ANALISIS EFISIENSI SUBSEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI INDONESIA TAHUN 2001–2005 Edwin Muhammad Fadholi (Pembimbing : Drs. Edy Yusuf AG, MSc, PhD)
ABSTRACT
Industrial sector, especially manufacturing industry, is the main sector for Indonesian economic. Textile and Textile Product industry is the industry which play an important role in the manufacturing industry. Economic fluctuation, such as increasing in oil price and electricity cost, would burden Textile and Textile Product industry. This research’s objective is to analyze the efficiency of Textile and Textile Product industry’s subsector in Indonesia from year 2001-2005. This research is done with efficiency concept that based on production theory, the measurement of the efficiency value is obtained by using analytical methods Data Envelopment Analysis (DEA), which with the DEA method, the efficiency score obtained in this study is a relative technical efficiency. This research is done based upon similiar research that ever did by Armenzano Yulianto in 2005, input variables used in this research are fuel cost, labour cost, electricity cost, raw material cost, and capital cost, whereas the output variables used are output value and value added. Assumption used are variabel return to scale (VRTS) and input oriented model. The research result shows that generally most of Textile and Textile Product industry’s subsector in Indonesia from year 2001-2005 has been efficient, this is showed by most of the subsector has reached efficient condition in research period. According to calculation result, the inefficiency source of subsectors which not yet reached efficient condition are reside in fuel cost, electricity cost, and capital cost. Keywords: Textile and Textile Product industry, Data Envelopment Analysis, technical efficiency
fundamental ekonomi yang kuat.
PENDAHULUAN Sektor industri merupakan sektor andalan utama bagi ekonomi Indonesia. Sektor industri merupakan sektor yang memberikan sumbangan produk domestik bruto dan peluang
Pada tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2006 sampai 2009, sektor industri pengolahan atau manufaktur tetap memiliki persentase terbesar bagi PDB Indonesia.
kerja yang besar bagi penduduk Indonesia.
Dapat
dikatakan
sektor
industri manufaktur
merupakan sektor yang memiliki
pertumbuhan sektor industri dapat
kontribusi
memacu pertumbuhan ekonomi dan
perekonomian Indonesia. Kontribusi
mencapai
sektor migas cenderung menurun,
pertumbuhan
ekonomi
yang optimal.
terhadap
sehingga sektor industri manufaktur
Data Produk Domestik Bruto (PDB)
besar
Indonesia
BPS
penyumbang PDB yang penting bagi
menunjukkan bahwa pada tahun
Indonesia. Tidak hanya memberikan
2005
hanya
kontribusi yang besar terhadap PDB
PDB.
Indonesia,
sektor
menyumbang Sektor
dari
nonmigas makin menjadi andalan
pertanian 13,1%
dari
industri
menyumbang
manufaktur
27,4%,
sektor
industri
manufaktur
merupakan penyumbang devisa yang besar
dari
ekspornya.
industri
pertambangan menyumbang 11,1%,
manufaktur
konstruksi
menyumbang
kesempatan kerja yang luas terhadap
perdagangan,
hotel
dan
7%, restoran
juga
memberikan
masyarakat.
menyumbang 15,6%, sisanya yang 25,8% disumbangkan oleh sektor Jasa, termasuk transportasi. Angkaangka
tersebut
memperlihatkan
besarnya peranan sektor industri dalam
perekonomian
indonesia.
Penguatan terhadap industri menjadi satu hal yang wajib dilakukan jika kita
ingin
negeri
ini
memiliki
Industri
yang
memiliki
potensi besar salah satunya adalah industri TPT (tekstil dan produk tekstil), yang termasuk di dalamnya industri garmen dan sepatu, berperan penting dalam menyerap tenaga kerja dan berkontribusi terhadap ekspor nonmigas. Industri TPT (tekstil dan
produk tekstil) merupakan industri
terbesar pada ekspor pakaian jadi.
yang tak bisa diabaikan peranannya.
Jumlah tersebut belum termasuk nilai
Setidaknya ada sekitar 98.000 unit
total ekspor ke Amerika Serikat yang
usaha kecil dan menengah (UKM)
mencapai hampir 3 kali lipatnya,
yang menekuni industri TPT. Data
yaitu senilai 2.077.149.580 Dollar
menunjukkan, UKM-TPT ini mampu
Amerika.
menyerap tenaga kerja sebanyak Periode 1975-1990, industri
490.000 dengan nilai produksi 14,7 trilyun dan ekspor US$ 900 juta. Industri skala besar yang menggeluti bisnis ini umumnya padat karya dan mengandalkan
tenaga kerja yang
murah. Total penyerapan tenaga kerja
industri
TPT
diperkirakan
mencapai 3,2 juta. Tak berlebihan bila ada yang menyebut industri ini sebagai primadona ekspor nonmigas dan
penyedia
Indonesia
lapangan
(Mudrajad
kerja
Kuncoro,
Industri TPT dapat dibilang adalah industri yang strategis bagi Indonesia. Kapabilitas industri TPT sudah terbukti cukup tangguh di masa krisis ekonomi, dan sebagai industri yang memiliki kontribusi dalam
ekspor
Indonesia.
Total ekspor industri TPT Indonesia ke
pertumbuhan yang tinggi. Pada tahun 1975-1990, rata-rata pertumbuhan nilai tambah dari industri tekstil sebesar
17%,
dan
menunjukkan
peningkatan otput dua kali lipat setiap
lima
tahun.
Sehingga
kontribusinya terhadap nilai tambah seluruh sektor manufaktur hampir dua kali lipatnya, yaitu dari 12% menjadi 20%. Sumbangan produk industri tekstil, garmen, dan sepatu
2005).
besar
garmen dan alas kaki mengalami
negara-negara
mencapai Amerika,
timur
774.998.818 dengan
nilai
tengah Dollar ekspor
dalam konfigurasi ekspor nonmigas dari industri padat karya mencapai 86 persen, dengan nilai ekspor hampir 8 milyar dolar AS. Akan tetapi
ekspor
komoditi
tekstil,
garmen, dan sepatu terus menerus mengalami penurunan sejak tahun 1994.
