SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
Analisis Hubungan Produk Domestik Bruto dan Ekspor Indonesia dengan Pendekatan Threshold Vector Error Correction Model (TVECM) Gama Putra Danu Sohibien1, Brodjol Sutijo Suprih Ulama2 12)Program Studi
Statistika, Pascasarjana, ITS , Surabaya e-mail: 1)
[email protected],2)
[email protected]
ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap PDB, adalah ekspor. Peningkatan ekspor mendorong negara-negara pengekspor untuk melakukan peningkatan produksi yang menciptakan kenaikan nilai PDB. Di sisi lain peningkatan PDB memungkinkan para produsen untuk meningkatkan ekspor barang produksinya. Pemodelan yang tepat untuk analisis hubungan kedua variabel tersebut diperlukan agar keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dicapai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memodelkan kedua variabel tersebut, adalah dengan Threshold Vector Error Correction Model (TVECM). TVECM dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian nonlinear agar hubungan antar variabel menuju keseimbangan jangka panjang. Dalam pemodelan ini, bentuk hubungan antar variabel dibagi lebih dari satu rezim berdasarkan nilai error correction term (ECT). Pemisahan daerah ini ditandai dengan suatu batas (threshold). Hasil uji Granger Causality menunjukan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi antara PDB dan Ekspor. Hasil uji kointegrasi menunjukan bahwa terdapat keseimbangan jangka panjang antara PDB dan ekspor. Hasil penelitian menunjukan bahwa model TVECM lebih baik dari pada VECM dilihat dari nilai AIC. Nilai ambang (threshold) yang memisahkan antara rezim 1 dan 2 di TVECM adalah sebesar 50195,15. Kausalitas jangka panjang yang terjadi adalah dari PDB ke ekspor. Berdasarkan hasil TVECM di rezim 2 disimpulkan bahwa bila terjadi ketidakseimbangan di jangka pendek maka ekspor akan dikoreksi sebesar 67,279 persen dari ketidakseimbangan yang terjadi pada periode sebelumnya agar keseimbangan jangka panjang antara PDB dan ekspor terjadi lagi. Kata kunci: PDB, Ekspor, Kointegrasi, VECM, TVECM.
Pendahuluan Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu negara, adalah dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan syarat yang diperlukan bagi proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi bertujuan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi bagi penduduknya. Selain itu dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi juga dimaksudkan untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain. Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dari perubahan relatif Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini berarti salah satu indikator adanya peningkatan pendapatan suatu negara dapat dilihat dari PDB, karena PDB digunakan untuk mengetahui kinerja suatu perekonomian. Salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, adalah perdagangan luar negeri melalui ekspor. Ekspor merupakan arus keluar sejumlah barang dan jasa dari suatu negara ke pasar internasional. Menurut Bhagwati (1988), ekspor dapat membantu meningkatkan PDB dan peningkatan PDB itu sendiri nantinya dapat mendorong ekspor, sehingga PDB dan ekspor dapat memiliki hubungan yang saling mendukung. Penelitian mengenai analisis hubungan antara ekspor dan PDB di Indonesia sudah banyak dilakukan, diantaranya dengan menggunakan pendekatan kointegrasi dan Vector Error Correction Model (VECM). Pendekatan kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel-variabel ekonomi. VECM merupakan model yang dikembangkan oleh Engel dan Granger untuk SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
678
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
mengatasi masalah variabel-variabel yang saling berkointegrasi atau memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang namun dalam jangka pendek tidak ada keseimbangan (disequilibrium). Hubungan antara penyimpangan dan dinamika jangka pendek pada model VECM diasumsikan linear. Granger dan Terasvirta (1993) menyatakan bahwa hubungan antar variabel ekonomi biasanya tidak linear. Balke dan Fomby (1997) menyatakan bahwa besarnya penyesuaian terhadap keseimbangan jangka panjang dapat berbeda di berbagai keadaan ekonomi. Hal ini berlawanan dengan VECM dimana penyimpangan dikoreksi dengan cara yang sama baik pada saat penyimpangan meningkat ataupun menurun. Sehingga, bila pola hubungan antara penyimpangan dan dinamika jangka pendek adalah nonlinear maka model VECM tidak tepat untuk menggambarkan hubungan jangka pendek antar variabel. Konsep threshold kointegrasi seperti yang diperkenalkan oleh Balke dan Fomby (1997) telah menarik perhatian para praktisi dalam mengungkap pola penyesuaian nonlinear harga relatif dan variabel lain. Ide dasar dari model threshold kointegrasi, adalah model dibentuk lebih dari satu rezim model time series yang dibagi berdasarkan nilai error correction term (ECT). Dengan kata lain efek threshold pada model VECM tergantung pada besarnya ketidakseimbangan terhadap sistem jangka panjang. Model yang digunakan untuk melakukan penyesuaian nonlinear terhadap ketidakseimbangan yang terjadi di jangka pendeknya disebut sebagai Threshold Vector Error Correction Model (TVECM). Berdasarkan gambaran mengenai keterkaitan antara ekspor dan PDB, maka analisis mengenai hubungan antara kedua variabel tersebut menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai hubungan antara ekspor dan PDB di Indonesia dengan pendekatan TVECM.
