ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Disusun Oleh : Sri Anna Febriyanthi A14303077
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS PERTANIAN DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh : Nama
: Sri Anna Febriyanthi
NRP
: A14303077
Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Judul
: Analisis Daya Saing Ekspor Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yeti Lis Purnamadewi M.Sc NIP 131 967 243 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL “ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA
DI
PASAR
INTERNASIONAL”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
DAN
TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
BOGOR, JANUARI 2008
Sri Anna Febriyanthi A14303077
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 26 Februari 1986, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Azwir Udjang, SH dan Ibu Dra. Sri Darmawati. Pada Tahun 1997 penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Karang Pawulang IV Bandung, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bandung dan lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama, penulis diterima di SMU Negeri 7 Bandung dan lulus pada tahun 2003. Penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003 dan diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa perkuliahan penulis aktif dalam UKM Paduan Suara Mahasiswa IPB Agriaswara menjabat sebagai Departemen Kesejahteraan serta aktif di Radio Komunitas IPB Agri FM sebagai penyiar.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugerah, berkat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Analisis Daya Saing Ekspor Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Beberapa tahun terakhir pangsa pasar ekspor teh Indonesia di pasar internasional mengalami penurunan, salah satu penyebabnya adalah munculnya pesaing baru seperti Vietnam. Jika dilihat dari sisi komparatif Indonesia memiliki keunggulan pada iklim serta perkebunan teh yang luas. Hal inilah yang mendorong penulis untuk menganalisis daya saing ekspor komoditi teh Indonesia dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Revealed Comparative Advantage digunakan untuk menjelaskan kekuatan daya saing komoditi teh secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen teh dibandingkan negara lainnya dalam pasar teh internasional. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin berterimakasih kepada Ibu Ir. Yeti Lis Purnamadewi M.Sc selaku pembimbing skripsi, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak serta dapat memenuhi apa yang diharapkan.
Bogor, Januari 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis bermaksud untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain sebagai berikut: 1. Ir. Yeti Lis Purnamadewi M. Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis. 2. Tanti Novianti, SP, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama. 3. Adi Hadianto, SP yang telah bersedia menjadi dosen penguji wakil departemen. 4. Ayah dan mama tercinta, Uda Kunce, Uni Okey dan Ayu (my lovely sisters) atas doa dan dukungannya. 5. Kel. Datuk Panjang (Solok, Sumatera Barat), Kel. Sukri Bay, Kel. Sujasmanoor, dan Kel. Sumeidi yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di IPB. 6. Denny Bintoro atas kesabaran, doa dan dukungan yang diberikan pada penulis. 7. Cencen and Co: Mak Cen, Chika, Afwan, dan Gading terimakasih atas ketulusan, perhatian dan dukungannya 8.
Ocha My Soulmates seperjuangan di Agri FM
9. LINE_UP Crew: Roy, Irvan, Iben dan Akbar 10. Crew All Cutes: Mba Hesti, Mba Neni, Dwita, Sunsun, Dini and Nume 11. Temen KKP : Aga, Anin, Wira, Nono Brownis, Irma Kring2, Arie chubby 12. Diyan, Agung, Irwan teman satu bimbingan 13. EPS 40: Yany, Febby, Itoh, Iwan (terimakasih banyak atas kesediaan mengajarkan RCA), Icha, Ajeng, Damar, Agung, Silvi, Tati, Pipit, Angke, Ima.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8 1.4 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 10 2.1 Keragaan Jenis Teh........................................................................................ 10 2.2 Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Dunia ........................................... 13 2.3 Perkembangan Konsumsi Teh Dunia ............................................................ 14 2.4 Pemasaran Teh Indonesia .............................................................................. 16 2.5 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 25 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................................... 25 3.1.1 Struktur Pasar....................................................................................... 25 3.1.2 Konsep Daya Saing.............................................................................. 29 a. Konsep Keunggulan Komparatif......................................................30 b. Keunggulan Kompetitif Suatu Negara............................................ 32 3.1.3 Teori Perdagangan Internasional.........................................................38 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................. 43 IV. METODE PENELITIAN .............................................................................. 46 4.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 46 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ 46 4.2.1 Analisis Struktur Pasar......................................................................47
iii
4.2.2 Analisis Keunggulan Komparatif ..................................................... 51 4.2.3 Analisis Keunggulan Kompetitif ...................................................... 52 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA ..........................................................................................54 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia ...................................................... 54 5.2 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia ......................................................... 59 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL ....................................................................65 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 ................................................................................................... 65 6.2 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090220 ................................................................................................... 68 6.3 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hitam HS 090230 ................................................................................................... 70 6.4 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hitam HS 090240 ................................................................................................... 72 VII. DAYA SAING KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ......................................................................................75 7.1 Analisis Keunggulan Komparatif Kelompok Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional ................................................................. 75 7.1.1 Analisis Keunggulan Komparatif Kelompok Komoditi Teh Hijau HS 090210.......................................................................75 7.1.2 Analisis Keunggulan Komparatif Kelompok Komoditi Teh Hijau HS 09022 ........................................................................ 76 7.1.3 Analisis Keunggulan Komparatif Kelompok Komoditi Teh Hitam HS 090230 ..................................................................... 79 7.1.4 Analisis Keunggulan Komparatif Kelompok Komoditi Teh Hitam HS 090240 ..................................................................... 81 7.2 Keunggulan Kompetitif Komoditi Teh Indonesia : Analisis Teori Berlian Porter (Porters Diamond Teory) ........................... 83 7.2.1 Kondisi Faktor Sumberdaya ............................................................ 83 A. Sumberdaya Alam ..................................................................... 83 B. Sumberdaya Manusia ................................................................. 86 C. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan danTeknologi .......................... 88 D. Sumberdaya Modal .................................................................... 91
iv
E. Sumberdaya Infrastruktur........................................................... 93 7.2.2 Kondisi Permintaan ......................................................................... 94 7.2.3 Industri Pendukung dan Terkait ...................................................... 96 7.2.4 Persaingan, Struktur dan Strategi .................................................... 98 7.2.5 Peran Pemerintah ............................................................................. 99 7.2.6 Kesempatan ..................................................................................... 102 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................104 8.1 Kesimpulan ................................................................................................. 104 8.2 Saran ........................................................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................107 LAMPIRAN ......................................................................................................111
v
DAFTAR TABEL No
Hal
1. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah), 2002-2005 ........................................................ 1 2. Nilai Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 2001 – 2005 (dlm juta US$) ................ 2 3. Perbandingan Volume Ekspor Teh Indonesia dengan Beberapa Negara Produsen Teh lainnya (Ton) ................................................................................. 3 4. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Tahun 2001 – 2005 ................................. 4 5. Perbandingan Produksi dan Konsumsi teh Dunia Tahun 2001 – 2005 ................ 5 6. Kode HS Produk Pertanian untuk Komoditi Teh ................................................ 12 7. Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Menurut Negara Produsen Tahun 2004 – 2005 .............................................................................................. 13 8. Volume Impor untuk Konsumsi Berdasarkan Negara Konsumen Utama (Ton) Tahun 2004 – 2005....................................................................................15 9. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya..........................................................24 10. Macam-macam Pasar dan Cirinya.......................................................................25 11. Tipe Pasar mulai dari Monopoli Murni sampai dengan Persaingan Murni.........51 12. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Periode 1996 – 2005............................54 13. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Periode 1996 – 2005........................56 14. Perkembangan Produktivitas Teh Indonesia Tahun 1996 – 2005.......................57 15. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hijau HS 090210 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %)........61 16. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hijau HS 090220 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %)........62 17. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hitam HS 090230 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %)........63
vi
18. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hitam HS 090240 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %).......64 19. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hijau HS 090210 Tahun 2001 – 2005..........................................................65 20. Pangsa Pasar Produsen Teh Hijau HS 090210 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 – 2005........................................................66 21. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hijau HS 090220 Tahun 2001 – 2005..........................................................68 22. Pangsa Pasar Produsen Teh Hijau HS 090220 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 – 2005........................................................70 23. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hitam HS 090230 Tahun 2001 – 2005.........................................................71 24. Pangsa Pasar Produsen Teh Hitam HS 090230 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 – 2005........................................................71 25. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hitam HS 090240 Tahun 2001 – 2005.........................................................73 26. Pangsa Pasar Produsen Teh Hitam HS 090240 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 – 2005........................................................74 27. Nilai RCA Komoditi Teh Hijau HS 090210 di Pasar Internasional Tahun 2001 – 2005........................................................................75 28. Nilai RCA Komoditi Teh Hijau HS 090220 di Pasar Internasional Tahun 2001 – 2005........................................................................77 29. Nilai RCA Komoditi Teh Hitam HS 090230 di Pasar Internasional Tahun 2001 – 2005........................................................................80 30. Nilai RCA Komoditi Teh Hitam HS 090240 di Pasar Internasional Tahun 2001 – 2005........................................................................82 31. Perkembangan Konsumsi Teh Per kapita Indonesia Tahun 1997-2005..............95
vii
DAFTAR GAMBAR No
Hal
1. Jalur Tataniaga Ekspor Teh Indonesia.............................................................. 18 2.
“The National Diamond System” ................................................................. 33
3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional .................................................. 42 4. Kerangka Operasional ...................................................................................... 45 5. Negara-negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia .................................................. 60
viii
DAFTAR LAMPIRAN No
Hal
1. Negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia Berdasarkan Kode HS..............................111 2. Perkembangan Ekspor Teh Vietnam....................................................................111 3. Perkembangan Harga Teh Dunia (dalam dollar per kg).......................................111 4. Nilai Ekspor Komoditi Teh Hijau HS 090210 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005(US$).......112 5. Nilai Ekspor Komoditi Teh Hijau HS 090220 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (US$)......112 6. Nilai Ekspor Komoditi Teh Hitam HS 090230 Sri Lanka, India, Kenya, Cina,Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (US$).......113 7. Nilai Ekspor Komoditi Teh Hitam HS 090240 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (US$)........113
ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia. Menurut BPS (2006), sampai tahun 2005 sektor pertanian menyumbang 14,54 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha serta menyerap 44,04 persen tenaga kerja dari 94,9 juta angkatan kerja nasional. Tabel. 1 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah) Tahun 2002-2005 Lapangan Usaha Sektor Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Total Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Produk Domestik Bruto Sumber: BPS, 2006
2002
2003
2004
2005
114 981,5 37 073,3 29 430,5 17 125,4 33 002,8 231 613,5
119 164,8 38 693,9 30 647,0 17 213,7 34 667,9 240 387,3
122 611,7 39 548,0 31 672,5 17 333,8 37 056,8 248 222,8
125 757,5 40 429,9 32 581,2 16 981,9 38 640,8 254 391,3
169 932,0
167 603,8
160 100,4
162 642,0
419 387,8 9 868,2 84 469,8
441 754,9 10 349,2 89 621,8
469 952,4 10 889,8 96 333,6
491 699,5 11 596,6 103 403,8
243 266,6
256 516,6
271 104,9
294 396,3
76 173,1
85 458,4
96 896,7
109 467,1
131 523,0
140 374,4
151 187,8
161 959,6
138 982,4 1 505 216,4
145 104,9 1 557 171,3
152 137,3 1 656 825,7
159 990,7 1 749 546,9
Sektor pertanian mencakup sub sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan dan hasil-hasilnya. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian terutama
2
dalam penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap produk domestik bruto. Pada tahun 2005, pendapatan nasional dari sub sektor perkebunan atas dasar harga konstan sebesar 40.429,9 miliar rupiah yaitu menyumbang sebesar 2,31 persen terhadap PDB atau sebesar 15,89 persen terhadap sektor pertanian. Komoditi teh (Camelia sinensis) merupakan salah satu komoditi sub sektor perkebunan yang penting karena khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan. Bagi Indonesia teh selain bermanfaat untuk kesehatan juga merupakan salah satu penghasil devisa yang diandalkan. Komoditi ini menjadi salah satu usaha andalan pemerintah karena memberikan kontribusi ekspor cukup besar diantara komoditi pertanian lainnya. Menurut data BPS tahun 2005, komoditi teh turut menyumbang devisa negara sebesar US$ 48 juta. Selain itu teh juga berperan dalam penyedia lapangan kerja dan pelestarian lingkungan. Tabel 2. Nilai Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 2001 – 2005 (dlm juta US$) Komoditi Getah Karet Kopi Udang Teh Rempah-rempah Tembakau Biji Coklat Ikan Biji-bijian Mutiara Damar Sayur-sayuran Buah-buahan Lainnya Total
2001 7,5 182,5 940,1 94,6 174,2 80,8 276,5 358,8 5,2 25,1 17,9 29,9 31,7 213,7 2.438,5
2002 6,8 218,8 840,4 98,1 188,1 66,5 521,3 377,6 9,7 11,4 22,5 33,2 45,8 130,2 2.570,4
2003 12,3 251 852,7 91,8 186,3 44,5 410,4 424,1 11,8 17,2 20,8 33,2 54,1 116 2.526,2
2004 14,7 281,5 824,0 64,8 153,7 45,6 370,2 470,7 23,2 5,9 16,8 29,9 61,4 133,7 2496,2
2005 6,4 497,7 846,9 48,0 138,0 62,9 468,2 480,5 31,1 7,2 15,4 28,7 62,7 132,6 2826,3
Sumber: BPS,2006
Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir komoditi teh terbesar kelima di dunia memandang bahwa liberasi perdagangan dunia merupakan peluang yang cukup terbuka bagi industri teh. Di sisi lain hal ini dipandang
3
sebagai tantangan untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan produk teh yang semakin kompetitif di pasar internasional. Peningkatan daya saing komoditi merupakan tantangan terbesar bagi komoditi teh di Indonesia, terutama untuk menghadapi era perdagangan bebas. Mengingat iklim persaingan yang semakin ketat, ditambah lagi dengan sudah tidak diberlakukannya kuota menyebabkan komoditi teh nasional mendapat ancaman serius dari negara-negara yang juga merupakan negara produsen teh seperti Vietnam. Daya saing komoditi teh suatu negara produsen teh dapat dikaji secara umum dari kinerja pertumbuhan ekspor tehnya. Menurut ITC (2006), komoditi teh Indonesia sebanyak 62 persen dari total produksi Indonesia diperuntukkan untuk ekspor. Hal ini menjadi sangat penting karena memberi manfaat secara ekonomi bagi negara yaitu kontribusi terhadap devisa negara serta posisi daya saing teh Indonesia di dunia. Total ekspor komoditi teh Indonesia sejak tahun 2001 – 2005 cukup mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ekspor teh Indonesia secara keseluruhan bernilai US$ 121.496.000. Namun, penguasaan pangsa pasar ekspor teh Indonesia terhadap total ekspor teh dunia dalam lima tahun terakhir menurun yaitu pada tahun 2001 sebesar 7,2 persen dan terus menurun sampai 6,6 persen pada tahun 2005 (tabel 3). Tabel 3. Perbandingan Volume Ekspor Teh Indonesia dengan Beberapa Negara Produsen Teh lainnya (Ton) Negara 2001 China 249 678 India 179 857 Kenya 258 118 Sri Lanka 287 503 Indonesia 99 721 Grand Total 1 388 920 Sumber: ITC, 2006
2002 252 273 198 087 272 459 285 985 100 185 1 437 925
2003 259 980 170 277 269 268 290 567 88 175 1 397 389
2004 280 193 193 908 333 802 290 604 98 572 1 536 141
2005 286 563 188 208 339 134 298 769 102 294 1 556 511
4
Ekspor teh Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua jenis yaitu teh hijau (Green Tea) dan Teh hitam (Black Tea). Menurut ITC (2006), selama periode tahun 2001-2005 teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam yakni berkisar antara 90,68 – 96,24 persen dari total volume ekspor teh, sedangkan sisanya berkisar antara 3,76 – 9,32 persen saja yang berupa teh hijau. Rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia periode 20012005 sebesar -13,29 persen. Pada tahun 2005 volume ekspor teh hijau mencapai angka sebesar 9 531 ton atau 9,32 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 23,13 juta, sedangkan teh hitam volume ekspornya mencapai 92 763 ton atau 90,68 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 98,4 juta. Perkembangan teh hijau dan teh hitam Indonesia tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Tahun 2001 – 2005 Teh Hijau Volume Nilai (ton) (000US$) 2001 6 666 6 617 2002 5 485 6 032 2003 3 564 3 967 2004 3 707 7 235 2005 9 531 23 133 Sumber: ITC, 2006 Tahun
Teh Hitam Volume Nilai (ton) (000US$) 93 056 93 237 94 700 97 394 84 611 91 849 94 865 108 783 92 763 98 363
Jumlah Volume Nilai (ton) (000US$) 99 721 99 854 100 185 103 426 88 175 95 816 98 572 116 018 102 294 121 496
Pertumbuhan Volume (%) -5,55 0,47 -11,99 11,79 3,78
Kondisi perdagangan teh internasional mengalami ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi atau terjadinya over supply. Hal ini terlihat pada tabel 5 perkembangan produksi teh dunia tahun 2001 – 2005 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sedangkan untuk konsumsi teh dunia perkembangannya berfluktuasi selama periode tahun 2001 – 2005. Pada tahun 2005 produksi teh dunia sebesar 3 419 579 ton, sedangkan konsumsi teh dunia sebesar 1 445 600 ton. Kelebihan produksi sebesar 1 973 979 ton adalah dari jenis teh hitam, sedangkan dari jenis teh hijau justru sebaliknya. Data dari ITC mengungkapkan bahwa permintaan teh hijau dunia cenderung
5
meningkat dari tahun ke tahun. Kendati volumenya lebih kecil dibandingkan jenis teh hitam, namun harganya lebih baik. Kondisi perdagangan pasar teh internasional yang mengalami over supply tersebut menuntut suatu negara produsen seperti Indonesia supaya memiliki daya saing terhadap negara produsen lainnya untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan pasar yang dimilikinya. Tabel 5. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Teh Dunia Tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Produksi Teh Dunia (Ton) 3 060 683 3 081 255 3 197 509 3 310 348 3 419 579
Konsumsi Teh Dunia (Ton) 1 322 200 1 371 600 1 345 200 1 425 100 1 445 600
Sumber : ITC, 2006 Menurut Kotler (2000), memperoleh pangsa pasar merupakan hal yang tidak mudah karena pemasar harus dapat mempertimbangkan dan mengevaluasi berbagai hal dalam menentukan pasar sasaran. Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor teh kelima terbesar di dunia perlu mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar yang dimilikinya di pasar internasional, terutama karena teh merupakan salah satu komoditi perkebunan utama di Indonesia yang memberikan kontribusi dalam menambah devisa negara. 1.2
Perumusan Masalah Teh sebagai salah satu dari komoditi hasil perkebunan yang mempunyai
peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Selain sebagai salah satu penghasil devisa negara, teh juga bersifat padat karya (labour intensive) sehingga banyak menyerap tenaga kerja seperti pemetik teh dan mendukung pelestarian lingkungan. Potensi komoditi teh Indonesia dilihat dari sisi komparatif sebenarnya memiliki prospek yang baik, karena iklim serta cuaca Indonesia yang cocok untuk
6
budidaya teh. Menurut ITC (2006) luas areal tanaman di Indonesia menduduki peringkat keempat terluas di dunia dengan luas 142.782 hektar setelah Cina, India dan Sri Lanka. Keunggulan komoditi teh Indonesia tersebut seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama berkaitan dengan daya saing komoditi teh agar dapat bersaing di pasar internasional. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor teh Indonesia berfluktuasi sehingga Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar di negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor teh Indonesia yang mengalami penurunan. Akibat ketidakstabilan volume ekspor maka beberapa pasar utama teh yang telah dikuasai Indonesia telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang kurang dapat dipertahankan Indonesia atau telah diambil tersebut adalah Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia. Dilihat dari segi kualitas teh Indonesia juga belum bisa dikatakan stabil karena teh dari Indonesia hanya sebagai teh pencampur dan bisa diganti dengan teh yang lain. Berbeda halnya dengan teh dari Sri Lanka dan India yang dijadikan teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Ketidakstabilan kualitas teh Indonesia juga dipengaruhi musim di Indonesia. Kadang kualitasnya sangat bagus, kadang jauh menurun. Saat musim kemarau, kualitas bagus, produksi sedikit dan harga tinggi. Namun di musim hujan kualitasnya rendah, produksi tinggi dan harganya turun. Akibat ketidakstabilan kualitas teh maka teh Indonesia sulit ditempatkan sebagai teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia1.
1
Y09. “Jerat Kusut Perdagangan Teh Indonesia”. http://www.kompas.com , 12 Maret 2007
7
Dalam perdagangan dunia, daya saing akan menentukan posisi suatu produk di pasar. Data terakhir berdasarkan data Global Competitiveness Report, World Economic Forum 2006, menunjukkan posisi daya saing Indonesia paling rendah di Asia Pasifik yaitu di urutan ke 50 dari 125 negara. Pada posisi ini Indonesia sebagai negara berkembang tidak memiliki kekuatan untuk bersaing terutama dengan negara-negara maju dalam kancah internasional. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekspor Indonesia yang terus menurun di kancah dunia. Pada tahun 2005 penguasaan ekspor Indonesia di dunia hanya sebesar 0,87 persen dari total keseluruhan ekspor dunia (COMTRADE, 2007). Munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan teh dunia seperti Vietnam mempengaruhi atau bahkan dapat menurunkan daya saing Indonesia ke negara konsumen teh di dunia. Negara Vietnam sebagai pesaing Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia terutama ditandai oleh rendahnya aplikasi teknologi dan padat karya. Menurut ITC (2006), pada periode 2001 – 2005 penguasaan pangsa pasar ekspor teh Vietnam terhadap dunia cenderung meningkat dan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh selama lima tahun sebesar 10,97 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekspor Indonesia pada periode yang sama hanya sebesar -13,29 persen. Hal ini merupakan ancaman serius bagi produk komoditi teh Indonesia. Hal diatas menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia harus memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing dengan komoditi teh dari negara lain seperti Vietnam serta lebih memberikan perhatian serius terhadap upaya-upaya pengembangan sektor perkebunan khususnya komoditi teh. Pengembangan produksi dan ekspor teh dalam jangka panjang sangat bergantung pada
8
peningkatan kualitas komoditi, dan kemampuan daya saing dalam mendapatkan pangsa pasar baru. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan produksi dan ekspor komoditi teh di Indonesia? 2. Bagaimana struktur pasar kelompok komoditi teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan teh internasional? 3. Bagaimana posisi daya saing ekspor kelompok komoditi teh Indonesia di pasar internasional? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengkaji perkembangan produksi dan ekspor komoditi teh di Indonesia. 2. Menganalisis struktur pasar kelompok komoditi teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan teh internasional. 3. Menganalisis posisi daya saing ekspor kelompok komoditi teh Indonesia di pasar internasional. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1. Para pengambil keputusan dan para pelaku ekonomi dalam sektor perkebunan
khususnya
komoditi
teh
sebagai
upaya
untuk
merekomendasikan konsep pengembangan daya saing komoditi teh dalam menghadapi pasar internasional.