Dilihat
memang
dari
nilai
mengalami
ekspor
kenaikan,
namun pangsanya terhadap total ekspor
industri
padat
karya
cenderung menurun dari tahun ke
mendongkrak
tahun. Ekspor sepatu menunjukkan
hingga hampir 3 kali lipat, sedang
trend meningkat selama 1990-1996,
Indonesia justru kehilangan pangsa
namun mulai menurun sejak tahun
pasar hingga 70 persen. (Mudrajad
2000 (Mudrajad Kuncoro, 2005).
Kuncoro, 2005)
Terdapat
beberapa
pangsa
pasarnya
faktor
Tantangan dan hambatan bagi
yang dituding sebagai penyebab
perkembangan industri TPT terus
utama menurunnya ekspor nonmigas,
bermunculan. Tahun 2001, setelah
terutama ekspor industri padat karya
pemerintah menaikkan harga bahan
seperti
Pertama,
bakar minyak (BBM), menyesuaikan
menurunnya permintaan di negara-
dengan tingkat harga internasional,
negara tujuan ekspor nonmigas, yang
sektor industri termasuk TPT mulai
dibarengi dengan faktor struktural
mengalami
terutama meningkatnya persaingan
Januari 2002, pemerintah kembali
dan
produktifitas.
menaikkan harga BBM sebesar rata-
Kedua, apresiasi kurs riil rupiah
rata 30 persen. Pada tahun 2003,
selama
pemerintah
industri
TPT.
menurunnya
1995-1997
berakibat
tekanan.
Pada
menghapus
bulan
subsidi
menurunnya. Ketiga, menurunnya
BBM, yang merupakan bagian dari
ekspor ULI disebabkan banyaknya
strategi besar atau grand strategy
perusahaan yang menutup usahanya
untuk menghapus subsidi BBM pada
akibat
krisis
kenaikan
tahun 2004, seperti diamanatkan
BBM,
maupun
bersaing
dalam Undang-Undang. No.25/2000
dengan negara-negara pengekspor
Tentang Propenas 2000-2004. Pada
produk yang sama. Selama tahun
tahun 2005, pemerintah kembali
1997-2002,
ekonomi,
dan
Vietnam
menaikkan harga BBM pada bulan
Indonesia
terutama
Maret dan Oktober, yang banyak
dalam 30 besar komoditi ekspor
menimbulkan penolakan masyarakat.
nonmigas, termasuk tekstil, furniture,
Dari tahun 2001 sampai 2005
garmen, dan sepatu. Pada pasar di
harga bahan bakar minyak (BBM)
AS
terus mengalami kenaikan. Tabel 1
mengungguli
China
kalah
misalnya,
China
mampu
menunjukkan kenaikan harga BBM
kurun waktu 7 bulan, dari harga
yang terjadi antara tahun 2001
minyak tanah sebesar Rp 700,00
sampai dengan 2005. Antara tahun
pada
2001 sampai dengan 2005 tercatat
Oktober naik hampir 3 kali lipat
harga BBM mengalami kenaikan
menjadi Rp 2000,00, sedangkan
sebanyak 5 kali. Kenaikan yang
harga solar dari Rp 2100,00 menjadi
paling drastis terjadi pada tahun
Rp 4.300,00, dan harga bensin
2005, saat pemerintah mulai benar-
premium dari Rp 2400,00 menjadi
benar
Rp 4.500,00.
mencabut
Kenaikan
subsidinya.
tersebut
hanya
bulan
Maret,
pada
bulan
dalam Tabel 1
Perkembangan Harga BBM Dalam Negeri Tahun 2001 - 2005 Harga BBM (Rp/Liter)
TERHITUNG
NO.
Keterangan
MULAI
Minyak
Minyak
Bensin
TANGGAL
Tanah
Solar
Premium
1
16/06/2001
400
900
1.450
Keppres 73/2001
2
17/01/2002
600
1.150
1.550
Keppres 9/2002
3
02/01/2003
700
1.890
1.810
Keppres 90/2002
4
01/03/2005
700
2.100
2.400
Perpres 22/2005
5
01/10/2005
2.000
4.300
4.500
Perpres 55/2005
Sumber : www.tambangnews.com Kenaikan harga BBM yang
bahan bakar merupakan input yang
terus-menerus tersebut merupakan
penting. Terlebih lagi kenaikan harga
gangguan
keberlangsungan
BBM akan berimbas pada inflasi,
Industri
TPT
dan otomatis biaya produksi juga
memerlukan bahan bakar yang besar
akan ikut meninggi dikarenakan
untuk proses produksinya, sehingga
harga barang yang digunakan sebagai
industri
bagi TPT.
input
produksi
industri
TPT
Sehingga
ketika
harga
BBM
yang
harus
meningkat. Selain kenaikan harga
meningkat,
BBM yang memberatkan pelaku
dikeluarkan PLN untuk produksi
industri TPT, kenaikan Tarif Dasar
listriknya
Listrik (TDL) juga memberatkan
BBM dan TDL merupakan input
industri
yang
TPT.
merupakan
Kenaikan
imbas
juga
akan
penting
meningkat.
bagi
industri
kenaikan
pengolahan, termasuk di dalamnya
BBM, karena besaran tarif listrik
industri TPT. Tabel 2 menunjukkan
amat
biaya
persentase komposisi biaya input
produksi listrik. Komponen paling
industri pengolahan besar dan sedang
menentukan biaya produksi listrik
pada tahun 2001 sampai 2005.
dipengaruhi
dari
TDL
biaya
oleh
oleh PLN adalah bahan bakar, Tabel 2. Komposisi Biaya Input Industri Besar Dan Sedang Tahun
Jenis Input
2001
2002
2003
2004
2005
83,58%
81,74%
89,83%
83,69%
83,94%
2 Bahan Bakar, Tenaga Listrik dan Gas
5,59%
6,60%
4,84%
7,26%
7,53%
3 Sewa Gedung, Mesin, dan Alat-alat
1,45%
1,25%
0,57%
0,89%
1,13%
4 Jasa Non Industri
9,39%
10,41%
4,76%
8,17%
7,40%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
1 Bahan Baku
Jumlah
Kenaikan TDL dan harga
membebani perusahaan dan sangat
BBM akan membuat biaya produksi
memungkinkan adanya rasionalisasi
meningkat,
karyawan untuk mengurangi biaya.
