ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
SKRIPSI
MARK MAJUS RAJAGUKGUK H34066078
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
SKRIPSI
MARK MAJUS RAJAGUKGUK H34066078
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RINGKASAN
MARK MAJUS RAJAGUKGUK. H34066078. 2009 Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO)
Indonesia memiliki potensi sebagai eksportir rumput laut terbesar di dunia. Potensi perikanan Indonesia yang cukup besar, dimana kurang lebih dua juta hektar luas laut sangat cocok digunakan untuk pengembangan rumput laut. Jenis rumput laut yang banyak diminati pasar adalah jenis Euchema cottonii dan Glacillaria sp. Berdasarkan data FAO, Indonesia adalah negara terbesar ketiga sebagai produsen rumput laut, setelah China dan Philippines. Tahun 2007, Indonesia mampu memproduksi 1,733,705 ton rumput laut atau setara dengan 13.17 persen produksi rumput laut dunia. Dari sisi volume ekspor, Indonesia menempati posisi kedua setelah China dimana sejak tahun 1999 hingga 2006, Indonesia telah mengekspor 332,666 ton rumput laut dunia. Tetapi, apabila dilihat dari sisi nilai ekspor, Indonesia masih kalah tertinggal dari negara-negara dengan volume ekspor lebih rendah. Berdasarkan nilai ekspor, Indonesia hanya menempati posisi ke-lima, dimana sejak tahun 1999 hingga 2006 nilai ekspor Indonesia hanya 195,919 ribu US $. Kemudian, apabila ditinjau dari sisi harga ekspor, posisi Indonesia relatif masih kalah dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 2006, harga ekspor rumput laut Indonesia hanya 520.000 US $ per ton dan menjadikan Indonesia hanya berada pada posisi ke tujuh, kalah eksportir lain seperti Chile. Beragam permasalahan yang terjadi dengan produksi dan kondisi ekspor rumput laut Indonesia. Informasi-informasi tersebut diatas menjadi sebuah pertanyaan dan berbeda dengan seharusnya mengingat potensi Indonesia yang sangat besar dalam bidang perikanan dan kelautan. Informasi-informasi tersebut sekaligus dapat menunjukkan bahwa Indonesia masih belum memiliki daya saing untuk komoditi rumput laut di pasar internasional. Daya saing ekspor suatu komoditi di pasar internasional menggambarkan tingkat daya saing ekspor di pasar internasional dengan melihat besarnya pangsa pasar di dunia. Oleh karena itu daya saing dapat diukur dari persentase penguasaan pangsa pasar di negara-negara tujuan ekspor, dimana hubungan keduanya adalah positif. Artinya, jika pangsa pasar semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa daya saing ekspor komoditi tersebut juga semakin besar. Merujuk kepada pernyatan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional, dimana akan dianalisis menurut negara tujuan ekspor yang diurutkan berdasarkan nilai ekspor terbesar. Dalam penelitian ini juga akan diketahui apa faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan penguasaan pangsa pasar ekspor di negara tujuan serta pengaruhnya terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor. Kemudian, dari hasil yang diperoleh akan dianalisis posisi daya siang ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, dimana apabila pangsa pasar lebih besar atau sama dengan 20 persen, maka dapat dikatakan
bahwa rumput laut Indonesia memiliki daya saing di negara bersangkutan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia, serta pengaruhnya. Informasi ini penting untuk diketahui untuk dapat menentukan posisi daya saing serta strategi yang dapat dilakukan oleh para pengambil kebijakan dari hasil penelitian. Faktor-faktor yang diduga sebagai variabel yang mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor (Q), harga ekspor rumput laut Indonesia (PX), nilai tukar (NT), GDP per kapita negara tujuan ekspor (GDP), serta produksi nasional rumput laut Indonesia (PR). Penelitian dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari badan-badan yang kompeten seperti DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, FAO (Food and Agricultural Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of Trade), FED (Federal Reserved), Departemen Perdagangan RI, Badan Pusat Statistik, serta lembaga-lembaga lain yang diperlukan untuk penelitian. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dilakukan dengan regresi data panel, yakni dengan melakukan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random effect. Penggunaan dan penjelasan ketiga metode ini akan dijelaskan kemudian dalam skripsi. Metode terbaik yang digunakan berdasarkan uji yang telah dilakukan adalah metode Fixed effect. Pada model yang dihasilkan, ternyata tidak semua variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar adalah volume ekspor ke negara tujuan (Q), nilai tukar (NT), dan GDP per kapita negara tujuan (GDP). Sedangkan variabel harga ekspor (PX), dan produksi rumput laut nasional (PR) adalah variabel yang tidak berpengaruh nyata secara statistik. Model pangsa pasar yang telah dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui posisi daya saing ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor pada tahun-tahun tertentu. Dari hasil analisis yang dilakukan, Indonesia memiliki daya saing di negara Hongkong, Philippina, Spain, dan Denmark. Hal berbeda ditemukan pada negara China dimana pada negara tersebut Indonesia baru berdaya saing setelah tahun 2004. Sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru mempunyai daya saing pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan baru pada tahun 2005. Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan France, Indonesai sama sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa permasalahan seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah. Indonesia sebaiknya mulai untuk melakukan ekspor dalam bentuk olahan, bukan hanya dalam bentuk bahan baku (raw seeweds). Hal ini akan menambah nilai ekspor yang berdampak pada peningkatan harga ekspor. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah peningkatan mutu rumput laut ekspor. Peningkatan mutu dan adanya kerjasama dari berbagai pihak dapat menjadi dorongan modal baru bagi peningkatan posisi daya saing ekspor rumput laut di pasar intrnasional
ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
MARK MAJUS RAJAGUKGUK H 34066078
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional
Nama
: Mark Majus Rajagukguk
NRP
: H 34066078
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Suharno, M. Adev NIP. 19610610 198611 1 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus
:
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Juni 2009
Mark Majus Rajagukguk H34066078
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di RSU Balige pada tanggal 14 Agustus 1985. Penulis merupakan anak ke-sembilan dari sembilan bersaudara kandung dari pasangan Hotman Rajagukguk (alm) dan Rayani Siregar. Penulis berkesempatan untuk menempuh pendidikan formal di SD Negeri No. 173339 Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (1991-1997), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (1997-2000) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (2000-2003). Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada Program Studi Diploma III Teknologi Informasi Kelautan (TEK) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Setelah menyelesaikan Studi di Diploma III, Penulis langsung melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya begitu besar dan luar biasa, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi yang disusun oleh Penulis berjudul Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional dengan menggunakan alat analisis Data Panel. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih harus terus diperbaharui dan disempurnakan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan arahan yang membangun untuk Penulis dalam melengkapi dan memberikan hasil yang terbaik dalam penelitian ini. Sehingga penelitian ini dapat berguna buat bangsa dan negara, pihak terkait, dan menjadi sebuah kebanggaan buat Institusi, juga secara khusus bagi Penulis.
Bogor,
Juni 2009
Mark Majus Rajagukguk
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1.
Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, kesempatan, kesabaran, dan ilmu yang telah diberikan kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Rita Nurmalina, MS selaku dosen evaluator proposal penelitian. Terimakasih atas saran dan masukan yang sangat membantu Penulis dalam melakukan dan menyusun skripsi ini.
3.
M. Firdaus, PhD selaku dosen penguji utama dalam sidang penelitian saya. Terimakasih atas saran dan bimbingannya.
4.
Ir. Harmini, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan. Terimakasih atas saran dan bimbingannya.
5.
Pihak sekretariat AGB Ekstensi, atas bantuannya dalam urusan administrasi Penulis selama mahasiswa hingga penyelesaian pendidikan di IPB
6.
Tiur Mariani Sihaloho, Amd selaku pembahas pada seminar hasil penelitian. Terimakasih atas waktu, saran serta informasi tambahan untuk perbaikan skripsi.
7.
Orang tua dan keluarga atas doa, harapan, dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan selama kuliah, dan terutama saat melakukan penyusunan penelitian ini.
8.
Hotnauli Br Silalahi,S.E. Terimakasih atas doa, semangat dan dukungan, diskusi, saran, waktu serta doa yang telah diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skipsi ini.
9.
Teman-teman AGB, dari semua angkatan atas diskusi, kebersaman, dan pengetahuan yang semakin berkembang dan bermanfaat dalam penyusunan skipsi ini.
10.
Teman-teman dari KMKE (Komunitas Mahasiswa Kristen Ekstensi-IPB), atas doa dan semangatnya. Tetap berkarya dalam Tuhan.
11.
Teman perantauan dari Muara Nauli (B’Halasson, B’Achis, B’Lister, Lilis, Berta, Hartip, Adi dan lain-lain) Abang serta adek-adek atas dukungan dan doanya.
12.
Pemilik Wisma Borobudur (Bapak Parulian), serta teman-teman di Kos Borobudur (B’Wira, B’Jhony, B’Reynold, B’David, Jhon Raphael, Juli, Erick Se Has, B’Budi, dan lain-lain) serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
13.
Teman-teman dari kos Wisma Belitung 21 (Rida Murni, Liani, Christin). Terimakasih atas dukungannya.
14.
Serta semua pihak yang belum disebutkan satu-persatu, Terimakasih atas dukungan dan doanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
i ii iv v vi vii
I.
PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 1.5 Ruang Lingkup dan Batas Penelitian ..............................................
1 1 6 10 11 11
II.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Rumput Laut ................................................................................. 2.2 Budidaya Rumput Laut ................................................................. 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu ....................................................... 2.3.1 Kajian tentang Rumput Laut ................................................. 2.3.2 Kajian tentang Daya Saing ....................................................
12 12 14 19 19 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 3.1.1 Konsep Perdagangan Internasional ....................................... 3.1.2 Ekspor dan Impor ................................................................. 3.1.2.1 Pengertian Ekspor ..................................................... 3.1.2.2 Pengertian Impor ....................................................... 3.1.3 Pasar dan Pangsa Pasar ......................................................... 3.1.4 Konsep Daya Saing .............................................................. 3.1.5 Teknik Estimasi Menggunakan Regresi Data Panel .............. 3.1.5.1 Metode Pooled OLS ................................................... 3.1.5.2 Metode Fixed Effect ................................................... 3.1.5.3 Metode Random Effect ............................................... 3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
23 23 23 25 25 26 27 27 30 33 34 35 37 38
IV.
40 40 40 40 41 42 43 44
METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 4.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 4.3 Perumusan Model ......................................................................... 4.4 Pengujian terhadap Model Penduga yang Lebih Tepat.................... 4.4.1 Chow Test ............................................................................. 4.4.2 Hausman Test ....................................................................... 4.5 Pengujian Model ...........................................................................
4.6 Elastisitas ...................................................................................... 4.7 Asumsi dalam Penelitian ............................................................... 4.8 Defenisi Operasional .....................................................................
45 46 47
V.
GAMBARAN UMUM INDUSTRI RUMPUT LAUT INDONESIA
48
VI.
ANALISIS DAYA SAING BERDASARKAN MODEL PANGSA PASAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANGSA PASAR RUMPUT LAUT INDONESIA ......................... 6.1 Perkembangan Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional ................................................................................. 6.2 Analisis Hasil Estimasi menggunakan Data Panel ......................... 6.2.1 Pemilihan Model Terbaik ..................................................... 6.2.2 Interpretasi Model Terbaik .................................................... 6.2.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pangsa Pasar dengan Metode Fixed Effect .................................................. 6.3 Posisi Daya Saing Indonesia berdasarkan Perhitungan dengan Menggunakan Model Fixed Effect .................................................
7
51 51 55 56 57 58 57
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 7.1 Kesimpulan ................................................................................... 7.2 Saran .............................................................................................
64 64 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
67
LAMPIRAN ...............................................................................................
69
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia .........................
4
2.
Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia berdasarkan Volume Ekspor Terbesar ...................................................................................
7
3.
Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar ...............................................................................................
8
4.
Eksportir Rumput Laut Dunia, 1999-2006............................................
9
5.
Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi ...................
13
6.
Kebutuhan Dunia terhadap Spesies Euchema sp ..................................
49
7.
Perkiraan Kebutuhan Dunia terhadap Produk Olahan Rumput Laut (dalam ton) .........................................................................................
50
Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Indonesia dan Dunia, Tahun 1996-2006 ....................................................................
51
Pangsa Pasar Ekspor Rumput Laut Indonesia dibandingkan Produsen Dan Eksportir Utama Rumput Laut Dunia, Tahun 1996-2006 .............
52
10.
Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Negara Tujuan Ekspor ..........
54
11.
Perbandingan Hasil Estimasi Berdasarkan Metode Analisis ................
55
12.
Hasil Pendugaan Persamaan Pangsa Pasar dengan Metode Fixed Effect
57
13.
Posisi Daya Saing Indonesia berdasarkan Negara Tujuan ....................
63
8. 9.
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Harga Komoditas Relatif Ekuilibrium setelah Perdagangan .................
24
2.
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional .............................................
39
3.
Pengujian Model dalam Pengolahan Data Panel ..................................
42
4.
Tren Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional .......
53
DAFTAR LAMPIRAN
No 1.
Halaman Importir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Volume Impor Terbesar ...............................................................................................
69
2.
Produsen Utama Rumput Laut Dunia Berdasarkan Volume Produksi ...
70
3.
Eksportir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Volume Ekspor Terbesar ..............................................................................................
71
Eksportir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar ..............................................................................................
72
5.
Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia ....................................
73
6.
Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled OLS .................
75
7.
Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect .................
76
8.
Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect .............
77
9.
Data Panel ..........................................................................................
78
10.
Posisi Daya Saing Ekspor Rumput Laut Indonesia ...............................
80
11.
Hasil Perhitungan Uji CHOW .............................................................
82
12.
Uji Hausman .......................................................................................
83
4.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17,504 buah dan panjang pantai yang mencapai 81,000 km, Indonesia memiliki peluang dan potensi budidaya komoditi laut yang sangat besar untuk dikembangkan. Luas potensi budidaya laut diperkirakan mencapai 26 juta ha, dan kurang lebih dua juta ha diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Berdasarkan data DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) RI tahun 2008, apabila seluruh lahan dapat dimanfaatkan maka akan diperoleh kurang lebih 32 juta ton per tahun. Apabila harga rumput laut sebesar Rp 4.5 juta per ton, maka penerimaan yang diperoleh berkisar Rp 144 triliun per tahun. Potensi rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi devisa negara, dan juga mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput laut kering terbesar dunia. Saat ini terdapat sekitar 782 jenis rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae hijau, 134 algae coklat, dan 452 algae merah. Sebagai penyedia bahan baku industri, rumput laut memiliki turunan yang sangat beragam seperti untuk bahan makanan (dodol, minuman, kembang gula, dan lain-lain), kosmetik, dan juga untuk bahan obat-obatan. Jenis yang banyak dikembangkan dan banyak diminati pasar adalah jenis Euchema spinosum, Euchema cottonii dan Gracilaria sp. Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program revitalisasi perikanan disamping udang dan tuna. Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dan juga keunggulannya, diantaranya : peluang pasar ekspor yang terbuka luas, harga relatif stabil, juga belum ada batasan atau kuota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tidak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja.
Permintaan rumput laut meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri berbasis rumput laut, serta kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali kepada produk-produk hasil alam. Diperkirakan, dalam kurun waktu lima tahun kedepan kebutuhan produk olahan rumput laut terus meningkat. Berdasarkan kecenderungan ekspor dan impor produk olahan rumput laut selama periode 1999-2004. Anggadiredja et. al (2006) memperkirakan pasar dunia produk olahan rumput laut meningkat sekitar 10 persen setiap tahun untuk karaginan semirefine (SRC), agar, dan alginat untuk industri (industrial grade). Adapun alginat untuk makanan (food grade) meningkat sebesar 7.5 persen dan karaginan refine sebesar lima persen. Selain itu, Anggadiredja et. al (2006) juga mengestimasi kebutuhan bahan baku rumput laut penghasil karaginan pada tahun 2010 sebesar 322.500 ton yang terdiri dari Euchema sp. sebesar 274.100 ton dan jenis selain Eucheuma sp. sebesar 48.400 ton. Asumsi yang digunakan untuk mengestimasi kebutuhan pasar tersebut adalah 25 persen karaginan diekstrak dari bahan baku Eucheuma sp dalam skala industri dan 15 persen dari kebutuhan bahan baku karaginan diperoleh dari jenis rumput laut selain Eucheuma sp. Selain itu, asumsi yang digunakan juga berdasarkan perkiraan kebutuhan pasar dunia produk olahan rumput laut, khususnya karaginan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasar rumput laut dunia masih sangat besar, baik untuk pasar bahan baku mentah (raw seaweeds) ataupun untuk produk olahannya. Indonesia dengan potensi besar seharusnya dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk peningkatan penerimaan dan devisa negara yang lebih besar. Peningkatan permintaan rumput laut dunia juga dapat dilihat dari peningkatan volume impor yang dilakukan oleh negara-negara importir. Jepang merupakan negara importir terbesar rumput laut dunia, diikuti oleh China pada posisi ke-dua, dan United States of America (USA) pada posisi ke-tiga. Selama kurun waktu 1999 hingga 2006, ketiga negara tersebut mengimpor 55.66 persen dari seluruh impor dunia, sesuai dengan data yang diperoleh dari FAO (Food and Agriculture Organization). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketiga negara tersebut memiliki posisi penting bagi setiap eksportir dunia. Apabila suatu negara memiliki pangsa pasar yang baik di negara importir utama, maka dapat dikatakan
bahwa negara tersebut memiliki daya saing di pasar internasional rumput laut. Selengkapnya data importir terbesar dunia dapat dilihat pada Lampiran 1. Seiring dengan peningkatan permintaan dunia yang semakin besar, produksi rumput laut dunia juga mengalami peningkatan yang cukup baik setiap tahunnya. Beberapa negara produsen mulai bersaing untuk dapat memproduksi rumput laut dengan kuantitas yang besar dan kualitas terbaik pula. Berdasarkan data tahun 1999 hingga 2007 yang diperoleh dari FAO (Food and Agriculture Organization), China memproduksi rata-rata 58.14 persen produksi rumput laut dunia, sekaligus menjadikan China sebagai produsen utama rumput laut dunia. Kemudian diikuti oleh Philippina dengan rata-rata produksi 10.57 persen. Indonesia berada pada posisi ketiga dengan rata-rata produksi 5.43 persen dibandingkan dengan produksi rumput laut dunia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 yang disusun berdasarkan volume produksi dalam satuan ton. Pada Lampiran 2 dapat diperhatikan bahwa produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2006 telah mencapai 1,174,996 ton, dan meningkat menjadi 1,733,705 ton pada tahun 2007. Peningkatan produksi tersebut memberikan kontribusi yang besar dalam perbaikan posisi Indonesia dalam perdagangan internasional rumput laut. Hal ini juga menjadi salah satu indikator adanya perbaikan pola produksi rumput laut dalam negeri melalui program revitalisasi perikanan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerintah juga menargetkan pencapaian 1,900,000 ton produksi rumput laut pada tahun 2009 yang akan ditempuh dengan pola pengembangan kawasan dengan komoditas Euchema sp. dan Gracilaria sp. Luas lahan pengembangan yang diperlukan sampai tahun 2009 adalah sekitar 25,000 ha, yakni 10,000 ha untuk Gracilaria sp. dan 15,000 ha untuk Euchema sp.
