ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DENGAN PENDEKATAN PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTORAL Asrul Hidayat, Tubagus Chairul Amachi Program Studi S1 Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang analisis penerimaan pajak dengan menggunakan pendekatan Produk Domestik Bruto (PDB) sektoral. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pengaruh PDB sektoral terhadap penerimaan pajak diukur dengan menggunakan nilai tax buoyancy. Sedangkan untuk mengetahui kinerja pemungutan pajak, digunakan rasio-rasio perpajakan yaitu tax ratio dan tax coverage ratio. Hasil penelitian menunjukkan nilai tax buoyancy lebih besar dari satu. Artinya penerimaan pajak cukup baik dalam merespon perubahan PDB sektoral. Namun, dari sisi tax coverage ratio, menunjukkan angka yang masih rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak potensi penerimaan perpajakan yang belum tergali dengan maksimal. Kata kunci: Tax ratio, tax coverage ratio, tax buoyancy
ABSTRACT The focus of this study is to analyze tax revenue by using Gross Domestic Product (GDP) sectors approach. The study was conducted using quantitative and qualitative methods. The effect of GDP sectors changes to tax revenue is measured by means of tax buoyancy and the performance of tax collection is measured by tax ratio and tax coverage ratio. The research shows that the value of the tax buoyancy is greater than one. It means that tax revenue response well to changes in GDP sectors. However, the tax coverage ratio is low. It means that there are still a lot of tax revenue potential that can be explored more. Key words:Tax ratio, tax coverage ratio, tax buoyancy
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber utama penerimaan negara, tercapainya penerimaan pajak merupakan suatu keharusan untuk menjamin terlaksananya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Di tengah ketidakstabilan kondisi perekonomian saat ini, Pemerintah harus berupaya lebih keras dalam mengamankan penerimaan pajak. Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,23%, sedangkan pada tahun 2011 ekonomi Indonesia dapat tumbuh 6,50% (www.bps.go.id dan www.bps.go.id). Untuk itu, salah satu upaya yang dapat
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
dilakukan adalah mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. Upaya ini dimaksudkan untuk dapat memperkirakan potensi penerimaan pajak berdasarkan situasi ekonomi yang akan dihadapi. Pada Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2012, Pemerintah membuat proyeksi penerimaan pajak tahun 2011-2015. Proyeksi tersebut disajikan dalam bentuk tax ratio yaitu perbandingan antara realisasi penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah menargetkan tax ratio sebesar 13,3% pada tahun 2013, dimana pada tahun 2012 ini, tax ratio Indonesia adalah sebesar 12%. Apabila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN dan negara-negara OECD, tax ratio Indonesia masih tergolong rendah seperti dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 1.4 Perbandingan Tax Ratio dan Pendapatan per-Kapita Negara Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN dan Negara-Negara OECD Tahun 2009
Selain tax ratio yang masih rendah, pencapaian target penerimaan pajak Indonesia selama tujuh tahun terakhir (2005-2011) hampir semuanya tidak tercapai. Target penerimaan pajak hanya tercapai pada tahun 2008. Dengan menggunakan peraturan yang ada saat ini, potensi penerimaan pajak sangat besar. International Monetery Fund (IMF) memperkirakan bahwa tax ratio yang dapat dicapai oleh Indonesia dengan melakukan perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan dengan menggunakan tarif pajak yang ada saat ini adalah sebesar 21,5% (IMF, 2011 dalam Arnold, 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis juga akan melakukan perhitungan potensi penerimaan pajak untuk mengetahui tax coverage ratio.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Mengingat peran dan kondisi penerimaan pajak saat ini, penulis berpendapat bahwa perlu dilakukan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara pada suatu periode (Mankiw, 2006). PDB dapat dihitung dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan produksi. Berdasarkan pendekatan produksi, PDB disusun berdasarkan produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor usaha. Masing-masing sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya terdapat suatu sektor usaha yang aktivitas ekspor dan impor-nya lebih dominan dari pada sektor lain. Dengan adanya keunikan masing-masing sektor tersebut, penulis berpendapat penggunaan angka PDB berdasarkan sektor usaha atau disebut dengan istilah PDB sektoral akan memberikan hasil analisis yang lebih akurat. 