yang
mengakibatkan
tingginya harga barang. Kenaikan
Akibatnya
pengangguran
dapat
harga barang akan menurunkan daya
meningkat
(Warijan,
2010).
saing perusahaan, dan menyebabkan
Berdasarkan alasan tersebut kenaikan
turunnya penjualan. Dalam jangka
harga BBM dan TDL memiliki
pendek industri akan terganggu dan
dampak yang sangat besar bagi
sektor industri dapat mengalami
industri.
kelesuan dan penurunan. Selain itu kenaikan
harga
produksi
dapat
Melihat pasar
terhadap
besarnya industri,
gejolak maka
dibutuhkan strategi bagaimana tetap bertahan,
bahkan
menghadapi
berkembang
ancaman
tersebut.
Suyudi (1999)
Mangunwihardjo
dalam
Hastarini
menyebutkan,
(2004)
sektor
industri
Industri TPT berada dalam arena
diharapkan mempunyai peranan yang
hiperkompetisi
penting sebagai motor penggerak
yaitu
(hypercompetition),
lingkungan
bisnis
yang
bagi
pertumbuhan
diwarnai dengan perubahan yang
Indonesia.
terus
berfungsi dan bekerja secara optimal
menerus.
lingkungan
Dengan
yang
keadaan
semacam
ini,
Sektor
ekonomi
industri
harus
dalam membangun perekonomian
pelaku usaha harus inovatif, agresif,
Indonesia.
dan fleksibel. Dalam keadaan seperti
harus
itu pula para pelaku industri TPT
meningkatkan daya saing dengan
harus memiliki efisiensi yang baik
meningkatkan mutu produknya dan
untuk
meningkatkan efisiensi dalam proses
dapat
bertahan
dan
berkembang di pasar.
berusaha
di
Indonesia
keras
untuk
produksinya. input
menjadi
ouput
(Samsubar
Saleh, 2000).
TELAAH TEORI Dalam
Industri
meneliti
tingkat
Sumber
daya
atau
input
efisiensi dari subsektor industri TPT
dikelompokkan menjadi sumber daya
selama periode tahun 2001-2005,
manusia, termasuk tenaga kerja dan
penelitian ini mendasarkan teori pada
kemampuan
teori-teori
(entrepreneurship), modal (capital),
yang
relevan
dengan
atau
manajerial
penelitian sehingga mendukung bagi
tanah
sumber
tercapainya hasil penelitian yang
Adapun
ilmiah.
kemampuan
Proses produksi adalah proses yang
kemampuan yang dimiliki individu
dilakukan oleh perusahaan berupa
dalam
kegiatan mengkombinasikan input
kemungkinan
(sumber daya) untuk menghasilkan
mengkombinasikan
output. Dengan kata lain produksi
untuk menghasilkan output dengan
merupakan proses perubahan dari
cara baru atau cara yang lebih
yang
daya
dimaksud
dengan
manajerial
melihat
alam.
adalah
berbagai untuk sumber
daya
efisien, baik produk baru maupun
input yang digunakan merupakan
produk yang sudah ada.
input variabel.
Lebih
lanjut, input dibagi menjadi input tetap dan input variabel. Input tetap adalah input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam waktu tertentu atau bisa diubah namun dengan biaya yang sangat besar. Adapun input variabel adalah input yang dapat diubah dengan cepat dalam jangka pendek. Berdasarkan pengklasifikasian jenis input tersebut, maka ilmu ekonomi dalam mengkaji proses produksi membaginya kedalam dua konsep, yaitu jangka pedek dan jangka panjang. Konsep jangka pendek dan jangka panjang dalam teori produksi bukan
berdasarkan
seberapa
lama
waktu
proses
atau
produksi
tersebut dilakukan. Konsep jangka panjang dan jangka pendek dalam teori produksi didasarkan pada jenis input
yang
digunakan.
produksi jangka pendek
Konsep mengacu
pada kondisi di mana dalam proses produksi terdapat satu input yang bersifat tetap jumlahnya. Adapun konsep jangka panjang dalam teori produksi mengacu pada kondisi di mana dalam proses produksi semua
Fungsi produksi adalah suatu persamaan, tabel, atau grafik yang menunjukkan jumlah (maksimum) komoditi yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif, apabila kondisi ini menerapkan teknik produksi yang terbaik (Dominick Salvatore, 1994). Fungsi produksi adalah hubungan fisik
antara
input
dan
output.
Kegiatan yang mengkombinasikan input untuk menghasilkan output disebut proses produksi (Samsubar Saleh,
2000).
Menurut
Sadono
Sukirno (1994), perusahaan dalam suatu industri merupakan pelaku ekonomi yang menggunakan faktorfaktor
produksi
memproduksi
(input)
barang
atau
untuk jasa
(output). Brian dan Elizabeth, dalam Armezano
Yulianto
(2005)
mengatakan bahwa efisiensi dalam ekonomi diasumsikan bahwa suatu unit usaha atau perusahaan dapat melakukan kombinasi meminimisasi memproduksi
pemilihan input
yang biaya
output
yang
suatu dapat untuk telah
ditetapkan. Suatu kombinasi input
digunakan dalam mengukur efisiensi.
dikatakan efisien secara ekonomi jika
Secara
tidak dimungkinkan kombinasi input
pendekatan tersebut dikelompokkan
tersebut diproduksi pada kombinasi
ke dalam dua teknik estimasi yaitu
biaya yang lebih rendah, dengan
estimasi
didasarkan pada biaya input yang
parametrik. Teknik-teknik analisis
berlaku.
adalah
yang masuk dalam teknik non-
efisien jika tidak bisa lagi untuk
parametrik adalah Data Envelopment
memproduksi
Analiysis (DEA) dan Free Disposal
Suatu
produksi
tambahan
output
garis
besar
pendekatan-
parametrik
Hull
memproduksi jumlah output yang
analisis yang masuk dalam kelompok
sama dengan jumlah atau nilai input
parametrik adalah The Stochastic
yang lebih sedikit.
