ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KOPI INDONESIA
OLEH AJI WAHYU ROSANDI H14103092
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KOPI INDONESIA
OLEH AJI WAHYU ROSANDI H14103092
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Aji Wahyu Rosandi
Nomor Registrasi Pokok
: H14103092
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Sri Mulatsih, M.Sc NIP. 131 849 397
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2007
Aji Wahyu Rosandi H14103092
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Aji Wahyu Rosandi lahir pada tanggal 15 September 1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Sudjito, BSc dan Sri Wahyuningsih. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan pendidikan pada TK Melur Cimanggis pada tahun 1991, kemudian melanjutkan ke SDN Tugu II Cimanggis dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 1 Cimanggis dan lulus pada tahun 2000 kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 106 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi seperti HIPOTESA FEM IPB periode 2004-2005 dan aktif sebagai tim kepanitian dalam berbagai acara di IPB. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah ekonomi umum pada semester ganjil tahun ajaran 2006/2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
Judul
skripsi
ini
adalah
“Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia”. Penelitian mengenai ekspor kopi merupakan topik yang menarik karena komoditi kopi Indonesia bergantung kepada ekspor dan dalam perkembangannya banyak terdapat faktor yang mempengaruhi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta penulis yaitu Sudjito, BSc dan Sri Wahyuningsih, adikku tersayang Nike, sepupuku Jacko beserta keluarga besar atas doa, bimbingan, semangat, perhatian, dukungan dan pengorbanannya. 2. Dr. Sri Mulatsih, M.Sc selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran, masukan, arahan, motivasi selama bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta kritik yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Ir. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Tim TU Departemen IE Mba Atik, Mas Anto, Mas Dede, Mas Ryan, Mas Anwar, Pak Cecep dan TU Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas dukungan dan bantuan selama proses persiapan seminar dan sidang. 6. Pak Khiram dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Ibu Sudiyanti, Mba Niken, Ibu Marni, Ibu Manulang, Ibu Indah dan Pak Kasan dari
Departemen Perdagangan, bapak-ibu di Badan Pusat Statistik atas dukungan dan bantuan selama proses pengambilan data. 7. My Best Friends anak-anak DJ’ Bunda, Heri, Wida, Ratih, Mimi, Weni, Wiwit dan Yogi atas doa, dukungan, semangat, sharing dan bantuan selama proses pembuatan skripsi. 8. Teman yang selalu membimbing penulis (Andin, Dina dan Hendra), teman seperjuangan (Lea, Kiki, Winsih dan Ani) serta teman-teman IE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas doa, dukungan, bimbingan, sharing dan bantuan selama proses pembuatan skripsi. 9. Rumah Darmaga Regensi Blok B No 7 dan para penghuninya, Aditya MNJ 40 teman satu rumah yang selalu memberikan keceriaan, cerita dan dukungan. 10. Teman yang selalu memberi dukungan, Isman, Kolay, Inana dan Ratna atas doa, semangat dan dorongan selama proses penulisan skripsi. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian menjadi tanggung jawab penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2007
Aji Wahyu Rosandi H14103092
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. viii I
II.
PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................
6
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................
6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...........................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN............
8
2.1 Tinjauan Teori.............................................................................
8
2.1.1 Tanaman, Kandungan, dan Produk Kopi ........................
8
2.1.2 Pengertian Ekspor dan Impor.......................................... 10 2.1.3 Pengertian Penawaran ..................................................... 11 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 11 2.2.1 Teori Perdagangan Internasional..................................... 11 2.2.2 Teori Penawaran.............................................................. 15 2.2.3 Teori Kuota ..................................................................... 18 2.2.4 Error Correction Model (ECM) ..................................... 18 2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................... 21 2.3.1 Penelitian Tentang Kopi.................................................. 21 2.3.2 Penelitian Tentang ECM ................................................. 23 2.4 Kerangka Pemikiran Konseptual................................................. 24 2.5 Hipotesis Penelitian..................................................................... 26 III.
METODE PENELITIAN................................................................... 28 3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 28 3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ....................................... 28 3.3 Pendekatan Koreksi Kesalahan ................................................... 30
iv
3.3.1 Uji Akar-Akar Unit (unit root test) ................................. 30 3.3.2 Uji Kointegrasi ................................................................ 31 3.3.3 Model Koreksi Kesalahan ............................................... 32 3.3.4 Uji Diagnostik Model...................................................... 34 IV.
GAMBARAN UMUM KOMODITI KOPI INDONESIA................ 37 4.1 Sejarah Masuknya Kopi Ke Indonesia........................................ 37 4.2 Produksi dan Luas Areal Kopi Indonesia.................................... 38 4.3 Konsumsi Domestik Kopi........................................................... 40 4.4 Pemasaran Kopi .......................................................................... 41 4.5 Ekspor Kopi Indonesia................................................................ 46 4.6 Perkembangan Harga .................................................................. 51
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 54 5.1 Kebijakan Ekspor Kopi ............................................................... 54 5.1.1 Kebijakan Ekspor Kopi Dari Dalam Negeri ...................... 54 5.1.2 Kebijakan Ekspor Kopi Dari Luar Negeri ......................... 58 5.1.3 Evaluasi Kebijakan Ekspor Kopi yang Ada dan Pernah Ada ..................................................................................... 63 5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia ..................................................................................... 68 5.2.1 Kestasioneran Data............................................................. 68 5.2.2 Uji Kointegrasi ................................................................... 70 5.2.3 Error Correction Model (ECM) ........................................ 73 5.2.3.1 Uji Diagnostik Model............................................. 74 5.2.3.2 Estimasi Model ...................................................... 75
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 79 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 79 6.2 Saran............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 81 LAMPIRAN.................................................................................................. 83
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1.
Halaman
Volume dan Nilai Ekspor Kopi dan Ekspor Teh Indonesia Tahun 1999-2005 ...........................................................................................
2
1.2.
Negara Importir Kopi Terbesar Dunia Tahun 1999-2005 ..................
3
1.3.
Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia Tahun 1999-2005
4
4.1.
Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi Indonesia Menurut Jenis Tahun 1994-2005........................................ 39
4.2.
Konsumsi dan Produksi Kopi Indonesia dan Perbandingan Konsumsi dengan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2000-2005.......... 41
4.3.
Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia Tahun 1975-2005............. 47
4.4.
Ekspor Kopi Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2002-2005 ........................................................................................... 49
4.5.
Ekspor Kopi Indonesia Menurut Mutu Tahun 2001-2005.................. 50
4.6.
Perkembangan Harga Bulanan Kopi Indonesia Di Pasar Dalam Negeri Tahun 1999-2004 .................................................................... 52
4.7.
Perkembangan Harga Kopi Di Pasar Internasional Tahun 1994-2005 53
5.1.
Kebijakan Ekspor Kopi dan Kondisi Ekspor Kopi Indonesia Pada Tahun Berlaku Kebijakan Periode 1972-2005 ........................... 63
5.2.
Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tiap Periode Kebijakan Kuota ICO Tahun 1972-2005 ........................................................................ 66
5.3.
Hasil Uji Unit Root Pada Level ........................................................... 69
5.4.
Hasil Uji Unit Root Pada First Difference .......................................... 69
5.5.
Hasil Uji Akar Terhadap Residual Persamaan Regeresi..................... 70
5.6.
Hasil Estimasi Kointegrasi.................................................................. 71
5.7.
Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi ..................................... 74
vi
5.8.
Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Terhadap Variabel yang Signifikan ........................... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Kurva Perdagangan Internasional ....................................................... 14
2.2.
Diagram Alur Kerangka Pemikiran .................................................... 25
4.1.
Bagan Pemasaran Kopi ....................................................................... 43
4.2.
Saluran Pemasaran Kopi Di Luar Negeri............................................ 45
5.1.
Perkembangan Harga Ekspor Riil Kopi Indonesia Tahun 1976-2005 73
5.2.
Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia Tahun 1976-2005 ............ 73
5.3.
Hasil Uji Normalitas Error Correction Model untuk Penawaran Ekspor Kopi Indonesia........................................................................ 75
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Olahan........................................................................................... 83 2. Hasil Uji Unit Root Variabel pada Tingkat Level ................................. 84 3. Hasil Uji Unit Root Variabel pada Tingkat First Difference ................ 85 4. Hasil Uji Akar Terhadap Residual Persamaan Regresi......................... 87 5. Hasil Estimasi Kointegrasi.................................................................... 87 6. Hasil Estimasi ECM Awal yang Tidak Signifikan ............................... 88 7. Hasil Estimasi ECM Terbaik yang Signifikan ...................................... 89 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan ARCH Test dan dengan White Heteroskedasticity Test .............................................................. 89 9. Hasil Uji Autokorelasi........................................................................... 91 10. Hasil Uji Normalitas Model ECM ........................................................ 91 11. Peraturan dan Kebijakan ....................................................................... 92
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan hasil pertanian, suatu kelebihan yang tidak dimiliki banyak negara di dunia. Sub sektor perkebunan sebagai salah satu sub sektor unggulan memiliki beberapa komoditi yang
masih
perlu
dikembangkan
baik
budidaya,
pengolahan
maupun
pemasarannya. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan unggulan Indonesia, khususnya untuk ekspor. Produksi kopi yang dihasilkan Indonesia cukup besar, bisa mencapai 640.365 ton per tahun dengan luas lahan perkebunan kopi mencapai 1,3 juta hektar pada tahun 2005 (Ditjenbun, 2006). Sumbangan ekspor kopi Indonesia terhadap penerimaan negara juga cukup besar, yaitu rata-rata US$ 257.430 juta per tahun selama periode 2001-2005 atau 13,20 persen terhadap nilai ekspor hasil pertanian dan 0,59 persen terhadap nilai ekspor non migas (AEKI, 2006). Produksi kopi Indonesia sebagian besar untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri. Berdasarkan data AEKI (2006), sampai tahun 2005, pasar kopi domestik hanya menyerap sekitar 35 persen dari jumlah produksi kopi. Dengan produksi yang melimpah tetapi daya serap pasar domestik yang rendah, kopi Indonesia sangat bergantung pada pasar internasional. Diantara beberapa komoditi perkebunan, kopi merupakan salah satu komoditi ekspor potensial, dilihat dari volume ekspor dan nilai ekspornya yang cukup besar. Bila dibandingkan dengan komoditi perkebunan lain, seperti
2
komoditi teh, ekspor kopi Indonesia mencatatkan jumlah yang lebih besar. Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa volume ekspor kopi cukup besar dari tahun ke tahun pada periode tahun 1999-2005 (rata-rata 340.443,86 ton per tahun) bila dibandingkan dengan volume ekspor teh pada periode yang sama (rata-rata 100.087,43 ton per tahun). Nilai ekspor kopi juga memberikan masukan penerimaan negara yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai ekspor teh, rata-rata nilai ekspor kopi sebesar US$ 323.323.857,1 per tahun pada periode tahun 1999-2005 sedangkan rata-rata nilai ekspor teh sebesar US$ 108.423.000 per tahun pada periode yang sama. Oleh karena itu komoditi kopi dapat disebut sebagai salah satu komoditi unggulan dari sub sektor perkebunan dan perlu dikembangkan potensinya. Tabel 1.1. Volume dan Nilai Ekspor Kopi dan Ekspor Teh Indonesia Tahun 19992005 Ekspor Kopi Ekspor Teh Tahun Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume (ton) Nilai (000 US$) 1999 352.967 467.858 97.847 97.140 2000 340.887 326.256 105.582 112.105 2001 250.818 188.493 107.144 112.524 2002 325.009 223.916 100.184 103.427 2003 323.520 258.795 88.894 95.970 2004 344.077 294.113 98.572 116.018 2005 445.829 503.836 102.389 121.777 Sumber : Ditjen Perkebunan, 2006
Dalam pasar kopi dunia, Indonesia memiliki posisi yang strategis. Menurut International Coffee Organization (ICO, 2006), Indonesia adalah negara nomor empat penghasil kopi terbesar dunia setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam. Indonesia juga menempati urutan keempat sebagai eksportir kopi terbesar di dunia, bahkan menempati urutan kedua untuk jenis kopi Robusta setelah Vietnam.
3
Tabel 1.2. Negara Importir Kopi Terbesar Dunia Tahun 1999-2005 Tahun (ribu ton) Laju Pertumbuhan RataNegara Rata per Tahun (%) 1999 2001 2004 2005 U.S.A. 1.367,28 1.288,15 1.398,27 1.391,39 0,42 Jerman 866,78 906,72 1.057,91 1.020,76 2,86 Jepang 392,85 419,77 435,23 450,42 2,37 Italia 358,51 394,14 423,84 438,46 3,44 Perancis 408,07 412,61 368,11 360,75 -1,93 Spanyol 241,82 247,55 254,96 265,97 1,68 Belgia 192,17 201,90 247,39 265,41 6,05 Belanda 157,61 172,44 198,58 184,55 3,07 Inggris 177,19 186,32 206,05 209,39 2,92 Swedia 88,14 86,82 90,80 101,93 2,65 Dunia 5.010,35 5.122,71 5.539,47 5.587,70 1,84 Sumber : International Coffee Organization (ICO), 2006 (Diolah)
Menurut data ICO (2006), total impor kopi dunia pada tahun 2005 mencapai 5.587.695 ton (Tabel 1.1). Importir terbesar kopi dunia tahun 2005 secara berurutan yaitu : Amerika Serikat (24,9%), Jerman (18,26%), Jepang (8,06%), Italia (7,85%), Perancis (6,46%), Spanyol (4,76%), Belgia (4,75%), Belanda (3,3%), Inggris (3,75%), dan Swedia (1,82%). Bagi Indonesia sebagai eksportir kopi terbesar ke empat dunia pasar utamanya antara lain Amerika Serikat (20,34%), Jepang (19,67%), dan Jerman (9,75%). Pada Tabel 1.2 ditunjukkan bahwa permintaan kopi dunia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kondisi tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor kopinya. Akan tetapi dalam perkembangannya, ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga menyebabkan fluktuasi seperti kebijakan ekspor dan harga kopi dunia yang terus berubah.
4
Berdasarkan uraian di atas, komoditi kopi merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia karena sumbangannya terhadap devisa negara yang cukup besar dan potensi pasarnya cukup baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
dengan
judul
“Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia.”
