ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR TEH INDONESIA
Oleh : Mirwan Junaidi A14301026
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN MIRWAN JUNAIDI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia (di bawah bimbingan IMAN SUGEMA) Tanaman teh merupakan salah satu komoditas pertanian subsektor perkebunan yang diusahakan secara komersial di Indonesia sejak tahun 1800-an. Komoditas teh memiliki peranan yang besar dalam menghasilkan devisa bagi Indonesia melalui ekspor ke luar negri. Pada tahun 2003, komoditas teh berperan sebesar 3,63 persen terhadap nilai total ekspor pertanian. Dibandingkan dengan ekspor hasil pertanian lainnya teh merupakan komoditas ekspor yang menonjol disamping komoditas udang, kopi, kakao, ikan, dan rempah-rempah. Di samping itu semua kegiatan yang berhubungan dengan produksi teh merupakan bidang usaha yang memberikan kesempatan kerja yang luas bagi penduduk Indonesia. Ekspor teh Indonesia ditujukan kepada 35 negara dengan negara tujuan utama yang disebut pasar tradisional yaitu Pakistan, Amerika Serikat, dan Inggris. Pangsa pasar ekspor teh Indonesia pada tahun 2002 Indonesia sebesar 7,2 persen dan menempati peringkat kelima setelah Kenya sebesar 18,5 persen, Srilangka sebesar 17,9 persen, Cina sebesar 18,5 persen, dan India sebesar 20,7 persen (ITC, 2002). Pasar ekspor teh masih terbuka, hal ini dapat dilihat dari kurangnya pasokan teh dunia yang menyebabkan excess demand sebesar 13.000 ton per tahun bahkan dalam tahun-tahun berikutnya permintaan dunia terhadap teh dapat meningkat dan harus dibarengi dengan peningkatan penawaran ekspor dari negara-negara produsen teh. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan penawaran ekspor teh ke pasar dunia. Penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan produksi dan ekspor komoditas teh Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder time series dari tahu 1979 sampai dengan tahun 2002. Metode analisis yang digunakan adalah metode Error Correction Model (ECM). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan ECM karena pendekatan ini dapat memberikan makna yang lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independen terhadap dependen dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang (Juliantono, 2003). Adapun variabel yang diduga mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia adalah produksi domestik (Qt), harga domestik riil (PDt), harga ekspor riil (PXt), nilai tukar riil rupiah terhadap dollar A.S (ERt), kondisi perekonomian pra krisis dan pasca krisis sebagai dummy (Dt), dan penawaran ekspor tahun sebelumnya (Xt-1). Volume ekspor komoditas teh Indonesia berfluktuasi. Hal ini dapat dijelaskan dengan membagi dua periode yaitu masa pra krisis dan pasca krisis. Pada masa pra krisis tahun 1979-1996 volume ekspor teh cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,32 persen dengan pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 1979-1980 sebesar 39,43 persen. Sedangkan pada masa pasca krisis tahun 1997-2002 volume ekspor teh juga cenderung meningkat yaitu sebesar 2,35 persen dengan pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 1998-1999
yaitu sebesar 46,50 persen. Produksi teh rata-rata meningkat sebesar 2,72 persen per tahun, namun terdapat pula penurunan yang cukup besar tahun 1979-2002 yaitu pada tahun 1981-1982 sebesar 15,03 persen dan tahun 1993-1994 sebesar 17,08 persen. Penurunan produksi ini disebabkan berkurangnya luas tanaman menghasilkan dan meningkatnya luas lahan tanaman yang rusak. Pola data harga domestik menunjukan kecenderungan meningkat per tahun. Harga domestik tertinggi dicapai pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp 7.096/Kg, sedangkan harga terendah terjadi pada tahun 1979 sebesar Rp 683/Kg. Pada tahun 1985-1998 terjadi pertumbuhan yang relatif kecil yaitu sebesar 3,55 persen, sedangkan pada akhir periode antara tahun 1998-2002 terjadi peningkatan harga yang relatif besar yaitu 41,63 persen. Hal ini disebabkan faktor krisis ekonomi yang berpengaruh terhadap kenaikan harga teh domestik. Harga ekspor mengalami penurunan yang besar pada tahun 1985 yaitu sebesar 37,40 persen. Selanjutnya sejak tahun 1986 hingga 2002, fluktuasi harga ekspor lebih kecil daripada tahun-tahun sebelumnnya. Hingga akhir tahun 2002 harga terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 0,979 US$/Kg. Turunnya harga ekspor lebih disebabkan mutu teh Indonesia yang terus menurun dan adanya negara pesaing yang menawarkan komoditas teh yang lebih baik mutunya. Dari dugaan regresi yang dihasilkan ECM, variabel bebas jangka pendek yang berpengaruh secara nyata pada á = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan penawaran ekspor tahun sebelumnya, pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan dummy. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam mengekspor teh pihak pengekspor akan melihat volume ekspor tahun sebelumnya. Jika volume ekspor tahun sebelumnya menunjukkan jumlah yang ditawarkan tidak memenuhi permintaan maka volume ekspor pada tahun selanjutnya akan ditingkatkan. Peningkatan nilai tukar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume penawaran ekspor teh Indonesia. Produsen teh dalam negri akan meningkatkan volume ekspor teh karena berupaya memenuhi permintaan yang meningkat yang merupakan respon dari harga yang dirasakan lebih murah di pasar dunia akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S. variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif pada masa pasca krisis oleh pertumbuhan volume ekspor teh, yang berarti pada masa pasca krisis volume ekspor teh menurun dibandingkan dengan masa pra krisis. Dari dugaan regresi yang dihasilkan ECM, variabel bebas jangka panjang yang berpengaruh secara nyata pada á = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan dummy. Volume ekspor teh dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak responsif terhadap seluruh variabel bebas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Volume penawaran ekspor teh perlu ditingkatkan agar dapat meningkatkan volume ekspor teh pada tahun selanjutnya. Perlu dijaga kontinuitas produksi teh dan peningkatan produksi guna meningkatkan volume penawaran ekspor teh sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Diperlukan upaya menjaga kontinuitas dan meningkatkan mutu komoditas teh sehingga dapat bersaing dengan komoditas teh negara lain. Diperlukan upaya penguatan nilai tukar dengan menjaga kondisi ekonomi makro Indonesia tetap kondusif agar para produsen dan eksportir tidak ragu-ragu dalam meningkatkan ekspor teh.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR TEH INDONESIA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Mirwan Junaidi A14301026
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul Nama NRP
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia : Mirwan Junaidi : A14301026
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Iman Sugema, Mec, PhD NIP. 131 846 870
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus : 16 September 2005
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR
TEH
INDONESIA”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2005
Mirwan Junaidi A14301026
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 29 Agustus 1983. Penulis merupakan anak keenam dari 12 bersaudara pasangan Ahmad Junaidi dan Sutini. Penulis mengawali pendidikan di TK Nurul Huda Jakarta Selatan tahun 1987, kemudian dilanjutkan dengan mengenyam pendidikan di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Fatahillah Jakarta Selatan tahun 1989. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di MTs (Madrasah Tsanawiyah) Fatahillah Jakarta Selatan. Setelah selesai pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Terpadu Hayatan Thayyibah Sukabumi Jawa Barat dan selesai pada tahun 2001. Setamat dari SMU, penulis diterima di IPB Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya melalui jalur USMI tahun 2001. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi diantaranya pengurus BEM Fakultas Pertanian periode 2002-2003 dan pengurus Keluarga Muslim Sosek periode 2003-2004. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum dan Ekonomi Dasar pada tahun 2004-2005.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia serta rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga semua langkah dan usaha dalam pembuatan skripsi ini bernilai ibadah, demikian juga bagi semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas. Penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi dalam upaya peningkatan ekspor teh Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi dari awal hingga akhir. Semoga karya ini dapat berguna bagi kemajuan penelitian dan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2005
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Langkah demi langkah telah dilewati penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Hal ini tidak mungkin terwujud tanpa motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Kata terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus. Tetapi hanya beberapa yang penulis torehkan di lembaran ini sebagai perwakilan. 1. Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan kenikmatan yang tak terhingga dan kesehatan yang tak ternilai harganya sehingga penulis mampu meyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. 2. Terima kasih kepada kedua orang tuaku dan seluruh keluargaku yang telah memberikan spirit baik materi maupun moril. 3. Kepada dosen pembimbing, Pak Iman Sugema, terima kasih atas kesabaran dalam bimbingannya. 4. Kepada dosen penguji utama sekaligus sebagai pembimbing akademik Pak Hermanto Siregar dan kepada dosen penguji komdik Bu Sahara, terima kasih atas kritik membangunnya dan masukan terhadap semua isi skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi sebuah karya ilmiah. 5. Kawan-kawan seperjuangan di Program Studi EPS angkatan 2001 (38) : Oliv, Kiki, Topo, Rahma, Erwin, Mary, Reinhard, Fikri, Reren, Mas Noor, Ani, Indah, Mimil, Benil, Sigit, Arni, Wahid, Brata, Suhe, Eyi, Hepi, Niha, Manris, Dona, Yana, Ahmad, Eha, Pipit, Dita, Irwan, Yulia, Rina Mulyani, Marganda, Royan, Willi, Sofri, Fina, Deni, Caca, Dina K, Wina, Natalia,
Wulan, Dewi Gustiani, Rina Marlina, Oca, Rini, Desy, Demut, Ali, Tita, Yari, Anis, Rudi, Devi, Fany, Jajang, Ajeng, Runi, Aliyah, Sitkom, Rena, Zaqie, Rina Maryana, Rimpun, Tripus, Atti, Ayu, Tika, Euis, Hasniah, Adhi, Krustin, Dwi Ratna, Azmi, Riana Dewi, Tulus, Joko, Nana, Anggi, Trisetyadi, Raidayani, dan kawan-kawan lain di SOSEK dan jurusan lain yang belum sempat disebutkan disini karena keterbatasan tempat, terima kasih atas persahabatan yang selama ini dibangun. Mudah-mudahan persahabatan ini akan tidak lekang dimakan zaman. 6. Kawan-kawanku di kost delapan, mas Nur, Ahmad, Joko, Fajar, Encep, Anto, Hadi, PPM AlInayah 1, dan kost Rajawali Balio, terima kasih atas kekeluargaan dan persahabatannya. 7. Teman-teman KKP di Cianjur Selatan, Kecamatan Sukanegara, Desa Ciguha. Dika, Saras, Sinta, dan Tri. Ternyata KKP yang penuh dengan kebun teh memberiku inspirasi judul skripsi tentang ekspor teh. 8. Kawan-kawan yang memiliki gold voice, tim nasyid Azzam, tim Nasyid Percik, tim nasyid Na’am, dan BNC. Terima kasih atas kekompakan yang selama ini dibangun. 9. Semua pihak yang belum disebutkan disini, namun lebih karena keterbatasan tempat. Sejuta kata terima kasih mungkin tidak cukup untuk meyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
