ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT
OLEH : AHMAD HERI FIRDAUS H14103079
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
AHMAD HERI FIRDAUS. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat (dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS).
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan penyumbang devisa terbesar di sektor industri karena memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor TPT terbesar Indonesia. Pada masa liberalisasi perdagangan seperti sekarang ini, tantangan dan persaingan semakin besar, ditambah lagi dengan sudah tidak diberlakukannya pasar kuota. Sebagai salah satu negara produsen dan eksportir produk-produk tekstil terbesar di dunia, Indonesia memandang bahwa liberalisasi perdagangan dunia merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor produkproduk tekstil. Namun di sisi lain hal ini dipandang sebagai tantangan untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan produk-produk tekstil yang semakin kompetitif di pasar internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing) serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dari sisi penawaran dalam jangka panjang. Metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing khususnya dalam mengukur dinamika tingkat daya saing suatu industri TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat adalah metode Constant Market Share Analysis (CMSA) yang dilanjutkan dengan menggunakan metode Revalead Comparatif Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif TPT Indoneisa dan Cina di pasar Amerika Serikat. Penggunaan kedua metode tersebut diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2007. Kemudian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat digunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan bantuan software E-Views 4.1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing dari TPT Indonesia masih dibawah kekuatan daya saing TPT Cina. Dari hasil analisis Constant Market Share, terlihat bahwa efek daya saing pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia lebih rendah dari efek daya saing pakaian Jadi, kain lembaran dan benang Cina dalam memberikan kontribusi ekspor. Daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina, hal ini disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memberikan kontribisi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Namun, untuk komoditi kain dan benang Cina lebih memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa
pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah. Dalam jangka panjang, penurunan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan harga domestik dan nilai tukar, sedangkan peningkatan ekspor pakaian jadi disebabkan oleh peningkatan harga ekspor dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota. Perkembangan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksinya. Dalam jangka panjang peurunan ekspor kain dan benang disebabkan oleh peningkatan produksi dan nilai tukar rupiah. Peningkatan ekspornya disebabkan oleh peningkatan harga ekspor, harga domestik dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota. Berdasarkan implikasi yang menunjukkan bahwa dengan diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota akan menyebabkan peningkatan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia, maka penulis menyarankan agar kebijakan tersebut tetap dipertahankan. Implikasi tersebut juga menjelaskan bahwa penurunan ekspor dan produksi dapat disebabkan oleh adanya penyelundupan TPT yang disinyalir berasal dari negeri Cina, maka pemerintah harus berusaha sedapat mungkin untuk dapat mencegah atau mengurangi penyelundupan tersebut. Karena dengan adanya penyelundupan yang harganya jauh lebih murah, maka dapat merugikan para produsen domestik. Pemerintah harus lebih memperhatikan keadaan industri ini, mengingat industri ini mempunyai potensi yang cukup bagus di masa depan.
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT
Oleh: AHMAD HERI FIRDAUS H14103079
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Ahmad Heri Firdaus
Nomor Registrasi Pokok
: H14103079
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Muhammad Firdaus Ph.D NIP : 132 158 758
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2007
Ahmad Heri Firdaus H14103079
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ahmad Heri Firdaus, lahir pada tanggal 13 Januari 1985 di Depok, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan M. Rizal dan Henny Gandawati. Pada tahun 1990-1997 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Islam As-Syafi’iah, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 20 Jakarta. Tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 51 Jakarta dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (DPM FEM) pada tahun 2004-2005 dan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi (Hipotesa) pada tahun 2004-2006. Selain organisasi kampus, penulis juga aktif di luar kampus, yakni menjadi pengurus inti Ikatan Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Pembangunan (IMEPI) periode 2006-2007. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian mengenai “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat”. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan posisi daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia dengan TPT Cina di pasar Amerika Serikat serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dari sisi penawaran dalam jangka panjang. Di atas segala hal, untuk kuasa Illahi Rabbi, penulis mengucapkan syukur atas segala karunia selama perjalanan hidup. Dengan segenap kerendahan hati, pada kesempatan kali ini izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada : 1. Ibunda Henny Gandawati dan Ayahanda M. Rizal yang telah memberikan do’a, semangat, motivasi dan pengorbanan dengan rasa penuh kasih sayang yang tak terhingga. 2. Muhammad Firdaus Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Sri Mulatsih dan Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji utama dan dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh pihak dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Perindustrian RI yang telah berkenan membantu dalam penyusunan skripsi ini. 5. Keluarga besar nenek Tjitjih Soekarsih yang telah banyak memberikan do’a, motivasi dan dukungan dalam berbagai bentuk. 6. Teman dekat penulis (Irmaida) yang selalu setia membantu dalam berbagai hal sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan denga baik.
ii
7. Semua teman-teman IE angkatan 40 (Aji, Wida, Mimi, Bunda, Wenny, Wiwit, Aga, Ratih, Giri, Nur, Rico, Elly, Rio, Beby, Abang, Winsih) atas dukungan, motivasi dan keceriaan serta kebersamaan yang diberikan selama penulisan skripsi ini. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan serta keterbaasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bisa memeberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat menambah khazanah pengetahuan kita.
Bogor, Mei 2007
Ahmad Heri Firdaus H14103079
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................. iii DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x I
II.
PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1
Latar belakang ......................................................................... 1
1.2
Perumusan masalah ................................................................. 5
1.3
Tujuan penelitian ..................................................................... 8
1.4
Manfaat penelitian ................................................................... 9
1.5
Ruang lingkup penelitian ......................................................... 10
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 11 2.1
Terminologi .............................................................................. 11 2.1.1 Pengertian Industri ........................................................ 11 2.1.2 Pengertian Industri TPT ................................................. 11 2.1.3 Pengertian Daya Saing ................................................... 13 2.1.4 Ekspor dan impor .......................................................... 13
2.2
Penelitian terdahulu .................................................................. 14 2.2.1 Penelitian Mengenai Industri Tekstil ............................ 14 2.2.2 Penelitian Mengenai Daya Saing .................................. 15 2.2.3 Penelitian Mengenai Vector Error Correction Model (VECM)……………………………………………….. 16
2.3
Kerangka pemikiran teoritis ………………………………… 17 2.3.1 Teori Perdagangan Internasional ……………………... 17 2.3.2 Teori Penawaran Ekspor ……………………………… 20 2.3.3 Teori Permintaan Ekspor ……………………………... 21 2.3.4 Teori Keunggulan Kompetitif Negara ………………… 22 2.3.5 Teori Revalead Comparatif Advantage (RCA) .…….... 24
iv
2.3.6 Teori Constant Market Share (CMS) ………………... 26 2.3.7 Teori Vector Error Correction Model (VECM) ……… 27 2.3.8 Teori Kointegrasi ….…………………………………... 28
III
2.4
Kerangka Pemikiran Operasional ……………………….……. 30
2.5
Hipotesis ………………………………………………….…. 36
METODE PENELITIAN ………………………………………..... 37 3.1
Jenis dan Sumber Data ……………………………………….. 37
3.2
Metode Analisis dan Pengolahan Data ……………………….. 38 3.2.1 Revalead Comparatif Advantage (RCA) ……………… 38 3.2.2 Constant Market Share (CMS) ………………….......... 39 3.2.3 Uji Unit Root ...………………………………………… 40 3.2.4 Kriteria Informasi ……………………………………... 41 3.2.5 Uji Kointegrasi ………………………………………... 42 3.2.6 Vector Error Correction Model (VECM) …..………… 43 3.2.7 Uji Kausalitas Multiariat ……………………………... 44 3.2.8 Variance Decomposition (VD) dan Impulse Response Funciton (IRF) ……………………..……….. 45
3.3 IV
Definisi Operasional ………………………………………….. 46
GAMBARAN UMUM ……………………………..……………… 48 4.1
Perkembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ……………………………………………... 48 4.1.1 Jumlah Perusahaan Pada Industri TPT Indonesia …….. 48 4.1.2 Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri TPT Indonesia ….. 48 4.1.3 Jumlah Mesin Pada Industri TPT Indonesia …………. 49 4.1.4 Jumlah Produksi Yang Pada Industri TPT Indonesia ... 50
4.2
Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia ………….. 51
4.3
Ketentuan Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil di Pasar Internasional ………………………………..……….. 54 4.3.1 Perjanjian TPT Dalam Ketentuan MFA (Multi Fibre Arrangement) …………………………… 55 4.3.2 Perjanjian TPT Di Bawah Kerangka WTO (World Trade Organization) ………………………….. 57
v
V
ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT …………………………………………………………. 59 5.1
Determinan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil di pasar Amerika Serikat ………… 59 5.1.1 Analisis CMS Indonesia ……………………………… 59 5.1.2 Analisis CMS Cina ……………………………………. 65
5.2. Analisis Keunggulan Komparatif Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia ...................................................................... 70 5.3
Analisis Keunggulan Komparatif Tekstil dan Produk Tekstil Cina .............................................................................. 81
5.4
Analisis Keunggulan Kompetitif Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (Porter’s Diamond) ..................................... 91 5.4.1 Kondisi Faktor ……………………………………….. 91 5.4.2 Kondisi Permintaan …………………………………... 95 5.4.3 Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan ………... 96 5.4.4 Industri Terkait dan Industri Pendukung …………....... 99
VI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA KE PASAR AMERIKA SERIKAT .................................................. 102 6.1
Uji Unit Root …………………………………….…………… 102
6.2
Penetapan Tingkat Lag Optimal ……………………………... 104
6.3
Uji Kointegrasi ……………………………………………….. 105
6.4
Estimasi Vector Error Coreection Model (VECM) …………. 107
6.5
Uji Kausalitas Multivariat …………………………………… 109
6.6
Matriks Korelasi ……………………………………………... 111
6.7
Variance Decomposition (VD) ………………………………. 113
6.8
Impulse Response Function (IRF) …………………………… 115 6.8.1 Respon Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor - Faktor Yang Mempengaruhinya …………………............................. 116 6.8.2 Respon Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya ……………………………… 120
6.9
Implikasi ……………………………………………………... 124
vi
VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 130 7.1
Kesimpulan ................................................................................ 130
7.2
Saran ......................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 132 LAMPIRAN …………………………………………………………….. 135
vii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1 . 1.2 .
Halaman Nilai Ekspor Non Migas Indonesia (menurut sektor) tahun 2001 – 2006 .................................................................................... 1 Nilai Ekspor TPT Indonesia ke Berbagai Negara tahun 2000 – 2006 .................................................................................... 3
1.3 .
Nilai Ekspor TPT Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat tahun 1998 – 2005 (US$) ……………………………………….. 6
3.1 .
Jenis dan Sumber Data ...........................................................…… 37
4.1 .
Jumlah Perusahaan Pada Industri TPT Indonesia ………………. 48
4.2 .
Jumlah Tenaga Kerja pada Industri TPT Indonesia ……....…….. 49
4.3 .
Jumlah Mesin Pada Industri TPT Indonesia ……………... …….. 50
4.4 .
Jumlah Produksi Yang Dihasilkan Pada Industri TPT Indonesia ... 51
4.5 .
Nilai Ekspor dan Impor Industri TPT Indonesia ………......…….. 53
5.1 .
Keunggulan Komparatif Pakaian Jadi Indonesia di Pasar Amerika Serikat ............................................................................ 71
5.2 .
Keunggulan Komparatif Kain dan Benang Indonesia di Pasar Amerika Serikat ............................................................................. 77
5.3 .
Keunggulan Komparatif Pakaian Jadi Cina di Pasar Amerika Serikat.............................................................................................. 81
5.4 .
Keunggulan Komparatif Kain dan Benang Cina di Pasar Amerika Serikat ............................................................................. 86
6.1 .
Uji Unit Root Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat (level) …… 103
6.2 .
Uji Unit Root Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat (First Difference) ………………………......................................... 104
6.3 .
Perhitungan Lag Optimal Variabel-Variabel Dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat…… 105
6.4 .
Hasil Uji Kointegrasi Variabel-Variabel Dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat ……………………… 106
6.5 .
Hasil Uji Kointegrasi Variabel-Variabel Dalam Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat ............................ 107
6.6 .
Estimasi VEC Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya ................. 108
viii
6.7 .
Estimasi VEC Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ................. 109
6.8 .
Hasil Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya …………………………………... 110
6.9 .
Hasil Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya …..………..............……... 111
6.10 . Matriks Korelasi Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat. .................................. 112 6.11 . Matriks Korelasi Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat ………………… 112 6.12 . Variance Decompositon Variabel Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat ……………………………. …….. 114 6.13 . Variance Decompositon Variabel Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat …………………………………… 115
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Keseimbangan Dalam Perdagangan Internasional ......................... 19
2.2.
Porter’s Diamond ........................................................................... 23
2.3.
Skema Kerangka Pemikiran Operasional........................................ 35
6.1.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Ekspor Pakaian Jadi ................................................................................................. 116
6.2.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Kebijakan Penghapusan Kuota ........................................................................ 117
6.3.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Produksi Domestik ........................................................................................ 118
6.4.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Harga Domestik ... 118
6.5.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Harga Ekspor ...... 119
6.6.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Nilai Tukar Rupiah ............................................................................................ 120
6.7.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Ekspor Kain dan Benang ………………………………………………………. 120
6.8.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Kebijakan Penghapusan Kuota ..……………………………………………. 121
6.9.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Harga Ekspor …. 122
6.10.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Nilai Tukar …… 122
6.11.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Harga Domestik .. 123
6.12.
Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Produksi Domestik ………….…………………………………………….. 124
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Kalkulasi CMSA Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia di Pasar Amerika Serikat ……………………………………………... 135 Hasil Kalkulasi CMSA Pakaian Jadi, Kain dan Benang Cina di Pasar Amerika Serikat ……………………………………………... 136 2. Perhitungan Efek Daya Saing Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia di Pasar Amerika Serikat …………………………………. 137 Perhitungan Efek Daya Saing Pakaian Jadi, Kain dan Benang Cina di Pasar Amerika Serikat ………………………………………. 138 3. Nilai Impor total, pakaian jadi serta kain dan benang USA tahun 1999 – 2005 ………………………………………………………….. 139 Nilai ekspor Pakaian Jadi, Kain dan benang Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat tahun 1999 – 2005 ………………………………….. 139 4 Data Pakaian Jadi yang digunakan …………………………………… 140 Data Kain dan Benang yang digunakan ……………………………… 142 5 Uji Stasioneritas Data ………………………………………………... 146 5.1 Variabel-variabel Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat ……………………………………………… 146 5.2 Variabel-variabel Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat …………………………………… 154 6 Penetapan Lag Optimal 6.1 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat ………………………………………………. 162 6.2 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat …………………………………… 162 7 Uji Kointegrasi 7.1 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat ………………………………………………. 163 7.2 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat ………………………………………………. 163 8 Estimasi VECM 8.1 Variabel Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ……………......... 164
xi
8.2 Variabel Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya …………………. 165 9 Uji Kausalitas Multivariat ………………..…………………………… 168 9.1 Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya …………………………………. 168 9.2 Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya …………………………. 169 10 Variance Decomposition (VD) ……………………………………….. 171 10.1 VD Variabel Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat …………………………………………………………. 171 10.2 VD Variabel Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat ………………………………………………………….. 172 11 Impulse Response Function (IRF) ……………………………………. 173 11.1 Respon Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ……… 173 11.2 Respon Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ………. 174
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor
lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri dinilai selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain (Dumairy, 2000). Hingga saat ini, sektor industri telah memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan ekspor dibandingkan dengan sektorsektor lainnya. Ini memberikan arti bahwa kontribusi pertumbuhan nasional dari sektor industri masih sangat besar. Dengan demikian, apabila kinerja pada sektor industri ini mengalami gangguan, maka secara tidak langsung perekonomian nasional juga ikut terganggu. Seperti yang sudah terangkum dalam Tabel 1.1, jumlah ekspor yang paling besar selama periode tahun 2001 hingga pertengahan tahun 2006 adalah pada sektor industri. Tabel 1.1 Nilai ekspor non migas Indonesia (menurut sektor) tahun 2001 – 2006 (Juta US$) Sektor
2001
2002
2003
2004
2005
2006*
Pertanian
2.438,5
2.568,3
2.526,1
2.496,2
2.880,2
1.244,8
Pertambangan
3.569,6
3.743,7
3.995,6
4.761,4
7.946,8
3.765,7
37.671,1 38.729,6
40.879,9
Industri Komoditi Lainnya Keterangan Sumber
5,4
4,5
: *) Januari - Mei : Badan Pusat Statistik (2006)
5,2
48.677,3 55.593,6 24.818,9 4,4
7,8
2,8
2
Industri yang selama ini cukup menjadi andalan bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia adalah industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Sebagai salah satu negara produsen dan eksportir TPT terbesar di dunia, Indonesia memandang bahwa liberalisasi perdagangan dunia merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor TPT. Di sisi lain hal ini dipandang sebagai tantangan untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan TPT yang semakin kompetitif di pasar internasional. Peningkatan daya saing komoditi merupakan tantangan terbesar bagi industri TPT Indonesia, terutama untuk menghadapi era perdagangan bebas. Mengingat iklim persaingan yang semakin ketat, ditambah lagi dengan sudah tidak diberlakukannya pasar kuota menyebabkan industri TPT Indonesia mendapat ancaman yang serius dari negara-negara yang juga merupakan produsen TPT seperti Cina. Indonesia yang selama ini merupakan salah satu negara pengekspor TPT terbesar ke Amerika Serikat mulai mendapat tantangan dari pesaing-pesaing negara-negara yang juga merupakan produsen TPT seperti Cina, India, Vietnam, Pakistan dan Bangladesh. Dengan semakin banyaknya TPT Cina yang masuk ke pasar Amerika Serikat tersebut tentunya menjadi tantangan sekaligus ancaman terhadap ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Perkembangan ekspor TPT Indonesia menunjukkan bahwa selama tahun 2000 hingga 2002 ekspor TPT Indonesia secara umum mengalami penurunan. Namun ekspor TPT Indonesia mulai meningkat kembali dari tahun 2003 hingga tahun 2005. Ekspor tahun 2006 hingga 2008 diprediksi akan terus meningkat karena pengaruh dari pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota. Berdasarkan
3
Tabel 1.2, selama periode tahun 2000 sampai dengan pertengahan tahun 2006, Amerika Serikat merupakan pasar tujuan utama ekspor TPT Indonesia. Tabel 1.2 Nilai Ekspor TPT Indonesia ke berbagai negara tahun 2000 – 2006 .(Juta US$) Negara 2001 2002 2003 2004 2005 2006* Amerika Serikat Jepang
2175,50
2008,19
2105,31
2452,72
3034,41
1361,04
459,98
369,89
424,17
461,41
460,70
251,33
Jerman
377,55
328,82
402,58
459,28
489,88
275,30
Korea
186,99
195,06
173,63
193,68
215,50
103,68
UEA
380,94
327,88
350,81
268,88
309,06
154,48
Malaysia
163,57
190,14
203,21
187,87
191,39
92,07
Keterangan Sumber
: *) Januari - Mei : UN COMTRADE (2006)
Secara konseptual, pertumbuhan atau kinerja ekspor TPT Indonesia akan ditentukan oleh dua fakor, yaitu faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekspor akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dunia, maka akan semakin tinggi impor dari Indonesia yang artinya semakin tinggi pula ekspor Indonesia. Dari sisi penawaran, kinerja ekspor akan sangat dipengaruhi oleh daya kompetisi yang bisa dicerminkan dari nilai tukar riil dan juga berbagai hambatan domestik. Cina diprediksi akan menguasai 22 persen pasar dunia. Sedangkan keseluruhan negara Asia lainnya hanya akan menguasai pasar sebesar 16 persen. Pangsa pasar Indonesia jelas akan lebih kecil lagi. Meskipun demikian, peluang dari sisi permintaan tetap ada. Artinya, dari sisi permintaan sebenarnya industri TPT Indonesia masih memiliki peluang.
4
Adanya pengaruh pertumbuhan ekspor TPT Cina yang semakin pesat ke seluruh dunia, akan menekan pertumbuhan ekspor TPT Indonesia. Pertumbuhan ekspor TPT Cina yang tinggi tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya TPT Cina yang membanjiri pasar tujuan ekspor utama yakni Amerika Serikat. Ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat per tahun hanya 5 miliar dollar AS, sedangkan Cina bisa mencapai 40 miliar dollar AS. Sebagai pengekspor hasil-hasil sumberdaya alam, Indonesia bisa menarik banyak keuntungan. Namun, pada saat yang sama, industralisasi akan kian sulit akibat persaingan. Salah satu tindakan nyata yang harus dilakukan oleh industri TPT Indonesia adalah meningkatkan daya saing. Dalam membangun sebuah industri TPT yang kuat dan memiliki daya saing tinggi, banyak tantangan atau masalah yang harus dihadapi. Permasalahan dari dalam antara lain berkaitan dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output. Faktor-faktor produksi mulai dari bahan baku seperti kapas masih harus diimpor dari negara lain, padahal bahan baku tersebut merupakan bahan baku yang paling utama dalam proses produksi industri TPT. Kemudian masalah
mesin-mesin
produksi,
menurut
Sekretaris
Eksekutif
Asosiasi
Pertekstilan Indonesia Ernovian G. Ismy, mesin-mesin TPT pada umumnya sudah berusia rata-rata lebih dari 15 tahun. Hal ini menyebabkan produktivitas menurun, sementara konsumsi bahan bakar semakin meningkat. Akibatnya jumlah ekspor TPT Indonesia semakin tidak mampu mengimbangi permintaan dunia yang semakin besar. Pada tahun 2000 ekspor TPT mencapai US$ 8,2 miliar, tetapi sejak itu tidak pernah lagi menyentuh US$ 8 miliar, kecuali tahun lalu senilai US$ 8,5
5
miliar1. Suku cadang mesin dan bahan penolong lainnya juga masih harus diimpor. Masalah internal lain yang menghambat perkembangan industri TPT antara lain seperti peningkatan biaya akibat dari kenaikan tarif listrik dan Bahan Bakar Minyak, penyelundupan dan proses bea cukai, serta kenaikan “ekonomi biaya tinggi” lainnya. Semua hal diatas dapat berpengaruh pada daya saing dari output industri TPT. Permasalahan dari luar yaitu berkaitan dengan penghapusan kuota di pasar utama ekspor yakni Amerika Serikat dan Uni Eropa, per 1 Januari 2005, serta persaingan dengan Cina, India, Vietnam dan pakistan. Seharusnya penghapusan kuota dapat dijadikan sinyal positif, karena menguntungkan produsen yang dapat bersaing dari segi harga maupun mutu. Penghapusan kuota di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa diperkirakan akan meningkatkan ekspor TPT dunia. 1.2
Perumusan Masalah Industri TPT merupakan industri salah satu sub sektor industri yang
menopang perekonomian Indonesia. Industri ini memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pertumbuhan nasional. Dari segi penyerapan tenaga kerja industri ini juga menyerap sekitar seperempat dari total tenaga kerja di sektor manufaktur2. Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir, industri TPT mengalami pertumbuhan ekspor yang lebih lambat dibanding negara-negara pesaing utama seperti Cina. Hal ini disebabkan oleh hambatan-hambatan yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Tantangan eksternal adalah penghapusan kuota di pasar utama ekspor yakni Amerika Serikat dan Uni Eropa,
6
pada 1 januari 2005, serta persaingan dengan salah satu negara besar di Asia, yaitu Cina, baik dalam persaingan di pasar internasional maupun di pasar lokal. Tantangan internal berhubungan dengan daya saing, yaitu peningkatan biaya, masalah buruh, ekonomi biaya tinggi dan rendahnya investasi yang mengalir ke industri ini. Dari Tabel 1.3 dapat terlihat bahwa nilai ekspor TPT Cina ke Amerika Serikat selalu jauh diatas nilai ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Selain itu, rata-rata ekspor TPT Cina ke Amerika Serikat mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi dan jauh di atas Indonesia, walaupun pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat sempat di atas Cina pada tahun 1999 – 2000, namun setelah itu Indonesia selalu dibawah. Pada tahun 1998 nilai ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 1.363.509.682, kemudian naik menjadi US$ 1.680.939.082 pada tahun 1999 yang menyebabkan pertumbuhan ekspor TPT Indonesia naik sebesar 23,3 persen. Begitu juga pada tahun 2000, nilai ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat naik menjadi US$ 2.261.348.797, menyebabkan petumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat naik sebesar 34,5 persen. Sementara Cina walaupun nilai ekspornya lebih tinggi yaitu pada tahun 1998 sebesar US$ 4.700.615.121 dan pada tahun 1999 sebesar US$ 4.960.113.595 namun pertumbuhannya hanya 5,5 persen pada tahun 1999. Begitu juga pada tahun 2000 yaitu nilai ekspornya sebesar US$ 6.029.249.623 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 21,5 persen. Mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2005 pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat selau dibawah Cina, bahkan pada tahun 2001 dan
7
2002 pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,8 persen dan 7,7 persen. Sementara Cina hanya turun sebesar 0,4 persen pada tahun 2001 kemudian meningkat lagi pada tahun 2002 sebesar 15,6 persen. Tabel 1.3 Nilai Ekspor TPT Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat tahun .1998 – 2005 (US$) Indonesia China Tahun Nilai Perubahan (%) Nilai Perubahan (%) 1998
1.363.509.682
_
4.700.615.121
_
1999
1.680.939.082
23,3
4.960.113.595
5,5
2000
2.261.348.797
34,5
6.029.249.623
21,5
2001
2.175.502.336
-3,8
6.005.696.108
-0,4
2002
2.008.187.668
-7,7
6.942.222.916
15,6
2003
2.105.310.241
4,8
8.996.040.409
29,6
2004
2.452.720.973
16,5
10.866.382.074
20,8
2005
3.034.413.617
23,7
18.591.329.025
71,1
Sumber : UN COMTRADE (2006)
Pada tahun 2003, nilai ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 2.105.310.241, menyebabkan pertumbuhannya naik sebesar 4,8 persen, namun tertinggal jauh oleh Cina yang mengalami pertumbuhan sebesar 29,6 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 8.996.040.409. Begitu juga pada tahun 2004 pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke AS mengalami kenaikan sebesar 16,5 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 2.452.720.973, sedangkan Cina mengalami pertumbuhan sebesar 20,8 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 10.866.382.074.
8
Pertumbuhan ekspor TPT ke Amerika Serikat secara drastis dialami oleh Cina pada tahun 2005 yaitu sebesar 71,1 persen dengan nilai ekspor US$ 18.591.329.025. Sedangkan Indonesia hanya meningkat sebesar 23,7 persen dengan nilai US$ 3.034.413.617. Pertumbuhan total ekspor TPT ke Amerika Serikat yang dialami oleh Cina dari tahun 1998 hingga tahun 2005 adalah sebesar 295,5 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 4.700.615.121 pada tahun 1998 dan sebesar US$ 18.591.329.025 pada tahun 2005. Sedangkan Indonesia hanya mengalami pertumbuhan sebesar 122,5 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 1.363.509.682 pada tahun 1998 dan sebesar US$ 3.034.413.617 pada tahun 2005. Hal di atas menunjukkan bahwa TPT indonesia harus lebih memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing dengan TPT dari negara pesaing seperti Cina. Berdasarkan pada penjelasan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. .Bagaimana posisi daya saing industri TPT Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat ? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ekspor TPT Indoneisa di pasar Amerka Serikat ? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini ádalah sebagai berikut : 1.. Membandingkan posisi daya saing industri TPT Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat.
9
2. Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor TPT ke Amerika
Serikat. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi serta bukti
empirik mengenai daya saing TPT Indonesia di pasar tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat. Serta dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi ekspor TPT ke Amerika Serikat, khususnya pada masa penghapusan kuota. Manfaat secara lebih khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai daya saing industri TPT indonesia di salah satu pasar tujuan ekspor yaitu Amerika Serikat, sehingga pemerintah mendapat informasi dan bahan masukan dalam merumuskan berbagai kebijakan yang bersifat kompetitif di masa yang akan datang. 2. Bagi para pelaku pasar, hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi tambahan atas kondisi industri TPT di Indonesia saat ini dan dapat mengetahui langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing industri TPT indonesia. 3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami industri TPT secara lebih mendalam. Selain itu, penelitian ini juga sebagai proses belajar untuk lebih kritis dalam menganalisis daya saing TPT Indonesia di pasar Amerka Serikat, serta dapat membuka wawasan dan pemahaman untuk mencari jawaban atas perumusan masalah.
10
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Departemen Perindustrian,
jenis TPT digolongkan menjadi: serat (fiber), benang (yarn), pakaian jadi (clothing and accessories), tekstil atau kain lembaran (textile) dan produk tekstil lainnya (other textile product). Namun tidak semua jenis tekstil yang akan dibahas di dalam penelitian ini, melainkan hanya jenis pakaian jadi (SITC 84), kain lembaran dan benang (SITC 65). Pakaian jadi merupakan komoditi yang memberikan kontribusi ekspor terbesar dari semua jenis TPT. Penelitian ini membahas mengenai daya saing TPT Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat dari segi keunggulan komparatif. Sedangkan dari segi keunggulan kompetitif hanya dibahas untuk negara Indonesia saja. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dalam penelitian ini lebih dilihat dari sisi penawaran dalam jangka panjang.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Terminologi
2.1.1
Pengertian Industri Istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti
himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri kosmetika misalnya, berarti himpunan perusahaan penghasil produk-produk kosmetik, industri tekstil maksudnya himpunan pabrik atau perusahaan tekstil. Kedua, industri dapat pula merujuk suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Dalam pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrikal, atau bahkan manual (Dumairy, 2000). 2.1.2
Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) Secara umum, tekstil adalah bahan pakaian atau kain. Jika dilihat dari sisi
keuntungan, tekstil tidak hanya untuk pakaian, tapi juga dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri atau kegunaan lainnya (kain kasur, gorden, taplak meja, tas, koper, dan lain-lain). Tekstil berasal dari bahasa latin yaitu textiles yang berarti menenun atau kain tenun. Menurut Gunadi dalam Djamrie (2003), tekstil adalah suatu benda yang berasal dari serat atau benang yang dianyam (ditenun) atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa, untuk dijadikan bahan pakaian atau untuk keperluan lainnya. Jadi industri Tekstil dan Produk Tekstil adalah kegiatan memproduksi barang yang berasal dari serat atau benang yang
12
dianyam (ditenun) atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa, untuk dijadikan bahan pakaian atau untuk keperluan lainnya. Empat sektor penting industri TPT adalah serat, benang, tenunan/kain, dan garment. Secara teknis, struktur industri TPT nasional dibagi menjadi tiga sub sektor, yaitu : 1. Sektor hulu (upstream) Industri sektor hulu adalah industri pembuat serat (fiber) dan pemintal (spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa, dan bahan baku serat sintetik. Industri ini bersifat padat modal, full-automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja sedikit, dan output per tenaga kerja besar. 2. Sektor menengah (midstream) Sektor menengah meliputi industri yang bergerak pada bidang pemintalan (spinning),
pertenunan
(weaving),
dan
pencelupan/penyempurnaan
(dyeing/finishing). Industri ini bersifat semi padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang dengan penyerapan tenaga kerjanya lebih besar dari sektor hulu. 3. Sektor hilir (downstream) Industri pada sektor hilir adalah garmen atau pakaian jadi. Sektor ini paling banyak menyerap tenaga kerja sehinga sifat industrinya adalah padat karya. Jumlah tenaga kerja yang sebagian besar adalah wanita menjadi pembeda sektor hilir dengan sektor-sektor lainnya.
