FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL ( TPT ) INDONESIA
Oleh FITRIA DEWI RASWATIE A14304030
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN FITRIA DEWI RASWATIE. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia. Dibawah bimbingan DEDI BUDIMAN HAKIM. Struktur perekonomian Indonesia mengalami transformasi dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Perubahan ini menjadikan sektor industri sebagai andalan perekonomian nasional. Pada tahun 2006, sektor industri memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yaitu sebesar 27,84 persen dari total PDB, yaitu Rp 514.192,2 milyar (Badan Pusat Statistik, 2006). Sektor industri juga menjadi penghasil devisa negara terbesar dari sektor non migas yaitu sebesar 81,78 persen (Badan Pusat Statistik, 2007). Industrialisasi Indonesia berawal dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang dirintis pada tahun 1960-1970. Ekspor TPT meningkat dari tahun 2004 hingga 2006 masing-masing sebesar 1.626 ribu ton, 1794 ribu ton, 1879 ribu ton, dan menurun pada tahun 2007 menjadi 1.872 ribu ton. Industri TPT merupakan industri padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 1 juta orang pada setiap tahunnya (Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2007). Peningkatan ekspor TPT diiringi dengan impor yang berfluktuasi. Peningkatan impor TPT dikarenakan industri TPT yang berorientasi pasar domestik mengalami hambatan dalam proses produksi. Industri yang sebagian besar merupakan industri menengah dan kecil yang mengalami kesulitan dalam akses permodalan dan biaya produksi yang tinggi akibat penetapan kebijakan bea masuk mesin dan kapas juga peningkatan tarif bahan bakar minyak dan listrik. Produktivitas TPT Indonesia yang menurun juga dikarenakan penggunaan mesin yang usianya sudah diatas umur ekonomisnya. Impor TPT semakin meningkat karena masuknya produk TPT China baik secara resmi maupun ilegal yang masuk ke Indonesia berada pada tingkat harga yang lebih murah dan produk dihasilkan dengan menggunakan teknologi yang tinggi. Penurunan tarif impor TPT mengakibatkan produk impor dengan mudah masuk ke pasar domestik, sehingga impor TPT semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya perdagangan internasional yang terbuka sehingga tidak ada hambatan untuk keluar atau masuk pasar internasional. Peningkatan impor TPT Indonesia juga dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah yang menurun. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perkembangan perdagangan industri TPT Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder deret waktu (time series). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Microsoft Excel dan Minitab 14. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis perkembangan perdagangan TPT Indonesia serta menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi impor TPT Indonesia. Metode analisis data yang digunakan adalah metode trend analisis dan metode Ordinary Least Square (OLS). Analisis kualitatif digunakan untuk memberikan gambaran yang luas mengenai perkembangan industri TPT, kebijakan yang diterapkan serta faktor-faktor lain yang mendukung analisis kuantitatif.
Produksi TPT Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan trend kuadratik yang mengalami puncak penurunan pada tahun 2005 dan 2006 dan kembali meningkat pada tahun 2007. Berdasarkan produksi TPT, produk TPT yang dijual di pasar domestik tidak pernah lebih dari 50 persen. Sehingga penjualan domestik TPT mengalami perkembangan yang linier menurun. Penjualan domestik TPT tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsi domestik yang mengikuti trend kuadratik dan mengalami peningkatan mulai tahun 2005. Kondisi ini terjadi karena produk TPT yang dihasilkan memiliki tujuan utama yaitu ekspor sebagai penghasil devisa. Perkembangan ekspor TPT Indonesia mengikuti trend linier yang meningkat. Peningkatan ekspor relatif rendah karena tingginya biaya produksi akibat adanya tarif impor mesin dan kapas. Penghapusan kuota ekspor menyebabkan produk TPT Indonesia kalah bersaing dengan produk TPT negara eksportir lain. Kondisi ini berlainan dengan trend impor TPT yang berkembang secara kuadratik dan terus meningkat sejak tahun 2006. Impor semakin meningkat karena masuknya produk TPT China baik resmi maupun ilegal yang relatif lebih murah. Faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia pada taraf nyata 10 persen adalah harga impor TPT, harga domestik TPT Indonesia, nilai tukar, tarif impor, dan krisis ekonomi, sedangkan pendapatan per kapita tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap impor TPT Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1). Program Peremajaan Mesin Tekstil yang mesin tekstil bekas tapi tetap berkualitas agar dapat dijangkau oleh industri kecil dan menengah TPT. Sehingga mengurangi biaya produksi dan harga rata-rata domestik ; 2). peningkatan pasokan energi dan peningkatan infrastruktur untuk meningkatkan investasi. Infrasturktur yang dapat dibangun pemerintah dalam rangka meningkatkan pasokan energi yaitu dengan membangun infrastruktur pembangkit energi yang menggunakan bahan bakar lebih efisien; 3). pemerintah hendaknya tetap mempertahankan tarif impor TPT yang ditetapkan. Pembebasan kuota tidak dihapuskan untuk beberapa produk andalan yang mengancam industri TPT dalam negeri. Penetapan tarif dilakukan agar produk impor tidak mudah masuk ke Indonesia ; 4). penelitian lajutan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia dengan menduga variabel bebas jumlah produksi dan konsumsi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL ( TPT ) INDONESIA
Oleh FITRIA DEWI RASWATIE A14304030
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia
Nama Mahasiswa
: Fitria Dewi Raswatie
NRP
: A14304030
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP.131 846 871
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP.131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Fitria Dewi Raswatie A14304030
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Fitria Dewi Raswatie. Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1986 di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan N.H Gathut S.R dan Ida Hidayati. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Pertiwi Kalianda Lampung Selatan, SDN 1 Manonjaya Tasikmalaya lulus tahun 1998, melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN I Manonjaya lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN I Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004. Setelah lulus SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian Dan Sumberdaya. Kegiatan organisasi yang diikuti penulis, diantaranya Organisasi Siswa Intra Sekolah tahun 2002-2003, Gema Babussalam tahun 2002-2003, Koperasi Siswa tahun 2002-2003, Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) tahun 2004-2005, Organisasi Mahasiswa Daerah Tasikmalaya (HIMALAYA) tahun 2004-2005, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) tahun 2005-2006, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) dan Gema Almamater Pers Kampus IPB tahun 20062007. Penulis juga menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum tahun 20052008.
UCAPAN TERIMAKASIH 1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta keberkahan bagi perjalanan hidup penulis. 2. Kedua orangtua penulis, Mama dan Papa tersayang, juga kedua adik penulis, Syair Leoni Rasida (Leo) dan Kilat Syaiful Falah (Kiki) . Terimakasih atas doa, kasih sayang, semangat dan pengingatan yang tulus kepada penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas bimbingan, kesabaran, pengertian, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 4. Ibu Tanti Novianti, S.P, M.Si sebagai dosen penguji utama. 5. Bapak Adi Hadianto, S.P sebagai dosen penguji wakil departemen. 6. Bapak Redma dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Riki Herdiana Surya dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai serta pihak Badan Pusat Statistik. Terimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam memperoleh data dan informasi. 7. Teman-teman seperjuangan, Rolas, Santi, Ismail, Marlina, dan Nisa. Terimakasih atas kerjasama, bantuan, semangat, doa dan pengertian yang diberikan. Karena semangat, perjuangan dan keberhasilan adalah milik kita! 8. Sari, Aghiez, Yudi, Deli, Galih, Lingga, Zaenul, Jimmy, Vidya, Sri Parlina, Mutiara, Nia, Retno, Lusiana, Irna, Vina, Emil, Cita, Idha, Wulan, Ave, Risti, Maya, Mayang, Ade, Owin, Tita, Evie, Devi, Natalia dan seluruh EPS 41. Terimakasih atas kebersamaan, semangat, doa dan kepercayaan semoga tetap terjalin sebagai kebaikan yang sempurna disisi-Nya.
9. Devialina, Nidia, April, Listya, Eni, dan semua warga Nafisa. Terimakasih atas kebersamaan, doa, semangat, kasih sayang dan perlindungan sebagai keluarga pertama penulis di Bogor. 10. Susi, Teh Wina, Teh Fuji, Teh Tyas, Fifia, Ria, Teh Rina, Teh Liesca, Teh Nta, Teh Suri, Wini dan semua warga Az Zahra. Terimakasih atas kebersamaan, kesabaran, kasih sayang, semangat, doa dan suasana nyaman yang diberikan kepada penulis. 11. Teman-teman KKP penulis, Jafar, Agnes, Nurina, Tyo, Prima, dan Ilma. Terimakasih atas kebersamaan, semangat, doa dan saling menjaga kelemahan serta kelebihan sebagai satu saudara.
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan manusia, rahmat semesta alam Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas segala kesempatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang diberi judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penulisan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008 Fitria Dewi Raswatie A14304030
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8 1.4 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10 2.1 Industri Tekstil dan Produk tekstil ............................................... 10 2.2 Kebijakan Impor Tekstil dan Produk Tekstil ................................. 13 2.2 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 15 III. KERANGKA PEMIKIRAN............................................................... 18 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................... 18 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional .......................................... 18 3.1.2 Teori Permintaan................................................................... 19 3.1.3 Impor ....................................................................... ..............22 3.1.4 Kebijakan Impor ................................................................... 23 3.1.5 Nilai Tukar Perdagangan (Kurs) ........................................... 27 3.1.6 Pendapatan dan Perdagangan................................................ 29 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................. 30 3.4 Hipotesis......................................................................................... 33 3.5 Definisi Operasional ...................................................................... 34 IV. METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 36 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 36 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 36 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 37 4.4 Analisis Trend Perdagangan dan Perumusan Model Volume Impor TPT....................................................................................... 38 4.4.1 Analisis Trend ........................................................................ 38 4.4.2 Metode Regresi Linier Berganda ........................................... 39 4.4.3 Uji Kesesuaian Model ............................................................ 44
V. TREND PERDAGANGAN TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA 49 5.1 Perkembangan Produksi TPT.......................................................... 49 5.2 Perkembangan Penjualan Domestik TPT....................................... 52 5.3 Perkembangan Konsumsi Domestik TPT ....................................... 55 5.4 Perkembangan Ekspor TPT............................................................. 56 5.5 Perkembangan Impor TPT .............................................................. 58 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA 60 6.1 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Impor TPT Indonesia 60 6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor TPT Indonesia............ 62 6.3 Implikasi Kebijakan ........................................................................ 68 VII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 71 7.1 Kesimpulan ..................................................................................... 71 7.2 Saran................................................................................................ 72 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 73 LAMPIRAN ............................................................................................... 76
DAFTAR TABEL
Halaman 1.1 Nilai Ekspor Non Migas Indonesia, 2002–2007 (Juta Dollar AS)....................1 1.2 Profil Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia, 2003-2007.....................3 2.1 Klasifikasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Menurut Harmonized System.........................................................................................12 5.1 Produksi TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu ton) .............................................51 6.1 Hasil Model Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Tekstil Dan Produk tekstil Indonesia, 1980-2007.......................................................60
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.1 Net Ekspor TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu ton) ..........................................2 1.2 Volume Produksi, Penjualan Domestik dan Konsumsi Domestik TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu ton) .....................................................................5 1.3 Volume Ekspor dan Impor TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu ton) ..................6 1.4 Perkembangan Tarif Impor TPT Indonesia, 1980-2007 (Persen).....................7 1.5 Perkembangan Nilai Tukar Dollar Terhadap Rupiah, 1980-2007 ....................8 3.1 Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ........................................18 3.2 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan ...............................................21 3.3 Kurva Pemberlakuan Tarif Impor ...................................................................24 3.4 Kurva Subsidi..................................................................................................27 3.5 Ekspor Bersih dan Kurs Riil ...........................................................................28 3.6 Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................................32 5.1 Perkembangan Produksi TPT Indonesia (Ribu ton)........................................50 5.2 Perkembangan Penjualan Domestik TPT Indonesia (Ribu ton) .....................53 5.3 Penjualan Domestik TPT Indonesia (US $ milyar) ........................................53 5.4 Penjualan Domestik TPT Berdasarkan Skala Industri (Ribu ton) ..................54 5.6 Perkembangan Konsumsi Domestik TPT Indonesia (Ribu ton) .....................55 5.7 Perkembangan Ekspor TPT Indonesia (Ribu ton) ..........................................57 5.8 Perkembangan Impor TPT Indonesia (Ribu ton) ............................................58 6.1 Impor TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu ton) .................................................63 6.2 Perkembangan Impor TPT Indonesia, 1980-2007 ..........................................66 6.3 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Indonesia, 1980-2007 (Dollar)..........67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Trend Produksi TPT........................................................................................77 2. Trend Penjualan Domestik TPT .....................................................................78 3. Trend Konsumsi Domestik TPT .....................................................................79 4. Trend Ekspor TPT ..........................................................................................80 5. Trend Impor TPT ...........................................................................................81 6. Output Analisis Perkembangan Produksi dan Penjualan Domestik TPT ................................................................................................82 7. Output Analisis Perkembangan Konsumsi Domestik dan Ekspor TPT..........83 8. Output Analisis Perkembangan Impor TPT....................................................84 9. Tabel Input ......................................................................................................85 10. Output Analisis Regresi Linier Berganda .......................................................86 11. Uji Heteroskedastisitas....................................................................................87 12. Uji Normalitas.................................................................................................87
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Struktur perekonomian Indonesia mengalami transformasi dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Perubahan ini menjadikan sektor industri sebagai andalan perekonomian nasional. Pada tahun 2006, sektor industri memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dibandingkan dengan 8 sektor ekonomi lainnya. Sumbangan sektor industri sebesar 27,84 persen dari total PDB, yaitu Rp 514.192,2 milyar (Badan Pusat Statistik, 2006). Sektor industri juga menjadi penghasil devisa negara terbesar dari sektor non migas. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa ekspor hasil industri menduduki posisi pertama jika dibandingkan dengan hasil pertanian maupun hasil tambang. Ekspor industri sebesar US $ 65.023,9 juta pada tahun 2006 dengan peningkatan sebesar 16,96 persen dari tahun 2005 yaitu sebesar US $ 55.593,7 juta. Tabel 1.1 Nilai Ekspor Non Migas Indonesia, 2002-2007 (Juta Dollar AS) Ekspor
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 45.041,6 47.401,9 55.934,9 66.420,9 79.580,2 57.421,5 2.568,3 2.526,2 2.496,2 2.880,3 3.364,9 2.010,3
Non Migas Sektor Pertanian Sektor Industri 38.729,6 40.880,0 48.677,3 55.593,7 65.023,9 46.958,7 Sektor 3.743,7 3.995,7 4.761,4 7.946,9 11.191,4 8.452.5 Tambang Catatan : * sampai Mei 2007 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 Kontribusi sektor industri tersebut berasal dari berbagai jenis industri yaitu industri tekstil, pakaian jadi, makanan, minuman, tembakau, kayu olahan, barang dari kertas, percetakan, penerbitan, industri kimia, petrolium, batubara, karet,
barang-barang dari plastik, barang-barang galian bukan logam, industri dasar logam, mesin dan perlengkapannya (Puspitasari, 2005). Industrialisasi Indonesia berawal dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang dirintis pada tahun 1960-1970. Tabel 1.2 menunjukkan peningkatan nilai ekspor pada industri TPT dari 2003 sampai 2007. Ekspor yang terus-menerus meningkat menjadikan TPT sebagai komoditi yang memiliki peranan besar dalam pembentukan devisa negara. Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, API (2007), TPT memberikan kontribusi sebesar 2,4 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Penyerapan tenaga kerja industri TPT pada Tabel 1.2 juga mengalami ketidakstabilan dari tahun 2003 sampai 2007. Hal ini terjadi karena perusahaan harus menekan jumlah tenaga kerja untuk mengimbangi peningkatan biaya produksi akibat kenaikan tarif listrik dan bahan bakar minyak, juga mahalnya mesin-mesin produksi. Meskipun jumlah tenaga kerja berfluktuasi, industri TPT yang merupakan industri padat karya, tetap mampu menyerap tenaga kerja dalam upaya mengurangi pengangguran. Tenaga kerja yang diserap industri TPT berada di atas 1 juta orang pada setiap tahunnya.