Sejak tahun 2002 hingga tahun 2007, produksi rata-rata
rumput laut Indonesia mengalami peningkatan 27.97 persen. Melihat potensi ini, Indonesia melalui DKP mempunyai misi untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar (utama) rumput laut dunia mulai tahun 2009. Pada sisi ekspor, Indonesia menjadi eksportir kedua terbesar setelah China apabila diurutkan berdasarkan volume ekspor tahun 1999-2007, sesuai dengan data yang diperoleh dari FAO. Akan tetapi sebagian besar ekspor rumput laut Indonesia dalam bentuk gelondongan kering (raw seaweeds), sedangkan bentuk
produk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alinate masih harus diimpor. Sehingga nilai tambah dari pengolahan rumput laut tidak diperoleh, melainkan menjadi perolehan yang cukup besar bagi negara tujuan ekspor rumput laut kering tersebut. Kondisi tersebut sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu bersaing dalam industri pengolahan rumput laut. Selengkapnya data volume ekspor dan impor dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Ekspor (X) 25,084 23,074 27,874 28,559 40,162 51,010 69,226 95,588
%Δ -8.01 20.80 2.46 40.63 27.01 35.71 38.08
Impor (M) 258 216 246 383 339 497 279 323
%Δ -16.28 13.89 55.69 -11.49 46.61 -43.86 15.77
Rasio M/X (%) 1.03 0.94 0.88 1.34 0.84 0.97 0.40 0.34
Sumber : FAO, 2008
Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya (dalam persen)
Pada Tabel 1 di atas diketahui bahwa dalam kurun waktu 1999 hingga 2006, ekspor Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan 22.38 persen per tahun, walau pada tahun 2000 sempat mengalami penurunan ekspor sebesar 2,010 ton. Perkembangan volume ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang dan demand yang semakin besar di pasar internasional terhadap rumput laut Indonesia. Kondisi ini seharusnya dapat menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang semakin kompetitif di pasar internasional. Indonesia masih belum berkembang pada industri pengolahan rumput laut. Oleh karena itu, impor umumnya dilakukan dalam bentuk olahan rumput laut, dan ada juga impor untuk jenis rumput laut yang tidak ditemukan di perairan. Volume impor rumput laut mengalami fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan volume. Apabila dibandingkan dengan volume ekspor, rasio impor terhadap ekspor relatif menurun, artinya dalam perkembangannya impor tidak terlalu berpengaruh besar terhadap ekspor Indonesia. Hal tersebut juga dapat
menunjukkan Indonesia sudah mulai memenuhi permintaan dalam negeri dalam bentuk olahan rumput laut. Indonesia dengan potensi perikanan yang sangat besar khususnya untuk komoditas rumput laut berpeluang menjadi salah satu yang terbesar sebagai produsen rumput laut, akan tetapi Indonesia juga harus mempunyai kemampuan dalam bersaing baik dari segi harga, kualitas, dan juga kebijakan-kebijakan perdagangan, dan kemampuan dalam manajemen produksi rumput laut nasional. Dari argumentasi tersebut, dapat dilihat bahwa kebutuhan untuk meningkatkan bisnis rumput laut masih sangat terbuka dan potensial, selain dari produksi nasional yang semakin baik juga permintaan yang semakin besar. Globalisasi ekonomi memberikan pengaruh dan tantangan yang semakin besar terhadap pertanian atau agribisnis di seluruh dunia. Dewasa ini, agribisnis tidak hanya membutuhkan kemampuan untuk dapat bersaing di pasar lokal, tetapi juga harus mampu berkompetisi di pasar luar, juga memerlukan pengembangan strategi baru untuk dapat mempengaruhi konsumen baru di pasar yan baru pula. Informasi dan pengetahuan mengenai kemampuan bersaing atau daya saing, serta keunggulan komparatif juga semakin diperlukan, baik oleh manager agribisnis, perencana strategi (strategic planners), pemerintah, pembuat keputusan, dan sebagainya. Informasi tersebut juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi masyarakat serta bisnis atau usahanya dalam agribisnis. Pada sisi perusahan, juga sangat perlu dan harus memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan suatu kajian ataupun penelitian yang dapat membantu untuk mengetahui posisi daya saing suatu komoditi ekspor, termasuk juga rumput laut di pasar internasional. Perdagangan
internasional
mengharuskan
setiap
negara
memiliki
spesialisasi dan juga kemampuan untuk dapat bersaing memperebutkan pasar yang ada. Penguasaan pasar oleh suatu negara dapat menjadi suatu ukuran kemampuan bersaing suatu negara untuk komoditi tertentu. Berdasarkan data-data dan informasi yang telah dipaparkan, sangatlah diperlukan sebuah penelitian mengenai besar penguasaan pasar yang dimiliki oleh Indonesia di negara tujuan ekspor. Penguasaan pangsa pasar akan menentukan posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, suatu negara akan
sangat memerlukan suatu informasi yang dapat menunjukkan posisi daya saing suatu komoditas ekspor tertentu, dan juga dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mungkin mempengaruhinya. Untuk itulah penelitian ini disusun supaya dapat menjadi informasi yang penting bagi input penyusunan kebijakan dalam industri rumput laut Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Indonesia menargetkan menjadi penghasil rumput laut terbesar dunia mulai tahun 2009. Hal ini merupakan sebuah tujuan logis mengingat Indonesia memiliki keunggulan dalam produksi rumput laut dunia. Produksi rumput laut Indonesia memiliki keunggulan wilayah tropis sebagai penghasil rumput laut. Apabila dimanfaatkan dengan baik, dan dengan dukungan pemerintah yang semakin membangun, rumput laut dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan yang sangat besar bagi negara. Akan tetapi, upaya tersebut masih terkendala daya saing yang rendah dibandingkan negara produsen lain. Uraian berikut akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hal di atas. Potensi perikanan Indonesia seharusnya menjadikan Indonesia salah satu eksportir terbesar di dunia untuk komoditi rumput laut. Berdasarkan data tahun 1999 hingga 2006 yang diperoleh dari FAO, Indonesia telah menjadi eksportir kedua dunia dibawah China dengan total volume ekspor 360,577 ton. Peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia menunjukkan posisi dagang Indonesia di dunia semakin baik. Selengkapnya data eksportir dunia berdasarkan volume ekspor disusun pada Lampiran 3. Peningkatan volume ekspor Indonesia tidak diikuti dengan penerimaan dari nilai ekspornya. Berdasarkan data FAO, Indonesia berada pada posisi kelima sebagai eksportir apabila diurutkan berdasarkan nilai ekspornya. Ini merupakan indikasi bahwa daya saing ekspor rumput laut Indonesia dalam perdagangan internasional masih lemah. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berkaitan dengan negara tujuan ekspor, Indonesia memiliki pasar ekspor bervariasi di setiap negara. Seperti misalnya di Jepang sebagai importir terbesar rumput laut dunia, ternyata negara tersebut menjadi negara ke-13 sebagai tujuan ekspor apabila dilihat dari volume ekspor Indonesia ke negara tujuan. Amerika sebagai importir terbesar ke-tiga dunia, hanya menjadi negara tujuan ke-enam
Indonesia. Demikian juga dengan Francis, sebagai importir ke-empat hanya menempati posisi ke-delapan sebagai negara tujuan ekspor berdasarkan volume ekspornya. Berdasarkan volume ekspor, Indonesia lebih banyak mengekspor rumput laut ke China, Hongkong, Philippines (Philippina), Spain (Spanyol), Denmark, USA, South Korea (Korea Selatan), France (Francis), dan United Kingdom (Inggris). Selengkapnya negara tujuan eskpor Indonesia berdasarkan volume ekspor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia diurutkan berdasarkan Volume Ekspor Terbesar Negara Tujuan China Hongkong Philippines Spain Denmark USA South Korea France UK (Inggris) Taiwan Negara lain Total Ekspor Ind Rasio*
Volume Ekspor per Tahun (dalam Ton) 2001 2002 2003 2004 2005
2006
Total
1999
2000
806 6,857 1,205 3,451 3,148 2,299 1,335 3,572 370 710 1,331
1,212 9,157 140 3,838 2,574 980 639 1,217 806 621 1,890
1,603 7,809 1,523 4,359 3,954 1,662 605 1,617 714 479 3,549
4,187 7,164 1,472 4,700 3,948 1,804 229 1,833 499 407 2,316
9,337 7,867 4,574 3,364 4,499 2,128 1,510 1,355 400 422 4,706
13,785 9,214 5,302 4,716 6,294 1,750 1,152 1,575 395 749 6,078
24,926 8,385 8,060 4,736 3,754 1,065 5,143 2,919 832 505 8,901
35,834 15,674 11,145 4,431 2,125 5,751 3,843 604 848 535 14,798
91,690 72,127 33,421 33,595 30,296 17,439 14,456 14,692 4,864 4,428 43,569
25,084
23,074
27,874
28,559
40,162
51,010
69,226
95,588
360,577
94.69
91.81
87.27
91.89
88.28
88.08
87.14
84.52
87.92
Sumber : DKP, 2008 (diolah)
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata 86.41 persen ekspor rumput laut Indonesia ditujukan untuk negara-negara tersebut. Artinya negaranegara tersebut di atas menjadi konsumen yang sangat penting bagi industri dan ekspor rumput laut Indonesia. Data pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prioritas negara tujuan ekspor yang berbeda dengan negara tujuan ekspor (importir) dunia seperti telah dijelaskan di atas. Hal ini menjadi sebuah indikator bahwa pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar dunia masih relatif rendah yang berdampak pada daya saing yang lemah. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih jauh mengenai pangsa pasar Indonesia di pasar dunia, khususnya di negara tujuan ekspor Indonesia.
Kondisi yang berbeda ditemukan juga pada data negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia apabila dilihat dari nilai ekspornya berdasarkan data yang diperoleh dari DKP (2008). Seperti misalnya Jepang, berdasarkan volume ekspor Jepang bukanlah termasuk 10 negara tujuan ekspor utama karena hanya menempati posisi ke-13 sebagai negara tujuan ekspor. Tetapi, Jepang memberikan nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan negara lain yang mengimpor lebih banyak. Demikian juga dengan negara lain, seperti Taiwan.
Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa besarnya volume ekspor ternyata tidak secara langsung dapat memberikan nilai ekspor yang besar pula. Hal ini sangat terkait dengan posisi tawar yang lemah di negara tujuan ekspor seperti Jepang. Secara lengkap, data negara tujuan ekspor berdasarkan nilai ekspor terbesar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Inonesia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar Negara Tujuan Eks China Hongkong Philippines Japan Spain Denmark USA South Korea UK (Inggris) France Negara lain Nilai Ekspor Ind
1999
2000
349 2,594 454 3,530 2,387 1,868 1,293 1,280 538 828 1,163 16,284
337 3,272 86 3,014 2,400 1,619 461 611 1,379 428 2,064 15,671
Nilai Eks per Tahun (dalam Ribu US$) 2001 2002 2003 2004 2005 452 3,451 1,209 2,697 1,618 2,007 821 352 1,024 331 3,268 17,230
2,553 2,103 748 2,005 2,351 2,132 1,077 89 575 600 1,553 15,786
3,139 3,052 2,447 2,258 1,768 2,644 1,083 989 479 398 2,254 20,511
4,010 2,659 3,370 1,945 2,404 4,208 1,398 610 451 297 3,944 25,296
7,613 2,261 4,292 2,305 2,207 2,699 1,296 2,930 1,851 805 7,296 35,555
2006
2007
12,876 4,606 6,052 3,617 1,749 834 3,843 2,281 2,416 549 10,763 49,586
11,180 8,037 7,080 4,090 2,242 787 3,017 3,404 2,025 1,243 14,419 57,524
Sumber : DKP, 2008
Pada Tabel 3 dapat diperhatikan bahwa negara tujuan ekspor prioritas berbeda dengan data sebelumnya. Berdasarkan nilai ekspor terbesar, China masih tetap menjadi negara tujuan ekspor utama Indonesia dengan total nilai ekspor mencapai 42,59,000 US $ selama kurun waktu 1999 hingga 2006. Penerimaan Indonesia melalui nilai ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor menunjukkan trend positif, dan hal ini sekaligus menjadi indikator yang menunjukkan peluang peningkatan penerimaan yang semakin besar.
Analisis tentang posisi daya saing dapat ditunjukkan dengan menilai menurut volume ekspor, perkembangan hasil dan jumlah yang diekspor, serta share atau sumbangan ekspor rumput laut Indonesia terhadap total ekspor rumput laut dunia. Berdasarkan data dari FAO tahun 2008, China masih menjadi pemasok (eksportir) terbesar rumput laut dunia. Selang tahun 1999 sampai 2006, China mampu menyumbang 20.42 persen terhadap ekspor rumput laut dunia. Diikuti oleh Indonesia sebesar 16.28 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Eksportir Rumput Laut Dunia tahun 2006
Eksportir
China Indonesia Chile Philippines Korea, Republic of Mexico Tanzania, United Rep. of Morocco Ireland Australia
119,545 49,586 33,604 25,327 88,486 647
46,998 95,588 41,498 19,331 19,909 364
2.54 0.52 0.81 1.31 4.44 1.78
4.60 18.73 3.43 -7.05 -2.01 42.51
-2.01 22.28 1.98 -3.79 -1.58 5.55
Rata-rata Sumbangan terhadap Total Ekspor (%) 20.42 16.28 15.13 11.91 9.02 6.64
1,577
7,496
0.21
-0.49
16.02
3.12
18,607 5,909 3,471
6,973 12,566 8,600
2.67 0.47 0.40
24.21 24.57 39.32
9.91 57.28 38.35
2.07 1.78 1.79
Nilai Ekspor 2006 (Ribu US$)
Volume Ekspor 2006 (Ton)
Harga per Ton (Ribu US $)
Δ Nilai Ekspor (%)
Δ Jumlah Ekspor (%)
Sumber : FAO (2008), diolah
Δ = Perubahan dengan tahun sebelumnya (dalam persen)
Data pada Tabel 4 menunjukkan apabila diukur dari volume ekspor (tahun 2006), Indonesia berada pada posisi pertama sebagai eksportir rumput laut dengan menyumbang 95,588 ton rumput laut. Hal ini terjadi karena Indonesia pada tahun 2006 telah menjadi pemasok terbesar untuk jenis Euchema. Tetapi, apabila diukur berdasarkan nilai ekspor rumput laut, Indonesia pada tahun 2006 hanya menempati urutan ke-tiga. Jika dilihat dari sisi harga, Indonesia hanya berada pada posisi ke-tujuh, dimana pada tahun 2006 harga rumput laut ekspor Indonesia hanya 520 US $ per ton. Kesimpulannya adalah bahwa ternyata penerimaan atas ekspor rumput laut Indonesia lebih kecil dari penerimaan negara pesaing, walaupun volume ekspor Indonesia lebih besar. Hal ini menjadi indikator yang perlu dikaji terkait dengan permasalahan daya saing di pasar internasional.
Berkaitan dengan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup memiliki kemampuan dalam memperebutkan pangsa pasar rumput laut dunia. Tetapi, terkait dengan harga ekspor dapat dikatakan bahwa posisi tawar Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan produsen lain. Dan hal ini sangat berkaitan dengan daya saing Indonesia di pasar internasional. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan, baik faktor internal maupun faktor eksternal, dan bagaimana pengaruhnya perlu diketahui dengan baik. Beragam permasalahan masih meliputi kemampuan Indonesia dalam mengekspor dan bersaing dalam perebutan pangsa pasar dunia untuk pemenuhan kebutuhan rumput laut dunia baik masalah produksi, harga, dan juga kualitas, serta faktor lainnya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dirumuskan
beberapa permasalahan yang ingin dipecahkan terkait dengan posisi daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional berdasarkan pendekatan pangsa pasar. Secara lebih eksplisit, pertanyaan-pertanyaan yang bisa membantu dalam penelitian dan perbaikan daya saing Indonesia dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana pola perkembangan pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional.
2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi besaran pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan serta pengaruhnya terhadap ekspor rumput laut Indonesia.
3.
Bagaimana posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar ekspor rumput laut dunia berdasarkan pendekatan pangsa pasar ekpor rumput laut Indonesia
1.3 Tujuan Penelitian Terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini dilakukan untuk : 1.
Mengidentifikasi pola perkembangan pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional.
2.
Menganalisis dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar rumput laut Indonesia di negara-negara tujuan ekspor serta pengaruhnya terhadap ekspor rumput laut Indonesia
3.
Menganalisis posisi daya saing ekspor rumput laut berdasarkan pendekatan model pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi para manager atau pengusaha agribisnis, khususnya komoditi rumput laut, perencana strategi perusahaan dalam bisnis rumput laut, pemerintah dan pengambil kebijakan (policy maker), serta produsen ataupun eksportir dalam meningkatkan daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Penelitian juga dapat bermanfaat sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Sehubungan dengan keterbatasan waktu,
ketersediaan data serta
kemampuan dalam melakukan penelitian, maka perlu dijelaskan bahwa ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1.
Daya saing dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis pangsa pasar rumput laut Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama Indonesia, ditentukan berdasarkan nilai ekspor terbesar.
2.
Penelitian daya saing
ini dilakukan dengan menggunakan pangsa pasar
digunakan sebagai ukuran daya saing yang dijelaskan kemudian. 3.
Penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dengan menggunakan variabel volume ekspor, harga ekspor, nilai tukar, GDP negara tujuan, dan produksi rumput laut Indonesia sebagai faktor dugaan.
4.
Dalam analisis daya saing rumput laut, komoditi rumput laut dipilih karena merupakan salah satu komoditi unggulan, dan juga termasuk dalam program revitalisasi perikanan yang dicanangkan pemerintah.
5.
Tahun analisis yang diambil adalah delapan tahun, yakni dari tahun 1999 hingga 2006, didasarkan pada kelengkapan data untuk kebutuhan analisis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Rumput Laut Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan,
dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Cholorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijaubiru). Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut. Rumput laut dikenal pertama kali di China kira-kira 2700 SM. Pada masa tersebut, rumput laut digunakan untuk obat-obatan dan sayuran. Tahun 65 SM bangsa Romawi menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik, namun dari waktu ke waktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas (DKP, 2007) Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktorfaktor oseanografi (fisika, kimia, dan dinamika air laut) serta jenis substratnya. Rumput laut banyak dijumpai pada daerah perairan yang dangkal (intertidal dan sublitorral) dengan kondisi perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, alluminium, mangan, calsium, nitrogen terlarut, fosfor, sulfur, chlor silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsurunsur lainnya yang dapat dilacak), protein, tepung, gula, vitamin A, D, dan C. Presentase keberadaan bahan-bahan ini bervariasi, tergantung dari jenisnya. Pemanfaatan rumput laut dewasa ini semakin luas dan beragam, karena peningkatan pengetahuan akan komoditi ini. Umumnya rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi manusia, sebagai bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolesterol, dilatory agent, dan insektisida). Rumput laut juga banyak digunakan sebagai bahan pakan organisme di laut, sebagai pupuk tanaman dan penyubur tanah, sebagai pengemas transportasi yang sangat baik untuk lobster dan clam
hidup (khususnya dari jenis Ascophyllum dan focus), sebagai stabilizer larutan, dan juga kegunaan lainnya. Perkembangan produk turunan dewasa ini juga sudah banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain (Indriani dan Suminarsih, 1999). Tumbuhan ini bernilai ekonomis tinggi karena penggunaannya yang sangat luas dalam industri kembang gula, kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, susu, sutera, pengalengan ikan/daging, obat-obatan dan batang besi untuk solder atau las. Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi Produk
Jenis Rumput Laut
Agar-agar Acantthopeltia
Karaginan Chondrus
Alginat Ascophyllum
Gracilaria
Euchema
Durvillea
Gelidella
Gigartina
Ecklonia
Gelidium
Hypnea
Turbinaria
Pterrocclaidia
Furcelaran Furcellaria
Iriclaea Phyllophora
Sumber : Eka (2006)
Agar-agar digunakan sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang memiliki kegunaan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel dan pembuat emulsi. Sedangkan algin, merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Kegunaannya adalah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi dan pembentuk lapisan tahan terhadap minyak. Perdagangan internasional menggunakan kode dagang sebagai tanda pengenal (id) untuk mewakili komoditas dagang tertentu, dinamakan kode HS (Harmonized system). Berdasarkan kode HS, komoditas rumput laut termasuk dalam kategori hs.12.12.20, seaweeds and other alga, fresh and dried whether or not ground (ganggang laut dan ganggang lainnya).
2.2 Budidaya Rumput Laut Seiring kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, sekaligus memperbesar devisa negara dari sektor non-migas, maka cara terbaik untuk tidak selalu menggantungkan persediaan dari alam adalah dengan melakukan budidaya rumput laut. Hingga saat ini, produksi rumput laut sangat besar didukung oleh budidaya. Berdasarkan data DKP, 99.73 persen produksi Indonesia adalah dari hasil budidaya. Hal tersebut dapat terjadi karena potensi alam Indonesia yang sangat mendukung dan hampir dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Secara umum, budidaya rumput laut Indonesia masih dilakukan dengan sederhana. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut, yang juga dapat menentukan keberhasilan budidaya itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah : 1.
Pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenis rumput laut yang akan dibudidayakan. Hal ini perlu dilakukan karena ada perlakukan yang berbeda untuk tiap jenis rumput laut
2.
Pemilihan atau seleksi bibit yang baik, penyediaan bibit dan cara pembibitan yang tepat.
3.
Metode budidaya yang tepat
4.
Pemeliharaan tanaman
5.
Metode panen dan perlakuan pasca panen yang benar
6.
Pembinaan dan pendampingan secara kontinyu kepada petani. Budidaya rumput laut dewasa ini semakin digalakkan, baik secara intensif
maupun ekstensif dengan memanfaatkan lahan yang ada. Kini, budidaya rumput laut tidak hanya dilakukan di perairan pantai (laut) tetapi juga sudah mulai digalakkan pengembangannya di perairan payau (tambak). Budidaya rumput laut di perairan pantai amat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki lahan tanah sedikit (sempit) serta berpenduduk padat, sehingga diharapkan pembukaan lahan budidaya rumput laut diperairan dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu mengatasi lapangan kerja yang semakin kecil. Menurut Indriani dan Suminarsih (1999), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk budidaya rumput laut di perairan pantai, yaitu :
1.