13
2.1.3
Pengertian Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati konsumen (Tambunan, 2001). Dilihat dari keberadaannya mengenai keunggulan dalam daya saing, maka keunggulan daya saing dari suatu komoditi
dikelompokkan
alamiah/keunggulan
absolut
menjadi (natural
dua
macam,
advantage)
dan
yaitu
keunggulan
keunggulan
yang
dikembangkan (acquired advantage). Pada saat ini keunggulan alamiah atau keunggulan absolut yang dimiliki oleh suatu negara untuk salah satu komoditinya tidak secara langsung menyebabkan komoditi tersebut akan menguasai pangsa pasar dunia, ini dikarenakan jumlah produsen tidak hanya satu negara, akan tetapi ada beberapa negara yang sama-sama menghasilkan komoditi tersebut dengan kondisi keunggulan alamiah yang sama. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia maka suatu komoditi harus memiliki keunggulan lain selain keunggulan alamiah, yaitu keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu komoditi adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan, jadi keunggulan ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya. 2.1.4
Ekspor dan Impor Ekspor merupakan penjualan barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke
negara lain. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara-negara lain yang tidak dapat menghasilkan sendiri barang-barang yang
14
dihasilkan oleh negara pengekspor. Dalam perdagangan internasional khususnya ekspor
mempunyai
peranan
penting,
yakni
sebagai
motor
penggerak
perekonomian nasional. Sebab ekspor dapat menghasilkan devisa, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembiayaan pembangunan sektor-sektor di dalam negeri. Impor merupakan pembelian barang yang dilakukan oleh suatu negara kepada negara lain yang menghasilkan barang tersebut. Impor dapat terjadi karena disebabkan suatu negara tidak bisa menghasilkan barang-barang modal dan bebagai jenis barang untuk keperluan pengembangan berbagai jenis industri negaranya. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan akan devisit. 2.2
Penelitian Terdahulu
2.2.1
Penelitian Mengenai Industri Tekstil Wardiani
(2005)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
“Analisis
Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan peran pasar kuota bagi Indonesia” menunjukkan bahwa variabel yang secara nyata mempengaruhi model ekspor tekstil Indonesia ke negara tujuan kouta yaitu Amerika Serikat adalah GNP riil dan nilai tukar riil. Sedangkan variabel yang secara nyata mempengaruhi model ekspor pakaian jadi adalah GNP riil, nilai tukar riil, dummy krisis dan dummy pergejolakan nilai tukar. Untuk negara tujuan non-kouta yaitu Singapura, variabel yang secara nyata mempengaruhi ekspor tekstil adalah GDP riil dan dummy krisis. Sedangkan variabel yang nyata mempengaruhi ekspor pakaian jadi adalah GDP riil dan dummy krisis.
15
Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Singapura berfluktuatif pada periode tahun 1980-2002, sementara krisis ekonomi di negara non-kuota Singapura menyebabkan terjadinya penurunan ekspor komoditi tekstil dan pakaian jadi Indonesia, dapat dilihat dari penurunan jumlah dan nilai produksi, ekspor serta impornya. Sedangkan di negara kuota Amerika Serikat, perkembangan ekspor TPT Indonesia periode yang sama meningkat sementara krisis ekonomi menyebabkan terjadinya penurunan ekspor hanya pada komoditi Pakaian Jadi. 2.2.2
Penelitian Mengenai Daya Saing Penelitian-penelitian dengan metode Revealed Comparatif Advantage
Indonesia cukup banyak, diantaranya adalah penelitian mengenai daya saing industri manufaktur Indonesia yang dilakukan oleh Aswicahyono (1996) berjudul "Transformasi Industri Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas", yang menunjukkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, Thailand (terkecuali tahun 1965), Cina, Korea Selatan dan beberapa negara lain, atau NSB rata, indeks RCA Indonesia paling rendah, walaupun mengalami peningkatan pada tahun 1996 hanya mencapai 0,67. Hanya Cina dan Korea Selatan yang pada tahun 1994 mempunyai keunggulan komparatif di atas dunia untuk produk-produk manufaktur. Penelitian lain mengenai daya saing industri manufaktur dilakukan oleh Soesastro (2000) yang menunjukkan bahwa indeks RCA bervariasi antarproduk menurut intensitas faktor produksi yang digunakan. Berdasarkan data UNINDO untuk periode 1965 hingga 1995, dapat dilihat dari hasil penelitian tersebut
16
bahwa sejak tahun 1983 Indonesia telah memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor produk-produk manufaktur padat SDA, khususnya kayu lapis. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa daya saing produk-produk manufaktur padat tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan daya saing barangbarang padat modal. Indeks RCA dari ekspor produk-produk padat tenaga kerja mencapai 1 pada era tahun 1990 – 2000, sedangkan indeks RCA dari barangbarang padat modal pada tahun yang sama jauh dibawah 1, demikian juga indeks RCA rata-rata ekspor manufaktur. 2.2.3
Penelitian Mengenai Vector Error Correction Model (VECM) Margarettha (2005) dalam penelitiannya yang berjudul "Dampak
Liberalisasi Perdagangan Di Sektor Industri Tekstil Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia" dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model menunjukkan bahwa variabel ekspor mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan. Setiap kenaikan 1 persen pada ekspor maka nilai neraca perdagangan akan meningkat sebesar 2,435094 persen. Namun, variabel impor dan pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari tanda negatif pada parameter. Setiap kenaikan 1 persen pada impor dapat menurunkan neraca perdagangan sebesar 1,251859 persen. Begitu juga halnya pada peningkatan pendapatan nasional 1 persen akan menurunkan neraca pembayaran 2,706368 persen. Berarti terbukti bahwa antara neraca perdagangan dengan pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang negatif. Selain itu, dengan adanya kebijakan liberalisasi perdagangan pada industri tekstil ternyata memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan neraca
17
perdagangan. Hal ini terbukti dari analisis VECM yaitu, adanya dummy kebijakan akan memberikan peningkatan terhadap neraca perdagangan sebesar 0,397353 persen. Hasil ini juga semakin dipertegas dalam Impulse Response Function, dimana dengan adanya kebijakan liberalisasi perdagangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan. 2.3
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.3.1
Teori Perdagangan Internasional Perdagangan antar negara atau perdagangan internasional sudah ada sejak
dahulu namun dalam jumlah dan ruang lingkup yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat diproduksi dalam negeri masing-masing negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut dipenuhi dengan cara barter. Pada awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran atau perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti perdagangan barang dan jasa sekarang dengan kompensasi barang dan jasa di kemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antarnegara dengan aset-aset yang mengandung risiko, seperti saham, valuta asing yang saling menguntungkan kedua belah pihak bahkan semua negara yang terkait didalamnya. Hal tersebut memungkinkan setiap negara melakukan diversivikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui perluasan komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya taraf kehidupan yang bersamaan dengan kemajuan teknologi informasi menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat. Maka perdagangan internasional menjadi
18
suatu hal yang penting. Pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki, yaitu negara yang terisolasi, tanpa mempunyai hubungan ekonomi. Terdapat
beberapa
hal
yang
mendorong
terjadinya
perdagangan
internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar negara juga turut menyebabkan terjadinya perdagangan internasional. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis dan kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Menurut teori Heckscher – Ohlin terdapat perbedaan opportunity cost suatu produk antar satu negara dengan negara lain yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki masing-masing negara. Negaranegara yang memiliki faktor produksi relatif banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Keadaan sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam produksinya (Hady dalam Octrianto, 2006). Perdagangan internasional antar dua negara yang terjadi akibat dari perbedaan permintaan dan penawaran dapat dilihat pada Gambar 2. 1 yang mengambarkan perdagangan antara Negara P dan Negara Q. DP dan SP adalah
19
kurva penawaran untuk Negara P dan DQ dan SQ adalah kurva penawaran untuk Negara Q. Pada kondisi dimana kedua negara tidak dalam perdagangan, produksi dan konsumsi Negara P untuk suatu komoditi (misalnya tekstil) berada pada keseimbangan di titik A, berdasarkan harga relatif sebesar P1. Pada Negara Q produksi dan konsumsinya terjadi pada titik keseimbangan A’ dengan tingkat harga P3. Kondisi ini dengan asumsi bahwa harga domestik di Negara P lebih rendah dibandingkan dengan harga di Negara Q ( P1
Panel B
Px/Py
Panel C Negara Q
Px/Py
Px/Py
A’’ P3 P2
Ekspor B
S E
Sp
E*
0
B D
A’
E’
Impor
A* Dp
’
B*
P1 A
SQ
P3
X 0
DQ
X 0
X
Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore (1997) Apabila kondisi harga di atas P1, maka Negara P akan memasok atau memproduksi komoditi tekstil lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik sehingga akan menyebabkan kelebihan penawaran (excess supply) di negara P. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke Negara Q. Di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka Negara Q akan mengalami peningkatan permintaan (karena konsumen akan meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif murah), sehingga tingkat permintaannya
20
lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara Q untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi tekstil tersebut dari Negara yang mengalami kelebihan produksi komoditi tekstil yaitu Negara P. Berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi tekstil yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta. Pada saat berlangsungnya perdagangan internasional antara Negara P dan Q tingkat harga berada di titik P2 dan mengambil asumsi bahwa tidak ada biaya transportasi dalam proses perdagangan tersebut, maka Negara P akan mengekspor hasil kelebihan produksinya yang ditunjukkan oleh garis BE. Sementara itu karena tingkat harga yang berlaku di pasar internasional lebih rendah dibandingkan dengan tingkat harga domestik Negara Q, maka Negara Q akan mengimpor kekurangan produksinya sebesar garis B’E’. Hubungan penawaran dan permintaan kedua negara tersebut pada tingkat harga P2 akan menyebabkan terjadinya keseimbangan internasional di titik E* (Panel B). Kurva S dan D pada panel B menunjukkan tinkat penawaran dan permintaan yang terjadi dalam perdagangan internasional. Pada tingkat keseimbangan, kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh Negara P sama dengan yang diminta oleh Negara Q (BE = B’E’). 2.3.2
Teori Penawaran Ekspor Penawaran suatu komoditi merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan
oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah harga komoditi yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi (Lipsey et al., 1995).
21
Ekspor suatu komoditi selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penawaran suatu komoditas juga dimaksudkan untuk memenuhi permintaan masyarakat luar negeri. Penawaran ekspor suatu komoditi dari suatu negara merupakan selisih antara penawaran domestik dengan permintaan domestik. Di lain pihak, negara lain membutuhkan komoditi tersebut sebagai akibat dari kelebihan permintaan di negara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka teori penawaran ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor suatu negara. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : SXt = Qt – Ct + St-1 ............................................... (2.1) Dimana :
SXt = Jumlah ekspor komoditi periode waktu t Qt = Jumlah produksi domestik periode waktu t Ct = Jumlah konsumsi domestik periode waktu t St-1 = Stok periode waktu sebelumnya (t-1)
Dari persamaan 2.1 dapat terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor pada dasarnya terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan stok. 2.3.3
Teori permintaan Ekspor Permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh
antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu suatu komoditi (Lipsey et al., 1995).
22
Dilihat dari segi permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara. Permintan ekspor adalah permintaan pasar internasional/negara tertentu terhadap suatu komoditi. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya harga domestik negara tujuan ekspor (HDIt), harga impor negara tujuan (HIt), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPIt) dan selera masyarakat negara tujuan (CPIt). Secara keseluruhan fungsi permintaan ekspor suatu komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut : PXt = f (HDIt , HIt , YPIt , CPIt) .......................... (2.2) 2.3.4
Teori Keunggulan Kompetitif Negara Konsep ini dikembangkan oleh Michael E. Porter dalam bukunya yang
berjudul Competitif Advantage of Nations. Menurut Porter, terdapat empat atribut yang
dapat
membentuk
lingkaran
dimana
perusahaan-perusahaan
lokal
berkompetisi sedemikian rupa sehingga mendorong terciptanya keunggulan kompetitif. Keempat atrIbut tersebut yaitu, kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung serta strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Keempat atribut tersebut saling berhubungan sehingga Porter menggambarkannya dalam sebuah diamond, atau lebih dikenal dengan Porter’s Diamond. Proses penentuan daya saing (secara kompetitif) nasional dalam pembangunan ekonomi di
suatu negara yang digambarkan dalam Porter’s
Diamond seperti pada Gambar 2.2.
23
Strategi perusahaan, Strukrur, dan Persaingan
Kondisi faktor
Kondisi permintaan
Industri Terkait dan Industri pendukung Gambar 2.2 Porter’s Diamond Sumber : Porter (1995) 1. Kondisi faktor, yaitu posisi negara dalam faktor poduksi, seperti tenaga kerja terampil atau infrastruktur, perlu untuk bersaing dalam suatu industri tertentu.
Titik
awal
pada
negara
berkembang
yaitu
memiliki
ketergantungan yang tinggi pada ketersediaan upah rendah dan tenaga kerja tidak terampil, kemudian kurangnya kapital. Hampir semua teknologi dipasok dan dikendalikan secara eksternal, serta belum berkembangnya infrastruktur, pasar modal, dan sistem pendidikan membuat produktivitas negra menjadi rendah. Dengan adanya persaingan faktor produksi dalam suatu industri maka negara berkembang dapat membangun ekonomi yang sukses. 2. Kondisi Permintaan, yaitu sifat dari permintaan pasar asal untuk barang dan jasa industri. Titik awal pada negara berkembang dapat terlihat dari produk yang terdiferensiasi adalah menjadi andalan ekspor utama, demand
24
lokal yang tidak canggih (informasi terbatas, seleksi yang terbatas, fokus terhadap harga), rancangan produk dan jasa bersifat imitasi atau lisensi dari luar, rendahnya standar produk, terjadi permintaan lokal yang tinggi. 3. Industri terkait dan industri pendukung. Keberadaan atau ketiadaan industri pemasok dan industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara internasional bersifat kompetitif. Titik awal pada negara berkembang dapat dilihat dari industrinya yang berorientasi pada ekspor yang terisolasi, industri pendukung langka dan tidak kompetitif, mesinmesin canggih dan peralatan yang modern didapat dari impor. 4. Strategi Perusahaan, struktur, dan persaingan. Kondisi dalam negara yang mengatur bagaimana perusahaan diciptakan, diatur, dan dikelola, sebagaimana juga sifat dari persaingan domestik. 2.3.5
Teori Revalead Comparatif Advantage (RCA) Revalead Comparatif Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif yang
terungkap, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain) yang cukup sering digunakan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam Pramudito, 2004). Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap
25
total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Rumus RCA adalah sebagai berikut : Xij / Xit RCA =
.................................................... (2.3) Wj / Wt
dimana :
Xij = Nilai ekspor komoditi i dari negara j Xit = Nilai total ekspor (komoditi i dan lainnya) negara j Wj = Nilai ekspor dunia komoditi i Wt = Nilai total ekspor dunia
Penelitian ini mengukur daya saing TPT Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah kinerja ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat yang selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor TPT dunia terhadap total nilai ekspor dunia. Dalam penelitian ini rumusnya menjadi: Xij / Xj RCA =
................................................... (2.4) Wic / Wc
dimana :
Xij = Nilai ekspor komoditi tekstil dari Indonesia ke Amerika ..........Serikat Xj = Nilai total ekspor negara Indonesia ke Amerika Serikat Xic = Nilai ekspor komoditi tekstil dunia ke Amerika Serikat Xc = Nilai total ekspor dunia ke Amerika Serikat
Setiap metode tentunya ada keunggulan dan kelemahannya, sama halnya dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Keunggulan metode ini
26
adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif yang jelas suatu produk dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya yaitu : 1.
Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi.
2.
Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal.
3.
Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk - produk yang berpotensi di masa yang akan datang.
4.
Keunggulan komparatif tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif
yang sesungguhnya, namun
bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti nilai tukar yang dibuat under value, proteksi ekspor dan sebagainya. 2.3.6
Teori Constant Market Share (CMS) Pendekatan Constant Market Share (CMS) digunakan untuk mengukur
dinamika tingkat daya saing suatu industri dari suatu negara. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada pemahaman bahwa laju pertumbuhan ekspor suatu negara bisa lebih kecil, sama, atau lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor rata-rata dunia. Jadi dalam analisis CMS, lambat atau tingginya laju pertumbuhan ekspor suatu negara dibandingkan laju pertumbuhan standar (rata-rata dunia) diuraikan menjadi tiga faktor, yakni komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor dan daya saing. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
27
Efek Pertumbuhan impor :
mXijk1 ................................................. (2.5) Dimana
m = Persentase peningkatan impor umum di negara k Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Efek Komposisi komoditi ekspor :
{(mi - m)Xijk1} .......................................... (2.6) Dimana
m = Persentase peningkatan impor umum di ngara j mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di negara k Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Efek Daya saing :
{Xij2 – Xij1 – mi Xijk1} .................................. (2.7) Dimana
mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di negara j Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1) Xijk2 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t)
2.3.7
Teori Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction model (VECM) adalah restricted Vector
Autoregrerssion (VAR) yang terkointegrasi. VECM didesain untuk data time series non stasioner yang berkointegrasi dengan faktornya yang dikenal sebagai error correction term, mengingat bahwa keseimbangan jangka panjang diperbaiki secara perlahan melalui beberapa tahap jangka pendek (www.eviews.com). Studi yang sering dilakukan oleh Maysami dan Sim Koh dalam Octrianto (2006), VECM dapat digunakan sebagai model equilibrium jangka pendek dan jangka
28
panjang untuk menganalisis hubungan dinamis antar variabel-variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen (varabel tak bebas). Sebagai contoh, jika terdapat sistem dengan dua variabel yang memiliki satu persamaan kointegrasi dan tidak memiliki faktor lag difference, maka persamaan kointegrasinya :
y2,t = β y1,t .......................................................................... (2.8) maka VECM adalah sebagai berikut : Δ y1,t = γ1 (y2,t-1 - β y1,t-1) + ε1,t ....................................... (2.9) Δ y2,t = γ2 (y2,t-1 - β y1,t-1) + ε2,t ....................................... (2.10) Pada model yang sederhana tersebut, variabel yang terletak di sisi kanan adalah error corection term. Pada keseimbangan jangka panjang, faktor ini akan bernilai nol. Namun jika y1 dan y2 mengalami deviasi dari keseimbangan jangka panjang pada periode sebelumnya, maka error corection term tidak akan bernilai nol dan setiap variabel akan menyesuaikan sehingga terdapat keseimbangan. Koefisien γ1 dan γ2 mengukur kecepatan penyesuaian.
2.3.8
Teori Kointegrasi Pada umumnya analisis time series yang digunakan adalah analisis regresi,
dimana variabel-variabel yang tidak stationer tidak dimasukkan dalam model analisis. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi spurios regresssion yang akan menimbulkan R² tinggi dan DW rendah yang berati terdapat korelasi serial pada galat, sehingga asumsi antar galat saling bebas tidak terpenuhi dan bahkan
29
mungkin model yang dihasilkan tidak mempunyai arti berdasarkan teori ekonomi. (Granger dan Newbol dalam Nurmakiahepi, 2005). Kointegrasi
adalah
suatu
hubungan
jangka
panjang
(long-term
relationship) antara variabel-variabel yang tidak stationer. Kointegrasi berarti walaupun secara individual tidak stationer, kombinasi linear antara variabel tersebut dapat menjadi stationer. Konsep kointegrasi diperkenalkan oleh EngleGranger
dalam
Octrianto,
2006.
Analisis
formulanya
dimulai
dengan
mendasarkan pada himpunan peubah (variabel) ekonomi yang berada pada keseimbangan jangka panjang. Ada empat hal penting yang harus diperhatikan mengenai kointegrasi, yaitu : 1.
Kointegrasi adalah kombinasi linear dari variabel-variabel yang tidak stasioner. Secara teoritis, sangat tidak mungkin terdapat hubungan jangka panjang yang non linear di antara variabel-variabel yang terintegrasi.
2.
Dari definisi Engle-Granger, kointegrasi merujuk pada variabel yang terintegrasi pada ordo yang sama. Umumnya variabel-variabel I(d) tidak berkointegrasi. Ketidakhadiran kointegrasi mengindikasikan bahwa tidak terdapat keseimbangan jangka panjang antar variabel.
3.
Jika Xt ada sebanyak n komponen yang tidak stasioner, maka terdapat paling banyak n-1 vektor kointegrasi tak bebas yang linear.
4.
Umumnya literatur-literatur mengenai kointegrasi hanya memfokuskan pada kasus-kasus dimana setiap variabel hanya memiliki satu unit root. Hal ini dikarenakan pada umumnya analisis regresi atau time series hanya
30
diaplikasikan ketika variabel-variabel adalah I(0). Di lain pihak, hanya ada beberapa variabel ekonomi yang terintegrasi. Umumnya kointegrasi merujuk pada kasus dimana variabel-variabelnya adalah CI (1,1). Ada beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi, diantaranya adalah Eangle-Granger
Cointegration
Test,
Johansen
Cointegration
Test
dan
Cointegrating Regresion Durbin-Watson (CRDW) Test. Menurut Enders (2004), metodologi Engle-Granger memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1.
Tidak memiliki prosedur sistematis untuk mengestimasi vektor kointegrasi berganda (multiple cointegration) secara terpisah.
2.
Prosedur estimasi Engle-Granger terdiri atas dua tahap yang saling berkaitan. Tahap pertama adalah menghasilkan residual (ε^t). Tahap kedua adalah mengestimasi regresi dalam bentuk Δ ε^t = a Akibatnya, koefisien a
1
1
ε^t-1.
diperoleh dengan cara mengestimasi regresi
dengan menggunakan residual dari regresi lainnya. Hal ini mengakibatkan error yang dihasilkan pada tahap pertama dilanjutkan pada tahap kedua. 2.4
Kerangka Pemikiran Operasional Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu komoditi ekspor
non migas yang diandalkan dari kelompok industri manufaktur yang berperan dalam perluasan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan buruh dan perolehan devisa negara. Seiring dengan semakin banyaknya permintaan TPT akibat dari semakin banyaknya model atau ciri khas TPT yang dimiliki Indonesia
31
menyebabkan industri TPT mempunyai prospek yang baik terutama untuk pasar internasional. Salah satu negara importir utama yang membutuhkan tekstil dan produk tekstil dalam jumlah yang sangat besar yaitu Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan negara yang jumlah penduduknya besar serta pendapatan per kapitanya juga besar, sehingga negara tersebut layak menjadi salah satu pasar utama bagi Indonesia. Pada saat ini, khususnya setelah kebijakan penghapusan kuota, persaingan dalam perdagangan TPT semakin ketat. Negara yang dianggap menjadi pesaing utama Indonesia dalam perdagangan TPT adalah Cina. Nilai ekspor TPT Cina ke Amerika Serikat selalu lebih tinggi dibanding Indonesia, pertumbuhannya pun naik demikian pesat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, bila dilihat dari segi komparatif, daya saing TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat masih lebih tinggi dibanding Cina, terutama untuk komoditi pakaian jadi. Hal ini dikarenakan TPT Indonesia masih memiliki kontribusi yang cukup besar yakni sekitar 20 persen – 30 persen terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Selama periode tahun 1999 – 2006, ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat masih mengalami fluktuasi. Hal tersebut diduga oleh pengaruh fluktuasi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, seperti harga ekspor TPT, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga domestik TPT, produksi domestik dan kebijakan yang berhubungan dengan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Peningkatan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat diduga karena peningkatan
32
pada produksi dan harga ekspor komoditi tersebut serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis daya saing, perkembangan ekspor serta mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Semua variabel uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil dari rujukan penelitian-penelitian terdahulu dan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Pertumbuhan ekspor suatu negara dipengaruhi oleh efek pertumbuhan dunia atau efek ekspansi dan efek daya saing. Efek ekspansi yaitu pertumbuhan ekspor suatu negara akan terjadi bila mempertahankan pangsa pasarnya, artinya ekspor akan meningkat di pasar yang sedang mengalami peningkatan permintaan, sedangkan efek daya saing yaitu daya saing relatifnya. Efek ekspansi terbagi menjadi dua, yakni efek pangsa makro dan efek pangsa mikro. Pangsa makro berhubungan dengan posisi Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia terhadap total impor Amerika Serikat, sedangkan pangsa mikro adalah posisi TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat. Ketiga efek yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor TPT Indonesia tersebut (efek pangsa makro, efek pangsa mikro dan efek daya saing) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis CMS (Constant Market Share). Dari ketiga efek tersebut hanya efek daya saing saja yang dapat dikendalikan dan diestimasi oleh suatu industri, dalam hal ini industri TPT (karena hanya berhubungan dengan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat). Daya saing TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat dapat dilihat berdasarkan
33
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Analisis keunggulan komparatif pada penelitian ini menggunakan analisis RCA (Revalead Comparatif Advantage). Nilai RCA diperoleh dari perbandingan pangsa pasar TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat dengan pangsa pasar TPT dunia di pasar Amerika Serikat, sehingga jika nilai RCA sama dengan satu berarti pangsa pasar TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat sama dengan pangsa pasar TPT dunia (pesaing Indonesia) di pasar Amerika Serikat. Daya saing TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat dikatakan kuat jika nilai RCA lebih dari satu, artinya pangsa pasar TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat lebih tinggi daripada pangsa pasar TPT dunia (pesaing Indonesia) di pasar Amerika Serikat. Daya saing TPT Indonesia berdasarkan keunggulan kompetitif dianalisis dengan menggunakan Porter’s Diamond. Analisis ini melihat daya saing berdasarkan kondisi faktor (faktor sumberdaya manusia, faktor sumberdaya alam, faktor sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor sumberdaya modal dan infrastruktur), kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Data yang digunakan untuk perhitungan metode CMS dan RCA dalah data time series tahunan. Kemudian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat pada penelitian ini data yang digunakan adalah time series bulanan, mulai bulan Januari 1999 hingga Desember 2006. Peluang untuk terjadinya trend pada series cukup besar. Hal ini akan mengindikasikan bahwa series mengandung unit root atau tidak stasioner. Apabila series yang tidak stasioner diregresikan, maka akan mendorong terjadinya spurious regresion, yaitu
34
tingkat R2 yang tinggi, koefisien yang baik secara statistik (T hitung dan F hitung signifikan) namun memiliki Durbin-Watson yang sangat kecil (terjadi autokorelasi). Akibatnya model tersebut tidak akan baik dalam menerangkan fenomena-fenomena yang diteliti. Sebelum menganalisis hubungan linear pada variabel-variabel uji yang diteliti maka terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian unit root, yaitu dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller Test (ADF test). Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dapat dianalisis dengan menggunakan metode VECM (Vector Error Correction Model). Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi pemerintah maupun para pelaku industri TPT serta para pelaku eksportir TPT dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan daya saing dan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.3.
35
Kinerja Ekspor TPT di pasar Amerika Serikat yang berfluktuatif
Pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat
Pertumbuhan impor (efek pangsa makro) (Analisis CMS)
Daya saing (Analisis CMS)
Secara Komparatif (Analisis RCA)
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat
Komposisi komoditi (Efek pangsa Mikro) (Analisis CMS)
Secara Kompetitif (Porter’s Diamond)
Uji unit root (ADF) Penentuan lag optimal Uji kointegrasi
Estimasi VECM Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT ke AS pada jangka panjang
Kebijakan peningkatan daya saing dan ekspor TPT
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Operasional
36
2.5 Hipotesis Berdasarkan studi penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan diajukan beberapa hipotesis, diantaranya : -
Indeks RCA lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan pangsa pasar di pasar tujuan ekspor. Sedangkan bila kurang dari satu berarti telah terjadi penurunan pangsa pasar.
-
Pertumbuhan ekonomi dunia berhubungan positif dengan tingkat ekspor Indonesia. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dunia maka semakin tinggi pula ekspor Indonesia.
-
Ekspor TPT Indonesia ke AS dipengaruhi oleh harga ekspor, dimana hubungan keduanya posiif. Jika terjadi kenaikan harga ekspor maka ekspor meningkat atau sebaliknya.
-
Nilai tukar rupiah secara nominal berhubungan positif dengan ekspor TPT Indonesia ke AS. Jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, maka volume ekspor akan meningkat dan sebaliknya.
-
Harga domestik dengan volume ekspor TPT Indonesia ke AS berhubungan negatif. Bila terjadi kenaikan harga domestik maka ekspor TPT akan menurun.
-
Hubungan positif terjadi antara produksi TPT dengan volume ekspornya. Semakin tinggi produksi domestik maka volume ekspornya akan mengalami peningkatan.
38
3.2
Metode analisis dan Pengolahan Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perkembangan datadata yang digunakan dalam penelitian ini. Metode kuantitatif dengan pendekatan Revalead Comparatif Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis tingkat daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat. Kemudian pendekatan Constant Market Share (CMS) digunakan untuk mengestimasi determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat adalah dengan pendekatan Vector Error Correction Model (VECM). Pengolahan data dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah pengelompokan data. Tahap kedua adalah pengolahan data dalam model analisis. Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan E-Views 4.1. 3.2.1 Revalead Comparatif Advantage (RCA) Posisi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia dalam perdagangan di Amerika Serikat dapat diketahui dengan metode RCA. Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dengan menghitung pangsa nilai ekspor TPT terhadap total ekspor ke Amerika Serikat yang kemudian
39
dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor TPT dunia ke Amerika Serikat. Rumusnya adalah sebagai berikut : Xij / Xit RCA =
…………………………………. (3.1) W j / Wt
Dimana :
Xij = Nilai ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat Xit = Nilai total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Wj = Nilai ekspor dunia TPT ke Amerika Serikat Wt = Nilai total ekspor dunia ke Amerika Serikat
Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun lalu. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut : Indeks RCA =
RCAt
…………………………………. (3.2)
RCAt-1 RCAt = Nilai RCA tahun ke-(t) RCAt-1 = Nilai RCA tahun ke(t-1) Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat tahun sekarang sama dengan tahun lalu. 3.2.2 Constant Market Share (CMS) Penelitian ini juga menggunakan metode pangsa pasar konstan (Constant Market Share) untuk mengetahui determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor tektil Indonesia di pasar Amerika Serikat. Variabel yang diukur yaitu efek ekspansi (sisi permintaan) yang terbagi menjadi dua yaitu efek pangsa makro (pertumbuhan impor) dan pangsa mikro (efek komposisi komoditi) kemudian efek
40
persaingan atau efek daya saing (sisi penawaran). Rumusnya adalah sebagai berikut : Xij2 – Xij1 = mXij1 + {(mi - m)Xij1} + {Xij2 – Xij1 – mi Xij1} …….. (3.3) (1) (2) (3) Dimana:
Xij1 = Ekspor TPT Indonesia ke AS tahun ke-(t-1) Xij2 = Ekspor TPT Indonesia ke AS tahun ke-(t) m = Persentase peningkatan impor umum di AS mi = Persentase peningkatan impor TPT di AS
(1) = Efek pertumbuhan impor; (2) = Efek komposisi; (3) = Efek daya saing
3.2.3 Uji Unit Root Uji unit root merupakan hal penting yang berkaitan dengan penelitian yang menggunakan data time series. Data deret waktu dikatakan stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Penggunaan data yang tidak stasioner dapat menghasilkan regresi yang semu (spurios regresion), yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat menghasilkan misleading (Irawan dalam Margarettha 2005). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas, salah satunya adalah Augmented Dickey Fuller test (ADF). Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Namun jika ternyata nilai ADF statistiknya lebih besar dari Mc Kinnon
41
Critical Value maka data tersebut tidak stasioner. Kemudian langkah yang dapat dilakukan jika data bedasarkan uji ADF ternyata time series non stasioner adalah melakukan difference non stasionary processes. Uji ADF pada dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut : m
Δ yt = β1 + β2t + δYt-1 + α1 Σ Δyt-1 εt …………….. (3.4) t-1
Dimana εt = white noise dan Δ Yt = Yt-1 – Yt-2. Pada ADF yang akan diuji adalah apakah δ = 0 dengan hipotesis alternatif δ < 0, jika nilai absolut dari nilai t hitung untuk δ lebih besar dari absolut ADF, maka hipotesis nol yang menunjukkan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya. 3.2.4 Kriteria Informasi Penentuan lag yang optimum dapat dilakukan dengan mengaplikasikan kriteria informasi. Penentuan lag optimum bertujuan untuk memperoleh model yang sederhana (parsimonius) dan fit dengan menggunakan adjusted R2, Likelyhood Ratio, Final prediction Error, Aikake Information Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) dan Hannan Quin Criterion (HQ). Dalam penelitian ini untuk menetapkan lag yang optimum akan digunakan kriteria AIC, yang dirumuskan sebagai berikut : ε2
k
AIC = log [∑ i /N] + 2 /N …………………. (3.5)
42
2 Dimana ∑εi adalah jumlah residual kuadrat, sedangkan N dan K masing-
masing adalah jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi dalam suatu persamaan. Untuk memperoleh lag yang paling optimal, model yang digunakan harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat lag-nya, kemudian dibandingkan nilai AIC-nya. Nilai AIC terkecil merupakan tingkat lag yang paling optimal. 3.2.5 Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang (long term relationship equilibrium) antara variabel-variabel yang stasioner pada derajat integrasi yang sama. Suatu deret waktu dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensiasian sebanyak d kali (Kumala, 2000). Bila data tidak stationer, maka perlu dilakukan uji kointegrasi, dimana jika data yang tidak stationer terkointegrasi maka kombinasi linear antar variabelvariabel dalam sistem akan bersifat stationer sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 2004). Ada beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi, antara lain Eangle-Granger Cointegration Test, Johansen Cointegration Test dan Cointegrating Regresion Durbin-Watson Test. Pada penelitian ini, uji kointegrasi dilihat dari Johansen Cointegration Test. Untuk dapat melihat berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi di dalam sistem, dilakukan perbandingan estimasi Johansen Tarce Statistic terhadap nilai
43
kritisnya (critical value). Jika nilai critical value lebih kecil dari Tarce Statistic maka persamaan tersebut terkointegrasi. Estimasi model penelitian dengan menggunakan kointegrasi dapat dilakukan dengan mengaplikasikan metodologi Johanson yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1.