Teks
Halaman
KATA PENGANTAR
i
UCAPAN TERIMA KASIH
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
I. PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Perumusan Masalah
3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Penelitian Terdahulu
6
III. KERANGKA PEMIKIRAN
11
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
11
3.1.1 Teori Perdagangan Internasional
11
3.1.2 Teori Penawaran Ekspor
14
3.1.3 Teori Nilai Tukar
18
3.1.4 Error Correction Model (ECM)
20
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
22
3.4 Hipotesis
24
VI. METODE PENELITIAN
25
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
25
4.2 Jenis dan Sumber Data
25
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data
25
4.4 Perumusan Error Correction Model (ECM)
26
4.5 Model Ekspor Komoditi Teh Indonesia
27
4.6 Estimasi Model
30
4.7 Definisi Operasional
32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Indonesia
34 34
5.1.1 Data Volume Ekspor Teh Indonesia
34
5.1.2 Data Produksi Teh Indonesia
35
5.1.3 Data Harga Domestik Teh Indonesia
36
5.1.4 Data Harga Ekspor Teh Indonesia
36
5.1.5 Data Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar A.S.
37
5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia
38
5.2.1 Uji Kestasioneran Data
38
5.2.2 Uji Kebaikan Model
41
5.2.3 Analisis Persamaan Volume Ekspor Teh Indonesia
42
5.2.4 Pengaruh Variabel Bebas Jangka Pendek Terhadap Volume Penawaran Ekspor Teh
44
5.2.5 Pengaruh Variabel Bebas Jangka Panjang Terhadap Volume Penawaran Ekspor Teh
48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
52
6.1 Kesimpulan
52
6.2 Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
54
LAMPIRAN
55
DAFTAR TABEL
No
Teks
Halaman
Tabel 1. Uji Statistik Kestasioneran Data
39
Tabel 2. Tabel Diagnostic Test
42
Tabel 3. Matriks Korelasi antar Peubah-Peubah Bebas pada Model Penawaran Ekspor Teh Indonesia
43
Tabel 4. Pengaruh Jangka Pendek tiap Variabel yang terbentuk dan Parameter ECM dalam Persamaan ECM
44
Tabel 5. Pengaruh Jangka Panjang tiap Variabel yang Terbentuk dalam Persamaan ECM
48
DAFTAR GAMBAR No
Teks
Halaman
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional
15
Gambar 2. Pengaruh nilai tukar mata uang terhadap harga dan volume perdagangan
19
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
23
Gambar 4. Grafik Volume Ekspor Teh Indonesia Tahun 1979-2002
34
Gambar 5. Grafik Produksi Teh Indonesia Tahun 1979-2002
35
Gambar 6. Grafik Harga Domestik Teh Indonesia Tahun 1979-2002
36
Gambar 7. Grafik Harga Ekspor Teh Indonesia Tahun 1979-2002
37
Gambar 8. Grafik Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar US Tahun 1979-2002
38
DAFTAR LAMIPRAN No
Teks
Halaman
Lampiran 1. Uji Statistik Kestasioneran Volume Ekspor Teh sebelum diferensiasi
55
Lampiran 2. Uji Statistik Kestasioneran Produksi Teh sebelum diferensiasi 56 Lampiran 3. Uji Statistik Kestasioneran Harga Domestik Teh sebelum diferensiasi
57
Lampiran 4. Uji Statistik Kestasioneran Harga Ekspor Teh sebelum diferensiasi
58
Lampiran 5. Uji Statistik Kestasioneran Nilai Tukar sebelum diferensiasi
59
Lampiran 6. Uji Statistik Variabel Dummy sebelum diferensiasi
60
Lampiran 7. Uji Statistik Kestasioneran Volume Ekspor Teh setelah Diferensiasi
61
Lampiran 8. Uji Statistik Kestasioneran Produksi Teh setelah Diferensiasi
62
Lampiran 9. Uji Statistik Kestasioneran Harga Domestik Teh setelah Diferensiasi
63
Lampiran 10. Uji Statistik Kestasioneran Harga Ekspor Teh setelah Diferensiasi
64
Lampiran 11. Uji Statistik Kestasioneran Nilai Tukar setelah Diferensiasi
65
Lampiran 12. Uji Statistik Kestasioneran Variabel Dummy setelah Diferensiasi
66
Lampiran 13. Estimasi ARDL
67
Lampiran 14. Estimasi Persamaan ECM
68
Lampiran 15. Koefisien Jangka Panjang dengan Pendekatan ARDL
69
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Secara keseluruhan, sektor pertanian merupakan sektor yang
sangat
penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 mencapai Rp 313,73 trilyun atau 15,03 persen dari PDB nasional. Selain itu, dari total ekspor sektor pertanian pada tahun 2003 mencapai 2526,20 juta US$ (BPS, 2003). Hal ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat keunggulan komparatif dan kompetitif perekonomian Indonesia lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumberdaya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal. Tanaman teh merupakan salah satu komoditas pertanian subsektor perkebunan yang diusahakan secara komersial di Indonesia sejak tahun 1800-an. Komoditas teh memiliki peranan yang besar dalam menghasilkan devisa bagi Indonesia melalui ekspor ke luar negri. Pada tahun 2003, komoditas teh berperan sebesar 3,63 persen terhadap nilai total ekspor pertanian. Bila dibandingkan dengan ekspor hasil pertanian lainnya teh merupakan komoditas ekspor yang menonjol disamping komoditas udang, kopi, kakao, ikan, dan rempah-rempah. Disamping itu semua kegiatan yang berhubungan dengan produksi teh merupakan bidang
usaha yang memberikan kesempatan kerja yang luas bagi penduduk
Indonesia.
Teh Indonesia sebagian besar diproduksi oleh perkebunan besar negara dengan pangsa produksi pada tahun 2001 sebesar 58 persen, sedangkan perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat masing-masing 20 persen dan 22 persen (BPS, 2001). Penguasaan produksi teh oleh perkebunan besar negara disebabkan luas areal yang dimiliki dan produktifitas tanaman teh paling besar. Di Indonesia, ada dua jenis teh utama yang diperdagangkan di dalam negeri maupun untuk ekspor, yaitu teh hitam dan teh hijau. Keduanya dihasilkan dari bagian tanaman yang sama namun dengan proses pengolahan yang berbeda. Teh hitam diolah dengan proses fermentasi yang cukup rumit sehingga jenis teh ini dihasilkan oleh perkebunan besar negara dan swasta, sedangkan teh hijau diolah tanpa proses fermentasi dan dihasilkan oleh perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Teh hitam merupakan jenis teh yang diproduksi Indonesia yang paling besar volume ekspornya dengan rata-rata peranannya sebesar 97,67 persen pertahun. Ekspor teh Indonesia ditujukan kepada 35 negara dengan negara tujuan utama yang disebut pasar tradisional yaitu Pakistan, Amerika Serikat, dan Inggris. Dilihat dari pangsa pasar ekspor teh Indonesia pada tahun 2002 Indonesia memiliki pangsa pasar ekspor sebesar 7,2 persen dan menempati peringkat kelima setelah Kenya sebesar 18,5 persen, Srilangka sebesar 17,9 persen, Cina sebesar 18,5 persen, dan India sebesar 20,7 persen (ITC, 2002). Perkembangan ekspor teh Indonesia berfluktuasi pada tiap tahunnya dan cenderung melemah pada pasar tradisional, oleh karena itu mulai dikembangkan pasar non tradisional seperti Jepang, Selandia Baru, Australia, dan negara-negara pecahan Uni Sovyet.
1.2 Perumusan Masalah Secara umum terdapat dua macam permasalahan pokok dalam peningkatan ekspor dan impor komoditas pertanian. Pertama berasal dari negara pengekspor yang berupa hambatan penawaran dan permintaan. Kedua berasal dari negara pengimpor yang berupa hambatan permintaan. Hambatan pada sisi penawaran yang paling penting adalah kekakuan struktural sistem produksi di negara produsen hasil pertanian, seperti terbatasnya sumber daya, iklim yang kurang menguntungkan, sistem kelembagaan yang kurang efektif dan adanya struktur sosial ekonomi yang tidak produktif. Ada lima faktor dalam hambatan dari sisi permintaan yang menghambat perluasan ekspor terutama bagi negara berkembang, yaitu: (a) permintaan hasil-hasil pertanian yang bersifat inelastis, (b) elastisitas pendapatan atas permintaan yang relatif rendah, (c) berkembangnya produk-produk substitusi, (d) tingkat pertumbuhan penduduk negara-negara maju (pengimpor) yang hampir mendekati nol, dan (e) adanya proteksi dari negaranegara pengimpor (Todaro, 1983). Ekspor komoditas teh merupakan bagian penting dalam menghasilkan devisa negara, oleh karena itu perlu diteliti bagaimana upaya untuk meningkatkan volume ekspor dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi nilai penawaran ekspor teh Indonesia. Pasar ekspor teh masih sangat terbuka, hal ini dapat dilihat dari kurangnya pasokan teh dunia yang menyebabkan excess demand sebesar 13000 ton per tahun bahkan dalam tahun-tahun berikutnya permintaan dunia terhadap teh dapat meningkat dan harus dibarengi dengan peningkatan penawaran ekspor dari negara-negara produsen teh. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan penawaran ekspor teh ke pasar dunia.
Upaya untuk meningkatkan penawaran ekspor teh Indonesia mengalami kendala baik dari faktor internal maupun eksternal. Dilihat dari faktor internal, produksi teh Indonesia merupakan kendala utama baik dari segi kuantitas maupun kualitas atau mutu. Kualitas teh Indonesia di pasar dunia cenderung merosot karena negara-negara pesaing menawarkan teh dengan kualitas baik dan harga yang relatif murah sehingga di pasar dunia terjadi persaingan mutu dan harga yang menyebabkan harga teh Indonesia cenderung menurun, hal ini dapat berimplikasi berkurangnya minat produsen teh dalam negri untuk meningkatkan volume ekspor. Dilihat dari faktor eksternal, pengambilalihan pasar ekspor teh Indonesia oleh negara-negara pesaing menyebabkan turunnya pangsa pasar ekspor teh Indonesia. Pada tahun 2002, pangsa pasar ekspor teh Indonesia di negara Maroko sebagian telah diambil alih oleh Cina karena volume ekspor teh Cina ditingkatkan menjadi 37000 ton/tahun sedangkan Indonesia mengekspor teh sebesar 4500 ton/tahun. Berdasarkan identifikasi yang dikemukakan di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan produksi dan penawaran ekspor teh Indonesia? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor komoditas teh Indonesia?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis perkembangan produksi dan ekspor komoditas teh Indonesia 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditas teh Indonesia Kegunaan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan. a. Bagi penulis, hasil ini bermanfaat untuk melatih kemampuan analisa dalam memecahkan permasalahan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh selama kuliah. b. Bagi mahasiswa dan perguruan tinggi, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan sebagai bahan rujukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya. c. Bagi pelaku perdagangan dan pemerintah, hasil penelitian bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor teh sehingga dapat diambil langkah-langkah strategis untuk mengembangkan ekspor dan menghadapi persaingan yang ada.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai teh Indonesia sebagian besar menekankan peranan komoditas teh sebagai komoditas ekspor. Diantaranya adalah Sulaeman (1985) yang meneliti tentang penawaran ekspor teh, harga ekspor teh, volume ekspor teh Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor teh Indonesia dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S, harga ekspor, harga domestik, harga di pasar London, GDP Indonesia, GDP Amerika Serikat, dan GDP Inggris. Harga ekspor teh dipengaruhi secara positif oleh harga teh di pasar New York, harga di pasar London, dan dipengaruhi secara negatif oleh harga teh dan penawaran teh India. Ekspor teh dipengaruhi positif oleh harga lelang di Jakarta, GDP Indonesia dan Inggris dan dipengaruhi secara negatif oleh harga teh domestik dan ekspor teh India. Dalam penelitian yang dilakukan Hanani (1986) tentang permintaan dan penawaran teh Indonesia di pasar domestik dan internasional, menunjukkan bahwa penawaran teh hitam Indonesia dipengaruhi secara positif oleh harga teh dan harga input berupa pucuk. Permintaan teh domestik dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, harga domestik, dan harga kopi. Ekspor teh hitam dipengaruhi oleh penawaran tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah, tetapi tidak dipengaruhi oleh harga teh. Penawaran teh hijau dipengaruhi oleh penawaran tahun sebelumnya tetapi tidak dipengaruhi harga teh pada tahun yang bersangkutan. Permintaan teh hijau domestik dipengaruhi oleh harga domestik, tetapi tidak elastis. Penelitian ini
juga menyatakan bahwa di pasar internasional, teh Indonesia bersaing dengan teh Tanzania, bersifat independen terhadap teh India, Srilangka dan Kenya. Selain itu, teh Indonesia memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan teh dari Mozambik dan Uganda. Penelitian tentang penawaran ekspor teh yang lain juga dilakukan oleh Suhalis (1991) yang meneliti tentang penawaran ekspor teh hitam dan permintaan impor teh hitam dunia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa volume ekspor teh hitam pada tahun sebelumnya tidak mempengaruhi volume eskpor tahun berikutnya dan penawaran produk ini bersifat inelastis yang berarti perubahan harga ekspor teh hitam Indonesia tidak responsif terhadap jumlah penawaran ekspor teh hitam. Namun perilaku eksportir Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan harga yang terjadi pada tahun sebelumnya. Permintaan impor teh hitam terhadap harga teh hitam juga bersifat inelastis dan permintaan impor teh hitam terhadap harga kopi bersifat inelastis. Irawati (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor teh hitam Indonesia di pasar internasional berbeda-beda menurut negara tujuan utama, diantaranya ekspor ke Pakistan dipengaruhi secara nyata oleh harga ekspor, harga domestik, dan nilai tukar, sedangkan dua negara lainnya yaitu Amerika Serikat dan Inggris dipengaruhi secara nyata oleh harga domestik dan nilai tukar. Saran yang diberikan dari penelitian ini adalah perlu adanya upaya pengembangan pasar domestik yang diharapkan dapat menyerap produksi domestik apabila pasar internasional mengalami gangguan.
