ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH INDONESIA : SUATU PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL
Oleh : DEASY HOLLYLUCIA. P A08400901
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DEASY HOLLYLUCIA P. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model. Di bawah bimbingan HERMANTO SIREGAR. Perkembangan perekonomian di Indonesia hingga saat ini masih ditunjang oleh sektor pertanian terutama sektor perkebunan. Keadaan ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat keunggulan komparatif dan kompetitif perekonomian Indonesia lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumberdaya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal. Teh merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Teh merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan, sumberdaya serta kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang cocok serta sesuai dengan tempat tumbuhnya tanaman teh, terutama daerah-daerah yang terletak didataran tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara produsen teh di dunia yang paling besar setelah Sri Lanka, Kenya, China dan India. Tetapi untuk menguasai pangsa pasar di dunia, Indonesia hanya menguasai kurang lebih 7% pada tahun 2004. Hal ini dikarenakan empat negara yang lain juga berusaha untuk memperluas pasar ekspornya atau meskipun mengalami penurunan tetapi jumlahnya tidak cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perkembangan komoditi teh di Indonesia, melihat gambaran perkembangan ekspor teh Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia serta melihat seberapa besar pengaruhnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu) dari tahun 1996-2004, yang diperoleh dari Departemen Pertanian, Kantor Pemasaran Bersama, Pusat Studi Ekonomi, Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang di gunakan adalah metode Error Corrertion Model (ECM). Error Corrertion Model lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1997). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan produksi teh Indonesia selama sepuluh tahun terakhir hanya sekitar 0,92% dan jumlah produksi yang paling besar yaitu pada tahun 2003 sebesar 169.821 ton. Untuk perkembangan luas areal untuk perkebunan teh selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir rata-rata pertumbuhannya hanya sekitar 0,63%. Dari luas areal tersebut yang paling besar adalah pada tahun 1998 seluas 157.039 Ha.
Untuk perkembangan ekspor teh Indonesia rata-rata pertumbuhannya mencapai 5,80% selama sepuluh tahun terakhir. Volume ekspor teh tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 107.144 ton dengan nilai ekspor sekitar US$ 112,524 juta sedangkan volume ekspor teh terendah pada tahun 1997 yaitu sebesar 66.843 ton dengan nilai ekspor sekitar US$ 88,838 juta. Dari hasil regresi model ekspor teh Indonesia, pada jangka panjang variabel-variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap volume ekspor adalah harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Nilai koefisien dari LHX adalah 0,69 yang artinya bila terjadi peningkatan harga ekspor sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,69 persen. Nilai koefisien dari LHD adalah -0,87 yang artinya bila terjadi peningkatan harga domestik sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0,87 persen. Nilai koefisien dari LER adalah 0,50 yang artinya bila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,50 persen.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH INDONESIA : SUATU PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL
Oleh : DEASY HOLLYLUCIA. P A08400901
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
Skripsi
:
Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model
Nama
:
Deasy Hollylucia. P
NRP
:
A08400901
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc NIP. 131 803 656
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR
TEH
INDONESIA
:
SUATU
PENDEKATAN
ERROR
CORRECTION MODEL” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
SEBAGAI
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Februari 2008
Deasy Hollylucia. P A08400901
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Deasy Hollylucia. P lahir pada tanggal 15 Agustus 1981 di Palembang, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Dhays Husein Idham dan Masnun Desty. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1986 di TK YKA Banda Aceh kemudian di SDN 20 Banda Aceh. Setelah menamatkan pendidikan dasar, penulis melanjutkan di SMPN 1 Banda Aceh, kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Banda Aceh. Pada pertengahan tahun 1999 penulis melanjutkan studinya ke program strata 1 di Universitas Syiah Kuala melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi (UMPTN) dan diterima di Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Kemudian pada tahun berikutnya penulis melanjutkan studi strata 1 di Institut Pertanian Bogor pada program studi Ekonomi Pertanian Dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model”. Tulisan ini berisi tentang keadaan komoditi teh di Indonesia dengan menggunakan data time series dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2004, yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan produksi, perkembangan ekspor teh Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka diharapkan kritik dan saran dari pembaca. Harapan dari penulis adalah agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan masalah komoditi teh.
Bogor, Februari 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Maha Besar Allah SWT, Sang Maha Penjaga Keteraturan Ritmikal Kosmos yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Kau adalah hal terindah yang dapat ku alami karena Kaulah misteri terBESAR yang dapat hadir dalam hidupku. Terima kasih telah memberiku pelajaran tentang arti ”Menjadi ADA” dan ucapan syukur penulis mengiringi ucapan terima kasih kepada orang-orang terkasihi, yaitu : 1.
Dr. Hermanto Siregar, MEc selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perhatian yang sangat membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Tanti Novianti, SP, Msi atas kesediaannya menjadi Penguji Utama yang telah memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
3.
Tintin Sarianti, SP atas kesediaannya menjadi Penguji Wakil Departemen yang telah memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
4.
Mama dan Papa yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang, kesabaran dan doa yang tiada henti-hentinya didalam setiap detak jantung dan hembusan nafas ayuk, serta my lovely sister dan brothers... diah, dedy, danda thanks for all of your support.....!!
5.
Dr. Eka Keumala Putri dan Pini, terima kasih telah membantu dalam proses pelaksanaan seminar dan sidang.
6.
Pak Taufik AJMP dan mbak Dian PAP atas kesabarannya yang selalu membantu penulis dalam hal ”apapun” selama perkuliahan.
7.
Bapak, ibu, nuri dan ridwan terima kasih untuk segala kebaikannya selama ini dan memberikan dorongan serta doa selama penyusunan skripsi hingga terselesaikannya skripsi ini.
8.
Yuni, nuri, ayat dan ika... thanx for bringing me a whole new atmosphere of family, life and friendship.
9.
Wulan dan ieya atas keikhlasannya menjadi ’asisten dan manajer’... ;p thanks my sisters.
10. Nana, ella, erni dan kholifah yang telah memberikan ’ayat-ayat cintaNya’ agar penulis diberikan kemudahan dan kelancaran pada saat seminar dan sidang. 11. Rekan-rekan EPS untuk kebersamaan yang menyenangkan selama perkuliahan, yang telah membuat selama perkuliahan menjadi berkesan dan tidak terlupakan. 12. Semua keluarga dan sahabat yang tidak dapat penulis ingat dan sebutkan, namun jasa mereka turut membentuk dan menjadikan seorang deasy yang sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................i DAFTAR TABEL...................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................v BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang..............................................................................1
1.2
Perumusan Masalah......................................................................5
1.3
Tujuan Penelitian..........................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sejarah Komoditi Teh Di Indonesia ............................................8
2.2
Jenis Teh ......................................................................................9
2.3
Syarat Tumbuh Tanaman Teh .....................................................9
2.4
Manfaat Teh................................................................................10
2.5
Penelitian Terdahulu...................................................................12
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis .....................................................16 3.1.1 Teori Penawaran ..............................................................16 3.1.2 Model Penawaran Ekspor ................................................18 3.1.3 Teori Perdagangan Internasional .....................................20 3.1.4 Error Correction Model (ECM) ......................................22
3.2
Hipotesis ....................................................................................24
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Tempat Dan Waktu Penelitian ...................................................25
4.2 Jenis Dan Sumber Data ..............................................................25 4.3 Metode Pengolahan Dan Analisis Data .....................................26 4.3.1 Perumusan Model Ekspor ................................................26 4.3.2 Model Ekspor Teh Indonesia ...........................................27 4.4
Estimasi Model ..........................................................................30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Perkembangan Komoditi Teh Di Indonesia .................................. 33 5.1.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia .............................. 33 5.1.2 Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia .......................... 34 5.1.3 Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia ....................... 36
5.2
Perkembangan Ekspor Teh Indonesia ........................................... 37 5.2.1 Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh Indonesia Di Dunia ................................................................................... 37 5.2.2 Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia ....................... 39 5.2.3 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Menurut Jenisnya ............................................................................... 41
5.3
Perkembangan Data-Data Teh Indonesia ......................................43 5.3.1 Data Volume Ekspor Teh Indonesia ................................... 43 5.3.2 Data Harga Ekspor Teh Indonesia ...................................... 44 5.3.3 Data Harga Domestik Teh Indonesia .................................. 45 5.3.4 Data Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ..........................46
5.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia ......... 47 5.4.1 Uji Unit Root (Stationary Test) ........................................... 47 5.4.2 Uji Kebaikan Model ECM .................................................. 50 5.4.3 Uji Kointegrasi …………………………………………… 52 5.4.4 Persamaan ECM ..................................................................54
5.5
Implikasi Kebijakan……………………………………………... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan ……………………………………………………... 61
6.2
Saran ……………………………………………………………. 62
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 64 LAMPIRAN ………………………………………………………………………66
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Peringkat Negara Produsen dan Komoditi Teh Tahun 2002 ........................... 3
2.
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Teh Indonesia Tahun 2000-2004 ........................................................................................................ 4
3.
Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 2000-2004 ............................. 5
4.
Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ............................ 34
5.
Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ........................ 35
6.
Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ..................... 37
7.
Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh terhadap di Dunia Tahun 2000-2004 ...................................................................................................... 39
8.
Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ..................... 41
9.
Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 2000-2004 ...................................................................................................... 43
10. Uji Unit Root Level ........................................................................................ 49 11. Uji Unit Root First Difference ....................................................................... 50 12. Uji Autokorelasi, Heteroskedasitas dan Linearitas ........................................ 50 13. Uji Normalitas ................................................................................................ 51 14. Persamaan Jangka Panjang ............................................................................ 53 15. Uji Kointegrasi Engle Granger ...................................................................... 54 16. Persamaan ECM ............................................................................................. 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Grafik Volume Ekspor Teh Indonesia .........................................................44
2.
Grafik Harga Ekspor Teh Indonesia ............................................................44
3.
Grafik Harga Domestik Teh Indonesia ........................................................45
4.
Grafik Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar .................................................46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Produksi Teh Indonesia ......................................................... 66
2.
Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia ..................................................... 67
3.
Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia .................................................. 68
4.
Perkembangan Ekspor Teh Indonesia ............................................................ 69
5.
Uji Unit Root Level ........................................................................................ 70
6.
Uji Unit Root Level ……………………………………………………….... 71
7.
Uji Unit Root Level ……………………………………………………….... 72
8.
Uji Unit Root Level ……………………………………………………….... 73
9.