Pemilihan Lokasi Beberapa persyaratan yang diperhatikan terkait dengan lokasi yakni : perairan cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak; tersedianya sediaan rumput alami setempat (indikator); juga dengan kedalaman yang tidak boleh kurang dari dua kaki (sekitar 60 cm) pada saat surut terendah dan tidak boleh lebih dari tujuh kaki (sekitar 210 cm) pada saat pasang tertinggi. Selain itu juga harus didukung dasar perairan (tipe dan sifat substratum) yang digunakan. Faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah kualitas air, akses tenaga kerja, perizinan, dan sebagainya.
2.
Melakukan uji penanaman Setelah menemukan lokasi yang secara umum sudah baik, perlu dilakukan uji penanaman untuk
mengetahui
apakah daerah tersebut
memberikan
pertumbuhan yang baik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan metode tali dan metode jaring. Pada metode tali digunakan tali monofilament atau polyethilene yang diikatkan pada dua tiang pancang yang dipasang dengan jarak sekitar 12 meter. Sedangkan pada metode jaring dapat menggunakan jaring monofilament atau polyethilene dengan ukuran 5 x 2.5 m yang diikatkan pada tiang pancang. 3.
Menyiapkan areal budidaya Setelah lokasi sudah dipastikan cukup baik, maka dilakukan persiapan lahan sebagai berikut : a.
Bersihkan dasar perairan lokasi budidaya dari rumput-rumput laut liar dan tanaman pengganggu lain yang biasa tumbuh subur.
b.
Bersihkan calon lokasi dari karang, batu, bintang laut, bulu babi, maupun hewan predator lainnya.
c.
Menyiapkan tempat penampungan benih (seed bin), bisa terbuat dari kerangka besi dan berjaring kawat atau dari rotan, bambu, ukurannya bervariasi 2 x 2 x 1.5 meter atau 2 x 2 x 1.5 – 1.7 meter.
4.
Memilih metode budidaya yang akan digunakan Membudidayakan rumput laut di lapangan (field culture) dapat dilakukan dengan tiga macam metode berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, yakni metode dasar, metode lepas dasar, dan metode apung.
a.
Metode dasar (bottom method) Metode dasar adalah metode pembudidayaan rumput laut menggunakan benih bibit tertentu, yang telah diikat, kemudian ditebarkan ke dasar perairan, atau sebelum ditebarkan benih di ikat dengan batu karang. Metode ini juga terbagi atas dua yaitu : metode sebaran (broadcast) dan juga metode budidaya dasar laut (bottom farm method).
b.
Metode lepas dasar (Off-bottom method) Metode ini dilakukan dengan mengikatkan benih rumput laut (yang diikat dengan tali rafia) pada rentangan tali nilon atau jaring di atas dasar perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu. Metode ini terbagi atas : metode tunggal lepas dasar (Off-bottom monoline method), metode jaring lepas dasar (Off-bottom-net method), dan metode jaring lepas dasar berbentuk tabung (Off-bottom-tabular-net method).
c.
Metode apung (floating method) Metode ini merupakan rekayasa bentuk dari metode lepas dasar. Pada metode ini tidak lagi digunakan kayu pancang, tetapi diganti dengan pelampung. Metode ini terbagi menjadi : metode tali tunggal apung (Floating-monoline method), dan metode jaring apung (Floating net method).
5.
Penyediaan bibit Setelah dipilih metode budidaya yang akan dilakukan, langkah selanjutnya adalah penyediaan bibit. Bibit dikumpulkan dari pembibitan langsung, dilakukan dengan beberapa metode pengumpulan benih, yaitu : a.
Metode penyebaran secara spontan Potongan-potongan (fragmen tetrasporotphyte) diletakkan pada jaringjaring benih (seed nets) dan dapat pula diletakkan pada potonganpotongan batu di dalam tangki pengumpul yang telah diisi air laut. Setelah itu dibiarkan hingga tetraspora menyebar secara spontan.
b.
Metode kering Tetrasporotphyte dikeringkan dibawah sinar matahari selama tiga jam, kemudian ditempatkan dalam tangki seperti motode a di atas. Prosedur berikutnya sama dengan metode a.
c.
Metode kejutan osmotic Tetrasporotphyte direndam dalam air laut berkonsentrasi 1,030 g/cm3 selama 25 menit, kemudian direndam ke dalam air laut berkonsentrasi normal sambil diaduk dan akhirnya suspensi spora dapat diperoleh.
6.
Penanaman bibit Bibit yang akan ditanam adalah thallus yang masih muda dan berasal dari ujung thallus tersebut. Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman benih adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari menjelang malam.
7.
Perawatan selama pemeliharaan Seminggu setelah penanaman, bibit yang ditanam harus diperiksa dan dipelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur dan kontinyu. Bila kondisi perairan kurang baik, seperti ombak yang keras, angin serta suasana perairan yang banyak dipengaruhi kondisi musim (hujan/kemarau), perlu pengawasan 2-3 hari sekali.
8.
Pemanenan Pemanenan dapat dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (waktu pemeliharaan 1.5 – 4 bulan). Cepat tidaknya pemanenan tergantung metode dan perawatan yang dilakukan setelah bibit ditanam.
9.
Pengeringan hasil panen Penanganan pasca panen, termasuk pengeringan yang tepat sangat perlu, mengingat pengaruh langsungnya terhadap mutu dan harga penjualan di pasar.
Budidaya rumput laut di tambak merupakan salah satu cara pemanfaatan lahan untuk memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat, terutama untuk rumput laut jenis Gracillaria sp. Budidaya rumput laut di tambak memiliki lebih banyak keunggulan daripada budidaya di perairan pantai (laut). Keuntungan itu antara lain : tanaman rumput laut agak terlindungi dari pengaruh lingkungan yang kurang sesuai, serta juga memungkinkan untuk dilakukan pemupukan, termasuk kemudian mengontrol kualitas air, khususnya salinitas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut di tambak yakni : 1.
Pemilihan lokasi Lokasi untuk budidaya rumput laut di tambak harus memenuhi beberapa persyaratan, dimana persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama dengan tambak untuk budidaya udang. Syarat-syarat tersebut seperti : a.
Gelombang dalam tambak (akibat pengaruh angin) tidak terlalu besar
b.
Areal pertambakan sebaiknya melandai
c.
Pasang surut yang baik berkisar antara 1.5-2.5 m.
d.
Tersedia air tawar untuk mengatur salinitas
e.
Kualitas air yang dibutuhkan dengan salinitas berkisar antara 12-30 permil, dengan kadar ideal 20-25 permil; suhu berkisar 18-30oC dengan suhu optimum 20-25oC; pH berkisar 6-9 dengan kisaran optimum 6.88.2; oksigen berkisar 3-8 ppm. Selain itu, air tidak mengandung atau membawa lumpu.
2.
f.
Dekat dengan rumah penduduk (untuk akses tenaga kerja)
g.
Aksesibilitas jalan untuk transportasi, dan kebutuhan lainnya
Sistem distribusi air Sistem distribusi yang baik sangat diperlukan untuk dapat mengatur kualitas air, khususnya melalui penggantian air yang teratur dan berulang-ulang.
3.
Konstruksi tambak Konstruksi tambak yang dibangun harus dapat menjawab kebutuhan untuk kegiatan budidaya yang dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan terkait konstruksi tambak adalah bentuk tambak, pematang, pintu air, dan juga saluran air.
4.
Persiapan penanaman Sebelum dilakukan penanaman, tanah dasar terlebih dahulu dinaikkan ke pematang. Setelah kering, tanah kemudian dimasukkan lagi. Untuk mempercepat pertumbuhan Gracillaria sp, tanah dapat dipupuk dengan menggunakan urea tiga kg per hektar, atau 1-2 ton pupuk kandang per hektar. Sedang untuk bibit yang digunakan dapat diperoleh dari maupun usaha budidaya.
5.
Penanaman bibit Penanaman bibit mengunakan broadcast method, dimana bibit tanaman ditebar di seluruh bagian tambak. Bibit yang ditebar adalah bagian thallus yang masih muda, yang diperoleh dengan jalan membuang bagian-bagian pangkalnya. Sedang untuk bagian ujungnya dapat ditebar ke dalam tambak, karena bibit yang berasal dari bagian ujung lebih baik daripada bagian pangkalnya.
6.
Perawatan selama pemeliharaan Perawatan pada budidaya rumput laut di tambak hampir sama dengan budidaya di laut. Perlu juga diperhatikan kondisi air, dan hama dan gulma yang menyerang seperti lumut dari jenis Enteromorpha in Limnea glabra Muller yang biasanya menyerang dengan membelit rumput laut, sehingga memperlambat pertumbuhan rumput laut.
7.
Pemanenan Rumput laut biasanya dapat dipanen bila usia pemeliharaan sudah mencapai 45-60 hari (sekitar 2 bulan) dengan berat biasanya berkisar antara 500-600 gram. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemanenan juga dapat dilakukan setiap tujuh hari sekali. Untuk penanganan pasca panen hampir sama dengan yang telah dijelaskan pada budidaya rumput laut di perairan pantai atau laut
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai rumput laut dan daya saingnya hingga saat ini masih belum banyak dilakukan. Setelah melakukan studi literatur, terdapat beberapa hasil penelitian yang cukup relevan dengan penelitian daya saing ekspor rumpur laut yang dilakukan peneliti, baik dengan komoditas yang berbeda. Penjelasan berikut akan memaparkan beberapa hasil penelitian terkait yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan. 2.3.1 Kajian tentang Rumput Laut Wirawan (2007) meneliti tentang aspek-aspek permintaan rumput laut Indonesia di pasar Jepang.
Penelitian ini bersifat kuantitatif yang dilakukan
dengan data empirik, dengan metode analisis regresi. Jenis data yang digunakan
adalah data sekunder kuantitatif, yang terdiri dari harga rata-rata produk rumput laut Indonesia di Jepang, nilai tukar Yen terhadap Rupiah, Ekspor rumput laut dari negara pesaing, dan pendapatan nasional Jepang. Permintaan impor rumput laut Jepang dari evaluasi yang telah dilakukan dapat dijelaskan oleh model regresi semi log. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah, bahwa perubahan permintaan rumput laut Indonesia oleh Jepang tidak dipengaruhi oleh nilai tukar. Hal ini terjadi karena pemenuhan kebutuhan rumput laut di Jepang sudah terpenuhi untuk spesialialisasi tertentu, jadi penggunaan rumput laut di Jepang yang diimpor dari negara-negara lain memiliki penggunaan kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, impor rumput laut di Jepang tidak saling substitusi. Faktor lain juga yang mempengaruhi adalah GDP Jepang, dimana terdapat hubungan positif antara GDP dengan jumlah permintaan rumput laut Indonesia. Risman (2007) mengangkat judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang mempegaruhi ekspor rumput laut Indonesia dan juga mencari strategi untuk meningkatkan ekspornya. Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder tahun 1986-2005 yang diperoleh dari instansi seperti BPS, DKP, dan instansi terkait lainnya. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi dan analisis regresi berganda dengan persamaan tunggal yaitu dari sisi ekspor saja. Sedangkan untuk mencari strategi untuk peningkatan ekspor digunakan metode SWOT. Hasil dari penelitian Risman menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor ke Hongkong adalah variabel harga ekspor rumput laut. Sedang untuk Jepang, tidak ada satupun faktor yang dianalisis berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Untuk Denmark, ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. Alternatif strategi yang dihasilkan dalam penelitian, berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan adalah : (1) SO (Pemerintah melakukan observasi lokasi perairan yang cocok untuk dijadikan budidaya rumput laut untuk memperluas area budidaya); (2) ST (Meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi melalui budidaya rumput laut); (3) WO (Melakukan
kerjasama antara pembudidaya dengan pemerintah, membuat situs jaringan sumberdaya setiap daerah, kelompok pembudidaya rumput laut kerjasama dengan pengusaha lokal mendirikan koperasi); (4) WT (Pemerintah memberikan penyuluhan, pendidikan dan ketrampilan bagi pembudidaya rumput laut, dan pemerintah sering melakukan pengawasan/pemeriksaan produk untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan termasuk penolakan produk oleh negara importir). 2.3.2 Kajian tentang Daya Saing Analisis daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional yang dilakukan oleh Annisa (2006) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara eksportir teh terbesar di dunia. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya pangsa pasar ekspor teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data panel. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu pooled OLS, metode fixed effect, dan metode random effect. Selajutnya dilakukan uji F dan uji Hausman untuk mengetahui metode mana yang terbaik dalam estimasi model. Berdasarkan hasil pengolahan data dan uji kesesuaian model, disimpulkan bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect. Dari hasil penelitian diketahui bahwa produksi dan jumlah konsumsi teh hitam dalam negeri berpengaruh nyata terhadap perubahan pangsa pasar teh hitam Indonesia di pasar internasional. Suprehatin (2006) melakukan penelitian daya saing ekspor nenas segar Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa nenas berpotensi menjadi komoditas andalan ekspor Indonesia. Penelitian yang dilakukan bertujuan mengetahui daya saing ekspor nenas segar Indonesia berdasarkan pangsan pasar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data sekunder yang digunakan terdiri dari data time series dan data cross section serta dianalisis dengan metode regresi data panel. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tren pangsa pasar nenas segar Indonesia cenderung menurun. Berdasarkan estimasi dengan regresi data panel, daya saing ekspor nenas segar Indonesia dipengaruhi oleh volume ekspor nenas segar Indonesia, GDP per kapita negara pengimpor, dan produksi nenas
segar dalam negeri. Peningkatan volume ekspor nenas segar Indonesia dan produksi dalam negeri akan meningkatkan pangsa pasar ekspor nenas segar Indonesia. Sedangkan peningkatan GDP per kapitas negara pengimpor akan menurunkan pangsa pasar ekspor nenas segar Indonesia. Jin dan Koo (2003) melakukan penelitian mengenai pangsa pasar gandum Amerika Serikat di sepuluh negara di Asia dengan menggunakan teknik estimasi model dengan data panel. Estimasi empirik dibentuk menggunakan model two way random effect dengan komponen galat moving-average. Dalam penelitian tersebut dilakukan pembandingan pangsa pasar gandum dari Amerika Serikat di Asia dengan pangsa pasar gandum dari Australia dan Kanada ke Asia. Variabelvariabel yang digunakan untuk menganalisis pangsa pasar sebagai variabel dependent yaitu : harga gandum, nilai tukar, dan volatilitas harga gandum Amerika Serikat relatif terhadap volatilitas harga gandum Australia dan Kanada. Hasil penelitian yang dilakukan Jin dan Koo menyimpulkan, faktor yang dianggap menyebabkan berkurangnya pangsa pasar adalah kebijakan-kebijakan pemerintah di sektor pertanian yang terdiri dari peningkatan suku bungan dan harga. Analisis daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional yang diangkat dalam penelitian ini memiliki kesamaan alat analisis yang digunakan dengan beberapa penelitian daya saing di atas. Sedangkan perbedaannya adalah komoditi yang diangkat, serta pemasalahan yang juga berbeda ditemukan dengan beberapa penelitian lain.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perekonomian yang terjadi saat ini pada seluruh belahan dunia mengacu pada perekonomian terbuka, dimana setiap negara akan melakukan perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Suatu negara akan memanfaatkan keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional (gains from trade). Sehingga dengan demikian, negara yang melakukan perdagangan mengharapkan adanya peningkatan welfare atau kesejahteraan negara itu sendiri. Hal inilah menjadi tujuan dari suatu perdagangan internasional. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas antar negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi produksi. Menurut Lipsey (1997a), melalui perdagangan, setiap orang, wilayah atau bangsa dapat berfokus untuk memproduksi barang atau jasa yang dapat diproduksi dengan efisien, dan kemudian melakukan perdagangan untuk memperoleh barang atau jasa yang tidak diproduksi. Perdagangan memungkinkan setiap negara untuk menghasilkan dan memperoleh variasi barang yang terbatas, serta meraih keunggulan skala ekonomis tanpa mengorbankan keragaman konsumsinya.
Setiap negara akan
lebih efisien jika menghasilkan sejumlah barang tertentu dengan skala yang lebih besar daripada jika memproduksi banyak barang dengan skala kecil (Salvatore, 1997). Menurut Lipsey (1997a), meningkatnya keluaran (output) sebagai akibat dari perdagangan disebut sebagai manfaat perdagangan (gains from trade). Manfaat dari perdagangan menghasilkan perluasan ragam barang dan jasa yang tersedia untuk dikonsumsi.
Oleh karena faktor tersebut, maka perdagangan
menjadi sangat perlu dilakukan oleh setiap individu, atau juga negara. Sumber dari manfaat perdagangan adalah keunggulan komparatif yang berasal dari perbedaan biaya oportunitas diantara negara-negara. Berdasarkan teori Heckscher-Ohlin, perbedaan faktor alamiah yang ada di tiap-tiap negara
menyebabkan perbedaan biaya opportunitas. Kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan faktor-faktor peroduksi yang dimiliki dengan efektif memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan suatu komoditas dibanding dengan negara lain. Melalui suatu perdagangan (antar dua negara), tingkat konsumsi dapat menjadi lebih besar, sehingga juga dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ketika perdagangan belum berlangsung (Salvatore, 1997). Pada Gambar 1 diperlihatkan bagaimana proses terciptanya harga komoditas relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan antar negara. Panel A Px/Py Pasar di negara 1 untuk komoditas X
Sx
P3
Panel C Panel B Pasar di negara 2 Px/Py Hubungan Px/Py untuk komoditas X perdagangan internasional untuk Sx komoditi X A’ S P3 A’’
Ekspor P2
B
//
B* E
//
E*
B’ D
P1
A*
A
// Impor
E’
Dx
Dx 0
X
0
X
0
X
Gambar 1. Harga Komoditas Relatif Ekuilibrium setelah Perdagangan Sumber : Salvatore, 1997
Panel A memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1.
Sedangkan Panel C memperlihatkan tingkat
produksi dan konsumsi Negara 2 di titik A’ pada tingkat harga relatif komoditi X sebesar P3. Andai kata harga yang berlaku di atas P1 (harga P2), maka Negara 1 akan memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Negara 1 akan mengalami tingkat supply (titik E) yang lebih besar dari pada tingkat demand (titik B).
Oleh karena itu, Negara 1 akan mengalami
kelebihan penawaran (Excess supply) sebesar BE. Pada kondisi tersebut, Negara 1 akan melakukan ekspor untuk menjaga harga domestik.
Di lain pihak, apabila harga yang berlaku di Negara 2 berada di bawah P 3 (harga P2), maka Negara 2 akan mengalami kelebihan permintaan (titik E’), sedangkan kemampuan produksi Negara 2 hanyalah sebesar B’. Kekurangan supply yang dialami Negara 2 kemudian akan diisi oleh negara lain yang dapat memenuhi besar kekurangan untuk menjaga keseimbangan semula (titik A’). Pemenuhan kebutuhan komoditi X pada Negara 2 merupakan impor sebesar B’E’. Kemudian, berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor yang dilakukan Negara 2 (B’E’ pada panel C) sama dengan kuantitas ekspor yang dilakukan Negara 2 (BE pada panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan kurva demand (D) dan supply (S) setelah komoditi X diperdagangkan di antara kedua negara (perhatikan panel B).
Dengan demikian, P 2 merupakan harga relatif
ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Dari panel B kita juga dapat melihat bahwa apabila P x/Py lebih besar dari P2, maka kuantitas ekspor komoditi X yang akan ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor, sehingga lambat laun harga relatif komoditi X itu (P x/Py) akan mengalami penurunan, sehingga pada akhirnya akan sama dengan P 2. Di lain pihak, apabila P x/Py lebih kecil dari P2, maka kuantitas impor komoditi X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan, sehingga Px/Py pun akan meningkat dan pada akhirnya akan sama dengan P 2. Perdagangan internasional menimbulkan keuntungan dari pertukaran komoditas (gains from trade exchange) dan keuntungan dari spesialisasi (gains from specialization). 3.1.2 Ekspor dan Impor 3.1.2.1 Pengertian Ekspor Ekspor merupakan penjualan output ke luar negeri sebagai akibat dari adanya kelebihan penawaran (excess supply) domestik suatu negara. Suatu negara melakukan ekspor karena mempunyai keunggulan dalam memproduksi komoditi tertentu, baik dalam kelimpahan sumberdaya maupun efisiensi dalam proses produksinya. Dalam suatu negara, kegiatan ekspor mempunyai peranan penting dalam peningkatan devisa. Berkembangnya kegiatan ekspor suatu negara akan memajukan sektor riil dan memajukan pembangunan dalam negeri. Kinerja ekspor suatu negara ditentukan oleh penawaran dan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri.
