ANALISIS DAYA SAING EKSPOR PRODUK ALAS KAKI INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT PERIODE 2000-2009
OLEH UKKE HENTRESNA LESTARI H14062739
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
UKKE HENTRESNA LESTARI. Analisis Daya Saing Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Produk Alas Kaki merupakan salah satu produk unggulan ekspor Indonesia. Keunggulan produk – produk alas kaki Indonesia berupa harga yang kompetitif, desainnya yang unik dan bervariasi menjadikan produk Indonesia dikenal memiliki positioning yang baik di pasar dunia. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Namun dalam perkembangan kegiatan ekspor ke negara tersebut adanya liberalisasi perdagangan menyebabkan produk alas kaki Indonesia mendapat ancaman persaingan yang serius dari negara-negara yang juga berperan sebagai produsen alas kaki ke pasar Amerika Serikat. Liberalisasi perdagangan seharusnya dapat dijadikan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor produk alas kaki, namun disisi lain hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan produk-produk alas kaki yang semakin kompetitif di pasar internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing utama). Metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif Alas Kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat yakni dengan menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA). Sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing khususnya dalam mengukur dinamika tingkat daya saing suatu industri alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat adalah metode Constant Market Share Analysis (CMSA). Penggunaan kedua metode tersebut diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya saing secara komparatif baik untuk komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit maupun sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik lebih baik jika dibandingkan dengan Cina. Hal ini disebabkan ekspor alas kaki Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia dan Cina di Amerika Serikat untuk sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit dan sepatu olah raga yang menggunakan bahan plastik cenderung berfluktuasi. Sedangkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Constant Market Share menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing dari alas kaki Indonesia masih dibawah kekuatan daya saing alas kaki Cina, terlihat bahwa efek daya saing dan efek komposisi komoditi adalah efek paling menentukan dalam peningkatan atau penurunan ekspor alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat baik pada komoditi untuk sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit maupun sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik.
Berdasarkan hasil penelitian Indonesia memiliki daya saing yang lemah jika dibandingkan dengan negara pesaingnya, oleh karena itu seharusnya Indonesia dapat terus mengembangkan inovasi produk, strategi dan persaingan serta tetap menjaga kualitas design mutu produk untuk dapat mempertahankan permintaan dalam dan luar negeri sehingga kinerja ekspornya dapat meningkat. Para eksportir lokal sebaiknya mulai merestrukturisasi mesin-mesin produksi alas kaki yang sudah tidak layak digunakan dalam proses produksi serta mulai menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Pemerintah harus lebih memperhatikan keadaan industri ini, mengingat industri ini mempunyai prospek yang cukup bagus di masa depan.
ANALISIS DAYA SAING EKSPOR PRODUK ALAS KAKI INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT PERIODE 2000-2009
Oleh: Ukke Hentresna Lestari H14062739
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Daya Saing Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia Di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009
Nama Mahasiswa
: Ukke Hentresna Lestari
NIM
: H14062739
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Alla Asmara , SPt, M.Si. NIP 19730113 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Ukke Hentresna Lestari H14062739
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ukke Hentresna Lestari lahir pada tanggal 7 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Erwin Hendarwin dan Erniawati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Pelita Harapan, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Babelan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Mutiara 17 Agustus Bekasi dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir sehingga nantinya tumbuh menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan bangsa dan negara. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh IPB.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat, hidayah, serta karunia-Nya yang selalu dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini berjudul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi Ilmu Ekonomi Strata Satu (S-1) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak dalam penuyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1.
Ayah dan Ibu tercinta, Bapak H. Erwin Hendarwin dan Ibu Erniwati yang selalu memberi kasih sayang, motivasi dan perhatian yang besar secara moril, materil, dan doa sehingga terselesaikannya skripsi ini.
2.
Alla Asmara M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian.
3.
DR. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Dosen Penguji utama dan Fifi Diana Thamrin, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak memberikan masukan untuk skripsi ini.
4.
Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, serta instansiinstansi
terkait
yang
banyak
membantu
selama
penelitian
berlangsung. 5.
Adik-adikku Ilham Henjanuar Putra dan Regita Hentryana Sari.
6.
Irawan yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta keceriaan pada penulis untuk tetap semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
7.
Faridah, Mutiara, Luthfi dan teman-teman bimbingan yang samasama berjuang dalam penyelesaian skripsi ini.
8.
Ullin, Pika, Bubu, Pupi, Vivi dan Dini sahabat- sahabat yang selalu memberikan motivasi serta keceriaan dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi.
9.
Semua teman-teman IE 43 yang selalu memberikan semangat pada penulis dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki penulis, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Bogor, Juni 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................... 12 2.1. Pengertian Industri ................................................................................... 12 2.2. Pengertian Daya Saing.............................................................................. 12 2.3. Konsep Perdagangan Internasional .......................................................... 13 2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif ..................................................... 15 2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif ...................................................... 17 2.4. Analisis Keunggulan Komparatif (RCA) ................................................ 17 2.5. Teori Constant Market Share (CMS) ....................................................... 19 2.6. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 21 2.6.1
Penelitian mengenai Alas Kaki .................................................... 21
2.6.2
Penelitian Mengenai Daya Saing ................................................. 21
2.7. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 24 III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 27 3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 27 3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ..................................................... 27 3.2.1. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) ..................... 28 3.2.2. Metode Constant Market Share ................................................... 29
ii
IV. GAMBARAN UMUM .................................................................................. 32 4.1. Karakteristik Industri Alas Kaki ............................................................... 32 4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki ................................ 35 4.1.2. Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki ........................................... 37 4.1.3. Efisiensi Industri Alas Kaki ............................................................ 38 4.1.4 Perkembangan Investasi Sektor Industri Alas Kaki ........................ 39 4.2. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ........... 41 4.3. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Indonesia Tahun 2000-2009 ...................................................................................... 42 4.3.1. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit (HS 640319) Tahun 2000-2009 ................................. 44 4.3.2. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit Atau Plastik (HS 640219) Tahun 2000-2009 ............ 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 54 5.1. Perbandingan Keunggulan Komparatif Alas Kaki Indonesia Dan Cina .......................................................................................... 54 5.2. Analisis Constant Market Share Indonesia Dan Cina .............................. 81 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 87 6.1. Kesimpulan .............................................................................................. 87 6.2. Saran ........................................................................................................ 87 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89 LAMPIRAN .......................................................................................................... 91
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Nilai Ekspor Non Migas Indonesia (Menurut Sektor).................................... 2 1.2. Presentase Peran Sub- Sektor Industri Pengolahan terhadap PDB Nasional Tahun 2008 .............................................................. 3 1.3. Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke Berbagai Negara ................................. 4 1.4. Nilai Impor Produk Alas Kaki ke Amerika Serikat ........................................ 5 1.5. Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia dan Cina Tahun 2000-2009 ..................... 8 4.1 Perkembangan Realisasi Investasi Industri Alas Kaki ................................... 39 5.1. Keunggulan Komparatif Alas Kaki Komoditi HS 640319 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat................................................ 56 5.2. Keunggulan Komparatif Alas Kaki Komoditi HS 640219 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat................................................ 68 5.3. Constant Market Share Alas Kaki Komoditi HS 640219 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat................................................ 81 5.4. Constant Market Share Alas Kaki Komoditi HS 640319 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat................................................ 85
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional ....................................... 14 2.2
Kerangka Pemikiran .................................................................................... 26
4.1
Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008........................................................................ 36
4.2
Jumlah Perusahaan Industri Besar Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008........................................................................ 37
4.3
Nilai Efisiensi Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008........................................................................ 38
4.4
Perkembangan Perdagangan Industri Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................................... 42
4.5
Kontribusi Ekspor Alas Kaki Beberapa Negara Terhadap Total Ekspor Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ....................................... 43
4.6
Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki HS 640319 ke Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................................... 44
4.7
Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki HS 640319 ke Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................................... 45
4.8
Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki HS 640319 ke Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................................... 47
4.9
Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640319 dari Indonesia ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 ............................... 48
4.10 Kontribusi Ekspot Beberapa Negara yang Mengekspor Alas Kaki HS 640319 ke Amerika Serikat Tahun 2000-2009 .................... 48 4.11 Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................... 49 4.12 Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................................... 50 4.13 Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia Tahun 2000-2009 ......................................................................................... 51 4.14 Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640219 dari Indonesia ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 ............................... 52 4.15 Kontribusi Ekspor Beberapa Negara yang Mengekspor Alas Kaki HS 640219 ke Amerika Serikat Tahun 2000-2009 .................... 53
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319) Indonesia ke Amerika Serikat ........................................................................................ 91
2
Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit atau Plastik (HS 640219) Indonesia ke Amerika Serikat ........................................................................ 92
3
Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319) Cina ke Amerika Serikat ................................................................................ 93
4
Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit atau Plastik (HS 640219) Cina ke Amerika Serikat ................................................................................ 94
5
Nilai Impor total Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik USA Tahun 1999-2009 ( Juta US$) ....................... 95
6
Nilai Ekspor Sepatu Olah Raga Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik USA Tahun 1999-2009 (Juta US$) ........................ 96
7
Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) ..... 97
8
Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) ............. 98
9
Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) ............................................. 99
10
Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS 640219 Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) .................................................................................... 100
11 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) ............................................. 101
vi
12 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS 640219 Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) ..................................................................................... 102
1
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
pembangunan nasional. Selain sektor Pertanian, kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kontribusi yang signifikan. Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor Industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor Industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain. Produk- produk industri dinilai selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk- produk sektor lain. Adanya pembangunan industri dan perdagangan yang dilaksanakan saat ini merupakan bagian dari pembangunan yang berkelanjutan dalam menghadapi adanya tantangan era perdagangan dan investasi dunia yang semakin bebas. Daya saing yang tinggi benar- benar diperlukan dalam menghadapi era persaingan bebas tersebut agar tetap dapat unggul khususnya dalam bidang industri dan perdagangan. Salah satu indikator berhasilnya suatu produk dalam persaingan adalah semakin lakunya produk tersebut di pasaran, yang dapat ditandai dengan semakin meningkatnya penjualan atau dalam perdagangan internasional semakin meningkatnya produk ekspor tersebut. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang bergantung pada kegiatan ekspor dari sektor industri selain sektor pertambangan dan pertanian.
2
Seperti yang terlihat pada Tabel 1.1 peranan sektor industri terhadap ekspor non migas Indonesia menduduki peringkat nilai ekspor yang lebih unggul dengan nilai ekspor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Tabel 1.1 Nilai ekspor non migas Indonesia (menurut sektor) tahun 2004 2009 (Juta US$) Sektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian Pertambangan Industri Komoditi lainnya Sumber
2.512,9
3.364,9
3.657,9
4.584,6
4.352,8
7.955,7 11.191.5
11.884,9
14.906,2
19.692,3
48.660,2 55.593.7 62.023,9
76.460,4
88.393,5
73.435,8
8,8
9,9
10,8
4.761
4,2
2.880,2
7,6
8,9
: Statistik Keuangan dan Ekonomi, BI ( diolah oleh PUSDATA, Departemen Perdagangan)
Salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi serta peranan yang cukup besar terhadap ekspor adalah industri produk alas kaki, menurut laporan daya saing USAID SENADA 2008 sedikitnya terdapat beberapa kategori produk alas kaki yang dinilai mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap besarnya nilai devisa. Sesuai dengan ketentuan kode Harmony System (HS) produk- produk tersebut ialah HS 640219, HS 640319 dan HS 640411, HS 640299 dan HS 640399, kelima produk tersebut mendominasi sebesar 83 persen dari keseluruhan total ekspor produk alas kaki. Selain kontribusi yang cukup besar terhadap nilai ekspor, produk alas kaki juga memiliki peranan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, berdasarkan pada Tabel 1.2 presentase peran sub sektor industri pengolahan terhadap PDB nasional industri alas kaki bersama dengan produk tekstil menempati urutan ke empat setelah industri pupuk kimia dan barang dari
3
karet, industri alas kaki memberikan kontribusinya sebesar 2,45 persen terhadap PDB nasional dengan nilai sebesar 50.994 milyar rupiah. Tabel 1.2 Presentase Peran Sub- Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional Tahun 2008 Nilai Peran Thd No. Sub- Sektor Industri Pengolahan (Milyar Rp.) PDB Nasional (%) 47.664,0 2,29 A. INDUSTRI MIGAS 20.973,0 1,01 1 pengilangan Minyak Bumi 26.691,0 1,28 2 Gas Alam Cair B. INDUSTRI TANPA MIGAS 510.102,0 24,50 139.992,0 6,72 1 Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Barang Kulit dan Alas 50.994,0 2,45 2 kaki Barang Kayu dan Hasil Hutan 20.336,0 0,98 3 Lainnya 25.477,0 1,22 4 Kertas dan Barang Cetakan 68.390,0 3,28 5 Pupuk, Kimia dan Barang dari karet Semen dan Barang Galian Bukan 15.991,0 0,77 6 Logam 8.045,0 0,39 7 Logam Dasar, Besi dan Baja Alat Angkut, Mesin dan 177.178,0 8,51 8 Peralatannya 3770,0 0,18 9 Barang Lainnya Sumber : Kementrian Perindustrian (2008) Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor alas kaki terpenting di kawasan Asia serta menduduki peringkat 10 besar pengekspor terbesar di dunia. Produk- produk yang dihasilkan para produsen Indonesia dikenal telah memiliki positioning yang baik di pasar dunia. Salah satu faktor yang membuat produk Indonesia unggul dari produk lainnya ialah harga yang kompetitif, desain produk yang unik, tahan lama serta memiliki bahan yang eksotik dan bervariasi (SNI Penguat Daya Saing, 2009). Memasuki era globalisasi yang semakin berkembang dewasa ini, adanya liberalisasi perdagangan tentu membuka peluang yang cukup besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kegiatan ekspornya. Sedikitnya terdapat beberapa negara
4
yang menjadi pasar utama dalam kegiatan ekspor alas kaki Indonesia antara lain, Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Jepang, Jerman dan Itali. Namun dari keseluruhan negara tersebut, Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi tujuan utama kegiatan ekspor Indonesia, hal ini lebih disebabkan karena besarnya kontribusi dari nilai ekspor alas kaki Indonesia yang cukup tinggi ke negara tersebut dibandingkan nilai ekspor ke negara lainnya ( Tabel 1.3). Tabel 1.3 Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke berbagai negara tahun 20042009 (Juta US$) Pertumbuhan Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (%) Amerika 468,80 472,21 450,37 384,00 394,01 401,60 26,76 Serikat 78,35 83,30 112,09 99,21 100,265 99,60 5,96 Belanda Belgia 90,95 104,15 121,70 146,77 187,86 183,93 8,69 Jepang 73,38 88,34 96,49 83,51 90,23 73,76 5,26 Jerman 77,76 97,11 131,64 156,53 187,07 156,88 8,40 Italy 46,62 59,86 97,43 119,74 139,54 133,81 6,21 Sumber
: UN COMTRADE 2010, diolah
Berdasarkan Tabel 1.3 besarnya nilai ekspor produk alas kaki khusus untuk negara Amerika Serikat mengalami penurunan dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2007, namun jumlahnya kembali meningkat pada Tahun 2008 dan 2009. Berdasarkan persentase besarnya nilai ekspor produk alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat dari Tahun 2004 sampai 2009 adalah sebesar 26,76 persen, nilai ini merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan ekspor alas kaki Indonesia untuk negara lainnya. Dalam perkembangan kegiatan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, selain Indonesia terdapat banyak negara lain yang juga merupakan penghasil alas kaki, seperti Cina, Thailand, Itali, Brazil, Hongkong, dan Uni Eropa. Adanya liberalisasi perdagangan tentu membuka peluang yang cukup besar negara lain untuk mengekspor produk yang serupa, Indonesia yang merupakan salah satu
5
negara yang mampu mengekspor produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar ke Amerika, kini mulai menghadapi tantangan berupa persaingan dari negaranegara lain. Tabel 1.4 Nilai Impor Produk Alas Kaki ke Amerika 2009 (Juta US$) Negara 2004 2005 2006 2007 5962,16 China 6791,21 7616,18 8245,05 Indonesia 468,80 472,21 450,37 384,00 247,90 Thailand 308,21 284,43 242,96 1307,88 Italy 1107,77 1067,71 1112,04
Serikat tahun 20052008 9339,80 394,01 234,14
2009 8832,21 401,59 129,52
989,16
692,08
Brazil
1046,48
968,32
867,05
730,11
497,34
361,33
Hongkong
2817,91
2837,84
2732,61
2638,37
2456,79
1789,75
European
1955,73
1695,11
1649,84
1725,65
1510,63
1057,14
Sumber
: UN COMTRADE (2010)
Berdasarkan Tabel 1.4 salah satu negara pesaing utama untuk kegiatan ekspor produk alas kaki negara Indonesia dari asia adalah negara Cina (selain Thailand dan Hongkong), negara ini menempati posisi utama untuk besarnya nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan negara lainnya. Liberalisasi perdagangan telah menyebabkan persaingan yang ketat antar pengekspor alas kaki. Oleh karena itu agar produk alas kaki Indonesia tidak kalah dalam pasar Amerika Serikat, Indonesia harus dapat meningkatkan daya saingnya pada komoditi tersebut.
1.2
Perumusan Masalah Perkembangan industri alas kaki nasional ternyata mengalami banyak
kendala-kendala, munculnya hambatan secara eksternal dan internal telah membawa dampak pengaruh yang cukup besar terhadap berlangsungnya kegiatan produksi dan perdagangan. Hambatan yang muncul secara eksternal adalah adanya proteksi dari beberapa negara tujuan ekspor utama melalui kebijakan non-
6
tarif, seperti larangan menggunakan bahan baku toxid yang dapat menghambat laju ekspor alas kaki Indonesia terutama ke negara-negara industri maju seperti Amerika
Serikat,
selain
itu
adanya
liberalisasi
perdagangan
sehingga
menyebabkan adanya masalah persaingan dari negara pesaing baru seperti Cina, Vietnam dan Thailand yang mempromosikan produknya yang secara tidak langsung membawa dampak yang cukup besar terhadap kinerja ekspor alas kaki di pasar tujuan utama Amerika Serikat. Selain hambatan eksternal produsen alas kaki nasional juga menghadapi hambatan- hambatan internal seperti kekurangan bahan baku kulit akibat ketentuan pungutan ekspor serta bahan baku kulit mentah impor harus terkena ketentuan Certificate Inspection Approval (CIA) mengakibatkan terhambatnya kelancaran bahan baku industri, selain itu masih kurangnya ketersediaan tenaga ahli bidang desain produk dan teknologi produksi berkelas internasional, kurangnya kepercayaan lembaga pembiayaan, serta mesin/ peralatan yang digunakan sebgaian besar sudah tua juga berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi dan mutu produk yang dihasilkan. Dalam perkembangan kegiatan ekspor alas kaki Indonesia ke pasar Amerika Serikat, ternyata kinerja ekspor alas kaki Indonesia beberapa tahun terakhir banyak mengalami penurunan, hal ini diduga akibat adanya persaingan yang serius dari negara-negara yang juga berperan sebagai produsen alas kaki ke pasar Amerika Serikat. Semakin meningkatnya persaingan ternyata berdampak terhadap besarnya nilai ekspor Indonesia, hal ini terbukti dengan semakin menurunnya nilai ekspor Indonesia akan tetapi disisi lain nilai ekspor pesaingnya justru mengalami peningkatan.