9
2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan teh di Indonesia. 3. Pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung kelangsungan perdagangan teh nasional. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada beberapa hal: 1. Komoditi teh yang dimaksud didasarkan pada data COMTRADE dengan kode HS 090210 (Teh hijau dikemas ≤3kg); HS 090220 (Teh hijau dikemas ≥3kg); HS 090230 (Teh hitam dikemas ≤3kg); HS 090240 (teh hitam dikemas ≥3 kg). Pemilihan kode HS tersebut didasarkan pada perbedaan negara tujuan ekspor dari masing-masing kode HS. 2. Pada penelitian ini menggunakan pembanding negara Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Argentina, Uganda dan Tanzania. Pemilihan negara-negara tersebut karena merupakan negara produsen teh terbesar di dunia. 3. Batasan periode analisis penelitian dari tahun 2001 sampai 2005 karena keterbatasan ketersediaan data dari negara-negara produsen teh di dunia.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keragaman Jenis Teh Menurut Spillane (1992) teh pada umumnya digolongkan dalam empat golongan, yaitu: (1) teh yang difermentasikan atau teh hitam (fermented) ; (2) teh yang tidak difermentasikan atau teh hijau (non fermented) ; (3) teh yang setengah difermentasikan atau oolong (semi fermented) ; dan (4) teh ekstrak (extract tea). Tanaman teh merupakan salah satu tanaman perdu yang selalu berdaun hijau (evergreen shrub) yang dapat tumbuh 15 sampai 30 kaki tingginya, akan tetapi penanaman teh terus menerus dipotong pada ketinggian tiga sampai lima kaki saja. Tanaman ini tumbuh baik dataran tinggi, dan paling produktif di dataran tropis. Daerah komersial teh dunia terpusat pada pegunungan yang terletak dekat atau di sekitar khatulistiwa antara 42° LU dan 33° LS. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 200 sampai 2 000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak daerahnya, semakin menghasilkan mutu teh yang baik. Menurut Spillane (1992) berdasarkan ketinggian lokasinya, pengusahaan teh dapat digolongkan ke dalam lima golongan yaitu : 1. High Grown, untuk teh dari perkebunan dengan ketinggian di atas 1 500 m seperti : Perkebunan Sinumbra, Perkebunan Sperata di Jawa Barat. 2. Good Medium, untuk teh dari perkebunan di daerah antara 1 200 – 1 500 m, seperti : Perkebunan Malabar, Perkebunan Kertamanah, Perkebunan Gunung mas, Perkebunan Goalpara di Jawa Barat.
11
3. Medium, untuk teh dari perkebunan di daerah antara 1 000 – 1 200 m, seperti : Perkebunan Wonosari di Jawa Timur, Perkebunan Panghaeotan di Jawa Barat. 4. Low Medium, untuk teh dari perkebunan di daerah antara 800 – 1 000 m, sperti : Perkebunan Pasir Nangka, Perkebunan Cikopi Selatan dan lainnya di Jawa Barat. 5. Common, untuk teh dari perkebunan di daerah di bawah 800 m, seperti Perkebunan Gunung Raung. Faktor-faktor lain yang dapat mendukung bagi pengusahaan teh yang baik adalah letak dan sarana perhubungan antara perkebunan dengan pabrik pengolahan. Hal ini berkaitan dengan mutu teh yang dihasilkan mengingat pucuk teh adalah barang yang cepat busuk, dan harus segera diolah setelah dipetik paling lama 1,5 hari. Bagian yang dipanen adalah daunnya. Daun ini kemudian diolah menjadi teh hitam, teh hijau, dan teh oolong. Ketiga jenis teh ini dihasilkan dari daun tanaman yang sama dengan proses pengolahan yang berbeda. Dari ketiga teh ini yang diperdagangkan Indonesia adalah teh hitam dan teh hijau. Teh hitam adalah teh yang dihasilkan dari proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya. Teh hitam ini dihasilkan dari proses pelayuan
(withering)
untuk
menurunkan
kadar
air
dan
memudahkan
penggulungan pada proses berikutnya. Pada proses penggulungan, daun teh disortasi untuk memisahkan daun yang berukuran besar dan kecil dengan tujuan agar proses fermentasi dapat dilakukan dengan sempurna dan merata hasilnya. Kemudian dilakukan fermentasi dalam ruang khusus yang dijaga kelembabannya.
12
Setelah proses fermentasi, daun teh dikeringkan dalam mesin pengering yang dialiri udara panas. Teh hijau dihasilkan melalui proses pengolahan tanpa proses fermentasi, hanya melalui proses pengeringan daun setelah dipetik. Pengolahan dilakukan secara sederhana dengan proses pemanasan yang menggunakan alat yang sederhana pula. Sebelum dikonsumsi, umumnya teh hijau dicampur dengan daun melati yang telah dikeringkan. Pencampuran ini berguna untuk menghilangkan bau yang tidak dapat hilang akibat tidak difermentasi. Teh oolong merupakan jenis peralihan antara teh hitam dan teh hijau yang mengalami setengah fermentasi, berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, untuk menghasilkan daun teh yang telah dilayukan kemudian dipanaskan dengan menggunakan panas api atau udara panas. Setelah proses pemanasan dilakukan proses fermentasi, selanjutnya dimasukkan dalam mesin penggulung dan akhirnya dikeringkan. Teh oolong ini tidak dikenal di Indonesia dan merupakan teh khas Cina dan Taiwan. Komoditi teh menurut kode HS Internasional dibagi ke dalam empat kelompok yaitu : Tabel 6. Kode HS Produk Pertanian untuk Komoditi Teh Kode HS
Nama Komoditi
Komoditi Turunan
Teh hijau (tidak difermentasi ) dikemas dalam kemasan ≤ 3 kg Teh hijau (tidak difermentasi ) dikemas dalam 090220 Teh kemasan ≥ 3 kg Teh hitam (difermentasi dan teh difermentasi 090230 Teh sebagian) dikemas dalam kemasan ≤ 3 kg Teh hitam (difermentasi dan teh difermentasi 090240 Teh sebagian) dikemas dalam kemasan ≥ 3 kg Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE), 2007 090210
Teh
13
2.2 Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Dunia Perkembangan produksi dan ekspor teh menurut negara produsen dapat dilihat pada tabel 7 pada tahun 2004 – 2005 pada rata-rata produksi dunia mengalami peningkatan sebesar 3,72 persen. Dari tiga belas negara produsen teh terdapat empat negara yang mengalami penurunan produksi yaitu Turkey, Jepang, Iran dan Malawi. Tabel 7. Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Menurut Negara Produsen Tahun 2004 - 2005 Negara
Produksi (Ton) 2004 2005 892 965 927 984 835 231 934 857 308 809 317 196 324 609 328 584 164 817 165 854 165 000 135 000 97 000 109 000 100 262 100 000 64 871 73 000 40 000 25 000 55 627 58 618 50 090 37 978 35 706 37 734
India China Sri Lanka Kenya Indonesia Turkey Vietnam Jepang Argentina Iran Bangladesh Malawi Uganda Total 3 134 267 Dunia Sumber : ITC, 2006
3 250 805
% 3,92 11,93 2,96 1,22 0,63 -18,18 12,37 -0,26 12,53 -37,5 5,38 -24,18 5,68 3,72
Ekspor (Ton) 2004 2005 193 908 188 028 280 193 286 563 290 604 298 769 333 802 339 134 98 572 102 294 5 904 7 000 70 000 88 000 923 1 096 66 374 66 389 8 000 6 500 13 435 9 007 46 599 42 978 29 686 33 071
1 438 000
1 468 829
% -3,03 2,27 2,81 1,60 3,78 18,56 25,71 18,74 0,02 -18,75 -32,96 -7,77 11,40 2,14
Produsen teh terbesar adalah negara India dengan peningkatan sebesar 3,92 persen pada tahun 2004 – 2005. Peningkatan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan ekspor India yang justru menurun. Penurunan volume ekspor teh India disebabkan oleh meningkatnya jumlah konsumsi teh di negara tersebut sehingga produksi teh India lebih ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya Ekspor teh Indonesia memiliki peluang di pasar Internasional karena Indonesia mengalami sedikit peningkatan volume ekspor teh sebesar 3,78 persen
14
pada periode 2004-2005. Namun Indonesia masih kalah bersaing jika dibandingkan dengan jumlah kuantitas dari negara India, Cina, Sri Lanka dan Kenya. Indonesia menduduki peringkat ke lima dalam produksi teh di dunia dan memperoleh 4,9 persen dari seluruh pangsa pasar di dunia. Hal ini masih lebih rendah dibandingkan dengan empat negara lainnya seperti China (27,3%), India(27,1%), Kenya (9,6%) dan Sri Lanka(9,3%)2. 2.3 Perkembangan Konsumsi Teh Dunia Teh adalah minuman yang dikenal di seluruh dunia, namun tidak semua negara bisa memproduksi teh. Negara-negara yang tidak mempunyai sumber daya cukup untuk memproduksi teh akan melakukan impor untuk memenuhi konsumsi dalam negeri mereka. Negara-negara Eropa adalah negara tujuan utama ekspor teh. Permintaan pasar Eropa sedikit meningkat, khususnya di Perancis, Jerman, Italia dan Belanda. Menurut ITC (2006), Belanda merupakan salah satu negara pengimpor terbesar di benua tersebut. Negara Inggris yang selama ini disebut negara peminum teh, konsumsinya cenderung menurun dapat dilihat dari periode 2002 – 2004 orang Inggris mengkonsumsi teh sebanyak 2210 gram per kepala. Sedangkan periode 2003 – 2005 teh yang dikonsumsi sebanyak 2120 gram perkepala3. Besarnya impor untuk konsumsi di negara- negara pengimpor teh utama dapat dilihat di tabel 8. Tiga negara pengimpor dengan volume terbanyak adalah Rusia, Inggris, dan Pakistan. Pertumbuhan impor negara Rusia dan Pakistan periode 2001 – 2005 meningkat masing-masing sebesar 2,58 persen dan 16,03 persen, sedangkan negara Inggris mengalami penurunan impor sebesar 1,48 2
International Tea Committee, Annual Bulletin of Statistics 2006, London, 2006, hlm 34.
3
Ibid, hlm 125
15
persen. Penurunan impor di negara Inggris diperkirakan karena pada tahun 20012005 terjadi penurunan konsumsi di negara tersebut sebesar 0,12 kg per kapita per tahun. Namun demikian tingkat konsumsi teh per kapita negara Inggris masih cukup tinggi yaitu 2,21 Kg per tahun, sehingga peluang ekspor teh ke negara tersebut masih terbuka luas. Tabel 8. Volume Impor untuk Konsumsi Berdasarkan Negara Konsumen Utama (Ton) Tahun 2004 – 2005 Negara
2001 Rusia 153.718 Inggris 136.558 Pakistan 106.822 USA 96.668 Mesir 56.403 Irak 62.700 CIS 58.300 Jepang 60.056 Dubai 29.794 Afghanistan 31.100 Iran 42.200 Maroko 37.701 Polandia 33.102 Syria 24.500 Total 929.622 Sumber : ITC, 2006
2002 162.601 136.598 97.827 93.474 78.942 82.000 57.200 51.487 30.756 35.000 38.500 43.782 31.000 30.643 969.810
Tahun 2003 165.656 125.279 118.309 94.174 49.860 37.800 57.000 47.132 48.779 48.000 30.400 44.916 30.798 29.036 927.139
2004 167.500 128.755 120.017 99.484 71.803 51.000 61.000 56.196 43.419 41.000 40.000 45.669 32.114 30.556 988.513
2005 170.100 128.232 139.261 100.060 76.500 47.000 63.900 51.451 50.000 33.000 43.000 49.300 31.057 26.000 1.008.861
Negara-negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi (lebih dari 1 kg per kapita per tahun) adalah negara Republik Irlandia, Chile, Afghanistan, Bahrain, Hongkong, Iran, Irak, Jepang, Kuwait, Qatar, Srilangka, Syiria, Taiwan, Turki, Maroko, Tunisia 4 . Perkembangan rata-rata konsumsi teh dunia pada kurun waktu 2002 – 2005 adalah 2,94 persen per tahun5. Semakin meningkat konsumsi teh dunia maka akan menyebabkan permintaan akan teh meningkat, harga teh naik dan memicu para produsen teh untuk meningkatkan produksi tehnya. 4 5
Ibid, hlm 125 Ibidem.,
16
Indonesia adalah salah satu negara produsen teh terbesar, tetapi tingkat konsumsi teh di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang tidak menghasilkan teh seperti Irak dan Inggris. Konsumsi teh Indonesia tergolong rendah yaitu 288 gram perkapita per tahun. Tingkat konsumsi teh dikatakan tinggi jika telah mencapai lebih dari 500 gram perkapita per tahun. Tingkat orang mengkonsumsi teh di Inggris enam kali lipat lebih besar dibandingkan di Indonesia. Hal ini menunjukkan tingkat mengkonsumsi teh masyarakat Indonesia masih rendah. Rendahnya tingkat konsumsi teh di Indonesia karena masyarakat belum banyak mengetahui tentang manfaat atau khasiat dari mengkonsumsi teh6. 2.4 Pemasaran Teh Indonesia Ekspor teh di Indonesia secara umum di bedakan menjadi dua jenis yaitu teh hitam dan teh hijau. Selama kurun waktu 2001-2005, teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam yakni berkisar antara 90,68 – 96,24 persen dari seluruh total ekspor teh Indonesia, sedangkan sisanya berkisar antara 3,76 – 9,32 persen saja yang merupakan teh hijau (BPS, 2006). Dari hasil produksi teh yang dihasilkan hanya sebagian kecil saja yang dipasarkan di dalam negeri sedangkan sebagian besar sisanya dipasarkan ke luar negeri (diekspor). Pasar produk teh Indonesia telah memasuki lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Dari kelima benua tersebut benua Asialah yang merupakan pangsa pasar utama ekspor teh Indonesia. Hingga sekarang ekspor teh Indonesia seluruhnya tidak kurang dari limapuluh negara tujuan. Penjualan ekspor komoditi teh ini dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan auction on sample atau lelang, secara forward sales atau
6
Jy., “ Catat: Teh Minuman Paling Unggul”, http://www.kompas.com, 15 Juni 2007
17
penjualan di muka dan long term contract. Sebagian besar teh Indonesia yang dipasarkan di luar negeri dipasarkan melalui lelang (auction on sample) yang berlangsung di Jakarta sejak tahun 1972, dimana pada tahun tersebut Jakarta sudah diakui sebagai salah satu pusat lelang dunia. Pembeli yang berminat mengirimkan wakilnya untuk mengikuti auction tersebut dan menyampaikan tawaran harganya sesuai dengan yang di intruksikan oleh kliennya di luar negeri sehingga pada auction ini terjadi pembentukan harga yang disepakati oleh pembeli dan penjual. Pemasaran teh produksi Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri dikoordinir oleh Kantor Pemasaran Bersama PT. Perkebunan Nusantara (KPB PTPN). Sekali dalam setiap minggu yaitu biasanya pada hari rabu, KPB PTPN mengadakan penjualan teh dengan sistem lelang di Jakarta. Pihak penjual yang berniat menjual hasil produksi tehnya ke luar negeri adalah beberapa PTP dan perusahaan-perusahaan swasta, sedangkan pembeli adalah wakil para importir atau biasa disebut sebagai (buying agent). Selain disalurkan melalui KPB ada juga ekspor teh yang dijual secara langsung lewat beberapa kota besar seperti Semarang, Medan dan Belawan. Pada Gambar 1 dapat dilihat jalur tataniaga ekspor teh Indonesia. Dari gambar terdapat tiga perkebunan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang memproduksi teh hitam dan teh hijau. Komoditi tersebut dipasarkan dengan dua jalur yaitu melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) atau langsung lewat pelabuhan sehingga sampai pada konsumen di luar negeri.
18
Perkebunan Besar Negara
Perkebunan Rakyat
Teh Hijau
Perkebunan Besar Swasta
Teh Hitam
Jalur Pemasaran
Kantor Pemasaran Bersama
Langsung lewat pelabuhan ekspor
Konsumen luar negeri
Gambar 1. Jalur Tataniaga Ekspor Teh Indonesia 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai daya saing komoditi di pasar internasional dapat dilakukan dengan RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis keunggulan daya saing suatu komoditi, sedangkan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Penelitian daya saing dengan menggunakan metode RCA dan Teori Berlian Porter sebelumnya pernah dilakukan oleh Swaranindita (2005) yang membahas mengenai daya saing komoditi udang nasional di pasar internasional, analisis keunggulan komparatif berdasarkan analisis nilai RCA menunjukkan bahwa komoditi Indonesia memiliki
19
daya saing yang kuat. Namun, walaupun memiliki daya saing yang kuat, beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia cenderung menurun. Dilihat dari posisi daya saing komparatifnya, komoditi udang Indonesia dapat dikatakan unggul di pasar internasional walaupun masih jauh di bawah Thailand, Vietnam, dan India sebagai sesama negara Asia. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi daya saing komoditi udang Indonesia di pasar internasional antara lain sulitnya mendapatkan akses kredit dan pembiayaan usaha budidaya; terbatasnya sarana angkutan ekspor; belum meluasnya penerapan teknologi dan industri terpadu; serta usaha pembenuran dan pengolahan pasca panen yang masih memiliki berbagai kendala. Herzaman (1998) melakukan penelitian terhadap daya saing teh hitam dan pengembangan wisata agro di PTPN VIII Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui daya saing pengusahaan Teh hitam sehubungan adanya kecenderungan harga teh hitam di pasar dunia yang menurun serta untuk melihat besarnya kesempatan kerja yang tercipta dan perubahan pendapatan masyarakat disekitarnya akibat adanya proyek wisata agro. Dalam penelitian tersebut digunakan konsep keunggulan komparatif dan kompetitif secara bersamasama untuk memberikan masukan dalam pengembangan pengusahaan teh hitam, untuk itu digunakan analisis BSD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha memproduksi teh hitam di perkebunan Malabar memiliki daya saing di pasar internasional. Untuk meningkatkan daya saingnya, perkebunan Malabar perlu meremajakan kebun secara bertahap dengan menggunakan klon-klon teh unggul. Untuk jangka panjang perlu juga dilakukan peremajaan mesin-mesin
20
pengolahan yang telah habis umur ekonomisnya sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan pabrik serta biaya bahan bakar listrik. Ameliasari (2003) melakukan penelitian tentang analisa keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan teh hijau pada pada CV. Wijaya Tea, Kecamatan
Ciwidey,
Kebupaten
Bandung,
Jawa
Barat.
Penelitian
ini
menggunakan metode PAM sebagai alat analisisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengusahaan teh hijau CV. Wijaya Tea menguntungkan dan efisien secara finansial karena memiliki keuntungan yang lebih besar dari nol yaitu Rp. 1.597,03 perkilogram teh hijau dan memiliki nilai PCR lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,73 per kilogram teh hijau. Pengusahaan teh hijau juga menguntungkan secara ekonomi dengan nilai keuntungan sebesar Rp. 2.097,64 per kilogram teh hijau dan nilai DRC sebesar 0,65. Nilai DRC yang lebih kecil dari nilai PCR (DRC
21
ekspor teh Indonesia yaitu produksi teh domestik, volume ekspor teh Indonesia tahun sebelumnya, harga teh dunia, harga teh dunia tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah tahun sebelumnya, konsumsi teh domestik dan harga teh domestik. Dari tujuh variabel tersebut tiga variabel berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, variabel tersebut adalah variabel produksi teh domestik, volume ekspor tahun sebelumnya dan konsumsi teh domestik. Sedangkan sisanya merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata. Suprihatini (2005) dalam penelitiannya mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia menggunakan model Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share) untuk mengetahui daya posisi daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia. Model Constant Share Market (CMS) digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara pesaingnya. Pada analisis CMS menurut Leamer dan Stern (1970) dalam Suprihatini (2005) kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh tiga alasan yaitu karena ekspor terkonsentrasi pada komoditi yang pertumbuhannya relatif lebih rendah, ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi dan ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya. Seperti umumnya pada setiap model, model CMS juga memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari model CMS ini telah dikemukakan oleh Muhammad dan Habibah (1993) dalam Suprihatini (2005) antara lain bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi dengan hanya
22
menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS yang lain adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat di antara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangat berguna untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi tersebut disebabkan karena (1) komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar yang tercermin dari angka komposisi produk teh Indonesia yang bertanda negatif (-0,032) (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi yang tercermin dari angka distribusi yang bertanda negatif (-0,045) dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang cukup lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang bertanda negatif (-0,211). Anissa (2006) melakukan penelitian tentang analisis daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini didasari bahwa pangsa pasar teh hitam Indonesia cenderung mengalami penurunan dalam limabelas tahun terakhir yang disebabkan oleh supply Indonesia yang semakin menurun selama beberapa tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan besarnya pangsa pasar ekspor teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik estimasi menggunakan data panel. Pengolahan data dilakukan dengan tiga metode yaitu metode pooled OLS, metode fixed effect dan metode random effect. Berdasarkan hasil pengolahan data melalui estimasi model menggunakan data panel dengan
23
metode fixed effect diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia berdasarkan nilai probabilitas yang diperoleh adalah produksi teh hitam Indonesia dan jumlah konsumsi teh hitam dalam negeri. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia yaitu variabel harga riil teh hitam Indonesia dan variabel nilai tukar riil. Berdasarkan hasil analisis hasil pengolahan data tersebut mencerminkan kondisi nyata daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional dimana Indonesia sebagai salah satu negara produsen teh hitam terbesar di dunia tidak dapat mempengaruhi harga pasar dan seringkali memperoleh tingkat harga yang lebih rendah daripada harga teh hitam negara produsen lain seperti Sri Lanka dan India. Penelitian tentang komoditi teh terutama mengenai daya saing sebelumnya sudah banyak diteliti. Namun, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditi teh yang akan dibahas. Pada penelitianpenelitian sebelumnya hanya dibahas mengenai komoditi teh hitam atau teh hijau saja sedangkan pada penelitian ini dibahas komoditi teh yang mencakup empat kelompok berdasarkan UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) terdiri dari HS 090210 (Teh hijau dikemas ≤3kg); HS 090220 (Teh hijau dikemas ≥3kg); HS 090240 (teh hitam dikemas ≥3 kg); HS 090230 (Teh hitam dikemas ≤3kg). Selain itu, terdapat perbedaan dari alat analisis yang dipakai yaitu menggunakan analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR4) untuk mengetahui struktur pasar dan pangsa pasar yang dimiliki oleh komoditi teh Indonesia di pasar internasional. Analisis keunggulan daya saing menggunakan analisis
kuantitatif
Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
dengan
24
menggunakan formula Balassa. Sedangkan untuk melihat analisis daya saing komoditi teh dari sisi keunggulan kompetitif digunakan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Tabel 9. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti 1. Yodi Herzaman 2. Ameliasari
Thn 1998
2003
Lokasi PTPN VIII, Jawa Barat CV. Wijaya Tea , Jawa Barat Pasar internasional
3. Edwin Tatakomara
2004
4. Rohayati Suprihatini
2005
Pasar Internasional
5. Kristiana Anissa
2006
Pasar Internasional
Metode BSD
PAM
Regresi Berganda dan REER CMS
Pooled OLS, Fixed effect dan Random effect.