Sumber : API (2007), diolah Gambar 1.1 Net Ekspor TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu Ton)
Peningkatan ekspor TPT diiringi dengan impor yang berfluktuasi. Penurunan impor pada tahun 2005 dan 2006 terjadi karena impor kapas sebagai bahan baku produksi dapat disubstitusi dengan menggunakan serat. Namun impor kembali meningkat sebesar 29,34 persen pada tahun 2007. Pada
Gambar
1.1
dapat dilihat bahwa net ekspor yang meningkat pada tahun 2005, mengalami penurunan kembali pada tahun 2007 karena kenaikan impor lebih besar dari pada kenaikan ekspor. Tabel 1.2 Profil Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia, 2003-2007 Deskripsi
Satuan
Jumlah Perusahaan Unit Investasi Kapital Juta Rp Tenaga Kerja Orang Ekspor Nilai Milyar USD Jumlah Ribu ton Impor Nilai Milyar USD Jumlah Ribu ton Net Nilai Milyar Ekspor USD Jumlah Ribu ton Sumber : API, 2007
Tahun 2005 2006 2.656 2.699 132.381 135.677
2003 2.654 132.355
2004 2.661 132.362
2007 2.704 137.835
1.182.870 7.033
1.184.079 7.647
1.176.183 8.603
1.194.326 9.457
1.200.842 10.063
1.773
1.626
1.794
1.879
1.872
1.673
1.720
1.606
1.585
2.050
962
880
851
949
993
5.360
5.929
6.997
7.872
8.013
811
764
943
930
879
API (2007) menyatakan peningkatan impor terjadi karena pada tahun 2007 penjualan domestik TPT menurun sebesar 42,9 persen menjadi 260 ribu ton dari tahun 2006, sedangkan konsumsi TPT pasar domestik naik menjadi 1.220 ribu ton. Penjualan domestik hanya memiliki pangsa pasar sebesar 20 persen, sehingga kelebihan permintaan TPT di pasar domestik dipenuhi oleh impor. Berdasarkan hasil proyeksi, penjualan domestik TPT hingga akhir tahun 2008 hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya menjadi 25 persen. Dengan begitu,
impor TPT di Indonesia akan bertahan bahkan meningkat sehingga menghambat peningkatan pangsa pasar penjualan domestik. Hal ini semakin diperkuat dengan kondisi industri TPT Indonesia yang tidak didukung oleh mesin produksi berteknologi tinggi, sehingga produktivitas terhambat dan produk kurang berkualitas. Kondisi ini semakin menyulitkan industri TPT Indonesia yang sebagian besar menggunakan mesin tua dalam produksinya. Impor TPT semakin menghambat pertumbuhan industri TPT Indonesia dengan masuknya impor ilegal. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2006 impor resmi tercatat meningkat sebesar 72,55 persen, yakni dari 51 ribu ton menjadi 88 ribu ton, sedangkan impor ilegal mencapai 69,35 persen, dari 509 ribu ton menjadi 862 ribu ton. Impor ilegal produk TPT di pasar domestik tahun 2007 diperkirakan sebesar US$ 4,74 miliar yang merupakan angka tertinggi sejak 5 tahun terakhir. Kondisi ini akan mempersempit gerak industri TPT Indonesia di pasar domestik. Pengawasan yang belum maksimal terhadap masuknya impor ilegal TPT ke Indonesia semakin menurunkan kinerja industri TPT dalam negeri.1
1.2 Perumusan Masalah Industri TPT sebagai industri komoditi penting di Indonesia mengalami perkembangan yang berbeda dilihat dari sisi permintaan pasar domestik dan penawaran domestik. Industrialisasi telah mendorong permintaan TPT di pasar domestik meningkat. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa dari tahun 2003 hingga 2007, konsumsi domestik hanya mengalami penurunan di tahun 2005 sebesar 5,22 1
Yusuf Waluyo Jati dalam “Impor ilegal tekstil diprediksi US$4,74 miliar” http://disperindag-jabar.go.id/cetak.php?id=2842 (4 Januari 2008)
persen dari tahun 2004. Jumlah konsumsi domestik meningkat pada tahun 2006 sebesar 21,17 persen menjadi 1.013 ribu ton kemudian kembali meningkat menjadi 1.220 ribu ton pada tahun 2007. Peningkatan konsumsi domestik didorong oleh peningkatan populasi penduduk di Indonesia. Peningkatan populasi berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap komoditi industri TPT terutama dalam pemenuhan kebutuhan sandang. Produksi TPT Indonesia dilihat sebagai penawaran domestik pada tahun 2007 hanya menyediakan produk TPT untuk pasar domestik sebesar 6,55 persen dari keseluruhan produksi. Jumlah penjualan domestik ini turun menjadi 260 ribu ton dari 456 ribu ton pada tahun 2006. Penjualan domestik juga berada pada tingkat yang rendah pada tahun 2005 yaitu hanya sebesar 303 ribu ton, sedangkan konsumsi domestik sebesar 836 ribu ton. Fluktuasi yang terjadi pada penjualan domestik tidak mengimbangi konsumsi domestik yang meningkat. Pangsa pasar dari penjualan TPT di pasar domestik pada tahun 2007 sebesar 75 persen hanya dapat terealisasi sebesar 20 persen (API, 2007).
Sumber : API (2007), diolah Gambar 1.2 Volume Produksi, penjualan domestik, dan konsumsi domestik TPT Indonesia, 2003 – 2007 (Ribu Ton) Industri TPT sebagian besar merupakan industri besar yang berorientasi ekspor. Komposisi ekspor dari produksi domestik lebih besar daripada yang
digunakan untuk penjualan domestik. Gambar 1.3 menunjukkan bahwa TPT Indonesia yang diekspor pada tahun 2006 sebesar 1.879 ribu ton. Jumlah ini mengambil bagian sebesar 47,28 persen dari produksi domestik secara keseluruhan. Meskipun ekspor TPT meningkat dibandingkan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar 1.624 ribu ton dan 1.794 ribu ton, namun kembali menurun pada tahun 2007. Indonesia mengekspor TPT pada tahun 2007 sebesar 1.872 ribu ton yang merupakan 47,15 persen dari produksi domestik. Perkembangan ekspor yang menurun menjadikan share ekspor TPT terhadap devisa negara menjadi lebih kecil meskipun tetap terbesar dibandingkan dengan sektor industri non migas lainnya. Pada Gambar 1.3 juga dapat dilihat bahwa impor TPT Indonesia dalam 5 tahun terakhir mengalami tingkat terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 848 ribu ton. Jumlah ini terus meningkat pada tahun 2006 dan 2007 berturut-turut sebesar 949 ribu ton dan 993 ribu ton. Impor TPT diharapkan menurun agar dapat melindungi industri dalam negeri dan penghematan devisa negara. Namun realisasi menunjukkan impor TPT Indonesia semakin meningkat.
Sumber : API (2007), diolah Gambar 1.3 Volume Ekspor dan Impor TPT Indonesia, 2003 – 2007 (RibuTon)
Peningkatan impor TPT dikarenakan industri TPT dalam negeri tidak mampu menyediakan kebutuhan konsumsi domestik yang meningkat. Industri TPT yang berorientasi pasar domestik mengalami hambatan dalam proses produksi. Industri ini merupakan industri menengah dan kecil yang mengalami kesulitan dalam akses permodalan dan biaya produksi yang tinggi akibat penetapan kebijakan bea masuk mesin dan kapas juga peningkatan tarif bahan bakar minyak dan listrik. Produktivitas TPT Indonesia yang menurun juga dikarenakan penggunaan mesin yang usianya sudah diatas umur ekonomisnya. Impor TPT semakin meningkat karena masuknya produk TPT China baik secara resmi maupun ilegal yang masuk ke Indonesia berada pada tingkat harga yang lebih murah dan produk dihasilkan dengan menggunakan teknologi yang tinggi.2 V a r ia b le A c tu a l F it s
3 5
Tarif impor
3 0
2 5
2 0
1 5
1 0 1 9 80
1 98 3
1 9 86
1 98 9
1 99 2 1 99 5 Ta h u n
1 99 8
20 0 1
20 04
20 0 7
Sumber : API (2007), diolah Gambar 1.4 Perkembangan Tarif Impor TPT Indonesia, 1980 – 2007 (Persen) Penetapan tarif impor dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menghambat masuknya produk impor TPT ke Indonesia. Penurunan tarif impor TPT yang diperllihatkan Gambar 1.4 dapat mengakibatkan produk impor dengan mudah masuk ke pasar domestik, sehingga impor TPT semakin meningkat. Hal 2
Baari La Inggi dalam ‘Reaksi Menjelang Berakhirnya Kuota TPT’ http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=526 (20 September 2004)
ini terjadi karena adanya perdagangan internasional yang terbuka sehingga tidak ada hambatan untuk keluar atau masuk pasar internasional. Peningkatan impor TPT Indonesia juga dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah yang menurun. Penurunan nilai tukar yang diperlihatkan oleh Gambar 1.5 menunjukkan terjadinya apresiasi Rupiah, dengan demikian harga TPT domestik relatif lebih tinggi sehingga permintaan terhadap produk impor akan semakin meningkat. V a r ia b le A c tu a l F it s
0 ,0 0 1 6
Nilai Tukar
0 ,0 0 1 2
0 ,0 0 0 8
0 ,0 0 0 4
0 ,0 0 0 0
19 8 0
19 8 3
19 8 6
1 9 89
1 9 92 1 9 95 Ta h u n
1 99 8
2 00 1
2 00 4
2 00 7
Sumber : API (2007), diolah Gambar 1.5 Perkembangan Nilai Tukar Dollar Terhadap Rupiah, 1980 2007 Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perkembangan perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis kondisi perdagangan internasional TPT Indonesia, terutama dalam
bidang impor sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan kebijakan yang sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi perkembangan perdagangan industri TPT Indonesia; 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia; Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi berbagai stakeholder dalam sektor industri TPT Indonesia. Terutama bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi kebijakan industri TPT dalam bidang impor. Implikasi dari peraturan pemerintah diharapkan dapat mempertahankan posisi industri TPT dalam negeri dan penghematan devisa negara. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan pertumbuhan industri TPT Indonesia di kancah perdagangan internasional.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian membahas volume impor TPT secara keseluruhan berupa serat (fiber), benang (yarn), kain (fabric), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other textiles). Penelitian ini tidak dibatasi oleh negara asal impor. Data yang digunakan adalah data time series periode 1980-2007.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Tekstil dan Produk Tekstil Industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan yang sejenis. Misalnya industri tekstil, maksudnya himpunan pabrik atau perusahaan penghasil tekstil. Kedua, industri dapat pula merujuk pada suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi (Dumairy, 2000 dalam Margarettha, 2005). Sedangkan menurut Hasibuan (1993) industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti. Secara umum, tekstil adalah bahan pakaian atau kain. Dilihat dari sisi keuntungan, tekstil tidak hanya untuk pakaian, tapi juga dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri atau kegunaan lainnya
(kain, kasur, gorden,
taplak meja, tas, koper, parasut, kain layar, jok mobil atau kap mobil, ban pipa atau selang untuk minyak dan pemadam kebakaran, dll). Tekstil berasal dari bahasa Latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau kain tenun. Tekstil berarti pula : a. Suatu benda yang dibuat dari benang, kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian ; b. Suatu benda yang berasal dari serat atau benang yang dianyam (ditenun) atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa, untuk dijadikan bahan pakaian atau keperluan lainnya (Djafrie, 2003 dalam Junaedi, 2007).
Pengklasifikasian TPT dilakukan bergantung pada tujuan penggunaan TPT itu sendiri sehingga terdapat beberapa cara dalam mengklasifikasinya. Saat ini, ada 2 jenis klasifikasi yang berbeda, yaitu klasifikasi berdasarkan produk (industri) dan berdasarkan perdagangan. TPT berdasarkan produk terdiri dari : 1. Industri serat (fiber), berupa serat alam dan serat buatan. 2. Industri benang (yarn), berupa filamen buatan, benang dari serat alam 100 persen, benang dari serat buatan 100 persen, dan benang dari serat campuran. 3. Industri kain (fabric), berupa kain tenun, kain rajut, kain non-woven, lace/ braids, embroidery, dan laminasi/ impregnasi. 4. Industri pakaian jadi (garment), berupa pakaian jadi untuk bayi, anakanak, laki-laki, dan perempuan. 5. Industri tekstil lainnya (others textiles), berupa karpet/ permadani, penutup lantai, barang jadi dari serat, barang jadi dari benang dan tali, barang jadi dari kain, dan barang jadi lainnya. Sedangkan klasifikasi TPT berdasarkan perdagangan menggunakan The Harmonized Commodity Description and Coding System disingkat HS (Harmonized System) yang merupakan hasil dari Custom Cooperation Council semua anggota GATT. Kesepakatan anggota GATT itu diterima PBB dengan mengadakan revisi 2 United Nation tentang Standard International Trade Classification (SITC).
Harmonized System terdiri dari 21 sections dan 99
chapters (diantaranya dua chapters cadangan). TPT termasuk section XI, tetapi beberapa produk dari section lain dalam Multifibre Arrangement (MFA)
dimasukkan ke dalam cakupan section TPT. Klasifikasi industri TPT menurut Harmonized System secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Klasifikasi Industri TPT menurut Harmonized System Chapter 50 Chapter 51
Silk, mulai dari cocoons suitable for reeling sampai woven fabrics Cotton, mulai dari not carded dan cotton waste sampai woven fabrics Chapter 52 Wool, mulai unimproved wol sampai m woven fabrics Chapter 53 Other vegetable fibre, mulai prosseced but not spun sampai woven fabrics Chapter 54 Man made stample filamentss, mulai yarn & thread sampai woven fabrics Chapter 55 Man made stample fibres, mulai fiber & tows termasuk waste, sampai woven fabricsm (synthetic atau artificial) Chapter 56 Non-woven, special yarns, ropes, etc., sampai netting (dari semua jenis fibres) Chapter 57 Carpets, dari semua jenis fibers Chapter 58 Special woven fabrics, embroidery dari semua bahan dalam raschel dikelompokkan Chapter 60 (knitted fabrics) Chapter 59 Impregnated coated, laminated, and textiles articles suitable for industrial use Chapter 60 Knitted or crocheted fabrics dari semua bahan Chapter 61 Apparel and clothing accessories, knitted or crocheted Chapter 62 Apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted Chapter 63 Other made up article, termasuk blanket, bed linen, table linen, toilet linen, sampai worn clothing Sumber : Djafrie, 2003 dalam Junaedi, 2007 Secara teknis, struktur industri TPT nasional terdiri tiga sub sektor, yaitu : 1.
Sektor hulu (upstream) Industri sektor hulu adalah industri penbuat serat (fibre) dan pemintal (spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa dan bahan baku serat sintetik. Industri pada sektor hulu bersifat padat modal, berskala besar, jumlah tenaga kerja sedikit dan output pertenaga kerja besar.
2.
Sektor menengah (midstream) Sektor menengah meliputi industri yang bergerak pada bidang pemintalan (spinning), pertenunan (weaving) dan pencelupan/ penyempurnaan
(dying/finishing). Sifat industri sektor menengah adalah semi padat modal dan teknologi yang dipakai telah berkembang dengan penyerapan tenaga kerjanya lebih besar dari sektor hulu. 3.
Sektor hilir (downstream) Industri pada sektor hilir adalah pakaian jadi (garment). Sektor ini paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya. Pembeda sektor hilir dan hulu maupun sektor menengah adalah pada jumlah tenaga kerjanya, yaitu sebagian besar tenaga kerjanya adalah wanita.
2.2 Kebijakan Impor Tekstil dan Produk Tekstil Kebijakan impor TPT yang diterapkan pemerintah berupa kebijakan hambatan tarif dan subsidi. Kebijakan impor TPT diterapkan oleh pemerintah bertujuan untuk menghambat masuknya produk impor sehingga dapat melindungi dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa. Tarif impor TPT yang ditetapkan pemerintah mengalami perubahan apabila terjadi perubahan kesepakatan perdagangan. Sebelum tahun 1988 penetapan tarif impor berdasarkan Customs Co-Operation Council Nomenclator dengan tingkat tarif sekitar 5 sampai 60 persen. Kerjasama perdagangan internasional antar negara belum banyak terjalin, sehingga tarif impor masih tinggi. Tingginya tarif impor TPT dapat menekan jumlah impor yang masuk ke Indonesia. Pada perubahan tarif impor yang disusun pada Buku Tarif dan Bea Masuk Indonesia (BTBMI) tahun 1996 akibat adanya perubahan Harmonized System (HS) versi 1996, nilai tarif impor TPT berkisar antara 5 sampai 20 persen.