Uji Unit Root First Difference ……………………………………………... 74
10. Uji Unit Root First Difference ……………………………………………... 75 11. Uji Unit Root First Difference ……………………………………………... 76 12. Uji Unit Root First Difference ……………………………………………... 77 13. Uji Autokorelasi ............................................................................................. 78 14. Uji Heteroskedasitas ...................................................................................... 79 15. Uji Linearitas ................................................................................................. 80 16. Uji Normalitas ............................................................................................... 81 17. Uji Kointegrasi Engle Granger ..................................................................... 82 18. Persamaan Jangka Panjang ............................................................................ 83 19. Persamaan ECM ............................................................................................. 84
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam mengangkat tingkat kehidupan negara Indonesia, ada beberapa sektor yang perlu dikembangkan sehingga dapat mendukung sektor lainnya sehingga tujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dapat tercapai. Salah satu sektor yang paling penting adalah sektor pertanian yang berbasis industri, dimana industri pertanian atau yang disebut dengan agroindustri merupakan bagian dari sistem agribisnis. Perkembangan agroindustri dapat dijadikan kekuatan bagi Indonesia sebagai negara agraris untuk mempertahankan kelangsungan hidup bagi 200 juta lebih penduduknya, sebab sektor agribisnis memiliki kekuatan struktur ekonomi yang kuat. Dilihat dari keunggulan Indonesia sebagai negara agraris peran pertanian dan agribisnis sampai saat ini serta peluang dan tantangan yang akan dihadapi pada masa datang, tidak diragukan lagi bahwa sektor agibisnis akan tampil menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi nasional. Agribisnis mampu mengakomodasikan tuntunan agar perekonomian Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang sekaligus memenuhi prinsip kerakyatan dan berkelanjutan. Pada waktu krisis ekonomi, hal ini terbukti bahwa sektor tersebut masih mampu menghasilkan keuntungan berupa devisa dan bertahan dipasar internasional. Dengan
demikian,
sektor
ini
harus
dipacu
pengembangannya
melalui
pembangunan pertanian sebab mengandung komponen lokal yang tinggi dan melalui reorientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang berbasis pada agribisnis (Gumbira-Sa’id dan Intan, 1998). Berdasarkan data BPS tahun 2000,
kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto mencapai sebesar 218.397,6 milyar rupiah atau sekitar 16,92 persen, jumlah ini merupakan terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Perkembangan perekonomian di Indonesia hingga saat ini masih ditunjang oleh sektor pertanian terutama sektor perkebunan (Saragih dan Khrisnamurti dalam Agrimedia 2003). Keadaan ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat keunggulan komparatif dan kompetitif perekonomian Indonesia lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumberdaya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal. Pengembangan agribisnis di sektor pertanian adalah merupakan salah satu Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004, program ini bertujuan untuk mengembangkan agribisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian termasuk perkebunan dan kehutanan primer yang berdaya saing, meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat pertanian, memperluas kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan, mengembangkan ekonomi wilayah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam kebijakan tersebut, terungkap bahwa pembangunan
di subsektor perkebunan yang merupakan bagian dari sektor
pertanian masih tetap memegang peranan penting kerana sumbangan subsektor tersebut terhadap devisa negara cukup besar dan cenderung meningkat. Sebagai salah satu komoditi hasil perkebunan, teh merupakan komoditas yang mempunyai kontribusi penting dalam menghasilkan devisa negara. Sehingga secara tidak langsung ikut menyumbang penerimaan negara dari ekspor non
migas, mengingat Indonesia masuk dalam lima besar dunia dari seluruh negara produsen teh di dunia. Disamping menghasilkan devisa negara, teh berperan dalam peningkatan penghasilan bagi perusahaan dan perkebunan kecil, penyediaan lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pemeliharaan sumberdaya alam. Di bidang ekspor, eksportir utama teh dunia secara berurutan adalah India (20,7%), Cina (18,5%), Sri Langka (17,9%) dan Kenya (12,9%). Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan kelima pengekspor utama teh dunia dengan jumlah 99.721 ton atau sebesar 7,2 persen dari pangsa pasar dunia yang mencapai 1.391.940 ton. Tabel 1. Peringkat Negara Produsen dan Komoditi Teh Tahun 2003
India
Produksi (ton) 853.701
Pangsa (%) 28,3
Ekspor (ton) 287.503
Pangsa (%) 20,7
Cina
701.699
23,2
258.118
18,5
Sri Langka
296.301
9,8
249.678
17,9
Kenya
294.631
9,8
179.857
12,9
Indonesia
161.202
5,3
99.721
7,2
Turki
142.900
4,7
68.217
4,9
Jepang
89.809
2,9
56.645
4,1
481.183
15,9
192.201
13,8
3.021.426
100,0
1.391.940
100,0
Negara
Lain-lain Jumlah
Sumber : BPS 2004 Perkembangan ekspor teh Indonesia selama kurun waktu 2000-2004 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, volume ekspornya mencapai 105.581 ton dengan nilai sekitar US$ 112,1 juta. Sementara untuk tahun 2001 ekspor teh Indonesia mengalami penurunan sekitar 5,55% dibandingkan dengan volume ekspor tahun sebelumnya, atau menjadi sekitar 99.721 ton dengan
nilai ekspornya mencapai US$ 104,5 juta. Selanjutnya pada tahun 2002 volume ekspor teh meningkat sekitar 0,46% atau volume ekspornya menjadi 100.184 ton, namun demikian
nilai ekspornya justru mengalami penurunan sekitar
US$ 103,4 juta. Tabel 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Teh Indonesia Tahun 2000 - 2004
2000
Volume (ton) 105.581
Nilai (000 US$) 112.106
Pertumbuhan (%) -
2001
99.721
104.537
-5,55
2002
100.184
103.427
0,46
2003
88.894
95.970
-11,27
2004
107.144
112.524
20,53
Tahun
Rataan
1,04
Sumber : BPS, 2005 Volume ekspor teh kembali mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2003 sekitar 11,27% atau volume ekspornya menjadi 88.894 ton dan nilai ekspornya mencapai US$ 95,9 juta. Sedangkan pada tahun 2004 ekspor teh Indonesia kembali meningkat hingga menjadi 20,53% atau naik sekitar 107.144 ton dengan nilai ekspornya mencapai US$ 112,5 juta. Sehingga selama tahun 2000-2004 perkembangan ekspor teh Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 1,04% per tahun. Untuk perkembangan produksi teh di Indonesia selama periode 20002004, produksi teh Indonesia rata-rata sekitar 0,37% per tahun. Pada tahun 2000, produksi teh Indonesia sebesar 162.587 ton dan pada tahun 2001 produksinya sebesar 2,63% atau menjadi 166.867 ton. Namun pada tahun 2002 produksi teh menurun yaitu sekitar 1,00% atau menjadi 165.194 ton. Untuk tahun 2003 produksinya mengalami peningkatan sekitar 2,80% atau menjadi sekitar 169.821
ton. Produksi teh Indonesia kembali mengalami penurunan pada tahun 2004 yaitu sekitar 2,95% atau menjadi 164.818 ton. Tabel 3. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 2000-2004
2000
Produksi Teh (ton) 162.587
Pertumbuhan (%) -
2001
166.867
2,63
2002
165.194
-1,00
2003
169.821
2,80
2004
164.818
-2,95
Tahun
Rataan
0,37
Sumber : BPS, 2005 Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 baik perkembangan ekspor maupun perkembangan produksi kedua-duanya cenderung menunjukkan tidak adanya peningkatan yang cukup besar bahkan menunjukkan sedikit penurunan. Hal ini tentu saja menjadi ironis, di mana permintaan teh dunia meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia akan tetapi ekspor dan produksi Indonesia tidak meningkat. Untuk menanggapi hal ini tentu saja perlu upaya peningkatan perbaikan dari semua faktor yang mempengaruhi hal tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Perdagangan teh dunia selama ini dihadapkan pada dua permasalahan utama, yakni kelebihan penawaran serta elastisitas permintaan dan penawaran dunia yang relatif inelastis. Kelebihan penawaran diakibatkan oleh terus meningkatnya produksi teh di negara-negara produsen utama yang tidak dapat diimbangi oleh laju peningkatan konsumsi dan besarnya fluktuasi harga. Di mana fluktuasi harga yang terjadi menjadi semakin tajam sebagai akibat dari rendahnya
elastisitas permintaan dan penawaran komoditi teh. Keadaan demikian tentunya akan berakibat pada fluktuasi penerimaan devisa Indonesia. Pada saat ini pasar ekspor umumnya mengeluhkan suplai teh Indonesia yang tidak kontinyu. Ditambah lagi adanya kenaikan harga bahan bakar yang dikhawatirkan akan meningkatkan harga penawaran teh Indonesia ke pasar internasional. Mengingat relatif besarnya peranan teh dalam subsektor perkebunan, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan jumlah dan mutu teh dalam negeri, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perkebunan teh secara keseluruhan. Selain itu juga perlu diberikan perhatian khusus terhadap ekspor, harga, dan daya saing teh Indonesia sehingga ekspornya dapat ditingkatkan dimata. Usaha-usaha ini pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan devisa negara dari sektor nonmigas. Sehubungan dengan kondisi di atas maka perumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perkembangan komoditi teh di Indonesia dan perkembangan ekspor teh dari Indonesia? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan
perkembangan
komoditi
perkembangan ekspor teh dari Indonesia.
teh
di
Indonesia
serta
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia dan melihat seberapa besar pengaruhnya.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai ekspor teh Indonesia. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi masukan dalam membuat kebijakan di sektor perkebunan, khususnya untuk ekspor teh Indonesia. 3. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi serta informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Komoditi Teh di Indonesia Teh berasal dari pengolahan daun teh (Camellia Sinensis) dari familia Theaceae. Tanaman ini pertama kali dikenal di daratan Cina sehingga pada tahun 800 Lu Yu menulis sebuah buku yang pertama kali secara khusus mengupas soal teh, yang disebut Cha Ching. Isinya menjelaskan tentang berbagai cara menanam teh dan pengolahannya. Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudidayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr. Van Siebold dengan usaha pembudidayaan bibit teh dari Jepang. Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta.
2.2 Jenis Teh Dewasa ini dikenal beragam jenis tanaman teh yang diperoleh dari penyilangan berbagai jenis tanaman teh serta dipengaruhi pula oleh kondisi tanah dan cuaca. Hingga saat ini terdapat lebih kurang 1.500 jenis teh di seluruh dunia, yang berasal dari 25 negara yang berbeda. Namun jenis teh pada dasarnya dapat digolongkan pada 3 kelompok utama, yaitu : 1. Black Tea (Teh Hitam) adalah jenis teh yang dalam pengolahannya melalui proses fermentasi secara penuh. 2. Oolong Tea (Teh Oolong) adalah jenis teh yang dalam pengolahannya hanya melalui setengah proses fermentasi. 3. Green Tea (Teh Hijau) adalah jenis teh yang dalam pengolahannya tidak melalui proses fermentasi. Di Indonesia, jenis teh yang paling populer adalah Jasmine Tea (Teh Wangi Melati) yaitu Teh Hijau yang dicampur bunga melati sehingga menimbulkan aroma atau wangi yang khas.
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Teh Tanaman teh yang umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan laut dengan suhu cuaca yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 14oC – 25oC yang diikuti oleh sinar matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari. Apabila suhu udara mencapai 30oC maka pertumbuhan tanaman teh di daerah rendah yang ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 200-800 meter perlu tanaman perlindung sementara maupun perlindung tetap.
Ketinggian tanaman dapat mencapai 9 meter untuk teh Cina dan teh Jawa sedangkan untuk teh jenis Assamica dapat mencapai 12-20 meter. Namun untuk mempermudah pemetikan daun-daun teh sehingga mendapatkan pucuk daun muda yang baik, pohon teh selalu dijaga pertumbuhannya dengan cara dipotong maksimal 1 meter. Untuk curah hujan, teh memerlukan curah hujan yang tersebar secara merata untuk dapat berproduksi dengan baik tanpa irigasi yaitu curah hujan tahunan minimal sebesar 1000-1400 mm. Sehingga pada daerah yang beriklim tropis, teh dataran rendah memiliki hasil yang lebih tinggi dengan curah hujan yang cukup tetapi kualitasnya rendah dan umur tanaman lebih terbatas. Teh dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memenuhi syarat tumbuh yaitu tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai derajak keasaman (pH) antara 4,5 – 5,6.
2.4 Manfaat Teh Dalam Bambang Kusmiati (1993) di sebutkan bahwa dalam 100 gr daun teh terdapat kandungan bahan-bahan sebagai berikut : 6 Kalori…………………………… 132 kal 6 Lemak…………………………... 0,7 g 6 Kalsium…………………………. 717 mg 6 Besi……………………………… 11,8 mg 6 Air……………………………….. 7,6 g 6 Protein…………………………… 19,5 g 6 Karbohidrat………………………. 67,8 g
6 Fosfor……………………………. 265 mg 6 Vitamin A………………………... 2.095 SI 6 Vitamin B………………………... 0,01 mg 6 Vitamin C………………………... 300 mg Teh merupakan salah satu tanaman yang di olah dan digunakan untuk minuman yang lezat, yang tidak menimbulkan efek tertentu bila diminum bahkan dipercaya mampu memberikan daya awet muda sehingga teh berpengaruh positif terhadap kesehatan peminumnya. Manfaat yang dapat dirasakan oleh peminum teh adalah sebagai berikut : 6 Memperkuat gigi dan mencegah karies pada gigi Unsur Flouride (F) yang cukup tinggi pada teh, dapat membantu dalam mencegah tumbuhnya karies pada gigi serta dapat memperkuat gigi. 6 Menguragi resiko keracunan makanan Unsur Catechin (salah satu unsur dalam Polyphenols), telah terbukti bahwa unsur tersebut memiliki kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan beberapa bakteri yang menyebabkan keracunan makanan (menurut penelitian dari Taiwan dan Jepang). 6 Memperkaya daya tahan tubuh Dengan adanya vitamin C dan vitamin E maka teh dapat juga membantu memperkuat daya tahan tubuh. 6 Mencegah tekanan darah tinggi Epigollocatechin dan epicatechin gallat yang merupakan varian dari catechin, ternyata mampu bertindak sebagai inhibator dari pada angiostensin trasferase yaitu enzim penyebab tekanan darah tinggi. Lebih
lanjut dapat pula disimpulkan bahwa dengan kemampuan catechin untuk mencegah tekanan darah tinggi, mengurangi kadar kolestrol dalam darah dan menangkal radikal bebas maka catechin juga bisa mengurangi resiko penyakit kardiovasculaar. 6 Menangkal kolestrol Catechin ternyata juga telah dibuktikan bahwa dapat mengurangi penimbunan kolestrol dalam darah dan mempercepat pembuangan kolestrol melalui feces. 6 Mengoptimalkan metabolisme gula Mangan (Mn) yang terkandung dalam teh bisa membantu penguraian gula menjadi energi. Dengan demikian teh bisa membantu menjaga kadar gula dalam darah. 6 Mencegah pertumbuhan kanker Kemampuan catechin (salah satu unsur dalam Polyphenols) dapat menghambat terjadinya mutasi pada sel-sel tubuh dan menetralisir radikal bebas.