Frontier Approach (SFA), The Thick
perusahaan
memaksimisasikan yang
dapat
jumlah
output
diproduksi,
dengan
memberikan tingkat pengeluaran dari
Frontier
sedangkan
non-
dengan jumlah input yang sama, atau
Suatu
(FDH),
dan
Approach
teknik
(TFA)
dan
Distribution Free Approach (DFA), (Ahmad Syakir, 2006) Metode pengukuran efisiensi
input dimana isoquant merupakan
dengan menggunakan
tangen
non-parametrik yaitu DEA dan FDH
dari
isocost
sehingga
pendekatan
marginal rate of substitution sama
sama-sama
untuk harga yang ralatif. Dalam
linear programming. Analisis DEA
ekonomi
semua
dan FDH sama-sama menghasilkan
perusahaan menunjukkan harga yang
urutan skor efisiensi unit kegiatan
sama
ekonomi.
persaingan,
karena
perusahaan
dalam
menggunakan
Angka
teknik
efisiensi
yang
menggunakan input tenaga kerja dan
dihasilkan merupakan perbandingan
tanah mengatur agar marginal rate of
kinerja suatu unit kegiatan ekonomi
technical
dengan kurva batas kemunginan
subtitution yang sama
untuk harga yang relatif.
produksinya (production possibility
METODE PENELITIAN
frontier),
oleh
efisiensi
unit
Terdapat
beberapa
pendekatan atau metode yang dapat
karena kegiatan
itu
skor
ekonomi
tersebut
relatif
terhadap
kinerja
•
kemungkinan terbaiknya.
Apabila
terdapat
variasi
tingkat efisiensi dari beberapa
Metode pengukuran efisiensi
unit ekonomi yang ada maka
dengan pendekatan non-parametrik
dapat
khususnya
dapat
untuk menjawab faktor-faktor
digunakan untuk mengukur efisiensi
apa saja yang menentukan
teknis unit kegiatan ekonomi secara
perbedaan tingkat efisiensi,
relatif dengan menggunakan banyak
dengan
input dan banyak output (multi input
ditemukan solusi yang tepat.
dan
DEA
multi
adalah
output).
Selain
itu,
•
dilakukan
penelitian
demikian
dapat
Informasi mengenai efisiensi
keunggulan lain dari penggunaan
memiliki impikasi kebijakan
DEA adalah menghitung tingkat
karena
efisiensi adalah bahwa pengukuran
menentukan
efisiensi dengan DEA mengukur
perusahaan secara tepat.
efisiensi
secara
relatif
DEA juga memberi arah pada unit kegiatan ekonomi yang tidak efisien meningkatkan
melalui
kegiatan
efisiensinya benchmarking
terhadap unit kegiatan ekonomi yang efisien (efficient reference set). Di samping pengukuran
itu
secara efisiensi
spesifik memiliki
Sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, sehingga perbandingan
mempermudah antara
Keuntungan
kebijakan
unit
ekonomi satu dengan lainnya.
utama
Data
Envelopment Analysis adalah tidak membutuhkan asumsi awal mengenai bentuk fungsi produksi, sebaliknya DEA sendiri yang membentuk fungsi produksi
yang
paling
baik.
dan
Maital
dalam
Leibenstein Armezano
Yulianto
menyebutkan merupakan
kegunaan sebagai berikut: •
dapat
terhadap
kemungkinan kinerja yang terbaik.
untuk
manajer
superior
(2005)
bahwa suatu untuk
DEA
metode
yang
mengukur
keseluruhan efisiensi secara teknikal. DEA memiliki dua model yang sering digunakan oleh para peneliti, yaitu model CRS (constant return to scale) dan model VRS (variable
return to scale) (Armezano Yulianto,
menyebabkan
output
meningkat
2005).
sama sebesar n kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari n kali.
Model CRS dikembangkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978, dikenal juga dengan nama model CCR, yang mengukur efisiensi menggunakan pendekatan input. Model ini berasumsi bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale), dimana jika input ditambah sebesar n kali, maka output juga akan bertambah sebesar n kali. Asumsi tambahan dari model ini adalah bahwa setiap unit kegiatan ekonomi (UKE) telah beroperasi pada skala yang optimal (Armezano Yulianto, 2005).
seluruh perusahaan beroperasi pada skala yang optimal. Pada tahun 1984, Charnes,
dan
Rhodes
mengembangkan model lanjutan dari model CRS DEA, yaitu variable return to scale (VRS). Asumsi dari model
ini
adalah
rasio
antara
penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale), artinya adalah penambahan input sebesar
Kekurangan utama dari metode DEA adalah DEA frontier sangat sensitif terhadap observasi-observasi ekstrim dan perhitungan-perhitungan error. Hal tersebut dikarenakan asumsi dasar dari DEA adalah random error tidak ada, sehingga deviasi-deviasi dari frontier diindikasikan sebagai inefisiensi. Penelitian ini menggunakan variabel yang
dapat
mewakili
keadaan
industri yang akan diteliti yaitu subsektor industri yang termasuk dalam industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menurut kode ISIC/
Model CRS hanya berlaku jika
Banker,
Metode DEA memiliki kekurangan.
n
kali
tidak
akan
KBLI 2005 5 digit. Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi penelitian
titik
perhatian
(Suharsimi
suatu
Arikunto,
2002). Data-data tersebut diperoleh dari
Statistik Industri Besar dan
Sedang Bagian/Volume I, tahun 2001 sampai dengan tahun 2005, yang
terdapat
di
Badan
Pusat
Statistik (BPS). Dalam menganalisis tingkat
efisiensi,
penelitian
ini
menggunakan 5 variabel input dan 2
HASIL PENELITIAN DAN
variabel output yaitu :
PEMBAHASAN
a. Variabel Input
Dalam
1. Pengeluaran
untuk
efisiensi
menghitung
dengan
nilai
metode
tenaga kerja menurut
Envelopment
kode
penelitian ini menggunakan program
industri
dan
jenis pengolahan.