Penurunan besar tarif impor terutama produk TPT berakibat pada peningkatan volume impor TPT yang masuk ke Indonesia. Upaya pemerintah dalam melindungi masuknya impor TPT selain penetapkan tarif juga adanya ketentuan bahwa hanya perusahaan yang mendapat pengakuan Importir Produsen (IP) yang boleh mengimpor produk TPT ke Indonesia. Ketentuan ini dikeluarkan melalui peraturan tata niaga impor tekstil pada tahun 2002.3 Namun dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi perdagangan bebas maka pemerintah merencanakan adanya pembebasan tarif TPT mulai tahun 2010. Rencana ini dilakukan bertahap, yaitu dengan lebih dulu membebaskan dari 84 pos tarif menjadi 74 pos tarif TPT yang mengikuti peraturan IP.4 Subsidi merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri berupa keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, dan subsidi harga. Subsidi pemerintah diberikan kepada industri tekstil dalam upaya restrukturisasi mesin produksi tekstil dengan anggaran dana pemerintah sebesar Rp 255 milyar. Program ini bertujuan untuk menambah produksi dalam negeri dan menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor. Pengajuan bantuan dalam program subsidi peremajaan mesin tekstil dilakukan secara first in-first out dimana pemohon yang pertama mengajukan akan diproses terlebih dahulu dengan pertimbangan kelayakan menerima kredit.
3
Fauzi Azziz “Deperindag Keluarkan Tata Niaga Impor Tekstil” http://www.depperin.go.id/ind/publikasi/siaran_pers/2002/Tata_tekstil1.htm (22 Oktober 2002) 4 Fahmi Achmad “ Indonesia Bebaskan Impor Tekstil 2010 “ http://id.indonesian-craft.com/news/54/tahun/2008/bulan/05/tanggal/07/id/240/
Skema tawaran bantuan dari pemerintah yaitu pembelian mesin tekstil baru atau subsidi kredit dengan bunga bank sebesar 5 persen. Program ini tidak berjalan lancar bagi industri kecil dan menengah, karena industri kecil dan menengah hanya mau membeli mesin bekas sedangkan pemerintah hanya menyediakan mesin tekstil baru.5 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai industri TPT telah banyak dilakukan sebelumnya. Junaedi (2007) menganalisis dampak peningkatan ekspor di sektor industri TPT terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan model Analisis InputOutput. Sektor industri TPT sangat bergantung pada sektor industri pengolahan lainnya, seperti sektor tanaman perkebunan, sektor listrik, gas dan air bersih. Sektor yang banyak memanfaatkan output sektor industri TPT adalah sektor jasajasa, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor industri TPT lebih mampu menarik pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan mendorong sektor hilirnya. Sektor ini dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar sehingga dapat menekan angka pengangguran di Indonesia. Analisis Input-Output juga dilakukan Maryadi (2007) dalam menganalisis pertumbuhan investasi sektor industri TPT terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini menyatakan bahwa industri TPT merupakan industri yang penting dalam mendorong sektor hulunya serta mampu mendorong sektor-sektor lainnya dalam penyediaan output, pendapatan dan tenaga kerja. Dengan begitu, investasi
5
Imron Rosyid “Dana Restrukturisasi Mesin Belum Turun” http ://www. Tempo interaktif.com (15 November 2007)
pada sektor industri TPT dapat meningkatkan output pendapatan, maupun tenaga kerja di Indonesia. Struktur pasar dan persaingan TPT di pasar internasional yang dianalisis menggunakan Indeks Herfindahl
dan rasio konsentrasi (CR4) menunjukkan
bahwa sebagian besar produk berada pada kondisi pasar oligopolistik. Analisis ini dilakukan Yastuti (2004) untuk melihat dampak penghapusan kebijakan kuota MFA (Multifibre Arrangement) terhadap daya saing dan pemasaran sektor TPT. Keunggulan komparatif TPT Indonesia di pasar internasional menunjukkan kategori TPT unggulan Indonesia antara lain produk serat sintetis dan buatan lainnya, kain tertentu, dan pakaian jadi. Sedangkan dari keunggulan kompetitif , walaupun kondisi fisik di Indonesia mendukung peningkatan daya saing industri tetapi berbagai faktor dan kendala yang dihadapi industri nasional belakangan ini membuat industri TPT kehilangan daya saingnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi impor berbagai komoditi di Indonesia juga telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Gula Indonesia Periode 1983-2006 oleh Hapsari (2007). Faktor-faktor yang terdiri dari produksi gula, populasi, harga gula, nilai tukar rupiah, dan tarif impor dianalisis menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk dilihat pengaruhnya terhadap volume impor gula Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap impor gula Indonesia pada taraf nyata lima persen (α = 5%). Faktor populasi dan harga gula domestik memunyai hubungan yang positif sedangkan faktor produksi gula domestik, nilai tukar rupiah terhadap dolar dan
dummy tarif impor mempunyai hubungan negatif dengan faktor volume impor gula. Analisis dengan menggunakan metode peramalan time series dan regresi linier berganda dilakukan Azziz (2006) untuk melakukan penelitian Analisis Impor Beras serta Pengaruhnya Terhadap Harga Beras Dalam Negeri. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras secara nyata pada taraf 1 persen adalah penetapan tarif impor, harga terigu, harga beras impor, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh nyata pada taraf 5 persen dan produksi beras nasional berpengaruh nyata pada 15 persen. Komarudin (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Permintaan Buah Apel di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan impor apel Indonesia pada selang kepercayaan 95 persen yaitu harga impor, dan lag permintaan impor apel bulan sebelumnya. Sedangkan Produk Domestik Bruto dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh nyata terhadap volume impor apel. Hasil analisis tersebut diperoleh dengan menggunakan metode regresi data panel. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi impor suatu komoditi di Indonesia digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan perdagangan internasional dalam bidang impor. Kebijakan impor ditentukan dalam rangka penghematan pengeluaran negara dan melindungi perkembangan industri dalam negeri. Selain dari impor gula, apel ataupun beras, telah dilakukan penelitian mengenai impor komoditi lain. Namun penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi impor tekstil dan produk tekstil belum dilakukan.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Ekonomi internasional merupakan ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan keuangan/ moneter serta organisasi (swasta/ pemerintah) dan kerja sama ekonomi antarnegara (internation). Permasalahan pokok yang dihadapi ekonomi internasional yaitu kelangkaan (scarcity) produk dan masalah pilihan (choice) produk (Hady, 2004). Masalah kelangkaan dan pilihan atas produk muncul karena adanya permintaan (demand) akan kebutuhan dan keinginan (needs and wants) manusia yang sifatnya tidak terbatas (rising demand) dan penawaran (supply) dari sumber daya (resources) yang sifatnya terbatas. Permasalahan ekonomi tersebut dapat menjadi bersifat internasional karena adanya permintaan yang berasal dari dalam ataupun luar negeri.
Sumber : Salvatore, 1997 Gambar 3.1 Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional
Gambar 3.1 memperlihatkan bahwa tanpa adanya perdagangan negara A akan berproduksi dan konsumsi pada Q1 dengan harga P1. Begitu juga dengan negara B, tanpa adanya perdagangan, penawaran dan permintaan negara B akan mencapai keseimbangan pada Q4 dengan tingkat harga P3. Perdagangan internasional terjadi pada dua negara tersebut, dan negara A akan mengekspor komoditi X ke negara B jika harga domestik komoditi X sebelum perdagangan di negara B lebih tinggi daripada harga domestik komoditi X sebelum perdagangan di negara A. Perdagangan internasional yang terjadi diantara negara A dan negara B akan menyebabkan harga relatif komoditi X berada diantara P1 dan P3. Jika harga yang berlaku adalah P2, maka P1 negara A berada di bawah harga yang berlaku. Negara A akan memproduksi komoditi X lebih banyak dari pada tingkat konsumsi domestik, sehingga dapat diekspor ke negara B. Sedangkan di negara B, P3 berada diatas harga yang berlaku sehingga negara B akan mengalami peningkatan permintaan. Peningkatan permintaan menyebabkan permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi domestiknya. Pada perdagangan internasional negara B mengimpor komoditi X dari negara A sebesar kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara A.
3.1.2 Teori Permintaan Permintaan merupakan jumlah barang ekonomi yang akan dibeli pada harga tertentu pada saat tertentu di pasar tertentu. Jadwal permintaan menunjukkan jumlah barang ekonomi yang akan dibeli pada semua harga yang mungkin terjadi pada saat tertentu di pasar. Permintaan dalam perekonomian pasar
sangat dipengaruhi oleh preferensi konsumen atau pilihan masing-masing pembeli yang bebas, berdasarkan persepsi mereka mengenai harga (Smith and Blakeslee, 1995). Lipsey et.al (1995) mendefinisikan permintaan sebagai jumlah yang diminta, yang merupakan jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga.
Tiga hal penting dalam konsep jumlah yang diminta.
Pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan. Hal ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli oleh rumah tangga, atas dasar harga komoditi itu sendiri, harga-harga lainnya, pendapatan rumah tangga, dan selera. Kedua, jumlah yang diminta merupakan permintaan efektif yang menunjukkan jumlah orang yang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, jumlah yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinu. Jumlah yang diminta dipengaruhi oleh sejumlah variabel penting, seperti harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain, pendapatan ratarata rumah tangga, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya jumlah penduduk. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut terhadap jumlah yang diminta dapat ditelaah satu per satu, dengan menganggap variabel lainnya tetap atau cateris paribus. Hipotesa ekonomi mengatakan bahwa harga suatu komoditi berpengaruh negatif terhadap jumlah yang diminta, dengan variabel lain tetap. Jika harga suatu komoditi semakin rendah maka jumlah yang diminta untuk komoditi tersebut semakin besar, dan jika harga suatu komoditi semakin tinggi maka jumlah yang diminta akan semakin rendah. Hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta dapat digambarkan oleh kurva permintaan. Perubahan jumlah yang
diminta akibat perubahan variabel-variabel yang mempengaruhinya dapat dilihat dengan menggunakan kurva permintaan. Respon tersebut dapat berupa pergerakan sepanjang kurva atau pergeseran kurva permintaan. Pergerakan sepanjang kurva permintaan terjadi akibat adanya perubahan harga komoditi itu sendiri. Pergeseran kurva permintaan pada kedudukan yang baru, diakibatkan oleh perubahan semua variabel selain harga komoditi itu sendiri. Kurva permintaan akan bergeser ke kiri apabila pada setiap tingkat harga jumlah yang diminta lebih kecil daripada sebelumnya. Sebaliknya kurva permintaan akan bergeser ke kanan apabila pada setiap tingkat harga jumlah yang diminta besar daripada sebelumnya. Variabel yang mempengaruhi pergeseran kurva permintaan diantaranya pendapatan rumah tangga, harga komoditi lain, selera, distribusi pendapatan, dan jumlah penduduk.
Sumber : Lipsey, 1995 Gambar 3.2 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan Pergerakan yang terjadi di sepanjang kurva permintaan dipengaruhi oleh perubahan variabel harga komoditi tersebut. Harga komoditi dengan jumlah yang diminta mempunyai hubungan yang negatif. Jika harga komoditi tersebut meningkat, maka jumlah komoditi yang diminta menurun. Tetapi jika harga komoditi tersebut menurun, maka jumlah komoditi yang diminta akan meningkat.
3.1.3 Impor Impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan negara terhadap komoditi dari pasar internasional (Komarudin, 2005). Impor merupakan aliran barang dan jasa ke pasar sebuah negara untuk dipakai. Negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengimpor aneka ragam barang dan jasa yang bermutu dengan harga yang lebih rendah daripada yang dapat dihasilkan di dalam negeri (Smith and Blakeslee, 1995). Permintaan impor merupakan selisih antara konsumsi domestik dikurangi produksi domestik dan dikurangi stok pada akhir tahun lalu. Secara matematik, impor dapat digambarkan sebagai berikut (Labys, 1973 dalam Komarudin, 2005) : Mt = Ct – Qt – St-1
.........................
(3.1)
Dimana : Mt
= jumlah impor pada tahun ke t
Ct
= jumlah kosumsi domestik tahun ke t
Qt
= jumlah produksi domestik tahun ke t
St-1
= sisa stok pada tahun ke t-1 Selain faktor-faktor domestik diatas, fungsi impor suatu negara juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar negeri, yaitu nilai tukar atau exchange rate (ER) dan harga impor (PM). Dengan demikian, secara teoritis fungsi impor komoditas suatu negara dapat ditulis sebagai berikut : Mt = f (Qt, Ct, St-1, ERt, PMt) Dimana : Qt = jumlah produksi domestik tahun ke t Ct = jumlah konsumsi domestik tahun ke t
.........................
(3.2)
St-1 = sisa stok pada tahun ke t-1 ER = nilai tukar atau exchange rate tahun ke t PM = harga impor tahun ke t Terdapat beberapa variabel yang akan mempengaruhi permintaan impor suatu negara seperti biaya transportasi (TC), tarif (T), selera konsumen (PC), distribusi pendapatan (Y), dan populasi (P) yang dapat memberikan hasil yang lebih akurat (Oktaviani, 2000 dalam Purnamasari, 2006).
3.1.4 Kebijakan Impor 1. Tarif Impor Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan kepada suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif impor (import tariff) adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Pengenaan tarif dilakukan sebagai sumber pendapatan dalam kas pemerintah, juga sebagai alat proteksi bagi sektor-sektor industri tertentu di dalam negeri dari tekanan persaingan produk impor. Berdasarkan mekanisme perhitungannya, tarif terbagi menjadi tiga jenis, diantaranya (Hady, 2004) : 1. Tarif Ad Valorem (Ad Valorem Tariff) Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. 2. Tarif Spesifik (Spesific Tariff) Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor.
3. Tarif Campuran Tarif campuran adalah gabungan dari tarif ad valorem dan tarif spesifik, dimana barang yang diimpor dikenakan pungutan dalam jumlah tertentu dan dikenakan pungutan dalam bentuk persentase. Pemberlakuan tarif oleh sebuah negara kecil yang melakukan impor dapat dianalisis dengan menggunakan analisis keseimbangan parsial. Negara kecil merupakan negara yang memiliki keterbatasan sehingga tidak mampu untuk mempengaruhi harga dunia dan harus menerima harga-harga yang berlaku di pasar internasional.
Sumber : Hady, 2004 Gambar 3.3 Kurva Pemberlakuan Tarif Impor
Dalam Gambar 3.3 Dx adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi X dinegara kecil yang berlaku sebagai importir. Jika negara tersebut tidak melakukan perdagangan internasional (autarki) maka akan mengalami keseimbangan di titik E yang merupakan perpotongan antara kurva Dx dan Sx. Kondisi autarki memperlihatkan bahwa tidak terjadi ekspor ataupun impor. Dalam hal ini produksi dalam negeri sama dengan konsumsi dalam negeri sebesar OQo dengan harga Po. Jika negara melakukan perdagangan internasional, harga komoditi X akan semakin murah menjadi sebesar P1 dan konsumsi
meningkat menjadi OQ2. Konsumsi ini dipenuhi oleh produksi dalam negeri sebesar OQ1, dan impor sebesar Q1Q2. Garis putus-putus horizontal Sf adalah kurva penawaran komoditi X dari luar negeri yang sifatnya elastis tak terbatas untuk negara importir. Hal ini menunjukkan bahwa pasar-pasar internasional mampu memberikan pasokan komoditi X sebanyak apapun kepada negara importir berdasarkan harga dunia yang berlaku. Produksi yang menurun dari OQo menjadi OQ1 akan menyebabkan kerugian bagi industri, sehingga berimplikasi pada terjadinya pengangguran. Oleh karena itu, pemerintah memberikan proteksi dengan memberlakukan tarif. Tarif ditetapkan sebesar P1P2 sehingga untuk memperoleh komoditi X konsumen di negara importir harus membayar sebesar P2. Peningkatan harga yang terjadi menyebabkan penurunan tingkat konsumsi dari Q2 menjadi Q4. Konsumsi ini dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang meningkat sebesar OQ3 dan impor yang menurun sebesar Q2Q4. Garis putus-putus Sf+T merupakan kurva penawaran komoditi X dari luar negeri yang baru untuk negara importir. Kurva ini telah memperhitungkan dampak dari pengenaan tarif. Dengan demikian, pengenaan tarif memberikan dampak bagi penurunan tingkat konsumsi dalam negeri dan peningkatan produksi dalam negeri. Dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan diperlihatkan oleh menurunnya tingkat impor. Gambar 3.3 memperlihatkan penurunan surplus konsumen sebesar AGHB. Penurunan surplus konsumen ini diterima oleh pemerintah dalam bentuk pajak impor sebagai penerimaan pemerintah sebesar MJHN yang diperoleh dari (P2-P1) untuk (Q4-Q3) komoditi yang diimpor. Selain itu, diredistribusikan kepada produsen dalam negeri dalam bentuk surplus produsen sebesar AGJC dan sebesar
segitiga CJM juga BHN merupakan biaya proteksi yang harus ditanggung oleh perekonomian negara importir. 2. Subsidi Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri berupa keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, dan subsidi harga. Subsidi bertujuan untuk : a. Menambah produksi dalam negeri. b. Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri. c. Menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor. Pada saat keadaan perdagangan bebas tanpa adanya subsidi, harga berada pada P1. Produksi yang dihasilkan dalam negeri sebesar OQ1 sedangkan konsumsi dalam negeri sebesar OQ2, sehingga produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi. Impor akhirnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sebesar Q1Q2. Subsidi yang dilakukan pemerintah dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dari Q1 menjadi Q3. Dalam teori ekonomi dijelaskan bahwa jumlah produksi akan meningkat jika terjadi kenaikan harga dari P1 ke P2. Hal ini dicegah oleh pemerintah dengan menetapkan subsidi harga sebesar P1P2 atau sebesar BC. Dengan demikian, produksi dalam negeri meningkat dari OQ1 menjadi OQ3 sehingga jumlah impor turun dari Q1Q2 menjadi Q2Q3. Dengan demikian konsumen tetap membayar dengan harga P1 dan produsen menerima pembayaran dengan harga P2.