Penawaran ekspor suatu komoditi
merupakan jumlah dari komoditi yang ingin dijual oleh produsen, perusahan, atau negara pada tingkat harga tertentu. Banyaknya satu komoditi yang dihasilkan dan ditawarkan oleh produsen dipengaruhi oleh banyak variabel, diantaranya harga komoditi tersebut, harga komoditi lain, biaya faktor produksi, sasaran perusahan, dan tingkat teknologi. Besarnya kuantitas ekspor suatu negara ditentukan dari selisih penawaran domestik dengan permintaan domestik.
Dengan demikian,
kelebihan penawaran dari suatu komoditi di dalam negeri akan dijual ke negara lain yang mengalami kekurangan atau kelebihan permintaan (excees demand) terhadap komoditi bersangkutan. Permintaan adalah jumlah suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga. Dengan demikian, permintaan ekspor merupakan penjumlahan dari seluruh permintaan individu negara lain terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh negara tertentu. Permintaan ekspor suatu komoditi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah harga komoditi di negara pengimpor, harga komoditi di negara pengeskpor, pendapatan per kapita negara pengimpor, selera masyarakat negara pengimpor, dan jumlah penduduk negara pengimpor. 3.1.2.2 Pengertian Impor Menurut Mankiw (2003), impor adalah pengeluaran domestik atas barang dan jasa mancanegara.
Impor terjadi sebagai akibat dari adanya kelebihan
permintaan (excess supply) domestik terhadap suatu komoditi, sehingga untuk memenuhinya negara harus melakukan pembelian dari luar negeri. Di dalam neraca perdagangan, impor bersifat negatif karena mengurangi pendapatan negara. Namun dalam perdagangan internasional dan sistem perekonomian terbuka ekspor dan impor tidak dapat dihindari, dan juga tidak selalu berakibat buruk terhadap perekonomian suatu negara. Pentingnya perdagangan internasional dalam suatu negara dapat diketahui dari persentase ekspor dan impor dalam PDB (Produk Domestik Bruto). Namun demikian, suatu negara harus tetap berupaya untuk menjaga neraca perdagangan benilai positif (surplus) dengan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.
3.1.3 Pasar dan Pangsa Pasar Pasar pada awalnya diperuntukkan bagi suatu tempat dimana barangbarang atau komoditas diperdagangkan. Dalam konsep perdagangan internasional juga dikenal istilah pasar. Menurut Lipsey (1995), pasar dapat diartikan dalam beberapa defenisi seperti : pasar adalah tempat berlangsungnya negosiasi pertukaran komoditas antara pembeli dan penjual. Dari sudut pandang rumah tangga, pasar adalah perusahan-perusahaan dimana rumah tangga dapat membeli produk, sedang dari sudut perusahaan, pasar merupakan pembeli-pembeli dimana perusahaan dapat menjual produk. Pangsa pasar adalah besarnya penguasaan pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan atau negara untuk komoditas tertentu. Menurut Chandradhy (1978), istilah pangsa pasar (market share) didefenisikan sebagai persentase penguasaan pasar. 3.1.4 Konsep Daya Saing Globalisasi pada dasarnya adalah fenomena yang mendorong perusahaan di tingkat mikroekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dengan globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi internasional meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua perusahaan baik kecil, menengah maupun besar. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan bersaing baik untuk produk ataupun jasa yang ditawarkan supaya perusahaan, industri, ataupun negara dapat mampu untuk bertahan dan bersaing dalam perdagangan internasional. Kemampuan bersaing ini dikenal dengan istilah daya saing. Menurut Wolff (2007), daya saing (competitiveness) dapat didefenisikan pada tiga tingkatan, yakni pada level perusahaan, industri, dan juga level nasional atau negara. Pada level perusahaan, daya saing didefenisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk meghasilkan barang dan jasa lebih efisien dan efektif dibanding dengan perusahaan lain (pesaing) yang sejenis. Daya saing ini juga mencakup kepada keberhasilan perusahaan untuk sukses dan berhasil di pasar internasional dengan sedikit pengaruh (intervensi) pemerintah, ataupun subsidi. Pada prakteknya, daya saing pada tingkat perusahaan dapat dilihat dari sisi dalam perusahaan (internal), ataupun sisi luar perusahaan (eksternal). Daya saing
perusahaan dari sisi internal dapat dilihat dari keadaan finansial perusahaan, modal sumberdaya manusia dan fisik, pengeluaran untuk R & D (Research and Development), atau rasio saham terhadap perputaran modal. Pada sisi eksternal, daya saing perusahaan dapat dilihat dari profitabilitas pekerja, pangsa pasar, kegiatan
ekspor,
pertumbuhan
perusahaan,
produktivitas
produksi
baik
dibandingkan secara lokal ataupun dengan perusahaan lain dari luar negeri. Daya saing perusahaan juga dapat dilihat dari kepemilikan hak paten terhadap salah satu produk. Pada tingkat industri, daya saing merupakan kemampuan perusahaanperusahaan nasional untuk berhasil atau sukses secara berkesinambungan dibanding dengan perusahaan-perusahaan dari luar (pesaing), tanpa adanya proteksi dan subsidi dari pemerintah. Mengukur daya saing pada tingkat industry mencakup profitabilitas dari keseluruhan perusahaan-perusahaan nasional yang ada dalam sektor industri yang bersangkutan, keseimbangan perdagangan industry, juga keseimbangan antara masuk dan keluar pada investasi asing langsung, serta ukuran langsung dari biaya dan kualitas yang dihasilkan pada level industry. Sedang untuk batasan negara, daya saing dapat diartikan sebagai kemampuan warga negara untuk berhasil meraih keberhasilan yang lebih tinggi, dan juga mampu untuk meningkatkan taraf hidupnya. Pada beberapa negara, taraf hidup dapat diukur melalui produktivitas warganya per tenaga kerja, atau juga dan sebaran modal yang dimiliki. Suatu negara dengan produktivitas masyarakat yang tinggi juga dapat menjadikan negara tersebut semakin memiliki daya saing. Penelitian daya saing rumput laut yang dilakukan oleh penulis termasuk kedalam konsep daya saing industri. Oleh karena dalam penelitian ini dilakukan analisis mengenai kemampuan industri rumput laut Indonesia untuk dapat bersaing dalam ekspor rumput laut di pasar internasional. Konsep teori yang digunakan dalam analisis daya saing mencakup keunggulan absolut, komparatif, dan juga keunggulan kompetitif. Konsep daya saing dalam perdagangan internasional suatu komoditas diawali dengan konsep keunggulan absolut (Absolute Advantage) dari Adam Smith yang menyatakan bahwa setiap negara hendaknya mengkhususkan diri
untuk memproduksi barang-barang yang paling efisien, yaitu barang yang diproduksi dengan biaya paling murah. Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) riil bukan moneter (misalnya tenaga kerja), sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory). Makin banyak tenaga kerja yang digunakan, maka nilai barang akan semakin tinggi (labor theory of value). Menurut Adam Smith, suatu negara akan memeperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dan kemudian berdagang. Selanjutnya, muncul konsep keunggulan komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo yang menyatakan bahwa apabila suatu negara dapat memproduksi masing-masing dari dua barang dengan lebih efisien dibandingkan dengan negara lainnya, dan dapat memproduksi satu dari dua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya mengkhususkan diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif lebih efisien. Artinya memilih untuk memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut terbesar. Berdasarkan teori proporsi faktor (factor-proportion theory) yang dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, keunggulan komparatif dipengaruhi secara timbal balik oleh perbedaan-perbedaan karunia sumberdaya diantara negara-negara atau variasi kelimpahan (abundance) relatif atas faktorfaktor produksi yang mempengaruhi intensitas relatif penggunaan faktor-faktor produksi yang berbeda tersebut dalam menghasilkan berbagai macam barang (Annisa, 2006). Berikutnya muncul konsep keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter (1998) yang mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan empat atribut yang dimilikinya. Atribut yang dimaksud adalah kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan penunjang, serta strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut ditambah dengan kesempatan serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunngulan dan kondisi antar atribut tersebut. Semua atribut akan mempengaruhi kemampuan daya saing suatu industri di suatu negara. Konsep ini dikenal dengan The Diamonds of Porter. Konsep daya saing yang digunakan untuk menganalisis tingkat daya saing suatu komoditi banyak digunakan dalam cara-cara yang berbeda. Pangsa pasar
adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis tingkat daya saing suatu komoditi ekspor di pasar internasional, disamping pendekatanpendakatan lain seperti volume ekspor, nilai ekspor, dan sebagainya. Menurut Chen dan Zuan (2000), meskipun konsep daya saing banyak digunakan dalam cara-cara berbeda, definisi daya saing yang diadopsi dari studi di Canadian pada “Task Force on Competitiveness in Agri-food Industries” (1991) oleh Agriculture Canada menyatakan bahwa daya saing didefinisikan sebagai suatu kemampuan yang berkelanjutan untuk memperoleh keuntungan dan memelihara pangsa pasar, baik pada pasar domestik maupun pasar ekspor. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pangsa pasar akan digunakan sebagai ukuran daya saing, dimana hubungan keduanya positif. Tingkat daya saing ekspor suatu komoditas ekspor suatu negara dapat dianalisis dengan berbagai metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Beberapa diantaranya adalah dengan Revealed Comparative Advantage (RCA), Real Effective Exchange Rate (REER), dan Constant Market Share (CMS). Menurut Tambunan, dalam Suprehatin (2006) menjelaskan bahwa kelemahan utama metode CMS adalah tidak dapat menganalisis perubahan yang terjadi pada tahun antara. Dalam arti lain, pendekatan CMS tidak dapat diketahui apakah ada produk baru yang muncul di pasar atau apakah muncul pasar baru. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi data panel. 3.1.5 Teknik Estimasi Menggunakan Regresi Data Panel Analisis Regresi Data Panel merupakan gabungan antara data cross section dengan data time series. Data cross section berupa data yang dikumpulkan pada waktu yang sama tetapi dengan pengamatan yang berbeda. Sedangkan data time series berupa data yang dikumpulkan dengan menggunakan suatu pengamatan pada beberapa periode. Menurut Gujarati (2003), metode data panel adalah metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data cross-section maupun hanya menggunakan data time-series. Sebagai contoh, untuk membuat model probabilitas sebuah perusahaan dalam sebuah industri dapat digunakan data cross-section. Namun data crosssection tidak mampu memperhitungkan terjadinya peningkatan pendapatan
perusahaan yang terjadi akibat perubahan teknologi seiring dengan berjalannya waktu. Dengan menggunakan data panel, komponen time-series dari data dapat dimasukkan untuk menggabungkan efek perubahan teknologi pada probabilitas perusahaan dan menghilangkan masalah yang timbul pada variabel-variabelnya. Proses mengkombinasikan data cross-section dan data time-series menjadi data panel disebut pooling (Pindyck dan Rubienfield, 1998). Seperti telah diketahui sebelumnya, bahwa data panel adalah pemodelan dengan menggunakan data cross-section dan data time-series. Oleh karena itu jumlah pengamatan menjadi sangat banyak. Menurut Nachrowi (2006), hal ini bisa merupakan keuntungan (data banyak) tetapi model yang menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Model regresi untuk data cross-section dan time-series masing-masing adalah sebagai berikut : Model dengan data cross-section Yi = α + βXi + εi ; i = 1,2,..., N N : banyaknya data cross-section Model dengan data time-series Yt = α + βXt + εt ; t = 1,2,..., T T : banyaknya data time-series Mengingat data panel merupakan gabungan dari data cross-section dan data time-series, maka model data panel yang dituliskan adalah sebagai berikut : Yit = α + βXit + εit ; i = 1, 2, ..., N; dan t = 1, 2, ... T dimana : N
= banyaknya observasi
T
= banyaknya waktu
NxT
= banyaknya data panel Ada beberapa keuntungan menggunakan data panel. Menurut Baltagi
dalam Gujarati (2003), keuntungan menggunakan data panel yaitu : 1. Teknik estimasi model menggunakan data panel dapat memasukkan hetergenitas
secara
eksplisit
kedalam
perhitungan
memperhitungkan variabel-variabel individual yang spesifik.
dengan
2. Dengan mengkombinasikan observasi-observasi time-series dan crosssection, metode data pabel mampu memberikan observasi yang lebih informatif, variabilitas yang lebih banyak, mengurangi multikolinear, derajat bebas yang lebih banyak, dan juga lebih efisien. 3. Dalam mempelajari perubahan yang dinamis seperti jumlah pengangguran, pertukaran tenaga kerja dan mobilitas pekerja, maka lebih baik menggunakan data panel. 4. Data panel dapat mendeteksi dan mengukur dengan lebih baik berbagai efek yang tidak dapat diobservasi dengan hanya menggunakan data crosssection maupun data time-series. 5. Penggunaan data panel dapat mempermudah dalam mempelajari model behavioral yang rumit, seperti fenomena skala ekonomis dan perubahan teknologi. 6. Pada jumlah data yang mencapai beberapa ribu unit, data panel dapat meminimalisasi bias yang mungkin dihasilkan jika mengubah data individu menjadi agregat. Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, teknik yang dilakukan adalah : 1. Metode Pooled OLS (Ordinary Least Square) Teknik ini tidak ubahnya membuat regresi dengan data cross-section dan data time-series pada umumnya. Akan tetapi, untuk data panel, sebelum membuat regresi harus dilakukan penggabungan data cross-section dan data time-series (pooled data). Kemudian data gabungan ini yang akan digunakan untuk mengestimasi model dengan metode OLS. 2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Atau dengan kata lain, intercept ini mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu. Pemikiran inilah yang menjadi dasar pemikiran pembentukan model tersebut. Untuk selanjutnya, dalam tulisan ini Metode Efek Tetap disingkat MET.
3. Metode Efek Random (Random Effect) Bila pada Model Efek Tetap, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada Model Efek Random, perbedaan tersebut diakomodasi dalam error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time-series dan cross-section. Untuk selanjutnya Metode Efek Random disingkat MER. 3.1.5.1 Metode Pooled OLS Pada metode pooled OLS, data cross-section dan data time-series digabungkan yang kemudian dilakukan estimasi model dengan menggunakan metode OLS. Persamaan regresi untuk model pooled OLS sebagai berikut (Pindyck dan Rubienfield, 1998) : Yit = α + β1Xit,1 + β2Xit,2 + ... + βkXit,k + εit untuk i = 1, 2, ..., N; dan t = 1, 2, ... T Xit = 1 untuk i = 1, 2, ..., N; dan t = 1, 2, ... T dimana : i
= unit cross-section
t
= unit time-series
Yit
= peubah respon pada unit cross-section dan waktu ke-t
Xit
= peubah respon pada unit time-series dan waktu ke-t
β1
= intersep
εit
= peubah galat pada unit cross-section dan waktu ke-t Pada penggunaan metode pooled OLS, α dan β diasumsikan sama
(konstan) untuk setiap data cross-section dan data time-series. Akan tetapi, penetapan asumsi ini menjadi tidak realistis jika contoh kita ingin mengamati pengaruh iklan terhadap omset pada 10 perusaahan. Tidaklah realistis apabila kita membuat model sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan memiliki intersep yang sama dengan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa. Atau juga tidaklah realistis jika menggunakan intersep yang sama untuk perusahaan skala kecil, menengah, dan besar. Permasalahan inilah yang kemudian akan dipecahkan dengan menggunakan Metode Efek Tetap (MET) dan juga Metode Efek Random (MER).
3.1.5.2 Metode Fixed Effect Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa asumsi pembuatan model yang menghasilkan α konstan untuk setiap individu (i) dan waktu (t) kurang realistik. Untuk itu, dalam MET ditambahkan variabel dummy sebagai variabel bebas, tetapi koefisien lainnya tetap sama untuk setiap individu yang diobservasi. Secara matematis, model MET dinyatakan sebagai berikut : Yit = αi + β1Xit + γ2W2t + ... + γNWNt + δTZiT + ... + δTZiT + εiT dimana : Yit
= peubah respon pada unit cross-section dan waktu ke-t
Xit
= peubah bebas ke-k pada unit cross-section dan waktu ke-t
Wit dan Zit variabel dummy yang didefenisikan sebagai berikut : Wit
= 1 : untuk unit cross-section i; i = 1, 2, ... , N = 0 : lainnya
Zit
= 1 : untuk periode t; t = 1, 2, ... , T = 0 : lainnya Dari model diatas, terlihat bahwa sesungguhnya MET adalah sama dengan
regresi yang menggunakan dummy variable sebagai variabel bebas, sehingga dapat diestimasi dengan Ordinary Least Square (OLS). Dengan diestimasinya tersebut menggunakan OLS, maka akan memperoleh estimator yang tidak bias dan konsisten. Model yang di atas terdiri dari banyak koefisien. Apabila kita mempunyai N individu dan T waktu, maka kita akan mempunyai parameter sebanyak : (N-1) buah parameter γ (T-1) buah parameter δ Sebuah parameter α Sebuah parameter β Bila persamaan regresi MET dijabarkan satu per satu, maka akan diperoleh berbagai persamaan, yaitu : i = 1; t=1; Y11 = α + βX11 + ε11 t=2; Y12 = (α+δ2) + βX12 + ε12 : t=T; Y1T = (α+δT) + βX1T + ε1T
i = 2; t=1; Y21 = (α+γ2) + βX21 + ε21 t=2; Y22 = (α+ γ2+δ2) + βX22 + ε22 : t=T; Y2T = (α+ γ2+δT) + βX2T + ε2T : : : i = N; t=1; YN1 = (α+γN) + βXN1 + εN1 t=2; YN2 = (α+ γN+δ2) + βXN2 + εN2 : t=T; YNT = (α+ γN+δT) + βXNT + εNT Untuk mengetahui apakah α konstan pada setiap i dan t ataukah berubahubah, maka dilakukan uji sebagai berikut : F{(RSSOLS – RSSMET) / RSSMET} . {(NT-N-T) / (N + T -2)} Nilai tersebut dibandingkan dengan Tabel F, jika nilai hasil penghitungan lebih besar dibandingkan Tabel F, maka kita dapat menolak hipotesis, yang berarti α tidak konstan pada setiap i dan t, atau dengan kata lain MET lebih baik. (Nacrowi,2006) Menurut Pindyck dan Rubienfield (1998), terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan penggunaan MET. Permasalahan pertama adalah bahwa penggunaan variabel dummy tidak dapat mengidentifikasi secara langsung penyebab perubahan garis regresi pada periode dan individu. Dan, permasalahan kedua yakni, teknik variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat bebas. 3.1.5.3 Metode Random Effect Pada Metode Efek Tetap, perbedaan karakteristik individu dan waktu diakomodasikan pada intercept, sehingga intercepnya berubah antar individu dan antar waktu. Sedang pada Metode Efek Random (MER) perbedaan karakteristik individu dan waktu diakomodasikan pada error dari model. Error dapat dipengaruhi oleh individu dan waktu. Oleh karena itu, random error pada MER juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu, dan error gabungan. Dengan demikian, persamaan MER diformulasikan sebagai berikut : Yit = α + βXit + εit;
εit = ui + vt + wit
dimana : ui
= komponen error cross-setion
vt
= komponen errortime-series
wit
= komponen error gabungan
Asumsi yang digunakan untuk komponen error tersebut adalah : ui ~ N (0, ζu2); vt ~ N (0, ζv2); wit ~ N (0, ζw2) Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa MER menganggap efek rata-rata dari data cross-section dan data time-series dipresentasikan dalam intercept. Sedangkan deviasi efek secara random untuk data time-series dipresentasikan dalam vi dan deviasi untuk data cross-section dinyatakan dalam ui. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa : εit = ui + vt + wit. Dengan demikian varians dari error tersebut dapat dituliskan dengan : Var (εit) = ζit2 + ζv2 + ζw2 Hal ini tentunya berbeda dengan model OLS yang diterapkan pada data panel (Pooled OLS) sebagaimana telah dijelaskan diatas yang mempunyai varian sebesar : Var (εit) = ζw2 Dengan demikian, Metode Efek Random dapat diestimasi dengan OLS bila ζ it2 = ζv2 = 0. Kalau tidak demikian, MER perlu diestimasi dengan metode lain. Adapun metode estimasi yang digunakan adalah Generalized Least Square (GLS). Menurut Pindyck dan Rubienfield (1998), penggunaan data panel dapat memisahkan dampak ekonomi yang tidak dapat dibedakan apabila hanya menggunakan data cross-section maupun dengan time-series saja. Hal lain juga, penggunaan data panel dapat menambah poin data yang akan berpengaruh terhadap derajat bebas dan dapat memecahkan permasalahan penghilangan variabel dengan informasi yang diperoleh dari hubungan antara cross-section dan time-series. Menurut Hsiao (1986) keuntungan data panel adalah (1) dapat mengidentifikasi model ekonomi dan membedakan antara hipotesis ekonomi, (2) dapat mengurangi dan menghilangkan bias dugaan, dan (3) dapat mengurangi masalah multikolinearitas.