Analysis
Data (DEA),
warwick windows DEA. Perhitungan
2. Tenaga listrik yang
efisiensi
teknis
ini
akan
dibeli menurut kode
menghasilkan nilai efisiensi teknis
industri
relatif antar unit kegiatan ekonomi
dan
jenis
pengolahan. 3. Nilai
pemakaian
bahan
bakar
pelumas kode
(UKE) yang diteliti. UKE yang
dan
yaitu 100, menandakan bahwa UKE
menurut
tersebut sudah berada dalam kondisi
industri
dan
jenis pengolahan.
penolong
kode
(raw menurut
industri
yang efisien, sebaliknya UKE yang memiliki nilai efisiensi kurang dari
4. Biaya bahan baku dan
materials)
memiliki nilai efisiensi maksimum
100
efisien. Unit penelitian yang akan
dan
1. Nilai output menurut dan
2. Nilai tambah menurut industri
jenis pengolahan.
termasuk dalam industri TPT sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) atau kode
jenis pengolahan.
kode
sekaligus yang dijadikan sebagai
analisis DEA adalah subsektor yang
b. Variabel Output
industri
digunakan dalam penelitian ini dan
UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) untuk
jenis pengolahan.
kode
tersebut
dan
5. Biaya modal menurut industri
UKE
belum berada pada kondisi yang
jenis pengolahan.
kode
menandakan
dan
ISIC
(International
Industrial
Classification
Standart of
All
Economic Activities). Industri TPT
menurut
kode
ISIC/KBLI
2005
dikeluarkan
masing-masing
terbagi dalam tiga golongan pokok
subsektor
yaitu kode 17, 18, dan 19.
jumlah nilai ouput dengan besaran yang
Efisiensi Pada Subsektor Industri Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Di Indonesia Tahun 2001-2005
TPT di Indonesia tahun 2001–2005 dengan
input mencerminkan total biaya yang oleh
masing-masing
subsektor untuk dapat beroperasi dan berproduksi menghasilkan output. Variabel output berupa nilai output dan nilai tambah ini mencerminkan nilai atau hasil yang dicapai oleh masing-masing
subsektor
dari
kegiatan produksinya. Nilai efisiensi teknis sejauh
digunakan mana
untuk
tingkat
penggunaan input
melihat efisiensi
oleh masing-
masing subsektor industri TPT untuk menghasilkan output. Asumsi adalah
bahwa
efisiensi
yang
digunakan
besarnya
sama. teknis
menggunakan
Perhitungan biaya
asumsi
ini
Variabel
orientasi input (input oriented) serta ceteris paribus.
menggunakan
variabel input dan output. Variabel
digunakan
tidak
menghasilkan
Return to Scale (VRTS) dan model
Nilai efisiensi teknis industri
diperoleh
mampu
input
Tabel 3 menunjukkan hasil skor/nilai
efisiensi
dari
masing-
masing subsektor industri (TPT) dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005.
Tabel
tersebut
juga
menujukkan rata-rata skor efisiensi dari masing-masing subsektor selama 5 tahun dan rata-rata skor efisiensi tiap tahun dari seluruh subsektor. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa 11 dari 22 subsektor pada industri TPT terus berada pada kondisi efisien selama 5 tahun. Di sisi lain, 11 subsektor perubahan
lainnya
mengalami
nilai
efisiensi.
Tabel 3 Nilai Efisiensi Subsektor Industri Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Di Indonesia Tahun 2001-2005 Rata-rata No
Kode ISIC
2001
2002
2003
2004
2005
1
17111
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
2
17112
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
3
17114
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
4
17121
100,00
100,00
100,00
88,83
92,72
96,31
5
17122
77,53
93,54
99,00
90,39
85,91
89,27
6
17123
88,97
100,00
85,75
100,00
100,00
94,94
7
17124
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
8
17211
98,18
88,14
100,00
100,00
100,00
97,26
9
17212
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
10
17220
97,49
82,39
100,00
77,83
80,47
87,64
11
17232
78,20
71,01
100,00
96,79
83,40
85,88
12
17291
66,94
97,86
84,80
88,04
100,00
87,53
13
17301
80,72
79,80
82,97
100,00
100,00
88,70
14
17302
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
15
18101
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
16
18102
86,45
90,71
100,00
85,60
74,16
87,38
17
18103
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
18
19112
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
19
19121
100,00
100,00
99,21
91,47
79,33
94,00
20
19201
100,00
100,00
100,00
87,89
100,00
97,58
21
19202
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
22
19209
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
94,29
95,61
97,81
95,77
95,27
95,75
Rata-rata (tahun)
Sumber : Data diolah, 2010
(subsektor)
Rata-rata efisiensi subsektor
tetapi kenaikan biaya input lebih
industri TPT dari tahun 2001 sampai
besar, sehingga kenaikan biaya input
dengan tahun 2003 terus meningkat,
tidak meningkatkan output sebesar
namun mengalami penurunan pada
pada tahun-tahun sebelumnya, hal ini
tahun 2004 sampai tahun 2005. Rata-
menyebabkan turunnya efisiensi.
rata skor efisiensi keseluruhan dari subsektor
adalah
sebesar
95,75,
Besarnya skor efisiensi dari subsektor sangat ditentukan oleh
sehingga dapat dikatakan bahwa
rasio
efisiensi
TPT
dihasilkan oleh subsektor. Semakin
selama periode tahun penelitian telah
rendah nilai input yang digunakan
berada pada kondisi yang cukup
untuk menghasilkan nilai output
baik.
tertentu, atau semakin besar nilai
subsektor
industri
Seperti yang dapat dilihat
input
dan
output
yang
output yang dihasilkan dengan nilai
pada Tabel 3, rata-rata skor efisiensi
input
tertentu,
maka
subsektor
mengalami penurunan pada tahun
tersebut semakin efisien. Tabel 4
2004 dan 2005, walaupun rata-rata
menunjukkan rata-rata biaya input
output terus mengalami kenaikan.
dan nilai output subsektor dari tahun
Hal tersebut dapat disebabkan oleh
2001 sampai 2005.