Sumber : Hady, 2004 Gambar 3.4 Kurva Subsidi 3.1.5 Nilai Tukar Perdagangan (Kurs) Nilai tukar atau kurs diantara dua negara adalah harga di mana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan antara dua kurs, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang negara lain (Mankiw, 2000). Kurs riil perdagangan (terms of trade) dari suatu negara juga merupakan rasio harga komoditi ekspor terhadap harga komoditi impor. Dengan demikian, nilai tukar perdagangan dari suatu negara merupakan kebalikan
dari nilai tukar
perdagangan negara lain yang menjadi mitra dagang. Rasio tersebut dikalikan dengan seratus agar diperoleh hasil akhir dalam presentase yang mudah dipahami (Salvatore, 1997). Hubungan nilai tukar nominal dan nilai tukar riil dapat dilihat sebagai berikut (Mankiw, 2000) :
Kurs Riil =
Tingkat dimana diperdagangkan barang domestik dan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat harga dimana mata uang dipertukarkan. Kurs riil juga berhubungan dengan neraca perdagangan suatu negara. Apabila kurs riil rendah, maka harga barang-barang domestik akan lebih murah dan penduduk domestik akan membeli sedikit barang impor. Namun apabila kurs riil tinggi, maka harga barang-barang domestik relatif tinggi dibandingkan dengan barang-barang luar negeri dan penduduk domestik lebih banyak membeli barang impor. Hubungan kurs riil dengan ekspor bersih dapat ditulis sebagai berikut : NX = NX (e)
.........................
(3.3)
Dimana : NX
= Ekspor bersih
e
= Kurs riil Kurs riil, e
NX (∈) Ekspor neto, NX Sumber : Mankiw, 2000 Gambar 3.5 Ekspor Bersih dan Kurs Riil Gambar 3.5 menunjukkan hubungan antara kurs riil dan ekspor bersih. Apabila kurs semakin rendah maka harga barang domestik menjadi relatif murah terhadap barang-barang luar negeri, dan semakin besar ekspor bersih.
3.1.6 Pendapatan dan Perdagangan Pendapatan nasional adalah jumlah seluruh keluaran produksi atau barang dan jasa yang dihasilkan di suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional dapat dilakukan berdasarkan tiga cara, yaitu konsep nilai tambah, pendapatan, dan pengeluaran. Konsep nilai tambah digunakan untuk menghitung pendapatan dengan menjumlahkan nilai pasar yang diproduksi perusahaan. Pendapatan yang dilihat dari sisi pendapatan merupakan jumlah berbagai pendapatan faktor yang dihasilkan pada proses memproduksi keluaran akhir ditambah pajak tak langsung neto subsidi ditambah penyusutan. Sedangkan dilihat dari sisi pengeluaran, pendapatan nasional merupakan jumlah dari pengeluaran konsumsi, investasi pemerintah, dan ekspor neto (Lipsey et.al, 1995). Dalam perdagangan internasional, pendapatan nasional mempengaruhi jumlah impor suatu negara (Deliarnov, 1995). Pendapatan nasional mencerminkan kemampuan masyarakat dalam membeli barang-barang hasil buatan luar negeri. Semakin tinggi tingkat pendapatan nasional serta semakin rendah kemampuan dalam menghasilkan barang-barang tersebut, maka impor semakin tinggi. Hubungan langsung antara impor dan pendapatan nasional ditentukan oleh nilai kecenderungan mengimpor atau Marginal Propencity to Import (MPM). MPM merupakan perbandingan atau rasio antara pertambahan impor dengan pertambahan dalam pendapatan nasional. Secara matematis ditulis : m = ΔM/ΔY
.........................
(3.4)
Hubungan antara impor dan pendapatan nasional ditulis sebagai berikut : M = Mo + mY Dimana :
.........................
(3.5)
M = Jumlah impor Mo = Jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y m = marginal propencity to import Y = pendapatan nasional
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Industri TPT merupakan industri andalan perekonomian Indonesia. Industri TPT memberikan kontribusi besar dalam pembentukan PDB. Penyerapan tenaga kerja lebih dari 1 juta jiwa setiap tahunnya, membuat industri TPT berperan dalam mengurangi pengangguran. Sebagai industri andalan perkembangan industri TPT harus diperhatikan agar mampu bersaing baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Penjualan domestik TPT tidak mampu memenuhi peningkatan konsumsi yang terjadi. Permasalahan yang terjadi pada kurangnya penjualan domestik dikarenakan perkembangan produksi yang lambat. Masalah ini terjadi karena biaya produksi yang tinggi akibat adanya tarif impor mesin dan kapas sebagai bahan baku TPT. Tarif bahan bakar minyak dan listrik juga meningkat. Biaya yang tinggi berimplikasi pada rendahnya kuantitas maupun kualitas produk TPT Indonesia. Harga domestik TPT Indonesia menjadi relatif lebih mahal karena biaya yang dikeluarkan lebih besar. Teknologi produksi dengan menggunakan mesin yang sudah di atas umur ekonomis semakin membuat produk TPT Indonesia tidak mampu bersaing dengan produk TPT luar negeri. Pertambahan penduduk Indonesia berimplikasi pada peningkatan konsumsi melalui daya beli. Kemampuan konsumsi masyarakat yang ditunjukan oleh
pendapatan perkapita berhubungan dengan permintaan terhadap produk TPT. Berdasarkan teori ekonomi, pendapatan yang tinggi akan meningkatkan konsumsi TPT. Apabila konsumsi domestik TPT tidak dapat dipenuhi oleh penjualan domestik, maka akan dipenuhi oleh produk impor. Penghapusan kuota dalam Multifibre Arrangement (MFA) membuat semua negara penghasil produk TPT bersaing meningkatkan kuantitas dan kualitas produk. Sebagai akibatnya, negara dengan teknologi tinggi seperti China menguasai pasar TPT internasional. Produk TPT China yang kualitasnya relatif lebih baik dibanding produk TPT Indonesia banyak masuk ke pasar domestik dengan harga yang murah. Harga impor TPT yang murah membuat masyarakat lebih memilih produk TPT impor. Tarif impor yang ditetapkan pemerintah bertujuan untuk menghambat volume impor TPT. Hal ini dilakukan dalam rangka melindungi industri TPT dalam negeri dan menekan pengeluaran negara. Dengan demikian, penetapan tarif impor TPT berhubungan negatif dengan volume impor TPT. Namun besarnya tarif TPT yang berkisar antara 5 sampai 20 relatif kecil sehingga impor TPT masih banyak masuk ke pasar domestik Indonesia. Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat sejak terjadi krisis ekonomi, seharusnya dapat menekan volume impor TPT yang masuk ke Indonesia. Hal ini terjadi karena harga produk TPT Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan harga perdagangan dunia. Jika harga produk TPT domestik lebih rendah, maka masyarakat akan lebih memilih produk TPT domestik dan produk TPT impor dapat berkurang.
Kondisi industri TPT Indonesia : -
Produksi TPT menurun Penjualan domestik TPT menurun Konsumsi domestik TPT meningkat Peningkatan Ekspor TPT menurun Impor TPT meningkat
Mendeskripsikan perkembangan industri TPT Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor TPT Indonesia
Analisis Trend
Hipotesis Penelitian
Hasil Penelitian
Implikasi Kebijakan
Gambar 3.6 Kerangka Pemikiran Operasional
3.3 Hipotesis Hipotesis sementara yang digunakan dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT adalah : 1. Harga impor TPT mempunyai hubungan yang negatif terhadap volume impor TPT. Kenaikan harga impor akan menyebabkan penurunan volume impor TPT. 2. Harga domestik TPT Indonesia mempunyai hubungan positif terhadap volume impor TPT. Apabila harga domestik meningkat maka akan menyebabkan volume impor TPT meningkat. 3. Nilai tukar dolar terhadap rupiah berpengaruh negatif terhadap volume impor TPT. Peningkatan nilai tukar dolar terhadap rupiah mengakibatkan harga TPT domestik lebih rendah dan volume impor TPT akan menurun. 4. Pendapatan per kapita yang berpengaruh positif terhadap volume impor TPT. Ketika pendapatan perkapita meningkat maka akan terjadi peningkatan pada volume impor TPT. 5. Tarif impor berhubungan negatif dengan volume impor TPT. Penetapan tarif impor akan menyebabkan penurunan volume impor TPT. 6. Krisis ekonomi mempunyai hubungan yang negatif terhadap volume impor. Ketika terjadi krisis ekonomi maka harga dalam negeri akan lebih rendah dari pada harga dunia. Dengan demikian akan terjadi penurunan volume impor TPT.
3.4 Definisi Operasional 1. Volume Impor TPT Volume impor TPT adalah jumlah impor komoditas TPT yang terdiri dari serat (fiber), barang tenunan (fabric), benang rajutan (yarn), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other product textiles). 2. Volume Ekspor TPT Volume ekspor TPT adalah jumlah ekspor komoditas TPT yang terdiri dari serat (fiber), barang tenunan (fabric), benang rajutan (yarn), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other product textiles). 3. Produksi Domestik TPT Produksi domestik TPT merupakan jumlah produksi TPT yang terdiri dari komoditi serat (fiber), barang tenunan (fabric), benang rajutan (yarn), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other product textiles). Produksi domestik akan digunakan untuk penjualan domestik dan ekspor. 4. Konsumsi Domestik TPT Konsumsi domestik TPT merupakan jumlah konsumsi tekstil masyarakat Indonesia pada tahun ke t. 5. Harga Impor TPT Harga impor TPT merupakan harga yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai impor TPT secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume impor TPT pada periode yang sama. 6. Harga Domestik TPT Indonesia Harga domestik TPT Indonesia adalah harga yang diperoleh dari rata-rata harga impor dan ekspor TPT Indonesia pada tahun ke t. Variabel ini
menunjukkan harga rata-rata yang diterima konsumen TPT berdasarkan harga dunia pada tingkat tertentu. 7. Nilai tukar (Kurs) Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar antara Dollar dengan Rupiah. 8. Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita merupakan pembagian Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan jumlah penduduk Indonesia. Nilai pendapatan perkapita dikonversi ke dalam mata uang dolar Amerika pada tingkat kurs periode bersangkutan. 9. Tarif Impor TPT Tarif impor TPT merupakan besarnya tarif yang diperoleh dari rata-rata tarif impor seluruh komoditas TPT Indonesia pada tahun ke t. 10. Krisis Ekonomi Krisis ekonomi merupakan variabel pembeda antara periode sebelum terjadinya krisis ekonomi yaitu sebelum tahun 1998 dan periode pada saat krisis ekonomi mulai dan sedang terjadi yaitu tahun 1998 sampai dengan 2007.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Departemen
Perindustrian,
Departemen
Perdagangan,
Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API), Direktorat Jendral Bea dan Cukai, serta instansiinstansi lain. Pengambilan data dimulai pada bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007. Kegiatan yang dilakukan berupa pengambilan data dan literatur mengenai industri TPT di Indonesia dan kebijakan impor TPT, pengolahan data, analisis, serta interpretasi data hingga penulisan laporan penelitian dalam bentuk akhir berupa skripsi.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time series). Jenis data tersebut meliputi data volume impor dan ekspor TPT Indonesia, produksi domestik TPT, konsumsi domestik TPT, harga domestik TPT Indonesia, harga impor TPT, tarif impor TPT, Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah penduduk, dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, serta literatur-literatur penunjang. Data juga diperoleh dengan melakukan studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku literatur penunjang yang dapat membantu serta mendukung penelitian. Literatur ini juga digunakan untuk memperdalam serta memperoleh penjelasan yang lengkap. Data penunjang tersebut didapat dari instansi-instansi seperti Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, Perpustakaan BPS Pusat, perpustakaan Sosial Ekonomi serta
perpustakaan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Literatur selain buku diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu serta informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian dari media massa maupun media elektronika (internet).
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Microsoft
Excel dan Minitab 14. Minitab 14 digunakan untuk mengolah data statistik seperti analisis data serta peramalan dengan memberikan kemudahan dalam membuat grafik-grafik
statistik.
Penggunaan
Minitab
14
juga
digunakan
untuk
memudahkan analisis ekonomi secara kuantitatif dengan memberikan pemodelan dan estimasi yang mudah diintrepretasikan. Pengolahan data time series pada penelitian ini dapat mudah dilakukan dengan Minitab 14 karena menyediakan penyelesaian dalam analisis data, regresi, dan peramalan pada komputer berbasis
Windows. Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif
kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis trend perdagangan TPT Indonesia serta menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor TPT Indonesia. Metode analisis data yang digunakan adalah metode trend analisis dan metode Ordinary Least Square (OLS). Analisis kualitatif digunakan untuk memberikan gambaran yang luas mengenai perkembangan industri TPT, kebijakan yang diterapkan serta faktor-faktor lain yang mendukung analisis kuantitatif.
4.4 Analisis Perkembangan Perdagangan dan Perumusan Model Impor TPT 4.4.1 Analisis Trend Metode trend analisis ini digunakan untuk menganalisis trend produksi, penjualan domestik, konsumsi domestik, ekspor, dan impor TPT Indonesia. Dalam analisis trend ini, model yang akan digunakan terdiri dari tiga model, diantaranya : (1) Model trend linier (2) Model trend kuadratik, dan (3) Model eksponensial Dari ketiga model trend tersebut selanjutnya akan dipilih model terbaik untuk dianalisis. Pemilihan model terbaik atas dasar tingkat signifikansi dan tingkat keakuratan. Secara umum bentuk ketiga model tersebut (Hanke, et.al 2003) yaitu : Model Trend Linier : Ťt = b0 + b1t
.........................
(4.1)
.........................
(4.2)
.........................
(4.3)
Model Trend Kuadratik : Ťt = b0 + b1t + b2t2 Model Trend Eksponensial : Ťt = b0 b1t
Dimana : Ťt = nilai prediksi untuk trend pada periode t t = variabel waktu (t = 1, 2, 3,..., n) Menurut Hanke et.al (2003) untuk menguji tingkat keakuratan peramalan tiap model digunakan beberapa kriteria sebagai berikut :
1. MAD (Mean Absolute Deviation) Menunjukkan keakuratan ramalan melalui rata-rata keadaan galat ramalan (nilai absolut setiap galat). MAD sangat berguna untuk mengukur galat galat ramalan dalam unit yang sama dengan deret asli. Dihitung secara sistematis : MAD =
.........................
(4.4)
2. MAPE (Mean Absolute Percentage Error) Menunjukkan suatu nilai tengah atau rata-rata jumlah seluruh persen galat untuk sebuah susunan data yang diberikan. MAPE memberikan indikasi seberapa besar galat ramalan dibandingkan dengan nilai aktual deret. Tingkat keakuratan ditunjukan dalam bentuk persentase. Secara matematis MAPE =
.........................
(4.5)
Dimana : Yt = nilai aktual Y pada periode ke t Ŷt = nilai dugaan Y pada peiode ke t t = variabel waktu (t = 1, 2, 3,..., n)
4.4.2
Metode Regresi Linear Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) yang digunakan dalam penelitian ini
bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor TPT Indonesia. Metode OLS dipilih karena mempunyai sifat statistik yang sangat menarik sehingga menjadi suatu metode analisis yang paling kuat (powerful) dan populer. Metode OLS diperkenalkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman yang bernama Carl Frederich Gauss (Gujarati, 1978). Menurut Koutsoyiannis (1977), terdapat beberapa kelebihan metode OLS seperti berikut:
1.
hasil estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki beberapa kondisi optimal (BLUE);
2.
tata cara pengolahan data dengan metode OLS relatif lebih mudah dari pada metode ekonometrik yang lain, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak;
3.
metode OLS telah banyak digunakan dalam penelitian ekonomi dengan berbagai macam hubungan antar variabel dengan hasil yang memuaskan;
4.
mekanisme pengolahan data dengan metode OLS mudah dipahami;
5.
metode OLS juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrik yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian.
