menggeser kurva permintaan dari D menjadi D*.
Px
S P1 P0
D* D Q0
Q1
Q
Sumber : Salvatore, 1997.
Gambar 2.1. Dampak Apresiasi Nilai Tukar Terhadap Harga dan Kuantitas Permintaan Ekspor Negara 2.2.4
Populasi Populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yakni sisi
penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditi ekspor. Sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditi (Salvatore, 1997).
2.3
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
ekspor tekstil dan TPT Indonesia (Oktora, 2009). Penelitian ini menggunakan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif untuk menggambarkan kondisi perkembangan permintaan ekspor TPT Indonesia dan metode
kuantitatif
digunakan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ekspor TPT Indonesia serta seberapa besar faktor-faktor tersebut berpengaruh. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model regresi berganda dengan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS) dengan variabel-variabel diantaranya adalah nilai tukar, GDP perkapita Eropa sebagai negara tujuan kedua ekspor TPT Indonesia, harga ekspor TPT Indonesia, harga ekspor India (pesaing) serta dummy krisis dan dummy kuota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia, diantaranya adalah nilai tukar, harga ekspor India (pesaing), GDP perkapita Eropa, sedangkan dummy krisis dan dummy kuota tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia. Nilai tukar, harga ekspor India (pesaing), GDP perkapita Eropa berpengaruh positif terhadap permintaan TPT Indonesia, sedangkan harga ekspor TPT Indonesia berpengaruh negatif
Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA (Sitanggang, 2009). Penelitian ini menggunakan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Metode kuantitatif yang digunakan adalah dengan metode pooled least square (pooled OLS). Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand ini adalah GDP per kapita riil negara importir, populasi negara importir, harga biji kakao di pasar internasional, harga biji kakao di negara tujuan, nilai tukar riil negara importir, dan ekspor olahan negara importir. Dalam
penelitian ini juga digunakan variabel dummy yakni implementasi skema CEPTAFTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga biji kakao di pasar internasional, harga biji kakao di negara tujuan, dan ekspor olahan negara tujuan berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand pada taraf lima persen. Sedangkan variabel dummy CEPT-AFTA menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah implementasi CEPT-AFTA, permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand adalah berbeda nyata. Adjusted R2 pada penelitian ini sebesar 96,45 persen yang berarti bahwa perubahan pada permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand sebesar 96,45 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model. Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina (Widianingsih, 2009). Analisis data melalui pendekatan deskriptif digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi volume ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia, Singapura dan Cina. Dalam penelitiannya menggunakan
empat variabel yaitu : harga ekspor biji kakao Indonesia, populasi penduduk Malaysia, Singapura dan Cina, nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap US$, dan pendapatan per kapita Malaysia, Singapura dan Cina. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk pooled (panel) tahun 1992 hingga 2007. Dari hasil estimasi dengan menggunakan panel data melaui pendekatan fixed effect diketahui bahwa dari empat variabel yang digunakan terdapat satu variabel yang berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia yaitu variabel harga ekspor. Hal ini dikarenakan harga ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional lebih rendah dibanding harga pesaing. Sehingga peningkatan harga ekspor biji kakao di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia.
2.4
Kerangka Pemikiran Mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang
mempunyai kontribusi dalam perekonomian nasional, khususnya sebagai sumber pendapatan dan devisa negara. Saat ini, Indonesia sebagai produsen mutiara khususnya mutiara laut selatan terbesar di dunia dan menempati urutan pertama dalam memasok kebutuhan mutiara air laut dunia pada tahun 2005. Permintaan mutiara dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan ekspor. Hasil produksi mutiara Indonesia sebagian besar diekspor. Volume ekpor mutiara Indonesia paling banyak diekspor untuk kebutuhan negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan negara Italia. Tetapi, volume dan nilai ekspor mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia mengalami fluktuasi. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka variabel yang digunakan yaitu nilai tukar riil negara importir, GDP perkapita negara importir, populasi negara importir, harga ekspor negara pesaing, dan harga ekspor mutiara di negara
tujuan. Selain itu, diperlukan juga upaya untuk menganalisis seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, pemerintah maupun stake holder diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran akan diilustrasikan ke dalam Gambar 2.2
Peluang Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir komoditi mutiara di pasar Internasional.
Hasil produksi mutiara Indonesia sebagian besar di ekspor Nilai Tukar Riil Negara Importir GDP Perkapita Negara Importir Populasi Negara Importir
Volume ekspor mutiara Indonesia di Jepang,
Harga Ekspor Negara Pesaing
Hongkong, Amerika Serikat, Italia
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Harga Ekspor ke Negara Tujuan
2.5 Hipotesis Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1.
Nilai tukar riil negara importir memiliki pengaruh positif, artinya Apabila nilai tukar riil negara importir terapresiasi (nilai tukar riil tinggi) akan menyebabkan volume permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat.
2.
Harga ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan pengaruh negatif, artinya jika harga mutiara di negara tujuan meningkat, maka jumlah permintaan ekspor mutiara Indonesia akan menurun.
3.
Harga ekspor mutiara negara Australia (negara pesaing) diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Harga ekspor negara pesaing yang semakin tinggi (lebih mahal dibandingkan harga ekspor mutiara Indonesia) menyebabkan konsumen di negara importir beralih mengkonsumsi produk mutiara yang lebih murah. Dengan demikian permintaan ekspor mutiara dari Indonesia akan meningkat.
4.
GDP perkapita negara importir memiliki pengaruh yang positif. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila GDP perkapita negara tujuan ekspor meningkat maka daya beli masyarakat terhadap konsumsi mutiara akan meningkat. Akibatnya tingkat konsumsi mutiara pun akan meningkat sehingga permintaan ekspor mutiara akan naik.
5.
Populasi negara importir memilki pengaruh positif, artinya semakin besar jumlah populasi negara importir tersebut akan menyebabkan semakin besar pula volume permintaan ekspor mutiara Indonesia.
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan sebagai sample merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber meliputi Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementrian perdagangan, Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI), UN Comtrade, International Monetary Fund’s (IMF) serta informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, perpustakaan, dan internet yang digunakan untuk melengkapi data dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) dan antar individu (cross section). Data deret waktu atau (time series) meliputi data tahunan selama 14 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2009 sesuai ketersediaan data. Sedangkan untuk data cross section, penelitian ini menggunakan empat negara tujuan ekspor Indonesia, yaitu Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Italia.
3.2
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode
analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan perkembangan permintaan mutiara Indonesia. Metode analisis kuantitatif digunakan
untuk
menjelaskan
hubungan
antara
variabel-variabel
yang
mempengaruhi permintaan volume ekspor mutiara Indonesia di Jepang,
Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang diperoleh merupakan data kuantitatif, sehingga diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Eviews 5.1. Sementara untuk data kualitatif yang diperoleh, diolah dan disajikan dalam bentuk narasi. Program Microsoft Excel 2007 digunakan untuk menganalisis plot data volume ekspor mutiara Indonesia. Program Eviews 5.1 digunakan untuk mengolah dengan menggunakan model time series dan model cross section. Metode analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan data panel (pooled data).