7
Cina merupakan salah satu negara yang mendominasi ekspor produk alas kaki dan juga salah satu pesaing terkuat Indonesia di pasar Amerika Serikat. Berdasarkan Tabel 1.5 dalam perkembangan beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekspor industri alas kaki Indonesia mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan Cina, perkembangan nilai ekspor alas kaki Cina ke Amerika selalu jauh di atas nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat, selain itu rata-rata ekspor alas kaki Cina ke Amerika mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi dan jauh diatas Indonesia. Pada Tahun 2000 nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 692,34 juta, kemudian turun menjadi US$ 611,88 juta pada tahun 2001 yang menyebabkan pertumbuhan ekspornya turun sebesar 0,11 persen, pada saat yang bersamaan Cina justru mengalami pertumbuhan ekspor sampai 3,23 persen. Memasuki Tahun 2002 nilai ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sebesar US$ 475,49 juta, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia menurun sampai 22,2 persen. Sementara Cina mengalami peningkatan pertumbuhan ekspor sampai 0,21 persen. Tahun 2003 pertumbuhan ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sampai 2,74 persen dan Cina mengalami kenaikan sampai 6,38 persen. Pada Tahun 2004, nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat meningkat sebesar US$ 468,80 juta, menyebabkan pertumbuhannya naik sebesar 1,37 persen, namun tertinggal jauh oleh Cina yang mengalami pertumbuhan sebesar 10,86 persen dengan nilai ekspor US$ 5,962 miliar. Begitu juga pada tahun 2005 pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat mengalami kenaikan sebesar 0,72 persen dengan nilai ekspor US$ 472,71 persen,
8
sedangkan Cina mengalami pertumbuhan sebesar 13,90 persen dengan nilai ekspor US$ 6,791 miliar. Tabel 1.5 Nilai Ekspor Alas kaki Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat tahun 2000- 2009 (JutaUS$) Indonesia Cina Tahun Nilai Perubahan(%) Nilai Perubahan (%) 2000 692,34 4886,5 2001 611,88 -0,11 5044,34 3,23 2002 475,49 -22,2 5055,06 0,21 2003 462,42 -2,74 5377,65 6,38 2004 468,80 1,37 5962,16 10,86 2005 472,21 0,72 6791,21 13,90 2006 450,37 -4,62 7616,18 12,14 2007 384,00 -14,73 8245,05 8,25 2008 394,01 2,60 9339,80 13,27 2009 401,60 1,92 8832,21 -5,43 Sumber : UN COMTRADE (2010)
Memasuki Tahun 2006, nilai ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sebesar US$ 450,37 juta, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia turun sebesar 4,62 persen. Sementara Cina tetap mengalami pertumbuhan ekspor yang positif sebesar 12,14 persen dengan nilai ekspor US$ 7,616 miliar. Tahun 2007 nilai ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika serikat tetap mengalami penurunan sebesar US$ 384 juta, sedangkan Cina nilai ekspornya kembali mengalami peningkatan sebesar US$ 8,245 miliar. Tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,60 persen dan 1,92 persen. Sementara Cina mengalami pertumbuhan ekspor sebesar 13,27 persen pada Tahun 2008 dan mengalami penurunan pada Tahun 2009 sebesar 5,43 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan total ekspor Indonesia dari Tahun 2000 sampai 2009 cenderung mengalami penurunan sampai 41,99 persen dengan nilai
9
ekspor pada Tahun 2000 sebesar US$ 692,34 juta dan US$ 401,60 juta pada tahun 2009. Sementara jika dibandingkan dengan Cina, pertumbuhan total ekspor Cina cenderung terus mengalami peningkatan sampai 80,74 persen dengan nilai ekspor US$ 4,885 milliar pada tahun 2000 dan US$ 8,832 milliar pada Tahun 2009. Berdasarkan uraian diatas, hal ini menunjukkan bahwa alas kaki Indonesia harus memiliki daya saing yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan alas kaki dari negara pesaing seperti Cina. Sehingga penting untuk di analisis bagaimana posisi daya saing produk alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan dari permasalahan yang telah dipaparkan pada perumusan
permasalahan di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah : 1.
Mengukur daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki serta membandingkan secara komparatif dengan negara Cina sebagai negara pesaing utama.
2.
Mengetahui
faktor-faktor
yang
dominan
dalam
mempengaruhi
pertumbuhan ekspor produk alas kaki Indonesia dan Cina berdasarkan analisis pangsa pasar konstan.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi serta bukti
nyata mengenai daya saing Alas Kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Manfaat secara lebih dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
10
1.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai daya saing industri Alas Kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat khususnya setelah memasuki era globalisasi, sehingga pemerintah mendapat informasi dan bahan masukan dalam merumuskan berbagai kebijakan yang bersifat kompetitif di masa yang akan datang.
2.
Bagi para pelaku pasar, hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi tambahan atas kondisi industri Alas Kaki di Indonesia saat ini dan dapat mengetahui langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing industri Alas Kaki Indonesia ke depannya.
3.
Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran untuk memahami industri Alas Kaki secara lebih mendalam. Selain itu juga untuk membuka wawasan dan pemahaman untuk mencari jawaban atas perumusan masalah.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan data yang diperoleh dari laporan daya saing ekspor 2008
dari 27 produk yang ditetapkan dalam enam digit kode HS, terdapat beberapa produk dari alas kaki yang memiliki jumlah ekspor yang cukup besar jika dibandingkan dengan produk-produk alas kaki lainnya, produk tersebut dikategorikan dalam kode perdagangan Harmony System (HS) 6 digit dengan kode Harmony System (HS) sebagai berikut: 1.
Sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit (HS 640319)
2.
Sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik (HS 640219)
11
Ruang lingkup penelitian hanya pada kedua komoditi di atas karena komoditi tersebut merupakan komoditi yang memiliki nilai ekspor yang terbesar jika dibandingkan dengan kategori komoditi alas kaki lainnya, selain itu untuk pangsa pasar Amerika Serikat, Indonesia merupakan salah satu negara yang unggul dalam mengekspor kedua jenis komoditi alas kaki tersebut.
12
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Pengertian Industri Industri dapat diartikan sebagai sekumpulan perusahaan serupa atau
sekelompok produk yang berkaitan erat (Lipsey et al.,1997). Dalam bukunya, Dumairy (1996) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan sejenis. Dalam konteks ini industri alas kaki maksudnya himpunan pabrik atau perusahaan alas kaki. Kedua, industri dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengelola bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Menurut Dumairy (1996), sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor lain dalam suatu perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lainnya. Hal ini disebabkan karena sektor ini memberikan manfaat marjinal kepada pemakainya.
2.2
Pengertian Daya Saing Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan
produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity). Pengertian daya saing yang dikemukakan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan daya saing sebagai
13
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang. Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Biaya berhubungan dengan harga faktor-faktor input (seperti nilai tukar, upah domestik, biaya material), produktivitas, kemampuan untuk memproduksi barang berkualitas, biaya transportasi, biaya komunikasi, kendala perdagangan, strategi perdagangan, dan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi pasar ( ButirButir Pemikiran Perdagangan Indonesia ,2009).
2.3
Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah suatu proses pertukaran barang
(perdagangan) yang timbul antar negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di negara-negara tersebut. Menurut Waluya (1995) perdagangan internasional dapat di definisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional corporation untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan tekhnologi (pabrik) dan perpindahan merek dagang. Terdapat
beberapa
hal
yang
mendorong
terjadinya
perdagangan
internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar
14
negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Panel A Negara P
Panel C Negara Q
Panel B
Px/Py
Px/Py
Px/Py
SQ A” P3 P3 --------------------------------------------------------------------------A’ S Ekspor SP E* E’ B’ B* P2 ---------------------------------------------------------------------------------- B E Impor D P1 ------------------------------ A A*
DQ
Dp 0
X
0
X
0
X
Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore (1997) Gambar 2.1 menggambarkan perdagangan antara Negara P dan Negara Q. Dp dan Sp adalah kurva penawaran dan permintaan untuk negara P dan DQ dan SQ adalah kurva penawaran dan permintaan untuk negara Q. Gambar 2.1 menunjukkan bahwa adanya kondisi harga yang lebih besar dari P1, menyebabkan negara P akan mengalami kelebihan penawaran dari komoditi X ( Alas Kaki), sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh panel B mengalami peningkatan. Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara Q akan mengalami peningkatan permintaan (konsumen akan meminta lebih banyak akibat harga yang relatif murah), sehingga tingkat permintaan lebih tinggi
15
daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara Q untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi alas kaki tersebut dari negara yang mengalami kelebihan produksi komoditi yaitu Negara P. Berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi alas kaki yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta. Pada saat berlangsungnya perdagangan internasional antara Negara p dan Q tingkat harga berada di titik P2 dan mengambil asumsi bahwa tidak ada biaya transportasi dalam proses perdagangan tersebut, maka negara P akan mengekspor hasil kelebihan produksinya yang ditunjukkan oleh garis BE. Sementara itu karena tingkat harga domestik Negara Q, maka negara Q akan mengimpor kekurangan produksinya sebesar garis B’E’. Hubungan penawaran dan permintaan kedua negara tersebut pada tingkat harga P 2 akan menyebabkan terjadinya keseimbangan internasional di titik E* ( Panel B). Kurva S dan D pada panel B menunjukkan tingkat penawaran dan permintaan yang terjadi dalam perdagangan internasional. Pada tingkat keseimbangan, kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh Negara P sama dengan yang diminta Negara Q. Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik. Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai teori keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. 2.3.1
Teori Keunggulan Komparatif Teori ini merupakan teori yang menyempurnakan kelemahan dari teori
keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith, David Ricardo dengan
16
teori comparative advantage atau keunggulan komparatif menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja ( labor theory of value ) yang menyatakan hanya ada satu faktor produksi yang menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja. Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk membuat komoditi tersebut ( Salvatore, 1997). Teori ini tidak dapat digunakan karena tenaga kerja bukanlah satu-satunya faktor produksi dan tenaga kerja tidak bersifat homogen. Teori keunggulan komparatif ini didasari oleh beberapa asumsi yaitu (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja (Salvatore, 1997) Pemikiran para ekonom klasik mengenai keunggulan komparatif masih memiliki kekurangan karena menurut mereka keunggulan komparatif di suatu negara bersumber dari perbedaan tingkat produktivitas tenaga kerja ( satu-satunya faktor produksi yang secara eksplisit mereka perhitungkan). Namun, penjelasan yang cukup rinci mengenai sebab-sebab perbedaan tingkat produktivitas itu sendiri tidak diberikan. Hal ini lah yang menyebabkan munculnya penyempurnaan yang dilakukan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dimana menurut keduanya sebuah negara mampu berproduksi dengan biaya yang lebih rendah (mempunyai keunggulan komparatif) pada produk-produk yang dalam proses produksinya membutuhkan jumlah faktor produki (factor endowments) yang relatif banyak yang terdapat pada negara tersebut. Dengan kata lain suatu negara akan
17
mengeskpor komoditi yang peoduksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang diproduksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).
2.3.2
Teori Keunggulan Kompetitif Konsep mengenai keunggulan kompetitif dikemukakan oleh Porter (1990)
dalam bukunya The Competitive Advantage Of Nations. Porter mendefinisikan industri sebuah negara akan sukses secara internasional jika memiliki keunggulan kompetitif relatif terhadap para pesaing terbaik di seluruh dunia. Sebagai indikator ia memilih keberadaan ekspor yang besar dan bertahan lama dan atau investasi asing diluar wilayah yang signifikan berdasarkan pada keterampilan dan aktiva yang diciptakan di negara asal. Porter menyimpulkan bahwa beberapa negara berhasil dalam industri tertentu karena lingkungan asalnya bersifat forwardlooking, dinamis dan menantang. Secara spesifik, beberapa penentunya adalah kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Sebagai tambahan terdapat dua variabel luar : pemerintah dan peluang.
2.4
Analisis Keunggulan Komparatif (RCA) Revelead Comparatif Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif yang
terungkap, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain) yang cukup sering digunakan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada
18
tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara di refleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam Pamudito, 2004). Metode RCA di dasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Rumus RCA adalah sebagai berikut : RCA= Dimana :
………………………………………….………..(2.1)
Xij = Nilai ekspor komoditi i dari negara j Xit= Nilai total ekspor (komoditi i dan lainnya) negara j Wj= Nilai ekspor dunia komoditi i Wt= Nilai total ekspor dunia
Setiap metode tentunya ada keunggulan dan kelemahannya, sama halnya dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Keunggulan metode ini adalah : 1.
Data yang diperlukan untuk keperluan analisis mudah diperoleh.
2.
Metode ini bersifat demokratis dalam menentukan keunggulan komparatif karena melibatkan lebih banyak parameter, dibandingkan jika keunggulan komparatif hanya dilihat berdasarkan kinerja ekspor dari suatu negara.
sedangkan kelemahan yang dimiliki dari metode RCA yaitu: 1.
Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi artinya semua negara mengekspor alas kaki.
19
2.
Indeks RCA memang dapat menjelaskan pola-pola perdagangan yang telah atau sedang berlangsung namun tidak dapat menjelaskan apakah pola tersebut telah optimal.
3.
Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi di masa yang akan datang.
4.
Keunggulan komparatif tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, namun bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti nilai tukar yang dibuat under value, proteksi ekspor dan sebagainya.
2.5
Teori Constant Market Share (CMS) Pendekatan Constant Market Share (CMS) digunakan untuk mengetahui
daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara pesaingnya. Pada analisis CMS kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh ekspor terkonsentrsai pada komoditas- komoditas yang pertumbuhan permintaanya relative rendah, ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi dan ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya. Suprihartini (2005) menyatakan bahwa asumsi dasar dari analisis CMS adalah bahwa pangsa pasar ekspor suatu negara di pasar dunia tidak berubah antar waktu. Oleh karena itu, perbedaan antara pertumbuhan ekspor aktual suatu negara dengan pertumbuhan yang mungkin terjadi apabila suatu negara dapat mempertahankan pangsa pasarnya, merupakan efek dari daya saing. Nilai daya
20
saing yang negatif menggambarkan bahwa negara tersebut gagal dalam mempertahankan pangsa pasarnya, dan sebaliknya untuk nilai positif. Jadi dalam analisis CMS, lambat atau tingginya laju pertumbuhan ekspor suatu negara dibandingkan laju pertumbuhan standar (rata-rata dunia) diuraikan menjadi tiga faktor, yakni komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor dan daya saing. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Efek Pertumbuhan impor: mXijk1…………………………………………………….………(2.2) Dimana
m
= Persentase peningkatan impor umum di negara k
Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1) Efek Komposisi komoditi ekspor: {(mi – m) Xijk 1 }………………………………………………(2.3) Dimana
m
= Persentase peningkatan impor umum di negara j
mi
= Persentase peningkatan impor komoditi i di negara k
Xijk 1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1) Efek daya saing : {Xij2 – Xij1 – mi Xijk 1}…………………………...…………….(2.4) Dimana
m
= Persentase peningkatan impor komoditi I di negara j
Xijk1
= Ekspor komoditi I dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Xijk2
= Ekspor komoditi I dari negara j ke negara k tahun ke- (t)
Constant Market Share memiliki beberapa kelemahan, beberapa kelemahannya antara lain bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi
21
dengan hanya menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS lainnya adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat diantara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangatberguna untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara.
2.6
Penelitian Terdahulu
2.6.1
Penelitian mengenai Alas kaki Khair (2000) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing produk
alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Analisis yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA), dari analisis dengan menggunakan metode ini dapat diketahui bahwa kekuatan daya saing produk alas kaki Indonesia semakin melemah, ini ditandai dengan nilai RCA yang semakin menurun. 2.6.2
Penelitian Mengenai Daya saing. Ingco (2003) melakukan penelitian mengenai Kinerja ekspor Bangladesh
di pasar Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Metode analisis yang digunakan yakni Costant Market Share dimana hasil analisis menunjukkan bahwa total pangsa pasar di ketiga negara tersebut lebih dipengaruhi oleh kurangnya daya saing dalam mengadaptasi permintaan dari mitra dagang. Namun selama putaran Uruguay peningkatan impor komoditas tersebut di pasar Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada prospek pasar ekspor Bangladesh, meskipun permintaannya berfluktuasi. Widodo (2000) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah dengan
22
menggunakan Constant Market Share dimana hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki spesialisasi ekspor untuk komoditas kakao biji, kakao pasta dan kakao butter, dengan daya saing yang kuat, komoditas kakao bubuk berada pada tahap mengimpor kembali dengan daya saing rendah, sedangkan komoditas cokelat dan produk cokelat berada pada perluasan ekspor dengan daya siang yang kuat. Mardianto (2004) melakukan penelitian mengenai analisis komparasi daya saing produk ekspor pertanian antar negara Asean dalam era perdagangan bebas AFTA. Penelitian tersebut menggunakan metode constant market share, dimana hasil dari analisis yaitu pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN selama periode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Philiphina dan dunia. Selanjutnya komposisi produk ekspor Indonesia adalah yang terbaik di antara negara-negara ASEAN, walaupun melemah pada periode 1999-2001 dibanding 1997-1999, distribusi pasar ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 hanya kalah dari Singapura, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah dari Singapura dan Vietnam. Daya saing ekspor Indonesia pada periode 19971999 paling kuat di antara negara- negara ASEAN tetapi melemah pada periode 1999-2001 dan kalah dari Filipina dan Thailand. Wawan dan Puji (2003) melakukan analisis mengenai ekspor manufaktur Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah constant market share analysis, hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi produk merupakan masalah utama
23
dalam ekspor manufaktur Indonesia. Ekspor manufaktur cenderung terkonsentrasi pada produk- produk yang permintaannya relatif rendah di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa produk-produk pada kode SITC 6 dan SITC 8 lebih dari 50 persen ekspor manufaktur Indonesia memiliki pertumbuhan ekspor dunia yang lebih rendah dibandingkan produk lainnya. Ekspor manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi pada pasar tertentu seperti Jepang, Amerika Serikat, ASEAN dan Cina. Pasar tersebut menyerap lebih dari 60 persen dari total ekspor manufaktur Indonesia, secara tidak langsung pasar-pasar tersebut memberikan dampak yang cukup kuat terhadap kinerja ekspor manufaktur Indonesia. Ahmad (2007) melakukan penelitian mengenai ekspor tekstil dan produk tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina. Hal ini disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Namun, untuk komoditi kain dan benang Cina lebih memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah.