Beberapa sifat penduga yang utama agar metode OLS dapat digunakan adalah tidak bias, efisien, dan varian minimum (Nachrowi dan Usman, 2005). Asumsi-asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan metode OLS berdasarkan teori Gauss-Markov sebagai berikut : 1.
E (ui) = 0 atau E (ui|xi) = 0 atau E(Yi) = β1 + β2Xi ui menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili di dalam model.
2.
Tidak ada korelasi antara ui dan uj {cov (ui,uj) = 0}; i ≠ j Artinya, pada saat Xi sudah terobservasi, deviasi Yi dari rata-rata populasi (mean) tidak menunjukkan adanya pola {E(ui,uj) = 0}
3.
Homoskedastisitas : yaitu besarnya varian ui sama atau var (ui) = σ2 untuk setiap i.
4.
Kovarian antara ui dan Xi nol. {cov (ui,Xi) = 0}. Asumsi tersebut sama artinya bahwa tidak ada korelasi antara ui dan
Xi. 5.
Model regresi dispesifikasi secara benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : -
Model harus berpijak pada landasan teori
-
Perhatikan variabel-variabel yang diperlukan
-
Bagaimana bentuk fungsinya.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume impor diantaranya variabel harga impor, pendapatan nasional dan nilai tukar rupiah terhadap dollar (Komarudin, 2006). Dalam penelitian ini variabel pendapatan nasional diganti dengan pendapatan per kapita dan harga impor yang digunakan merupakan hasil bagi antara nilai impor dengan volume impor TPT Indonesia . Variabel lain yang juga diduga dapat mempengaruhi volume impor diantaranya harga domestik Indonesia, tarif impor, dan krisis ekonomi. Variabel harga domestik merupakan rata-rata harga impor dan harga ekspor TPT Indonesia. Secara sistematis fungsi impor TPT Indonesia dapat ditulis seperti berikut: Ln(Mt) = α + β1Ln(PMt) + β2Ln(PDt) + β3Rt + β4Tt + β5Ln(Yt) + β6Dkrisis + εt .........................(4.6) β1 < 0, β2 > 0, β3 < 0, β4 < 0, β5 > 0, β6 < 0 di mana: α
= Autonomous Impor (ton)
βt
= Parameter yang diduga, dengan t = 1,2,...,6
Mt
= Volume Impor TPT periode ke-t (kilogram)
PMt
= Harga TPT impor pada periode ke-t (Dolar/kilogram)
PDt
= Harga domestik TPT Indonesia pada periode ke-t (Dolar/kilogram)
Rt
= Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (Dolar)
Tt
= Tarif impor pada periode ke-t (Persen)
Yt
= Pendapatan per kapita periode ke-t (Dolar)
Dkrisis = Dummy krisis ekonomi D = 1 untuk kondisi saat terjadi dan telah terjadi krisis ekonomi D = 0 untuk kondisi saat sebelum terjadi krisis ekonomi εt
= Error term pada periode ke-t Beberapa variabel dalam persamaan (4.6) diubah ke dalam bentuk
logaritma yang disebut model log-log (double log), karena masing-masing variabel menggunakan satuan yang berbeda. Bentuk logaritma dapat mengatasi senjang yang terjadi antara nilai yang besar (seperti volume impor dan pendapatan perkapita) dan nilai yang kecil (seperti tarif impor dan nilai tukar). Sehingga transformasi bentuk logaritma dapat mengubah model yang tidak linier menjadi model yang linier. Dalam peranti lunak Minitab 14, logaritma yang digunakan adalah yang memiliki bilangan pokok e atau e Log ( X ) , sehingga artinya sama dengan logaritma natural. Model double log memiliki keunggulan dibandingkan dengan model linier. Koefisien slope yang terdapat pada model merupakan ukuran elastisitas Y terhadap X, dengan kata lain koefisien slope merupakan tingkat perubahan pada variabel Y (dalam persen) bila terjadi perubahan pada variabel X (dalam persen) (Nachrowi dan Usman, 2005) . Keunggulan lain dari model double log ini adalah koefisien elastisitas antara Y dan X selalu konstan. Artinya, bila LnX berubah 1
unit, perubahan LnY akan selalu sama meskipun elastisitas tersebut diukur pada
LnX yang mana saja. Sehingga model double log juga disebut model elastisitas konstan. Secara matematis, nilai elastisitas suatu persamaan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1978) : Elastisitas =
=
.........................(4.7)
Seperti diketahui bahwa: ∂ (ln X ) 1 ∂ (ln Y ) 1 dan = , maka = X Y ∂X ∂Y ∂Y ∂X dan ∂ (ln X ) = ∂ (ln Y ) = , sehingga X Y ∂ (ln Y ) ∂Y X ⋅ = elastisitas = ∂ (ln X ) ∂X Y
.........................(4.8)
di mana: Y = rata − rata peubah dependen Y X = rata − rata peubah independen X
Berbeda dengan model double log, variabel yang membentuk model semi-log (log-linear) nilai elastisitasnya tidak dillihat berdasarkan koefisien variabel bebas. Koefisien variabel bebas dalam model semi-log hanya menggambarkan nilai: ∂ (ln Y ) X ∂ (ln Y ) ∂Y 1 = ⋅ , maka ∂X ∂X Y ∂Y 1 β = ⋅ ∂X Y
β =
Karena persamaan elastisitas adalah
........................(4.9)
∂Y X ⋅ , maka β (koefisien variabel bebas ∂X Y
X ) harus dikalikan dengan X (rata-rata peubah bebas X ). Dengan demikian,
persamaan elastisitas untuk model semi-log akan menjadi seperti berikut: elastisitas = β ⋅ X
.........................(4.10)
dimana:
β = koefisien peubah independen X X = rata − rata peubah independen X
4.4.3 Uji Kesesuaian Model Uji kesesuaian model dilakukan untuk mengetahui apakah model yang diduga sudah memenuhi teori. Dengan demikian, model yang diduga harus sesuai dengan tiga kriteria kesesuaian model seperti berikut : 1.
Kriteria Ekonomi Model regresi berdasarkan kriteria ekonomi diuji tanda dan besaran dari
tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien dugaan disesuaikan dengan teori ekonomi. Apabila tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi, maka dapat dikatakan bahwa model tersebut baik. 2.
Kriteria Statistika Pengujian suatu model berdasarkan uji statistik meliputi pengujian variabel
secara parsial (uji t), pengujian variabel secara keseluruhan (uji F) dan pengujian terhadap ukuran kebaikan (goodness of fit) model berdasarkan koefisien determinasi (R2). Uji t Uji t yang merupakan uji variabel secara parsial dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas yang terdapat dalam
model memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume impor TPT. Uji t yang dilakukan dengan hipotesis pengujian sebagai berikut : H0 : β t = 0
t = 1,2,..., n
H1 : β t ≠ 0 Jika p-value lebih besar daripada taraf nyata sebesar α, maka penolakan terhadap H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β tidak sama dengan 0 dan variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika p-value lebih kecil daripada taraf nyata sebesar α, maka terima H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β sama dengan 0 dan variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Uji F Apabila uji model secara parsial telah dilakukan, maka dilanjutkan dengan pengujian model secara keseluruhan. Hipotesis pengujian adalah sebagai berikut : H0 : β1 = β 2 = ... = β t = 0
t = 1,2,..., n
H1 : Minimal ada satu β t yang tidak sama dengan 0 Jika p-value lebih besar daripada taraf nyata sebesar α, maka penolakan terhadap H0. Kesimpulannya model secara keseluruhan signifikan atau model yang dihasilkan telah cukup baik. Tetapi jika p-value lebih kecil daripada taraf nyata sebesar α, maka terima H0. Kesimpulannya secara keseluruhan model yang dihasilkan tidak signifikan. Uji R2 ataupun adj-R2 Uji R2 ataupun adj-R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabelvariabel yang terdapat di dalam model dapat menjelaskan keragaman yang terjadi pada variabel tidak bebas. Nilai R2 ataupun adj-R2 yang besar menunjukkan
bahwa model yang didapat semakin baik. Nilai R2 dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini. ⎡ ⎢∑ Y − Y t ⎢ R2 = ⎣
2
⎛^ ⎞⎤ ⎜ ⎟⎥ ⎜⎜ Yt − Y ⎟⎟⎥ ⎝ ⎠⎦ 2 ⎛ ⎞ ^ 2 ⎜ ⎟ Yt − Y ∑ ⎜ Y t − Y ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠
(
∑(
)
)
di mana: Yt
= Y aktual
∧
Y t = Y dugaan Y
= Y rata-rata Adj-R2 lebih baik untuk digunakan dalam analisis ekonometrika daripada
R2. Hal ini karena R2 cenderung untuk memberikan gambaran yang terlalu baik terhadap hasil regresi. Hal ini terutama terjadi saat jumlah variabel bebas dalam model cukup besar atau mendekati jumlah pengamatan (Theil dalam Gujarati, 1978). 3.
Kriteria Ekonometrika Model regresi linier yang sesuai dengan kriteria ekonometrika harus
memenuhi asumsi-asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya : a.
Asumsi Kenormalan Uji kenormalan digunakan dalam pengujian hipotesis dan penyusunan
selang kepercayaan bagi variabel dugaan. Apabila terjadi ketidaknormalan akan menyebabkan pengujian hipotesis dan penyusunan selang kepercayaan tidak sesuai dengan yang ditentukan. Uji kenormalan dapat dilakukan dengan melihat
histogram atau plot normal dari residual. Apabila bentuk sebaran uji kenormalan berbentuk garis lurus, maka residual dapat dikatakan menyebar normal. b.
Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana antar variabel bebas
terdapat hubungan yang sangat erat. Apabila ada korelasi antar variabel bebas, maka akan ada ketidaksesuaian pada model yang telah dibuat. Multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masingmasing variabel bebas. Apabila nilai VIF < 10 maka tidak ada korelasi antar variabel bebas. Sedangkan jika nilai VIF > 10 maka ada korelasi antar variabel bebas sehingga ada ketidaksesuaian model. c.
Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi
tidak
dipengaruhi
oleh
disturbansi
atau
gangguan
yang
berhubungan dengan pengamatan lain manapun (Gujarati, 1978). Uji autokorelasi dilakukan dengan percobaan d dari Durbin-Watson. Percobaan d dari Durbin-Watson dirumuskan sebagai berikut :
d= Mekanisme uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut : - Dapatkan nilai kritis dL dan dU - Hipotesis Ho adalah tidak ada autokorelasi, maka jika : •
d
4-dL berarti tolak Ho (ada autokorelasi positif atau negatif)
•
dU
•
d.
dL≤d≤dU atau 4-dU≤d≤4-dL berarti merupakan daerah keragu-raguan. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi pada model regresi linier tidak memiliki
penyebaran (varians) yang sama (Gujarati, 1978). Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketakbiasan dan konsistensi dari penduga OLS, tetapi penduga yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians yang minimum. Apabila terjadi heteroskedastisitas, maka akan berakibat sebagai berikut : - Estimasi dengan menggunakn OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien. - Tidak dapat dilakukan uji nyata atu tidaknya koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakn formula yang berkaitan dengan nilai varians. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat plot residual dengan dugaan respon (Residual Versus Fitted Values). Apabila ragam residual homogen, maka plot tersebut tidak memiliki pola. Sedangkan jika ragam residual tidak homogen, maka plot tersebut akan membentuk suatu pola.
BAB V PERKEMBANGAN PERDAGANGAN TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA
Perkembangan
perdagangan
TPT
Indonesia
dianalisis
dengan
menggunakan analisis trend dengan beberapa indikator sebagai ukuran keakuratan suatu metode peramalan yaitu MAD (Mean Absolute Deviation) dan MAPE (Mean Absolute Percentage Error). Variabel-variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis trend ini adalah produksi TPT, penjualan domestik TPT, konsumsi domestik TPT, ekspor dan impor TPT Indonesia. 5.1 Perkembangan Produksi TPT
Berdasarkan analisis trend yang dilakukan, dapat dilihat bahwa perkembangan produksi TPT Indonesia mengikuti trend kuadratik. Trend kuadratik perkembangan produksi memiliki nilai MAD dan MAPE yang lebih kecil bila dibandingkan dengan trend linier dan trend eksponensial. Nilai MAD dan MAPE yang diperoleh sebesar 162,3 ribu ton dan 3,8 persen. Nilai MAD menunjukkan kesalahan dalam meramalkan pola perkembangan produksi TPT sebesar 162,3 ribu ton atau sebesar 3,8 persen. Pada tahun 2008 diperkirakan bahwa produksi TPT Indonesia akan meningkat menjadi 4.207 ribu ton. Perbandingan nilai trend dengan trend linier dan trend eksponensial dapat dilihat pada lampiran 1. Persamaan produksi yang diperoleh adalah sebagai berikut : Yt = 5459,29 - 552,631 t + 49,5119 t2
dimana : Yt
= Jumlah produksi TPT Indonesia pada tahun ke t (Ribu Ton)
t
= tahun P e r k e m b a n g a n P r o d u k s i T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) Y t =
Q u a d r a tic T r e n d M o d e l 5 4 5 9 ,2 9 - 5 5 2 ,6 3 1 * t + 4 9 ,5 1 1 9 * t* * 2
5 2 0 0
V A F F
5 0 0 0
Produksi
4 8 0 0
a r ia b le c tu a l it s o r e c a sts
A c c u rac y M A P E M A D M S D
4 6 0 0
M e a su r e s 3 ,8 1 6 2 ,3 4 0 9 2 6 ,3
4 4 0 0 4 2 0 0 4 0 0 0 3 8 0 0 2 0 0 1
2 0 0 2
2 0 0 3
2 0 0 4 2 0 0 5 Ta h u n
2 0 0 6
2 0 0 7
2 0 0 8
Sumber : API (2007), diolah Gambar 5.1 Perkembangan Produksi TPT Indonesia (Ribu Ton)
Produksi TPT yang mengikuti trend kuadratik mengalami puncak penurunan pada tahun 2005. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 sebesar 128 persen. Kenaikan harga BBM berimplikasi pada kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi serta upah. Kenaikan biaya produksi menyebabkan volume produksi menurun. Penurunan produksi tahun 2005 sebesar 12,36 persen dari tahun 2006 menjadi 3.821 ribu ton. Meskipun dapat naik kembali menjadi 3.974 ribu ton pada tahun 2006 dan 3.970 ribu pada tahun 2007, produksi TPT Indonesia mengalami pertumbuhan yang lambat. Pada tahun 2006 produksi TPT meningkat sebesar 4 persen, namun kembali menurun pada tahun 2007 sebesar 0,1 persen. Rata-rata pertumbuhan produksi TPT menurun sebesar 1,11 persen.