Menguji ordo integasi semua variabel. Data perlu diplotkan untuk mengamati ada atau tidaknya trend linier. Disarankan tidak mencampur variabel dengan ordo yang berbeda.
2.
Mengestimasi model dan menetapkan kondisi model. Kondisi model dapat dilakukan dalam tiga bentuk : a. Semua elemen konstanta sama dengan nol (A0 = 0). b. Nilai A0 ditetapkan. c. Nilai A0 merupakan konstanta pada vekor kointegrasi.
3.
Menganalisis untuk mendapatkan vektor kointegrasi yang dinormalkan dan koefisian.
4.
Menghitung faktor koreksi galat untuk membantu mengidentifikasi model struktural.
3.2.6 Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model (VECM) adalah suatu turunan VAR yang berguna untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang dari persamaanpersamaan yang terkointegrasi. Caranya adalah dengan merestriksi beberapa variabel dari suatu persamaan. Metode ini adalah cara untuk melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dalam jangka panjang.
44
Model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank kointegrasi (r) dapat dirumuskan sebagai berikut: P-1
ΔZt = A0 + π Zt-1 + Σ ØiΔZt-1 + εt ……………………….
(3.6)
i=1
Dimana : π = αβ α = Vektor kointegrasi berukuran r x 1 β = Vektor adjusment berukuran berukuran r x 1 P
Øi = - Σ Aj j=i+1
Pendugaan
parameter
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
kemungkinan maksimum. Sedangkan interpretasi hasil estimasi VEC dapat dilakukan dengan melihat koefisien kointegrasinya dan pembacaan tanda adalah terbalik dari tanda koefisiennya. 3.2.7 Uji Kausalitas Multiariat Penelitian ini menggunakan Pairwise Granger Causality Test untuk melihat hubungan kausalitas antara variabel-variabel dalam model. Menurut Granger dalam Octrianto (1969), hubungan kausalitas adalah hubungan jangka pendek antara kelompok tertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup juga hubungan timbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum, khususnya hubungan antar spektrum dan hubungan parsial antar spektrum. Dari pandangan ekonometrik, ide utama kausalitas adalah sebagai berikut : pertama k
k
Yt = Σ αjYt-j + Σ βj Xt-j + ut ……………………. j=1
j=1
(3.7)
45
k
k
Xt = Σ δjXt-j + Σ δj Yt-j + ut ……………………. j=1
(3.8)
j=1
jika X mempengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat membantu dalam memprediksikan Y. Dengan menambah data masa lalu X ke regresi Y dengan data Y masa lalu maka dapat meningkatkan explanatory power dari regresi. Kedua: data masa lalu Y tidak dapat membantu dalam memprediksikan X, karena jika X dapat
membantu
dalam
mempresiksikan
Y
dan
Y
dapat
membantu
memprediksikan X, maka kemungkinan besar terdapat variabel lain, misalkan Z yang mempengaruhi X dan Y. Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara dua variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu hubungan kausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah dan hubungan timbal balik. 3.2.8 Variance Decomposition (VD) dan Impulse Response Funciton (IRF) Variance Decomposition (VD) dapat mencirikan struktur dalam model dan digunakan untuk mengukur kekuatan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya selama kurun waktu yang panjang serta untuk melihat perubahan dalam suatu variabel yang diakibatkan oleh pengaruh dari variabel lainnya. Perubahan tersebut dapat ditunjukkan melalui perubahan varians error. Menurut Laksani dalam Paramita (2005), Variance Decomposition (VD) merinci varians dari forecast error menjadi komponen-komponen yang dapat
46
dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung persentasi squared prediction error k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, sehingga dapat dilihat seberapa error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri dan variabel lainnya. Menurut Sims (1972), cara yang paling baik untuk dapat mencirikan struktur dinamis dalam model adalah dengan menganalisis respon dari model terhadap kejutan (shock). Impulse Respon Function (IRF) dapat melakukan hal tersebut dengan menunjukkan respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap shock (goncangan) dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF digunakan untuk menelusuri dampak goncangan sebesar satu standar kesalahan (standard error) sebagai inovasi pada suatu variabel endogen terhadap variabel endogen yang lain. 3.3 Definisi Operasional 1.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan industri pengolahan non migas yang terdiri dari beberapa jenis. Dalam penelitian ini jenis komoditi yang dianalisis yaitu pakaian jadi, kain dan benang.
2.
Volume ekspor Industri TPT Indonesia ke Amerika Serikat merupakan total ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat yang dinyatakan dalam juta dollar, dengan periode tahunan (2000-2005) dan bulanan yaitu mulai Januari 2000 – Desember 2006.
3.
Harga domestik TPT Indonesia adalah harga TPT dalam negeri di tingkat perdagangan besar, yang dinyatakan dalam indeks (tahun dasar
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan terdiri dari dua bentuk, yaitu time series tahunan dan time series bulanan. Data tahunan selama periode 1999-2005 terdiri dari ekspor TPT Indonesia dan Cina Ke Amerika Serikat, total ekspor Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat, impor TPT Amerika Serikat dan impor Total Amerika Serikat. Seluruh data tahunan diperoleh dari United Nations Commodity Trade Statistics Division melalui situsnya www.comtrade.un.org. Sedangkan data bulanan selama periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2006 yang digunakan dalam penelitian ini beserta sumbernya disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jenis dan sumber data Jenis Data Simbol Sumber Data Volume ekspor TPT Indonesia ke
LnXt
Amerika Serikat Harga domestik TPT Indonesia dan harga ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat Nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar AS Produksi domestik TPT
Badan Pusat Statistik, situs : www.comtrade.un.org
LnHDt dan
Badan Pusat Statistik,
LnHEt
Departemen Perdagangan
LnERt
situs : www.bi.go.id
LnQt
Departemen Perindustrian, Badan Pusat Statistik,
47
2000=100), dengan periode waktu bulanan yaitu mulai Januari 2000 – Desember 2006. 4.
Harga ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat adalah harga untuk TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat, yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai ekspor TPT Indonesia dengan volume ekspornya, dengan periode waktu bulanan yaitu mulai Januari 2000 – Desember 2006.
5.
Nilai tukar uang adalah nilai tukar valuta asing yang umum digunakan dalam pembayaran transaksi internasional dalam satuan dollar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah (Rp/US$), dengan periode waktu bulanan yaitu mulai Januari 2000 – Desember 2006.
6.
Produksi TPT Indonesia adalah jumlah keseluruhan untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang Indonesia yang diproduksi setiap bulannya dan dinyatakan dalam indeks (tahun dasar 2000=100) selama periode Januari 2000 – Desember 2006.
7.
Dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kondisi perdagangan TPT Indonesia ke Amerika Serikat. Nilai 0 untuk masa sebelum penghapusan kuota dan nilai 1 untuk masa sesudah penghapusan kuota. Periode waktu yang digunakan yaitu Januari 2000 - Desember 2006.
IV.
GAMBARAN UMUM
4.1
Perkembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia
4.1.1
Jumlah Perusahaan pada Industri TPT Indonesia Jumlah perusahaan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil nasional tahun
2005 sebanyak 2656 perusahaan, dengan pertumbuhan pada periode 2004-2005 yang turun mencapai 0,18 persen. Rata-rata pertumbuhan jumlah perusahaan TPT nasional terhitung untuk periode 1999-2005 sebesar 0,48 persen per tahun. Pertumbuhan jumlah perusahaan yang terbesar terjadi pada periode 1999-2000, yaitu sebesar 1,96 persen. Sedangkan penurunan jumlah perusahaan yang terbesar terjadi pada periode 2001-2002, ditandai dengan pertumbuhannya yang turun 0,71 persen. Data mengenai jumlah perusahaan industri TPT Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jumlah Perusahaan pada Industri TPT Indonesia (unit) Komoditi Serat Benang Kain Garment Produk Lainnya Total
1999 28 199 1.034 816
2000 28 202 1.046 850
2001 28 206 1.046 860
2002 28 206 1.040 849
2003 28 204 1.043 855
2004 28 204 1.044 861
2005 28 202 1.042 860
521
523
525
523
524
524
524
2598
2649
2665
2646
2654
2661
2656
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2006)
4.1.2 Jumlah Tenaga Kerja pada Industri TPT Indonesia Industri TPT merupakan industri yang padat karya. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam setiap sub sektor industri TPT.
49
Industri hulu merupakan industri yang paling sedikit menyerap tenaga kerja. Semakin ke hilir, tenaga kerja yang diserap semakin banyak. Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa industri pakaian jadi (garment) menyerap tenaga kerja paling banyak. Kemudian diikuti oleh sub sektor kain, produk lainnya, benang dan serat. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja periode 2000-2005 terbilang cukup lambat, hanya sebesar 1,3 persen per tahun. Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kerja pada Industri TPT Indonesia (orang) Komoditi Serat Benang Kain Garment Produk Lainnya Total
2000 24.277 166.175 307.487 323.946
2001 29.682 207.871 355.566 376.584
2002 29.447 209.426 343.158 350.901
2003 29.447 207.764 343.923 352.457
2004 29.447 207.764 343.988 353.590
2005 29.447 207.811 344.026 353.179
236.317
249.622
249.280
249.280
249.280
249.280
1.192.165
1.219.325
1.182.212
1.182.871
1.184.079
1.183.743
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2006)
4.1.3
Jumlah Mesin pada Industri TPT Indonesia Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata pertumbuhan jumlah mesin
industri TPT nasional periode 1999-2005 adalah sebesar 0,8 persen per tahun. Pertumbuhan terbesar berasal dari sektor indutri weaving dan garment, masingmasing sebesar 1,96 persen dan 1,68 persen per tahun. Jumlah total mesin di industri ini pada tahun 2005 adalah 8.386.077 unit. Penurunan jumlah mesin terjadi pada tahun 2005 yaitu di sektor pakaian jadi (garment). Pertumbuhan jumlah mesin yang terbesar terjadi pada tahun 2000-2001, yaitu sebesar 1,9 persen, meningkat dari 8.199.538 unit pada tahun 2000 menjadi 8.354.305 unit di tahun 2001. Data mengenai jumlah mesin pada industri TPT Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.3.
50
Tabel 4.3 Jumlah Mesin pada Industri TPT Indonesia (unit) Komoditi Serat Benang Kain Garment
satuan Unit Spindle Loom Mesin Unit
2000 28 7.651.641 230.261 41.312 276.296
2001 28 7.803.158 230.261 41.312 279.546
2002 29 7.803.241 234.866 41.312 285.136
2003 29 7.803.241 248.957 41.312 290.838
2004 29 7.803.241 248.957 41.312 292.878
2005 29 7.803.241 248.957 41.312 292.538
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2006)
4.1.4
Jumlah Produksi yang dihasilkan pada Industri TPT Indonesia Industri TPT menghasilkan berbagai komoditi, diantaranya serat. Serat
merupakan bahan baku industri tekstil bagian hulu. Serat berasal dari serat alam dan diperoleh dari olahan minyak bumi. Produksi serat dalam negeri berupa rayon viscose dan polyster staple. Rata-rata pertumbuhan produksi serat per tahun sebesar -0,39 persen. Penurunan terbesar terjadi pada periode 2001-2002 yaitu mencapai 19 persen. Sedangkan pertumbuhan terbesar terjadi pada periode 19992000 yaitu sebesar 15,6 persen. Jenis lain dari industri TPT adalah benang. Produksi benang merupakan hasil pengolahan serat yang dipintal. Industri benang merupakan industri antara, yaitu industri yang menjembatani antara serat dan industri hilirnya. Produksi benang dalam negeri berupa nylon filament, polyster filament dan spun yarn. Pertumbuhan rata-rata produksi benang sekitar -2,01 persen per tahun (19992004). Penurunan terbesar terjadi periode 2001-2002 yaitu sebesar 18,6 persen. Setelah serat dan benang, jenis industri TPT lainnya adalah kain. Kain tekstil merupakan hasil dari proses penganyaman benang yang ditenun dan dirajut. Produk yang dihasilkan adalah woven fabric dan knit fabric, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 0,054 persen (1999-2004). Pertumbuhan tertinggi
51
terjadi pada periode 1999-2000 yaitu sebesar 14,7 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2001-2002 yaitu mencapai -18,3 persen. Jenis industri TPT dari sub sektor hulu adalah pakaian jadi. Rata-rata pertumbuhan produksi periode 1999-2004 sebesar -0,5 persen per tahun. Pertumbuhan produksi terbesar terjadi pada periode 2003-2004 yaitu sebesar 12 persen. Sub sektor pakaianj jadi sempat mengalami penurunan yang terbesar pada periode 2001-2002 yaitu mencapai 18,25 persen. Produk tekstil lainnya memiliki rata-rata pertumbuhan 18,6 persen per tahun pada periode 1999-2004. Pertumbuhan pada sub sektor ini lebih masih lebih baik jika dibandingkan dengan sub sektor industri lainnya. Pertumbuhan produksi yang tertinggi mencapai 87 persen yang terjadi pada periode 1999-2000. Sedangkan yang terendah terjadi pada periode 2001-2002 yaitu turun mencapai 17,8 persen. Tabel 4.4 Jumlah Produksi yang dihasilkan pada Industri TPT Indonesia (Ribu ton) Komoditi Serat Benang Kain Garment Produk Lainnya Total
1999 839,56 1.912 1.348 534,15
2000 970,75 2.056 1.546 554,44
2001 961,04 2.025 1.562 565,52
2002 777,39 1.649 1.275 462,34
2003 776,20 1.646 1.273 461,63
2004 796,33 1.692 1.312 517,00
2005 808,21 1.750 1.315 400.05
22,53
42,15
42,99
35,33
35,28
43,67
45,65
4.656
5.169
5.156
4.200
4.193
4.361
4.319
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2006)
4.2
Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Tekstil dan Produk Tekstil dalam kegiatan ekspor Indonesia memiliki
peranan yang sangat penting. Industri tekstil dan pakaian jadi merupakan
52
penyumbang devisa terbesar di sektor industri, karena memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki industri yang lengkap dari hulu ke hilir, yakni dari produk benang (pemintalan), pertenunan, rajutan dan produk akhir. Untuk industri tekstil, sampai tahun 2005 Indonesia menjadi negara pengekspor ke-11 terbesar di dunia dengan pangsa pasar 3,15 persen dari total pasar tekstil dunia. Sedangkan ekspor pakaian jadi menempati urutan ke-9 dengan pangsa pasar 4,45 persen dari total nilai pasar tekstil dunia. Perkembangan ekspor pakaian jadi sempat terpuruk pada tahun 2002 yang turun sebesar 13,17 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun di tahun berikutnya selalu meningkat hingga mencapai puncaknya terjadi pada tahun 2005 yang meningkat sebesar 14,13 persen atau meningkat dari US$ 4351,9 juta menjadi US$ 4967,0 juta. Sementara ekspor tekstil pada tahun 2002-2003 turun masing-masing sebesar 3,85 persen dan 0,37 persen, tetapi pada dua tahun berikutnya mengalami peningkatan cukup signifikan, masing-masing sebesar 9,46 persen pada tahun 2004 dan 10,42 persen pada tahun 2005. Kontribusi terbesar dalam ekspor TPT Indonesia adalah komoditi pakain jadi. Kemudian diikuti oleh komoditi kain dan benang. Rata-rata pertumbuhan ekspor TPT periode 2000-2005 adalah 1,78 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada periode 2004-2005, yaitu sebesar 12,45 persen. Sedangkan penurunan terbesarnya terjadi periode tahun 2001-2002 yaitu -9,93 persen.
53
Tabel 4.5 Nilai Ekspor dan Impor Industri TPT Indonesia (Juta US$) Komoditi
2000
2001
2002
2003
2004
2005
X
135
122
182
136
197
228
M
1.009
1.336
921
949
955
820
X
1.326
1.243
1.229
1.208
1.480
1.519
M
276
261
220
190
245
226
X
1.913
1.661
1.404
1.523
1.420
1.540
M
926
752
588
459
433
453
X
4.281
4.344
3.805
3.926
4.289
4.672
M
8
11
11
4
3
12
X
519
276
267
233
259
638
M
61
72
66
60
57
127
X
8.174
7.646
6.887
7.026
7.645
8.597
M
2.280
2.432
1.806
1.662
1.693
1638
Pertumbu X han M
-
-6,46%
-9,93%
2,02%
8,81%
12,45%
-
6,66%
-25,74%
-7,97%
1,86%
-3,25%
Serat
Benang
Kain
Garment Produk Lainnya Total
Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2006)
Sub sektor yang merupakan pengimpor terbesar adalah serat. Hal ini disebabkan karena kurang tersedianya bahan baku untuk pembuatan serat alam yaitu kapas. Hingga saat ini kebutuhan kapas sebesar 98 persen masih harus dipenuhi dari impor. Sedangkan sub sektor yang paling sedikit dalam mengimpor adalah pakaian jadi (garment). Hal ini disebabkan karena sub sektor pakaian jadi merupakan industri hilir, dimana semua kebutuhan bahan bakunya telah dipenuhi pada industri hulu. Rata-rata pertumbuhan impor TPT selama periode 2000-2005 adalah -5,69 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada periode 2000-2001, yaitu sebesar 6,66
54
persen. Sedangkan penurunan terbesarnya terjadi periode tahun 2001-2002 yaitu mencapai -25,74 persen. 4.3
Ketentuan Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil di Pasar Internasional Dalam putaran Uruguay telah dicapai suatu keputusan penting yaitu
dihapuskannya hambatan impor tekstil dan pakaian jadi secara bertahap. Hambatan-hambatan tersebut dikenakan oleh negara-negara maju terutama terhadap impor dari negara-negara berkembang berdasarkan perjanjian bilateral yang dinegoisasikan dalam MFA (Multi Fibre Arrangement) yang memberikan pengecualian terhadap pengaturan GATT yaitu melarang penggunaan hambatan kuantitatif yang berbeda. Dengan adanya kuota tentu akan memunculkan pasar kuota baik di negara pemberi maupun penerima kuota. Di Indonesia sendiri sebagai negara yang ikut menandatangani perjanjian penghapusan kuota 2005, adanya pasar kuota telah memberikan kontribusi yang cukup yang signifikan terhadap total ekspor TPT nasional walaupun terdapat beberapa penyelewengan dalam pelaksanaannya antara lain tidak seluruhnya kuota yang dialokasikan dipergunakan oleh eksportir untuk memenuhi jumlah kuotanya. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap alokasi kuota yang bersangkutan tahun berikutnya. Terhitung tanggal 31 Desember 2004, ketentuan kuota menurut MFA segesar berakhir. Perubahan itu sebenanya akan berdampak positif bagi perdagangan yang lebih fair di era kompetisi dan menandai era baru perdagangan TPT dunia. Berbagai dampak positif dari proteksi TPT yang telah berjalan selama
55
lebih kurang lima puluh tahun akan berakhir, market share TPT akan cair dari kebekuannya selama ini, sehingga pasar akan semakin bebas melalui persaingan internasional. 4.3.1
Perjanjian TPT dalam Ketentuan MFA (Multi Fibre Arrangement) Multi Fibre Arrangement (MFA) adalah persesetujuan antara sejumlah
negara maju yang mengimpor tekstil dan pakaian jadi dengan sejumlah negara berkembang yang mengekspor tekstil dan pakaian jadi. Latar belakang munculnya persetujuan bilateral MFA yang berlaku sejak 1 Januari 1974 adalah dampak dari pembatasan ekspor tekstil dari kapas yang mengakibatkan produk tekstil dan pakaian jadi dari serat buatan dan bahan sintetis dari berbagai negara meningkat pesat, dimana saat itu belum dikenakan pengaturan. Pesatnya perkembangan produk jenis tekstil ini akibat besarnya impor dunia dan meningkatnya impor AS. MFA merupakan sistem pengaturan yang mengijinkan negara-negara pengimpor Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk membatasi impor TPT. Pembatasan tersebut diterapkan secara kuantitatif melalui persetujuan bilateral. Tujuan pembentukan MFA tercermin dari bunyi artikel MFA antara lain mendorong
perkembangan
ekonomi
negara
berkembang,
meningkatkan
perdagangan, mengurangi hambatan serta libelisasi perdagangan. Tujuan utama MFA yaitu menjamin perdagangan yang teratur dengan menghindari akibat pengrusakan pasaran dan produksi di negara pengimpor dan pengekspor. Pengaturan perdagangan TPT diawali oleh pesatnya pertumbuhan industri TPT di negara-negara berkembang. Perkembangan tersebut menghasilkan produk yang bersaing dan dapat memasuki pasaran negara-negara Eropa serta AS.
56
Tingginya tingkat daya saing yang ditandai dengan rendahnya harga produk TPT di negara berkembang, ternyata kemudian mengancam industri TPT di negara pengekspor utama. Pesatnya perkembangan industri TPT negara berkembang ini mengakibatkan terjadinya penurunan produksi TPT di Eropa Barat dan AS yang berpengaruh terhadap masalah tenaga kerja. Ketentuan-ketentuan pokok MFA yaitu adanya kesepakatan bilateral (bilateral agreement) di antara negara-negara pengekspor dan pengimpor TPT. Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia menandatangani MFA dan Indonesia menyepakati perjanjian bilateral dalam perdagangan TPT dengan Amerika Serikat, Masyarakat Eropa (Uni Eropa), Kanada, Norwegia, Swedia dan Finlandia. Swedia dan Finlandia telah mengakhiri perjanjian dan tidak memperpanjang lagi sejak tahun 1987. Tetapi pada tahun 1995, Turki menganut sistem Custom Union dengan Masyarakat Eropa, sehingga Turki memberlakukan ketentuan perjanjian bilateral Masyarakat Eropa dibidang perdagangan TPT terhadap Indonesia. Dengan ikut serta sebagai anggota MFA, Indonesia dan negara berkembang lainnya mempunyai forum untuk duduk berhadapan dengan negara pengimpor. Bilateral Agreement tersebut prinsipnya mengatur mengenai batas maksimal jumlah produk TPT yang disepakati dapat memasuki negara pengimpor dan ketentuan fleksibilitas serta tatacara dokumentasi dari pelaksanaan bilateral agreement tersebut. Penentuan kuota dasar (base level) pada prinsipnya ditentukan dari kinerja ekspor pada tahun sebelumnya dan ditetapkan oleh negara
57
pengimpor. Kemudian terdapat tambahan yang berasal dari pertumbuhan kuota (growth rate) sebesar 6 persen dari tahun ke tahun. 4.3.2
Perjanjian
TPT
di
Bawah
Kerangka
WTO
(World
Trade
Organization) Putaran Uruguay yang ditandatangani oleh 123 negara pada tanggal 15 April di Makaresh telah berhasil menurunkan tarif serta menambah jumlah pos tarif. Perjanjian putaran Uruguay memberikan keuntungan bagi semua anggota serta terhadap sistem perdagangan internasional secara keseluruhan. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan hambatan perdagangan dan penurunan tarif. Dengan disepakatinya hasil Putaran Uruguay tersebut maka perjanjian tekstil dan pakaian jadi sesuai kesepakatan GATT akan segera diimplementasikan besamaan dengan pembentukan organisasi perdagangan dunia (WTO). Prinsip utama dari isi perjanjian TPT adalah bahwa perdagangan TPT dunia yang selama ini diatur dalam MFA yang memperkenankan adanya pembatasan impor melalui sistem kuota akan dikembalikan ke dalam aturan GATT dengan masa peralihan 10 tahun sejak tahun 1995 dan terbagi dalam 3 tahap, 3 tahun (tahap pertama), 4 tahun (tahap kedua) dan 3 tahun (tahap ketiga). Dengan demikian, setelah tahun kesepuluh perdagangan TPT dunia menjadi bebas dari sistem kuota. Semua kuota bilateral berdasarkan MFA bertahap dialihkan pada ketentuan WTO, artinya setelah masa tersebut perdagangan TPT dunia disatukan ke dalam GATT 1994. Beberapa hal yang diatur selama masa peralihan MFA ke dalam GATT :
58
1. Untuk produk-produk negara berkembang yang ekspornya masih dibatasi kuota dikenakan kenaikan kuota sedangkan produk yang masih dikenakan kuota secara bertahap dihapus kuotanya (integrasi tekstil ke dalam WTO) 2. Cakupan barang ditetapkan atas kesepakatan bersama dan dicantumkan dalam suatu daftar, yang tidak dapat diperluas lagi selama berlakunya persetujuan. Proses liberalisasi melalui peningkatan angka pertumbuhan kuota secara lebih cepat, dibagi dalam tiga tahap: a. Pada tahap I sejak berlakunya The Agreement tahun 1995-1997 ditingkatkan angka pertumbuhannya sekurang-kurangnya 16 persen. b. Pada tahap II tahun 1998-2001 sekurang-kurangnya 25 persen. c. Pada tahap III tahun 2002-2004 sekurang-kurangnya 27 persen. 3. Untuk pengawasan pelaksanaan persetujuan, dibentuk suatu badan dengan nama Textile Monitoring Body (TMB). Segala pembatasan dalam perdagangan TPT yang masih berlaku harus dilaporkan kepada TMB sebagai pengganti Textile Surveilance Body selambat-lambatnya September 1994. 4. Dalam proses integrasi negara-negara berkembang harus membuka pasarnya dengan menurunkan bea masuk, menghapuskan subsidi, menghambat dumping dan mengawasi masalah paten serta desain. 5. Pada tanggal 1 Januari 2005 semua bentuk pembatasan berupa kuota TPT akan dihapus. Sektor TPT diintegrasikan ke dalam GATT secara keseluruhan.
V. ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT 5.1
Determinan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil di Pasar Amerika Serikat
5.1.1
Analisis CMS Indonesia Untuk
menentukan
aspek-aspek
yang
paling
signifikan
dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekspor digunakan analisa Constant Market Share. Analisa CMS pernah digunakan salah satunya oleh Ichikawa dalam Pramudito (2004) dalam mengevaluasi pertumbuhan ekspor komoditi unggulan Australia di pasar Selandia Baru periode 1990-1994. Berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat periode 1999-2005 lebih dipengaruhi oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan impor atau efek pangsa makro dari Amerika Serikat. Sedangkan efek komposisi komoditi atau efek pangsa
mikro
kurang
memberikan
pengaruh
yang signifikan
terhadap
pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia. Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut : ▪
Periode 1999-2000 : Tahun 1999-2000 merupakan periode awal peningkatan ekspor Indonesia secara keseluruhan setelah krisis ekonomi. Peningkatan juga terjadi pada ekspor Tekstil dan Produk Tekstil. Pada komoditi pakaian jadi, ekspor Indonesia ke Amerika meningkat sebesar US$ 506,08 juta. Peningkatan ini
60
lebih disebabkan oleh efek daya saing yang mendorong dengan proporsi sebesar 57,76 persen atau senilai US$ 292,34 juta. Walaupun terjadi penurunan permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat (efek komposisi komoditi)
sebesar 13,97 persen atau senilai US$ 70,74 juta,
namun hal ini tidak memberikan dampak negatif, karena di lain sisi, efek pertumbuhan impor juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat, yaitu sebesar 56,21 persen atau sebesar US$ 284,48 juta. Begitu juga pada ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat yang mengalami peningkatan sebesar US$ 74,26 juta. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh efek daya saing yang meningkat sebesar 72,77 persen atau sebesar US$ 54,04 juta. Pada periode ini ekspansi kain dan benang di Amerika Serikat sedang meningkat, dimana impor Amerika Serikat sedang tumbuh, terlihat dari peningkatan sebesar 42,93 persen atau senilai US$ 31,88 juta pada efek pertumbuhan impor. Namun peningkatan pada efek daya saing dan efek pertumbuhan impor tidak diikuti oleh efek komposisi komoditi yang menurun dengan proporsi sebesar 15,70 persen atau menurun senilai US$ 11,66 juta. Pada periode ini dapat dikatakan merupakan puncak dari prestasi kinerja ekspor kain dan benang Indonesia di Amerika Serikat, karena setelah periode tersebut pertumbuhan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat tidak pernah lagi menyentuh angka US$ 70 juta.
61
▪
Periode 2000-2001 : Peningkatan ekspor yang cukup besar pada periode 1999-2000 ternyata tidak diikuti pada periode-periode selanjutnya. Pada periode ini terjadi penurunan nilai ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US$ 70,28 juta. Ternyata penurunan ini lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang turun senilai US$ 128,12 juta dan efek daya saing yang turun senilai US$ 48,52 juta. Walaupun terjadi peningkatan permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat senilai US$ 106,36 juta, namun hal ini tetap tidak dapat menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan ekspor pakain jadi ke Amerika Serikat. Penurunan pada ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat ternyata juga diikuti oleh komoditi kain dan benang. Nilai ekspornya turun senilai US$ 6,81 juta. Ternyata penurunan ini juga lebih disebabkan karena efek pertumbuhan impor yang menekan senilai US$ 15,47 juta. Peningkatan pada efek komposisi komoditi senilai US$ 6,40 juta dan efek daya saing senilai US$ 2,26 juta masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan besarnya penurunan pada efek pertumbuhan impor, sehingga penurunan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat senilai US$ 6,81 juta tidak dapat dihindari.