24
2.7
Kerangka Pemikiran Industri alas kaki merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki
potensi yang cukup besar dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Sesuai dengan rekomendasi Kadin industri alas kaki merupakan salah satu industri yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian sebesar 7 persen. Industri ini juga merupakan industri yang diandalkan dari kelompok industri manufaktur sebab memiliki peran yang besar dalam perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan kesejahteraan dan juga peningkatan devisa. Keunggulan- keunggulan produk alas kaki Indonesia berupa harga yang kompetitif, desain yang unik dan bervariasi menyebabkan negara Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor alas kaki yang dikenal memiliki positioning yang baik di pasar internasional. Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama dalam kegiatan ekspor alas kaki Indonesia. Akan tetapi memasuki era globalisasi yang semakin berkembang dewasa ini, adanya liberalisasi perdagangan ternyata membuka peluang yang cukup besar bagi negara-negara lain untuk mengekspor produk yang serupa ke negara Amerika, Indonesia yang merupakan salah satu negara yang mampu mengekspor produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar ke pasar Amerika, kini mulai menghadapi ancaman berupa persaingan dari negara-negara pesaing lain. Cina merupakan salah satu negara yang bersaing cukup kuat dengan Indonesia, dimana produk- produk dari negara tersebut mampu membanjiri pasar Amerika Serikat dengan harga dan kualitas produk yang cukup bersaing, Cina memiliki nilai ekspor yang cukup besar jika dibandingkan dengan Indonesia.
25
Munculnya persaingan yang semakin tinggi secara tidak langsung berdampak terhadap kondisi daya saing produk alas kaki Indonesia di Amerika. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin menganalisis daya saing produk alas kaki Indonesia serta mengadakan perbandingan dengan negara Cina yang dinilai sebagai pesaing terkuat Indonesia di pasar Amerika Serikat. Pertumbuhan ekspor dari suatu negara dipengaruhi oleh efek pertumbuhan dunia atau efek ekspansi dan efek daya saing, dimana efek ekspansi mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekspor suatu negara akan terjadi bila mempertahankan pangsa pasarnya, artinya ekspor akan meningkat di pasar yang sedang mengalami peningkatan permintaan, sedangkan efek daya saing yaitu daya saing relatifnya. Efek ekspansi terbagi menjadi dua, yakni efek pangsa makro dan efek pangsa mikro. Pangsa makro berhubungan dengan posisi produk alas kaki terhadap total impor dunia, sedangkan pangsa mikro adalah posisi alas kaki Indonesia di pasar dunia. Ketiga efek yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk alas kaki Indonesia tersebut (efek pangsa makro, efek pangsa mikro dan efek daya saing) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis Constant Market Share. Analisis untuk mengetahui keunggulan komparatif dari produk alas kaki dilakukan dengan menggunakan analisis RCA (Revealed Comparatif Advantage). Dimana dilakukan perbandingan antara pangsa pasar produk alas kaki di Indonesia dengan pangsa pasar produk alas kaki tersebut di dunia, nilai RCA yang diperoleh lebih dari satu berarti produk alas kaki Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar Internasional, sedangkan nilai RCA yang kurang dari satu berarti produk alas kaki Indonesia memiliki daya saing yang lemah di pasar
26
Internasional. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.2 Produk Alas Kaki merupakan produk Unggulan Ekspor Indonesia
Alas Kaki Indonesia memiliki kinerja Ekspor yang cukup baik
Industri Alas Kaki masuk kedalam empat kluster industri yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi diatas 7 persen.
Produk-produk alas kaki Indonesia memiliki harga yang kompetitif, desain yang unik dan bervariasi
Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan ekspor utama
Ancaman persaingan dari negara pesaing yang juga mengekspor produk yang sama (Cina)
Bagaimana Posisi daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat
Revelead Comparative Advantage (RCA) Analisis Keunggulan/ kerugian komparatif
Constant Market Share (CMS) untuk mengetahui faktor- faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia
Kondisi daya saing Alas Kaki Indonesia dalam perdagangan di pasar Amerika Serikat Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
27
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan adalah jenis data tahunan, yakni dari Tahun 2000 sampai Tahun 2009, adapun data- data utama yang digunakan adalah berupa data nilai ekspor komoditi alas kaki khususnya untuk komoditi HS 640319 dan HS 640219
untuk negara Indonesia dan negara Cina ke pasar Amerika
Serikat, serta data-data dari nilai impor komoditi alas kaki negara Amerika Serikat dan nilai impor total umum negara Amerika Serikat. Adapun data- data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari United Nations Commodity Trade Statistics Division (UN COMTRADE) melalui situsnya www.comtrade.un.org, World Integrated Trade Solution (WITS), Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, Kementrian Perindustrian dan studi literatur yang di dapat dari buku-buku yang berhubungan dengan industri alas kaki dan teori mengenai daya saing.
3.2 Metode Analisis Dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif. Pendekatan dengan metode kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Constant Market Share Analysis (CMSA) yaitu suatu model analisis yang membagi pertumbuhan ekspor dalam aspek pertumbuhan permintaan dunia dan juga aspek daya saing. Revalead Comparatif Advantage
(RCA) yakni suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis
tingkat daya saing alas kaki Indonesia yang diekspor ke pasar internasional
28
khususnya pasar Amerika Serikat. Perhitungan- perhitungan baik RCA maupun CMS tersebut diharapkan dapat menjawab sampai sejauh mana daya saing dan tingkat spesialisasi komoditi alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat.
3.2.1 Revalead Comparatif Advantage (RCA) Metode RCA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara (Balasa, 1989). Perhitungan dengan metode RCA pada penelitian ini antara lain untuk mengetahui bagaimana posisi ekspor dari produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat, adapun variabel-variabel yang diukur pada perhitungan dengan metode RCA adalah berupa besarnya kinerja nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika serikat terhadap keseluruhan total nilai ekspor produk dari negara Indonesia ke Amerika Serikat yang kemudian dibandingkan dengan keseluruhan total ekspor semua negara yang melakukan kegiatan ekspor produk alas kaki ke negara Amerika Serikat terhadap keseluruhan total produk yang di impor oleh Amerika Serikat dari seluruh negara. Rumusnya adalah sebagai berikut: RCA= Dimana :
…………………………..……..………………………..(3.1) Xij = Nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat Xit= Nilai total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Wj= Nilai ekspor dunia produk alas kaki di Amerika Serikat Wt= Nilai total ekspor produk dunia ke Amerika Serikat.
29
Metode ini merupakan metode yang berdasarkan pada konsep bahwa perdagangan antar negara sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Hasil perhitungan dari nilai RCA yang lebih dari satu menandakan suatu produk dikatakan memiliki daya saing yang kuat di pasar tujuan, sedangkan nilai RCA yang kurang dari satu menandakan produk tersebut memiliki daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA suatu produk yang diekspor oleh suatu negara menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara tersebut semakin tinggi. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun lalu. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut : IndeksRCA=
…………………………………………….……..(3.2)
RCAt = Nilai RCA tahun ke- (t) RCA t-1 = Nilai RCA tahun ke (t-1) Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat tahun sekarang sama dengan tahun lalu.
3.2.2 Constant Market Share (CMS) Pada penelitian ini juga menggunakan metode pangsa pasar konstan (Constant Market Share) yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif suatu negara. Perhitungan ditujukan untuk mengetahui faktor- faktor yang menyebabkan kenaikan dan penurunan besarnya nilai ekspor alas kaki negara Indonesia ke Amerika Serikat jika dilihat dari beberapa komponen faktor yaitu berdasarkan efek komoditas ekspor, efek pertumbuhan impor dan efek daya
30
saing. Sisi permintaan dari variabel- variabel yang diukur dibagi menjadi efek pangsa makro yang merupakan pertumbuhan impor dan juga efek pangsa mikro yang merupakan efek komposisi komoditi, selanjutnya dari sisi penawaran yang menerangkan efek persaingan atau efek daya saing Rumusnya adalah sebagai berikut: Xij2 – Xij1 = mXijk1 + {(mi – m) Xijk 1 } + {Xij2 – Xij1 – mi Xijk 1}……………(3.3) (1)
(2)
(3)
Dimana: Xij1 = Ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat tahun ke-(t-1) Xij2 = Ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat tahun ke- (t) m = Persentase peningkatan impor umum di Amerika Serikat mi = Persentase peningkatan impor alas kaki di Amerika Serikat (1)= Efek pertumbuhan impor, (2)= Efek Komposisi, (3)= Efek daya saing Efek pertumbuhan impor menjelaskan besarnya kenaikan atau penurunan ekspor produk suatu negara yang disebabkan pertumbuhan yang lebih cepat dari impor dunia untuk komoditi tertentu yang dibandingkan dengan impor komoditi lainnya. Nilai yang positif mengindikasikan ekspor suatu negara meningkat karena adanya peningkatan permintaan terhadap komoditi yang diekspor tersebut. Efek komposisi komoditas menjelaskan besarnya perbandingan antara besarnya persentase kenaikan permintaan negara tujuan ekspor untuk komoditi tertentu terhadap persentase kenaikan permintaan keseluruhan komoditi total di negara tujuan ekspor yang kemudian nilai ini di kalikan dengan keseluruhan total ekspor untuk komoditi tertentu pada tahun dasar negara pengekspor. Nilai yang positif menunjukkan pertumbuhan ekspor untuk negara tertentu sebagian disebabkan oleh pilihan pasar yang benar. Sebaliknya nilai yang negatif
31
menunjukkan bahwa ekspor suatu negara ditujukan ke negara-negara yang besarnya permintaan tidak secepat pertumbuhan dunia. Efek daya saing merupakan perhitungan dari perbedaan besarnya pertumbuhan ekspor suatu negara untuk komoditi tertentu menuju negara tujuan ekspor atau pasar tujuan utama dan tingkat pertumbuhan total impor dari komoditi tersebut. Pertumbuhan ekspor suatu negara dikatakan memiliki daya saing di negara tujuan ekspor atau pasar tujuan utama apabila ekspor tersebut tumbuh lebih cepat dari impor negara tujuan untuk komoditi tersebut, hal ini secara tidak langsung menyebabkan pangsa pasar pada negara tujuan utama ekspor meningkat.
32
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM
Karakteristik Industri Alas Kaki Gambaran mengenai industri alas kaki di Indonesia sangat beragam dan
tersebar di berbagai propinsi dalam bentuk industri kecil, menengah dan besar dengan pembagian masing- masing segmen industri. Menurut data kementrian perindustrian Menperin, Industri alas kaki nasional saat ini berjumlah 386 perusahaan yang tersebar di beberapa propinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara, dimana Jawa Timur merupakan klaster Industri sepatu terbesar dengan wilayah produksi tersebar mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Magetan, Malang dan Jombang (SNI Penguat Daya Saing Bangsa, 2009) Industri alas kaki dalam skala kecil memiliki karakteristik bersifat padat tenaga kerja, sensitif terhadap perubahan model dan menggunakan teknologi yang sederhana. Biasanya industri alas kaki dalam skala kecil merupakan usaha warisan keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga dan memiliki pekerja kurang dari 20 orang. Usaha tersebut masih belum bisa berkembang menjadi lebih besar karena masih kurangnya kesadaran dalam mengutamakan kualitas produk serta keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran dan distribusi penjualan produk alas kaki. cakupan mengenai industri alas kaki dalam skala usaha kecil terdiri dari beberapa jenis diantaranya sepatu kulit/kasual dan sandal kulit yang sebagian besar diperuntukkan bagi konsumen lokal.
33
Berbeda dengan industri alas kaki dalam skala kecil/UKM, Industri alas kaki dalam skala usaha besar pada umumnya berupa pabrikan untuk membuat produk bermerek (branded) berdasarkan job order dari pemegang merek terkenal (buyer) di luar negeri, contohnya produk alas kaki Nike, Adidas atau Reebok. Keseluruhan desain , bahan baku dan teknologi bersumber dari pihak principal (buyer)
sehingga
tidak
memberikan
keleluasaan
bagi
pabrikan
untuk
mengembangkan merek dan desain sendiri. Jenis produk yang dihasilkan oleh industri besar pada umumnya berupa sepatu olah raga, alas kaki yang berbahan sintetis atau karet dan sepatu kulit yang dirancang khusus misalnya ski-boot untuk melayani pasar internasional terutama Amerika dan Uni-Eropa. Dalam perkembangannya industri alas kaki merupakan industri yang memiliki kelemahan dan kelebihan, adapun kelebihan yang dimiliki oleh industri alas kaki yaitu: 1. Permintaan produk alas kaki dunia secara umum dari tahun ke tahun terus meningkat. 2. Kebutuhan alas kaki nasional diperkirakan akan terus meningkat 3. Industri alas kaki banyak menyerap tenaga kerja 4. Tersedianya SDM yang mudah untuk dididik menjadi tenaga kerja terampil dengan upah yang bersaing. 5. Telah berkembangnya industri kulit imitasi/ synthetis berkualitas baik sebgai bahan baku bagi industri alas kaki non kulit. Sedangkan untuk kelemahan yang dimiliki oleh industri alas kaki adalah sebagai berikut :
34
1.
Membanjirnya produk impor di pasar dalam negeri dengan harga murah yang masuknya diduga secara illegal atau tidak wajar yang mendistorsi pasar industri alas kaki nasional.
2.
Masih tingginya ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong serta komponen terutama bagi produk tujuan ekspor karena terbatasnya kemampuan industri pemasok dalam negeri.
3.
Kemampuan dan perkembangan indsutri pendukung masih terbatas, sehingga ketergantungan terhadap impor tinggi terutama untuk produk tujuan ekspor.
4.
Masih terbatasnya kemampuan SDM dalam penguasaan teknologi peroduksi dan desain, sehingga lamban dalam mengantisipasi perkembangan kebutuhan pasar.
5.
Masih terbatasnya kemampuan Industri Kecil dan Menengah (IKM) disebabkan antara lain: a. Peralatan produksi yang dimiliki sangat sederhana b. Belum dikelola secara professional dan sebgaian dianggap sebgai usaha sampingan. c. Profesionalisme dan jiwa kewirausahaan masih lemah. d. Kemampuan SDM terbatas. e. Kemampuan penguasaan jaringan pasar dan promosi lemah. f. Lemahnya akses dengan sumber pembiayaan.
6.
Terbatasnya kemampuan untuk menciptakan dan mempromosikan merk sendiri melalui kepersertaan pada pameran internasional di dalam maupun di luar negeri ( Road Map Industri Alas Kaki, 2007).
35
Sedangkan jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing utama Indonesia seperti Cina, beberapa hal yang membuat industri di negara tersebut lebih maju jika dibandingkan dengan Indonesia yaitu : 1.
Cina
mempunyai
jumlah
penduduk
yang
sangat
besar,
sehingga
menciptakan permintaan pasar dalam negeri yang besar, selain itu pertumbuhan ekonomi di negara tersebut cukup signifikan. 2.
Pengaruh masuknya modal asing yang disertai dengan alih teknologi dan peran aktif dari investornya telah menghasilkan keterampilan dan produktivitas kerja yang meningkat dengan upah buruh yang masih relatif rendah.
3.
Daya beli masyarakat Cina yang rendah, maka diperlukan harga sepatu yang murah, sehingga tuntutan kualitasnya tidak terlalu tinggi.
4.
Cina mempunyai Hongkong sebagai salah satu pintu gerbang pasar internasionalnya.
5.
Pemerintah Cina memberikan dukungan penuh kepada sektor Industri sepatunya (Depperindag, 2000).
4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja industri alas kaki. Salah satu kelebihan yang dimiliki industri alas kaki yaitu Industri alas kaki merupakan salah satu industri yang bersifat padat karya, dimana penyerapan tenaga kerja pada sektor industri ini sangatlah besar. Berdasarkan Gambar 4.1 penyerapan tenaga kerja pada komoditi alas kaki dari Tahun 2000 sampai dengan 2007 cenderung fluktuatif, jumlahnya cenderung mengalami penurunan terusmenerus dari Tahun 2000 sampai dengan 2005.
36
Jumlah Tenaga Kerja
300000 250000 banyaknya jumlah tenaga kerja
200000 150000 100000 50000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)
Gambar 4.1. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 (Orang) Pada Tahun 2005 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 6,37 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, adanya masalah perburuhan yang mengakibatkan stagnasi produksi menjadi semakin tidak terhindarkan. Berbagai kondisi tersebut pada akhirnya tentu menyebabkan banyak industri sepatu dan alas kaki domestik yang harus mengurangi produksinya bahkan mengalami kebangkrutan1. Data pada Aprisindo sendiri menunjukan terjadinya pengurangan jumlah perusahaan pada Tahun 2005, jika pada Tahun 2003 jumlah perusahaan yang menjadi anggota dalam organisasi tersebut sebanyak 107 perusahaan maka pada tahun 2005 hanya tinggal 98 unit perusahaan. pengurangan jumlah perusahaan secara tidak langsung berdampak pada besarnya jumlah tenaga kerja. Setelah mengalami penurunan jumlah tenaga kerja terus- menerus sampai pada Tahun 2005, menginjak tahun berikutnya jumlah tenaga kerja pada Tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 12,78 persen, namun untuk tahun berikutnya mengalami penurunan sebesar 10,70 persen pada Tahun 2007. 1
http://nanug-gemblongs.blogspot.com/2006/06/produk-alas-kaki-indonesia-ancaman.html
37
Pada Tahun 2008 jumlah tenaga kerja kembali mengalami kenaikan sebesar 4,8 persen, meningkatnya jumlah tenaga kerja pada Tahun 2008 secara tidak langsung disebabkan oleh adanya kenaikan upah buruh di Cina khususnya di sektor alas kaki yang menjadikan beberapa pabrik besar mengalihkan modal usahanya ke negara lain yang mampu menawarkan tenaga kerja yang lebih murah, hal ini tentu memberikan peluang bagi Indonesia mengingat pasokan tenaga kerja yang cukup besar dan juga upah yang stabil2.
4.1.2. Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik untuk industri besar sedang, data mengenai jumlah perusahaan alas kaki cenderung fluktuaif nilainya (Gambar 4.2). Jumlah perusaahan alas kaki cenderung menurun dari
Jumlah perusahaan
Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005. 600 500 400 300 Perkembangan jumlah perusahaan Industri alas kaki
200 100 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)
Gambar 4.2. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 (Unit) Namun, jumlahnya kembali meningkat tajam ketika memasuki Tahun 2006, kenaikan jumlah perusahaan alas kaki tertinggi berada pada Tahun 2006 dimana pertumbuhan jumlah perusahaan mencapai 74 persen, bertambahnya jumlah 2
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2010/06/08/menggeser-made-in-china/
38
perusahaan tersebut disebabkan karena adanya minat investor dari negara luar yang membuka perusahaannya di Indonesia.3 Pada Tahun 2007 jumlah perusahaan alas kaki kembali menurun dari sebelumnya berjumlah 569 perusahaan pada Tahun 2006 menjadi 535 perusahaan, penurunan jumlah perusahaan semakin menurun pada Tahun 2008, jumlahnya menjadi 437 perusahaan atau turun 11,58 persen.
4.1.3. Efisiensi Industri Alas Kaki. Efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antara input ( masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimalnya yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas4. Badan Pusat Statistik merumuskan nilai efisiensi berdasarkan perbandingan antara nilai input terhadap nilai output, dengan kata lain semakin kecil nilai efisiensi menandakan kegiatan proses produksi semakin efisien, semakin efisien menandakan perusahaan mampu memproduksi suatu produk
Nilai Efisiensi
dengan input yang rendah serta mampu menghasilkan output yang tinggi. 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
Nilai Efisiensi Industri Alas Kaki
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)
Gambar 4.3. Nilai Efisiensi Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 3 4
http://m.inilah.com/read/detail/138/penjualan-produsen-alas-kaki-melonjak/ http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efisiensi/
39
Jika dilihat berdasarkan nilai efisiensi dari produk alas kaki di Indonesia, nilainya menunjukkan angka yang cenderung fluktuatif, pada Tahun 2000 nilai efisensi produk alas kaki mencapai 0,58. Sedangkan pada Tahun 2001 nilai efisiensi masih tetap berada pada kisaran tersebut atau tetap pada nilai 0,58. Memasuki Tahun 2002 nilai efsiensi menurun menjadi 0,67 sedangkan Tahun 2003 nilai efisensi kembali membaik menjasi 0,60. Pada Tahun 2004 efisiensi kembali menurun menjadi 0,65 dan nilainya kembali membaik pada Tahun 2005 nilai efisiensinya mencapai 0,61 dan 0,55 pada Tahun 2006. Memasuki Tahun 2007 nilai efisensi kembali menurun menjadi 0,57 dan semakin menurun menjadi 0,63 pada Tahun 2008. Adanya pengaruh dari krisis keuangan global ternyata membawa dampak terhadap besarnya nilai output yang dihasilkan dari industri alas kaki.