Tabel 5.1 Produksi TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu ton) Tahun
Fiber
776 2003 796 2004 752 2005 770 2006 800 2007 23,35 Rata-rata pertumbuhan (%) Sumber : API (2007), diolah
Yarn 1.646 1.692 1.623 1.640 1.680 0,55
Fabric 1.273 1.312 963 969 970 (5,71)
Garment 461 517 383 445 410 (1,36)
Other Total Textiles 35 4.191 43 4.360 100 3.821 150 3.974 110 3.970 44,69 (1,11)
Pertumbuhan produksi TPT Indonesia yang lambat disebabkan oleh beberapa hal seperti mesin dengan teknologi rendah, biaya produksi tinggi, kesulitan akses permodalan, serta kalah bersaing dengan impor baik resmi maupun ilegal. Mesin yang digunakan industri TPT rata-rata sudah berada diatas umur 20 tahun. Mesin-mesin ini telah melampaui batas umur ekonomisnya, sehingga tidak mampu berproduksi optimal dan kualitas TPT yang dihasilkan tidak kompetitif.6 Pemerintah berusaha mengatasi hal ini dengan melaksanakan program peremajaan mesin. Program berupa pemberian subsidi bagi industri tekstil dalam upaya restrukturisasi mesin produksi tekstil dengan anggaran dana pemerintah sebesar Rp 255 milyar. Realisasi kebijakan pemerintah belum efektif membantu industri kecil dan menengah TPT Indonesia. Subsidi pemerintah bagi industri kecil dan menengah terhambat karena rumitnya administrasi untuk mendapatkan subsidi pembelian mesin produksi baru tersebut. Dana bantuan yang dianggarkan pemerintah bagi industri kecil dan menengah TPT sebesar Rp 75 miliar, hanya terserap sebesar Rp 50 milyar. Meskipun penyerapan dana subsidi tidak efektif
6
‘Tekstil Selundupan Rugikan Negara Rp 2 Triliun/Tahun’ http://www.beritakotamakassar.com/view.php?id=8784&jenis=Bisnis_Harian
bagi industri kecil dan menengah TPT, tetapi dapat diserap secara efektif oleh industri besar TPT.7 Kondisi ini memberikan motivasi pada industri besar TPT dalam proses produksi, sehingga berdasarkan perkiraan produksi TPT Indonesia meningkat menjadi 4.207 ribu ton pada tahun 2008. 5.2 Perkembangan Penjualan Domestik TPT
Industri TPT dijadikan sebagai industri andalan bagi pembentukan devisa negara. Dengan demikian orientasi utama pasar TPT Indonesia adalah ekspor. Net ekspor, penjualan domestik dan investasi di industri TPT masing-masing memberikan share tehadap PDB sebesar US $ 7,93 Milyar, US $ 2,42 Milyar, dan US $ 0,33 Milyar (API, 2007). Hal ini memperlihatkan share penjualan domestik terhadap PDB lebih kecil daripada ekspor. Berdasarkan analisis trend terhadap perkembangan penjualan domestik TPT Indonesia memperlihatkan bahwa perkembangan penjualan domestik mengikuti trend linier. Trend linier mempunyai nilai MAD dan MAPE yang lebih kecil jika dibandingkan dengan trend kuadratik dan trend eksponensial yaitu sebesar 79,2 ribu ton dan 19,57 persen. Dengan demikian kesalahan dalam meramalkan penjualan domestik TPT sebesar 79,2 ribu ton atau 19,57 persen. Persamaan trend penjualan domestik yang didapat adalah sebagai berikut : Yt = 912 - 90,8 t dimana : Yt
= Jumlah penjualan domestik TPT Indonesia pada tahun ke t (Ribu Ton)
t
= tahun
7
‘Program Restrukturisasi Mesin Industri Tekstil Dilanjutkan’ http://www.antaranews.com (11 Januari 2008)
P e r k e m b a n g a n
P e n ju a la n
D o m e s tik
T P T
I n d o n e s ia
( R ib u
T o n )
L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 9 1 2 - 9 0 ,8 * t 9 0 0
V A F F
Penjualan Domestik
8 0 0 7 0 0
A c M M M
6 0 0 5 0 0
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y A P E A D S D
M e a 1 7 8 9 6
su r e s 9 ,5 7 9 ,2 0 2 ,3 2
4 0 0 3 0 0 2 0 0 1 0 0 2 0 0 1
2 0 0 2
2 0 0 3
2 0 0 4 2 0 0 5 T a h u n
2 0 0 6
2 0 0 7
2 0 0 8
Sumber : API (2007), diolah Gambar 5.2 Perkembangan Penjualan Domestik TPT Indonesia (Ribu Ton)
Trend linier yang dihasilkan cenderung menurun, sehingga penjualan domestik TPT diperkirakan akan turun menjadi 185,6 ribu ton pada tahun 2008. Orientasi pasar ekspor TPT tidak diimbangi dengan kekuatan di pasar domestik. Proporsi ekspor industri TPT selalu lebih dari 50 persen bagian dari total produksi. Pada tahun 2002 proporsi ekspor terhadap total produksi US $ 9,15 milyar sebesar 75 persen yaitu US $ 6,88 milyar sedangkan sisanya digunakan untuk penjualan domestik sebesar US $ 3,2 milyar. Nilai ekspor TPT mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai 2007, sedangkan penjualan domestik mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2007, produksi TPT untuk penjualan domestik hanya sebesar 16 persen yaitu US $ 2,42 milyar.
10 8 6 4 2 0 2002
2003
Ekspor
2004
Domestik
2005
Sumber : API (2007) Gambar 5.3 Penjualan Domestik TPT Indonesia (US $ Milyar)
2006
Berdasarkan skala industri, produk TPT yang dijual di pasar domestik dipenuhi oleh industri berskala kecil. Industri besar dan menengah TPT yang menghasilkan produk TPT dengan kualitas mesin yang baik lebih memilih menjual produknya ke pasar dunia daripada ke pasar domestik. Gambar 5.4 memperlihatkan bahwa penjualan domestik TPT dari tahun 2003 sampai 2007 dipenuhi oleh industri kecil. Industri kecil memenuhi penjualan di pasar domestik dari tahun 2003 sampai 2007 masing-masing sebesar 79 persen, 78 persen, 93 persen, 67 persen, dan 88 persen. Sub sektor industri yang berorientasi pasar domestik adalah industri serat buatan yang menyediakan bahan baku bagi industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan. Industri pemintalan, pertenunan, dan garment masing-masing menjual produknya di pasar domestik sebesar 50 persen, 65 persen, dan 12 persen. Industri garment yang berskala kecil 100 persen menjual produk TPT di pasar domestik (API, 2007).
800 600 400 200 0
2003
2004
Med-Large Industry
2005
2006
Home Industry
2007 Total Sales
Sumber : API, 2007 Gambar 5.4 Penjualan Domestik TPT Berdasarkan Skala Industri (Ribu ton)
5.3 Perkembangan Konsumsi Domestik TPT
Hasil analisis trend perkembangan konsumsi domestik TPT menggunakan Minitab menyatakan bahwa perkembangan konsumsi domestik TPT Indonesia mengikuti trend kuadratik. Nilai MAD dan MAPE yang dihasilkan oleh trend kuadratik lebih kecil jika dibandingkan dengan trend linier dan trend eksponensial. MAD dan MAPE pada trend kuadratik menunjukkan bahwa kesalahan peramalan konsumsi domestik TPT sebesar 26,48 ribu ton atau sebesar 3,05 persen. Persamaan trend konsumsi domestik yang didapat adalah sebagai berikut : Yt = 1331,49 - 273,329 t + 36,6429 t2 dimana : Yt
= Jumlah konsumsi domestik TPT Indonesia pada tahun ke t (Ribu Ton)
t
= tahun
P e r k e m b a n g a n K o n s u m s i T P T In d o n e s ia ( R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 1 3 3 1 , 4 9 - 2 7 3 ,3 2 9 * t + 3 6 ,6 4 2 9 * t* * 2 1500
V A F F
Konsumsi Domestik
1400
a r ia b le c tu a l it s o r e c a sts
A c c u r a c y M e a su r e s M A PE 3,05 M A D 2 6,48 M SD 1 1 6 5,38
1300 1200 1100 1000 900 800 2001
2002
2003
2004 2005 Ta h u n
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah Gambar 5.5 Perkembangan Konsumsi Domestik TPT Indonesia (Ribu Ton)
Perkembangan konsumsi domestik TPT mengikuti trend kuadratik dengan puncak penurunan sekitar tahun 2003 sampai tahun 2005. Penurunan konsumsi pada tahun 2005 terjadi karena adanya kenaikan harga BBM. Kenaikan harga
BBM akan mengakibatkan harga produk-produk konsumsi meningkat, sehingga daya beli masyarakat mengalami penurunan. Trend konsumsi kembali meningkat pada tahun 2006, hingga diperkirakan tahun 2008 akan mencapai jumlah 1.490 ribu ton. Konsumsi domestik TPT yang semakin meningkat tidak mampu diimbangi oleh perkembangan penjualan domestik yang menurun secara linier. Perkiraan tahun 2008, penjualan domestik TPT hanya sebesar 185,6 ribu ton. Hal ini mengakibatkan produk TPT impor baik resmi maupun ilegal memenuhi kebutuhan domestik TPT Indonesia. 5.4 Perkembangan Ekspor TPT
Analisis
trend
terhadap
perkembangan
ekspor
TPT
Indonesia
memperlihatkan bahwa perkembangan ekspor TPT mengikuti trend linier. Trend linier mempunyai nilai MAD dan MAPE yang lebih kecil jika dibandingkan dengan trend kuadratik dan trend eksponensial yaitu sebesar 41,74 ribu ton dan 2,44 persen. Dengan demikian kesalahan dalam meramalkan penjualan domestik TPT sebesar 41,74 ribu ton atau 2,44 persen. Ekspor TPT diperkirakan akan meningkat menjadi 1.850 ribu ton pada tahun 2008. Persamaan trend ekspor yang didapat adalah sebagai berikut : Yt = 1688,57 + 20,1786 t dimana : Yt
= Jumlah ekspor TPT Indonesia pada tahun ke t (Ribu Ton)
t
= tahun
P e r k e m b a n g a n E k s p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 1 6 8 8 ,5 7 + 2 0 ,1 7 8 6 * t 1 9 0 0
V A F F
1 8 5 0 A c M M M
Ekspor
1 8 0 0 1 7 5 0
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u rac y A P E A D S D
M e a su re s 2 ,4 4 4 1 ,7 4 3 9 6 2 ,6 5
1 7 0 0 1 6 5 0 1 6 0 0 2 0 0 1
2 0 0 2
2 0 0 3
2 0 0 4 2 0 0 5 Ta h u n
2 0 0 6
2 0 0 7
2 0 0 8
Sumber : API (2007), diolah Gambar 5.6 Perkembangan Ekspor TPT Indonesia (Ribu Ton)
Ekspor TPT Indonesia mempunyai target pertumbuhan 10 persen pada setiap tahun. Pada tahun 2007, ekspor TPT hanya naik sebesar 6,4 persen, sehingga belum mencapai target yang telah ditentukan. Meskipun trend perkembangan ekspor TPT meningkat, namun peningkatan tersebut bersifat linier. Nilai perdagangan TPT dunia tahun 2007 mencapai US $ 546 Milyar, sedangkan neraca perdagangan TPT Indonesia hanya sebesar US $ 8,01 Milyar. Sehingga ekspor TPT Indonesia hanya menguasai 1,8 persen pangsa pasar (API, 2007). Belum terpenuhinya target ekspor TPT disebabkan karena biaya produksi tinggi. Biaya tinggi terjadi karena pemerintah menetapkan tarif bagi impor mesin dan bahan baku kapas yang digunakan industri TPT di Indonesia. 8 Semenjak dihapuskannya kuota ekspor TPT mulai tanggal 1 Januari 2005, maka perdagangan TPT internasional semakin transparan dan didasarkan pada persaingan terbuka (Yastuti, 2004). Semua negara eksportir TPT seperti Uni Eropa, China, Indonesia, dan negara eksportir lainnya dapat masuk ke pasar kuota. Masing-masing negara bersaing untuk merebut pangsa pasar dalam perdagangan TPT internasional. Meskipun hal ini dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk 8
Benny Soetrisno dalam ‘Pengajuan Keberatan Atas Pengenaan PPn Impor Serat Kapas’ http://www.pajak.go.id/lampiran/01PJ51_S1121.htm (11 Juli 2001)
meningkatkan ekspor TPT, namun kendala teknologi menjadi masalah industri TPT Indonesia. Persaingan dalam perkembangan pesat teknologi negara-negara maju menyebabkan produk TPT Indonesia kalah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 5.5 Perkembangan Impor TPT
Hasil analisis trend perkembangan impor TPT menggunakan Minitab menyatakan bahwa impor TPT Indonesia mengikuti trend kuadratik. Nilai MAD dan MAPE yang dihasilkan oleh trend kuadratik lebih kecil jika dibandingkan dengan trend linier dan trend eksponensial. MAD dan MAPE pada trend kuadratik menunjukkan bahwa kesalahan peramalan impor TPT sebesar 18,18 ribu ton atau sebesar 1,85 persen. Perbandingan dengan trend linier dan trend eksponensial dapat lebih lengkap dilihat pada lampiran 5. Persamaan trend impor yang didapat adalah sebagai berikut : Yt = 1489,86 - 264,738 t + 28,0476 t2 dimana : Yt
= Jumlah impor TPT Indonesia pada tahun ke t (Ribu Ton)
t
= tahun P e r k e m b a n g a n Im p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 1 4 8 9 ,8 6 - 2 6 4 ,7 3 8 * t + 2 8 ,0 4 7 6 * t* * 2 1300
V A F F
Impor
1200 A c M M M
1100
1000 900
800 2001
2002
2003
2004 2005 Ta h u n
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah Gambar 5.7 Perkembangan Impor TPT Indonesia (Ribu Ton)
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
cu racy A P E A D S D
M ea 1 18 438
su re s ,8 5 4 ,1 7 7 ,7 2 8
Trend kuadratik impor mencapai puncak penurunan pada tahun 2005. Penurunan impor ini berkaitan dengan terjadinya penurunan konsumsi domestik pada tahun 2005. Apabila daya beli masyarakat menurun sehingga konsumsi domestik menurun, maka permintaan terhadap produk impor akan menurun. Kemudian kembali meningkat, hingga diperkirakan pada tahun 2008 akan sebesar 1.167 ribu ton. Peningkatan impor TPT disebabkan karena tidak tercukupinya konsumsi oleh penjualan domestik. Penjualan domestik hanya memberikan share sebesar 23 persen terhadap perdagangan TPT Indonesia (API, 2007). Sisa kebutuhan TPT yang tidak terpenuhi, dipenuhi oleh impor baik resmi maupun ilegal dari negara eksportir. Impor TPT ilegal dapat dengan mudah masuk ke pasar domestik. Impor ilegal ini sebagian besar berasal dari China, karena terjadi pembatasan impor TPT China oleh Amerika Serikat. Proteksi pemerintah Indonesia belum mampu menghambat impor ilegal, sehingga mengancam industri TPT domestik.
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA
6.1 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Impor TPT Indonesia
Impor TPT yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan volume impor keseluruhan berupa serat (fiber), barang tenunan (fabric), benang rajutan (yarn), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other product textiles). Faktorfaktor yang diduga mempengaruhi volume impor TPT dianalisis menggunakan analisis linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Tabel 6.1 memperlihatkan hasil estimasi model berdasarkan analisis yang dilakukan. Tabel 6.1 Hasil Model Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor TPT Indonesia Tahun 1980-2007 Variabel
Koefisien
Standard Error 0,9483 0,3810 0,3386
t-hitung
Probabilitas
VIF
19,9112 21,00 0,000*) Konstanta 0,7344 1,93 0,068*) 3,8 Harga Impor 0,7974 2,36 0,028*) 4,0 Harga Domestik -392,9 143,8 -2,73 0,012*) 2,9 Nilai Tukar -0,2221 0,01244 -1,79 0,08 *) 7,6 Tarif Impor -0,1246 0,1288 -0,97 0,344 2,8 Pendapatan Per Kapita 0,5043 0,2138 2,36 0,028*) 7,1 Krisis Ekonomi R-squared = 89,1 % Prob (F-statistik) = 0,000 Adjusted R-squared = 86,0 % Durbin-Watson = 1,43294 F-statistik = 28,54 Keterangan : *) = berpengaruh nyata pada taraf 10 persen
Berdasarkan hasil estimasi, maka dapat disusun model analisis faktorfaktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia sebagai berikut : Ln(Mt) = 19,911+ 0,734Ln(PMt) +0,797Ln(PDt) –392,9Rt – 0,222Tt –0,124Ln(Yt) + 0,504Dkrisis Persamaan regresi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia mempunyai nilai R2 sebesar 89,1 persen dan Adj-R2 sebesar 86 persen. Nilai koefisien determinasi menunjukkan bahwa 86 persen keragaman yang terjadi pada impor TPT Indonesia dijelaskan oleh variabel-variabel bebas pada model. Sedangkan sisanya sebesar 14 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Uji F-statistik menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas secara bersamasama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel tidak bebas pada tingkat signifikan 10 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000 persen yang nilainya lebih kecil dari derajat kepercayaan 10 persen (α = 10 %). Uji normalitas Kormogolov-Smirnov menghasilkan p-value > 0,15 sehingga lebih besar dari 0,10. Dengan demikian untuk taraf nyata α sebesar 10 persen, residual dari model yang diduga menyebar normal. Dari hasil estimasi juga didapat nilai VIF semua variabel bebas kurang dari 10. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinier. Uji autokorelasi dilakukan dengan melakukan percobaan dari nilai Durbin-Watson. Nilai Durbin-Watson yang didapat sebesar 1,4329 dengan dU sebesar 1,96 dan dL sebesar 0,95. Dengan demikian, nilai Durbin-Watson berada pada daerah keragu-raguan dL≤d≤ dU. Dapat diasumsikan bahwa pada model tidak terdapat masalah autokorelasi. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat berdasarkan
plot antara residual dengan dugaan respon (Residual Versus The Fitted Values). Hasil uji Residual Versus The Fitted Values menunjukkan bahwa model regresi tidak terdapat masalah heteroskedatisitas.