Metode Penelitian Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, adalah Threshold Vector Error Correction Model (TVECM). Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Melakukan uji kausalitas granger dimana lag optimum yang digunakan ditentukan dari kriteria Akaike’s information criterion (AIC), Schwarz information criterion (SIC), HannanQuinn Criterion (HQ), dan Final Prediction Error (FPE). 2. Jika tidak terdapat hubungan kausalitas antara PDB dan ekspor maka dilanjutkan pada pemodelan ARIMA. 3. Jika terdapat hubungan kausalitas antara PDB dan ekspor maka ada dua kemungkinan, yaitu: Dilanjutkan pengujian kointegrasi bila kedua variabel belum stasioner dan terintegrasi pada derajat yang sama Dilanjutkan pada pemodelan Vector Autoregressin (VAR) jika kedua variabel sudah stasioner atau belum stasioner namun terintegrasi pada derajat yang berbeda 4. Bila terdapat kointegrasi maka dilanjutkan pada pemodelan VECM, jika tidak terdapat kointegrasi maka dilanjutkan pada pemodelan VAR. 5. Melakukan pengujian signifikansi keberadaan threshold dengan Lagrange Multiplier Test (LM test) 6. Membuat model TVECM
Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan model VAR yang dibuat ketika antar variabel saling berkointegrasi. Enders (2004) menyatakan bahwa variabel-variabel dalam VECM adalah variabel-variabel turunan SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
679
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
pertama dalam model VAR yang dibedakan oleh error correction term atau dengan kata lain variabel dalam VECM merupakan variabel yang terkointegrasi pada order pertama [I(1)]. Hubungan dinamis jangka pendek dari suatu variabel di dalam sistem dipengaruhi oleh penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang yang dikenal sebagai cointegration term atau error correction term. Untuk membahas model VECM ini, misalkan kita mempunyai hubungan jangka panjang atau keseimbangan untuk dua variabel sebagai berikut: ^
Y1t 0 1Y2t
(1)
Jika Y1t berada pada titik keseimbangan terhadap Y2t maka keseimbangan antara variabel Y1t dan Y2t pada persamaan (1) terpenuhi. Namun dalam sistem ekonomi pada umumnya keseimbangan jarang sekali ditemui. Bila Y1t mempunyai nilai yang berbeda dengan nilai keseimbangannya maka perbedaan antara sisi kiri dan sisi kanan pada persamaan (1) adalah sebesar ECT Y1t 0 1Y2t (2) Nilai ECT ini disebut sebagai kesalahan ketidakseimbangan (disequilibrium error). Bentuk umum VECM yang memasukan variabel perubahan sampai dengan lag ke-p, adalah sebagai berikut: p
p
i 1
i 1
Y1t a10 a y1 (Y1t 1 0 1Y2t 1 ) a11,i Y1t i a12,i Y2t i y1,t p
(3)
p
Y2t a 20 a y 2 (Y1t 1 0 1Y2t 1 ) a 21,i Y1t i a 22,i Y2t i y 2,t
(4) Threshold Vector Error Correction Model (TVECM) Keberadaan threshold dalam model membentuk model VECM (2.25) menjadi sebagai berikut: i 1
i 1
A1T y t 1 ( β ) ut , jika Wt 1 ( ) ≤ γ Δy t =
(5)
A2 y t 1 ( β ) ut , jika Wt 1 ( ) > γ Dimana: A1 dan A2, adalah matriks koefisien dalam kedua rezim A1 = A2 ketika tidak ada threshold γ, adalah parameter threshold. Model (5) dapat juga dituliskan menjadi sebagai berikut: T
Δy t A1 T y t 1 ( β )d 1t ( , γ) + A2 T y t 1 ( β )d 2t ( , γ) + ut
(6)
Dimana:
d1t ( , γ) = I ( Wt 1 ( ) ≤ γ) d 2t ( , γ) = I ( Wt 1 ( ) > γ) Dan I(.) menunjukan fungsi indikator. Model (6) memiliki 2 rezim yang didefinisikan oleh nilai error-correction term. Koefisien matriks A1 dan A2 menentukan dinamika kedua rezim tersebut. Model (6) memungkinkan semua koefisien (kecuali vektor kointegrasi β) untuk berganti diantara kedua rezim. Efek threshold ada 0 PWt 1 1 jika Besarnya nilai γ ditentukan dengan batasan . dimana , adalah sebuah parameter trimming.