3.3
Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time
series dan cross section. Dalam sebuah penelitian terkadang ditemukan suatu persoalan mengenai ketersedian data (data availability) untuk mewakili variabel yang kita gunakan dalam penelitian. Misalnya terkadang ditemukan adanya bentuk data dalam series yang tidak dapat dilakuka berkaitan dengan persyaratan jumlah data yang terbatas. namun jika ditemukan bentuk data yang dengan jumlah unit cross section yang terbatas pula, sehingga akan sulit untuk melakukan proses pengolahan data cross section untuk mendapatkan informasi perilaku dari model yang akan diteliti. Dalam teori ekonometrika, kedua kondisi tersebut salah satunya dapat diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien) dengan terjadinya peningkatan jumlah observasi
yang berimplikasi terhadap peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom). Berdasarkan Juanda (2009) terdapat beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan dengan hanya data time series atau hanya cross section, yaitu: 1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 2. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section. 3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi. 4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak. Dalam analisa model data panel dikenal dengan tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed efect), dan pendekatan efek acak (random effect) (Nachrowi, 2006). a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa ditetapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini: j
Yit = α + X it βj+ εi
untuk i = 1,2,.., N dan t= 1,2,…,T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan metode kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut: j
Yit = α + X it βj+ εi
untuk i = 1,2,.., N
Pada akhirnya akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan memperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa tersebut adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukan variabel dummy untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect)atau Least Square Dummy Variable (LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Pendekatan tersebut dapat ditulis dalam persamaan berikut ini:
Yit = αi – xjit βj – εit –
– aiDi - eit
dimana :
Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αit = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit xjit βj = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj
= parameter untuk variabel ke j
εit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Kita telah menambahkan sebanyak (N-1) variabel dummy (Di) ke dalam model dan menghilangkan satu sisanya untuk menghindari kolinieritas sempurna antar variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT – N- K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri dengan melakukan penambahan variabel dummy ini akan sangat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi koefisien dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan F statistik yang berusaha membandingkan antara nilai jumlah kuadrat terkecil dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel dummy. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Fstatistik =
dimana : RSSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Pooled OLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed Effect) N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas
c. Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Keputusan untuk memasukkan variabel dummy dalam model efek tetap tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel dummy akan mengurangi banyaknya derajat kebebasan, yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal dengan pendekatan efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error karena hal ini model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini:
Yit = α + Xjit βj + εit εit = ui + vt +wit Dimana : ui ~N(0,δu2) = komponen cross section error vt ~ N(0,δu2) = komponen time series error wit ~ N(0,δu2) = komponen error kombinasi
Kita juga mengasumsikan bahwa error secara individu juga tidak saling berkorelasi, begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak ini, maka kita dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya. Seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Haussman Test. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan nilai Chi Square Statistik sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Namun, disamping dengan menggunakan test statistika terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa εit dan variabel bebas x berkorelasi maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih, sebaliknya apabila εit dan variabel bebas x tidak berkorelasi maka random effect yang lebih baik untuk dipilih. Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan panduan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah: 1. Bila T (banyaknya unit time series ) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu fixed effect model. 2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbada jauh. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan
sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak (random), maka kita harus menggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen eror individual (εit) berkorelasi dengan variabel bebas x maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed effect. 3.3.1. Pemilihan Model Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai pilihan model maka kita perlu menganalis dugaan model yang kita gunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk kita pilih. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan skema di bawah ini :
FIXED EFFECT
RANDOM EFFECT
HAUSMAN TEST
CHOW TEST POOLED LEAST SQUARE (PLS)
Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
1. Chow test Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0 : Model pooled least square H1 : Model fixed effect Chow test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews sebagai berikut : Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < α) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect digunakan.
2. Hausman Test Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0 : Model random effect H1 : Model fixed effects Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan statistik chi square. Hausman test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews sebagai berikut : Jika hasil dari Hausman Test signifikan (probability dari Hausman < α) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect digunakan.
3.3.2. Perumusan Model Berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis dan tujuan studi terdahulu serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba. Analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan model logaritma natural. Transformasi dalam bentuk ln dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 2004). Dugaan persamaan permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ln VEXijt = β0 + β1 lnPOPjt + β2 lnPXjt + β3 lnERjt + β4 lnGDPjt + β5 lnPXNt + ei Dimana :
VEXijt = Volume permintaan ekspor mutiara Indonesia di negara j tahun ke-t(Kg) POPjt = Jumlah populasi penduduk di negara importir tahun ke-t (juta orang) PXjt
= Harga ekspor mutiara di negara tujuan tahun ke-t (US$/kg)
ERjt
= Nilai tukar riil negara importir tahun ke-t (domestik/US$)
GDPjt = Pendapatan per kapita negara importir tahun ke-t (US$) PXNt
= Harga
mutiara negara pesaing tahun ke-t (US$/kg)
ei
= Random error
β0
= konstanta (intercept)
βn = parameter yang diduga (n= 1,2,…,6)
3.4
Uji Kesesuaian Model
1. Kriteria Ekonomi Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan kriteria ekonomi.
2. Kriteria Ekonometrika a. Autokorelasi Autokorelasi terdeteksi ketika terjadi hubungan serius antara galat estimasi satu observasi dengan galat estimasi observasi lainnya. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada data time series. Dampak dari adanya autokorelasi adalah tidak efisiennya pendugaan atau peramalan meskipun estimatornya tidak bias dan masih konsisten. Dampak lainnya adalah standar error menjadi bias dan tidak konsisten sehingga uji pada hipotesis menjadi tidak valid. Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang (Gujarati, 2004). Panduan mengenai angka DW (Durbin-Watson) untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada Tabel DW, dengan pengambilan keputusan berikut: a. Jika nilai d lebih rendah dari dl atau lebih tinggi dari 4-dl, maka signifikan terdapat autokorelasi; b. Jika nilai d berada lebih besar dari du atau lebih kecil dari 4-du, berarti tidak terdapat autokorelasi; c. Jika nilai d berada antara du dan dl atau berada diantara 4-du dan 4-dl, maka
dinyatakan sebagai daerah tidak dapat diambil kesimpulan atau ragu-ragu. Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil 4-dl
Hasil tidak dapat ditentukan
2
Terima H0, tidak ada autokorelasi
du
Terima H0, tidak ada autokorelasi
dl
Hasil tidak dapat ditentukan
0
Autokorelasi positif
Sumber : Gujarati, 2004
Korelasi serial terjadi apabila error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Untuk mendeteksi hal ini yaitu dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokorelasi sehinga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan. b. Heteroskedastisitas Terjadi karena ragam dari error tidak konsisten sehingga tidak memenuhi teorema Gauss Markov, umumnya terjadi pada data cross-section. Dampak yang timbul dari permasalahan ini antara lain (Nachrowi, 2006): 1. Ragam yang tidak konstan menyebabkan nilai varians menjadi lebih besar dari taksiran. 2. Ragam yang besar menyebabkan uji hipotesis (uji F dan uji t) menjadi kurang tepat. 3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang besar 4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat (dapat menyesatkan)
Untuk menghilangkan permasalahan ini dapat dilakukan dengan cross-section weighted regression, metode yang digunakan Generalized Least Square (GLS). c. Multikolinieritas Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Menurut Gujarati (2004), tanda-tanda adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut : 1. Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan 2. Nilai R2 tinggi, tetapi dalam uji individu banyak yang tidak nyata atau bahkan tidak nyata semua. 3. Matrix korelasi antar variabel tinggi (rij > 0,8) 4. R2 < rij menunjukkan bahwa terjadi multikoliniearitas Dampak dari adanya multikolinieritas pada suatu persamaan adalah koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan serta varians dan kovarians dari koefisien menjadi tidak terhingga. Hubungan multikolinieritas yang hampir sempurna juga menyebabkan persamaan yang dibentuk secara statistik mempunyai standar error yang besar dan menyebabkan interval kepercayaan menjadi lebih besar. Hal ini berakibat pada nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat. d. Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut : H0 : α = 0, eror term terdistribusi normal
H1 : α ≠ 0, eror term tidak terdistribusi normal Wilayah penerimaan (Jarque Bera < X2df-2 atau probabilitas (p-value) > α) sedangkan wilayah penolakannya yaitu (Jarque Bera > X2df-2 atau probability (pvalue) < α). Kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal. 3. Krtiteria Statistika Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang didapat secara statistik. a. Uji – F Uji–F adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian. H0 : β1 = β2 =... = βt= 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya) H1 : minimal ada satu βt ≠0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya). 1. Probability F-stasistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
2. Probability F-stasistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya b. Uji – t Uji–t adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengukur signifikan parameter secara individual dan disebut juga sebagai uji signifikansi secara parsial karena melihat signifikansi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model. Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor bebas (explanatory factor) terhadap penawaran ekspor televisi Indonesia. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian. H0 : βt = 0 dengan t = 1,2,3,….,n H1 : βt ≠ 0 Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada ttabel ( t satistik > t tabel), maka tolak H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β ≠ 0 artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya jika t statistik lebih kecil daripada t tabel (t statistik < t tabel) pada taraf nyata sebesar α, maka terima H0. Kesimpulannya koefisien dengan β = 0 artinya variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin kecil α berarti semakin mengurangi resiko salah. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.
c. Uji R2 ataupun adj-R2 Uji R2 ataupun adj-R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabelvariabel yang terdapat di dalam model dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel tak bebasnya. Nilai R2 ataupun adj-R2 yang besar menunjukkan bahwa model yang didapat semakin baik. Nilai R2 dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini. Dalam praktek ekonometrika, penggunaan nilai adj-R2 lebih disarankan daripada penggunaan R2 karena R2 cenderung untuk memberikan gambaran yang terlalu baik terhadap hasil regresi. Hal ini terutama terjadi saat jumlah variabel bebas model cukup besar atau mendekati jumlah pengamatan (Gujarati,2004). 3.5
Konsep Elastisitas Koutsoyiannis (1977) menyatakan bahwa untuk melihat derajat kepekaan
variabel dependen pada suatu persamaan terhadap perubahan variabel independen dapat digunakan nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas jangka pendek (short run) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
ESR (Xi) = βt * dimana : ESR (Yt,Xt) = elastisitas jangka pendek variabel independen Xt terhadap variabel dependen Yt βt
= parameter dugaan variabel independen Xt = rata-rata peubah dugaan Xt = rata-rata peubah Yt
Kriteria uji :
1. Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu (E > 1) dikatakan elastis (responsif), karena perubahan satu persen variabel independen mengakibatkan perubahan variabel dependen lebih dari satu persen. 2. Apabila nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1) dikatakan inelastis (tidak responsif),
karena
perubahan
satu
persen
variabel
independen
akan
mengakibatkan perubahan variabel dependen kurang dari satu persen. 3. Apabila nilai elastisitasnya sama dengan nol (E = 0) dikatakan inelastis sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen tidak membawa perubahan terhadap variabel dependen. 4. Apabila nilai elastisitas tak terhingga (E = ~) dikatakan elastisitas sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen menyebabkan perubahan yang tidak terbatas. 5. Apabila nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1) dikatakan unitary elastis.