Penelitian dengan menggunakan pendekatan ECM (Error Correction Model) dilakukan oleh Putro (2004) yang meneliti tentang trend produksi dan trend ekspor teh hitam yang diproduksi PTPN VIII, selain itu juga diteliti faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor teh hitam. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa trend produksi dan trend ekspor teh hitam PTPN VIII adalah menurun karena banyaknya tanaman yang sudah tua dan adanya tuntutan peningkatan kualitas petik pucuk teh. Harga ekspor teh hitam menunjukkan trend yang meningkat meskipun terdapat penurunan pada bulan-bulan tertentu. Harga domestik juga menunjukkan trend yang meningkat karena menigkatnya permintaan teh oleh perusahaan pengolah teh siap saji. Ekspor teh hitam PTPN VIII dipengaruhi secara nyata oleh harga ekspor dan harga ekspor bulan sebelumnya. Dilihat dari respon masing-masing variabel independen, dalam jangka pendek volume ekspor teh hitam tidak responsif terhadap perubahan harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar. Dalam jangka panjang volume ekspor teh hitam responsif terhadap harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya dan volume ekspor bulan sebelumnya. Dalam beberapa jurnal internasional terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dan impor suatu komoditas pertanian di suatu negara. Penelitian yang dilakukan oleh Venkatram (1999) dalam penelitian yang berjudul “Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffee Market” menyatakan bahwa elastisitas harga dari permintaan kopi India secara umum rendah, dimana elastisitas harga pada jangka pendek lebih rendah dari pada jangka panjang. Faktor non harga seperti peningkatan
standar mutu dan promosi yang dilakukan secara gencar serta promosi merek mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan permintaan kopi pada pasar domestik maupun pasar ekspor, sedangkan faktor harga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan permintaan. Wilson (2002) dalam jurnalnya yang berjudul “Determinants of Manufactured Exports in Kenya: A Contegration Analysis” mengemukakan bahwa faktor yang menentukan ekspor Kenya adalah harga domestik produk pada tahun sebelumnya, harga ekspor tahun sebelumnya, dan teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor adalah harga ekspor tahun sebelumnya, harga domestik tahun sebelumnya, nilai tukar mata uang terhadap US$, dan pendapatan perkapita penduduk negara tujuan pada tahun sebelumnya. Dalam penelitian-penelitian terdahulu tentang penawaran ekspor teh dapat diidentifikasi bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi ekspor teh. Faktor-faktor yang secara dominan mempengaruhi penawaran ekspor komoditas teh adalah harga domestik, harga ekspor dan nilai tukar rupiah terhadap US$ dan volume ekspor periode sebelumnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan digunakan faktor-faktor tersebut dan ditambah dengan faktor produksi domestik dan variabel dummy berupa kondisi pra krisis dan pasca krisis untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor komoditas teh. Selain itu terlihat jelas, bahwa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan model ECM masih terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan ECM yang merupakan pendekatan analisis yang baik untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan dependen
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain itu, pendekatan Error
Correction
Model
(ECM)
mampu
menggambarkan
hubungan
ketidakseimbangan menuju keseimbangan melalui proses penyesuaian dan mengurangi masalah multikolinieritas, yang sebetulnya banyak ditemukan pada metode yang biasa digunakan seperti Ordinary Least Square (OLS).
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara, serta bagaimana efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara. Di samping itu, perdagangan internasional juga menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997). Dalam teori perdagangan internasional, Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore, 1997). Dalam kegiatan ekspor suatu komoditas, Kindleberger (1977) menyatakan bahwa secara teoritis, volume ekspor suatu komoditas tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas
substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik langsung maupun tidak langsung. Mekanisme perdagangan internasional antar dua negara atau lebih dapat digambarkan dengan kondisi sebagai berikut : suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditas (misal teh) ke negara lain (misalnya negara B) jika harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih murah dibandingkan dengan harga domestik di negara B (gambar 1). Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dari pada konsumsi domestiknya sehingga di negara A terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi) dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar dari pada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditas teh dari negara lain yang harganya relatif murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
P
P
P
SA
S*
SB
……………a…………… PB ……………………………………………………………………………………………………………………………... ………x……… P* ……………………………………………………………………………………………………………………………... ………m…… PA ……………………………………………………………………………………………………………………………… DA D* ..…………b…………… DB 0 QA1 QA QA2 0 Q* 0 QB1 QB QB2 Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional Sumber : Gonarsyah, 1987 Keterangan : PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasionalaku OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional a : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional x : Jumlah komoditas yang diekspor oleh negara A PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional b : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional m : Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B P* : Harga keseimbangan di kedua negara setelah terjadi perdagangan internasional OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara
Gambar 1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka di negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar b. sedangkan jika harga internasional (P*) sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar a. dengan demikian, dari A dan B tersebut akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar internasional, dimana perpotongan antar kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. 3.1.2 Teori Penawaran Ekspor Penawaran suatu komoditas baik berupa barang maupun jasa adalah jumlah yang ditawarkan oleh produsen pada konsumen dalam suatu pasar dalam tingkat harga dan waktu tertentu. Penawaran mempengaruhi harga secara negatif, jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun karena jumlah komoditas yang ada lebih besar dari yang diinginkan oleh konsumen (Nicholson, 1995). faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran komoditas adalah harga komoditas tersebut, harga komoditas substitusi, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak, subsidi, dan harapan yang akan datang (Lipsey, 1995). 1. Harga komoditas yang bersangkutan Suatu teori dasar ekonomi menyatakan bahwa harga sejumlah komoditas mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, ceteris paribus. Hal ini karena peningkatan harga komoditas menyebabkan peningkatan keuntungan yang akan memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya. Jadi
peningkatan harga dari suatu komoditas akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditas tersebut. Dengan demikian perubahan harga suatu komoditas akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva penawaran. 2. Harga komoditas substitusi Perubahan harga pada komoditas substitusi akan mempengaruhi jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan. Peningkatan harga komoditas substitusi akan menyebabkan berkurangnya jumlah penawaran komoditas yang bersangkutan. 3. Harga faktor produksi Harga suatu faktor produksi merupakan harga yang harus dikeluarkan perusahaan. Dengan meningkatnya harga faktor produksi maka keuntungan yang diterima perusahaan akan berkurang. Hal ini akan berakibat perusahaan mengurangi produksinya. 4. Tingkat teknologi Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Jika perusahaan menggunakan teknologi baru, fungsi produksi akan bergeser ke atas yang berarti produksi meningkat dan kurva biaya akan bergeser ke bawah yang berarti biaya produksi berkurang. Keuntungan yang akan diperoleh menjadi lebih besar. 5. Pajak Pajak mempengaruhi penawaran secara negatif, jika pajak meningkat maka akan diikuti oleh penurunan penawaran. Pajak biasanya dikeluarkan dari kebijakan ekonomi pemerintah dalam suatu negara.
6. Subsidi Subsidi berupa insentif dan bantuan pemerintah yang dikeluarkan guna melindungi produsen atau konsumen. Kebijakan subsidi dapat mempengaruhi penawaran suatu komoditas. Bila subsidi diberikan untuk melindungi produsen maka penawaran dapat meningkat. 7. Harapan harga yang akan datang Untuk komoditas ekspor, penawaran komoditas bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negri dan luar negri. Apabila masih terdapat sisa yang belum terjual, maka sisa ini akan menjadi persediaan (stok) dan akan dijual pada tahun berikutnya. Untuk mengetahui bagaimana perubahan suatu variabel mempengaruhi variabel lain digunakan konsep elastisitas. Elastisitas penawaran adalah persentase perubahan Q (Quantity) yang ditawarkan sebagai reaksi terhadap persentase perubahan P (Price) yang bersaing. Penawaran bersifat elastis bila ES > 1, bersifat inelastis bila ES < 1, dan ES = 1 bila perubahan Q dan P tidak merubah total pengeluaran. Penawaran ekspor suatu negara adalah selisih antara produksi/penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St-1 dimana : Xt = Jumlah ekspor komoditas tahun t Qt = Jumlah produksi domestik tahun t Ct = Jumlah konsumsi domestik tahun t St-1 = Stok tahun sebelumnya (t-1)
Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor, maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct Untuk komoditas ekspor, penawaran komoditas bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negri dan luar negri. Apabila masih terdapat sisa yang belum terjual, maka sisa ini akan menjadi persediaan (stok) dan akan dijual pada tahun berikutnya. Jumlah produksi domestik pada tahun ke-t (Qt) ditentukan oleh : 1. Harga domestik tahun lalu (PDt-1) 2. Luas areal tanaman produktif (At) 3. Teknologi (Tt) Sehingga fungsi produksi suatu komoditas dapat dinyatakan sebagai berikut : Qt = f (PDt-1, At, Tt) Produksi yang dihasilkan sebagian akan dikonsumsi di dalam negri. Besarnya konsumsi (Ct) tergantung dari : 1. Harga domestik tahun ke-t (PDt) 2. Pendapatan perkapita (Yt) 3. Selera (St) Sehingga fungsi konsumsi dapat dinyatakan sebagai berikut : Ct = f (PDt, Yt, St) Di samping faktor-faktor dalam negri (internal), ekspor komoditas juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar negri (eksternal). Ada tiga faktor dari pasar internasional yang besar pengaruhnya terhadap ekspor suatu komoditas, yaitu :
1. Nilai tukar uang (ERt) 2. Harga ekspor komiditi tahun ke-t (PXt) 3. Harga barang substitusi di luar negri tahun ke-t (PSt) Sedangkan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor, maka perlu dimasukkan peubah lag yaitu volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1). Sehingga secara keseluruhan fungsi ekspor dapat dinyatakan sebagai berikut : Xt = f (PDt-1, At, Tt, PDt, Yt, St, ERt, PXt, Xt-1) 3.1.3 Teori Nilai Tukar Harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual disebut dengan nilai tukar (Lipsey et at, 1995). Pemerintah semakin menjadi peduli terhadap siapa yang mengontrol nilai mata uang mereka sejak depresiasi mata uang yang luar biasa pada tahun 1990-an mulai dari Asia hingga Eropa. Semenjak krisis ekonomi di mana nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS melemah dan berfluktuasi, menyebabkan penentuan nilai tukar perdagangan Indonesia tidak pasti. Oleh karena itu, pemerintah membuat suatu ketentuan di mana nilai tukar perdagangan diambil berdasarkan nilai tengah pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Kebijakan perdagangan antara negara pengekspor dan pengimpor dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang masing-masing negara. Penurunan atau peningkatan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Bertambah murah atau mahalnya komoditas ekspor tersebut di pasar internasional sangat ditentukan oleh nilai tukar mata uang tersebut. Hal ini dapat dijelaskan melalui kurva yang diturunkan dari perubahan nilai tukar yang ditunjukkan oleh gambar 2. Asumsi
dasarnya ialah pasar bagi jasa perkapalan bersaing secara sempurna dan pasar impor bagi produk yang diperdagangkan relatif kecil terhadap total sektor perdagangan, sehingga nilai tukar dipengaruhi oleh pengembangan pasar.