▪
Periode 2001-2002 : Pada periode ini kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil belum juga membaik, bahkan penurunan yang terjadi pada periode ini lebih besar dari periode sebelumnya. Pada komoditi pakaian jadi, nilai ekspornya turun
62
senilai US$ 140,39 juta. Walaupun terjadi peningkatan pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 34,61 juta (24,65 persen), hal ini menjadi tidak berarti karena penurunan yang sangat signifikan terjadi pada efek daya saing yang turun menekan senilai US$ 150,31 juta (-107,06 persen). Selain itu, permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat juga sedang turun (efek komposisi komoditi turun dengan proporsi sebesar 17,59 persen atau senilai US$ 24,69 juta). Keterpurukan pada ekspor pakaian jadi
ternyata
juga diikuti oleh
komoditi kain dan benang. Pada periode ini ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat turun senilai US$ 36,71 juta. Ternyata penurunan efek daya saing senilai US$ 60,76 (-165,51 persen) juta menjadi satu-satunya penyebab dari penurunan nilai ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Sehingga peningkatan pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 4,21juta (11,47 persen) dan efek komposisi komoditi senilai US$ 19,84 juta (54,04 persen) menjadi tidak sangat berarti. ▪
Periode 2002-2003 : Pada periode ini kinerja ekpor Tekstil dan Produk Tekstil kembali membaik, hal ini tercermin dari meningkatnya nilai ekspor pakaian jadi senilai US$ 132,08 juta. Ternyata hal ini lebih disebabkan karena peningkatan pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 154,58 juta (117,04 persen). Efek daya saing hanya memberikan kontribusi sebesar 7,00 persen atau senilai US$ 9,25 juta. Namun, permintaan pakaian jadi Indonesia di
63
Amerika Serikat (efek komposisi komoditi) sedang menurun senilai US$ 31,75 juta (-24,04 persen). Prestasi yang baik pada kinerja ekspor pakaian jadi ternyata tidak diikuti oleh kain dan benang. Ekspor kain dan benang mengalami penurunan senilai US$ 39,57 juta. Ternyata yang menjadi penyebab utama penurunan ekspor kain dan benang adalah efek daya saing yang menurun senilai US$ 54,85 juta (-138,61 persen), kemudian efek komposisi komoditi yang menurun juga senilai US$ 1,84 juta (-4,65 persen). Namun demikian, efek pertumbuhan impor tetap meningkat senilai US$ 17,12 juta (43,26 persen). ▪
Periode 2003-2004 : Pada periode ini kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil terus membaik, bahkan secara umum nilai ekspornya meningkat. Telihat dari peningkatan nilai ekspor pakaian jadi, kain dan benang ke Amerika Serikat. Pada pakaian jadi, nilai ekspornya meningkat sebesar US$ 314,72. Efek pertumbuhan impor (meningkat sebesar US$ 330,64 juta) lebih berperan daripada efek daya saing (meningkat sebesar US$ 193,73 juta) dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat. Sementara itu, efek komposisi komoditi menjadi satu-satunya efek negatif (menurun sebesar US$ 209,65 juta). Demikian halnya pada kain dan benang, nilai ekspornya meningkat sebesar US$ 35,16 juta. Sama halnya dengan pakaian jadi, efek yang paling berpengaruh dalam peningkatan ekspor kain dan benang ke Amerika Serikat adalah efek pertumbuhan impor dengan kontribusi sebesar 77,81 persen atau
64
senilai US$ 27,36 juta, kemudian disusul dengan efek daya saing yang memberi kontribusi sebesar 39,82 persen atau senilai US$ 14 juta. Penurunan permintaan kain dan benang (efek komposisi komoditi menurun sebesar 17,63 persen atau senilai US$ 6,20 juta) tidak memberikan pengaruh yang besar, terbukti dengan tetap meningkatnya pertumbuhan ekspor kain dan benang ke Amerika Serikat. ▪
Periode 2004-2005 : Kebijakan penghapusan kuota bagi negara-negara yang terlibat dalam perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2005. Kebijakan ini berpeluang memberikan dampak positif bagi negaranegara pengekspor Tekstil dan Produk Tekstil, termasuk Indonesia. Terbukti, pada periode ini peningkatan nilai ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat lebih besar dari periode-periode sebelumnya (1999-2004), yaitu sebesar US$ 566,46 juta. Efek daya saing memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan nilai ekspor tersebut, yaitu sebesar 77,23 persen atau senilai US$ 437,50 juta. Impor pakaian jadi Amerika Serikat juga sedang tumbuh, terlihat dari efek pertumbuhan impor yang mendorong dengan proporsi 53,83 persen atau senilai US$ 304,95 juta. Namun efek komposisi komoditi kembali memberikan dampak negatif, dengan penurunan sebesar 31,06 persen atau senilai US$ 175,99 juta. Pada kain dan benang, peningkatan ekspor yang terjadi hanya sebesar US$ 9,2 juta. Peningkatan ini lebih disebabkan karena efek pertumbuhan impor yang mendorong dengan proporsi senilai US$ 26,47 juta (278,71
65
persen), namun efek daya saing dan efek komposisi komoditi memberikan efek yang negatif dengan kekuatan menekan sebesar masing-masing senilai US$ 8,54 juta (-92,82 persen) dan US$ 8,73 juta (-94,89 persen). 5.1.2
Analisis CMS Cina Secara umum, prestasi kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina ke
Amerika Serikat jauh lebih baik daripada prestasi kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia ke Amerika Serikat. Pertumbuhan ekspornya hampir tidak pernah negatif. Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut : ▪
Periode 1999-2000 : Pertumbuhan ekspor pakaian jadi Cina di Amerika Serikat mengalami peningkatan sebesar US$ 925,11 juta. Hal ini lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang mendorong dengan proporsi 78,59 % atau senilai US$ 727,04 juta. Kemudian efek daya saing yang juga mendorong dengan proporsi sebesar 40,95 persen atau senilai US$ 378,86 juta. Sebaliknya, penurunan permintaan
pakaian jadi Cina di Amerika Serikat menekan
dengan proporsi -19,54 persen atau senilai US$ 180,79 juta. Pertumbuhan ekspor juga terjadi pada komoditi kain dan benang. Pertumbuhan senilai US$ 168,59 juta juga lebih disebabkan karena efek pertumbuhan impor yang mendorong dengan proporsi 119,10 persen atau senilai US$ 200,79 juta. Efek daya saing juga memberikan kontribusi positif sebesar 24,47 persen atau senilai US$ 41, 25 juta. Sebaliknya penurunan
66
permintaan kain dan benang (efek komposisi komoditi) menekan dengan proporsi -43,57 persen atau senilai US$ 73,46 juta. ▪
Periode 2000-2001 : Pada periode ini terjadi peninkatan ekspor pakaian jadi sebesar US$ 131,3 juta. Hal ini lebih disebabkan karena permintaan
pakaian
jadi Cina di
Amerika Serikat (efek komposisi komoditi) sedang meningkat dengan proporsi 192,22 persen atau senilai US$ 252,39 juta. Selain itu efek daya saing juga memberi pengaruh positif (mendorong dengan proporsi 139,31 persen atau senilai US$ 182,92 juta) terhadap peningkatan ekspor pakaian jadi Cina ke pasar Amerika Serikat. Penurunan yang terjadi pada efek pertumbuhan impor (dengan kekuatan menekan sebesar -231,53 persen atau senilai US$ 304,01 juta), tidak menyebabkan penurunan ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat, karena kontribusi yang positif pada efek komposisi komoditi dan efek daya saing cukup membuat peningkatan pada ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat. Berbeda halnya pada komoditi kain dan benang, nilai ekspornya turun sebesar US$ 15,03 juta. Penurunan ini ternyata lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang turun menekan sebesar -521,82 persen atau senilai US$ 78,43 juta. Penurunan yang besar pada efek pertumbuhan impor menyebabkan kenaikan pada efek komposisi (sebesar 215 persen atau senilai US$ 32,43 juta) dan efek daya saing (sebesar 206,05 persen atau senilai US$ 30,97 juta) menjadi kurang berarti.
67
▪
Periode 2001-2002 : Pada periode ini kembali terjadi peningkatan pertumbuhan ekspor. Pada komoditi pakaian jadi, pertumbuhan ekspornya meningkat sebsar 8,42 persen atau senilai US$ 413,57 juta. Peningkatan ini ternyata lebih disebabkan oleh efek daya saing yang berkekuatan mendorong dengan proporsi 93,94 persen atau senilai US$ 388,52 juta. Selain itu, efek pertumbuhan impor juga berpengaruh positif dengan proporsi 21,14 persen atau senilai US$ 87,42 juta. Sebaliknya, efek komposisi komoditi berpengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 15,08 persen atau senilai US$ 62,37 juta. Pada komoditi kain dan benang, peningkatan ekspor yang terjadi sebesar 42,42 persen atau senilai US$ 516,82 juta. Efek daya saing yang memberikan kontribusi sebesar 76,03 persen atau senilai US$ 392,93 juta merupakan penyebab utama dari peningkatan ekspor kain dan benang Cina ke Amerika Serikat. Efek ekspansi juga memberikan kontribusi positif dalam peningkatan ekspor kain dan benang Cina ke Amerika Serikat (efek komposisi komoditi mendorong dengan proporsi 19,78 persen atau senilai US$ 102,21 juta dan efek pertumbuhan impor mendorong dengan proporsi 4,19 persen atau senilai US$ 21,68 juta).
▪
Periode 2002-2003 : Pada periode ini Cina kembali mengalami peningkatan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil. Pada komoditi pakaian jadi, peningkatan yang terjadi sebesar 23,13 persen atau senilai US$ 1,232 milyar. Hal ini lebih disebabkan oleh efek daya saing yang memberikan kontribusi positif dengan proporsi sebesar
68
70,56 persen atau senilai US$ 869,21 juta. Selain itu, efek pertumbuhan impor juga mendorong dengan proporsi 37,05 persen atau senilai US$ 456,35 juta. Sebaliknya, efek komposisi komoditi menekan dengan proporsi -7,61 persen. Pada komodiiti kain dan benang, peningkatan ekspor sebesar 45,99 persen atau senilai US$ 797,93 juga lebih disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan impor yang memberikan kontribusi positif dengan proporsi masing-masing sebesar 83,37 persen (senilai US$ 665,20 juta) dan 18,63 persen (senilai US$ 148,69 juta). Sementara itu, terjadi penurunan pada efek komposisi komoditi sebesar 2,00 persen atau senilai US$ 15,96 juta, namun hal ini tidak berpengaruh besar. ▪
Periode 2003-2004 : Peningkatan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina ke Amerika Serikat terus berlangsung pada periode ini. Peningkatan ekspor pakaian jadi sebesar 17,58 persen atau senilai US$ 1,153 milyar pada periode ini lebih disebabkan oleh dorongan pada efek pertumbuhan impor dengan proporsi 97,16 persen atau senilai US$ 1,12 milyar, kemudian efek daya saing mendorong dengan proporsi 64,64 persen atau senilai US$ 742,79 juta. Sementara itu, efek komposisi komoditi memberikan pengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 61,60 persen atau senilai US$ 710,10 juta. Pada komoditi kain dan benang peningkatan ekspor ke Amerika Serikat sebesar 26,91 persen atau senilai US$ 681,63 juta ternyata juga lebih disebabkan oleh dorongan pada efek pertumbuhan impor dengan proporsi
69
sebesar 63,47 persen atau senilai US$ 432,62 juta, kemudian efek daya saing juga memberikan kontribusi positif dengan proporsi sebesar 50,91 persen atau senilai US$ 347,03 juta. Sementara itu, efek komposisi komoditi pada kain dan benang juga berpengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 14,38 persen atau US$ 98,02 juta. ▪
Periode 2004-2005 : Peningkatan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil ke Amerika Serikat yang dialami oleh Cina pada periode ini cukup signifikan. Ternyata dengan diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota mulai tanggal 1 Januari 2005 membawa dampak positif bagi negara-negara produsen Tekstil dan Produk Tekstil termasuk Cina. Pada komoditi pakaian jadi, peningkatan ekspornya sebesar 77,62 persen atau senilai US$ 5,985 milyar. Hal lebih disebabkan oleh efek daya saing yang memberikan kontribusi sebesar 92,62 persen atau senilai US$ 5,543 milyar. Kemudian efek pertumbuhan impor juga memberikan kontribusi positif dengan proporsi sebesar 17,45 persen atau senilai US$ 1,045 milyar. Namun efek komposisi memberikan pengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 10,07 persen atau seilai US$ 602,88 juta. Pada komoditi kain dan benang, peningkatan ekspor sebesar 53,14 persen atau senilai US$ 1,709 milyar juga lebih disebabkan oleh efek daya saing yang memberikan kontribusi dengan proporsi sebesar 82,91 persen atau senilai US$ 1,416 milyar. Efek pertumbuhan impor juga memberikan pengaruh positif dengan proporsi 25,50 persen atau senilai US$ 435,57 juta.
70
Namun efek komposisi memberikan pengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 8,41 persen atau seilai US$ 143,69 juta. Dari hasil analisis Constant Market Share di atas, terlihat bahwa efek daya saing pakaian jadi, kain dan benang Indonesia lebih rendah dari efek daya saing pakaian Jadi, kain lembaran dan benang Cina dalam memberikan kontribusi ekspor. Efek daya saing dan efek pertumbuhan impor Amerika Serikat adalah efek yang paling menentukan dalam peningkatan/penurunan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat. Namun jika dilihat dari dari rata-rata selama periode 1999-2005, efek yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke AS adalah efek pertumbuhan impor. Sedangkan bagi Cina, efek yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT ke AS adalah efek daya saing. Hasil perhitungan yang lebih lengkap mengenai analisis CMS dari Indonesia dan Cina dapat dilihat pada Lampiran 1 Tabel 1 dan Tabel 2. 5.2.
Analisis Keunggulan Komparatif Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Daya saing suatu negara pada suatu produk atau komoditi dapat diestimasi
melalui keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Analisis keunggulan komparatif pada penelitian ini menggunakan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). Nilai RCA merupakan gambaran dari kinerja ekspor suatu komoditi. Nilai RCA yang lebih besar dari satu dianggap memiliki kinerja ekspor yang baik. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu tersebut dapat
71
dikatakan memiliki keunggulan komparatif sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut. Berdasarkan hasil estimasi RCA dapat diketahui bahwa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif yang cukup baik pada komoditi pakaian jadi di pasar Amerika Serikat, terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu selama periode 1999-2005, yaitu dengan kisaran angka 3,942 sampai dengan 6,176. Nilai RCA Indonesia di pasar Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi pada tahun 1999 yaitu 3,942, kemudian meningkat menjadi 4,459 pada tahun 2000. Pada tahun 2001 nilai RCA Indonesia sedikit menurun menjadi 4,456. Penurunan ini berlanjut hingga tahun 2002 dimana nilai RCA Indonesia pada saat itu sebesar 4,292. Pada tahun 2003 nilai RCA Indonesia kembali meningkat menjadi 4,799. Peningkatan nilai RCA Indonesia terus berlangsung hingga tahun 2005, yaitu sebesar 5,171 pada tahun 2004 dan 6,176 pada tahun 2005. Tabel 5.1 Keunggulan Komparatif Pakaian Jadi Indonesia di Pasar Amerika Serikat Ekspor Indonesia ke AS Ekspor Dunia ke AS (US$ juta) (US$ juta) Indeks RCA Tahun Pakaian Pakaian RCA Total Total Jadi Jadi 1999 1.508,36 6.896,40 58.784,79 1.059.440 3,942 2000
2.014,44
8.475,50
67.114,94
1.259.300
4,459
1,131
2001
1.944,16
7.748,70
66.390,96
1.179.180
4,456
0,999
2002
1.803,77
7.558,80
66.731,26
1.200.230
4,292
0,963
2003
1.935,85
7.373,70
71.277,40
1.303.050
4,799
1,118
2004
2.250,57
8.767,30
75.731,27
1.525.680
5,171
1,078
2005
2.817,03
9.868,50
80.070,66
1.732.350
6,176
1,194
Sumber : UN COMTRADE (2007)
72
Tingginya daya saing pada komoditi pakaian jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat yang dicerminkan dengan tingginya nilai RCA salah satunya disebabkan karena Indonesia memiliki sub sektor industri yang lengkap dari hulu ke hilir, yakni dari produk benang (pemintalan), pertenunan, rajutan dan produk akhir. Selain itu Indonesia juga memiliki keunggulan dalam hal jumlah tenaga kerja yang diserap dalam industri tersebut. Untuk komoditi pakaian jadi, sampai saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor ke-9 terbesar di dunia dengan pangsa 4,45 persen dari total pasar tekstil dunia. Perkembangan pangsa relatif komoditi pakaian jadi Indonesia dapat diketahui melalui perhitungan indeks RCA pakaian jadi antara dua waktu. Nilai indeks RCA yang lebih dari satu menunjukkan bahwa ekspor pakaian jadi mengalami peningkatan relatif dibandingkan rata-rata negara-negara lain yang mengekspor ke Amerika Serikat, sehingga pangsa pasarnya meningkat. Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut : ▪
Periode 1999-2000 : Indeks RCA Indonesia sebesar 1,131 (lebih dari satu). Tingginya indeks RCA tersebut memperlihatkan daya saing pakaian jadi Indonesia yang menguat (peningkatan pangsa pasar). Periode 1999-2000, impor pakaian jadi Amerika Serikat meningkat 14,17 persen, akan tetapi ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat meningkat jauh lebih besar, bahkan mencapai 33,55 persen. Secara hipotetik, nilai ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat tahun 2000 seharusnya sebesar US$ 1,722 milyar (agar
73
dapat mempertahankan pangsa pasarnya). Namun secara aktual, ekspor yang terjadi pada tahun 2000 sebesar US$ 2,015 milyar. Berarti, kinerja ekspor pakaian jadi Indonesia ke pasar Amerika Serikat menghasilkan USS 0,293 milyar lebih baik dari sekedar mempertahankan pangsa pasar (Lampiran 2, Tabel 3). ▪
Periode 2000-2001 : Pada periode ini indeks RCA Indonesia sebesar 0,999. Rendahnya indeks RCA tersebut memperlihatkan daya saing pakaian jadi indonesia yang melemah (penurunan pangsa pasar). Periode 2000-2001, impor pakaian jadi Amerika Serikat menurun 1,08 persen, namun ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat menurun jauh lebih besar, yaitu mencapai 3,49 persen. Secara hipotetik, nilai ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat tahun 2001 seharusnya sebesar US$ 1,992 milyar. Tetapi, relisasi ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2001 turun mencapai US$ 1,944 milyar. Artinya, ada US$ 0,048 milyar milik Indonesia beralih negara pesaing (Lampiran 2, Tabel 3).
▪
Periode 2001-2002 : Pada periode ini indeks RCA kembali melemah. Nilainya adalah sebesar 0,963. Hal ini mengindikasikan bahwa daya saing pakaian jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat yang semakin melemah. Pada periode ini impor pakaian jadi Amerika Serikat naik sebesar 0,51 persen, namun ekspor pakain jadi Indonesia ke Amerika Serikat turun 7,22 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia harus mampu mengekspor pakaian jadi ke
74
Amerika Serikat sebesar US$ 1,954 milyar. Namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor senilai US$ 1,804 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa ada bagian senilai US$ 0,15 milyar milik Indonesia yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 2, Tabel 3). ▪
Periode 2002-2003 : Indeks RCA menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan daya saing pakain jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat, dengan nilai 1,118. Periode ini impor pakaian jadi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 6,81 persen, tetapi pertumbuhan ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat meningkat lebih besar, yaitu sebesar 7,32 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US$ 1,927 milyar. Namun realisasinya, Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 1,936 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa ada senilai US$ 0,009 milyar milik negara pesaing yang beralih ke Indonesia (Lampiran 2, Tabel 3).
▪
Periode 2003-2004 : Pada periode ini indeks RCA masih berkisar diatas satu, yaitu 1,078. Hal menunjukkan bahwa daya saing pakaian jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat masih cukup baik. Impor pakaian jadi Amerika Serikat pada periode ini naik sebesar 6,25 persen, namun ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat meningkat sebesar 16,25 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US$ 2,057 milyar, namun realisasinya Indonesia
75
mampu mengekspor hingga US$ 2,251 milyar. Artinya, kinerja ekspor pakaian jadi Indonesia ke pasar Amerika Serikat menghasilkan USS 0,194 milyar lebih baik dari sekedar mempertahankan pangsa pasar (Lampiran 2, Tabel 3). ▪
Periode 2004-2005 : Pada periode ini pangsa pasar pakaian jadi Indonesia di Amerika serikat kembali mengalami peningkatan, terlihat dari indeks RCA sebesar 1,194 (lebih tinggi dari periode sebelumnya). Pada periode ini impor pakaian jadi Amerika Serikat naik sebesar 5,73 persen, namun ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat meningkat jauh lebih besar, yaitu 25,17 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US$ 2,379 milyar, namun kenyataannya Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 2,817 milyar. Artinya, kinerja ekspor pakaian jadi Indonesia ke pasar Amerika Serikat menghasilkan USS 0,438 milyar lebih baik dari sekedar mempertahankan pangsa pasar. Atau dengan kata lain, ada senilai US$ 0,438 milyar milik negara pesaing yang beralih ke Indonesia (Lampiran 2, Tabel 3). Keunggulan komparatif yang dimiliki komoditi kain dan benang Indonesia
di pasar Amerika Serikat tidak sebaik yang dimiliki oleh komoditi pakaian jadi. Nilai RCA kain dan benang hanya berkisar antara 1,551 sampai dengan 2,338. Perkembangan nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat antara tahun 1999-2000 dapat dikatakan cukup berfluktuatif. Tahun 1999 nilai RCA kain dan benang Indonesia adalah 1,818, kemudian meningkat menjadi
76
2,261 pada tahun 2000. Pada tahun 2001 nilai RCA naik menjadi 2,338. Tahun 2001 merupakan puncak tertinggi nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat selama periode 1999-2005, karena setelah itu nilai RCA kain dan benang indonesia di pasar Amerika Serikat tidak pernah lagi menyentuh angka 2. Tahun 2002 nilai RCA turun menjadi menjadi 1,871. Penurunan ini berlanjut hingga tahun 2003, dimana nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat saat itu hanya mencapai 1,551 (nilai terendah RCA selama periode 1999-2005). Nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat mulai meningkat kembali pada tahun 2004 yaitu menjadi sebesar 1,645, namun di tahun 2005 nilai RCA kembali menurun menjadi 1,593. Nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat yang tidak sebaik nilai RCA pakaian jadi menyebabkan Indonesia hingga tahun 2005 hanya menempati peringkat ke-11 negara pengekspor tekstil terbesar di dunia dengan pangsa pasar sebesar 3,15 persen dari total pasar tekstil dunia. Keunggulan komparatif komoditi kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 juga menunjukkan indeks RCA komoditi kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat mengalami fluktuasi yang berkisar antara 0,800 hingga 1,244. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing untuk komoditi kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat tidak selalu baik dalam setiap tahunnya, namun cenderung berfluktuatif.
77
Tabel 5.2 Keunggulan Komparatif Amerika Serikat Ekspor Indonesia ke AS (US$ juta) Tahun Kain dan Total Benang 1999 169,02 6.896,40
Kain dan Benang Indonesia di Pasar Ekspor Dunia ke AS (US$ juta) Kain dan Total Benang 14.277,44 1.059.440
RCA
Indeks RCA
1,818
-
2000
243,26
8.475,50
15.985,03
1.259.300
2,261
1,244
2001
236,45
7.748,70
15.388,12
1.179.180
2,338
1,034
2002
199,74
7.558,80
16.953,42
1.200.230
1,871
0,800
2003
160,17
7.373,70
18.251,05
1.303.050
1,551
0,829
2004
195,33
8.767,30
20.662,43
1.525.680
1,645
1,060
2005
204,53
9.868,50
22.538,18
1.732.350
1,593
0,968
Sumber : UN COMTRADE (2007)
Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut : ▪
Periode 1999-2000 : Indeks RCA kain dan benang Indonesia pada periode ini adalah sebesar 1,244 (lebih dari satu). Hal ini memperlihatkan bahwa daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat mengalami peningkatan. Impor kain dan benang Amerika Serikat pada periode ini meningkat sebesar 11,96 persen, namun peningkatan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat meningkat lebih besar yaitu 43,92 persen. Nilai ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat pada periode ini seharusnya senilai US$ 189,23 juta. Namun realisasinya, Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 243,26 juta. Artinya, ada bagian sebesar US$ 54,03 juta milik negara pesaing yang beralih ke Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia berhasil menambah panga pasar sebesar US$ 54,03 juta (Lampiran 2, Tabel 3).
78
.▪
Periode 2000-2001 : Periode ini menunjukkan daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat masih mengalami peningkatan, terlihat dari indeks RCA yang masih berkisar lebih dari satu, yaitu 1,034. Namun, peningkatan daya saing tersebut bukan dikarenakan terjadinya peningkatan ekspor dari Indonesia, melainkan lebih dikarenakan terjadinya penurunan impor kain dan benang Amerika Serikat sebanyak 3,73 persen. Sedangkan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat hanya turun sebesar 2,79 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia harus mengekspor kain dan benang ke Amerika Serikat senilai (100% - 3,73%) x USS 243,26 juta = US$ 234,19 juta. Pada kenyataannya Indonesia mampu mengekspor komoditi tersebut senilai US$ 236,45 juta. Artinya ada bagian senilai US$ 2,26 juta milik negara pesaing yang beralih ke Indonesia (Lampiran 2, Tabel 3).
.▪
Periode 2001-2002 : Terjadi penurunan indeks RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika serikat menjadi 0,800. Penurunan ini menunjukkan daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat yang melemah. Pada periode ini impor kain dan benang Amerika Serikat meningkat sebesar 10,17 persen, tetapi ekspor kain dan benang Indonesia ke pasar Amerika Serikat turun sebesar 15,52 persen. Untuk mempertahankan pangsa nilainya Indonesia harus mampu mengekspor kain dan benang sebesar US$ 260,49 juta. Namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor senilai US$ 199,74 juta.
79
Berarti ada bagian senilai US$ 60,76 juta yang beralih ke negara pesaing (Indonesia tidak berhasil mempertahankan pangsa pasarnya). ▪
Periode 2002-2003 : Tidak berbeda dengan periode sebelumnya, Indeks RCA pada periode ini (0,829) masih menunjukkan lemahnya daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat. Ekspor kain dan benang ke Amerika Serikat kembali mengalami penurunan sebesar 19,81 persen, sebaliknya impor kain benang Amerika Serikat terus meningkat menjadi 7,65 persen pada periode ini. Indonesia harus mampu mengekspor senilai US$ 215,02 juta untuk dapat mempertahankan pangsa pasarnya. Namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor senilai US$ 160,17 juta. Artinya, ada bagian senilai US$ 54,85 juta yang seharusnya milik Indonesia namun beralih ke negara pesaing (Lampiran 2, Tabel 3).
▪
Periode 2003-2004 : Peningkatan indeks RCA kembali mulai dialami pada periode ini, terlihat dari nilainya yang lebih besar dari satu, yaitu 1,060. Impor kain dan benang Amerika meningkat 13,21 persen, sedangkan ekspor kain dan benang Indonesia
ke
Amerika
Serikat
meningkat
21,95
persen.
Untuk
mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia hanya butuh mengekspor kain dan benang ke Amerika Serikat senilai US$ 181,33 juta, namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 195,33 juta. Artinya, Indonesia mendapatkan tambahan pangsa nilai sebesar US$ 14 juta dari negara pesaingnya (Lampiran 2, Tabel 3).
80
▪
Periode 2004-2005 : Peningkatan daya saing yang terjadi pada periode sebelumnya, ternyata tidak dapat dipertahankan pada periode ini. Terlihat dari indeks RCA yang bernilai kurang dari satu, yaitu 0,968. Impor kain dan benang Amerika Serikat pada periode ini meningkat 9,08 persen. Namun ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat hanya meningkat 4,71 persen. Indonesia harus mampu mengekspor kain dan benang sebanyak US$ 213,06 juta ke Amerika Serikat. Realisasinya, Indonesia hanya mampu mengekspor sebanyak US$ 204,53 juta. Hal ini menunjukkan bahwa ada bagian sebanyak US$ 8,54 juta yang seharusnya milik Indonesia namun beralih ke negara pesaing (Lampiran 2, Tabel 3). Selama periode 1999-2005, ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat
dapat dikatakan mengalami fluktuasi. Hal tersebut mengakibatkan nilai RCA Indonesia mengalami fluktuasi. Keadaan ekonomi Indonesia yang sangat rentan terhadap perekonomian dunia menyebabkan kondisi ekspor TPT Indonesia sangat tergantung oleh permintaan dunia, khususnya Amerika Serikat sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia yang juga merupakan negara tujuan utama ekspor TPT Indonesia. Pada periode 1999-2000 misalnya, impor pakaian jadi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 14,17 persen. Pada saat itu pula pertumbuhan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 33,55 persen. Kemudian pada periode 2000-2001, impor pakaian jadi Amerika Serikat
81
menurun sebesar 1,08 persen. Pada saat yang sama ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat menurun sebesar 3,49 persen. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa kinerja ekspor TPT Indonesia sangat tergantung dari impor TPT Amerika Serikat. Hal ini semakin menguatkan opini bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih bergantung pada kondisi ekonomi dunia. Keadaan ekonomi Indonesia sangat rentan terhadap perekonomian dunia. Berbeda dengan Cina, kondisi ekonomi negara tersebut tidak terlalu bergantung pada kondisi ekonomi dunia khususnya Amerika Serikat sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. Pada saat impor pakaian jadi Amerika Serikat sedang turun sebesar 1,08 persen di tahun 2001, kinerja ekspor pakaian jadi Cina tidak terkena dampak negatifnya. Justru ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat tetap tumbuh walaupun kecil, yaitu sebesar 2,75 persen.
5.3
Analisis Keunggulan Komparatif Tekstil dan Produk Tekstil Cina Melihat tingginya volume ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina ke
Amerika Serikat, maka Cina dianggap sebagai pesaing utama dalam mengekspor komoditi tersebut ke Amerika Serikat. Ternyata, daya saing pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat seperti yang ditunjukkan nilai RCA dalam Tabel 5.3, tidak sebaik nilai RCA yang dimiliki Indonesia. Nilai RCA Cina hanya berkisar antara 1,241 hingga 1,816. Hal ini menunjukkan bahwa secara komparatif, pakaian jadi Indonesia masih memiliki keunggulan yang lebih tinggi daripada pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat. Nilai RCA pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat pada tahun 1999 adalah sebesar 1,654, kemudian meningkat menjadi 1,719 pada tahun 2000. Pada
82
tahun 2001 nilai RCA Cina menurun menjadi 1,605. Penurunan ini berlanjut hingga tahun 2004, dimana nilai RCA Cina pada saat itu sebesar 1,367 pada tahun 2002, 1,294 pada tahun 2003 dan 1,241 pada tahun 2004. Pada tahun 2005 nilai RCA Cina kembali meningkat menjadi 1,816. Tabel 5.3 Keunggulan Komparatif Serikat Ekspor Cina ke AS (US$ juta) Tahun Pakaian Total Jadi 1999 3.854,96 42.004,22
Pakaian Jadi Cina di Pasar Amerika Ekspor Dunia ke AS (US$ juta) Pakaian Total Jadi 58.784,79 1.059.440
RCA
Indeks RCA
1,654
-
2000
4.780,07
52.156,43
67.114,94
1.259.300
1,719
1,039
2001
4.911,37
54.355,08
66.390,96
1.179.180
1,605
0,934
2002
5.324,94
70.050,09
66.731,26
1.200.230
1,367
0,852
2003
6.556,83
92.626,30
71.277,40
1.303.050
1,294
0,946
2004
7.709,42
125.148,96
75.731,27
1.525.680
1,241
0,959
2005
13.693,86
163.180,46
80.070,66
1.732.350
1,816
1,463
Sumber : UN COMTRADE (2007)
Walaupun nilai RCA Cina lebih rendah dari nilai RCA Indonesia, namun bila dilihat dari volume ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat, Cina selalu jauh lebih tinggi dari Indonesia. Rendahnya nilai RCA Cina jika dibandingkan dengan Indonesia lebih dikarenakan rendahnya kontribusi ekspor pakaian jadi terhadap total ekspor Cina ke Amerika Serikat. Rata-rata kontribusi pakaian jadi terhadap total ekspor Cina ke Amerika Serikat hanya 8 persen per tahun. Jika dibandingkan dengan pakaian jadi Indonesia yang memiliki rata-rata kontribusi sekitar 23 % per tahun, jelas nilai RCA Indonesia lebih tinggi dari Cina.
83
Seperti halnya nilai RCA, indeks RCA Cina yang pada umumnya rendah, bukan menunjukkan pangsa nilai komoditi pakaian jadi Cina yang rendah. Hal ini terlihat dari selalu bertambanya pangsa nilai dari komoditi pakaian jadi Cina pada setiap tahunnya. Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut : ▪
Periode 1999-2000 : Pada perode ini indeks RCA Cina sebesar 1,039. Angka ini menunjukkan pangsa nilai pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat mengalami peningkatan. Impor pakaian jadi Amerika Serikat pada periode ini meningkat 14,17 persen dan ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat meningkat 23,99 persen. Nilai ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Seikat tahun 2000 seharusnya meningkat (100%+14,17%) x US$ 3,855 = US$ 4,401 milyar. Namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 4,781 milyar. Hal ini berarti ada senilai US$ 0,38 milyar yang beralih ke Cina. Bila dibandingkan dengan Indonesia, tampaknya pada periode ini Indonesia dan Cina sedang mengalami peningkatan pangsa pasar. Namun bila dilihat dari jumlah pangsa pasar yang berhasil diperoleh, Cina sedikit lebih unggul dibandingkan dengan Indonesia (Lampiran 2, Tabel 4).