4.1.4
Perkembangan Investasi Sektor Industri Alas Kaki Perkembangan investasi dalam sektor industri alas kaki beberapa tahun
terakhir memiliki nilai yang sangat kurang terutama investasi PMDN dengan trend jumlah proyek dan nilai investasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan investasi PMA. Pada Tabel 4.1 terlihat pada Tahun 2001 jumlah proyek PMDN yang disetujui berjumlah 2 unit dengan nilai investasi sebesar 16,8 juta US$. Sedangkan pada tahun yang sama jumlah proyek dan nilai investasi PMA sebesar 8 unit dan 21,4 juta US$. Selanjutnya pada tahun 2002 jumlah proyek PMDN meningkat menjadi 3 unit dengan nilai investasi sebesar 117,6 juta US$. Pada tahun yang sama jumlah proyek pada PMA justru mengalami penurunan dari 8 unit menjadi 6 unit
40
walaupun jumlah proyeknya mengalami penurunan namun nilai investasinya justru mengalami peningkatan sebesar 57,4 juta US$. Tabel 4.1 perkembangan Realisasi Investasi Industri Alas Kaki PMDN PMA Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Proyek 2 3 1 2 1 1 2 2
Nilai Investasi (Juta US$) 16,8 117,6 1,0 24,5 14,6 4,0 58,5 10,1
Jumlah Proyek 8 6 7 6 6 11 10 20
Nilai Investasi (Juta US$) 21,4 57,4 5,8 13,2 47,8 51,8 95,9 145,8
Sumber : BKPM,2008
Trend investasi yang cenderung menurun disebabkan oleh rendahnya minat investor terutama investor dalam negeri pada beberapa tahun terkahir. Pada Tahun 2006 jumlah proyek dan investasi khususnya PMA mengalami peningkatan, peningkatan ini lebih disebabkan oleh adanya kebijakan anti dumping Uni Eropa terhadap Cina dan Vietnam yang memberikan peluang bagi industri alas kaki nasional untuk merebut pasar Eropa. Berdasarkan laporan Aprisindo ( Asosiasi Persepatuan Indonesia), sedikitnya 50 perusahaan alas kaki merelokasi pabrik dari Cina dan menanam investasi di Indonesia5. Pada Tahun 2007 jumlah proyek dan nilai investasi pada PMDN mengalami peningkatan, nilai investasi pada tahun tersebut mencapai 58,5 juta US$. Sedangkan nilai investasi pada PMA juga mengalami peningkatan sebesar 95,9 juta US$. Memasuki tahun 2008 jumlah proyek pada PMDN sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 2 unit namun nilai investasinya cenderung mengalami penurunan yang cukup tajam dengan nilai 10,1 juta US$. Berbeda 5
50 Pabrik Sepatu Akan Masuk Ke RI. Jumat 19 Mei 2006/www.kompas.com
41
dengan PMDN nilai investasi dan jumlah proyek pada PMA justru mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah proyek mencapai 20 unit dengan nilai investasi mencapai 145,8 juta US$. Adanya peningkatan pada investasi PMA lebih disebabkan oleh adanya peningkatan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 2008, sedikitnya 25 perusahaan sepatu asing sudah menandatangani kontrak untuk berinvestasi di Indonesia. Dari 25 perusahaan tersebut, 10 perusahaan melakukan perluasan usaha dan 15 perusahaan lain merupakan investor baru. Total investasi yang akan ditanamkan oleh ke-25 perusahaan tersebut mencapai US$ 170 juta dengan total kapasitas produksi per tahun mencapai 287 juta pasang6.
4.2.
Perkembangan Perdagangan Alas kaki Dunia Tahun 2000- 2009 Perdagangan komoditi alas kaki dunia mengalami perkembangan yang
cukup baik hal ini ditandai dengan besarnya tren yang meningkat dari Tahun 2000 sampai 2008 (Gambar 4.4), besarnya nilai ekspor perdagangan seluruh dunia untuk komoditi alas kaki pada Tahun 2000 sampai 2008 mencapai US$ 51,10 miliar hingga US$ 98,72 miliar. Jika dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan nilai ekspor perdagangan alas kaki dari Tahun 2000 sampai 2008 juga mengalami peningkatan yang cukup baik, pada Tahun 2001 pertumbuhan perdagangannya adalah sebesar 2,23 persen, selanjutnya dari Tahun 2001 ke 2002 pertumbuhan perdagangannya mencapai 3,01 persen, sedangkan pertumbuhan perdagangan pada Tahun 2002 ke 2003 mengalami kenaikan sebesar 10,47 persen. kenaikan ini masih terus berlanjut di
6
http://www.kabarbisnis.com/read/289136
42
tahun berikutnya yaitu dari Tahun 2003 ke 2004 adalah sebesar 10,93 persen, 9,27 persen pada Tahun 2005, dan 10,25 persen di Tahun 2006.
Nilai (juta US$)
120000 100000 80000 60000
Perdagangan alas kaki dunia
40000 20000 0 2000200120022003200420052006200720082009
Tahun
Sumber : world Integrated trade Solution 2010, diolah
Gambar 4.4. Perkembangan Perdagangan Industri Alas Kaki Dunia Tahun 2000 -2009 Besarnya kenaikan tren tertinggi perdagangan dari komoditi alas kaki berada pada Tahun 2007 yaitu sebesar 12,24 persen, namun nilai ini mengalami penurunan menginjak Tahun 2008 dimana besarnya tren perdagangan menurun sebesar 10,67 persen, walaupun nilai ekspor perdagangan alas kaki meningkat namun pertumbuhan cenderung menurun, hal ini diindikasikan karena pada tahun tersebut terjadi krisis keuangan global. Adanya dampak dari krisis keuangan global berlanjut pada tahun berikutnya dimana nilai ekspor pada Tahun 2009 menurun sehingga menyebabkan pertumbuhan perdagangannya menurun sebesar 16,56 persen. Secara garis besar perdagangan alas kaki dunia didominasi negara – negara seperti Cina, Hongkong, Itali, Jerman dan Uni Eropa. Dimana besarnya kontribusi nilai ekspor negara-negara tersebut terhadap dunia sangat besar. Negara-negara
tersebut
merupakan
negara-negara
yang dikenal
menghasilkan produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar.
mampu
43
Kontribusi Ekspor Beberapa Negara di Dunia Terhadap Total Ekspor Dunia 2000-2009
26% 38%
China Hongkong Italy
8% 13%
Jerman Uni Eropa Indonesia
2% 9%
4%
Lainnya
Sumber : World Integrated Trade Solution 2010, diolah
Gambar 4.5. Kontibusi Ekspor Alas Kaki Beberapa Negara Terhadap Total Ekspor Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 Negara dengan kontribusi terbesar nilai ekspornya adalah negara Cina yaitu sebesar 26 persen, diikuti oleh negara berikutnya yaitu Itali sebesar 12,79 persen, Uni Eropa 9,02 persen, Hongkong 8,30 persen dan Jerman 3,48 persen. jika dibandingkan dengan kelima negara tersebut besarnya kontribusi Indonesia hanyalah 2,15 persen. hal ini berarti nilai ekspor alas kaki Indonesia masih rendah di tingkat dunia.
4.3.
Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Indonesia Tahun 2000-2009 Indonesia sebagai salah satu sepuluh besar negara eksportir terbesar untuk
komoditi alas kaki memiliki beberapa kategori produk yang dapat diandalkan dan memiliki kontribusi yang besar terhadap besarnya nilai ekspor. Kategori produk untuk alas kaki HS 640319 atau sepatu olah raga yang menggunakan bahan dasar kulit dan HS 640219 atau sepatu olah raga yang menggunakan bahan dasar kulit atau plastik merupakan salah satu komoditi yang unggul dalam kegiatan perdagangan di pasar dunia. Pembahasan mengenai perkembangan perdagangan
44
alas kaki Indonesia selanjutnya akan dilebih spesifikasikan pada kedua jenis komoditi tersebut.
4.3.1. Perkembangan Perdagangan Alas kaki untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit (HS 640319) Tahun 2000-2009 Alas kaki untuk komoditi HS 640319 merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia dalam kegiatan ekspor, besarnya penjualan atau ekspor negara Indonesia ke dunia sangatlah fluktuatif dari tahun ke tahun. Jika dilihat pada Gambar 4.6 nilai ekspor tertinggi berada pada Tahun 2000 yaitu sebesar US$ 296, 16 Juta. Nilai ini merupakan nilai ekspor tertinggi karena pada tahun berikutnya nilai ekspor untuk komoditi ini terus mengalami penurunan. Pada Tahun 2002 nilai ekspor sepatu oalah raga yang menggunakan bahan kulit mengalami penurunan, penurunan ekspor tersebut lebih disebabkan karena beberapa faktor diantaranya keterbatasan pengadaan bahan baku alas kaki. Produk kulit dan bahan baku penolong yang dibutuhkan industri alas kaki di dalam negeri secara kuantitatif dan kualitatif masih belum mencukupi kebutuhan sehingga perlu
Nilai (juta US$)
impor bahan baku dari negara-negara penghasil produk kulit. 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 -
nilai ekspor alas kaki HS 640319
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Sumber : World Integrated Trade Solution,2010
Gambar 4.6. Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 ke Dunia Tahun 2000-2009
45
Pada Tahun 2007 adanya krisis global juga telah membawa dampak terhadap perkembangan nilai ekspor dimana pada saat itu nilai ekspor negara Indonesia berada pada titik terendah jika dibandingkan dengan nilai ekspor pada tahun-tahun sebelumnya. Selain kegiatan ekspor, untuk komoditi HS 640319, ternyata Indonesia juga masih mengimpor produk tersebut dari negara lain, walaupun jumlahnya tidak sebesar nilai ekspornya namun perkembangan nilai impor untuk komoditi tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan impor secara umum lebih disebabkan oleh adanya kenaikan penggunaan bahan baku impor dan juga karena masuknya produk-produk dari negara lain ke pasar domestik. Pada Gambar 4.7 dapat terlihat peningkatan impor terbesar produk alas kaki dari kulit terjadi pada Tahun 2008, peningkatan impor untuk produk sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit pada Tahun 2008 mencapai 57,57 persen, hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya produk- produk dari luar yang membanjiri pasar dalam negeri.
nilai (US$)
8000000 6000000 4000000
nilai impor alas kaki HS 640319
2000000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Sumber : World Integrated Trade Solution,2010
Gambar 4.7. Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 ke Dunia Tahun 2000-2009
46
Negara Cina merupakan negara terbesar yang mengimpor produknya ke Indonesia, memasuki Tahun 2008 dimana terjadinya krisis keuangan global menyebabkan permintaan ekspor negara tujuan utamanya menurun contohnya Amerika Serikat, hal ini menyebabkan Cina lebih memilih mengekspor ke negara lain termasuk Indonesia dan menjualnya dengan harga 17 persen hingga 33 persen lebih murah dari harga normal7. Selain itu adanya peningkatan nilai impor juga disebabkan oleh adanya peningkatan penggunaan bahan baku impor yang meningkat dari 54,28 persen pada tahun 2007 menjadi 60,70 persen pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2008). Sedangkan jika dilihat berdasarkan volume perdagangannya, selama Tahun 2000 sampai 2009 besarnya volume perdagangan untuk komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan dasar kulit sangatlah fluktuatif (Gambar 4.8) dimana pada Tahun 2000 volume ekspornya adalah sebesar 56,7 juta ton dan di Tahun 2001 menurun menjadi 54,81 juta ton penurunan jumlah volume ekspor pun masih berlanjut di tahun berikutnya yaitu pada Tahun 2002 sebesar 43, 79 juta ton atau menurun sebesar 20,11 persen dari tahun sebelumnya, kemudian pada Tahun 2003 volume ekspor kembali meningkat sebesar 45, 16 juta ton dan kembali meningkat di tiga tahun berikutnya yaitu pada Tahun 2004 sebesar 48,66 juta ton, Tahun 2005 sebesar 52,39 juta ton dan pada Tahun 2006 sebesar 62,24 juta ton.
7
http://www.kabarbisnis.com/makro/industri/283955-Masa_suram_industri_persepatuan.html
Volume Ekspor Alas Kaki (ton)
47
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
Volume Ekspor
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber : World Integrated Trade Solution, 2010
Gambar 4.8. Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 ke Dunia Tahun 2000-2009
Memasuki Tahun 2007 dimana terjadinya krisis keuangan global ternyata telah membawa dampak terhadap besarnya jumlah volume ekspor alas kaki Indonesia, hal ini lebih disebabkan adanya penurunan permintaan dari negara tujuan ekspor secara tidak langsung telah berdampak terhadap besarnya jumlah volume ekspor. Besarnya volume ekspor komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit pada Tahun 2007 adalah sebesar 54,16 juta ton jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan volume ekspor pada tahun sebelumnya, atau menurun sebesar 12,98 persen. Berdasarkan pangsa pasarnya lima negara utama yang menjadi tujuan ekspor Indonesia adalah negara Amerika Serikat, Inggris, Belgia, Jerman dan Belanda, dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009, kontribusi ekspor terbesar Indonesia untuk komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan dari kulit adalah ke negara Amerika Serikat, besarnya kontribusi nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 40 persen, sementara kontribusi ekspor ke negaranegara lainnya yang seperti Inggris, Belgia, Jerman dan Belanda, masing-masing sebesar, 9,42 persen, 8,90 persen, 6,11 persen dan 5,72 persen ( Gambar 4.9 ).
48
Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640319 Dari Indonesia Ke Beberapa Negara Amerika Serikat
Belgia
Inggris
29%
Belanda
Jerman
lainnya
41%
6% 6%
9% 9%
Sumber : World Integrated Trade Solution, 2010
Gambar 4.9. Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640319 Dari Indonesia Ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 Gambar 4.9 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan pangsa pasar utama ekspor alas kaki Indonesia. Namun dalam perkembangan kegiatan ekspor, terdapat beberapa pesaing utama Indonesia di negara tersebut yang juga mengekspor produk alas kaki untuk HS 640319. Kontribusi Ekspor Beberapa Negara Yang Mengekspor Alas Kaki HS 640319 Ke Amerika Serikat Eropa Italy lainnya 9% 3% 2% Thailand 8% Indonesia 21%
Cina 57%
Sumber : World Integrated Trade Solution, 2010
Gambar 4.10. Kontibusi Ekspor Beberapa Negara Yang Mengekspor Alas Kaki HS 640319 ke Amerika Serikat Tahun 2000-2009 Pada Gambar 4.10 Cina merupakan negara yang paling banyak mengekspor produk alas kaki HS 640319 ke Amerika Serikat. Kontribusi ekspornya mencapai 57 persen, disusul kemudian Indonesia yang mencapai 21 persen. selanjutnya adalah negara Thailand dengan kontirbusi ekspor sebesar 8 persen, Eropa dan Italy dengan masing-masing kontribusi ekspornya 3 persen dan 2 persen.
49
4.3.2. Perkembangan Perdagangan Alas kaki untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit Atau Plastik (HS 640219) Tahun 2000-2009 Komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia selain komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit, jika dilihat dari perkembangan nilai ekspornya dari Indonesia ke dunia, pada Gambar 4.11 terlihat perkembangan perdagangan komoditi tersebut cenderung fluktuatif. Perkembangan nilai ekspor Indonesia tertinggi berada pada Tahun 2000 dimana nilai ekspor Indonesia ke dunia mencapai US$ 296,16 juta. Namun, Perkembangan nilai ekspor Indonesia pada tahun berikutnya atau Tahun 2001 mengalami penurunan menjadi US$ 278, 96 juta, penurunan ini terus berlanjut ditahun berikutnya menjadi US$ 176,16 juta atau menurun sampai 36,84 persen. Sedangkan pada Tahun 2003 nilai ekspor Indonesia kembali mengalami peningkatan sebesar US$ 238,08 juta, namun tiga tahun berikutnya atau pada Tahun 2004,2005, dan 2006 nilai ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sebesar 21,41 persen, 10,34 persen dan 21,74 persen.
nilai juta (US$)
400 300 200 nilai ekspor alas kaki HS 640219
100 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
tahun
Sumber : World Integrated Trade Solution,2010
Gambar 4.11. Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640219 ke Dunia Tahun 2000-2009
50
Pada Tahun 2007 merupakan awal tahun terjadinya krisis keuangan global, hal ini juga membawa dampak terhadap perkembangan nilai ekspor Indonesia yang menurun sampai 3,43 persen. Dampak krisis keuangan global tidak berdampak besar untuk nilai ekspor komoditi karena nilai ekspor Indonesia pada Tahun 2008 kembali meningkat pada Tahun 2008 sebesar US$ 171,42 juta atau 34,76 persen Jika dilihat berdasarkan nilai impornya, nilai impor Indonesia untuk komoditi sepatu olah raga bahan kulit atau plastik cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 4.12). Hal ini disebabkan karena semakin maraknya produkproduk luar yang membanjiri pasar dalam negeri, Cina merupakan salah satu negara yang banyak mengimpor produk alas kaki ke Indonesia, produk-produk Cina yang murah dan memiliki kualitas yang baik, jadi daya tarik tersendiri bagi konsumen lokal untuk membeli produk tersebut daripada menggunakan produk sepatu lokal.
nilai (US$)
20000000 15000000 10000000
nilai impor alas kaki HS 640219
5000000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun Sumber : World Integrated Trade Solution,2010
Gambar 4.12. Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640219 ke Dunia Tahun 2000-2009 Berdasarkan Volume ekspornya selama Tahun 2000 sampai 2009, komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik, memiliki perkembangan yang fluktuatif (Gambar 4.13) dimana pada Tahun 2000 volume
51
ekspornya mencapai 22,64 juta ton, kemudian pada tahun berikutnya volume ekspornya meningkat menjadi 22,70 juta ton, namun memasuki tahun 2002 volume ekspor Alas kaki Indonesia untuk komoditi sepatu olah raga yang
Volume ekspor Alas Kaki (ton)
menggunakan bahan kulit atau plastik menurun menjadi 13,53 juta ton. 25000 20000 15000 10000
Volume Ekspor
5000 0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Sumber : World Integrated Trade Solution, 2010
Gambar 4.13. Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki Untuk Sepatu Olah Raga Menggunakan Bahan Kulit Atau Plastik HS 640219 Ke Dunia Tahun 2000-2009 Pada Tahun 2003 volume ekspor kembali meningkat sebesar 22,85 persen atau meningkat menjadi 16,74 juta. sedangkan memasuki Tahun 2004, 2005 dan 2006 volume ekspor Indonesia kembali melemah, hal ini terlihat dari semakin menurunnya volume ekspornya menjadi 14,54 juta, 13,17 juta, dan 9,34 juta. Memasuki Tahun 2007 volume
ekspor Indonesia perlahan mulai membaik
kembali, peningkatan volume ekspornya meningkat menjadi 9,45 juta dan semakin meningkat di Tahun 2008 menjadi 12,82 juta. Penurunan volume ekspor kembali melemah pada tahun 2009 menjadi 12,43 juta. Berdasarkan pangsa pasarnya, lima negara utama yang dijadikan pasar utama Indonesia dalam mengekspor komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik adalah negara Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Jepang dan Belanda. Dalam hal ini Amerika Serikat masih merupakan pasar tujuan utama Indonesia, hal tersebut terlihat dari besarnya presentase nilai ekspor Indonesia dari
52
Tahun 2000 sampai 2009, dimana besarnya nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 38,15 persen. Nilai ini merupakan nilai terbesar jika dibandingkan dengan persentase ke negara lainnya. Selain Amerika Serikat, negara Belgia Inggris, Jepang dan Belanda juga merupakan negara yang menjadi pangsa pasar utama Indonesia. Besarnya persentase untuk negara-negara tersebut masing-masing yaitu 14,49 persen, 6,77 persen, 5,98 persen, dan 3,44 persen. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.14. Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640219 Dari Indonesia ke Beberapa Negara Amerika Serikat
Belgia
Inggris 31%
Japan
Belanda
lainnya
38%
3% 6% 7%
15%
Sumber : World Integrated Trade Solution, 2010
Gambar 4.14. Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640219 Dari Indonesia Ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 Amerika Serikat merupakan negara yang dijadikan tujuan utama ekspor alas kaki Indonesia. Hal ini dilihat berdasarkan kontribusi ekspornya yang mencapai 38 persen. sebagai pangsa pasar utama dalam kegiatan ekspor, adanya liberalisasi perdagangan yang semakin berkembang dewasa ini, menyebabkan Indonesia harus menghadapi beberapa pesaing utama di negara tersebut.