Hasil Produksi teh hitam berdaya saing Keunggulan komparatif dan kompetitif
Keunggulan alamiah/absolut dan masih perlu peningkatan mutu teh berkaitan dengan keunggulan kompetitifnya Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan dunia bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga teh internasional dan seringkali memperoleh harga yang lebih rendah dibanding Sri Lanka dan India.
25
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Struktur Pasar Struktur pasar dijabarkan sebagai lingkungan persaingan dalam pasar untuk sebuah produk atau jasa (Pappas dan Hirschey, 1995). Dalam konteks perdagangan internasional, pasar yang dimaksud adalah negara-negara di dunia dengan struktur pasar yang dijabarkan dalam bentuk serangkaian karakteristik industri dari tiap belahan dunia. Struktur pasar secara umum dicirikan dengan dasar empat karakteristik industri yaitu, jumlah dan distribusi ukuran dari pembeli dan penjual serta para pendatang potensial yang aktif, tingkat diferensiasi produk, jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi keluar dan masuk industri. Atas dasar empat karakteristik industri tersebut maka struktur pasar dibedakan menjadi empat macam pasar, berikut disajikan pada tabel 10 macam-macam pasar dan cirinya. Tabel 10. Macam-macam Pasar dan Cirinya Ciri-ciri Jumlah Perusahaan Jenis Produksi Kekuatan dalam penentuan harga
Kemungkinan keluar/masuk
Sempurna Sangat banyak standar/identik Homogen Tidak ada
Sangat mudah
Macam-macam Pasar/Persaingan Monopoli Monopolistis Satu/corporate Banyak
Unik/exclusive Sangat besar
Berbeda corak Sedikit
Dari luar tidak mungkin masuk
Cukup mudah
Persaingan di Tidak ada Iklan Iklan luar harga Sumber: Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, 2003
Oligopoli Sedikit atau standar Berbeda Sedikit tanpa kerjasama atau banyak dengan kerjasama Hambatan relatif cukup kuat Iklan bila kolusif
26
1. Pasar Persaingan Sempurna Persaingan sempurna (murni) terjadi ketika para produsen individual di pasar tidak memiliki pengaruh atas harga. Mereka adalah para pengambil harga (price takers) sebagaimana diperbandingkan dengan penentu harga. Tidak adanya pengaruh terhadap harga ini memerlukan kondisi, pertama adalah adanya sejumlah besar pembeli dan penjual. Dimana setiap perusahaan dalam industri memproduksi sebagian kecil dari keluaran industri dan setiap pelanggan hanya membeli sebagian kecil dari produk total. Kedua adalah homogenitas produk, dimana keluaran tiap perusahaan dipandang oleh para pelanggan sebagai produk yang pada dasarnya sama dengan keluaran setiap perusahaan lainnya dalam industri tersebut. Ketiga adalah kebebasan masuk dan keluar pasar. Dalam hal ini perusahaan-perusahaan tidak dibatasi untuk memasuki dan meninggalkan industri tersebut. Keempat adalah penyebaran informasi yang sempurna, dimana informasi tentang biaya, harga, mutu produk diketahui oleh semua pembeli dan penjual di pasar. Semua kondisi tersebut merupakan asumsi yang harus dipenuhi dalam pasar persaingan sempurna, namun hal ini jarang terjadi dalam pasar yang sebenarnya. Laba ekonomi hanya dimungkinkan dalam periode disekuilibrium jangka pendek sebelum para pesaing memberikan tanggapan persaingan yang efektif. 2. Pasar Persaingan Monopolistis Menurut
Pappas
dan
Hirschey
(1995),
persaingan
monopolistis
menjabarkan struktur pasar yang terdiri dari banyak penjual yang menawarkan produk-produk yang serupa tapi tidak identik. Persaingan monopolistis sangat serupa dengan pasar persaingan sempurna dalam hal persaingan harga yang tetap
27
diantara sejumlah besar produsen dan para individu. Perbedaan utama dari kedua model ini adalah bahwa dalam persaingan monopolistis para konsumen melihat adanya perbedaan-perbedaan penting diantara produk-produk yang ditawarkan oleh setiap produsen individual. Karena para konsumen memandang perbedaan diantara produk-produk para pesaing, setiap produsen memiliki pengendalian tertentu terhadap harga yang dikenakannya. Dengan kata lain persaingan monopolistik mempertahankan beberapa asumsi dari pasar persaingan sempurna bahwa setiap perusahaan mengambil keputusan-keputusannya secara independen, yaitu perubahan harga oleh satu perusahaan tidak menyebabkan perusahaan-perusahaan lain mengubah harga mereka.
Kemudian
adalah
sebagian
besar
perusahaan
dalam
industri
menghasilkan produk yang sama. Tetapi produk yang dihasilkan tidak homogen sehingga
diasumsikan
perusahaan-perusahaan
dapat
mendiferensiasikan
produknya sampai tingkat tertentu sehingga bisa dibedakan dengan produk dari perusahaan lainnya. Difirensiasi produk dapat mengambil banyak bentuk, produk tidak hanya melibatkan karakteristik jumlah, mutu, dan harga, tetapi juga atribut waktu dan tempat. Faktor penting dari semua bentuk diferensiasi produk adalah bahwa beberapa konsumen lebih menyukai produk dari satu penjual dibanding produk dari penjual yang lainnya. Tetapi adanya banyak produk pengganti yang dekat membatasi kemampuan perusahaan individual dalam menetapkan harga dan mendorong laba ketingkat pengembalian yang normal dalam jangka panjang.
28
3. Pasar Oligopoli Oligopoli adalah struktur pasar yang dicirikan dengan sedikit penjual dimana keputusan harga atau keluaran saling bergantung antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Dalam oligopoli hanya terdapat sedikit pesaing yang memegang sebagian besar atau semua keluaran industri yang bersangkutan. Umumnya juga terdapat hambatan masuk dan keluar yang sangat tinggi. Keputusan harga atau keluaran perusahaan saling berkaitan dalam arti bahwa reaksi langsung dari para pesaing utama dapat diperkirakan. Sebagai hasilnya, keputusan setiap perusahaan individual didasari sebagian oleh tanggapan yang mungkin dari para pesaing. Persaingan yang dilakukan meliputi persaingan dalam bentuk harga maupun non harga. Sekalipun jumlah pesaing yang terbatas menimbulkan potensi untuk laba ekonomi, tingkat pengembalian diatas normal sama sekali tidak dijamin. Persaingan diantara sedikit perusahaan kadang-kadang menjadi sangat tajam. 4. Pasar Monopoli Menurut Pappas dan Hirschey (1995), monopoli adalah suatu pasar yang dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat didiferensiasi. Karena sebuah produsen monopoli adalah penyedia satu-satunya untuk sebuah komoditi yang diinginkan, produsen monopoli itu adalah industri itu sendiri. Produsen setiap produk harus bersaing memperebutkan pangsa pasar dari pembelian konsumen, tetapi produsen monopoli ini tidak menghadapi persaingan yang efektif untuk penjualan produknya baik dari pesaing yang ada maupun yang potensial. Hal ini memungkinkan produsen monopoli tersebut untuk menentukan harga dan keluaran secara bersamaan untuk produsen (dan untuk industri yang
29
bersangkutan). Hambatan masuk atau keluar yang besar seringkali merintangi para pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi, bahkan dalam jangka panjang, baik kepada produsen monopoli yang efisien maupun yang tidak efisien. Dalam dunia perdagangan, struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat dan proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya dan tingkat pengaturan pemerintah. Para pakar ekonomi mengklasifikasikan pasar dengan memperhatikan seberapa banyak jumlah perusahaan yang ada dalam industri. Struktur pasar penting karena berimplikasi pada persaingan ekonomi di negara yang berkepentingan jika suatu negara menguasai pangsa pasar ≥ 20 persen daripada negara lainnya maka dapat ditentukan sejauh mana suatu negara dapat menjadi price taker atau market follower. Selain itu negara tersebut berpotensi untuk melakukan persaingan yang tidak sehat seperti kolusi dan memiliki pengaruh untuk mengubah harga suatu komoditi 3.1.2 Konsep Daya Saing Dalam perdagangan, daya saing akan menentukan posisi suatu komoditi di pasar. Di pasar internasional seperti di negara-negara Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, Federasi Rusia teh Indonesia bersaing dengan produk sejenis atau subtitusinya yang diproduksi oleh negara pesaing. Salah satu indikator daya saing suatu komoditi ialah pangsa pasar (Martin et al, 1991). Disebutkan bahwa jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti daya saing komoditi itu meningkat. Oleh karena itu analisis daya saing secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pangsa
pasar dan pertumbuhan pasar.
30
Pendekatan
demikian telah banyak diterapkan oleh para peneliti, antara lain
Sirhan dan Johnson (1991), Fontes, Grennes, dan Johnson (1990), Silvapulla dan Phillips (1985), Sigit dan Asra (1985), Drajat dan Johnson (1991), dan Drajat dan Darmawan (1991)7. Dalam analisis daya saing komoditi teh Indonesia di pasar internasional, pendekatan serupa dapat dilakukan. Menurut Simanjuntak (1992) dalam Tarsono (2006), daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dari tingkat keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. a. Konsep Keunggulan Komparatif Perkembangan yang terjadi di dunia baik di bidang ekonomi, politik maupun teknologi menciptakan saling ketergantungan yang tinggi antar negara. Konsekuensinya adalah peran perdagangan internasional menjadi sangat penting. Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sama sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan
7 Bambang Drajat dan Prajogo U. Hadi, Daya Saing Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Eropa Barat, Amerika Serikat,dan Jepang, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 15, Nomor 1, Mei 1996, hlm 73
31
tersebut, peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan semakin penting. Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung memproduksi dan mengekspor komoditi dengan biaya produksinya secara relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi negara lain dan di dasarkan kepada satu produksi saja yaitu tenaga kerja (Salvatore, 1997). Hukum keunggulan komparatif Ricardo mendasarkan pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, namun asumsi tujuh (yaitu teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif. Pada tahun 1933 Heckscler dan Olin melakukan pengembangan terhadap Hukum Keunggulan Komparatif Ricardo. Heckscler dan Olin (H-O) menekankan pada perbedaan tarif faktor pemberian alam (endowment) dan harga-harga faktor produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka dan mahal (Salvatore, 1997).
32
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, pertama adalah iklim yang berbeda. Hal ini membuat negara memiliki fungsi produksi yang berbeda akibat dari masukan yang sama akan menghasilkan keluaran yang berbeda pada iklim yang berbeda. Keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara diperoleh dari hasil produksi komoditi yang paling sesuai dengan iklimnya. Kedua adalah faktor teknologi yang berbeda. Kenyataan bahwa teknologi terus berubah berimbas pada teknik produksi yang diterapkan di tiap negara. Negaranegara yang mampu menyerap teknologi lebih cepat serta mampu mengimplementasikannya dengan baik akan memperoleh keunggulan komparatif lebih besar dibanding negara lainnya yang tidak mampu mengadaptasi perubahan teknologi (Lipsey, 1997) Menurut Salvatore (1997), keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi dua jenis komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi pada produksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut paling kecil. Dari komoditi inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. b. Keunggulan Kompetitif Suatu Negara Keunggulan bersaing suatu negara tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negara-negara lain maka posisi sumberdaya yang satu terhadap yang lain beragam sesuai dengan kondisi pasokan sumberdaya masing-masing lokasi.
33
Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih melalui investasi oleh orang-orang dan perusahaan. Menurut Porter (1990) ada empat kategori atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (factor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait (related and supporting industries) serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (structur of firms and rivarly). Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan kesempatan (chance) dan peranan pemerintah (goverment) dalam meningkatkan keunggulan daya saing industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan “the national diamond” (Gambar 2)
Gambar 2. “The National Diamond System”
34
1. Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu: a. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku dan juga etika kerja (termasuk moral). Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada daya sing industri nasional. b. Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya fisik atau alam yang memepengaruhi industri daya saing nasional mencakup biaya, aksesbilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya) dan sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya yang dapat diperbarui maupun tidak dapat diperbarui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya ini terdiri dari ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, pengetahuna ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Sama halnya dengan ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan,
35
lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. d. Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi industri daya saing nasional terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesbilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal. e. Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain. 2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu persaingan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberi tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Terdapat tiga faktor karakteristik permintaan domestik yang sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik itu meliputi:
36
a. Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing inbdustri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada stuktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan struktur segmen yang sempit. b. Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan pada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan. c. Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri meruppakan pembelajaran untuk memperoleh keunggukan daya saing global. 3. Industri Pendukung dan Industri Terkait Keberadaan industri pendukung dan inbdustri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi industri daya saing utamanya. Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu juga dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global. 4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan untuk berkompetisi dan melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan
37
daya saing. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebuh mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Struktur perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan cara melakukan perbaikan dan inovasi. Jika hal ini dikembangkan dalam situasi persaingan maka akan mempengaruhi pada strategi yang akan dijalankan oleh perusahaan. 5. Peran Pemerintah Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saing global. Hanya perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang mampu menciptakan daya saing global secara langsung. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalma industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya teknologi dan ilmu pengetahuan, serta sumberdaya informasi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan daya saing melalui penerapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing global adalah dengan memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu daya saing, sehingga
38
perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif.
6. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan daya saing global industri nasional. Beberapa keuntungan yang dapat mempengaruhi naiknya daya saing global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau deperesi nilai mata uang), meningkatnya permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain, serta berbagai faktor kesempatan lainnya. 3.1.3 Teori Perdagangan Internasional Menurut Salvatore (1997), teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan
perdagangan internasional membahas alasan-alasan
serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru (new protection). Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masingmasing negara sebagai individu yang diberlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan dan penawaran, juga karena adanya keinginan memperluas pemasaran komoditi
39
ekspor untuk menambah devisa dalam upaya penyediaan dana pembangunan yang bersangkutan. Permintaan berbeda misalnya karena perbedaan selera dan tingkat pendapatan. Penawaran berbeda karena jumlah dan kualitas faktor produksi dan tingkat teknologi. Dalam suatu negara faktor kepemilikan faktor produksi boleh dikatakan senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Demikian pula halnya dengan teknologi dan selera konsumen, baik secara individual maupun secara agregat (nasional). Sebagai akibatnya, keunggulan komparatif suatu negara juga senantiasa mengalami perubahan. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan dalam kepemilikian faktor produksi dikaitkan dengan teorema Rybezynski. Pada intinya teorema Rybezynski menyatakan bahwasanya pada harga-harga komoditi yang konstan, setiap kenaikan dalam kepemilikan atau jumlah salah satu produksi akan meningkatkan output dari komoditi yang lebih banyak menggunakan faktor produksi itu ketimbang faktor produksi lainnya, dan dalam waktu bersamaan akan menurunkan output komoditi lain. Perubahan selera, peningkatan penggunaan faktor produksi, serta pertumbuhan faktor produksi akan mengubah volume perdagangan dan atau mengubah nilai tukar perdagangannya. Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Karena hambatan-hambatan tersebut berkaitan erat dengan praktek dan kepentingan perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, maka hambatanhambatan tersebut lazim disebut sebagai kebijakan perdagangan (trade policy) atau kebijakan komersial (commercial policy). Meskipun secara umum penerapan kebijakan perdagangan selalu dikemukakan sebagai suatu alat yang perlu
40
diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional, dalam kenyaataannya hal tersebut lebih bertolak dari kepentingan sepihak dari
kelompok-kelompok
tertentu yang memang paling diuntungkan oleh pemberlakuan hambatanhambatan perdagangan. Bentuk hambatan perdagangan adalah hambatan tarif dan non tarif. Hambatan perdagangan tarif merupakan kebijakan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara historis. Tarif (tariff)sebenarnya merupakan pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan secara teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (impor tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Kemudian, apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yakni tarif spesifik, gabungan dan ad valorem. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Sedangkan tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. Dan tarif campuran merupakan gabungan dari keduanya, yaitu disamping mengenakan pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran ini juga memungut sekian persen lagi (Salvatore, 1997). Meskipun secara historis tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan yang utama, namun sesungguhnya masih banyak bentuk-bentuk restriksi atau hambatan perdagangan yang lain seperti kuota impor, pembatasan ekspor secara
41
“sukarela” dan tindakan-tindakan anti-dumping. Instrumen kebijakan perdagangan lainnya yang paling menonjol adalah pemberian subsidi ekspor, pembatasan impor, konsep pengekangan ekspor “secara sukarela” (voluntary export restrains), dan persyaratan kandungan lokal (local content requirements) (Salvatore, 1997). Kebijakan tersebut berpengaruh negatif terhadap kelancaran perdagangan antar negara. Sebagai contoh, standar mutu yang ditetapkan Uni Eropa terhadap impor komoditi teh dapat menurunkan volume ekspor negara-negara produsen teh terutama yang produknya tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Uni Eropa. Akan tetapi setiap negara-negara produsen komoditi teh akan berlombalomba untuk meningkatkan kualitas dan mutu tehnya agar lebih baik. Mengingat bahwa negara Uni Eropa merupakan pangsa pasar yang besar untuk komoditi teh dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 2,12 kg perkepala (ITC, 2006). Secara teoritis, dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya pemberlakuan kebijakan perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut misal negara 1 akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain yaitu negara 2, apabila harga domestik di negara 1 sebelum terjadinya perdagangan lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara 2. struktur harga yang relatif lebih rendah di negara 1 tersebut disebabkan oleh kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah. Dengan demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, negara 2 mengalami kekurangan suplai suatu komoditi karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand),
42
sebesar segitiga A’B’E’ sehingga harga menjadi lebih tinggi. Dalam kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi negara lain yang harganya relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2, maka akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara 1 akan mengekspor komoditi X ke negara 2. Suplai di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1, sedangkan permintaan di pasar internasional sama dengan P2 maka di negara 2 terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’, sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka di negara 1 akan terjadi kelebihan suplai sebesar ABE. Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara 1 dan kelebihan permintaan di negara 2 akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar P2 atau dengan kata lain, P2 merupakan harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnnya kebijakan perdagangan di kedua negara dan merupakan harga yang berlaku di kedua negara. a. Pasar di Negara 1
b. Pasar Internasional
c. Pasar di Negara 2
Px
Px Px Sx Sx S P3 ----------------------------------------------------------------------A’ Ekspor
E’
P2 E’’
Impor
E B B” P1 --------------------------- A” A
B’
E” Dx
D Dx x O
X11
x
x O
XInt
O X21
Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore, 1997
43
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Komoditi teh (Camelia sinensis) bagi Indonesia merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia serta salah satu penghasil devisa negara. Selain itu teh juga berperan dalam penyedia lapangan kerja, pelestarian lingkungan serta komoditi pertanian yang mampu menembus pasar internasional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor teh Indonesia berfluktuasi sehingga Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar di negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor teh Indonesia yang mengalami penurunan. Sedangkan dari segi kualitas teh Indonesia belum bisa dikatakan stabil karena teh dari Indonesia hanya sebagai teh pencampur dan bisa diganti dengan teh yang lain. Ketidakstabilan kualitas teh Indonesia juga dipengaruhi musim di Indonesia. Akibat ketidakstabilan kualitas teh maka teh Indonesia sulit ditempatkan sebagai teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan teh dunia seperti Vietnam mempengaruhi atau bahkan dapat menurunkan pangsa pasar Indonesia ke negara konsumen teh di dunia. Negara Vietnam sebagai pesaing Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia terutama ditandai oleh rendahnya aplikasi teknologi dan padat karya. Menurut ITC (2006), pada periode 2001 – 2005 penguasaan pangsa pasar ekspor teh Vietnam terhadap dunia cenderung meningkat dan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh selama lima tahun sebesar 10,97 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekspor Indonesia pada periode yang sama hanya sebesar -13,29 persen. Hal ini merupakan ancaman serius bagi produk komoditi teh Indonesia.
44
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji perkembangan produksi dan ekspor kelompok komoditi teh Indonesia, menganalisis struktur pasar teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan internasional serta menganalisis posisi daya saing ekspor komoditi teh Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Swaranindita dapat disimpulkan bahwa kemampuan daya saing komoditi perikanan khususnya udang Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Namun, beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia cenderung menurun. Dilihat dari posisi keunggulan kompetitif, komoditi udang menghadapi berbagai faktor dan kendala sehingga industri budidaya nasional dalam negeri belakangan ini menurun daya saingnya. Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis pangsa pasar dan struktur pasar dengan pendekatan Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Tahapan kedua adalah menganalisis keunggulan komparatif dengan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan daya saing komoditi teh Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen teh dibandingkan dengan negara lainnya dalam pasar teh internasional. Tahapan terakhir adalah menganalisis keunggulan kompetitif dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) tentang keunggulan bersaing negara-negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara.