I.2. Rumusan Masalah Produksi kopi Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor, yaitu sebesar 65 persen dari total produksi (AEKI, 2006). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga di tingkat dunia maka akan mempengaruhi penerimaan negara dari ekspor kopi dan akan mempengaruhi pendapatan di tingkat petani. Tabel 1.3. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia Tahun 1999-2005 Ekspor Kopi Indonesia Ekspor Kopi Dunia Tahun Volume Perubahan Harga Perubahan Volume Perubahan (ton) (%) (US$/ton) (%) (ton) (%) 1999 352.967 1,325,50 - 5.153.167,38 2000 340.887 -3,42 957,08 -27.79 5.354.865,48 3,91 2001 250.818 -26,42 751,51 -21.48 5.433.824,22 1,47 2002 325.009 29,58 688,95 -8.32 5.318.095,68 -2,13 2003 323.520 -0,46 799,94 16.11 5.158.941,60 -2,99 2004 344.077 6,35 854,79 6.86 5.439.858,90 5,45 2005 445.829 29,57 1.130,11 32.21 5.231.732,04 -3,83 Sumber : Ditjen Perkebunan (2006) dan ICO (2006)
Berdasarkan Tabel 1.3, volume ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 dan 2001 volume ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 3,42 persen dan 26,42 persen. Turunnya ekspor kopi Indonesia dikarenakan terjadi over supply kopi dunia yang disebabkan oleh
5
meningkatnya ekspor kopi dunia. Volume ekspor kopi dunia meningkat sebesar 3,91 persen pada tahun 2000 dan pada tahun 2001 kembali meningkat sebesar 1,47 persen. Penurunan ekspor kopi Indonesia juga disebabkan oleh harga ekspor kopi yang cenderung menurun pada tahun 2000 sampai 2002. Pada tahun 2003 sampai 2005 harga ekspor kopi Indonesia mengalami peningkatan kembali, dan ekspor kopi Indonesia juga mengalami peningkatan. Akan tetapi produksi kopi Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2002 sampai 2005 dengan rata-rata penurunan sebesar 2,07 persen per tahun (Ditjenbun, 2006). Apabila terjadi penurunan produksi terus menerus maka dikhawatirkan ekspor kopi Indonesia akan mengalami penurunan (AEKI, 2006). Perdagangan kopi dunia juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan ekspor kopi. Kebijakan ekspor kopi yang ada maupun yang pernah ada memberikan pengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia, salah satu diantara kebijakan yang berpengaruh yaitu kuota ekspor yang diberlakukan International Coffee Organization (ICO), yang membatasi jumlah kopi yang diekspor Indonesia. Dari berbagai hal yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan ditelaah dalam penelitian ini : 1. Kebijakan ekspor kopi apa saja yang ada dan pernah ada, baik dari dalam maupun luar negeri ? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dan bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap ekspor kopi Indonesia?
6
I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada, baik dari dalam maupun luar negeri. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dan pengaruh tiap faktor tersebut.
I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta bukti empirik tentang kondisi kopi di Indonesia secara umum, kondisi pasar kopi internasional khususnya mengenai ekspor kopi Indonesia di pasar dunia. Kegunaan penelitian ini secara lebih khusus adalah sebagai berikut : 1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta menjadi bahan masukan dalam merumuskan berbagai kebijakan dimasa yang akan datang. 2. Bagi para pelaku pasar, penelitian ini diharapkan menjadi masukan agar kedepannya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami kondisi komoditi kopi secara lebih mendalam. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat sebagai sarana proses belajar agar lebih kritis dalam mengamati kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, serta membuka wawasan dan pemahaman untuk mencari jawaban atas permasalahan diatas.
7
4. Sebagai bahan referensi bagi pembaca dan informasi bagi peneliti lainnya untuk penelitian yang lebih lanjut.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan luar negeri komoditi kopi biji. Kopi yang dianalisis adalah kopi dengan kode HS 0901 (jenis kopi Robusta, Arabika dan lainnya, yang digongseng maupun tidak, dihilangkan kafeinnya maupun tidak). Penelitian ini dibatasi pada evaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada, yaitu kebijakan ekspor kopi dari dalam negeri dan dari luar negeri dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia. Variabel yang diteliti adalah ekspor kopi biji Indonesia, produksi kopi, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi, dan nilai tukar riil, dummy kondisi krisis ekonomi dan dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Tanaman, Kandungan, dan Produk Kopi Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama Perpugenus coffea dari familia Rubiaceae. Tanaman kopi, yang umumnya berasal dari benua Afrika, termasuk famili Rubiaceae dan jenis kelamin Coffea. Kopi bukan produk homogen, ada banyak varietas dan beberapa cara pengolahannya. Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi, yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar, yakni : a. Coffea Canephora, yang salah satu jenis varietasnya menghasilkan kopi dagang Robusta; b. Coffea Arabica menghasilkan kopi dagang Arabika; c. Coffea Excelsa menghasilkan kopi dagang Excelsa; d. Coffea Liberica menghasilkan kopi dagang Liberica. Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis Arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen. Jenis Robusta yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian 24 persen produksi dunia, sedangkan Liberica dan Excelsa masing-masing 3 persen. Arabika dianggap lebih baik daripada Robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih mahal daripada Robusta. Kopi dengan jenis yang berbeda akan tumbuh dan berbuah maksimal pada ketinggian yang berbeda. Kopi Arabika tumbuh maksimal pada ketinggian 1.000 meter sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Kopi Arabika memiliki jenis-
9
jenis yang berbeda pula, antara lain Brazilian Arabica yang tumbuh maksimal pada ketinggian 2.000 meter sampai 2.500 meter di atas permukaan laut, dan Colombian Mild Arabica tumbuh maksimal pada ketinggian lebih dari 2.500 meter di atas permukaan laut. Kopi Robusta akan tumbuh maksimal pada ketinggian 400 meter sampai 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman kopi sangat sensitif terhadap kelembaban udara. Kelembaban udara yang ideal yaitu antara 70 persen sampai 89 persen. Selain itu tanaman kopi juga sensitif terhadap curah hujan. Ada saat dimana tanaman kopi membutuhkan hujan yang cukup banyak yaitu pada saat perkembangan biji, dan ada pula saat dimana curah hujan tidak terlalu banyak yaitu pada saat berbunga dan perkembangan buah, karena hujan yang deras akan menyebabkan bunga rontok dari tanaman (AEKI, 2006). Kopi mempunyai rasa pahit-pahit sedap menyegarkan karena kandungan zat kafein, kurang lebih dengan komposisi sebagai berikut : kafein 1 persen sampai 2,5 persen, minyak atsiri 10 persen sampai 16 persen, asam chlorogen 6 persen sampai 10 persen, zat gula 4 persen sampai 12 persen dan selulosa 22 persen sampai 27 persen. Perbedaan antara kopi Arabika dengan Robusta yaitu kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dari Arabika, sedangkan kopi Arabika memiliki kandungan zat gula dan minyak atsiri yang lebih banyak dari Robusta (Sunarni, 2002). Kopi diperdagangkan sejak dasawarsa terakhir, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah
10
(roaster), namun juga dalam bentuk olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai, diantaranya dalam bentuk : a. Kopi rendangan (roasted coffee), b. Kopi bubuk (powdered coffee), hasil kopi rendangan yang telah digiling, c. Kopi ekstrak atau kopi cair (liquid coffee), hasil kopi bubuk yang diolah dengan zat cair, d. Kopi instan (instant coffee), yakni kopi ekstrak yang diambil sarinya dengan jalan peguapan kandungan airnya, e. Kopi celup (coffee bags) seperti halnya dengan “teh celup”. 2.1.2. Pengertian Ekspor dan Impor Ekspor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari dalam negeri ke luar negeri (Kamus Ekonomi, 2003). Ekspor berasal dari produksi dalam negeri yang dijual / dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi (Nopirin, 1999). Dilihat dari segi penawaran, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi penawaran suatu negara terhadap suatu komoditi yang dihasilkan. Impor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari luar negeri ke dalam negeri (Kamus Ekonomi, 2003). Impor merupakan kebocoran dan pendapatan, karena menimbulkan aliran modal ke luar negeri (Nopirin, 1999). Ekspor bersih, yakni (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara pendapatan nasional dengan transaksi internasional (Nopirin, 1999).
11
2.1.3. Pengertian Penawaran Penawaran adalah banyaknya jumlah barang yang ditawarkan pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Pengertian lain dari penawaran adalah gabungan seluruh jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual pada pasar tertentu, periode tertentu, dan pada berbagai macam tingkat harga tertentu (Putong, 2003).
2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.2.1. Teori Perdagangan Internasional Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan tampak dalam bentuknya yang sudah dikenal serta merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Terdapat dua hal penting untuk terjadinya perdagangan internasional yakni spesialisasi produksi dan informasi akan kebutuhan barang yang diperdagangkan. Hal pertama adalah spesialisasi terjadi karena keadaan yang alamiah yakni tumbuhnya atau tersedianya bahan alamiah yang ketersediannya berbeda-beda di berbagai tempat di dunia. Hal kedua adalah ketersediaan informasi yang berkaitan erat dengan tingkat kemajuan daya pikir manusia. Informasi diperlukan untuk mengetahui apa yang diperlukan orang lain. Perdagangan internasional terjadi karena terdapat banyak komoditas yang sama sekali tidak dapat ditanam atau diproduksi dalam suatu negara akibat
12
keterbatasan keadaan alam dan iklim. Hal yang secara kuantitatif lebih penting adalah bahwa banyak produk yang dapat diproduksi di suatu negara namun itu hanya dapat dilakukan dengan biaya lebih tinggi dibanding jika produk tersebut diproduksi di negara lain. Semua hal ini menyebabkan semakin pentingnya manfaat atau keuntungan perdagangan internasional. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya (Salvatore, 1997). Terdapat dua teori perdagangan yang dikemukakan oleh dua tokoh ekonomi terkenal pada masanya, yakni perdagangan berdasarkan keunggulan absolut dari Adam Smith dan perdagangan berdasarkan keunggulan komparatif dari David Ricardo. Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibandingkan (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus
13
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif). Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi, Salvatore (1997) menyatakan bahwa secara teoritis volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Kelebihan penawaran dari negara tersebut di lain pihak merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik langsung maupun tidak langsung. Secara teoritis, suatu negara (misalkan negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal kopi) ke negara lain (misalkan negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B (Gambar 1). Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar
14
daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli kopi dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Harga
Harga
Harga SB
Ekspor
SA
ES
PB
B
P* D PA
A
ED
Impor
DB
DA 0 Jumlah Negara A (Pengekspor)
0 Jumlah 0 Jumlah Perdagangan Internasional Negara B (Pengimpor)
Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional sama dengan PA atau PB maka tidak terjadi perdagangan internasional. Apabila harga internasional lebih besar dari PA maka terjadi excess supply (ES) pada negara A dan apabila harga internasional lebih rendah dari PB maka terjadi excess demand (ED) pada negara B. Dengan demikian, dari A dan B tersebut akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar internasional, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan
15
menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P* (Salvatore, 1997). 2.2.2. Teori Penawaran Jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dijual oleh perusahaan dinamakan jumlah yang ditawarkan dari komoditi tersebut. Penawaran menunjukkan apa yang ingin dijual oleh perusahaan. Jumlah ini mungkin tidak sama dengan jumlah yang dijual, yaitu jumlah komoditi yang benar-benar dijual oleh perusahaan tersebut. Jumlah yang dijual oleh perusahaan sama dengan jumlah yang dibeli oleh konsumen, sehingga keduanya dapat dijelaskan dengan satu istilah, jumlah yang dipertukarkan. Jumlah yang ditawarkan menunjuk pada arus penjualan yang terus menerus, atau sering disebut konsep flow (Lipsey. et al, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran yaitu : 1. Harga komoditas tersebut. Suatu hipotesa dasar ekonomi menyatakan bahwa sejumlah komoditas mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang ditawarkan, yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena peningkatan harga komoditas menyebabkan peningkatan keuntungan yang akan memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya (Lipsey. et al, 1995). 2. Harga komoditas lain : substitusi dan komplementer. Perubahan harga komoditas substitusi seperti peningkatan harga akan mempengaruhi jumlah yang
ditawarkan,
yaitu
berkurangnya
jumlah
penawaran
komoditas
16
bersangkutan. Perubahan harga komoditas komplementer seperti peningkatan harga akan mempengaruhi jumlah yang ditawarkan, yaitu meningkatnya jumlah penawaran komoditas bersangkutan (Lipsey. et al, 1995). 3. Harga faktor produksi. Harga faktor produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Perubahan harga faktor produksi akan mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, jika harga faktor produksi naik, ceteris paribus, maka keuntungan perusahaan berkurang sehingga perusahaan akan menurunkan produksinya dan jumlah yang ditawarkan (Lipsey. et al, 1995). 4. Tingkat teknologi. Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Penggunaan teknologi baru mengakibatkan efisiensi waktu, tenaga dan modal meningkat dimana peningkatan tersebut berasal dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi yang sama, akibatnya jumlah penawaran akan meningkat, ceteris paribus (Lipsey. et al, 1995). Penawaran ekspor suatu negara adalah selisih antara produksi/penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Sebagai sebuah penawaran, maka ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran negara pengekspor komoditi yang dihasilkan, yaitu produksi komoditi tersebut di negara pengekspor (Qt), konsumsi komoditi tersebut di negara pengekspor (CKt), harga domestik di negara pengekspor (HDt), luas areal perkebunan komoditi di negara pengekspor (At), dan tingkat teknologi di
17
negara pengekspor (Tt). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari negara pengekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah penawaran juga dipengaruhi oleh faktor harga ekspor komoditi tersebut (HXt), harga di pasar internasional (HIt), harga barang substitusi di pasar internasional (HSt), dan nilai tukar uang efektif (ERt) (Junaidi, 2005). Variabel buatan juga dimasukkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi perekonomian negara terhadap kegiatan ekspor, yaitu variabel dummy (D1) berupa kondisi perekonomian dalam masa krisis dan dummy (D2) kebijakan ekspor perlu diperhatikan juga untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap ekspor suatu barang. Secara keseluruhan fungsi ekspor suatu komoditi dari sisi penawaran menjadi : Xt = f (Qt, CKt, HDt, At, Tt, HXt, HIt, HSt, ERt, Dt) Dimana : Xt
= Volume ekspor tahun ke-t
Qt
= Produksi komoditi di negara pengekspor tahun ke-t
CKt
= Konsumsi komoditi tersebut di negara pengekspor tahun ke-t
HDt
= Harga domestik di negara pengekspor tahun ke-t
At
= Luas areal perkebunan komoditi di negara pengekspor tahun ke-t
Tt
= Tingkat teknologi di negara pengekspor tahun ke-t
HXt
= Harga ekspor negara pengeskpor tahun ke-t
HIt
= Harga komoditi di pasar internasional tahun ke-t
HSt
= Harga barang substitusi di pasar internasional tahun ke-t
ERt
= Nilai tukar uang efektif tahun ke-t
D1
= Variabel dummy kondisi krisis ekonomi
18
D2
= Variabel dummy kebijakan ekspor.