3.6
Definisi Operasional Variabel dalam Model
1.
Nilai Tukar Riil Nilai tukar mata uang negara Indonesia terhadap US$ Amerika,
dinyatakan dalam Rp/US$. Hal ini karena dalam perdagangan internasional menggunakan mata uang US$. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai tukar riil Rupiah terhadap US$ Amerika adalah : (Rp/US$ Riil)t =
X (Indeks Umum USA)t
2.
Harga Ekspor Mutiara Indonesia di Negara Tujuan Harga ekspor mutiara dalah harga yang diperoleh dari hasil pembagian
antara nilai ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan (Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia) secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan (Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia) pada periode yang sama. Dinyatakan dalam satuan US$/Kg. 3.
Harga ekspor mutiara Australia (Harga Ekspor Negara Pesaing) Harga ekspor mutiara Australia sebagai harga negara pesaing diperoleh
dari hasil pembagian antara nilai ekspor mutiara Australia secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume ekspor mutiara Australia pada periode ke-t, dinyatakan dalam satuan US$/Kg. 4.
Populasi Populasi penduduk negara j adalah total jumlah penduduk di negara tujuan
ekspor dalam satu tahun terhitung sejak tahun 1996-2009, dinyatakan dalam satuan juta orang. 5.
GDP Perkapita GDP Perkapita dalam penelitian ini adalah GDP perkapita negara tujuan
ekspor mutiara (Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia). Satuan GDP perkapita yang digunakan US$.
IV. GAMBARAN UMUM KOMODITI MUTIARA INDONESIA
4.1.
Profil Mutiara
4.1.1. Kalsifikasi Mutiara Mutiara sebenarnya adalah bahan yang membentuk lapisan-lapisan sebelah dalam cangkang tiram mutiara. Bahan itu akan membentuk mutiara induk, sedangkan jika berupa butiran yang lepas, bahan itu disebut mutiara. Tiram mutiara termasuk sebagai hewan lunak, yaitu hewan yang dalam Biologi dimasukkan ke dalam phylum Mollusca. Phylum tersebut terbagi menjadi empat kelas, yaitu Polyplacophora, Gastropoda, Bivalvia, dan Cephalopoda. Mutiara masuk ke dalam phylum kelas Bivalvia. Ordo Pterioida, Familia Pteriidea, Genus Pinctada, Species Pinctada sp. Jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia, antara lain: 1. Pinctada maxima 2. Pinctada margaritifera 3. Pinctada fucata atau lebih dikenal Pinctada martensii 4. Pinctada chemnitzi 5. Pteria penguin
4.1.2. Karakteristik mutiara Komposisi mutiara alami kebanyakan didominasi nacre sedangkan mutiara hasil budidaya didominasi bagian intinya. Bagian inti yang digunakan untuk membuat mutiara buatan biasanya berbentuk bulat dan diambil dari kerang lain yang memiliki cangkang tebal. Karakteristik mutiara dapat dilihat antara lain dari:
1)
Warna Mutiara Kisaran warna mutiara cukup luas, dari hitam sampai perak. Namun
demikian warna alami mutiara bukan semata ditentukan oleh warna dasar nacre mutiara itu sendiri yang dibentuk oleh pigmen warna di bagian matriks organik yang mengikat ubin nacre namun juga berkombinasi dengan warna overtone dan irredescence. Malah, dalam penelitian yang dilakukan terhadap nacre dari Pinctada maxima membuktikan bahwa warna nacre juga ditentukan oleh adanya “kekacauan” cahaya dalam daerah ikatan antar ubin aragonite yang membentuk nacre. Irridescence atau juga disebut “orient” muncul bagaikan pelangi, sebetulnya merupakan fenomena optik akibat dari lapisan nacre yang membuat difraksi cahaya yang berbeda beda, fenomena ini lebih jelas pada bagian dalam dari cangkang daripada mutiara itu sendiri, terjadi akibat terbentuknya garis-garis pertumbuhan. Sementara overtone adalah sinar cahaya warna yang muncul di permukaan mutiara sehingga terlihat berkilau. 2)
Lustre Mutiara Lustre diukur dari daya pantul nacre itu sendiri terhadap obyek di
dekatnya. Bila daya pantulnya sempurna maka nacre itu akan menyerupai cermin dalam memantulkan cahaya dan image. Sementara nilai luster rendah bila nacre terlihat berwarna kusam, kabur dengan daya pantul rendah. Luster juga ditentukan oleh komposisi ubin nacre sehingga menciptakan difraksi cahaya tertentu dan membuat nacre kelihatan buram.
3)
Bentuk Mutiara Secara umum, bentuk mutiara terdiri atas: spherical (bulat bola), simetris
dan baroque. Bentuk spherical adalah bentuk umum yang dihasilkan oleh mutiara hasil budidaya. Bentuk ini juga yang paling banyak diminati konsumen. Namun, bentuk yang benar-benar bulat jarang ditemukan apalagi berasal dari mutiara alami. Mengingat model terbentuknya mutiara karena mengikuti kontur inti, sehingga dibuatlah inti bundar dengan maksud menghasilkan mutiara yang bundar pula. Bentuk simetris adalah bentuk mutiara apabila dibelah dua maka setengah bagiannya akan sama dengan bagian yang lainnya. Bentuk mutiara simetris yang umum adalah bentuk buah pir atau air mata. Sedangkan bentuk baroque adalah bentuk bangunan mutiara abstrak, memiliki tonjolan di sana-sini, tak simetris. Bentuk ini banyak ditemukan di mutiara alami. 4)
Ukuran Mutiara Besar kecil mutiara lebih banyak ditentukan oleh jenis kerang yang
menghasilkannya. Mengingat kerang mutiara Akoya (Pinctada fucata) memiliki bentuk tubuh lebih kecil sehingga mutiara yang dihasilkanpun relative lebih kecil daripada mutiara dari kerang mutiara bibir hitam (P. margaritifera) apalagi dengan kerang mutiara bibir emas (P. maxima). Di samping jenis kerang mutiara, factor lain yang menentukan ukuran mutiara adalah lamanya budidaya. Makin lama mutiara dibudidaya, makin tebal nacre yang dihasilkan. Ukuran yang umum diterapkan untuk mengukur diameter mutiara adalam millimeter (mm). Mutiara hasil budidaya dengan ukuran di atas 20 mm, jarang ditemukan sehingga harganyapun mahal.
5)
Kontur Mutiara Mendapatkan mutiara dengan permukaan yang sangat licin pun tidak
gampang. Mutiara yang memiliki goresan atau tonjolan-tonjolan kecil di permukaan disamping kurang indah secara estetik juga beresiko mengelupas bila bergesek. Keberadaan permukaan juga akan mempengaruhi warna dan lustre dari mutiara. 6)
Berat Mutiara Umumnya berat mutiara diekspresikan dengan carat, grain dan momme.
Menakar mutiara dengan berat biasanya dilakukan untuk pembelian jumlah besar, kebanyakan mutiara budidaya ditakar dengan ukuran diameter (milimeter) disamping faktor-faktor penentu kualitas mutiara lainnya. Satu carat = 4 grain = 200 milligram = 1/5 gram Setu grain = 1/4 carat = 50 milligram = 1/20 gram Satu momme = 18.75 carat = 3750 milligram = 3.75 gram
4. 2.