45 Permasalahan yang dihadapi: • Pangsa pasar ekspor teh Indonesia menurun • Ketidakstabilan kualitas teh Indonesia • Munculnya pesaing baru
Pasar Teh Indonesia • • • • • • • • •
Produksi Ekspor Luas Areal Lahan SDM Konsumsi Teh Dalam dan Luar Negeri IPTEK Modal Industri Terkait Kebijakan Pemerintah
Pasar Teh Dunia : • Nilai Ekspor Sektor Teh Negara Produsen Teh di Dunia • Total Ekspor dari Negara Produsen Teh • Total Ekspor Dunia dari Sektor Teh • Total Ekspor dunia
Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditi Teh Indonesia (Teori Berlian Porter)
Analisa Struktur Pasar Teh Dunia (Pendekatan Indeks Herfindahl dan CR4)
Faktor Internal dan Eksternal
Struktur Pasar dan Pangsa Pasar
Posisi Daya Saing Komoditi Teh Indonesia
Konsep Pengembangan Daya Saing Teh dalam Menghadapi Pasar Global
Gambar 4. Kerangka Operasional
Analisa Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Indonesia (Analisis Indeks RCA)
Kekuatan Daya Saing Teh
46
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang berkaitan dengan pasar teh secara internasional. Secara khusus juga digunakan informasi yang menyangkut potensi sumberdaya teh di Indonesia untuk kajian keunggulan kompetitif. Sumber-sumber data merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, CCDC Jawa Barat, Direktorat Jenderal Perkebunan, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, International Trade Centre (ITC), International Tea Comittee (ITC), United Nations Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) serta informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media massa maupun media elektronik (internet) serta wawancara dengan narasumber. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2007. 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Tujuannya adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis potensi, kendala dan peluang komoditi teh Indonesia, analisis keunggulan kompetitif komoditi teh Indonesia dan kondisi perdagangan internasional. Analisis kuantitatif digunakan untuk
47
menganalisis struktur pasar dan daya saing teh di pasar internasional. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2003. 4.2.1 Analisis Struktur Pasar Pada penelitian ini digunakan Concentration Ratio dan Herfindahl Index (HI) untuk mengetahui tingkat konsentrasi pasar teh secara internasional. Tingkat konsentrasi pasar yang diukur akan dikategorikan dan mengarahkan pada bentuk pasar yang terjadi pada pasar teh internasional. Bentuk pasar yang ada akan mempengaruhi tingkat persaingan yang akan dianalisis pada bagian selanjutnya. Analisis struktur pasar dirasakan sangat penting karena berimplikasi kepada persaingan ekonomi di suatu negara dimana dalam kepentingannya menyangkut negara-negara yang saling berkepentingan satu sama lain. Pengukuran tingkat konsentrasi sangat memperhitungkan besaran pangsa pasar yang diperoleh tiap negara dalam komposisi ekspor teh di pasar internasional. Dalam penelitian ini alat analisis Herfindahl Index digunakan dengan tujuan untuk mengetahui struktur pasar komoditi teh di pasar internasional sekaligus mengukur penguasaan pangsa pasar masing-masing negara yang terlibat dalam perdagangan teh tersebut. Menurut Kirana (2001), dari berbagai studi yang ditemukan bahwa pengukuran memiliki korelasi yang tinggi sehingga beberapa ahli berpendapat hasil yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan pengukuran H (Hirschman-Herfindahl) dan E (Entrophy) sebagai pengganti rasio konsentrasi. Walaupun demikian, rasio konsentrasi tetap merupakan pengukuran serba-guna mengenai derajat kompetisi paling baik. Pengukuran ini lebih jelas daripada pengukuran lain dan mempunyai pengertian lebih mantap.
48
Tahapan yang pertama dilakukan untuk menganalisis pangsa pasar dengan menggunakan Herfindahl Index adalah menghitung pangsa pasar tiap negara produsen teh di pasar internasional melalui besaran nilai ekspor teh. Perhitungan pangsa pasar yang dilakukan menggunakan formula sebagai berikut:
Sij = Xij / TXj Dimana,
Sij
= Pangsa pasar teh negara i di pasar internasional
Xij
= Nilai ekspor teh negara i di pasar internasional
TXj
= Total nilai ekspor teh di pasar internasiona
Formula yang sama kemudian digunakan untuk mengukur struktur pasar dan pangsa pasar suatu negara dalam perdagangan teh internasional, yaitu sebagai berikut:
HI = Sij12 + Sij2 2 + Sij3 2 + ... + Sijn2 Dimana,
HI
= Indeks Herfindahl
Si
= Pangsa pasar negara ke-i dalam perdagangan teh dunia
n
= Jumlah negara yang terlibat dalam perdagangan teh dunia
Concentration Ratio yang digunakan adalah untuk mengukur persentase pangsa pasar yang dipegang oleh (dikonsentrasikan dalam) empat (CR4) negara produsen teh terbesar di pasar internasional. Rasio konsentrasi pasar (CR4) di rumuskan sebagai berikut:
CR4 = Sij1 + Sij2 + Sij3 + Sij4 Dimana, CR4
= Nilai konsentrasi pasar 4 produsen teh terbesar di pasar internasional
Sij
= Pangsa pasar teh negara i di pasar internasional
49
Rasio konsentrasi yang rendah berarti pasar teh di pasar internasional cenderung terdiri dari banyak negara produsen dan pesaing cenderung tajam. Ketika rasio konsentrasi tinggi maka negara-negara produsen teh terbesar mendominasi dan cenderung berpotensi berperan dalam penetuan harga dan laba ekonomi. Didasarkan pada analisa standar dalam ekonomi industri, bahwa struktur dikatakan berbentuk oligopoli bila empat negara produsen terbesar menguasai minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri yang bersangkutan (CR4 = 40 %). Apabila kekuatan keempat produsen tersebut dianggap sama, maka pangsa penjualan atau produksi masing-masing produsen adalah 10 persen dari nilai penjualan atau produksi suatu industri. Apabila penguasaan pasar oleh sepuluh produsen atau kurang dalam suatu industri merupakan batas minimum suatu industri berbentuk oligopolistik, maka terdapat kecenderungan peningkatan derajat penguasaan pasar dari tahun ke tahun. Sejalan dengan peningkatan derajat penguasaan pasar tersebut, beberapa subsektor industri telah beralih dari struktur persaingan dengan oligopolistik. Semakin sedikit jumlah produsen yang dominan dalam suatu industri (1/Herfindahl Index semakin kecil) maka struktur industri semakin terkonsentrasi. Nilai Herfindahl Index ini berkisar antara 0 hingga 1 ( atau 10.000 yang merupakan kuadrat dari 100 %). Jika nilai Herfindahl Index mendekati 0 berarti struktur pasar industri yang bersangkutan cenderung ke pasar persaingan (competitive market), sementara jika indeks bernilai lebih dari 1 ( atau 10.000) maka stuktur pasar industri tersebut cenderung bersifat monopoli. Semakin cenderung pasar ke arah monopoli maka semakin tinggi konsentrasinya.
50
Herfindahl Index akan semakin berarti jika diketahui nilai 1/ Herfindahl Index (1/H2) yang mencerminkan jumlah perusahaan yang menguasai suatu industri ( Swaranindita, 2005). Struktur pasar juga dapat diklarifikasikan berdasarkan rasio konsentrasinya yang dapat dirumuskan dari dua alat ukur yaitu HI dan CR4 sebagai berikut8 : -
Konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan nilai CR4 yang berkisar antara 80 hingga 100 persen, sedangkan kisaran nilai HI yaitu antara 1800 hingga 10000. Bentuk pasar yang mungkin untuk tingkat konsentrasi tinggi adalah monopoli atau sedikit monopoli yang cenderung oligopoli.
-
Konsentrasi pasar sedang dicirikan dengan nilai CR4 antara 50 hingga 80 persen dan nilai HI yang berkisar antara 1000 hingga 1800. Bentuk pasar untuk tingkat konsentrasi sedang adalah lebih banyak oligopoli.
-
Konsentrasi pasar rendah dicirikan dengan nilai CR4 antara 0 dan 50 persen dan HI antara 0 dan 1000. Bentuk pasar yang sangat ekstrim adalah persaingan sempurna, namun sekurang-kurangnya adalah persaingan monopolistik. Bahkan dapat dimungkinkan pasar dengan sedikit oligopoli. Nilai CR semakin banyak digunakan adalah CR4 dan CR8 menunjukkan
persentase output pasar yang dihasilkan oleh empat atau delapan produsen terbesar dalam industri. Semakin besar nilai rasio konsentrasi menunjukkan bahwa industri tersebut semakin terkonsentrasi dan semakin sedikit jumlah produsen yang berada di pasaran, sedangkan semakin rendah rasio konsentrasi menunjukkan konsentrasi pasar yang rendah, persaingan yang lebih ketat dikarenakan tidak ada produsen secara signifikan menguasai pasar. Dengan
8
http://www.quickmba.com, 16 Mei 2007
51
mengetahui nilai indeks Herfindahl dan rasio konsentrasi empat produsen terbesar ini maka industri teh nasional secara tidak langsung dapat mengetahui konsentrasi industri dan struktur pasar persaingan dimana Indonesia dan negara-negara produsen teh lainnya bersaing, serta menyesuaikan strategi kompetitif yang akan digunakan. Tipe struktur pasar selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 11. Tipe Pasar mulai dari Monopoli Murni sampai dengan Persaingan Murni Tipe Pasar Monopoli Murni Perusahaan yang dominan
Kondisi Utama Suatu negara memiliki 100 persen dari pangsa pasar Suatu negara memiliki 50-100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat Oligopoli Ketat Penggabungan empat negara terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah Oligopoli Longgar Penggabungan empat negara terkemuka yang memiliki pangsa pasar 40 persen atau kurang dari pangsa pasar. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin Persaingan Monopolistik Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar Persaingan Murni Lebih dari 50 pesaing yang mana tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti Sumber: Wihana K. Jaya, Ekonomi Industri, 2001
4.2.2 Analisis Keunggulan Komparatif Menurut Tambunan (2001), keunggulan komparatif dapat diukur salah satunya dengan menggunakan Balassa’s Revealed Comparative Advantage Index yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu tersebut di pasar dunia. Tujuan penggunaan indeks RCA dalam penelitian adalah untuk mengetahui posisi komparatif Indonesia diantara negara-negara produsen teh lainnya di pasar teh internasional. Selain itu, indeks ini bermanfaat untuk mengukur daya saing industri suatu negara, apakah industri tersebut cukup tangguh bersaing di pasar internasional atau tidak dapat diketahui secara kuantitatif dengan menggunakan indeks ini. Indeks RCA dirumuskan sebagai berikut :
52
RCA = Dimana,
[ Xij / Xj ] [ Xiw / Xw]
Xij
= Nilai ekspor sektor i negara j
Xj
= Total ekspor dari negara j
Xiw
= Total ekspor dunia dari sektor i
Xw
= Total ekspor dunia
Bila suatu negara memiliki nilai RCA lebih besar dari 1, maka dapat dikatakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produk yang terkait dan berdaya saing kuat. Apabila nilai RCA kurang dari 1 mengindikasikan kerugian komparatif dalam produk terkait dengan kata lain menunjukkan daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCAnya maka semakin tangguh daya saingnya. Keuntungan dari menggunakan RCA Indeks adalah bahwa indeks ini memepertimbangkan keuntungan intrinsik komoditi ekspor tertentu secara konsisten dengan perubahan di dalam suatu ekonomi produktivitas dan faktor anugerah relatif. Namun indeks ini memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja ekspor didasarkan pada asumsi adanya persaingan bebas antar negara dan produk yang homogen untuk diperbandingkan. Indeks ini mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya. Maka selain analisa RCA juga digunakan model berlian Porter untuk melihat kondisi sektor teh di dalam negeri khususnya Indonesia yang berkaitan dengan keunggulan kompetitifnya.
53
4.2.3 Analisis Keunggulan Kompetitif Michael Porter (1990), mengemukakan bahwa tidak ditemukan korelasi positif antara keunggulan keberlimpahan sumberdaya alam dan banyaknya tenaga kerja di suatu negara untuk dijadikan keunggulan bersaing dalam perdagangan internasional. Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yang harus dipunyai suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebut adalah faktor-faktor produksi (factor condition), keadaan permintaan dan tuntutan mutu (demand condition), industri terkait dan pendukung yang kompetitif (related supporting industry) dan juga faktor struktur, strategi serta persaingan perusahaan. Selain keempat faktor penentu tersebut ditambah juga oleh faktor eksternal
yaitu
sistem
pemerintahan
(government)
dan
kesempatan
(chance events). Secara bersama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut model berlian daya saing internasional. Data-data yang dibutuhkan untuk menganalisis dengan model Porter ini adalah data produksi, ekspor, luas areal, produktivitas, konsumsi teh perkapita dalam dan luar negeri, perkembangan teknologi yang terkait dengan komoditi teh, kebijakan pemerintah serta data lainnya yang terkait dengan perkembangan komoditi teh di Indonesia. Tahapan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengkajian potensi, kendala dan peluang teh. Ketentuan tinggi atau rendahnya faktor yang terdapat pada metode analisis Berlian Porter mengacu pada perbandingan antara kondisi faktor-faktor di Indonesia dengan kondisi faktorfaktor yang sama di negara pesaing utama teh lainnya.
54
V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA
5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996 - 2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu besar, dimana rata-rata laju pertumbuhan selama kurun waktu tersebut hanya sebesar 0,71 persen. Dan rata-rata produksi selama tahun tersebut hanya 163 984 ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. Tabel 12. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Periode 1996 - 2005 Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata Sumber : ITC, 2006
Produksi (Ton) 166 256 153 619 166 825 161 003 162 586 166 868 162 194 169 819 164 817 165 854 163 984
Laju Pertumbuhan (%) -7,60 8,60 -3,49 0,98 2,63 -2,80 4,70 -2,94 0,63 0,71
Peningkatan produksi teh terbesar selama periode 1996-2005 adalah pada tahun 1998 dengan jumlah 166 825 ton atau mengalami peningkatan laju pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 8,60 persen. Peningkatan produksi tersebut karena jumlah luas areal perkebunan teh yang meningkat pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan terendah selama kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1997 sebesar 153 619 ton dimana penurunan produksinya mencapai 7,60 persen. Penurunan yang cukup besar ini disebabkan perubahan musim yang terlalu mencolok. Pada tahun 1997 terjadi peristiwa kemarau yang cukup panjang diakibatkan pengaruh EL NINO. Adanya
55
kejadian tersebut menyebabkan banyak tanaman teh yang mengalami kekeringan sehingga produksinya kurang maksimal. Selain keterangan diatas, produksi teh Indonesia selama periode tahun 1996-2005 juga mengalami flkutuasi yang beragam tiap tahunnya. Laju pertumbuhan yang menurun terjadi pada tahun 1999 sebesar -3,49 persen dimana jumlah produksinya 161 003 ton. Pada tahun 2002 dimana jumlah produksinya sebesar 162 194 ton juga mengalami penurunan produksi sebesar 2,80 persen. Pada tahun 2003 produksi teh mengalami peningkatan produksi sebesar 4,70 persen. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 2004 laju pertumbuhan produksi teh mengalami penurunan sebesar 2,94 persen dimana jumlah produksinya 164 817 ton. Pada tahun 2005 produksi teh kembali meningkat walaupun pertumbuhannya hanya sebesar 0,63 persen dengan jumlah produksi 165 854 ton. Perkembangan luas areal selama periode 1996 – 2005 mengalami penurunan (tabel 13). Hal ini sejalan dengan rata-rata laju pertumbuhan luas areal periode 1996 - 2005 yang mengalami penurunan sebesar 1,12 persen per tahun. Penurunan luas areal yang paling curam terjadi pada tahun 2003 dengan luas arealnya yaitu 143 620 Hektar atau laju penurunan luas areal sebesar 4,71 persen. Rata-rata laju pertumbuhan luas areal teh yang negatif tidak selalu tiap tahun mengalami pertumbuhan yang negatif. Laju pertumbuhan luas areal yang positif terjadi pada tahun 1998 dimana luas perkebunan teh seluas 157 040 hektar atau mengalami peningkatan luas areal sebesar 2,1 persen. Peningkatan luas areal pada tahun 1998 disebabkan harga jual teh yang diekspor menggunakan mata uang asing, sementara kurs rupiah terhadap dollar Amerika terdepresiasi sehingga
56
nilai US$ 1 sama dengan Rp.10 000. Oleh karena itu, keuntungan dari menjual komoditi teh pada masa krisis ekonomi menjadi sangat besar, sehingga para pengusaha teh berusaha meraih kuantitas produksi teh sebesar-besarnya salah satu caranya dengan memperluas luas areal perkebunan teh. Tabel 13. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Periode 1996 - 2005 Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata Sumber : ITC, 2006
Luas Areal (Hektar) 154 185 153 812 157 040 156 840 153 667 150 938 150 723 143 620 142 782 139 121 146 939.6
Laju Pertumbuhan (%) -0,24 2,1 -0,13 -2,02 -1,78 -0,14 -4,71 -0,58 -2,56 -1,12
Penurunan luas areal yang rata-rata terjadi tiap tahunnya umumnya disebabkan oleh alih fungsi lahan perkebunan teh menjadi fungsi lain yang lebih menguntungkan. Bagi para petani teh umumnya disebabkan oleh harga pucuk teh yang anjlok di pasaran hingga mencapai Rp 500 per kilogram, sehingga tidak mampu menutupi ongkos produksi. Akibatnya, para petani teh mulai beralih bercocok tanam sayuran. Bahkan, sebagian petani teh telah menjual tanah mereka karena dinilai tidak lagi mendatangkan keuntungan 9 . Begitu juga dengan para pengusaha swasta, akibat harga teh Indonesia yang semakin menurun di pasar dunia menjadi US$ 1,2 per kg jika dibandingkan dengan teh dari Sri Lanka dan India yang dihargai US$ 1,8 per kg maka semakin menyurutkan minat para investor untuk berinvestasi dalam komoditi teh, bila dibandingkan dengan investasi di bidang lainnya yang lebih menguntungkan. 9
Evy, “Harga teh Rakyat Anjlok Petani Teh Jual Tanah”, http:// www.kompas.com/, 10 Juni 2007
57
Perkembangan produktivitas komoditi teh Indonesia periode 1996-2005 menunjukkan perkembangan yang positif dimana rata-rata laju pertumbuhan produktivitas komoditi teh Indonesia sebesar 11,3 persen dengan rata-rata produktivitas 1093,4 kg per hektar. Selama periode tersebut laju pertumbuhan produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan produktivitas sebesar 1182 kg per hektar atau meningkat sebesar 9,85 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan produktivitas ini disebabkan produksi teh pada tahun 2003 mengalami peningkatan produksi sebesar 4,70 persen. Perkembangan produktivitas yang terendah terjadi pada tahun 1999 dimana jumlah produktivitasnya hanya sebesar 999 kg per hektar atau laju pertumbuhan produktivitasnya menurun sebesar 7,33 persen. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh produksi teh yang menurun sebesar 7,60 persen dengan jumlah produksi teh pada waktu itu sebesar 153 619 ton, sedangkan luas arealnya juga mengalami penurunan sebesar 0,24 persen dengan luas areal perkebunan teh sebesar 153 812 hektar. Tabel 14. Perkembangan Produktivitas Teh Indonesia Tahun 1996 - 2005 Tahun Produktivitas (Kg) 1996 1078 1997 999 1998 1062 1999 1027 2000 1058 2001 1106 2002 1076 2003 1182 2004 1154 2005 1192 Rata-rata 1093.4 Sumber: ITC diolah, 2007
Laju Pertumbuhan (%) -7,33 6,31 -3,3 3,02 4,54 -2,71 9,85 -2,37 3,29 11,3
58
Perkembangan produktivitas teh nasional periode 1996-2005 memang menunjukkan laju pertumbuhan yang positif. Namun, perkembangannya berfluktuasi setiap tahun dengan jumlah produktivitas teh yang cenderung rendah jika dibandingkan dengan rataan produktivitas negara pesaing kuat teh seperti Kenya sebesar 2264 kg per hektar untuk periode 2001-2005, sedangkan rataan produktivitas Indonesia untuk periode yang sama sebesar 1142 kg per hektar. Rendahnya produktivitas teh di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu produksi teh dan luas areal perkebunan teh. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir laju pertumbuhan produksi teh positif akan tetapi tidak sejalan dengan jumlah luas areal perkebunan teh yang menunjukkan laju pertumbuhan yang negatif. Kendala lainnya yang dihadapi adalah banyak mutu teh yang belum memenuhi standar internasional (ISO 3720). Selain itu peremajaan tanaman teh yang lambat dan mesin-mesin pengolahan yang kurang mengarah kebutuhan dan permintaan pasar yang berubah secara dinamis dan cepat10. Di sisi lain kondisi perdagangan teh internasional mengalami over supply. Menurut ITC (2006), pada tahun 2005 produksi teh dunia sebesar 3 419 579 ton, sedangkan konsumsi teh dunia sebesar 1 445 600 ton. Kondisi perdagangan pasar teh internasional yang mengalami over supply tersebut menuntut suatu negara produsen seperti Indonesia supaya memiliki daya saing terhadap negara produsen lainnya untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan pasar yang dimilikinya. Menurut Ketua Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Insyaf Malik (2005), pada saat pasar teh dunia mengalami over supply, yang dibeli pasar adalah teh yang 10
“Produktivitas Teh Indonesia Menurun”, http://www.antara.co.id/arc/2007/4/19/produktivitasteh-indonesia-menurun/, 14 Juni 2007
59
berkualitas tinggi saja. Terjadinya over supply ini, menyebabkan harga teh turun dan menyulitkan negara produsen. Sementara Indonesia mengalami kendala kualitas sejak awal, sehingga rata-rata harga yang diterima juga rendah. Oleh karena itu untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar komoditi teh Indonesia harus meningkatkan kualitas tehnya. Selain itu perlunya diversifikasi dari produk hilir teh agar Indonesia mendapatkan nilai tambah (value added) dari komoditi teh nasional. 5.2 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Seiring dengan tumbuhnya perekonomian suatu negara, permintaan impor atas suatu barang, termasuk kelompok komoditi teh mengalami peningkatan. Di pasar global, pangsa pasar perdagangan teh dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok. Kelompok pasar yang pertama adalah kelompok pasar yang meliputi pasar teh Polandia, Hongaria, Amerika Serikat dan Kanada. Kelompok pasar kedua terdiri dari pasar Eropa Barat, Australia, Jepang, negara-negara Eropa Timur secara umum, Turki, negara-negara Amerika Utara dan Amerika Selatan secara umum. Kelompok pasar yang ketiga meliputi pasar teh negara Pakistan, Afghanistan, Mesir, Malaysia, dan Singapura. Kelompok pasar yang keempat meliputi pasar teh negara Iran dan negara-negara Timur Tengah secara umum. Yang terakhir adalah kelompok pasar kelima yang meliputi pasar teh negaranegara Irak, Siria, dan wilayah Rusia khususnya Federasi Rusia (Suprihatini, 2004). Pada Gambar 5 dapat dilihat negara yang menjadi tujuan ekspor teh Indonesia.