2.2.3. Teori Kuota Kuota yang dalam pengertiannya disebut sebagai “jatah” atau pembakuan kuantitas merupakan bentuk hambatan perdagangan non tarif yang sering digunakan oleh negara-negara dalam melakukan perdagangan internasional. Menurut Salvatore (1997), kuota adalah pembatasan secara langsung terhadap jumlah impor atau ekspor. Latar belakang penggunaan kuota sebagai hambatan non tarif antara lain untuk menjaga stabilitas harga dunia, untuk melindungi industri dalam negeri atau untuk melindungi sektor pertanian suatu negara. Kuota bisa berupa pembatasan kuota pasokan, misalnya sekian ton atau sekian unit per tahun, atau bisa juga berupa pembatasan nilai, misalnya ekspor produk ke suatu negara tidak boleh melebihi sekian juta Dollar per tahun. Kuota ekspor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang diekspor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengekspor suatu produk atau komoditi yang jumlahnya langsung dibatasi itu. Kuota impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang diimpor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk atau komoditi yang jumlahnya langsung dibatasi. 2.2.4. Error Correction Model (ECM) ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang
19
dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1996). Thomas berkesimpulan bahwa penggunaan ECM memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut : a. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time series yang non-stasioner dan regresi yang palsu (spurious). b. Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi trend dari variabel. c. ECM dapat diestimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square). d. ECM dapat dipaskan dengan pendekatan “umum ke spesifik” (yaitu melihat kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang). Dengan cara melakukan stasioner terhadap data terlebih dahulu akan membantu kita menghindari masalah pada saat pengolahan data nantinya seperti masalah multikolinearitas antar data yang dapat menyebabkan standar error yang sangar besar. e. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. f. Jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga akan meningkatkan efisiensi estimasi. ECM adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Konsep mengenai ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan pada tahun 1964 (Thomas, 1996), model ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu.
20
Kelebihan lain dari ECM adalah seluruh komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk pada periode sebelumnya, menghindari terjadinya trend dan regresi palsu (Spurious Regression). Selain itu dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Artinya, model ECM mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independen terhadap dependen dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Mahisya, 2004). Syarat untuk menggunakan ECM yaitu : (1) Variabel yang digunakan minimal ada satu yang tidak stasioner pada tingkat level, (2) Persamaan yang digunakan mengandung kointegrasi, (3) Persamaan yang digunakan univariate (hanya variabel endogen yang mempengaruhi variabel eksogen). Jika salah satu dari ketiga persyaratan tidak terpenuhi maka metode ini tidak dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada. Munculnya ketidakseimbangan (disequilibrium error) terjadi dikarenakan, pertama kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter keseimbangan itu sendiri. Kedua, kesalahan membuat definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam menginput data.
21
2.3. Penelitian Terdahulu 2.3.1. Penelitian Tentang Kopi Suryono (1991) dalam tesisnya melakukan penelitian mengenai Analisis Perdagangan Kopi di Pasar Dalam Negeri dan Internasional yang secara umum bertujuan untuk mengetahui struktur ekspor kopi Indonesia serta penawaran dan permintaan kopi di dalam negeri. Alat analisis yang digunakan dua macam Model Ekonometrika yaitu Model Sistem Persamaan Simultan dan Model Regresi Linear Berganda. Perubahan nilai tukar mata uang asing dan kebijakan devaluasi diduga berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia maupun penawaran kopi di dalam negeri. Faktor-faktor tertentu dari sisi produksi seperti produktivitas lahan pertanaman kopi, gangguan keadaan alam dan stok kopi pada tahun sebelumnya mempengaruhi ekspor kopi Indonesia namun tidak berpengaruh terhadap penawaran kopi domestik. Disamping itu dari sisi permintaan, faktor jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat Indonesia juga tidak mempengaruhi ekspor kopi Indonesia. Dari ketiga hal tersebut dapat dikatakan bahwa kopi yang diproduksi oleh Indonesia lebih ditujukan untuk kegiatan ekspor. Akan tetapi, Indonesia dalam mengekspor kopi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non-ekonomi seperti keamanan, kondisi politik, dan pemogokan dibandingkan dengan faktor-faktor ekonomi. Turnip (2002) dalam penelitiannya mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
22
ekspor kopi Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kopi Indonesia ke beberapa negara tujuan. Alat analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda dengan OLS untuk menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia dan model Gravity untuk menganalisis faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan dalam penentuan negara tujuan ekspor kopi Indonesia. Kesimpulan dari penelitiannya menyatakan bahwa variabel produksi kopi domestik, harga riil ekspor kopi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika serta lag volume ekspor kopi tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap ekspor kopi Indonesia. Sedangkan variabel harga riil kopi domestik berpengaruh negatif. Sambudi (2005) dalam penelitiannya mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia secara umum bertujuan untuk manganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi Arabika Indonesia serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Arabika Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda dengan OLS. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi Arabika Indonesia secara nyata adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea dan pestisida. Variabel trend waktu dan dummy tahun krisis tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kopi Arabika Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Arabika Indonesia adalah harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, pendapatan per kapita, lag ekspor, produksi dan dummy. Semua variabel yang terdapat dalam model
23
ekspor masing-masing berpengaruh nyata terhadap ekspor kecuali pendapatan per kapita dan trend waktu. 2.3.2. Penelitian Tentang ECM Penelitian Mahisya (2004) tentang Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia secara umum bertujuan untuk mengkaji perkembangan permintaan CPO pada
pasar
yang
dihadapi
Indonesia,
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan produk minyak kelapa sawit Indonesia dan memproyeksikan nilai permintaan produk minyak kelapa sawit untuk permintaan ekspor. Alat analisis yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian tersebut antara lain perkembangan ekspor CPO pada pasar yang dihadapi Indonesia membentuk suatu pola yang khas yaitu dalam satu tahun jumlah tertinggi volume permintaan ekspor terjadi pada akhir tahun, dan jumlah permintaan terendah terjadi pada awal tahun. Faktor-faktor jangka pendek yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia adalah pertumbuhan harga domestik, lag 3 pertumbuhan harga ekspor, dan lag 3 pertumbuhan nilai tukar. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa kopi merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia karena sumbangannya kepada pendapatan negara yang cukup besar. Ekspor kopi menarik untuk diteliti karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seperti kondisi di dalam negeri maupun di pasar internasional. Berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada, baik kebijakan
dalam negeri
maupun
luar
negeri serta
faktor-faktor
yang
24
mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia menggunakan metode Error Correction Model (ECM), dimana sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan penelitian yang mengevaluasi kebijakan ekspor kopi serta faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia menggunakan metode Error Correction Model (ECM).
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia, baik faktor kualitatif maupun kuantitatif. Analisis faktor kualitatif yang dilakukan adalah mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada, yaitu kebijakan dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu contoh kebijakan ekspor kopi dari dalam negeri yaitu kebijakan dalam pelaku usaha ekspor yaitu kopi yang diekspor harus berasal dari eksportir yang terdaftar di asosiasi (AEKI). Contoh kebijakan ekspor kopi dari luar negeri yaitu kuota ekspor dari ICO dan kebijakan mengenai keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan. Evaluasi kebijakan yang dilakukan yaitu membandingkan tahun kebijakan berlaku dengan kondisi ekspor kopi Indonesia seperti volume, nilai dan harga ekspor kopi Indonesia pada tahun tersebut. Faktor-faktor
kuantitatif
dalam
penelitian
ini
dianalisis
dengan
menggunakan analisis Error Correction Model (ECM) untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia, termasuk pengaruh kebijakan ekspor kopi khususnya kebijakan penghapusan kuota ekspor
25
kopi internasional. Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia antara lain produksi kopi Indonesia, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dummy krisis ekonomi dan dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor. Dari berbagai kebijakan ekspor kopi internasional, kebijakan penghapusan kuota ekspor kopi memberikan pengaruh yang paling besar. Oleh karena itu, kebijakan kuota ekspor kopi dimasukkan dalam variabel untuk mengetahui apakah mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia. Ekspor Kopi Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Faktor Kuantitatif
Analisis Error Correction Model (ECM)
Faktor Kualitatif 1. Kebijakan Dalam Negeri - Eksportir Terdaftar 2. Kebijakan Luar Negeri - Kuota Ekspor - Isu Kesehatan, Lingkungan
Pengaruh Produksi Kopi, Konsumsi Domestik Kopi, Harga Domestik Kopi, Harga Ekspor Kopi dan Nilai Tukar Terhadap Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Jangka Pendek Pengaruh Variabel Terhadap Penawaran Ekspor Kopi
Analisis Deskriptif
Jangka Panjang Keseimbangan Pengaruh Variabel-Variabel Tersebut
Perumusan Kebijakan Untuk Meningkatkan Ekspor Kopi Indonesia Gambar 2.2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
26
Dalam jangka pendek, variabel-variabel tersebut digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara signifikan. Dalam jangka panjang, dianalisis bagaimana keseimbangan variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia. Berdasarkan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dari faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dapat dirumuskan usulan kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia. Upaya-upaya peningkatan ekspor kopi Indonesia juga dapat dirumuskan dari kebijakan-kebijakan tersebut.
2.5. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran maka hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Produksi kopi Indonesia berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor kopi, yang berarti jika terjadi peningkatan produksi maka penawaran ekspor kopi Indonesia akan meningkat dan sebaliknya. 2. Penawaran ekspor kopi Indonesia dipengaruhi secara negatif oleh konsumsi domestik kopi, yang berarti jika terjadi kenaikkan konsumsi domestik maka penawaran ekspor kopi Indonesia akan menurun dan sebaliknya. 3. Harga domestik kopi berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia, yang berarti jika terjadi peningkatan harga kopi domestik maka penawaran ekspor kopi Indonesia akan menurun dan sebaliknya.
27
4. Harga ekspor kopi Indonesia berhubungan positif dengan penawaran ekspor, sehingga jika terjadi peningkatan harga ekspor maka penawaran ekspor kopi Indonesia akan meningkat dan sebaliknya. 5. Ekspor kopi Indonesia dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, sehingga jika terjadi kenaikan nilai tukar maka penawaran ekspor kopi Indonesia akan meningkat dan sebaliknya.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, statistik AEKI, dan statistik ICO. Bentuk datanya adalah time series tahunan periode 1976 sampai dengan 2005. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Ekspor kopi Indonesia (ton), 2. Produksi kopi (ton), 3. Konsumsi domestik kopi (ton), 4. Harga domestik kopi (Rp/Kg), 5. Harga ekspor kopi (US$/Kg), 6. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (RP/US$).
3.2.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perkembangan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perkembangan ekspor kopi Indonesia, perkembangan
produksi
kopi,
perkembangan
konsumsi
domestik
kopi,
perkembangan harga domestik kopi, perkembangan harga ekspor kopi, dan perkembangan nilai tukar. Dalam mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada juga digunakan metode deskriptif.
29
Metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka pendek adalah dengan pendekatan Error Correction Model (ECM) dan analisis jangka panjang dengan menggunakan persamaan kointegrasi. Dasar penggunaan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Turnip (2002) dan Lubis (2002). Pemilihan variabel eksogen juga berdasar pada teori penawaran, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor antara lain produksi dan konsumsi domestik. Harga domestik kopi dan harga ekspor kopi digunakan dalam model persamaan penawaran ekspor untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga dalam negeri dan luar negeri terhadap penawaran ekspor, dan nilai tukar sebagai variabel yang dapat menggambarkan perubahan kondisi ekonomi dalam negeri dan luar negeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari beberapa variabel yaitu variabel produksi kopi, konsumsi domestik kopi, dan harga domestik kopi. Faktor eksternal yaitu variabel harga ekspor kopi dan nilai tukar. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah faktor internal dan eksternal tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Variabel dummy kondisi krisis ekonomi dan dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor kopi juga digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh krisis ekonomi dan kebijakan penghapusan kuota ekspor kopi terhadap ekspor kopi Indonesia serta seberapa besar pengaruhnya.
30
Pengujian stasioneritas data yang dilakukan terhadap seluruh variabel dalam model penelitian didasarkan pada uji Augmented Dickey Fuller (ADF test). Alat analisis yang digunakan untuk pengolahan data dalam penelitian ini dioperasikan dengan EViews 4.1 dan Microsoft Excel 2003.
3.3.
Pendekatan Koreksi Kesalahan
3.3.1. Uji Akar Unit (unit root test) Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian dengan menggunakan data time series adalah stasioneritas. Data yang tidak stasioner dapat menyebabkan Spurious Regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebut stasioner atau tidak. Untuk mengetahui ada tidaknya unit root yaitu dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF Test). Data dikatakan stasioner jika nilai ADF test statistik lebih kecil dari nilai tabel MacKinnon. Hipotesis yang digunakan adalah : H0
= data tidak stasioner (mengandung unit root),
H1
= data stasioner (tidak mengandung unit root).
Penolakan hipotesis nol menunjukkan data yang dianalisis adalah stasioner. Variabel dikatakan tidak stasioner, jika terdapat hubungan antara variabel tertentu dengan waktu atau trend.
31
3.3.2. Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang (equilibrium) antara variabel-variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linier tersebut harus stasioner. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kestabilan jangka panjang antara variabel-variabel yang ada sehingga dapat digunakan dalam sebuah persamaan. Metode yang umum digunakan dalam pengujian ini adalah metode Engle-Granger Cointegration Test. Metode kointegrasi Engle-Granger sebetulnya menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan meregresikan persamaan variabel dependen dengan variabel independen (volume ekspor kopi Indonesia diregresikan dengan produksi kopi, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan nilai tukar) kemudian didapatkan residual (U) dari persamaan tersebut. Tahapan kedua dilakukan dengan menggunakan metode ADF yang menguji akar-akar unit terhadap U dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis akar-akar unit ADF sebelumnya. Jika hipotesis nol ditolak atau signifikan maka variabel U adalah stasioner atau dalam hal ini ada kombinasi linier antara volume ekspor kopi Indonesia dengan produksi kopi, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan nilai tukar, atau stasioner untuk U = I(0). Artinya, meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner namun dalam jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linier dari variabel-variabel ini disebut regresi kointegrasi dan
32
parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai co-integrated parameters atau koefisien-koefisien jangka panjang. Penawaran ekspor kopi = f(Produksi Kopi, Konsumsi Domestik Kopi, Harga Domestik Kopi, Harga Ekspor Kopi, Nilai Tukar), LNXK t = b0 + b1 LNQt + b2 LNCK t + b3 LNHDt + b4 LNHX t + b5 LNERTt + U t
(3.1) dimana : LNXKt
= Volume total ekspor kopi Indonesia periode t,
LNQt
= Produksi kopi periode t,
LNCKt
= Konsumsi domestik kopi periode t,
LNHDt
= Harga domestik riil kopi periode t,
LNHXt
= Harga ekspor riil kopi periode t,
LNERTt
= Nilai tukar riil periode t,
Ut
= error distribunce periode t.
3.3.3. Model Koreksi Kesalahan Hasil estimasi pada pengujian akar-akar unit dan kointegrasi dapat digunakan untuk mengestimasi model dengan menggunakan model koreksi kesalahan atau error correction model (ECM) DLNXKt = β1DLNQt + β2DLNCKt + β3DLNHDt + β4DLNHXt + β5DLERTt + Dummy1 + Dummy2 + γut-1 + et
(3.2)
-1 < γ < 0 dimana : Dummy1 adalah dummy kondisi krisis ekonomi, 0 untuk kondisi sebelum dan
setelah krisis ekonomi dan 1 untuk kondisi krisis ekonomi.