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Mendy (1994) menyatakan ekspor teh hijau mempunyai banyak peluang di pasar internasional seperti Maroko, Afganistan, Pakistan, Afrika dan Rusia. Peluang tersebut di karenakan adanya hubungan bilateral dalam perdagangan dan kesediaan negara tersebut dalam mengimpor teh dari Indonesia. Selain itu peluang tersebut ada karena kebijakan pemerintah dalam mendukung kegiatan ekspor non migas. Selain peluang tersebut, ekspor komoditi
teh mempunyai ancaman yang cukup serius yaitu adanya pesaing Cina yang menguasai segmen pasar dunia. Penelitian Abbas dkk (1996) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BP3) menjelaskan bahwa teh hitam Indonesia sudah tidak memiliki keunggulan baik keunggulan kompetitif dan komparatif. Nilai koefisien biaya sumberdaya domestik (BSD) baik atas dasar harga bayangan maupun harga pasar semuanya menunjukkan angka lebih dari satu. Tidak kompetitifnya teh tersebut terutama karena tekanan harga jual dan harga input tenaga kerja. Analisis elastisitas BSD menunjukkan bahwa BSD teh hitam bersifat responsif terhadap perubahan harga jual dan upah tenaga kerja, akan tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk dan harga bahan bakar minyak untuk pengolahan. Menghadapi situasi pertehan Indonesia yang tidak menguntungkan ini, upaya yang dilakukan adalah menerapkan strategi bertahan. Produksi yang ada sementara waktu perlu dialokasikan lebih dahulu untuk memperbesar pasar dalam negeri. Pasar teh di dalam negeri memiliki potensi yang cukup besar bila ditangani dengan serius, karena saat ini konsumsi teh masih sangat rendah. Untuk meningkatkan keunggulan komparatif, perlu upaya perbaikan dalam mekanisme penjualan teh. Menurut Sihombing (1997) dalam penelitian yang menjelaskan bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang harga teh di pasar domestik tidak responsif terhadap perubahan harga ekspor teh, nilai tukar uang dan penawaran domestik. Sedangkan harga ekspor teh itu sendiri lebih responsif terhadap perubahan harga teh dunia dalam jangka panjang, namun tidak responsif terhadap perubahan nilai tukar uang. Hal ini menunjukkan adanya integrasi atau keterkaitan
harga antara pusat pasar teh dunia dengan pasar ekspor dan impor, dimana perubahan yang terjadi ditransmisikan ke pasar ekspor dan impor dengan arah perubahan yang sama. Pemasaran teh di pasar domestik sangat potensial untuk dikembangkan mengingat tingkat konsumsi teh Indonesia masih rendah. Jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik merupakan potensi bagi pengembangan pemasaran teh domestik. Perkembangan ekspor dan impor dari masing-masing negara produsen dan negara pengimpor akan mempengaruhi perkembangan harga teh di dunia. Sedangkan harga teh dunia dipengaruhi harga ekspor negara-negara produsen, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, harga ekspor teh di Indonesia akan sangat terpengaruh pada situasi perdagangan teh dunia. Penelitian yang dilakukan Venkatram (1999) dalam penelitian yang berjudul ”Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffe Market” menyatakan bahwa elastisitas harga dari permintaan kopi India secara umum rendah, dimana elastisitas harga pada jangka pendek lebih rendah dari pada jangka panjang. Faktor non harga seperti peningkatan standar mutu dan promosi yang dilakukan secara gencar serta promosi merek mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan permintaan kopi pada pasar domestik maupun pasar ekspor, sedangkan faktor harga mempunyai pengaruh negatif terhadap peningkatan permintaan. Sedangkan Wilson (2002) dalam jurnalnya yang berjudul ”Determinants of Manufactured Exports in Kenya : A Cointegration Analysis” mengemukakan bahwa faktor yang menentukan ekspor Kenya adalah harga domestik produk pada tahun sebelumnya, harga ekspor tahun sebelumnya dan
teknologi yang digunakan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor adalah harga ekspor tahun sebelumnya, harga domestik tahun sebelumnya, nilai tukar mata uang terhadap US$, pendapatan perkapita penduduk negara tujuan pada tahun sebelumnya. Penelitian Ady Nugroho Putro (2004) yang berjudul ”Analisis perilaku dinamik ekspor teh hitam PT Perkebunan Nusantara VIII” menggunakan salah satu metode analisis yang masih baru digunakan yaitu Error Correction Model (ECM). Hasil dugaan ECM menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor teh hitam PTPN VIII ke pasar ekspor adalah harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya dan volume ekspor bulan sebelumnya. Perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa dalam jangka pendek volume ekspor teh hitam PTPN VIII tidak responsif terhadap perubahan semua variabel yang diuji. Sedangkan dalam jangka panjang volume ekspor teh hitam PTPN VIII responsif terhadap harga ekspor dan harga bulan sebelumnya serta volume ekspor bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena peningkatan harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya serta volume ekspor bulan sebelumnya tidak direspon secara langsung dengan peningkatan volume ekspor teh hitam PTPN VIII, namun peningkatan tersebut akan direspon dalam jangka panjang.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Penawaran Besarnya penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditas yang ditawarkan (baik barang maupun jasa) oleh produsen kepada konsumen dalam satu pasar pada tingkat harga tertentu (Lipsey, 1993). Jumlah yang ditawarkan ini tidak selalu sama dengan jumlah komoditas yang benar-benar di jual oleh produsen. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas secara umum adalah harga komoditas itu sendiri, komoditas alternatif, harga faktor produksi, tujuan perusahaaan, tingkat penggunaan teknologi, pajak, subsidi dan harapan harga yang akan datang (Lipsey, 1993). 1. Harga komoditas tersebut Suatu teori dasar ekonomi menyatakan bahwa sejumlah komoditas mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang ditawarkan, yaitu semakin tinggi harganya semakin besar pula jumlah yang ditawarkan dan sebaliknya, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena peningkatan harga komoditi menyebabkan peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya. Jadi peningkatan harga dari suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi tersebut. Dengan demikian perubahan harga suatu komoditi akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva penawaran.
2. Harga faktor produksi Harga suatu faktor produksi merupakan biaya yang harus di keluarkan oleh perusahaan. Peningkatan harga faktor produksi menyebabkan laba yang diterima oleh perusahaan akan berkurang. Akibatnya perusahaan akan mengurangi produksinya. Sehingga apabila terjadi peningkatan harga faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu komoditas maka jumlah yang ditawarkan akan berkurang dan sebaliknya, ceteris paribus (Lipsey). 3. Tingkat penggunaan teknologi Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Dengan penggunaan teknologi baru mengakibatkan efisiensi waktu, tenaga dan modal meningkat dimana peningkatan tersebut berasal dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi yang sama. Akibatnya jumlah penawaran akan meningkat, ceteris paribus (Lipsey, 1993). 4. Tujuan perusahaan Tujuan perusahaan tidak semata-mata untuk memaksimumkan keuntungan. Jumlah yang ditawarkan juga tergantung kepada tujuan perusahaan. Jika perusahaan mementingkan volume produksi maka perusahaan
dapat
menghasilkan
dan
menjual
lebih
banyak
atau
meningkatkan penawarannya, ceteris paribus (Lipsey, 1993). Pada penelitian ini, persamaan penawaran tidak di analisis hanya fokus pada penawaran ekspor saja.
3.1.2 Model Penawaran Ekspor Teori penawaran bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran. Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa adalah jumlah komoditi yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu pasar dan pada tingkat harga serta waktu tertentu. Penawaran
ekspor
suatu
negara
merupakan
selisih
antara
produksi/penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct – St-1 dimana : Xt = jumlah ekspor komoditi pada tahun t Qt = jumlah produksi domestik pada tahun t Ct = jumlah konsumsi domestik pada tahun t St-1 = stok tahun sebelumnya (t-1) Jika jumlah stok pada tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct Untuk komoditi ekspor, penawaran komoditi yang bersangkutan akan di alokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor). Sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Jumlah produksi domestik pada tahun ke-t (Qt) ditentukan oleh :
1. Harga domestik tahun lalu (HDt-1) 2. Luas areal tanaman produktif (At) 3. Teknologi (Tt) Sehingga fungsi produksi suatu komoditi dapat dinyatakan sebagai berikut : Qt = f (HDt-1, At, Tt) Produksi yang dihasilkan sebagian akan dikonsumsikan didalam negeri. Besarnya konsumsi (Ct) tergantung dari : 1. Harga domestik tahun ke-t (HDt) 2. Pendapatan per kapita (Yt) 3. Selera (St) Sehingga fungsi konsumsi dapat dinyatakan sebagai berikut : Ct = f (HDt, Yt, St) Disamping faktor-faktor dalam negeri (internal), ekspor komoditi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar negeri (eksternal). Ada 2 faktor dari pasar internasional yang besar pengaruhnya terhadap ekspor suatu komoditi yaitu : 1. Nilai tukar uang (ERt) 2. Harga ekspor komoditi tahun ke-t (HXt) 3. Harga barang substitusi diluar negeri tahun ke-t (PSt) Sedangkan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor maka perlu dimasukkan peubah lag yaitu volume ekspor teh tahun sebelumnya (Xt-1). Sehingga secara keseluruhan fungsi ekspor dinyatakan sebagai berikut : Xt = f (HDt-1, At, Tt, HDt, Yt, St, ERt, HXt, PSt, Xt-1)
3.1.3 Teori Perdagangan Internasional Menurut arti yang sederhana perdagangan internasional adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antara negara (Adam Smith dalam Salvatore, 1996), perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolut advantage). Jika sebuah negara lebih efisien dari pada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien di banding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masingmasing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini sumberdaya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang di produksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan. Menurut Ball (2000) dalam buku bisnis internasional, perdagangan internasional timbul, utamanya karena perbedaan-perbedaan yang berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh antara lain perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi, perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intensitas faktor yang digunakan, perbedaan dalam efesiensi pemanfaatan faktor-faktor tersebut dan kurs valuta asing. Meskipun demikian, perbedaan selera dan variabel permintaan dapat membalikkan arah perdagangan yang diramalkan oleh teori.
Dalam teori mengenai timbulnya perdagangan internasional, (HeekscheOhlin dalam Salvatore, 1987) menganggap bahwa negara dicirikan oleh bawaan faktor yang berbeda, sedangkan fungsi produksi di semua negara adalah sama dengan menggunakan asumsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda antar negara, suatu negara cenderung untuk mengekspor komoditas yang secara relatif intensif
dalam
menggunakan faktor produksinya lebih banyak dan mengimpor barang-barang yang menggunakan
faktor-faktor produksi yang relatif langka dan intensif.
Volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas subsitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung (Salvatore, 1996). Secara teoritis, suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal teh) ke negara lain (misalnya negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik. Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sehingga harga
menjadi tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain yang harganya relatif komunikasi antara negara
lebih murah. Jika kemudian terjadi
A dan B maka akan terjadi perdagangan antara
dua negara tersebut. Dalam hal ini negara A mengekspor teh ke negara B (Salvatore, 1996). Di pasar internasional besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dunia dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia (Salvatore, 1996). Penjelasan diatas menunjukkan bahwa ekspor suatu negara sangat di tentukan oleh harga domestik, harga internasional serta keseimbangan penawaran dan permintaan dunia. Selain itu secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara terhadap negara lain.
3.1.4 Error Correction Model (ECM) ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Tomas, 1997). Sehingga Thomas berkesimpulan bahwa penggunaan ECM memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time series yang non-stasioner dan regresi semu (spurious). Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi trend dari variabel. ECM dapat diestimasi dengan metode OLS. ECM dapat dipaskan dengan pendekatan ”umum ke spesifik” (yaitu melihat kecenderungan umum dan menditelkannya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang). Dengan cara melakukan stasioner terhadap data terlebih dahulu akan membantu kita menghindari masalah pada saat pengolahan data nantinya seperti masalah multikolineritas antar data yang dapat menyebabkan standar error yang sangat besar. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat idel untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. Jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga akan meningkatkan efisiensi estimasi. Munculnya ketidakseimbangan (disequilibrium error) itu sendiri terjadi dikarenakan, pertama kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter, keseimbangan itu sendiri. Kedua kesalahan membuat defenisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam menginput data. ECM adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Konsep mengenai ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan Gujarati (1998) model ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang non-stasioner dan regresi semu.
Kelebihan lain dari ECM adalah seluruh komponen dan informasi pada tingkat varibel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi, menghindari terjadinya trend dan regresi semu (Spurious Regression). Selain itu dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Artinya model ECM mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independent terhadap dependen dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Julianto, 2003). Dalam menggunakan Error Correction Model ada dua langkah yang harus dilakukan. Pertama, menguji kestasioneran data, adapun pengujian kestasioneran data pada penelitian ini adalah menggunakan uji Dickey-Fuller/Augmented Dickey-Fuller (DF/ADF). Uji kestasioneran data ini dimaksudkan untuk mengindentifikasi ada atau tidak ada unit root dari variabel yang akan dianalisis (Thomas, 1997). Kedua, menggunakan hasil pengujian kestasioneran data kedalam regresi sehingga korelasi yang kita peroleh menggambarkan hubungan yang sebenarnya dari variabel-variabel yang diuji.