60
Gambar 5. Negara-negara Tujuan Ekspor Teh Indonesia Produksi teh Indonesia selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga untuk memenuhi kebutuhan dunia. Sebagian besar produksi teh Indonesia adalah untuk tujuan ekspor. Jenis teh yang diekspor Indonesia 90,68 – 96,24 persen merupakan jenis teh hitam sedangkan sisanya 3,76 – 9,32 persen merupakan teh hijau. Hal ini disebabkan karena sekitar 71 persen jenis teh hitam mendominasi distribusi produksi teh dunia, sedangkan teh hijau lebih banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut BPS (2006), teh Indonesia diekspor ke berbagai negara tujuan. Pada tahun 2004 tercatat tidak kurang dari 74 negara dan pada tahun 2005 tercatat 59 negara yang jadi pangsa pasar teh Indonesia. Penurunan pangsa pasar ekspor Indonesia di dunia juga terkait dengan perkembangan posisi pangsa pasar ekspor teh Indonesia di dunia yang mengalami penurunan. Menurut Penelitian Bank Dunia (2004), stagnasi pertumbuhan ekspor Indonesia disebabkan oleh empat faktor, antara lain: (i) biaya yang lebih tinggi menjadikan ekspor Indonesia lebih mahal dibandingkan para pesaingnya; (ii) lemahnya iklim usaha menghambat investasi dalam industri ekspor; (iii) rendahnya akses terhadap kualitas dan kuantitas prasarana yang memadai,
61
mengakibatkan inefisiensi perdagangan, dan (iv) munculnya negara-negara pesaing, seperti Vietnam dan Cina, sebagai ancaman terhadap produk-produk ekspor utama Indonesia. Perkembangan pasar komoditi teh internasional tidak terlepas dari pertumbuhan ekspor produk teh. Komoditi teh yang dimaksud didasarkan pada data COMTRADE dengan kode HS 090210 (Teh hijau dikemas ≤3kg); HS 090220 (Teh hijau dikemas ≥3kg); HS 090230 (Teh hitam dikemas ≤3kg); HS 090240 (teh hitam dikemas ≥3 kg). Pemilihan kode HS tersebut didasarkan pada perbedaan negara tujuan ekspor dari masing-masing kode HS. Tabel 15. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hijau HS 090210 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %) Pangsa Pasar (%) Negara
2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 3,19 3,09 3,70 4,05 3,90 0,58 0,44 0,93 0,86 0,51 India Kenya 0,05 0,03 0,48 1,18 0,75 59,74 55,17 55,64 54,43 55,95 Cina Indonesia 1,02 1,14 0,62 2,18 6,11 0,004 0,006 0,006 0,01 0,02 Argentina Tanzania 0,01 0,02 0,003 0,008 0,008 0,38 0,60 0,12 0,49 0,42 Uganda Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Perkembangan pangsa pasar ekspor teh hijau HS 090210 Indonesia di dunia tahun 2001 sampai 2005 cenderung meningkat. Pada tahun 2003 Indonesia hanya mampu menguasai pangsa pasar dunia dengan memperoleh 0,62 persen dimana pangsa pasar Indonesia pada tahun tersebut merupakan pangsa pasar yang terendah selama lima tahun terakhir. Pangsa pasar tertinggi diraih Indonesia pada tahun 2005 sebanyak 6,11 persen. Penguasa pangsa pasar tertinggi untuk komoditi teh hijau HS 090210 adalah negara Cina dimana negara tersebut menguasai hampir 50 persen pangsa pasar teh hijau dunia. Perkembangan pangsa pasar teh
62
hijau negara Cina selama lima tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia agar bisa meningkatkan pangsa pasar teh hijau HS 090210 di dunia. Perkembangan pangsa pasar teh hijau Indonesia komoditi HS 090220 dari tahun 2001 sampai tahun 2005 dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pangsa pasar terendah diraih Indonesia pada tahun 2005 dengan pangsa pasar hanya sebesar 0,45 persen. Pada tahun 2001 pangsa pasar Indonesia untuk komoditi teh hijau HS 090220 sebesar 2,81 persen, dimana nilai pangsa pasar tersebut merupakan pangsa pasar tertinggi yang dapat dicapai Indonesia selama lima tahun terakhir. Pangsa pasar tertinggi untuk komoditi HS 090220 diraih oleh negara Cina, dimana negara Cina menguasai lebih dari 70 persen pangsa volume ekspor di dunia. Perkembangan pangsa pasar teh hijau HS 090220 negara Cina selama periode 2001-2005 cenderung berfluktuasi. Ketidakstabilan pangsa pasar ini merupakan peluang bagi Indonesia agar dapat meningkatkan pangsa pasarnya di dunia. Tabel 16. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hijau HS 090220 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %) Pangsa Pasar (%) Negara
2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 0,06 0,14 0,21 0,36 0,39 India 0,32 0,82 1,14 1,13 1,99 Kenya 0,004 0,001 0,19 0,11 0,12 Cina 81.56 77,69 82,89 86,13 77,18 Indonesia 2,81 2,26 1,4 0,54 0,45 Argentina 0,17 0,16 0,22 0,46 0,37 Tanzania 0,03 0,06 1,6 1,83 1,68 Uganda 0,04 0,26 0,004 0,11 0,19 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
63
Perkembangan pangsa pasar komoditi teh hitam Indonesia HS 090230 selama tahun 2001-2005 cenderung mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pangsa pasar tertinggi di raih Indonesia pada tahun 2005 dengan pangsa pasar sebesar 5,60 persen, sedangkan pangsa pasar terendah terjadi pada tahun 2001 dan 2003 dengan pangsa pasar sebesar 0,16 persen. Peningkatan pangsa pasar ekspor teh hitam HS 090230 ini merupakan angin segar bagi Indonesia dan harus tetap ditingkatkan agar Indonesia bisa meningkatkan keberadaannya sebagai eksportir kelima terbesar di dunia. Tabel 17. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hitam HS 090230 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %) Pangsa Pasar (%) Negara
2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 32,34 32,39 33,33 28,88 33,90 India 19,37 12,61 11,51 9,72 7,62 Kenya 0,11 0,11 0,09 0,01 0,03 Cina 1,20 1,36 1,32 1,20 1,98 Indonesia 0,16 0,19 0,16 4,82 5,60 Argentina 0,06 0,05 0,04 0,04 0,07 Tanzania 0,008 0,06 0,008 0,12 0 Uganda 2,28 2,73 0,68 2,70 1,59 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Perkembangan pangsa pasar komoditi teh hitam Indonesia HS 090240 selama tahun 2001 sampai tahun 2005 cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Pangsa pasar terendah terjadi pada tahun 2005 dimana pangsa pasarnya hanya sebesar 3,65 persen. Pangsa pasar tertinggi diraih oleh Indonesia pada tahun 2003 dengan pangsa pasar sebesar 5,83 persen. Peraih pangsa pasar tertinggi untuk komoditi teh hitam HS 090240 adalah negara Sri Lanka dan Kenya. Kedua negara tersebut menguasai pangsa pasar komoditi teh hitam HS 090240 lebih dari 20 persen terhadap penguasaannya di seluruh dunia. Namun, kedua negara ini perkembangannya selama periode 2001-2005 cenderung berfluktuasi. Hal ini
64
merupakan peluang bagi Indonesia agar dapat meningkatkan penguasaan pangsa pasar ekspor teh hitam HS 090240 di dunia. Tabel 18. Pangsa Pasar Komoditi Teh Hitam HS 090240 Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Indonesia, Argentina, Tanzania dan Uganda Tahun 2001-2005 (dalam %) Pangsa Pasar (%) Negara
2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 26,67 31,45 24,81 26,99 38,05 India 12,22 18,05 15,03 16,90 24,15 Kenya 29,61 11,09 30,87 27,50 25,53 Cina 6,12 6,86 5,12 5,17 7,15 Indonesia 6,08 7,60 5,83 3,81 3,65 Argentina 2,72 3,14 2,15 2,34 3,63 Tanzania 1,85 2,29 1,40 1,50 1,84 Uganda 0,67 0,71 0,15 0,62 1,40 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
65
VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL
6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang difermentasi dikemas ≤ 3 kg. Berdasarkan data untuk HS 090210 selama lima tahun, menghasilkan nilai rataan HI sebesar 3353 dan nilai rataan CR4 sebesar 72,43 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar teh hijau HS 090210 memiliki tingkat konsentrasi pasar tinggi karena nilai Indeks Herfindahl berkisar antara 3184 hingga 3728. Namun, nilai rataan rasio konsentrasi CR4 menunjukkan tingkat konsentrasi pasar sedang. Perkembangan nilai HI dan rasio konsentrasi komoditi teh HS 090210 dapat terlihat pada tabel 19. Tabel 19. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hijau HS 090210 Tahun 2001 - 2005 Komoditi Teh HS 090210 Herfindahl Index Tahun Nilai Rasio Konsentrasi Jumlah Nilai Herfindahl (CR4) Eksportir Index (HI) (Negara) 2001 98 3728 73,96 2002 99 3222 70,39 2003 100 3323 73,22 2004 104 3184 72,90 2005 93 3308 71,69 Rata-rata 3353 72,43 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Jumlah negara yang terlibat dalam pasar teh hijau HS 090210 selalu berubah-ubah dalam lima tahun terakhir yang terdiri dari kisaran 98 negara hingga 104 negara, masing-masing negara tersebut memiliki market share yang rendah, hanya beberapa negara saja yang mempunyai market share cukup tinggi. Untuk komoditi ini, nilai Indeks Herfindahl tidak terlalu mengalami perubahan yang
66
berarti karena nilai HI berada pada kisaran 3184 hingga 3728, dengan nilai rataan HI sebesar 3353 yang menunjukkan tingkat konsentrasi pasar tinggi. Nilai CR4 selama lima tahun terakhir berada dalam kisaran 70,39 persen hingga 73,96 persen dengan rataan 72,43 persen. Dengan demikian konsentrasi pasar dapat berada dalam tingkatan sedang, namun nilai CR4 cenderung mengalami penurunan. Pada akhirnya dengan menggunakan nilai rataan HI dan CR4, kedua alat ukur memberikan kesimpulan yang berbeda. Berdasarkan nilai HI, pasar teh hijau HS 090210 menunjukkan tingkat konsentrasi yang tinggi, sedangkan nilai CR4 menunjukkan bahwa pasar teh hijau HS 090210 memiliki tingkat konsentrasi sedang. Konsentrasi pasar yang tinggi seharusnya mengarah pada bentuk pasar monopoli, namun kenyataannya adalah negara-negara dengan pangsa pasar terbesar tidak menguasai pasar yang mendekati 100 persen, sehingga bentuk pasar yang mungkin adalah oligopoli dengan pemimpin kekuatan pasar monopoli. Tabel 20. Pangsa Pasar Produsen Teh Hijau HS 090210 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 - 2005 Negara 2001 2002 2003 2004 2005 Cina 59,74 55,17 55,64 54,43 55,95 Inggris 9,25 9,88 12,49 12,11 8,46 Jerman 3,09 3,74 3,02 3,63 4,24 USA 1,88 1,60 2,06 2,72 3,04 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Penguasaan pasar sesuai hasil concentration ratio selama lima tahun terakhir dipegang oleh negara Cina, Inggris, Jerman dan Amerika Serikat. Keempat negara tersebut selama kurun waktu 2001 hingga 2005 menguasai lebih dari 70 persen pangsa pasar di seluruh dunia. Cina menjadi penguasa pangsa pasar terbesar selama lima tahun terakhir. Demikian pula dengan Inggris yang selalu menjadi peringkat kedua setelah Cina, namun terjadi penurunan pangsa pasar
67
yang diperoleh. Setelah itu disusul dengan Jerman di peringkat ketiga setelah Inggris dengan pangsa pasar yang cenderung mengalami peningkatan. Berbeda halnya dengan Amerika Serikat yang menunjukkan perubahan positif pada pangsa pasarnya yang mengalami peningkatan tiap tahunnya walaupun sedikit. Menurut Kirana (2001), suatu negara dikatakan dominan bila suatu negara menguasai 40 persen pangsa pasar. Sementara pangsa pasar negara terbesar lainnya kurang dari separuh negara dominan tersebut. Semakin besar pangsa pasar negara dominan, semakin dekat negara itu untuk menjadi negara monopoli murni. Jika suatu negara menguasai pangsa pasar yang sangat tinggi yaitu diatas 50 persen dan tidak ada persaingan yang berarti, ini menandakan kekuatan pasar negara itu juga besar. Pada komoditi teh hijau ini penguasa pangsa pasar terbesar diraih oleh Cina dengan rataan pangsa pasar periode 2001-2005 sebesar 56,2 persen. Dalam hal ini negara Cina merupakan negara dominan dalam pasar teh hijau HS 090210, sehingga semakin dekat pula kemungkinan Cina untuk memonopoli pasar teh hijau ini. Hal ini merupakan ancaman yang serius karena terbukanya kesempatan persaingan yang tidak sehat. Negara dengan tipe pasar dominan seperti ini yaitu Cina mempunyai dua pengaruh terhadap harga seperti halnya monopoli murni. Kedua pengaruh tersebut yaitu: (1) Dapat menaikkan tingkat harga, seringkali (meskipun tidak selalu) untuk memperoleh keuntungan lebih (2) Dapat menggunakan diskriminasi harga.
68
6.2 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090220 Komoditi teh dengan kode HS 090220 merupakan teh hijau yang difermentasi dikemas ≥ 3 kg. Dari perhitungan Herfindahl Index (HI) dari tahun 2001 sampai tahun 2005 diketahui bahwa nilai HI komoditi teh hijau HS 090220 berada dalam kisaran 6078 hingga 7477 dengan rataan sebesar 6642. Hal ini menunjukkan bahwa pasar komoditi teh hijau HS 090220 dunia memiliki tingkat konsentrasi tinggi karena memiliki nilai HI diantara 1800 hingga 10000. Tabel 21. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hijau HS 090220 Tahun 2001 - 2005 Komoditi Teh HS 090220 Herfindahl Index Tahun Nilai Rasio Konsentrasi Jumlah Nilai Herfindahl (CR4) Eksportir Index (HI) (Negara) 2001 89 6682 86,91 2002 95 6078 84,60 2003 94 6944 84,75 2004 95 7477 86,70 2005 92 6029 85,73 Rata-rata 6642 85,74 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Pasar komoditi komoditi teh hijau HS 090220 menunjukkan struktur pasar monopoli atau sedikit monopoli yang cenderung oligopoli. Hal ini terlihat dari nilai Indeks Herfindahl yang relatif tinggi dan jumlah negara yang terlibat dalam pasar banyak. Jumlah negara yang terlibat dalam pasar komoditi teh hijau HS 090220 tidak terlalu mengalami perubahan yang signifikan tiap tahunnya. Jumlah negara eksportir teh hijau HS 090220 selama kurun waktu 2001 hingga 2005 berkisar dari 89 hingga 95 negara. Rasio
tingkat
konsentrasi
yang
ditunjukkan
dengan
nilai
CR4
memperlihatkan kecenderungan dimana empat negara produsen terbesar menguasai lebih dari 80 persen pangsa pasar selama periode tahun 2001 sampai
69
tahun 2005. Nilai CR4 selama lima tahun berada dalam kisaran 84,60 persen hingga 86,91 persen dengan rataan 85,74 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa komoditi teh hijau HS 090220 berada dalam pasar dengan struktur pasar persaingan monopoli. Berdasarkan hasil Herfindahl Index (HI) dan Consentration Ratio (CR4) memberikan kesimpulan bahwa pasar komoditi teh hijau HS 090220 di pasar internasional memiliki tingkat konsentrasi tinggi yaitu pasar dengan struktur pasar monopoli. Namun tidak mungkin dalam suatu pasar terjadi ukuran konsentrasi yang benar-benar sempurna. Jadi bentuk pasar yang mungkin untuk komoditi ini adalah struktur pasar oligopoli dengan pemimpin kekuatan pasar monopoli. Selama periode 2001 hingga 2005 pasar didominasi oleh negara Cina, Jerman, Jepang, serta Tanzania. Keempat negara tersebut dalam kurun waktu tersebut menguasai lebih dari 84 persen pangsa pasar di dunia. Cina memiliki pangsa pasar tertinggi dalam komoditi teh hijau HS 090220 selama lima tahun terakhir dengan rataan penguasaan pangsa pasar 77,2 persen selama kurun waktu tersebut, namun perubahan pangsa pasarnya cenderung menurun. Pada komoditi ini penguasa pangsa pasar terbesar yaitu negara Cina menguasai pangsa pasar dunia dengan rataan selama lima tahun terakhir sebesar 77,2 persen. Hal ini mengindikasikan Cina tidak memiliki saingan berarti yang menandakan kekuatan pasar negara Cina juga besar. Negara Cina dengan pangsa pasar yang mendekati 100 persen, maka taraf kekuatan yang dihadapi Cina meningkat seperti pada taraf monopoli. Dengan struktur pasar yang dimiliki Cina maka akan terbukanya kesempatan persaingan yang tidak sehat, karena Cina memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga seperti pada persaingan monopoli.
70
Tabel 22. Pangsa Pasar Produsen Teh Hijau HS 090220 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 - 2005 Negara 2001 2002 2003 2004 2005 Cina 81,56 77,69 74,99 77,19 74,59 Jerman 4,91 6,45 5,70 6,84 3,83 Jepang 1,50 1,94 1,87 2,16 2,67 Tanzania 0,03 0,06 1,45 1,64 1,62 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
6.3 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hitam HS 090230 Berdasarkan data ekspor komoditi teh hitam HS 090230 di pasar internasional selama lima tahun, didapatkan nilai rataan HI sebesar 1671,8 dan nilai rataan CR4 sebesar 71,73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar komoditi teh hitam HS 090230 dunia memiliki tingkat konsentrasi sedang karena nilai HI diantara 1000 hingga 1800 dan nilai CR4 berada diantara 50 hingga 80 persen. Nilai HI selama lima tahun berada dalam kisaran 1489 hingga 1806 dengan rataan 1671,8, sedangkan nilai CR4 selama lima tahun berada dalam kisaran 69,49 persen hingga 72,72 persen dengan rataan 71,73 persen. Rasio tingkat konsentrasi yang ditunjukkan dengan nilai CR4 memperlihatkan kecenderungan dimana empat negara produsen terbesar menguasai lebih dari 69 persen pangsa pasar selama periode tahun 2001 hingga tahun 2005. Hal ini memperlihatkan bahwa komoditi teh hitam HS 090230 berada pada konsentrasi pasar sedang. Berdasarkan hasil Herfindahl Index (HI) dan Consentration Ratio (CR4) memberikan kesimpulan bahwa pasar komoditi teh hitam HS 090230 di pasar internasional memiliki tingkat konsentrasi sedang yaitu pasar dengan struktur pasar lebih banyak oligopoli.