6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor TPT Indonesia 1. Harga Impor TPT (PM)
Berdasarkan hasil regresi persamaan, harga impor TPT yang didapat berpengaruh postif dan berpengaruh nyata terhadap impor. Harga impor TPT seharusnya berhubungan negatif terhadap volume impor TPT. Produk impor TPT yang banyak masuk ke Indonesia merupakan sub sektor serat (fiber). Hal ini terjadi karena industri serat dibutuhkan oleh industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan sebagai bahan baku utama. Industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan didominasi oleh investasi asing dari Jepang dan India (API, 2007). Hal ini menyebabkan industri menggunakan serat yang berkualitas dengan harga tinggi agar produk yang dihasilkan berkualitas dan bernilai jual tinggi sehingga mampu menarik investor. Serat TPT berupa kapas 100 persen berasal dari produk impor, karena tidak tesedia di dalam negeri. Hal ini menjadikan tingkat kelebihan permintaan terhadap serat TPT tinggi, sehingga impor TPT terutama serat akan meningkat meskipun harga yang tinggi.
Sumber : API (2007), diolah Gambar 6.1 Impor TPT Indonesia, 2003-2007 (Ribu Ton)
Koefisien regresi pada variabel harga impor menunjukkan nilai elastisitas volume impor TPT dari harga impor sebesar 0,73. Artinya peningkatan harga impor sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor TPT sebesar 0,73 persen. Nilai elastisitas yang lebih kecil dari satu memperlihatkan bahwa impor TPT Indonesia tidak responsif terhadap perubahan harga impor. 2. Harga Domestik TPT Indonesia (PD)
Harga domestik TPT Indonesia memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata terhadap impor TPT. Tanda variabel harga domestik TPT Indonesia sesuai dengan hipotesis dan memiliki nilai elastisitas sebesar 0,8. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa peningkatan harga domestik TPT Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor TPT sebesar 0,8 persen. Nilai elastisitasnya yang lebih kecil dari satu mengindikasikan bahwa impor TPT Indonesia tidak responsif terhadap perubahan harga impor. Jika harga produk TPT Indonesia meningkat, maka harga produk TPT impor menjadi relatif lebih murah, sehingga jumlah permintaan terhadap produk impor akan meningkat. Kondisi ini juga diperlihatkan oleh meningkatnya impor TPT baik resmi maupun ilegal yang berasal dari China. China merupakan negara
yang menggunakan teknologi tinggi dalam produksi, sehingga investasi asing banyak masuk dan menekan harga produknya. Sehingga produk impor China baik resmi maupun ilegal berada pada harga yang relatif murah dan kualitas relatif lebih baik dibadingkan dengan produk TPT Indonesia. Dengan demikian, peningkatan pada harga domestik TPT Indonesia akan mengakibatkan permintaan impor TPT meningkat. 3. Nilai Tukar (R)
Nilai tukar pada hasil regresi memiliki nilai koefisien regresi negatif dan berpengaruh nyata terhadap impor TPT. Berdasarkan hipotesis awal nilai tukar berpengaruh negatif terhadap impor TPT. Nilai tukar berhubungan dengan neraca perdagangan suatu negara. Apabila terjadi depresiasi rupiah, maka harga barangbarang domestik akan lebih murah dan penduduk domestik akan membeli sedikit barang impor. Namun apabila terjadi apresiasi nilai tukar, maka harga barangbarang domestik relatif tinggi dibandingkan dengan barang-barang luar negeri dan penduduk domestik lebih banyak membeli barang impor. Koefisien regresi variabel kurs riil adalah sebesar -392,9 dan nilai elastisitasnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
elastisitas = (∂Y Y ) (∂X X ) =
∂Y X ∂Y 1 ⋅ , dimana ⋅ ∂X Y ∂X Y
adalah -392,9. Nilai
elastisitasnya menjadi - 392,9 × 0,00039 atau sama dengan -0,15. Artinya, setiap peningkatan nilai tukar (depresiasi rupiah) sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor TPT sebesar 0,15 persen. 4. Tarif Impor TPT (T)
Tarif impor TPT yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk menambah sumber kas negara dan melindungi industri TPT domestik dari
persaingan dengan industri eksportir TPT. Berdasarkan teori ekonomi, tarif impor ditetapkan untuk menekan jumlah impor yang masuk ke dalam negeri. Artinya tarif impor memiliki hubungan negatif terhadap impor TPT. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien tarif impor TPT memiliki tanda negatif. Tarif impor TPT juga berpengaruh nyata terhadap volume impor TPT dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,022. Nilai elastisitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus: elastisitas = (∂Y Y ) (∂X X ) =
∂Y X ∂Y 1 ⋅ , dimana ⋅ ∂X Y ∂X Y
adalah -0,022. Nilai
elastisitasnya menjadi - 0,022 × 21,01 atau sama dengan -0,46. Artinya, setiap peningkatan tarif impor sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor TPT sebesar 0,46 persen. Tarif impor TPT yang ditetapkan pemerintah sebelum tahun 1988 sekitar 5 sampai 60 persen. Tingginya tarif impor TPT dapat menekan jumlah impor yang masuk ke Indonesia. Pada perubahan tarif impor yang disusun pada Buku Tarif dan Bea Masuk Indonesia (BTBMI) tahun 1996 akibat adanya perubahan Harmonized System (HS) versi 1996, nilai tarif impor berkisar antara 5 sampai 20 persen. Penurunan besar tarif impor terutama produk TPT berakibat pada peningkatan volume impor TPT yang masuk ke Indonesia. Gambar 6.2 memerlihatkan peningkatan volume impor TPT Indonesia dari tahun 1980 sampai 2007.
1 40 0 00 0 00 0
V a r ia b le A c tu a l F it s
1 20 0 00 0 00 0
Impor TPT
1 00 0 00 0 00 0 80 0 00 0 00 0
60 0 00 0 00 0 40 0 00 0 00 0 20 0 00 0 00 0 19 8 0
1 9 83
1 98 6
19 8 9
1 99 2 19 9 5 Ta h u n
19 98
2 00 1
20 04
2 00 7
Sumber : API (2007), diolah Gambar 6.2 Perkembangan Impor TPT Indonesia, 1980-2007
Pada tahun 2010 pemerintah merencanakan adanya pembebasan tarif TPT. Meskipun demikian, hal ini harus disertai dengan penguatan industri dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk impor dan pengawasan impor oleh Bea Cukai. Jika tidak ada verifikasi yang ketat terhadap produk impor yang masuk, maka perkembangan industri TPT dalam negeri akan terhambat. 5. Pendapatan Per Kapita (Y)
Berdasarkan hasil estimasi diketahui pendapatan perkapita memiliki koefisien regresi sebesar -0,12. Tanda yang terdapat pada variabel pendapatan perkapita bernilai negatif, artinya pendapatan perkapita berhubungan negatif dengan impor. Tanda ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan perkapita memiliki hubungan positif dengan impor TPT. Pendapatan perkapita juga tidak berpengaruh nyata pada permintaan impor TPT Indonesia. Elastisitas pendapatan per kapita bernilai 0, karena tidak berpengaruh terhadap impor TPT Indonesia. Pendapatan
perkapita
menunjukkan
kemampuan
masyarakat
dalam
mengkonsumsi suatu barang. Teori ekonomi menyebutkan bahwa untuk barang normal apabila tingkat pendapatan meningkat maka permintaan terhadap barang
tersebut meningkat. Apabila barang tersebut merupakan barang inferior, maka peningkatan pendapatan per kapita akan menyebabkan permintaan terhadap barang tersebut semakin rendah. Produk impor TPT yang masuk ke pasar Indonesia sebagian besar berupa serat. Serat ini kemudian digunakan industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan sebagai bahan baku utama. Dengan demikian, pendapatan yang dimiliki masyarakat lebih banyak digunakan untuk konsumsi produk lain, baik produk domestik maupun produk impor lain selain produk impor TPT. Pengaruh yang tidak nyata dari pendapatan perkapita tehadap permintaan impor TPT dikarenakan tingkat pendapatan yang cenderung konstan pada setiap tahunnya. Pada gambar 6.3 pendapatan perkapita Indonesia meningkat diatas ratarata pada tahun 1998 karena terjadi depresiasi terhadap rupiah. Sebagai negara yang sedang berkembang, masyarakat Indonesia memiliki pendapatan perkapita yang rendah. Pendapatan tersebut lebih diutamakan untuk mengkonsumsi bahan makanan pokok. Meskipun kebutuhan sandang akan pakaian merupakan kebutuhan primer, tetapi kebutuhan pangan tetap menjadi kebutuhan utama. 5000
V a r ia b le A c tu a l F it s
Pendapatan Perkapita
4000
3000
2000
1000
0 1980
1983
1986
1989
1992 1995 Ta h u n
1998
2001
2004
2007
Sumber : API (2007), diolah Gambar 6.3 Perkembangan Pendapatan Perkapita Indonesia, 1980-2007 ( US Dollar)
6. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi mempunyai pengaruh yang nyata dan koefisien regresinya bernilai 0,50. Pada saat terjadi krisis ekonomi, terjadi depresiasi rupiah sehingga harga-harga produk domestik relatif murah dibandingkan dengan harga impor. Dengan demikian permintaan terhadap impor TPT akan menurun. Hal ini tidak terjadi karena krisis ekonomi disertai adanya kenaikan harga BBM pada saat terjadi krisis ekonomi. Kenaikan harga BBM ini memicu adanya kenaikan harga sembako, biaya transportasi dan upah. Kenaikan harga tersebut meningkatkan biaya produksi TPT. Dari sisi produsen, adanya krisis ekonomi yang memicu kenaikan biaya produksi akan membuka peluang pasar bagi produk-produk TPT impor. Apabila dilihat dari sisi konsumen, daya beli masyarakat pada saat krisis ekonomi menurun, sehingga seharusnya dapat menurunkan impor TPT. Akan tetapi, masuknya produk impor dengan harga murah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk TPT dengan harga yang terjangkau. Hal ini yang memicu impor TPT meningkat selama krisis ekonomi terjadi.
6.3 Implikasi Kebijakan
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam impor TPT Indonesia adalah masalah rendahnya produksi. Industri TPT Indonesia terhambat biaya produksi yang tinggi akibat pasokan energi listrik yang rendah. Penggunaan mesin-mesin produksi di atas umur ekonomis juga menurunkan kuantitas serta kualitas produk TPT. Orientasi ekspor sebagai penghasil devisa dikalahkan oleh masuknya produk-produk impor TPT yang relatif lebih berkualitas dengan harga murah.
Program peremajaan mesin yang dilkukan pemerintah merupakan tindakan yang mampu membantu industri TPT dalam negeri. Program pemerintah berupa bantuan dana pembelian mesin maksimal sebesar Rp 5 Milyar untuk setiap perusahaan. Pemerintah menyediakan dana sebesar Rp 225 Milyar. Pengajuan bantuan dilakukan secara first in-first out dimana pemohon yang pertama mengajukan akan diproses terlebih dahulu dengan pertimbangan kelayakan menerima kredit. Skema tawaran bantuan dari pemerintah yaitu pembelian mesin tekstil baru atau subsidi kredit dengan bunga bank sebesar 5 persen. Program ini tidak berjalan lancar bagi industri kecil dan menengah, karena industri kecil dan menengah hanya mau membeli mesin bekas sedangkan pemerintah hanya menyediakan mesin tekstil baru. Berdasarkan hasil penelitian perubahan volume impor TPT lebih responsif terhadap perubahan variabel harga domestik TPT Indonesia. Dengan demikian, kebijakan yang sebaiknya ditetapkan pemerintah adalah kebijakan dalam upaya menurunkan tingkat harga TPT dalam negeri. Apabila harga domestik TPT Indonesia menjadi relatif lebih tinggi dari pada harga rata-rata dunia, akan berpengaruh positif terhadap volume impor TPT. Implikasi lain jika volume impor meningkat, maka industri TPT dalam negeri akan terancam. Tingginya harga TPT Indonesia dikarenakan biaya produksi yang tinggi akibat kurangnya pasokan energi dari PT PLN sehingga mengurangi investasi asing yang akan masuk. Ditetapkannya tarif impor mesin sebesar 11,5 persen dan kapas sebesar 10 persen sebagai faktor produksi TPT juga menyebabkan biaya produksi untuk memperoleh faktor produksi tersebut semakin tinggi.9 Pasokan
9
Indro Bagus SU “ Penghapusan PPN dan PPh Impor Mesin Tekstil Belum Disetujui”
energi yang kurang dapat diselesaikan oleh pemerintah membangun infrastruktur pembangkit energi yang menggunakan bahan bakar lebih efisien, seperti dengan membangun pembangkit listrik dengan tenaga batu bara, gas atau panas bumi. Pemerintah juga diharapkan dapat menurunkan bahkan menghapus tarif impor mesin dan kapas karena memberatkan industri TPT dalam negeri. Hasil penelitian menunjukan bahwa penetapan tarif impor tidak bersifat responsif namun berpengaruh nyata pada perubahan impor TPT. Dengan demikian pemerintah harus tetap memperhatikan tingkat tarif impor yang ditetapkan. Saat ini tarif impor berkisar antara 5 sampai 20 persen. Terutama tarif untuk pakaian jadi hanya sebesar 10 sampai 15 persen. Rencana pemerintah untuk membebaskan tarif impor tahun 2010 dikhawatirkan akan menyebabkan banyaknya impor TPT yang masuk ke Indonesia. Dengan demikian, pemerintah memperhatikan tetap hambatan impor yang mampu menurunkan impor TPT di Indonesia.
http ://jkt5.detikfinance.com/index.php/ index.read/tahun/ 2008/bulan/ 01/ tanggal/11 (11 Januari 2008)
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Produksi TPT Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan trend kuadratik yang mengalami puncak penurunan pada tahun 2005 dan 2006 dan kembali meningkat pada tahun 2007. Berdasarkan produksi TPT, produk TPT yang dijual di pasar domestik tidak pernah lebih dari 50 persen. Sehingga penjualan domestik TPT mengalami perkembangan yang linier menurun. Penjualan domestik TPT tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsi domestik yang mengikuti trend kuadratik dan mengalami peningkatan mulai tahun 2005. Kondisi ini terjadi karena produk TPT yang dihasilkan memiliki tujuan utama yaitu ekspor sebagai penghasil devisa. 2. Perkembangan ekspor TPT Indonesia mengikuti trend linier yang meningkat. Peningkatan ekspor relatif rendah karena tingginya biaya produksi akibat adanya tarif impor mesi dan kapas. Penghapusan kuota ekspor dalam kerangka MFA menyebabkan produk TPT Indonesia kalah bersaing dengan produk TPT negara eksportir lain. Kondisi ini berlainan dengan trend impor TPT yang berkembang secara kuadratik dan terus meningkat sejak tahun 2006. Impor semakin meningkat karena masuknya produk TPT China baik resmi maupun ilegal yang relatif lebih murah. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia adalah harga impor TPT, harga domestik TPT Indonesia, nilai tukar, tarif impor, dan dummy krisis
ekonomi, sedangkan pendapatan perkapita tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap volume impor TPT Indonesia.
7.2 Saran
1. Program Peremajaan Mesin Tekstil yang dilakukan pemerintah selain menyediakan mesin tekstil baru juga menyediakan mesin tekstil bekas tapi tetap berkualitas agar dapat dijangkau oleh industri kecil dan menengah TPT sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan harga domestik domestik. 2. Peningkatan pasokan energi dan peningkatan infrastruktur. Infrasturktur yang dapat dibangun pemerintah dalam rangka meningkatkan pasokan energi yaitu dengan membangun infrastruktur pembangkit energi yang menggunakan bahan bakar lebih efisien, seperti dengan membangun pembangkit listrik dengan tenaga batu bara, gas atau panas bumi. 3. Pemerintah hendaknya tetap mempertahankan tarif impor yang ditetapkan. Penetapan tarif tidak dihapuskan untuk beberapa produk andalan yang mengancam industri TPT dalam negeri. Penetapan tarif dilakukan agar produk impor tidak mudah masuk. 4. Penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi impor TPT Indonesia dengan menduga variabel bebas jumlah produksi dan konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
A, Koutsoyiannis.1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometrics. 2nd Edition. Harper and Row Publisher Inc. Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2007. Indonesia Highlight 2007. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. . 2007. Kinerja Industri TPT 2007 dan Proyeksi Tahun 2008. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. . 2007. Road Map Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. Azziz, Arif Abdul. 2006. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Beras Dalam Negeri. Skripsi. Departemen Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian, IPB. Badan Pusat Statistik. 2006. Laporan Perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ________________ . 2007. Neraca Pembayaran dan Perdagangan Luar Negeri. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerjemah: Sumarno Zain. Penerbit Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Hady, Hamdy. 2004. Ekonomi Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hanke, John E, Arthur G. Reitsch dan Dean W. Wichern. 2003. Peramalan Bisnis. Penerjemah: Devy Anantanur. PT. Prenhallindo, Jakarta. Terjemahan dari: Business Forecasting. Hapsari, Nungsri Tri. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Gula Indonesia Periode 1983-2006. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, IPB. Harmini. 2007. Hand Out Kuliah Peramalan Bisnis. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Hasibuan, Nurimansjah. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3S, Jakarta.