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
680
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
Hasil dan Pembahasan Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan panjang lag optimum yang akan digunakan pada uji kausalitas granger, VECM, dan TVECM. Pada penelitian ini pengolahan uji panjang lag optimum dilakukan dengan menggunakan software evewes 8.0. Hasil uji panjang lag optimium dari 4 kriteria (AIC, SIC, HQ, dan FPE) dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Uji Panjang Lag Optimum
Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8
AIC 44.33149 44.33091 44.36521 44.25722 43.45153 43.35082* 43.37655 43.44667 43.50417
SIC 44.38668 44.49646 44.64113 44.64351 43.94819* 43.95784 44.09393 44.27442 44.44230
HQ 44.35376 44.39770 44.47653 44.41307 43.65190 43.59571* 43.66597 43.78062 43.88265
FPE 6.14e+16 6.13e+16 6.35e+16 5.70e+16 2.55e+16 2.31e+16* 2.37e+16 2.55e+16 2.71e+16
Dari empat kriteria yang digunakan, tiga diantaranya (AIC, HQ, dan FPE) menyimpulkan bahwa panjang lag optimum yang terpilih adalah 5. Dengan demikian panjang lag optimum yang digunakan adalah 5. Penentuan ini juga didukung dengan pendapat Venus Khim dan Liew (2004) bahwa kriteria AIC dan FPE dapat meminimalkan terjadinya underestimate dan memaksimalkan peluang untuk mendapatkan panjang lag yang sebenarnya untuk sampel kecil (T < 120). Langkah selanjutnya adalah melakukan uji kausalitas granger. Uji kausalitas granger bertujan untuk melihat hubungan sebab akibat yang terjadi antara PDB dan ekspor apakah hubungan kausalitas yang terjadi satu arah, dua arah, atau tidak terjadi hubungan kausalitas. Selain itu dari uji kausalitas dapat diketahui variabel mana yang terjadi sebelum variabel lainnya atau variabel mana yang bertindak sebagai leading indicator bagi variabel lainnya. Pada pembentukan VECM diperlukan bentuk hubungan kausalitas dua arah antar variabel yang diteliti. Uji kausalitas granger yang dilakukan antara PDB dan ekspor dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Ekspor tidak mempengaruhi PDB H1: Ekspor mempengaruhi PDB
Ho: PDB tidak mempengaruhi Ekspor H1: PDB mempengaruhi Ekspor
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji F. Keputusan ditolak atau tidaknya hipotesis nol dapat dilakukan dengan melihat p-value. Jika p-value kurang dari taraf uji (α) yang digunakan, maka keputusannya tolak Ho.Berikut adalah hasil uji kausalitas granger yang merupakan hasil olahan dengan menggunakan software evews 8.0. Tabel 2. Hasil Uji Kausalitas Granger antara PDB dan Ekspor
Hipotesis Nol Ekspor tidak mempengaruhi PDB PDB tidak mempengaruhi Ekspor
F-Statistic
p-value
5.72845
0.0001
2.39324
0.0443
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
681
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa besarnya p-value untuk hipotesis nol yang pertama adalah 0,0001 dan yang keduaadalah 0,0443. Kedua p-value tersebut bernilai kurang dari taraf uji yang digunakan (10 persen) sehingga keputusan untuk kedua hipotesis tersebut adalah tolak Ho. Karena ekspor mempengaruhi PDB dan begitu juga sebaliknya, maka hubungan kausalitas yang terjadi antara PDB dan ekspor adalah hubungan kausalitas dua arah (bilateral causality). Setelah melakukan uji kausalitas granger, langkah selanjutnya adalah melakukan uji stasioneritas data dengan menggunakan metode philips-perron (PP). Hubungan keseimbangan jangka panjang mensyaratkan bahwa variabel-variabel yang diteliti belum stasioner dan terintegrasi pada derajat yang sama. Oleh karena itu sebelum melakukan pengujian kointegrasi perlu dilakukan uji stasioneritas data pada variabel yang akan diteliti. Berikut adalah hasil uji stasioneritas data PDB dan ekspor untuk data asli (order level) dan yang sudah dilakukan differencing. Tabel 3. Hasil Uji Stasioneritas Data untuk Order Level dan Order Difference Pertama dengan Metode Philips Perron (PP) Order
