ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA DI AMERIKA SERIKAT
OLEH: SEPTI KHAIRUNNISA H14052988
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
SEPTI KHAIRUNNISA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Amerika Serikat (dibimbing oleh Wiwiek Rindayati)
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia merupakan industri yang diunggulkan oleh Indonesia karena selain sebagai penghasil devisa juga menyerap banyak tenaga kerja. Ekspor TPT Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Namun, krisis keuangan global yang awalnya bermula dari Amerika Serikat kini telah mempengaruhi stabilitas ekonomi seluruh dunia dimana salah satunya yaitu Indonesia. Krisis finansial ini tidak saja berdampak kepada sektor keuangan ataupun perbankan Indonesia namun juga berpengaruh terhadap sektor riil. Krisis yang memberikan dampak hampir ke seluruh negara dan ke semua sektor ini telah menyebabkan adanya perubahan dalam volume komoditas ekspor Indonesia termasuk salah satunya yaitu ekspor tekstil dan produk tekstil. Tujuan ekspor utama dari TPT Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (EU), dan Jepang. Namun, setelah adanya penghapusan kuota pada tahun 2005 dan adanya krisis global pada pertengahan tahun 2008, dikhawatirkan adanya penurunan permintaan ekspor dari pasar Internasional dalam hal ini terutama AS. Maka, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis perkembangan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di AS dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa time series secara bulanan dari bulan Januari tahun 2000 hingga bulan Desember tahun 2008 dan jenis TPT yang dimasukkan dalam model analisis regresi adalah TPT jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dengan kode HS 620520. Analisis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda dan persamaan dalam model diduga dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan software Minitab 14 dan Eviews 4.1, dengan variabel dependen volume ekspor kemeja pria yang dimaksud dan variabel independen nya GDP riil AS, harga ekspor, nilai tukar riil, dummy kuota dan dummy krisis global. Pada saat dihapuskannya kuota yaitu tahun 2005, persentase ekspor garmen ke AS khususnya kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam adalah sebesar 13,50 persen sedangkan pada tahun 2004 yaitu satu tahun sebelum dihapuskannya kuota persentase nya sebesar 10,69 persen terhadap total ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dari tahun 2000-2008. Sedangkan pada saat terjadinya krisis global yaitu pada pertengahan tahun 2008, nilai ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton sempat
mengalami penurunan yaitu pada bulan Oktober sebesar 27 persen dan pada bulan November sebesar 3,7 persen. Meskipun demikian, penurunan tersebut tidak berlangsung lama karena pada bulan Desember nilai ekspornya kembali relatif stabil. Setelah dilakukan estimasi terhadap model permintaaan ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam, diperoleh hasil bahwa secara statistik dan ekonometrik hasil regresi dapat digunakan sebagai model permintaan TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam. Dari estimasi tersebut dihasilkan nilai R-square sebesar 62,8 persen dan adj- R-square sebesar 60,9 persen yang artinya 62,8 persen keragaman yang terjadi pada volume ekspor Indonesia ke AS mampu dijelaskan oleh faktor-faktor atau variabelvariabel yang terdapat dalam model, sedangkan 37,2 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Variabel yang berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor yaitu GDP riil AS, dummy kuota dan dummy krisis global. Variabel yang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor adalah harga ekspor dan nilai tukar riil. Variabel dummy kuota dan dummy krisis global tidak sesuai dengan teori ekonomi karena mempunyai pengaruh yang positif sehingga walaupun Indonesia sudah tidak menikmati fasilitas kuota atau kepastian pasar dan terjadinya krisis pada negara pengimpor, permintaan ekspor nya justru lebih besar sedangkan pengaruh variabel GDP riil AS, harga ekspor, dan nilai tukar riil terhadap permintaan ekspor sesuai dengan teori ekonomi. Saran kebijakan yang dapat diberikan penulis adalah variabel harga yang mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di AS mengindikasikan bahwa perlu adanya upaya-upaya yang lebih dalam usaha peningkatan daya saing sehingga mampu menjual dengan harga yang kompetitif di pasar tujuan ekspor, sedangkan saran yang terkait dengan penelitian ini adalah cakupan data yang lebih luas agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik antara variabel dependen volume ekspor dan dummy krisis global. Serta diharapkan adanya penambahan variabel independen seperti jumlah penduduk AS dan harga ekspor dari negara pesaing. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan dapat lebih dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di AS khususnya untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA DI AMERIKA SERIKAT
Oleh SEPTI KHAIRUNNISA H14052988
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Septi Khairunnisa
Nomor Registrasi Pokok
: H14052988
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Wiwiek Rindayati NIP: 19620816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP: 19641023 198903 2 002
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ” ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA DI AMERIKA SERIKAT ” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Septi Khairunnisa H14052988
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Septi Khairunnisa lahir di Pekalongan pada tanggal 16 September 1987. Penulis merupakan anak bungsu dari enam bersaudara, dari pasangan Soediarto dan Sri Sukesti. Pendidikan penulis diawali dari TK Ma’had Islam Pekalongan kemudian dilanjutkan di SD Ma’had Islam IV Pekalongan dan lulus pada tahun 1999. Setelah menamatkan sekolah dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Ma’had Islam Pekalongan kemudian menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Pekalongan. Lalu pada tahun 2005 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor dengan program mayor-minor melalui jalur SPMB dan pada tahun 2006 penulis memperoleh mayor di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) tahun 2007-2008 sebagai staf divisi Research and Development (Re-D) kemudian Ikatan Mahasiswa Pekalongan (IMAPEKA) tahun 2005-2008 sebagai anggota dan pada saat tahun 2007 sebagai bendahara IMAPEKA. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti adalah Gebyar Nusantara (2006), HIPOTEX-R (2007), masa perkenalan FEM dan Departemen Ilmu Ekonomi (2007), Economic Tour HIPOTESA goes to BI-BPS (2007), Economic Views (2007) dan diesnatalis FEM IPB (2007).
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika”. Tak lupa shalawat serta salam tercurah kepada manusia paling tawazun di muka bumi ini Rasulullah Muhammad SAW yang berkat jasanya lah kita dapat merasakan nikmatnya Islam. Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Kedua Orangtua tercinta Bapak Soediarto dan Ibu Sri Sukesti, kakakkakak ku Mbak Novi dan Mas Eka, Mas Yan, Mbak Itha, Mbak QQ, Mbak Emma dan Mas Udien, serta tak lupa kedua keponakan ku Melvy dan Wayda yang telah memberikan perhatian, semangat, motivasi, dukungan baik moral maupun material serta doa nya.
2.
Dr. Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, pengarahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
3.
Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4.
Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik dalam teknik penulisan skripsi sehingga menjadi lebih baik.
5.
Andung J.W. (Pusat Pelayanan Data Departemen Perdagangan, Jakarta) atas bantuan dan informasi yang diberikan.
6.
Rizky Adi Prabowo atas bantuan, semangat, doa, perhatian dan motivasi yang diberikan selama ini.
7.
Harmony 2 Lorong Ceria: Naiyna, Verdha, Diah, Djatul, Sri, Nemo, N’cep, Mbak Asih, Ima, Nisa, Meta dan Sella atas bantuan, semangat, doa, persahabatan, keceriaan dan kebersamaan selama ini.
8.
Teman satu PS: Rian Ce, Hengky dan Naufal atas dukungan dan doa nya.
9.
Teman-teman IE’42: Rani, Rian Ce, Muth, Fitra, Lesty, Maryam, Babeh, Tanjung, Uci, Cipoet, Nchie, Lina dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan, doa dan semangatnya.
10. Cici’e, Mas Yudhi dan Mbak Rina atas bantuan, semangat dan doa yang diberikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Septi Khairunnisa H14052988
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii I.
II.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..........................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................
9
2.1 Tinjauan Teoritis ...............................................................................
9
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional .............................................
9
2.1.2 Teori Keunggulan Komparatif ................................................. 12 2.1.3 Teori Permintaan Ekspor ......................................................... 14 2.1.4 Kurs (Exchange Rate) .............................................................. 16 2.2 Teori Regresi ..................................................................................... 17 2.3 Industri Tekstil dan produk Tekstil ................................................... 18 2.4 Krisis Global ..................................................................................... 19 2.5 Kuota ................................................................................................. 21 2.6 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 22 2.7 Kerangka Pemikiran Konseptual ...................................................... 24 2.8 Hipotesis ........................................................................................... 25 III.
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 28 3.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 28 3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 28 3.3 Perumusan Model ............................................................................. 30 3.4 Elastisitas .......................................................................................... 32
3.5 Pengujian Model ............................................................................... 32 3.5.1 Kriteria Statistik ....................................................................... 33 3.5.2 Kriteria Ekonometrik ............................................................... 35 IV. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA .................................... 38 4.1 Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ........................................................................................... 38 4.2 Perkembangan Ekspor Kemeja Pria yang Terbuat dari Cotton yang Tidak Dirajut atau Disulam ...................................................... 42 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 46 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Amerika Serikat ............................................................ 48 5.2 Solusi Alternatif Kebijakan ............................................................... 57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 61 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 61 6.2 Saran ................................................................................................. 62 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64 LAMPIRAN ..................................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
Nomor 1. 2.
Halaman Peranan masing-masing Sektor terhadap Ekspor non-Migas Tahun 2007-2008 .......................................................................................
2
Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia (orang) dan Share-nya (persen) terhadap masing-masing Sektor Ekonomi Tahun 2004-2008........................................................................................
3
3.
Penentuan Ada Tidaknya Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson ..................................................................................... 37
4.
Ekspor Tekstil dan Garmen Indonesia terhadap Ekspor non-Migas Tahun 2004-2008........................................................................................ 39
5.
Ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang Tahun 2004-2008....................................................................................... 41
6.
Total Volume Ekspor Kemeja Pria ke AS Tahun 2000-2008 .................... 43
7.
Persentase Ekspor Kemeja Pria yang Terbuat dari Cotton yang Tidak Dirajut atau Disulam ke AS Tahun 2000-2008 ................................ 44
8.
Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat untuk Kemeja Pria Bulan Juli-Desember Tahun 2008 .............................................................. 45
9.
Total Nilai Impor Kemeja Pria AS Tahun 2000-2008................................ 46
10.
Hasil Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS ...................................... 49
11.
Nilai Matriks Korelasi dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Matriks Korelasi........................................................................ 50
12.
Nilai VIF dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS ................... 51
13.
Rata-Rata Pengeluaran Konsumen AS Tahun 2005-2007.......................... 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kurva Perdagangan Internasional ..................................................... 10
2.
Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 27
3.
Perkembangan Volume Ekspor Impor TPT Indonesia Tahun 2004-2008 (ton) ..................................................................... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Variabel-Variabel dalam Model Permintaan Ekspor TPT Indonesia di AS .......................................................................................... 67
2.
Hasil Output Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS ......... 70
3.
Nilai Matriks Korelasi dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS ...................................................................................... 71
4.
Nilai VIF dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS ................... 71
5.
Uji Heteroskedastisitas Model Permintaan Ekspor TPT Indonesia di AS .......................................................................................................... 71
6.
Uji Unit Root Residual...................................................................... 71
7.
Uji Kointegrasi Residual dari Model Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS .................................................. 72
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumberdaya terutama
sumberdaya alam mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengelola sumberdaya tersebut menjadi komoditas-komoditas unggulan perdagangan. Terlebih lagi didukung oleh banyaknya jumlah sumberdaya manusia. Dengan banyaknya sumberdaya manusia yang tersedia, Indonesia sudah seharusnya mampu mengolah sumberdaya alam tersebut menjadi komoditas atau sektorsektor unggulan sehingga Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap negara lain dalam melakukan perdagangan antar negara. Salah satu sektor yang merupakan sektor unggulan Indonesia adalah sektor industri. Sektor industri merupakan sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena kontribusinya yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari cukup tingginya peran sektor industri sebagai penghasil devisa terbesar non-migas dan terhadap penyerapan tenaga kerja. Walaupun peranan dalam total ekspor non-migas mengalami penurunan yaitu pada tahun 2008 menjadi sebesar 82,79 persen dibanding sebelumnya pada tahun 2007 sebesar 83,10 persen, tetapi sektor ini tetap mampu menempati urutan pertama dalam komposisi ekspor non-migas Indonesia. Peranan dari masing-masing sektor ekonomi terhadap ekspor non-migas nasional dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Peranan masing-masing Sektor terhadap Ekspor non-Migas Tahun 20072008 (%) No. 1. 2. 3. 4.