3.2 Hipotesa Volume ekspor teh Indonesia di pasar internasional dipengaruhi oleh harga ekspor teh yang berarti jika terjadi kenaikan harga ekspor maka volume ekspor akan meningkat. Volume ekspor teh juga dipengaruhi oleh harga domestik teh yang berarti jika terjadi kenaikan harga domestik maka volume ekspor teh akan menurun dan oleh nilai tukar rupiah yang berarti jika terjadi depresiasi nilai tukar maka volume ekspor teh akan meningkat.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada instansi pemerintah yang memiliki dokumentasi data mengenai kegiatan ekspor teh Indonesia seperti Departemen Pertanian, Kantor Pemasaran Bersama, Pusat Studi Ekonomi, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi lain. Penelitian dilakukan pada bulan Februari – April 2005.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu). Data tersebut diperoleh dari informasi statistik yang dimiliki oleh instansi-instansi pemerintah, selain itu data sekunder tersebut juga diperoleh melalui literatur dari berbagai instansi yang terkait dalam penelitian. Jenis data yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah : 1. Data volume ekspor teh Indonesia 2. Data harga ekspor teh Indonesia 3. Data harga domestik teh Indonesia 4. Data nilai tukar (exchange rate) 5. Data produksi teh Indonesia 6. Data luas areal teh Indonesia 7. Data konsumsi teh Indonesia
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia di analisis dengan menggunakan Error Correction Model (ECM). Pengolahan
data
dilakukan
secara
bertahap,
dimulai
dengan
mengelompokkan data, perhitungan penyesuaian dengan kalkulator untuk kemudian ditabelkan sesuai dengan keperluan. Data yang telah ditabelkan dipersiapkan sebagai input computer sesuai dengan model yang digunakan. Proses pengolahan data menggunakan program software Eviews 4.1. 4.3.1 Perumusan Model Ekspor Model merupakan suatu penyederhanaan dari fenomena aktual atau realita (Denburg dalam Munir, 1997). Suatu model dikatakan baik jika model tersebut dapat memenuhi kriteria di bawah ini : 1. Kriteria Ekonomi Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi. Model yang diperoleh akan dievaluasi berdasakan teori-teori ekonomi yang ada (Koutsoyiannis, 1997). 2. Kriteria Statistik Kriteria ini menyangkut uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel eksogen terhadap variabel endogen pada masing-masing persamaan maupun secara bersamaan,
kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan variasi atau keragaman variabel endogen. 3. Kriteria Ekonometrika Kriteria ekonometrika didasari oleh asumsi-asumsi dari Ordinary Least Square (OLS) sebagai berikut (Supranto, 1984) : a. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0 untuk I = 1,2,3,….,n b. Varian (ej) = E (ej) = σ2 sama untuk kesalahan pengganggu (asumsi homoskedastisitas) c. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (ei,ej) = 0 → i ≠ j d. Variabel bebas X1, X2, X3,…., Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu E (Xi, ej) = 0 e. Tidak ada kolinier ganda diantara variabel bebas X f. ei ≈ N (0, σ2) artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians σ2 Dengan dipenuhinya asumsi di atas, maka koefisien (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator). 4.3.2 Model Ekspor Teh Indonesia Karena kelebihannya menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang sehingga error correction model menjadi model yang dapat menjelaskan variabel penjelas dengan baik. Dalam penyusunan fungsi ekspor teh Indonesia, berdasarkan penelitian terdahulu variabel yang diidentifikasi mempengaruhi nilai ekspor teh adalah harga domestik teh Indonesia, harga ekspor teh dan nilai tukar
rupiah terhadap dollar (Rp/US$). Sehingga persamaan ekspornya adalah sebagai berikut : Xt = b0 + b1HXt + b2HDt + b3ERt + εt
(1)
Persamaan (1) dalam persamaan Autoregressive Distributed Lag, ARDL dengan lag satu, persamaan itu akan menjadi : Xt = b0 + b1HXt + b2HXt-1 + b3HDt + b4HDt-1 + b5ERt + b6ERt-1 + μXt-1 + εt
(2)
Dengan mengurangkan tiap sisi dengan Xt-1, persamaan (2) akan dapat ditulis sebagai berikut : Xt – Xt-1 = b0 + b1HXt + b2HXt-1 + b3HDt + b4HDt-1 + b5ERt + b6ERt-1 + μXt-1-Xt-1 + εt
(3)
Persamaan (3) dapat disederhanakan menjadi : ΔXt = b0 + b1HXt + b2HXt-1 + b3HDt + b4HDt-1 + b5ERt + b6ERt-1 - (1 + μ)Xt-1 + εt
(4)
Dengan menambahkan dan mengurangi sisi sebelah kanan dari persamaan dengan b1HXt-1, b3HDt-1, b5ERt-1, maka persamaan (4) ditulis sebagai berikut : ΔXt = b0 + b1HXt – b1HXt-1 + b1HXt-1 + b2HXt-1 + b3HDt – b3HDt-1 + b3HDt-1 + b4HDt-1 + b5ERt – b5ERt-1 + b5ERt-1 + b6ERt-1 – (1 + μ)Xt-1 + εt
(5)
Persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi : ΔXt = b0 + b1ΔHXt + (b1+b2)HXt-1 + b3ΔHDt + (b3+b4)HDt-1 + b5ΔERt + (b5+b6)ERt-1 – (1 + μ)Xt-1 + εt
(6)
Dengan asumsi λ = 1 - μ dan β1 = (b1+b2) / λ, β2 = (b3+b4) / λ, β3 = (b5+b6) / λ, maka persamaan (6) dapat dituliskan menjadi : ΔXt = b0 + b1ΔHXt + b3ΔHDt + b5ΔERt - λ (Xt-1 - β1HDt-1 - β2HXt-1 - β3ERt-1) + εt
(7)
Dengan asumsi β0 = b0 / λ maka persamaan (7) dapat disusun ulang menjadi : ΔXt = b1ΔHXt + b3ΔHDt + b5ΔERt - λ (Xt-1 - β0 - β1HXt-1 - β2HDt-1 - β3ERt-1) + εt
(8)
Dimana b1 = α1, b3 = α2, b5 = α3, maka persamaan (8) dapat ditulis dengan format ECM, sebagai berikut : ΔXt = α1ΔHXt + α2ΔHDt + α3ΔERt - λ (Xt-1 - β0 - β1HXt-1 - β2HDt-1 - β3ERt-1) + εt
(9)
atau dapat juga ditulis sebagai : ΔXt = α1ΔHXt + α2ΔHDt + α3ΔERt - λ ECT ε
(10)
dimana ECT = εt-1 = Xt-1 - β0 - β1HXt-1 - β2HDt-1 - β3ERt-1 Dimana : Xt
= Volume ekspor teh Indonesia
HXt = Harga ekspor teh Indonesia (US$/Kg) bulan t HDt
= Harga domestik teh Indonesia (Rp/Kg) bulan t
ERt
= Nilai tukar (Rp/US$) bulan t
Xt-1
= Lag volume ekspor teh Indonesia
HXt-1 = Lag harga ekspor teh Indonesia (US$/Kg) bulan sebelumnya HDt-1 = Lag harga domestik teh Indonesia (Rp/Kg) bulan sebelumnya ERt-1 = Lag nilai tukar (Rp/US$) bulan sebelumnya β0
= Intercept
αn = Parameter yang diduga, dimana n = 1,2,3, menggambarkan hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen. βn
= Parameter yang diduga, dimana n = 1,2,3, menggambarkan hubungan jangka panjang antara variabel independent dengan variabel dependen.
λ
= Error Corection Term / factor loading
ε
= Error term
4.4 Estimasi Model Sebelum penggunaan Error Correction Model (ECM) maka harus dilakukan beberapa tahap pengujian yaitu : 1. Menguji Unit Root (Stationary Test) Data ekonomi yang digunakan pada sebuah penelitian deret waktu (time series) biasanya tidak stasioner. Data time series dikatakan tidak stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Data stasioner juga bisa dilihat dari bentuk horizontal sepanjang sumbu waktu. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan apa yang dinamakan spurious regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak dalam kenyataan
atau tidak sebesar regresi yang
dihasilkan tersebut. Apabila data tidak stasioner maka diperlukan uji unit root yang bertujuan untuk mengamati apakah koefisien variabel tertentu dari model yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Salah satu model pengujian unit root adalah model Augmented Dickey-Fuller (ADF) (Thomas, 1997). Jika nilai ADF statistiknya lebih besar dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tidak stasioner. Apabila setelah uji ADF ternyata data time series tidak
stasioner maka dilakukan difference non stationer processes. Uji ADF pada dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut : ΔYt = γ1 + γ2t + δYt-1 + Σαi ΔYt-j + εt Hipotesis yang diuji adalah : H0 : δ = 0 (data bersifat tidak stasioner) H1 : δ < 0 (data bersifat stasioner) dimana εt merupakan white noise dan ΔYt-1 = Yt-1 – Yt-2. Nilai δ diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t-statistik. Statistik uji dapat dinyatakan sebagai : thit = δ σδ dimana : δ = nilai dugaan δ σδ = simpangan baku dari δ Jika nilai thit < nilai kritis dalam tabel ADF, maka keputusan yang diambil adalah tolak H0 yang berarti data bersifat stasioner. 2. Uji Integrasi dan Kointegrasi Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disingkat dengan I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Peubah-peubah tak stasioner yang tak terintegrasi pada tingkat yang sama dapat membentuk kombinasi linear yang bersifat stasioner. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Kointegrasi menjadi berarti walaupun secara individual tidak stasioner namun kombinasi linear antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Komponen dari vektor Yt dikatakan
terkointegrasi jika ada vektor α = (α1, α2, ....., αn) sehingga kombinasi linear αYt bersifat stasioner, dengan syarat ada unsur matrik α bernilai tidak sama dengan nol. Vektor α dinamakan vektor kointegrasi. 3. Estimasi Persamaan ECM Langkah selanjutnya adalah melakukan koreksi kesalahan (error) dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) pada model yang digunakan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Komoditi Teh Di Indonesia 5.1.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama kurun waktu 1995-2004 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu besar, di mana rata-rata pertumbuhan selama kurun waktu tersebut hanya sebesar 0,92% dan rata-rata produksi selama tahun tersebut hanya sebesar 163.419,30 ton. Selama periode tersebut peningkatan produksi terbesar yaitu pada tahun 2003 jumlahnya sebesar 169.821 ton atau sekitar 2,80%. Peningkatan produksi teh tersebut tidak sebanding dengan jumlah luas areal perkebunan teh yang menurun pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan produksi terendah selama kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1997 mengalami penurunan yang cukup drastis mencapai 9,31% atau menjadi 153.648 ton, dimana penurunan produksi ini disebabkan perubahan musim yang mencolok. Pada tahun tersebut terjadi peristiwa musim kemarau yang cukup panjang yang di akibatkan oleh pengaruh El Nino. Adanya kejadian tersebut menyebabkan banyaknya tanaman teh yang mengalami kekeringan sehingga produksinya kurang maksimal. Untuk tahun 1998 jumlah produksi teh Indonesia kembali meningkat setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 1998 ini jumlah produksinya sebesar 166.825 ton atau meningkat sebesar 8,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk tahun 1999 jumlah produksi teh Indonesia kembali turun menjadi 161.003 ton atau sekitar 3,49%.
Tabel 4. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 1995-2004
1995
Produksi Teh (ton) 154.013
Pertumbuhan (%) -
1996
169.417
10.00
1997
153.648
-9.31
1998
166.825
8.58
1999
161.003
-3.49
2000
162.587
0.98
2001
166.867
2,63
2002
165.194
-1,00
2003
169.821
2,80
2004
164.818
-2,95
Rataan
163.419,30
0,92
Tahun
Sumber : BPS, 2005 Pada tahun 2000 dan 2001 mengalami peningkatan produksi teh Indonesia, dimana tahun 2000 produksi teh meningkat menjadi 162.587 ton begitu pula pada tahun 2001 jumlahnya tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2000 bahkan menunjukkan peningkatan sebesar 2,63%. Namun
tahun 2002
kembali
mengalami penurunan yaitu 165.194 ton atau turun sekitar 1% dan kemudian produksi teh meningkat
pada
tahun 2003 sebesar 2,80%
atau mencapai
169.821 ton. 5.1.2 Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Perkembangan luas areal perkebunan teh di Indonesia selama periode sepuluh tahun terakhir dari tahun 1995-2004 mengalami fluktuasi yang cukup beragam
tiap tahunnya namun rata-rata menunjukkan kecenderungan
penurunan, dimana rata-rata pertumbuhan luas areal perkebunan teh selama periode
tersebut menurun hingga 0,63% dan rata-rata luas areal perkebunan
teh Indonesia tercatat seluas 149.263,60 Ha. Rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama
periode
1995-2004
menunjukkan
pertumbuhan
yang
negatif,
hanya tahun 1998 luas areal perkebunan teh Indonesia mengalami peningkatan cukup Untuk teh
besar
seluas
tahun
terus
157.039
Ha
atau
meningkat
sebesar
10,42%.
1998 sampai tahun 2002 jumlah luas areal perkebunan
bertambah
dimana
tiap
tahunnya
luas
areal
selalu
lebih
dari 150.000 Ha. Tabel 5. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Tahun 1995-2004
1995
Luas Areal Teh (Ha) 152.431
Pertumbuhan (%) -
1996
142.482
-6,53
1997
142.222
-0,18
1998
157.039
10,42
1999
156.839
-0,13
2000
153.675
-2,02
2001
150.872
-1,82
2002
150.707
-0,11
2003
143.604
-4,71
2004
142.765
-0,58
Rataan
149.263,60
-0,63
Tahun
Sumber : BPS, 2005 Untuk tahun 1995 luas areal perkebunan teh meningkat cukup besar menjadi 152.431 Ha, kemudian mengalami penurunan yang drastis pada tahun 1996 yaitu turun sebesar 6,53% atau luasnya sekitar 142.482 Ha. Dan tahun 1997 menunjukkan penurunan yang tidak jauh berbeda di bandingkan tahun 1996, hanya menurun sekitar 0.18% atau menjadi 142.222 Ha.
Pada tahun 1999-2004 perkembangan luas areal perkebunan teh Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 1,85%. Dimana tahun 2000 luas areal perkebunan teh sekitar 153.675 Ha atau hanya sekitar 2,02% kemudian mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi 150.872 Ha atau turun sebesar 1,82%. Untuk tahun 2002 luas areal perkebunan teh menurun, namun penurunan tersebut masih cukup kecil yaitu hanya sebesar 0,11% atau luasnya menjadi 150.707 Ha. Pada tahun 2003 luas areal perkebunan teh mengalami penurunan hingga sebesar 4,71% atau luasnya menjadi 143.604 Ha, begitu pula pada tahun 2004 jumlah luas areal perkebunan teh tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2003 hanya menunjukkan penurunan sebesar 0,58% atau mencapai 142.765 Ha.