33
Dummy2 adalah dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor, 0 untuk kondisi
kuota berlaku dan 1 untuk kondisi penghapusan kuota. γ = error correction term ut = LNXKt – b0 – b1LNQt – b2LNCKt – b3LNHDt – b4LNHXt – b5LNERTt
(3.3)
Model (3.2) dapat juga dianalisis dengan mengeluarkan koefisien dalam u menjadi DLNXKt = β0 + β1DLNQt + β2DLNCKt + β3DLNHDt + β4DLNHXt + β5DLNERTt + β6LNXKt-1 + β7LNQt-1 + β8LNCKt-1 +β9LNHDt-1 + β10LNHXt-1 + β11LNERTt-1 + Dummy1 + Dummy2 + et
dimana : β0
= -b0 (γ),
β1
= b1,
β2
= b2,
β3
= b3,
β4
= b4,
β5
= b5,
β6
= γ,
β7
= -b1 (γ),
β8
= -b2 (γ),
β9
= -b3 (γ),
β10
= -b4 (γ),
β11
= -b5 (γ),
D
= Perbedaan pertama (first difference),
(3.4)
34
XKt
= Volume ekspor kopi Indonesia periode t,
Qt
= Produksi kopi periode t,
CKt
= Konsumsi domestik kopi periode t,
HDt
= Harga domestik riil kopi periode t,
HXt
= Harga ekspor riil kopi periode t,
ERTt = Nilai tukar riil periode t, et
= error distribunce periode t. Untuk mengetahui apakah spesifikasi model dengan ECM merupakan
model yang valid maka dilakukan uji terhadap koefisien Error Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model yang diamati valid. 3.3.4. Uji Diagnostik Model Pada penelitian ini menggunakan pengujian pelanggaran asumsi klasik (Gujarati, 1978), yaitu (1) Uji heteroskedastisitas, (2) Uji Autokorelasi, dan (3) Uji Normalitas. 1. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka varian residual tidak lagi bersifat konstan disebut dengan heteroskedastisitas. Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas yaitu : a. estimasi dengan menggunakan ECM tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien,
35
b. prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien, c. tidak dapat diterapkan selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. Pengujian yang dapat dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang diamati terjadi heteroskedastisitas atau tidak yaitu dengan uji ARCH LM (ARCH LM test) dan uji white heteroskedasticity (no cross term). Apabila nilai probability Obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat gejala
heteroskedastisitas pada model, namun bila nilai probability Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata berarti tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. 2. Uji Autokorelasi Masalah autokorelasi merujuk pada hubungan error term antar dua pengamatan. Autokorelasi terjadi pada serangkaian data runtut waktu, dimana error term pada satu periode waktu secara sistematik tergantung kepada error term pada periode-periode waktu yang lain. Konsekuensi dari adanya autokorelasi
yaitu varians yang diperoleh dari estimasi dengan ECM bersifat under estimate, yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians yang sebenarnya. Uji yang digunakan untuk mendeteksi apakah pada data yang diamati terjadi autokorelasi atau tidak adalah uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Apabila nilai probability Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata maka tidak ditemukan gejala autokorelasi pada model, namun bila nilai probability Obs*R-
36
squared lebih kecil dari taraf nyata maka ditemukan gejala autokorelasi pada
model. Cara untuk mengatasi autokorelasi adalah dengan menambahkan variabel Auto Regressive (AR). Uji pelanggaran asumsi klasik digunakan untuk melihat
kestabilan elastisitas jangka pendek dari hasil pengolahan penelitian. 3. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan karena data yang digunakan kurang dari 30. Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Pada software E-Views 4.1 uji normalitas dilakukan dengan melakukan deskriptif statistik test. Berdasarkan user guides E-Views jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera lebih besar dari alfa (α), maka model ECM tidak mempunyai
masalah normalitas atau error term terdistribusi normal.
IV. GAMBARAN UMUM KOMODITI KOPI INDONESIA
4.1. Sejarah Masuknya Kopi Ke Indonesia Masuknya kopi ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran orang Belanda dan Kota Mocha, suatu pelabuhan yang ramai di jazirah Arab pada abad ke 17. Pada Tahun 1616, seorang Belanda bernama Pieter van den Broecke datang ke Mocha, dan melihat banyak orang minum cairan hitam yang dibuat dari seduhan biji-bijian. Pieter kemudian membawa biji-bijian tersebut (yang selanjutnya dikenal sebagai biji kopi) dari Mocha ke Belanda sebagai komoditas baru. Atas anjuran Nicolaas Witsen (Walikota Amsterdam) dan Adriaan van Ommen (Komandan Tentara Belanda di Malabar, India), pada tahun 1696 untuk pertama kalinya tanaman kopi (Arabika) dimasukkan ke Indonesia dari Kanuur, Malabar, India. Willem van Outshoorn (Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu), menyuruh menanam tanaman kopi tersebut di Perkebunan Kedawong, dekat Batavia (Jakarta), namun penanaman tersebut gagal akibat adanya gempa bumi dan banjir. Pada awal masuknya kopi ke Indonesia hanya jenis Arabika yang ditanam, penanaman pun hanya berpusat di pulau Jawa saja. Oleh karena itu pada sekitar tahun 1700-an yang terkenal adalah kopi Jawa (Java coffee). Benih dan hasil penanaman kopi Jawa dikirim ke Belanda untuk diperdagangkan. Belanda juga berusaha mengembangkan penanaman kopi ke Sumatera, Sulawesi, Timor, Bali, dan kepulaun lainnya di Indonesia. Pada tahun 1874 banyak tanaman kopi Arabika yang rusak akibat serangan penyakit karat daun (Hemilea vastatrix), dan ternyata tanaman kopi jenis Arabika
38
memang rentan terkena penyakit ini. Maka pada tahun yang sama dimasukkan kopi Liberika (Coffee liberica) dari Liberia. Tetapi tanaman kopi jenis ini juga rentan terhadap penyakit karat daun. Setelah upaya menggantikan kopi jenis Arabika dengan jenis Liberika gagal, pada tahun 1900 dimasukkan jenis kopi Robusta. Tanaman kopi Robusta ini ditanam di daerah Jawa Timur, dan ternyata tanaman kopi jenis Robusta ini tahan serangan berbagai penyakit tumbuhan. Penanaman kopi Robusta ini menyebar ke wilayah-wilayah perkebunan kopi seperti di Jawa dan Sumatera, oleh karena itu tanaman kopi yang ada di Indonesia sebagian besar adalah jenis Robusta.
4.2. Produksi dan Luas Areal Kopi Indonesia Tanaman kopi di Indonesia menyebar di beberapa wilayah yaitu di Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Bali. Daerah-daerah penghasil kopi antara lain Propinsi Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Sumatera Utara, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, dan Sulawesi Selatan. Daerah penghasil kopi terbesar adalah propinsi Sumatera Selatan dengan total produksi sebesar 144.192 ton pada tahun 2005 (AEKI, 2006). Tanaman kopi yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis kopi Robusta dan Arabika. Sensus kopi memberikan gambaran bahwa hampir seluruh luas areal tanaman kopi yang diusahakan adalah golongan Robusta. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan dalam statistik kopi AEKI (2006), pada tahun 2005 dari seluruh luas areal tanaman kopi (1.302.043 hektar) sekitar 91,5 persen
39
ditanami oleh kopi jenis Robusta dan hanya sekitar 8,5 persen ditanami kopi Arabika. Produksi kopi Indonesia tahun 2005 mencapai 640.365 ton yang terdiri dari 593.335 ton kopi Robusta dan sekitar 47.030 ton kopi Arabika (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi Indonesia Menurut Jenis Tahun 1994-2005 Arabika Robusta Jumlah Tahun Luas Areal Produksi Luas Areal Produksi Luas Areal Produksi (Ha) (ton) (Ha) (ton) (Ha) (ton) 1994 67.366 28.804 1.073.019 421.387 1.140.385 450.191 1995 78.340 39.829 1.089.171 417.972 1.167.511 457.801 1996 81.612 37.455 1.077.467 421.751 1.159.079 459.206 1997 94.538 28.749 1.075.490 299.669 1.170.028 428.418 1998 118.023 65.596 1.035.346 448.855 1.153.369 514.451 1999 113.407 72.766 1.013.870 458.921 1.127.277 531.687 2000 107.465 42.988 1.153.222 511.586 1.260.687 554.574 2001 82.807 23.071 1.230.576 546.163 1.313.383 569.234 2002 91.293 25.116 1.280.891 656.903 1.372.184 682.019 2003 99.393 43.356 1.195.495 627.899 1.294.888 671.255 2004 110.416 46.985 1.190.377 600.400 1.300.793 647.385 2005 110.486 47.030 1.191.557 593.335 1.302.043 640.365 Sumber : AEKI, 2006
Tiga propinsi di Sumatera bagian selatan yaitu Propinsi Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu merupakan penghasil utama kopi Robusta Indonesia. Pada tahun 2005 luas perkebunan kopi untuk kopi Robusta di tiga propinsi ini mencapai sekitar 474.051 hektar dengan produksi sekitar 360.924 ton atau mencapai 53,48 persen dari produksi kopi Robusta seluruh Indonesia. Sebagian besar produksi kopinya dihasilkan oleh petani perkebunan rakyat dan mengolahnya secara kering, hanya sebesar 937 ton yang dihasilkan oleh perkebunan swasta dan hanya ada di wilayah Propinsi Bengkulu. Daerah penghasil kopi Arabika terbesar di Indonesia adalah Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dengan luas areal sebesar 29.940
40
hektar. Produksi kopi Arabika dari kedua propinsi ini mencapai 29.653 ton atau mencapai 63,05 persen dari produksi kopi Arabika seluruh Indonesia. Mutu kopi Arabika dari kedua propinsi tersebut dikenal memiliki mutu yang tinggi sehingga memperoleh pasar yang baik dengan harga tinggi (AEKI, 2006).
4.3. Konsumsi Domestik Kopi Minum kopi merupakan kegemaran masyarakat baik di kota dan di desa yang dapat dinikmati di rumah, kantor dan tempat makan dengan beragam penyajian. Minum kopi lazim disenangi pada waktu pagi dan sore hari, namun jarang di malam hari, kecuali untuk tujuan tertentu seperti bekerja di malam hari, jaga malam atau lainnya. Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa persentase perubahan konsumsi selama tahun 1994-2005 adalah sebesar 10,06 persen artinya rata-rata setiap tahunnya terdapat peningkatan konsumsi sebesar 10,06 persen. Bila dibandingkan antara total produksi dengan jumlah konsumsi domestik kopi, pada tahun 2005 pasar dalam negeri hanya menyerap 35,31 persen dari total produksi kopi (640.365 ton). Sebagian besar produksi kopi Indonesia diekspor yaitu sebesar 64,69 persen dari total produksi pada tahun 2005. Konsumsi domestik kopi yang masih kecil dapat dikembangkan untuk menumbuhkan pasar kopi yang potensial. ICO telah melakukan berbagai macam cara untuk mempromosikan kepada masyarakat agar gemar minum kopi, seperti memberi penjelasan bahwa secara ilmiah minum kopi tidak merusak kesehatan
41
asalkan dengan porsi yang tepat. Minum kopi juga tidak membahayakan bagi anak-anak asalkan tidak berlebihan. Tabel 4.2. Konsumsi dan Produksi Kopi Indonesia dan Perbandingan Konsumsi dengan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rataan
Konsumsi Perkembangan (C) (ton) Konsumsi (%) 208.587 18,64 313.516 50,30 353.070 12,62 345.709 -2,08 324.961 -6,00 226.122 -30,42 222.476,08 10,06
Produksi Perkembangan Perbandingan (Q) (ton) Produksi (%) (C)&(Q) (%) 554.574 4,30 37,61 569.234 2,64 55,08 682.019 19,81 51,77 671.255 -1,58 51,50 647.385 -3,56 50,20 640.365 -1,08 35,31 627.472 3,57 40,41
Sumber : AEKI, 2006 (Diolah)
4.4. Pemasaran Kopi Kopi di Indonesia dihasilkan oleh kebun-kebun kopi milik rakyat dan perkebunan yang tersebar di beberapa propinsi. Keadaan demikian menimbulkan jaringan tataniaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi kopi. Tataniaga kopi merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan pekebun kopi serta perusahaan-perusahaan eksportir. Pola tataniaga kopi rakyat di beberapa propinsi penghasil kopi ditandai dengan berperannya pedagang pengumpul, pedagang lokal dan pedagang eksportir. Kebun kopi rakyat umumnya terletak di tempat-tempat yang jauh dari kota pelabuhan dan umumnya masih memiliki sambungan jalan yang belum bagus. Pola tataniaga kopi terbagi menjadi beberapa saluran. Saluran pertama, kopi akan dijual petani ke padagang pengumpul tingkat desa, setelah itu kopi akan dijual kembali ke pedagang pengumpul di tingkat yang lebih tinggi seperti di
42
tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Para pedagang pengumpul tingkat kabupaten akan menjual kopi yang dimiliki ke para eksportir atau ke pasar dalam negeri, yaitu industri kopi. Petani kopi juga sering menjual kopinya langsung ke pedagang perantara yang lebih tinggi tingkatannya dari tingkat desa, karena para pedagang perantara ini sering langsung turun ke desa dan bertemu para petani. Saluran kedua, kopi akan dijual oleh petani kopi ke agen tingkat propinsi. Para agen ini juga sering turun langsung ke dasa untuk mendapatkan kopi dari petani. Kopi dari agen tingkat propinsi ini akan dijual ke para eksportir atau ke pasar dalam negeri. Saluran ketiga, petani kopi akan langsung menjual kopi yang dimiliki ke pasar dalam negeri, yaitu ke industri kopi yang ada disekitar wilayah tempat tinggal mereka, atau ke para eksportir. Saluran keempat, petani kopi akan menjual kopinya kepada pemilik mesin pengupas kulit (huller). Di beberapa daerah, pemilik mesin pengupas kopi (huller) berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa (Turnip, 2002). Para pemilik huller ini akan menjual kopi yang dimiliki ke para eksportir atau ke pasar dalam negeri. Kopi dibeli dari petani-petani yang datang pada hari-hari pasar atau dengan cara pembelian langsung di rumah-rumah petani di desa. Kopi yang dikumpulkan umumnya terdiri dari kopi campur yang belum disortir yang kemudian diangkut untuk disetorkan ke pedagang eksportir. Kopi ini umumnya disetorkan ke pengusaha pengolah kopi, yang selanjutnya menyalurkan kopi biji hasil olahannya ke perusahaan eksportir atau ke pabrik-pabrik lokal untuk kopi bubuk.