1.2 Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah berapa besar pengaruh PDB sektoral terhadap penerimaan PPh dan PPN di Indonesia. Pengaruh tersebut dihitung dalam nilai tax buoyancy. Nilai tax buoyancy tersebut akan digunakan untuk memproyeksikan penerimaan pajak. Permasalahan selanjutnya adalah seberapa besar tax coverage ratio dan analisis perbedaan tax coverage ratio beberapa sektor usaha serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Selain itu, tinggi atau rendahnya tax coverage ratio juga dipengaruhi oleh tingkat penghindaran pajak. Oleh karena itu, permasalahan lain yang dibahas pada penelitian ini adalah menguji perbandingan benefit dan cost penghindaran pajak pada kondisi perpajakan Indonesia saat ini. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh PDB sektoral terhadap penerimaan PPh dan PPN dalam nilai tax buoyancy. Kemudian berdasarkan tax buoyancy, akan dihitung estimasi tax ratio. Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui tax coverage ratio dan analisis perbedaan tax coverage ratio beberapa sektor usaha serta mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Selain itu, dengan menggunakan analisis
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
benefit dan cost penghindaran pajak dapat diketahui perbandingan benefit dan cost penghindaran pajak pada kondisi perpajakan Indonesia saat ini. 1.4 Pembatasan Masalah Penelitian ini hanya membahas 2 (dua) sektor usaha penyusun PDB dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Industri Pengolahan Sektor ini memiliki kontribusi paling besar dalam PDB yaitu sebesar 25,81% (rata-rata 20082011). b. Konstruksi Sektor ini mengalami pertumbuhan yang paling rendah selama tahun 2008-2011. 2. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tax Ratio Tax ratio adalah perbandingan jumlah realisasi penerimaan pajak dengan jumlah Produk Domestik Bruto (Sjafri, 2006). TR = . Total realisasi penerimaan pajak tahun t . Total Produk Domestik Bruto (PDB) tahun t 2.2 Tax Coverage Ratio Tax coverage ratio merupakan perbandingan antara jumlah realisasi penerimaan pajak dengan potensi penerimaan pajak (Nasution, 2003). TCR = Realisasi penerimaan pajak tahun t Potensi penerimaan pajak tahun t 2.3 Penelitian Sebelumnya Sjafri (2006) dalam tesisnya dengan judul Analisis tentang Penerimaan Pajak sebagai Fungsi dari Produk Domestik Bruto Kaitannya dengan Tax Buoyancy dan Elastisitas Pajak di Indonesia menjelaskan tentang hubungan PDB terhadap penerimaan pajak, hubungan PDB dengan tax ratio, dan pengaruh perubahan tax base dan tax rate structure terhadap tax buoyancy penerimaan pajak. Pada tesis tersebut, tax buoyancy dihitung dengan menggunakan metode regresi.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Sedangkan dalam penghitungan potensi penerimaan pajak, terdapat beberapa penelitian sebelumnya yaitu: a. Potensi Pajak Penghasilan Pada jurnal ekonomi yang berjudul Penghitungan Potensi Pajak Penghasilan di Indonesia, Woroutami (2006 ) menghitung potensi PPh menggunakan data Tabel Input Output (Tabel IO) dengan cara: 1) PPh Orang Pribadi Menggunakan angka upah dan gaji pada Tabel IO sebagai dasar perhitungan PPh orang pribadi yang tidak melakukan pekerjaan bebas. Sedangkan PPh orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dari surplus usaha yang merupakan bagian dari usaha orang pribadi yang ada di Tabel IO. 2) PPh Badan Menggunakan angka surplus usaha pada Tabel IO sebagai dasar perhitungan PPh badan. Angka surplus usaha yang digunakan adalah angka setelah dikurangi dengan surplus usaha yang diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi. b. Potensi Pajak Pertambahan Nilai 1) Penelitian yang dilakukan oleh Firyanti (2006) Pada tesis dengan judul Analisis Kinerja Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia tahun 2003 sampai 2005 dengan Menggunakan Tabel Input Output, Firyanti (2006) menghitung potensi penerimaan PPN dari nilai konsumsi yang terdapat pada Tabel IO. Firyanti (2006) melakukan penghitungan potensi PPN dengan pendekatan sebagaimana yang dilakukan oleh Stephen V Marks (2003). Dasar penghitungan PPN yang digunakan adalah konsumsi akhir yaitu konsumsi rumah tangga (301) dan konsumsi pemerintah (302). Salah satu pengembangan yang dilakukan oleh Firyanti (2006) adalah dengan menambahkan kriteria Pengusaha Kena Pajak dan Non-Pengusaha Kena Pajak. 2) Direktorat Jenderal Pajak juga telah melakukan perhitungan potensi penerimaan PPN dengan beberapa pendekatan, salah satunya dalam perhitungan PPN keluaran dengan cara: Penyerahan dalam negeri PPN Keluaran