Variabel
Level Signifikan 5%
PDB Level
10% ekspor
5% 10% 5%
Difference Pertama
PDB 10% ekspor
5% 10%
Hipotesis Nol GDP tidak stasioner GDP tidak stasioner EX tidak stasioner EX tidak stasioner GDP tidak stasioner GDP tidak stasioner EX tidak stasioner EX tidak stasioner
Nilai Kritis
Statistik Uji PP
-3.456
Tidak Tolak Ho 0,137
-3.154 -3.456 -3,154
-0.221
-3.456
Tidak Tolak Ho Tidak Tolak Ho Tidak Tolak Ho Tolak Ho
-11,758 -3.154 -3.456 -3,154
Keputusan
-6,452
Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa semua keputusan hipotesis untuk data pada order level adalah tidak tolak Ho baik dengan tingkat kesalahan 10 persen maupun 5 persen, yang artinya dengan tingkat kesalahan 10 persen maupun 5 persen kedua variabel tidak stasioner. Sedangkan hasil uji stasioneritas data pada order difference pertama semua keputusanynya adalah tolak Ho, yang artinya dengan tingkat kesalahan 10 persen atau 5 persen kedua variabel sudah stasioner. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data PDB dan Ekspor terintegrasi pada order yang sama, yaitu order satu. Sehingga pengujian kointegrasi dapat dilakukan pada kedua variabel tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Uji ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel PDB dan ekspor. Hubungan keseimbangan jangka panjang diperlukan agar terhindar adanya masalah spurious regression yang diakibatkan oleh ketidakstasioneran yang terjadi pada data penelitian. Uji kointegrasi dilakukan pada suatu kombinasi linear dua atau lebih variabel yang stasioner. Walaupun secara parsial dua variabel tidak stasioner namun bila kombinasi linear antara dua variabel tersebut stasioner, maka dapat dikatakan kedua variabel tersebut berkointegrasi atau memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang. Hasil pengujian kointegrasi dapat dilihat pada tabel berikut. Table 4. Nilai Trace Statistic dan Probabilitas Pengujian Kointegrasi Hipotesis Hipotesis Nol Alternatif r = 0* r>0 r ≤ 1* r>1 Ket: *) taraf uji (α) 10%
Eigenvalue 0.090360 0.064333
Trace Statistic 15.15297 6.250586
0.1 Critical Value 13.42878 2.705545
p-value 0.0562 0.0124
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
682
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa dengan tingkat kesalahan 10 persen terdapat setidaknya satu vektor kointegrasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai trace stsatistic yang lebih besar dari critical value, sehingga keputusannya adalah tolak Ho atau terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara PDB dan ekspor di Indonesia. Model hubungan keseimbangan jangka panjang antara antara PDB dan ekspor, adalah sebegai berikut: PDBt = 268313 + 0.8302 Eksport et
(7)
Perbandingan antara scatter plot data aktual dengan garis keseimbangan jangka panjang dapat dilihat di gambar 1 berikut:
800000
Variable y1 FITSC oint
700000
Y1
600000
500000 400000 300000 200000 0
100000
200000
300000 Y2
400000
500000
600000
Gambar 1. Perbandingan antara Scatter Plot Data Aktual dengan Garis Keseimbangan Jangka Panjang