71
Tabel 23. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hitam HS 090230 Tahun 2001 - 2005 Komoditi Teh HS 090230 Herfindahl Index Tahun Nilai Rasio Konsentrasi Jumlah Nilai Herfindahl (CR4) Eksportir Index (HI) (Negara) 2001 101 1741 71,92 2002 107 1652 69,49 2003 112 1806 72,69 2004 107 1489 72,72 2005 102 1671 71,84 Rata-rata 1671,8 71,73 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Pangsa pasar komoditi teh hitam HS 090230 selama lima tahun terakhir dikuasai oleh negara Sri Lanka, Inggris, India serta Belgia. Sebanyak lebih dari 69 persen pangsa pasar dunia dikuasai oleh keempat negara tersebut. Pangsa pasar tertinggi dipegang oleh Sri Lanka yang perubahan pangsa pasarnya menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Inggris menduduki peringkat kedua setelah Sri Lanka. Setelah negara Inggris terdapat negara India yang perkembangan pangsa pasarnya tiap tahun mengalami penurunan, jika hal seperti ini terus berlanjut bukan tidak mungkin India akan disusul oleh Belgia. Peringkat keempat adalah Belgia, perkembangannya di pasar teh hitam HS 090230 berfluktuasi. Tabel 24. Pangsa Pasar Produsen Teh Hitam HS 090230 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 - 2005 Negara 2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 32,24 32,39 33,33 32,68 37,52 Inggris 15,63 19,02 22,11 24,08 20,67 India 19,37 12,61 11,51 11,01 8,43 Belgia 4,68 5,46 5,73 4,95 5,21 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Menurut Kirana (2001), ciri dari struktur pasar oligopoli ketat adalah jika terdapat penggabungan empat perusahaan atau negara yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakatan di antara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Pasar komoditi teh hitam HS 090230 adalah pasar dengan struktur
72
oligopoli ketat, karena empat negara produsen teh terbesar menguasai pangsa pasar lebih dari 69 persen. Struktur pasar seperti ini memicu terjadinya persaingan tidak sehat yaitu kolusi. Kolusi ini dimaksudkan agar mereka dapat mempertahankan keuntungan yang sudah didapat selama ini, bahkan kolusi ini juga dapat dilakukan untuk memperkuat posisi tawar. Hal seperti ini merupakan ancaman serius bagi negara-negara produsen teh yang pangsa pasarnya rendah seperti Indonesia. 6.4 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hitam HS 090240 Komoditi teh hitam HS 090240 merupakan komoditi teh hitam (difermentasi dan teh difermentasi sebagian) dikemas dalam kemasan ≥ 3 kg, struktur pasar komoditi tersebut dapat dilihat pada Tabel 25. Dari hasil perhitungan nilai Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR4) untuk komoditi teh hitam HS 090240 dari tahun 2001 sampai tahun 2005 dapat terlihat bahwa kisaran nilai HI berada pada 1591 sampai 2167 dengan rataan sebesar 1866,2. dari rataan HI tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa struktur persaingan komoditi teh hitam HS 090240 berada pada tingkat konsentrasi tinggi pasar yang mungkin untuk konsentrasi tinggi adalah struktur pasar persaingan monopoli atau sedikit monopoli cenderung oligopoli. Rasio
tingkat
konsentrasi
yang
ditunjukkan
dengan
nilai
CR4
memperlihatkan kecenderungan dimana empat negara produsen terbesar menguasai lebih dari 60 persen sampai lebih dari 90 persen pasar selama periode tahun 2001 sampai tahun 2005. Nilai CR4 selama lima tahun berada dalam kisaran 67,45 persen hingga 94,88 persen dengan rataan 77,87 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa komoditi teh hitam HS 090240 berada dalam konsentrasi
73
pasar sedang dengan struktur pasar persaingan oligopoli. Pada tahun 2001 sampai tahun 2004, nilai CR4 menunjukkan konsentrasi sedang, bentuk pasarnya adalah struktur pasar persaingan oligopoli. Sedangkan pada tahun 2005 nilai CR4 menunjukkan konsentrasi pasar tinggi dengan bentuk struktur pasar monopoli. Tabel 25. Nilai Herfindahl Index dan Rasio Konsentrasi Komoditi Teh Hitam HS 090240 Tahun 2001 – 2005 Komoditi Teh HS 090240 Herfindahl Index Tahun Nilai Rasio Konsentrasi Jumlah Nilai Herfindahl (CR4) Eksportir Index (HI) (Negara) 2001 103 1843 74,63 2002 107 1591 67,45 2003 109 1884 75,83 2004 106 1846 76,58 2005 101 2167 94,88 Rata-rata 1866,2 77,87 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Berdasarkan hasil Herfindahl Index (HI) dan Consentration Ratio (CR4), kedua alat ukur memberikan kesimpulan yang berbeda. Nilai HI pasar teh hitam HS 090240 menunjukkan tingkat konsentrasi yang tinggi, sedangkan nilai CR4 menunjukkan bahwa pasar teh hitam HS 090240 memiliki tingkat konsentrasi sedang. Konsentrasi tinggi seharusnya mengarah pada bentuk pasar monopoli, namun pada kenyataannya adalah negara-negara dengan pangsa pasar terbesar tidak menguasai pasar yang mendekati 100 persen, sehingga bentuk pasar yang mungkin adalah bentuk pasar dengan struktur oligopoli dengan pemimpin kekuatan pasar monopoli. Penguasaan pasar komoditi teh hitam HS 090240 selama lima tahun terakhir dipegang oleh negara Sri Lanka, Kenya, India dan Cina. Keempat negara tersebut selama kurun waktu 2001 hingga 2005 menguasai lebih dari 60 persen bahkan lebih dari 90 persen pangsa pasar di seluruh dunia. Sri Lanka dan Kenya
74
saling bersaing menjadi penguasa pangsa pasar teh hitam HS 090240 terbesar. Sri Lanka dalam perkembangan pangsa pasarnya cenderung mengalami peningkatan, sedangkan Kenya perkembangan pangsa pasarnya cenderung mengalami penurunan. Setelah Kenya terdapat negara India, negara ini menunjukkan perkembangan yang positif dengan nilai pangsa pasar yang cenderung meningkat terutama pada tahun 2005. Sedangkan Cina menunjukkan laju pertumbuhan yang positif namun perkembangannya tidak terlalu signifikan. Pasar komoditi teh hitam HS 090240 adalah pasar dengan struktur oligopoli ketat, karena empat negara produsen teh terbesar menguasai pangsa pasar lebih dari 60 persen. Struktur pasar seperti ini memicu terjadinya persaingan tidak sehat yaitu kolusi. Kolusi ini dimaksudkan agar mereka dapat mempertahankan keuntungan yang sudah didapat selama ini, bahkan kolusi ini juga dapat dilakukan untuk memperkuat posisi tawar. Hal seperti ini merupakan ancaman serius bagi negara-negara produsen teh yang pangsa pasarnya rendah seperti Indonesia. Tabel 26. Pangsa Pasar Produsen Teh Hitam HS 090240 Terbesar di Pasar Internasional Periode 2001 - 2005 Negara 2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 26,67 31,45 24,81 26,99 38,05 Kenya 29,61 11,09 30,87 27,50 25,53 India 12,22 18,05 15,03 16,90 24,15 Cina 6,12 6,86 5,12 5,17 7,15 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
75
VII. DAYA SAING KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
7.1 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Indonesia di Pasar Internasional 7.1.1 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hijau HS 090210 Berdasarkan nilai RCA selama periode 2001 hingga 2005 perkembangan daya saing Indonesia menunjukkan peningkatan. Perkembangan daya saing Indonesia untuk teh hijau HS 090210 sebenarnya baik walaupun peningkatannya tidak terlalu besar. Nilai RCA tertinggi terjadi pada tahun 2005 dimana nilai RCA Indonesia mencapai 7,01. Nilai RCA terendah terjadi pada tahun 2003 dengan nilai RCA sebesar 0,75 karena jika nilai RCA ≤ 1 maka komoditi teh hijau HS 090210 tidak berdaya saing. Penurunan nilai RCA ini disebabkan penguasaan pangsa pasar Indonesia untuk komoditi teh hijau HS 090210 hanya sebesar 0,62 persen (tabel 15). Tabel 27. Nilai RCA Komoditi Teh Hijau HS 090210 di Pasar Internasional Tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 40,54 40,76 55,51 65,37 62,28 India 0,77 0,53 1,08 0,95 0,49 Kenya 2,06 1,34 13,76 38,84 25,06 Cina 13,34 10,54 9,27 8,11 7,22 Indonesia 1,08 1,25 0,75 2,99 7,01 Argentina 0,01 0,01 0,01 0,03 0,04 Tanzania 0,93 1,61 0,18 0,51 0,55 Uganda 49,76 79,51 54,34 67,30 50,52 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007 Negara
Sri Lanka merupakan negara yang memiliki RCA tertinggi dibanding tujuh negara lainnya, negara ini salah satu produsen teh pesaing kuat dalam pasar internasional. Perkembangan Sri Lanka selama periode 2001 -2005 menunjukkan kecenderungan peningkatan. Uganda juga merupakan salah satu negara yang
76
memiliki nilai RCA tertinggi. Perkembangannya selama periode analisis berfluktuasi tiap tahunnya. Kedua negara tersebut merupakan negara peraih nilai RCA terbesar hal ini disebabkan karena komoditi teh hijau HS 090210 di negara tersebut merupakan salah satu sektor unggulan yang diandalkan dan penguasaannya terhadap pasar domestik masing-masing cukup tangguh. Cina adalah negara yang memiliki pangsa pasar yang tertinggi pada komoditi teh hijau HS 090210 diantara negara lainnya, namun ternyata nilai RCA Cina lebih kecil dibandingkan Sri Lanka, Kenya, dan Uganda. Hal ini dikarenakan proporsi ekspor komoditi teh hijau HS 090210 Sri Lanka, Kenya dan Uganda terhadap total ekspornya di pasar dunia lebih besar dari pada proporsi ekspor Cina terhadap keseluruhan ekspornya di pasar dunia. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hijau HS 090210 di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh dalam kancah dunia. Terutama Indonesia yang nilai RCA dan pangsa pasarnya menunjukkan perkembangan peningkatan yang baik. Hal seperti ini harus dapat terus ditingkatkan agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap keunggulan komparatif Indonesia di pasar internasional. 7.1.2 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hijau HS 090220 Berdasarkan nilai RCA perkembangan daya saing Indonesia selama periode 2001 hingga 2005 menunjukkan perkembangan nilai RCA yang semakin menurun tiap tahunnya. Selama periode 2001 – 2003 Indonesia masih berdaya saing karena memiliki nilai RCA ≥ 1. Namun, semenjak tahun 2004 – 2005 nilai RCA Indonesia ≤ 1 dimana Indonesia tidak berdaya saing dalam pasar komoditi teh hijau HS 090220 untuk periode tersebut. Penurunan nilai RCA Indonesia terhadap
77
dunia disebabkan oleh penguasaan pangsa pasar komoditi teh hijau HS 090220 Indonesia di dunia yang semakin menurun seperti terlihat pada tabel 16. Cina merupakan negara pengekspor terbesar untuk komoditi teh hijau. Perkembangan nilai RCA selama periode 2001-2005 menunjukkan penurunan tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan penguasaan pangsa psarnya yang tiap tahunnya berfluktuasi seperti terlihat pada tabel 16. Menurut ITC (2006), perkembangan konsumsi teh untuk negara Cina tahun 2003-2005 tidak termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 440 gram perkapita per tahun. Perkembangan RCA Cina yang terus menurun serta konsumsi teh dalam negeri yang tidak cukup tinggi merupakan suatu peluang bagi Indonesia agar dapat meningkatkan pangsa pasar di pasar teh hijau internasional. Tabel 28. Nilai RCA Komoditi Teh Hijau HS 090220 di Pasar Internasional Tahun 2001-2005 Tahun Negara
2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 0,82 1,79 2,86 5,25 6,01 India 0,43 0,98 1,20 1,12 1,83 Kenya 0,17 0,06 5,03 3,25 3,98 Cina 18,21 14,80 12,50 11,50 9,62 Indonesia 2,97 2,46 1,52 0,66 0,50 Argentina 0,38 0,38 0,49 1,05 0,87 Tanzania 2,04 4,38 86,88 98,78 112,92 Uganda 6,05 34,50 1,72 13,33 21,84 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Uganda merupakan salah satu negara produsen teh hijau yang memiliki nilai RCA tertinggi dibanding lainnya. Namun, perkembangannya selama periode 2001-2005 berfluktuasi dengan nilai yang ekstrim. Pada tahun 2001 nilai RCA Uganda sebesar 6,05 dibandingkan dengan tahun berikutnya nilai RCA Uganda naik menjadi 34,50 akan tetapi di tahun 2003 turun drastis menjadi hanya 1,72. sampai tahun 2005 perkembangan nilai RCA Uganda mengalami peningkatan
78
hingga sebesar 21,84. Perkembangan nilai RCA Uganda yang tidak stabil ini merupakan salah satu peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di pasar internasional. Tanzania merupakan produsen teh hijau yang memiliki nilai RCA tinggi dengan kecenderungan peningkatan nilai RCA tiap tahunnya untuk periode 20012005, sedangkan dilihat dari penguasaan pangsa pasar teh hijau di dunia juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selain itu negara India dalam perkembangannya selama periode 2001-2005 juga mengalami peningkatan pangsa pasar dan nilai RCA tiap tahunnya. Hal ini merupakan ancaman yang serius bagi produsen teh termasuk Indonesia dalam meningkatkan daya saingnya di pasar internasional. Cina adalah negara yang memiliki pangsa pasar yang tertinggi pada komoditi teh hijau HS 090220 dibanding negara lainnya di pasar internasional namun ternyata nilai RCA Cina lebih kecil daripada nilai RCA Tanzania nilai RCA Uganda. Hal ini dikarenakan proporsi ekspor komoditi teh hijau Tanzania dan Uganda terhadap total ekspornya di pasar dunia lebih besar dari pada proporsi ekspor Cina terhadap keseluruhan ekspornya di pasar dunia. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hijau HS 090220 di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh dalam kancah dunia. Namun, pada periode tahun 2001 hingga tahun 2005 pangsa pasar Indonesia memiliki kecenderungan menurun. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mempertahankan pangsa pasar dan meningkatkan daya saing teh hijau Indonesia di pasar dunia baik secara internal maupun
79
eksternal agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap keunggulan komparatif teh hijau Indonesia di pasar internasional. 7.1.3 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hitam HS 090230 Berdasarkan nilai RCA perkembangan daya saing Indonesia selama periode 2001 hingga 2005 cenderung mengalami peningkatan. Selama tahun 2001 hingga 2003 komoditi teh hitam Indonesia HS 090230 tidak memiliki daya saing karena nilai RCA yang kurang dari satu. Hal ini disebabkan penguasaan pangsa pasar ekspor komoditi teh hitam HS 090230 yang cenderung kecil seperti terlihat pada tabel 17. Namun, hal ini tidak berlangsung lama karena nilai RCA Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dengan puncaknya pada tahun 2004 dimana nilai RCA Indonesia mencapai 7,48. Tetapi Indonesia tidak bisa mempertahankan daya saingnya sehingga kembali terjadi penurunan walaupun sedikit di tahun 2005 dengan nilai RCA sebesar 7,11. Diantara delapan negara, Sri Lanka adalah negara yang memiliki nilai RCA terbesar dan pangsa pasar tertinggi. Selama periode 2001-2005 perkembangannya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Dilihat dari penguasaan pangsa pasarnya Sri Lanka menguasai lebih dari 28 persen. Menurut ITC (2006), tingkat konsumsi teh negara Sri Lanka cukup tinggi yaitu 1400 gram perkapita. Perkembangan positif nilai RCA, pangsa pasar dan tingkat konsumsi teh Sri Lanka ini merupakan ancaman bagi negara produsen teh hitam seperti Indonesia. Indonesia harus mempersiapkan diri agar dapat bersaing dengan Sri Lanka di pasar teh hitam ini. Uganda merupakan salah satu produsen teh hitam dengan nilai RCA terbesar. Perkembangannya selama periode 2001-2005 cenderung fluktuatif.
80
Ketidakstabilan nilai RCA ini merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia untuk dapat merebut pangsa pasar teh hitam di pasar internasional. Tabel 29. Nilai RCA Komoditi Teh Hitam HS 090230 di Pasar Internasional Tahun 2001-2005 Tahun Negara
2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 410,06 426,84 500,16 526,81 598,83 India 25,97 14,96 13,34 12,19 8,01 Kenya 4,48 4,97 2,70 0,59 0,90 Cina 0,27 0,26 0,22 0,20 0,28 Indonesia 0,17 0,20 0,19 7,48 7,11 Argentina 0,14 0,11 0,11 0,13 0,19 Tanzania 0,61 4,53 0,47 7,92 0 Uganda 300,30 363,30 302,19 422,40 212,60 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007
Penguasaan pangsa pasar Indonesia untuk komoditi teh hitam HS 090230 untuk tahun 2004 dan 2005 lebih besar daripada pangsa pasar Uganda. Namun, nilai RCA Uganda jauh lebih besar daripada Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan RCA, nilai ekspor komoditi suatu negara tertentu dibandingkan dengan total ekspor negara tersebut, maka negara yang jumlah ekspornya relatif sama dengan negara lain namun total ekspornya lebih besar justru mempunyai nilai RCA yang lebih kecil. Nilai RCA Uganda yang besar menunjukkan bahwa komoditi teh hitam di pasar domestik Uganda merupakan komoditi ekspor yang sangat diandalkan dan cukup tangguh. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hitam HS 090230 di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh hitam dalam kancah dunia. Terutama Indonesia yang nilai RCA dan pangsa pasarnya menunjukkan perkembangan peningkatan yang baik. Hal seperti ini harus dapat terus ditingkatkan agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap keunggulan komparatif Indonesia di pasar internasional.
81
7.1.4 Analisis Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Hitam HS 090240 Berdasarkan nilai RCA perkembangan daya saing Indonesia selama periode 2001 hingga 2005 menunjukkan penurunan. Nilai RCA tertinggi diraih Indonesia pada tahun 2002 dengan nilai RCA sebesar 8,27. Namun, hal ini tidak berlangsung lama karena pada tahun-tahun berikutnya nilai RCA Indonesia terus merosot sampai pada tahun 2005 dimana merupakan nilai RCA terendah selama periode tersebut dengan nilai RCA sebesar 4,19. Penurunan nilai RCA Indonesia untuk komoditi teh hitam HS 090240 disebabkan oleh penguasaan pangsa pasar Indonesia untuk komoditi ini yang cenderung mengalami penurunan seperti terlihat pada tabel 18. Kenya merupakan salah satu produsen teh hitam dengan nilai RCA terbesar. Selama periode 2001-2005 perkembangan nilai RCA Kenya cenderung fluktuatif. Nilai RCA terbesar diraih oleh Kenya pada tahun 2001 sebesar 1157,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2001 komoditi teh hitam di pasar domestik Kenya merupakan komoditi ekspor yang diandalkan dan cukup tangguh. Namun, pada tahun 2002 perkembangan nilai RCA Kenya merosot tajam sampai 492,9. Di tahun-tahun berikutnya perkembangan nilai RCA Kenya berfluktuatif sampai pada tahun
2005 sebesar 856,68. Hal ini disebabkan
penguasaan pangsa pasar Kenya untuk komoditi teh hitam HS 090240 di dunia cenderung fluktuatif (tabel 18). Ketidakstabilan nilai RCA ini merupakan suatu peluang bagi Indonesia agar dapat bersaing dengan Kenya dalam pasar teh hitam internasional. Sri Lanka merupakan eksportir teh hitam HS 090240 yang memiliki nilai RCA tinggi. Perkembangannya selama periode 2001-2005 menunjukkan
82
peningkatan. Nilai RCA terbesar terjadi pada tahun 2005 dengan nilai RCA sebesar 607,24, hal ini disebabkan penguasaan pangsa pasar Sri Lanka untuk komoditi teh hitam HS 090240 cenderung mengalami peningkatan di pasar komoditi teh hitam internasional (tabel 18). Perkembangan RCA dan pangsa pasar teh hitam Sri Lanka yang positif ini merupakan ancaman serius bagi Indonesia dimana Indonesia juga merupakan salah satu eksportir teh hitam HS 090240. Indonesia harus mempersiapkan diri terutama dari sisi kualitas teh yang akan diekspor agar dapat bersaing dengan produsen teh hitam lainnya. Tabel 30. Nilai RCA Komoditi Teh Hitam HS 090240 di Pasar Internasional Tahun 2001-2005 Tahun Negara 2001 2002 2003 2004 2005 Sri Lanka 339,25 414,50 372,27 435,12 607,24 India 16,39 21,41 17,41 18,72 22,96 Kenya 1157,59 492,90 883,93 966,13 856,68 Cina 1,37 1,31 0,85 0,77 0,92 Indonesia 6,41 8,27 6,98 5,23 4,19 Argentina 6,07 7,59 5,24 5,99 8,91 Tanzania 144,44 158,50 84,20 90,54 128,09 Uganda 88,86 94,26 65,08 86,02 169,54 Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) (diolah), 2007 Perkembangan
nilai
RCA
Indonesia
selama
periode
2001-2005
memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Namun, penguasaan pangsa pasar Indonesia masih lebih besar dibandingkan negara Tanzania dan Uganda, walaupun kedua negara tersebut nilai RCA-nya lebih besar dibandingkan Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan RCA, nilai ekspor komoditi suatu negara tertentu dibandingkan dengan total ekspor negara tersebut, maka negara yang jumlah ekspornya relatif sama dengan negara lain namun total ekspornya lebih besar justru mempunyai nilai RCA yang lebih kecil. Nilai RCA Tanzania dan Uganda yang besar menunjukkan bahwa komoditi teh hitam HS
83
090240 di pasar domestik Tanzania dan Uganda merupakan komoditi ekspor yang sangat diandalkan dan cukup tangguh. Kuatnya daya saing dan cukup tingginya pangsa pasar komoditi teh hitam HS 090240 di pasar internasional menunjukkan semakin ketatnya persaingan komoditi teh dalam kancah dunia. Namun, pada periode tahun 2001 hingga tahun 2005 pangsa pasar Indonesia memiliki kecenderungan menurun. Kecenderungan menurun ini lebih disebabkan penurunan volume, nilai dan rendahnya harga teh Indonesia yang berakibat pada lemahnya daya saing dan citra teh Indonesia dibanding negara-negara lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mempertahankan pangsa pasar dan meningkatkan daya saing teh Indonesia di pasar dunia baik secara internal maupun eksternal. 7.1 Keunggulan Kompetitif Komoditi Teh Indonesia: Analisis Teori Berlian Porter ( Porter’s Diamonds Theory) 7.1.1 Kondisi Faktor Sumberdaya Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap daya saing komoditi teh adalah sumberdaya alam termasuk sumberdaya pertanian, sumberdaya manusia, sumberdaya modal (investasi), sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumberdaya infrastruktur. Faktor-faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut A. Sumberdaya Alam Sumber daya alam (SDA) mencakup lahan, air dan iklim yang dapat digunakan untuk pengembangan komoditi teh. Lahan untuk komoditi teh ini tumbuh baik di dataran tinggi, dan paling produktif di dataran tropis. Sumber daya alam untuk komoditi teh dilihat dari luas areal yang sudah digunakan, potensi dan ketersediaan lahan.