5.1.3 Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia Perkembangan produktifitas teh Indonesia selama sepuluh tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan positif. Pada tahun 1995 produktifitas teh Indonesia sebesar 1,010 ton/Ha dan tahun 1996 produktifitas teh Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai sekitar 1,189 ton/Ha atau
sebesar 17,72%. Kemudian pada tahun 1997 produktifitas teh
Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis dimana penurunannya mencapai 9,17% atau mencapai 1,189 ton/Ha. Produktifitas teh kembali menurun pada tahun 1998 yaitu sebesar 1,080 ton/Ha atau sekitar 1,67% sedangkan tahun 1999 produktifitas teh kembali mengalami penurunan yaitu turun sekitar 3,39% atau menjadi 1,026 ton/Ha. Kemudian pada tahun 2000 produktifitas teh Indonesia meningkat sebesar 1,058 ton/Ha yaitu sekitar 3,12% dan pada tahun 2001 produktifitas teh kembali meningkat menjadi 1,106 ton/Ha dibandingkan dengan produktifitas teh tahun
sebelumnya atau naik sekitar 4,54%. Produktifitasnya kembali turun pada tahun 2002 sekitar 0,90%
atau
sebesar 1,096 ton/Ha.
Namun tahun 2003
produktifitas teh Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,182 ton/Ha atau naik menjadi 7,85% dan tahun 2004 produktifitas teh kembali mengalami penurunan yaitu 1,154 ton/Ha atau turun sekitar 2,37%. Tabel 6. Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia Tahun 1995-2004
1995
Produktifitas Teh (ton/Ha) 1,010
Pertumbuhan (%) -
1996
1,189
17,72
1997
1,080
-9,17
1998
1,062
-1,67
1999
1,026
-3,39
2000
1,058
3,12
2001
1,106
4,54
2002
1,096
-0,90
2003
1,182
7,85
2004
1,154
-2,37
Rataan
1,096
1,75
Tahun
Sumber : BPS, 2005 5.2 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia 5.2.1 Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh Indonesia di Dunia Dari hasil produksi teh yang dihasilkan hanya sebagian kecil saja yang di pasarkan dalam negeri sedangkan sisanya sebagian besar di pasarkan ke luar negeri. Pasar produk teh Indonesia telah memasuki kelima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Dari kelima benua tersebut benua Asia yang merupakan pangsa pasar utama ekspor teh Indonesia.
Hingga sekarang ekspor teh Indonesia seluruhnya tidak kurang dari lima puluh negara tujuan. Penjualan ekspor komoditi teh ini di lakukan dengan tiga cara yaitu dengan auction on sample atau lelang, secara forward sales atau penjualan di muka dan long term contrac. Sebagian besar teh Indonesia yang di pasarkan di luar negeri di pasarkan melalui lelang (auction on sample) yang berlangsung di Jakarta sejak tahun 1972, di mana pada tahun tersebut Jakarta sudah di akui sebagai salah satu pusat lelang dunia. Dalam lelang ini para pembeli melalui perwakilannya (buying agent) selalu hadir menyampaikan tawaran harganya sesuai dengan yang di instruksikan oleh kliennya di luar negeri. Pada tahun 2000 Indonesia menguasai pangsa pasar dunia dengan berhasil memperoleh 8% dari seluruh ekspor dunia. Jumlah ini menjadikan negara Indonesia menduduki urutan kelima setelah Sri Lanka, Kenya, China dan India yang masing-masing berhasil menguasai pasar sebesar 21%, 18%, 17% dan 15%. Masih rendahnya pangsa pasar ekspor teh Indonesia di dunia karena kurang tanggapnya para produsen dalam negeri untuk mencari pangsa pasar yang lebih luas. Untuk tahun 2001 sampai tahun 2004 Indonesia masih menduduki peringkat lima besar dunia dalam hal ekspor teh, di bawah Sri Lanka yang mampu menduduki peringkat pertama, Kenya, China dan India pada urutan selanjutnya. Hal ini di karenakan empat negara yang lain juga berusaha untuk memperluas pasar ekspornya atau meskipun mengalami penurunan tetapi jumlahnya tidak cukup besar. Pada tahun 70-an Indonesia pernah menduduki peringkat ketiga dunia dalam hal ekspor teh, namun keempat negara tersebut berhasil meningkatkan produksi dan memperbesar ekspor tehnya, ini menyebabkan negara
kita tergeser menjadi urutan ke lima negara hingga sekarang (tahun 2004). Indonesia memang sudah sepantasnya menguasai pangsa pasar teh dunia mengingat potensi dan sumberdaya alam yang dimiliki negara Indonesia cukup mendukung untuk memproduksi teh yang lebih besar. Tabel 7. Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh Indonesia di Dunia Tahun 2000-2004 Negara
Pangsa Pasar Ekspor Teh di Dunia 2001 2002 2003 4% 4% 5%
Argentina
2000 4%
China
17%
18%
18%
19%
18%
India
15%
13%
14%
12%
12%
8%
7%
8%
7%
7%
Kenya
18%
19%
19%
19%
22%
Malawi
3%
3%
3%
3%
4%
Others
8%
7%
6%
7%
6%
21%
21%
20%
21%
19%
Uganda
2%
3%
2%
2%
3%
Vietnam
4%
5%
6%
5%
5%
100%
100%
100%
100%
100%
Indonesia
Sri Lanka
Total
2004 4%
Sumber : BPS, 2005 5.2.2 Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia Perkembangan ekspor teh Indonesia periode 1995-2004 cenderung mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun, demikian pula dalam hal nilai juga cenderung tidak stabil. Pada tahun 1995 volume ekspor Indonesia sebesar 79.227 ton dengan nilai sebesar US$ 87,719 juta. Sementara untuk tahun 1996 volume ekspor mengalami peningkatan hingga sebesar 28,15% atau menjadi 101.532 ton dengan nilai ekspornya sebesar US$ 112,342 juta. Selanjutnya pada tahun 1997 volume ekspor teh Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 34,17% atau menjadi 66.843 ton dan secara otomatis nilai ekspor untuk
tahun tersebut jauh mengalami penurunan menjadi US$ 88,838 juta. Penurunan ekspor pada tahun tersebut disebabkan oleh berbagai hal antara lain pada tahun tersebut produksi teh Indonesia sedang mengalami penurunan sehingga jumlah yang di ekspor berkurang selain itu harga pasar teh di pasar Internasional pada tahun tersebut sedang mengalami penurunan. Selanjutnya pada tahun 1998 volume ekspor teh Indonesia hanya sedikit mengalami kenaikan sekitar 0,56% atau volume ekspor menjadi 67.219 ton, namun nilai ekspornya meningkat sekitar US$ 113,207 juta. Pada tahun 1999 volume ekspor teh Indonesia kembali meningkat hingga mencapai yaitu sekitar 45,56% dibandingkan tahun sebelumnya atau volume ekspornya menjadi 97.847 ton, namun demikian nilai ekspornya justru mengalami penurunan hanya sekitar US$ 97,140 juta. Pada tahun 2000 ekspor teh Indonesia kembali mengalami peningkatan yaitu 7,9% dibandingkan dengan volume ekspor tahun sebelumnya atau volume ekspornya menjadi 105.581 ton dengan nilai ekspornya menjadi US$ 112,106 juta. Tahun 2001 jumlah ekspor teh kembali mengalami penurunan sebesar 5,55% atau turun menjadi 99.721 ton dengan nilai ekspor menurun menjadi US$ 104.537 juta. Pada tahun 2002 volume ekspor sedikit meningkat yaitu sekitar 100.184 ton atau naik sekitar 0,46% dengan nilai ekspor yang mengalami penurunan hanya sebesar US$ 103,427 juta. Namun tahun 2003 volume ekspor teh mengalami penurunan
11,27%
di bandingkan volume ekspor tahun
sebelumnya atau menjadi sekitar 88.894 ton dengan nilai ekspor hanya US$ 95,97 juta. Dan tahun 2004 volume ekspor kembali meningkat sebesar 107.144 ton atau naik sekitar 20,53% dengan nilai ekspor menjadi US$ 112,524 juta.
Tabel 8. Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia Tahun 1995-2004
1995
Volume (ton) 79.227
Pertumbuhan (%) -
Nilai (000 US$) 87.719
Pertumbuhan (%) -
1996
101.532
28,15
112.342
28,07
1997
66.843
-34,17
88.838
-20,92
1998
67.219
0,56
113.207
27,43
1999
97.847
45,56
97.140
-14,19
2000
105.581
7,90
112.106
15,41
2001
99.721
-5,55
104.537
-6,75
2002
100.184
0,46
103.427
-1,06
2003
88.894
-11,27
95.970
-7,21
2004
107.144
20,53
112.524
17,25
Rataan
91.419,2
5,80
102.781
4,22
Tahun
Sumber : BPS, 2005 Fluktuatifnya volume ekspor ataupun nilai ekspor teh Indonesia, namun hal ini masih menjadikan pangsa pasar Indonesia masih menduduki lima besar dunia. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata perkembangan volume ekspor teh Indonesia selama periode tersebut adalah sebesar 5,80% nilai tersebut menunjukkan rata-rata pertumbuhan volume ekspor yang positif. Dan untuk nilai ekspor dalam periode tersebut, rata-rata pertumbuhannya positif juga yaitu 4,22%.
5.2.3 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Menurut Jenisnya Ekspor teh Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua jenis yaitu teh hijau dan teh hitam. Perkembangan dari kedua jenis teh ini baik teh hijau maupun teh hitam selama periode tersebut cukup berfluktuasi akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2000 volume ekspor teh hijau tercatat sebesar 7.814 ton dengan nilai ekspornya mencapai US$ 8,391 juta. Untuk tahun 2001 ekspor teh hijau menurun sebesar 11,73% atau volume
ekspornya menjadi 6.741 ton dengan nilai ekspornya sekitar US$ 6,73 juta. Namun pada tahun 2002 ekspor teh hijau kembali mengalami penurunan sekitar 18,63% dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau volume ekspornya menjadi 5.485 ton dengan nilai ekspor hanya sekitar US$ 6,031 juta. Menurunnya jumlah ekspor terus terjadi pada tahun 2003 dimana jumlah ekspornya hanya mencapai 3.565 ton atau turun sebesar 35,01% dengan nilai ekspor sebesar US$ 3,967 juta. Selanjutnya pada tahun 2004, volume ekpor tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya hanya sedikit mengalami kenaikan sekitar 3,98% atau volume ekspornya menjadi 3.707 ton dengan nilai ekspornya sebesar US$ 7,235 juta. Berdasarkan Tabel 9 terlihat naik turunnya perkembangan ekspor teh hijau Indonesia, namun secara umum rata-rata pertumbuhan ekspornya untuk kurun waktu tersebut adalah negatif atau sebesar 15,85% sedangkan untuk ekspor teh hitam Indonesia pada tahun 2000 volume ekspornya mencapai 97.768 ton dengan nilai ekspornya sekitar US$ 103,715 juta. Namun tahun 2001 mengalami penurunan sebesar 4,82% dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau volume ekspornya mencapai 93.055 ton dengan nilai ekspornya sekitar US$ 93,237 juta. Pada tahun 2002 ekspor teh hitam sedikit mengalami peningkatan sekitar 1,77% atau volume ekspornya menjadi 94.699 ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 97,394 juta. Tahun 2003 ekspor teh hitam kembali mengalami penurunan yaitu turun sebesar 10,65% dimana jumlah volume ekspor teh hitam mencapai 84.611 ton dengan nilai ekspor sekitar US$ 91,849 juta. Dan pada tahun 2004 ekspor teh hitam kembali meningkat hingga mencapai 12,12% atau volume ekspor teh hitam sebesar 94.865 ton dengan nilai ekspor menjadi US$ 108,783 juta.
Tabel 9. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 2000-2004 Tahun 2000
Teh Hijau Volume Nilai (ton) (000 US$) 7.814 8.391
Trend (%) -
Teh Hitam Volume Nilai (ton) (000 US$) 97.768 103.715
Trend (%) -
2001
6.741
6.730
-11,73
93.055
93.237
-4,82
2002
5.485
6.031
-18,63
94.699
97.394
1,77
2003
3.565
3.967
-35,01
84.611
91.849
-10,65
2004
3.707
7.235
3,98
94.865
108.783
12,12
Rataan
-15,85
-0,39
Sumber : BPS, 2005 Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa rata-rata perkembangan volume ekspor teh hitam Indonesia selama periode tersebut adalah sebesar 0,39% nilai tersebut menunjukkan rata-rata pertumbuhan volume ekspor yang negatif.
5.3 Perkembangan Data-Data Teh Indonesia 5.3.1 Data Volume Ekspor Teh Indonesia Data volume ekspor teh Indonesia yang dikumpulkan dalam deret waktu bulan Januari 1996 sampai dengan Desember 2004 menunjukkan pola data yang sangat fluktuatif. Berkisar antara tahun 1997 dan tahun 1998 volume ekspor menunjukkan posisi terendah, kondisi ini diakibatkan karena krisis moneter yang terjadi di Indonesia sehingga akan mnyebabkan volume ekspor menurun dimana harga domestik meningkat mengakibatkan penawaran meningkat pula.