biaya input yang meningkat tinggi pada tahun 2004 dan 2005, sehingga meskipun nilai output meningkat, Tabel 4 Rata-rata Biaya Input Dan Nilai Output Industri Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Di Indonesia Tahun 2001-2005 Tahun
Input
Output
2001
3.180.811.064
4.649.819.715
2002
3.440.453.201
5.340.656.025
2003
3.627.929.335
5.607.799.734
2004
3.939.658.314
5.852.424.547
2005
4.793.732.868
6.445.654.487
Sumber : Data diolah, 2010
Target Perbaikan Variabel Input
(to gain) dari setiap variabel input,
Subsektor Industri TPT Untuk
yaitu tenaga kerja, tenaga listrik,
Mencapai Kondisi Efisien
bahan bakar, bahan baku, dan modal
Salah
keunggulan
dalam bentuk persentase rata-rata
efisiensi
setiap tahun. Subsektor yang berada
dengan menggunakan metode DEA
dalam keadaan efisien akan memiliki
adalah selain mampu menemukan
nilai to achieved sebesar 100,0% dan
nilai efisiensi relatif dari masing-
to gain sebesar 0,0% untuk setiap
masing UKE, metode DEA juga
variabel inputnya. Nilai persentase to
mampu membuat skenario perbaikan
gain
input dan ouput yang sebaiknya
penggunaan
digunakan bagi UKE-UKE yang
dikurangi agar mencapai kondisi
belum
langkah
yang efisien, sedangkan nilai to
identifikasi input yang terlalu banyak
achieved mencerminkan persentase
atau output yang terlalu rendah.
efisiensi penggunaan input yang
Skenario perbaikan yang dihasilkan
telah dicapai.
analisis
DEA
satu
penghitungan
efisien
dapat
melalui
digunakan
untuk
mencerminkan input
TPT
UKE yang belum efisien.
subsektor
yang
efisiensi
yang
persentase
5
memperlihatkan
rata-rata
nilai
target
yang
harus
Diantara subsektor industri
memperbaiki tingkat efisiensi dari
Tabel
persentase
yang
diteliti,
dibandingkan
terdapat
memiliki paling
dengan
5
skor rendah
subsektor-
perbaikan (table of target values)
subsektor lainnya, subsektor tersebut
tiap tahun dari variabel input dan
yaitu subsektor dengan kode ISIC
output dari subsektor industri TPT.
17122, 17220, 17232, 17291, dan
Tabel 5 memperlihatkan nilai yang
18102.
tercapai (to achieved) dan nilai target
Tabel 5 Persentase Rata-rata Target Perbaikan Variabel Input Subsektor Industri TPT Untuk Mencapai Kondisi Efisien Tahun 2001-2005 Tahun
Variabel Input
92,02%
Tenaga Listrik
13,01%
86,99%
Bahan Bakar
14,40%
85,60%
5,71%
94,29%
17,80%
82,20%
7,52%
92,48%
11,08%
88,92%
Bahan Bakar
8,06%
91,94%
Bahan Baku
4,39%
95,07%
16,54%
83,46%
Tenaga Kerja
2,19%
97,81%
Tenaga Listrik
9,63%
90,37%
Bahan Bakar
6,35%
93,65%
Bahan Baku
2,19%
97,81%
Modal
7,74%
92,26%
Tenaga Kerja
9,43%
90,57%
Tenaga Listrik
10,87%
89,13%
Bahan Bakar
11,49%
88,51%
4,24%
95,76%
13,68%
86,32%
4,73%
95,27%
12,18%
87,82%
Bahan Bakar
6,48%
93,52%
Bahan Baku
4,73%
95,27%
Modal
9,90%
90,10%
Bahan Baku Modal Tenaga Kerja Tenaga Listrik
2002
Modal
2003
2004
Bahan Baku Modal Tenaga Kerja Tenaga Listrik
2005
To Achieved
7,98%
Tenaga Kerja
2001
To Gain
6,37%
93,63%
11,35%
88,65%
Bahan Bakar
9,36%
90,64%
Bahan Baku
4,25%
95,64%
13,13%
86,87%
Tenaga Kerja
Ratarata
Tenaga Listrik
Modal
Sumber : Data Diolah, 2010 Seperti yang terlihat pada Tabel
5,
sebagian
besar
Selain variabel input bahan
letak
bakar, variabel input tenaga listrik
inefisiensi pada subsektor industri
juga menunjukkan inefisiensi yang
TPT terletak pada variabel input
besar, yang ditunjukkan oleh nilai
bahan bakar, tenaga listrik, dan biaya
rata-rata to gain untuk variabel
modal, yang ditunjukkan dengan
tenaga listrik sebesar 13,01% pada
nilai rata-rata persentase to gain yang
tahun 2001, 11,08% pada tahun
tinggi. Nilai rata-rata to gain selama
2002, 9,63% pada tahun 2003,
5 tahun untuk variabel tenaga listrik
10,87%
menunjukkan angka 11,35%, bahan
12,18% di tahun 2005, seperti yang
bakar sebesar 9,36%, dan biaya
terlihat pada Tabel 5.
modal sebesar 13,13%.
letak
2005,
dan
input tenaga listrik dapat dipengaruhi
pada
oleh berbagai hal, salah satunya
subsektor industri TPT salah satunya
kenaikan harga BBM. Naiknya harga
terlatak pada input pemakaian bahan
BBM akan mengakibatkan kenaikan
bakar.
pada
tarif listrik, dan kenaikan tarif listrik
bahan bakar dapat disebabkan oleh
tersebut menyebabkan penambahan
kenaikan harga BBM, yang memberi
biaya yang harus dikeluarkan untuk
dampak besar kepada industri tidak
tenaga listrik bagi subsektor industri
hanya
bakar
TPT. Di samping itu, industri di
merupakan input yang penting, tetapi
Indonesia masih sangat tergantung
juga karena inflasi yang ditimbulkan
kepada pasokan energi listrik dari
oleh kenaikan tersebut.