= Total Output – Perubahan Inventori – Ekspor Barang – Ekspor Jasa = Tarif x Penyerahan dalam negeri
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
3) VAT Analysis and Revenue Estimation oleh Duke University Potensi penerimaan PPN dihitung dengan formula sebagai berikut: VAT = Gross VAT on Sales – Input Tax Credit on Purchases + Tax Embedded in Exempt Purchase – Tax Payable on Capital Good Revenues 2.4 Tabel Input Output (Tabel IO) Tabel IO disusun dengan tujuan untuk menyajikan gambaran tentang hubungan timbal balik dan saling terkait antar sektor dalam perekonomian. Tabel IO disajikan dalam bentuk matriks, dimana masing-masing barisnya menunjukkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan masingmasing kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksi (BPS, 2009). Tabel 2.3 Format Tabel IO Permintaan Antara Sektor Produksi 1 2 3
Input Primer
X11 X21 X31 V1
X12 X22 X32 V2
X13 X23 X33 V3
Jumlah Input
X1
X2
X3
Input Antara
Sektor Produksi
1 2 3
Permintaan Akhir
Jumlah Ouput
F1 F2 F3
X1 X2 X3
(Sumber: Tabel IO Updating 2008)
Berdasarkan matriks di atas, dapat disimpulkan bahwa angka pada sel-sel memiliki makna ganda. Misalnya X12, jika dilihat menurut baris maka angka tersebut menunjukkan besarnya output sektor 1 yang dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara di sektor 2. Sedangkan apabila dilihat menurut kolom, angka tersebut menunjukkan besarnya input yang digunakan oleh sektor 2 yang berasal dari sektor 1. Dalam Tabel IO yang sebenarnya, permintaan akhir terdiri dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan inventori, ekspor barang dagangan dan ekspor jasa. Permintaan akhir tersebut merupakan permintaan yang langsung habis digunakan atau dikonsumsi. Berbeda halnya dengan permintaan antara yaitu permintaan atas barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku produksi.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Konsumsi rumah tangga meliputi konsumsi barang dan jasa baik yang diperoleh dari pihak lain maupun yang dihasilkan sendiri, dikurangi nilai neto penjualan barang bekas dan barang sisa. Sedangkan konsumsi pemerintah adalah mencakup pengeluaran pemerintah pusat dan daerah, termasuk semua pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata. Total pengeluaran pemerintah meliputi seluruh pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, biaya pemeliharaan, dan perbaikan serta belanja rutin lainnya. Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan, dan pembelian barangbarang modal baru, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan barang modal bekas dari luar negeri oleh sektor-sektor ekonomi. Sedangkan perubahan inventori adalah selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang awal tahun. Selain output, pada Tabel IO juga terdapat total input. Dalam Tabel IO updating 2008, total input ini terdiri dari input antara, input antara impor, dan Nilai Tambah Bruto (NTB). Sedangkan NTB terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tidak langsung, dan subsidi. Total input antara, input antara impor, dan NTB juga merupakan total output yang dihasilkan dalam suatu negara. Oleh karena itu, total input sama dengan total output. Dalam penghitungan potensi PPN, tabel input digunakan untuk menghitung potensi PPN masukan, sedangkan tabel output digunakan untuk menghitung potensi PPN keluaran. Secara rinci, format Tabel IO dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Input Antara Input Antara Impor
Input Primer
Total Input
190 200 201 202 203 204 205 210
Catatan: 190: Total Input dari Sektor Lain 200: Total Input yang Diimpor 201: Upah dan Gaji 202: Keuntungan yang diinginkan / Surplus Usaha
203: Penyusutan 204: Pajak Tidak Langsung 205: Subsidi 210: Total Input
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Permintaan Antara 180
301
Permintaan Akhir 302 303 304 305
306
Total Output 310