Gambar 1. Grafik Volume Ekspor Teh Indonesia
Volume Ekspor (ton)
Volume Ekspor Teh Indonesia 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
Series2
1
10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 Periode (bulan)
Keterangan : 1 = Januari 1996 108 = Desember 2004
5.3.2 Data Harga Ekspor Teh Indonesia Data harga ekspor teh Indonesia yang dikumpulkan dalam deret waktu bulan Januari 1996 sampai dengan Desember 2004 menunjukkan pola data yang sangat fluktuatif. Harga ekspor terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret tahun 1996 yang mencapai 1,03 US$/kg dan 1,05 US$/kg. Harga ekspor teh tentunya sangat ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan permintaan teh dunia. Gambar 2. Grafik Harga Ekspor Teh Indonesia
Harga Ekspor (US$)
Harga Ekspor Teh Indonesia 5.00 4.00 3.00 Series2 2.00 1.00 0.00 1
10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 Periode (bulan)
Keterangan : 1 = Januari 1996 108 = Desember 2004
5.3.3 Data Harga Domestik Teh Indonesia Data harga domestik teh Indonesia yang dikumpulkan dalam deret waktu bulan Januari 1996 sampai dengan Desember 2004 menunjukkan pola data yang sangat fluktuatif. Pada tahun 1998 harga domestik teh menunjukkan kecenderungan lebih tinggi disbanding tahun sesudahnya, hal ini diduga karena pada tahun tersebut nilai tukar rupiah terhadap dollar sangat lemah sehingga para produsen teh memanfaatkan selisih nilai tukar tersebut untuk memperoleh tambahan penerimaan dibanding menjual produk teh-nya didalam negeri tentunya kondisi ini akan mengganggu pasokan teh untuk pasar dalam negeri. Harga domestik teh terendah terjadi pada bulan Januari, Februari dan Maret tahun 1996 yaitu mencapai Rp2.600/kg. Gambar 3. Grafik Harga Domestik Teh Indonesia
Harga domestik (Rp)
Harga Domestik Teh Indonesia 10000 8000 6000 Series2 4000 2000 0 1
10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 Periode (bulan)
Keterangan : 1 = Januari 1996 108 = Desember 2004
5.3.4 Data Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Data nilai tukar rupiah terhadap dollar yang dikumpulkan dalam deret waktu bulan Januari 1996 sampai dengan Desember 2004 menunjukkan pola data yang sangat fluktuatif, ini disebabkan Indonesia menganut sistem nilai tukar yang mengambang sehingga nilai tukar tersebut ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan permintaan dipasar uang. Dari data yang dikumpulkan, nilai tukar tertinggi terjadi pada tahun 1998 hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan negara-negara dikawasan Asia Tenggara. Nilai tukar mata uang antar negara dipercaya sangat mempengaruhi volume ekspor suatu negara ke negara lain atau pasar internasional tapi ketidakstabilan nilai tukar mata uang dalam waktu yang sangat panjang akan memberikan kekhawatiran bagi produsen dan konsumen yang melakukan perdagangan internasional untuk melakukan transaksi guna menghindari kerugian akibat kesalahan dalam mengestimasi nilai tukar yang dijadikan patokan. Gambar 4. Grafik Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Rupiah
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar US 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Series2
1
10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 Periode (bulan)
Keterangan : 1 = Januari 1996 108 = Desember 2004
5.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia yang digunakan yaitu data volume ekspor teh, harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dari periode Januari 1996 sampai dengan Desember 2004. Dalam menganalisis model persamaan ekspor teh Indonesia dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM). Penggunaan model ini digunakan untuk menghindari munculnya regresi semu (spurious) dalam melihat keterkaitan antar variabel yang diuji. Hasil dugaan parameter regresi yang dihasilkan oleh ECM ini lebih baik daripada regresi yang biasa, karena dengan pendekatan ECM telah mengidentifikasi ada atau tidaknya unit root. Penggunaan ECM
harus
melalui beberapa tahap yaitu
menguji unit root dan menguji kointegrasi.
5.4.1 Uji Unit Root (Stationary Test) Dalam menguji kestasioneran data, salah satu yang dapat dilakukan yaitu uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) (Thomas, 1997). Jika nilai ADF statistiknya lebih besar dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tidak stasioner. Apabila setelah uji ADF ternyata data time series tidak stasioner maka dilakukan difference non stationer processes. 1. Volume Ekspor Data volume ekspor teh Indonesia dari tahun 1996 sampai 2004 tidak stasioner, hal ini tercermin dari uji unit root level yang menunjukkan bahwa data volume ekspor tersebut masih mengandung unit root (tidak stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih besar daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilhat pada Tabel 10.
Karena data belum stasioner pada level, sehingga pengujian perlu dilanjutkan pada uji unit root first difference. Pada uji unit root first difference yang menunjukkan bahwa data volume ekspor tersebut tidak mengandung unit root (stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih kecil daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. 2. Harga Ekspor Data harga ekspor teh Indonesia dari tahun 1996 sampai 2004 juga tidak stasioner, hal ini dilakukan pada uji unit root level yang menunjukkan bahwa data harga ekspor tersebut masih mengandung unit root (tidak stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih besar daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilhat pada Tabel 10. Karena data belum stasioner pada level, sehingga pengujian perlu dilanjutkan pada uji unit root first difference. Pada uji unit root first difference yang menunjukkan bahwa data harga ekspor tersebut tidak mengandung unit root (stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih kecil daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. 3. Harga Domestik Data harga domestik teh Indonesia dari tahun 1996 sampai 2004 tidak stasioner, hal ini dilakukan pada uji unit root level yang menunjukkan bahwa data harga domestik tersebut masih mengandung unit root (tidak stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih besar daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilhat pada Tabel 10.
Karena data belum stasioner pada level, sehingga pengujian perlu dilanjutkan pada uji unit root first difference. Pada uji unit root first difference yang menunjukkan bahwa data harga domestik tersebut tidak mengandung unit root (stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih kecil daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. 4. Nilai Tukar Data nilai tukar rupiah terhadap dollar dari tahun 1996 sampai 2004 juga tidak stasioner, hal ini dilakukan pada uji unit root level yang menunjukkan bahwa data nilai tukar tersebut masih mengandung unit root (tidak stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih besar daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilhat pada Tabel 10. Karena data belum stasioner pada level, sehingga pengujian perlu dilanjutkan pada uji unit root first difference. Pada uji unit root first difference yang menunjukkan bahwa data nilai tukar tersebut tidak mengandung unit root (stasioner) pada 1%, 5% dan 10% karena nilai ADF lebih kecil daripada Mc Kinnon Critical Value, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10. Uji Unit Root Level
LX
Nilai ADF -0.909690
Mc Kinnon Critical Value 1% 5% 10% -2.586753 -1.943853 -1.614749
Tidak stasioner
LHX
-0.002520
-2.587607
-1.943974
-1.614676
Tidak stasioner
LHD
1.126854
-2.586753
-1.943853
-1.614749
Tidak stasioner
LER
1.046785
-2.586753
-1.943853
-1.614749
Tidak stasioner
Variabel
Keterangan
Tabel 11. Uji Unit Root First Difference
LX
Nilai ADF -13.23371
Mc Kinnon Critical Value 1% 5% 10% -2.586960 -1.943882 -1.614731
LHX
-9.619733
-2.587607
-1.943974
-1.614676
Stasioner
LHD
-8.513388
-2.587172
-1.943912
-1.614713
Stasioner
LER
-9.202757
-2.586960
-1.943882
-1.614731
Stasioner
Variabel
Keterangan Stasioner
5.4.2 Uji Kebaikan Model ECM Kebaikan model dianalisis dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation
LM
Test
untuk
uji
autokorelasi,
ARCH
Test
untuk
uji
heteroskedasitas, Ramsey RESET Test untuk uji linearitas dan Normality Test untuk uji normalitas. Pada Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, ARCH Test, Ramsey RESET Test, dan Normality Test digunakan untuk membahas asumsi-asumsi OLS, jika probabilitasnya kurang dari α = 5%, maka berarti tidak memenuhi
kriteria null hypotesis. Artinya model
mengandung
masalah
autokorelasi, heteroskedasitas, pelanggaran asumsi linearitas atau normalitas. Tabel 12. Uji Autokorelasi, Heteroskedasitas dan Linearitas Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test : F-statitic
1.414896
Probability
0.173811
Obs*R-squared
16.98212
Probability
0.150271
F-statitic
1.824131
Probability
0.057440
Obs*R-squared
20.01654
Probability
0.066774
F-statitic
0.071365
Probability
0.789905
Log likelihood ratio
0.075578
Probability
0.783382
ARCH Test :
Ramsey RESET Test :
Pada uji autokorelasi Tabel 12 terlihat bahwa probabilitas nilai F-statistik lebih besar dari α = 5%, dimana hasil uji autokorelasi menunjukkan probabilitas sebesar 0,173811 lebih besar dari α = 5% sehingga persamaan ECM yang dihasilkan tidak mempunyai masalah autokorelasi. Pada uji heteroskedasitas Tabel 12 terlihat bahwa probabilitas nilai Fstatistik lebih besar dari α = 5%, dimana hasil uji heteroskedasitas menunjukkan probabilitas sebesar 0,057440 lebih besar dari α = 5% oleh karena itu, persamaan ECM yang dihasilkan tidak mempunyai masalah heteroskedasitas. Pada uji linearitas Tabel 12 terlihat bahwa probabilitas nilai F-statistik lebih besar dari α = 5%, dimana hasil uji linearitas menunjukkan probabilitas sebesar 0,789905 lebih besar dari α = 5% dengan demikian, persamaan ECM yang dihasilkan tidak mempunyai masalah linearitas. Pada uji normalitas Tabel 13 terlihat bahwa probabilitas nilai statistik Jarque-Bera lebih kecil dari α = 5%, dimana hasil uji normalitas menunjukkan probabilitas
sebesar 0,000160 lebih kecil dari α = 5% oleh sebab itu, persamaan
ECM yang dihasilkan mempunyai masalah normalitas. Tabel 13. Uji Normalitas 24 Series: Residuals Sample 1996:02 2004:12 Observations 107
20
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
16 12 8 4
Jarque-Bera Probability
0 -0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
5.45E-18 0.008421 0.254754 -0.270449 0.081370 -0.534499 4.666665 17.47903 0.000160
5.4.3 Uji Kointegrasi Menurut Enders (1995), sistem persamaan jangka panjang yang stabil diperoleh dari variabel-variabel yang tidak stasioner sekalipun, asalkan terjadi kointegrasi pada variabel-variabel tersebut sehingga pada akhirnya akan diperoleh kombinasi linear antar variabel atau variabel-variabel yang bersifat stasioner. Pengujian kointegrasi ini dilakukan dalam rangka memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan dalam proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Dalam jangka panjang semua variabel nyata terhadap volume ekspor teh Indonesia dengan menggunakan taraf α = 5 persen. Hasil uji kointegrasi adalah : LX = 2.78 + 0.69LHX – 0.87LHD + 0.50LER 1. Harga Ekspor Variabel LHX (harga ekspor) pada jangka panjang berpengaruh nyata pada taraf α = 5% terhadap volume ekspor. Nilai koefisien dari LHX adalah 0,69 yang artinya bila terjadi peningkatan harga ekspor sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,69 persen. 2. Harga Domestik Variabel LHD (harga domestik) pada jangka panjang berpengaruh nyata pada taraf α = 5% terhadap volume ekspor. Nilai koefisien dari LHD adalah -0,87 yang artinya bila terjadi peningkatan harga domestik sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0,87 persen.
3. Nilai Tukar Variabel LER (nilai tukar) pada jangka panjang berpengaruh nyata pada taraf α = 5% terhadap volume ekspor. Nilai koefisien dari LER adalah 0,50 yang artinya bila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,50 persen. Tabel 14. Persamaan Jangka Panjang Variabel C
Coefficient 2.776403
Std. Error 0.266073
t-Statistic 6.676374
Prob. 0.0000
LHX
0.699192
0.084060
8.317746
0.0000
LHD
-0.866396
0.124513
-6.958252
0.0000
LER
0.502833
0.083821
5.998907
0.0000
R-squared
0.569827
Durbin-Watson stat
0.984588
Dari hasil persamaan regresi yang di hasilkan nilai R2 yaitu sebesar 0,569827 ini menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang di gunakan dalam model dapat menerangkan keragaman ekspor teh Indonesia sebanyak 56,98%. Nilai 56,98% artinya variasi ekspor teh Indonesia dapat dijelaskan oleh variabelvariabel penjelas di dalam model yaitu harga ekspor (LHX), harga domestik (LHD), dan nilai tukar (LER). Sedangkan sisanya sebesar 43,02% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat di dalam model. Persamaan jangka panjang tersebut telah di uji kestabilannya melalui uji kointegrasi Engle Granger. Uji kointegrasi tersebut dilakukan dengan cara menguji unit root dari residual persamaan regresi di atas. Apabila residual telah stasioner pada tingkat level berarti model persamaan yang dipakai pada penelitian ini terkointegrasi atau mempunyai hubungan yang stabil dalam jangka panjang.