3.2 Hipotesis Penelitian Perdagangan internasional suatu komoditi ekspor banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor yang terdapat dalam negara produsen, negara tujuan ekspor, ataupun harga internasional. Berdasarkan studi literatur, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap daya saing ekspor rumput laut Indonesia (dalam penelitian ini dengan pendekatan pangsa pasar) adalah : (1) volume ekspor rumput laut Indonesia, (2) harga ekspor rumput laut, (3) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia, (4) GDP per kapita negara pengimpor rumput laut Indonesia, dan (5) produksi rumput laut Indonesia. Faktor-faktor
yang
diduga
berpengaruh tersebut
kemudian akan
dimasukkan sebagai variabel-variabel penjelas dalam model daya saing ekspor rumput laut Indonesia. Hipotesis terhadap variabel-variabel di atas akan dijelaskan sebagai berikut : a. Daya saing (pangsa pasar) ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh volume ekspor rumput laut Indonesia. Hubungan kedua faktor adalah positif, yaitu jika volume ekspor meningkat maka daya saing (pangsa pasar) akan meningkat juga, dan berlaku sebaliknya. b. Daya saing (pangsa pasar) ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor rumput laut. Sesuai dengan teori ekonomi, hubungan diantara keduanya adalah negatif, artinya jika harga ekspor semakin tinggi maka daya saing akan semakin lemah (rendah). Juga berlaku untuk kondisi sebaliknya. c. Daya saing (pangsa pasar) ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang dinegara tujuan ekspor, serta hubungan keduanya adalah negatif. Artinya, apabila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, maka daya saing akan meningkat, dan sebaliknya. d. Daya saing (pangsa pasar) ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh GDP per kapita negara tujuan ekspor. Hubungan kedua faktor adalah positif, artinya jika GDP per kapita negara tujuan ekspor mengalami peningkatan, maka daya saing ekspor rumput laut Indonesia juga meningkat, begitu sebaliknya.
e. Daya saing (pangsa pasar) dipengaruhi oleh produksi rumput laut Indonesia. Hubungan kedua faktor adalah positif, yakni apabila terjadi peningkatan produksi, maka daya saing ekspor rumput laut Indonesia juga akan mengalami peningkatan. Kondisi sebaliknya juga berlaku. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Daya saing ekspor menggambarkan tingkat daya saing produk ekspor hasil industri di pasar dunia dengan melihat besarnya pangsa pasar di dunia. Daya saing komoditas ekspor suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar penguasaan pasar atau pangsa pasar yang dimiliki. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pangsa pasar rumput laut Indonesia perlu diketahui untuk kemudian dapat dianalisis apakah Indonesia memiliki daya saing untuk komoditi tersebut. Hal ini juga sangat penting diketahui mengingat Indonesia ingin menargetkan sebagai posisi penting sebagai produsen rumput laut dunia, yang saat ini masih dipegang oleh negara China. Seperti telah dijelaskan di atas, pendugaan faktor yang dimasukkan sebagai variabel-variabel penjelas dalam penentuan pangsa pasar rumput laut Indonesia adalah (1) volume ekspor rumput laut Indonesia, (2) harga ekspor rumput laut, (3) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia, (4) GDP per kapita negara pengimpor rumput laut Indonesia, dan (5) produksi rumput laut Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah dengan teknik estimasi menggunakan data panel. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
Adanya persaingan pada penguasaan pangsa pasar rumput laut dunia, mendorong setiap negara untuk dapat meningkatkan produksi dan ekspor untuk merebut pangsa pasar yang lebih besar. Informasi daya saing sangat diperlukan oleh manager atau perusahaan agribisnis, khususnya untuk komoditi rumput laut. Informasi ini juga penting untuk perencana strategi, pemerintah dan pembuat keputusan, ataupun pengusaha rumput laut. Daya saing dapat dilihat dari persentase penguasaan pasar oleh suatu negara untuk komoditi ekspor, yakni rumput laut.
Identifikasi faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar dunia :
1. 2. 3. 4. 5.
Volume ekspor rumput laut Indonesia Harga ekspor rumput laut Indonesia Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia GDP per kapita negara pengimpor rumput laut Indonesia Produksi rumput laut Indonesia Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar rumput laut Indonesia di dunia dengan menggunakan teknik estimasi model dengan data panel
Metode Pooled OLS
Metode Fixed Effect
Metode Random Effect
Pengujian dan Pemilihan Model Terbaik Faktor-faktor berpengaruh nyata terhadap perubahan pangsa pasar rumput laut Indonesia di dunia
Pendugaan Pangsa Pasar dan Daya Saing dengan Model Terpilih Informasi dan Rekomendasi Hasil Analisis
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) RI, FAO (Food and Agriculture Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of Trade), FED (Federal Reserved), Bank Dunia (World Bank),
dan sumber lain yang terkait dengan objek penelitian. Data
sekunder yang diperlukan meliputi data pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor, harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor, GDP riil per kapita negara tujuan ekspor, dan produksi rumput laut Indonesia. 4.2 Metode Pengumpulan Data Data sekunder yang dikumpulkan berupa data time-series dari pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia ke beberapa negara tujuan ekspor dan peubahpeubah yang diduga berpengaruh terhadap daya saing ekspor rumput laut Indonesia. Sedangkan untuk data cross-section adalah data dari negara-negara China, Hongkong, Philippina, Japan, Spain, Denmark, USA, South Korea, United Kingdom (UK), dan France. Pemilihan negara-negara tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa negara tersebut merupakan importir rumput laut yang memberikan nilai impor terbesar untuk Indonesia. 4.3 Perumusan Model Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif melalui metode deskriptif dan model kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat daya saing ekspor rumput laut Indonesia apabila dilihat dari pangsa pasar dan trend pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan regresi data panel, yaitu untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor rumput laut Indonesia dan bagaimana pengaruhnya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Eviews dan Ms. Office.
Berdasarkan studi literatur sebelumnya, faktor-faktor yang diduga secara signifikan berpengaruh nyata terhadap daya saing ekspor rumput laut Indonesia kemudian dirumuskan kedalam model persamaan regresi untuk data panel sebagai berikut :
Mit = αi + β1Qit + β2PXit + β3NTit + β4GDPit + β5PRODit + μit dimana : Mit
= pangsa pasar ekspor rumput laut ke negara i pada tahun ke-t
αi
= intersep
Βi
= parameter yang menunjukkan respon volume terhadap perubahan variabel independen (i = 1, 2, 3, ..., n), atau slope
Qit
= volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara i pada tahun ke-t
PXit
= harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara i pada tahun ke-t
NTit
= nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang negara i pada tahun ke-t
GDPit
= pendapatan per kapita negara tujuan ekspor i dan tahun ke-t
PRODit
= produksi rumput laut Indonesia pada tahun ke-t
μit
= koefisien galat (error term)
4.4 Pengujian terhadap Model Penduga yang Lebih Tepat Pengolahan data panel dalam persamaan pangsa pasar yang dibangun menggunakan tiga pendekatan, yakni common effect atau pooled least square (PLS), fixed effect, dan random effect. Pemilihan model yang digunakan dalam penelitian ini perlu menggunakan beberapa pertimbangan statistik, hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang terbaik dan efisien. Secara umum, model terbaik dapat dilihat dari nilai R-square yang lebih tinggi dari ketiga model yang dihasilkan. Akan tetapi, disamping penilaian tersebut, juga dilakukan uji Chow untuk dapat menentukan model mana yang terbaik antara model Fixed Effect atau model Pooled OLS. Kemudian, dilakukan uji Hausman untuk menentukan model terbaik antara model Fixed Effect atau model Random Effect. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Fixed Effect Hausman Test Chow Test
Random Effect Pooled Least Square
Gambar 3. Pengujian Model dalam Pengolahan Data Panel 4.4.1 Chow Test Chow Test, pada beberapa buku dikenal dengan pengujian F, dimana pengujian ini dilakukan untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana telah diketahui, bahwa terkadang asumsi bahwa setiap cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section seharusnya memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0
: model Pooled Least Square
H1
: model Fixed Effect
Dasar penolakan terhadap Hipotesa Nol (H0) adalah dengan menggunakan F statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow, dimana :
Dimana : ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect N
= Jumlah data cross-section
T
= Jumlah data time-series
K
= Jumlah variabel penjelas
Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1, NT-N-K). Jika nilai CHOW statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka disimpulkan bahwa tolak H0 yang artinya bahwa model yang
terbaik adalah model Fixed effect, dan begitu sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter (stability test). 4.4.2 Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan untuk memilih model terbaik antara model Fixed Effect dengan model Random Effect. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa penggunaan model Fixed Effect mengandung suatu unsur trade-off, yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode Random Effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Oleh karena itu, kemudian dilakukan uji Hausman untuk dapat menentukan model terbaik dari kedua model tersebut. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0
: model Random Effect
H1
: model Fixed Effect
Sebagai dasar penolakan H0, maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut : m = (β-b)(M0-M1)-1(β-b)
~x2(K)
Dimana : β
: vektor untuk statistik variabel fixed effect
b
: vektor untuk statistik variabel random effect
M0
: matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect
M1
: matriks kovarian untuk dugaan model random effect
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari x2-tabel, maka dapat disimpulkan tolah H0, yang artinya model tarbaik yang digunakan adalah model Fixed Effect, dan begitu pula sebaliknya. Eviews sebagai salah satu software untuk aplikasi ekonomi cukup memiliki fungsi-fungsi yang dapat secara langsung melakukan uji Hausman, baik berupa panel tools ataupun diinput dari program akan memberikan hasil yang sama. Dalam penelitian ini, uji Hausman dilakukan secara manual dengan menginput data ataupun program uji Hausman.
4.5 Pengujian Model Pengujian model bertujuan untuk melihat nyata atau tidak pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian model dalam persamaan regresi data panel dapat menggunakan uji statistik parsial (Uji-t), uji signifikansi model (Uji F), dan koefisien determinansi (R2). A. Uji T Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing peubah bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas (Y). Langkah-langkah pengujian signifikansi dengan statistik uji-t adalah sebagai berikut : Hipotesis :
H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0
Statistik Uji t hitung :
; (n-k-1, tα/2)
dimana : βi
= nilai koefisien regresi dugaan
S
= standar deviasi untuk bi
α
= taraf nyata
n
= jumlah pengamatan
k
= jumlah variabel dependent dalam model konstanta
i
= 1, 2, 3, …, k
Kriteria Uji : Jika t-hit ≤ tα/2, maka terima H0, artinya variabel independent yang diuji pada persaman tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Tetapi, jika t-hit ≥ tα/2, maka tolak H0, artinya variabel yang diuji pada persaman tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. B. Uji F Pengujian
variabel-variabel
dalam
persamaan
regresi
sederhana
menggunakan uji F bertujuan untuk menguji signifikansi model secara
menyeluruh.
Dengan demikian, apakah peubah bebas yang digunakan dalam
persamaan data panel secara keseluruhan berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas (Y). Langkah-langkah pengujian uji F adalah sebagai berikut : Hipotesis :
H0 : β1 = β2 = βk = 0 H1 : minimal ada satu nilai βi yang tidak sama dengan nol
Statistik Uji F : dimana : R2
= koefisien determinasi
α
= taraf nyata
n
= jumlah pengamatan
k
= jumlah variabel dependent dalam model tanpa konstanta
i
= 1, 2, 3,…, k
Kriteria Uji : F hitung > Fα(k,n-k-1) maka tolak H0 F hitung < Fα(k,n-k-1) maka terima H0 Jika keputusan yang diperoleh adalah tolak H0, berarti secara keseluruhan peubah bebas yang berada dalam persamaan yang dibangun berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar rumput laut Indonesia. Sebaliknya, jika keputusan yang diperoleh adalah terima H0, berarti secara keseluruhan peubah bebas yang ada dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar rumput laut Indonesia. C. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi atau R2 digunakan untuk mengukur keragaman variabel dependent yang dapat diterangkan oleh variabel independent. Semakin besar nilai koefisien determinasi menunjukkan model yang semakin baik. Rumus R2 adalah sebagai berikut : R2 =
=
4.6 Elastisitas Untuk dapat melihat kepekaan suatu fungsi terhadap perubahan yang terjadi pada peubah yang mempengaruhinya, dapat dilihat dari nilai elastisitasnya
(Gujarati, 2003). Elastisitas merupakan ukuran persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh satu persen perubahan variabel lainnya. Nilai elastisitas dari persamaan pangsa pasar seperti : Yt = a0 + b1X1t + b2X2t + ... + biXit + μt Maka, nilai elastisitas jangka pendek diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : Esr (YtXi) = bi*(Xi/Ŷt) dimana : Esr (YtXi)
= elastisitas jangka pendek peubah terikat Yt terhadap peubah penjelas X1, X2, ..., Xi
bi
= koefisien dugaan peubah penjelas Xi
Xi
= rata-rata peubah penjelas Xi
Ŷt
= rata-rata peubah terikat Yt Apabila nilai elastisitas yang diperoleh lebih besar dari satu (E > 1), maka
dinyatakan elastis, atau responsif. Artinya, perubahan satu persen peubah bebas mengakibatkan perubahan pada peubah tidak bebas lebih dari satu persen. Jika nilai elastisitas antara nol dan satu (0<E<1), dinyatakan inelastis atau tidak responsif. Artinya perubahan satu persen peubah bebas hanya mengakibatkan perubahan pada peubah tidak bebas sebesar kurang dari satu persen. 4.7 Asumsi dalam Penelitian Untuk mempermudah dalam melakukan analisis daya saing ekspor rumput laut Indonesia, digunakan asumsi bahwa salah satu indikator daya saing adalah pangsa pasar. Asumsi ini dibentuk berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jin dan Koo (2003) yang menganalisis pengsa pasar gandum Amerika Serikat di beberapa negara Asia. Dimana, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa daya saing suatu komoditas ditunjukkan oleh besarnya pangsa pasar yang dikuasai. Asumsi kedua yang digunakan adalah; impor rumput laut Indonesia relatif sangat kecil dibandingkan dengan ekspornya. Oleh karena itu, impor dapat dianggap tidak memiliki pengaruh terhadap penawaran rumput laut dalam negeri dan juga dengan ekspor rumput laut Indonesia. Selain itu juga, diasumsikan
bahwa selama periode tahun analisis tidak terdapat kebijakan kuota atas ekspor rumput laut Indonesia. 4.8 Definisi Operasional a.
Pangsa pasar rumput laut Indonesia adalah rasio antara volume ekspor rumput laut Indonesia terhadap volume ekspor rumput laut dunia di suatu negara tujuan ekspor yang dinyatakan dalam persentase. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1999-2006. Mit = [QIit / Qwit] x 100%
b.
Volume ekspor rumput laut Indonesia adalah total volume ekspor rumput laut Indonesia yang diekspor ke negara tujuan ekspor tiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan ton.
c.
Harga ekspor rumput laut merupakan harga FOB rumput laut Indonesia yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor (Nit) dengan volume ekspor (Qit) rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram. PXit = [NIit / QIit]
d.
Ukuran nilai tukar yaitu nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia, yang merupakan hasil bagi antara nilai tukar nominal rupiah terhadap US$ (NTRit) dan nilai tukar nominal mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia terhadap US$ (NTRjt). Dinyatakan dalam satuan Rp per US$. NTit = [NTRit / NTR jt]
e.
Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia adalah pendapatan domestik bruto per kapita (GDPkap) negara pengimpor rumput laut Indonesia, dinyatakan dalam US$
f.
Produksi rumput laut Indonesia adalah jumlah total produksi domestik rumput laut Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton.
V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI RUMPUT LAUT INDONESIA
Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk dikembangkan dan memiliki potensi untuk pembangunan perekonomian nasional. Sampai saat ini terdapat dua jenis rumput laut yang banyak dikembangkan dan juga yang teknologinya telah dikuasai untuk dibudidayakan. Kedua jenis rumput laut itu adalah Gracillaria sp dan Euchema sp.
Rumput laut tersebut telah
berhasil dibudidayakan dan diperdagangkan secara luas dan dalam jumlah besar sebagai bahan baku untuk sektor industri. Potensi pengembangan budidaya untuk kedua jenis rumput laut tersebut relatif tersebar di seluruh Indonesia, tetapi juga jenis lain banyak tumbuh secara alami dan memiliki pertumbuhan yang baik di seluruh perairan Indonesia. Daerah penyebaran rumput laut di Indonesia dapat secara lengkap diperhatikan pada Lampiran 5. Program revitalisasi yang telah dicanangkan pemerintah difokuskan pada tiga program komoditi andalan. Salah satunya adalah rumput laut yang kaya akan sinar matahari, mineral, dan memiliki berbagai jenis rumput laut gracillaria yang menghasilkan agar, eucheuma cottonii dan euchema spionsum yang mengasilkan karaginan. Dua jenis komponen kimia tersebut berperan sebagai emulsifying agent, formatting agent, biding agent dan gelling agent yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan, kosmetik dan farmasi dengan lebih dari 500 produk. Rumput laut dapat diandalkan selain untuk menghasilkan devisa negara dalam waktu cepat karena umur tanaman yang relatif pendek, mudah dibudidayakan, banyak lagi keuntungannya. Salah satunya adalah investasi yang relatif tinggi, teknologi sederhana, menyerap tenaga kerja, potensi lahan untuk budidaya yang luas, bersifat massal serta demand yang tinggi dan semakin meningkat. Menurut Martani sebagai Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP RI, penyediaan bahan baku rumput laut yang konsisten dan berkesinambungan baik dalam mutu maupun jumlahnya akan menjadi kunci keberhasilan. Kualitas rumput laut sangat tergantung dari kondisi lokal, dan muatan lokal lingkungan yang akan mempengaruhi sifat kimia dan fisika yang terkandung didalam karaginannya. Bahkan sifat spesifik yang
terkandung didalam karaginannya tersebut menjadi ciri khas rumput laut dari suatu daerah, misalnya rumput laut Sumenep berbeda dengan Takalar1). Pada konteks perdagangan internasional, posisi dagang Indonesia di pasar Internasional semakin baik, bahkan Indonesia telah menjadi eksportir terbesar rumput laut untuk jenis Euchema pada tahun 2006 berdasarkan data DKP (2008). Indonesia juga telah mampu bersaing untuk memperebutkan pangsa pasar rumput laut dunia. Sebagai penghasil rumput laut terbesar dunia, pola perdagangan komoditi rumput laut Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Volume perdagangan rumput laut tahun 1999-2006 didominasi oleh produk kering sebagai bahan baku industri pengolahan. Perkembangan ekspor dan impor rumput laut Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Peluang pengembangan komoditas rumput laut sampai saat ini masih sangat terbuka luas. Pengembangan dapat dilakukan melalui penyediaan bahan baku rumput laut kering atau bahan baku benilai tinggi bagi kebutuhan industri farmasi, makanan, kimia, dan lain-lain. Tingginya peluang pengembangan dapat dilihat dari kebutuhan dunia yang cenderung meningkat untuk jenis Euchema sp. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kebutuhan Dunia terhadap Spesies Euchema sp Species Euchema cottonii Euchema spinosum
Kebutuhan per Tahun (Ribu Ton) 2001
2002
2003
169,000
180,000
220,000
15,000
18,000
22,000
Sumber : DKP, 2007
Keterangan proyeksi kenaikan demand : -
Euchema cottonii
= 10 persen per tahun
-
Euchema spinosum
= 7 (tujuh) persen per tahun
Kondisi demand yang sama juga berlaku untuk produk olahan rumput laut. Terjadi peningkatan demand yang cukup baik dimanfaatkan sebagai tambahan pendapatan negara. Berdasarkan kecenderungan ekspor dan impor produk olahan
1) Harian Umum Pelita (Persatuan Umat dan Kesatuan Bangsa), Edisi Kamis, 9 Maret 2009
rumput laut selama periode 1999-2004. Anggadiredja et. al (2006) memperkirakan pasar dunia produk olahan rumput laut meningkat sekitar 10 persen setiap tahun untuk karaginan semirefine (SRC), agar, dan alginat untuk industri (industrial grade). Adapun alginat untuk makanan (food grade) meningkat sebesar 7.5 persen dan karaginan refine sebesar lima persen. Perkiraan kebutuhan dunia terhadap produk olahan rumput laut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perkiraan Kebutuhan Dunia terhadap Produk Olahan Rumput Laut (dalam ton) Jenis Produk
2006
2007
2008
2009
2010
Karaginan (RC)
26,160
27,470
28,850
30,285
31,800
Karaginan (SRC)
33,350
36,690
40,355
44,390
48,830
Agar
12,357
13,600
14,970
16,470
18,120
Alginat (food grade)
10,730
11,530
12,400
13,330
14,330
Alginat (industrial grade)
20,735
22,800
25,090
27,600
30,360
Sumber : Anggadiredja, et al. (2006)
Melihat potensi permintaan yang semakin positif, dapat disimpulkan adanya indikator peningkatan harga komoditi. Dukungan potensi Indonesia dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen utama rumput laut dunia, juga dapat menjadikan rumput laut sebagai salah satu sumber devisa yang patut dikembangkan. Oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian ataupun kajian rumput laut, baik dalam bidang produksi, budidaya, kualitas, ataupun posisi dagang Indonesia di pasar internasional yang berujung pada kemampuan Indonesia dalam bersaing dan memperebutkan pangsa pasar dunia.