ERb
PbX
PbX
QaXS
PM
ERa
PaM
QbXS
PbM
QM
PaX QaX
QaM
QM
Qb M
QbX QX=Q=QM Qx
QX Gambar 2. Pengaruh nilai tukar mata uang terhadap harga dan volume perdagangan Sumber : Hasyim, 1999 Keterangan : ER = nilai tukar di Negara pengekspor PX = Tingkat harga di Negara pengekspor PM = Tingkat harga di Negara pengimpor QX = Jumlah produk di Negara pengekspor QM = Jumlah produk di Negara pengimpor
Pada gambar 2 terlihat bahwa dengan adanya perubahan nilai tukar dari ERa ke ERb akibat depresiasi di negara pengekspor, akan menyebabkan perubahan kurva excess supply negara pengekspor yaitu dari QaXS ke QbXS. Hal ini menyebabkan harga produk ekspor dinegara pengimpor menjadi lebih murah dari sebelum devaluasi yaitu PaM menjadi PbM, sehingga keseimbangan perdagangan baru di negara pengimpor berubah dari (PaM,QaM) menjadi (PbM,QbM) dan di negara pengekspor juga terjadi perubahan keseimbangan dari (PaX,QaX) menjadi (PbX,QbX). Dari uraian tersebut, dengan adanya perubahan mata uang (depresiasi) di negara pengekspor akan menyebabkan peningkatan volume ekspor dan perubahan penerimaan Negara. 3.1.4 Error Correction Model (ECM) Analisis time series terutama regresi merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan untuk meramalkan hubungan antara variabel, namun pada saat ini hasil yang diperoleh tidak dapat dipercaya sepenuhnya, karena muncul banyak regresi palsu. Nilai R2 yang tinggi sebenarnya tidak menunjukkan hubungan antar variabel akan tetapi lebih pada hubungan trend (Gujarati, 1998). Dalam meramalkan model ekonometrik yang baik kita harus mempertimbangkan maksud dari kemungkinan spesifikasi dinamis umum (Goldberg dalam Gujarati, 1998). Untuk pengembangan model yang baik adalah bahwa perkiraan model itu tepat dengan mempertimbangkan kondisi kepentingan dari analisis data (Choeryanto, 2003). Teknik modern dalam menganalisis data time series yang saat ini sering digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Konsep mengenai ECM diperkenalkan pertama kali oleh Sargan dalam Gujarati (1998) model ini
bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu, seperti yang banyak digunakan oleh peneliti terdahulu yang umumnya menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Dalam menggunakan ECM ada dua langkah yang harus dilakukan. Pertama, menguji kestasioneran data, adapun pengujian kestasioneran data pada penelitian ini adalah menggunakan uji Dickey-Fuller (DF) / Argumented DickeyFuller (ADF) dan uji Philips-Perron. Uji ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya unit root dari variabel yang akan dianalisis (Thomas, 1997). Langkah kedua adalah menggunkan hasil pengujian kestasioneran data ke dalam regresi, sehingga korelasi yang kita peroleh menggambarkan hubungan yang sebenarnya dari variabel-variabel yang diuji. Penggunaan ECM memiliki beberapa kelebihan antara lain seluruh komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi, menghindari terjadinya masalah trend dan regresi palsu (Spurious Regression). Selain itu dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang diinginkan dari model dan pemberian makna dari persamaan yang lebih sederhana. Artinya model ECM mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independen terhadap dependen dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Juliantono, 2003). Thomas (1997) menyatakan bahwa keuntungan lain menggambarkan
hubungan
dalam menggunakan model ini adalah dapat ketidakseimbangan
dan
mengurangi
masalah
multikolinieritas, yang sebetulnya banyak ditemukan pada metode yang biasa digunakan seperti Ordinary Least Square (OLS).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Teh merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia dari sektor pertanian, karena sebagian besar produksi teh Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Akan tetapi dari beberapa periode ekspor teh mengalami permasalahan yaitu fluktuatifnya produksi dan penawaran ekspor teh Indonesia ke pasar internasional. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan produksi dan ekspor teh Indonesia serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Tingkat ekspor itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel eksogeneous diantaranya adalah pendapatan negara tujuan ekspor, produksi domestik, tingkat harga ekspor, tingkat harga domestik, nilai tukar mata uang, volume ekspor tahun sebelumnya, FDI (Foreign Direct Investment) yang berorientasi ekspor, jumlah penduduk negara, selera, hambatan perdagangan baik yang berupa tarif maupun non tarif dan kualitas produk. Namun, dalam penelitian ini variabel yang akan dianalisis adalah produksi, harga ekspor, harga domestik, nilai tukar efektif, volume ekspor tahun sebelumnya, dan variabel dummy berupa kondisi perekonomian Indonesia pra krisis dan pasca krisis. Kerangka penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.
Komoditi teh Indonesia
Identifikasi pola data produksi dan ekspor tehpenawaran ekspor teh Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia: Produksi (Qt), harga ekspor komoditi riil teh (PXt), harga domestik riil (PDt), nilai tukar riil (ERt), volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1), dan variabel dummy (Dt) berupa kondisi pra krisis dan pasca krisis
Penyusunan model ECM untuk penawaran ekspor teh Indonesia
Faktor yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor teh Indonesia
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
3.3 Hipotesis 1. Penawaran ekspor komoditas teh Indonesia di pasar internasional dipengaruhi oleh produksi teh dalam negri (Qt) dan hubungan keduanya adalah positif, berarti jika terjadi kenaikan produksi teh maka volume ekspor akan meningkat. 2. Penawaran ekspor komoditas teh Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor komoditas teh (PXt) dan hubungan keduanya adalah positif, berarti jika terjadi kenaikan harga ekspor maka volume ekspor akan meningkat dan sebaliknya. 3. Penawaran ekspor komoditas teh Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik (PDt) dan berhubungan negatif, sehingga jika terjadi kenaikan harga domestik maka volume ekspor teh akan menurun dan sebaliknya. 4. Penawaran ekspor komoditas teh Indonesia dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (ERt) dan keduanya berhubungan positif, sehingga jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah maka volume ekspor akan meningkat. 5. Penawaran ekspor komoditas teh Indonesia dipengaruhi oleh volume ekspor teh tahun sebelumnya (Xt-1) dan mempunyai hubungan positif, berarti jika terjadi kenaikan lag volume ekspor maka penawaran ekspor akan meningkat. 6. Penawaran Ekspor Teh Indonesia pada periode
pasca (setelah) krisis
cenderung menurun dibanding dengan periode pra (sebelum) krisis.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada instansi pemerintah yang memiliki dokumentasi data mengenai kegiatan ekspor teh dan data yang terkait dengan kegiatan ekspor seperti nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S. seperti Bank Indonesia, Departemen Pertanian dan Direktur Jenderal Perkebunan Indonesia serta kantor BPS (Badan Pusat Statistika). Penelitian dilakukan selama empat bulan dan pengambilan data dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan Juli tahun 2005. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series (deret waktu) dari tahun 1979 sampai 2002, yaitu antara lain : 1. Data Produksi teh Indonesia 2. Data volume ekspor nominal teh Indonesia 3. Data harga ekspor nominal dan riil teh Indonesia 4. Data harga domestik nominal dan riil teh Indonesia 5. Data nilai tukar nominal dan riil rupiah terhadap dollar A.S. 4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh dianalisis dengan menggunakan Error Correction Model (ECM).
Pengolahan
data
dilakukan
secara
bertahap,
dimulai
dengan
mengelompokkan data, perhitungan penyesuaian dengan kalkulator kemudian ditabelkan sesuai keperluan. Data yang telah ditabelkan dipersiapkan sebagai input komputer sesuai dengan model yang digunakan. Perhitungan analisis dilakukan dengan bantuan komputer. 4.4 Perumusan Error Correction Model (ECM) Dalam menggambarkan hubungan yang terjadi antar variabel yang diduga dapat diwujudkan dengan membuat model. Model sendiri artinya adalah representasi dari keadaan nyata. Suatu model dikatakan baik jika memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria ekonomi Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrikadan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi. Model yang diperoleh akan dievaluasi berdasarkan teori-teori ekonomi yang ada (Koutsoyiannis, 1977). 2. Kriteria statistik Kriteria ini menyangkut uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel eksogen terhadap variabel endogen pada masing-masing persamaan maupun secara bersamaan, kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan variasi atau keragaman variabel endogen. 3. Kriteria Ekonometrika Kriteria ekonometrika didasari oleh asumsi-asumsi dari Ordinary Least Square (OLS) sebagai berikut (Gujarati, 1978) :
a. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0 untuk i = 1, 2, 3, …, n b. Varian (ej) = E (ej) =σ2 sama untuk kesalahan pengganggu (asumsi homoskedatisitas) c. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (ei,ej) = 0, i ≠ j d. Variabel bebas X1, X2, X3, …, X n konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0 e.
Tidak ada kolinier ganda di antara variabel bebas X
f.
ei ≈ N (0, σ2) artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians σ2.