Pada Tabel 15 terlihat bahwa nilai ADF lebih kecil daripada critical value maka residual telah stasioner pada uji unit root level. Dapat disimpulkan bahwa model persamaan ini terkointegrasi dalam jangka panjang. Tabel 15. Uji Kointegrasi Engle Granger Variabel ECT
Nilai ADF -5.878400
Mc Kinnon Critical Value 1% -2.586753
5% -1.943853
10% -1.614749
Keterangan Stasioner
5.4.4 Persamaan ECM Persamaan ECM yang terbentuk adalah sebagai berikut : ΔLXt = α1ΔLHXt + α2ΔLHDt + α3ΔLERt - λ ECT dimana tanda L menunjukkan tiap variabel dispesifikasikan dalam bentuk logaritma, sedangkan tanda Δ menunjukkan data yang dipakai dalam
first
difference. Dengan mensubtitusikan nilai parameter dari masing-masing variabel, maka persamaan ECM secara lengkap yang terbentuk adalah sebagai berikut : ΔLXt = -0.01 + 0.57 ΔLHXt – 0.28 ΔLHDt + 0.06 ΔLERt – 0.47 ECT Tabel 16. Persamaan ECM Variabel C
Coefficient -0.010656
Std. Error 0.008107
t-Statistic -0.080968
Prob. 0.9356
D(LHX)
0.566584
0.057684
9.822289
0.0000
D(LHD)
-0.277404
0.204866
-1.354078
0.1787
D(LER)
0.058646
0.176988
0.331355
0.7411
ECT(-1)
-0.470319
0.084372
-5.574369
0.0000
1. Harga Ekspor Nilai koefisien dari variabel LHX (harga ekspor) adalah 0.57 yang artinya bila terjadi peningkatan harga ekspor sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0.57 persen. Hubungan yang positif antara pertumbuhan harga ekspor dengan pertumbuhan volume ekspor disebabkan karena jika harga ekspor suatu produk meningkat maka produsen akan semakin meningkatkan volume ekspornya dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar. 2. Harga Domestik Nilai koefisien dari variabel LHD (harga domestik) adalah -0.28 yang artinya bila terjadi peningkatan harga domestik sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0.28 persen. Hubungan yang negatif
antara pertumbuhan harga domestik dengan pertumbuhan volume
ekspor disebabkan karena jika harga domestik suatu produk meningkat akan menyebabkan produsen teh domestik lebih berminat atau tertarik menjual produknya didalam negeri karena melihat keuntungan yang diperoleh lebih besar didalam negeri, hal ini menyebabkan produk teh lebih sedikit dijual keluar negeri sehingga volume ekspor menurun. 3. Nilai tukar Nilai koefisien dari variabel LER (nilai tukar) adalah 0.06 yang artinya bila terjadi peningkatan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0.06 persen. Hubungan yang positif antara pertumbuhan nilai tukar dengan pertumbuhan volume ekspor disebabkan karena nilai tukar rupiah
yang terdepresiasi menyebabkan harga teh Indonesia di pasar dunia menjadi lebih murah, sehingga volume ekspor meningkat.
5.5 Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang dan jangka pendek harga ekspor teh berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor. Hubungan positif antara keduanya menunjukkan bahwa peningkatan harga ekspor teh menyebabkan peningkatan pula terhadap volume ekspor. Gambar 2 mendeskripsikan harga ekspor teh yang terlihat sangat fluktuatif. Kondisi ini memperlihatkan ketidakpastian pasar ekspor teh dunia. Pengembangan potensi ekspor teh Indonesia di dunia, maka diperlukan suatu upaya menjaga stabilitas harga ekspor teh agar tidak terjadi kelesuan para pelaku bisnis ekspor teh. Menurut Salvatore (1997), upaya stabilitasi harga ekspor oleh produsen secara individual di negara-negara berkembang dapat dilakukan melalui skema yang sepenuhnya bersifat domestik seperti pembentukan dewan pemasaran (marketing board). Dewan tersebut di bentuk guna menghimpun dana, yang selanjutnya dipakai untuk membeli kelebihan output dari setiap produsen domestik agar harga akhir yang berlaku dipasaran domestik senantiasa konstan. Diharapkan, jika harga dalam negeri dapat dibuat konstan, maka demikian
pula
dengan
harga-harganya
dipasaran
internasional.
Kalau
pun fluktuasi harga dunia (harga ekspor) tidak bisa dihindari, setidak-tidaknya dewan tersebut dapat mengamankan pasar domestik. Pada masa panen atau ketika produksi melimpah, harga domestik akan dibuat lebih rendah dibandingkan harga yang berlaku dipasar internasional agar dewan pemasaran
tersebut dapat mengakumulasi dana yang bisa dimanfaatkan sebagai cadangan. Jika masa paceklik tiba atau tingkat produksi merosot, dewan akan membagikan kembali dana tadi dalam bentuk harga yang lebih tinggi dibandingkan harga-harga dipasar internasional. Jenis bentukan dewan pemasaran ini di Indonesia adalah Kantor Pemasaran Bersama yang berpusat di Jakarta. Dewan ini mengakumulasi semua produksi
teh di semua PTPN yang tersebar diseluruh Indonesia. Namun
kenyataan menunjukkan bahwa dewan pemasaran seperti itu jarang sekali memperoleh keberhasilan yang memuaskan. Menurut Salvatore (1997) ternyata upaya koreksi dan penyesuaian harga-harga diluar mekanisme pasar sama sekali tidak mudah dilakukan. Tekanan-tekanan harga internasional begitu kuat untuk itu dukungan pemerintah sangat diperlukan dalam keberlangsungan tugas dewan pemasaran ini. Namun dari sekian banyak mekanisme stabilisasi, yang paling digemari oleh negara-negara berkembang dalam rangka meningkatkan pendapatan ekspor adalah dengan membentuk lembaga pengelola atau perjanjian komoditi internasional (international commodity agreements). Melalui lembaga ini mereka menghimpun dana bersama dan menyesuaikan kebijakan ekspor masing-masing agar harga yang berlaku di pasaran internasional untuk komoditi bisa dibuat semaksimal mungkin. Untuk komoditi teh, bentukan lembaga pengelola ini adalah International Tea Committee. Tugas yang dilakukan International Tea Committee (ITC) secara luas diakui sebagai suatu kepentingan besar dan bernilai terhadap industri teh. Para anggota ITC mendukung operasional ITC dengan menghimpun dana bersama
untuk menambah pendapatan para pelaku industri teh, dan kemudian memberikan kuasa kepada ITC untuk melanjutkan pelayanan khusus ini serta untuk tetap menjaga harga yang berlaku dipasaran sebaik mungkin. Keanggotaan ITC terbagi atas 4 jenis yaitu full producer/exporter members, full consumer members, associate members dan corporate members. Jenis anggota dari Full producer/exporter members adalah asosiasi komoditi teh dari negara produsen utama teh atau pengekspor teh dimana Asosiasi Teh Indonesia adalah salah satu anggotanya. Full consumer members adalah jenis keanggotaan ITC yang terbuka untuk organisasi-organisasi yang menunjukkan ketertarikan terhadap teh di negara masing-masing seperti Tea Boards atau asosiasi teh. Full consumer diwakilkan dalam ITC Boards of management, menerima keuntungan publikasi komoditi teh dan dari keuntungan mereka juga sehingga dapat mengakses ITC Web Summary. ITC Boards of management melakukan pertemuan secara rutin dan memberikan kontribusi terhadap ITC. Associate members menikmati keuntungan keanggotaannya dari publikasi dan akses terhadap ITC Web Summary dan jenis keanggotaan terbuka untuk organisasi-organisasi yang menunjukkan ketertarikan terhadap teh di negara masing-masing. Keanggotaan associate members memiliki kewajiban terhadap ITC untuk memberikan kontribusi terhadap ITC sebesar £475 per tahun. Corporate members terbuka untuk perusahaan-perusahaan sektor privat yang terlibat didalam perdagangan komoditi teh. Jenis keanggotaan yang mendapatkan keuntungan publikasi dan memiliki kewajiban terhadap ITC agar memberikan kontribusi terhadap ITC sebesar £475 per tahun.
Asosiasi Teh Indonesia (ATI) merupakan anggota dari ITC sebagai full producer/exporter members yang memiliki program-program yang berpihak pada para pelaku bisnis komoditi teh domestik. Berbagai program ATI antara lain : 1. Program peningkatan kerja sama antar pelaku industri teh Indonesia. 2. Program fleksibilitas pasar ekspor dan domestik. 3. Program peningkatan mutu SDM industri teh. 4. Program peningkatan mutu produk teh, produktivitas kebun, dan gerakan peningkatan kualitas lingkungan kebun teh. Dengan
keanggotaan
ATI
didalam
ITC
diharapkan
dapat
memberikan kontribusi yang menguntungkan untuk para pelaku bisnis komoditi teh domestik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengaruh harga domestik signifikan terhadap volume ekspor baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hubungan kedua variabel adalah negatif yang berarti bahwa setiap peningkatan harga teh domestik berimplikasi pada penururnan volume ekspor pada jangka panjang dan jangka pendek. Kondisi
ini
dikarenakan
eksportir
teh
akan
mempertimbangkan
keputusannya dalam menjual teh. Pengekspor teh akan melihat bagaimana pergerakan harga teh domestik, jika harga teh domestik meningkat, pengekspor lebih baikmenjual di dalam negeri, namun jika harga teh domestik cenderung sama dengan harga teh ekspor maka lebih baik ekspor teh ke luar negeri.
Dalam jangka panjang, volume ekspor juga signifikan dipengaruhi oleh nilai tukar tetapi tidak berpengaruh signifikan pada jangka pendek. Pengaruh positif nilai tukar menunjukkan bahwa apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar maka akan menyebabkan peningkatan volume ekspor pada jangka panjang. Teh dinilai dari cita rasa dan aroma maka orang yang sudah terbiasa minum teh yang berasal dari tempat tertentu akan tetap membeli tanpa memperhitungkan harga lagi. Jika nilai tukar rupiah terhadap dollar sedang melemah, maka pengekspor akan mendapatkan laba sehingga hal ini tentu saja sangat menguntungkan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Indonesia merupakan salah satu produsen teh terbesar didunia dan selalu menduduki lima besar dunia dalam hal penghasil komoditi teh setelah Sri Lanka, Kenya, China dan India. Perkembangan produksi teh Indonesia selama sepuluh tahun terakhir dari tahun 1995 sampai 2004 menunjukkan rata-rata pertumbuhan hanya sebesar 0,92% dan rata-rata produksi selama tahun tersebut hanya sebesar 163.419,30 ton. Pertumbuhan produksi ini searah dengan pertumbuhan luas areal perkebunan teh yang sebesar 0,63%. Untuk perkembangan volume ekspor teh Indonesia rata-rata mengalami peningkatan 5,80% untuk kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Peningkatan volume ekspor teh ini diikuti dengan peningkatan dalam hal nilai ekspor, dimana nilai ekspor untuk kurun waktu tersebut mengalami penigkatan rata-rata sebesar 4,22%. Dari periode sepuluh tahun terakhir ini yang banyak menghasilkan komoditi teh
yaitu pada tahun 2004 yang banyak menghasilkan komoditi teh
sebesar 107.144 ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 112,524 juta. Ekspor teh Indonesia dibedakan atas dua jenis yaitu jenis teh hitam dan jenis teh hijau, untuk kedua jenis teh tersebut, teh hitam merupakan teh yang cukup besar dalam hal volume ekspor dibandingkan dengan jenis teh hijau. Persentasenya mencapai 90% lebih untuk model ekspor teh hitam sedangkan sisanya ekspor teh hijau.
Pada jangka panjang variabel-variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap volume ekspor adalah harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Nilai koefisien dari LHX adalah 0,69 yang artinya bila terjadi peningkatan harga ekspor sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,69 persen. Nilai koefisien dari LHD adalah -0,87 yang artinya bila terjadi peningkatan harga domestik sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0,87 persen. Nilai koefisien dari LER adalah 0,50 yang artinya bila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,50 persen.
6.2 Saran Untuk meningkatkan produksi teh Indonesia perlu adanya penyuluhan dari pihak pemerintah mengenai produksi sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal selain itu mutunya pun dapat lebih baik. Untuk peningkatan ekspor teh Indonesia perlu adanya koordinasi yang terorganisasi, mulai dari produsen teh, pemerintah dan para eksportir. Sehingga apabila ada kesempatan untuk menigkatkan ekspor, maka hal ini sudah disiapkan sebelumnya. Selain itu agar kegiatan ekspor dapat berjalan lancar maka perlu adanya kegiatan produksi yang optimal. Ini dapat dilakukan dengan melakukan sistem kemitraan, karena dengan sistem tersebut para pelaku mitra dapat memperoleh pembinaan secara teknis dan nonteknis serta mendapat jaminan kepastian pemasaran sehingga motif untuk meningkatkan produksi semakin besar.
Variabel-variabel independen yang digunakan dalam model penawaran ekspor teh Indonesia dalam penelitian ini masih relatif sederhana, sehingga disarankan dalam penelitian selanjutnya mengakomodasi variabel-variabel independen lain yang diduga secara teori dan statistik berpengaruh terhadap volume ekspor teh Indonesia. Di antara variabel-variabel independen yang disarankan ialah kebijakan ekspor yang diterapkan, produksi teknologi yang digunakan dalam proses produksi teh, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Adwin Surja. 2008. Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Di Indonesia. Universitas Kristen Petra, Jakarta. Bank Indonesia. 2005. Laporan Tahunan BI. BI. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Ekspor. BPS. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Gujari, Damador. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometris : An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. Memillan Press Ltd. London. Kusmiati, Bambang. 1992. Diversifikasi Budidaya Teh Dan Kina. Warta Teh Dan Kina. Jakarta. Lipsey, RG., Courant, PN., Purvis, DD., dan Steiner, PO. 1995. Mikroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta.
Pengantar
Mahisya, Feisal Erick. Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanaian IPB, Bogor. Mankiw, N. Gregory. 1999. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta. Manurung, Jonni., Manurung, Adler Haymans., dan Saragih, Ferdinand Dehoutman. 2005. Ekonometrika, Teori Dan Aplikasi. Elex Media Komputindo, Jakarta. Muniarti, Debra. 2000. Kajian Manajemen Mutu Terpadu Pada Perusahaan Agroindustri Teh. Jakarta. Putro, Ady Nugroho. 2004. Analisis Prilaku Dinamik Ekspor Teh Hitam PT Perkebunan Nusantara VII. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB, Bogor. Ramanathan, Ramu. 1998. Introductory Econometrics With Applications. Fourth Edition. The Dryden Press. Harcourt Brace College Publishers.
Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Spillane, James. 1994. Komoditi Teh, Perannya Dalam Perekonomian Indonesia. Kanius, Yogyakarta. Sukarna. 2001. Kinerja Dan Prospek Ekspor Teh Indonesia. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI). Jakarta. Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics. Department of Economics, Manchester Metropolitan University. Harlow, England. Turnip, Corry Eviana. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekononi Pertanian IPB, Bogor. Wibowo, Tri., dan Amir, Hidayat. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perkembangan Produksi Teh Indonesia
1990
Produksi Teh (ton) 155.919
Pertumbuhan (%) -
1991
139.520
-10.52
1992
153.701
10.16
1993
164.994
7.35
1994
139.222
-15.62
1995
154.013
10.62
1996
169.417
10.00
1997
153.648
-9.31
1998
166.825
8.58
1999
161.003
-3.49
2000
162.587
0.98
2001
166.867
2,63
2002
165.194
-1,00
2003
169.821
2,80
2004
164.818
-2,95
Tahun
Lampiran 2. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia
1990
Luas Areal Teh (Ha) 129.080
Pertumbuhan (%) -
1991
133.705
3,58
1992
137.507
2,84
1993
142.583
3,69
1994
145.524
2,08
1995
152.431
4,73
1996
142.482
-6,53
1997
142.222
-0,18
1998
157.039
10,42
1999
156.839
-0,13
2000
153.675
-2,02
2001
150.872
-1,82
2002
150.707
-0,11
2003
143.604
-4,71
2004
142.765
-0,58
Tahun
Lampiran 3. Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia
1990
Produktifitas Teh (ton/Ha) 1,208
Pertumbuhan (%) -
1991
1,043
-13,66
1992
1,118
7,19
1993
1,157
3,49
1994
0,957
-17,29
1995
1,010
5,54
1996
1,189
17,72
1997
1,080
-9,17
1998
1,062
-1,67
1999
1,026
-3,39
2000
1,058
3,12
2001
1,106
4,54
2002
1,096
-0,90
2003
1,182
7,85
2004
1,154
-2,37
Tahun
Lampiran 4. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia
1990
Ekspor Teh (ton) 110.963
Pertumbuhan (%) -
1991
110.217
-0,67
1992
121.259
10,02
1993
127.926
5,50
1994
79.056
-24,13
1995
79.227
-18,37
1996
101.532
28,15
1997
66.843
-34,17
1998
67.219
0,56
1999
97.847
45,56
2000
105.581
7,90
2001
99.721
-5,55
2002
100.184
0,46
2003
88.894
-11,27
2004
107.144
20,53
Tahun
Lampiran 5. Uji Unit Root Level Null Hypothesis: LX has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
-0.909690 -2.586753
0.3200
5% level 10% level
-1.943853 -1.614749
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LX) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:43 Sample(adjusted): 1996:02 2004:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LX(-1)
-0.012458
0.013694
-0.909690
0.3650
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.007525 0.007525 0.120630
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion
-0.001801 0.121086 -1.382877
Sum squared resid Log likelihood
1.542467 74.98391
Schwarz criterion Durbin-Watson stat
-1.357897 2.381598
Lampiran 6. Uji Unit Root Level Null Hypothesis: LHX has a unit root Exogenous: None Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.002520 -2.587607 -1.943974 -1.614676
0.6795
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LHX) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:45 Sample(adjusted): 1996:06 2004:12 Included observations: 103 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LHX(-1) D(LHX(-1)) D(LHX(-2)) D(LHX(-3)) D(LHX(-4))
-4.58E-05 -0.567178 -0.535622 -0.354122 -0.300089
0.018176 0.096626 0.103533 0.100893 0.089372
-0.002520 -5.869836 -5.173453 -3.509874 -3.357752
0.9980 0.0000 0.0000 0.0007 0.0011
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.314039 0.286041 0.112499 1.240282 81.44791
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.000282 0.133141 -1.484425 -1.356526 2.049097
Lampiran 7. Uji Unit Root Level Null Hypothesis: LHD has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
1.126854
0.9321
1% level 5% level
-2.586753 -1.943853
10% level
-1.614749
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LHD) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:47 Sample(adjusted): 1996:02 2004:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LHD(-1)
0.001235
0.001096
1.126854
0.2623
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
-0.002100 -0.002100 0.043061 0.196548
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
0.005085 0.043016 -3.443109 -3.418130
185.2063
Durbin-Watson stat
1.864581
Lampiran 8. Uji Unit Root Level Null Hypothesis: LER has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
1.046785
0.9220
1% level 5% level
-2.586753 -1.943853
10% level
-1.614749
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LER) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:49 Sample(adjusted): 1996:02 2004:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LER(-1)
0.001320
0.001261
1.046785
0.2976
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
-0.002514 -0.002514 0.050059 0.265623
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
0.005647 0.049996 -3.141938 -3.116958
169.0937
Durbin-Watson stat
1.806815
Lampiran 9. Uji Unit Root First Difference Null Hypothesis: D(LX) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-13.23371 -2.586960 -1.943882 -1.614731
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LX,2) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:52 Sample(adjusted): 1996:03 2004:12 Included observations: 106 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LX(-1))
-1.223582
0.092460
-13.23371
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.625080 0.625080 0.115247 1.394595 79.12677
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.002981 0.188218 -1.474090 -1.448963 2.025943
Lampiran 10. Uji Unit Root First Difference Null Hypothesis: D(LHX) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level
-9.619733 -2.587607 -1.943974
0.0000
10% level
-1.614676
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LHX,2) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:50 Sample(adjusted): 1996:06 2004:12 Included observations: 103 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LHX(-1)) D(LHX(-1),2) D(LHX(-2),2) D(LHX(-3),2)
-2.757136 1.189917 0.654256 0.300104
0.286613 0.230966 0.159643 0.088708
-9.619733 5.151907 4.098231 3.383059
0.0000 0.0000 0.0001 0.0010
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.741390 0.733554 0.111929 1.240283
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
-4.85E-06 0.216839 -1.503843 -1.401523
Log likelihood
81.44790
Durbin-Watson stat
2.049107
Lampiran 11. Uji Unit Root First Difference Null Hypothesis: D(LHD) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level
-8.513388 -2.587172 -1.943912
0.0000
10% level
-1.614713
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LHD,2) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:53 Sample(adjusted): 1996:04 2004:12 Included observations: 105 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LHD(-1)) D(LHD(-1),2)
-1.113553 0.209639
0.130800 0.096398
-8.513388 2.174732
0.0000 0.0319
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.483720 0.478707 0.042833
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion
0.000139 0.059325 -3.444146
Sum squared resid Log likelihood
0.188972 182.8177
Schwarz criterion Durbin-Watson stat
-3.393595 1.981520
Lampiran 12. Uji Unit Root First Difference Null Hypothesis: D(LER) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.202757 -2.586960 -1.943882 -1.614731
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LER,2) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:54 Sample(adjusted): 1996:03 2004:12 Included observations: 106 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LER(-1))
-0.893238
0.097062
-9.202757
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.446466 0.446466 0.050267 0.265307 167.0787
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.000102 0.067563 -3.133560 -3.108433 1.978605
Lampiran 13. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.414896 16.98212
Probability Probability
0.173811 0.150271
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/15/06 Time: 06:30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LHX) D(LHD) D(LER) ECT(-1) RESID(-1) RESID(-2) RESID(-3) RESID(-4) RESID(-5) RESID(-6) RESID(-7) RESID(-8) RESID(-9) RESID(-10) RESID(-11) RESID(-12)
-0.002815 -0.014699 0.176878 -0.123061 0.112010 -0.218228 0.083380 -0.138869 -0.124216 -0.189099 -0.126274 -0.099188 -0.015569 -0.131198 -0.301760 -0.038361 0.049241
0.007992 0.059924 0.230310 0.202437 0.272367 0.305333 0.194358 0.139982 0.118153 0.108011 0.110772 0.111747 0.114033 0.110679 0.109152 0.117534 0.118204
-0.352249 -0.245300 0.768003 -0.607898 0.411246 -0.714719 0.429004 -0.992048 -1.051312 -1.750741 -1.139938 -0.887615 -0.136535 -1.185392 -2.764574 -0.326384 0.416580
0.7255 0.8068 0.4445 0.5448 0.6819 0.4766 0.6689 0.3238 0.2959 0.0834 0.2573 0.3771 0.8917 0.2390 0.0069 0.7449 0.6780
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.158711 0.009149 0.080996 0.590439 126.3585 2.013124
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
5.45E-18 0.081370 -2.044084 -1.619429 1.061172 0.403443
Lampiran 14. Heteroskedasitas ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
1.824131 20.01654
Probability Probability
0.057440 0.066774
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/15/06 Time: 06:36 Sample(adjusted): 1997:02 2004:12 Included observations: 95 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1) RESID^2(-2) RESID^2(-3) RESID^2(-4) RESID^2(-5) RESID^2(-6) RESID^2(-7) RESID^2(-8) RESID^2(-9) RESID^2(-10) RESID^2(-11) RESID^2(-12)
0.003585 0.472159 -0.138618 0.114804 0.029069 -0.061573 0.054739 -0.052876 0.034583 -0.078747 0.031832 -0.031945 0.091385
0.002050 0.109724 0.121196 0.122118 0.122484 0.122611 0.122430 0.122345 0.122593 0.121865 0.118915 0.121133 0.109968
1.748670 4.303146 -1.143749 0.940114 0.237329 -0.502184 0.447107 -0.432190 0.282101 -0.646179 0.267688 -0.263720 0.831020
0.0841 0.0000 0.2561 0.3499 0.8130 0.6169 0.6560 0.6667 0.7786 0.5200 0.7896 0.7927 0.4084
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.210700 0.095193 0.012405 0.012619 289.2055 1.991501
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.006788 0.013042 -5.814852 -5.465374 1.824131 0.057440
Lampiran 15. Uji Linearitas Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
0.071365 0.075578
Probability Probability
0.789905 0.783382
Test Equation: Dependent Variable: D(LX) Method: Least Squares Date: 04/15/06 Time: 06:33 Sample: 1996:02 2004:12 Included observations: 107 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LHX) D(LHD) D(LER)
-0.002084 0.571063 -0.282943 0.066591
0.009741 0.060324 0.206847 0.180270
-0.213941 9.466539 -1.367888 0.369396
0.8310 0.0000 0.1744 0.7126
ECT(-1) FITTED^2
-0.468668 0.177596
0.084984 0.664800
-5.514808 0.267142
0.0000 0.7899
R-squared Adjusted R-squared
0.548740 0.526401
Mean dependent var S.D. dependent var
-0.001801 0.121086
S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.083330 0.701331 117.1504
Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic
-2.077577 -1.927699 24.56357
Durbin-Watson stat
2.085499
Prob(F-statistic)
0.000000
Lampiran 16. Uji Normalitas
24 Series: Residuals Sample 1996:02 2004:12 Observations 107
20
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
16 12 8 4
Jarque-Bera Probability
0 -0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
5.45E-18 0.008421 0.254754 -0.270449 0.081370 -0.534499 4.666665 17.47903 0.000160
Lampiran 17. Uji Kointegrasi Engle Granger Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.878400
0.0000
Test critical values:
1% level 5% level
-2.586753 -1.943853
10% level
-1.614749
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ECT) Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:57 Sample(adjusted): 1996:02 2004:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ECT(-1)
-0.493355
0.083927
-5.878400
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.245845 0.245845 0.087959 0.820094
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
0.000268 0.101286 -2.014597 -1.989617
Log likelihood
108.7809
Durbin-Watson stat
2.017137
Lampiran 18. Persamaan Jangka Panjang Dependent Variable: LX Method: Least Squares Date: 04/14/06 Time: 21:41 Sample: 1996:01 2004:12 Included observations: 108 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
2.776403
0.266073
6.676374
0.0000
LHX
0.699192
0.084060
8.317746
0.0000
LHD
-0.866396
0.124513
-6.958252
0.0000
LER
0.502833
0.083821
5.998907
0.0000
R-squared
0.569827
Mean dependent var
0.838031
Adjusted R-squared
0.551245
S.D. dependent var
0.153835
S.E. of regression
0.103053
Akaike info criterion
-1.670820
Sum squared resid
1.104463
Schwarz criterion
-1.571482
Log likelihood
94.22430
F-statistic
44.81256
Durbin-Watson stat
0.984588
Prob(F-statistic)
0.000000
Lampiran 19. Persamaan ECM Dependent Variable: D(LX) Method: Least Squares Date: 04/15/06 Time: 06:22 Sample(adjusted): 1996:02 2004:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.010656
0.008107
-0.080968
0.9356
D(LHX)
0.566584
0.057684
9.822289
0.0000
D(LHD)
-0.277404
0.204866
-1.354078
0.1787
D(LER)
0.058646
0.176988
0.331355
0.7411
ECT(-1)
-0.470319
0.084372
-5.574369
0.0000
R-squared
0.548421
Mean dependent var
-0.001801
Adjusted R-squared
0.530712
S.D. dependent var
0.121086
S.E. of regression
0.082950
Akaike info criterion
-2.095563
Sum squared resid
0.701827
Schwarz criterion
-1.970664
Log likelihood
117.1126
F-statistic
30.96856
Durbin-Watson stat
2.079799
Prob(F-statistic)
0.000000