43
PETANI KOPI
PEDAGANG PENGUMPUL DESA
AGEN TINGKAT PROPINSI
PEMILIK HULLER
PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN PEDAGANG PENGUMPUL KABUPATEN
PASAR DALAM NEGERI
PERUSAHAAN EKSPORTIR
INDUSTRI KOPI
PERKEBUNAN KOPI
EKSPOR
Gambar 4.1. Bagan Pemasaran Kopi Sumber : Turnip (2002)
Saluran kelima, kopi yang berasal dari perkebunan akan langsung diekspor. Pola seperti ini biasa dilakukan oleh perkebunan besar swasta, contohnya PT. Perkebunan Nusantara. Pedagang perantara atau pengumpul biasanya memiliki hubunganhubungan khusus dengan petani kopi, dengan sering memberikan pinjaman uang di masa-masa paceklik atau untuk kepentingan mendadak, dan juga hubungan antara pedagang perantara dengan perusahaan eksportir yang memberikan modal. Berdasarkan hasil penelitian ICO pada tahun 1995/1996 bahwa hampir 69 persen petani kopi menjual hasil produksinya ke pedagang perantara (seperti pedagang
44
pengumpul desa, kecamatan, kabupaten, dan para agen tingkat kabupaten) dan 27 persen produksinya dijual langsung ke pedagang di pasar lokal. Hanya 4 persen dari biji kopi yang dihasilkan dijual langsung kepada koperasi, pabrik pengolahan kopi lokal atau perusahaan eksportir. Perkebunan-perkebunan besar mengusahakan pengolahan biji kopi secara cermat untuk menghasilkan biji kopi yang bermutu baik. Untuk kepentingan ini dibangun fasilitas pengolahan biji kopi dengan peralatan yang lengkap untuk fermentasi dan pencucian serta untuk pengeringan biji kopi. Fasilitas tersebut juga dilengkapi fasilitas untuk sortasi biji kopi, baik secara manual oleh tenaga-tenaga manusia maupun menggunakan mesin-mesin sortasi yang bekerja secara elektronik (Turnip, 2002). Pemasaran hasil dilakukan oleh perkebunan sendiri, yang memiliki unit khusus untuk pemasaran ekspor maupun lokal. Perkebunan-perkebunan ini umumnya memiliki hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli luar negeri. Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus-menerus, baik mengenai laju perkembangan harga maupun perkembangan produksi kopi di berbagai negara. Kopi yang dijual melalui pusat-pusat pasar komoditi umumnya sampai ke perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik pengolahan kopi melalui perantara para agen-agennya atau broker. Agen-agen inilah yang banyak berhubungan dengan pedagang-pedagang perantara di negara-negara pengimpor serta mengetahui sumber-sumber kopi yang baik di berbagai negara produsen. Melalui agen-agen tersebut perusahaan dan pabrik pengolahan kopi lebih dapat terjamin memperoleh kopi dalam jumlah dan mutu sesuai dengan kebutuhannya (Gambar 4.2).
45
EKSPORTIR
IMPORTIR
BROKER
ROASTER
PENGECER
Gambar 4.2. Saluran Pemasaran Kopi Di Luar Negeri Sumber : Turnip (2002)
Sejak beberapa tahun terakhir nampak ada kecenderungan di berbagai negara produsen kopi untuk memperpendek mata rantai pemasaran kopi dari produsen ke eksportir dengan membentuk badan-badan pemasaran (Turnip, 2002). Hal ini ditujukan untuk lebih menjamin harga yang layak bagi petani produsen disamping untuk dapat lebih kuat menghadapi pihak-pihak importir. Banyak pedagang perantara yang tidak hanya melakukan kegiatan sekedar sebagai penghubung antar produsen dan pembeli. Umumnya mereka mengadakan pembelian kopi kemudian ditahan untuk stok dan dilakukan penjualan pada waktu harga kopi menguntungkan. Perusahaan-perusahaan ekspor pun memiliki stok kopi dan memiliki fasilitas-fasilitas untuk membersihkan dan sortasi kopi-kopi sebelum dijual kepada pihak-pihak importir. Ini sangat penting karena untuk ekspor perlu dijaga agar kopi benar-benar dapat memenuhi persyaratan mutu kopi ekspor dan yang telah ditetapkan oleh negara-negara importir. Pada umumnya kopi dijual dengan sistem harga yang disebut free on board (FOB), tetapi beberapa organisasi perdagangan menjual dengan sistem harga cost, insurance and freight (CIF). Selain penjualan secara langsung tersebut, masih dilaksanakan pula penjualan secara konsinyasi. Kopi dikirim ke negaranegara importir walaupun belum ada pembelinya. Kopi ini baru ditawarkan dan dilaksanakan penjualannya setelah sampai di negara-negara pengimpor.
46
Ada berbagai macam jalan yang dikenal dalam dunia perdagangan kopi. Beberapa negara, termasuk Indonesia, melakukan penjualan kopi di masingmasing negara. Pihak-pihak importir membeli langsung dari perusahaanperusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya mengurus pengapalan kopinya di negara pembeli. Ada juga yang menawarkan kopi melalui pusat-pusat pasar komoditi (spot market), terutama melalui Coffee and Sugar Exchange di New York, Terminal Market di London, Le Havre di Paris, Los Angeles, Amsterdam dan Hamburg. Di pusat-pusat pasar kopi inilah bertemu para brokers baik yang mewakili pihak-pihak penjual yang ada di banyak negara produsen maupun brokers yang mewakili perusahaan-perusahaan impor atau perusahaan-perusahaan pengolahan kopi. Ekspor kopi Indonesia sebagian besar dilakukan melalui 5 pelabuhan utama yaitu Panjang (Lampung), Palembang (Sumatera Selatan), Belawan (Sumatera Utara), Tanjung Perak (Jawa Timur) dan Ujung Pandang (Sulawesi Selatan). Pelabuhan-pelabuhan lainnya yaitu Tanjung Priok, Teluk Bayur, Tanjung Mas dan Reo.
4.5. Ekspor Kopi Indonesia Perkembangan volume dan nilai ekspor total kopi Indonesia pada periode tahun 1975 sampai 2005 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, dengan tingkat fluktuasi nilai ekspor yang lebih tajam daripada volume ekspornya. Selama periode tersebut pertumbuhan volume ekspor dan nilai ekspor rata-rata meningkat sebesar 5,95 persen dan 15,49 persen per tahun.
47
Tabel 4.3. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia Tahun 1975-2005 Ekspor Perkembangan (%) Tahun Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume Nilai 1975 128.401 99.836 1976 136.272 237.516 6,13 137,91 1977 160.363 599.279 17,68 152,31 1978 215.870 491.305 34,61 -18,02 1979 220.205 614.263 2,01 25,03 1980 238.677 656.005 8,39 6,79 1981 210.595 345.943 -11,77 -47,26 1982 226.985 341.701 7,78 -1,23 1983 241.238 427.258 6,28 25,04 1984 294.471 265.261 22,07 -37,91 1985 282.671 556.203 -4,01 109,68 1986 298.124 818.387 5,47 47,14 1987 286.316 535.566 -3,96 -34,56 1988 298.998 550.237 4,43 2,74 1989 357.035 493.549 19,41 -10,30 1990 421.833 377.154 18,15 -23,58 1991 380.666 372.431 -9,76 -1,25 1992 269.352 236.774 -29,24 -36,42 1993 349.916 344.208 29,91 45,37 1994 289.288 745.744 -17,33 116,66 1995 230.201 606.369 -20,42 -18,69 1996 366.602 595.268 59,25 -1,83 1997 313.430 511.284 -14,50 -14,11 1998 357.550 584.244 14,08 14,27 1999 352.967 467.858 -1,28 -19,92 2000 340.887 326.256 -3,42 -30,27 2001 250.818 188.493 -26,42 -42,23 2002 325.009 223.916 29,57 18,79 2003 323.520 258.795 -0,46 15,58 2004 344.077 294.113 6,35 13,65 2005 445.829 503.836 29,57 71,31 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 (Diolah)
Perkembangan ekspor kopi Indonesia baik dalam volume maupun nilai ekspor serta perkembangannya dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 4.3.
48
Dalam periode tahun 1975 sampai 2005 volume ekspor terendah terjadi pada tahun 1975 sebesar 128.401 ton dan volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 445.829 ton karena liberalisasi ekspor kopi baik dari sisi pemerintah Indonesia maupun dari organisasi kopi internasional (ICO). Sementara nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 1975 (US $ 99.836 ribu) dan tahun 2001 (US $ 188.493 ribu), dan nilai ekspor tertinggi yang pernah tercapai adalah sebesar US $ 818.387 ribu pada tahun 1986 dan sebesar US $ 745.744 ribu pada tahun 1994. Perkembangan nilai ekspor yang besar terjadi pada tahun 1976, 1977, 1985 dan 1994. Seperti dapat terlihat pada Tabel 4.3, pada tahun tersebut perkembangan nilai ekspor yang terjadi adalah sebesar 137 persen, 152 persen, 109 persen dan 116 persen. Dengan membandingkan volume dan nilai ekspor tersebut dapat dilihat bahwa tingginya nilai ekspor kopi Indonesia pada tahun 1986 dan 1994 disebabkan oleh tingginya harga ekspor pada tahun tersebut. Lonjakan nilai ekspor yang sangat besar pada tahun 1976, 1977, 1985 dan 1994 disebabkan karena timbulnya penyakit tanaman kopi dan frost di Brazil. Pada tahun 1986 harga kopi kembali meningkat karena kekeringan yang melanda Brazil (AEKI, 2006). Tahun 1995 hingga tahun 2001 nilai ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi karena harga kopi yang berfluktuasi juga, dan setelah tahun 2002 harga kopi mulai mengalami kenaikan yang menyebabkan nilai ekspor kopi menjadi naik kembali. Kopi Indonesia diekspor dalam tiga bentuk yaitu kopi biji, kopi sangrai dan kopi ekstrak. Ekspor kopi biji digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
49
prospek kopi Indonesia karena sebagian besar (95,93 persen) ekspor kopi Indonesia dalam bentuk kopi biji, sedangkan ekspor kopi dalam bentuk sangrai hanya sebesar 0,02 persen dan ekstrak 4,05 persen (ICO, 2006). Negara tujuan ekspor kopi Indonesia yang utama adalah Amerika Serikat pada tahun 2004 sampai 2005, sedangkan dua tahun sebelumnya negara tujuan ekspor kopi Indonesia yang utama adalah Jepang (tahun 2002) dan Jerman (tahun 2003). Negara tujuan lainnya adalah Italia dan Singapura. Perkembangan ekspor kopi Indonesia menurut negara tujuan utama pada periode tahun 2002 sampai 2005 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Ekspor Kopi Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 20022005 Tahun (ton) Negara Perkembangan (%) 2002 2003 2004 2005 Amerika Serikat 43.243 48.239 73.288 84.426 26,23 Jepang 56.879 52.720 55.141 49.936 -4,05 Jerman 53.562 57.608 53.936 78.755 15,73 Italia 15.011 25.086 21.348 30.500 31,69 Singapura 12.642 8.935 10.561 13.276 4,86 Total 181.337 192.588 214.274 256.893 12,45 Sumber : BPS, 2006 (Diolah)
Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 26,23 persen per tahun, sedangkan ekspor ke Jepang mengalami penurunan pada periode tersebut sebesar 4,05 persen per tahun. Penurunan ekspor kopi ke Jepang dan peningkatan ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat disebabkan oleh kemudahan yang diterima eksportir apabila mereka mengekspor kopi ke Amerika Serikat dibandingkan ke Jepang. Kemudahan tersebut antara lain lancarnya pembayaran yang diterima oleh eksportir Indonesia dari importir Amerika Serikat, penyeleksian kopi yang tidak
50
berbelit karena semua ekspor kopi Indonesia disertai dengan keterangan “Tidak Menjamin Lolos Uji USDA”. Permintaan ekspor kopi Amerika Serikat dari Indonesia merupakan kopi dengan kualitas tinggi, menengah, sampai rendah atau grade 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Kopi Indonesia yang dikonsumsi di Amerika merupakan kopi dengan kualitas menengah sampai rendah, karena kopi Indonesia digunakan sebagai campuran dari kopi kualitas tinggi yang diimpor Amerika Serikat dari negara-negara Amerika Latin (AEKI, 2006). Tabel 4.5. Ekspor Kopi Indonesia Menurut Mutu Tahun 2001-2005 Mutu Rendah Mutu Sedang Mutu Tinggi Periode (Grade 5 & 6) (Grade 3 & 4) (Grade 1 & 2) (% dari ekspor) (% dari ekspor) (% dari ekspor) 2001/2002 16,80 63,99 13,36 2002/2003 22,37 65,17 7,73 2003/2004 18,58 61,43 16,12 2004/2005 21,83 45,51 29,36 Sumber : AEKI, 2006 (Diolah)
Berdasarkan data AEKI (2006), kualitas kopi Indonesia yang diekspor sebagian besar merupakan kopi dengan kualitas sedang atau grade 3 dan 4, lalu kualitas tinggi atau grade 1 dan 2, dan kualitas rendah atau grade 5 dan 6. Sebanyak 45 sampai 65 persen dari total ekspor kopi merupakan kualitas sedang, 16 sampai 22 persen merupakan kualitas tinggi, dan 7 sampai 29 pesen merupakan kualitas rendah (Tabel 4.5). Banyaknya kopi kualitas sedang berhubungan dengan cara dari para petani kopi memetik buah kopi. Sebagian besar petani memetik kopi dengan cara diambil seluruh tangkai buah kopi, sehingga buah kopi yang dipetik tercampur antara yang sudah matang dan yang belum matang. Kopi yang sudah matang berwarna merah sedangkan yang belum matang berwarna hijau, kualitas yang sudah matang lebih baik daripada yang belum matang.
51
Masalah rendahnya mutu kopi Indonesia yang diekspor merupakan masalah jangka panjang. Para petani harus diberikan pengarahan agar kopi yang dipanen merupakan kopi yang memiliki kualitas baik sehingga nilai tambah dari penjualan kopi tersebut bisa tinggi. Masukan-masukan itu bisa diberikan oleh instansi pemerintah yang berkeliling ke daerah penghasil kopi atau melalui agen pengumpul, karena mereka berinteraksi langsung dengan para petani kopi. Selain masalah kopi biji yang belum matang, masalah cacat kopi biji, serangga mati dan batu kerikil yang terdapat pada kopi biji Indonesia yang diekspor juga perlu mendapatkan perhatian. Apabila di dalam setiap karung kopi terdapat cacat dan benda-benda seperti itu, maka kopi Indonesia dikatakan bermutu rendah. Kopi biji bermutu rendah sangat merugikan perkopian Indonesia di pasar internasional. Namun sejak diberlakukannya standarisasi mutu kopi Indonesia, komposisi ekspor kopi Indonesia berdasarkan jenis mutu mengalami perubahan (Tabel 4.5).