Sektor Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Pertambangan Komoditi sektor lainnya
2007
2008
3,98 83,10 12,92 0,01
4,19 82,79 13,01 0,01
Sumber: Departemen Perdagangan, 2009
Selain menjadi penghasil devisa terbesar, sektor industri merupakan sektor urutan keempat yang menyerap banyak tenaga kerja setelah sektor jasa. Sehingga tidak diragukan lagi kemampuan sektor industri manufaktur dalam mengurangi tingkat pengangguran Indonesia. Pada urutan pertama, dari tahun 2004 hingga tahun 2008 tetap diduduki oleh sektor pertanian yang menyerap tenaga kerja sebanyak 41.331.706 (40,30%) orang pada bulan Agustus 2008, lalu diikuti oleh sektor perdagangan pada urutan kedua sebanyak 21.221.744 (20,70%) orang pada tahun yang sama pula. Dari tahun 2004 hingga tahun 2007, sektor industri berada pada urutan ketiga yaitu setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Besarnya tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor industri pada tahun 2007 adalah 12.368.729 orang atau 12,38 persen, tetapi pada bulan Agustus 2008 industri pengolahan/manufaktur tergeser oleh sektor jasa yang mampu menyerap tenaga kerja sebesar 13.099.817 orang (12,77%) sedangkan industri manufaktur hanya sebesar 12.549.376 orang atau 12,24 persen. Sehingga pada tahun 2008 industri manufaktur berada pada urutan keempat. Besarnya kontribusi sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja dari tahun 2004 hingga tahun 2008 dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia (orang) dan Share-nya (%) terhadap masing-masing Sektor Ekonomi Tahun 2004-2008 Sektor
40.608.019
2005 (Nov) 41.309.776
2006 (Agust) 40.136.242
2007 (Agust) 41.206.474
2008 (Agust) 41.331.706
(43,33%)
(43,96%)
(42,05%)
(41,23%)
(40,30%)
1.034.716
904.194
923.591
994.614
1.070.540
(1,10%)
(0,96%)
(0,97%)
(0,99%)
(1,04%)
11.070.498
11.952.985
11.890.170
12.368.729
12.549.376
(11,81%)
(12,72%)
(12,46%)
(12,38%)
(12,24%)
228.297
194.642
228.018
174.884
201.114
(0,24%)
(0,21%)
(0,24%)
(0,18%)
(0,20%)
4.540.102
4.565.454
4.697.354
5.252.581
5.438.965
(4,85%)
(4,86%)
(4,92%)
(5,26%)
(5,30%)
Perdagangan, hotel dan restoran
19.119.156
17.909.147
19.215.660
20.554.650
21.221.744
(20,40%)
(19,06%)
(20,13%)
(20,57%)
(20,70%)
Transportasi dan komunikasi
5.480.527
5.652.841
5.663.956
5.958.811
6.179.503
(5,85%)
(6,02%)
(5,93%)
(5,96%)
(6,03%)
Keuangan, asuransi dan jasa Jasa-jasa
1.125.056
1.141.852
1.346.044
1.399.940
1.459.985
(1,20%)
(1,22%)
(1,41%)
(1,40%)
(1,42%)
10.515.665
10.327.496
11.355.900
12.019.984
13.099.817
(11,22%)
(10,99%)
(11,89%)
(12,03%)
(12,77%)
93.722.036
93.958.387
95.456.935
(100%)
(100%)
(100%)
Pertanian, kehutanan, perikanan Pertambangan
Industri manufaktur Listrik, gas dan air Bangunan
Total
2004
99.930.217 102.552.750 (100%)
(100%)
Sumber: BPS, 2009
Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia, yang merupakan salah satu bagian dari industri manufaktur, sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an. Industri ini diawali dengan masuknya investasi Jepang pada industri hulu yaitu industri yang memproduksi serat atau fiber dan proses pemintalan menjadi benang. Industri pertekstilan Indonesia sempat mengalami pasang surut, tetapi sampai pada pertengahan tahun 2007 industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
Indonesia masih dapat bertahan. Hal tersebut dibuktikan bahwa industri TPT merupakan industri yang strategis dan menjadi andalan penerimaan devisa nomor dua terbesar non-migas bagi Indonesia dari sektor industri setelah minyak kelapa sawit. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Perindustrian, pada tahun 2007 lalu devisa TPT mencapai US$ 9,81 miliar, lebih besar dibandingkan nilai ekspor 2006 yang mencapai US$ 9,4 miliar dan sampai dengan bulan Mei 2008 nilai ekspor TPT telah mencapai US$ 4,34 miliar. Pada tahun 2006 juga, industri ini memberikan kontribusi sebesar 11,7 persen terhadap total ekspor nasional, 20,2 persen terhadap surplus perdagangan nasional, dan 3,8 persen terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional (www.bni.go.id). Selain dari devisa, industri TPT juga menyerap tenaga kerja yang mencapai 10,6 persen pada tahun 2008 dari total angkatan kerja 102.552.750 orang (API, 2009). Bila dilihat dari kinerjanya, industri TPT ini pernah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2003, tetapi sejak tahun 2004 kinerjanya terus mengalami peningkatan. Nilai ekspor dari industri TPT ini sebagian merupakan kontribusi dari industri garmen atau pakaian jadi sebesar 55,7 persen atau US$ 52,7 juta. Sedangkan industri pemintalan sebesar 18,9 persen dan industri pertenunan sebesar 15,6 persen (Miranti, 2007). Industri TPT nasional mengekspor sekitar 75 persen produknya ke berbagai negara dan hanya 25 persen yang dipasok untuk pasar domestik dengan negara tujuan ekspor industri TPT nasional sebagian besar adalah Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang. Pada tahun 2006, ekspor ke AS mencapai 41,3 persen, Uni Eropa 16,5 persen, dan Jepang 3,7 persen.
Namun,
dihapuskannya
kuota
pada
tahun
2005
dikhawatirkan
mempengaruhi volume ekspor TPT Indonesia ke negara-negara yang sebelumnya menetapkan kuota yang sekaligus juga merupakan negara tujuan utama ekspor TPT nasional seperti AS dan Uni Eropa. Dengan diberlakukannya kuota, Indonesia telah mempunyai jaminan untuk memperoleh pasar di negara tersebut sehingga Indonesia tidak perlu bersaing dengan negara lain untuk memperoleh pasar. Dengan dihapuskannya kuota, Indonesia harus bersaing dengan negaranegara pengekspor TPT dunia seperti Cina dan India untuk memperoleh pasar yang potensial. Selain penghapusan kuota, adanya krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2008 telah memberikan dampak ke seluruh dunia dan secara tidak langsung juga berdampak ke Indonesia sehingga sektor-sektor perekonomian nasional juga terganggu. Salah satu dari sektor tersebut adalah industri TPT. Padahal, negara-negara tujuan utama ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia adalah Amerika, Uni Eropa dan Jepang yang merupakan negara yang paling terpuruk karena krisis global. Karena adanya krisis global, menyebabkan penurunan daya beli masyarakat di negara-negara tersebut sehingga mereka mengalami penurunan kemampuan finansial, maka mereka lebih mengutamakan untuk membeli barang kebutuhan pokok. Dengan adanya penurunan daya beli maka dampak akhir yang terjadi yaitu melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap volume ekspor Indonesia ke negara-negara itu.
1.2
Rumusan Masalah Adanya penghapusan kuota pada tahun 2005 membuat Indonesia harus
bersaing secara ketat dengan negara pengekspor TPT dunia. Hal tersebut mempengaruhi kinerja ekspor TPT Indonesia khususnya untuk negara tujuan Amerika Serikat. Selain itu, krisis keuangan global yang awalnya bermula dari Amerika Serikat kini telah mempengaruhi stabilitas ekonomi seluruh dunia dimana salah satunya yaitu Indonesia. Krisis finansial ini tidak saja berdampak kepada sektor keuangan ataupun perbankan Indonesia namun juga berpengaruh terhadap sektor riil. Indonesia sebagai partner dagang Amerika dan Eropa, kini mulai merasakan dampak dari adanya krisis finansial global yang sedang terjadi saat ini. Krisis yang memberikan dampak hampir ke seluruh negara dan ke semua sektor ini serta mulai dihapuskannya kuota pada awal tahun 2005 telah menyebabkan adanya perubahan dalam volume ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia. Dengan adanya perdagangan antara satu negara dengan negara lain, maka terganggunya stabilitas ekonomi suatu negara besar atau adidaya seperti Amerika akan menyebabkan masalah yang serius bagi negara berkembang seperti Indonesia. Hubungan perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan partner dagangnya adalah suatu hubungan sebab akibat karena impor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain, sehingga penurunan impor di suatu negara akan mempengaruhi tekanan ekspor negara lain.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana perkembangan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di AS dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global? 1.3
Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Menganalisis perkembangan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global. 2) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di AS dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global.
1.4
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, diharapkan akan memberikan manfaat bagi: 1) Pemerintah Indonesia selaku pengambil kebijakan dan pihak lainnya yang terkait sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan ekonomi, dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di AS. 2) Mahasiswa dan kalangan akademisi lainnya sebagai bahan pelengkap dan informasi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan permasalahan dalam skripsi.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat dalam kaitannya dengan pasca penghapusan kuota dan krisis global. Namun, jenis TPT yang dimasukkan dalam model analisis regresi adalah jenis pakaian jadi kemeja pria yang terbuat dari kapas atau cotton yang tidak dirajut atau disulam dengan kode HS 620520. Alasan mengapa hanya kemeja pria yang terbuat dari kapas atau cotton yang tidak dirajut atau disulam yang dimasukkan dalam model analisis regresi adalah karena jenis kemeja pria ini memiliki volume ekspor yang terbesar ke AS dibandingkan dengan jenis kemeja pria lainnya ataupun jenis pakaian jadi lainnya sehingga dianggap dapat mewakili. Selain itu, salah satu variabel independen dalam model yaitu variabel harga merupakan hasil pembagian antara nilai ekspor dengan volume ekspor kemeja pria yang terbuat dari kapas atau cotton yang tidak dirajut atau disulam, sehingga hasil yang diperoleh merupakan harga rata-rata dari satu jenis komoditas saja dan bukan ratarata dari semua jenis pakaian jadi. Dengan demikian, pada saat dilakukan estimasi terhadap model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS, variabel harga tersebut memiliki error yang minimum sehingga hasil estimasinya mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Teori Perdagangan Internasional Perdagangan luar negeri adalah suatu perdagangan antarnegara yang
memiliki kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda serta dengan kesepakatan tertentu dan memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditentukan dan diterima secara internasional (Putong, 2003). Sedangkan menurut Lipsey (1997), perdagangan internasional diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas antar negara. Dengan adanya perdagangan, setiap negara akan menggunakan sumberdaya nya dengan efisien dan melakukan spesialisasi sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Suatu perdagangan terjadi dikarenakan adanya kebutuhan dalam negeri untuk memenuhi serta mendapatkan suatu manfaat atau keuntungan yang lebih. Dengan adanya perdagangan, setiap negara akan memfokuskan
untuk
memproduksi barang dan jasa yang dapat dihasilkannya secara efisien atau spesialisasi produksi, sementara negara lain yang melakukan perdagangan adalah untuk memperoleh barang dan jasa lain yang tidak diproduksinya. Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan luar negeri (Putong, 2003), antara lain: 1. Untuk memperoleh barang atau sumber daya yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri.
2. Untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri, namun kualitasnya tidak sebaik produksi negara lain atau kualitasnya belum memenuhi syarat. 3. Untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern, dengan tujuan untuk memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri. 4. Untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri 5. Untuk memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya perdagangan internasional atau perdagangan antar negara, berikut ini akan di ilustrasikan dengan Gambar 1 dibawah ini. P P3 P2 P1
P A"•
Ekspor Sx •E B• Negara A • A Dx
0
B* • * A • X
0
Sx
P P3*
S
E* • Dunia D
P2 B' •
•A' E' • Impor Negara B Dx
X
0
X
Sumber: Salvatore , 1997
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional Pada gambar diatas, diasumsikan ada dua negara yang akan melakukan perdagangan yaitu Negara A dan Negara B. Dimana gambar tersebut menunjukkan kondisi tanpa perdagangan dan dengan perdagangan dengan contoh komoditi yang diperdagangkan adalah kain. Apabila dalam kondisi tanpa perdagangan, pasar kain di Negara B dan di Negara A berada pada tingkat harga yang berbeda. Tanpa adanya perdagangan dengan Negara B, maka titik pertemuan
antara permintaan dan penawaran di Negara A akan berada pada tingkat harga yang lebih rendah yaitu pada P1 atau terletak pada titik A. Begitu pula dengan Negara B, jika Negara B tidak melakukan perdagangan dengan Negara A maka tingkat harga yang terjadi menjadi lebih tinggi yaitu pada tingkat harga P 3* atau pada titik A'. Dengan dibukanya perdagangan antara Negara A dengan Negara B, maka orang akan memperoleh kebebasan dari keharusan untuk menyeimbangkan permintaan dan penawarannya di negara masing-masing. Hal tersebut akan membuka kesempatan bagi pembeli kain di Negara B dan penjual kain di Negara A. Para pembeli di Negara B akan mengetahui bahwa mereka akan dapat memperoleh harga kain yang lebih murah dari luar negeri yaitu Negara A sehingga mereka akan menerima harga pada P2, sedangkan penjual di Negara A tidak perlu untuk menetapkan harga yang lebih rendah (P1) tetapi dapat menetapkan harga yang lebih tinggi yaitu pada P2. Sehingga harga akhir yang diciptakan oleh perdagangan dunia dapat ditentukan dan dianalisis. Kelebihan permintaan (excess demand) di Negara B sebanding dengan kelebihan penawaran (excess supply) di Negara A yang akhirnya terjadi hanya pada satu tingkat harga saja yaitu pada harga P2. Pada tingkat harga ini excess demand Negara B atau B'E' yaitu besarnya komoditi yang diimpor sama dengan excess supply Negara A atau BE yaitu besarnya komoditi yang diekspor. Keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia memperlihatkan bahwa kurva perdagangan diturunkan dari kurva permintaan dan penawaran dari suatu negara. Kurva yang menunjukkan permintaan Negara B terhadap kain impor
dari Negara A adalah kurva excess demand begitu pula kurva penawaran ekspor kain dari Negara A yang merupakan kurva excess supply. Kurva permintaan dan penawaran perdagangan saling bertemu pada titik E* yang mencerminkan harga dunia yang berlaku untuk komoditi kain dengan adanya perdagangan antar negara. 2.1.2
Teori Keunggulan Komparatif Keunggulan komparatif adalah keunggulan relatif yang dimiliki oleh suatu
negara dibandingkan dengan negara lain dalam memproduksi berbagai komoditas (Lipsey, 1997). Jika masing-masing negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam suatu komoditi mengkhususkan berproduksi dalam komoditi tersebut, maka produksi dunia akan mampu ditingkatkan sehingga akan memberikan peluang bagi setiap negara untuk melakukan perdagangan serta memperoleh manfaat dari perdagangan tersebut. Keunggulan komparatif itu sendiri timbul karena adanya negara-negara yang mempunyai biaya dan kesempatan yang berbeda dalam memproduksi barang atau komoditas tertentu. Bila suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam suatu barang, tetapi tanpa ada perdagangan maka harga relatif untuk barang tersebut akan lebih rendah daripada di negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif untuk barang tersebut. Perdagangan akan meningkatkan harga relatif barang tersebut sehingga akan menciptakan suatu insentif bagi perusahaan-perusahaan di negara yang memiliki keunggulan komparatif untuk lebih meningkatkan produksinya. Selain itu, jumlah komoditi yang akan dikonsumsi menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan tanpa perdagangan.