84
Di daerah tropika termasuk Indonesia teh umumnya ditanam di tempat yang relatif tinggi (>600 m di atas permukaan laut). Teh dapat berhasil baik jika hujan tahunan di sekitar 2500 mm dan terbagi merata sepanjang tahun (Ochse dkk, 1962; Turon, 1999; dan Wardiyatmo, 1997). Jika teh ditanam di wilayah yang mempunyai musim hujan dan musim kemarau hasilnya akan turun tajam jika musim kemaraunya terlalu kering. Sebaliknya di wilayah seperti itu jika dalam musim kemarau terjadi relatif banyak hujan akan diperoleh kualitas hasil yang lebih baik daripada jika lembab sepanjang tahun (Ochse dkk, 1961). Di wilayah yang relatif basah sepanjang tahun teh dapat tumbuh dan menguntungkan di tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti di jumpai di Jawa Barat (Soeratni, 1985). Hal ini berkaitan erat antara produksi pucuk teh dengan curah hujan, Williams & Joseph (1970) menyebutkan bahwa tinggi-rendahnya produksi teh lebih kuat berhubungan dengan hujan dalam musim kemarau daripada dengan jumlah hujan satu tahun11. Luas areal perkebunan teh di Indonesia sebenarnya memiliki prospek yang cukup cerah selain iklim dan kondisi tanahnya yang mendukung juga luas perkebunan teh Indonesia yang cukup luas dan tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yang luasnya mencapai 160 529 ha. Perkebunan teh diusahakan oleh PTP Nusantara (PTPN) seluas 54 795 ha (34,13%),
11
Sukardi Wishnubroto dan Rosich Attaqy, Prakiraan Hasil Pucuk The Atas Dasar Jumlah Hujan Bulanan di Kebun Pagilaran, Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Volume 3(1) 2002, hlm 42
85
Perkebunan Besar Swasta (PBS) 44 270 ha (27,58%), dan Perkebunan Teh Rakyat (PTR) 61 464 ha (38,28%)12. Menurut International Tea Comittee (2006), luas areal tanaman teh di Indonesia menempati peringkat keempat terluas di dunia dengan luas 142.782 Hektar setelah Cina (1.351.900 ha), India (523.000 ha), Sri Lanka (188.480 ha). Pesaing utama lainnya yaitu Kenya memiliki luas areal teh sebesar 141.315 hektar atau menempati posisi kelima. Berdasarkan luas areal teh Indonesia lebih unggul dibandingkan Kenya. Pada sisi lain, seiring dengan tekanan kependudukan di daerah perkebunan teh, luas areal pemilikan/penguasaan kebun cenderung mengecil dari tahun ke tahun serta harga teh rakyat yang anjlok mengakibatkan petani mengkonversi lahannya ke bidang lain yang lebih menguntungkan. Saat ini luas pemilikan per petani
diperkirakan
kurang
dari
2
hektar.
Seperti
diketahui,
luas
pemilikan/penguasaan kebun per petani untuk dapat hidup layak diperkirakan minimal 2 hektar. Luas pemilikan yang mengecil ini sedikit banyak melemahkan efisiensi usaha tani. Secara potensial, Indonesia dapat memiliki tingkat daya saing yang tinggi didasarkan pada faktor sumberdaya alam yang dimilikinya. Tetapi, akibat perubahan teknologi, kualitas mutu teh yang rendah dan semakin banyaknya tuntutan-tuntutan
masyarakat
dunia
yang
berkaitan
dengan
kesehatan,
keselamatan, keamanan, hak azasi manusia dan binatang, dan perlindungan lingkungan, maka untuk mendapatkan suatu tingkat daya saing yang tinggi Indonesia juga harus mengembangkan faktor sumberdaya alam secara maksimal. 12
Wahyu Hidayat, “Pusat Penelitian Teh dan Kina Membantu Kenaikan Produktivitas”, http://www.pikiran-rakyat.com, 9 Maret 2007
86
B. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Jumlah dan kualifikasi dari sumberdaya manusia yang benar akan sangat mempengaruhi tercapainya keunggulan daya saing. Ketersediaan jumlah sumberdaya manusia di Indonesia sangat potensial mengingat Indonesia merupakan peringkat kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Menurut Bappenas (2005), beberapa hal yang mencerminkan kualitas SDM dilihat dari hal-hal sebagai berikut: (a) Mentalitas yang hidup dan berkembang di masyarakat perkebunan; (b) Daya asimilasi dan absorbsi terhadap teknologi; (c) Kemampuan teknis, wirausaha dan manajemen; dan (d) Kemampuan lobi atau negosiasi. Pengelolaan perkebunan teh bersifat padat tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan komoditi lainnya. Menurut Imron (2001), rasio penggunaan tenaga kerja di perkebunan teh 1,5 – 2 orang per hektar per tahun, sedangkan pada perkebunan lainnya di bawah 1,0 orang per hektar per tahun. Rasio tenaga kerja terbesar pada perkebunan teh adalah tenaga kerja pemetikan, yakni sekitar 1,2 orang per hektar. Pada kondisi demikian kontribusi biaya upah tenaga kerja di perkebunan teh cukup tinggi. Hasil kajian Subarna, dkk (1998) menunjukkan bahwa proporsi biaya upah di perkebunan teh cukup besar yaitu 55,4 persen dari biaya produksi di tingkat kebun, sedangkan proporsi biaya pemetikan adalah 28,4 persen dari biaya keseluruhan. Dari hasil kajian tersebut terlihat bahwa ketergantungan pengelolaan teh terhadap jumlah tenaga kerja sangat tinggi. Sementara itu, beberapa hasil
87
penelitian menyimpulkan bahwa minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian sangat kurang. Suryana (1989) menyatakan bahwa sebagian besar pemuda pedesaan dan kelompok angkatan kerja pedesaan yang berpendidikan formal lebih tinggi cenderung tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama. Hasil penelitian Wardiyatmo, dkk (1998) mengemukakan bahwa pencari kerja baik di daerah pedesaan maupun perkotaan sekitar perkebunan teh tidak menunjukkan minat untuk bekerja di perkebunan teh. Sumberdaya manusia yang berada di lingkungan perkebunan besar negara dan swasta dapat dikatakan cukup berkualitas. Hal ini dapat diperhatikan dari adanya kecenderungan kenaikan produktivitas hasil di perkebunan besar milik negara dan swasta dalam beberapa tahun belakangan. Pada perkebunan besar milik pemerintah dan swasta, masih dirasakan adanya pengembangan SDM sehingga kualitas SDM pada jenis perkebunan ini relatif masih baik. Sumberdaya manusia di perkebunan rakyat dimana mereka umumnya memiliki keterbatasan dalam hal pendidikan sehingga kualitas SDM yang dimilikinya juga relatif rendah. Dibandingkan dengan negara produsen teh lainnya seperti Cina dan India kualitas sumberdaya manusia di negara tersebut lebih baik karena kualitas pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Dengan mencermati aspek SDM di atas, maka pada dasarnya Indonesia memiliki SDM perkebunan yang kuat dalam jumlah, tetapi masih beragam dalam hal kualitas. Namun seiring dengan perkembangan jaman, Indonesia tidak dapat mengandalkan pembangunan perkebunan komoditi teh hanya dari kuantitas. Dalam kaitan ini, kualitas SDM perkebunan komoditi teh Indonesia dapat dikatakan masih memiliki kelemahan.
88
C. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat penting dalam usaha peningkatan daya saing komoditi teh Indonesia. Pengembangan IPTEK dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian dan lembaga pendidikan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Upaya peningkatan IPTEK dilakukan mulai dari tahap produksi sampai pengemasan. Indonesia telah mengembangkan teknologi diantaranya ditemukan “Klon Teh Baru Harapan”, klon teh ini mempunyai potensi hasil di atas 5.000 kg teh kering per hektar/tahun. Kualitas klon teh yang akan dilepas jauh lebih tinggi dari TRI 2025. Hal ini dapat dilihat dari jumlah bulu daun klon yang akan dilepas 7-20 kali. Klon tersebut mempunyai daya adaptasi di berbagai ketinggian cukup baik dan tahan terhadap serangan cacar daun teh13. Pada tahap pemeliharaan yang membutuhkan banyak tenaga pemetik para pekebun teh mulai kesulitan memperoleh tenaga kerja pemetik karena persaingan dengan sektor industri. Padahal 70 persen dari tenaga kerja di perkebunan teh adalah tenaga pemetik. Penggunaan gunting petik atau mesin petik diharapkan dapat menekan biaya produksi. Hasil penelitian pada tahun 2005 di Pasir Sarongge menunjukkan bahwa penggunaan gunting dan mesin petik berguna untuk, (a) meningkatkan kapasitas pemetik dua kali lipat dibandingkan cara manual, dan (b) memacu pertumbuhan pucuk. Agar mutu hasil terjaga, keterampilan penggunaan alat petik perlu ditingkatkan, diikuti pemberian pupuk pada dosis yang tepat14.
13 14
“ Klon Teh Baru Harapan”, http://www. penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni 2007 “Gunting dan Mesin Petik Teh”, http://www. penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni 2007
89
Minat kerja sebagai tenaga pemetik teh saat ini sudah berkurang, terutama di kawasan wisata. Dengan berkurangnya tenaga pemetik menyebabkan sebagian pucuk tidak terpetik pada saatnya, akibatnya menghambat pertumbuhan tunas dan menurunkan mutu pucuk. Dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan mesin petik tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pucuk dan kesehatan tanaman. Kapasitas kerja mesin petik dapat mencapai 5 kali petikan tangan. Introdusir mesin petik diharapkan disamping dapat mensubstitusi kebutuhan tenaga pemetik juga dapat meningkatkan pendapatan pemetik serta dapat menekan biaya pemetikan. Kegiatan ini bertujuan memenuhi kekurangan tenaga pemetik teh dengan sasaran meningkatkan kuantitas dan kualitas pucuk pada perkebunan yang kekurangan tenaga pemetik dan membangkitkan industri mesin petik teh di Indonesia. Kapasitas kerja mesin petik hasil rancangan TA 2000 seluas 0,25 ha /jam (400 – 750 kg/jam) dengan harga pokok pemetik-an Rp. 96,-/kg (biaya petik manual Rp. 175,- Rp. 200,-/kg15. Pengusahaan teh rakyat dicirikan dengan pemilikan lahan sempit yang berpencar, lemah permodalan dan penguasaan teknologi serta tidak terkuasainya pasar dengan baik. Idealnya petani teh rakyat perlu membentuk kelompok usaha tani bersama, memiliki pabrik pengolahan, menguasai teknologi produksi, serta menguasai teknologi pemasarannya agar lebih mandiri. Untuk mempersiapkan kelompok petani teh menuju kemandirian tersebut telah dicoba untuk merakit mesin pengolah teh hijau mutu ekspor (dan domestik) skala usaha tani dengan kapasitas olah 2.000 kg pucuk segar per hektar yang dapat dihasilkan kebun teh rakyat secara berkelompok seluas 100 ha. Rekayasa mesin teh hijau meliputi 15
“Rancang Bangun Mesin Petik Teh Skala Kelompok Tani”, http://www. penelitian _teh.asp.htm, 10 Juni 2007
90
mesin pelayu (Rotary Panner), mesin penggulung (Pressure Cap Roller 26”), mesin pengering dan penukar panas (Endless Chain Pressure Drier dan Heat Exchanger), mesin pengering ber-putar (Rotary Drier), mesin pengering akhir (Boll Tea Drier), mesin pemotong (Tea Cutter), dan mesin sortasi kering (Rotary Sifter, Reciprocating Sifter dan Winnower). Semua mesin pengolah ini dirancang dengan komponen produksi dalam negeri dengan memperhatikan kaidah-kaidah murah, mudah, efisien, dan ramah lingkungan. Mesin pengering akhir (Boll Tea Drier) merupakan mesin yang membedakan pengolahan teh hijau ekspor dan pengolahan teh hijau domestik16. Tahap terakhir yang tidak kalah penting adalah tahap pengangkutan, jika terjadi
kerusakan
akibat
salah
penanganan
selama
penampungan
dan
pengangkutan maka akan menyebabkan mutu pucuk teh berkualitas rendah. Kerusakan pucuk dapat menyebabkan oksidasi senyawa polifenol teh tak terkendali sehingga terbentuk warna, cita rasa dan aroma teh yang menyimpang dari kriteria mutu yang baik. Telah dilakukan pengujian terhadap penanganan pucuk teh yang menjamin mutu pucuk teh segar dan teh hijau yang dihasilkan. Pada dasarnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu (1) wadah yang kokoh/kekar ; (2) pengisian yang tidak dipaksakan ; dan (3) jaminan aerasi yang lancar. Kerusakan pucuk teh rakyat yang terjadi selama pengangkutan, pada umumnya dapat mencapai 20 persen17. Asosiasi atau himpunan pengusaha dan pedagang yang terkait dengan sektor komoditi teh juga turut berperan dalam peningkatan daya saing teh antara lain Dewan Teh Indonesia (DTI), Cooperative Tea Commodity Development 16
“Prototipe Mesin Pengolah Teh Hijau Mutu Ekspor Skala Usaha Tani”, http://www.penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni 2007 17 “Sistem Pengangkutan Pucuk Teh Rakyat”, http://www. penelitian_teh.asp.htm, 10 Juni 2007
91
Centre (CDCC), Asosiasi Teh Indonesia (ATI), Jakarta Tea Buyers Association (JTBA), Asosiasi Petani Teh Indonesia (APTEHINDO). Lembaga-lembaga ini sangat berperan dalam dalam usaha pembenahan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti desakan untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk menggairahkan industri hilir teh Indonesia. Tetapi untuk pengembangan IPTEK umumnya sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian ataupun pendidikan seperti Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) dan lainnya. D.Sumberdaya Modal Sumberdaya modal merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengusahaan komoditi teh nasional. Secara umum, pembiayaan investasi dan modal tergantung kepada adanya kredit dan iklim usaha yang berlaku. Keperluan kredit pun tidak hanya terbatas kepada kredit/pembiayaan investasi di on farm tetapi juga kepada investasi pada pengolahan dan perdagangan. Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan teh tidak terlepas dari keberadaan sumber dana investasi, ketersediaan dana investasi dan tingkat bunga pinjaman untuk dana investasi. Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan di masa Orde Baru dapat berjalan lancar berkat dukungan dana dengan bunga rendah dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Kedua lembaga keuangan dunia tersebut telah memberikan dukungan dana pada berbagai kegiatan pembangunan perkebunan termasuk pembangunan perkebunan komoditi teh melalui pola Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar. Disamping itu, pemerintah juga memiliki dana dari APBN dan APBD untuk mendukung percepatan pembangunan perkebunan saat itu.
92
Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan, merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan perkebunan. Namun sejak berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan IMF, kredit lunak menjadi sangat terbatas. Sejak saat itu, ketersediaan modal mengandalkan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan dari dalam dan luar negeri dengan pola pengadaan dan penyaluran sistem komersial. Pada komoditi teh nasional khususnya teh hitam, umumnya dilakukan oleh perkebunan besar BUMN dan swasta nasional yang kondisi keuangannya lebih stabil daripada perkebunan teh rakyat. Namun, sampai saat ini tidak ada perkebunan besar BUMN atau swasta nasional yang mengkhususkan pada produksi teh hijau, karena sampai saat ini teh hitam umumnya dikembangkan oleh perkebunan besar BUMN atau swasta nasional, sedangkan perkebunan teh rakyat dikembangkan ke arah teh hijau. Akan tetapi sampai sejauh ini belum ada bank yang percaya untuk membantu permodalan di sektor teh hijau padahal jika ada bank yang mau membantu untuk menghimpun produksi dengan kualitas ekspor maka kualitas teh hijau Indonesia tidak akan kalah dengan Sri Lanka karena Indonesia memiliki nilai lebih dibandingkan dengan kondisi tanah dan iklimnya yang sudah mendukung18. Menurut Bappenas (2005), dalam hal pembiayaan investasi ini, beberapa negara produsen komoditi teh yaitu India (sebagai pesaing utama teh) serta Vietnam (pesaing baru) diketahui memberikan fasilitas-fasilitas baik berupa kredit program insentif fiskal berupa tax holiday dan berbagai bentuk keringanan pajak, 18
Dedi Riskomar, “Kompetisi Indonesia http://www.pikiranrakyat.com, 13 Juni 2007
dalam
Penuhi
Pasar
Teh
Dunia”,
93
dan penyediaan dukungan yang diperlukan investor baik berupa infrastruktur energi, transportasi dan komunikasi (India) maupun hak atas tanah seperti Hak Guna Usaha di Vietnam hingga 100 tahun. Mencermati kondisi pembiayaan perkebunan komoditi teh di atas, pembiayaan perkebunan teh untuk keperluan investasi dan modal kerja pembangunan perkebunan teh dapat dikatakan masih lemah. Kelangkaan modal, sistem penyaluran biaya secara komersial, dan kurangnya perhatian dari lembaga keuangan terhadap perkebunan merupakan kelemahan pembangunan perkebunan di Indonesia. Pembiayaan perkebunan juga masih dihadapkan pada permasalahan klasik pembiayaan melalui kredit, yaitu masalah sumber dan akses kredit terutama untuk petani. E.Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur seperti sarana dan prasarana yang kondisinya baik dan cukup lengkap merupakan salah satu penunjang keberhasilan yang mempengaruhi daya saing komoditi teh nasional. Sarana dan prasarana dari pembibitan, pemeliharaan, penanganan pasca panen, transportasi, jalan yang kondisinya baik, pelabuhan, bandar udara, dan telekomunikasi. Sarana dan prasarana tersebut merupakan syarat penting dalam pengembangan komoditi teh nasional. Semakin meningkatnya permintaan teh di pasar internasional menuntut industri nasional untuk mempersiapkan daya saingnya, tetapi terdapat kendala yang dihadapi sebagian besar produsen teh yang mempengaruhi daya saingnya di pasar internasional. Kendala tersebut antara lain adalah belum dikuasainya
94
teknologi mekanisasi pemetikan, teknologi pasca panen, dan kurangnya peralatan pengemasan dan transportasi untuk pengiriman jarak jauh. Masih kurangnya dukungan dari transportasi nasional untuk ekspor juga merupakan kendala dalam meningkatkan ekspor produk komoditi teh Indonesia. Jika dilihat dari kenyataan yang ada, maka masih perlu beberapa peningkatan dalam kualitas sarana dan prasarana penunjang daya saing teh Indonesia, terutama dalam hal sarana transportasi yang sangat berperan penting dalam memasarkan hasil komoditi teh. 7.2.2 Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan mutu persaingan di pasar domestik. Komoditi primer perkebunan teh selain diekspor juga untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hilir perkebunan. Kebutuhan bahan baku ini sangat tergantung dari perkembangan industri hilir perkebunan. Disamping untuk keperluan industri pengolahan, pasar domestik komoditi perkebunan adalah untuk konsumsi langsung. Untuk keperluan industri pengolahan, komoditas perkebunan nasional memiliki saingan dengan produk serupa yang berasal dari impor. Selain jumlah, pasar domestik juga sangat tergantung dari kontinyuitas pasokan dan harga, disamping mutu.
95
Tabel 31 menunjukkan perkembangan konsumsi teh dalam negeri semakin menurun dan tergolong rendah, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi, seperti India telah mencapai di atas 660 gram, Sri Lanka 1400 gram, Inggris 2120 gram, Irlandia 2790 gram, Polandia 820 gram, Bahrain 1250 gram, Hongkong 1380 gram, Negara Arab di atas 2000 gram, Pakistan 844 gram, Jepang 1350 gram, dan New Zealand 970 gram (ITC, 2006). Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional tersebut antara lain: faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran seperti produk, harga,saluran distribusi, dan promosi serta produk subtitusi (air mineral, susu, kopi dan coklat). Tabel 31. Perkembangan Konsumsi Teh Per kapita Indonesia Tahun 19972005 Tahun Konsumsi Per Kapita/Tahun (gram) 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: International Tea Commitee (ITC), 2006.
250 310 320 310 300 310 320 310 200
Tradisi minum teh telah berkembang di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap teh berkualitas masih rendah, dibandingkan dengan masyarakat di Taiwan yang meyakini minum teh identik dengan kesehatan serta penghargaan terhadap teh pada masyarakat Jepang dengan upacara minum teh. Fakta ini
96
dibuktikan dengan rata-rata konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia lebih tinggi yaitu 6,50 kg per tahun, dibandingkan konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82 kg, dan Thailand 2,04 kg. Secara umum saat ini kebutuhan pasar domestik untuk teh sekitar 30 persen dari produksi (Bappenas, 2005). Pasar domestik ini akan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya industri hilir perkebunan teh di Indonesia. Mencermati pertumbuhan pasar domestik komoditas perkebunan di atas, maka dapat dikatakan pasar domestik menyimpan kekuatan bagi pengembangan komoditas perkebunan, walaupun masih belum dapat diandalkan dibandingkan pasar internasional. 7.2.3 Industri Pendukung dan Terkait Daya saing nasional juga ditentukan oleh keberadaan industri yang terkait dan mendukung di dalam negara tersebut yang secara internasional bersifat kompetitif. Industri terkait dan industri pendukung adalah industri dimana perusahaan dalam melakukan koordinasi atau berbagai aktivitas dalam rantai nilai dan industri yang melibatkan produk yang melengkapi perusahaan dari suatu negara tertentu. Industri yang terkait langsung dengan produksi teh di Indonesia adalah industri hilir pengolahan teh yaitu teh botol. Di Indonesia jenis minuman teh yang populer sehingga mampu mengalahkan pangsa pasar dari carbonated drink adalah teh botol. Saat ini pangsa pasar teh botol mencapai 28 persen dari total pasar minuman di Indonesia, sementara pangsa pasar carbonated drink adalah 27 persen. Pangsa pasar terbesar masih dikuasai oleh air minum mineral dalam kemasan sebanyak 42 persen19. 19
“Pengembangan Pasar dan Prospek Komoditas”, http://www.deptan.go.id /komoditas, 16 Juni 2007
97
Industri pengemasan teh untuk konsumsi teh domestik di Indonesia dipenuhi oleh lebih dari 50 perusahaan (packers), 32 diantaranya perusahaan yang mengemas jenis teh wangi, sisanya pengemas jenis teh hitam dan teh hijau. Skala usaha mereka mulai dari berskala nasional sampai kelompok industri rumah tangga. tangga. Packer masing-masing mempunyai karakter produk tersendiri yang ditandai dengan merk, jenis teh, mutu, maupun segmen pasarnya. Dilihat dari sisi sasaran industri teh secara nasional, usaha pemasaran packers diharapkan mampu meningkatkan konsumsi teh domestik secara signifikan melalui peningkatan volume penjualan dari tahun ke tahun. Hal ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas industri hulu, dengan berbagai dampak economic benefit dan social benefit melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi, baik di lingkungan PT Perkebunan Negara, perkebunan besar swasta dan terutama perkebunan rakyat yang masih jauh tertinggal dengan tingkat produktivitas hanya 800 Kg/Ha/tahun20. Industri jasa pemasaran semakin berkembang sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi. Sistem pemasaran teh di dalam negeri biasanya menggunakan saluran pemasaran sederhana yang sudah ada, sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri diperlukan jasa penerbangan ekspor bahan makanan segar dan hidup yang masih banyak belum tersedia di Indonesia. Dengan semakin majunya teknologi informasi dan telekomunikasi, Indonesia dapat memanfaatkan teknologi tersebut untuk dapat memasarkan produk teh nasional dengan lebih cepat.