▪
Periode 2000-2001 : Penurunan indeks RCA menjadi sebesar 0,934 seharusnya memperlihatkan pangsa pasar pakaian jadi Cina di Amerika Serikat yang menurun. Namun yang terjadi adalah peningkatan pangsa pasar pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena peningkatan pangsa pasar
84
pakaian jadi Cina lebih rendah dari peningkatan pangsa pasar total ekspor Cina di Amerika Serikat. Dengan kata lain, peningkatan total ekspor Cina ke Amerika Serikat lebih tinggi dari peningkatan ekspor pakaian jadi. Hal ini juga yang menyebabkan nilai RCA Cina cenderung lebih rendah dari RCA Indonesia. Impor pakaian jadi Amerika Serikat turun sebesar 1,08 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US$ 4,728 milyar, namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 4,911 milyar. Berarti ada sebanyak US$ 0,183 milyar yang beralih ke Cina. Pada periode ini diduga telah terjadi peralihan pangsa pasar dari Indonesia ke Cina karena Indonesia yang telah kehilangan pangsa pasarnya sebanyak US$ 0,048 milyar (Lampiran 2, Tabel 4). ▪
Periode 2001-2002 : Kondisi pada periode ini tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Dimana indeks RCA yang senilai 0,852 (kurang dari satu) bukan mencerminkan rendahnya daya saing (turunnya pangsa pasar) komoditi pakaian jadi Cina, tetapi karena peningkatan pangsa pasar pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat diikuti oleh peningkatan yang lebih besar pada pangsa pasar total ekspor Cina di pasar Amerika Serikat. Impor pakaian jadi Amerika meningkat 0,51 persen. Cina hanya butuh mengekspor senilai US$ 4,936 milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 5,324 milyar. Artinya ada bagian sebayak US$ 0,388 milyar yang berali ke Cina. Diduga telah terjadi peralihan
85
pangsa pasar dari Indonesia ke Cina, karena pada saat itu Indonesia telah kehilangan pangsa pasarnya sebanyak US$ 0,15 milyar (Lampiran 2, Tabel 4). ▪
Periode 2002-2003 : Pada periode ini indeks RCA Cina sebesar 0,946. Kondisi ini juga tidak jauh berbeda pada periode sebelumnya. Walaupun indeks RCA masih kurang dari satu, namun pangsa pasar pakaian jadi Cina terus meningkat. Peningkatan pangsa pasar pada periode ini mencapai US$ 0,869 milyar. Cina cukup mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat sebanyak US$ 5,687 milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun Cina mampu mengekspor hingga 6,556 milyar. Bila dibandingkan dengan Indonesia, peningkatan pangsa pasar yang diperoleh Cina lebih besar, karena pada saat itu Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya sebanyak US$ 0,009 milyar (Lampiran 2, Tabel 4).
▪
Periode 2003-2004 : Peningkatan pangsa pasar dari total ekspor Cina ke Amerika Serikat yang lebih tinggi dari peningkatan pangsa pasar pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat menyebabkan indeks RCA pakaian jadi Cina hanya bernilai 0,959. Impor pakaian jadi Amerika Serikat pada periode ini meningkat 6,25 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina hanya butuh mengekspor pakaian jadi senilai US$ 6,966 milyar ke Amerika Serikat. Namun Cina mampu mengekspor hingga US$ 7,709 milyar. Artinya, ada bagian sebanyak US$ 0,743 milyar yang beralih ke Cina. Pada periode ini, Indonesia juga
86
mengalami peningkatan pangsa pasar, namun tidak sebesar yang dialami oleh Cina, karena Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasar sebesar USS 0,194 milyar (Lampiran 2, Tabel 4). ▪
Periode 2004-2005: Indeks RCA Cina pada perode ini sebesar 1,463. Hal ini menunjukkan daya saing pakaian jadi mengalami peningkatan yang cukup besar (peningkatan pangsa pasar). Bahkan peningkatan pangsa pasar pakaian jadi tersebut lebih besar dari peningkatan pangsa pasar dari total ekspor Cina ke Amerika Serikat. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina hanya butuh mengekspor pakaian jadi sebanyak US$ 8,151 milyar. Namun Cina mampu mengekspor hingga US$ 13,693 milyar. Berarti ada bagian sebanyak US$ 5,542 milyar yang beralih ke Cina. Bila dibandingkan dengan Indonesia, peningkatan pangsa pasar yang dialami oleh Cina jauh lebih besar, karena Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya senilai US$ 0,438 milyar. Prestasi kinerja ekspor yang dimiliki komoditi pakaian jadi, ternyata juga
diikuti oleh komoditi kain dan benang Cina. Terlihat dari nilai ekspor komoditi tersebut yang selalu mengalami pertumbuhan positif (kecuali tahun 2001). Nilai RCA kain dan benang Cina berkisar antara 1,753 sampai dengan 2,319. Bila dibandingkan dengan Indonesia, nilai RCA Cina untuk komoditi kain dan benang sedikit lebih baik. Pada periode 1999, nilai RCA Cina lebih tinggi dari nilai RCA Indonesia. Kemudian pada periode 2000 hingga 2002, nilai RCA Indonesia selalu
87
diatas nilai RCA Cina, namun setelah periode tersebut hingga periode 2005 nilai RCA Cina selalu diatas nilai RCA Indonesia. Keunggualn komparatif kain dan benang Cina cukup berfluktuatif, pada tahun 1999, nilai RCA Cina sebesar 1,881, kemudian turun menjadi 1,863 pada tahun 2000. Penurunan nilai RCA kembali terjadi pada tahun 2001 yaitu menjadi 1,717, namun meningkat kembali pada tahun 2002 menjadi 1,753. Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2003 secara terus-menerus hingga tahun 2005 (1,952 pada tahun 2003, 1,897 pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 sebesar 2,319). Keunggulan komparatif komoditi kain dan benang Cina di pasar Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Keunggulan Komparatif Kain dan Benang Cina di Pasar Amerika Serikat Ekspor Cina ke AS Ekspor Dunia ke AS (US$ juta) (US$ juta) Indeks RCA Tahun Kain dan Kain dan RCA Total Total Benang Benang 1999 1.064,64 42.004,22 14.277,44 1.059.440 1,881 2000
1.233,22
52.156,43
15.985,03
1.259.300
1,863
0,990
2001
1.218,19
54.355,08
15.388,12
1.179.180
1,717
0,922
2002
1.735,01
70.050,09
16.953,42
1.200.230
1,753
1,021
2003
2.532,94
92.626,30
18.251,05
1.303.050
1,952
1,114
2004
3.214,57
125.148,96
20.662,43
1.525.680
1,897
0,972
2005
4.922,64
163.180,46
22.538,18
1.732.350
2,319
1,222
Sumber : UN COMTRADE (2007)
Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa indeks RCA untuk komoditi kain dan benang dapat dikatakan mengalami fluktuasi dan berkisar antara 0.922 sampai dengan 1,222. Seperti halnya pada komoditi pakaian jadi, indeks RCA kain dan
88
benang yang pada umumnya rendah, bukan menunjukkan pangsa relatif komoditi kain dan benang Cina yang rendah. Hal ini terlihat dari selalu bertambanya pangsa pasar dari komoditi kain dan benang Cina pada setiap tahunnya (kecuali periode 2000-2001). Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut : ▪
Periode 1999-2000 : Indeks RCA pada periode ini sebesar 0,990 (kurang dari satu). Rendahnya indeks RCA kain dan benang Cina tersebut seharusnya mencerminkan daya saing kain dan benang Cina yang melemah (berkurangnya pangsa pasar). Namun yang terjadi adalah peningkatan pangsa pasar kain dan benang Cina di pasar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena peningkatan pangsa pasar dari total ekspor Cina di Amerika Serikat lebih tinggi dari peningkatan pangsa pasar kain dan benang. Dengan kata lain, peningkatan total ekspor Cina ke Amerika Serikat lebih tinggi dari peningkatan ekspor pakaian jadi. Pada periode ini Cina berhasil menambah pangsa pasarnya sebesar US$ 0,041 milyar. Pada periode ini Indonesia dan Cina sedang mengalami peningkatan pangsa pasar. Namun bila dilihat dari jumlah pangsa pasar yang berhasil diperoleh, Indonesia sedikit lebih unggul dibandingkan dengan Cina. Karena Indonesia mampu menambah pangsa pasarnya sebesar US$ 0,054 milyar (Lampiran 2, Tabel 4).
▪
Periode 2000-2001 : Pada periode ini indeks RCA sebesar 0,922. Angka menunjukkan melemahnya daya saing kain dan benang Cina. Impor kain dan benang
89
Amerika Serikat pada periode ini sedang turun sebesar 3,73 persen. Demikian pula ekspor kain dan benang Cina ke Amerika Serikat, nilainya turun sebesar 1,22 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina harus mengekspor kain dan benang ke Amerika Serikat sebesar (100% - 3,73%) x US$ 1,233 milyar = US$ 1,187 milyar. Namun realisasinya Cina mampu mengekspor sebesar US$ 1,218 milyar. Berarti ada bagian sebanyak US$ 0,031 milyar yang beralih ke Cina. Bila dibandingkan dengan peningkatan pangsa pasar yang dialami Indonesia, Cina sedikit lebih unggul, karena Indonesia hanya berhasil menambah pangsa pasarnya sebanyak US$ 2,26 juta. ▪
Periode 2001-2002 : Pada periode ini indeks RCA kain dan benang Cina mencapai 1,021. Hal ini menunjukkan peningkatan daya saing kain dan benang Cina di pasar Amerika Serikat. Impor kain dan benang Amerika Serikat meningkat sebesar 10,17 persen. Cina hanya butuh mengekspor kain dan benang sebanyak US$ 1,342 milyar (untuk mempertahankan pangsa pasarnya). Namun Cina berhasil mengekspor kain dan benang hingga US$ 1,735 milyar. Artinya ada bagian sebanyak US$ 0,393 milyar yang beralih ke Cina. Pada periode diduga telah terjadi peralihan pangsa pasar dari Indonesia ke Cina. Karena pada saat itu Indonesia telah kehilangan pangsa pasarnya sebanyak US$ 0,061 milyar (Lampiran 2, Tabel 4).
90
▪
Periode 2002-2003 : Indeks RCA kain dan benang Cina sebesar 1,114. Angka tersebut mencerminkan meningkatnya daya saing kain lembaran dan benang (peningkatan pangsa pasar). Impor kain dan benang Amerika Serikat meningkat 7,65 persen, sementara itu ekspor kain lembaran dan benang Cina ke Amerika Serikat meningkat 45,99 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina hanya butuh mengekspor kain lembaran dan benang sebanyak US$ 1,867 milyar. Namun Cina mampu mengekspor hingga US$ 2,532 milyar. Berarti ada bagian sebesar US$ 0,665 milyar. Pada periode ini juga diduga terjadi peralihan pangsa pasar yang semula milik Indonesia namun beralih ke Cina, karena pada saat itu Indonesia telah kehilangan pangsa pasarnya sebanyak US$ 0,054 milyar (Lampiran 2, Tabel 4).
▪
Periode 2003-2004 : Pada periode ini indeks RCA kain dan benang Cina turun menjadi 0,972. Namun hal ini bukan berarti telah terjadi penururan daya saing atau penurunan pangsa pasar kain dan benang Cina di pasar Amerika Serikat. Justru pada periode ini terjadi peningkatan pangsa pasar kain dan benang Cina. Peningkatan ini disebabkan karena pangsa pasar pakaian jadi Cina di pasar Amerika Serikat diikuti oleh peningkatan yang lebih besar pada pangsa pasar dari total ekspor Cina di pasar Amerika Serikat. Ekspor kain dan benang Cina ke Amerika Serikat yang terjadi pada periode ini mencapai US$ 3,214 milyar. Hal ini menyebabkan pangsa pasar Cina meningkat sebesar
91
US$ 0,347 milyar. Di lain pihak Indonesia hanya berhasil meningkatkan pangsa pasarnya sebesar US$ 0,014 milyar (Lampiran 2, Tabel 4). ▪
Periode 2004-2005 : Pada perode ini daya saing kain lembaran dan benang Cina kembali menguat (peningkatan pangsa pasar) dengan indeks RCA sebesar 1,222. Impor kain lembaran dan benang Amerika Serikat meningkat sebesar 9,08 persen. Sementara itu, ekspor kain lembaran dan benang Cina ke Amerika Serikat meningkat hingga 53,14 persen. Secara hipotetik, nilai ekspor kain dan benang Cina ke Amerika Serikat tahun 2005 seharusnya sebesar US$ 3,506 milyar (agar dapat mempertahankan pangsa pasarnya). Namun Cina mampu mengekspor hingga US$ 4,922 milyar. Berarti Cina berhasil menambah pangsa pasarnya sebesar US$ 1,416 miliar. Sebaliknya, Indonesia justru kehilangan pangsa pasar sebesar sebanyak US$ 8,54 juta, maka ada kemungkinan pangsa pasar tersebut beralih ke Cina (Lampiran 2, Tabel 4).
5.4
Analisis Keunggulan Kompetitif Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (Porter’s Diamond)
5.4.1
Kondisi faktor Kondisi faktor adalah kondisi yang melihat posisi negara dalam faktor-
faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil, infrastruktur, serta faktor - faktor alam seperti letak strategis wilayah negara, besarnya jumlah penduduk, potensi sumberdaya alam dan potensi sumberdaya manusianya. Untuk kasus negara berkembang seperti Indonesia, sektor industri yang bersifat padat karya seperti
92
industri TPT mengalami ketergantungan yang cukup tinggi pada ketersediaan upah rendah dan faktor sumberdaya alam. Industri TPT cukup memiliki potensi yang gemilang dan prospek yang cerah bila dikembangkan di Indonesia, mengingat Indonesia telah memiliki berbagai kelebihan baik dalam hal kekayaan sumberdaya alam serta besarnya jumlah penduduk. Lebih dari itu, industri TPT Indonesia sejak lama telah memiliki citra yang baik di mata internasional. Selain itu industri TPT Indonesia memiliki suatu ciri khas atau corak tertentu, sehingga banyak diminati oleh konsumen - konsumen mancanegara. 5.4.1.1 Kondisi Faktor Yang Menjadi Pendukung ▪
Kekayaan dan Potensi Sumberdaya Alam Kandungan sumberdaya alam yang terdapat di bumi dan laut nusantara
yang cukup melimpah dapat dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan suatu faktor pendukung untuk terciptanya pengembangan berbagai sektor industri khususnya industri primer. Pengelolaan yang baik dari sumberdaya alam Indonesia sangat perlu dilakukan untuk mendukung tumbuhnya industri yang tangguh. ▪
Potensi Sumberdaya Manusia Ditinjau dari jumlah penduduk, Indonesia merupakan negara berpenduduk
keempat terpadat di dunia. Dalam pembangunan ekonomi yang kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dalam ekonomi masyarakat, maka sumberdaya manusia menempati posisi yang sangat sentral. Adanya jumlah penduduk yang besar tersebut tidak saja merupakan modal bagi tumbuhnya industri yang berbasis
93
tenaga kerja (padat karya) seperti industri TPT, tetapi juga peluang bagi tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat modal. Industri TPT Indonesia yang selama ini telah berkembang dengan pesat, akan dapat menjadi lebih maju lagi tentunya dengan dukungan sumberdaya manusia. Peluang itu akan semakin memiliki keunggulan kompetitf, bila didukung dengan adanya kualitas tenaga kerja yang memadai melalui peningkatan keterampilan teknis, keahlian profesional, serta pembinaan kemampuan masyarakat yang secara terus-menerus. ▪
Citra TPT di Mata Internasional Industri TPT Indonesia merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia.
Hal ini tidak terlepas dari baiknya daya saing TPT Indonesia, sehingga jumlah permintaan yang tinggi tercipta dipasar internasional. Keunggulan TPT Indonesia ini telah berlangsung cukup lama, sehingga hal ini dapat membawa citra yang baik bagi perkembangan industri TPT Indonesia. ▪
Kekayaan Ciri Khas Keragaman suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat yang ada di
Indonesia merupakan potensi bagi persatuan dan kesatuan bangsa menuju kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Dalam kaitannya dengan industri TPT nasional, banyaknya keragaman etnik atau budaya tersebut dapat memacu berkembangnya industri TPT Indonesia, serta dapat didayakan untuk meningkatkan nilai tambah industri TPT itu sendiri. Selain itu, kekayaan ciri khas juga dapat menarik perhatian para konsumen domestik maupun mancanegara untuk dapat menikmatinya.
94
Walaupun industri TPT Indonesia telah memiliki berbagai keunggulan karena didukung oleh berbagai faktor seperti yang telah disebutkan di atas, tetapi pada kenyataannya sekarang indutri TPT Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak menggembirakan, bahkan kondisi ekspor TPT Indonesia bisa mencapai kondisi terburuk. Hal ini disebabkan antara lain karena ternyata masih banyak kondisi-kondisi faktor kita yang masih memprihatinkan. 5.4.1.2 Kondisi Faktor Yang Menjadi Penghambat ▪
Ketergantungan Bahan Baku Dasar Pada Impor Bahan baku dasar untuk memproduksi TPT pada umumnya masih
bergantung pada impor. Hal ini dapat menyebabkan tingginya harga jual dari TPT tersebut, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan lemahnya daya saing TPT Indonesia dibandingkan dengan negara lain yang tidak mengimpor bahan baku dasar. ▪
Mesin dan Teknologi Yang Sudah Tidak Mendukung. Permesinan industri TPT di Indonesia sebagian besar sudah tua atau
usang. Hal ini dapat menyebabkan ketidakefisienan dan penurunan produktivitas dari industri TPT tersebut. Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy, mengatakan bahwa mesin-mesin TPT pada umumnya sudah berusia rata-rata lebih dari 15 tahun. Hal ini menyebabkan produktivitas menurun, sementara konsumsi bahan bakar semakin meningkat. Akibatnya jumlah ekspor TPT Indonesia semakin tidak mampu mengimbangi permintaan dunia yang semakin besar.
95
▪
Infrastruktur yang tidak mendukung Infrastruktur sangat dibutuhkan untuk kelancaran dan efisiensi dalam
memproduksi suatu komoditi. Infrastruktur di Indonesia belum berkembang secara optimal sehingga proses produksi dari produk tekstil tidak dapat berjalan lancar dan efisien. 5.4.2
Kondisi Permintaan
▪
Dilihat Dari Jumlah Penduduk Kondisi jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar menjadikan industri
TPT Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar. Permintaan lokal yang terjadi menjadi sangat tinggi. Karena terjadi permintaan lokal yang tinggi maka dapat merangsang
para
produsen
domestik
untuk
meningkatkan
penawaran
produksinya. Maka hal tersebut tentunya akan menyebabkan tingginya penawaran ekspor. ▪
Dilihat Dari Tahap Pembangunan Ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang, jumlah permintaan lokal masih
sangat dipengaruhi oleh harga, dimana harga menjadi fokus utama yang paling menentukan jumlah produk yang diminta. Hal inilah yang menyebabkan industri TPT banyak bersaing dalam harga. Tentu hal ini kurang efektif untuk perkembangan industri TPT karena akan mengesampingkan kualitas dan produktivitas. ▪
Dilihat Dari Produk Yang Dihasilkan. Produk yang dihasilkan tidak terdiferensiasi dan rancangannya masih
mengasimilasi produk-produk impor atau bersifat imitasi. Ini menggambarkan
96
semakin melemahnya jati diri bangsa Indonesia yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki banyak corak khas budaya yang tidak kalah bersaing dengan negara-negara lain,contoh: batik, sarung,ulos dll. ▪
Dilihat Dari Permintaan Luar Negeri Karena Indonesia memiliki tingkat upah tenaga kerja yang relatif rendah.
Menjadikan Industri tekstil yang padat karya dapat menghasilkan TPT dengan harga yang dapat bersaing di pasaran internasional. Nilai rupiah yang juga lemah terhadap dollar AS, membuat harga produk Indonesia lebih murah dibanding dari negara lain yang lebih maju. Hal-hal inilah yang menyebabkan permintaan TPT dari luar negeri cukup tinggi. 5.4.3 Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan Ketidakstabilan politik dan ekonomi yang sering melanda Indonesia tentunya sangat tidak mendukung perkembangan semua usaha yang dijalankan di Indonesia. Sehingga menyebabkan aliran dana investasi asing, relatif tidak bertahan lama atau hanya berorientasi pada jangka pendek. ▪
Stabilitas Politik dan Ekonomi Perekonomian suatu negara tidak dapat terlepas dari kondisi politik di
negara tersebut. Keduanya mempunyai keterkaitan yang sangat tinggi atau relevan. Sentimen-sentimen positif terhadap politik suatu negara akan memberikan pengaruh yang baik kepada kondisi perekonomian negara di negara tersebut. Dalam hal ini, industri TPT Indonesia yang mempunyai tujuan ekspor utama ke AS, Jepang, dan Singapura selalu berusaha menjaga kestabilan hubungan diplomatik, khususnya hubungan politik di antara ketiganya. Pengaruh
97
kestabilan politik terhadap ekonomi terlihat jelas pada tingkat nilai tukar rupiah, terhadap mata uang asing masing-masing negara. ▪
Tingkat Campur Tangan Pemerintah Rendahnya tingkat campur tangan pemerintah dalam industri TPT di
Indonesia, ternyata memberikan angin segar bagi para produsen TPT di Indonesia. Mereka (produsen TPT) tumbuh dan berkembang secara alami, membuka diri terhadap pihak-pihak bermodal baik dalam maupun luar negeri, membentuk kamar-kamar dagang internasional, meningkatkan hubungan-hubungan kemitraan dan binaan kerja sama, dan lain-lain. Pemerintah dan swasta berkompetisi mengadakan program-program yang mendukung perkembangan industri TPT di Indonesia. ▪
Kebijakan dalam investasi Investasi luar negeri dapat ditarik secara tiba-tiba jika terjadi keadaan yang
kurang kondusif yang menyebabkan investor merasa tidak aman. Dalam hal ini investasi dalam negeri diharapkan dapat memberikan kepastian, terutama dalam kontrak kesepakatan jangka waktu investasi. Dibandingkan dengan investasi luar negeri yang masih mempunyai hambatan untuk masuk ke Indonesia, karena masih belum terciptanya keefisienan dan keefektifan birokrasi di Indonesia, investasi dari pihak-pihak dalam negeri, baik pemerintah maupun swasta, tidak terlalu mempunyai banyak hambatan. Di samping berbentuk program binaan dan kemitraan, pihak investor dalam negeri dapat secara langsung menilai kelayakan persyaratan yang ditetapkan dan memantau pertumbuhan dari binaannya. Jalinan
98
kerja sama antara pihak investor dengan pengusaha dalam program binaan ini dapat berupa: 1.
Peningkatan skill; jika masih dijalankan dengan tradisional, untuk meningkatkan daya saing.
2.
Penyediaan bahan baku; jika pengusaha mempunyai keterbatasan atas bahan baku tertentu karena harus bersaing dengan pengusaha yang sudah lebih maju dan besar.
3.
Penyediaan informasi; berhubungan dengan informasi pasar baik dalam maupun luar negeri.
▪
Regulasi mengenai HAKI Produsen TPT tidak hanya didorong untuk tumbuh dan besar, tetapi juga
diharapkan dapat mempertahankan ke-orisinil-an produk, yang salah satunya dipengaruhi oleh budaya, sehingga ketika memasuki pasar produk tersebut mempunyai nilai lebih dalam keunikan tersendiri dan memungkinkan akan dapat menarik konsumen dari segmen pasar lain ketika produsen melakukan inovasi dengan tetap mempertahankan keunikan dari produknya. Telah diakui bahwa industri TPT Indonesia mempunyai kekuatan khususnya dalam keunikan desain dan keragaman tekstil tradisional. Namun, hingga sekarang industri TPT Indonesia masih mempunyai kelemahan, yakni harga yang tidak kompetitif karena ekonomi biaya tinggi, kualitas rendah, serta masih kurang peduli dengan hak paten dan monoton.
99
5.4.4
Industri Terkait dan Industri Pendukung Dalam hal ini industri TPT Indonesia masih sangat lemah, dikarenakan
masih terkonsentrasinya lokasi industri manufaktur di wilayah Jawa dan Sumatera. Selain itu, dominasi sebagian besar aktivitas industri manufaktur modern di Indonesia terus berlangsung di Pulau Jawa dan Sumatera selama tahun 1976-2001. Inilah yang menjadi permasalahan struktural industri terbesar di Indonesia, yang
menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan baru,
seperti antara lain: 1.
Tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri.
2.
Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri kita masih banyak yang bertipe tukang jahit.
3.
Belum terintegrasinya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri skala besar dan kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak sub sektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati monopoli, atau setidaknya oligopoli. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak pada
kedudukan strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumberdaya alam yang harus dikelola dan dilindungi dalam tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, pola pembangunan nasional harus dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan mengembangkan tata ruang, sehingga menjadi satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis
serta
tetap
memelihara
kemampuan
lingkungan
hidup
sesuai
100
pembangunan berwawasan lingkungan dan Ketahanan Nasional. Jumlah industri nasional yang lebih dari 60 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa di samping mengakibatkan tidak meratanya aktifitas ekonomi daerah, juga mengakibatkan semakin berkurangnya daya dukung lingkungan Pulau Jawa serta terjadi pergeseran tata guna tanah subur. Untuk mengatasi hal tersebut prioritas persebaran pembangunan industri diarahkan ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang disertai dengan penataan ruang. Sejak diterbitkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal pada tahun 1967 untuk Penanaman Modal Asing dan 1998 untuk Penanaman Modal dalam Negeri arus investasi tumbuh dengan pesat. Dalam kerangka penataan ruang, Undang-undang No.5 tahun 1984 tentang Perindustrian mengindikasikan perlunya penetapan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri. Dalam kerangka ini serta dalam rangka menjalin kerjasama ekonomi lintas daerah sehingga dapat dicapai effisiensi produksi ditetapkan 6 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) dan 53 aktifitas industri di beberapa daerah sebagai zona-zona industri. Di dalam zona industri telah dikeluarkan izin sebanyak 203 kawasan Industri yang saat ini baru 63 perusahaan pengelola kawasan beroperasi yaitu di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Pelaksanaan
otonomi
daerah
sejak
tahun
2001
disinyalir
telah
memperburuk iklim investasi di Indonesia. Masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro- bisnis diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tak kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu
101
berurusan dan perizinan dengan birokrasi. Ini diperparah dengan masih berlanjutnya berbagai pungutan, baik resmi maupun liar.
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA KE PASAR AMERIKA SERIKAT Bab ini akan membahas mengenai hubungan antara volume ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia ke Amerika Serikat dengan harga ekspor, harga domestik, nilai tukar rupiah terhadap dollar, produksi domestik serta kebijakan penghapusan kuota dalam perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil di pasar internasional. Untuk melihat seberapa besar faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi volume ekspor Tekstil dan Produk Tekstil ke Amerika Serikat dapat dianalisis dengan metode Vector Error Correction Model. Dalam membentuk model hubungan tersebut, terdapat prosedur analisis yang harus dilakukan terlebih dahulu. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menguji kestasioneran (unit root test) data variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam sistem. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan tingkat lag optimal. Setelah seluruh variabel stasioner dan lag optimal diperoleh, maka selanjutnya dilakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi tersebut dilakukan untuk mengetahui persamaan kointegrasi yang terbentuk sehingga dapat membentuk model VEC (Vector Error Correction).
6.1
Uji Unit Root Pengujian kestasionerisan dalam data time series merupakan syarat utama
dalam melakukan uji kointegrasi. Bila suatu data time series tidak stasioner maka data tersebut menghadapi persoalan unit root, sehingga untuk mengatasinya dilakukan unit root test. Metode pengujian unit root yang digunakan dalam
103
penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller (ADF). Variabel yang memiliki nilai ADF lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritis McKinnon-nya, maka variabel tersebut telah stasioner. Pada Tabel 6.1 dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel dalam fungsi ekspor Tekstil dan Produk Tekstil yang terdiri dari komoditi pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat tidak stasinoer pada tingkat level. Dikarenakan nilai ADF dari seluruh variabel lebih besar dari nilai kritis McKinnon 5 persen. Hal ini menandakan bahwa seluruh variabel tersebut tidak terkointegrasi pada derajat integrasi I(0). Oleh sebab itu pengujian perlu dilanjutkan pada uji unit root di tingkat first difference. Pengujian pada tingkat first difference dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada tingkat level atau derajat nol atau I(0). Tabel 6.1 Uji Unit Root Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi, Kain lembaran dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat (level). Variabel
Ekspor ke AS (lnXt) Harga Ekspor (lnHEt) Nilai Tukar (lnERt) Harga Domestik (lnHDt) Produksi Domestik (lnQt) Dummy (lnDt)
Pakaian Jadi
Kain dan Benang Ket.
Nilai ADF
McKinnon (5%)
Nilai ADF
McKinnon (5%)
-0.903266
-3.473447
-2.782770
-3.465548
-1.473900
-3.473447
-1.354257
-3.466966
-3.374929
-3.465548
-3.374929
-3.465548
-1.266823
-3.465548
-0.773509
-3.465548
Tidak Stasioner
-1.358851
-3.466248
-1.297331
-3.465548
Tidak Stasioner
-1.928897
-3.464865
-1.928897
-3.464865
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
104
Pada Tabel 6.2 terlihat bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini sudah stasioner pada tingkat first difference, atau dengan kata lain variabel tersebut telah stasioner pada uji derajat integrasi satu atau I(1). Dimana nilai ADF seluruh variabel lebih kecil dari nilai kritis McKinnon 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai sifat integrated of order one I(1). Tabel 6.2 Uji Unit Root Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi, Kain lembaran dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat (First Difference). Variabel
Ekspor ke AS (lnXt) Harga Ekspor (lnHEt) Nilai Tukar (lnERt) Harga Domestik (lnHDt) Produksi Domestik (lnQt) Dummy (lnDt)
6.2
Pakaian Jadi
Kain dan Benang
McKinnon (5%)
Nilai ADF
McKinnon (5%)
Ket.