Standar dan Mutu South Sea Pearl (The Queen of Pearls) Jenis mutiara ini, dihasilkan dari tiram Pinctada maxima dengan negara
produsen utamanya adalah Indonesia, Australia, Filipina, Mynmar, Vietnam, dan Thailand. Dijuluki sebagai Ratunya Mutiara karena ukurannya yang besar dengan kilauan yang khas sehingga sering memiliki harga termahal. 1. Kilauan Lapisan nacre south sea pearls umunya tebal dengan kilauan yang relatif lebih kuat dibandingkan jenis mutiara lainnya. South sea pearls juga memilki
pantulan warna lembut yang indah yang hanya dapat dijumpai pada mutiara berlapis nacre tebal. 2. Permukaan Relatif bersih (bebas dari noda, benjolan, lubang kecil, dan kerutan) sampai dengan sangat cacat. Cacat yang tidak merusak seperti noda, benjolan, lubang kecil, dan kerutan kadang dijumpai pada south sea pearl. Namun, mengingat mutiara merupakan produk alam, hampir sulit untuk mendapatkan mutiara dengan permukaan tanpa cacat. Cacat yang ada juga tidak selalu mengurangi nilai atau keindahan mutiara itu sendiri. 3. Bentuk Hampir ditemukan dalam semua bentuk seperti bulat (round), tetesan (drop), kancing(button), oval, setengah bulat (semi round), circle atau ringed, tidak beraturan (baroque), dan semi baroque. Pada umunya bentuk bulat dan tetesan memilki harga yang paling mahal. 4. Warna Cakupan warna south sea pearl sangat luas. Pada umunya, mutiara ini berwarna putih, perak, merah muda, dan emas. South sea pearl asal Australia umunya berwarna putih. Demikian pula south sea pearl asal Indonesia dan Filipina, meskipun ada kecenderungan berwarna krem dan keemasan. 5. Ukuran Dibandingkan dengan semua jenis mutiara budi daya, south sea pearl umumnya memilki ukuran yang lebih besar, yaitu kisaran 8-22 mm, dengan ukuran rata-rata 15mm. Meski demikian, dapat dijumpai juga south sea pearl
dalam ukuran kecil yaitu 2-8 mm. Ukuran ini biasanya terbentuk baroque keishi, yaitu mutiara hasil ikutan sebagai akibat suatu benda ikut masuk ke dalam organ tubuh mutiara sewaktu proses insersi berlangsung. South Sea Pearl Consortium (SSPC) mengeluarkan pedoman dalam menentukan nilai mutiara. Pedoman ini digunakan sebagai referensi dalam perdagangan South Sea Pearl. Oleh karenanya dalam setiap Auction International spesifikasi mutiara yang ditawarkan selalu berbedoman kepada The Five Virtues Of Fine Pearl dari SSPC ini. Pedoman tersebut antaralain dijabarkan sebagai berikut : Tabel 4.1 Standar Kualitas Mutiara South Sea Pearls Indonesia Grade Luster Cacat Permukaan Ketebalan Keterangan Nacre A Tinggi Cacat halus Diatas 0,8 Kualiatas (High-H) maksimal hingga mm tertinggi 10% dari permukaan B TinggiCacat halus Diatas 0,8 Kualitas Ekspor Menengah maksimum hingga mm (H-M) 30% dari permukaan C Menengah Cacat halus Diatas 0,8 Kualitas Ekspor (Mediummaksimal 60% mm M) permukaan atau cacat dalam (luka) dibawah 30% permukaan D H/M/Low Cacat halus diatas Diatas 0,8 Kualitas Rendah 60% permukaan atau mm cacat dalam (luka) dibawah 60% permukaan E H/M/L Cacat halus atau Kurang Tidak layak untuk dalam diatas 60% dari 0,88 perhiasan permukaan mm Sumber: Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, 2010
4.3
Perkembangan Mutiara di Indonesia Mutiara berbeda dengan hasil komoditas sektor perikanan dan kelautan
lainnya. Karena, proses produksinya memanfaatkan makhluk hidup jenis tiram (oyster) sehingga hasilnya unik, dan tidak satupun mutiara yang akan sama persis satu dengan yang lainnya. Mutiara merupakan bahan organik yang biasa dibuat dalam bentuk perhiasan. Mutiara yang dihasilkan di Indonesia adalah jenis tiram Pinctada maxima atau di pasaran internasional dikenal dengan mutiara laut selatan (MLS) atau south sea pearl. Semua jenis kerang mutiara ada di Indonesia, Pinctada maxima silver dan Pinctada maxima golden menjadi produk andalan. Tiram jenis ini biasanya didaerah perairan Indonesia bagian timur yani Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mutiara semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan. Karena dengan budidaya dapat menghasilkan komoditas yang lebih baik sehingga menghasilkan nilai komersial dan dengan melakukan budidaya laut tidak hanya melakukan produksi namun menjaga kelestarian ekosistem laut, dapat menciptakan usaha dan lapangan kerja yang baru, menghasilkan komoditi ekspor untuk meningkatkan devisa negara dan juga mengefisienkan dan mengefektifkan. Mutiara yang dibudidayakan di Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung, Irian Jaya, Sulawesi, dan Halmahera. Di Indonesia, komoditas mutiara baik lewat budidaya laut dan air tawar ini masih memiliki peluang cukup luas. Masih banyak pulau dan teluk-teluk terlindung dari hempasan ombak yang cocok untuk lokasi pengembangan
budidaya mutiara laut. Dengan kondisi iklim yang hampir stabil sepanjang tahun, memungkinkan pengembangan budidaya laut ini hampir tidak terpengaruh oleh perubahan musim. Selain kondisi alamnya tidak banyak mengalami perubahan hampir sepanjang tahun, jenis kerang mutiara sebagai penghasil mutiara yang diproduksi di Indonesia merupakan salah satu jenis paling unggul dibandingkan dari negara lain. Produksi mutiara Indonesia yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya banyak terdapat di daerah Nusa Tenggara Barat. Secara geografis, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki luas wilayah lautan yang lebih besar dari luas wilayah daratan, yakni 29.159 km2 atau ekuivalen dengan 59,13% dari total wilayah Nusa Tenggara Barat. Dinas terkait telah menetapkan tiga satuan wilayah pengembangan (SWP) yang masing-masing memiliki prioritas komoditas untuk dikembangkan. Ketiga satuan wilayah pengembangan tersebut meliputi SWP Pulau Lombok dengan prioritas pengembangan budidaya rumput laut, budidaya perikanan air tawar, air payau, perikanan tangkap dan perairan umum. Di wilayah Sumbawa Barat pengembangan lebih diproritaskan pada budidaya air laut dan air payau. Sedangkan untuk wilayah pengembangan ketiga yakni Sumbawa bagian timur memiliki prioritas pengembangan perikanan tangkap, budidaya laut dan perairan umum. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa potensi area budidaya laut di NTB khususnya komoditi mutiara sebesar 23.936 ha, sedangkan area laut yang digunakan baru 1.700 ha. Oleh karena itu, pemanfaatan area laut di NTB khususnya untuk produksi mutiara belum digunakan secara optimal. Belum
optimalnya pengembangan tidak lepas dari hambatan yang dihadapi selama ini terutama pada masalah infrastruktur. Tabel 4.2 Potensi Perikanan Budidaya Laut Komoditas Potensi Area (ha) Pemanfaatan (ha) Mutiara 23.936 1.700 Rumput Laut 22.768 6.836 Kerapu, Lobster, dll 2.229 669 Total 48.933 9.205 Mutiara terbentuk akibat respon dari tiram untuk menolak kesakitan akibat masuknya benda asing ke dalam tubuhnya. Mutiara dari laut dapat diketemukan pada tiram, sedangkan mutiara dari perairan tawar dapat ditemukan pada kerang atau kijing. Pada dasarnya mutiara perairan laut berhubungan erat dengan tiram dari genus Pinctada dan pada perairan tawar pada genus Unio. Banyak jenis tiram yang dapt memproduksi benda keras dalam tubuhnya, tetapi sedikit yang dapat memperlihatkan warna sehingga dapat digolongkan sebagai batu permata mutiara. Pada dua cangkang (kulit tiram) tiram jenis Pinctada terdapat bermacammacam lapisan. Lapisan induk mutiara (mother of pearl) adalah lapisan yang langsung melindungi organ tubuh tiram mutiara, berada pada cangkang bagian dalam. Jika terdapat partikel benda asing yang menyakitkan, misalnya sebutir pasir maka organ tubuh tiram yang disebut mantel akan mulai melapisi dengan „nacre‟ pelindung (lapisan induk mutiara) ke sekelilingnya, hasilnya mungkin akan menjadi sebutir mutiara. Jika partikel dapat dilapisi oleh mantel secara menyeluruh, hasil mutiaranya kelak akan berbentuk bundar bagus. Jika penimbul sakitnya terletak di atas cangkang bagian dalam, akan terjadi bentuk mutiara setengah bundar. Mutiara itu dibentuk oleh lapisan yang mengelilingi penyebab sakitnya secara konsentris. Lapisan tersebut terdiri dari mineral yang diproduksi
oleh tiram, tetapi bila lapisan terluarnya tidak terdiri dari nacre, mutiara tidak akan memperlihatkan warna-warni yang menggairahkan yang biasa disebut „orient‟ yang membuat mutiara mempunyai harga yang tinggi dan indah.