4.6. Perkembangan Harga Salah satu faktor yang mempengaruhi baik permintaan maupun penawaran adalah harga komoditas itu sendiri. Sebagaimana komoditas pertanian lainnya yang memiliki masa panen, maka harga kopi sangat berfluktuasi akibat adanya masa tunggu dalam berproduksi. Perkembangan harga komoditas kopi di pasar dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 4.6. Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa harga kopi dalam setahun berfluktuasi, namun kecenderungannya harga pada bulan
52
Agustus sampai dengan Desember lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga pada bulan Januari sampai Juli. Tabel 4.6. Perkembangan Harga Bulanan Kopi Indonesia Di Pasar Dalam Negeri Tahun 1999-2004 Tahun (Rp/Kg) Rata2 Bulan 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Bulanan Januari 15.750 10.000 6.001 4.505 5.096 5.169 7.753,5 Februari 15.500 9.000 5.839 4.699 5.529 5.412 7.663,2 Maret 15.667 9.000 6.109 4.663 5.163 5.194 7.632,7 April 15.667 9.000 5.308 4.830 4.822 5.244 7.478,5 Mei 15.667 8.500 5.400 5.470 4.943 5.768 7.624,7 Juni 14.709 8.500 5.265 5.225 4.800 5.818 7.386,2 Juli 14.208 8.500 5.440 5.220 4.448 5.064 7.146,7 Agustus 11.834 8.500 5.363 5.287 4.434 5.404 6.803,7 September 10.565 8.500 4.751 5.012 4.742 5.204 6.462,3 Oktober 10.565 8.500 4.717 4.860 4.631 5.538 6.468,5 November 10.565 4.910 4.480 4.649 5.243 5.969,4 Desember 10.565 4.709 5.023 4.822 5.490 6.121,8 Rata-rata Tahunan 13.438,5 8.800,0 5.317,7 4.939,5 4.839,9 5.379,0 Sumber : Ditjenbun, 2006
Keadaan tersebut kemungkinan besar disebabkan bulan Juni sampai Agustus umumnya merupakan masa-masa panen sehingga persediaan kopi di pasaran tinggi pada bulan Agustus sampai Desember dan harga akan turun dibawah harga rata-rata. Harga pada bulan Januari sampai Juli lebih tinggi dari harga rata-rata tahunan disebabkan persediaan kopi pada bulan tersebut mulai sedikit, dan karena masa pertumbuhan kopi adalah pada bulan September sampai Desember. Sesungguhnya puncak panen kopi di Indonesia bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain seperti di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang terletak di bagian utara khatulistiwa, yaitu sekitar bulan Oktober
53
sampai April (7 bulan), sehingga harga yang terbentuk tidak merosot tajam ataupun tidak naik secara tajam karena masa panen cukup lama. Dalam periode tahun 1994 sampai 2005 perkembangan harga komposit ICO berfluktuasi. Harga yang terjadi pada tahun 1994 dan 1995 cukup tinggi akibat dari kecilnya produksi dunia yang dikarenakan terjadinya bencana frost yang diikuti kekeringan di Brazil. Sejak tahun 1998 produksi kopi dunia semakin meningkat sedangkan laju permintaan kopi dunia relatif stabil sehingga harga kopi dunia menjadi turun. Fluktuasi harga kopi dunia dapat dilihat di Tabel 4.7. Tabel 4.7. Perkembangan Harga Kopi Di Pasar Internasional Tahun 1994-2005 Tahun Harga Kopi Dunia (US cent/lb) Laju Pertumbuhan per Tahun (%) 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber : AEKI, 2006
134,45 138,42 102,07 133,91 108,95 85,72 64,25 45,60 47,74 51,91 62,15 89,36
2,95 -2,26 31,19 -18,63 -21,32 -25,04 -29,02 4,69 8,73 19,72 43,78
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kebijakan Ekspor Kopi Perdagangan luar negeri suatu komoditi termasuk komoditi kopi tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengatur didalamnya. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mencapai suatu sistem perdagangan yang memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang melakukan perdagangan. Penentu kebijakan tersebut bisa dari dalam negeri maupun dari luar negeri dimana pasar internasional berlangsung. Pengaruh yang diberikan dari adanya kebijakan-kebijakan tersebut dapat memberikan efek yang berbeda bagi setiap negara, bisa menguntungkan tetapi bisa juga merugikan. Indonesia sebagai salah satu negara produsen sekaligus eksportir kopi utama dunia menghadapi berbagai kebijakan yang mengatur lalu lintas perdagangan kopi, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Penjelasan selengkapnya mengenai evaluasi kebijakan ekspor kopi diterangkan berikut ini. 5.1.1. Kebijakan Ekspor Kopi Dari Dalam Negeri a. Kebijakan Eksportir Kopi Terdaftar Pengaturan pelaku usaha ekspor maksudnya para eksportir yang diizinkan melakukan perdagangan kopi adalah eksportir yang terdaftar dalam asosiasi yaitu Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Sebenarnya kebijakan eksportir kopi terdaftar sudah diterapkan sejak tahun 1969, sejak dibentuknya Sindikat Eksportir Kopi Indonesia (SEKI). SEKI dibentuk oleh Menteri Perdagangan dengan SK Menteri Perdagangan No. 98/KP/IV/ tanggal 15 April 1969. Pada saat itu usaha ekspor kopi belum terkoordinir, masing-masing eksportir kopi Indonesia
55
menghadapi partner dagangnya di luar negeri dengan caranya masing-masing. Keadaan seperti itu justru menumbuhkan iklim ekspor yang spekulatif. Seorang eksportir kopi Indonesia seringkali bersaing harga di pasaran dunia dengan rekan eksportir senegaranya. Akhirnya memukul harga kopi Indonesia sendiri sebelum bersaing dengan kopi produksi negara lain. Oleh karena itu kebijakan ini ditetapkan. Berdasarkan Keputusan Menperindag No. 558/MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 Jo Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/4/2005 tanggal 19 April 2005, tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, komoditi kopi termasuk Komoditi Yang Diatur Tata Niaga Ekspornya. Maksudnya adalah komoditi tersebut hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai eksportir terdaftar kopi (Approved Trader System). Setiap eksportir yang akan mengekspor kopi diwajibkan untuk menyertakan Surat Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK), yang hanya dapat diterima oleh para eksportir yang terdaftar. Secara khusus pengaturan tersebut diatur melalui SK Menperindag No. 29/MPP/Kep/1/1999 tanggal 22 Januari 1999 dan diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/12/2005 tanggal 2 Desember 2005. Selain karena alasan diatas, kebijakan eksportir terdaftar ini juga diterapkan dengan maksud untuk membina para eksportir. Profesionalisme para eksportir tersebut dituntut dalam berhubungan dengan para importir dari negara lain, sehingga tecipta suatu image yang baik mengenai eksportir kopi Indonesia. Kebijakan eksportir terdaftar ini masih diterapkan sampai saat ini.
56
Sejak
diberlakukannya
Keputusan
Menperindag
No.558/MPP/Kep/12/1998 sampai sekarang Eksportir Terdaftar Kopi berjumlah 1.172 eksportir. Sejak dikeluarkannya kebijakan ekspor kopi pada tahun 1998 belum pernah dilakukan evaluasi maupun verifikasi terhadap eksportir terdaftar kopi untuk mengetahui keabsahan dan aktivitas eksportir tersebut. b. Kebijakan Pengawasan Kualitas Perkembangan perkopian dewasa ini menuntut pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan agar daya saing kopi Indonesia tetap baik. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 164/MPP/Kep/6/1996 tentang Pengawasan Mutu secara Wajib untuk Produk Ekspor Tertentu, ekspor produk kopi termasuk produk yang diawasi mutunya. Kualitas kopi yang baik akan memberikan suatu image yang baik bahwa kopi-kopi produksi Indonesia adalah kopi yang kualitasnya bagus. Pada tahun 1983 telah ditetapkan standar mutu kopi untuk ekspor dengan dokumen pelengkap berupa “Certificate of Quality”. Adapun pengujian standar mutu kopi dilakukan dengan Sistem Nilai Cacat (Defect System). Upaya pemerintah untuk menaikkan daya saing komoditas ekspor Indonesia antara lain dengan mengembangkan pengendalian mutu yang mengarah terciptanya mutu di Indonesia, yaitu melalui sistem standarisasi nasional. Sistem Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan dasar dan pedoman setiap kegiatan standarisasi di Indonesia dengan tujuan mewujudkan jaminan mutu yang dapat meningkatkan efisiensi nasional.
57
Sistem SNI pertama diterapkan pada tahun 1989 sejak dibentuknya Badan Standarisasi Nasional (BSN). Sejak saat itu terdapat perubahan-perubahan dan revisi dari kriteria SNI, dan ketetapan BSN yang terakhir adalah SNI 01-29071999/Rev. 1992. Dalam ketetapan BSN tersebut dicantumkan kriteria-kriteria kopi dengan mutu tertentu. c. Kebijakan Tarif Ekspor Pemerintah Indonesia tidak melakukan intervensi dalam perdagangan kopi. Sejak Indonesia melakukan ekspor kopi, pemerintah tidak pernah memberlakukan tarif ekspor. Tindakan pemerintah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing kopi Indonesia di pasar internasional, karena dengan membebaskan komoditi kopi dari tarif ekspor maka harga yang terbentuk dapat bersaing dengan harga ekspor kopi dari negara lain. d. Kebijakan Pemerintah Lainnya Untuk menunjang perkembangan ekspor kopi Indonesia, pemerintah berusaha mengeluarkan beberapa peraturan yang mengatur perdagangan kopi Indonesia ke pasar dunia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang pelaksanaan ekspor, impor, dan lalu lintas devisa; serta Keputusan Menteri Perdagangan No. 265/KP/X/89 tentang Penyempurnaan Ketentuan Ekspor Kopi, merupakan usaha pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi eksportir kopi Indonesia untuk melepas produksinya ke pasar dunia. Karena keterbatasan sumber-sumber, maka peraturan-peraturan dan kebijakan yang telah disebutkan di atas tidak dapat dicantumkan semua dalam lampiran.
58
5.1.2. Kebijakan Ekspor Kopi Dari Luar Negeri a. Kebijakan Kuota Ekspor oleh ICO Kuota ekspor kopi merupakan cara yang dilakukan oleh ICO untuk mengatur lalu lintas perdagangan kopi internasional. Munculnya bencana alam, perubahan
supply
kopi
dunia
serta
perubahan
harga
menyebabkan
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan ini mendorong ICO sebagai organisasi internasional saat itu untuk membentuk suatu mekanisme perdagangan yang dapat menguntungkan semua pihak. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan yaitu penetapan kuota ekspor dan kuota impor bagi negara-negara anggota ICO tersebut. Pada tahun 1962 diselenggarakan konferensi diantara negara-negara eksportir kopi dunia dan berhasil menetapkan International Coffee Agreement (ICA) 1962 yang menghasilkan persetujuan untuk mengendalikan supply kopi ke pasar dunia. Oleh karena adanya penyakit kopi dan frost (bencana iklim yang dingin dan kering) di Brazil, produksi kopi Brazil menurun drastis sehingga harga melonjak tajam. Menghadapi situasi tersebut, ICO tidak memberlakukan sistem kuota sejak Oktober 1972. Pada periode 1980-1985, harga kopi melemah sebagai akibat kelebihan produksi dan resesi ekonomi. ICO kembali melakukan sistem kuota. Pada tahun 1986, kembali terjadi kekeringan di Brazil sehingga harga kopi melonjak tajam. ICO tidak bisa lagi mempertahankan mekanisme kuota sehingga pasar kopi kembali dibebaskan. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, dimana gejolak harga kopi dunia yang merugikan produsen menyebabkan kuota diberlakukan kembali, dan barulah pada tanggal 14 Juli 1989 kuota dibekukan
59
secara permanen, artinya eksportir dapat mengekspor kopi secara bebas ke negaranegara anggota ICO dan non ICO. ICA sebenarnya dimaksudkan untuk mencapai keseimbangan antara produksi dan konsumsi sehingga harga diharapkan relatif stabil. Namun seperti kebanyakan nasib agreement komoditas lainnya, ICA dinilai belum berhasil terutama dalam menjaga stabilitas harga. ICA direvisi oleh negara-negara anggota ICO secara rutin, karena mengikuti kondisi perkopian internasional pada tahun berlaku. Semenjak kuota tidak diberlakukan lagi, ICA tetap direvisi secara rutin walaupun tidak setiap tahun. Akan tetapi agreement yang dicantumkan hanya berupa keanggotaan, susunan struktur kepengurusan ICO, keuangan, programprogram dalam promosi kopi, dan hasil studi tentang kopi. Aturan-aturan ICA sudah tidak memiliki “greget” lagi diantara para anggota ICO, karena peraturan yang dibuatnya tidak memiliki sanksi yang jelas. ICA sulit menerapkan sanksi karena peraturan yang dibuat tersebut tidak mengikat dan tidak ada pengawasan bagi para anggota. Namun demikian, kenyataan menunjukkan tanpa adanya regulasi terhadap perdagangan kopi menyebabkan harga kopi dunia akan turun pada tingkat yang sangat rendah. Keadaan ini sangat merugikan produsen kopi dan hanya akan menguntungkan konsumen kopi dunia. Pada tahun 1991 tersebut, terbentuklah lembaga internasional Association of Coffee Producing Countries (ACPC) yang kemudian melahirkan kebijakan stock retention plan yang pada gilirannya dapat mengendalikan harga kopi pada tingkat yang wajar.
60
b. Kebijakan Retensi Stok oleh ACPC Kebijakan retensi stok oleh ACPC pada dasarnya adalah kebijakan perdagangan yang mengatur tersedianya pasok dalam jumlah yang cukup pada tingkat harga yang sesuai bagi konsumen dan produsen. Tujuan utama retensi stok adalah untuk menjaga stabilitas harga kopi dunia pada tingkat yang tidak merugikan produsen tetapi juga tidak membebani konsumen. Besarnya retensi kopi adalah persentase dari volume ekspor ketika setiap kali eksportir mengekspor, yang selanjutnya ditahan di gudang sebagai stok. Besarnya retensi kopi dapat berubah-ubah tergantung pada tingkat harga indikator yang terjadi. Ada empat tahap yaitu tahap retensi, tahap netral, tahap pelepasan stok dan tahap pemberlakuan kembali retensi. Tahap retensi diberlakukan ketika harga indikator kopi sampai dengan US cents 60,00 /lbs untuk kopi robusta, dimana pada saat eksportir membeli kopi dari produsen wajib menyimpan retensi sebesar 20 persen dari volume kopi yang diekspor. Tahap netral berlaku pada tingkat harga US cents 60,1 /lbs hingga US cents 65,00 /lbs untuk kopi Robusta, dimana pada saat eksportir membeli kopi dari produsen wajib menyimpan retensi sebesar 10 persen dari volume kopi yang diekspor. Tahap pelepasan stok berlaku saat harga komposit kopi Robusta mencapai US cents 65,01 /lbs hingga US cents 70,00 /lbs, dimana saat eksportir membeli kopi dari produsen wajib menyimpan retensi sebesar 0 persen dari volume kopi yang diekspor. Tahap retensi baru yaitu setelah hasil retensi dilepas maka dibentuk tahap retensi baru dengan tingkat harga indikator yang semula.