Dengan dipenuhinya asumsi di atas, maka koefisien (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator). 4.5 Model Ekspor Komoditas Teh Indonesia Kelebihan dari pendekatan
Error Correction Model adalah dapat
menggabungkan efek jangka panjang dan jangka pendek sehingga menjadi model yang dapat menjelaskan variabel penjelas dengan baik. Dalam penyusunan fungsi ekspor komoditas teh Indonesia, berdasarkan penelitian terdahulu variabel yang diidentifikasi mempengaruhi nilai penawaran ekspor teh adalah produksi, harga teh dalam negri, harga ekspor teh,nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan variabel dummy. Sehingga persamaan ekspornya (model statis, jangka panjang) dapat dituliskan sebagai berikut : Xt = b0 + b1 Qt + b2 PDt + b3 PXt + b4 ERt + b5 Dt + εt
(1)
Persamaan (1) dalam persamaan Autoregressive Distributed Lag, ARDL (1,1,1,1) dengan lag satu, persamaan itu akan menjadi : Xt = b0 + b1 Qt + b2 Qt-1+ b3 PDt + b4 PDt-1 + b5 PXt + b6 PXt-1 + b7 ERt+ b8 ERt-1 + b9 Dt+ b10 Dt-1 + µXt-1 + εt
(2)
Dengan mengurangkan tiap sisi dengan Xt-1, persamaan (2) akan dapat ditulis sebagai berikut : Xt – Xt-1 = b0 + b1 Qt + b2 Qt-1+ b3 PDt + b4 PDt-1 + b5 PXt + b6 PXt-1 + b7 ERt+ b8 ERt-1 + b9 Dt + b10 Dt-1 + µXt-1 – Xt-1 + εt (3) Persamaan (3) dapat disederhanakan menjadi : ∆Xt = b0 + b1 Qt + b2 Qt-1 + b3 PDt + b4 PDt-1 + b5 PXt + b6 PXt-1 + b7 ERt+ b8 ERt-1 + b9 Dt + b10 Dt-1 - (1 + µ) Xt-1 + εt
(4)
Dengan menambahkan dan mengurangi sisi sebelah kanan dari persamaan dengan b1 PDt-1, b3PDt-1, b5 PXt-1, b7 ERt-1, b9 Dt-1 maka persamaan (4) dapat ditulis sebagai berikut : ∆Xt = b0 + b1 ÄQt + (b1+b2) Qt-1+ b2 ∆PDt + (b2+b3) PDt-1 + b4 ∆PXt + (b4+b5) PXt-1 + b6 ∆ERt + (b6+ b7) ERt-1 + b8 ∆Dt + (b9+b10) Dt-1 - (1 + µ) Xt-1 + εt
(5)
Dengan asumsi λ = 1-µ dan β1 = (b1+b2) / λ, β2 = (b3+b4) / λ, β3 = (b5+b6) / λ, β4 = (b7+b8) / λ, β5 = (b9+b10) / λ maka persamaan (5) dapat dituliskan menjadi : ∆Xt = b0 + b1 ÄQt + b3 ∆PDt + b5 ∆PXt + b7 ∆ERt + b9 ∆Dt - λ (Xt-1 - β1 Qt1-
β2 PDt-1 - β3 PXt-1 - β4 ERt-1 - β5 ∆Dt-1) + εt (6)
Dengan asumsi β0 = b0 / λ maka persamaan (6) dapat disusun ulang menjadi :
∆Xt = b1 ∆Qt + b3 ∆PDt + b5 ∆PXt + b7 ∆ERt + b9 ∆Dt - λ (Xt-1 - β0 - β1 Qt-1 - β2 PDt-1 - β3 PXt-1 - β4 ERt-1 - β5 ∆Dt-1) + εt
(7)
Jika b1 = α1, b3 = α2, b5 = α3, b7 = α4, b9 = α5 maka persamaan (7) dapat ditulis dengan format ECM sebagai berikut : ∆Xt = α1 ∆Qt + α2 ∆PDt + α3 ∆PXt + α4 ∆ERt + α5 ∆Dt - λ (Xt-1 - β0 - β1 Qt-1 - β2 PDt-1 - β3 PXt-1 - β4 ERt-1 - β5 ∆Dt-1) + εt
(8)
dimana : Xt = Volume ekspor teh Indonesia (Kg) Qt = Produksi teh Indonesia (Kg) tahun t PDt = Harga domestik riil teh Indonesia (Rp/Kg) tahun t PXt = Harga ekspor riil teh Indonesia dalam FOB (US$/ton) tahun t ERt = Nilai tukar riil (Rp/US$) tahun t Dt = Variabel dummy pada tahun t Xt-1 = Lag ekspor teh (Kg) tahun sebelumnya PDt-1 = Lag harga domestik riil teh (Rp/Kg) tahun sebelumnya PXt-1 = Lag harga ekspor riil teh dalam FOB (US$/ton) tahun sebelumnya ERt-1 = Lag nilai tukar riil (Rp/US$) tahun sebelumnya Dt-1 = Variabel dummy pada tahun sebelumnya β0 = Intercept αn
= Parameter yang diduga, dimana n = 1,2,3. Menggambarkan hubungan jangka pendek antara variabel independen dengan variabel dependen
βn
= Parameter yang diduga, dimana n=1,2,3. Menggambarkan hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen
λ = Error Correction Term/ factor loading
ECT (Error Correction Term) merupakan nilai residual dari regresi Ordinary
Least
Squar.
Nilai
Error
Correction
Term
berguna
untuk
menginterpretasikan hasil perkiraan ECM dengan melihat persyaratan nilai koefisien ECT tidak boleh lebih besar dari satu (Juliantono, 2003). 4.6 Estimasi Model Sebelum penggunaan Error Correction Model (ECM) dilakukan maka harus dilakukan tahap pengujian kestasioneran data terlebih dahulu, tahap pengujian kestasioneran tersebut antara lain : a. Uji Dickey- Fuller / Augmented Dickey - Fuller Dalam tahap pertama untuk pengujian kestasioneran data digunakan uji Dickey – Fuller / Augmented Dickey – Fuller. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam uji tersebut adalah : Perhatikan proses autoregresif pertama AR (1) Yt = µ + ρYt-1 + et Dalam time series ekonomi, dapat diasumsikan bahwa parameter ρ akan positif, maka Yt akan menjadi tidak stasioner jika parameter ρ sama dengan satu. Time series akan menjadi stasioner jika ρ<1. kemudian dapat dilakukan uji t-statistik untuk menguji hipotesis Ho : ρ =1 yang menunjukkan data tidak stasioner dan H1 : ρ <1 yang menunjukkan data stasioner. Jika Sb adalah standard error dari ρ maka uji t-statistik adalah : TS = ρ - 1 Sb Penolakan hipotesis nol menunjukkan data yang kita analisis adalah stasioner. Penerapan prosedur ini masih memberikan sejumlah masalah. Pertama,
kemunculan lag pada variabel dependen di persamaan di atas menunjukkan bahwa perkiraan ρ akan bias dalam ukuran data kecil, sehingga pengujian tstatistik yang biasa tidak dapat digunakan. Karena jika digunakan akan diperoleh kesimpulan yang salah. Kedua jika hipotesis nol benar dan proses tidak stasioner maka hasil tersebut tidak tepat. Pada pengujian kestasioneran data tidak dapat hanya bertumpu pada uji t-statistik yang terdistribusi secara normal, bahkan jika digunakan ukuran data yang besar. Untuk mengatasi masalah ini Dickey – Fuller mengajukan pemecahannya yaitu dengan cara mengubah persamaan di atas menjadi Yt = µ + γYt-1 + et di mana : γ = ρ-1 dan hipotesis yang diajukan menjadi Ho : γ = 0 dan H1 : γ < 0 Pada persamaan di atas jika pernyataan tidak stasioner (γ = 0) ditolak jika perkiraan Ordinary Least Square (OLS) untuk γ adalah negatif. Karena alasan yang sudah sebelumnya maka uji t-statistik yang biasa digunakan tidak dapat digunakan dalam uji ini, untuk menentukan kestasioneran data pada kasus ini akan digunakan nilai kritis Dickey-Fuller. Jika hipotesis nol ditolak yang menunjukkan data tidak stasioner, maka TS harus lebih negatif dari pada tabel Dickey-Fuller. b. Penentuan ordo AR Ordo AR yang optimal yang digunakan dalam penelitian ini adalah ARDL (2,1,0,0,1).
c. Estimasi persamaan ECM Persamaan ECM akan dihasilkan secara otomatis dengan berdasarkan estimasi ARDL yang digunakan sebelumnya. 4.7 Definisi Operasional 1. Volume ekspor nominal teh Indonesia (Xt) merupakan total ekspor komoditas teh dalam bentuk teh kering Indonesia ke pasar tujuannya, dinyatakan dalam Kg. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 19792002. 2. Produksi teh (Qt) merupakan total produksi dari perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, dan perkebunan rakyat yang dinyatakan dalam Kg. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1979-2002. 3. Harga domestik nominal komoditas teh (PDt) merupakan rata-rata harga komoditas teh dalam negri di tingkat perdagangan besar, dinyatakan dalam satuan Rp per Kg. Harga domestik riil merupakan harga domestik nominal yang dideflasikan dengan Indeks Harga Perdagangan Besar produk teh sektor pertanian dalm satuan Rp/Kg. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1979-2002. 4. Harga ekspor nominal komoditas teh (PXt) merupakan rata-rata harga ekspor teh Indonesia dalam FOB yang dinyatakan dalam satuan US$ per Kg. Harga ekspor riil merupakan harga ekspor nominal teh yang dideflasikan dengan Indeks Harga Perdagangan Besar sektor ekspor produk teh dalam satuan Rp/Kg. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1979 – 2002.
5. Nilai tukar uang nominal (ERt) merupakan nilai tukar (kurs tengah) rupiah terhadap dollar Amerika yang dinyatakan dalam satuan Rp per US$ dengan periode tahun 1979 – 2002. Nilai tukar riil merupakan nilai tukar nominal yang dideflasikan dengan Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat yang dibagi dengan Indeks Harga Konsumen Indonesia dalam satuan Rp per US$. 6. Dummy (D) yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kondisi perekonomian. Nilai 0 untuk masa pra krisis dan nilai 1 untuk pasca krisis. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 1979 – 2002.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Indonesia 5.1.1 Data Nominal Volume Ekspor Teh Indonesia Volume ekspor komoditas teh Indonesia sangat berfluktuasi, hal ini dapat dijelaskan dengan membagi dua periode yaitu masa sebelum krisis dan setelah krisis. Pada masa sebelum krisis tahun 1979-1996 volume ekspor teh cenderung meningkat
dengan
rata-rata
pertumbuhan
sebesar
2,32
persen
dengan
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 1979-1980 sebesar 39,43 persen. Sedangkan pada masa setelah krisis tahun 1997-2002 volume ekspor teh Indonesia juga cenderung meningkat yaitu sebesar 2,35 persen dengan pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 1998-1999 yaitu sebesar 46,50 persen. Secara keseluruhan, volume ekspor teh tertinggi dicapai pada tahun 1993 yaitu sebesar 124.200 ton, sedangkan volume ekspor terendah terjadi pada tahun 1979 yaitu sebesar 53.582 ton. Pada periode pasca krisis penurunan volume ekspor teh banyak disebabkan oleh menurunnya kualitas teh Indonesia dan juga meningkatnya volume ekspor negara pesaing. 140000000 N i l a i (K g )
120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 1975
1980
1985
1990 Tahun
1995
2000
2005
Gambar 4. Grafik Volume Ekspor Teh Indonesia Tahun 1979-2002
5.1.2 Data Nominal Produksi Teh Indonesia Secara keseluruhan, produksi teh Indonesia rata-rata meningkat sebesar 2,72 persen tiap tahunnya, namun terdapat pula penurunan yang cukup besar dari tahun 1979 hingga 2002 yaitu pada tahun 1981-1982 sebesar 15,03 persen dan tahun 1993-1994 sebesar 17,08 persen. Penurunan produksi ini disebabkan antara lain berkurangnya luas tanaman menghasilkan dan meningkatnya luas lahan tanaman yang rusak. Sedangkan pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada tahun 1982-1983 sebesar 18,96 persen dan tahun 1995-1996 sebesar 15,73 persen. Dilihat dari besaran kuantitas produksi teh Indonesia selama kurun waktu 24 tahun selang produksi berada pada jumlah 92.732 ton dan 166.867 ton. Produksi terendah terjadi pada tahun 1982 yaitu sebesar 92.732 ton produksi tertinggi dicapai pada tahun 2001 yaitu sebesar 166.867 ton. Adanya fluktuasi produksi teh disebabkan oleh kondisi cuaca dan keadaan tanaman teh di areal perkebunan yang berbeda-beda pada tiap tahunnya.