Nilai ADF -3.125228
-1.945456
-7.841444
-1.944915
Stasioner
-3.512658
-1.945456
-8.728042
-1.944915
Stasioner
-7.917067
-1.944811
-7.917067
-1.944811
Stasioner
-6.660396
-1.944811
-4.745946
-1.944862
Stasioner
-9.157751
-1.944862
-13.31755
-1.944811
Stasioner
-9.000000
-1.944811
-9.000000
-1.944811
Stasioner
Penetapan Tingkat Lag Optimal Tahap berikutnya adalah penetapan lag optimal. Penetapan lag optimal
sangat penting, karena variabel independent yang digunakan tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Penetapan lag optimal didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC). Besarnya lag yang dipilih adalah lag yang menghasilkan nilai AIC paling kecil (Tabel 6.3). Perhitungan nilai AIC untuk setiap lag mengindikasikan bahwa nilai minimum AIC didapat saat lag 1 baik
105
untuk variabel-variabel dalam fungsi ekspor komoditi pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat, maupun untuk variabel-variabel dalam fungsi ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Tabel 6.3 Perhitungan lag optimal Variabel-variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat. AIC Lag Pakaian Jadi Kain dan benang 0 -6.970197 -9.099238 1 -14.29001* -16.60923* 2 -13.93914 -16.54045 3 -13.52433 -16.07129 4 -13.62635 -15.80073 5 -13.89264 -15.52953 6 -13.88422 -15.49717 7 -13.86235 -15.92575
6.3
Uji Kointegrasi Setelah dilakukan uji unit root dan penetapan lag optimal, tahap
selanjutnya adalah uji kointegrasi. Uji kointegrasi digunakan untuk mendapatkan hubungan jangka panjang antara variabel volume ekspor pakain jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan harga ekspor, nilai tukar rupiah, harga domestik, produksi domestik, dan kebijakan penghapusan kuota. Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan untuk proses integrasi, yaitu semua variabel stasioner pada derajat yang sama atau I(1). Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel dalam sistem memiliki sifat integrated of order one, I(1). Pengujian kointegrasi dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan panjang lag optimal, yaitu lag 1. Dalam melakukan uji kointegrasi, penelitian ini menggunakan prosedur uji kointegrasi dari Johansen Trace Statistic test. Jika variabel terkointegrasi maka
106
variabel-variabel tersebut mempunyai hubungan jangka panjang. Dari uji ini akan diketahui ada berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi di dalam sistem. Berdasarkan uji kointegrasi data komoditi pakain jadi yang ditunjukkan pada Tabel 6.4, terdapat dua persamaan kointegrasi pada taraf signifikan 5 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel volume ekspor komoditi pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan produksi, harga domestik, harga ekspor, nilai tukar dan kebijakan penghapusan kuota memiliki sifat linier combination yang bersifat stasioner (kointegrasi). Adanya kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang di antara variabel-variabel tersebut. Tabel 6.4 Hasil Uji Kointegrasi variabel-variabel dalam fungsi ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. Trace 5 percent 1 percent Hypothesized Eigenvalue Statistic Critical value Critical Value No. of CE (s) None ** 0.340973 107.2222 94.15 103.18 At most 1 * 0.318660 73.02904 68.52 76.07 At most 2 0.233233 41.56611 47.21 54.46 At most 3 0.122308 19.78923 29.68 35.65 At most 4 0.103954 9.091539 15.41 20.04 At most 5 0.001109 0.090963 3.76 6.65 Keterangan: *) terkointegrasi pada taraf 5 % **) terkointegrasi pada taraf 1 %
Berdasarkan hasil uji kointegrasi untuk data komoditi kain dan benang yang ditunjukkan dalam Tabel 6.5, hanya terdapat satu persamaan yang terkointegrasi pada taraf signifikan 5 persen. Maka antara variabel volume ekspor kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan produksi, harga domestik, harga ekspor, nilai tukar dan kebijakan penghapusan kuota terdapat hubungan jangka panjang.
107
Tabel 6.5 Hasil Uji Kointegrasi variabel-variabel dalam fungsi ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Trace 5 percent 1 percent Hypothesized Eigenvalue Statistic Critical value Critical Value No. of CE (s) None * 0.358704 109.9090 102.14 111.01 At most 1 0.326973 73.47936 76.07 84.45 At most 2 0.207904 41.00985 53.12 60.16 At most 3 0.144951 21.89789 34.91 41.07 At most 4 0.088044 9.057002 19.96 24.60 At most 5 0.018121 1.499564 9.24 12.97 Keterangan: *) terkointegrasi pada taraf 5 %
6.4
Estimasi Vector Error Coreection Model (VECM) Dari hasil uji kointegrasi yang menunjukkan adanya variabel yang
terkointegrasi, maka selanjutnya adalah melakukan estimasi dengan menggunakan Vector Error Coreection Model (VECM). VECM pada penelitian digunakan untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang dari persamaan-persamaan yang terkointegrasi. Interpretasinya dapat dilakukan dengan melihat koefisien kointegrasinya dan pembacaan pada tanda adalah terbalik dari tanda koefisiennya. Dari hasil uji kointegrasi pada analisis VECM dapat diperoleh matriks koefisien jangka panjang untuk ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Interpretasi dari Tabel 6.6 menjelaskan bahwa antara ekspor pakaian jadi dengan produksi domestik tidak memiliki hubungan jangka panjang. Namun variabel ekspor dan produksi memiliki hubungan jangka panjang dengan variabel harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah dan kebijakan penghapusan kuota. Kenaikan pada harga ekspor sebesar 1 persen akan menyebabkan kenaikan volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang
108
sebesar 3,627825 persen. Dengan diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota ternyata juga turut menyebabkan kenaikan volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang sebesar 0,535360 persen. Sedangkan jika terjadi kenaikan pada harga domestik dan nilai tukar rupiah sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang masing-masing sebesar 0,552141 persen dan 1,120541 persen. Tabel 6.6 juga menunjukkan bahwa peningkatan produksi dalam jangka panjang dapat disebabkan oleh kenaikan pada harga ekspor dan adanya kebijakan penghapusan kuota. Kenaikan pada harga ekspor sebesar 1 persen akan menyebabkan meningkatnya produksi pakaian jadi Indonesia dalam jangka panjang sebesar 7,067716 persen. Adanya kebijakan penghapusan kuota ternyata juga menyebabkan produksi pakain jadi Indonesia mengalami peningkatan dalam jangka panjang sebesar 0,482816 persen. Sedangkan penurunan produksi pakaian jadi Indonesia disebabkan oleh kenaikan harga domestik dan kenaikan nilai tukar rupiah. Setiap kenaikan harga domestik sebesar 1 persen menyebabkan penurunan produksi pakaian jadi sebesar 0,846644 persen. Kenaikan nilai tukar rupiah sebesar 1 persen juga menyebabkan penurunan produksi pakaian jadi sebesar 1,582266 persen. Tabel 6.6 Estimasi VEC Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. LnXt LnQt LnHDt LnHEt LnERt Dt 1,000000 0,000000 0,522141 -3,627825* 1,120541 -0,535360* 0,000000 1,000000 0,846644 -7,067716* 1,582266 -0,482816 *) Signifikan
109
Interpretasi dari Tabel 6.7 adalah menjelaskan hubungan jangka panjang antara volume ekspor kain dan benang Indoneisa ke Amerika Serikat dengan harga ekspor, nilai tukar rupiah, harga domestik, produksi domestik dan kebijakan penghapusan kuota. Peningkatan volume ekspor kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang dipengaruhi oleh harga ekspor dan harga domestik serta pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota. Kenaikan harga ekspor dan harga domestik sebesar 1 persen, akan menyebabkan peningkatan volume ekspor kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panajang masing-masing sebesar 5,843655 persen dan 0,301230 persen. Pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota ternyata juga menyebabkan peningkatan ekspor kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 0,413731 persen. Tabel 6.7 Estimasi VEC Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. LnXt LnHEt LnERt LnHDt LnQt Dt 1,000000 -5,843655 48,53831* -0,301230 22,70559* -0,413731 *) Signifikan
Sedangkan penurunan volume ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah dan produksi domestik. Kenaikan nilai tukar rupiah dan produksi domestik sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan volume ekspor kain dan benang Indonesia dalam jangka panjang masing-masing sebesar 48,53831 persen dan 22,70559 persen. 6.5
Uji kausalitas Multivariat Uji
kausalitas
multivariat
digunakan
untuk
melihat
hubungan
kausalitas/jangka pendek diantara variabel-variabel yang ada dalam model
110
kemudian mengurutkan variabel dalam analisis Variance Decompositon (VD) dan Impulse Response Function (IRF). Variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel uji utama diletakan dibelakang, sedangkan variabel yang memiliki korelasi prediksi terhadap variabel lain diletakkan berdampingan satu sama lain. Menurut Doan dalam Octrianto pengurutan semacam ini didasarkan pada faktor Choleski. Hipotesis nol (H0) yang akan diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya (H1) adalah adanya hubungan kausalitas. Untuk menolak H0 digunakan nilai probability sebesar 95 persen. Berikut hasil uji kausalitas multivariat antara ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tabel 6.8 menunjukkan hasil uji kausalitas dengan taraf signifikan 5 persen. Dari seluruh variabel yang ada dalam sistem, hanya variabel harga domestik yang memiliki hubungan jangka pendek dengan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat, karena nilai probability-nya kurang dari taraf signifikan 5 persen. Tabel 6.8 Hasil Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Peubah Tak Peubah Bebas Probability Bebas Produksi (LnQt) 0.6862 Harga Domestik (LnHDt) 0.0107 Volume Ekspor Harga Ekspor (LnHEt) 0.8778 (LnXt) Nilai Tukar (LnERt) 0.9204 Kebijakan Penghapusan Kuota (Dt) 0.9814
111
Pada Tabel 6.9 menunjukkan hasil uji kausalitas dengan taraf signifikan 5 persen untuk ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Dapat disimpulkan bahwa hasil uji tersebut menunjukkan hanya variabel harga ekspor yang memiliki hubunagn jangka pendek dengan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat (karena nilai probability-nya kurang dari taraf signiikan 5 persen). Tabel 6.9 Hasil Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Peubah Tak Peubah Bebas Probability Bebas Produksi (LnQt) 0.3978 Harga Domestik (LnHDt) 0.0591 Volume Ekspor Harga Ekspor (LnHEt) 0.0030 (LnXt) Nilai Tukar (LnERt) 0.2382 Kebijakan Penghapusan Kuota (Dt) 0.1157
6.6
Matriks Korelasi Variabel ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika
Serikat diletakkan pada urutan pertama dalam analisis Variance Decomposition, karena variabel ini merupakan variabel uji utama. Kemudian pada urutan kedua diletakkan variabel kebijakan penghapusan kuota, karena hanya variabel ini yang memiliki hubungan satu arah dengan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Kemudian untuk variabel lainnya diletakkan berdasarkan koefisien matriks korelasi yang diperoleh terhadap variabel ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Tabel 6.10 memperlihatkan urutan variabel dalam analisis Variance Decomposition untuk ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat.
112
Urutannya adalah variabel ekspor pakaian jadi (LnXt), kebijakan penghapusan kuota (Dt), Produksi domestik (LnQt), Harga domestik (LnHDt), Harga ekspor (LnHEt) dan nilai tukar (LnERt). Tabel 6.10 Matriks Korelasi Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat. LnXt Dt LnQt LnHDt LnHEt LnERt 1,0000 LnXt 0.7271 0.7129 0.7096 0.3379 0.1796 1,0000 Dt 0.7271 0.5679 0.8300 0.2333 0.2091 0.5679 1,0000 0.1551 LnQt 0.7129 0.6651 0.3962 0.8300 1,0000 0.2137 0.1052 LnHDt 0.7096 0.6651 0.2333 1,0000 -0.0560 LnHEt 0.3379 0.3962 0.2137 0.2091 1,0000 LnERt 0.1796 0.1551 0.1052 -0.0560
Pada Tabel 6.11 memperlihatkan urutan variabel dalam analisis Variance Decomposition untuk ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Berdasarkan hasil koefisien matriks korelasi, maka urutan variabel dalam analisis Variance Decomposition adalah variabel ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat (LnXt), kebijakan penghapusan kuota (Dt), harga ekspor (LnHEt), nilai tukar (LnERt), harga domestik (HDt) dan produksi (LnQt). Tabel 6.11 Matriks Korelasi Variabel-Variabel dalam Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat. LnXt Dt LnHEt LnERt LnHDt LnQt 1,0000 LnXt 0.1778 0.4438 0.3105 0.0908 -0.1683 1,0000 Dt 0.1778 -0.0583 0.2091 0.8021 -0.1488 LnHEt -0.0583 1,0000 0.4438 0.0896 0.1703 -0.0008 0.2091 1,0000 LnERt 0.3105 0.0896 0.1703 -0.7046 0.8021 1,0000 LnHDt 0.0908 0.1703 0.1703 -0.0281 -0.1488 1,0000 LnQt -0.1683 -0.0008 -0.7046 -0.0281
113
6.7
Variance Decomposition (VD) Variance decomposition digunakan untuk melihat dampak goncangan
suatu variabel terhadap variabel lainnya. Namun VD sangat sensitif terhadap pengurutan variabel. Dari hasil uji kausalitas dan matriks korelasi yang telah diperoleh, maka urutan variabel dalam analisis VD ekspor komoditi pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat adalah variabel ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat (LnXt), kebijakan penghapusan kuota (Dt), produksi domestik (LnQt), harga domestik (LnHDt), harga ekspor (LnHEt) dan nilai tukar (LnERt). Tabel 6.12 atau selengkapnya pada lampiran menunjukkan hasil VD terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. Volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat selama 30 periode ke depan, variansnya sangat dipengaruhi oleh inovasi di dalam variabel itu sendiri, dari awal periode sebesar 100 persen terus menurun hingga periode 30 kedepan sebesar 43,7446. Inovasi variabel lain yang cukup berpengaruh terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat adalah produksi domestik. Inovasi terhadap produksi domestik pada periode kedua berpengaruh sebesar 3,8011 persen, kemudian terus meningkat selama 30 periode ke depan hingga mencapai 46,1432 persen. Inovasi pada variabel-variabel lainnya selama 30 periode ke depan seperti harga domestik, harga ekspor, nilai tukar dan kebijakan penghapusan kuota cukup berpengaruh terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat, yaitu berkisar antara 0-8,5 persen. Variabel yang memiliki pengaruh paling kecil
114
terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat adalah harga domestik, dari periode pertama hingga periode 30 ke depan hanya berkisar 0 persen hingga 1,3417 persen. Tabel 6.12 Variance Decompositon Variabel Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat. Period S.E. LnXt Dt LnQt LnHDt LnHEt LnERt 1 0.1735 100.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 5 0.2353 69.6301 3.4823 18.7450 5.4756 0.7582 1.9085 10 0.2980 52.2784 5.8491 32.6040 3.4532 3.4643 2.3507 15 0.3527 43.7446 7.0595 38.8987 2.4769 5.2380 2.5821 20 0.4004 38.9299 7.7447 42.3962 1.9294 6.2871 2.7125 25 0.4430 35.8692 8.1806 44.6130 1.5817 6.9598 2.7954 30 0.4819 33.7555 8.4816 46.1432 1.3417 7.4251 2.8526
Analisis VD untuk ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 6.13 atau selengkapnya pada Lampiran 10. Dari hasil uji kausalitas dan matriks korelasi yang telah diperoleh, maka urutan variabel dalam analisis VD ekspor komoditi kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat adalah variabel ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat (LnXt), kebijakan penghapusan kuota (Dt), harga ekspor (LnHEt), nilai tukar (LnERt), harga domestik (LnHDt) dan produksi (LnQt). Volume ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat selama 30 periode ke depan, variansnya sangat disebabkan oleh inovasi di dalam variabel itu sendiri. Pada awal periode pengaruhnya terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 100 persen kemudian terus menurun hingga 30 periode ke depan menjadi sebesar 71,8664 persen. Dalam 30 periode ke depan, inovasi variabel lainnya juga cukup berpengaruh terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat, yaitu
115
berkisar antara 0-10 persen. Inovasi variabel harga ekspor pengaruhnya semakin meningkat pada 2 periode ke depan sebesar 5,6160 persen terus meningkat sampai periode 30 ke depan hingga sebesar 9,8299 persen. Variabel yang memiliki pengaruh paling kecil terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat adalah harga domestik, yaitu sebesar 0 persen sampai dengan 3,8309 persen. Tabel 6.13 Variance Decompositon Variabel Ekspor Kain dan Indonesia ke Amerika Serikat. Period S.E. LnXt Dt LnHEt LnERt LnHDt 1 0.13995 100.000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 5 0.24593 79.9994 2.6273 7.5142 3.7542 3.0114 10 0.33923 75.1509 2.9652 8.9196 5.7455 3.4773 15 0.41169 73.5395 3.0920 9.3658 6.3808 3.6511 20 0.47319 72.7108 3.1573 9.5957 6.7078 3.7401 25 0.52756 72.2061 3.1970 9.7357 6.9070 3.7944 30 0.57683 71.8664 3.2238 9.8299 7.0410 3.8309
6.8
Benang LnQt 0.0000 3.0932 3.7411 3.9706 4.0880 4.1596 4.2077
Impulse Response Function (IRF) Penggunaan Impulse Response Function (IRF) adalah untuk melihat
respon suatu variabel dependen jika mendapat gocangan (shock) atau inovasi variabel independen sebesar satu standar deviasi. Penggunaan IRF dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perubahan pada harga ekspor, nilai tukar rupiah, harga domestik, produksi dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota terhadap volume ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Pada gambar-gambar berikut ini dapat dilihat respon volume ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia (LnXt) dalam 30 periode ke depan terhadap inovasi volume ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke
116
Amerika Serikat (LnXt), kebijakan penghapusan kuota (Dt), produksi domestik (LnQt), harga domestik (LnHDt), harga ekspor (LnHEt) dan nilai tukar (LnERt) dalam satuan standar deviasi. Sumbu vertikal setiap gambar menunjukkan respon Ekspor pakaian jadi, kain dan benang (LnXt) atas inovasi variabel-variabel yang mempengaruhinya, sedangkan sumbu horizontalnya adalah periode. 6.8.1
Respon Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Gambar 6.1 menunjukkan respon ekspor pakaian jadi Indonesia ke
Amerika Serikat terhadap inovasi ekspor itu sendiri. Pada periode 11 ke depan inovasi ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat mempengaruhi ekspor pakaian jadi itu sendiri sebesar 0,0400 persen. Pergerakannya semakin menurun hingga 30 periode ke depan mendekati titik stabilnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh ekspor pada bulan sebelumnya yang semakin lama mendekati titik stabil, sehingga ekspor bulan sebelumnya memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T to C h o le s k y O n e S . D . L N X T In n o v a t i o n .18 .16 .14 .12 .10 .08 .06 .04 .02 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.1 Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Ekspor Pakaian Jadi
117
Gambar 6.2 menunjukkan respon ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat terhadap inovasi kebijakan penghapusan kuota. Selama 14 periode ke depan responnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yang pada awalnya sebesar 0.0188 persen pada 2 periode ke depan menjadi 0.0268 persen pada 14 periode ke depan. Setelah itu pergerakannya semakin meningkat di daerah positif sampai dengan 30 periode ke depan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan penghapusan kuota dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang permanen terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T t o C h o le s k y O n e S . D . D T In n o v a t i o n .028 .024 .020 .016 .012 .008 .004 .000 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.2 Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Kebijakan Penghapusan Kuota Gambar 6.3 menunjukkan respon ekspor pakaian jadi Indonesia terhadap inovasi produksi domestik. Selama 5 periode ke depan responnya mengalami peningkatan di daerah positif yang pada 2 periode ke depan responnya sebesar 0.0379 persen menjadi sebesar 0.0582 persen pada 5 periode ke depan. Setelah itu pergerakanya meningkat di daerah positif dan mendekati titik stabilnya sampai dengan 30 periode ke depan. Hal ini menunjukkan bahwa respon ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang cenderung stabil terhadap inovasi pada produksinya. Inovasi produksi domestik dalam jangka
118
memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T t o C h o le s k y O n e S . D . L N Q T In n o v a t i o n .07 .06 .05 .04 .03 .02 .01 .00 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.3 Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Produksi Domestik Gambar 6.4 menunjukkan respon ekspor pakaian jadi terhadap inovasi pada harga domestik. Selama 30 periode ke depan pergerakannya sudah berada pada pada daerah negatif. Pada 2 periode ke depan responnya sebesar -0.0494 persen kemudian terus meningkat hingga menuju titik stabilnya sampai dengan 30 periode ke depan. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi pada harga domestik memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T t o C h o le s k y O n e S . D . L N H D T In n o v a t i o n .00
-.01
-.02
-.03
-.04
-.05 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.4 Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Harga domestik
119
Pada Gambar 6.5 menunjukkan respon ekspor pakaian jadi terhadap inovasi pada harga ekspor. Pada 2 periode ke depan responnya sebesar 0,0039 persen, setelah itu terus meningkat di daerah positif sampai dengan 30 periode ke depan yaitu sebesar 0,0267 persen. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi pada harga ekspor dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang permanen terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T t o C h o le s k y O n e S . D . L N H E T In n o v a t i o n .028 .024 .020 .016 .012 .008 .004 .000 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.5 Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Harga Ekspor Gambar 6.6 menunjukkan respon ekspor pakaian jadi terhadap inovasi pada nilai tukar rupiah. Selama 30 periode ke depan pergerakan respon ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat terhadap inovasi pada nilai tukar sudah berada pada daerah negatif. Selama 2 periode ke depan responnya mengalami penurunan sebesar -0,0190 persen. Pada 3 periode ke depan meningkat sebesar -0,0166 persen menjadi sebesar -0,0137 persen pada 6 periode ke depan. Setelah itu pergerakannya semakin menurun di daerah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi nilai tukar rupiah dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang permanen terhadap ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat.
120
R e s p o n s e o f L N X T to C h o le s k y O n e S . D . L N E R T In n o v a t i o n .000
-.004
-.008
-.012
-.016
-.020 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.6 Respon Ekspor Pakaian Jadi Terhadap Inovasi Nilai Tukar Rupiah 6.8.2
Respon Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Gambar 6.7 menunjukkan respon ekspor kain dan benang Indonesia ke
Amerika Serikat terhadap inovasi ekspor kain dan benang itu sendiri. Pada awal hingga 10 periode ke depan responnya cukup berfluktuasi. Setelah periode pertengahan responnya terus menurun hingga 30 periode ke depan mendekati titik stabil menjadi hanya 0,0873 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang pengaruh inovasi ekspor kain dan benang itu sendiri cenderung stabil terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T to C h o le s k y O n e S . D . L N X T In n o v a t i o n .15 .14 .13 .12 .11 .10 .09 .08 .07 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.7 Respon Ekspor Kain dan Benang Terhadap Inovasi Ekspor Kain dan Benang
121
Gambar 6.8 menunjukkan respon ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat terhadap inovasi kebijakan penghapusan kuota. Pada awal periode responnya cukup berfluktuasi. Kemudian pada 10 periode ke depan responnya sebesar -0,0191 persen terus menurun hingga mencapai titik stabilnya. Hal ini menunjukkan bahwa respon ekspor kain dan benang dalam jangka panjang cenderung stabil terhadap inovasi kebijakan penghapusan kuota. Dengan kata lain, dalam jangka panjang inovasi pada harga ekspor memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T t o C h o le s k y O n e S . D . D T In n o v a t i o n .000 -.004 -.008 -.012 -.016 -.020 -.024 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.8 Respon Ekspor Kain dan Benang Terhadap Inovasi Kebijakan Penghapusan Kuota Gambar 6.9 menunjukkan respon ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat terhadap inovasi pada harga ekspor. Selama 2 periode ke depan responnya cukup berfluktuasi di daerah positif. Pada 14 periode ke depan responnya sebesar 0,0335 persen, kemudian terus menurun hingga mencapai titik stabilnya. Hal ini menunjukkan bahwa respon ekspor kain dan benang dalam jangka panjang cenderung stabil terhadap inovasi pada harga ekspor.
122
R e s p o n s e o f L N X T to C h o le s k y O n e S . D . L N H E T In n o v a t i o n .04
.03
.02
.01
.00 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.9 Respon Ekspor Kain dan Benang Terhadap Inovasi Harga Ekspor Gambar 6.10 menunjukkan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat terhadap inovasi pada nilai tukar. Pada 1 periode ke depan pergerakannya berada di daerah positif, kemudian pada 2 periode ke depan pergerakannya mulai memasuki daerah negatif yang terus menurun hingga 5 periode ke depan sebesar -0,0315 persen. Kemudian kembali meningkat hingga periode 12 ke depan sampai sebesar -0,0289 persen. Setelah itu pergerakannya berada pada titik stabil hingga 30 periode ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang inovasi nilai tukar rupiah memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T to C h o le s k y O n e S . D . L N E R T In n o v a t i o n .004 .000 -.004 -.008 -.012 -.016 -.020 -.024 -.028 -.032 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.10 Respon Ekspor Kain dan Benang Terhadap Inovasi Nilai Tukar
123
Gambar 6.11 menunjukkan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat terhadap inovasi pada harga domestik. Pada 3 periode ke depan pergerakannya menurun hingga -0,0220 persen, kemudian meningkat kembali hingga periode 8 ke depan sebesar -0,0208 persen. Setelah itu sampai dengan 30 periode ke depan pergerakannya menurun mendekati titik stabilnya. Hal ini mengindikasikan bahwa inovasi pada harga domestik dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. R e s p o n s e o f L N X T to C h o le s k y O n e S . D . L N H D T In n o v a t i o n .000 -.004 -.008 -.012 -.016 -.020 -.024 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.11 Respon Ekspor Kain dan Benang Terhadap Inovasi Harga Domestik Gambar 6.12 menunjukkan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat terhadap inovasi pada produksi domestik. Pada 9 periode ke depan pergerakannya cukup berfluktuatif di daerah negatif. Pada 15 periode ke depan responnya sebesar -0,0220 persen terus menurun hingga mencapai titik stabilnya sampai dengan 30 periode ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa inovasi pada produksi domestik dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang tidak permanen terhadap ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Atau dengan kata
124
lain, respon ekspor kain dan benang dalam jangka panjang cenderung stabil terhadap inovasi pada produksi domestik. R e s p o n s e o f L N X T t o C h o le s k y O n e S . D . L N Q T In n o v a t io n .000 -.004 -.008 -.012 -.016 -.020 -.024 -.028 5
10
15
20
25
30
Gambar 6.12 Respon Ekspor Kain dan Benang Terhadap Inovasi Produksi Domestik 6.9
Implikasi Berdasarkan hasil estimasi VECM, ekspor pakaian jadi Indonesia ke
Amerika Serikat memiliki hubungan positif dengan harga ekspor dan kebijakan penghapusan kuota. Sedangkan hubungan negatifnya terjadi antara volume ekspor dengan harga domestik dan nilai tukar rupiah. Antara volume ekspor dengan produksi domestik tidak memiliki hubungan jangka panjang, namun keduanya memiliki hubungan jangka panjang dengan harga ekspor, harga domestik, nilai tukar dan kebijakan penghapusan kuota. Hasil estimasi VECM variabel ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, menunjukkan volume ekspor memiliki hubungan positif dengan harga ekspor, harga domestik dan kebijakan penghapusan kuota. Sedangkan hubungan negatifnya terjadi antara volume ekspor antara volume ekspor dengan produksi domestik dan nilai tukar rupiah.
125
Kenaikan pada harga ekspor serta pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota dalam jangka panjang dapat meningkatkan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Ketika harga ekspor meningkat maka dapat mendorong produsen pakaian jadi, kain dan benang domestik untuk meningkatkan penawaran ekspornya. Kemudian, dengan adanya kebijakan penghapusan kuota maka dapat memberikan keleluasaan bagi para eksportir pakaian jadi, kain dan benang Indonesia untuk dapat mengekspor komoditi tersebut dengan jumlah yang lebih besar, karena segala macam hambatan (restriksi) berupa kouta telah dihilangkan. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan volume perdagangan pakaian jadi, kain dan benang ke Amerika Serikat dari semua negara eksportir. Peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar dapat menurunkan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, maka harga pakaian jadi, kain dan benang Indonesia seharusnya menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan harga internasional yang kemudian akan mendorong ekspor. Namun, dari hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa depresiasi nilai tukar rupiah menyebabkan penurunan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Hal ini dapat terjadi karena jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami depresiasi, maka terdapat kemungkinan bagi nilai tukar mata uang negara lain (khususnya negara pesaing) mengalami depresiasi. Hal ini menyebabkan harga komoditi pakaian jadi, kain dan benang di negara pesaing juga menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga Internasional. Dengan demikian, jika nilai
126
tukar rupiah mengalami depresiasi belum tentu dapat meningkatkan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Kenaikan harga domestik pakaian jadi dapat menyebabkan penurunan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat. Ketika harga domestik meningkat, maka produsen pakaian jadi lebih memilih untuk memasarkan produknya di dalam negeri daripada mengekspor. Sedangkan pada komoditi kain dan benang, kenaikan harga domestik justru dapat meningkatkan ekspor dalam jangka panjang. Hal ini dapat terjadi karena selama ini Indonesia masih menerima impor dari Cina yang harganya jauh lebih murah. Jadi konsumen dalam negeri lebih memilih produk impor tersebut. Maka dalam jangka panjang tidak ada pilihan lain bagi produsen dalam negeri selain untuk mengekspor produk kain dan benang. Kenaikan pada produksi kain dan benang Indonesia dapat menyebabkan penurunan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Berdasarkan teori ekonomi, hasil estimasi VECM terhadap variabel produksi kain dan benang Indonesia tidak sesuai dengan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Banyak hal yang menyebabkan produksi kain dan benang Indonesia dapat menurunkan ekspor, salah satu diantaranya adalah kualitas kain dan benang Indonesia yang masih kalah bersaing dengan kualitas kain dan benang dari Cina. Produksi kain dan benang Indonesia dalam jangka panjang belum dapat memenuhi standar ekspor yang semakin tinggi berlaku di pasar Amerika Serikat, sehingga para produsen domestik semakin sulit untuk menembus pasar ekspor
127
negara tersebut. Peningkatan produksi Indonesia lebih diprioritaskan untuk memenuhi permintaan domestik. Produksi pakain jadi Indonesia memiliki hubungan positif dengan harga ekspor dan kebijakan penghapusan kuota dalam jangka panjang. Hubungan negatifnya terjadi antara produksi dengan harga domestik dan nilai tukar rupiah. Salah satu penyebab peningkatan harga ekspor adalah peningkatan konsumsi masyarakat luar negeri, yang dalam hal ini Amerika Serikat. Sehingga dalam jangka panjang mendorong produsen untuk meningkatkan produksinya. Pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota dalam jangka panjang mendorong para produsen domestik untuk meningkatkan produksi dan mutu. Karena dengan tidak adanya kuota, peluang ekspor menjadi semakin terbuka di pasar Amerika Serikat. Ketika harga domestik dan nilai tukar rupiah meningkat, maka produksi pakain jadi Indonesia akan menurun. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi, produksi pakain jadi Indonesia akan menurun, karena pakaian jadi Indonesia sulit bersaing dengan pakain jadi dari negara pesaing seperti Cina yang memiliki mutu lebih baik dan harganya lebih murah di pasar Amerika Serikat. Bila produksi terus ditingkatkan maka surplus produksi yang dihasilkan akan sulit dipasarkan. Sementara itu, ketika harga domestik mengalami peningkatan, maka dalam jangka panjang dapat menyebabkan produksi menurun. Hal ini dapat terjadi karena selama Indonesia kerap kali mendapatkan impor (ilegal) dari Cina yang harganya jauh lebih murah dari harga pakain jadi Indonesia. Hal ini menyebabkan produk pakaian jadi Indonesia sulit bersaing walaupun didalam negeri sendiri, karena
128
banyaknya impor (ilegal) yang harganya lebih murah. Maka dalam jangka panjang, produsen domestik akan membatasi produksinya. Hubungan jangka pendek antar variabel yang diperoleh melalui uji kausalitas multivariat (VAR Pairwise Granger Causality Test), menunjukkan bahwa ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memiliki hubungan jangka pendek dengan harga domestik. Perubahan yang terjadi pada harga domestik dalam jangka pendek memberikan respon yang relatif cepat terhadap volume ekspor pakain jadi Indonesia ke Amerika Serikat. Sedangkan, ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat memiliki hubungan jangka pendek dengan harga ekspor. Perubahan yang terjadi pada harga ekspor dalam jangka pendek akan memberikan respon yang relatif cepat terhadap volume ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Hasil dari Variance Decomposition (VD) mengindikasikan bahwa selama 30 periode ke depan, perubahan pada volume ekspor pakaian jadi, kain dan benang lebih banyak dijelaskan oleh inovasi pada variabel itu sendiri. Variabel lain yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap ekspor pakaian jadi adalah produksi domestik, sedangkan variabel lain yang memiliki pengaruh cukup signifikan tehadap ekspor kain dan benang adalah harga ekspor. Hasil analisis Impulse Response Function (IRF) dengan responnya adalah volume ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat menunjukkan bahwa inovasi pada variabel ekspor bulan sebelumnya, produksi domestik, nilai tukar rupaih, harga ekspor, harga domestik dan kebijakan penghapusan kuota turut mempengaruhi perkembangan ekspor pakaian jadi, kain
129
dan benang Indonesia ke Amerika Serikat. Inovasi pada ekspor bulan sebelumnya menunjukkan bahwa sebelum mengekspor, para eksportir pakaian jadi, kain dan benang akan melihat volume ekspor bulan sebelumnya. Perkembangan ekspor pakaian jadi, kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat yang semakin meningkat akibat diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota, menyebabkan jumlah penawaran ekspornya semakin ditingkatkan. Dalam jangka panjang responnya semakin stabil, karena Indonesia memiliki negara pesaing dalam mengekspor pakaian jadi, kain dan benang ke Amerika Serikat. Dengan adanya negara pesaing, maka pangsa pasar pakaian jadi, kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat menjadi sulit bertambah. Di awal periode respon ekspor pakaian jadi, kain dan benang terhadap inovasi pada produksi, harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar cenderung tidak tetap. Namun dalam jangka panjang respon ekspor pakaian jadi, kain dan benang terhadap inovasi pada produksi, harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar cenderung mendekati titik stabil.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Dari hasil analisis Constant Market Share, terlihat bahwa efek daya saing
dan efek pertumbuhan impor adalah efek yang paling menentukan dalam peningkatan atau penurunan ekspor TPT Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat. Efek daya saing TPT Indonesia lebih rendah dari Cina dalam memberikan kontribusi ekspor. Daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina. Untuk komoditi kain dan benang Cina lebih memiliki keunggulan komparatif. Dari perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah. Dalam jangka panjang, penurunan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan harga domestik dan nilai tukar. Peningkatan ekspor pakaian jadi disebabkan oleh peningkatan harga ekspor dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota. Perkembangan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka panjang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksinya. Dalam jangka panjang peurunan ekspor kain dan benang disebabkan oleh peningkatan produksi dan nilai tukar rupiah. Peningkatan ekspornya disebabkan oleh peningkatan harga ekspor, harga domestik dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota.