Karena hasil uji kointegrasi menunjukan terdapat keseimbangan jangka panjang antara PDB dan ekspor, maka pembentukan VECM dapat dilakukan. VECM bertujuan untuk melihat dinamika hubungan jangka pendek antar variabel. Model ini dapat dijadikan solusi bagi variabel-variabel yang memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang namun dalam jangka pendek tidak terjadi keseimbangan. Model ini melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan yang terjadi di jangka pendek dengan memasukan penyesuaian. Hasil estimasi koefisien parameter VECM dapat dilihat di tabel 5. Variabel ECTt-1 Konstanta
PDBt 1 Eksport 1 PDBt 2 Eksport 2 PDBt 3 Eksport 3 PDBt 4 Eksport 4
Tabel 5. Hasil Estimasi VECM ΔPDBt ΔEksport -0.03325 0.14055 (0.02720) (0.06708)* 2880 3177 (1271)* (3133) 0.2155 -0.2644 (0.1058)* (0.2609) -0.17499 0.2918 (0.04900)* (0.1208)* -0.00925 0.1373 (0.07445) (0.1836) -0.08210 -0.0528 (0.05368) (0.1324) -0.10999 0.1734 (0.07141) (0.1761) 0.04672 -0.3368 (0.04855) (0.1197)* 0.77281 -0.1071 (0.07150)* (0.1763) 0.00121 0.3545 SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
683
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534 (0.04940) (0.1218)* -0.2190 0.4382 PDBt 5 (0.1099)* (0.2711) 0.01563 -0.1700 Eksport 5 (0.05076) (0.1252) Nilai di dalam kurung merupakan standar error r * Notasi ketika hipotesis nol ditolak pada level signifikan 0.05 ECTt-1 = PDBt-1-268313-0.8302 Eksport 1
Tabel 5 menunjukan bahwa ada satu koefisien Error Correction Term (ECTt-1) yang signifikan di dalam model. ECTt-1 hanya signifikan pada persamaan ΔEksport. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara PDB dan Ekspor Indonesia. Koefisien ECTt-1 lebih besar pada persamaan ΔEksport dibandingkan pada persamaan ΔPDBt memiliki arti bahwa respon pada ekspor lebih besar dibandingkan PDB untuk menuju keseimbangan jangka panjang ketika terjadi ketidakseimbangan pada jangka pendek. Koefisien ECTt-1 pada persamaan ΔEksport sebesar 0,14055 memiliki arti bahwa ekspor akan dikoreksi sekitar 14,05 persen ketika ketidakseimbangan terjadi di jangka pendek. Koefisien lag untuk ΔPDB dan ΔEkspor menunjukan apakah dinamika jangka pendek PDB dan ekspor saat ini dipengaruhi oleh dinamika jangka pendek PDB dan ekspor pada beberapa periode sebelumnya. Tabel 5 menunjukan bahwa dinamika jangka pendek ekspor pada lag 1 (satu triwulan sebelumnya) mempengaruhi dinamika jangka pendek PDB saat ini. Namun dinamika jangka PDB beberapa peride yang lalu tidak mempengaruhi dinamika jangka pendek ekspor saat ini. Berdasarkan tabel 5 bentuk VECM dapat dituliskan sebagai berikut: PDB 2880 0.0332ECTt 1 0.261PDB t -1 0.175Eksport -1
0.0093PDB t -2 0.0821Eksport -2 0.110PDB t -3
(7)
0.0467Eksport -3 0.773PDB t -4 0.0012Eksport -4 0.219PDB t -5 0.0156Eksport -5 e1t
Ekspor 3177 0.141ECTt 1 0.264PDB t -1 0.292Export -1 0.137PDB t -2 0.053Eksport -2 0.173PDB t -3 0.337Eksport -3 0.107PDB t -4 0.355Eksport -4 0.438PDB t -5 0.170Eksport -5 e1t Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian signifikansi keberadaan threshold. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah pemodelan TVECM tepat dilakukan atau tidak. Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini, adalah: Ho: Model adalah linear VECM H1: Model adalah Threshold VECM Pengujian signifikansi keberadaan threshold dilakukan dengan metode SupLM dimana pvalue didapatkan dengan metode fixed regressor bootstrap. Banyaknya replikasi bootsrap yang digunakan adalah 1000 replikasi. Hasil pengujian terhadap threshold diperoleh nilai LM sebesar 36,19298 dengan asimtotic-fixed regressor p-value sebesar 0,009. Hasil pengujian ini menunjukan bahwa keberadaan threshold pada pemodelan PDB dan ekspor Indonesia sudah tepat. Langkah terakhir adalah melakukan pembentukan TVECM. Hasil pengolahan TVECM dengan menggunakan software R 3.1.0 dapat dilihat di tabel 6. Tabel 6. Hasil Estimasi TVECM Rezim 1 Variabel ECTt-1 Konstanta