VI. ANALISIS DAYA SAING BERDASARKAN MODEL PANGSA PASAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANGSA PASAR RUMPUT LAUT INDONESIA 6.1 Perkembangan Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Indonesia termasuk sebagai salah satu produsen terbesar dunia, dan bahkan menduduki posisi ketiga produsen dunia berdasarkan data dari FAO. Pada tahun analisis (kurun 1999-2006), perkembangan produksi rumput laut Indonesia cukup pesat, dan hingga 2006 Indonesia sudah mampu memproduksi sebesar 1,733,705 ton yang sebelumnya hanya 156,872 ton pada tahun 1999. Perkembangan produksi rumput laut Indonesia sangat besar didorong dari perkembangan hasil budidaya rumput laut, disamping dukungan dan dorongan pemerintah melalui program revitalisasi yang dicanangkan melalui DKP. Adapun tingkat produksi Indonesia semakin memperbaiki posisi Indonesia sebagai produsen rumput laut dunia, juga berdampak positif terhadap peningkatan ekspor rumput laut Indonesia di pasar dunia. Perkembangan produksi dan ekspor rumput laut Indonesia serta dunia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Indonesia dan Dunia Tahun 1996-2006 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi (Ton) Dunia Indonesia 7,686,366 156,872 7,399,559 247,939 7,393,607 246,923 7,951,638 278,811 9,939,057 296,510 11,242,570 419,247 12,431,983 918,247 13,159,174 1,174,996
(%)
Tahun
2.04 3.35 3.34 3.51 2.98 3.73 7.39 8.93
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Ekspor (Ton) Dunia Indonesia 256,866 25,084 238,490 23,074 255,521 27,874 249,705 28,559 255,302 40,162 301,060 51,010 291,100 69,226 298,524 95,588
(%) 9.77 9.68 10.91 11.44 15.73 16.94 23.78 32.02
Sumber : FAO, 2008 Peranan Indonesia di pasar rumput laut dunia, baik sebagai produsen ataupun eksportir sangat berpengaruh besar terhadap pangsa pasar yang dimiliki Indonesia di pasar internasional. Pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional merupakan rasio antara total volume ekspor rumput laut Indonesia
ke dunia terhadap total volume ekspor rumput laut dunia yang dinyatakan dalam persentase. Dalam konteks perdagangan internasional, dengan beberapa produsen sebagai produsen sekaligus eksportir seharusnya menguntungkan dalam penguasan pangsa pasar. Merujuk kepada data pada Tabel 8, peningkatan baik dari sisi produksi maupun ekspor menjadi salah satu indikator peningkatan pangsa pasar rumput laut dunia. Selengkapnya data pangsa pasar rumput laut Indonesia dibandingkan dengan produsen dan eksportir utama rumput laut dunia dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pangsa Pasar Ekspor Rumput Laut Indonesia dibandingkan Produsen dan Eksportir Utama Rumput Laut Dunia, Tahun 1999-2006 Pangsa Pasar per Tahun (dalam %) 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Produsen Utama Rumput Laut Dunia China 56.58 55.25 54.32 53.77 63.56 63.31 61.28 Philippines 9.06 9.56 10.64 11.26 9.95 10.72 10.77 Indonesia 2.04 3.35 3.34 3.51 2.98 3.73 7.39 Japan 8.39 8.38 8.17 8.28 5.59 5.09 4.72 Korea, Republic of 6.32 5.21 5.25 6.38 4.60 4.94 5.11 Korea, Dem. People's Rep 5.37 5.42 6.01 5.59 4.47 3.95 3.57 Chile 3.40 3.80 4.05 3.97 3.51 3.65 3.42 Norway 2.32 2.60 2.37 2.30 1.54 1.32 1.24 France 0.92 0.92 0.90 0.93 0.70 0.58 0.19 Russian Federation 0.37 0.77 0.38 0.70 0.39 0.51 0.41 Negara lain 5.21 4.74 4.57 3.33 2.69 2.20 1.91 Eksportir Utama Rumput Laut Dunia China 22.56 21.33 22.25 25.30 19.87 19.46 16.87 Indonesia 9.77 9.68 10.91 11.44 15.73 16.94 23.78 Chile 15.67 14.75 15.07 12.82 17.85 14.84 16.14 Philippines 12.58 20.58 12.74 12.44 12.18 10.69 7.56 Korea, Republic of 10.32 9.72 8.09 7.61 8.82 10.50 10.41 Mexico 13.53 6.32 11.09 8.97 7.26 5.78 0.05 Tanzania, United Rep. of 1.51 2.25 4.03 5.10 3.84 2.53 3.22 Morocco 1.56 2.00 1.93 1.86 2.07 1.86 2.91 Ireland 0.51 0.47 1.48 1.41 1.08 1.84 3.27 Australia 1.54 1.13 1.32 2.00 0.71 2.16 2.58 Negara lain 10.44 11.78 11.10 11.05 10.60 13.40 13.21 Negara
2006 58.84 11.69 9.35 4.52 6.18 3.53 2.66 1.16 0.15 0.53 1.39 15.74 32.02 13.90 6.48 6.67 0.12 2.51 2.34 4.21 2.88 13.13
Sumber : FAO, 2008 Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa China merupakan produsen dan eksportir terbesar rumput laut dunia. Produksi rumput laut China setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Tetapi, volume ekspor China
menunjukkan penurunan. Hal ini terjadi karena kebutuhan domestik rumput laut China yang cukup tinggi. Penurunan ekspor rumput laut China menjadi sebuah peluang pasar bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dapat diperhatikan bahwa ekspor rumput laut Indonesia relatif meningkat yang secara otomatis mendorong peningkatan pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional. Secara lebih jelas, tren peningkatan pangsa pasar rumput laut
Pangsa Pasar (%)
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.
35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
32.02 23.78 9.77
9.68
10.91
1999
2000
2001
11.44 2002
15.73
16.94
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 4. Tren Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Sumber : FAO, 2008 (diolah)
Peningkatan pangsa pasar ekspor juga banyak disebabkan oleh peningkatan permintaan dunia terhadap produk baku rumput laut. Oleh karena itu, ekspor rumput laut Indonesia masih didominasi oleh produk baku, dalam bentuk gelondongan kering, namun ada kecenderungan untuk dapat melakukan ekspor dalam bentuk olahan yang sudah mulai direncanakan oleh pemerintah melalui DKP. Merujuk kepada penelitian sebelumnya oleh Chen dan Duan (2000), daya saing dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan yang berkelanjutan untuk memperoleh keuntungan dan memelihara pangsa pasar, baik pada pasar domestik maupun pasar ekspor. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perlu diketahui bagaimana pola pangsa pasar rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, sehingga kemudian dapat ditentukan bagaimana posisi daya saing Indonesia di pasar internasional.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pangsa pasar adalah besarnya penguasaan pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan atau negara untuk komoditas tertentu. Dalam penelitian ini, pangsa pasar rumput laut Indonesia adalah rasio antara volume ekspor rumput laut Indonesia terhadap volume ekspor rumput laut dunia di suatu negara tujuan ekspor yang dinyatakan dalam persentase. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1999-2006. Berdasarkan data yang diperoleh dari FAO dan DKP, pangsa pasar rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 10. Pangsa Pasar Rumput Laut Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Negara Tujuan China Hongkong Philippines Japan Spain Denmark USA South Korea UK (Inggris) France
1999 2.38 22.86 93.05 0.52 27.71 18.59 4.11 12.07 2.98 21.02
2000 3.64 25.96 9.89 0.42 27.93 16.86 2.54 7.58 8.68 7.65
Pangsa Pasar Indonesia per Tahun (dalam %) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 5.11 9.65 18.51 22.88 38.68 45.49 36.54 26.76 30.18 30.43 44.47 85.23 54.03 67.93 78.35 100.00 88.16 96.44 0.26 0.25 0.55 0.21 0.45 0.73 39.92 40.97 35.35 42.18 51.49 59.04 29.64 26.79 26.43 40.52 30.00 30.77 3.73 4.11 5.26 4.28 4.12 19.13 5.00 1.27 9.62 7.16 31.36 24.47 6.15 5.29 2.96 3.57 7.06 3.66 9.01 11.02 11.08 9.56 9.05 4.13
Rata-Rata 18.29 37.80 73.48 0.42 40.57 27.45 5.91 12.32 5.04 10.31
Sumber : FAO dan DKP, 2008 (data diolah)
Pada Tabel 10 dapat diperhatikan bahwa pangsa pasar Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda di setiap negara tujuan.
Philippina adalah negara
dimana Indonesia memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi, dan bahkan pada tahun 2004 Indonesia memenuhi 100 persen kebutuhan rumput laut di negara tersebut. Rata-rata penguasaan pasar rumput laut Indonesia di Philippina adalah 73.48 persen per tahun. Kemudian, penguasaan pasar terbesar kedua adalah di negara Spanyol dengan pangsa pasar rata-rata 40.57 persen per tahun. Pangsa pasar terendah Indonesia adalah di negara Jepang, dimana rata-rata pangsa pasar rumput laut Indonesia hanya 0.42 persen. Data tersebut dapat menjelaskan bahwa di beberapa negara tertentu, Indonesia memiliki pasar yang cukup baik dan cukup potensial untuk menjadi market leader. Infomasi pangsa pasar suatu negara sangat diperlukan dalam melakukan analisis daya saing. Terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi
pangsa pasar suatu komoditi ekspor di pasar internasional, dimana dengan mengetahui pengaruh dari setiap faktor tersebut maka dapat dilakukan estimasi untuk mengetahui persentase pangsa pasar negara bersangkutan. Informasi tersebut juga dapat menjelaskan posisi daya saing negara bersangkutan di pasar internasional seperti telah dijelaskan sebelumnya. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap penentuan pangsa pasar Indonesia dijadikan sebagai variabel independent dan akan dianalisis kemudian untuk menghasilkan model pangsa pasar dengan menggunakan data panel. 6.2 Analisis Hasil Estimasi Model menggunakan Data Panel Estimasi model pangsa pasar dengan menggunakan data panel dilakukan dengan metode pooled OLS, fixed effect, dan random effect. Variabel dugaan yakni volume ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor (Q), harga ekspor di negara tujuan ekspor (PX), nilai tukar (NT), GDP per kapita negara tujuan (GDP), dan juga produksi rumput laut Indonesia (PR) dimasukkan sebagai variabel independen, dan pangsa pasar di negara tujuan (MS) sebagai variabel dependen. Perbandingan hasil analisis untuk ketiga metode ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan Hasil Estimasi Berdasarkan Metode Analisis Variabel Konstanta Volume Ekspor Rumput Luat (Q) Harga Ekspor Rumput laut (PX) Nilai Tukar (NT) GDP Per kapita (GDP) Produksi Rumput Laut (PR) n R2 Adj R2 Ket :
Pooled OLS 31.408470 (3.146472) 0.000826 (1.167194) -2.311524 (-4.29271)* -0.001180 (-4.284976)* -0.000560 (-1.659030) 1.84E-05 (2.693311)* 80 0.412936 0.373269
angka dalam kurung merupakan nilai t *) nyata pada selang kepercayaan 99 persen **) nyata pada selang kepercayaan 94 persen
Metode Fixed 0.001638 (4.354195)* 0.449050 (1.029393) -0.002792 (-3.035426)* 0.001598 (1.926277)** 1.07E-06 (0.176978) 80 0.858516 0.828043
Random 8.607124 (0.643868) 0.001520 (4.650099)* -0.223401 (-0.184458) -0.001893 (-1.530930) 0.000451 (0.820451) 8.68E-06 (1.573798) 80 0.838627 0.827723
Pada model dengan menggunakan metode pooled OLS, diperoleh bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar pada selang kepercayaan 99 persen adalah harga ekspor rumput laut (PX), dan nilai tukar (NT) dan volume produksi (PR). Variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah GDP per kapita (GDP), dan juga produksi rumput laut Indonesia (PR). Pada metode fixed effect yaitu dengan memasukkan variabel dummy negara pengimpor pada model, variabel volume ekspor ke negara tujuan ekspor (Q) dan variabel nilai tukar (NT) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 94 persen. Dengan menggunakan metode fixed effect, variabel harga ekspor (PX) dan produksi rumput laut (PR) tidak berpengaruh nyata terhadap model pangsa pasar rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor. Hasil yang berbeda juga diperoleh dengan menggunakan metode random effect. Dengan menggunakan metode ini, variabel yang berpengaruh nyata terhadap model pangsa pasar hanya variabel volume ekspor (Q) pada selang kepercayaan 99 persen. Sedangkan untuk variabel lain, tidak memiliki pengaruh dengan pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar negara tujuan. 6.2.1 Pemilihan Model Terbaik Secara umum, pemilihan model terbaik dengan menggunakan data panel pada ketiga metode dapat dilakukan dengan melihat nilai R-square yang tertinggi dari ketiga metode tersebut. Berdasarkan perhitungan R-square tertinggi, maka model terpilih adalah metode fixed effect sebagai model terbaik dengan nilai Rsquare sebesar 0.858516 atau 85.85 persen. Pertimbangan lain yang digunakan, pada model ini diperoleh lebih banyak variabel yang berpengaruh secara signifikan. Pemilihan metode terbaik juga didukung dengan melaksanakan uji F, yaitu dengan membandingkan antara metode pooled OLS dan fixed effect yang bertujuan untuk melihat apakah penambahan variabel dummy pada model memiliki dampak yang signifikan terhadap model penduga tersebut. Akan tetapi, penentuan model terbaik kemudian harus diperhatikan juga melalui uji CHOW dan uji Hausman. Berdasarkan uji CHOW, dapat disimpulkan bahwa model Fixed Effect lebih baik dibandingkan dengan model Pooled OLS. Selengkapnya hasil uji
CHOW dapat dilihat pada Lampiran 11. Kemudian, dilakukan uji Hausman dengan membandingkan model Fixed Effect dengan model Random Effect. Uji Hausman dilakukan dengan menginput data program yang akan secara otomatis diolah dengan menggunakan Eviews. Secara lengkap program yang di-running untuk uji Hausman dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan uji Hausman, dapat diketahui bahwa model Fixed Effect juga merupakan model terpilih yang terbaik. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa model Fixed Effect adalah model terbaik yang digunakan untuk menganalisis pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional. 6.2.2 Interpretasi Model Terbaik Model terbaik yang diperoleh adalah model yang dihasilkan dari metode fixed effect, dimana variabel volume ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor (Q) dan nilai tukar (NT) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen. Sedangkan GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 94 persen. Hasil dugaan model pangsa pasar rumput laut dengan metode fixed effect menunjukkan bahwa tanda variabel bebas yang dianalisis sebagaian besar sama dengan hipotesis awal yang dibangun, kecuali untuk variabel harga. Hal ini diduga karena kondisi tertentu yang akan dijelaskan kemudian. Hasil pendugaan dengan menggunakan metode fixed effect secara lengkap ditampilkan dalam Tabel 12. Tabel 12. Hasil Pendugaan Persamaan Pangsa Pasar dengan Metode Fixed Effect Variable Volume Ekspor (Q) Harga Ekspor (PX) Nilai Tukar (NT) GDP per kapita (GDP) Produksi (PR)
Coefficient 0.001638 0.449050 -0.002792 0.001598 1.07E-06
Std. Error 0.000376 0.436228 0.000920 0.000830 6.02E-06
t-Statistic 4.354195 1.029393 -3.035426 1.926277 0.176978
Prob. 0.0000 0.3071 0.0035 0.0584 0.8601
Pada Tabel 10, berdasarkan pendugaan model fixed effect diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 85.85 persen. Hal ini berarti 85.85 persen variasi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model. Variabelvariabel tersebut adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan
ekspor (Q), harga ekspor rumput laut Indonesia (PX), nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor (NT), GDP per kapita negara pengimpor (GDP), dan volume produksi rumput laut Indonesia (PR).
Persamaan regresi fixed effect
menghasilkan nilai Fhitung sebesar 28.17259, dan nilai ini lebih besar dari nilai Ftabel
(16.62)
sebesar 2.35 pada taraf nyata satu (1) persen.
Ini berarti, secara
bersama-sama variabel-variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia pada selang kepercayaan 99 persen. 6.2.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pangsa Pasar dengan Metode Fixed Effect Setiap variabel dugaan memiliki karakteristik dan pengaruh yang berbedabeda terhadap perubahan pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia (Q) Pada Tabel 10, dapat dilihat bahwa variabel volume ekspor rumput laut Indonesia berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia pada taraf nyata satu persen. Variabel kepercayaan memiliki tanda posistif (+) sesuai dengan hipotesis awal yang dibangun. Nilai elastisitasnya cukup kecil, yakni hanya sebesar 0.001638. Nilai ini menunjukkan bahwa perubahan volume ekspor tidak cukup responsif untuk mempengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena persentase ekspor terhadap produksi masih relatif kecil. Sebagai informasi, pada tahun 1999 hingga 2006, persentase ekspor rumput laut Indonesia hanya berkisar 11.03 persen terhadap total produksinya. Harga Ekspor Rumput Laut (PX) Pada model fixed effect, harga ekspor tidak termasuk sebagai salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Harga ekspor rumput laut yang umumnya dalam bentuk gelondongan kering masih relatif rendah dibanding dengan harga rumput laut produsen lain. Berdasarkan data yang diperoleh dari FAO tahun 2008, harga rata-rata rumput laut Indonesia per tahun adalah 567.27 US $ per ton.
Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, sebagian ekspor Indonesia dalam bentuk gelondongan kering yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri pengolahan rumput laut di negara tujuan ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa di negara tujuan ekspor, rumput laut adalah barang normal bagi industri pengolahan. Oleh sebab itu, peningkatan harga tidak signifikan merubah jumlah demand rumput laut. Koefisien untuk harga ekspor bernilai positif (+), berbeda dengan hipotesis awal. Hal ini terjadi karena pada selang waktu yang digunakan selama penelitian, negara-negara tujuan ekspor cenderung mengalami penguatan mata uang, dan relatif lebih tinggi nilainya dari mata uang Indonesia. Kondisi ini menjadikan rumput laut Indonesia masih relatif murah. Disamping itu, apabila harga ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor naik, ada kecenderungan Indonesia sebagai eksportir akan meningkatkan volume ekspornya ke negara tujuan ekspor tersebut. Oleh karena itu, pangsa pasar Indonesia tetap meningkat walaupun harga ekspor naik. Nilai Tukar (NT) Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai tukar (NT) berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar pada selang kepercayaan 99 persen. Pada umumnya, nilai tukar termasuk salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana dollar Amerika (US $) menjadi tolok ukur dalam perdagangan antar negara tersebut. Oleh karena itu, perhitungan nilai tukar merupakan perbandingan nilai tukar mata uang setiap negara terhadap US $. Koefisien nilai tukar pada model bernilai negatif (-), artinya sesuai dengan hipotesis awal. Secara teoritis, apabila terjadi apresiasi nilai rupiah akan menyebabkan harga komoditas ekspor di pasar internasional relatif lebih mahal. Kondisi demikian akan berdampak pada rendahnya permintaan di negara tujuan ekspor. Hal ini secara langsung dapat mengakibatkan perubahan negatif terhadap pangsa pasar untuk komoditi bersangkutan. GDP per kapita (GDP) GDP per kapita adalah salah satu ukuran sederhana yang dapat digunakan untuk melihat daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Pada model
yang dihasilkan, GDP merupakan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap model pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia pada selang kepercayaan 94 persen. Peningkatan GDP per kapita yang terus meningkat mengindikasikan perkembangan perekonomian yang semakin baik. Peningkatan GDP per kapita di negara tujuan akan meningkatkan permintaan masyarakat akan kebutuhan produk olahan rumput laut (seperti kosmetik, obat-obatan, dan produk turunan lain). Peningkatan permintaan produk olahan secara otomatis juga akan meningkatkan permintaan bahan baku rumput laut oleh industri pengolahan rumput laut di negara tujuan. Kondisi akan mendorong peningkatan pangsa pasar ekspor di negara tujuan ekspor. Koefisien yang diperoleh dalam model adalah 0.001598, artinya setiap kenaikan satu US $ GDP per kapita negara tujuan, akan meningkatkan 0.001598 persen pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor. Pengaruh GDP per kapita relatif kecil terhadap peningkatan pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Produksi Rumput Laut Indonesia (PR) Pada model yang dihasilkan, produksi rumput laut Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar. Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi tidak serta merta mengakibatkan peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia. Produksi rumput laut Indonesia meningkat pesat sejak tahun 2005. Pada tahun 2005, produksi mencapai 918,366 ton, sedang volume ekspornya hanya mencapai 69,266 ton. Rasio antara ekspor dengan produksi tahun 2005 hanyalah 7.54 persen, dan 8.14 persen pada tahun 2006. Berdasarkan data DKP (2008), sepanjang tahun 1999 hingga 2006 rata-rata rasio ekspor terhadap produksi adalah 11.03 persen. Sesuai dengan informasi tersebut, dapat dijelaskan bahwa produksi tidak berpengaruh signifikan terhadap pangsa pasar ekspor. Koefisien variabel produksi (PR) bernilai positif (+) dengan besaran kecil, yakni 1.07 x 10-6. Pengaruh yang ditimbulkan cukup kecil terhadap perubahan pangsa pasar ekspor rumput laut.