131
7.2
Saran Bagi para pelaku eksportir pakaian jadi, kain dan benang Indonesia dalam
jangka panjang harus mampu meningkatkan daya saing produk yang akan diekspor jika tidak ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara pesaing. Peningkatan daya saing harus dilakukan dari segi harga maupun kualitas. Berdasarkan implikasi yang menunjukkan bahwa dengan diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota akan menyebabkan peningkatan ekspor pakaian jadi, kain dan benang, maka disarankan agar kebijakan tersebut tetap dipertahankan. Implikasi tersebut juga menjelaskan bahwa penurunan ekspor dan produksi dapat disebabkan oleh adanya impor ilegal, maka pemerintah harus berusaha sedapat mungkin untuk dapat mencegah atau mengurangi impor ilegal tersebut. Pemerintah harus lebih memperhatikan keadaan industri ini, mengingat industri ini mempunyai prospek yang cukup bagus di masa depan. Bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai kondisi daya saing TPT, sebaiknya analisis dilakukan dari segi kompetitifnya juga, baik Indonesia maupun negara pesaingnya. Sedangkan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan ekspor TPT sebaiknya menambahkan variabel tingkat konsumsi terhadap TPT dan variabel GDP.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2006. Data dan Statistik. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Indeks Harga Perdagangan Besar. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2006. Indeks Harga Perdagangan Besar 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2006. Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang 2000 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2006. Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang 2006. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2005. Indeks Harga Perdagangan Besar 2000 - 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2005. Laporan Perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2001. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 2000. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Burhan, G., dkk. 2006. Analisis daya saing, cluster dan kebijakan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia [Makalah KPI]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
133
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Edisi ke-2, University of Alabama. Kumala, K. 2002. Model Ekonomi Indonesia dengan Metode VAR.[Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Jaka Wasana dan Kirbrandoko [Penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 2. Jaka Wasana dan Kirbrandoko [Penerjemah] Binarupa Aksara, Jakarta. Margarettha, E. Dampak Liberalisasi Perdagangan di Sektor Industri Tekstil Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurmakiahepi. 2005. Analisis Keterkaitan Bagi Hasil Syariah Dengan Saektor Riil Indonesia [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Octrianto, D. 2006. Dampak Liberalisasi Perdagangan Cina-ASEAN dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Ekspor Sayuran Penting Indonesia ke Malaysia [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Paramitha, H. 2005. Analisis Keterkaitan Bagi Hasil Syariah Dengan Kondisi Moneter Indonesia [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Porter, E. M. 1994. Competitive Advantage of Nations. The Macmillan Press. Ltd. Hampshire, UK. Pramudito. 2004. Analisis Daya Saing Minyak Sawit Indonesia di Pasar Cina serta Strategi Pemasarannya [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Sims.1972. Money, Income dan Causality. Vol 62. American Economic Review. Tambunan, T.H. 2001. Industrialisasi Di Negara sedang Berkembang :kasus Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. United
Nations Statistic Division. 2006. www.comtrade.un.org. [20 Februari 2007].
Commodity
Trade.
134
World Trade Organization. 2006. World Trade Report. World Trade Organization, Switzerland. Yulaekha, S. 2005. Analisis Produktivitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (periode 1983-2002) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
136
Lampiran 1 Tabel 1 Hasil Kalkulasi CMSA Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) Efek Efek Pertumbuhan Efek Daya Periode Pertumbuhan Komposisi Ekspor Saing Impor Komoditi Indonesia Pakaian Jadi (SITC 84) 1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005
1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005
284,48 -70,74 292,34 56,21% -13,97% 57,76% -128,12 106,36 -48,52 182,29% -151,33% 69,04% 34,61 -24,69 -150,31 -24,65% 17,59% 107,06% 154,58 -31,75 9,25 117,04% -24,04% 7,00% 330,64 -209,65 193,73 105,06% -66,61% 61,55% 304,95 -175,99 437,50 53,83% -31,06% 77,23% Kain dan benang (SITC 65) 31,88 42,93% -15,47 227,16% 4,21 -11,47% 17,12 -43,26% 27,36 77,81% 26,47 278,71%
-11,66 -15,70% 6,40 -93,97% 19,84 -54,04% -1,84 4,65% -6,20 -17,63% -8,73 -94,89%
54,04 72,77% 2,26 -33,19% -60,76 165,51% -54,85 138,61% 14 39,82% -8,54 -92,82%
506,08 -70,28 -140,39 132,08 314,72 566,46
74,26 -6,81 -36,71 -39,57 35,16 9,2
137
Tabel 2 Hasil Kalkulasi CMSA Pakaian Jadi, Kain dan Benang Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) Efek Efek Efek Daya Pertumbuhan Periode Pertumbuhan Komposisi Saing Ekspor Cina Komoditi Impor Pakaian Jadi (SITC 84) 1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005
1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005
727,04 -180,79 378,86 78,59% -19,54% 40,95% -304,01 252,39 182,92 -231,53% 192,22% 139,31% 87,42 -62,37 388,52 21,14% -15,08% 93,94% 456,35 -93,72 869,21 37,05% -7,61% 70,56% 1119,90 -710,10 742,79 97,16% -61,60% 64,44% 1044,62 -602,88 5542,70 17,45% -10,07% 92,62% Kain dan benang (SITC 65) 200,79 119,10% -78,43 521,82% 21,68 4,19% 148,69 18,63% 432,62 63,47% 435,57 25,50%
-73,46 -43,57% 32,43 -215,77% 102,21 19,78% -15,96 -2,00% -98,02 -14,38% -143,69 -8,41%
41,25 24,47% 30,97 -206,05% 392,93 76,03% 665,20 83,37% 347,03 50,91% 1416,19 82,91%
925,11 131,3 413,57 1231,84 1152,59 5984,44
168,59 -15,03 516,82 797,93 681,63 1708,07
138
Lampiran 2 Tabel 3 Perhitungan Efek Daya Saing Pakaian Jadi, Kain dan Benang Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$)
Tahun
Ekspor tahun lalu (1)
Peningkatan Ekspor Ekspor Efek daya impor AS seharusnya yang terjadi saing (%) (3)={(2)+100%} (4) (5)=(4)-(3) (2) * (1) SITC 65
2000
169,02
11,96
189,23
243,26
54,04
2001
243,26
-3,73
234,19
236,45
2,26
2002
236,45
10,17
260,49
199,74
-60,76
2003
199,74
7,65
215,02
160,17
-54,85
2004
160,17
13,21
181,33
195,33
14
2005
195,33
9,08
213,06
204,53
-8,54
SITC 84 2000
1508,36
14,17
1722
2014,44
292,34
2001
2014,44
-1,08
1992
1944,16
-48,52
2002
1944,16
0,51
1954
1803,77
-150,31
2003
1803,77
6,81
1927
1935,85
9,25
2004
1935,85
6,25
2057
2250,57
193,73
2005
2250,57
5,73
2379
2817,03
437,50
139
Tabel 4 Perhitungan Efek Daya Saing Pakaian Jadi, Kain dan Benang Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) Ekspor Peningkatan Ekspor Efek Ekspor tahun impor AS yang Daya seharusnya Tahun lalu (%) terjadi Saing (3)={(2)+100%} (4) (5)=(4)-(3) (1) (2) * (1) SITC 65 2000
1064,64
11,96
1191
1233,22
41,25
2001
1233,22
-3,73
1187
1218,33
30,97
2002
1218,33
10,17
1342
1735,01
392,93
2003
1735,01
7,65
1867
2532,94
665,20
2004
2532,94
13,21
2867
3214,57
347,03
2005
3214,57
9,08
3506
4922,64
1416,19
SITC 84 2000
3854,96
14,17
4401
4780,07
378,86
2001
4780,07
-1,08
4728
4911,37
182,92
2002
4911,37
0,51
4936
5324,94
388,52
2003
5324,94
6,81
5687
6556,83
869,21
2004
6556,83
6,25
6966
7709,42
742,79
2005
7709,42
5,73
8151 13.693,86
5542,70
140
Lampiran 3 Tabel 5 Nilai Impor total, pakaian jadi serta kain dan benang USA tahun 1999 – 2005 (Juta US$) Impor Kain dan Impor total Impor Pakaian jadi Benang Tahun Nilai
∆%
Nilai
∆%
Nilai
∆%
1999
1.059.440
-
58.784,79
-
14.277,44
-
2000
1.259.300
18,86
67.114,94
14,17
15.985,05
11,96
2001
1.179.180
-6,36
66.390,96
-1,08
15.388,12
-3,73
2002
1.200.230
1,78
66.731,26
0,51
16.953,42
10,17
2003
1.303.050
8,57
71.277,40
6,81
18.251,05
7,65
2004
1.525.680
17,08
75.731,27
6,25
20.662,43
13,21
2005
1.732.350
13,55
80.070,66
5,73
22.538,18
9,08
Tabel 6 Nilai ekspor Pakaian Jadi, Kain dan benang Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat tahun 1999 – 2005 (Juta US$) Indonesia Cina Tahun
Pakaian Jadi
Kain & Benang
Pakaian Jadi
Nilai
Nilai
Nilai
∆%
∆%
3854,96
Kain & Benang
∆% -
Nilai 1064,64
∆%
1999
1508,36
-
169,02
-
-
2000
2014,44
33,55
243,26
43,92
4780,07 23,99
1233,22 15,83
2001
1944,16
-3,49
236,45
-2,79
4911,37
2,75
1218,33
2002
1803,77
-7,22
199,74
-15,52
5324,94
8,42
1735,01 42,42
2003
1935,85
7,32
160,17
-19,81
6556,83 23,13
2532,94 45,99
2004
2250,57
16,25
195,33
21,95
7709,42 17,58
3214,57 26,91
2005
2817,03
25,17
204,53
4,71
13.693,86 77,62
4922,64 53,14
-1,22
141
Lampiran 4 Tabel 7 Data Pakaian Jadi yang digunakan obs 2000:01 2000:02 2000:03 2000:04 2000:05 2000:06 2000:07 2000:08 2000:09 2000:10 2000:11 2000:12 2001:01 2001:02 2001:03 2001:04 2001:05 2001:06 2001:07 2001:08 2001:09 2001:10 2001:11 2001:12 2002:01 2002:02 2002:03 2002:04 2002:05 2002:06 2002:07 2002:08 2002:09 2002:10 2002:11 2002:12 2003:01 2003:02 2003:03 2003:04 2003:05 2003:06 2003:07 2003:08 2003:09 2003:10
LNXT 18.58198 18.66667 18.74795 18.72196 18.89921 19.05025 19.20657 19.08128 19.19314 18.93123 18.91192 19.03681 18.84178 19.03931 18.88615 18.76323 19.04184 19.07313 19.18122 19.01404 18.77424 18.84139 18.47223 18.69957 18.84519 18.80461 18.88606 18.63179 18.72613 19.04485 18.79165 18.76603 18.79865 18.83219 18.61273 19.08319 18.87812 18.98779 18.81392 18.83029 19.00094 18.98565 19.13426 18.84255 18.92360 18.61540
LNQT 4.214200 4.370207 4.445236 4.473694 4.603569 4.665795 4.718856 4.721619 4.642273 4.712858 4.789739 4.740575 4.749790 4.693639 4.865070 4.774238 4.697202 4.833341 4.716533 4.637831 4.344065 4.357222 4.395560 4.238878 4.452951 4.385770 4.403176 4.401584 4.416186 4.464182 4.754969 4.272351 4.148201 4.367167 4.432601 4.235265 4.129390 4.487175 3.969914 4.351954 4.442416 4.387263 4.743627 4.611351 4.409763 4.335066
LNHET 2.711298 2.723104 2.711415 2.693491 2.632619 2.720522 2.556448 2.632366 2.630293 2.632302 2.704410 2.466240 2.669406 2.714429 2.685930 2.745105 2.549262 2.681259 2.553747 2.550336 2.437268 2.535752 2.532016 2.519801 2.675842 2.652580 2.516170 2.512563 2.504187 2.499886 2.463678 2.482022 2.500675 2.502272 2.507844 2.582777 2.588508 2.666129 2.614913 2.514762 2.670697 2.569711 2.559898 2.560504 2.441103 2.488432
LNHDT 4.574917 4.595322 4.594918 4.604770 4.607767 4.598246 4.605370 4.607567 4.608963 4.613733 4.624286 4.625071 4.626247 4.626540 4.631909 4.636863 4.648421 4.653008 4.678978 4.681946 4.676933 4.677026 4.676560 4.680834 4.684720 4.688408 4.694096 4.696746 4.700299 4.700389 4.693089 4.696564 4.700844 4.700662 4.705197 4.705016 4.710431 4.712499 4.719391 4.719926 4.724108 4.735935 4.736111 4.736198 4.737426 4.738389
LNERT 8.912608 8.923325 8.934587 8.980298 9.061840 9.075093 9.105313 9.022805 9.080232 9.147933 9.162200 9.168997 9.153770 9.193703 9.249561 9.365205 9.310909 9.344871 9.161675 9.089866 9.177301 9.252921 9.252442 9.249561 9.241839 9.229064 9.175231 9.139489 9.080801 9.074521 9.116908 9.090092 9.106645 9.130539 9.102310 9.098291 9.091106 9.094368 9.094705 9.068201 9.021477 9.022202 9.048410 9.051931 9.034677 9.047233
DT 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
142
2003:11 2003:12 2004:01 2004:02 2004:03 2004:04 2004:05 2004:06 2004:07 2004:08 2004:09 2004:10 2004:11 2004:12 2005:01 2005:02 2005:03 2005:04 2005:05 2005:06 2005:07 2005:08 2005:09 2005:10 2005:11 2005:12 2006:01 2006:02 2006:03 2006:04 2006:05 2006:06 2006:07 2006:08 2006:09 2006:10 2006:11 2006:12
18.65403 18.99546 18.76430 8.90985 18.81975 18.68432 19.14782 19.24572 19.27908 19.25300 19.21326 19.06614 18.82039 19.13572 19.33588 19.27597 19.26935 18.92485 19.15421 19.33844 19.40186 19.40000 19.32144 19.43430 18.72503 19.45654 19.37738 19.33498 19.45655 19.23952 19.43471 19.62108 19.60401 19.61802 19.62472 19.36026 19.45249 19.49971
4.426880 4.427717 4.879919 4.749271 4.370713 4.625659 4.620847 4.766609 4.806232 4.849762 4.643910 4.774997 4.513603 4.655863 4.612245 4.613932 4.632104 4.605970 4.563306 4.549023 4.635311 4.457018 4.653484 4.732684 4.629082 4.715279 4.870377 5.084629 5.137620 5.152482 5.171449 5.206695 5.199822 5.228807 .235697 5.272487 5.303951 .289075
2.504806 2.661221 2.722719 2.712724 2.710066 2.514141 2.578890 2.624693 2.645685 2.615296 2.624267 2.696280 2.633295 2.729313 2.674463 2.721021 2.647362 2.402460 2.607966 2.595445 2.605323 2.644219 2.536174 2.655266 2.585671 2.705947 2.729177 2.718788 2.722226 2.690083 2.692052 2.678272 2.624360 2.623675 2.614429 2.627790 2.666053 2.699043
4.749876 4.750309 4.750741 4.759178 4.775250 4.775672 4.777273 4.784153 4.789407 4.789656 4.790155 4.792977 4.797690 4.797442 4.798844 4.801805 4.806641 4.810394 4.813403 4.824145 4.822054 4.830072 4.835964 4.965638 4.998833 5.003006 5.005355 5.009702 5.016419 5.018802 5.023749 5.024275 5.026049 5.038445 5.045423 5.063923 5.074486 5.078605
9.052165 9.043695 9.040856 9.041567 9.058005 9.066585 9.128045 9.150059 9.123474 9.140776 9.123693 9.114930 9.106978 9.136694 9.123147 9.133459 9.156940 9.166388 9.158521 9.181220 9.192075 9.234057 9.240870 9.219300 9.213834 9.193194 9.147933 9.130214 9.113279 9.079662 9.129130 9.137770 9.112728 9.116030 9.130756 9.117128 9.123147 9.107200
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
Tabel 8 Data Kain dan Benang yang digunakan obs 2000:01 2000:02 2000:03 2000:04 2000:05 2000:06 2000:07 2000:08
LNXT 16.61548 16.63667 16.79046 16.72587 16.70206 16.86695 16.98094 16.97585
LNQT 4.460491 4.699753 4.706914 4.674790 4.723753 4.658332 4.668521 4.646312
LNHET 0.956191 1.190986 1.303367 1.199335 1.140363 1.299610 1.309639 1.359423
LNHDT 4.594918 4.600359 4.599052 4.604670 4.614724 4.610854 4.605970 4.604770
LNERT 8.912608 8.923325 8.934587 8.980298 9.061840 9.075093 9.105313 9.022805
DT 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
143
2000:09 2000:10 2000:11 2000:12 2001:01 2001:02 2001:03 2001:04 2001:05 2001:06 2001:07 2001:08 2001:09 2001:10 2001:11 2001:12 2002:01 2002:02 2002:03 2002:04 2002:05 2002:06 2002:07 2002:08 2002:09 2002:10 2002:11 2002:12 2003:01 2003:02 2003:03 2003:04 2003:05 2003:06 2003:07 2003:08 2003:09 2003:10 2003:11 2003:12 2004:01 2004:02 2004:03 2004:04 2004:05 2004:06 2004:07 2004:08 2004:09 2004:10 2004:11
16.80915 16.98588 16.82469 16.86526 16.66217 16.72701 16.91683 16.97714 16.84182 16.76121 16.79996 16.71223 16.93689 16.72561 16.76691 16.65212 16.25169 16.68994 16.71847 16.66672 16.71704 16.73066 16.73692 16.71259 16.69436 16.53479 16.53096 16.40884 16.30705 16.37839 16.41748 16.50151 16.28610 16.58572 16.48028 16.52097 16.23492 16.26014 16.17566 16.58609 16.38205 16.24322 16.26427 16.74405 16.69907 16.79163 16.68902 16.72304 16.72493 16.67595 16.49539
4.600258 4.555665 4.514698 4.260000 4.318954 4.307842 4.332705 4.287991 4.314684 4.295243 4.353499 4.352984 4.380901 4.382402 4.429983 4.268578 4.302983 4.316421 4.442416 4.456554 4.544464 4.549975 4.591173 4.627030 4.628984 4.653103 4.633369 4.473922 4.690705 4.543508 4.641599 4.640827 4.645928 4.635505 4.654817 4.642659 4.667018 4.692082 4.475972 4.586293 4.611848 4.524936 4.594918 4.563410 4.576771 4.617790 4.575020 4.594716 4.529584 4.558812 4.442769
1.220332 1.246857 1.218772 1.231757 1.293581 1.257207 1.291015 1.406973 1.305993 1.106345 1.218948 1.224863 1.135426 1.025659 1.161128 0.962690 1.135674 1.056810 0.946703 1.025772 0.927995 1.061533 0.999122 1.059625 1.075970 1.015622 0.922856 0.979835 0.886637 0.874686 1.040533 0.983807 1.206647 1.005617 1.058966 1.007822 1.093761 1.011891 1.205235 1.046543 0.925392 1.080845 1.241258 1.033154 1.192924 1.156861 1.233344 1.160237 1.182639 1.090301 1.116008
4.603168 4.625169 4.610058 4.607966 4.609959 4.611749 4.613733 4.641020 4.649952 4.667769 4.685274 4.676560 4.677677 4.670115 4.670958 4.668427 4.673483 4.673296 4.676560 4.673483 4.668239 4.669365 4.645832 4.644679 4.642851 4.655198 4.660132 4.660510 4.664476 4.668239 4.666642 4.668990 4.669646 4.672548 4.671426 4.674416 4.676281 4.678049 4.683334 4.683057 4.683519 4.653484 4.653960 4.650048 4.652721 4.662967 4.660699 4.662212 4.667300 4.666547 4.672268
9.080232 9.147933 9.162200 9.168997 9.153770 9.193703 9.249561 9.365205 9.310909 9.344871 9.161675 9.089866 9.177301 9.252921 9.252442 9.249561 9.241839 9.229064 9.175231 9.139489 9.080801 9.074521 9.116908 9.090092 9.106645 9.130539 9.102310 9.098291 9.091106 9.094368 9.094705 9.068201 9.021477 9.022202 9.048410 9.051931 9.034677 9.047233 9.052165 9.043695 9.040856 9.041567 9.058005 9.066585 9.128045 9.150059 9.123474 9.140776 9.123693 9.114930 9.106978
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
144
2004:12 2005:01 2005:02 2005:03 2005:04 2005:05 2005:06 2005:07 2005:08 2005:09 2005:10 2005:11 2005:12 2006:01 2006:02 2006:03 2006:04 2006:05 2006:06 2006:07 2006:08 2006:09 2006:10 2006:11 2006:12
16.62494 16.68598 16.43144 16.58722 16.50308 16.74110 16.61057 16.54179 16.63771 16.75993 16.82780 16.47625 16.89412 16.80372 16.83239 16.92603 16.80467 16.91395 16.82798 16.80286 16.66388 16.77069 16.64530 16.71103 16.80572
4.573473 4.544145 4.479153 4.541271 4.404277 4.471296 4.444767 4.272909 4.389747 4.367040 4.371724 4.280271 4.475858 4.403176 4.436160 4.497028 4.448399 4.487737 4.509980 4.543614 4.501586 4.501475 4.618580 4.736023 4.890124
1.140317 1.216688 1.008925 1.031235 1.080843 1.138093 1.090253 0.977405 0.958476 1.008907 1.052324 1.040771 1.069258 1.115025 1.097571 1.053295 0.999837 1.144895 1.206174 1.176074 1.150368 1.246902 1.248627 1.192561 1.233091
4.672922 4.686197 4.681668 4.690155 4.694737 4.696837 4.696472 4.697020 4.704835 4.713397 4.778283 4.791401 4.789989 4.795625 4.797690 4.804185 4.800408 4.807784 4.813078 4.821974 4.820443 4.830950 4.843951 4.851092 4.854683
9.136694 9.123147 9.133459 9.156940 9.166388 9.158521 9.181220 9.192075 9.234057 9.240870 9.219300 9.213834 9.193194 9.147933 9.130214 9.113279 9.079662 9.129130 9.137770 9.112728 9.116030 9.130756 9.117128 9.123147 9.107200
0.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
145
Lampiran 5 Uji Stasioneritas Data 5.1 Variabel-variabel Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat. a.
Pada saat Level • Volume Ekspor (LnXt)
Null Hypothesis: LNXT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 11 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.903266 -4.090602 -3.473447 -3.163967
0.9496
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNXT) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:22 Sample(adjusted): 2001:01 2006:12 Included observations: 72 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNXT(-1) D(LNXT(-1)) D(LNXT(-2)) D(LNXT(-3)) D(LNXT(-4)) D(LNXT(-5)) D(LNXT(-6)) D(LNXT(-7)) D(LNXT(-8)) D(LNXT(-9)) D(LNXT(-10)) D(LNXT(-11)) C @TREND(2000:01)
-0.149232 -0.667708 -0.507399 -0.426334 -0.638872 -0.431351 -0.367451 -0.238295 -0.305401 -0.382686 -0.466426 -0.283849 2.696451 0.003975
0.165213 0.191056 0.192043 0.191598 0.186729 0.197155 0.189954 0.179118 0.154540 0.148430 0.138664 0.119343 3.086118 0.001588
-0.903266 -3.494827 -2.642114 -2.225150 -3.421384 -2.187881 -1.934423 -1.330383 -1.976187 -2.578218 -3.363718 -2.378421 0.873735 2.503459
0.3701 0.0009 0.0106 0.0300 0.0011 0.0327 0.0579 0.1886 0.0529 0.0125 0.0014 0.0207 0.3859 0.0151
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.552025 0.451616 0.164582 1.571053 35.53355 1.932106
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.006429 0.222249 -0.598154 -0.155469 5.497800 0.000002
146
• Produksi (LnQt) Null Hypothesis: LNQT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.358851 -4.075340 -3.466248 -3.159780
0.8656
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNQT) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:15 Sample(adjusted): 2000:04 2006:12 Included observations: 81 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNQT(-1) D(LNQT(-1)) D(LNQT(-2)) C @TREND(2000:01)
-0.107038 -0.348712 -0.190916 0.462818 0.001179
0.078771 0.122336 0.114186 0.348467 0.000847
-1.358851 -2.850454 -1.671968 1.328153 1.391779
0.1782 0.0056 0.0986 0.1881 0.1680
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.190534 0.147931 0.155189 1.830363 38.55834 1.984545
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.010418 0.168122 -0.828601 -0.680796 4.472273 0.002676
• Harga Ekspor (LnHEt) Null Hypothesis: LNHET has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 11 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.473900 -4.090602 -3.473447 -3.163967
0.8296
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHET) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:14 Sample(adjusted): 2001:01 2006:12 Included observations: 72 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNHET(-1)
-0.296358
0.201071
-1.473900
0.1459
147
D(LNHET(-1)) D(LNHET(-2)) D(LNHET(-3)) D(LNHET(-4)) D(LNHET(-5)) D(LNHET(-6)) D(LNHET(-7)) D(LNHET(-8)) D(LNHET(-9)) D(LNHET(-10)) D(LNHET(-11)) C @TREND(2000:01) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
-0.290031 -0.224952 -0.214908 -0.434854 -0.234783 -0.461539 -0.270850 -0.362790 -0.358748 -0.331542 -0.173422 0.730920 0.000924 0.494123 0.380737 0.067546 0.264621 99.65686 1.848005
0.207050 0.198428 0.190647 0.181219 0.181613 0.161862 0.165222 0.145891 0.141381 0.134228 0.120084 0.515005 0.000454
-1.400772 -1.133667 -1.127255 -2.399605 -1.292768 -2.851435 -1.639312 -2.486715 -2.537456 -2.470003 -1.444176 1.419250 2.034577
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.1666 0.2616 0.2643 0.0196 0.2012 0.0060 0.1066 0.0158 0.0139 0.0165 0.1541 0.1612 0.0465 0.003233 0.085834 -2.379357 -1.936672 4.357872 0.000045
• Harga Domestik (LnHDt) Null Hypothesis: LNHDT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.266823 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.8890
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHDT) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:13 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNHDT(-1) D(LNHDT(-1)) C @TREND(2000:01)
-0.044296 0.197759 0.201607 0.000333
0.034966 0.112653 0.158818 0.000194
-1.266823 1.755475 1.269427 1.720099
0.2090 0.0831 0.2081 0.0894
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.082796 0.047519 0.014733 0.016932 231.5435 1.985601
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.005894 0.015097 -5.549841 -5.432441 2.347035 0.079114
148
• Nilai Tukar Rupiah (LnERt) Null Hypothesis: LNERT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.374929 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0619
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNERT) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:12 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNERT(-1) D(LNERT(-1)) C @TREND(2000:01)
-0.181984 0.174690 1.668764 -0.000137
0.053922 0.106782 0.491670 0.000180
-3.374929 1.635957 3.394071 -0.758691
0.0012 0.1059 0.0011 0.4503
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.150534 0.117862 0.038225 0.113972 153.3663 2.003017
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.002242 0.040699 -3.643080 -3.525679 4.607451 0.005077
• Dummy Kebijakan Penghapusan Kuota (Dt) Null Hypothesis: DT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.928897 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.6305
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DT) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:11 Sample(adjusted): 2000:02 2006:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DT(-1)
-0.081077
0.042033
-1.928897
0.0573
149
C @TREND(2000:01) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
b.