61
Kebijakan retensi stok sebenarnya ingin diterapkan di Indonesia pada tahun 1991. Akan tetapi pada saat itu Indonesia merasa belum siap untuk menerapkan retensi stok dan meminta pengunduran selama 1 tahun. Akhirnya Indonesia berencana untuk menerapkan retensi stok pada tahun 1992. Akan tetapi pada tahun 1992 itu saat Indonesia akan menerapkan retensi stok, terjadi shock penurunan supply kopi dunia yang diakibatkan terjadinya frost di Brazil dan dikhawatirkan akan mendorong harga kopi dunia melonjak naik. Karena kejadian tersebut Indonesia membatalkan rencana untuk menerapkan retensi stok, dan setelah kejadian tersebut Indonesia tidak pernah menerapkan retensi stok kopi dari ACPC. Organisasi ACPC saat ini dapat dikatakan sudah tidak ada karena sudah tidak pernah ada kegiatan yang dilaksanakan walaupun sampai saat ini ACPC masih belum dibubarkan. c. Kebijakan Mengenai Keamanan Pangan, Kesehatan, dan Lingkungan Semenjak tahun 2004 setiap negara mulai memperhatikan berbagai masalah mengenai keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan dalam menjalankan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Tidak terkecuali dalam perdagangan internasional komoditi kopi, berbagai persyaratan mutu yang tinggi diterapkan oleh setiap negara bagi kopi yang diimpornya. Ada beberapa kriteria yang ditetapkan oleh negara-negara importir kopi, tetapi yang menjadi perhatian utama dalam kurun waktu belakangan ini antara lain mengenai kandungan obat bahan kimia dan pestisida dalam kopi serta kandungan toksin dalam kopi. Masing-masing negara memiliki kriteria tertentu, dan apabila
62
tidak memenuhi kriteria tersebut maka mereka tidak segan untuk mengembalikan kopi yang diimpor ke negara asalnya. Diantara negara-negara importir kopi dari Indonesia, negara seperti Jepang, negara Eropa dan Amerika merupakan konsumen yang sangat ketat dalam pemberlakuan kebijakan tersebut. Negara-negara tersebut mengeluarkan suatu kriteria mutu kopi yang boleh masuk ke negaranya. Karena keterbatasan sumber dan informasi, kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing negara tidak dapat ditampilkan dalam penelitian ini. Mengenai masalah kriteria keamanan pangan dan kesehatan, negara pengimpor biasanya akan menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia yang ada di masing-masing negara apabila ada kopi yang melewati ambang batas kandungan toksin atau pestisida, lalu informasi tersebut diberikan ke Departemen Perdagangan. Jepang, Uni Eropa dan Amerika sudah secara resmi menerapkan ambang batas Pesticide Residue. Masing-masing negara memiliki pertimbangan sendiri tentang ambang batas dari bahan kimia atau pestisida berbahaya yang terkandung dalam bahan makanan yang diimpornya. Restriksi tersebut akan memberatkan Indonesia karena negara-negara tersebut merupakan pasar potensial bagi kopi Indonesia. Selain itu dikhawatirkan kopi Indonesia tidak akan lolos ambang batas tersebut karena kopi dari perkebunan rakyat tidak dapat dikontrol oleh pemerintah mengenai penggunaan pestisida.
63
5.1.3. Evaluasi Kebijakan Ekspor Kopi yang Ada dan Pernah Ada Tabel 5.1. Kebijakan Ekspor Kopi dan Kondisi Ekspor Kopi Indonesia Pada Tahun Berlaku Kebijakan Periode 1972-2005 Volume Nilai Harga Tahun Kebijakan (ton) (ribu US$) (US$/ton) 1972 Penghapusan Kuota Ekspor 93.712 68.315 728,99 1973 93.562 71.913 768,61 1974 111.857 98.154 877,50 1975 128.401 99.836 777,53 1976 136.272 237.516 1.742,96 1977 160.363 599.279 3.737,02 1978 215.870 491.305 2.275,93 1979 220.205 614.263 2.789,51 1980 Kuota Ekspor ICO 238.677 656.005 2.748,51 1981 210.595 345.943 1.642,69 1982 226.985 341.701 1.505,39 1983 Certificate of Quality 241.238 427.258 1.771,11 1984 294.471 265.261 900,81 1985 282.671 556.203 1.967,67 1986 298.124 818.387 2.745,12 1987 286.316 535.566 1.870,54 1988 298.998 550.237 1.840,27 1989 Penghapusan Kuota; SNI 357.035 493.549 1.382,35 1990 421.833 377.154 894,08 1991 380.666 372.431 978,37 1992 Retensi Stok (Batal) 269.352 236.774 879,05 1993 349.916 344.208 983,69 1994 289.288 745.744 2.577,86 1995 230.201 606.369 2.634,08 1996 366.602 595.268 1.623,74 1997 313.430 511.284 1.631,25 1998 357.550 584.244 1.634,02 1999 352.967 467.858 1.325,50 2000 340.887 326.256 957,08 2001 250.818 188.493 751,51 2002 325.009 223.916 688,95 2003 323.520 258.795 799,94 2004 Isu Keamanan Pangan, 344.077 294.113 854,79 2005 Kesehatan dan Lingkungan 445.829 503.836 1.130,11 Sumber : Ditjen Perkebunan, AEKI, Departemen Perdagangan, 2006
64
Berbagai kebijakan ekspor merupakan satu cara bagi pihak-pihak terkait untuk membuat suatu sistem perdagangan kopi yang baik dan menguntungkan bagi semua pihak. Penelitian ini mengevaluasi kebijakan-kebijakan ekspor yang ada dan pernah ada serta melihat perkembangan ekspor kopi Indonesia pada tahun berlaku kebijakan. Evaluasi dilakukan secara deskriptif dari perkembangan volume ekspor, nilai ekspor, dan harga ekspor kopi Indonesia. Kebijakan ekspor yang ada dan pernah ada serta perkembangan kondisi ekspor kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pada awal perkembangan ekspor kopi, Indonesia menghadapi kebijakan kuota ekspor yang ditetapkan oleh ICO. Karena keterbatasan sumber dan data, perkembangan data pada awal penetapan kuota ekspor ICO tidak dapat ditampilkan dalam penelitian ini karena awal pemberlakuan kuota ekspor adalah pada tahun 1962. Pada tahun 1972 kuota ekspor kopi dihapus karena produksi kopi dunia menurun akibat frost di Brazil. Pada Tabel 5.1 dapat dilihat, volume ekspor kopi Indonesia pada saat tahun berlaku kebijakan penghapusan kuota mulai naik, yaitu 111.857 ton pada tahun 1974 dan pada tahun 1979 sudah mencapai 220.205 ton, hampir dua kali lipatnya. Harga ekspor juga merangkak naik khususnya setelah tahun 1976 yaitu sebesar US$ 1.742,96 per ton sehingga menyebabkan nilai ekspor kopi juga besar yaitu sebesar US$ 237.516.000. Pada tahun 1980 kuota ekspor diberlakukan kembali oleh ICO karena terjadi over supply kopi dan resesi ekonomi sehingga harga kopi dunia turun. Untuk menjaga kestabilan harga kuota ekspor diberlakukan, dan kondisi setelah kuota diberlakukan kembali menunjukkan ekspor kopi Indonesia menjadi semakin
65
menurun. Pada tahun 1981 ekspor kopi Indonesia menurun, dari 238.677 ton pada tahun 1980 menjadi 210.595 ton. Pada tahun 1982 dan seterusnya volume ekspor kopi Indonesia kembali meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada tahun-tahun tersebut Indonesia mendapatkan peningkatan jatah kuota dari ICO, yaitu dari 4,75 persen menjadi 5,19 persen dari kuota kopi dunia, dan produksi kopi Indonesia terus meningkat. Selain itu Indonesia mencoba untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara non kuota. Akan tetapi ekspor ke negara non kuota dipersulit oleh ICO dengan mengetatkan prosedur pada tahun 1983 dan 1985 yaitu harus disertai dengan bukti-bukti sah, dan harga kopi dengan jenis dan mutu yang sama harus disamakan dengan ekspor kopi ke negara kuota. Kuota ekspor ingin dihapuskan lagi setelah tahun 1985 akibat kekeringan di Brazil, tetapi tidak berlangsung karena harga kopi melonjak naik yaitu sebesar US$ 2.745,12 per ton. Setelah tahun 1986 harga kopi terus menurun sampai mencapai angka US$ 1.840,27 pada tahun 1988. Pada tahun 1989 para anggota ICO tidak mencapai kata sepakat untuk meneruskan pemberlakuan kuota ekspor. Setelah dinilai bahwa kondisi kopi dunia sudah stabil, kuota ekspor akhirnya secara permanen dibekukan. Kuota ekspor yang dibekukan membuat negara eksportir kopi bebas mengekspor kopinya. Volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 1990 naik menjadi sebesar 421.833 ton. Akan
tetapi
karena
masing-masing
negara
mengoptimalkan
ekspornya
menyebabkan supply yang berlebihan di pasaran kopi dunia, sehingga harga kopi menjadi turun sampai US$ 894,08 per ton. Akibatnya nilai ekspor kopi Indonesia
66
menjadi US$ 377.154.000, lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar US$ 493.549.000. Tabel 5.2. Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tiap Periode Kebijakan Kuota ICO Tahun 1972-2005 Tahun
Kebijakan
1972-1979 1980-1989 1990-2005
Rata-rata Penghapusan Kuota ICO Rata-rata Kuota Ekspor ICO Rata-rata Penghapusan Kuota ICO
Volume Pertumbuhan (ton) (%) 145.030,25 264.230,56 82,19 336.410,59 27,32
Sumber : Ditjen Perkebunan, 2006
Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia tiap periode kebijakan kuota ICO dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan data tersebut, volume ekspor rata-rata tiap periode kebijakan kuota ICO menunjukkan pertumbuhan yang positif. Volume rata-rata pada periode kebijakan kuota ekspor menunjukkan pertumbuhan sebesar 82,19 persen, dan volume rata-rata setelah kebijakan kuota ekspor dihapuskan menunjukkan pertumbuhan sebesar 27,32 persen. Pada periode kuota ekspor volume rata-rata mengalami peningkatan karena pada periode tersebut produksi kopi Indonesia mengalami peningkatan dan Indonesia mendapat peningkatan jatah kuota dari ICO sehingga tiap tahun volume ekspornya lebih besar daripada saat periode penghapusan kuota. Pada tahun 1992 Indonesia berencana untuk menerapkan retensi stok. Akan tetapi rencana ini dibatalkan karena terjadi frost di Brazil. Supply kopi dunia menurun dan dikhawatirkan harga kopi dunia akan melonjak naik. Harga kopi dunia akan mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia. Pada Tabel 5.1 dapat dilihat, harga ekspor kopi Indonesia pada tahun 1992 adalah US$ 879,05 per ton dan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 1993, 1994 dan 1995 harga kopi melonjak
67
naik menjadi US$ 983,69 per ton, US$ 2.577,86 per ton dan US$ 2.634,08 per ton. Kebijakan yang terkait dengan mutu keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan mulai diterapkan pada tahun 2004 oleh beberapa negara seperti Jepang, negara Eropa dan Amerika, yang merupakan negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang menghambat (merestriksi) ekspor kopi Indonesia, akan tetapi volume ekspor kopi Indonesia pada tahun berlaku kebijakan menunjukkan peningkatan, yaitu 344.077 ton pada tahun 2004 dan 445.829 ton pada tahun 2005. Jika dibandingkan dengan volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 2003 (Tabel 5.1), peningkatan volume ekspor kopi Indonesia cukup besar. Kebijakan ini perlu menjadi perhatian bagi pihakpihak terkait seperti pemerintah, asosiasi, petani dan eksportir agar dimasa mendatang tidak menjadi penghambat ekspor kopi Indonesia. Kebijakan pengawasan kualitas yaitu penerapan “Certificate of Quality” dan SNI memberi aturan yang jelas mengenai kriteria kopi yang dapat diekspor. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing kopi Indonesia. Certificate of Quality mulai berlaku tahun 1983 sampai 1989, setelah itu diganti dengan kriteria mutu kopi dari SNI dan masih berlaku sampai sekarang. Kebijakan mengenai pelaku ekspor kopi yaitu eksportir terdaftar berlaku mulai tahun 1969 sampai sekarang dan memberikan efek yang baik yaitu keteraturan tataniaga ekspor kopi dan peningkatan profesionalisme. Diantara kebijakan-kebijakan ekspor kopi yang telah dijelaskan, kebijakan yang saat ini berlaku adalah kebijakan eksportir kopi terdaftar, SNI, dan kebijakan
68
terkait mutu keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan. Pemerintah Indonesia tidak melakukan banyak intervensi terhadap perdagangan komoditi kopi, khususnya ekspor kopi.
5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Pada bagian ini dijelaskan mengenai hasil-hasil pengujian dan hasil akhir estimasi. Pengujian yang dilakukan antara lain uji stasioneritas data dan uji ekonometrika yaitu uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas. Pembahasan ekonomi bertujuan untuk menganalisis hasil estimasi dengan keadaan yang sebenarnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Alasan menganalisis persamaan dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah bahwa secara ekonometrika ECM menganalisis keabsahan model baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek berdasarkan error correction term. 5.2.1. Kestasioneran Data Langkah awal dalam pengujian ECM yaitu melalui pengujian unit root test dengan menggunakan uji ADF. Pengujian ini digunakan untuk melihat kestasioneran data. Berdasarkan hasil uji ADF diketahui bahwa data yang digunakan pada empat variabel dalam model penelitian yaitu variabel produksi kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan variabel nilai tukar tidak stasioner pada level. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t-statistik ADF yang lebih besar dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan 10 persen. Sedangkan data variabel lainnya yaitu variabel konsumsi domestik kopi dan volume ekspor kopi Indonesia
69
stasioner pada level. Hal ini ditunjukkan dengan nilai statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan 10 persen (Tabel 5.3). Keadaan ini menunjukkan bahwa model yang digunakan pada penelitian ini memenuhi syarat untuk diestimasi dengan menggunakan metode ECM, karena minimal ada satu variabel yang tidak stasioner pada level. Tabel 5.3. Hasil Uji Unit Root pada Level Nilai Kritis MacKinnon Variabel Nilai ADF 1% 5% 10% LNXK -3,7237 -4,3098 -3,5742 -3,2217 LNQ -2,9090 -4,3098 -3,5742 -3,2217 LNCK -4,8908 -4,3340 -3,5806 -3,2253 LNHD -3,0693 -4,3098 -3,5742 -3,2217 LNHX -2,3286 -4,3098 -3,5742 -3,2217 LNERT -2,4480 -4,3098 -3,5742 -3,2217
Keterangan Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
Sumber : Lampiran 2 Keterangan : Stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen
Tabel 5.4. Hasil Uji Unit Root pada First Difference Nilai Kritis MacKinnon Variabel Nilai ADF 1% 5% 10% LNXK -6,6808 -2,6501 -1,9534 -1,6098 LNQ -4,0840 -2,6501 -1,9534 -1,6098 LNCK -6,4057 -2,6534 -1,9539 -1,6096 LNHD -4,1230 -2,6501 -1,9534 -1,6098 LNHX -5,7570 -2,6501 -1,9534 -1,6098 LNERT -6,3679 -2,6501 -1,9534 -1,6098
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber : Lampiran 3 Keterangan : Stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen
Dari hasil uji yang diperlihatkan pada Tabel 5.3, maka perlu dilanjutkan dengan uji akar unit pada first difference. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0). Hasil uji first difference dapat diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dalam model stasioner pada derajat integrasi satu atau I(1), ditunjukkan dengan nilai
70
statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan sepuluh persen pada semua variabel, seperti pada Tabel 5.4. 5.2.2. Uji Kointegrasi Syarat yang dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa diantara variabelvariabel yang diteliti berkointegrasi adalah dengan melihat perilaku residual dari regresi persamaan yang digunakan, dimana residualnya harus stasioner. Hasil uji stasioneritas terhadap residual regresinya dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Hasil Uji Akar Terhadap Residual Persamaan Regresi Nilai Kritis MacKinnon Variabel Nilai ADF Keterangan 1% 5% 10% ECT -4.9340 -2.6471 -1.9529 -1.6100 Stasioner Sumber : Lampiran 4 Keterangan : residual stasioner pada tingkat kepercayaan 10%
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 5.5 (Lampiran 4) dapat ditunjukkan bahwa residual dari persamaan regresi stasioner pada tahap level dalam selang kepercayaan 10 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada selang kepercayaan 10 persen. Dengan demikian hasil uji stasioneritas data terhadap residual semakin menguatkan
bahwa
diantara
variabel-variabel
yang
digunakan
terdapat
kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Uji kointegrasi Engle-Granger ini digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang antara ekspor kopi Indonesia terhadap produksi kopi (Q), konsumsi domestik kopi (CK), harga domestik kopi (HD), harga ekspor kopi (HX) dan nilai tukar (ERT), sehingga didapatkan persamaan ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang sebagai berikut.