Junaedi. 2007. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Di Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Terhadap Perekonomian Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, IPB. Komarudin, Aan. 2005. Analisis Permintaan Impor Buah Apel Di Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian, IPB. Lipsey, Richard G, Paul N. Courant, Douglas D. Purvis dan Peter O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh. Penerjemah: Jaka Wasana, Kirbrandoko dan Budijanto. Binarupa Aksara, Jakarta. Terjemahan dari: Economic 10th Edition. Lipsey, et.al. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh. Penerjemah: Jaka Wasana dan Kirbrandoko. Binarupa Aksara, Jakarta. Terjemahan dari: Economic 10th Edition. Mankiw, N. George. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerjemah: Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Macroeconomics. Margarettha, Ervina. 2005. Dampak Liberalisasi Perdagangan Di Sektor Industri Tekstil Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, IPB. Maryadi, Mimi. 2007. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input – Output. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, IPB. Nachrowi, Nachrowi D dan Hardius Usman. 2006. Ekonometrika. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nicholson, Walter. 2001. Teori Ekonomi Mikro. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Purnamasari, Rika. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Impor Kedelai Di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Puspitasari, Endang. 2005. Analisis Keragaan Industri Susu Olahan Di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, IPB. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Penerjemah: Haris Munandar. Penerbit Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: International Economic.
Smith, Michael B dan Merritt R. Blakeslee. 1995. Bahasa Perdagangan. Penerbit ITB, Bandung. Yastuti, Titin Indri. 2004. Dampak Penghapusan Kebijakan Kuota MFA (Multifibre Arrangement) Terhadap Daya Saing dan Pemasaran Sektor Tekstil dan Produk Tekstil. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB.
Lampiran 1. Trend Produksi TPT
P e r k e m b a n g a n P r o d u k s i T P T In d o n e s ia ( R ib u T o n ) L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 4 8 6 5 ,1 4 - 1 5 6 ,5 3 6 * t 5250
V A F F
5000
Produksi
4750
A c M M M
4500
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 5 ,4 A D 2 3 3 ,7 S D 7 0 3 4 3 ,4
4250 4000 3750 3500 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n P r o d u k s i T P T In d o n e s ia ( R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 5 4 5 9 ,2 9 - 5 5 2 ,6 3 1 * t + 4 9 ,5 1 1 9 * t* * 2 5200
V A F F
5000
Produksi
4800
A c M M M
4600
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 3 ,8 A D 1 6 2 ,3 S D 4 0 9 2 6 ,3
4400 4200 4000 3800 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n P r o d u k s i T P T In d o n e s ia ( R ib u T o n ) G r o w th C u r v e M o d e l Y t = 4 8 6 0 ,3 1 * ( 0 ,9 6 5 3 3 6 * * t) 5250
V A F F
5000 4750
A c M M M
Qt
4500 4250 4000 3750 3500 2001
2002
2003
Sumber : API (2007), diolah
2004 2005 In d e x
2006
2007
2008
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 5 ,2 A D 2 2 6 ,1 S D 6 7 5 5 2 ,1
Lampiran 2. Trend Penjualan Domestik TPT P e r k e m b a n g a n P e n ju a l a n D o m e s ti k T P T I n d o n e s i a ( R i b u T o n ) L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 9 1 2 - 9 0 ,8 * t 900
V A F F
Penjualan Domestik
800 700
A c M M M
600 500
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A PE 1 9 ,5 7 A D 7 9 ,2 0 SD 8 9 6 2 ,3 2
400 300 200 100 2003
2004
2005
2006 2007 Ta h u n
2008
2009
2010
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n P e n ju a la n D o m e s ti k T P T I n d o n e s ia ( R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 9 5 4 ,7 1 4 - 1 0 9 ,3 7 1 * t + 1 ,8 5 7 1 4 * t* * 2 900
V A F F
Penjualan Domestik
800 700
A c M M M
600
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 1 9 ,8 7 A D 8 0 ,6 9 SD 8 9 5 2 ,6 6
500 400 300 200 2003
2004
2005
2006 2007 T ah u n
2008
2009
2010
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n P e n ju a l a n D o m e s ti k T P T I n d o n e s i a ( R i b u T o n ) G r o w th C u r v e M o d e l Y t = 1 2 1 4 ,3 1 * ( 0 ,8 1 2 0 3 8 * * t) 1000
V A F F
Penjualan Domestik
900 800
A c M M M
700 600 500 400 300 200 2003
2004
2005
Sumber : API (2007), diolah
2006 2007 T ahun
2008
2009
2010
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A PE 1 9 ,9 4 A D 8 4 ,7 1 SD 9 2 4 8 ,7 6
Lampiran 3. Trend Konsumsi Domestik TPT P e r k e m b a n g a n K o n s u m s i T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 4 8 8 ,7 + 9 3 ,1 * t 1300
V A F F
Konsumsi Domestik
1200 1100
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
A c c u r a c y M e a su r e s M A P E M A D
1000
6 ,5 5 6 1 ,0 0
M S D
900
4 9 2 4 ,9 4
800 700 600 500 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n K o n s u m s i T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 1 3 3 1 ,4 9 - 2 7 3 ,3 2 9 * t + 3 6 ,6 4 2 9 * t* * 2 1500
V A F F
Konsumsi Domestik
1400 A c M M M
1300 1200
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 3 ,0 5 A D 2 6 ,4 8 SD 1 1 6 5 ,3 8
1100 1000 900 800 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n K o n s u m s i T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) G r o w th C u r v e M o d e l Y t = 5 9 1 ,6 6 4 * ( 1 ,0 9 7 8 0 * * t) 1300
V A F F
Konsumsi Domestik
1200 1100
A c M M M
1000 900 800 700 600 2001
2002
2003
Sumber : API (2007), diolah
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 5 ,8 0 A D 5 4 ,5 9 S D 4 1 6 8 ,5 0
Lampiran 4. Trend Ekspor TPT P e r k e m b a n g a n E k s p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 1 6 8 8 ,5 7 + 2 0 ,1 7 8 6 * t 1900
V A F F
1850
A c c u r a c y M e a su r e s M A PE 2 ,4 4 M A D 4 1 ,7 4
1800 Ekspor
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
M SD
1750
3 9 6 2 ,6 5
1700 1650 1600 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n E k s p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 1 7 7 3 - 3 6 ,1 0 7 1 * t + 7 ,0 3 5 7 1 * t* * 2 1950
V a r ia b le A c tu a l
1900
F it s F o r e c a s ts
Ekspor
1850
A c c u r a c y M e a su r e s M A P E 2 ,7 7 M A D M S D
1800
4 8 ,3 1 3 3 6 8 ,6 3
1750 1700 1650 1600 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n E k s p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) G r o w th C u r v e M o d e l Y t = 1 6 8 9 ,9 6 * ( 1 ,0 1 1 3 0 * * t) 1900
V A F F
1850 A c M M M
Ekspor
1800 1750 1700 1650 1600 2003
2004
2005
Sumber : API (2007), diolah
2006 2007 T ahun
2008
2009
2010
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A PE 2 ,4 6 A D 4 2 ,2 1 SD 3 9 4 5 ,6 9
Lampiran 5. Trend Impor TPT P e r k e m b a n g a n Im p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) L in e a r T r e n d M o d e l Y t = 1 1 5 3 ,2 9 - 4 0 ,3 5 7 1 * t 1300
V a r ia b le A c tu a l F it s
1200
F o r e c a s ts A c c u r a c y M e a su r e s M A P E 9 ,0 5 M A D 8 9 ,4 7
Impor
1100
M S D
9 8 7 8 ,7 6
1000 900 800 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n Im p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) Q u a d r a tic T r e n d M o d e l Y t = 1 4 8 9 ,8 6 - 2 6 4 ,7 3 8 * t + 2 8 ,0 4 7 6 * t* * 2 1300
V A F F
1200 A c M M M
Impor
1100
a r ia b le c tu a l it s o r e c a s ts
c u r a c y M e a su r e s A P E 1 ,8 5 4 A D 1 8 ,1 7 7 S D 4 3 8 ,7 2 8
1000 900 800 2001
2002
2003
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Sumber : API (2007), diolah P e r k e m b a n g a n Im p o r T P T In d o n e s ia (R ib u T o n ) G r o w th C u r v e M o d e l Y t = 1 1 4 3 , 8 5 * ( 0 , 9 6 3 1 1 8 * * t) 1300
V a r ia b le A c tu a l F it s F o r e c a s ts
1200
A c c u r a c y M e a su r e s M A PE 8 ,5 3 M A D 8 4 ,8 8 M SD 9 4 8 2 ,8 0
Impor
1100
1000 900 800 2001
2002
2003
Sumber : API (2007), diolah
2004 2005 T ahun
2006
2007
2008
Lampiran 6. Output Analisis Perkembangan Produksi dan Penjualan Domestik TPT Trend Analysis for Qt
Trend Analysis for Qdt
Data Qt Length 7 NMissing 0
Data Qdt Length 7 NMissing 2
Fitted Trend Equation
Fitted Trend Equation
Yt = 5459,29 - 552,631*t + 49,5119*t**2
Yt = 912 - 90,8*t Accuracy Measures
Accuracy Measures MAPE 19,57 MAD 79,20 MSD 8962,32
MAPE 3,8 MAD 162,3 MSD 40926,3 Time 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Qt 5157 4200 4191 4360 3821 3974 3970
Trend 4956,17 4552,07 4247,00 4040,95 3933,93 3925,93 4016,95
Detrend 200,833 -352,071 -56,000 319,048 -112,929 48,071 -46,952
Time 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Qdt * * 613 658 303 456 260
Trend Detrend 821,2 * 730,4 * 639,6 -26,6 548,8 109,2 458,0 -155,0 367,2 88,8 276,4 -16,4
Forecasts Forecasts Period Forecast 2008 4207
Period Forecast 2010 185,6
Lampiran 7. Output Analisis Perkembangan Konsumsi Domestik dan Ekspor TPT
Trend Analysis for Cd
Trend Analysis for X
Data Cd Length 7 NMissing 2
Data X Length 7 NMissing 0
Fitted Trend Equation
Fitted Trend Equation
Yt = 1331,49 - 273,329*t + 36,6429*t**2
Yt = 1688,57 + 20,1786*t Accuracy Measures
Accuracy Measures MAPE 3,05 MAD 26,48 MSD 1165,38 Time 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Cd * * 820 882 836 1013 1220
Trend Detrend 1094,80 * 931,40 * 841,29 -21,2857 824,46 57,5429 880,91 -44,9143 1010,66 2,3429 1213,69 6,3143
MAPE 2,44 MAD 41,74 MSD 3962,65 Time 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
X 1728 1759 1772 1624 1794 1879 1829
Trend Detrend 1708,75 19,250 1728,93 30,071 1749,11 22,893 1769,29 -145,286 1789,46 4,536 1809,64 69,357 1829,82 -0,821
Forecasts Forecasts Period Forecast 2008 1490
Period Forecast 2008 1850
Lampiran 8. Output Analisis Perkembangan Impor TPT Trend Analysis for M
Data M Length 7 NMissing 0 Fitted Trend Equation Yt = 1489,86 - 264,738*t + 28,0476*t**2
Time 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
M 1266 1048 961 878 848 949 993
Trend Detrend 1253,17 12,8333 1072,57 -24,5714 948,07 12,9286 879,67 -1,6667 867,36 -19,3571 911,14 37,8571 1011,02 -18,0238
Forecasts Accuracy Measures MAPE 1,854 MAD 18,177 MSD 438,728
Period Forecast 2008 1167
Lampiran 9. Tabel. Volume Impor TPT, Harga Impor TPT, Harga Domestik TPT, Nilai Tukar, Tarif Impor TPT, Pendapatan Perkapita, 1980 – 2007 Tahun
M (Kg)
PM ($)
Pd ($)
R ($/Rp)
1980 279735225 1,82783 5,09342 0,001600 1981 289204232 1,93934 4,19817 0,001585 1982 308347885 1,63758 3,74179 0,001513 1983 239402226 1,70826 3,30663 0,001099 1984 239251220 1,82797 3,75099 0,000930 1985 285608899 1,41742 3,40871 0,000885 1986 301049313 1,44715 3,81958 0,000606 1987 347157987 1,64975 4,04837 0,000604 1988 320743094 2,15373 4,54286 0,000576 1989 492226652 2,03615 5,10158 0,000554 1990 645516560 2,18459 5,76980 0,000543 1991 649985485 2,61662 6,22881 0,000513 1992 818962726 2,45592 6,38596 0,000493 1993 828368384 2,33612 5,56006 0,000479 1994 822122684 2,59061 4,96131 0,000463 1995 846820433 3,04764 5,19332 0,000445 1996 863002076 2,96571 4,79435 0,000413 1997 828698369 2,67744 4,35472 0,000120 1998 811140621 2,49095 3,35397 0,000125 1999 836159630 2,05180 3,19540 0,000141 2000 1097143716 2,08190 3,40645 0,000104 2001 1265727521 1,92784 3,33792 0,000096 2002 1048411965 1,74082 2,82891 0,000111 2003 871146003 1,73707 3,00804 0,000117 2004 880658849 1,95143 3,32672 0,000108 2005 850547279 1,88741 3,34020 0,000102 2006 949319768 1,80531 3,41566 0,000111 2007 939001328 2,06445 4,07873 0,000110 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 Keterangan : M = Volume Impor TPT PM = Harga Impor TPT Pd = Harga Domestik TPT R = Nilai Tukar Dollar Terhadap Rupiah T = Tarif Impor TPT Y = Pendapatan Per Kapita Dkrisis = Dummy Krisis Ekonomi 0 = Sebelum Krisis Ekonomi 1 = Sesudah Krisis Ekonomi
T (%) 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 30,11 26,64 26,64 26,64 27,70 27,70 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 13,82 10,64 10,57 11,21 11,84 10,91 9,30
Y ($) 526,04 611,18 614,06 543,21 547,32 535,70 482,25 449,32 516,22 579,53 642,01 706,86 754,74 843,91 930,80 1048,67 1163,27 1088,74 4751,67 687,74 800,04 767,63 923,72 1093,63 1180,38 1301,07 1635,53 1852,70
Dkrisis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 10. Regression Analysis: LnMt versus LnPMt; LnPdt; Rt; Tt; LnYt; Dkrisis
The regression equation is LnMt = 19,9 + 0,734 LnPMt + 0,797 LnPdt - 393 Rt - 0,0222 Tt - 0,125 LnYt + 0,504 Dkrisis Predictor Constant LnPMt LnPdt Rt Tt LnYt Dkrisis
Coef 19,9112 0,7344 0,7974 -392,9 -0,02221 -0,1246 0,5043
SE Coef 0,9483 0,3810 0,3386 143,8 0,01244 0,1288 0,2138
T
P 21,00 1,93 0,068 2,36 0,028 -2,73 0,012 -1,79 0,089 -0,97 0,344 2,36 0,028
VIF 0,000 3,8 4,0 2,9 7,6 2,8 7,1
S = 0,203043 R-Sq = 89,1% R-Sq(adj) = 86,0% Analysis of Variance Source DF Regression 6 Residual Error Total 27
SS MS F P 7,0589 1,1765 28,54 0,000 21 0,8658 0,0412 7,9246
Source LnPMt LnPdt Rt Tt LnYt Dkrisis
Seq SS 2,0205 1,5714 2,5641 0,6686 0,0049 0,2294
DF 1 1 1 1 1 1
Unusual Observations Obs LnPMt LnMt Fit 9 0,77 19,5862 20,0081
SE Fit Residual St Resid 0,0769 -0,4220 -2,25R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,43294
Lampiran 11. Uji Heteroskedastisitas R esiduals Versus the F itted Values (response is LnMt) 0,3 0,2
Residual
0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 19,5
20,0 Fit t e d V alue
20,5
21,0
Lampiran 12. Uji Kenormalan P r oba bility P lot of R ES I4 Norm a l 99
M ean S tD ev N KS P - V alu e
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 RESI4
0,1
0,2
0,3
0,4
- 1,16732E - 14 0,1791 28 0,112 >0,150