4.4
Industri Mutiara Indonesia Mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai
ekonomi yang sangat tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagian besar mutiara yang di perdagangkan di dunia, terserap ke pasar Jepang. Pada tahun 1998, Jepang mengimpor 858.346 momme mutiara dari berbagai negara. Satu momme setara dengan 3,7 gram mutiara. Jumlah ini meningkat untuk tahun berikutnya yang menjadi 1.130.0985. Karena Potensi mutiara dari Indonesia yang diperdagangkan di pasar dunia sangat berpotensi untuk ditingkatkan. Sumber daya kelautan Indonesia masih memungkinkan untuk dikembangkan, baik dilihat dari ketersediaan areal budidaya, tenaga kerja yang dibutuhkan, maupun kebutuhan akan peralatan pendukung budidaya mutiara. Mutiara menjadi barang mewah dan lebih disukai daripada emas. Untuk mengatasi hal itu, usaha menghasilkan mutiara pada saat ini sudah dilakukan secara terintegrasi oleh perusahaan dengan modal besar, dari mulai benih (spat) dari pembenihan atau hatchery hingga pasca panen. Pembenihan secara buatan ini dilakukan oleh beberapa pihak dan teknis yang menguasainya, sehingga 5
http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=40804&idrb=44201 . Jakarta: Diakses 5 Maret 2011.
hasilnyapun sangat bagus dan lebih disukai oleh pengusaha budidaya mutiara karena ukurannya relatif sama sehingga waktu pembudidayaan dapat dilakukan bersamaan dalam jumlah yang besar. Salah satunya adalah pulau yang berada di Nusa Tenggara Barat ini tepatnya disebuah industri budidaya mutiara yang berada di Desa Lambu Kecamatan Lambu Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, yang berlokasikan dipinggir laut yang lumayan jauh dari tempat tinggal masyarakat itu sendiri. Industri Budidaya Mutiara ini berdiri pada tanggal 28 Oktober yang mempekerjakan karyawan sekitar 200 karyawan. Industri Budidaya Mutiara ini merupakan satu-satunya industri budidaya yang berada di Kota Bima tepatnya di Desa Lambu, yang sudah dikenal oleh berbagai kalangan baik di kota-kota besar maupun kota-kota kecil pada umumnya. Selain itu budidaya mutiara ini merupakan salah satu mutiara yang berkualitas cukup bagus dan terkenal, yang cukup banyak diminati oleh berbagai kalangan. Namun Industri budaya mutiara ini juga pada tahun sebelumnya selain tempat budidaya mutiara juga dijadikan sebagai tempat wisata, karena didukung oleh keadaan dan posisinya yang bagus dan indah di pinggir pantai. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan di dukung oleh keadaan jaman yang makin maju industri budidaya mutiara ini tidak dijadikan tempat wisata lagi dan hanya dijadikan sebagai tempat budidaya mutiara saja. Karena pada awalnya industri budidaya mutiara ini berupaya melindungi dan mengembangkan industri mutiara agar lebih maju lagi sebagaimana yang diharapkan. Disamping itu faktor lain yang mendorongnya adalah industri bududaya mutiara ini terkait langsung dengan
kegiatan pariwisata sebagai salah satu visi dan misi dalam membangun Kota Bima itu sendiri selain dari sektor jasa. Maka dengan adanya sistem usaha industri budidaya mutiara ini membawa dampak yang positif bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di Desa Lambu Kec. Lambu Bima NTB ini. Selain dapat meningkatkan pembangunan Kota Bima sendiri, juga meningkatkan perekonomian Indonesia, mengurangi pengangguran, dan hasil produksinya banyak disukai oleh berbagai kalangan terutama di kotakota besar dan kecil, sampai Luar Negeri. Saat ini, perusahaan budidaya mutiara di Indonesia berjumlah sekitar 71 perusahaan, di mana 38 perusahaan di antaranya telah bergabung ke dalam Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI)6. Perusahaan tersebut tersebar di wilayah Bali, NTB, NTT, Lampung, Maluku, Papua, Sulawesi dan Halmahera. Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa pada tahun 1999-2002 propinsi DKI Jakarta menghasilkan nilai ekspor mutiara terbesar di antara propinsi-propinsi lainnya, yaitu sebesar US$ 13.620, US$ 15.991, US$ 19.432, US$ 6.188. Sedangkan pada tahun 2003 penghasil nilai ekspor mutiara terbesar dipegang oleh Sulawesi Utara sebesar US$ 10. 018 dan pada tahun 2004 propinsi Bali yang menghasilkan ekspor mutiara terbesar diantara propinsi-propinsi lainnya, yaitu sebesar US$2.012.
6
http://www.pnpmsultra.com/berita?id=13 [20 Mei 2010]. Indonesia Perlu Pearl Center. NTB: Diakses tanggal 12 Maret 2011.
Tabel 4.3 Enam Pelabuhan Propinsi Penghasil Nilai Ekspor Mutiara Terbesar Indonesia dalam US$ Propinsi Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 DKI Jakarta 13.620 15.991 19.432 6.188 2.410 885 Bali 95 1.015 166 797 898 2.012 Sulawesi Utara 1.412 206 152 10.018 281 Sulawesi - 1.395 1.818 1.427 685 1.001 Tenggara Sulawesi Selatan 841 1.092 669 563 56 101 Irian Jaya 1.902 2 .245 2.445 2.155 2.962 1.158 Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2005
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa setiap tahun jumlah perusahaan budidaya mutiara Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 1994 saat pertama kali Asosiasi Budidaya Mutiara (ASBUMI) berdiri dan tercatat ada 97 perusahaan budidaya mutiara Indonesia yang bergabung ke dalam ASBUMI. Pada tahun 2001 jumlah perusahaan budidaya mutiara Indonesia mengalami penurunan sebesar 26 perusahaan. Hal ini, mungkin saja terjadi pada perusahaan-perusahaan mutiara Indonesia karena untuk mendirikan perusahaan mutiara itu perlu modal yang besar dan resiko kegagalan yang besar pula. Jadi, banyaknya perusahaanperusahaan yang kecil dan dengan modal yang sangat pas-pasan sehingga mereka tidak mampu bertahan dengan resiko yang ada dan tidak mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal dan memiliki kekuasaan yang ada. Tabel 4.4 Jumlah Perusahaan Budidaya Mutiara Indonesia Tahun Jumlah Perusahaan 1994 2000 2001 2002 2005 2007 Sumber: Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, 2007
97 40 26 20 107 96
4.5
Strategi Penjualan Mutiara Indonesia Strategi penjualan mutiara Indonesia berbeda dengan strategi penjualan
perikanan lainnya, penjualan mutiara melalui dengan cara lelang. Lelang yang berbentuk setengah auction. Pengertian setengah auction adalah cara mengundang hingga penyelesaian transaksi dilakukan seperti auction yang selama ini berlaku, tetapi tidak dilakukan bidding. Asosiasi Budidaya Mutiara (ASBUMI) berperan memberikan daftar pembeli internasional yang akan diundang, mendampingi pelaksanaan proses penjualan dan memberikan jaminan (guarantee) kepada pembeli bahwa mutiara yang dipilih mereka dalam transaksi adalah sama dengan yang diterima di Hongkong dan Jepang ataupun negara tujuan yang dikehendaki pembeli. Sebulan sebelum pelakanaan lelang, ASBUMI telah melaksanakan announcement kepada internasional buyers yan berasal dari berbagai negara. Setelah diikuti dengan internasional call untuk memastikan bahwa yang bersangkutan telah mendapatkan pemberitahuan akan adanya lelang mutiara di Indonesia.