-0.030671 0.001552 0.051019 0.027294 0.108256 0.937548 68.28623 1.967223
0.027729 0.000785
-1.106105 1.976576
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.2720 0.0515 0.012048 0.109764 -1.573162 -1.485734 2.150472 0.123112
Pada saat first Difference • Volume Ekspor (LnXt)
Null Hypothesis: D(LNXT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 11 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.125228 -2.597939 -1.945456 -1.613799
0.0022
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNXT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 11:58 Sample(adjusted): 2001:02 2006:12 Included observations: 71 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNXT(-1)) D(LNXT(-1),2) D(LNXT(-2),2) D(LNXT(-3),2) D(LNXT(-4),2) D(LNXT(-5),2) D(LNXT(-6),2) D(LNXT(-7),2) D(LNXT(-8),2) D(LNXT(-9),2) D(LNXT(-10),2) D(LNXT(-11),2)
-3.476055 1.852426 1.503673 1.274651 0.840146 0.641019 0.522230 0.506489 0.405382 0.168925 -0.137404 -0.218085
1.112257 1.052984 0.971638 0.891571 0.810518 0.721148 0.620653 0.517618 0.414665 0.328686 0.232095 0.122908
-3.125228 1.759216 1.547566 1.429668 1.036554 0.888887 0.841422 0.978500 0.977612 0.513942 -0.592018 -1.774369
0.0028 0.0837 0.1271 0.1581 0.3042 0.3777 0.4035 0.3318 0.3323 0.6092 0.5561 0.0812
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.819317 0.785630 0.173811 1.782416 30.06258
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.003412 0.375402 -0.508805 -0.126380 2.143985
150
• Produksi (LnQt) Null Hypothesis: D(LNQT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.157751 -2.593824 -1.944862 -1.614145
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNQT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 11:57 Sample(adjusted): 2000:04 2006:12 Included observations: 81 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNQT(-1)) D(LNQT(-1),2)
-1.625280 0.220248
0.177476 0.108708
-9.157751 2.026046
0.0000 0.0461
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.683481 0.679475 0.155822 1.918169 36.66065
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
-0.001110 0.275232 -0.855819 -0.796696 1.990488
• Harga Ekspor (LnHEt) Null Hypothesis: D(LNHET) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 11 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.512658 -2.597939 -1.945456 -1.613799
0.0006
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHET,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:15 Sample(adjusted): 2001:02 2006:12 Included observations: 71 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNHET(-1)) D(LNHET(-1),2) D(LNHET(-2),2) D(LNHET(-3),2) D(LNHET(-4),2)
-4.089713 2.647307 2.315704 2.012173 1.519466
1.164279 1.097414 1.014359 0.927461 0.836712
-3.512658 2.412313 2.282924 2.169550 1.815996
0.0009 0.0190 0.0261 0.0341 0.0745
151
D(LNHET(-5),2) D(LNHET(-6),2) D(LNHET(-7),2) D(LNHET(-8),2) D(LNHET(-9),2) D(LNHET(-10),2) D(LNHET(-11),2)
1.258320 0.848415 0.613366 0.347490 0.078926 -0.133428 -0.178492
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.798470 0.760897 0.068073 0.273406 96.61680
0.734218 0.624781 0.521931 0.411192 0.314810 0.216890 0.118254
1.713824 1.357941 1.175186 0.845080 0.250711 -0.615186 -1.509396
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.0918 0.1797 0.2446 0.4015 0.8029 0.5408 0.1365 -0.002397 0.139215 -2.383572 -2.001147 2.044286
• Harga Domestik (LnHDt) Null Hypothesis: D(LNHDT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.660396 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHDT,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:14 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNHDT(-1))
-0.698409
0.104860
-6.660396
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.353796 0.353796 0.015450 0.019334 226.1038
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
-0.000199 0.019219 -5.490337 -5.460986 2.020312
• Nilai Tukar Rupiah (LnERt) Null Hypothesis: D(LNERT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.917067 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
152
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNERT,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:12 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
D(LNERT(-1))
-0.873012
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.436226 0.436226 0.040432 0.132414 147.2173
Std. Error
t-Statistic
0.110270
-7.917067
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 -0.000325 0.053848 -3.566276 -3.536926 1.977903
• Dummy Kebijakan Penghapusan Kuota (Dt) Null Hypothesis: D(DT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.000000 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DT,2) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 08:11 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
D(DT(-1))
-1.000000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.500000 0.500000 0.111111 1.000000 64.32253
Std. Error
t-Statistic
0.111111
-9.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 0.000000 0.157135 -1.544452 -1.515102 2.000000
153
5.2 Variabel-variabel Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat. a.
Pada saat Level • Volume Ekspor (LnXt)
Null Hypothesis: LNXT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.782770 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.2078
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNXT) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:29 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNXT(-1) D(LNXT(-1)) C @TREND(2000:01)
-0.258492 -0.269580 4.318528 -0.000220
0.092890 0.109579 1.552963 0.000695
-2.782770 -2.460148 2.780832 -0.316092
0.0068 0.0161 0.0068 0.7528
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.234718 0.205284 0.146853 1.682135 42.99991 2.018297
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.002062 0.164732 -0.951217 -0.833816 7.974390 0.000105
• Produksi (LnQt) Null Hypothesis: LNQT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNQT) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:27 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12
t-Statistic
Prob.*
-1.297331 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.8817
154
Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNQT(-1) D(LNQT(-1)) C @TREND(2000:01)
-0.091341 -0.302845 0.392500 0.000540
0.070407 0.107374 0.318632 0.000360
-1.297331 -2.820464 1.231829 1.499673
0.1983 0.0061 0.2217 0.1377
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.170147 0.138229 0.077028 0.462801 95.91136 1.971847
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.002322 0.082976 -2.241740 -2.124339 5.330833 0.002153
• Harga Ekspor (LnHEt) Null Hypothesis: LNHET has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.354257 -4.076860 -3.466966 -3.160198
0.8667
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHET) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:27 Sample(adjusted): 2000:05 2006:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNHET(-1) D(LNHET(-1)) D(LNHET(-2)) D(LNHET(-3)) C @TREND(2000:01)
-0.146468 -0.513149 -0.315945 -0.214404 0.155403 0.000194
0.108154 0.137209 0.132740 0.108643 0.129321 0.000451
-1.354257 -3.739896 -2.380181 -1.973481 1.201677 0.430715
0.1798 0.0004 0.0199 0.0522 0.2333 0.6679
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.322587 0.276816 0.086085 0.548380 85.79744 1.959059
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000422 0.101228 -1.994936 -1.816284 7.047815 0.000020
155
• Harga Domestik (LnHDt) Null Hypothesis: LNHDT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.773509 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.9634
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHDT) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:26 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNHDT(-1) D(LNHDT(-1)) C @TREND(2000:01)
-0.027027 0.129799 0.123951 0.000126
0.034941 0.115748 0.160344 9.15E-05
-0.773509 1.121386 0.773030 1.375814
0.4416 0.2656 0.4418 0.1728
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.046313 0.009633 0.010558 0.008695 258.8669 2.027932
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.003102 0.010609 -6.216266 -6.098865 1.262614 0.293062
• Nilai Tukar Rupiah (LnERt) Null Hypothesis: LNERT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.374929 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0619
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNERT) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:12 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNERT(-1) D(LNERT(-1))
-0.181984 0.174690
0.053922 0.106782
-3.374929 1.635957
0.0012 0.1059
156
C @TREND(2000:01)
1.668764 -0.000137
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.150534 0.117862 0.038225 0.113972 153.3663 2.003017
0.491670 0.000180
3.394071 -0.758691
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0011 0.4503 0.002242 0.040699 -3.643080 -3.525679 4.607451 0.005077
• Dummy Kebijakan Penghapusan Kuota (Dt) Null Hypothesis: DT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.928897 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.6305
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DT) Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 21:19 Sample(adjusted): 2000:02 2006:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DT(-1) C @TREND(2000:01)
-0.081077 -0.030671 0.001552
0.042033 0.027729 0.000785
-1.928897 -1.106105 1.976576
0.0573 0.2720 0.0515
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
b.
0.051019 0.027294 0.108256 0.937548 68.28623 1.967223
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.012048 0.109764 -1.573162 -1.485734 2.150472 0.123112
Pada saat first Difference • Volume Ekspor (LnXt)
Null Hypothesis: D(LNXT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.841444 -2.594189 -1.944915 -1.614114
0.0000
157
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNXT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:29 Sample(adjusted): 2000:05 2006:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNXT(-1)) D(LNXT(-1),2) D(LNXT(-2),2)
-2.011774 0.508152 0.236301
0.256557 0.195238 0.110668
-7.841444 2.602730 2.135220
0.0000 0.0111 0.0359
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.723797 0.716623 0.147549 1.676335 41.10158
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.001991 0.277174 -0.952539 -0.863213 2.008139
• Produksi (LnQt) Null Hypothesis: D(LNQT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-13.31755 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNQT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:34 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNQT(-1))
-1.344041
0.100923
-13.31755
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.686463 0.686463 0.077627 0.488104 93.72886
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
-0.001039 0.138634 -2.261680 -2.232329 1.957240
158
• Harga Ekspor (LnHEt) Null Hypothesis: D(LNHET) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.728042 -2.594189 -1.944915 -1.614114
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHET,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:27 Sample(adjusted): 2000:05 2006:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNHET(-1)) D(LNHET(-1),2) D(LNHET(-2),2)
-2.254003 0.640442 0.255635
0.258248 0.189410 0.103067
-8.728042 3.381252 2.480284
0.0000 0.0011 0.0153
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.756177 0.749844 0.085999 0.569473 84.28776
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.001807 0.171943 -2.032194 -1.942868 1.970945
• Harga Domestik (LnHDt) Null Hypothesis: D(LNHDT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.745946 -2.593824 -1.944862 -1.614145
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNHDT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:39 Sample(adjusted): 2000:04 2006:12 Included observations: 81 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNHDT(-1)) D(LNHDT(-1),2)
-0.667117 -0.163256
0.140566 0.111116
-4.745946 -1.469237
0.0000 0.1457
R-squared Adjusted R-squared
0.414662 0.407253
Mean dependent var S.D. dependent var
6.05E-05 0.014053
159
S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.010819 0.009248 252.7175
Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
-6.190554 -6.131432 1.998142
• Nilai Tukar Rupiah (LnERt) Null Hypothesis: D(LNERT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.917067 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNERT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:47 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
D(LNERT(-1))
-0.873012
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.436226 0.436226 0.040432 0.132414 147.2173
Std. Error
t-Statistic
0.110270
-7.917067
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 -0.000325 0.053848 -3.566276 -3.536926 1.977903
• Dummy Kebijakan Penghapusan Kuota (Dt) Null Hypothesis: D(DT) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.000000 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DT,2) Method: Least Squares Date: 04/18/07 Time: 21:51 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(DT(-1))
-1.000000
0.111111
-9.000000
0.0000
160
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.500000 0.500000 0.111111 1.000000 64.32253
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.000000 0.157135 -1.544452 -1.515102 2.000000
161
Lampiran 6 Penetapan Lag Optimal 6.1 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LNXT LNQT LNHDT LNHET LNERT DT Exogenous variables: C Date: 05/08/07 Time: 17:40 Sample: 2000:01 2006:12 Included observations: 77 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7
274.3526 592.1655 614.6567 634.6868 674.6144 720.8666 756.5426 791.7004
NA 577.8416 37.38802 30.17520 53.92821 55.26232* 37.06595 31.04852
3.78E-11 2.51E-14* 3.63E-14 5.74E-14 5.63E-14 4.98E-14 6.31E-14 9.13E-14
-6.970197 -14.29001* -13.93914 -13.52433 -13.62635 -13.89264 -13.88422 -13.86235
-6.787563 -13.01157* -11.56489 -10.05428 -9.060494 -8.230979 -7.126758 -6.009079
-6.897145 -13.77865* -12.98946 -12.13634 -11.80005 -11.62802 -11.18130 -10.72111
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
6.2 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LNXT LNHET LNERT LNHDT LNQT DT Exogenous variables: C Date: 05/08/07 Time: 17:29 Sample: 2000:01 2006:12 Included observations: 77 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7
356.3207 681.4555 714.8073 732.7446 758.3280 783.8868 818.6412 871.1413
NA 591.1542 55.44209* 27.02235 34.55420 30.53783 36.10841 46.36376
4.50E-12 2.47E-15* 2.69E-15 4.49E-15 6.40E-15 9.70E-15 1.26E-14 1.16E-14
-9.099238 -16.60923* -16.54045 -16.07129 -15.80073 -15.52953 -15.49717 -15.92575
-8.916604 -15.33079* -14.16621 -12.60124 -11.23487 -9.867868 -8.739708 -8.072478
-9.026186 -16.09787* -15.59077 -14.68330 -13.97443 -13.26491 -12.79425 -12.78451
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
162
Lampiran 7 Uji Kointegrasi 7.1 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat Date: 05/08/07 Time: 16:49 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LNXT LNQT LNHDT LNHET LNERT DT Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5
0.340973 0.318660 0.233233 0.122308 0.103954 0.001109
107.2222 73.02904 41.56611 19.78923 9.091539 0.090963
94.15 68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
103.18 76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level
7.2 Variabel-Variabel Fungsi Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat Date: 05/08/07 Time: 16:44 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: LNXT LNHET LNERT LNHDT LNQT DT Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 At most 5
0.358704 0.326973 0.207904 0.144951 0.088044 0.018121
109.9090 73.47936 41.00985 21.89789 9.057002 1.499564
102.14 76.07 53.12 34.91 19.96 9.24
111.01 84.45 60.16 41.07 24.60 12.97
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates no cointegration at the 1% level
163
Lampiran 8 Estimasi VECM 8.1 Variabel Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Vector Error Correction Estimates Date: 05/08/07 Time: 16:50 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
LNXT(-1)
1.000000
0.000000
LNQT(-1)
0.000000
1.000000
LNHDT(-1)
0.522141 (0.69097) [ 0.75566]
0.846644 (1.15723) [ 0.73161]
LNHET(-1)
-3.627825 (0.71719) [-5.05836]
-7.067716 (1.20114) [-5.88416]
LNERT(-1)
1.120541 (0.65553) [ 1.70937]
1.582266 (1.09787) [ 1.44122]
DT(-1)
-0.535360 (0.21260) [-2.51814]
-0.482816 (0.35606) [-1.35600]
C
-22.13182
-4.525172
Error Correction:
D(LNXT)
D(LNQT)
CointEq1
-0.704825 (0.15479) [-4.55355]
0.111408 0.022227 (0.13906) (0.01341) [ 0.80117] [ 1.65749]
-0.094449 (0.06657) [-1.41875]
-0.035152 (0.03665) [-0.95899]
0.050154 (0.10111) [ 0.49601]
CointEq2
0.341835 (0.09078) [ 3.76546]
-0.133768 -0.010912 (0.08156) (0.00786) [-1.64019] [-1.38746]
0.114195 (0.03904) [ 2.92475]
0.004685 (0.02150) [ 0.21791]
-0.040512 (0.05930) [-0.68312]
D(LNXT(-1))
-0.063429 (0.12265) [-0.51715]
0.095570 -0.014718 (0.11019) (0.01063) [ 0.86735] [-1.38514]
0.081763 (0.05275) [ 1.54999]
0.002419 (0.02904) [ 0.08329]
0.041994 (0.08012) [ 0.52413]
D(LNQT(-1))
-0.109281 (0.12184) [-0.89696]
-0.312300 0.020325 (0.10945) (0.01056) [-2.85324] [ 1.92558]
0.038884 (0.05240) [ 0.74206]
-0.036950 (0.02885) [-1.28069]
0.051183 (0.07959) [ 0.64309]
D(LNHDT(-1))
-3.432002 (1.30333) [-2.63326]
0.007237 0.199773 (1.17089) (0.11291) [ 0.00618] [ 1.76925]
0.009042 (0.56055) [ 0.01613]
-0.197091 (0.30864) [-0.63858]
-0.334343 (0.85141) [-0.39270]
D(LNHDT) D(LNHET) D(LNERT)
D(DT)
164
D(LNHET(-1))
-0.019504 (0.26236) [-0.07434]
-0.416130 -0.005619 (0.23570) (0.02273) [-1.76553] [-0.24723]
-0.239709 (0.11284) [-2.12438]
-0.045566 (0.06213) [-0.73341]
0.051409 (0.17139) [ 0.29996]
D(LNERT(-1))
-0.236426 (0.48745) [-0.48502]
0.300488 0.024205 (0.43792) (0.04223) [ 0.68617] [ 0.57317]
-0.037148 (0.20965) [-0.17719]
0.099765 (0.11543) [ 0.86427]
0.153578 (0.31843) [ 0.48230]
D(DT(-1))
-0.027261 (0.18071) [-0.15085]
-0.137805 9.32E-05 (0.16235) (0.01566) [-0.84881] [ 0.00595]
0.083530 (0.07772) [ 1.07471]
-0.003305 (0.04279) [-0.07723]
-0.031020 (0.11805) [-0.26277]
C
0.034122 (0.02115) [ 1.61315]
0.014977 0.004496 (0.01900) (0.00183) [ 0.78813] [ 2.45363]
-0.002789 (0.00910) [-0.30655]
0.003667 (0.00501) [ 0.73216]
0.013118 (0.01382) [ 0.94937]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.405614 0.340476 2.199375 0.173575 6.226989 32.00743 -0.561157 -0.297005 0.010159 0.213734
0.216406 0.105781 0.130533 0.007784 1.775093 0.016508 0.155937 0.015038 2.520064 1.079431 40.79458 232.5840 -0.775477 -5.453269 -0.511325 -5.189116 0.011206 0.005894 0.167233 0.015097
0.354586 0.283855 0.406834 0.074653 5.013203 101.1959 -2.248680 -1.984528 -0.000293 0.088216
0.080728 -0.020014 0.123338 0.041104 0.801334 150.1284 -3.442155 -3.178003 0.002242 0.040699
0.049849 -0.054277 0.938564 0.113389 0.478734 66.92210 -1.412734 -1.148582 0.012195 0.110432
Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
1.34E-14 640.2694 611.6695 -13.30901 -11.37190
8.2 Variabel Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Vector Error Correction Estimates Date: 05/08/07 Time: 16:45 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LNXT(-1)
1.000000
LNHET(-1)
-5.843655 (3.25654) [-1.79444]
LNERT(-1)
48.53831 (7.88704) [ 6.15419]
LNHDT(-1)
-0.301230 (9.40066) [-0.03204]
165
LNQT(-1)
22.70559 (4.95315) [ 4.58407]
DT(-1)
-0.413713 (1.32009) [-0.31340]
C
-554.1488 (97.2645) [-5.69734]
Error Correction:
D(LNXT)
D(LNHET) D(LNERT) D(LNHDT)
CointEq1
-0.013274 (0.00734) [-1.80757]
8.66E-05 -0.009356 (0.00490) (0.00186) [ 0.01768] [-5.03076]
0.000560 -0.006282 0.000673 (0.00058) (0.00411) (0.00594) [ 0.97182] [-1.52810] [ 0.11335]
D(LNXT(-1))
-0.392252 (0.09986) [-3.92793]
0.023959 -0.005719 (0.06665) (0.02529) [ 0.35950] [-0.22611]
0.001377 0.002233 0.027701 (0.00783) (0.05591) (0.08073) [ 0.17573] [ 0.03995] [ 0.34314]
D(LNHET(-1))
0.361384 (0.16043) [ 2.25264]
-0.347471 -0.051414 (0.10706) (0.04063) [-3.24543] [-1.26543]
-0.002160 0.036373 0.037750 (0.01259) (0.08981) (0.12969) [-0.17164] [ 0.40498] [ 0.29109]
D(LNERT(-1))
0.732367 (0.41067) [ 1.78337]
0.259069 (0.27407) [ 0.94528]
0.307811 (0.10401) [ 2.95958]
0.030817 0.014465 0.238200 (0.03222) (0.22991) (0.33198) [ 0.95649] [ 0.06292] [ 0.71752]
D(LNHDT(-1))
-1.903075 (1.47594) [-1.28940]
-0.855240 -0.261844 (0.98500) (0.37380) [-0.86826] [-0.70050]
0.182074 0.408015 -0.181608 (0.11579) (0.82629) (1.19313) [ 1.57239] [ 0.49379] [-0.15221]
D(LNQT(-1))
0.288025 (0.20158) [ 1.42881]
-0.005671 (0.13453) [-0.04215]
0.050204 (0.05105) [ 0.98337]
-0.008424 -0.304475 0.209538 (0.01582) (0.11285) (0.16296) [-0.53268] [-2.69794] [ 1.28584]
D(DT(-1))
-0.219858 (0.14214) [-1.54674]
-0.167958 (0.09486) [-1.77055]
0.019979 (0.03600) [ 0.55497]
-0.006471 -0.084559 0.007477 (0.01115) (0.07958) (0.11491) [-0.58031] [-1.06260] [ 0.06507]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.331677 0.278211 1.469012 0.139953 6.203540 48.55433 -1.013520 -0.808069 0.002062 0.164732
0.214522 0.151684 0.654276 0.093401 3.413879 81.71579 -1.822336 -1.616885 0.000513 0.101408
0.297728 0.241547 0.094223 0.035444 5.299382 161.1681 -3.760198 -3.554746 0.002242 0.040699
0.008287 0.174421 0.028164 -0.071050 0.108375 -0.049583 0.009042 0.460417 0.959984 0.010980 0.078351 0.113136 0.104457 2.640887 0.362257 257.2639 96.12308 65.99692 -6.103997 -2.173734 -1.438949 -5.898546 -1.968282 -1.233498 0.003102 0.002322 0.012195 0.010609 0.082976 0.110432
Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
1.56E-15 721.7647 699.8139 -15.87351 -14.43535
D(LNQT)
D(DT)
166
Lampiran 9 Uji Kausalitas Multivariat 9.1
Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
VAR Pairwise Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Date: 04/23/07 Time: 17:22 Sample: 2000:01 2006:12 Included observations: 82 Dependent variable: D(LNXT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNQT) D(LNHDT) D(LNHET) D(LNERT) D(DT)
0.163191 6.511140 0.023630 0.009988 0.000541
1 1 1 1 1
0.6862 0.0107 0.8778 0.9204 0.9814
All
6.903188
5
0.2279
Dependent variable: D(LNQT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNHDT) D(LNHET) D(LNERT) D(DT)
3.834391 0.047298 0.630814 0.637680 0.155844
1 1 1 1 1
0.0502 0.8278 0.4271 0.4246 0.6930
All
4.495144
5
0.4805
Dependent variable: D(LNHDT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNQT) D(LNHET) D(LNERT) D(DT)
0.194887 2.253080 0.124808 0.194192 0.001025
1 1 1 1 1
0.6589 0.1333 0.7239 0.6594 0.9745
All
2.722976
5
0.7426
Dependent variable: D(LNHET) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNQT) D(LNHDT) D(LNERT) D(DT)
0.205080 1.474158 0.114496 0.136372 0.058936
1 1 1 1 1
0.6507 0.2247 0.7351 0.7119 0.8082
All
2.066042
5
0.8399
df
Prob.
Dependent variable: D(LNERT) Exclude
Chi-sq
167
D(LNXT) D(LNQT) D(LNHDT) D(LNHET) D(DT)
0.310003 1.161541 0.334250 0.002141 0.054430
1 1 1 1 1
0.5777 0.2811 0.5632 0.9631 0.8155
All
2.011366
5
0.8476
Dependent variable: D(DT)
9.2
Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNQT) D(LNHDT) D(LNHET) D(LNERT)
1.351817 0.259115 0.105406 0.452394 0.252429
1 1 1 1 1
0.2450 0.6107 0.7454 0.5012 0.6154
All
3.339814
5
0.6478
Uji VAR Pairwise Granger Causality Test Antara Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
VAR Pairwise Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Date: 04/19/07 Time: 14:10 Sample: 2000:01 2006:12 Included observations: 82 Dependent variable: D(LNXT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNHET) D(LNERT) D(LNHDT) D(LNQT) D(DT)
8.783989 1.391468 3.561405 0.715029 2.474100
1 1 1 1 1
0.0030 0.2382 0.0591 0.3978 0.1157
All
16.04003
5
0.0067
Dependent variable: D(LNHET) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNERT) D(LNHDT) D(LNQT) D(DT)
0.142138 0.944685 1.027547 0.003362 3.291904
1 1 1 1 1
0.7062 0.3311 0.3107 0.9538 0.0696
All
5.933456
5
0.3127
Dependent variable: D(LNERT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNHET) D(LNHDT) D(LNQT) D(DT)
0.009487 0.132830 3.833522 0.415150 0.155078
1 1 1 1 1
0.9224 0.7155 0.0502 0.5194 0.6937
168
All
4.550659
5
0.4731
Dependent variable: D(LNHDT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNHET) D(LNERT) D(LNQT) D(DT)
0.034711 0.291015 1.554996 0.094067 0.587340
1 1 1 1 1
0.8522 0.5896 0.2124 0.7591 0.4434
All
2.991288
5
0.7013
Dependent variable: D(LNQT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNHET) D(LNERT) D(LNHDT) D(DT)
0.021538 0.903040 0.253679 0.001062 1.189228
1 1 1 1 1
0.8833 0.3420 0.6145 0.9740 0.2755
All
2.225104
5
0.8172
Dependent variable: D(DT) Exclude
Chi-sq
df
Prob.
D(LNXT) D(LNHET) D(LNERT) D(LNHDT) D(LNQT)
0.134930 0.072002 0.551390 0.141056 1.891478
1 1 1 1 1
0.7134 0.7884 0.4578 0.7072 0.1690
All
3.047103
5
0.6927
169
Lampiran 10 Variance Decomposition (VD) 10.1 VD Variabel Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
S.E. 0.173575 0.194324 0.209364 0.222573 0.235339 0.248255 0.261093 0.273723 0.286047 0.298020 0.309633 0.320894 0.331819 0.342426 0.352734 0.362763 0.372531 0.382055 0.391351 0.400434 0.409318 0.418013 0.426533 0.434886 0.443082 0.451129 0.459035 0.466808 0.474453 0.481977
LNXT 100.0000 87.79816 81.69563 74.88164 69.63012 64.96640 61.06482 57.68867 54.78924 52.27841 50.09961 48.19769 46.52841 45.05422 43.74460 42.57450 41.52344 40.57456 39.71394 38.92999 38.21302 37.55487 36.94865 36.38846 35.86928 35.38678 34.93721 34.51731 34.12425 33.75554
LNQT 0.000000 3.801167 8.271710 14.12280 18.74504 22.68201 25.84592 28.49034 30.71108 32.60405 34.22900 35.63605 36.86367 37.94302 38.89879 39.75074 40.51474 41.20363 41.82790 42.39621 42.91574 43.39249 43.83154 44.23718 44.61309 44.96241 45.28787 45.59184 45.87637 46.14327
LNHDT 0.000000 6.459575 6.526371 6.077237 5.475694 4.939757 4.475948 4.080955 3.743153 3.453299 3.202851 2.985044 2.794301 2.626142 2.476936 2.343749 2.224192 2.116311 2.018498 1.929422 1.847971 1.773212 1.704356 1.640734 1.581772 1.526977 1.475923 1.428239 1.383604 1.341734
LNHET 0.000000 0.041636 0.131510 0.366637 0.758226 1.300183 1.874494 2.447104 2.978710 3.464314 3.901098 4.292657 4.642942 4.956609 5.238024 5.491239 5.719835 5.926945 6.115270 6.287129 6.444507 6.589105 6.722384 6.845597 6.959828 7.066014 7.164968 7.257401 7.343933 7.425110
LNERT 0.000000 0.963703 1.466421 1.766158 1.908525 2.021613 2.116906 2.204813 2.282587 2.350750 2.409938 2.461531 2.506756 2.546677 2.582139 2.613826 2.642289 2.667986 2.691293 2.712524 2.731940 2.749763 2.766181 2.781351 2.795411 2.808477 2.820652 2.832023 2.842668 2.852653
Cholesky Ordering: LNXT DT LNQT LNHDT LNHET LNERT
DT .000000 0.935759 1.908361 2.785524 3.482395 4.090034 4.621906 5.088112 5.495221 5.849177 6.157506 6.427026 6.663921 6.873329 7.059507 7.225945 7.375511 7.510574 7.633100 7.744725 7.846823 7.940552 8.026891 8.106676 8.180622 8.249346 8.313380 8.373188 8.429173 8.481691
170
10.2 VD Variabel Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
S.E. 0.139953 0.166445 0.196273 0.221842 0.245935 0.267378 0.287173 0.305516 0.322822 0.339238 0.354911 0.369924 0.384354 0.398260 0.411697 0.424709 0.437333 0.449603 0.461547 0.473190 0.484553 0.495656 0.506515 0.517146 0.527563 0.537779 0.547804 0.557648 0.567322 0.576834
LNXT 100.0000 91.02340 87.25945 82.55908 79.99948 78.18134 77.10456 76.28770 75.66869 75.15091 74.72056 74.35442 74.04262 73.77357 73.53951 73.33376 73.15147 72.98878 72.84271 72.71082 72.59116 72.48210 72.38230 72.29062 72.20611 72.12796 72.05547 71.98806 71.92521 71.86647
LNHET 0.000000 5.616008 5.101493 7.075235 7.514290 8.103439 8.363943 8.606872 8.772911 8.919673 9.037919 9.139983 9.226215 9.300939 9.365824 9.422926 9.473489 9.518627 9.559150 9.595738 9.628933 9.659188 9.686876 9.712310 9.735755 9.757436 9.777544 9.796245 9.813681 9.829976
LNERT 0.000000 0.000403 0.903618 2.594381 3.754234 4.521272 4.980549 5.301540 5.544551 5.745569 5.914688 6.058877 6.182113 6.288382 6.380819 6.462025 6.533962 6.598161 6.655807 6.707854 6.755078 6.798118 6.837506 6.873688 6.907041 6.937883 6.966488 6.993092 7.017896 7.041077
LNHDT 0.000000 1.477045 2.318796 2.777143 3.011440 3.160986 3.266944 3.351848 3.420641 3.477372 3.524302 3.563681 3.597147 3.625988 3.651119 3.673225 3.692819 3.710306 3.726006 3.740180 3.753040 3.764760 3.775486 3.785339 3.794421 3.802820 3.810610 3.817854 3.824609 3.830921
LNQT 0.000000 0.003410 1.939078 2.545308 3.093252 3.323422 3.478752 3.582179 3.669035 3.741187 3.802889 3.854945 3.899340 3.937467 3.970639 3.999781 4.025614 4.048670 4.069375 4.088068 4.105028 4.120485 4.134631 4.147626 4.159604 4.170681 4.180954 4.190508 4.199416 4.207742
Cholesky Ordering: LNXT DT LNHET LNERT LNHDT LNQT
DT 0.000000 1.879729 2.477570 2.448854 2.627300 2.709538 2.805248 2.869865 2.924171 2.965292 2.999647 3.028100 3.052562 3.073650 3.092084 3.108285 3.122646 3.135456 3.146956 3.157338 3.166758 3.175344 3.183201 3.190418 3.197071 3.203224 3.208930 3.214237 3.219185 3.223809
171
Lampiran 11 Impulse Response Function (IRF) 11.1 Respon Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
LNXT 0.173575 0.055007 0.051532 0.035855 0.038326 0.038406 0.039854 0.039943 0.040091 0.040016 0.040004 0.039986 0.039987 0.039987 0.039988 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989 0.039989
DT 0.000000 0.018798 0.021980 0.023311 0.023426 0.024331 0.025100 0.025720 0.026156 0.026342 0.026615 0.026735 0.026817 0.026872 0.026911 0.026937 0.026955 0.026967 0.026975 0.026981 0.026984 0.026987 0.026989 0.026990 0.026991 0.026991 0.026992 0.026992 0.026992 0.026992
LNQT 0.000000 0.037887 0.046801 0.058056 0.058186 0.059977 0.060332 0.061051 0.061502 0.061877 0.062119 0.062284 0.062392 0.062465 0.062515 0.062549 0.062572 0.062588 0.062598 0.062606 0.062611 0.062614 0.062616 0.062618 0.062619 0.062620 0.062620 0.062621 0.062621 0.062621
LNHDT 0.000000 -0.049389 -0.020530 -0.012242 -0.004701 -0.003424 -0.002412 -0.002531 -0.002264 -0.002077 -0.001893 -0.001771 -0.001686 -0.001631 -0.001594 -0.001570 -0.001553 -0.001542 -0.001534 -0.001529 -0.001525 -0.001522 -0.001521 -0.001520 -0.001519 -0.001518 -0.001518 -0.001518 -0.001518 -0.001517
LNHET 0.000000 0.003965 0.006475 0.011135 0.015437 0.019529 0.021829 0.023572 0.024572 0.025290 0.025753 0.026081 0.026302 0.026454 0.026558 0.026629 0.026677 0.026709 0.026731 0.026746 0.026757 0.026764 0.026769 0.026772 0.026774 0.026776 0.026777 0.026777 0.026778 0.026778
LNERT 0.000000 -0.019076 -0.016699 -0.015237 -0.013494 -0.013744 -0.014041 -0.014452 -0.014688 -0.014838 -0.014921 -0.014975 -0.015011 -0.015036 -0.015054 -0.015066 -0.015074 -0.015080 -0.015084 -0.015086 -0.015088 -0.015089 -0.015090 -0.015091 -0.015091 -0.015091 -0.015091 -0.015092 -0.015092 -0.015092
172
11.2 Respon Ekspor Kain dan Benang Indonesia ke Amerika Serikat Terhadap Inovasi Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
LNXT 0.139953 0.075035 0.091641 0.083758 0.088071 0.086635 0.087717 0.087293 0.087466 0.087338 0.087373 0.087350 0.087363 0.087359 0.087363 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362 0.087362
DT 0.000000 -0.022820 -0.020825 -0.015835 -0.019594 -0.018654 -0.019400 -0.019113 -0.019200 -0.019108 -0.019128 -0.019114 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124 -0.019124
LNHET 0.000000 0.039444 0.020234 0.038945 0.032603 0.035331 0.033232 0.033705 0.033301 0.033502 0.033457 0.033514 0.033499 0.033506 0.033500 0.033500 0.033499 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500 0.033500
LNERT 0.000000 0.000334 -0.018655 -0.030474 -0.031526 -0.031009 -0.029582 -0.029001 -0.028805 -0.028878 -0.028950 -0.028999 -0.029009 -0.029007 -0.029001 -0.028998 -0.028997 -0.028997 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998 -0.028998
LNHDT 0.000000 -0.020229 -0.022002 -0.021759 -0.020324 -0.020937 -0.020842 -0.020843 -0.020885 -0.020906 -0.020915 -0.020914 -0.020912 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910 -0.020910
LNQT 0.000000 -0.000972 -0.027314 -0.022487 -0.024865 -0.022473 -0.022202 -0.021789 -0.021910 -0.021950 -0.022017 -0.022024 -0.022026 -0.022019 -0.022017 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016 -0.022016