PLN, namun kinerja PLN yang
Kendala
karena
inefisiensi
tahun
Inefisiensi yang terjadi pada
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa
pada
inefisiensi
bahan
masih belum maksimal, serta imbas
penyedia modal. peningkatan kinerja
kenaikan tarif listrik menjadi salah
industri TPT juga bisa diupayakan
satu penghambat peningkatan daya
melalui
saing
TPT yang baik, sekaligus mendorong
produk
industri
Indonesia
termasuk industri TPT.
optimalisasi
mesin-mesin
restrukturisasi permesinan TPT yang
Variabel input untuk modal
sudah tua.
merupakan input dengan inefisiensi
Kendala
inefisiensi
yang
yang paling tinggi, yang ditunjukkan
terjadi pada variabel input tenaga
dengan nilai to gain yang tinggi
listrik, bahan bakar, dan aset modal
seperti yang terlihat pada tabel 5.
menjadi hal yang harus diperhatikan
Secara
untuk
rata-rata,
biaya
yang
kemajuan
industri
TPT,
digunakan subsektor industri TPT
khususnya kepada pemerintah dan
untuk gedung, mesin, dan alat-alat
para pengambil kebijakan. Kondisi
mengalami
efisiensi dari subsektor yang terdapat
fluktuasi,
namun
menunjukkan tren yang meningkat. Inefisiensi yang besar pada
dalam industri TPT ditinjau dari hasil pencapaian efisiensi tersebut, maka
input modal dapat disebabkan oleh
diketahui
bahwa
sebagian
beberapa hal, antara lain karena
subsektor
yang
terdapat
masih
industri TPT mengalami fluktuasi
banyak
menggunakan
perusahaan alat
yang
tenun
bukan
efisiensi
terkait
dengan
besar dalam
teknis
mesin dan mesin tekstil yang sudah
penggunaan variabel input seperti
berumur.
API,
bahan bakar, tenaga listrik, dan biaya
hampir 70 persen mesin TPT sudah
modal. Akan tetapi jika dilihat secara
out of date sehingga diperlukan
keseluruhan, subsektor industri TPT
restrukturisasi,
itulah
selama tahun 2001 sampai dengan
ikut
tahun 2005 memiliki efisiensi yang
sebaiknya
Menurut
laporan
karena pemerintah
memikirkan penggunaan teknologi
cukup baik.
modern.
SIMPULAN
Teknologi
modern
membutuhkan modal yang besar,
Selama pada
periode
tahun
penelitian
oleh sebab itu peran pemerintah
yaitu
2001
sampai
diperlukan dalam hal pinjaman atau
dengan tahun 2005, ditemukan hasil
empiris
bahwa
umum
sebesar 97,81% merupakan yang
subsektor industri TPT di Indonesia
paling tinggi diantara tahun-tahun
memiliki efisiensi yang cukup baik.
lainnya selama periode penelitian.
Fenomena ini diindikasikan dengan
Subsektor
pencapaian nilai efisiensi untuk 11
inefisiensi dalam periode penelitian
subsektor
mencerminkan
yang
secara
mencapai
nilai
yang
mengalami
bahwa
daerah
kondisi efisien dengan skor efisiensi
tersebut belum mampu menggunakan
100 selama 5 tahun. 11 subsektor
variabel input untuk produksinya
tersebut yaitu subsektor dengan kode
secara optimal. Berdasarkan hasil
ISIC 17111, 17112, 17114, 17124,
perhitungan, dapat diketahui bahwa
17212, 17302, 18101, 18103, 19112,
secara garis besar letak inefisiensi
19202, dan 19209. Adapun subsektor
variabel input terletak pada input
yang belum mencapai kondisi efisien
pemakaian
dan mengalami perubahan tingkat
listrik, dan biaya modal. Lebih lanjut,
efisiensi selama periode penelitian
subsektor yang tidak efisien dalam
adalah subsektor dengan kode ISIC
periode
17121, 17122, 17123, 17211, 17220,
mengindikasikan
17232, 17291, 17301, 18102, 19121,
tersebut telah terjadi pemborosan
dan
dari
biaya atau nilai input yang cukup
perkembangan tingkat efisiensi dari
besar namun tidak diikuti dengan
masing-masing
subsektor
peningkatan
industri
selama
19201.
TPT
Dilihat
pada
bahan
bakar,
tenaga
penelitian pada
nilai
juga subsektor
output
yang
periode
memadai.
penelitian, Tahun 2003 merupakan
Inefisiensi
tahun dimana industri TPT paling
disebabkan
efisien. Hal tersebut ditunjukkan oleh
permasalahan yang dihadapi oleh
jumlah subsektor yang mencapai
industri
kondisi efisien yang paling banyak di
mahalnya harga bahan baku karena
tahun 2003, yaitu hanya 5 subsektor
nilai tukar rupiah yang rendah,
yang belum mencapai kondisi efisien
kenaikan harga BBM dan tarif dasar
pada tahun 2003, selain itu nilai rata-
listrik (TDL), mesin-mesin produksi
rata efisiensi pada tahun 2003 yaitu
yang sudah tua sehingga
tersebut
TPT
kemungkinan
oleh
berbagai
Indonesia,
seperti
tidak
efisien,
penguasaan
tingginya
bunga
teknologi,
kredit,
SARAN
serta
Berdasarkan
perhitungan
permasalahan-permasalahan lainnya.
target perbaikan input, variabel input
KETERBATASAN
yang paling tinggi inefisiensinya
Dalam penelitian ini, penulis
adalah input bahan bakar, tenaga
menemukan beberapa keterbatasan
listrik, dan modal. Terkait dengan hal
dalam penelitian ini, antara lain
tersebut, para pelaku industri TPT
Keterbatasan
dalam
digunakan
data, dalam
mungkin
data
yang
penelitian
tidak
ini dapat
melakukan
strategi
manajemen atau perbaikan, dapat memfokuskannya
pada
variabel-
menggambarkan situasi dan keadaan
variabel input tersebut. Di samping
dari industri TPT di Indonesia secara
itu hendaknya para pelaku usaha
menyeluruh, yang juga dipengaruhi
industri TPT melakukan perbaikan
oleh faktor-faktor lain yang tidak
melalui pengoptimalan penggunaan
diikutkan
atau penghematan atas input-input
dalam
penelitian
ini,
seperti jumlah perusahaan dalam
tersebut,
suatu subsektor dan sebagainya,
permesinan dan sebagainya.
selain itu tidak semua subsektor
seperti
Diperlukan
dalam industri TPT diikutsertakan
pengelolaan
dalam
industri
analisis
dikarenakan
ketersediaan
data
penelitian.