Tahapan
selanjutnya
adalah
rekonfirmasi
untuk
memastikan
keikutsertaan para pembeli dari luar negeri tersebut. Acara lelang dimulai dengan penjelasan mengenai tata cara pelaksanaan dan ketentuan pelaksanaan penjualan mutiara kepada para pembeli. Disamping itu juga dibagikan daftar dan spesifikasi mutiara yang ditawarkan oleh para penjual. Selanjutnya, kepada calon pembeli diberikan kesempatan untuk melakukan inspeksi terhadap mutiara yang ditawarkan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Perkembangan Permintaan Mutiara Indonesia Meningkatnya kebutuhan mutiara dunia sehingga mendorong negara
Indonesia memenuhi pasokan kebutuhan mutiara dunia, yang secara notaben nya Indonesia sebagai produsen mutiara kesatu dalam volume produksinya dibanding negara-negara pesaingnya seperti Australia, Philipines. Permintaan mutiara Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perkembangan. Namun, kondisi produksi mutiara south sea pearls Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi mutiara Indonesia dari tahun 1996-2000 mengalami peningkatan, hingga pada tahun 2001 mulai terjadi penurunan, dan tahun 2002 terjadi penurunan yang signifikan sebesar 1312.5 kg dari tahun sebelumnya. Faktor penyebab menurunnya produksi pada tahun 2001-2002 yaitu terjadinya gejala arus dingin di NTB sehingga memengaruhi perkembangan produksi mutiara. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan kembali sebesar 2512.5 kg hingga pada tahun 2004 peningkatan produksi mutiara terjadi. Hal ini disebabkan karena gejala arus dingin di perairan NTB sudah berahkhir dan sistem keamanan budidaya mutiara sudah berjalan dengan baik sehingga setiap produksi mutiara yang dipanen tidak dicuri (Gambar 5.1). Indonesia biasannya memasok kebutuhan negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. Pada Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa volume ekspor mutiara Indonesia memang masih di dominasi untuk tujuan negara Jepang. Di
Jepang, mutiara asal Indonesia diolah menjadi perhiasan untuk konsumsi lokal
Kg
atau di ekspor. Volume ekspor mutiara Indonesia ke negara Jepang tahun 2008 ke
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Sumber : Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, 2004
Gambar 5.1. Produksi South Sea Pearls Indonesia tahun 2009 mengalami peningkatan ekspor sebesar 737 kg, sedangkan volume ekpor mutiara Indonesia ke negara Hongkong pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami peningkatan ekspor yang sangat besar yaitu sebesar 2496 kg. Hal ini disebabkan karena mutiara di negara Hongkong sangat dibutuhkan untuk konsumsi sebagai perhiasaan, apalagi negara Hongkong adalah pusat kegiatan perdagangan perhiasaan dunia yang sudah dikenal sejak lama. Disamping itu, ada juga volume ekpor mutiara Indonesia ke negara Italia yang termasuk ke dalam negara Uni Eropa, volume ekspor mutiara ke negara italia masih dalam jumlah sedikit, namun pada tahun 2001 volume ekspornya sebesar 135 kg. Dilihat dari Tabel 5.1 Volume ekspor mutiara Indonesia ke negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia sangat fluktuatif, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Tabel 5.1 Volume Ekspor Mutiara Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2001-2009 dalam Kg Negara Tahun Tujuan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jepang 110 2300 102 217 14 120 17 73 810 Hongkong Italia
16 135
6 24
2 18
22 19
21 8
2 12
93 12
26 34
2522 39
USA
25
45
8
53
11
15
10
13
52
Sumber : UN Comtrade, 2009
Mutiara merupakan salah satu produk ekspor potensial Indonesia yang diharapkan dapat ditingkatkan dan dikembangkan nilai ekspornya ke seluruh dunia. Di Amerika Serikat kesempatan untuk menambah dan memperluas pangsa ekspor mutiara di Amerika Serikat masih terbuka, karena pasar produk mutiara Amerika Serikat merupakan pasar global, dimana sekitar 90% kebutuhan domestik AS dipenuhi oleh barang impor. Kondisi ini memberikan harapan bahwa produk Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan ekspornya di pasar Amerika Serikat. Italia merupakan eksportir perhiasan terbesar kedua di kawasan Uni Eropa setelah Belgia dan importir ketiga setelah Inggris dan Perancis. Berdasarkan data statistik Italia (Istat) tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat ke 30 negara pengekspor produk perhiasan ke Italia dengan pangsa pasar sebesar 0.26% dan nilai ekspor sebesar US$ 23.283,27 ribu. Nilai tersebut naik cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, yakni US$ 15.878,43 ribu (2007) dan US$ 8.626,20 ribu (2006). Disamping itu, mutiara Indonesia yang dipamerkan pada Pameran perhiasan Vicenza Oro Choice Italia menorehkan sukses besar dengan hasil transaksi dagang selama pameran mencapai sekitar Rp. 2.6 miliar. Disamping itu,
sejumlah komitmen pembeli yang akan mengirimkan disain pesanan mutiara kepada pengusaha Indonesia dan merencanakan untuk meninjau bengkel kerja pengrajin di Indonesia. Menurut peminat perhiasan mutiara, produk perhiasan mutiara air laut dari perairan Lombok dinilai lebih bagus kualitasnya dibandingkan produk mutiara dari China yang dibudidayakan di air tawar 7.
5.2.
Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang Memengaruhi Ekspor Mutiara Indonesia
5.2.1. Pengujian Kesesuaian Model Uji Chow Hipotesis dari uji ini yaitu : H0 :
Model pooled least square
H1 :
Model Fixed Effect
Tabel 5.2. Tabel Uji Chow Effects Test Cross-section F
Statistic 15.511515
d.f. 3.47
Prob. 0.0000
Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < taraf nyata 10 persen) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect digunakan. Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa nilai probability dari Chow (0.00) < taraf nyata (10%), maka tolak H0 artinya Fixed Effect yang digunakan. 5.2.2. Pengujian Kriteria Ekonometrika Terdapat empat asumsi dalam analisis regresi yang harus dipenuhi oleh suatu model yaitu heteroskedastisitas, multikolinieritas, autokorelasi, normalitas. 7
http://www.Apepi-Indonesia.com [25 September 2009]. Indonesia: Diakses tanggal 12 Jui 2011.
Untuk menguji ada tidaknya gejala heteroskedastisitas digunakan metode General Least
Square
(GLS).
Model
persamaan
dikatakan
bebas
masalah
heteroskedastisitas jika Sum Square Residual Weighted Statistics lebih kecil dibandingkan dengan Sum Square Residual Unweighted Statistics, seperti yang tampak pada model regresi hasil olahan data mengenai permintaan ekspor mutiara Indonesia (Tabel 5.3) didapat Sum Square Residual Weighted Statistics (52.57) lebih kecil dibandingkan dengan Sum Square Residual Unweighted (57.12). Dengan demikian model persamaan permintaan ekspor mutiara ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Metode GLS juga digunakan untuk menghindari adanya masalah multikolinearitas, dilihat dari probabilitas variabel independennya persamaan dapat dinyatakan terbebas dari masalah multikolinearitas. Untuk mengidentifikasi gejala autokorelasi dalam model persamaan permintaan mutiara
Indonesia, digunakan uji statistik Durbin Watson (DW).
Statistik DW pada model persamaan sebesar 2.19 pada unweighted statistic. Kedua nilai tersebut terletak diantara du dan 4-du yaitu pada daerah tidak ada autokorelasi, sehingga persamaan regresi dikatakan tidak mengandung masalah autokorelasi negatif ataupun positif. Untuk menguji adanya gejala multikolinearitas, berdasarkan model yang diestimasi terlihat bahwa nilai dari Prob (F-statistik) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga dapat disimpulkan pada model yang digunakan tidak terjadi masalah multikolinearitas. Uji normalitas dilakukan untuk mendeteksi apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak yang dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Dari hasil
estimasi diketahui nilai probabilitas Jarque Bera sebesar 0.78 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model, error telah terdistribusi secara normal. Tabel 5.3. Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia dengan Data Panel Model Efek Tetap (Fixed Effect) Variabel Koefisien Prob. LNERT 4.775513 0.0502* LNGDPT 3.344959 0.0853* LNPOPT 9.726152 0.1445 LNPXNT 0.628257 0.0017* LNPXT -0.270073 0.0419* C -230.4381 0.0435 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.593910 Mean dependent var 4.151058 Adjusted R-squared 0.524789 S.D. dependent var 1.704522 S.E. of regression 1.057654 Sum squared resid 52.57574 F-statistic 8.592250 Durbin-Watson stat 2.312373 Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.584268 Mean dependent var 3.632448 Sum squared resid 57.12714 Durbin-Watson stat 2.196611 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 10 persen 5.2.3.
Pengujian Kriteria Statistik
a.
Uji F Uji-F statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independennya secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependennya pada tingkat kepercayaan 90% atau pada taraf nyata (α) 10%. Nilai probabilitas F statistik harus lebih kecil dari taraf nyatanya sehingga dapat diindikasikan bahwa setidaknya ada satu variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 5.2, nilai probabilitas F statistik pada persamaan regresi untuk variabel dependen permintaan ekspor mutiara Indonesia memiliki nilai 0.000 yang lebih kecil dari taraf nyatanya (10%)
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada setidaknya satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap volume permintaan ekspor mutiara Indonesia di negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia. b.
Uji –t Uji-t statistik digunakan untuk mengetahui apakah koefisien masing-
masing variabel independen secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Pada persamaan regresi permintaan ekspor mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia ditunjukkan bahwa variabel independen yakni nilai tukar di negara importir, GDP perkapita negara importir, harga ekspor negara pesaing, harga ekspor mutiara Indonesia di negara tujuan memiliki nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata 10%. Hal ini berarti bahwa variabel independen tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap permintaan mutiara Indonesia. c.
Koefisien Determinasi (R2) Pada persamaan regresi untuk variabel perdagangan mutiara Indonesia ke
Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia didapatkan nilai R-squared sebesar 59.39%. Nilai ini menunjukkan bahwa 59.39 persen perubahan variabel dependen (permintaan mutiara Indonesia) dapat dijelaskan oleh variabel independen (populasi negara importir, harga mutiara di negara tujuan, harga negara pesaing, nilai tukar riil negara importir, dan GDP perkapita negara importir), sedangkan sisanya yaitu 40.61 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
5.3.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia
1.