N i l a i (K g )
200000000 150000000 100000000 50000000 0 1975
1980
1985
1990 Tahun
1995
2000
Gambar 5. Grafik Produksi Teh Indonesia Tahun 1979-2002
2005
5.1.3 Data Nominal Harga Domestik Teh Indonesia Pola data harga domestik menunjukan kecenderungan meningkat tiap tahun. Harga domestik tertinggi dicapai pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp 7.096/Kg, sedangkan harga terendah terjadi pada tahun 1979 sebesar Rp 683/Kg. Selama kurun waktu tahun 1985 hingga 1998 terjadi pertumbuhan yang relatif kecil yaitu sebesar 3,55 persen, sedangkan pada akhir periode antara tahun 1998 hingga 2002 terjadi peningkatan harga yang relatif besar yaitu 41,63 persen. Hal ini disebabkan faktor krisis ekonomi yang berpengaruh terhadap
H a rg a D o m e s t i k (R p / K g )
kenaikan harga teh di dalam negri. 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1975
1980
1985
1990 Tah u n
1995
2000
2005
Gambar 6. Grafik Harga Domestik Teh Indonesia Tahun 1979-2002 5.1.4 Data Nominal Harga Ekspor Teh Indonesia Pada periode awal tahun 1979-1982 terjadi penurunan harga ekspor, namun kembali meningkat pada tahun 1983 dan puncaknya pada tahun 1984 yang terjadi harga tertinggi yaitu sebesa 2,642 US$/Kg. Setelah periode tersebut, harga ekspor tidak lagi mengalami puncak kenaikan seperti periode sebelumnya. Harga ekspor mengalami penurunan yang besar pada tahun 1985 yaitu sebesar 37,40 persen. Selanjutnya sejak tahun 1986 hingga 2002, fluktuasi harga ekspor lebih kecil daripada tahun-tahun sebelumnnya. Hingga akhir tahun 2002 harga terendah
terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 0,979 US$/Kg. Turunnya harga ekspor lebih disebabkan mutu teh Indonesia yang terus menurun dan adanya negara pesaing yang menawarkan komoditas teh yang lebih baik mutunya. H a rg a E k sp o r (U S $ /K g )
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1975
1980
1985
1990 Tahu n
1995
2000
2005
Gambar 7. Grafik Harga Ekspor Teh Indonesia Tahun 1979-2002 5.1.5 Data Nominal Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar A.S Nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S. ditentukan oleh mekanisme pasar uang yang dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dalam negri dan luar negri. Pada saat sebelum krisis ekonomi tahun 1979-1996 nilai tukar rupiah berkisar antara Rp 623/US$ dan Rp 2.342/US$, namun sejak krisis ekonomi melanda Indonesia termasuk juga negara-negara di Asia Tenggara nilai tukar rupiah
melemah hingga
mencapai Rp
10.400/US$
pada tahun 2001.
Ketidakstabilan nilai tukar mata uang dalam waktu yang sangat panjang dapat menyebabkan kekhawatiran para produsen dan konsumen dalam bertransaksi perdagangan internasional guna menghindari kerugian akibat kesalahan estimasi nilai tukar yang dijadikan patokan.
N i l a i T u k a r (R p / U S $ )
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1975
1980
1985
1990 Tahun
1995
2000
2005
Gambar 8. Grafik Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar US Tahun 1979-2002 5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh Indonesia 5.2.1 Uji Kestasioneran Data Sebelum dilakukan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller) semua data yaitu, produksi teh, volume ekspor teh, harga domestik riil, harga ekspor riil, dan nilai tukar riil, ditransformasikan terlebih dahulu dalam fungsi logaritma agar pola data dari tiap variabel mengindikasikan pertumbuhan tiap periode. Dalam uji ADF yang dilakukan digunakan jumlah lag optimal yang digunakan adalah sebesar 2. Uji ADF ini untuk mengetahui apakah dalam data mengandung unit root yang menyebabkan data tidak stasioner. Indikasi kestasioneran dilihat dari nilai Tstatistik yang harus lebih kecil daripada nilai critical value dengan á = 5 persen. Apabila data belum stasioner maka harus dilakukan diferensiasi pertama sehingga data menjadi stasioner. Sesuai dengan ketentuan penggunaan metode ECM sebaiknya harus terdapat minimal satu data yang tidak stasioner.
Tabel 1. Uji Statistik Kestasioneran Data No
Variabel
1 Volume Ekspor 2 Volume Ekspor sesudah didiferensiasi 3 Produksi 4 Produksi sesudah didiferensiasi 5 Harga Domestik riil 6 Harga Domestik riil sesudah didiferensiasi 7 Harga Ekspor riil 8 Nilai Tukar riil 9 Nilai Tukar riil sesudah didiferensiasi
Xt ÄX t
Uji ADF I(0) Uji ADF I(1)
-2,3796 -5,6892
Critical value (á = 5 per sen) -3,0039 -3,0115
Qt ÄQt
Uji ADF I(0) Uji ADF I(1)
-1,5869 -4,7303
-3,0039 -3,0115
PDt ÄPDt
Uji ADF I(0) Uji ADF I(1)
-1,8750 -4,6323
-3,0039 -3,0115
PXt ERt ÄER t
Uji ADF I(0) Uji ADF I(0) Uji ADF I(1)
-3,0340 -1,2383 -5,7962
-3,0039 -3,0039 -3,0115
Simbol Keterangan T-statistik
a. Volume ekspor teh Uji ADF yang dilakukan terhadap data volume ekspor menghasilkan nilai T-statistik lebih besar daripada nilai critical value dengan á = 5 persen yang berarti data produksi teh tidak stasioner. Untuk mengatasi data yang tidak stasioner ini maka dilakukan diferensiasi pertama. Pada tahap ini data sudah stasioner yang ditunjukkan dengan nilai T-statistik lebih kecil daripada nilai critical valuenyadengan á = 5 persen. b. Produksi teh Uji ADF untuk data produksi teh menghasilkan nilai T-statistik lebih besar daripada nilai critical value dengan á = 5 persen yang berarti data produksi teh tidak stasioner. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan diferensiasi pertama. Pada tahap ini data telah stasioner dengan ditunjukkan nilai T-statistik lebih kecil daripada nilai critical value dengan á = 5 persen.
c. Harga domestik riil Data harga domestik teh masih mengandung unit root (belum stasioner) karena dalam uji ADF menunjukkan nilai T-statistik lebih besar daripada nilai critical value-nyadengan á = 5 persen. Langkah selanjutnya untuk mengatasi data yang tidak stasioner adalah dengan diferensiasi pertama. Pada tahap ini, data harga domestik sudah mencapai stasioner dengan ditunjukkan nilai T-statistik lebih kecil dari nilai critical value-nyadengan á = 5 persen. d. Harga ekspor riil Uji ADF terhadap data harga ekspor teh menunjukkan nilai T-statistik lebih kecil daripada nilai critical value dengan á = 5 persen, hal ini berarti data harga ekspor telah stasioner. Data harga ekspor tidak mengandung unit root. e. Nilai tukar riil Nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S mengalami pelemahan dari awal periode hingga akhir periode. Pada data nilai tukar dilakukan uji ADF untuk melihat kestasioneran data. Pada uji ADF dihasilkan nilai T-statistik yang lebih besar daripada nilai critical value dengan á = 5 persen, hal ini menunjukkan data tidak stasioner. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan diferensiasi pertama. Pada langkah ini dihasilkan nilai T-statistik lebih kecil daripada nilai critical value yang berarti data nilai tukar telah stasioner. 5.2.2 Uji Kebaikan Model Kebaikan model dianalisis dengan menggunakan diagnostic test yang diperoleh dari estimasi ARDL yang dilakukan sebelum melakukan estimasi persamaan ECM. Diagnostic test tersebut digunakan untuk mengkaji asumsiasumsi OLS (Ordinary Least Square) jika diterapkan dalam persamaan ECM.
Estimasi ARDL dilakukan berdasarkan kriteria R-Bar squared, dan menghasilkan ordo optimal untuk tiap variabel adalah 2,0,0,1,0. pada taraf nyata á = 5 persen = 0,005 jika model jangka pendek yang diestimasi oleh ARDL memiliki P-value LM Test < 0,05 maka berarti tidak memenuhi kriteria null hipotesis dan mengalami masalah-masalah
autokorelasi,
functional
form,
normalitas,
dan
heteroskedastisitas. Pada tabel 4 menunjukkan masing-masing T-statistik mempunyai LM Test yang lebih besar daripada 0,05. hal ini mengindikasikan bahwa pada model jangka pendek yang diestimasi ARDL tidak terdapat masalah autokorelasi, functional form, normalitas, dan heteroskedastisitas. Tabel 2. Tabel Diagnostic Test Test Statistik LM Version
F Version
Serial Correlation
CHSQ(1)= 0,3593 [0,549]
F (1,12) = 0,1992 [0,663]
Functional Form
CHSQ(1)= 2,4898 [0,115]
F (1,12) = 1,5314 [0,240]
Normality
CHSQ(2)= 0,3104 [0,856]
Not applicable
Heteroscedasticity
CHSQ(1)= 0,3898 [0,532]
F (1,20) = 0,3608 [0,555]
5.2.3 Analisis Persamaan Volume Ekspor Teh Indonesia Dari penentuan ordo AR yang optimum maka dihasilkan kombinasi ordo dari tiap variabel masing-masing (2,0,0,1,0) yang artinya ordo 2 bagi variabel X, ordo 0 bagi variabel Q, ordo 0 bagi variabel PD, ordo 1 bagi variabel PX, dan ordo 0 bagi variabel ER. Sehingga persamaan ECM yang terbentuk adalah sebagai berikut : ÄLXt
= 0,3164 ÄL X t-1 + 0,5812 ÄL Qt + 0,1391 ÄL PDt + 0,0789 ÄL PX t - 0,0689 ÄPXt-1 +
0,4395 ÄL ER t - 0,5994 ÄD – (-0,9098) (LXt-1
+ 1,6009 + 0,6389 ÄL Qt
+ 0,1529 ÄL PDt
- 0,0758 ÄPXt-1 + 0,4831 ÄL ER t - 0,6589D)
+
0,0868 ÄL PX t
Model persamaan penawaran ekspor teh Indonesia, diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 78,41 persen. Interpretasinya bahwa perubahan penawaran ekspor teh Indonesia dapat diterangkan oleh variasi peubah bebas dalam model yaitu, pertumbuhan volume ekspor tahun sebelumnya, pertumbuhan produksi, pertumbuhan harga domestik riil, pertumbuhan harga ekspor riil, pertumbuhan lag 1 harga ekspor riil, pertumbuhan nilai tukar riil, dan dummy berupa kondisi pra krisis dan pasca krisis sebesar 78,41 persen. Sedangkan 21,59 persen lainnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Persamaan regresi menunjukkan nilai F hitung sebesar 5,9025 yang nyata pada taraf 5 persen. Artinya secara bersama-sama semua variabel peubah bebas dalam model dapat
menjelaskan perubahan volume penawaran ekspor teh
Indonesia. Nilai DW-statistik yang dihasilkan menunjukkan bahwa sangat sedikit masalah autokorelasi antar galat yang terkandung dalam model yang terbentuk, hal ini dapat dilihat dengan besarnya nilai DW-statistik yaitu 2,0990 (angka 2 dalam DW-statistik berarti model tidak mengandung masalah autokorelasi). Pada tabel 5 menunjukkan masing-masing nilai koefisien korelasi antar variabel independen (r2) rata-rata cukup rendah dan tidak melebihi nilai koefisien determinasi (R2). Hal ini menunjukkan tidak adanya masalah multikolinieritas yang sempurna antar variabel independen di dalam model sehingga model persamaan penawaran ekspor teh sudah cukup baik.