Perhitungan
penelitian
ini
TPT
manajeman
perusahaan yang
dalam
ditingkatkan. Selain itu pemerintah
menggunakan
diharapkan dapat menciptakan iklim
yang
hanya
dan kondisi yang mendukung bagi
menghitung efisiensi secara relatif,
industri TPT, seperti kebijakan harga
juga
bahan
tidak
membedakan
antara
bakar
dan
efisiensi
baik
sehingga
DEA,
tingkat
lebih
dalam
tahun
pendekatan
selama
modernisasi
listrik
dapat
untuk
perusahaan industri besar dan kecil,
industri, bantuan modal, dan lain
sehingga mungkin terjadi perbedaan
sebagainya.
dengan kondisi efisiensi subsektor yang sebenarnya.
Penelitian keterbatasan
ini
mempunyai
yang
sebaiknya
menggunakan data terbaru sehingga mencerminkan
keadaan
efisiensi
dijadikan masukan bagi penelitian
dalam industri TPT secara lebih
selanjutnya. Penelitian lebih lanjut
aktual.
hendaknya dapat dilakukan dengan
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Syakir. 2006. Model Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Sektor Publik Metode Free Disposable Hull (FDH). Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.11, No. 2, h. 1-20 Anderson, Joshua. 2010. “Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Subsidi Listrik Dapat Menghambat
Perkembangan
Listrik
http://issuu.com/koran_jakarta/docs/edisi_713_-_13_juni_2010,
Nasional”. diakses
tanggal 21 Oktober 2010. Armenzano Yulianto. 2005. “Analisis Tingkat Efisiensi Pada Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Di Indonesia Kurun Waktu 1999-2001” Tesis Dipublikasikan, Magister Ekonomi, Universitas Indonesia. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 2008. “Kinerja Industri TPT 2007 Dan Proyeksi
Tahun
index.php?option=com_
2008”
.http:
//i
ndonesiatextile.com/
docman&task=cat_view&gid=35&&Itemid=54,
diakses tanggal 10 Oktober 2010. Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2008. “Kinerja PLN Ancam Daya Saing Produk Indonesia”.
http://indonesiatextile.com/
content&task= blogcategory&id=1 Oktober 2010.
index.php?option=com_
&Itemid=45, diakses tanggal 24
Atmanti, Hastarini Dwi (2004) “Analisis Efisiensi Dan Keunggulan Kompetitif Sektor Industri Manufaktur Di Jawa Tengah Sebelum Dan Selama Krisis”. Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP), Volume 1 (Nomor 1). pp. 1-16. ISSN 1829-7617 Badan Pusat Statistik. 2002. Indikator Industri Besar Dan Sedang. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2005. Indikator Industri Besar Dan Sedang. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2007. Indikator Industri Besar Dan Sedang. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2006. KBLI 2005 : Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Industri Besar Dan Sedang Bagian I. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Industri Besar Dan Sedang Bagian I. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Industri Besar Dan Sedang Bagian I. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Industri Besar Dan Sedang Bagian I. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Industri Besar Dan Sedang Bagian I. Badan Pusat Statistik-Indonesia Badan Pusat Statistik. 2010. “Statistics Indonesia” http://www.datastatistikindonesia.com diakses 20 Oktober 2010.
Boediono, 1982, Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta Chamroel Djafri, 2003. “Gagasan Seputar Pengembangan Industri Dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)”. Jakarta : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo Kaesti, Atika Dwi. 2010. “Analisis Kinerja Industri Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Di Indonesia Tahun 2000-2003”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Kuncoro, Mudrajad. 2005. “Industri Indonesia Di Persimpangan Jalan” http://www.mudrajad.com/?page_id=7, diakses tanggal 8 Oktober 2010. Maflachatun dan Pujiyono, Arif. 2010. “analisis efisiensi teknik perbankan syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Pada 11 Bank Syariah Tahun 2005-2008)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Metodologi Empiris Data Envelopment Analysis (DEA), 2000, Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada. Moh Nasir.1999. Metode Penelitian, Edisi Keempat, Jakarta: Ghalia Indonesia. PRP Indonesia. 2007. “Manifesto Ekonomi Perhimpunan Rakyat Pekerja”. http://www.prpindonesia.org/index.php?option=com_content&view=sectio n&layout=blog&id=5&Itemid=61, diakses tanggal 13 Oktober 2010. Sadono Sukirno. 2007. Makroekonomi Modern. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. Samsubar Saleh.2000. Data Envelopment Analysis (DEA): Konsep Dasar dalam Metodologi Empiris Data Envelopment Analysis (DEA), Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada.
Samuelson, A. dan Nordhaus, D. 2003. Microeconomics. Jakarta: Penerbit Media Global Edukasi. Stiglitz, Joseph. 2000, Economic of The Public Sector. New York: W.W. Norton. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pedekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Suparmoko.1996. Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta: Penerbit UGM. Susila, Ihwan dan Isa, Muzakar. 2007. “Pengukuran Efisiensi Teknis Usaha Mebel dengan Data Envelopment Analysis” (DEA). Benefit Jurnal Manajemen dan Bisnis, 11 (1). pp. 19-29. ISSN 1410-4571 tambangnews.com. 2008. “Perkembangan Harga BBM Dalam Negeri Tahun 1980-2008”.
http://www.tambangnews.com/serba-serbi/database/276
-
inilah-perkembangan-harga-bbm-dalam-negeri-dari-tahun-1980-2008.html, diakses tanggal 18 Oktober 2010. Tri Wahyu R. 2006. “Analisis Efisiensi Industri di Propinsi Jawa Tengah”. Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP), Volume 3 (Nomor 2). pp. 132-144. ISSN 1829-7617