Berdasarkan hukum keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo (Salvatore, 1997), meskipun suatu negara kurang efisien dibandingkan dengan negara lain dalam memproduksi dua jenis komoditi, tetapi masih tetap ada dasar untuk melakukan perdagangan yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua negara. Dimana negara pertama harus mampu berspesialisasi dalam berproduksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil atau komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif. Sedangkan untuk mengetahui sebab-sebab munculnya keunggulan komparatif di tiap-tiap negara serta dampak-dampak yang ditimbulkan oleh adanya hubungan dagang terhadap pendapatan faktor produksi di kedua negara yang melakukan perdagangan dijelaskan melalui teori Heckscher-Ohlin. Teori Heckscher-Ohlin (Salvatore, 1997) menyatakan bahwa komoditi yang diekspor oleh suatu negara adalah komoditi yang produksinya menyerap lebih banyak faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan akan mengimpor komoditi yang membutuhkan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Karena dalam teori Heckscher-Ohlin lebih menekankan pada perbedaan kepemilikan faktor-faktor produksi antara suatu negara dengan negara lain yang merupakan landasan dalam menentukan keunggulan komparatif masing-masing negara maka teori ini juga disebut sebagai teori kepemilikan faktor atau teori proporsi faktor. Teori ini menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi serta mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dan mengimpor
komoditi atau barang yang banyak menyerap faktor produksi yang langka dan mahal di negara itu. 2.1.3
Teori Permintaan Ekspor Permintaan dari suatu barang atau komoditi timbul dikarenakan adanya
keinginan dan kemampuan konsumen untuk membeli suatu barang tertentu. Pengertian dari permintaan (Lipsey, 1995) itu sendiri adalah jumlah suatu komoditi yang akan dibeli oleh rumah tangga. Hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta adalah negatif sehingga hukum permintaan menyebutkan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta semakin besar, begitu pula sebaliknya. Sementara itu, penentuan permintaan dari suatu pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor (Lipsey, 1995), yaitu: 1. Harga komoditi itu sendiri 2. Rata-rata pendapatan rumah tangga Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah komoditi yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. 3. Harga-harga lainnya Harga-harga lainnya yang dimaksud adalah harga barang substitusi dan harga barang komplementer. Naiknya harga pada barang substitusi suatu komoditi maka akan menyebabkan permintaan dari komoditi itu meningkat. Sedangkan naiknya harga barang komplementer suatu komoditi akan menyebabkan permintaan dari komoditi itu turun.
4. Selera Selera mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan keputusan seseorang untuk membeli suatu barang. 5. Distribusi pendapatan Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan semakin banyak jumlah komoditi atau barang yang akan dibeli bagi mereka yang memperoleh tambahan pendapatan, begitu pula sebaliknya. 6. Jumlah penduduk Kenaikan jumlah penduduk akan menyebabkan lebih banyak komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Permintaan ekspor suatu negara didefinisikan sebagai permintaan suatu negara tertentu terhadap suatu komoditi. Sama halnya dengan permintaan suatu komoditi dalam suatu pasar, permintaan ekspor juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga domestik negara tujuan ekspor (HDit), harga impor negara tujuan ekspor (HIit), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPit), selera penduduk negara tujuan ekspor (Sit). Selain itu juga dipengaruhi oleh harga di pasar Internasional (HX), nilai tukar (NT) dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor (POPit). Dalam fungsi ini dimasukkan variabel dummy krisis global dan dummy kuota karena terkait dengan kondisi dunia saat ini yang sedang mengalami krisis keuangan global dan setelah kuota dihapuskan. Secara umum fungsi ekspor suatu komoditi: Xt= f (HDt, HDit, HIit, YPit, Sit, HXit, NTit, POPit, D1, D2)
(2.1)
dimana: Xt
= volume ekspor pada bulan ke-t
HDt
= harga domestik negara pengekspor pada bulan ke-t
HDit
= harga domestik negara tujuan ekspor pada bulan ke-t
HIit
= harga impor negara tujuan ekspor pada bulan ke-t
YPit
= pendapatan perkapita penduduk (GDP) negara tujuan ekspor pada periode ke-t
Sit
= selera penduduk negara tujuan ekspor pada bulan ke-t
HXt
= harga ekspor bulan ke-t
NTt
= nilai tukar riil (nilai tukar negara pengekspor/nilai tukar negara tujuan ekspor) pada bulan ke-t
POPit = jumlah penduduk negara tujuan ekspor pada bulan ke-t D1
= variabel dummy kuota
D2
= variabel dummy krisis global
2.1.4
Kurs (Exchange Rate) Yang disebut dengan kurs (exchange rate) antara dua negara adalah
tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2003). Ada dua macam kurs yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal atau nominal exchange rate adalah harga relatif dari mata uang dua negara, contohnya jika kurs antara dolar AS dengan Rupiah adalah Rp. 12.000 per dolar maka orang yang ingin memiliki dolar harus menukar Rp. 12.000 untuk setiap dolar yang ingin didapatkannya. Sedangkan kurs riil atau real exchange rate adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Kurs
riil ini menyatakan tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain sementara itu jika orang mengatakan kurs antara dua negara maka yang dimaksud adalah kurs nominal. Untuk melihat bagaimana hubungan antara kurs riil dengan kurs nominal dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini:
Tingkat harga barang domestik yang diperdagangkan dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang domestik dan pada tingkat kurs yang terjadi. Maka jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah sedangkan barang-barang domestik relatif lebih mahal, begitu pula sebaliknya yaitu jika kurs riil rendah maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal sedangkan barang-barang domestik relatif lebih murah. 2.2
Teori Regresi Analisis regresi merupakan analisis yang berkaitan dengan ketergantungan
satu variabel yaitu variabel tak bebas, terhadap satu atau lebih variabel lain yaitu variabel yang menjelaskan (explanatory variable) atau variabel bebas dengan maksud menaksir atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas (Gujarati, 1978). Untuk menganalisis model yang memiliki lebih dari satu variabel bebas digunakan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi berganda yaitu model dimana variabel tak bebas (dependent variable) tergantung pada dua atau lebih variabel bebas (independent variable) atau variabel yang menjelaskan (Nachrowi, 2006). Dengan semakin banyaknya variabel bebas yang digunakan maka semakin besar pula kemampuan regresi
untuk menjelaskan variabel dependen sehingga faktor-faktor lain di luar model yang dicerminkan oleh error semakin kecil atau minimum. Untuk mendapatkan error yang minimum ini digunakan metode kuadrat terkecil biasa atau OLS (Ordinary Least Square). Sesuai dengan prinsip OLS, untuk memperoleh persamaan regresi maka harus mencari nilai dugaan dari koefisien-koefisiennya. Dalam persamaan regresi, penduga masing-masing koefisien harus memiliki sifatsifat penduga yang baik. Berdasarkan penelitian Gauss-Markov dalam Nachrowi (2006) bahwa penduga koefisien memiliki sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) atau mempunyai sifat yang linier, tidak bias, dan variannya minimum. 2.3
Industri tekstil dan Produk Tekstil Tekstil berasal dari bahasa latin yaitu textiles yang berarti tenunan atau
menenun (Djafri, 2003). Akan tetapi, secara umum tekstil dapat diartikan sebagai barang atau benda yang bahan bakunya berasal dari serat, yang umumnya kapas, polyester dan rayon, yang dipintal menjadi benang lalu dianyam/ditenun atau dirajut menjadi kain. Jenis dari kain ada empat macam, yaitu kain grey atau kain blacu, kain finished seperti kain putih, kain rajut, dan kain non-woven. Setelah dilakukan penyempurnaan atau finishing, kain ini digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Sementara itu, pengertian dari produk tekstil adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tekstil baik setengah jadi maupun jadi. Ada beberapa jenis dari produk tekstil, yaitu pakaian jadi atau garment yang merupakan berbagai jenis pakaian yang siap pakai, tekstil rumah tangga dan kebutuhan industri.
Industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia terbagi dalam tiga sektor industri yang terintegrasi dari hulu hingga hilir (Djafri, 2003), yaitu: 1) Sektor industri hulu (upstream), yaitu sektor industri yang memproduksi serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk benang. Sifat dari sektor industri ini adalah padat modal, berskala besar, dan jumlah tenaga kerjanya relatif sedikit, tetapi output per tenaga kerjanya besar. 2) Sektor industri menengah (midstream) adalah sektor industri yang mencakup proses penganyaman benang menjadi kain mentah lembaran yang melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting), kemudian diolah secara lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain jadi. Sektor industri ini memiliki karakteristik atau sifat semi padat modal, teknologi menengah dan modern, serta jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor industri hulu. 3) Sektor industri hilir (downstream) ini merupakan industri manufaktur pakaian jadi (garment), di dalamnya termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan ready-made garment. Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga industrinya bersifat padat karya. 2.4
Krisis Global Krisis finansial global yang bermula dari Amerika yang sebenarnya sudah
mulai terlihat sejak tahun 2007, pada awalnya terjadi karena adanya kredit macet
perumahan (subprime mortgage) atau di Indonesia ini disebut sebagai KPR. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Amerika, pemberian kredit perumahan hanya akan diberikan kepada warga Amerika yang memenuhi syarat tertentu. Namun, karena harga properti atau perumahan di Amerika sedang naik maka pemberian kredit tersebut dilakukan dengan mudah tanpa melihat apakah warga Amerika tersebut layak atau tidak. Bahkan perusahaan pembiayaan kredit rumah tersebut berani untuk memberikan kredit tetap selama tiga tahun sehingga menyebabkan banyak orang untuk membeli rumah dan akan kembali menjualnya dalam tiga tahun, yang menjadi permasalahan adalah perusahaan pembiayaan kredit rumah tersebut memberikan kepada warga atau penduduk yang sebenarnya tidak layak untuk memperoleh pembiayaan sehingga keadaan tersebut yang menyebabkan adanya kredit macet. Sedangkan untuk memberikan kredit tersebut, perusahaan pembiayaan memperoleh dana jangka pendek dengan menjual ataupun menerbitkan surat utang kepada lembaga investasi dan investor di seluruh dunia termasuk lembaga keuangan. Ketika terjadi kredit macet, perusahaan pembiayaan itu tidak mampu membayar utangnya kepada lembaga investasi dan lembaga-lembaga keuangan dunia yang membeli surat utangnya sehingga terjadilah kelangkaan likuiditas pada lembaga keuangan tersebut. Sebagai negara adidaya, kondisi kelangkaan likuiditas yang dialami oleh lembaga keuangan besar Amerika juga mempengaruhi kondisi likuiditas lembaga keuangan lain baik di Amerika sendiri maupun lembaga keuangan lain dunia yang menginvestasikan dananya melalui instrumen lembaga keuangan besar Amerika. Dari permasalahan itulah awal krisis global yang benar-
benar terjadi sekitar bulan Agustus 2008 hingga sekarang. Sedangkan lembagalembaga keuangan dunia yang terkena dampak dari krisis global itu adalah bankbank di Amerika Serikat itu sendiri, Eropa, serta Asia terutama Jepang. 2.5
Kuota Sejak tahun 1960, perdagangan tekstil dan pakaian jadi identik dengan
proteksi dan diskriminasi. Diawali dengan pembentuan Short Term Arrangement (STA) pada tahun 1961 yang kemudian diikuti dengan Long Term Arrangement pada tahun 1963-1973. Kedua perjanjian tersebut hanya mengatur tentang perdagangan kain katun. Lalu, pada tahun 2004 hingga berakhirnya Putaran Uruguay perdagangan tekstil diatur oleh MFA atau Multi Fibre Arrangement, yaitu suatu kerangka kerja perjanjian bilateral atau aksi unilateral yang membentuk sistem kuota impor ke negara-negara yang industrinya sedang menghadapi kerugian akibat peningkatan impor yang cepat. Dalam MFA, cakupan produk yang dibatasi dan diawasi perdagangannya lebih luas yaitu hingga pakaian jadi dan MFA ini menerapkan pembatasan dan pengawasan terhadap tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan cara kuota. Meskipun pembatasan ekspor TPT dilakukan dengan sukarela, tetapi pada kenyataannya kuota ditetapkan secara unilateral dan sangat tergantung pada negara pengimpor sehingga dapat dikatakan bahwa dengan penerapan kuota ini negara berkembang sebagai negara produsen dan pengekspor TPT adalah korban karena sifat dari kuota yang diskriminatif dan unilateralis. Namun, dilain pihak MFA juga memberikan akses untuk memperoleh pangsa pasar dengan harga yang menguntungkan, sehingga bagi negara berkembang MFA sangat membantu untuk
memasuki pasar dan memperoleh harga yang menguntungkan di pasar negara maju seperti AS dan UE. Negara-negara yang mengenakan kuota adalah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan Kanada. MFA berakhir pada tanggal 31 Desember 1994 dan digantikan dengan Agrreement on Textile and Clothing (ATC). ATC merupakan perjanjian transisi untuk membebaskan perdagangan TPT secara penuh dalam waktu 10 tahun secara bertahap sehingga pada saat berakhirnya ATC yaitu pada tanggal 1 Januari 2005 semua TPT telah terintegrasi secara penuh ke dalam sistem WTO dan artinya berakhirlah
sistem
kuota
dimana
negara
pengimpor
tidak
lagi
dapat
mendiskriminasi para eksportir. Perjanjian ini mengatur tahapan dan cara pengintegrasian
TPT,
peningkatan
pertumbuhan,
transitional
safeguard,
kepentingan negara-negara kecil dan terbelakang, dan lain-lain. Integrasi dilakukan dengan empat tahap dan produk yang sudah diintegrasikan tidak lagi dapat dikenakan kuota, selain itu pada setiap tahapannya harus mencakup empat tipe utama tekstil dan pakaian jadi, yaitu benang, serat bahan (fabrics), made-up textile products, dan pakaian jadi. 2.6
Penelitian Terdahulu Kusumawardiani
(2005)
melakukan
penelitian
mengenai
analisis
perkembangan ekspor TPT dan peran pasar kuota bagi Indonesia menunjukkan bahwa adanya pasar kuota di Indonesia membawa dampak yang positif dan negatif, namun perkembangan ekspor TPT selama periode 1980-2002 cenderung meningkat meskipun bersifat fluktuatif. Sementara itu, variabel yang berpengaruh secara nyata mempengaruhi peningkatan ekspor tekstil ke negara kuota AS adalah
GNP riil dan nilai tukar riil, sedangkan untuk ekspor pakaian jadi variabel yang mempengaruhi secara nyata adalah GNP riil, nilai tukar riil, dummy krisis dan dummy pergejolakan niai tukar. Untuk tujuan negara non-kuota Singapura, peningkatan ekspor tekstil dan pakaian jadi dipengaruhi secara nyata oleh GDP riil dan dummy krisis. Prihartini (2004) dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil Indonesia ke Singapura, menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan menggunakan data dari tahun 1979-2001 untuk data ekspor benang tekstil dan tahun 1978-2001 untuk data ekspor kain tenunan kapas. Secara uji serempak, variabel-variabel yang diduga yang meliputi harga riil di Indonesia, harga riil di Singapura, pendapatan per kapita Singapura, nilai tukar riil Indonesia Singapura dan variabel dummy berpengaruh secara nyata terhadap ekspor benang tekstil dan kain tenunan kapas ke Singapura. Sedangkan secara parsial, harga riil di Indonesia dan dummy tidak nyata mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura namun variabel harga riil di Singapura, pendapatan per kapita Singapura dan nilai tukar riil Indonesia Singapura mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura secara nyata. Sementara itu, variabel harga riil di Indonesia, harga riil di Singapura dan nilai tukar riil tidak nyata mempengaruhi ekspor kain tenunan kapas namun variabel pendapatan per kapita Singapura dan dummy mempengaruhi ekspor kain tenunan kapas Indonesia ke Singapura secara nyata. Chintia (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa dengan
menggunakan metode analisis OLS. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yaitu volume ekspor TPT, GDP per kapita, harga ekspor, nilai tukar dan dummy kuota. Dari hasil estimasi tersebut, semua variabel yang digunakan sesuai dengan teori yang berlaku kecuali harga ekspor TPT negara pesaing. 2.7
Kerangka Pemikiran Konseptual Ekspor TPT Indonesia setiap tahun menunjukan angka peningkatan.