ΔPDBt 0.0207 (0.5963) 3742.9315
Rezim 2 ΔEksport 0.1691 (0.0671). 3564.0506
ΔPDBt -0.4394 (0.7330) 28143.6426
ΔEksport -6.7279 (0.0278)* 802244.6357
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
684
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534 (0.0046)** (0.2361) 0.1585 -0.1347 PDBt 1 (0.1457) (0.5936) -0.1479 0.2047 Eksport 1 (0.0023)** (0.0644) 0.0261 -0.0643 PDBt 2 (0.7234 ) (0.7090) -0.0687 0.0160 Eksport 2 (0.1848) (0.8940) -0.1605 0.1708 PDBt 3 (0.0281)* (0.3098) 0.0706 -0.3012 Eksport 3 (0.1364) (0.0075)** 0.6938 0.0655 PDBt 4 (1.1e-14)*** (0.6938) 0.0162 0.2590 Eksport 4 (0.7316) (0.0212)* -0.2219 0.1896 PDBt 5 (0.0418)* (0.4502) 0.0085 -0.0683 Eksport 5 (0.8594) (0.5429) Nilai di dalam kurung merupakan standar error r * Notasi ketika hipotesis nol ditolak pada level signifikan 0.05
(0.8671) 0.3664 (0.9125) -0.8268 (0.8599) -0.8442 (0.6457) 0.7189 (0.7815) 0.4034 (0.9382) 1.7940 (0.1998) 0.6472 (0.7633) 1.1274 (0.8777) -0.0803 (0.9347) -0.8215 (0.7186)
(0.0440)* -14.6042 (0.0636) -17.0175 (0.1225) -6.5706 (0.1279) -10.4611 (0.0869). -23.9190 (0.0521). 4.3762 (0.1803) -8.9278 (0.0782). 36.4727 (0.0358)* -0.4205 (0.8541) 8.1432 (0.1287)
ECTt-1 = PDBt-1-268313-0.830 Eksport 1
Koefisien ECTt-1 menunjukan kecepatan penyesuaian suatu variabel pada saat menyimpang dari nilai keseimbangan untuk kembali menuju keseimbangan . Dari tabel 6 ditunjukan bahwa nilai koefiseien ECTt-1 signifikan hanya pada model ΔEksport di rezim 2. Hal ini mengindikasikan perilaku ekspor akan merespon ketidakseimbangan secara signifikan ketika besarnya penyimpangan (ECTt-1) sudah melewati nilai ambang batas tertentu. Nilai ambang batas ditunjukan oleh nilai threshold yaitu sebesar 50195,15. Sedangkan pada rezim 1, penyimpangan yang terjadi antara PDB dan ekspor tidak direspon signifikan baik oleh PDB maupun ekspor. Besarnya koefisien ECTt-1 pada model ΔEksport di rezim 2 adalah -6.7279. Hal ini memiliki arti bahwa ketika terjadi ketidakseimbangan (penyimpangan) yang melewati 50195,15 maka untuk kembali ke keseimbangan jangka panjang ekspor akan dikoreksi sebesar 67,279 persen dari besarnya ketidakseimbangan satu periode sebelumnya. Nilai koefisien ECT t-1 untuk ΔEksport lebih besar dari ECTt-1 untuk model ΔPDBt memiliki arti bahwa respon dari ekspor lebih besar dari PDB jika terjadi ketidakseimbangan. Selain itu, karena nilai ECT t-1 yang signifikan hanya di model ΔEksport rezim 2 maka kausalitas jangka panjang yang terjadi, adalah dari PDB ke ekspor atau dengan kata lain pada jangka panjang PDB mempengaruhi ekspor. Untuk membandingkan kebaikan antara model VECM dan TVECM maka kriteria yang bisa digunakan adalah AIC (Akaike Information Criterion). Besarnya AIC untuk model VECM adalah sebesar 3534,976 sedangkan AIC untuk model TVECM adalah sebesar 3504,423. Karena AIC model TVECM lebih kecil dari model VECM maka dapat dikatakan bahwa model TVECM lebih baik dibandingkan model VECM.