6.3 Posisi Daya Saing Indonesia berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Metode Fixed Effect Suatu model ekonometrika yang dibentuk dan telah dapat dipertanggungjawabkan secara statistik dapat digunakan untuk beberapa manfaat seperti untuk memudahkan dalam menghasilkan informasi data variabel dependent dengan meng-input data sesuai dengan variabel independentnya. Kemudian, sebuah model juga dapat digunakan untuk dapat meramalkan kondisi variabel dependent pada tahun berikutnya, dan variabel dependent dalam hal ini adalah pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar internasional. Perlu diingat kembali, bahwa pangsa pasar adalah ukuran daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, model ekonometrik yang dihasilkan dalam penelitian ini juga dapat digunakan untuk kegunaan seperti yang telah dijelaskan dengan memasukkan data variabel independent sesuai dengan yangdibutuhkan. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Fixed Effect, maka model pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional dirumuskan sebagai berikut : MSit = αi + 0.001638Qit + 0.449050PXit – 0.002792NTit + 0.001598GDPit + 1.07E-06PRit Berdasarkan model yang dibentuk, dapat diketahui bahwa setiap model memiliki pengaruh yang berbeda terhadap pangsa pasar ekspor. Hal tersebut diketahui dari perbedaan koefisien regresi yang dihasilkan untuk setiap variabel. Berdasarkan model dapat diketahui bahwa : a.
Setiap peningkatan satu (1) ton volume ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, akan meningkatkan pangsa pasar ekspor sebesar 0.001638 persen di negara tujuan ekspor, dengan asumsi variabel lain cateris paribus.
b.
Setiap peningkatan satu (1) US $ harga ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, akan meningkatkan pangsa pasar ekspor di negara tujuan ekspor di negara tujuan ekspor sebesar 0.449050 persen, dengan asumsi variabel lain cateris paribus.
c.
Setiap terjadi apresiasi rupiah sebesar satu (1) rupiah per US $, akan menurunkan pangsa pasar ekspor sebesar 0.002792 persen dengan asumsi variabel lain cateris paribus.
d.
Setiap peningkatan satu (1) US $ GDP per kapita, akan meningkatkan pangsa pasar ekspor sebesar 0.001598 persen dengan asumsi variabel lain cateris paribus.
e.
Setiap peningkatan satu (1) ton volume produksi rumput laut Indonesia, akan meningkatkan pangsa pasar ekspor sebesar 1.07x10-6 persen dengan asumsi variabel lain cateris paribus. Model pangsa pasar yang dibangun dapat digunakan untuk menganalisis
posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Apabila ingin mengetahui bagaimana atau berapa persentase pangsa pasar di negara tujuan ekspor, maka ditambahkan koefisien variabel negara sesuai dengan hasil yang diperoleh dengan metode fixed effect. Berikut salah satu contoh kemungkinan model yang diperoleh untuk mengestimasi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara China. MS_CHINA = -3.037408127 + 0.001637952272*Q_CHINA + 0.4490504753*PX_CHINA - 0.002792112235*NT_CHINA + 0.001598152969*GDP_CHINA + 1.066246712e-06*PR_CHINA Sesuai dengan model yang dihasilkan, maka posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia dapat dianalisis berdasarkan negara tertentu, dan juga pada waktu tertentu. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa literatur, apabila suatu negara mampu menguasai 20 persen atau lebih pangsa pasar, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut memiliki “Daya saing” untuk komoditi bersangkutan, dan dalam hal ini adalah rumput laut. Kriteria tersebut kemudian digunakan untuk mengestimasi posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor pada waktu tertentu. Selengkapnya hasil analisis daya saing rumput laut dengan pendekatan pangsa pasar dapat dilihat pada Lampiran 10 . Pada Lampiran 10 dapat diketahui pada waktu kapan dan dimana Indonesia memiliki daya saing dengan pendekeatan pangsa pasar. Indonesia berdaya saing selama kurun waktu tahun analisis di negara-negara seperti
Hongkong, Philippina, Spanyol, dan Denmark. Indonesia selama kurun waktu 1999 hingga 2006 di negara Jepang, Inggris (UK), dan Francis sama sekali tidak memiliki daya saing. Sedangkan di negara China, Indonesia baru berdaya saing tahun 2004, di Korea Selatan baru pada tahun 2005, dan di USA baru pada tahun 2006. Untuk memudahkan pembacaan posisi daya saing, dapat diperhatikan pada Tabel 13. Tabel 13. Posisi Daya Saing Indonesia berdasarkan Negara Tujuan Negara China Hongkong Philippines Japan Spain Denmark USA South Korea UK France Ket :
1999 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0
1 = “Berdaya saing” 0 = “Tidak Berdaya Saing”
2000 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0
Posisi Daya Saing per Tahun 2001 2002 2003 2004 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
2005 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
2006 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1.
Peranan Indonesia di pasar rumput laut dunia, baik sebagai produsen ataupun eksportir sangat berpengaruh besar terhadap pangsa pasar yang dimiliki Indonesia di pasar internasional. Potensi dan kekayaan alam Indonesia sangat mendukung untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen sekaligus eksportir terbesar rumput laut dunia. Akan tetapi, dalam konteks perdagangan internasional dimana terdapat beberapa produsen dan eksportir lain menjadikan Indonesia harus memiliki kemampuan dalam perebutan dan pemeliharaan pangsa pasar. Berdasarkan data yang diperoleh, ternyata posisi Indonesia dapat dikatakan semakin baik dalam bersaing di pasar internasional. Hal ini ditunjukkan dari tren penguasaan pasar rumput laut dunia yang positif. Oleh karena itu, kemudian sangat perlu diketahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi posisi daya saing Indonesia di pasar internasional.
2.
Hipotesis awal yang menduga volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor (Q), harga ekspor rumput laut (PX), nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor (NT), GDP per kapita negara pengimpor (GDP), dan juga volume produksi rumput laut Indonesia (PR) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pangsa pasar ternyata tidak diterima oleh model. Terdapat tiga variabel yang dianggap berpengaruh nyata secara statisik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor. Secara statistik, faktor yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar tersebut adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tujuan eskpor (Q), nilai tukar (NT), dan GDP per kapita negara tujuan ekspor (GDP). Koefisien regresi untuk ketiga variabel sesuai dengan hipotesis awal, yakni positif (+) untuk volume ekspor (Q) dan GDP per kapita (GDP), serta negatif (-) untuk nilai tukar (NT). Variabel harga ekspor (PX) tidak menjadi variabel yang berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar. Hal ini terjadi karena posisi harga
ekspor rumput laut Indonesia yang masih rendah dibanding dengan produsen lain. Akan tetapi, variabel ini cukup respon terhadap perubahan pangsa pasar dibanding variabel lain. Sedangkan untuk variabel produksi (PR), juga tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan pangsa pasar Indonesia di negara tujuan ekspor. Hal ini terjadi karena peningkatan produksi dalam negeri tidak serta merta mendorong peningkatan ekspor. Sejak tahun 1999 hingga 2006, persentase ekspor rata-rata hanya 11.03 persen dari produksi. 3.
Sesuai dengan model yang dihasilkan, posisi daya saing ekspor rumput laut Indonesia dapat diestimasi berdasarkan negara tertentu, dan pada tahun tertentu. Hasil menunjukkan bahwa secara umum, untuk setiap negara dan selama kurun waktu 1999 hingga 2006, ekspor rumput laut Indonesia memiliki daya saing tinggi pada beberapa negara seperti Hongkong, Philippina, Spanyol, dan Denmark. Dimana pada ke-empat negara tersebut, Indonesia memiliki pangsa pasar lebih dari 20 persen selama tahun analisis. Di negara Selatan, Indonesia baru mulai berdaya saing pada tahun 2005. Sedang untuk di Amerika, Indonesia berdaya saing baru pada tahun 2006. Demikian juga dengan di China, dimana Indonesia baru mulai berdaya saing sejak tahun 2004. Indonesia sama sekali tidak memiliki daya saing di negara Jepang, Inggris (United Kingdom), dan Francis. Hal ini terlihat karena sepanjang tahun analisis, pangsa pasar Indonesia pada kedua negara tersebut tidak lebih dari 20 persen.
7.2 Saran Pangsa pasar suatu negara dapat menjadi ukuran daya saing untuk suatu komoditi ekspor tertentu, dalam hal ini adalah rumput laut. Dalam rangka peningkatan daya saing ekspor rumput laut Indonesia, volume produksi dan volume ekspor rumput laut perlu ditingkatkan. Indonesia juga sebaiknya mulai untuk melakukan ekspor dalam bentuk olahan, bukan hanya dalam bentuk bahan baku (raw seeweds). Ekspor dalam bentuk olahan akan menambah nilai ekspor yang berdampak pada peningkatan harga ekspor, sehingga penerimaan atas ekspor rumput laut dapat lebih besar. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan juga adalah peningkatan mutu rumput laut ekspor. Hal ini harus didukung oleh berbagai pihak seperti instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi,
pihak swasta, dan instansi lainnya untuk secara bersama-sama meningkatkan daya saing ekspor rumput laut Indonesia. Indonesia memiliki beberapa negara tujuan dimana Indonesia berpotensi sebagai market leader berdasarkan kepemiliki pangsa pasar, seperti di Hongkong, Philippina, Spanyol dan Denmark. Ke-empat negara tujuan tersebut perlu dipertahankan dan dipelihara melalui upaya-upaya mempertahankan mutu, kuantitas, harga, dan kebijakan lain yang mungkin dapat dilakukan. Sedangkan untuk negara tujuan seperti China, USA, dan Korea Selatan, Indonesia sudah mulai dapat bersaing sejak tahun beberapa tahun.
Oleh karena itu, perlu
dilakukan peningkatan volume ekspor ke negara tersebut dalam upaya mempertahankan pangsa pasar yang ada, dan apabila mungkin juga untuk meningkatkan pangsa pasar di negara tersebut. Upaya ini juga tidak terlepas dari pengawasan mutu, dan kuantitas, serta kontinuitas produksi dan ekspor ke negara tersebut. Daya saing Indonesia masih cukup lemah di beberapa negara seperti Jepang, USA, Korea Selatan, dan France, dan bahkan Indonesia tidak pernah memiliki pangsa pasar lebih dari 20 persen selama tahun analisis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai pasar rumput laut di negaranegara tersebut, baik terhadap kualitas rumput laut Indonesia di negara tersebut dibandingkan dengan rumput laut pesaing. Atau mungkin juga menganalisis faktor yang berpengaruh yang belum terdapat dalam penelitian ini, seperti misalnya kebijakan perdagangan, atau juga pendekatan lain. Akan tetapi, upaya peningkatan kualitas dan kuantitas serta kontinuitas ekspor Indonesia di negaranegara tersebut juga mutlak harus diperhatikan lebih serius untuk perbaikan posisi dagang dan peningkatan daya saing Indonesia di pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, JT; Zatnika, A; Purwoto, H; Istini, S. 2006. Seri Agribisnis; Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. Annisa Kartika MH. 2006. Analisis Daya Saing Teh Hitam Indonesia di Pasar Internasional (Pendekatan Analisis Data Panel). [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Ekspor Indonesia. BPS. Jakarta Chandradhy, Dwiyono. 1978. Strategi-Strategi Pemasaran di Indonesia. Lembaga Penerbit FE UI. Jakarta. Chen, K Z dan Duan Y. 2000. Competitiveness of Canadian Agri-Food Exports Againts Competitors in Asia : 1980-97 1. Volume 11. Number 4. Journal of International Food & Agribusiness Marketing. DKP. 2007. Budidaya Rumput Laut (Euchema Cottonii). Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2007. Investasi Usaha Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. DKP. 2008. Statistik Perikanan Indonesia 2008. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Eka, J. W dan Nur Hira W. 2006. Perkembangan Komoditi Rumput Laut Indonesia. PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero). Jakarta Food and Agricultural Organization of The United Nations. 2008. http://faostat.fao.org/faostat/ Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc Graw Hill. Boston Hsiao, C. 1986. Analysis of Panel Data. http://assets.cambridge.org Indriani H, Suminarsih E. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Tim Penulis PS. Cet. 6 – Jakarta. Penerbit Swadaya. Jakarta Jin, H. J dan W. W. Koo. 2003. Analysis of US Wheat Market Shares in East Asia. Center of Agricultural Policy and Trade Studies. Agribusiness & Applied Economics Report No. 524. Department of Agribusiness and Applied Economics, North Dakota University.
Lipsey, RG. 1995. Pengantar Makroekonomi. Jilid 1. Jaka Wasana, penerjemah. Binarupa Aksara. Jakarta .1997a. Pengantar Makroekonomi. Jilid 2. Agus Maulana, penerjemah. Binarupa Aksara. Jakarta Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta Nachrowi, D. N et al. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Fak. Ekonomi UI. Jakarta Porter, ME. 1998. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan Press Ltd. London. Pindyck, R. S dan D. L Rubienfield. 1998. Econometric Model and Economic Forecast. Fourth Edition. Mc Graw Hill. Singapura Risman, Amalia. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid 1. Haris Munandar, penerjemah. Binarupa Aksara. Jakarta. Suprehatin. 2006. Analisis Daya Saing Ekspor Nenas Segar Indonesia. Penelitian Dosen Muda. Bogor, LPPM IPB, 2006. Yusuf, Risna, et all. 2006. Analisis Potensi Pasar Rumput Laut di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Vol. 1 No. 1, p 101-110 Wirawan, A. 2007. Model Permintaan Rumput Laut Indonesia di Pasar Jepang. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi PerikananKelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Wolff F, Schmitt K, Hochfeld C. 2007. Competitiveness, innovation and sustainability – clarifying the concepts and their interrelations. Berlin : Institut fur angewandte Okologie.
Lampiran 1. Importir Rumput Laut Dunia berdasarkan Volume Impor Terbesar
Importir Japan China United States of America France Korea, Republic of Taiwan Province of China Denmark China, Hong Kong SAR United Kingdom Spain Negara lain Vol Impor Dunia Rasio*
1999 84,281 33,920 55,910 16,997 11,064 14,461 16,937 15,122 12,409 12,455 22,189 295,745 92.50
2000 72,660 33,307 38,529 15,914 8,434 13,289 15,266 18,225 9,291 13,740 28,460 267,115 89.35
Volume Impor per Tahun (dalam Ton) 2001 2002 2003 2004 72,162 73,061 71,204 95,293 31,380 43,400 50,436 60,253 44,577 43,896 40,467 40,772 17,937 16,637 12,232 16,467 12,092 18,001 15,693 16,084 13,539 12,808 13,564 15,947 13,341 14,739 17,021 15,534 11,167 14,928 14,488 14,959 11,611 9,429 13,532 11,060 10,919 11,471 9,517 11,181 28,507 28,461 39,286 39,172 267,232 286,831 297,440 336,722 89.33 90.08 86.79 88.37
Sumber : FAO, 2008 Ket : *) Rasio Impor 10 Negara Utama terhadap Impor Dunia (dalam persen)
2005 83,100 64,441 25,858 32,261 16,401 15,236 12,513 9,752 11,792 9,198 49,849 330,401 84.91
Total
2006 73,063 624,824 78,780 395,917 30,056 320,065 14,631 143,076 15,707 113,476 14,196 113,040 6,905 112,256 9,919 108,560 23,154 102,278 7,505 85,986 53,334 289,258 327,250 2,408,736 83.70 87.99
Ratarata 78,103 49,490 40,008 17,885 14,185 14,130 14,032 13,570 12,785 10,748 36,157 301,092 88.13
Lampiran 2. Produsen Utama Rumput Laut Dunia Berdasarkan Volume Produksi No
Negara Produsen
1
China
2
Philippines
3
Indonesia
4
Japan
5
Korea, Republic of
6
Korea, Dem. People's Rep
7
Chile
8
Norway
9
France
10
Russian Federation
11
Negara lain
12 13
Total Produksi Dunia Rasio*
1999 4,348,830 (56.58) 696,545 (9.06) 156,872 (2.04) 644,813 (8.39) 485,774 (6.32) 413,000 (5.37) 261,480 (3.40) 178,542 (2.32) 71,028 (0.92) 28,715 (0.37) 400,767 (5.21) 7,686,271 94.79
2000 4,088,316 (55.25) 707,452 (9.56) 247,939 (3.35) 619,732 (8.38) 385,771 (5.21) 401,000 (5.42) 280,844 (3.80) 192,426 (2.60) 68,409 (0.92) 56,661 (0.77) 351,009 (4.74) 7,399,464 95.26
2001 4,016,556 (54.32) 786,346 (10.64) 246,923 (3.34) 604,194 (8.17) 387,828 (5.25) 444,295 (6.01) 299,759 (4.05) 175,210 (2.37) 66,321 (0.90) 28,045 (0.38) 338,130 (4.57) 7,393,512 95.43
Volume Produksi per Tahun (dalam Ton) 2002 2003 2004 2005 4,275,494 6,317,654 7,117,491 7,618,811 (53.77) (63.56) (63.31) (61.28) 895,438 989,380 1,205,241 1,338,896 (11.26) (9.95) (10.72) (10.77) 278,811 296,510 419,247 918,366 (3.51) (2.98) (3.73) (7.39) 658,259 555,606 571,808 586,506 (8.28) (5.59) (5.09) (4.72) 507,210 456,950 555,509 635,186 (6.38) (4.60) (4.94) (5.11) 444,295 444,295 444,295 444,295 (5.59) (4.47) (3.95) (3.57) 315,660 349,099 410,291 425,343 (3.97) (3.51) (3.65) (3.42) 182,641 153,209 148,322 153,906 (2.30) (1.54) (1.32) (1.24) 73,682 69,904 64,760 23,099 (0.93) (0.70) (0.58) (0.19) 55,530 38,877 57,840 50,507 (0.70) (0.39) (0.51) (0.41) 264,618 267,573 247,766 237,068 (3.33) (2.69) (2.20) (1.91) 7,951,541 9,938,960 11,242,472 12,431,885 96.67 97.31 97.80 98.09
Sumber : FAO, 2008 Ket : Nilai dalam kurung merupakan rasio volume produksi terhadap produksi dunia (dalam persen) *) Rasio Produksi 10 Negara Utama terhadap Produksi Dunia (dalam persen)