Namun dengan adanya penghapusan kuota dan krisis finansial global yang melanda negara tujuan utama ekspor TPT Indonesia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, volume ekspor TPT Indonesia dikhawatirkan akan mengalami penurunan. Padahal, seperti yang telah diketahui ekspor TPT yang merupakan bagian dari industri manufaktur adalah komoditas ekspor yang diunggulkan oleh Indonesia karena selain sebagai penghasil devisa terbesar juga menyerap banyak tenaga kerja. Dari permasalahan tersebut diatas, selanjutnya dianalisis bagaimana perkembangan permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia dalam kaitannya dengan adanya penghapusan kuota dan krisis global serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia. Maka alur pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan pada kerangka pemikiran operasional pada gambar 2.
2.8
Hipotesis Berdasarkan studi penelitian terdahulu dan tinjauan pustaka yang
merupakan teori dan konsep ekonomi, maka dari penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis yaitu: 1. Permintaan ekspor TPT berpengaruh positif terhadap volume ekspor TPT Indonesia. Semakin besar jumlah TPT yang diminta maka akan memberikan rangsangan bagi Indonesia sebagai pengekspor TPT untuk meningkatkan volume ekspor TPT nya. 2. GDP AS berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia. Penurunan dalam GDP per kapita AS akan menyebabkan turunnya daya beli negara pengimpor. Bila daya beli dari AS mengalami penurunan, maka AS akan mengurangi konsumsi nya sehingga akan berdampak pada penurunan permintaan ekspor TPT Indonesia. 3. Harga ekspor TPT Indonesia berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia. Jika harga ekspor TPT Indonesia semakin tinggi maka akan semakin rendah permintaan ekspor TPT Indonesia. 4. Nilai tukar atau kurs riil rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia. Jika kurs riil rendah, maka harga barang domestik relatif lebih murah dibandingkan dengan harga barang luar negeri, maka orang-orang Indonesia akan sedikit membeli barang impor dan orang asing akan banyak membeli barang dari Indonesia sehingga permintaan ekspor Indonesia akan meningkat.
5. Dihapuskannya kuota berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia. Dengan dihapuskannya kuota maka Indonesia harus bersaing dengan negara-negara pengekspor TPT dunia untuk memperoleh pasar di dunia terutama AS sehingga diduga akan menurunkan permintaan ekspor Indonesia. 6. Adanya krisis global berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia. Negara yang terkena dampak dari krisis global khususnya AS, menyebabkan kelangkaan finansial di negara tersebut sehingga mereka akan mengurangi impor terhadap suatu barang. Maka negara-negara pengekspor termasuk Indonesia akan mengalami penurunan permintaan ekspor.
Krisis Finansial AS
Krisis Ekonomi Global
Perdagangan dunia melemah
Permintaan Ekspor Manufaktur turun
Penghapusan kuota
Ekspor TPT Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia Kondisi perekonomian Implikasi kebijakan
Indonesia
Keterangan: : bagian yang dianalisis
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa time series secara bulanan dari bulan Januari tahun 2000 hingga bulan Desember tahun 2008. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber antara lain melalui internet, seperti Bank Indonesia, Bureau of Economic Analysis, Bureau Labor Statistics dan Census Bureau Amerika Serikat dan BPS, serta dari instansiinstansi seperti Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustrian. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data volume ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Dipilih Amerika Serikat karena AS merupakan negara tujuan ekspor utama TPT Indonesia khususnya kemeja pria diantara Jepang dan Uni Eropa dan sekaligus sebagai negara yang sebelumnya menerapkan kuota impor serta negara yang paling terpuruk yang terkena dampak dari adanya krisis global. Selain itu, diperlukan pula data GDP riil AS, harga ekspor TPT Indonesia terhadap AS dan nilai tukar riil rupiah terhadap dollar AS. 3.2
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan
kuantitatif. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda dan persamaan dalam model diduga dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan software Minitab 14 dan Eviews 4.1.
Model regresi linier secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: Yi = β0 + Σβi Xi + ui ; i = 1, 2, ……n
(3.1)
dimana: Yi β0 βi Xi ui n
= variabel tak bebas (dependent variable) = intersep = slope = variabel bebas yang menjelaskan variabel tak bebas Y (independent variable) = error term = banyaknya variabel independen dalam fungsi
Sementara itu, asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan menggunakan metode OLS yaitu: 1. E(ui) = 0 atau E (ui|xi) = 0 atau E(Y) = β0 + Σβi Xi atau dengan kata lain pada saat Xi terobservasi, pengaruh ui terhadap Y diabaikan atau ui tidak mempengaruhi E(Y) secara sistematis, ui menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Y, tetapi tidak terwakili dalam model. 2. Tidak ada korelasi antara ui dan uj {cov (ui, uj) = 0}; i ≠ j. 3. Homoskedastisitas yaitu besarnya varian ui sama atau var (ui) = σ2 untuk setiap i. 4. Kovarian antara ui dan Xi nol {cov (ui, Xi) = 0}, atau dengan kata lain artinya tidak ada korelasi antara ui dan Xi. Sehingga jika ada hubungan dimana Xi meningkat dan mengakibatkan ui juga meningkat atau ketika Xi menurun, ui akan menurun pula maka dapat dikatakan bahwa hal tesebut menunjukkan adanya korelasi antara ui dan Xi.
5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang nyata antar peubah X atau variabel-variabel independen nya. Jika asumsi-asumsi tersebut diatas terpenuhi, maka koefisien regresi yang diduga bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate). Namun, kadangkala ada kemungkinan terjadinya spurious regression atau regresi palsu yang disebabkan adanya variabel dependen dan variabel independen yang digunakan dalam model tidak stasioner sehingga jika variabel-variabel tersebut dibuat regresi akan menghasilkan regresi yang tampaknya baik yaitu dengan R2 tinggi, uji hipotesis yang signifikan, dan sebagainya. Menurut Granger dan Newold, jika R2 > statistik Durbin Watson maka dapat dicurigai hasil regresi tersebut adalah regresi palsu (Nachrowi, 2006). Untuk mengetahui apakah regresi yang dihasilkan tersebut regresi palsu atau bukan, maka dapat dilakukan uji kointegrasi. Jika residual atau ut stasioner, maka antara variabel dependen dengan variabel independennya dikatakan terkointegrasi. Sehingga jika dapat dibuktikan bahwa antara variabel dependen dengan variabel independennya terkointegrasi maka dapat disimpulkan regresi tersebut bukanlah regresi palsu tetapi regresi yang terkointegrasi. 3.3
Perumusan Model Variabel-variabel bebas yang digunakan adalah GDP riil negara tujuan
ekspor, harga ekspor, nilai tukar riil, dummy kuota dan dummy krisis global. Sementara itu, variabel dependennya yaitu volume ekspor TPT Indonesia terhadap Amerika Serikat (AS).
Sehingga model persamaan regresi nya dapat dituliskan sebagai berikut: Xt = f (GDPt, PXt, NTt, Dt)
(3.2)
Xt = α + β1 GDPt – β2 PXt – β3 NTt – β4 D1 – β5 D2 + ut
(3.3)
dimana: Xt
= volume ekspor TPT Indonesia ke AS pada bulan ke-t (kg)
α
= autonomous ekspor (kg)
βt
= parameter yang diduga
GDPt = GDP riil Amerika Serikat pada bulan ke-t (milyar dollar) PXt
= harga ekspor TPT Indonesia ke AS pada bulan ke-t (US$/kg)
NTt
= nilai tukar mata uang Indonesia terhadap mata uang AS pada bulan ke-t (Rp./US$.)
D1
= dummy kuota, 1 = tanpa kuota, 0 = ada kuota
D2
= dummy krisis global, 1 = saat krisis global, 0 = sebelum krisis global
ut
= error term pada periode ke-t
Namun, untuk melihat perubahan suatu variabel yang diakibatkan oleh perubahan variabel lain, maka digunakan Model Log-Log atau double log. Misalkan suatu model didefinisikan sebagai berikut: ln Y = ln β1 + β2 ln X Keunggulan dari model log-log ini terdapat pada koefisien slope β2 pada contoh model diatas. Karena nilai slope tersebut merupakan suatu ukuran elastisitas Y terhadap X atau dapat dikatakan koefisien slope merupakan tingkat perubahan pada variabel Y (dalam persen) karena perubahan pada variabel X (dalam persen).
Sehingga bentuk persamaan permintaan ekspor TPT setelah diubah menjadi model log-log adalah sebagai berikut: ln Xt = ln α + β1 ln GDPt - β2 ln PXt - β3 ln NTt - β4 D1 - β5 D2 + ut 3.4
(3.4)
Elastisitas Secara matematis, suatu elastisitas dapat ditentukan dengan rumus:
Elastisitas: (∂Y/Y) / (∂X/X) =
=
∂(ln Y) =
=
dan
=
dan ∂(ln X) =
.
(3.5)
, maka
, sehingga
= elastisitas
(3.6)
(3.7)
(3.8)
dimana: Y = rata-rata nilai peubah Y X = rata-rata nilai peubah X Dalam pernyataan diatas menunjukkan bagaimana variabel Y menanggapi, ceteris paribus, perubahan sebesar 1 persen dalam variabel X. 3.5
Pengujian Model Setelah mengestimasi parameter regresi dengan OLS, langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap parameter tersebut. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian statistik, ekonometrik dan pengujian ekonomi. Pengujian statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Sedangkan pengujian secara ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah parameter
yang diestimasi melakukan pelanggaran atau tidak terhadap asumsi klasik OLS. Sedangkan pengujian ekonomi dilakukan untuk melihat apakah tanda dan besaran koefisien dugaan yang diperoleh sesuai dengan teori ekonomi. 3.5.1
Kriteria Statistik Uji-t Pengujian ini digunakan untuk menghitung koefisen regresi secara
individu atau masing-masing dari variabel bebas dan bagaimana pengaruhnya apakah nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Hipotesis dalam pengujian ini dapat dituliskan sebagai berikut: H0 : β t = 0 H1 : βt ≠ 0;
t = 1, 2, ….., n
Dari hipotesis tersebut, dapat diartikan bahwa jika probabilitas nilai t-statistiknya mempunyai nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan (α) maka tolak H0 atau mempunyai arti bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan atau nyata terhadap variabel dependennya. Begitu pula sebaliknya, jika H0 diterima maka variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Untuk menghitung t-statistiknya, digunakan rumus sebagai berikut:
dimana: b βt Seβ
= Parameter dugaan = Parameter hipotesis = Standar eror parameter β
Jika nilai t yang diperoleh pada taraf nyata sebesar α ternyata lebih besar dari ttabel (t-stat > t-tabel) maka tolak H0, sehingga dapat dikatakan bahwa koefisien β
duga tidak sama dengan 0 dan variabel yang diuji mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel dependennya atau dapat dikatakan bahwa β duga signifikan secara statistik. Namun sebaliknya jika t-statistik lebih kecil dari t-tabel (t-stat < t-tabel) pada taraf nyata sebesar α maka terima H0 yang berarti bahwa koefisien β duga sama dengan 0 dan variabel yang diuji tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel dependennya. Uji F Uji F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien atau slope regresi secara bersamaan. Pengujian terhadap uji F ini dilihat dari nilai probabilitas Fstatistiknya. Jika F-statistiknya menunjukkan nilai yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka tolak H0 yang artinya bahwa paling tidak ada satu atau seluruh variabel yang berpengaruh terhadap variabel dependennya atau signifikan secara statistik. Uji p-value Uji p-value ini biasanya ditampilkan pada penggunaan output komputer. Uji ini digunakan untuk menguji bagaimana suatu model signifikan atau tidak, baik secara parsial atau keseluruhan. Jika nilai dari p-value lebih kecil dari taraf nyata sebesar α, maka dapat dinyatakan bahwa variabel bebas mempengaruhi secara nyata terhadap variabel dependennya, dan jika p-value nya lebih besar dari taraf nyata sebesar α maka variabel bebas tersebut tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependennya.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar variasi atau keragaman dari variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel bebas. Besarnya nilai dari R2 ini adalah 0 < R2 <1. Jika nilai nya sama dengan 0 (R2 = 0) maka artinya keragaman dari variabel dependen tidak dapat diterangkan sama sekali oleh variabel bebasnya. Sedangkan jika nilai R2 = 1 maka artinya keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya. Jadi, baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2 nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu. 3.5.2
Kriteria Ekonometrik Multikolinearitas Dalam suatu model, jika multikolinearitas tinggi maka akan diperoleh nilai
R2 yang tinggi, tetapi tidak ada koefisien regresi yang signifikan secara statistik. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebasnya. Model dianggap tidak mempunyai kolinearitas jika nilai korelasi antar variabel bebasnya kurang dari 0,8. Namun, jika nilainya lebih dari 0,8 maka terdapat multikolinearitas dalam model tersebut. Selain itu, multikolinearitas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai VIF atau Variance Inflation Factor. Kolinearitas dianggap ada jika nilai VIF > 10, yang artinya menganggap model tidak mempunyai kolinearitas jika korelasi antar variabel bebas hanya mencapai 0,9. Dimana VIF =
dengan R2 adalah koefisien determinasi antara
variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya.
Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah antara galat atau eror terdapat hubungan dalam suatu persamaan regresi. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW). Akibat dari adanya autokorelasi ini adalah bahwa penduga yang diperoleh dengan menggunakan OLS tidak lagi bersifat BLUE, walaupun masih bersifat tak bias dan konsisten. Untuk melihat seberapa kuat adanya pengaruh autokorelasi, dapat ditunjukkan dari koefisien korelasinya atau ρ. Besarnya koefisien tersebut adalah -1 < ρ < 1. DW = 2
-
-
(3.10)
Dari persamaan diatas maka diperoleh nilai statistik DW yaitu 0 ≤ d ≤ 4, dengan d menggambarkan koefisien DW, jika statistik DW bernilai 2 maka ρ akan bernilai 0, yang berarti tidak ada autokorelasi. Jika statistik DW bernilai 0, maka ρ akan bernilai 1 yang berarti ada autokorelasi positif dan jika DW bernilai 4 maka ρ akan bernilai -1 yang berarti ada autokorelasi negatif. Adanya autokorelasi akan menyebabkan estimasi dari standar eror dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate atau lebih kecil dari nilai sebenarnya. Sehingga koefisien R2 akan besar, uji-F dan uji-t menjadi tidak valid lagi. Namun, untuk mempermudah mengetahui apakah terdapat autokorelasi atau tidak, dapat digunakan Tabel 3 berikut ini. Jika nilai d berada diantara 1,54 dan 2,46 maka tidak ada autokorelasi dan bila nilai d berada diantara 0 hingga 1,10 maka terdapat autokorelasi positif, dan seterusnya.
Tabel 3. Penentuan Ada Tidaknya Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson Tolak H0, berarti ada autokorelasi positif
0
Tidak dapat diputuskan
dL 1,10
Terima H0, berarti tidak ada autokorelasi
du 1,54
2
Tidak dapat diputuskan
4-du 2,46
Tolak H0, berarti ada autokorelasi negatif
4-dL 2,90
4
Sumber: UPP STIM YKPN, 2007
Heteroskedastisititas Heteroskedastisitas adalah bila varian residual atau error tidak konstan atau berubah-ubah. Karena adanya heteroskedastisitas maka akan mengakibatkan varian koefisien regresi cenderung akan besar. Sehingga akan berakibat pada uji hipotesis baik uji-t maupun uji-F tidak lagi akurat. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat digunakan uji White dengan melihat pada nilai R2 nya. Jika nilai probabilitas R2 melebihi nilai kritis dengan α yang dipilih, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA
Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Industri tekstil atau yang lebih dikenal dengan sebutan industri tekstil dan
produk tekstil (TPT) saat ini tengah menghadapi masa-masa yang dapat dikatakan cukup sulit. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh dua faktor, pertama yaitu faktor internal yang merupakan masalah dalam industri TPT itu sendiri dan kedua yaitu faktor eksternal berupa penghapusan kuota tekstil dan pakaian jadi yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2005. Negara-negara yang memberlakukan kuota untuk ekspor TPT Indonesia antara lain yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa dan Kanada. Pemberlakuan ekspor TPT ini dimulai dengan adanya kesepakatan Multi Fibre Arrangement (MFA) pada tahun 1974 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 1994. Namun, setelah MFA berakhir, hal tersebut digantikan dengan Agreement on Textile and Clothing (ATC) – WTO. ATC merupakan perjanjian transisi untuk membebaskan perdagangan TPT selama sepuluh tahun atau berakhir pada akhir 2004 dan itu artinya bahwa perdagangan TPT telah dibebaskan dari kuota. Sebenarnya, dengan adanya pemberlakuan kuota justru mendatangkan manfaat bagi ekspor TPT Indonesia karena Indonesia tidak perlu bersaing dengan negara produsen TPT dunia untuk memperoleh pasar untuk produk TPT nya. Di Indonesia, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk produk garmen merupakan salah satu sektor unggulan ekspor Indonesia. Oleh karena itu industri ini mempunyai peran penting bagi Indonesia. Peranannya dalam komposisi ekspor nasional cukup besar yaitu senilai 10.4 milyar US$ pada tahun
2008, namun bila dilihat dari share nya terhadap non migas, tekstil dan garmen terus mengalami penurunan sejak tahun 2005 sampai tahun 2008 menjadi hanya sebesar 9,67% dibandingkan pada tahun 2004 yang sebesar 13,67%. Besarnya komposisi dan share ekspor tekstil dan garmen Indonesia terhadap ekspor non migas dari tahun 2004 hingga 2008 ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Ekspor Tekstil dan Garmen Indonesia terhadap Ekspor non-Migas Tahun 2004-2008 (milyar US$) Komposisi
2004
2005
2006
2007
2008
Total Ekspor Nasional
71,6
85,7
100,8
118,0
139,3
Non Migas
55,9
66,4
79,6
93,1
107,6
7,6
8,6
9,4
10,0
10,4
10,68%
10,04%
9,37%
8,48%
7,47%
13,67%
12,95%
11,87%
10,74%
9,67%
Tekstil dan garmen Share Tekstil dan Garmen terhadap Ekspor Nasional (%) (Migas + non Migas) ShareTekstil dan Garmen terhadap Non Migas (%) Sumber: API, 2009
Untuk mengetahui seberapa besar volume ekspor impor TPT Indonesia dari tahun ke tahun yaitu dari tahun 2004 hingga 2008, dapat dilihat pada Gambar 3. Dari tahun ke tahun, volume ekspor Indonesia terus menunjukkan peningkatan tetapi diikuti pula dengan peningkatan impornya. Peningkatan impor yang cukup tajam terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 39,84 persen atau volume impornya menjadi 1.983.050 ton. Sedangkan untuk ekspor, peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 10,32 persen atau meningkat dari 1.626.485 ton pada tahun 2004 menjadi 1.794.392 ton pada tahun 2005.
Sumber: Departemen Perindustrian, 2009
Gambar 3. Perkembangan Volume Ekspor Impor TPT Indonesia Tahun 2004-2008 (ton) Meskipun menghadapi cukup banyak kendala, salah satunya yaitu banyaknya negara pesaing, namun industri TPT tetap mampu bertahan. Hal ini dibuktikan dengan masih besarnya nilai ekspor TPT ke negara-negara partner dagang. Negara partner dagang atau negara tujuan ekspor utama TPT Indonesia tersebut adalah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan Jepang. Untuk nilai ekspor dari masing-masing tiga negara tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5. Jika dibandingkan antara ketiga negara tersebut, maka AS merupakan negara pengimpor TPT Indonesia terbesar diantara Uni Eropa dan Jepang. Dari tahun 2004 hingga tahun 2008, nilai ekspor TPT secara keseluruhan (tekstil dan garmen) ke AS meningkat sebesar 61,87 persen dan menduduki tingkat pertama yaitu sebesar 2.620,4 juta US$ pada tahun 2004 dan terus meningkat sampai tahun 2008 dengan mencapai nilai sebesar 4.241,4 juta US$. Meski nilai ekspor secara
keseluruhan meningkat, namun untuk tekstil nilai ekspornya mengalami penurunan dari tahun 2004 ke tahun 2005 yaitu dari US$ 217,4 menjadi US$ 205,9 atau turun sebesar 5,29 persen. Pada tahun 2006 sempat mengalami peningkatan, tetapi tahun 2007 hingga tahun 2008 kembali turun dari US$ 225,1 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 213 juta pada tahun 2008. Sedangkan peningkatan nilai ekspor tersebut didominasi oleh garmen yang dari tahun 2004 hingga tahun 2008 terus menunjukkan peningkatan meskipun kuota telah dihapuskan pada tahun 2005. Tabel 5. Nilai Ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang Tahun 2004-2008 Negara Tujuan Amerika Serikat (juta US$): - Tekstil dan Garmen - Tekstil - Garmen Uni Eropa (juta Euro): - Tekstil dan Garmen - Tekstil - Garmen Jepang (milyar yen): - Tekstil dan Garmen - Tekstil - Garmen
2004
2005
2006
2007
2008
2.620,2 217,4 2.402,8
3.081,3 205,9 2.875,4
3.901,5 231,2 3.670,3
4.206,1 225,1 3.981,1
4.241,4 213,0 4.028,4
1.811,4 426,9 1.384,4
1.631,1 384,6 1.246,5
1.899,2 436,1 1.463,1
1.705,5 458,1 1.247,5
1.577,0 399,0 1.177,9
53,6 40,8 12,7
53,6 35,5 18,1
59,7 43,9 15,8
60,6 46,1 14,5
59,3 45,3 13,9
Sumber: API, 2009
Berbeda dengan AS, nilai ekspor ke Uni Eropa untuk TPT secara keseluruhan berfluktuatif dari tahun ke tahun (Tabel 5). Dari yang semula bernilai 1.811,4 juta Euro pada tahun 2004, maka pada tahun 2005 nilai ekspor ke Uni Eropa mengalami penurunan sebesar 9,95 persen yaitu menjadi 1.631,1 juta Euro lalu kembali meningkat pada tahun 2006. Akan tetapi pada tahun 2007 turun kembali sampai tahun 2008 menjadi 1.577,0 juta Euro atau turun sebesar 7,53
persen. Baik tekstil maupun garmen, pada tahun 2008 keduanya sama-sama mengalami penurunan. Penurunan tersebut antara lain dikarenakan adanya efek dari krisis ekonomi global yang saat ini sedang dialami oleh negara-negara di dunia yang membuat likuiditas keuangan mereka menjadi berkurang sehingga menurunkan permintaan akan barang ekspor dari Indonesia. Sama halnya dengan nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa, nilai ekspor ke Jepang juga mengalami penurunan pada tahun 2008. Untuk tekstil, mengalami penurunan nilai sebesar 1,7 persen sedangkan untuk garmen penurunannya lebih besar yaitu 4,14 persen (Tabel 5). Namun, dalam kondisi krisis global seperti saat ini, ekspor Indonesia ke tiga negara tersebut untuk garmen secara keseluruhan sebagian mengalami penurunan kecuali AS. 4.2.
Perkembangan Ekspor Kemeja Pria yang Terbuat dari Cotton yang Tidak Dirajut atau Disulam Jenis garmen yang terbesar untuk diekspor ke AS adalah jenis kemeja pria
yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam selain itu AS juga merupakan
negara
pengimpor
garmen
dari
Indonesia
yang
terbesar.
Dibandingkan dengan jenis kemeja pria lainnya yang tidak dirajut atau disulam, jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton memiliki total volume yang terbesar. Meskipun cotton atau kapas yang merupakan bahan baku dari kemeja pria ini diimpor, namun kemeja pria jenis ini masih memiliki daya saing untuk diekspor ke AS. Hal tersebut disebabkan industri garmen Indonesia yang bersifat padat karya atau menggunakan banyak tenaga kerja. Dibandingkan dengan Amerika yang sebagian besar industrinya adalah padat modal yaitu sebagian besar
menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi maka untuk memproduksi suatu jenis garmen diperlukan biaya yang cukup tinggi sehingga akan menyebabkan tingginya biaya produksi dan harga jual dari jenis garmen yang diproduksi sehingga bagi Amerika lebih baik mengimpor nya dari negara lain, seperti Indonesia, yang memiliki harga lebih rendah jika dibandingkan dengan memproduksi sendiri. Dengan begitu, maka dalam hal ini Indonesia memilki keunggulan komparatif dibandingkan dengan Amerika. Dengan alasan itulah mengapa Indonesia masih tetap mampu mengekspor produknya ke AS yang merupakan negara adidaya. Untuk mengetahui total volume dari masing-masing garmen untuk jenis kemeja pria yang diekspor ke AS dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Total Volume Ekspor Kemeja Pria ke AS Tahun 2000-2008 (kg)
Jenis Kemeja Pria Kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam Kemeja pria yang terbuat dari wool yang tidak dirajut atau disulam Kemeja pria yang terbuat dari serat buatan yang tidak dirajut atau disulam Kemeja pria yang terbuat dari bahan tekstil lainnya yang tidak dirajut atau disulam Sumber: Departemen Perdagangan, 2009 (diolah)
Total Volume Ekspor 88.617.129 2.806.547 13.369.003 5.627.507
Berdasarkan Tabel 6, dari tahun 2000 hingga tahun 2008 jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton memiliki total volume ekspor yang terbesar yaitu 88.617.129 kg sedangkan total volume ekspor terbesar kedua adalah kemeja pria yang terbuat dari serat buatan. Pada saat dihapuskannya kuota pada tahun 2005, persentase ekspor garmen Indonesia ke AS khususnya kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam meningkat 2,62 persen atau menjadi sebesar 13,51 persen dibandingkan pada tahun 2004 yaitu satu tahun sebelum dihapuskannya
kuota. Persentase ekspor garmen jenis kemeja pria ini pada tahun 2004 memiliki persentase sebesar 10,69 persen terhadap total ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dari tahun 2000-2008. Persentase tiap tahun untuk kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7. Persentase Ekspor Kemeja Pria yang Terbuat dari Cotton yang Tidak Dirajut atau Disulam ke AS Tahun 2000-2008 Tahun
Total Nilai Per Tahun (US$)
2000 151.033.060 2001 130.931.731 2002 109.043.662 2003 127.799.181 2004 168.195.061 2005 212.493.126 2006 212.107.123 2007 245.565.469 2008 216.100.654 Total 1.573.269.067 Sumber: Departemen Perdagangan, 2009 (diolah)
Persentase (%) 9,60 8,32 6,93 8,12 10,69 13,51 13,48 15,61 13,74
100,00
Namun, pada pertengahan tahun 2008 yaitu saat terjadinya krisis global, nilai ekspor untuk masing-masing jenis kemeja pria sebagian besar mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 8. Nilai ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dari bulan Juli hingga September menunjukkan nilai yang relatif stabil, tetapi pada bulan Oktober dan November yaitu di tengah terjadinya krisis global nilainya mulai menunjukkan penurunan. Pada Tabel 8, nilai ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton pada bulan September masih menunjukkan nilai sebesar 21.874.358 juta US$ tetapi pada saat bulan Oktober nilai ekspor mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu menjadi 15.957.420 juta US$ atau turun sebesar 27 persen dan masih turun kembali pada November menjadi 15.359.772 juta US$ atau 3.7 persen dari bulan
Oktober. Meskipun sempat terjadi penurunan nilai ekspor, namun penurunan tersebut tidak berlangsung lama karena pada bulan Desember nilai ekspornya relatif stabil kembali menjadi sebesar 21.758.376 juta US$ atau meningkat 41,66 persen dari bulan sebelumnya. Tabel 8. Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat untuk Kemeja Pria Bulan Juli-Desember Tahun 2008 (US$) Jenis Kemeja Pria
2008 Juli
Agt.