Kesimpulan Berdasarkan uji kointegrasi disimpulkan bahwa PDB dan ekspor Indonesia memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang pada level signifikan 10 persen. Berdasarkan pengujian signifikansi threshold dapat disimpulkan bahwa pemodelan ekspor dan PDB Indonesia dengan metode TVECM sudah tepat. Selain itu hasil pengujian kebaikan model dengan kriteria AIC juga menunjukan bahwa model TVECM lebih baik dari pada model VECM. Nilai ambang (threshold) yang memisahkan antara rezim 1 dan 2 di TVECM adalah sebesar 50195,15. Nilai koefisien ECTt-1 model ΔEksport lebih besar dari model ΔPDBt memiliki arti bahwa respon dari ekspor lebih besar dari pada PDB ketika terjadi ketidakseimbangan yang melewati batas threshold. Karena koefisien ECTt-1 hanya signifikan pada model ΔEksport maka kausalitas jangka panjang yang terjadi adalah dari PDB ke ekspor atau dengan kata lain seberapa pun kenaikan PDB akan direspon positif oleh ekspor Indonesia. SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
685
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015 Institut Teknologi Nasional Malang ISSN: 2407 – 7534
Sehingga untuk meningkatkan ekspor maka penting bagi pemerintah untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil TVECM di rezim 2 dapat disimpulkan bahwa bila terjadi ketidakseimbangan di jangka pendek maka ekspor akan dikoreksi sebesar 67,279 persen dari ketidakseimbangan yang terjadi pada periode sebelumnya agar keseimbangan jangka panjang antara PDB dan ekspor terjadi lagi.
Daftar Pustaka 1. Bhagwati, J.(1978), ‘Foreign Trade Regimes and Economic Development: Anatomy and Consequences of Exchange Control Regime’, Working Paper Series, NBER, New York 2. Binh, Phung (2011), “Energy Consumption and Economic Growth in Vietnam: Threshold Cointegration and Causality Analysis”, International Journal of Energy Economics and Policy, Vol.1, pp. 1-17 3. Enders, W. (2004), Applied Econometric Time Series 2nd Edition., John Wiley & Sons Inc, New York. 4. Engle, R.F dan Yoo, B.Y. (1987), “Forecasting and Testing in Co-Integrated Systems”, Journal of Econometrics, Vol. 35, pp. 143-159. 5. Granger, C.W.J. (1969),” Investigating Causal Relations by Econometric Models and CrossSpectral Methods”, Econometrica, pp.428-438 6. Iqbal, Hameed, dan Devi (2012), “ Relationship between Export and Economic Growth of Pakistan”, Europan Journal of Social Sciences, Vol.32, pp 453-460 7. Khan, Malik, dan Hasan, (1995), “ Export, Growth, and Causality: An Application of Cointegration and Error-Correction Modelling”, The Pakistan Development Review 34:4, Part III (Winter 1995) , pp. 1001-1012 8. Kim, V. Dan Liew, S. (2004), “Which Lag Length Selection Criteria Should We Employ?”, Economic Bulletin, Vol.3, pp. 1-9 9. Mehrara dan Firouzjaee (2011), “ Granger Causality Relationship between Export Growth and GDP Growth in Developing Countries: Panel Cointegration Approach”, International Journal of Humanities and Social Science, Vol 1, pp. 223- 231 10.Mishra (2011), “Dynamics of Relationship between Exports and Economic Growth in India”, International Journal of Economic Science and Applied Research, Vol. 4, pp. 53-70 11.Silaghi (2009), “Exports-Economic Growth Causality: Evidence from CEE Countries”, Romanian Journal of Economic Forecasting-2/2009, pp. 105-117
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015
686