53
Kontribusi Ekspor Beberapa Negara Yang Mengekspor Alas Kaki HS 640219 Ke Amerika Serikat Eropa 2%
Thailand 9% Italy 2%
Lainnya 10%
Indonesia 15%
Cina 62%
Sumber : World Integrated Trade Solution, 2010
Gambar 4.15. Kontibusi Ekspor Beberapa Negara Yang Mengekspor Alas Kaki HS 640319 ke Amerika Serikat Tahun 2000-2009 Berdasarkan Gambar 4.15 Cina merupakan salah satu negara yang paling banyak mengekspor produk alas kaki HS 640219. Kontribusi ekspornya mencapai 62 persen. Hal ini menunjukkan Cina merupakan negara yang mendominasi ekspor produk alas kaki HS 640219 di Amerika Serikat. Sedangkan untuk negara Indonesia kontibusi ekspornya hanya mencapai 15 persen, nilai termasuk jumlah yang cukup besar karena Indonesia mampu menempatkan posisinya sebagai negara terbesar kedua setelah Cina yang mampu mengekspor produk alas kaki HS 640219 ke Amerika Serikat dalam jumlah yang cukup besar. Negara Asia lain yang mampu mengekspor dalam jumlah yang cukup besar yaitu Thailand, kontribusi ekspornya mencapai 9 persen. Selanjutnya Itali dan Eropa yang kontribusi ekspornya hanya sebesar 2 persen.
54
V.
ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI ALAS KAKI INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT
5.1
Perbandingan Keunggulan Komparatif Produk Alas Kaki Indonesia Dan Cina Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan
komparatif produk alas kaki pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Besarnya hasil dari nilai RCA menggambarkan kinerja ekspor suatu negara dimana nilai RCA yang lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa produk tersebut memiliki keunggulan komparatif dan kinerja ekpor yang baik. Berdasarkan hasil estimasi dari RCA khususnya pada kedua komoditi utama yakni untuk HS 640319 atau Sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit, dan HS 640219 atau Sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik dapat diketahui baik Indonesia maupun Cina sama-sama memiliki daya saing yang kuat di pasar tujuan ekspor utama yaitu pasar Amerika Serikat, hal ini terlihat dari nilai RCA yang selalu menghasilkan nilai yang positif atau lebih dari satu, walaupun nilai RCA menunjukkan nilai yang lebih dari satu atau dengan kata lain daya saing dari alas kaki Indonesia cukup baik dipasar tujuan ekspor utama namun pergerakan nilai RCA Indonesia cenderung terus menurun dari tahun ke tahun. Sama seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Khair (2000) yang melakukan penelitian mengenai daya saing ekspor alas kaki ke pasar Amerika dimana hasil dari kalkulasi dengan menggunakan analisis RCA
55
menunjukkan daya saing alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat menunjukkan nilai RCA yang semakin menurun. Pada komoditi HS 640319 Indonesia dan Cina merupakan dua negara yang saling bersaing dalam memperebutkan pangsa pasarnya di Amerika Serikat. Berdasarkan besarnya nilai ekspor, Cina selalu menempati urutan pertama sebagai pemasok terbesar yang selanjutnya disusul dengan negara Indonesia yang selalu menempati urutan ke dua. Namun besarnya nilai ekspor negara Cina tidak ditunjukkan dengan besarnya nilai RCA karena pada perbandingannya dengan negara Indonesia, hasil nilai RCA Cina dan Indonesia sangat berbeda jauh, walaupun keduanya samasama memiliki nilai yang positif atau lebih dari satu, dalam hal ini ternyata nilai RCA Indonesia menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan negara Cina, hal ini lebih disebabkan adanya kontribusi ekspor yang sangat rendah dari produk alas kaki Cina komoditi HS 640319 terhadap keseluruhan total ekspor produk dari negara Cina ke Amerika Serikat. Tingginya nilai RCA Indonesia dibandingkan dengan Cina menandakan Indonesia merupakan negara yang unggul secara komparatif dalam mengekspor produk alas kaki ke pasar Amerika Serikat jika dibandingkan dengan negara Cina. (Tabel 5.1). Berdasarkan pangsa pasar relatif komoditi alas kaki Indonesia dan Cina berdasarkan HS 640319 dapat diketahui dengan cara menghitung besarnya indeks RCA dimana nilai indeks RCA yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa ekspor alas kaki Indonesia mengalami peningkatan relatif jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga mengekspor alas kaki ke Amerika Serikat, sehingga dapat dikatakan pangsa pasarnya meningkat.
56
Tabel 5.1 Keunggulan Komparatif Alas kaki komoditi HS 640319 Indonesia Dan Cina Ke pasar Amerika Serikat. Tahun
Indonesia RCA
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cina
Indeks RCA 40.00 44.72 46.59 42.22 42.48 41.47 36.86 34.66 29.63 25.57 39.60
1.118 1.042 0.906 1.006 0.976 0.889 0.940 0.855 0.863 1.549
RCA
Indeks RCA 11.45 13.03 12.12 10.22 8.87 7.65 7.05 6.33 6.01 4.62 4.79
1.138 0.930 0.843 0.868 0.863 0.922 0.897 0.949 0.769 1.038
Adapun analisis selanjutnya yang lebih spesifik dapat dijelaskan berdasarkan masing-masing periode, adalah sebagai berikut :
a)
Periode 1999- 2000 : Selama tahun 1999 sampai 2000 nilai RCA Indonesia mengalami kenaikan
dari 40,00 menjadi 44,72. Begitu juga besarnya indeks RCA komoditi alas kaki untuk HS 640319 adalah sebesar 1,118. Indeks RCA yang menunjukkan angka lebih dari satu menandakan peningkatan pangsa pasar yang dimiliki oleh negara Indonesia untuk komoditi HS 640319 di pasar Amerika Serikat. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya seharusnya Indonesia dapat mengekspor alas kaki sebesar US$ 418,54 juta akan tetapi pada tahun 2000 Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 392,19 juta hal ini berarti ada bagian sebesar US$ 26,35 juta yang seharusnya milik Indonesia namun beralih ke negara pesaing. (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Cina, baik Indonesia maupun Cina pada periode ini sama-sama memiliki nilai RCA dan indeks RCA yang meningkat. Besarnya nilai RCA Cina menunjukkan peningkatan yaitu dari 11,44 menjadi 13,03. Hal ini
57
juga diikuti dengan besarnya indeks RCA yang menunjukkan nilai 1,138. Besarnya nilai indeks RCA yang lebih besar dari satu menandakan pangsa pasar produk Cina meningkat di negara Amerika Serikat. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya harusnya Cina dapat mengekspor sebesar US$ 728,34 namun realisasinya Cina hanya mampu mengekspor senilai US$ 701,90 juta hal ini menandakan ada nilai sebesar US$ 26,44 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 8). Pada periode ini Indonesia dan Cina sama-sama memiliki pangsa pasar yang kuat, hal ini ditandai dengan besarnya nilai indeks RCA, akan tetapi pada tahap ini Indonesia tidak mampu memenuhi pangsa pasar karena nilai ekspor Indonesia untuk komoditi HS 640319 yang menurun, jika dibandingkan dengan kenaikan total seluruh komoditi yang diekspor.
b)
Periode 2000-2001: Pada periode ini nilai RCA Indonesia meningkat dari 44,72 menjadi 46,59
besarnya indeks RCA menunjukkan 1,042 , walaupun indeks RCA lebih kecil dari tahun sebelumnya, namun besarnya indeks RCA masih menunjukkan nilai yang lebih dari satu, dengan nilai ini dapat dikatakan pangsa pasar alas kaki Indonesia di Amerika masih baik, atau dengan kata lain daya saing penjualan produk alas kaki Indonesia masih bersaing di pasar tujuan ekspor utama. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia harus mengekspor US$ 358,12 juta, namun pada Tahun 2001 Indonesia mampu mengekspor sebesar US$ 363, 20 juta. Hal ini menunjukkan ada bagian sebesar US$ 5,08 juta dari negara pesaing yang beralih ke Indonesia (Lampiran 7).
58
Jika dibandingkan dengan negara Cina, nilai RCA Cina pada periode ini justru menurun dari 13,02 menjadi 12,11. Begitu juga nilai indeks RCA yang menunjukkan nilai 0,934. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan pangsa pasar negara Cina yang melemah. Melemahnya pangsa pasar Cina lebih disebabkan oleh adanya penurunan impor Amerika Serikat sebesar 8,69 persen begitu juga adanya penurunan nilai ekspor negara Cina yang menurun sebesar 5,75 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya seharusnya Cina cukup mengekspor US$ 640,92 juta namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 661,53 juta hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 20,60 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina (Lampiran 8). Pada periode ini Indonesia dan Cina sama-sama memiliki kelebihan supply dimana besarnya nilai ekspor lebih besar dari nilai minimal seharusnya namun untuk besarnya nilai ekspor negara China lebih unggul.
c)
Periode 2001-2002 : Pada periode 2001 sampai 2002 nilai RCA Indonesia menurun dari 46,59
menjadi 42,22 penurunan nilai RCA juga diikuti dengan penurunan indeks RCA alas kaki sebesar 0,906 hal ini berarti daya saing dari komoditi alas kaki Indonesia menurun diikuti pangsa pasar komoditi alas kaki Indonesia yang melemah di pasar Amerika Serikat, walaupun pada periode ini nilai impor Alas kaki Amerika Serikat meningkat sebesar 0,78 persen, namun hal ini tidak diikuti oleh kenaikan ekspor Indonesia karena nilai ekspor alas kaki Indonesia menurun sebesar 16,56 persen.
untuk
mempertahankan
pangsa
pasarnya
seharusnya
Indonesia
mengekspor sebesar US$ 366,04 persen namun pada tahun 2002 Indonesia hanya
59
mampu mengekspor sebesar US$ 311,59 juta hal ini menunjukkan ada bagian sebesar US$ 54,45 juta yang beralih ke negara pesaing, atau dengan kata lain Indonesia tidak dapat mempertahankan pangsa pasarnya (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Cina sama seperti Indonesia, pada periode ini nilai RCA Cina kembali menunjukkan penurunan, begitu juga dengan besarnya Indeks RCA sebesar 0,843. Nilai indeks RCA yang kurang dari satu sebenarnya menunjukkan pangsa pasar alas kaki Cina yang melemah, namun besarnya indeks RCA yang kurang dari satu bukan karena melemahnya pangsa pasar dari negara Cina melainkan lebih disebabkan oleh adanya kenaikan dari nilai ekspor komoditi alas kaki yang diikuti juga dengan kenaikan total ekspor seluruh komoditi alas kaki dari negara Cina ke Amerika Serikat. Impor negara Amerika Serikat meningkat sebesar 0,78 persen, diikuti juga dengan besarnya kenaikan nilai ekspor negara Cina yaitu sebesar 5,49 persen (Lampiran 8). Untuk mempertahankan pangsa pasarnya minimal Cina dapat mengekspor komoditi senilai US$ 666,69 juta namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 697,90 juta hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 31,21 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina, pada periode ini Indonesia kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 54,45 juta di duga sebagian pangsa pasar negara Indonesia beralih ke negara Cina.
d)
Periode 2002-2003 : Pada periode ini nilai RCA Indonesia kembali meningkat dari 42,22
menjadi 42,48 peningkatan ini diikuti oleh indeks RCA yang kembali menguat sebesar 1,006 hal ini menunjukkan pangsa pasar alas kaki dari negara Indonesia
60
kembali menguat. Menguatnya kembali nilai Indeks RCA kemungkinan lebih disebabkan oleh adanya
Impor alas kaki negara Amerika Serikat meningkat
sebesar 11,28 persen, begitu juga nilai ekspor negara Indonesia yang meningkat 0,72 persen. untuk mempertahankan pangsa pasarnya seharusnya Indonesia mampu US$ 346,74 juta namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor US$ 313,85 juta hal ini berarti US$ 32,89 Juta milik Indonesia beralih ke negara pesaing (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indoneisa pada periode ini nilai RCA Cina kembali menurun, dan besarnya indeks RCA menunjukkan nilai sebesar 0,868. Namun besarnya Indeks RCA kurang dari satu bukan berarti pangsa pasar dari negara Cina melemah melainkan karena meningkatnya nilai ekspor Cina yang diikuti dengan meningkatnya kontribusi total ekspor seluruh produk dari Cina ke Amerika sehingga adanya hal ini berdampak langsung terhadap besarnya nilai RCA. Impor Amerika Serikat meningkat sebesar 11,28 persen, peningkatan ini juga diikuti dengan besarnya peningkatan ekspor Cina ke Amerika dimana besarnya ekspor Cina meningkat 17,81 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya Cina dapat mengekspor sebesar US$ 776,64 juta namun pada tahun 2003 Cina mampu mengekspor hingga US$ 822,25 juta hal ini membuktikan ada nilai sebesar US$ 45,51 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan Indonesia pangsa pasar Indonesia pada periode ini beralih ke negara pesaing sebesar US$ 32,89 juta, hal ini diduga sebanyak nilai tersebut pangsa pasar Indonesia beralih ke negara Cina.
61
e)
Periode 2003-2004 : Pada periode ini nilai RCA menurun dari 42,48 menjadi 41,47, adanya
penurunan nilai RCA menandakan daya saing Indonesia yang menurun, indeks RCA meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 0,976. Nilai indeks RCA yang kurang dari satu menunjukkan pangsa pasar alas kaki Indonesia yang melemah. Namun besarnya penurunan nilai RCA dan indeks RCA berbanding terbalik dengan besarnya nilai ekspor Indonesia karena pada periode ini nilai ekspor alas kaki Indoneisa justru meningkat sebesar 6,67 persen. Sehingga penurunan nilai RCA pada periode ini diduga lebih disebabkan oleh adanya peningkatan ekspor alas kaki Indonesia yang diikuti juga dengan peningkatan total ekspor seluruh komoditi dari Indonesia ke Amerika Serikat. Jumlah ekspor seharusnya untuk mempertahankan pangsa pasar adalah sebesar US$ 329,78 juta namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor US$ 334,81 juta hal ini menunjukkan sebesar US$ 5,03 juta beralih ke Indonesia (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Cina sama seperti tahun sebelumnya nilai RCA kembali menurun pada periode ini, besarnya indeks RCA menunjukkan nilai sebesar 0,862. Menandakan pangsa pasar Cina yang melemah. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya jumlah ekspor Cina sebesar 7,05 persen.
Untuk
mempertahankan pangsa pasarnya Cina dapat mengekspor sebesar US$ 863,98 juta namun realisasinya Cina mampu mengekspor lebih tinggi sebesar US$ 880,23 juta hal ini menunjukkan walaupun nilai ekspor Cina menurun namun Cina masih tetap mampu mempertahankan pangsa pasarnya, adanya nilai sebesar US$ 16,25 juta beralih dari negara pesaing ke negara Cina (Lampiran 8).
62
Pada periode ini Indonesia juga memiliki pangsa pasar yang kuat dimana ada nilai sebesar US$ 5,03 juta yang beralih dari negara pesaing ke Indonesia. Dalam hal ini Cina dan Indonesia sama-sama unggul dalam memperebutkan pangsa pasar hanya saja Cina masih lebih unggul dari Indonesia.
f)
Periode 2004-2005 : Pada periode ini besarnya nilai RCA Indonesia
kembali mengalami
penurunan yaitu dari 41,46 menjadi 36,86. Besarnya penurunan nilai RCA diikuti juga dengan besarnya penurunan Indeks RCA yaitu 0,888, penurunan dari indeks RCA menandakan daya saing dari produk alas kaki Indonesia melemah. Walaupun besarnya nilai impor Amerika Serikat mengalami peningkatan sebesar 13,19 persen, namun besarnya kenaikan dari nilai ekspor Indonesia hanya 0,71 persen atau lebih kecil dari besarnya kenaikan persentase impor Amerika. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia seharusnya mampu mengekspor komoditi alas kaki sebesar US$ 378,96 juta namun ekspor yang dapat dilakukan Indonesia pada Tahun 2005 hanya sebesar US$ 337,19 juta, dalam hal ini sebanyak US$ 41,77 juta milik Indonesia beralih ke negara pesaing, atau dengan kata lain Indonesia tidak mampu mempertahankan pangsa pasarnya (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia, pada periode ini nilai RCA Cina juga kembali mengalami penurunan, begitu juga Indeks RCA yang nilainya sebesar 0,921 namun besarnya indeks RCA yang kurang dari satu bukan berarti disebabkan oleh menurunnya pangsa pasar dari komoditi alas kaki yang dieskpor, karena pada Tahun 2005 ekspor negara Cina untuk komoditi alas kaki beserta
63
keseluruhan total ekspor justru mengalami peningkatan. Impor Amerika Serikat meningkat sebesar 13,19 persen diikuti dengan kenaikan ekspor Cina sebesar 20,95 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya minimal Cina dapat mengekspor sebesar US$ 996,32 juta namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 1,064 milyar. Hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 68,36 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina, dalam hal ini Cina mampu meningkatkan kekuatan pangsa pasarnya (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini Indonesia kehilangan pangsa pasarnya senilai US$ 41,77 juta diduga besarnya nilai ini beralih ke negara Cina.
g)
Periode 2005-2006 : Pada periode 2005 sampai 2006 nilai RCA Indonesia tetap mengalami
penurunan yaitu dari 36,86 pada Tahun 2005 menjadi 34,66 pada Tahun 2006. Besarnya penurunan nilai RCA tidak diikuti dengan penurunan indeks RCA karena besarnya Indeks RCA pada tahun 2006 menunjukkan nilai sebesar 0,940. Walaupun Indeks RCA lebih meningkat dari tahun sebelumnya akan tetapi besarnya indeks RCA yang menunjukkan nilai kurang dari satu mengindikasikan adanya daya saing yang melemah. Walaupun besarnya impor Amerika Serikat mengalami kenaikan sebesar 5,24 persen, namun kenaikan ekspor Indonesia hanya sebesar 0,28 persen. untuk mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia seharusnya mampu mengekspor sebesar US$ 354,87 juta, namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 338,16 juta, hal ini berarti ada bagian senilai US$ 16,72 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 7).