Sept.
Okt.
Kemeja pria 20.791.745 20.546.637 21.874.358 15.957.420 yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam 772.767 519.834 329.259 366.007 Kemeja pria yang terbuat dari wool yang tidak dirajut atau disulam Kemeja pria 2.091.740 1.964.091 2.196.646 1.418.066 yang terbuat dari serat buatan yang tidak dirajut atau disulam 54.388 56.952 Kemeja pria yang terbuat dari bahan tekstil lainnya yang tidak dirajut atau disulam Sumber: Departemen Perdagangan, 2009
Nov.
Des.
15.359.772 21.758.376
734.261
857.305
1.190.879
1.753.323
1.242
-
Selain dari Indonesia, AS juga mengimpor jenis kemeja pria tersebut dari berbagai negara antara lain yaitu Cina, Banglades, Hongkong, dan India. Maka bagi Indonesia negara-negara tersebut adalah pesaing yang cukup berat bagi produk ekspornya. Untuk mengetahui seberapa besar total nilai impor AS (tahun
2000-2008) dari masing-masing negara tersebut dapat dilihat dalam Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, Cina adalah negara terbesar yang mengekspor kemeja pria ke AS sebesar 29,79 persen atau senilai 4.366.252.507 ribu US$. Cina dapat menduduki posisi pertama sebagai negara pengekspor terbesar ke AS karena memiliki daya saing yang tinggi, selain harga yang murah, tenaga kerja yang melimpah dengan upah murah dan biaya energi yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan Indonesia sehingga biaya produksi dapat rendah dan efisiensi produksi dapat dicapai. Hal lain yang menyebabkan biaya produksi nya rendah adalah bahan baku yang digunakan untuk memproduksi pakaian jadi seperti kapas, juga terdapat di Cina sehingga Cina tidak perlu mengimpornya dari negara lain. Selain itu, kebijakan moneter di Cina yang menerapkan fixed exchange rate sehingga sangat menguntungkan bagi pelaku industri di negara itu karena mereka dapat melakukan perdagangan dengan negara lain atau melakukan ekspor ke negara tujuan ekspornya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya termasuk salah satunya Indonesia. Tabel 9. Total Nilai Impor Kemeja Pria AS Tahun 2000-2008 Negara Asal Cina
Total Nilai Impor (ribu US$) 4.366.252.507
Persentase Nilai Impor (%) 29,79
Banglades
3.152.433.094
21,51
Hongkong
2.761.107.552
18,84
India
2.283.252.301
15,58
Indonesia
2.092.482.409
14,28
Sumber: Departemen Perdagangan, 2009 (diolah)
Untuk nilai impor dari Indonesia, berdasarkan Tabel 9, Indonesia berada pada urutan ke lima setelah India dengan nilai ekspor sebesar 2.092.482.409 ribu US$ atau 14,28 persen berbeda 190.769.892 ribu US$ atau 1,3 persen dengan India. Dengan
adanya
negara-negara
pesaing
tersebut,
maka
dapat
mempengaruhi besarnya nilai ekspor Indonesia ke AS. Pada industri garmen, sekitar 88 persen hasilnya untuk diekspor ke luar negeri sedangkan 12 persennya ditujukan untuk pasar domestik. Namun, masih banyak berbagai masalah yang dihadapi oleh industri ini antara lain yaitu mesin-mesin yang sudah tua, banyaknya produk TPT illegal dalam bentuk pakaian jadi yang masuk ke Indonesia, bahan baku yang masih mengimpor dan biaya energi yang cukup mahal. Permasalahan tersebut nantinya akan menyebabkan turunnya produktivitas dan membuat harga dari garmen Indonesia menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan germen negara lain sehingga pada akhirnya akan menyebabkan produk garmen Indonesia tidak memilki daya saing di pasar internasional dan akan mengurangi nilai ekspor Indonesia serta devisa yang diperoleh. Namun, di tengah permasalahan yang dihadapi, industri TPT Indonesia khususnya garmen tetap mampu bertahan dan bersaing di pasar internasional dan tetap mampu memberikan kontribusi bagi Indonesia yang tercermin dari nilai ekspor ke negaranegara partner dagang yang masih cukup tinggi di tengah krisis global yang sedang dihadapi saat ini.
V.
5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indonesia di Amerika Serikat
Permintaan
Ekspor
TPT
Berdasarkan hasil output Eviews, model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS menunjukkan nilai R-squared sebesar 0,628 (62,8%) dan adjusted Rsquared sebesar 0,609 (60,9%). Nilai R-squared tersebut berarti bahwa 62,8 persen keragaman yang terjadi pada volume ekspor Indonesia ke AS mampu dijelaskan oleh faktor-faktor atau variabel-variabel yang terdapat dalam model, sedangkan 37,2 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Lalu untuk membuktikan bahwa regresi yang dilakukan bukanlah regresi palsu, maka dilakukan uji ko-integrasi dari model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari lampiran tersebut dapat disimpulkan bahwa model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS bukan regresi palsu karena antara variabel dependen dengan variabel independennya terkointegrasi pada taraf nyata 5 persen. Dalam Tabel 10 terlihat bahwa seluruh variabel berpengaruh nyata atau signifikan terhadap volume ekspor TPT Indonesia untuk jenis kemeja pria ke AS pada taraf nyata 5 persen kecuali dummy krisis global. Sedangkan untuk nilai probabilitas F-statistiknya sebesar 0.000000 yang berarti bahwa model dianggap mampu menjelaskan permintaan ekspor TPT Indonesia pada taraf nyata 5 persen atau paling tidak ada satu variabel independen yang signifikan. Sehingga, persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia untuk jenis kemeja pria ke AS yang tidak dirajut atau disulam dapat dituliskan menjadi:
LN_X = -50.60908511 + 3.148380228 LN_GDP - 1.165506183 LN_PX – (-2.249122) (3.056277) (-7.052827) 0.5650229075 LN_NT + 0.3189831991 D1 (-2.192962) (2.994936) Karena model permintaan ekspor yang digunakan adalah dalam bentuk model loglog atau double log, maka slope dari masing-masing variabel independennya merupakan suatu elastisitas atau kepekaan terhadap variabel dependennya. Tabel 10. Hasil Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Variabel Koefisien t-statistik probabilitas Keterangan variabel C -50.60909 -2.249122 0.0267*) Konstanta LN_GDP 3.148380 3.056277 0.0029*) GDP riil LN_PX -1.165506 -7.052827 0.0000*) Harga ekspor *) LN_NT -0.565023 -2.192962 0.0306 Nilai tukar riil D1 0.318983 2.994936 0.0034*) Dummy kuota D2 0.075419 0.606848 0.5453 Dummy krisis global R-squared 62,8% F-statistik 34.44549 Adj-R-squared 60,9% Prob (F-statistik) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.158450 Obs*R-squared (Uji heteroskedastisitas) 13.30685 Probabilitas 0.064976 Sumber: Lampiran 2 dan Lampiran 5 Keterangan : *) signifikan pada taraf nyata 5%
Untuk mengetahui apakah model permintaan ekspor tersebut baik secara ekonometrik maka dilakukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi OLS. Berdasarkan Tabel 10, untuk masalah autokorelasi untuk persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia untuk jenis kemeja pria di AS tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diputuskan apakah terdapat autokorelasi atau tidak karena nilai statistik DW nya menunjukkan angka sebesar 1,15. Sedangkan untuk mengetahui apakah dalam model terdapat heteroskedastisitas maka dilakukan uji White Heteroscedasticity. Nilai probabilitas yang dihasilkan setelah dilakukan uji White
Heteroscedasticity adalah sebesar 0.064976 yang artinya bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model karena nilainya lebih besar dari taraf nyata 5% atau 0,05. Selain
autokorelasi
dan
heteroskedastisitas,
pengujian
terhadap
pelanggaran asumsi OLS juga dilakukan untuk melihat apakah terjadi multikolinearitas dalam model. Untuk pengujian multikolinearitas ini dilakukan dengan memperlihatkan matriks korelasi antar variabel-variabel nya dan nilai VIF. Namun, dalam penelitian ini yang digunakan untuk mendeteksi multikolinearitas hanyalah nilai VIF nya. Tabel 11. Nilai Matriks Korelasi dari Hasil Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS LN_X LN_GDP LN_PX LN_NT D1 D2
LN_X 1 0.627810 -0.415925 0.474015 0.623792 0.191686
LN_GDP 0.627810 1 0.027755 0.876020 0.895283 0.310780
Sumber: Lampiran 3 Keterangan variabel : LN_X LN_GDP LN_PX LN_NT D1 D2
LN_PX -0.415925 0.027755 1 0.073645 0.055118 -0.027850
LN_NT 0.474015 0.876020 0.073645 1 0.802703 0.418956
D1 0.623792 0.895283 0.055118 0.802703 1 0.246332
D2 0.191686 0.310780 -0.027850 0.418956 0.246332 1
: Volume ekspor : GDP riil : Harga ekspor : Nilai tukar riil : Dummy kuota : Dummy krisis global
Dalam Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat koefisien matriks korelasi yang lebih dari 0,8 yaitu korelasi antara GDP dengan nilai tukar, GDP dengan dummy kuota dan nilai tukar dengan dummy kuota. Namun, jika diuji dengan program minitab yaitu dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) maka hasilnya menunjukkan nilai yang kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat multikolinearitas dalam model. Nilai VIF tersebut dapat dilihat dalam Tabel 12. Tabel 12. Nilai VIF dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Variabel LN_GDP LN_PX LN_NT D1 D2
VIF 7,8 1,0 4,9 5,2 1,3
Keterangan Variabel GDP riil Harga Ekspor Nilai tukar Dummy kuota Dummy krisis global
Sumber: Lampiran 4 Untuk
pengaruh
masing-masing
variabel
independen
terhadap
variabel
dependennya dapat dijelaskan sebagai berikut: GDP riil Dari hasil estimasi OLS, diperoleh nilai koefisien dari GDP yaitu sebesar 3.148380 atau dapat dikatakan bahwa kenaikan 10 persen dalam GDP riil AS akan meningkatkan permintaan ekspor Indonesia sebesar 31,48 persen. Nilai koefisien tersebut merupakan yang paling besar dibandingkan dengan nilai koefisien variabel lainnya (Tabel 10), sehingga GDP riil merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia ke AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dibandingkan dengan variabel lainnya. Dilihat dari tanda koefisiennya, GDP riil mempunyai tanda yang positif. Itu artinya terdapat kesesuaian antara tanda yang diperoleh dari estimasi dengan hipotesis yang telah dipaparkan sebelumnya atau sesuai dengan teori ekonomi, yaitu GDP riil mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan ekspor Indonesia. GDP riil mencerminkan daya beli dari suatu negara yang dalam hal ini adalah GDP riil AS, sehingga jika GDP riil AS naik
maka akan meningkatkan konsumsinya dan permintaan ekspor Indonesia pun akan meningkat. Peningkatan konsumsi AS tersebut dapat dibuktikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Pengeluaran Konsumen AS Tahun 2005-2007 Tahun
Rata-rata pengeluaran konsumen per tahun (US$)
2005
60,401
2006
62,503
2007
64,104
Sumber: U.S Bureau Labor Statistic, 2009 Berdasarkan Tabel 13, dari tahun 2005 hingga tahun 2007 rata-rata pengeluaran konsumen Amerika terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya rata-rata pengeluaran konsumen per tahun maka dapat diindikasikan daya beli warga AS juga meningkat, dimana GDP riil merupakan cerminan dari daya beli sehingga jika daya beli mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan meningkatnya konsumsi terhadap suatu barang. Peningkatan konsumsi tersebut akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap suatu barang yang dalam hal ini adalah permintaan ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam. Harga Ekspor Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa harga ekspor berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor. Hal tersebut sesuai dengan hasil estimasi OLS yang telah dilakukan yaitu berupa tanda negatif dari nilai koefisien harga ekspor dan variabel harga ekspor berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di AS pada taraf nyata 0,05 karena probabilitasnya sebesar 0.0000.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai koefisien sebesar -1.165506 yang berarti bahwa jika harga ekspor meningkat sebesar 10 persen maka permintaan ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria akan mengalami penurunan sebesar 11,65 persen. Berdasarkan hukum permintaan, semakin tinggi harga maka permintaan akan menurun, ceteris paribus. Harga ekspor berhubungan dengan kemampuan daya saing produk TPT nasional khususnya jenis kemeja pria yang tebuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam di pasar internasional. Tingginya harga ekspor Indonesia disebabkan oleh permasalahan yang dihadapi oleh industri TPT Indonesia. Permasalahan tersebut berupa masih rendahnya produktivitas dari industri TPT nasional sehingga output yang dihasilkan juga rendah padahal biaya yang dikeluarkan untuk produksi cukup tinggi sehingga menjadikan harga jual produknya juga tinggi. Sehingga tingginya harga ekspor Indonesia menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara produsen TPT dunia yang juga memasarkan TPT nya ke AS yang mempunyai harga jauh lebih murah disbanding dengan TPT Indonesia. Maka, untuk tetap mempertahankan ekspor ke AS, industri TPT nasional perlu strategi khusus dengan tetap mempertahankan kualitas produk nya serta dalam hal ketepatan delivery order ke negara tujuan ekspor, dalam hal ini khususnya AS, namun tetap berusaha untuk mengefisienkan biaya produksi. Jadi, harga yang rendah atau harga yang kompetitif sangat diperlukan agar Indonesia mampu untuk bersaing di pasar Internasional dengan tetap mempertahankan kualitas yang tinggi.