Nilai Tukar Riil Negara Importir Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa Nilai tukar riil negara importir
memiliki hubungan positif, artinya jika nilai tukar riil tinggi akan menyebabkan volume permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat. Nilai tukar riil yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar negara importir terhadap dollar Amerika Serikat, karena sebagian besar negara menggunakan dan menerima dollar AS sebagai alat pembayaran pada transaksi perdagangan internasional. Hal ini terjadi karena nilai mata uang Amerika Serikat yang relatif stabil dibandingkan mata uang negara lainnya. Berdasarkan hasil analisis regresi data panel permintaan ekspor mutiara Indonesia diperoleh nilai elastisitas sebesar 4.77 yang artinya bila terjadi kenaikan pada nilai tukar riil domestik
terhadap dollar AS sebesar satu persen akan
mengakibatkan permintaan ekspor mutiara Indonesia di negara tujuan sebesar 4.77 persen, ceteris paribus. Tanda positif pada variabel nilai tukar riil domestik terhadap dollar AS sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Jika nilai tukar riil di negara importir (Jepang, Amerika, Hongkong, Italia) tinggi, barangbarang luar negeri (barang Indonesia) relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal, maka penduduk domestik berkeinginan membeli banyak barang impor dan orang-orang asing akan membeli sedikit barang hasil produksi negara tersebut. Sehingga volume permintaan ekspor mutiara Indonesia di negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia meningkat. Variabel nilai
tukar riil ini juga signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf 10 persen. 2.
GDP perkapita Negara Importir GDP per kapita merepresentasikan ukuran daya beli masyarakat terhadap
barang dan jasa suatu negara. Dari hasil estimasi diketahui bahwa elastisitas GDP perkapita negara importir sebesar 3.34 menunjukkan bahwa jika GDP per kapita
negara importir meningkat sebesar satu persen akan meningkatkan volume permintaan ekspor mutiara sebesar 3.34 persen, ceteris paribus. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan bahwa GDP per kapita berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor. Dari hasil estimasi dapat diketahui juga bahwa variabel GDP per kapita berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel GDP per kapita negara Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendapatan masyarakat maka semakin banyak masyarakat yang membeli mutiara untuk sebagai barang investasi dan sebagai simbol status sosial seseorang. 3.
Harga Ekspor Mutiara Indonesia ke Negara Tujuan Teori permintaan ekspor menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat harga
yang terjadi pada transaksi perdagangan maka jumlah permintaan komoditi suatu barang akan semakin menurun. Dari hasil estimasi model diketahui bahwa variabel harga ekspor bersifat ineslatis karena koefisien variabelnya bernilai negatif sebesar 0.27. Artinya, jika harga ekspor mutiara ke negara tujuan
meningkat sebesar satu persen akan menurunkan volume permintaan ekspor mutiara sebesar 0.27 persen, ceteris paribus. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan bahwa harga ekspor ke negara tujuan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor. Variabel harga mutiara di negara tujuan ini juga signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf sepuluh persen. Nilai koefisien yang negatif ini menunjukkan bahwa harga mutiara di negara tujuan merupakan hambatan atau faktor yang mempengaruhi besar kecilnya permintaan mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia. Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa harga ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan berbeda-beda, tetapi rata-rata setiap terjadi kenaikan harga ekspor di negara tujuan maka akan menurunkan volume permintaan ekspor mutiara Indonesia, begitupun sebaliknya. Seperti, pada Tabel 5.4 ketika harga eksopor mutiara Indonesia ke negara Jepang dari tahun 2003-2004 mengalami penurunan maka volume permintaan ekspornya meningkat dari 102 kg menjadi 217 kg. Tabel 5.4. Perbandingan Harga dan Volume Ekspor Mutiara Indonesia ke Negara Tujuan Negara Harga (US$/Kg) Volume Ekspor (Kg) 2003 Jepang Hongkong USA Italia
2004 10.24 20 20.71 1.16
Sumber : UN Comtrade, 2009 (diolah)
2003 2.58 5.31 3.84 1.31
2004 102 2 8 18
217 22 53 19
4.
Harga Ekspor Mutiara Negara Pesaing Variabel harga ekspor mutiara negara pesaing atau harga ekspor mutiara
Australia sebagai negara eksportir pesaing dari Indonesia berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Hasil uji tersebut sesuai dengan hipotesis dimana harga ekspor negara pesaing berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Dari hasil estimasi model diketahui bahwa variabel harga ekspor negara pesaing bersifat ineslatis karena koefisien variabelnya bernilai 0.62. Artinya, jika peningkatan harga ekspor negara pesaing sebesar satu persen akan meningkatkan permintaan ekspor mutiara Indonesia sebesar 0.62 persen, ceteris paribus. Meningkatnya harga ekspor mutiara Australia berdampak positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia karena negara-negara pengimpor (seperti Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia) akan mengalihkan impor mereka ke negara pengekspor mutiara lain dalam hal ini adalah Indonesia. 5.
Populasi Negara Importir Pertambahan populasi negara importir dari sisi permintaan akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap permintaan produk ekspor. Pertambahan populasi ini akan menyebabkan permintaan domestik bertambah besar dan jika negara tersebut tidak mampu memenuhi seluruh permintaan domestik maka negara tersebut harus mengimpor dari negara lainnya. Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa Populasi Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia memilki hubungan positif, artinya semakin besar jumlah populasi
ketiga negara importir tersebut akan menyebabkan semakin besar pula volume permintaan ekspor mutiara Indonesia. Berdasarkan hasil analisis regresi data panel permintaan ekspor mutiara Indonesia diperoleh nilai koefisiennya sebesar 9.72. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian namun variabel populasi tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Nilai P value variabel populasi bernilai 0.14 yang berarti tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Dari hasil regresi tersebut maka populasi bukan faktor penentu yang mempengaruhi besar kecilnya permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia dengan periode analisis dari tahun 1996 hingga 2009 diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : 1.
Permintaan ekspor mutiara Indonesia di Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, dan Italia dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun volume ekspornya masih berfluktuatif. Jepang, Hongkong, Amerika Serikat merupakan pasar tujuan utama ekspor mutiara Indonesia. Sementara negara Italia merupakan pasar prospektif untuk tujuan ekspor mutiara, karena termasuk ke dalam negara anggota Uni Eropa yang proses pertumbuhan ekonominya relatif tinggi
2.
Hasil analisis model permintaan ekspor mutiara Indonesia menunjukkan bahwa nilai tukar negara importir, GDP perkapita negara importir, harga ekspor mutiara Indonesia, harga ekspor negara pesaing berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan populasi penduduk negara importir tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Nilai tukar negara importir, GDP perkapita negara importir, harga ekspor negara pesaing berhubungan positif dengan permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan harga ekspor mutiara Indonesia berhubungan negatif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Jika dilihat dari elastisitasnya, variabel nilai tukar negara
importir, GDP perkapita negara importir bersifat elastic terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan variabel harga ekspor mutiara Indonesia, harga ekspor negara pesaing, serta populasi penduduk negara importir bersifat inelastis terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia.
6.2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ini, maka disarankan
kebijakan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil estimasi variabel nilai tukar riil negara importir berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia, maka dibutuhkan intervensi valuta asing. Jika ketika nilai tukar negara importir apresiasi maka untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menjual cadangan mata uang asing yang bersangkutan di pasar valuta asing.
2.
Karena variabel harga ekspor di negara tujuan dan harga negara pesaing bepengaruh nyata terhadap permintaan mutiara Indonesia oleh karena itu sebaiknya pemerintah menberikan kebijakan subsidi ekspor. Subsidi Ekspor untuk komoditi mutiara melalui bantuan biaya produksi serta pembebasan pajak ekspor mutiara dan fasilitas lain, dengan tujuan agar barang ekspor memiliki daya saing di luar negeri, dan harga jual produk mutiara lebih kompetitif.
3.
Dalam penelitian ini masih terdapat faktor-faktor yang belum dianalisa terkait dengan permintaan ekspor mutiara Indonesia seperti variabel produksi mutiara Indonesia, variabel produktivitas Indonesia, serta variabel harga domestik mutiara Indonesia karena adanya keterbatasan data. Maka dari itu untuk penelitian selanjutnya, diharapkan adanya menambahkan variabel tersebut. Hal tersebut sebaiknya dilakukan agar dapat mengendalikan variabel-variabel tersebut dan dapat menetapkan kebijakan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
A, Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics : An Introdutory Exposition of Econometrics. 2nd Edition. New York : Harper and Row Publishers Inc Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia. 2010. SNI Mutiara. 2010. Jakarta. Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics, Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies. Hamzah, M.S. 2003. Studi Variasi Musiman Beberapa Parameter Oseanografi Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kerang Mutiara (Pinctada Maxima) di Perairan Teluk Kombal-Lombok Barat. 2003. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. Jakarta. International Monetary Fund. 2010. World Economics Database. http://www.imf.org . [11 Juni 2011]. Juanda, B. 2009. Ekonometrika, Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2007. Analisis Data Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Lipsey, R. G., P. N. Courant, dan C. T. S. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Dua. Jakarta : Binarupa Aksara. Mankiw, N.G. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerjemah: Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Macroeconomics. Nachrowi, N. D. 2006. Pendekatan Populer dan Praktir Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Oktora, R. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan TPT Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Putro, S. 2004. South Sea Pearls Indonesia. Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Sa‟id, E.G dan G, Chandra. Dewi. 2003. Kinerja Agribisnis Indonesia Pasca Krisis. Agrimedia volume 8, nomor 2. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Penerjemah Haris Munandar. Jakarta : Erlangga.