64
Sama seperti periode sebelumnya nilai RCA dan Indeks RCA Cina kembali
menurun,
nilai
Indeks
RCA
yang
menunjukkan
nilai
0,896
mengindikasikan pangsa pasar Cina yang melemah, namun penurunan nilai ini bukan disebabkan oleh adanya penurunan pangsa pasar, sebab pada periode ini nilai ekspor komoditi alas kaki dan total keseluruhan komoditi yang diekspor justru meningkat. Diduga nilai indeks RCA lebih kecil dari satu disebabkan oleh kenaikan jumlah ekspor dan keseluruhan total ekspor. Impor Amerika Serikat meningkat 5,24 persen, begitu juga nilai ekspor negara Cina untuk komoditi alas kaki HS 640319 yang meningkat sebesar 4,9 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya minimal Cina dapat mengekspor sebesar US$ 1,120 milyar namun realisasinya Cina hanya mampu mengekspor sebesar US$ 1,116 milyar. Hal ini menunjukkan Cina kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 3,53 juta (Lampiran 8). Indonesia dan Cina sama-sama kehilangan pangsa pasarnya pada periode ini namun untuk besarnya nilai Indonesia lebih unggul.
h)
Periode 2006 -2007 : Pada periode ini nilai RCA Indonesia kembali menujukkan penurunan dari
34,66 menjadi 29,63, besarnya penurunan ini juga diperlihatkan berdasarkan nilai Indeks RCA yang juga menurun 0,854, penurunan indeks RCA dan berkisar pada nilai yang kurang dari satu menunjukkan pangsa pasar alas kaki Indonesia yang melemah. Melemahnya pangsa pasar Indonesia pada periode disebabkan oleh adanya nilai ekspor Indonesia menurun sebesar 34,63 persen. Jumlah minimum ekspor Indonesia untuk mempertahankan pangsa pasar adalah sebesar US$ 294,
65
22 juta, namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 251,17 juta, hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 43,06 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini nilai RCA dan Indeks RCA Cina masih sama seperti periode sebelumnya Indeks RCA belum menunjukkan nilai lebih dari satu atau masih berada pada nilai 0,949 hal ini menunjukkan adanya daya saing yang melemah. Impor Amerika Serikat pada periode ini menurun sampai 12,99 persen, penurunan impor juga diikuti dengan penurunan ekspor negara China sebesar 8,75 persen. Walaupun nilai ekspor Cina menurun namun Cina masih dapat memenuhi pangsa pasar di Amerika, karena untuk mempertahankan pangsa pasar Cina harus mengekspor sebesar US$ 971,86 namun pada tahun 2007 Cina mampu mengekspor hingga US$ 1,019 milyar. Hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 47,38 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina (Lampiran 8). Pada periode ini Indonesia kehilangan pangsa pasarnya hingga US$ 43,06, diduga pangsa pasar Indonesia beralih ke Cina pada tahun 2007.
i)
Periode 2007-2008 : Pada periode ini nilai RCA masih menunjukkan penurunan dari 29,63
menjadi 25,57, besarnya indeks RCA menunjukkan nilai 0,862. Nilai Indeks RCA yang kurang dari satu menandakan pangsa pasar Indonesia tetap melemah pada tahun 2008. Besarnya impor Amerika Serikat meningkat sebesar 7,05 persen, namun peningkatan impor Amerika tidak diikuti dengan kenaikan ekspor Indonesia karena pada tahun 2008 besarnya nilai ekspor mengalami penurunan
66
sebesar 0,12 persen, . untuk mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia harus mampu mengekspor sebesar US$ 268,86 juta namun pada kenyataannya Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 250,86 juta, berarti ada bagian senilai US$ 18 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini nilai RCA dan Indeks RCA Cina masih menurun, Indeks RCA berada pada angka 0,769. Hal ini dapat dikatakan adanya penurunan pangsa pasar dari negara Cina, impor Amerika Serikat untuk komoditi alas kaki HS 640319 meningkat sebesar 7,05 persen, namun peningkatan ini tidak terlihat pada nilai ekspor China, karena pada tahun 2008 nilai ekspor China untuk komoditi ini menurun sampai 14,04 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya harusnya Cina mampu mengekspor hingga US$ 1,091 milyar namun realisasinya Cina hanya mampu mengekspor senilai US$ 876,07 juta. Hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 214,99 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan Indonesia, pada periode ini Indonesia juga kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 18 juta, dalam hal ini Cina dan Indonesia sama-sama kehilangan pangsa pasarnya. Namun Cina lebih banyak kehilangan pangsa pasarnya jika dibandingkan dengan Indonesia.
j)
Periode 2008-2009 : Pada periode ini besarnya nilai RCA kembali mengalami peningkatan
yaitu dari 25,57 menjadi 39,60 besarnya kenaikan RCA juga diikuti dengan besarnya kenaikan indeks RCA yaitu 1,548. Kenaikan nilai RCA dan Indeks RCA menunjukkan daya saing negara Indonesia yang menguat. Pada tahun 2009 nilai
67
impor Amerika menurun sebesar 41,81 persen sedangkan ekspor Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,07 persen, walaupun kenaikan dari nilai ekspor tidak terlalu besar namun hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi daya saing dan pangsa pasar alas kaki
Indonesia di pasar Amerika Serikat. Untuk
mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia hanya cukup mengekspor alas kaki senilai US$ 145,97 juta, namun pada Tahun 2009 Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 253,57 juta. Hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 107,60 juta yang beralih dari negara pesaing ke Indonesia sehingga pangsa pasar Indonesia menguat (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia sama halnya dengan Indonesia Pada periode ini nilai RCA Cina dan Indeks RCA menunjukkan peningkatan, besarnya Indeks RCA mencapai nilai
1,037. Nilai yang lebih dari satu menunjukkan
adanya peningkatan pangsa pasar dari negara Cina. Namun realisasinya tidak demikian, karena pada periode ini besarnya nilai ekspor Cina baik ekspor untuk komoditi alas kaki dan keseluruhan ekspor total mengalami penurunan. hal ini lebih disebabkan karena adanya krisis keuangan global yang melanda Amerika sehingga daya beli masyarakat yang menurun. Besarnya impor Amerika Serikat pada periode ini menurun hingga 41,81 persen. begitu juga nilai ekspor komoditi alas kaki yang mengalami penurunan sampai 28,80 persen. Walaupun ekspor negara Cina mangalami penurunan namun Cina masih tetap
dapat
mempertahankan
pangsa
pasarnya,
karena
untuk
dapat
mempertahankan pangsa pasarnya minimal Cina dapat mengekspor hingga US$ 509,75 namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 623,72 juta (Lampiran 8). Bila dibandingkan dengan Cina peningkatan pangsa pasar Cina
68
lebih unggul daripada Indonesia, karena pada periode ini Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya hingga US$ 107,60 juta. Selanjutnya keunggulan komparatif untuk komoditi HS 640219 atau sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik. Sama seperti komoditi HS 640319, berdasarkan hasil kalkulasi dari RCA pada komoditi HS 640219, nilai RCA Indonesia masih menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara Cina sebagai negara pesaing terkuatnya. Adanya kondisi ini lebih disebabkan karena rendahnya kontribusi ekspor dari sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastic Cina jika dibandingkan dengan besarnya total ekspor seluruh komoditi Cina ke Amerika Serikat. Untuk negara Cina besarnya presentase rata-rata kontribusi ekspor untuk spesifikasi komoditi HS 640219 hanya sebesar 0,28 persen berbeda sekali dengan negara Indonesia yang presentase rata-ratanya mencapai 0,94 persen. Tabel 5.2 Keunggulan Komparatif Alas kaki komoditi HS 640219 Indonesia Dan Cina Ke pasar Amerika Serikat. Tahun
Indonesia RCA
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cina
Indeks RCA 44.22 46.58 45.12 32.44 42.15 29.46 22.69 14.09 10.10 10.24 16.84
1.053 0.969 0.719 1.299 0.699 0.770 0.621 0.717 1.014 1.645
RCA
Indeks RCA 11.38 12.67 12.48 11.14 9.16 8.38 7.45 7.35 6.42 4.91 6.04
1.114 0.985 0.892 0.822 0.915 0.889 0.987 0.873 0.765 1.231
Berdasarkan Tabel 5.2 besarnya indeks RCA Cina sangat fluktuatif, dan juga besar nilainya selalu menunjukkan kurang dari satu (kecuali Tahun 2000 dan 2009). Hal ini bukan berarti pangsa pasar untuk komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit dan plastik rendah, karena pangsa pasar dari komoditi
69
tersebut selalu meningkat tiap tahun kecuali periode 2007-2008 dan 2008-2009. Penjelasan lebih spesifik dapat dijelaskan berdasarkan masing-masing periode, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)
Periode 1999-2000 : Pada periode ini nilai RCA Indonesia untuk komoditi HS 640219 atau alas
kaki yang menggunakan bahan kulit atau plastik mengalami kenaikan yaitu dari 44,22 menjadi 46,58, besarnya kenaikan nilai RCA juga berdampak terhadap besarnya indeks RCA, indeks RCA menunjukkan nilai sebesar 1,053 atau dengan kata lain besarnya indeks RCA yang lebih besar dari satu menunjukkan adanya pangsa pasar dari komoditi alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat yang menguat. untuk mempertahankan pangsa pasarnya minimal Indonesia harus mampu mengekspor sebesar US$ 154,91 juta namun pada tahun 2000 Indonesia hanya mampu mengekspor US$ 136,75, hal ini berarti ada nilai sebesar US$ 18, 16 juta yang beralih ke negara pesaing atau dengan kata lain Indonesia tidak mampu mempertahankan pangsa pasarnya (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini besarnya nilai RCA Cina juga menunjukkan kenaikan, hal ini menandakan daya saing dari produk alas kaki yang menguat, selain itu besarnya indeks RCA sebesar 1,113 menunjukkan bahwa pangsa pasar China yang menguat. Besarnya impor Amerika Serikat mengalami peningkatan sampai 15,03 persen, hal ini juga berbanding lurus dengan kenaikan ekspor China sebesar 8,46 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya harusnya Cina mampu mengekspor hingga US$ 242,37 juta namun realisasinya Cina hanya mampu
70
mengekspor senilai US$ 228, 55 juta, hal ini membuktikan walaupun nilai ekspor Cina mengalami kenaikan namun Cina tetap tidak memenuhi pangsa pasarnya, karena ada nilai sebesar US$ 13,83 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 8). Indonesia dan Cina sama-sama kehilangan pangsa pasarnya pada periode ini namun jika dibandingkan dengan Indonesia, berdasarkan nilai ekspornya Cina lebih sedikit kehilangan pangsa pasarnya.
b)
Periode 2000-2001: Pada periode ini nilai RCA menunjukkan perubahan dari 46,58 menjadi
45,11 atau mengalami penurunan, penurunan ini juga berdampak pada besarnya indeks RCA dimana nilai indeks RCA menunjukkan angka 0,968. Menurunnya indeks RCA yang berada pada nilai kurang dari satu menandakan adanya pangsa pasar yang melemah dari alas kaki komoditi HS 640219 di Amerika. Pada tahun 2001 impor Amerika Serikat mnegalami kenaikan sebesar 2,66 persen, namun kenaikan impor tidak diiringi dengan kenaikan nilai ekspor Indonesia, karena ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 3,31 persen, untuk mempertahankan pangsa pasarnya harusnya Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 140,38 juta namun pada kenyataannya pada tahun 2001 Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 132, 36 juta. Hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 8,02 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 7). Tidak seperti periode sebelumnya, pada periode ini nilai RCA Cina mulai menurun, indeks RCA menunjukkan nilai 0,985. Namun penurunan indeks RCA bukan disebabkan oleh Cina yang kehilangan pangsa pasarnya atau dengan kata lain pangsa pasarnya melemah, tetapi hal ini lebih disebabkan oleh adanya
71
kenaikan ekspor produk alas kaki Cina yang diikuti dengan kenaikan dari keseluruhan total komoditi yang diekspor dari Cina ke Amerika. Besarnya nilai impor Amerika Serikat pada periode ini meningkat sebesar 2,66 persen, hal yang serupa juga ditunjukkan oleh besarnya kenaikan nilai ekspor dari China sebesar 12,22 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya Cina harus mengekspor sebesar US$ 234,23 juta, namun pada tahun 2001 Cina mampu mengekspor hingga US$ 256,49 hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 21,87 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini Indonesia kehilangan pangsa pasarnya senilai US$ 8,02 juta, diduga telah terjadi peralihan pangsa pasar dari Indonesia ke negara Cina sebesar US$ 8,02 juta.
c)
Periode 2001-2002: Penurunan nilai RCA Indonesia berlanjut pada tahun berikutnya yaitu dari
45,11 pada tahun 2001 menjadi 32,44 pada tahun 2002, angka pada indeks RCA juga menunjukkan penurunan menjadi 0,718.nilai indeks RCA yang kurang dari satu menandakan adanya pangsa pasar alas kaki komoditi HS 640219 Indonesia yang melemah di pasar Amerika. Menurunnya pangsa pasar lebih disebabkan oleh penurunan dari impor Amerika Serikat 5,17 persen, begitu juga penurunan nilai ekspor Indonesia sebesar 35,94 persen, Indonesia dapat mempertahankan pangsa pasarnya jika mampu mengekspor sebesar US$ 125,51 juta namun pada kenyataanya Indonesia
72
hanya mampu mengekspor sebesar US$ 84,78 juta hal ini membuktikan adanya nilai sebesar US$ 40,73 persen yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 7). Masih sama dengan periode sebelumnnya, pada periode ini nilai RCA Cina kembali menurun, indeks RCA menunjukkan nilai 0,892. Namun menurunnya nilai indeks RCA bukan disebabkan oleh menurunnya pangsa pasar Cina, tetapi hal ini lebih disebabkan oleh adanya peningkatan nilai ekspor Cina untuk komoditi alas kaki sebesar 5,00 persen diikuti besarnya kenaikan keseluruhan total ekspor komoditi dari Cina ke Amerika sebesar 28,87 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya minimal Cina harus mengekspor hingga US$ 243,23 juta namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 269,32 juta (Lampiran 8). Pada periode ini diduga terjadi peralihan pangsa pasar ke negara Cina dari Indonesia, karena Indonesia kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 40,73 juta.
d)
Periode 2002-2003: Pada peiode ini nilai RCA kembali menguat yakni dari 32,44 menjadi
42,15. Besarnya indeks RCA pun kembali mengalami peningkatan yakni sebesar 1,299, adanya peningkatan pada nilai RCA dan juga indeks RCA menunjukkan daya saing yang kembali menguat disertai adanya peningkatan pangsa pasar, menguatnya pangsa pasar alas kaki Indonesia lebih disebabkan karena adanya peningkatan impor sesebar 1.24 persen yang diikuti dengan peningkatan nilai ekspor Indonesia yang menunjukkan kenaikan sebesar 18,32 persen. untuk mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia dapat mengekspor US$ 85,84 juta namun realisasainya Indonesia mampu mengekspor sampai US$ 100,32 juta hal
73
ini menunjukkan ada nilai sebesar
US$ 14,48 juta yang beralih dari negara
pesaing ke Indonesia atau dengan kata lain pangsa pasar Indonesia meningkat (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini nilai RCA Cina menurun dan besarnya indeks RCA menunjukkan angka 0,822, namun sama seperti periode sebelumnya besarnya indeks RCA yang kurang dari satu bukan menandakan pangsa pasar Cina yang melemah melainkan karena adanya kenaikan nilai ekspor alas kaki HS 640219 ke pasar Amerika Serikat sebesar 1,49 persen, diikuti juga dengan kenaikan total ekspor keseluruhan komoditi sebesar 32,22 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya Cina dapat mengekspor sebesar US$ 272,67 juta namun pada periode ini Cina mampu mengekspor hingga US$ 273,34 juta, hal ini menunjukkan ada pangsa pasar dari negara lain sebesar US$ 0,68 juta yang beralih ke negara Cina (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini Indonesia dan Cina sama – sama memiliki pangsa pasar yang meningkat, namun untuk besarnya nilai, Indonesia lebih unggul dari Cina, karena Indonesia mampu meningkatkan pangsa pasarnya hingga US$ 14,48 juta.
e)
Periode 2003-2004: Kenaikan nilai RCA Indonesia pada tahun 2003 ternyata tidak berlanjut di
Tahun 2004 sebab nilai RCA pada Tahun 2004 menurun dari 42,15 menjadi 29,45 hal ini berdampak pada besarnya Indeks RCA yang juga mengalami penurunan, indeks RCA pada tahun 2004 menunjukkan nilai sebesar 0,698. Dengan kata lain pangsa pasar alas kaki pada tahun 2004 kembali melemah.
74
Impor Amerika serikat menurun sebesar 8,25 persen begitu juga nilai ekspor Indonesia
yang
menurun
sebesar
33,31
persen.
Indonesia
mampu
mempertahankan pangsa pasarnya dengan mengekspor sebesar US$ 92,04 juta namun pada kenyataannya Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 66,90 juta, hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 25,14 juta yang beralih ke negara pesaing atau dengan kata lain Indonesia tidak mampu mempertahankan pangsa pasarnya (Lampiran 7). Sama halnya dengan Indonesia pada periode ini nilai RCA Cina kembali menurun, dan besarnya indeks RCA menunjukkan angka 0,915. Besarnya indeks RCA yang menurun menandakan pangsa pasar Cina di Amerika Serikat kembali melemah, hal ini dapat terlihat dari nilai ekspor yang menurun 0,82 persen pada tahun 2004. Besarnya penurunan nilai ekspor juga diikuti dengan penurunan nilai impor dari Amerika sebesar 8,25 persen. Penurunan nilai ekspor Cina yang relatif kecil ternyata tidak membawa dampak yang cukup besar terhadap pangsa pasar Cina, karena untuk mempertahankan pangsa pasar minimal Cina harus mengekspor sebesar US$ 250,79 juta, namun realisasinya Cina mampu mengekspor hingga US$ 271,09. Dalam hal ini Cina mampu merebut pangsa pasar dari negara pesaing sebesar US$ 20,30 juta (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan Indonesia pada periode ini diduga terjadi peralihan pangsa pasar dari Indonesia ke Cina sebesar US$ 25,14 juta.