Tabel 3. Matriks Korelasi antar Peubah-Peubah Bebas pada Model Penawaran Ekspor Teh Indonesia Peubah LQt LPDt LPXt LERt Dt
LQt 1 0,1558 0,3696 0,2426 0,0643
LPDt 0,1118 1 0,7782 0,1817 0,1295
LPXt 0,1145 0.6441 1 0,1728 0,1550
LERt 0,3805 0,1804 0,3813 1 0,0847
Dt 0,1184 0,2676 0,5057 0,3256 1
5.2.3 Pengaruh dan Elastisitas Variabel Bebas Jangka Pendek terhadap Pertumbuhan Volume Penawaran Ekspor Teh Dari dugaan regresi yang dihasilkan ECM, variabel bebas jangka pendek yang berpengaruh secara nyata pada á = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah lag 1 pertumbuhan penawaran ekspor, pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan dummy. Tabel 4. Pengaruh dan Elastisitas Jangka Pendek tiap Variabel yang terbentuk dan Parameter ECM dalam Persamaan ECM No
Variabel
Simbol Koefisien / Elastisitas T-Ratio (Prob)
1
Lag 1 Penawaran Ekspor dLX1
0,3164
1,5953 [0,135]
2
Produksi
dLQ
0,5812
1,7358 [0,106]
3
Harga Domestik
dLPD
0,1391
1,3490 [0,200]
4
Harga Ekspor
dLPX
0,0789
0,5098 [0,619]
5
Lag 1 Harga Ekspor
Dlpx(-1)
-0,0689
-0,7733 [0,453]
6
Nilai Tukar
dLER
0,4395
1,9869 [0,068]
7
Dummy
dD
-0,5994
-4,2188 [0,001]
8
Parameter ECM
Ë
-0,9098
-5,3346 [0,000]
a. Lag 1 pertumbuhan penawaran ekspor Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas lag 1 pertumbuhan penawaran ekspor tahunan teh Indonesia sebesar 0,3164 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan ekspor tahun sebelumnya sebesar 1 persen
pertahun akan meningkatkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,3164 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan penawaran ekspor tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan penawaran ekspor tahun sebelumnya berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam mengekspor suatu komoditas misalnya teh pihak pengekspor akan melihat volume ekspor tahun sebelumnya. Jika volume ekspor tahun sebelumnya menunjukkan jumlah yang ditawarkan tidak memenuhi permintaan maka volume ekspor pada tahun selanjutnya akan ditingkatkan, dengan harapan produk yang ditawarkan dapat diserap konsumen negara yang bersangkutan sehingga akan meningkatkan devisa negara. b. Pertumbuhan produksi Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan produksi tahunan teh Indonesia sebesar 0,5812 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan produksi sebesar 1 persen pertahun akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,5812 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan produksi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan Produksi teh berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan volume ekspor teh Indonesia. c. Pertumbuhan harga domestik riil Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan harga domestik tahunan teh Indonesia sebesar 0,1391 menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan harga domestik sebesar 1 persen pertahun akan meningkatkan
pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,1391 per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan harga domestik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan harga domestik teh tidak berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan volume ekspor teh Indonesia. Hal ini disebabkan karena komoditas teh yang diperjualbelikan di dalam negri berbeda kualitasnya dibandingkan teh yang diperjualbelikan di pasar ekspor. Oleh karena itu, harga domestik tidak bisa dijadikan acuan dalam peningkatan atau penurunan volume ekspor. d. Pertumbuhan harga ekspor riil Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan harga ekspor tahunan teh Indonesia sebesar 0,0789 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan harga ekspor sebesar 1 persen pertahun akan meningkatkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,0789 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan harga ekspor. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan Harga ekspor tidak berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan volume ekspor teh Indonesia. e. Pertumbuhan lag 1 harga ekspor Tanda negatif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan harga ekspor tahunan teh Indonesia sebesar -0,0689 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan harga ekspor tahun sebelumnya sebesar 1 persen per tahun akan menurunkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,0689 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan harga ekspor tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil
dari 1. Pertumbuhan harga ekspor tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia. f. Pertumbuhan nilai tukar riil Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan nilai tukar tahunan sebesar 0,4395 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan nilai tukar sebesar 1 persen pertahun akan meningkatkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,4395 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan nilai tukar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan nilai tukar berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan volume ekspor teh Indonesia. Dalam jangka pendek peningkatan nilai tukar berpengaruh positif dengan peningkatan pertumbuhan volume penawaran ekspor teh Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan bahwa produsen teh dalam negri akan meningkatkan volume ekspor teh karena berupaya memenuhi permintaan yang meningkat yang merupakan respon dari harga yang dirasakan lebih murah di pasar dunia akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S. g. Dummy Variabel dummy yang merepresentasikan data kualitatif berupa kondisi sebelum krisis dan setelah krisis berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia. Tanda negatif pada koefisien atau elastisitas variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif pada masa pasca krisis oleh pertumbuhan volume ekspor teh, yang berarti pada masa pasca krisis volume ekspor teh menurun dibandingkan dengan masa pra krisis.
5.2.3 Pengaruh dan Elastisitas Variabel Bebas Jangka Panjang terhadap Pertumbuhan Volume Penawaran Ekspor Teh Dari dugaan regresi yang dihasilkan ECM, variabel bebas jangka panjang yang berpengaruh secara nyata pada á = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan dummy. Tabel 5. Pengaruh dan Elastisitas Jangka Panjang tiap Variabel yang Terbentuk dalam Persamaan ECM No Variabel Simbol Koefisien / Elastisitas T-ratio (Prob) 1 Produksi
LQ
0,6389
1,6700 [0,119]
2 Harga Domestik
LPD
0,1529
1,2402 [0,237]
3 Harga Ekspor
LPX
0,0868
0,5144 [0,616]
4 5 6 7
LPX(-1) LER D â0
-0,0758 0,4831 -0,6589 1,6009
-0,7630 [0,459] 2,1540 [0,051] -4,6827 [0,000] 0,2561 [0,802]
Lag 1 Harga Ekspor Nilai Tukar Dummy Konstanta
a. Pertumbuhan produksi Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan produksi tahunan teh Indonesia sebesar 0,6389 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan produksi sebesar 1 persen per tahun akan meningkatkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,6389 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan produksi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan produksi dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia, karena pihak pengekspor akan menyesuaikan volume ekspor teh dengan produksi teh. Jika produksi teh meningkat maka volume ekspor teh juga meningkat dan sebaliknya.
b. Pertumbuhan harga domestik riil Pertumbuhan harga domestik dalam jangka panjang tidak berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan harga domestik tidak dapat menjadi acuan dalam perubahan volume ekspor teh baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. c. Pertumbuhan harga ekspor riil Tanda positif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan harga ekspor tahunan teh Indonesia sebesar 0,0868 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan harga ekspor sebesar 1 persen per tahun akan meningkatkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,0868 persen pertahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan harga ekspor. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan harga ekspor dalam jangka panjang tidak berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia. Hal ini menginformasikan bahwa dalam jangka panjang volume penawaran ekspor teh Indonesia tidak ditentukan oleh keseimbangan pasar dunia. d. Pertumbuhan lag 1 harga ekspor riil Tanda negatif untuk koefisien atau elastisitas pertumbuhan harga ekspor tahunan teh Indonesia sebesar -0,0758 menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata pertumbuhan harga ekspor tahun sebelumnya sebesar 1 persen per tahun akan menurunkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,0758 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan harga ekspor tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil
dari 1. Pertumbuhan harga Ekspor tidak berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia e. Pertumbuhan nilai tukar riil pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap dollar US memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan volume penawaran ekspor teh yaitu sebesar 0,4831, artinya bahwa kenaikan rata-rata nilai tukar sebesar 1 persen per tahun akan meningkatkan pertumbuhan volume ekspor sebesar 0,4831 persen per tahun, ceteris paribus. Volume ekspor teh tidak responsif terhadap pertumbuhan nilai tukar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. Pertumbuhan nilai tukar dalam jangka panjang, berpengaruh nyata pada taraf 15 persen terhadap peningkatan volume ekspor teh Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang pertumbuhan nilai tukar menjadi acuan dalam peningkatan volume ekspor teh Indonesia. Adanya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar A.S akan meningkatkan volume ekspor teh Indonesia. f. Dummy Variabel dummy berupa kondisi ekonomi pra krisis dan pasca krisis berpengaruh nyata dalam taraf 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia. Tanda negatif pada koefisien variabel dummy menunjukkan bahwa dalam jangka panjang pada masa pasca krisis menyebabkan penurunan pertumbuhan volume ekspor teh.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Selama periode tahun 1979-2002, produksi teh Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan 2,72 persen tiap tahunnya. Peningkatan yang relatif kecil disebabkan berfluktuasinya produksi yang disebabkan ketidakstabilan kondisi alam yang mempengaruhi produksi teh dan berkurangnya luas areal tanaman produktif karena tanaman sudah tua. 2. Volume ekspor teh selama periode tahun 1979-2002 dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode tahun 1979-1996 yang mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,32 persen persen dan periode tahun 19972002 juga cenderung meningkat yaitu sebesar 2,35 persen. Namun pada periode kedua tidak lagi mengalami peningkatan yang besar yang seperti terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar 124.200 ton. Hal ini disebabkan turunnya mutu teh Indonesia sehingga permintaan berkurang dan persaingan dengan negara podusen teh yang lain. 3. Harga domestik teh nominal mengalami peningkatan tiap tahunnya karena meningkatnya permintaan teh di dalam negeri. Harga ekspor teh nominal Indonesia cenderung mengalami penurunan sejak tahun 1985 hingga tahun 2002, hal ini diduga karena berkurangnya permintaan teh Indonesia disertai dengan melemahnya nilai tukar rupiah. 4. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan penawaran ekspor dalam jangka pendek ialah pertumbuhan penawaran ekspor tahun sebelumnya, pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan
dummy, sedangkan dalam jangka panjang yaitu pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan dummy. 5. Volume ekspor teh dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak responsif terhadap seluruh variabel bebas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari 1. 6.2 Saran 1. Volume penawaran ekspor teh perlu ditingkatkan agar dapat meningkatkan volume ekspor teh pada tahun selanjutnya. 2. Perlu dijaga kontinuitas produksi teh dan perlu diupayakan peningkatan produksi guna meningkatkan volume penawaran ekspor teh sehingga dapat meningkatkan devisa negara. 3. Diperlukan upaya pemerintah dan pihak produsen teh dalam meningkatkan posisi tawar serta menjaga kontinuitas dan meningkatkan mutu komoditas teh sehingga dapat bersaing dengan komoditas teh negara lain. 4. Diperlukan upaya penguatan nilai tukar dengan menjaga kondisi ekonomi makro Indonesia tetap kondusif agar para produsen dan eksportir tidak raguragu dalam meningkatkan ekspor teh. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekspor teh dengan mengakomodasi variabel independen lain yang diduga secara teori dan statistik berpengaruh terhadap volume ekspor teh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistika Nasional 2003. Buku ekspor Indonesia. Jakarta. _________________________. 2003. Indikator Ekonomi. Jakarta. _________________________. 2001. Indikator Ekonomi. Jakarta. Gonarsyah, Isang. 1987. Landasan Perdagangan Internasional. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gujarati, D. 1998. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hasyim, A.I. 1999. Analisa Ekonomi Lada Dunia dan Dampaknya terhadap Pengembangan Lada Nasional. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Herminingsih, A. 2002. Penawaran dan Permintaan Teh dan Teh Olahan di Pasar Domestik. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. International Tea Commitee.2003. Annual Bulletin .IntteaComm.co.uk/statsframe. asp. United Kingdom. _______________________.2002. Statistic of Tea. Inteacomm.co.uk. United Kingdom. Irawati, K. 1996. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Ekspor Teh Hitam Indonesia. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Juliantono, H. 2003. Pelatihan Statistika Paket Komputer Eviews 3.1. Laboratorium Komputer Universitas Indonesia. Jakarta. Kautsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrics. Second Edition. The Macmilan Press Ltd. The University of Lancester. Kindleberger, C.P. 1977. Ekonomi Internasional. Aksara Baru. Jakarta. Lipsey, R.G. 1993. Pengantar Mikroekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta. Lipsey, R.G. et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid kesatu. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta. Nicholson, W. 1999. Teori Ekonomi Mikro. Rajawali Press. Jakarta.
Putro, A.N. 2004. Analisis Perilaku Dinamik Ekspor Teh Hitam PT Perkebunan Nusantara VIII. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Prestice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Suhalis, A. 1991. Analisis Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia dan Permintaan Impor Teh Hitam Dunia. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulaeman, M. 1985. Prospek Ekspor Teh Indonesia dalam Perkembangan Perekonomian Internasional. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics. Department of Econometrics. Manchester Metropolitan University. Harlow. England Todaro, M.P. 1983. Economic Development in The Third World. New York. Venkatram, R dan Satish Y. 1999. Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffee Market.