Nilai Tukar Riil Koefisien nilai tukar yang diperoleh dari hasil dugaan OLS menunjukkan adanya pengaruh yang negatif yaitu sebesar -0.565023 (Tabel 10). Hal tersebut berarti jika nilai tukar atau kurs riil mengalami peningkatan sebesar 10 persen maka permintaan ekspor akan turun sebesar 5,65 persen. Variabel nilai tukar riil ini mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 5 persen (0.0306 < 0,05). Tanda dari nilai koefisien nilai tukar riil yang dihasilkan dari estimasi OLS sesuai dengan hipotesis. Bila nilai tukar riil Indonesia rendah, maka barangbarang domestik relatif lebih murah dibandingkan dengan barang luar negeri atau impor begitu pula dengan orang-orang asing, mereka akan banyak membeli produk dari Indonesia. Dengan begitu, akan memberikan dorongan bagi orangorang asing terutama AS untuk meningkatkan permintaan ekspor nya, sehingga permintaan ekspor TPT untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam di AS akan meningkat. Oleh karena itu, ekspor neto Indonesia mengalami peningkatan. Kuota Dalam
hipotesis
yang
telah
dikemukakan
sebelumnya,
adanya
penghapusan kuota mempunyai pengaruh yang negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam. Namun, setelah dilakukan estimasi hasilnya tidak sesuai dengan hipotesis.
Hasil dugaan memberikan nilai koefisien sebesar
0.318983 dengan tanda yang positif dan berpengaruh nyata terhadap permintaan
ekspor (Tabel 10). Koefisien sebesar 0.318983 memberikan arti bahwa pada saat dihapuskannya sistem kuota, permintaan ekspor meningkat sebesar 3,18 persen . Pada saat dihapuskannya kuota, seharusnya permintaan ekspor TPT turun. Hal tersebut dikarenakan saat penghapusan kuota Indonesia harus bersaing lebih ketat dengan negara-negara produsen TPT dunia untuk memasuki pasar-pasar potensial TPT internasional salah satunya yaitu Amerika Serikat. Dengan adanya kuota, Indonesia tidak perlu untuk bersusah payah bersaing untuk memperoleh pasar karena di negara yang memberlakukan kuota, TPT Indonesia sudah memiliki jatah atau kuota untuk memasarkan produknya di negara tersebut serta adanya fasilitas jaminan pasar TPT nya. Namun, meskipun Indonesia harus bersaing secara ketat pada kenyataannya ekspor TPT Indonesia terus dapat meningkatkan nilai ekspornya ke AS. Hal yang menyebabkan meningkatnya ekspor Indonesia ke AS adalah dibebaskannya produk TPT yang sangat laku di pasaran khusunya T-shirt, men’s shirt atau kemeja pria, pakaian anak-anak, jeans, dan blous wanita yang sebelumnya dibatasi dengan kuota sehingga mendorong para eksportir untuk melakukan ekspor sebanyak-banyaknya. Kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar Internasional telah dibuktikan dengan Indonesia mampu menduduki posisi kelima importir kemeja pria di AS. Selain itu pula, setelah dihapuskannya kuota, pemerintah AS memberlakukan pembatasan impor tekstil dan garmen dari China sedangkan ekspor dari Indonesia sama sekali tidak dikenakan aturan pembatasan tersebut. Sehingga menyebabkan pembeli-pembeli dari luar negeri mengalihkan ke negara
lain diluar China, salah satunya yaitu Indonesia dengan tetap mempertimbangkan kualitas dan standar pelayanan seperti on-time delivery order. Krisis Global Dummy krisis global menyatakan pada dua kondisi yang berbeda, yaitu sebelum krisis global dan pada saat krisis global. Setelah dilakukan estimasi, nilai probabilitas dummy krisis global lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 0.5453. Hal ini berarti dummy krisis global tidak berpengaruh nyata atau adanya krisis global tidak mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam. Tidak berpengaruhnya krisis global terhadap permintaan ekspor juga terlihat pada ketidaksesuaian tanda dari koefisien slope dummy krisis global yang positif, dimana pada saat krisis global permintaan ekspor TPT Indonesia di AS meningkat sedangkan pada hipotesis diutarakan bahwa pada saat krisis global terjadi permintaan ekspor TPT Indonesia di AS terhadap kemeja pria mengalami penurunan. Tidak berpengaruhnya krisis global terhadap permintaan ekspor kemeja pria dikarenakan Indonesia tidak secara langsung terkena dampak krisis global, berbeda dengan krisis Asia 1997 yang langsung mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Krisis global yang disebabkan oleh jatuhnya pasar derivatif dan negara yang terlibat adalah seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga negara yang terkena dampak langsung dari krisis global adalah negaranegara tersebut. Krisis yang menyebabkan kelangkaan finansial di AS menyebabkan mereka mengurangi konsumsi impor nya sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi nilai ekspor dunia salah satunya Indonesia. Hal tersebut dibuktikan pada tabel nilai ekspor Indonesia untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam (Tabel 8) yang sempat mengalami penurunan pada bulan Oktober dan November. 5.2
Solusi Alternatif Kebijakan Dalam rangka menghadapi pasar bebas pasca dihapuskannya kuota,
industri TPT Indonesia
harus bersiap untuk bersaing dengan negara-negara
produsen TPT dunia untuk dapat memasuki pasar potensial TPT dunia khusunya untuk pasar kemeja pria. Awal dari persiapan tersebut bisa dilakukan dengan mengatasi masalah yang selama ini ada dalam industri TPT dalam negeri yaitu inefisiensi produksi yang menyebabkan produktivitas industri TPT rendah, harga yang tinggi sehingga daya saing nya juga rendah. Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Indonesia untuk mengatasi masalah inefisiensi tersebut adalah mengganti dengan mesin-mesin yang berteknologi tinggi. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendukung produk TPT Indonesia agar mampu memenuhi permintaan dari luar negeri dengan tepat waktu (on-time delivery order), kualitas yang tinggi serta harga yang mampu bersaing dengan negara-negara produsen TPT dunia. Untuk membeli mesin-mesin baru tersebut, tentunya para produsen TPT dalam negeri memerlukan uang untuk mendapatkannya, tetapi dari pihak perbankan belum tertarik menyalurkan kredit untuk modal para pengusaha TPT dalam negeri karena perbankan menilai bahwa pabrik-pabrik tekstil tidak qualified untuk menerima kredit-kredit semacam itu. Sehingga perlu dukungan dari pihak-pihak yang terkait, khususnya yaitu
pemerintah berupa adanya jaminan bahwa tidak semua pabrik TPT itu tidak qualified dan pantas untuk menerima kredit dari bank serta bank dapat melakukan monitoring atau survey terhadap industri TPT yang akan menerima kredit. Selain itu pula, dibutuhkan kondisi perekonomian yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkam modalnya pada industri TPT sehingga perlu dibangun kerjasama, baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain maupun dengan pihak swasta. Di lain pihak, juga diperlukan kemitraan antara produsen tekstil dengan garment manufacture karena selama ini pabrik garmen terpaksa mengimpor bahan bakunya dari luar negeri. Hal itu disebabkan persentase produk tekstil yang merupakan bahan baku untuk produk garmen sebagian besar masih dijual ke luar negeri daripada dijual di dalam negeri karena keuntungan yang lebih besar. Selain itu, dengan diberlakukannya pembatasan impor Cina oleh AS, maka Indonesia dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan nilai ekspor ke AS. Tetapi, perlu diwaspadai karena dengan pembatasan tersebut Cina justru dapat memanfaatkan Indonesia dengan cara Cina mengekspor TPT nya ke Indonesia lalu dari Indonesia dikirimkan ke AS. Dengan cara memalsukan negara asal TPT nya seperti itu, maka Cina dapat terbebas dari pembatasan impor oleh AS. Untuk mengantisipasi turunnya nilai ekspor kemeja pria ke AS karena krisis global, para produsen bisa berinisiatif untuk memperluas pasar ekspor nya ke negara-negara lain misalnya Timur Tengah dan Afrika. Sehingga meskipun devisa dari nilai ekspor ke AS berkurang, Indonesia tetap bisa memperolehnya dari negara lain dan para produsen dalam negeri mampu untuk tetap berproduksi. Namun, perlu untuk diperhatikan juga bahwa pengamanan
terhadap TPT illegal yang masuk ke dalam negeri juga harus dilakukan sebagai akibat pengalihan pasar TPT Cina karena berkurangnya permintaan ekspor TPT Cina di AS yang disebabkan oleh krisis global. Jika produk TPT illegal Cina masuk ke Indonesia maka dapat mengancam industri TPT domestik padahal pasar domestik merupakan andalan untuk pemasaran produk TPT nasional untuk mengantisipasi turunnya nilai ekspor ke AS. Untuk mengantisipasi banyaknya impor TPT illegal yang masuk ke Indonesia dan langkah untuk mengatasi dampak negatif yang berupa ketidakpastian akibat krisis global, pemerintah telah melakukan upaya-upaya seperti melakukan kebijakan baru yang mengatur kegiatan impor lima jenis produk tertentu salah satunya yaitu pakaian jadi. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/MDAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa semua perusahaan yang akan melakukan impor kelima jenis produk tertentu tersebut terlebih dahulu harus mendapatkan penunjukkan sebagai Importir Terdaftar Produk Tertentu (IT-Produk Tertentu) dari Menteri Perdagangan. Dengan adanya peraturan tersebut nantinya diharapkan terciptanya iklim usaha yang kondusif di pasar domestik. Selain itu juga produk TPT impor illegal yang selama ini banyak beredar di dalam negeri yang telah mengakibatkan produk TPT domestik kehilangan pasarnya di negeri sendiri dapat dikendalikan peredarannya.
VI.
6.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dari
penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke AS untuk garmen dari tahun 2004 hingga 2008 terus mengalami peningkatan. Meskipun demikian, untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam pada tahun 2008 bulan Oktober hingga November sempat mengalami penurunan akibat krisis global yang terjadi di AS, tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama karena pada bulan Desember nilai ekspor nya kembali relatif stabil.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam adalah GDP riil, harga ekspor, nilai tukar riil, dan dummy kuota. Sedangkan untuk dummy krisis global tidak signifikan pada taraf nyata yang digunakan. Untuk variabel yang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor adalah harga ekspor dan nilai tukar riil. Variabel dummy kuota dan dummy krisis global tidak sesuai dengan teori ekonomi karena mempunyai pengaruh yang positif sehingga walaupun Indonesia sudah tidak menikmati fasilitas kuota atau kepastian pasar dan terjadinya krisis pada negara pengimpor, permintaan ekspor nya justru meningkat sedangkan pengaruh variabel GDP riil AS,
harga ekspor, dan nilai tukar riil terhadap permintaan ekspor sesuai dengan teori ekonomi. 3.
Untuk menghadapi pasar bebas pasca kuota, perlu adanya peningkatan daya saing yaitu berupa restrukturisasi dalam industri TPT domestik yaitu berupa penggantian mesin-mesin baru dengan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas sehingga tercipta efisiensi agar produk TPT Indonesiamampu bersaing dengan produk TPT dunia. Sedangkan untuk mengantisipasi adanya penurunan nilai ekspor akibat krisis global AS, produsen domestik dapat memperluas pasar ekspornya ke negara-negara lain agar mampu untuk tetap berproduksi di tengah krisis global saat ini.
6.2
Saran Setelah dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan ekspor TPT Indonesia di AS, maka berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh serta pembahasan yang telah diutarakan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1.
Karena variabel harga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di AS, maka perlu adanya upaya-upaya yang lebih dalam usaha peningkatan daya saing sehingga mampu menjual dengan harga yang kompetitif di pasar tujuan ekspor dan mampu bersaing dengan negara kompetitor.
2.
Untuk variabel dummy krisis global, karena data volume ekspor dengan negara tujuan AS yang merupakan variabel dependen hanya tersedia sampai bulan Desember 2008, sedangkan salah satu variabel independen
yaitu krisis global baru terjadi sekitar bulan Agustus 2008 maka pada penelitian selanjutnya diharapkan cakupan data lebih luas agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik antara variabel variabel dependen volume ekspor dan dummy krisis global. 3.