75
f)
Periode 2004-2005: Pada periode ini nilai RCA Indonesia kembali melemah dari 29.45
menjadi 22,70. Indeks RCA juga menunjukan hal yang sama yaitu sebesar 0,770. Besarnya indeks RCA yang kurang dari satu menunjukkan pangsa pasar alas kaki komoditi HS 640219 yang kembali melemah. Walaupun pada tahun 2005 impor Amerika Serikat meningkat sebesar 22,75 persen namun nilai ekspor Indonesia justru menurun sebesar 5,34 persen. Untuk tetap dapat mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia harus mampu mengekspor sebesar US$ 82,12 juta namun pada kenyataanya Indonesia hanya mampu mengekspor sebesar US$ 63,32 juta hal ini membuktikan adanya nilai yang beralih ke negara pesaing sebesar US$ 18,80 juta (Lampiran 7). Tidak berbeda dengan Indonesia Pada periode ini nilai RCA kembali menurun, dan besarnya Indeks RCA menunjukkan nilai sebesar 0,888. Jika dilihat berdasarkan nilai Indeks RCA, besarnya indeks RCA yang kurang dari satu menunjukkan adanya pangsa pasar yang melemah, namun menurunnya nilai Indeks RCA tidak menunjukkan adanya pangsa pasar yang melemah, karena pada periode ini nilai ekspor yang ditunjukkan justru meningkat sebesar 26,50 persen, hal ini juga diikuti dengan kenaikan nilai ekspor total seluruh komoditi dari Cina ke Amerika sebesar 30,38 persen. Adanya peningkatan dari nilai ekspor diikuti juga dengan peningkatan nilai impor Amerika Serikat sebesar 22,75 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya Cina dapat mengekspor sebesar US$ 332,75 juta, namun realisasinya Cina mampu mengeskpor hingga US$ 342,94 juta (Lampiran 8). Pada periode ini Indonesia kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 18,80 diduga peralihan pangsa pasar Indonesia beralih ke negara
76
Cina, karena pada Tahun 2005 ada nilai sebesar US$ 10,19 juta yang beralih dari negara pesaing ke negara Cina.
g)
Periode 2005-2006: Nilai RCA kembali menunjukkan penurunan menjadi 14,09 dari 22,70.
Begitu juga indeks RCA yang menunjukkan nilai sebesar 0,620 hal ini menunjukkan daya saing dari alas kaki HS 640219 yang kembali menurun. Impor Amerika Serikat pada periode ini meningkat sebesar 1,42 persen namun peningkatan impor ternyata tidak diikuti dengan peningkatan ekspor Indonesia karena pada tahun 2006 ekspor Indonesia justru menurun sebesar 5,34 persen. . untuk mempertahankan pangsa pasarnya harusnya Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 64,22 juta namun pada kenyataanya Indonesia hanya mampu mengeskpor sebsar US$ 40,41 juta hal ini menunjukkan ada nilai sebesar US$ 23,81 juta yang beralih ke negara pesaing (Lampiran 7). Tidak berbeda dengan periode sebelumnya nilai RCA Cina menunjukkan yang lebih kecil dari tahun sebelumnya serta indeks RCA yang menunjukkan angka 0,986. Namun hal ini bukan berarti telah terjadi penurunan daya saing atau penurunan pangsa pasar alas kaki untuk komoditi HS 640219 di pasar Amerika Serikat. Justru pada periode ini telah terjadi peningkatan pangsa pasar sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik, peningkatan ini diikuti oleh peningkatan yang lebih besar pada pangsa pasar dari total ekspor Cina di pasar Amerika Serikat. Nilai ekspor Cina meningkat sebesar 11,22 persen, hal yang sama juga ditunjukkan dengan kenaikan impor Amerika Serikat sebesar 1,42 persen.
77
Pada periode ini pangsa pasar Cina meningkat sebesar US$ 33,62 juta berbeda dengan Indonesia yang justru kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 23,81 juta diduga terjadi peralihan pangsa pasar dari Indonesia ke Cina.
h)
Periode 2006-2007: Sama seperti periode sebelumnya nilai RCA Indonesia pada periode ini
juga menunjukkan angka yang semakin menurun yaitu dari 14,09 menjadi 10,09 , hal yang sama juga ditunjukkan dengan besarnya nilai indeks RCA dimana nilai indeks RCA pada periode ini adalah 0,716. Besarnya nilai indeks RCA yang kurang dari satu menunjukkan adanya pangsa pasar alas kaki Indonesia yang melemah. Nilai impor Amerika Serikat meningkat sebesar 8,35 persen, namun kenaikan impor tidak diimbangi dengan besarnya kenaikan ekspor negara Indonesia karena pada tahun 2007 besarnya nilai ekspor Indonesia menurun sebesar 22,47 persen, untuk mempertahankan pangsa pasar harusnya Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 43,78 juta namun pada tahun 2007 Indonesia hanya mampu mengekspor hingga US$ 31,33 juta hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar yang dimiliki Indonesia beralih ke negara pesaing sebesar US$ 12,45 juta (Lampiran 7). Jika dibandingkan dengan Indonesia nilai RCA Cina pada periode ini kembali menurun, dan Indeks RCA menunjukkan angka 0,873. Nilai RCA yang kecil disertai Indeks RCA yang kurang dari satu bukan menandakan adanya penurunan daya saing maupun penurunan pangsa pasar Cina, sebab pada periode ini besarnya nilai ekspor untuk sepatu olah raga dengan bahan kulit atau plastik
78
semakin meningkat, hal ini juga diikuti dengan kenaikan ekspor keseluruhan komoditi total dari Cina ke Amerika Serikat. Nilai ekspor Cina meningkat sampai dengan 4,52 persen. pada periode ini juga terjadi peningkatan impor Amerika Serikat sebesar 8,35 persen. Besarnya peningkatan impor ini ternyata tidak berpengaruh terhadap kenaikan pangsa pasar Cina karena pada Tahun 2007 Cina justru kehilangan pangsa pasarnya hingga US$ 14,57 juta, sama halnya dengan Indonesia pada periode ini Indonesia juga kehilangan pangsa pasar yang tidak jauh berbeda dengan Cina, Indonesia kehilangan pangsa pasarnya hingga US$ 12,45 juta, dalam hal ini melemahnya pangsa pasar Indonesia terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan Cina.
i)
Periode 2007-2008: Periode 2007 sampai 2008 merupakan periode dimana nilai RCA
Indonesia kembali mengalami peningkatan dimana besarnya nilai RCA meningkat dari 10,09 menjadi 10,24 hal ini dibuktikan juga dengan besarnya kenaikan indeks RCA yang meningkat menjadi 1,014. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia kembali menguat. Impor negara Amerika Serikat meningkat sebesar 9,14 persen, hal ini juga diikuti dengan besarnya kenaikan nilai ekspor Indonesia sebesar 19,69 persen, untuk dapat mempertahankan pangsa pasar sebenarnya Indonesia hanya cukup mengekspor komoditi alas kaki HS 640219 sebesar US$ 34,19 juta namun pada Tahun 2008 Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 37,50 juta. Hal ini menunjukkan adanya nilai sebesar US$ 3,31 juta yang beralih
79
dari negara pesaing ke Indonesia atau dengan kata lain pangsa pasar Indonesia menguat (Lampiran 7). Berbeda dengan Indonesia Pada periode ini nilai RCA kembali menurun dan indeks RCA menunjukkan angka 0,765, melemahnya nilai RCA dan indeks RCA yang kurang dari satu menandakan adanya penurunan daya saing serta adanya kelemahan pangsa pasar Cina, hal ini terlihat dari besarnya penurunan nilai ekspor sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit dan plastik. Walaupun besarnya impor Amerika Serikat meningkat sebesar 9,14 persen, namun Cina tidak dapat memenuhi pangsa pasarnya hingga US$ 435,15 juta karena pada periode ini Cina hanya mampu mengekspor hingga US$ 347,57 juta, dalam hal ini Cina kehilangan pangsa pasarnya sebesar US$ 87,57 juta. Jika dibandingkan dengan Indonesia walaupun pangsa pasarnya meningkat sedikit atau sebesar US$ 3,31 juta, namun menurunnya pangsa pasar Cina menunjukkan adanya peralihan pangsa pasar dari Cina ke Indonesia.
j)
Periode 2008-2009: Sama seperti periode sebelumnya nilai RCA Indonesia kembali menguat
dengan nilai RCA dari 10,24 menjadi 16,84. Peningkatan nilai RCA diikuti dengan peningkatan Indeks RCA yaitu senilai 1,644 hal ini menunjukkan daya saing dan pangsa pasarnya semakin menguat. Namun besarnya daya saing Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan impor Amerika Serikat karena pada tahun 2009 impor Amerika Serikat menurun sampai 41,54 persen sedangkan nilai ekspor Indonesia meningkat hingga 7,84 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya sebenarnya Indonesia hanya cukup mengekspor senilai US$ 21,92 juta
80
namun realisasinya Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 40,44 juta hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia menguat karena adanya nilai sebesar US$ 18,52 juta yang beralih dari negara pesaing ke Indonesia (Lampiran 7). Untuk negara Cina Pada periode ini nilai RCA Cina kembali mengalami peningkatan, beserta indeks RCA yang menunjukkan angka 1,231 namun peningkatan nilai RCA dan Indeks RCA bukan disebabkan oleh adanya peningkatan pangsa pasar melainkan karena adanya penurunan nilai ekspor Cina dan juga penurunan seluruh komoditi yang diekspor dari Cina ke Amerika Serikat. Menurunnya ekspor yang cukup besar ini lebih disebabkan karena adanya krisis keuangan global di Amerika Serikat dimana daya beli masyarakat Amerika mengalami penurunan, hal ini terlihat dari nilai Impor Amerika yang menurun sebesar 41,54 persen. Besarnya penurunan Impor Amerika Serikat dan penurunan ekspor Cina ternyata tidak membawa dampak untuk Cina dalam mempertahankan pangsa pasarnya sebab dengan menurunnya jumlah ekspor Cina tetap mampu mempertahankan pangsa pasarnya, hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan pangsa pasar Cina yang mencapai US$ 91,74 juta. Jika dibandingkan dengan Indonesia, pada periode ini pangsa pasar Indonesia dan China sama-sama meningkat namun Cina masih tetap lebih unggul karena Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya sebesar US$ 18,52 juta.
5.2. Analisis Constant Market Share Indonesia Dan Cina Analisis dengan menggunakan Constant Market Share merupakan suatu metode
analisis
yang
digunakan
untuk
mengetahui
determinan
yang
81
mempengaruhi pertumbuhan ekspor dari alas kaki Indonesia dan Cina khususnya untuk komoditi HS 640319 atau sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit dan HS 640219 atau sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik. Untuk memudahkan melihat perkembangan determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor maka pada penelitian ini analisis CMS dibagi berdasarkan dua periode yaitu periode 2000- 2005 dan juga periode 2005 sampai 2009 (Tabel 5.3). Tabel 5.3. Constant Market Share Alas kaki komoditi HS 640219 Indonesia Dan Cina ke pasar Amerika Serikat (Juta US$) Indonesia Cina efek efek efek pertumbuhan efek efek efek Periode pertumbuhan pertumbuhan komposisi daya ekspor pertumbuhan komposisi daya ekspor Cina impor komoditi Saing Indonesia impor komoditi Saing 2000-2005
49.27
-34.24
-88.45
-73.42
82.35
-57.23
89.28
114.39
2005-2009
-6.51
-12.41
-3.96
-22.88
-35.25
-67.22
54.48
-47.99
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis CMS, dapat diketahui pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia dan Cina HS 640219 pada periode 2000-2005 lebih dipengaruhi oleh efek daya saing sedangkan untuk periode 2005-2009 lebih dipengaruhi oleh besarnya permintaan alas kaki dari pasar Amerika Serikat atau lebih dipengaruhi oleh efek komposisi komoditi. Untuk lebih jelasnya, analisis spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)
Periode 2000-2005 : Selama periode 2000 sampai 2005 perkembangan ekspor negara Indonesia
untuk komoditi HS 640219 mengalami penurunan sampai dengan 53,69 persen. besarnya penurunan nilai ekspor tersebut lebih dipengaruhi oleh adanya pengaruh
82
dari efek daya saing yang turun senilai US$ 88,45 juta dan juga adanya penurunan dari efek pangsa mikro atau efek komposisi komoditi senilai US$ 34,24 juta walaupun terjadi peningkatan dari efek pertumbuhan impor sebesar US$ 49,27 juta namun besarnya peningkatan ini masih lebih kecil nilainya jika dibandingkan dengan besarnya penurunan dari efek daya saing dan juga efek komoposisi komoditi. Jika dilihat berdasarkan data pada gambaran umum, besarnya penurunan pada nilai ekspor Indonesia pada periode 2000 sampai 2005 ternyata disebabkan oleh adanya penurunan dari jumlah tenaga kerja dan juga jumlah perusahaan yang beroperasi untuk memproduksi alas kaki pada Tahun 2000 sampai 2005, dimana pada periode tersebut jumlah perusahaan yang memproduksi alas kaki mengalami penurunan yang terus menerus ( Gambar 4.3). Adanya dampak dari penurunan jumlah perusahaan yang berdampak pada penurunan nilai ekspor ternyata secara tidak langsung juga memberikan dampak pada besarnya daya saing dari komoditi alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Pebandingan antara Indonesia dan Cina jika dilihat berdasarkan perkembangan nilai ekspor sangatlah berbeda jauh, pada periode ini pertumbuhan ekspor Cina sangat positif dimana terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar 51,68 persen. adanya peningkatan dari nilai ekspor Cina ternyata lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran atau efek daya saing yang meningkat senilai US$ 89,28 juta, selain itu juga adanya peningkatan dari efek pangsa makro atau efek pertumbuhan impor sebesar US$ 82,35 juta yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan nilai ekspor Cina. Walaupun pada periode tersebut efek pangsa mikro atau efek komposisi
83
komoditi mengalami penurunan senilai US$ 57,23 juta namun penurunan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan positif dari nilai ekspor Cina.
b)
Periode 2005-2009 : Selama periode 2005 sampai 2009 pertumbuhan nilai ekspor Indonesia juga
menunjukkan penurunan, besarnya penurunan nilai ekspor pada periode tersebut mencapai 36, 13 persen atau turun senilai US$ 22,88 juta. Adanya penurunan nilai ekspor jika dilihat berdasarkan analisis CMS Indonesia lebih dipengaruhi oleh adanya penurunan dari efek komposisi komoditi atau penurunan permintaan untuk komoditi alas kaki dari pasar Amerika Serikat senilai US$ 12,41 juta. Selain itu juga adanya penurunan dari efek pertumbuhan impor sebesar US$ 6,51 juta. selain kedua efek tersebut adanya penurunan dari nilai ekspor Indonesia juga dipengaruhi efek daya saing yang menekan senilai US$ 3,96 juta. Secara garis besar pada periode tersebut hasil CMS baik dari efek pertumbuhan impor, efek komposisi komoditi dan efek daya saing menghasilkan nilai yang negatif. Jika dibandingkan dengan Cina pertumbuhan nilai ekspor Cina juga memperlihatkan nilai yang negatif, dimana pertumbuhan ekspor Cina pada periode 2005 sampai 2009 mengalami penurunan sampai 13,99 persen. Besarnya penurunan nilai ekspor Cina yang terjadi pada periode ini lebih disebabkan oleh adanya pengaruh dari efek pangsa mikro atau efek dari komposisi komoditi yang menurun senilai US$ 67,22 juta dan juga efek pertumbuhan impor sebesar US$ 35,25 juta. Walaupun adanya peningkatan dari efek daya saing senilai US$ 54,48 juta namun peningkatan tersebut tidak membawa pengaruh pertumbuhan negatif dari nilai ekspor Cina.
84
Secara garis besar penurunan nilai ekspor kedua negara baik Cina maupun Indonesia pada periode 2005 sampai 2009 lebih disebabkan oleh adanya penurunan yang cukup besar dari efek komposisi komoditi atau permintaan akan komoditi alas kaki itu sendiri di pasar Amerika Serikat. Seperti yang kita ketahui pada Tahun 2009 Amerika Serikat sedang mengalami krisis keuangan global dimana terjadinya krisis tersebut ternyata telah membawa dampak yang cukup besar terhadap daya beli masyarakatnya akan produk-produk impor, hal ini secara tidak langsung membawa dampak yang cukup besar terhadap perkembangan ekspor negara –negara yang menjadikan Amerika sebagai pasar tujuan utama, dimana penurunan permintaan tentu berdampak pada besarnya nilai ekspor. Selanjutnya Analisis Constant Market Share untuk komoditi HS 640319 atau sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit. Dari hasil analisis pertumbuhan nilai ekspor Indonesia pada periode 2000 sampai 2005 lebih dipengaruhi oleh efek daya saing, sedangkan Cina pertumbuhan nilai ekspornya lebih dipengaruhi oleh efek pertumbuhan impor dan juga efek daya saing. Selanjutnya pada periode 2005 sampai 2009 pertumbuhan nilai ekspor Indonesia dan Cina lebih dipengaruhi oleh efek komposisi komoditi ( Tabel 5.4). Tabel 5.4. Constant Market Share Alas kaki komoditi HS 640319 Indonesia Dan Cina ke pasar Amerika Serikat (Juta US$) Indonesia Cina efek pertumbuhan efek efek efek efek Periode efek daya pertumbuhan daya pertumbuhan komposisi ekspor pertumbuhan komposisi Saing ekspor Cina impor komoditi Saing Indonesia impor komoditi 2000-2005
141.31
-55.85
-140.46
-55.00
252.89
-99.95
209.84
362.79
2005-2009
-34.66
-110.19
61.23
-83.63
-109.45
-347.94
16.43
-440.96
Untuk lebih jelasnya, analisis spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut :
85
a)
Periode 2000-2005: Selama Periode 2000 sampai 2005 pertumbuhan nilai ekspor alas kaki HS
640319 mengalami penurunan senilai 14,02 persen. Adapun penurunan nilai ekspor tersebut lebih disebabkan oleh adanya penurunan dari efek daya saing senilai US$ 140,46 juta dan juga penurunan dari efek komposisi komoditi senilai US$ 55,85 juta, walaupun terjadi peningkatan pertumbuhan impor senilai US$ 141, 31 juta namun peningkatan nilai tersebut tidak dapat menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan ekspor alas kaki HS 640319 ke pasar Amerika Serikat. Jika dibandingkan dengan Cina pertumbuhan nilai ekspor Cina pada Tahun 2000 sampai 2005 justru mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ekspor Cina pada periode ini mencapai 51.68 persen. Adapun peningkatan dari pertumbuhan nilai ekspor Cina tersebut lebih disebabkan oleh adanya peningkatan dari efek pertumbuhan impor senilai US$ 252,89 juta dan juga pertumbuhan dari efek daya saing senilai US$ 209,84 juta. Walaupun terjadi penurunan dari efek komposisi komoditi atau permintaan pasar Amerika Serikat senilai US$ 99,95 juta namun hal tersebut tidak membawa dampak yang cukup besar terhadap besarnya pertumbuhan nilai ekspor Cina yang tetap bernilai positf walaupun terjadi penurunan permintaan tersebut.
b)
Periode 2005 – 2009 : Selama periode 2005 sampai 2009 perkembangan nilai ekspor Indonesia
untuk komoditi HS 640319 tetap menunjukkan nilai yang negatif, dimana penurunan nilai ekspor Indonesia pada periode ini mencapai 24,79 persen.