71
Tabel 5.6. Hasil Estimasi Kointegrasi Variabel Koefisien Constant 6,9443 LNQ 0,6585 LNCK -0,1451 LNHD -0,1767 LNHX -0,0056 LNERT 0,0202
Prob. 0,0411 0,0131 0,0000 0,0264 0,9310 0,8549
Sumber : Lampiran 5 Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Berdasarkan persamaan jangka panjang pada Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa variabel produksi kopi, konsumsi domestik kopi dan harga domestik kopi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ekspor kopi Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Untuk variabel harga ekspor kopi dan nilai tukar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia baik pada taraf nyata 1 persen, 5 persen maupun 10 persen. Koefisien produksi kopi berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena apabila produksi kopi Indonesia meningkat maka jumlah kopi yang ditawarkan akan meningkat dan dapat meningkatkan ekspor kopi Indonesia. Jika terjadi peningkatan produksi kopi sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menyebabkan peningkatan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,6585 persen. Koefisien konsumsi domestik berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena volume kopi yang dapat diekspor akan berkurang jika konsumsi domestik meningkat. Apabila terjadi peningkatan konsumsi domestik sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka
72
akan menyebabkan penurunan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,1451 persen. Koefisien harga domestik kopi berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan apabila harga domestik kopi meningkat maka para pelaku pasar akan lebih memilih menjual kopi yang dimiliki ke pasar dalam negeri daripada diekspor, karena keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Jika terjadi peningkatan harga domestik kopi sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menyebabkan penurunan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,1767 persen. Variabel harga ekspor kopi dan nilai tukar dalam jangka panjang berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia pada tingkat kepercayaan 10 persen. Hal ini terjadi karena perkembangan harga ekspor kopi dan nilai tukar saling menunjukan pengaruh yang berbanding terbalik dari tahun ke tahun selama tahun analisis. Berdasarkan Gambar 5.1 dan Gambar 5.2, perkembangan harga ekspor kopi menunjukan perkembangan yang terus menurun sedangkan perkembangan nilai tukar menunjukan perkembangan yang terus meningkat. Pada saat terjadi devaluasi Rupiah, harga kopi Indonesia menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga kopi negara lain, daya saing kopi Indonesia meningkat. Akan tetapi harga ekspor kopi Indonesia yang terbentuk mengalami penurunan, sehingga menjadi tidak menarik bagi para eksportir kopi untuk meningkatkan penawaran ekspor kopi. Oleh karena itu perubahan harga ekspor kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia.
73
Perkem bangan Harga Ekspor Riil 35.00 30.00 25.00 20.00
Harga Ekspor Riil
15.00 10.00 5.00 2003
2000
1997
1994
1991
1988
1985
1982
1979
1976
0.00
Tahun
Gambar 5.1. Perkembangan Harga Ekspor Riil Kopi Indonesia Tahun 1976-2005 Sumber : Lampiran 1 Perkem bangan Nilai Tukar Riil 5000.00 4000.00 3000.00 Nilai Tukar Riil 2000.00 1000.00
19 76 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 20 00 20 03
0.00
Tahun
Gambar 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia Tahun 1976-2005 Sumber : Lampiran 1
5.2.3. Error Correction Model (ECM) ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika error correction term (ECT). Estimasi ECM untuk permintaan ekspor kopi Indonesia dilakukan dengan merestriksi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor kopi Indonesia. Sebelumnya dilakukan uji diagnostik model terlebih dahulu.
74
5.2.3.1. Uji Diagnostik Model Uji kebaikan model ECM bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya masalah-masalah asumsi klasik, seperti heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas. Uji ekonometrika menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengindikasikan adanya masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi, karena nilai probability Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α = 10). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7 dimana nilai probability Obs*Rsquared untuk pengujian heteroskedastisitas adalah sebesar 0,9545 dan 0,5134 (ARCH LM test dan White Heteroskedasticity test), dan untuk pengujian autokorelasi nilainya sebesar 0,3870. Tabel 5.7. Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi ARCH LM Test : 0,0030 F-statistic Probability 0,0033 Obs*R-squared Probability White Heteroskedasticity Test : 0,7893 F-statistic 17,1416 Obs*R-squared
0,9566 0,9545
Probability Probability
0,6814 0,5134
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: 0,5879 Probability F-statistic 1,8985 Probability Obs*R-squared
0,5671 0,3870
Sumber : Lampiran 8 dan Lampiran 9
Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal. Hal ini dapat dilihat dengan nilai probabilitas JarqueBera sebesar 0,7804 yang lebih besar dari 10 persen (Gambar 5.2).
75
7 Series: Residuals Sample 1978 2005 Observations 28
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2 1
Jarque-Bera Probability
0 -0.1
0.0
-0.002233 0.013058 0.170299 -0.164240 0.085973 -0.170941 2.444964 0.495773 0.780448
0.1
Gambar 5.3. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model untuk Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Sumber : Lampiran 10
Berdasarkan uji diagnostik di atas dapat disimpulkan bahwa model ECM ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi dan menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal. Model tersebut dapat dinyatakan terbebas dari masalah asumsi klasik dan estimasi model dapat dinyatakan valid. 5.2.3.2. Estimasi Model Tabel 5.8. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Terhadap Variabel yang Signifikan Variabel Koefisien Prob. DLNQ 0,7929 0,0313 DLNCK -0,1402 0,0000 DLNHD -0,1871 0,2689 DLNHD(-1) 0,3133 0,0432 DLNHX -0,0512 0,4803 DLNHX(-1) -0,1288 0,0346 DLNERT 0,0801 0,5175 D1 -0,1325 0,0958 D2 0,0239 0,4838 ECT(-1) -0,7536 0,0034 Sumber : Lampiran 7 Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Hasil ECM yang terbaik dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 (Lampiran 7). Berdasarkan persamaan jangka pendek tersebut dapat diketahui
76
bahwa variabel produksi kopi, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi 1 tahun sebelumnya, harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya dan dummy krisis ekonomi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ekspor kopi Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Produksi kopi mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara negatif dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan apabila terjadi perubahan produksi kopi baik meningkat maupun menurun akan mempengaruhi jumlah kopi yang dapat ditawarkan untuk ekspor. Apabila produksi kopi meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menyebabkan peningkatan penawaran ekspor kopi sebesar 0,7929 persen. Konsumsi domestik mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara negatif dalam jangka pendek. Hal ini terjadi karena apabila terjadi peningkatan konsumsi domestik kopi maka volume kopi yang dapat diekspor akan menurun. Jika konsumsi domestik meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menyebabkan penurunan penawaran ekspor kopi sebesar 0,1402 persen. Harga domestik kopi 1 tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Hal tersebut dikarenakan apabila terjadi perubahan harga domestik seperti peningkatan harga maka para pelaku pasar memiliki harapan kondisi perdagangan kopi di dalam negeri dan luar negeri sedang baik, sehingga selain meningkatkan penawaran kopi di pasar dalam negeri para pelaku pasar juga meningkatkan penawaran ekspor kopi. Jika terjadi peningkatan harga domestik kopi 1 tahun sebelumnya sebesar 1 persen, ceteris
77
paribus, maka akan meningkatkan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,3133 persen. Harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya memberikan pengaruh negatif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka pendek. Hal tersebut dikarenakan apabila terjadi perubahan harga domestik 1 tahun sebelumnya maka akan mempengaruhi daya saing kopi Indonesia. Misalkan terjadi peningkatan harga ekspor kopi pada 1 tahun sebelumnya, maka daya saing kopi Indonesia akan menurun dibandingkan kopi dari negara lain. Daya saing yang menurun menyebabkan perdagangan kopi Indonesia di pasar internasional menjadi menurun, dan menyebabkan para eksportir menurunkan ekspor kopi yang ditawarkan. Jika harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya naik sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menurunkan penawaran ekspor kopi indonesia sebesar 0,1288 persen. Variabel harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia pada jangka pendek. Harga domestik kopi berpengaruh tidak signifikan karena pengaruh variabel ini masih belum mencapai keseimbangan dalam jangka pendek. Selain itu, perubahan harga domestik dalam jangka pendek belum dapat memberikan respon terhadap penawaran ekspor kopi karena masih ada pertimbangan dari para pelaku pasar apabila ingin merubah perilaku terhadap penawaran ekspor apabila terjadi perubahan harga. Harga ekspor kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan karena perilaku antara kedua variabel menuju keseimbangan. Pada jangka panjang
78
dimana semua variabel mencapai keseimbangan, variabel harga ekspor kopi dan nilai tukar juga berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Hal ini terjadi karena perkembangan harga ekspor kopi dan nilai tukar saling menunjukan pengaruh yang berbanding terbalik dari tahun ke tahun selama tahun analisis. Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukan kedua variabel memiliki perilaku yang sama pada jangka panjang dan jangka pendek. Dummy krisis ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia, dan pengaruhnya negatif. Pada saat terjadi krisis ekonomi, penawaran ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,1325 persen. Hal tersebut dikarenakan terjadi shock nilai tukar sehingga menurunkan hampir semua ekspor komoditas Indonesia. Dummy
kebijakan
penghapusan
kuota
ekspor
kopi
internasional
berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Kebijakan penghapusan kuota tersebut berpengaruh tidak signifikan karena pada saat kuota berlaku rata-rata volume ekspor kopi Indonesia lebih besar dibandingkan saat kuota dihapus pada periode sebelumnya. Pada saat kuota dihapus kembali rata-rata volume ekspor juga lebih besar dibandingkan periode sebelumnya saat kuota berlaku (Tabel 5.2), sehingga pengaruh kebijakan penghapusan kuota ekspor menjadi tidak signifikan. Nilai koefisien error correction term (ECT) sebesar -0,7536 menunjukkan bahwa disekuilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 0,7536 persen. Error correction term menunjukkan seberapa cepat ekuilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kebijakan ekspor kopi dalam negeri yang ada dan pernah ada yaitu kebijakan eksportir kopi terdaftar, kebijakan pengawasan kualitas seperti Certificate of Quality dan SNI, dan kebijakan pelaksanaan ekspor. Kebijakan ekspor kopi luar negeri yang ada dan pernah ada yaitu kebijakan kuota ekspor kopi dari ICO, kebijakan retensi stok dari ACPC, dan kebijakan mengenai keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan. Perkembangan ekspor kopi Indonesia pada tahun berlaku kebijakan menunjukkan fluktuasi baik dalam volume, nilai, maupun harga ekspor kopi Indonesia. 2. Penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang secara signifikan dipengaruhi oleh produksi kopi dan pengaruhnya positif. Sedangkan konsumsi domestik kopi dan harga domestik kopi mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara signifikan dan pengaruhnya negatif. Harga ekspor kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka pendek secara signifikan dipengaruhi oleh produksi kopi dan harga domestik kopi 1 tahun sebelumnya dan pengaruhnya positif. Sedangkan konsumsi domestik kopi, harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya dan dummy krisis ekonomi mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara
80
signifikan dan pengaruhnya negatif. Dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor berpengaruh tidak signifikan.
6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan rekomendasi berupa saran dalam upaya untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia. 1. Negara-negara importir utama kopi Indonesia saat ini sudah sangat ketat dalam memberlakukan kebijakan yang menyangkut keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan, oleh karena itu pemerintah melalui asosiasi yaitu AEKI dapat memberikan penyuluhan rutin kepada para petani di wilayahwilayah yang berbeda untuk mengurangi penggunaan pestisida dan bahan kimia dalam penanaman kopi. Selain itu akan lebih baik apabila pemerintah dapat membuat suatu kebijakan baru yaitu mengenai kriteria mutu kopi dengan ambang batas tertentu terkait dengan pestisida dan bahan-bahan kimia, dan dapat dimasukkan dalam revisi SNI. 2. Produksi kopi merupakan salah satu variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia, akan tetapi produktivitas kopi Indonesia masih belum optimal. Oleh karena itu pemerintah dan pihak terkait yaitu AEKI dapat melakukan pengelolaan ulang tanah seperti pemupukan dan melakukan regenerasi tanaman kopi agar produksi kopi dapat meningkat. 3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia, karena fluktuasi harga ekspor kopi sangat mempengaruhi nilai ekspor yang diperoleh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia). 2006. Statistik Kopi 2003-2005. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Indeks Harga Konsumen 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ___________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Konsumen 2000-2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ___________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Konsumen 1983-1999. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ___________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Konsumen 1976-1983. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Indeks Harga Perdagangan Besar 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Perdagangan Besar 20002004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Perdagangan Besar 19831999. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Perdagangan Besar 19761983. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. Beberapa Edisi. Statistik Ekspor Indonesia 2002-2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Departemen Perdagangan. 2006. Indonesian Foreign Trade In Brief. Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Jakarta. Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2006. Statistik Perkebunan Kopi Indonesia. Ditjenbun, Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Junaidi, M. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
82
Lindert, P.H. dan C. P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Erlangga, Jakarta. Lipsey R. G, P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta. Lipsey R. G, P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta. Lubis, S. N. 2002. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Kopi Indonesia Dan Perdagangan Kopi Dunia [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mahisya, F. E. 2004. Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muda, A. K. 2003. Kamus Lengkap Ekonomi. Gita Media Press, Jakarta. Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional. BPFE, Yogyakarta. Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro Dan Makro. Ghalia, Jakarta. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga, Jakarta. Sambudi, S. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia. [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sunarni, Y. D. 2002. Analisis Industri Dan Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Kopi Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suryono, D. 1991. Analisis Perdagangan Kopi Indonesia Di Pasaran Dalam Negeri Dan Internasional [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thomas, R. L. 1996. Modern Econometrics. Addison-Wesley, England. Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.