Sitanggang, V.E. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malasyia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. United Nation Commodity Trade Statistics. 2009. UNCOMTRADE Database. [UNCOMTRADE Online]. http://comtrade.un.org [ 11 Maret 2011]. Widianingsih, Y. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malasyia, Singapura, dan Cina. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Lampiran 1. Data untuk Diolah Negara Tahun lnVEX lnGDPt 1996 USA 3.091042 10.27139 1997 USA 3.218876 10.32101 1998 USA 3.465736 10.36366 1999 USA 3.663562 10.41428 2000 USA 3.433987 10.46541 2001 USA 3.218876 10.48844 2002 USA 3.806662 10.51316 2003 USA 2.079442 10.55048 2004 USA 3.970292 10.60432 2005 USA 2.397895 10.65807 2006 USA 2.70805 10.70691 2007 USA 2.302585 10.74994 2008 USA 2.564949 10.76233 2009 USA 3.951244 10.73616 1996 Jepang 3.610918 10.51639 Jepang 1997 8.4472 10.42821 Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang Jepang HGK HGK HGK HGK HGK HGK HGK HGK HGK
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
6.964136 4.644391 4.812184 4.70048 7.740664 4.624973 5.379897 2.639057 4.787492 2.833213 4.290459 6.697034 3.135494 3.555348 3.951244 3.044522 2.079442 2.772589 1.791759 0.693147 3.091042
10.32588 10.44856 10.51296 10.38004 10.33349 10.40767 10.49269 10.48087 10.43845 10.44185 10.55237 10.59007 10.11461 10.20986 10.1467 10.11519 10.1415 10.11907 10.09762 10.06727 10.10457
lnERt
lnPOPt
lnPXt
lnPXNt
4.542682 4.589134 4.657811 4.648086 4.680263 4.735344 4.732905 4.666971 4.618999 4.60517 4.599462 4.551347 4.511051 4.556032 4.461237
19.41169 19.42373 19.43538 19.44687 19.45803 19.46829 19.47779 19.48651 19.49584 19.50504 19.51459 19.52455 19.53377 19.54238 18.64989
-1.87933 0.234971 0.537033 1.199606 -1.25159 -0.5006 0.560397 3.090522 1.3808 1.343814 3.032015 3.08095 2.151586 -0.08963 3.453828
6.471426 7.402319 6.935447 5.189318 5.837865 6.121073 4.104911 4.145048 5.290026 3.828901 4.029523 3.297111 4.126933 4.747805 6.471426
4.572411 4.656888 4.547616 4.531953 4.686985 4.742115 4.688646 4.647205 4.700489 4.785243 4.824563 4.71651 4.628379 1.764605 1.731354 1.719285 1.782843 1.858763 1.90355 1.951158 1.997822 2.028259
18.65251 18.65251 18.65694 18.65867 18.66087 18.6632 18.66534 18.66567 18.66577 18.66563 18.66575 18.66523 18.6641 15.67734 15.68567 15.69401 15.70356 15.71238 15.71975 15.72418 15.7222 15.73
-1.98856 -1.47551 3.369183 2.65496 1.811038 -1.25495 2.323995 0.947055 1.841479 1.493548 1.498727 2.267404 1.537733 0.851492 0.454546 -2.29256 0.880996 1.593873 3.342533 1.436226 3.00073 1.679854
7.402319 6.935447 5.189318 5.837865 6.121073 4.104911 4.145048 5.290026 3.828901 4.029523 3.297111 4.126933 4.747805 6.471426 7.402319 6.935447 5.189318 5.837865 6.121073 4.104911 4.145048 5.290026
Lampiran 1. Data Untuk Diolah (Lanjutan) 2005 HGK 3.044522 10.16939 2.051248 2006 HGK 0.693147 10.22913 2.061003 2007 HGK 4.532599 10.30555 2.074104 2008 HGK 3.258097 10.33636 2.067716 2009 HGK 7.832808 10.31113 2.054154 1996 Italia 2.079442 10.00567 7.322825 1997 Italia 4.59512 9.950227 7.42351 1998 Italia 2.70805 9.970483 7.438602 1999 Italia 2.484907 9.956842 7.489533 2000 Italia 3.871201 9.866254 7.641386 2001 Italia 4.905275 9.883765 7.673004 2002 Italia 3.178054 9.967668 7.611331 2003 Italia 2.890372 10.17214 7.42727 2004 Italia 2.944439 10.29891 7.337041 2005 Italia 2.079442 10.31997 7.348781 2006 Italia 2.484907 10.36136 7.351925 2007 Italia 2.484907 10.48126 7.274296 2008 Italia 3.526361 10.55541 7.207889 2009 Italia 3.663562 10.46549 7.251718
15.73437 15.7408 15.75078 15.75823 15.76195 17.85615 17.8567 17.857 17.85718 17.85766 17.85822 17.86132 17.86911 17.87897 17.88637 17.89206 17.89939 17.90705 17.91354
Keterangan : VEX = Volue Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia (Kg) GDP
= Pendapatan Perkapita Riil negara importir (US$)
ER
= Nilai Tukar Riil negara importir (domestik/US$)
POP
= Populasi penduduk negara importir (juta orang)
PX
= Harga Ekspor Riil Mutiara (US$/kg)
PXN = Harga Ekspor Riil Mutiara Negara Pesaing (US$/Kg)
1.997185 0.311815 2.573036 2.397282 1.056308 1.165912 2.793346 2.171615 2.27496 0.843604 0.607475 0.355543 0.195637 0.294095 4.007333 3.603648 3.518901 2.640209 2.501132
3.828901 4.029523 3.297111 4.126933 4.747805 6.471426 7.402319 6.935447 5.189318 5.837865 6.121073 4.104911 4.145048 5.290026 3.828901 4.029523 3.297111 4.126933 4.747805
Lampiran 2. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia dengan menggunakan Model Pooled Least Square Dependent Variable: LNVEX Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/17/11 Time: 09:47 Sample: 1996 2009 Periods included: 14 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 56 Linear estimation after one-step weighting matrix White period standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
LNERT LNGDPT LNPOPT LNPXNT LNPXT C
0.102111 1.757209 -0.206673 0.321138 -0.270001 -12.81115
Std. Error
t-Statistic
0.104322 0.978806 1.056357 1.663461 0.204626 -1.010007 0.049538 6.482664 0.105655 -2.555511 9.234729 -1.387280
Prob. 0.3324 0.1025 0.3174 0.0000 0.0137 0.1715
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.180223 0.098245 1.382678 2.198433 0.069082
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
3.881170 1.456718 95.58996 1.311729
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.175821 113.2534
Mean dependent var Durbin-Watson stat
3.632448 1.144438
Lampiran 3. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ke Jepang, Hongkong, Amerika Serikat, Italia dengan menggunakan Model Fixed Effect Dependent Variable: LNVEX Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/17/11 Time: 09:48 Sample: 1996 2009 Periods included: 14 Cross-sections included: 4 Total panel (balanced) observations: 56 Linear estimation after one-step weighting matrix White period standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
LNERT LNGDPT LNPOPT LNPXNT LNPXT C
4.775513 3.344959 9.726152 0.628257 -0.270073 -230.4381
Std. Error
t-Statistic
2.376350 2.009600 1.903090 1.757647 6.553807 1.484046 0.189175 3.321029 0.129146 -2.091218 111.0395 -2.075281
Prob. 0.0502 0.0853 0.1445 0.0017 0.0419 0.0435
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.593910 0.524789 1.057654 8.592250 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.151058 1.704522 52.57574 2.312373
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.584268 57.12714
Mean dependent var Durbin-Watson stat
3.632448 2.196611
Lampiran 4. Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 15.511515
d.f.
Prob.
(3,47)
0.0000
Lampiran 5. Hasil Uji Homoskedastisitas 3
2
1
0
-1
-2
-3 5
10
15
20
25
30
35
40
Standardized Residuals
Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas
45
50
55
16
Series: Standardized Residuals Sample 1996 2009 Observations 56
14 12
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
10 8 6 4
6.98e-16 -0.045813 2.497010 -2.166959 0.977713 0.192073 3.246219
Jarque-Bera 0.485783 Probability 0.784357
2 0 -2
-1
0
1
2