86
Besarnya penurunan nilai ekspor lebih disebabkan oleh adanya penurunan dari efek komposisi komoditi sebesar US$ 110,19 juta dan juga penurunan dari efek pertumbuhan impor senilai US$ 34,66 juta. Walaupun terjadi peningkatan daya saing senilai US$ 61,23 juta namun besarnya peningkatan nilai tersebut tetap tidak dapat menyelamatkan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dari keterpurukan. Sama seperti Indonesia besarnya pertumbuhan nilai ekspor Cina juga memperlihatkan nilai yang negatif, penurunan nilai ekspor Cina pada periode 2005 sampai 2009 mencapai 41,41 persen. Penurunan tersebut lebih disebabkan oleh adanya penurunan dari permintaan pasar Amerika serikat yang nilainya mencapai US$ 347,94 juta, selain itu besarnya penurunan nilai ekspor Cina juga dipengaruhi oleh efek pertumbuhan impor yang menurun sebesar US$ 109,45 juta, walaupun pada periode tersebut efek daya saing memberikan kontribusi peningkatan senilai US$ 16,43 juta namun peningkatan nilai efek daya saing tersebut masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan penurunan dari efek pertumbuhan impor dan efek komposisi komoditi.
87
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA). Analisis daya saing secara komparatif untuk komoditi HS 640319 atau alas kaki yang menggunakan bahan kulit dan komoditi HS 640219 atau alas kaki yang menggunakan bahan kulit atau plastik. Indonesia menunjukkan bahwa produk Alas Kaki Indonesia terlihat lebih unggul secara komparatif jika dibandingkan dengan Cina. Sedangkan berdasarkan perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia dan Cina di Amerika Serikat untuk komoditi HS 640319 dan HS 640219 cenderung fluktuasi dalam setiap tahunnya.
2.
Analisis dengan menggunakan metode Constant Market Share, terlihat efek daya saing dan efek komposisi komoditi adalah efek yang paling menentukan dalam peningkatan atau penurunan ekspor alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat baik pada komoditi untuk HS 640319 maupun HS 640219. Efek daya saing alas kaki Indonesia lebih rendah dari Cina dalam memberikan kontribusi ekspor.
6.2
Saran Adanya liberalisasi perdagangan seharusnya dapat dijadikan peluang yang
cukup besar untuk industri alas kaki Indonesia untuk semakin meningkatkan kinerja ekspornya. Indonesia dapat terus mengembangkan inovasi produk, strategi dan persaingan serta tetap menjaga kualitas design mutu produk untuk dapat
88
mempertahankan permintaan serta tetap menjaga kualitas design mutu produk supaya dapat mempertahankan permintaan dalam dan luar negeri sehingga kinerja ekspornya dapat meningkat. Adapun saran-saran untuk meningkatkan kinerja ekspor alas kaki Indonesia yaitu sebagai berikut : 1.
Para pelaku eksportir sebaiknya mulai merestrukturisasi mesin-mesin pabrik yang sudah tidak layak digunakan dalam proses produksi.
2.
Produksi alas kaki Indonesia sebaiknya mulai menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan dan menghindari penggunaan bahan baku toxid dalam memproduksi produk alas kaki mengingat beberapa negara maju yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia seperti Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menolak impor produk untuk komoditi yang menggunakan bahan baku tersebut.
3.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang kegiatan ekspornya masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap negara-negara maju sebagai negara tujuan utama ekspor sebaiknya mulai mengurangi ketergantungan ekspor ke negara-negara tersebut melalui diversifikasi pasar dan mulai mencari pasar-pasar baru yang cukup potensial untuk keberlangsungan kegiatan ekspor. Bagi pihak – pihak yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai industri alas kaki sebaiknya dapat membahas lebih dalam mengenai daya saing dari segi kompetitifnya baik Indonesia maupun negara pesaingnya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Heri Firdaus. 2007. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Asosiasi Persepatuan Indonesia. 2006. Catatan Kinerja Alas Kaki Indonesia 2006. APRISINDO, Jakarta. Badan Pusat Statistik.2000-2008. Statistik Indonesia.BPS,Jakarta. .Statistik Industri Besar dan Sedang. Berbagai Terbitan, Jakarta. Cho, Dong-Sung dan Hwy- Chang moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter Evolusi Teori Daya Saing. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat Dumairy. 1996 . Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Depperindag. 2000. Klaster Industri Alas Kaki (Footwear Cluster). Industri Aneka. September. Jakarta. Ingco, merlinda And Kandiero. 2002. “Export Performance Of Bangladesh Constant Market Share Analysis”. South Asia Economic Journal, Volume 3 : 163. Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Kadin Indonesia. 2007. Ringkasan Eksekutif : Visi 2030 dan Roapmap 2010 Industri Nasional. Jakarta : Kadin Indonesia. Kadin Indonesia.2007. Roapmap Industri Alas Kaki. Jakarta : Kadin Indonesia.
Kadin Indonesia. 2009. Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia 2009-2014. Jakarta : Kadin Indonesia. Khair, Aksamil. 2000. Analisis Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia Di Pasar Amerika Serikat. [Tesis]. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia.
90
Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Jaka Wasana dan Kibrandoko [Penerjemah] Binarupa Aksara, Jakarta. Mardianto, S dan Hadi. 2004. “Analisis Komparasi Daya Saing produk Ekspor Pertanian Antar negara Asean Dalam Era perdagangan Bebas AFTA”. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 22 : 46-73. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York.
Pramudito. 2004. Analisis Daya Saing Minyak Sawit Indonesia di Pasar Cina Serta Strategi Pemasarannya [ Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Penerjemah Haris Munandar. Jakarta: Erlangga. Saptia, Yeni. 2006. “Analisis Kerangka Industri Alas Kaki Di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, XIV (2). Suprihartini, Rohayati. 2005. “ Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia”. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 : 1-29. United Nations Statistic Division. 2010. Comodity Trade. www.comtrade.un.org.
USAID.2008. Laporan Daya Saing Ekspor 2008. U.S. Agency for International Development. http:usaid.gov Waluya, Harry, 1995, Ekonomi Internasional, Jakarta: Rineka Cipta. Wawan Juswanto and Puji Mulyanti. 2003. “Indonesia’s Manufactured Exports : A Constant Market Shares Analysis”. Jurnal Keuangan dan Moneter, Volume 6 Nomor 2. Widodo, L. 2000. Analisis Daya Saing Kakap Dan Kakao Olahan Indonesia. [Tesis]. Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik. Universitas Indonesia. World Integrated Trade Solution. 2010. Comodity Trade. wits.worldbank.org
91
Lampiran 1 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319) Indonesia ke Amerika Serikat Ekspor Indonesia ke AS (US$ juta) Tahun HS Total 640319 1999 398,03 6.907,97 2000 392,19 8.488,73 2001 363,20 7.761,33 2002 311,59 7.570,47 2003 313,85 7.386.38 2004 334,81 8.787,07 2005 337,19 9.889,20 2006 338,16 11.259,14 2007 251,17 11.644,20 2008 250,86 13.079,93 2009 253,57 10,889.08
Ekspor Dunia Ke AS (US$ juta) HS Total 640319 1.343,34 932.488,24 1.412,58 1.367.343,94 1.289,86 1.284.241,22 1.299,94 1.333.355,13 1.446,60 1.446.241,40 1.520.03 1.654.270,05 1.720,50 1.860.036,20 1.810,72 2.089.785,19 1.575,46 2.164.366,44 1.686,46 2.248.369.83 981,29 1.668.702.20
RCA
Indeks RCA
40,00 44,72 46,59 42,22 42,48 41,47 36,86 34,66 29,63 25,57 39,60
1,118 1,042 0,906 1,006 0,976 0,889 0,940 0,855 0,863 1,549
92
Lampiran 2 Perhitungan Keunggulan Komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit Atau Plastik (HS 640219) Indonesia ke Amerika Serikat Ekspor Indonesia ke AS (US$ juta) Tahun HS Total 640219 1999 134,67 6.907,97 2000 136,75 8.488,73 2001 132,36 7.761,33 2002 84,78 7.570,47 2003 100,32 7.386.38 2004 66,90 8.787,07 2005 63,32 9.889,20 2006 40,41 11.259,14 2007 31,33 11.644,20 2008 37,50 13.079,93 2009 40,44 10,889.08
Ekspor Dunia Ke AS (US$ juta) HS Total 640219 411,05 932.488,24 472,84 1.367.343,94 485,39 1.284.241,22 460,29 1.333.355,13 466,02 1.446.241,40 427,56 1.654.270,05 524,82 1.860.036,20 532,27 2.089.785,19 576,69 2.164.366,44 629,43 2.248.369.83 368,00 1.668.702.20
RCA
Indeks RCA
44,22 46,58 45,12 32,44 42,15 29,46 22,69 14,09 10,10 10,24 16,84
1,053 0,986 0,718 1,299 0,698 0,770 0,620 0,716 1,014 1,644
93
Lampiran 3 Perhitungan Keunggulan Komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319) Cina ke Amerika Serikat Ekspor Indonesia ke AS (US$ juta) Tahun HS Total 640319 1999 692,63 42.004,22 2000 701,90 52.156,43 2001 661,53 54.355,08 2002 697,90 70.050,09 2003 822,25 92.626,30 2004 880,23 125.148,96 2005 1.064,69 163.180,46 2006 1.116,98 203.801,05 2007 1.019,24 233.168,79 2008 876,07 252.843,53 2009 623,72 221.295,02
Ekspor Dunia Ke AS (US$ juta) HS Total 640319 1.343,34 932.488,24 1.412,58 1.367.343,94 1.289,86 1.284.241,22 1.299,94 1.333.355,13 1.446,60 1.446.241,40 1.520.03 1.654.270,05 1.720,50 1.860.036,20 1.810,72 2.089.785,19 1.575,46 2.164.366,44 1.686,46 2.248.369.83 981,29 1.668.702.20
RCA
Indeks RCA
11,45 13,03 12,12 10,22 8,87 7,65 7,05 6,33 6,01 4,62 4,79
1,138 0,930 0,843 0,868 0,863 0,922 0,897 0,949 0,769 1,038
94
Lampiran 4 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit Atau Plastik (HS 640219) Cina ke Amerika Serikat Ekspor Indonesia ke AS (US$ juta) Tahun HS Total 640219 1999 210,70 42.004,22 2000 228,55 52.156,43 2001 256,49 54.355,08 2002 269,49 70.050,09 2003 273,34 92.626,30 2004 271,09 125.148,96 2005 342,94 163.180,46 2006 381,43 203.801,05 2007 398,69 233.168,79 2008 347,57 252.843,53 2009 294,95 221.295,02
Ekspor Dunia Ke AS (US$ juta) HS Total 640219 411,05 932.488,24 472,84 1.367.343,94 485,39 1.284.241,22 460,29 1.333.355,13 466,02 1.446.241,40 427,56 1.654.270,05 524,82 1.860.036,20 532,27 2.089.785,19 576,69 2.164.366,44 629,43 2.248.369.83 368,00 1.668.702.20
RCA
Indeks RCA
11,38 12,67 12,48 11,14 9,16 8,38 7,45 7,35 6,42 4,91 6,04
1,114 0,985 0,892 0,822 0,915 0,889 0,987 0,873 0,765 1,231
95
Lampiran 5 Nilai Impor Total Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik USA Tahun 1999-2009 (Juta US$)
Tahun
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Impor Total
Nilai 932.488,24 1.367.343,94 1.284.241,22 1.333.355,13 1.446.241,40 1.654.270.05 1.860.036.20 2.089.785,19 2.164.366,44 2.248.369,83 1.668.702,20
% 46,63 -6,08 3,82 8,47 14,38 12,44 12,35 3,57 3,88 -25,78
Impor Sepatu Olah Raga yang menggunakan bahan kulit HS 640319 Nilai 1.343,34 1.412,58 1.289,86 1.299,94 1.446,60 1.520,03 1.720,50 1.810,72 1.575,46 1.686,46 981,29
% 5,15 -8,69 0,78 11,28 5,08 13,19 5,24 -12,99 7,05 -41,81
Impor Sepatu Olah Raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik HS 640219 Nilai % 411,05 472,84 15,03 485,39 2,66 460,29 -5,17 466,02 1,24 427,56 -8,25 524,82 22,75 532,27 1,42 576,69 8,35 629,43 9,14 368,00 -41,54
96
Lampiran 6 Nilai Ekspor Sepatu Olah Raga Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik USA Tahun 1999-2009 (Juta US$) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indonesia HS 640319 HS 640219 Nilai Nilai % % 398,02 134,67 392,19 -1,46 136,75 1,54 363,20 -7,39 132,36 -3,20 311,58 -14,21 84,78 -35,94 313,84 0,72 100,32 18,32 334,80 6,67 66,90 -33,31 337,19 0,71 63,32 -5,34 338,15 0,28 40,41 -36,18 251,16 -25,72 31,33 -22,47 250,86 -0,12 37,50 19,69 253,56 1,07 40,44 7,84
Cina HS 640319 HS 640219 Nilai Nilai % % 692,63 210,70 701,89 1,33 228,54 8,46 661,52 -5,75 256,48 12,22 697,89 5,49 269,31 5,00 822,24 17,81 273,34 1,49 880,23 7,05 271,08 -0,82 1.064,68 20,95 342,94 26,50 1.116,98 4,91 381,42 11,22 1.019,24 -8,75 398,68 4,52 876,06 -14,04 347,57 -12,82 623,72 -28,80 294,94 -15,14
97
Lampiran 7 Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$)
Tahun
Ekspor Tahun Lalu (1)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
398,03 392,19 363,20 311,59 313,85 334,81 337,19 338,16 251,17 250,86
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
134,67 136,75 132,36 84,78 100,32 66,90 63,32 40,41 31,33 37,50
Peningkatan Ekspor Impor AS Seharusnya (%) (2) (3)= {(2) + 100%} *(1) HS 640319 5,15 418,54 -8,69 358,12 0,78 366,04 11,28 346,74 5,08 329,78 13,19 378,96 5,24 354,87 -12,99 294,22 7,05 268,86 -41,81 145,97 HS 640219 15,03 154,91 2,66 140,38 -5,17 125,51 1,24 85,84 -8,25 92,04 22,75 82,12 1,42 64,22 8,35 43,78 9,14 34,19 -41,54 21,92
Ekspor Efek Daya Yang Saing terjadi (4) (5)=(4)–(3)
392,19 363,20 311,58 313,84 334,80 337,19 338,15 251,16 250,86 253,56
-26,35 5,08 -54,45 -32,89 5,03 -41,77 -16,72 -43,06 -18,00 107,60
136,75 132,36 84,78 100,32 66,90 63,32 40,41 31,33 37,50 40,44
-18,16 -8,02 -40,73 14,48 -25,14 -18,80 -23,81 -12,45 3,31 18,52
98
Lampiran 8 Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) Ekspor Tahun Lalu Tahun (1)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Peningkatan Ekspor Impor AS Seharusnya (%) (2) (3)= {(2) + 100%} *(1) HS 640319 692,63 5,15 728,34 701,89 -8,69 640,92 661,52 0,78 666,69 697,89 11,28 776,64 822,24 5,08 863,98 880,23 13,19 996,32 1.064,68 5,24 1.120,51 1.116,98 -12,99 971,86 1.019,24 7,05 1.091,05 876,06 -41,81 509,75 HS 640219 210,70 15,03 242,37 228,54 2,66 234,62 256,48 -5,17 243,23 269,31 1,24 272,67 273,34 -8,25 250,79 271,08 22,75 332,75 342,94 1,42 347,81 381,42 8,35 413,26 398,68 9,14 435,15 347,57 -41,54 203,21
Ekspor Yang terjadi (4)
Efek Daya Saing (5)=(4)–(3)
701,89 661,52 697,89 822,24 880,23 1.064,68 1.116,98 1.019,24 876,06 623,72
-26,44 20,60 31,21 45,61 16,25 68,36 -3,53 47,38 -214,99 113,97
228,54 256,48 269,31 273,34 271,08 342,94 381,42 398,68 347,57 294,94
-13,83 21,87 26,09 0,68 20,30 10,19 33,62 -14,57 -87,57 91,74
Lampiran 9 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS640319 Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) Persentase Persentase Ekspor Impor Impor Efek Efek Impor Impor Efek Daya Saing Indonesia ke Alas kaki Umum Pertumbuhan Komposisi Pertumbuhan Periode Alas Kaki Umum {Xijk2-Xijk1Amerika Amerika Amerika Impor Komoditi Ekspor Amerika Amerika miXijk1} (Xijk) (m.Xijk1) {(mi-m) Xijk1} (mi) (m) 2000 392,19 1.412,58 1.367.343,94 2005 337,19 1.720,50 1.860.036,20 21,79 36,03 141,31 -55,85 -140,46 -55,00 2009 253,57 981,29 1.668.702,20 -42,96 -10,28 -34,66 -110,29 61,23 -83,63
99
1
Lampiran 10 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS640219 Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) Persentase Persentase Ekspor Impor Impor Efek Efek Impor Impor Efek Daya Saing Indonesia ke Alas kaki Umum Pertumbuhan Komposisi Pertumbuhan Periode Alas Kaki Umum {Xijk2-Xijk1Amerika Amerika Amerika Impor Komoditi Ekspor Amerika Amerika miXijk1} (Xijk) (m.Xijk1) {(mi-m) Xijk1} (mi) (m) 2000 136,75 472,84 1.367.343,94 2005 63,32 524,82 1.860.036,20 10,99 36,03 49,27 -34,24 -88,45 -73,42 2009 40,44 368,00 1.668.702,20 -29,88 -10,28 -6,51 -12,41 -3,96 -22,88
100
2
Lampiran 11 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS640319 Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) Persentase Persentase Impor Impor Efek Efek Ekspor Cina Impor Impor Efek Daya Saing Alas kaki Umum Pertumbuhan Komposisi Pertumbuhan Periode ke Amerika Alas Kaki Umum {Xijk2-Xijk1Amerika Amerika Impor Komoditi Ekspor (Xijk) Amerika Amerika miXijk1} (m.Xijk1) {(mi-m) Xijk1} (mi) (m) 2000 701,90 1.412,58 1.367.343,94 2005 1.064,69 1.720,50 1.860.036,20 21,79 36,03 252,89 -99,95 209,84 362,79 2009 623,72 981,29 1.668.702,20 -42,96 -10,28 -109,44 -347,94 16,43 -440,96
101
3
Lampiran 12 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS640219 Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) Persentase Persentase Impor Impor Efek Efek Ekspor Cina Impor Impor Efek Daya Saing Alas kaki Umum Pertumbuhan Komposisi Pertumbuhan Periode ke Amerika Alas Kaki Umum {Xijk2-Xijk1Amerika Amerika Impor Komoditi Ekspor (Xijk) Amerika Amerika miXijk1} (m.Xijk1) {(mi-m) Xijk1} (mi) (m) 2000 228,55 472,84 1.367.343,94 2005 342,94 524,82 1.860.036,20 10,99 36,03 82,35 -57,23 89,28 114,39 2009 294,95 368,00 1.668.702,20 -29,88 -10,28 -35,25 -67,22 54,48 -47,99
102
4