20
Dadang Surjadi et all, Pengaruh Iklan Terhadap Pengaruh Pembelian Konsumen Teh Dalam Keluarga, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 20 No.2 Oktober 2002, hlm 93
98
7.2.4 Persaingan, Struktur dan Strategi Keunggulan kompetitif suatu negara pada dasarnya lebih ditekankan pada kemampuan suatu perusahaan/industri/negara untuk menentukan posisinya (strategic positioning) secara tepat di antara para pesaingnya. Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif ini posisi suatu perusahaan /industri/negara ditentukan oleh lima faktor persaingan yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk subtitusi, daya tawar menawar pembeli, daya tawar menawar pemasok dan persaingan di antara peserta persaingan yang ada (Porter, 1990). Persaingan komoditi teh di kancah dunia sangat ketat terutama dari negara-negara produsen teh pesaing Indonesia seperti Cina, India, Kenya dan Sri Lanka. Negara-negara tersebut selalu melakukan inovasi terutama pada kualitas dan produk hilir tehnya sehingga selalu dijadikan teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Selain itu persaingan komoditi teh Indonesia di pasar dunia semakin tergerogoti dengan munculnya pesaing baru di pasar teh dunia, salah satunya adalah dari Vietnam. Akibatnya usaha untuk mempertahankan pangsa pasar teh Indonesia di dunia akan semakin ketat. Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun 2010. Kondisi ini akan berdampak positif karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan tetapi, jika perusahaan tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi target pasar bagi negara produsen teh lainnya. Ketatnya persaingan menyulitkan gerak pelaku ekspor komoditi teh. Struktur pasar komoditi teh internasional adalah oligopoli. Pada pasar dengan struktur oligopoli, posisi Indonesia masih sebagai pengikut pasar. Posisi ini menyebabkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan
99
dengan harga maupun produk tanpa terlebih dahulu mengacu kepada pemimpin pasar atau kepada pesaing-pesaing lainnya. Sebagai pengikut pasar, posisi Indonesia di pasar teh internasional rentan terhadap para penantang pasar. Oleh sebab itu Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mempertahankan pangsa pasar dengan memasuki pasar-pasar baru yang prospektif. Percepatan pengembangan produksi dan ekspor teh dengan memperbaiki mutu teh dalam negeri serta percepatan pengembangan industri hilir teh di Indonesia. Menurut Suprihatini (2004), percepatan pengembangan industri hilir teh di Indonesia merupakan salah satu strategi untuk merebut pasar dalam rangka meningkatkan devisa negara, menjaring nilai tambah, memperkuat struktur ekspor, mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas teh curah, dan mencegah penurunan nilai tukar, serta antisipasi terhadap kejenuhan pasar komoditas teh curah di masa mendatang. 7.2.5 Peran Pemerintah Pemerintah sangat berperan dalam mengembangkan suatu komoditi pertanian khususnya komoditi teh melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan instrumen untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkebunan khususnya komoditi teh. Kebijakan pemerintah tersebut untuk membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif, bersifat proteksi atau promosi dan diharapkan konsisten, serta terkoordinasi. Secara umum, kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan perkebunan khususnya komoditi teh dapat dikatakan masih belum kondusif, kurang terkoordinasi, inkonsisten, dan belum efisien dalam perspektif waktu
100
maupun sifat proteksi atau promosi komoditi. Berikut ini menunjukkan kelemahan dari kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan teh. • Upaya peremajaan atau perluasan areal oleh petani atau calon investor terkendala oleh masalah sumber pembiayaan investasi, akses, dan sistem pembiayaan komersial yang tidak sesuai dengan karakteristik perkebunan. Keberadaan lembaga keuangan perbankan di daerah masih belum menjangkau daerah perkebunan rakyat secara efektif. Apabila menjangkau, pengadaan dan penyaluran kredit menggunakan sistem komersial dan peruntukannya terbatas untuk modal kerja maksimal 5 tahun. • Dalam rangka untuk menggali sumber dana pembangunan, perkebunan teh yang masih perlu didukung pengembangannya masih terkena beban pajak (pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, serta pajak lainnya) dan retribusi yang memberatkan. Kebijakan untuk menghapus PPN, pajak ekspor dan retribusi dihadapkan pada perbedaan pendapat diantara lembaga pemerintah yang terkait. • Pemerintah tidak menciptakan atau memberikan insentif fiskal untuk mendorong pengembangan industri hilir perkebunan. Insentif yang ada berlaku bagi industri yang dibangun di daerah/kawasan berikat bukan di daerah sentra produksi perkebunan. Pengembangan industri hilir di Vietnam sedang digalakkan dan investor mendapatkan berbagai insentif pada masa awal operasi; • Tarif atau pajak impor komoditas perkebunan dan produk olahannya cenderung tidak melindungi produsen dan industri pengolahan nasional. Kebijakan harmonisasi tarif yang diharapkan oleh produsen (didalamnya termasuk petani) dan industri pengolahan tidak kunjung muncul. Sri Lanka dan Vietnam sudah
101
melaksanakan harmonisasi tarif impor komoditas perkebunan dan produk olahannya ; • Dukungan kebijakan infrastruktur di daerah (energi, transportasi dan telekomunikasi) masih lemah. Kondisi perlistrikan sebagai penggerak mesin pengolahan masih sering terganggu. Kondisi sarana transportasi (jalan dan pelabuhan) masih sederhana dan saat ini sebagian besar rusak. Jaringan telekomunikasi juga masih terbatas jangkauannya. Cina lebih maju dalam hal dukungan kebijakan infrastruktur ini; • Dalam hal kebijakan investasi, birokrasi investasi Indonesia termasuk untuk investasi perkebunan dinilai buruk. Hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy dalam Kompas 2 Juli 2005 menunjukkan bahwa birokrasi investasi memerlukan prosedur yang panjang sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Indonesia menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi investasi, hanya lebih baik dari India. Dalam pendirian usaha, jumlah prosedur yang harus dilalui 12, waktu 151 hari, dan rasio biaya terhadap pendapatan per kapita 130,7 persen. Sedangkan rata-rata di Asia untuk parameter tersebut adalah 8, 51 hari dan 48,3 persen. Dengan mencermati uraian di atas, dukungan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan masih mempunyai kelemahan baik dalam hal penciptaan iklim investasi yang kondusif, konsistensi, koordinasi, dan efisiensi.
102
7.2.6 Kesempatan Menurut Suprihatini (2005), permintaan pasar dunia akan produk teh yang semakin meningkat seiring dengan laju kenaikan penduduk dan pendapatan. Hal ini sejalan dengan hasil pendugaan tingkat konsumsi teh dunia diperkirakan selama periode 2003-2010 akan terjadi peningkatan konsumsi teh dunia menjadi rata-rata sekitar 1.337.148 ton, atau meningkat sebesar 16,6 persen dibandingkan konsumsi selama periode 1995-2000. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan pasar teh Indonesia di dunia. Kesempatan terbesar teh adalah khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan. Teh telah dikenal sebagai pangan fungsional untuk memperlambat proses penuaan. Teh terbuat dari daun Camelia sinensis (tumbuhan perdu). Di dalamnya terkandung campuran berbagai antioksidan yang larut dalam air panas ketika kita menyeduhnya. Antioksidan popular yang terdapat dalam teh adalah katekin. Kemanjuran katekin untuk melawan radikal bebas bukan saja akan menghambat laju penuaan tetapi juga akan membuat kita hidup lebih lama. Penelitian di Belanda menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu bahwa minum teh setiap hari akan menurunkan risiko kematian yang disebabkan oleh apapun dan terutama karena penyakit jantung21. Dengan semakin banyaknya manfaat teh bagi kesehatan, maka diharapkan makin banyak konsumen yang beralih ke komoditi teh . Indonesia sebenarnya memiliki potensi pasar yang cukup besar mengingat peluang pasar domestik sangat potensial, dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Jika diasumsikan ada 50 21
“Pangan Fungsional dan Dampaknya Terhadap Kesehatan”, http://www.situshijau.co.id, 9 Juni2007
103
persen atau 125 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi teh maka diperkirakan konsumsi teh akan naik dari 200 gram menjadi 500 gram atau 0,5 kg per kapita tahun. Maka potensi penjualan lokal adalah 125 juta jiwa X 0,5 kg = 62.500.000 kg = 62.500 ton per tahun. Mempelajari data tersebut di atas, tampak bahwa pasar lokal cukup menjanjikan, sehingga masalah persaingan pada pasar ekspor dan kelebihan produksi yang dialami oleh perusahaan teh saat ini dapat teratasi. Namun, perusahaan perlu kerja keras dengan mengintensifkan promosi, terutama sekali informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh dalam lingkungan keluarga. Peluang di pasar dunia cukup menjanjikan karena konsumsi teh perkapita negara-negara barat bisa dikatakan cukup tinggi yaitu diatas 500 gram perkapita. Beberapa diantaranya seperti Inggris, Rusia, Pakistan, Amerika Serikat, Jerman dan Mesir. Negara-negara tersebut merupakan importir teh terbesar di dunia secara terus-menerus selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Namun, perbedaan iklim, kondisi geografis dan luas wilayah tiap negara menyebabkan negara tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya terhadap komoditi teh, karena sifat tanaman teh yang hanya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alam tropis di dataran tinggi 200 sampai 2000 meter dpl serta membutuhkan tempat yang relatif luas dalam pembudidayaannya. Hal ini merupakan kesempatan baik bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar tehnya di kancah dunia mengingat iklim serta letak geografis Indonesia yang sangat mendukung dalam pembudidayaan teh.
104
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Selama periode 1996 – 2005 perkembangan laju pertumbuhan produktivitas yaitu sebesar 11,3 persen menunjukkan peningkatan yang cukup besar, tetapi laju pertumbuhan produksi komoditi teh Indonesia hanya meningkat sedikit yaitu sebesar 0,71 persen. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan luas areal teh yang mengalami penurunan sebesar 1,12 persen. 2. Secara umum perkembangan ekspor komoditi teh hijau HS 090210 selama periode 2001 – 2005 menunjukkan peningkatan pangsa pasar yang ditandai dengan laju perkembangan positif. Sedangkan komoditi teh hitam HS 090230 selama periode tersebut mengalami peningkatan nilai ekspor yang pesat dan memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi. Pesaing utama Indonesia untuk kedua komoditi ini adalah negara Cina, Sri Lanka dan India. Sementara perkembangan pangsa pasar ekspor Indonesia untuk komoditi teh hijau HS 090220 dan teh hitam HS 090240 selama periode 2001-2005 cenderung mengalami penurunan terhadap penguasaannya di pasar dunia. Pesaing utama Indonesia dalam mengekspor komoditi teh hijau HS 090220 dan teh hitam HS 090240 adalah negara Sri Lanka, Kenya, Cina dan India. 3. Struktur pasar yang dihadapi Indonesia dalam pasar teh internasional terdiri dari pasar persaingan oligopoli dan monopoli. Posisi Indonesia di masingmasing pasar tersebut adalah market follower atau pengikut pasar. Akibatnya posisi Indonesia di pasar teh dunia sangat rentan terhadap para penantang pasar yang kuat. Pesaing utama Indonesia dalam perdagangan teh dunia adalah Sri
105
Lanka, Kenya, Cina dan India yang mampu memproduksi teh jauh lebih besar dengan kualitas teh yang lebih baik dibandingkan Indonesia bahkan luas arealnya pun juga lebih luas dibandingkan Indonesia. 4. Berdasarkan analisis keunggulan komparatif menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia memiliki daya saing kuat, tetapi dilihat dari analisis keunggulan kompetitif menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia berdaya saing lemah. Secara garis besar hal ini menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia berdaya saing lemah di pasar internasional. 5. Analisis keunggulan komparatif dengan nilai RCA menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia yang berdaya saing kuat adalah teh hijau HS 090210 dan teh hitam HS 090240 karena kedua komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif selama periode 2001 – 2005 serta memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi dan pangsa pasar ekspor yang luas. Komoditi teh hijau HS 090220 hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001 – 2003 sementara untuk komoditi teh hitam HS 090230 berpotensi berdaya saing kuat karena memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2004 dan 2005. 6. Analisis keunggulan kompetitif dengan Teori Berlian Porter menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia berdaya saing lemah karena terdapat berbagai kendala yaitu kualitas teh Indonesia yang belum memenuhi standar internasional, kualitas sumberdaya manusia yang masih lemah, kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pembangunan komoditi teh Indonesia, permintaan domestik yang semakin menurun serta kebijakan pemerintah yang tidak kondusif terhadap pembangunan komoditi teh nasional.
106
8.2 Saran 1. Pengembangan komoditi ekspor teh Indonesia sebaiknya lebih difokuskan untuk komoditi teh hijau HS 090210 dan teh hitam HS 090240 karena kedua komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif. Serta komoditi teh hitam HS 090230 karena memiliki laju pertumbuhan tertinggi dan berpotensi untuk meningkatkan devisa negara. Agar ketiga komoditi tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan : a. Kondisi perdagangan komoditi teh dunia yang over supply, menuntut komoditi teh Indonesia meningkatkan kualitas tehnya terutama untuk konsumsi ekspor. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak kualitas petikan teh grade utama, pemberian input faktor, rehabilitasi dan replanting. b. Dalam menghadapi struktur pasar oligopoli dan monopoli Indonesia sebaiknya
melakukan
diversifikasi
produk
hilir
teh
serta
lebih
meningkatkan periklanan di pasar internasional. c. Meningkatkan distribusi pasar dengan memilih negara-negara tujuan ekspor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh yang cukup tinggi, promosi ekspor dalam bentuk diversifikasi produk hilir teh, program pembinaan petani agar teh yang dihasilkan berkualitas ekspor serta didukung oleh kebijakan perpajakan (PPN, tarif impor produk hilir teh dan input ) yang kondusif. 2. Saran untuk penelitian selanjutnya dapat menganalisis lebih jauh ekspor komoditi teh Indonesia dengan menggunakan model gravity.
107
DAFTAR PUSTAKA
Ameliasari. 2003. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Pengusahaan Teh Hijau (Studi Kasus pada CV. Wijaya Tea, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anissa, Kristiana. 2006. Analisis Daya Saing Teh Hitam Indonesia di Pasar Internasional (Pendekatan Analisis Data Panel). Skripsi. Program Studi Manajemen agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pembangunan Nasional. 2005. Hasil Kajian Model Pertumbuhan Pertanian. Bappenas. Jakarta Badan Pusat statistik. 2006. Indikator Ekonomi Desember 2006. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Teh Indonesia 2005. BPS. Jakarta Dadang Surjadi et all, Pengaruh Iklan Terhadap Pengaruh Pembelian Konsumen Teh Dalam Keluarga, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 20 No.2 Oktober 2002, hlm 93 Dalimoenthe dan Kartawijaya,W, Mekanisasi Dalam Pemetikan Pucuk Teh untuk Menanggulangi Kekurangan Tenaga Pemetik, Konferensi Pertemuan Teknis Teh Nasional, Bandung (Indonesia), 8-9 Nop 1999, http://www.agrisresult.com Dede Suganda dan Warli Sukarja, “Pemasaran Internasional Terganggu Perang Irak: Pengiriman 11.000 Ton Produk Teh Terhambat”, http://www.pikiranrakyat.com, 17 Juni 2007 Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Teh 2006. Jakarta Drajat, Bambang dan Prajogo U. Hadi, Daya Saing Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Eropa Barat, Amerika Serikat,dan Jepang, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 15, Nomor 1, Mei 1996, hlm 73 Dradjat, Bambang. 2002. Kinerja Subsektor Perkebunan: Evaluasi Masa Lalu (1994-1998) dan Prospek Pada Era Perdagangan Bebas Dunia (20032008). http://www.ipard.com/art_perkebunan, download: 9 Maret 2007, pkl 18.30 WIB Herzaman, Yodi. 1998. Analisis Daya Saing Teh Hitam dan Pengembangan Wisata Agro di PTPN VIII, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
108
Hidayat, Wahyu. “Pusat Penelitian Teh dan Kina Membantu Kenaikan Produktivitas”, http://www.pikiran-rakyat.com, download: 9 Maret 2007, pkl 18.00 WIB Husni, Achmad et all. 2005. Prospek Pengembangan Agroindustri dalam Meningkatkan Daya Saing dan Ekspor Berdasarkan Permintaan Jenis Produk Komoditas Pertanian Utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. International Tea Comitte. 2006. Annual Bulletin of Statistics 2006. London. International Trade Centre UNCTAD/WTO, Database Perdagangan Internasional Imron, R.,A. 2001. Efisiensi Penggunaan Sumberdaya Untuk Memproduksi Teh Hitam yang Berkelanjutan. Disertasi Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran. Bandung. Kirana, Wihana J. 2001. Ekonomi Industri. Yogyakarta: BPFE Kotler, Philip.2000. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Hendra T, Rony AR, Benyamin M, penerjemah; Agus HPA, Bambang S, Yenna W, editor. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lipsey, Courant, Purvis, Steiner. 1997. Pengantar Mikroeknomi Jilid Dua Edisi ke-10. Binarupa Aksara. Jakarta. Nazir, Moh, Ph.D. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Pappas, James L dan Mark Hirschey. 1995. Ekonomi Manajerial Jilid II Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta Prihatmanti, Windhi. 2005. Analisa Struktur Pasar, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Udang Indonesia di Pasar Amerika Serikat. Skripsi. .Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan Press. Hongkong. Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Ghalia Indonesia Riskomar, Dedi “Kompetisi Indonesia dalam Penuhi Pasar Teh Dunia”. http://www.pikiran-rakyat.com, download: 9 Maret 2007, pkl 18.45 WIB Salvatore, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Terjemahan. Erlangga. Jakarta.
109
Spillane, James J. 1992. Komoditi Teh : Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius. Jakarta Subarna, N., Riyanto, D. Suryadi, Wardiyatmo. 1998. Analisis Gerak dan Waktu dalam Peningkatan Prestasi Kerja Pemetik di Perkebunan Teh. Laporan Hasil Penelitian Tahun 1997/1998. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Bandung. Suprihatini, Rohayati. 2005. Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Dunia.. Jurnal Agroekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005:1-29 Suprihatini, Rohayati, “Selera Pasar Teh Rusia Terhadap Teh Hitam Orthodox”.http://www.lrpi.com download:11 Mei 2007, pkl 19.00 WIB Suprihatini, Rohayati “Aspek Pertumbuhan, Komposisi Penduduk, Distribusi dan Daya Saing Teh Indonesia di Pasar Dunia”. http: //www.lrpi.com, download: 9 Mei 2007, pkl 20.00 WIB Suprihatini, Rohayati et all, “ Faktor-faktor Kunci Percepatan Pengembangan Industri Hilir Teh di Indonesia”. http://www.lrpi.com, download: 9 Mei 2007, pkl 19.20 Suryana, A., 1989. Perspektif Mobilitas Kerja dan Kesempatan Kerja Pedesaan. Prosdising Patanas. Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Swaranindita, Eka Dresti. 2005. Analisis Daya Saing Komoditas Udang Nasional di Pasar Internasional. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tambunan, Tulus. 2001.”Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang Kasus Indonesia”. Ghalia Indonesia. Jakarta Tambunan, Tulus. 2003.”Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia: Beberapa Isu Penting”. Ghalia Indonesia. Jakarta Tatakomara, Edwin. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Komoditi Teh Indonesia, Serta Daya Saing Komoditi Teh di Pasar Internasional. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. United Nations. Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE), Database Perdagangan International. http://comtrade.un.org Wardiyatmo, Subarna, Riyanto, D. Suryadi,. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Kerja Perkebunan Teh. Laporan Hasil Penelitian Tahun 1997/1998. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Bandung.
110
Wishnubroto, Sukardi dan Rosich Attaqy, Prakiraan Hasil Pucuk Teh Atas Dasar Jumlah Hujan Bulanan di Kebun Pagilaran, Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Volume 3(1) 2002, hlm 42 Y09. “Jerat Kusut Perdagangan Teh Indonesia”. http://www.kompas.com, download: 12 Maret 2007, pkl 20.00 WIB
111
Lampiran 1. Negara Tujuan Ekspor Teh Berdasarkan Kode HS Kode HS Teh Negara Tujuan 090210 Australia, Selandia Baru, Malaysia, Singapore, Vietnam, Jerman, Inggris, Belanda, Jepang, Thailand 090220 Afghanistan, Belanda, Polandia, Pakistan, Jerman, Inggris, Australia, Swiss, Saudi Arabia, Suriname, Chili, FS Micronesia 090230 Inggris, Pakistan, Rusia, Belanda, Amerika Serikat, Malaysia, Polandia, Irak, Saudi Arabia, India, Mesir, Turki, Irlandia 090240 Rusia, Pakistan, Inggris, Malaysia, Jerman, Ukraina, India, Kanada, Sri Lanka, Belanda, Iran, Singapore, Australia Sumber: UN Comtrade, 2007
Lampiran 2. Perkembangan Ekspor Teh Vietnam Tahun Ekspor (Ton) Laju Pertumbuhan (%) 2001 68 217 22,56 2002 74 812 9,67 2003 59 900 -19,93 2004 70 000 16,86 2005 88 000 25,71 Rata-rata 72 186 10,97 Sumber: ITC, 2006
Lampiran 3. Perkembangan Harga Teh Dunia (dalam dollar per kg) Harga Teh (dollar per kg) Tahun Jakarta Coonor Cochi Colombo 1996 1,14 1,08 1,26 1,88 1997 1,65 1,57 1,70 2,02 1998 1,70 1,57 1,80 2,08 1999 1,05 1,26 1,44 1,63 2000 1,20 0,87 1,16 1,75 2001 0,97 0,88 1,11 1,61 2002 1,01 0,76 0,99 1,55 2003 0,95 0,74 0,99 1,54 2004 1,02 0,80 1,16 1,78 2005 1,04 0,98 1,15 1,84 Sumber: ITC, 2006