[email protected]. Wilson, M.K. 2002. Determinants of Manufactured Exports in Kenya: Cointegration Analysis.
Lampiran 1. Data Nominal dan Riil Volume ekspor, Produksi, Harga Domestik, Harga Ekspor, Nilai Tukar, dan Dummy Tahun 1979-2002
Tahun 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Xt (ton) 53582 74711 71300 63600 68600 85600 90100 79000 90500 92800 114600 110800 110300 121300 124200 79300 77100 98800 63400 64000 93800 102000 95000 95500
Qt (ton) 97217 106175 109135 92732 110317 126443 127464 129481 126096 133800 141374 155919 158515 163293 135400 128300 143700 166300 153600 166830 161000 162587 166867 165194
PDt nom PDt riil PXt nom PXt riil ERt nom ERt riil (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/US$) (Rp/US$) 683 1220 969 1596 623 1221 687 930 946 1292 627 1186 694 875 894 1240 632 1171 715 811 929 1249 661 1189 996 996 1594 1594 909 1509 1800 1440 2711 1880 1026 1608 1317 1037 1838 1521 1111 1723 1108 803 1609 1350 1283 1913 1300 882 2159 1774 1644 2331 1346 747 2279 1354 1686 2299 1367 671 2512 1410 1770 2382 1400 681 3006 1439 1843 2418 1400 660 2533 1252 1950 2442 1375 665 2359 1163 2030 2434 1633 709 2621 1091 2087 2350 1796 726 2412 974 2161 2300 1900 718 2490 1012 2249 2249 1900 567 2590 812 2342 2232 1700 553 6180 1885 4650 2659 1954 391 7856 695 8025 5897 3883 1913 7022 2035 7100 3922 4842 2289 10190 2875 9595 4192 6437 2659 10358 2552 10400 4597 7092 1615 9181 2135 8940 4352
Sumber : Badan Pusat Statistika, Jakarta Keterangan : Xt = Volume ekspor teh tahun ke-t Qt = Produksi domestik teh tahun ke-t PDt nom= Harga domestik nominal teh tahun ke-t PDt riil = Harga domestik riil teh tahun ke-t PXt nom= Harga ekspor nominal teh tahun ke-t PXt riil = Harga ekspor riil teh tahun ke-t ERt nom= Nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar A.S tahun ke-t ERt riil = Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar A.S tahun ke-t Dt = Dummy tahun ke-t
Dt 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1
Lampiran 2. Uji Statistik Kestasioneran Volume Ekspor Teh sebelum diferensiasi Unit root tests for variable LX The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -2.3796 8.2566 6.2566 5.1656 5.9996 ADF(1) -2.2408 8.2826 5.2826 3.6460 4.8971 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0039 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable LX The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -2.3665 8.3702 5.3702 3.7337 4.9847 ADF(1) -2.2385 8.4407 4.4407 2.2586 3.9267 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6331 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Uji Statistik Kestasioneran Produksi Teh sebelum Diferensiasi Unit root tests for variable LQ The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.5869 23.3933 21.3933 20.3023 21.1363 ADF(1) -1.5069 23.4014 20.4014 18.7649 20.0159 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0039 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable LQ The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -2.6345 25.5934 22.5934 20.9568 22.2079 ADF(1) -2.8137 26.2687 22.2687 20.0867 21.7547 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6331 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 4. Uji Statistik Kestasioneran Harga Domestik Riil Teh sebelum Diferensiasi Unit root tests for variable LPD The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.8750 -8.9068 -10.9068 -11.9978 -11.1638 ADF(1) -1.9602 -8.5736 -11.5736 -13.2102 -11.9591 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0039 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable LPD The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.9841 -8.4309 -11.4309 -13.0675 -11.8164 ADF(1) -1.9135 -8.2590 -12.2590 -14.4410 -12.7730 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6331 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 5. Uji Statistik Kestasioneran Harga Ekspor Riil Teh sebelum Diferensiasi Unit root tests for variable LPX The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -3.0340 -6.5212 -8.5212 -9.6123 -8.7782 ADF(1) -1.5281 -5.6897 -8.6897 -10.3263 -9.0752 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0039 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable LPX The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -3.0552 -6.2426 -9.2426 -10.8791 -9.6281 ADF(1) -1.5329 -5.2673 -9.2673 -11.4493 -9.7813 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6331 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 6. Uji Statistik Kestasioneran Nilai Tukar Riil sebelum Diferensiasi Unit root tests for variable LER The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -1.2383 4.8763 2.8763 1.7853 2.6193 ADF(1) -.91029 5.3735 2.3735 .73697 1.9880 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0039 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable LER The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 22 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1981 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -2.9116 8.1301 5.1301 3.4935 4.7445 ADF(1) -2.4914 8.1651 4.1651 1.9831 3.6511 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6331 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 7. Uji Statistik Kestasioneran Volume Ekspor Teh setelah Diferensiasi Unit root tests for variable DLX The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.9019 4.9620 2.9620 1.9175 2.7353 ADF(1) -5.6892 8.2897 5.2897 3.7229 4.9496 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0115 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable DLX The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.7904 5.0130 2.0130 .44626 1.6730 ADF(1) -5.6435 8.5686 4.5686 2.4795 4.1152 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6454 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 8. Uji Statistik Kestasioneran Produksi Teh setelah Diferensiasi Unit root tests for variable DLQ The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.7303 20.6741 18.6741 17.6296 18.4474 ADF(1) -4.4584 21.9585 18.9585 17.3917 18.6185 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0115 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable DLQ The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.6375 20.7588 17.7588 16.1920 17.4188 ADF(1) -4.4180 22.1751 18.1751 16.0860 17.7217 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6454 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 9. Uji Statistik Kestasioneran Harga Domestik Riil Teh setelah Diferensiasi Unit root tests for variable DLPD The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.6323 -10.5623 -12.5623 -13.6069 -12.7890 ADF(1) -3.1859 -10.5523 -13.5523 -15.1191 -13.8923 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0115 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable DLPD The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -4.5742 -10.3149 -13.3149 -14.8817 -13.6549 ADF(1) -3.1607 -10.2336 -14.2336 -16.3226 -14.6869 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6454 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 10. Uji Statistik Kestasioneran Nilai Tukar Riil setelah Diferensiasi Unit root tests for variable DLER The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -5.7962 4.3167 2.3167 1.2722 2.0900 ADF(1) -4.2281 4.7984 1.7984 .23160 1.4584 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.0115 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion Unit root tests for variable DLER The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend ****************************************************************** ************* 21 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1982 to 2002 ****************************************************************** ************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF -5.6452 4.3504 1.3504 -.21634 1.0104 ADF(1) -4.0984 4.8219 .82189 -1.2672 .36852 ****************************************************************** 95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.6454 LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
]
Lampiran 11. Estimasi ARDL Autoregressive Distributed Lag Estimates ARDL(2) selected based on R-BAR Squared Criterion Dependent variable is LX 22 observations used for estimation from 1981 to 2002 ************************************************************************ ****** Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio [Prob] LX(-1) 0.4066 0.1783 2.2807 [0.040] LX(-2) -0.3163 0.1983 -1.5953 [0.135] CONST 1.4564 5.7848 0.2517 [0.805] LQ 0.5812 0.3348 1.7358 [0.106] LPD 0.1390 0.1030 1.3490 [0.200] LPX 0.0789 0.1548 0.5098 [0.619] LPX(-1) -0.0689 0.0891 -0.77333 [0.453] LER 0.4395 0.2212 1.9869 [0.068] D -0.5993 0.1420 -4.2188 [0.001] ************************************************************************ R-Squared 0.81522 R-Bar-Squared 0.70151 S.E. of Regression 0.11383 F-stat. F( 8, 13) 7.1693 [0.001] Mean of Dependent Variable 18.3007 S.D. of Dependent Variable 0.20835 Residual Sum of Squares 0.16844 Equation Log-likelihood 22.3779 Akaike Info. Criterion 13.3779 Schwarz Bayesian Criterion 8.4682 DW-statistic 2.0990 ************************************************************************ Diagnostic Tests ************************************************************************ * Test Statistics * LM Version * F Version * ************************************************************************ * * * * * A:Serial Correlation*CHSQ(1) = 0.35929 [0.549]*F(1, 12) = 0.19923 [0.663]* * * * * * B:Functional Form *CHSQ(1) = 2.4898 [0.115]*F(1, 12) = 1.5314 [0.240]* * * * * * C:Normality *CHSQ(2) = 0.31040 [0.856]* Not applicable * * * * * * D:Heteroscedasticity*CHSQ(1) = 0.38983 [0.532]*F(1, 20) = 0.36079 [0.555]* ************************************************************************ A:Lagrange multiplier test of residual serial correlation B:Ramsey's RESET test using the square of the fitted values C:Based on a test of skewness and kurtosis of residuals D:Based on the regression of squared residuals on squared fitted values
Lampiran 12. Estimasi Persamaan ECM Error Correction Representation for the Selected ARDL Model ARDL(2) selected based on R-BAR Squared Criterion Dependent variable is dLX 22 observations used for estimation from 1981 to 2002 ************************************************************************ ****** Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] dLX1 0.3164 0.1983 1.5953[0.135] dCONST 1.4560 5.7848 .25177[0.805] dLQ 0.5812 0.3348 1.7358[0.106] dLPD 0.1391 0.1030 1.3490[0.200] dLPX 0.0789 0.1548 0.50984[0.619] dLPX(-1) -0.0689 0.0891 -0.77333[0.453] dLER 0.4395 0.2212 1.9869[0.068] dD -0.5994 0.1420 -4.2188[0.001] ecm(-1) -0.9098 0.1705 -5.3346[0.000] ************************************************************************ ******* List of additional temporary variables created: dLX = LX-LX(-1) dLX1 = LX(-1)-LX(-2) dCONST = CONST-CONST(-1) dLQ = LQ-LQ(-1) dLPD = LPD-LPD(-1) dLPX = LPX-LPX(-1) dLPX(-1) = LPX(-1)-LPX(-1)(-1) dLER = LER-LER(-1) dD = D-D(-1) ecm = LX -1.6009*CONST -.63890*LQ -.15285*LPD -.086792*LPX + .075777*LPX(-1) -.48313*LER + .65886*D ************************************************************************ ****** R-Squared .78413 R-Bar-Squared .65128 S.E. of Regression .11383 F-stat. F( 8, 13) 5.9025[.003] Mean of Dependent Variable .011159 S.D. of Dependent Variable .19276 Residual Sum of Squares .16844 Equation Log-likelihood 22.3779 Akaike Info. Criterion 13.3779 Schwarz Bayesian Criterion 8.4682 DW-statistic 2.0990 ************************************************************************ ****** R-Squared and R-Bar-Squared measures refer to the dependent variable dLX and in cases where the error correction model is highly restricted, these measures could become negative.
Lampiran 13. Koefisien Jangka Panjang dengan Pendekatan ARDL
Estimated Long Run Coefficients using the ARDL Approach ARDL(2) selected based on R-BAR Squared Criterion Dependent variable is LX 22 observations used for estimation from 1981 to 2002 ************************************************************************ ****** Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio [Prob] CONST 1.6009 6.2499 0.2561 [0.802] LQ 0.6389 0.3825 1.6700 [0.119] LPD 0.1529 0.1232 1.2402 [0.237] LPX 0.0868 0.1687 0.5144 [0.616] LPX(-1) -0.0758 0.0993 -0.7630 [0.459] LER 0.4831 0.2243 2.1540 [0.051] D -0.6589 0.1407 -4.6827 [0.000]
****************************************************************** ******