2006 7,397,048 (58.84) 1,469,219 (11.69) 1,174,996 (9.35) 568,366 (4.52) 777,200 (6.18) 444,300 (3.53) 334,674 (2.66) 145,429 (1.16) 19,022 (0.15) 66,372 (0.53) 174,340 (1.39) 12,570,867 98.61
2007 7,412,955 (56.33) 1,505,421 (11.44) 1,733,705 (13.17) 563,800 (4.28) 808,754 (6.15) 444,300 (3.38) 339,024 (2.58) 134,671 (1.02) 28,925 (0.22) 28,384 (0.22) 159,235 (1.21) 13,159,075 98.79
Total
Rata-Rata
52,593,155 (58.58) 9,593,938 (10.69) 5,473,369 (6.10) 5,373,084 (5.99) 5,000,182 (5.57) 3,924,075 (4.37) 3,016,174 (3.36) 1,464,356 (1.63) 485,150 (0.54) 410,931 (0.46) 2,440,506 (2.72) 89,774,047 97.28
5,843,684 (58.14) 1,065,993 (10.57) 608,152 (5.43) 597,009 (6.38) 555,576 (5.57) 436,008 (4.59) 335,130 (3.45) 162,706 (1.76) 53,906 (0.61) 45,659 (0.47) 271,167 (3.03) 9,974,894 96.97
Lampiran 3. Eksportir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Volume Ekspor Terbesar No
Eksportir Dunia
1
China
2
Indonesia
3
Chile
4
Philippines
5
Korea, Republic of
6
Mexico
7
Tanzania, United Rep. of
8
Morocco
9
Ireland
10
Australia
11
Negara lain
12 13
Ekspor Dunia Rasio*
1999 57,955 (22.56) 25,084 (9.77) 40,261 (15.67) 32,311 (12.58) 26,515 (10.32) 34,755 (13.53) 3,868 (1.51) 4,019 (1.56) 1,308 (0.51) 3,964 (1.54) 26,826 (10.44) 256,866 89.56
2000 50,868 (21.33) 23,074 (9.68) 35,175 (14.75) 49,081 (20.58) 23,176 (9.72) 15,080 (6.32) 5,359 (2.25) 4,767 (2.00) 1,115 (0.47) 2,700 (1.13) 28,095 (11.78) 238,490 88.22
Volume Ekspor per Tahun (dalam Ton) 2001 2002 2003 2004 56,856 63,167 50,728 58,585 (22.25) (25.30) (19.87) (19.46) 27,874 28,559 40,162 51,010 (10.91) (11.44) (15.73) (16.94) 38,508 32,000 45,577 44,671 (15.07) (12.82) (17.85) (14.84) 32,561 31,064 31,100 32,181 (12.74) (12.44) (12.18) (10.69) 20,665 19,006 22,510 31,615 (8.09) (7.61) (8.82) (10.50) 28,325 22,409 18,539 17,406 (11.09) (8.97) (7.26) (5.78) 10,294 12,745 9,797 7,605 (4.03) (5.10) (3.84) (2.53) 4,935 4,650 5,275 5,611 (1.93) (1.86) (2.07) (1.86) 3,782 3,518 2,750 5,541 (1.48) (1.41) (1.08) (1.84) 3,370 5,000 1,800 6,500 (1.32) (2.00) (0.71) (2.16) 28,351 27,587 27,064 40,335 (11.10) (11.05) (10.60) (13.40) 255,521 249,705 255,302 301,060 88.90 88.95 89.40 86.60
Sumber : FAO, 2008 Ket : Nilai dalam kurung merupakan rasio volume ekspor terhadap volume ekspor dunia (dalam persen) *) Rasio Ekspor 10 Eksportir Utama terhadap ekspor dunia (dalam persen)
2005 49,114 (16.87) 69,226 (23.78) 46,997 (16.14) 22,008 (7.56) 30,294 (10.41) 145 (0.05) 9,361 (3.22) 8,461 (2.91) 9,529 (3.27) 7,500 (2.58) 38,465 (13.21) 291,100 86.79
2006 46,998 (15.74) 95,588 (32.02) 41,498 (13.90) 19,331 (6.48) 19,909 (6.67) 364 (0.12) 7,496 (2.51) 6,973 (2.34) 12,566 (4.21) 8,600 (2.88) 39,201 (13.13) 298,524 86.87
Total 434,271 (20.23) 360,577 (16.80) 324,687 (15.13) 249,637 (11.63) 193,690 (9.02) 137,023 (6.38) 66,525 (3.10) 44,691 (2.08) 40,109 (1.87) 39,434 (1.84) 255,924 (11.92) 2,146,568 xxx
Rata-rata 54,284 (20.42) 45,072 (16.28) 40,586 (15.13) 31,205 (11.91) 24,211 (9.02) 17,128 (6.64) 8,316 (3.12) 5,586 (2.07) 5,014 (1.78) 4,929 (1.79) 31,991 (11.84) 268,321 88.16
Lampiran 4. Eksportir Utama Rumput Laut Dunia berdasarkan Nilai Ekspor Terbesar No
Eksportir
1
China
2
Korea, Republic of
3
Philippines
4
Chile
5
Indonesia
6
Japan
7
United States of America
8
France
9
Morocco
10
Canada
11
Negara lain
12
Nilai Ekspor Dunia
1999 89,001 (24.54) 103,729 (28.60) 44,044 (12.14) 28,403 (7.83) 16,284 (4.49) 16,175 (4.46) 9,096 (2.51) 5,952 (1.64) 4,980 (1.37) 6,132 (1.69) 38,935 (10.73) 362,642
2000 86,235 (24.90) 92,117 (26.60) 46,516 (13.43) 24,145 (6.97) 15,671 (4.53) 15,560 (4.49) 10,027 (2.90) 6,768 (1.95) 5,240 (1.51) 6,727 (1.94) 37,303 (10.77) 346,220
Nilai Ekspor per Tahun (dalam Ribu US$) 2001 2002 2003 2004 85,952 95,024 95,865 113,852 (25.21) (27.89) (26.19) (26.87) 86,522 81,857 87,463 94,339 (25.38) (24.03) (23.89) (22.26) 38,472 33,860 33,134 35,818 (11.29) (9.94) (9.05) (8.45) 26,012 22,353 28,028 30,393 (7.63) (6.56) (7.66) (7.17) 17,230 15,786 20,511 25,296 (5.05) (4.63) (5.60) (5.97) 13,936 15,758 15,058 20,067 (4.09) (4.63) (4.11) (4.74) 11,956 13,243 16,053 17,756 (3.51) (3.89) (4.38) (4.19) 6,877 9,173 10,932 9,133 (2.02) (2.69) (2.99) (2.16) 5,031 4,768 6,264 7,103 (1.48) (1.40) (1.71) (1.68) 5,211 5,985 6,867 7,315 (1.53) (1.76) (1.88) (1.73) 43,689 42,885 45,920 62,648 (12.82) (12.59) (12.54) (14.79) 340,801 340,605 366,008 423,635
Sumber : FAO, 2008 Ket : Nilai dalam kurung merupakan rasio nilai ekspor terhadap nilai ekspor dunia (dalam persen)
2005 108,945 (25.38) 87,857 (20.47) 28,629 (6.67) 35,604 (8.30) 35,555 (8.28) 22,393 (5.22) 14,101 (3.29) 8,714 (2.03) 13,706 (3.19) 8,119 (1.89) 65,585 (15.28) 429,123
2006 119,545 (26.63) 88,486 (19.71) 25,327 (5.64) 33,604 (7.49) 49,586 (11.05) 17,786 (3.96) 9,114 (2.03) 10,540 (2.35) 18,607 (4.15) 9,547 (2.13) 66,747 (14.87) 448,804
Total 794,419 (25.97) 722,370 (23.62) 285,800 (9.34) 228,542 (7.47) 195,919 (6.41) 136,733 (4.47) 101,346 (3.31) 68,089 (2.23) 65,699 (2.15) 55,903 (1.83) 403,712 (13.20) 3,057,836
Rata-rata 99,302 (25.95) 90,296 (23.87) 35,725 (9.58) 28,568 (7.45) 24,490 (6.20) 17,092 (4.46) 12,668 (3.34) 8,511 (2.23) 8,212 (2.06) 6,988 (1.82) 50,464 (13.05) 382,230
Lampiran 5. Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia Jenis CHOLORPHYCEAE 1 Caulerpa racemosa Caulerpa 2 sertularioides 3 Caulerpa serrulata 4 Caulerpa peltata 5 Ulva reticulata 6 Ulca lactula 7 Codium tomentosum 8 Chaetomorpha crasa
Lokasi Kep. Seribu, Jawa Tengah, Lombok, NTT, Maluku Kep. Seribu, Jawa Tengah, Maluku, Sumba, Sumatera Utara, P. Komodo Kep. Seribu, Kep. Tukang Besi, Jawa Tengah, Timor, Maluku, Irian Bangka, Sulawesi, Kep. Seribu, Bone P. Komodo, Kep. Seribu, Jawa Tengah, Kep. Take Bone Rate P. Sulu, P. Kei, Sulawesi, Jawa Tengah, Lombok, Sumba, Banda Sulawesi, Lombok, Maluku Maluku
PHAEOPHYCEAE 1 Dictyota dichotoma 2 Hormophysa sp. Hydroclathus 3 clathatus 4 Padina australis 5 Sargassum siliquosum 6 Turbinaria conoides
Kep. Seribu, Sulawesi, Kep. Kangean, Bali, P. Komodo Sumatera Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Timor, Sumbawa, Kep. Seribu Jawa, Sumatera, Ambon, Sumba, Sulawesi, Kep. Seribu Jawa, Sulawesi, P. Kei, Sumatera Utara, Lombok, Aru, Irian Jawa, Sumatera, Sulawesi, Irian, Maluku, Flores
Lampiran 5. Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia (Lanjutan) Jenis
Lokasi
RHODOPHYCEAE 1
Acanthophora sp.
Kep. Kangean, Lombok, Sumatera Utara, Kep. Seribu, Dobo, Bawean
2
Corallposis minor
Bali
3
Euchema cottonii
Bali, Maluku, Sulawesi Tengah, Selat Alas, Sumba
4
Euchema edule
Kep. Seribu, Jawa Tengah, Bali, Madura, Sumatera Utara, Riau, Sulawesi, Maluku, Lombok, P. Komodo
5
Euchema muricatum
Seram, P. Komodo, Bali, Sulawesi, Kep. Seribu
6
Euchema spinosu
Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kep. Seribu, Maluku, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB
7
Euchema striatum
Kep. Seribu
8
Gelidiopsis rigida
Lingga
9
Gelidium sp.
Jawa, Ambon, Riau, Sumatera Utara, Bali, NTB, NTT
10
Gracillaria coronopifolia
Sumatera Utara, Jawa Tengah
11
Gracillaria lichenoides
12
Gracillaria sp.
Bangka, Maluku, NTB Pantai Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Kep. Seribu, Kep. Tukang Besi, Bali, NTT
13
Gracillaria taenoides
Bangka
14
Gymnogongrus javanicus
Bangka
15
Hypnea cerviorni
Riau, Jawa Tengah, NTT, Maluku, Bali
16
Hypnea sp.
Kalimantan, Jawa, Bali, Maluku, NTT, NTB
17
Sarcodia montegneana
Lombok
Lampiran 6. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Pooled OLS Dependent Variable: MS? Method: Pooled Least Squares Date: 06/11/09 Time: 16:17 Sample: 1999 2006 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 80 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 31.40847 9.982121 3.146472 Q? 0.000826 0.000708 1.167194 PX? -2.311542 0.538481 -4.292711 NT? -0.001180 0.000275 -4.284976 GDP? -0.000560 0.000338 -1.659030 PR? 1.84E-05 6.84E-06 2.693311 R-squared 0.412936 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.373269 S.D. dependent var S.E. of regression 19.83115 Sum squared resid F-statistic 10.41019 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.000000
Prob. 0.0024 0.2469 0.0001 0.0001 0.1013 0.0087 23.16071 25.04998 29102.32 0.529827
Lampiran 7. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect
Dependent Variable: MS? Method: Pooled Least Squares Date: 06/11/09 Time: 16:19 Sample: 1999 2006 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 80 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Q? PX? NT? GDP? PR? Fixed Effects _CHINA--C _HONGKONG--C _PHILIPPINES--C _JAPAN--C _SPAIN--C _DENMARK--C _USA--C _SOUTHKOREA--C _UK--C _FRANCE--C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.001638 0.000376 4.354195 0.449050 0.436228 1.029393 -0.002792 0.000920 -3.035426 0.001598 0.000830 1.926277 1.07E-06 6.02E-06 0.176978 -3.037408 -23.18204 61.93353 -49.53795 -5.358863 -24.95894 -33.11457 -21.61615 -0.875909 -34.70629 0.858516 0.828043 10.38766 28.17259 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.0000 0.3071 0.0035 0.0584 0.8601
23.16071 25.04998 7013.730 1.903028
Lampiran 8. Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect Dependent Variable: MS? Method: GLS (Variance Components) Date: 06/11/09 Time: 16:20 Sample: 1999 2006 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 80 Variable C Q? PX? NT? GDP? PR? Random Effects _CHINA--C _HONGKONG--C _PHILIPPINES--C _JAPAN--C _SPAIN--C _DENMARK--C _USA--C _SOUTHKOREA--C _UK--C _FRANCE--C
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 8.607124 13.36784 0.643868 0.5217 0.001520 0.000327 4.650099 0.0000 -0.223401 1.211121 -0.184458 0.8542 -0.001893 0.001237 -1.530930 0.1301 0.000451 0.000550 0.820451 0.4146 8.68E-06 5.52E-06 1.573798 0.1198 -10.75330 -0.035294 52.49684 -22.81197 10.63987 -2.122666 -9.164150 -11.21277 7.665090 -14.70165
GLS Transformed Regression R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat Unweighted Statistics including Random Effects R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.838627 0.827723 10.39730 1.703503
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
23.16071 25.04998 7999.691
0.853176 0.843256 9.917523 1.872311
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
23.16071 25.04998 7278.437
Lampiran 9. Data Panel id _china _china _china _china _china _china _china _china _hongkong _hongkong _hongkong _hongkong _hongkong _hongkong _hongkong _hongkong _philippines _philippines _philippines _philippines _philippines _philippines _philippines _philippines _japan _japan _japan _japan _japan _japan _japan _japan _spain _spain _spain _spain _spain _spain _spain _spain _denmark _denmark _denmark _denmark _denmark _denmark _denmark
q 806 1,212 1,603 4,187 9,337 13,785 24,926 35,834 6,857 9,157 7,809 7,164 7,867 9,214 8,385 15,674 1,205 140 1,523 1,472 4,574 5,302 8,060 11,145 438 305 188 179 392 202 375 537 3,451 3,838 4,359 4,700 3,364 4,716 4,736 4,431 3,148 2,574 3,954 3,948 4,499 6,294 3,754
px 0.43 0.28 0.28 0.61 0.34 0.29 0.31 0.36 0.38 0.36 0.44 0.29 0.39 0.29 0.27 0.29 0.38 0.61 0.79 0.51 0.53 0.64 0.53 0.54 8.06 9.88 14.35 11.20 5.76 9.63 6.15 6.74 0.69 0.63 0.37 0.50 0.53 0.51 0.47 0.39 0.59 0.63 0.51 0.54 0.59 0.67 0.72
nt 930.986 996.017 1298.601 1185.653 1096.098 1139.234 1245.857 1211.927 993.252 1058.145 1378.075 1258.776 1165.559 1210.609 1312.624 1243.898 197.164 186.575 210.786 190.259 167.457 168.259 185.330 188.306 67.776 76.473 88.441 78.382 78.304 87.175 92.705 83.039 49.340 45.623 57.795 55.604 61.610 70.411 76.246 72.862 1103.977 1018.739 1290.242 1244.874 1379.586 1574.508 1702.578
gdp 2110 2330 2560 2830 3180 3590 4100 4690 24570 26530 27520 27920 29810 32980 35720 39860 2320 2480 2540 2640 2790 3000 3200 3420 24560 25910 26630 27260 27960 29600 31030 32950 19640 21120 22230 23700 24470 25620 26980 28950 26710 28180 29040 30400 30270 32470 33740
pr 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366
ms 2.38 3.64 5.11 9.65 18.51 22.88 38.68 45.49 22.86 25.96 36.54 26.76 30.18 30.43 44.47 85.23 93.05 9.89 54.03 67.93 78.35 100.00 88.16 96.44 0.52 0.42 0.26 0.25 0.55 0.21 0.45 0.73 27.71 27.93 39.92 40.97 35.35 42.18 51.49 59.04 18.59 16.86 29.64 26.79 26.43 40.52 30.00
Lampiran 9. Data Panel (Lanjutan) id _denmark _usa _usa _usa _usa _usa _usa _usa _usa _southkorea _southkorea _southkorea _southkorea _southkorea _southkorea _southkorea _southkorea _uk _uk _uk _uk _uk _uk _uk _uk _france _france _france _france _france _france _france _france
q 2,125 2,299 980 1,662 1,804 2,128 1,750 1,065 5,751 1,335 639 605 229 1,510 1,152 5,143 3,843 370 806 714 499 400 395 832 848 3,572 1,217 1,617 1,833 1,355 1,575 2,919 604
px 0.39 0.56 0.47 0.49 0.60 0.51 0.80 1.22 0.67 0.96 0.96 0.58 0.39 0.65 0.53 0.57 0.59 1.45 1.71 1.43 1.15 1.20 1.14 2.22 2.85 0.23 0.35 0.20 0.33 0.29 0.19 0.28 0.91
nt 1625.453 7706.960 8245.440 10748.530 9818.040 9076.730 9429.210 10208.790 9662.770 6.477 7.288 8.321 7.851 7.615 8.228 9.969 10.124 12466.102 12473.497 15474.410 14726.147 14822.174 17272.375 18556.752 17779.606 1251.531 1157.257 1465.992 1410.419 1562.754 1786.003 1934.003 1848.175
gdp 35800 33280 35190 35810 36370 37580 39860 42040 44210 14870 16370 17320 18690 19050 20470 21310 23110 23760 25590 27310 28920 29890 31970 32850 34050 24680 26380 27860 28790 28450 29440 30910 32210
pr 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996 156,872 247,939 246,923 278,811 296,510 419,247 918,366 1,174,996
ms 30.77 4.11 2.54 3.73 4.11 5.26 4.28 4.12 19.13 12.07 7.58 5.00 1.27 9.62 7.16 31.36 24.47 2.98 8.68 6.15 5.29 2.96 3.57 7.06 3.66 21.02 7.65 9.01 11.02 11.08 9.56 9.05 4.13
Lampiran 10. Posisi Daya Saing Ekspor Rumput Laut Indonesia Negara China China China China China China China China Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Hongkong Philippines Philippines Philippines Philippines Philippines Philippines Philippines Philippines Japan Japan Japan Japan Japan Japan Japan Japan Spain Spain Spain Spain Spain Spain Spain Spain Denmark Denmark Denmark Denmark Denmark Denmark Denmark Denmark
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pangsa Pasar (%) -0.58 0.28 0.44 5.61 14.75 22.68 41.98 61.19 24.88 31.68 30.20 30.08 34.58 41.81 45.07 64.10 67.40 66.15 68.52 68.56 73.97 75.68 80.95 86.63 -5.98 -3.14 -0.22 -0.57 -1.53 2.62 4.15 8.05 32.02 35.10 37.57 40.58 39.64 43.79 46.49 49.39 20.23 21.99 24.81 27.15 27.51 33.59 31.66 32.63
Keterangan Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing
Lampiran 10. Posisi Daya Saing Ekspor Rumput Laut Indonesia (Lanjutan) Negara USA USA USA USA USA USA USA USA South Korea South Korea South Korea South Korea South Korea South Korea South Korea South Korea United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom United Kingdom France France France France France France France France
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pangsa Pasar (%) 2.74 2.18 -2.69 1.11 5.63 7.93 8.84 21.53 4.91 6.26 7.55 9.08 11.89 13.65 22.07 23.10 3.71 7.54 1.64 5.86 7.02 3.60 3.15 7.82 7.36 6.63 8.73 10.81 9.06 10.47 15.18 14.26
Keterangan Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Berdaya Saing Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing Tidak Berdaya Saing
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Uji CHOW Uji CHOW dilakukan dengan perhitungan berdasarkan rumus uji F sebagai berikut :
FN+T-2,NT-N-K = F10-1,80-10-5 = F9,65 = F9,6 = F9,65 = 22.745 Fhitung adalah 22.745 Ftabel (9,65) adalah 2.56 Maka, Fhitung > Ftabel, dengan demikian tolak H0 Maka, kesimpulan yang diperoleh yaitu metode fixed effect lebih sesuai daripada metode pooled OLS.
Lampiran 12. Uji Hausman pool p1 _china _hongkong _philippines _japan _spain _denmark _usa _southkorea _uk _france pool p2 _china _hongkong _philippines _japan _spain _denmark _usa _southkorea _uk _france p1.ls(f) ms? q? px? nt? gdp? pr?(-1) p2.ls(r) ms? q? px? nt? gdp? pr?(-1) smpl @all vector bf=p1.@coefs matrix covarf=p1.@coefcov scalar nf=@columns (covarf) vector bff=@subextract (bf,1,1,nf,1) matrix covarff=covarf vector br=p2.@coefs matrix covarr=p2.@coefcov scalar nr=p2.@ncoefs vector brr=@subextract (br,2,1,nr,1) matrix covarrr=@subextract (covarr,2,2,nr,nr) matrix bdiff=bff-brr matrix vardiff=covarff-covarrr matrix qform=@transpose (bdiff)*@inverse (vardiff)*bdiff if qform (1,1) >= 0 then table (4,2) result setcell (result,1,1,"Hausman test") setcell (result,2,1,"(fixed versus random effects)") setcolwidth (result,2,15) setline (result,3) setline (result,6) !df = @rows (bdiff) setcell (result,4,1,"Chi-square ("+@str(!df) + "d.f.)","r") setcell (result,4,2,qform(1,1)) setcell (result,5,1,"p-value","r") result (5,2) =1-@cchisq(qform(1,1),!df) show result else statusline "Quadratic form is negative" endif if result(5,2) <.01 then result (7,1) = "Random Effect , %1 percent level" else if result (5,2) <.05 then result (7,1) = "Random Effect , %5 percent level" else result (7,1) = "Fixed Effect" endif endif
Catatan : 1. Program ini ditulis apa adanya dan disimpan dalam bentuk *.prg 2. Kemudian di-running dengan cara : Menu – Run – file program sesuai dengan tempatnya (path), sebagai contoh : E:\h-test.prg