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan adanya penambahan variabel independen seperti jumlah penduduk AS dan harga ekspor dari negara pesaing. Hal tersebut sebaiknya dilakukan agar dapat lebih dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di AS khususnya untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 2009. Ekspor Tekstil dan Garmen Indonesia ke Amerika, Uni Eropa dan Jepang Tahun 2000-2008. Jakarta . 2009. Ekspor Tekstil dan Garmen Indonesia terhadap Ekspor non-Migas Tahun 2004-2008. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja terhadap masing-masing Sektor ekonomi 2004-2008. http://www.bps.go.id/sector/employ/table1.shtml [11Februari 2009] Chintia, Santi. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Perdagangan. 2009. Ekspor non-Migas Utama Menurut Sektor http://www.depdag.go.id/index.php?option=statistik&task=detil&itemid=0 6010204 [10 Februari 2009] . 2009. Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Jenis Kemeja Pria 2000-2008. Jakarta. . 2009. Nilai Impor Amerika dari Dunia Jenis Kemeja Pria. 2000-2008. Jakarta. . 2009. Volume Ekspor Kemeja Pria ke AS Tahun 2000-2008. Jakarta. Departemen Perindustrian. 2009. No.05 Tahun 2008. Menyelamatkan Industri dari Dampak Krisis. Media Industri: 6-13. http://www.depperin.go.id.pdf [11 Februari 2009] . 2009. Perkembangan Volume Ekspor Impor TPT Indonesia Tahun 2004-2008. Jakarta. Departemen Luar Negeri. 2008. Sekilas WTO (World Trade Organization) Edisi Ketiga. Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri RI. Jakarta. Djafri, Chamroel. 2003. Gagasan Seputar Pengembangan Industri dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo, Jakarta.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad, Dahlan Iskan, dan A. Tony Prasetiantono. 2008. Memahami Krisis Keuangan Global Bagaimana Harus Bersikap? http://www.scribd.com/doc/8671538/Buku1-Krisis-Finansial-Global Uraian-dan-Cara-Bersikap [10 Februari 2009] Kusumawardiani, Riandini. 2005. Analisis Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Peran Pasar Kuota bagi Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lindert, Peter H., Kindleberger, dan Charles P. 1993. Ekonomi Internasional Edisi Kedelapan. Burhanuddin Abdullah [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid 1. A. Jaka Wasana dan Kirbrandoko [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. . 1997. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid 2. Agus Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Miranti, Ermina. 2007. Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi dan Peluang. http://www.bni.co.id [10 Februari 2009] Nachrowi, Nachrowi D. 2006. Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Nicholson, Walter. 1995. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan Edisi Kelima Jilid 1. Daniel Wirajaya [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Prihartini. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Indonesia ke Singapura. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Makro dan Mikro Edisi 2. Ghalia Indonesia, Jakarta. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima Jilid 1. Haris Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
United States Bureau of Labor Statistics. 2009. Consumer Expenditure Survey’s Expenditure Shares 2005-2007. http://www.bls.gov/cex/csxshare.htm [6 Juli 2009] United States Bureau of Economic Analysis. 2009. Real Gross Domestic Products, Chained (2000) Dollars. http://bea.gov/national/nipaweb/SelectTable.asp?Popular=Y [12 April 2009] Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Variabel-Variabel dalam Model Permintaan Ekspor TPT Indonesia di AS Tahun 2000
2001
2002
2003
ln X
ln GDP
ln PX
ln NT
D1
D2
Jan
13.04787
22.99373
3.029366
8.903105916
0
0
Feb
13.26184
22.9936
2.86743
8.894833241
0
0
Mar
13.11678
22.99494
3.127627
8.887846901
0
0
Apr
13.1481
22.99967
3.066314
8.935452944
0
0
Mei
13.54894
23.00583
2.934231
9.012461511
0
0
Jun
13.51975
23.01052
3.053351
9.044287043
0
0
Jul
14.01738
23.01144
2.625273
9.122513141
0
0
Agt
13.41101
23.01031
2.991067
9.045978952
0
0
Sep
14.02996
23.00938
2.409172
9.061139893
0
0
Okt
13.75317
23.01065
2.422078
9.104770582
0
0
Nov
13.7151
23.01287
2.572156
9.16367368
0
0
Des
13.35576
23.01456
2.977233
9.194782121
0
0
Jan
13.00624
23.01453
2.956404
9.194331739
0
0
Feb
13.77209
23.01372
2.531403
9.205344464
0
0
Mar
13.63932
23.01333
2.569905
9.241328696
0
0
Apr
13.24305
23.01425
2.98237
9.365995057
0
0
Mei
13.59467
23.01566
2.807797
9.39270118
0
0
Jun
13.51035
23.0164
2.82893
9.407784865
0
0
Jul
13.72015
23.01562
2.827393
9.390119126
0
0
Agt
13.36863
23.01409
2.961071
9.195179942
0
0
Sep
13.18418
23.01288
2.955314
9.241724148
0
0
Okt
12.97856
23.01322
3.000017
9.328829751
0
0
Nov
12.89389
23.01465
2.943485
9.394947703
0
0
Des
12.65947
23.01681
3.271726
9.388474876
0
0
Jan
12.57135
23.01906
3.104876
9.417398915
0
0
Feb
12.9089
23.02141
3.020954
9.410490143
0
0
Mar
12.56615
23.02358
3.055899
9.375946176
0
0
Apr
13.0226
23.0254
2.815106
9.326009032
0
0
Mei
13.33985
23.0271
2.764663
9.294586945
0
0
Jun
13.52269
23.02901
2.863414
9.250693763
0
0
Jul
13.22156
23.03119
2.683031
9.28672858
0
0
Agt
13.19298
23.03334
2.915662
9.280771726
0
0
Sep
13.3563
23.03488
2.916967
9.288557383
0
0
Okt
13.16734
23.03544
2.954242
9.311440553
0
0
Nov
12.78133
23.0354
3.104505
9.322552016
0
0
Des
13.25302
23.03539
2.8774
9.321770518
0
0
Jan
13.08144
23.03604
3.014501
9.322067323
0
0
Lampiran 1. Lanjutan 2003
2004
2005
2006
Feb
13.33341
23.0371
2.967285
9.316423681
0
0
Mar
12.84464
23.03837
3.018237
9.313679743
0
0
Apr
13.34917
23.04012
2.895903
9.303718643
0
0
Mei
13.43598
23.04269
2.973575
9.265578733
0
0
Jun
13.55496
23.0469
2.832485
9.241833517
0
0
Jul
13.85229
23.0527
2.680755
9.255766677
0
0
Agt
13.33097
23.05927
2.796735
9.276394302
0
0
Sep
13.35536
23.06495
2.805237
9.270660821
0
0
Okt
12.71489
23.06826
2.82749
9.276260019
0
0
Nov
13.7964
23.07011
2.281938
9.296924325
0
0
Des
13.13896
23.07149
2.931189
9.305252275
0
0
Jan
13.08386
23.07362
2.828303
9.292700877
0
0
Feb
13.33674
23.0761
2.650966
9.29244955
0
0
Mar
12.9718
23.07878
2.914854
9.30790441
0
0
Apr
13.15719
23.0815
2.931229
9.319961323
0
0
Mei
13.45108
23.08433
3.048196
9.366537675
0
0
Jun
13.66686
23.08734
2.912697
9.411730462
0
0
Jul
13.67065
23.09043
2.897069
9.375685706
0
0
Agt
13.76832
23.09348
2.987211
9.401148153
0
0
Sep
13.99916
23.09619
2.905951
9.391713629
0
0
Okt
13.80645
23.09841
2.904316
9.383267978
0
0
Nov
13.22021
23.10039
2.981925
9.381900016
0
0
Des
13.67827
23.10248
3.005526
9.419613715
0
0
Jan
13.77172
23.10494
3.011899
9.43041912
1
0
Feb
13.66692
23.10751
3.024389
9.428955892
1
0
Mar
13.59737
23.10981
3.016034
9.454894854
1
0
Apr
13.37911
23.11175
2.885814
9.469718236
1
0
Mei
13.68697
23.11369
2.919377
9.463928101
1
0
Jun
13.95171
23.11625
2.89449
9.487050016
1
0
Jul
13.80158
23.11956
2.813238
9.509549395
1
0
Agt
14.103
23.12307
2.882667
9.529816659
1
0
Sep
13.88871
23.1257
2.940675
9.547172729
1
0
Okt
13.88553
23.12694
2.86572
9.614136758
1
0
Nov
13.09302
23.12759
2.972428
9.630838299
1
0
Des
13.94962
23.12896
2.927763
9.616141053
1
0
Jan
13.54092
23.13215
2.866144
9.581287888
1
0
Feb
13.65862
23.1364
2.922898
9.563305157
1
0
Mar
13.78292
23.14072
2.942765
9.547545845
1
0
Apr
13.38341
23.14383
2.944787
9.514917057
1
0
Lampiran 1. Lanjutan
2007
2008
Mei
13.81025
23.14604
2.921119
9.522856544
1
0
Jun
13.75747
23.14733
2.921256
9.563549464
1
0
Jul
14.04735
23.1481
2.776711
9.539589658
1
0
Agt
13.90876
23.14855
2.944027
9.53816109
1
0
Sep
13.95199
23.14932
2.882615
9.551804897
1
0
Okt
13.84266
23.15068
2.879622
9.569614719
1
0
Nov
13.73222
23.15219
2.814806
9.569488512
1
0
Des
13.97531
23.15305
2.882259
9.576675614
1
0
Jan
14.05619
23.15298
2.791011
9.581968218
1
0
Feb
13.9523
23.15264
2.945128
9.580524145
1
0
Mar
14.13485
23.15317
2.853181
9.585043378
1
0
Apr
13.74793
23.15577
2.819964
9.569735586
1
0
Mei
13.9809
23.15985
2.9174
9.537545193
1
0
Jun
14.06437
23.16486
2.81404
9.554010386
1
0
Jul
14.06928
23.16951
2.802293
9.57062768
1
0
Agt
14.20496
23.17368
2.819004
9.609389104
1
0
Sep
13.8394
23.17648
2.827783
9.605612102
1
0
Okt
13.8179
23.17736
2.881421
9.590098813
1
0
Nov
13.90232
23.17692
2.862577
9.606133046
1
0
Des
13.86983
23.17605
2.941371
9.620601431
1
0
Jan
13.76744
23.17608
2.935582
9.638392913
1
0
Feb
13.87907
23.17675
2.862291
9.619222095
1
0
Mar
13.5157
23.17823
2.965746
9.617454975
1
0
Apr
13.40251
23.18035
2.960124
9.61950827
1
0
Mei
13.71777
23.18286
2.92186
9.63240732
1
0
Jun
13.86443
23.18519
2.906814
9.649789371
1
0
Jul
13.89076
23.18623
2.959306
9.646753252
1
0
Agt
13.98842
23.18599
2.84979
9.653993914
1
1
Sep
13.98894
23.18391
2.911885
9.683867535
1
1
Okt
13.63631
23.17981
2.949127
9.759540814
1
1
Nov
13.72857
23.17409
2.818695
9.933628957
1
1
Des
14.0815
23.16753
2.81401
9.91454672
1
1
Keterangan:
ln X ln GDP ln PX ln NT D1 D2
: volume ekspor TPT Indonesia di AS : GDP riil AS : harga Ekspor TPT : nilai Tukar Riil Rupiah terhadap US$ : dummy Kuota : dummy Krisis Global
Lampiran 2. Hasil Output Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Dependent Variable: LNX Method: Least Squares Date: 06/27/09 Time: 10:50 Sample: 2000:01 2008:12 Included observations: 108 Variable C LNGDP LNPX LNNT D1 D2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient Std. Error -50.60909 3.148380 -1.165506 -0.565023 0.318983 0.075419 0.628046 0.609813 0.242343 5.990480 2.920462 1.158450
t-Statistic
Prob.
22.50170 -2.249122 1.030136 3.056277 0.165254 -7.052827 0.257653 -2.192962 0.106508 2.994936 0.124280 0.606848 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0267 0.0029 0.0000 0.0306 0.0034 0.5453 13.54878 0.387967 0.057028 0.206036 34.44549 0.000000
LNX = -50.60908511 + 3.148380228*LNGDP - 1.165506183*LNPX 0.5650229075*LNNT + 0.3189831991*D1 + 0.07541929073*D2 Lampiran 3. Nilai Matriks Korelasi dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS
LN_X LN_GDP LN_PX LN_NT D1 D2
LN_X 1 0.627810 -0.415925 0.474015 0.623792 0.191686
LN_GDP 0.627810 1 0.027755 0.876020 0.895283 0.310780
LN_PX -0.415925 0.027755 1 0.073645 0.055118 -0.027850
LN_NT 0.474015 0.876020 0.073645 1 0.802703 0.418956
D1 0.623792 0.895283 0.055118 0.802703 1 0.246332
D2 0.191686 0.310780 -0.027850 0.418956 0.246332 1
Lampiran 4. Nilai VIF dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Predictor Constant ln GDP ln PX ln nt D1 D2
Coef -50,60 3,148 -1,1655 -0,5650 0,3190 0,0754
SE Coef 22,50 1,030 0,1653 0,2577 0,1065 0,1243
T -2,25 3,06 -7,05 -2,19 3,00 0,61
P 0,027 0,003 0,000 0,031 0,003 0,545
VIF 7,8 1,0 4,9 5,2 1,3
Lampiran 5. Uji Heteroskedastisitas Model Permintaan Ekspor TPT Indonesia di AS White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
2.007515 13.30685
Prob. F(7,100) Prob. Chi-Square(7)
0.061417 0.064976
Lampiran 6. Uji Unit Root Residual Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.550877 -3.492523 -2.888669 -2.581313
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares Date: 06/27/09 Time: 10:52 Sample(adjusted): 2000:02 2008:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID01(-1) C
-0.582452 0.002562
0.088912 0.020938
-6.550877 0.122339
0.0000 0.9029
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.290128 0.283367 0.216578 4.925148 12.87196 2.138873
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.003855 0.255839 -0.203214 -0.153255 42.91398 0.000000
Lampiran 7. Uji Ko-integrasi Residual dari Model Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Date: 06/27/09 Time: 10:39 Sample(adjusted): 2000:06 2008:12 Included observations: 103 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNX LNGDP LNPX LNNT Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 * At most 2 At most 3
0.208165 0.154170 0.118302 0.014713
55.78152 31.74107 14.49502 1.526718
47.21 29.68 15.41 3.76
54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level