Catatan: 180: Penjualan Ke Sektor Lain untuk Diolah Kembali 301: Konsumsi Rumah Tangga 302: Konsumsi Pemerintah 303: Pembentukan Modal Tetap Bruto 304: Perubahan Inventori 305: Ekspor Barang Dagang 306: Ekspor Jasa 310: Total Output Sektoral 3. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan untuk mengetahui tax buoyancy, yaitu pengaruh PDB sektoral terhadap penerimaan PPh dan PPN. Selain itu, metode kuantitatif juga dilakukan untuk mengetahui tax coverage ratio. Tabel IO digunakan untuk menghitung potensi penerimaan pajak di masing-masing sektor usaha. Hasil penghitungan potensi penerimaan pajak akan dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak sehingga diperoleh angka tax coverage ratio. Sedangkan metode kualitatif dilakukan dalam bentuk studi pustaka. Metode kualitatif ini digunakan dalam melakukan analisis tax ratio, analisis Tabel IO, dan analisis deskriptif upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai di masing-masing sektor usaha. 3.1 Model Penelitian Dalam melakukan regresi, penulis menggunakan data PDB sektoral dan data penerimaan PPh dan PPN. Berdasarkan penelitian Sjafri (2006), data PDB dan data PPh dan PPN diolah dalam bentuk Logaritma Natural (LN). Pada penelitian tersebut, nilai tax buoyancy ditentukan berdasarkan koefisien LnPDB. Pada penelitian ini, penulis menggunakan model penelitian seperti yang dilakukan oleh Sjafri (2006) tersebut dengan pengembangan yaitu dengan menggunakan PDB sektoral. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis membuat rancangan model penelitian seperti di bawah ini:
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai
LnPPhaa LnPPhbb LnPPhcc LnPPhdd LnPPhee LnPPhii LnPPhgg LnPPhhh LnPPhff
LnPPNaa LnPPNbb LnPPNcc LnPPNdd LnPPNee LnPPNff LnPPNgg LnPPNhh LnPPNii
= a + b LnPDBaa = a + b LnPDBbb = a + b LnPDBcc = a + b LnPDBdd = a + b LnPDBee = a + b LnPDBff = a + b LnPDBgg = a + b LnPDBhh = a + b LnPDBii
= a + b LnPDBaa = a + b LnPDBbb = a + b LnPDBcc = a + b LnPDBdd = a + b LnPDBee = a + b LnPDBff = a + b LnPDBgg = a + b LnPDBhh = a + b LnPDBii
3.2 Teknik Analisis Potensi Penerimaan PPN Berikut formula yang digunakan dalam menghitung potensi penerimaan PPN: Dasar Pengenaan Pajak = [jumlah input antara (190)] – [jumlah input antara yang (DPP) PPN Masukan digunakan oleh sektor yang atas penyerahan outputnya tidak Dapat Dikreditkan dari dikenakan PPN atau dibebaskan PPN]*1 – [jumlah input Input Antara antara yang tidak dikenakan PPN, atau dibebaskan PPN, atau tidak dipungut PPN]*2 Dasar Pengenaan Pajak = [jumlah input antara impor (200)] – [jumlah impor barang (DPP) PPN Masukan atau jasa yang dilakukan oleh sektor yang outputnya tidak Dapat Dikreditkan dari dikenakan PPN atau dibebaskan PPN]*3 Input Antara Impor Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dari Input Antara Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dari Input Antara Impor PPN Masukan Dapat Dikreditkan dari Input Antara PPN Masukan Dapat Dikreditkan dari Input Antara Impor PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dari Input Antara
= [jumlah input antara yang digunakan oleh sektor yang atas penyerahan outputnya tidak dikenakan PPN atau dibebaskan PPN]*1 = [jumlah input antara impor yang digunakan oleh sektor yang atas penyerahan outputnya tidak dikenakan PPN atau dibebaskan PPN]*3 = 10% x DPP PPN Masukan Dapat Dikreditkan dari Input Antara = 10% x DPP PPN Masukan Dapat Dikreditkan dari Input Antara Impor = 10% x DPP PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dari Input Antara
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dari Input Antara Impor Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN Keluaran PPN Keluaran Potensi PPN
= 10% x DPP PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dari Input Antara Impor = [jumlah total output (310)] – [perubahan inventori (304)] – [ekspor barang dagangan (305)] – [ekspor jasa (306)] – [jumlah output yang tidak dikenakan PPN, atau dibebaskan PPN, atau tidak dipungut PPN]*4 = 10% x DPP PPN Keluaran = [Pajak Keluaran] – [Pajak Masukan Input Antara Dapat Dikreditkan] – [Pajak Masukan Input Antara Impor Dapat Dikreditkan] + [Pajak Masukan Input Antara Impor Tidak Dapat Dikreditkan]
Keterangan tabel: *1 : Berdasarkan Pasal 16B UU PPN, PPN masukan untuk perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan atau dibebaskan dari pengenaan PPN, PPN masukannya tersebut tidak dapat dikreditkan. *2 : Pembelian barang atau pemanfaatan jasa yang tidak dikenakan PPN, dibebaskan PPN, atau tidak dipungut PPN. *3 : Berdasarkan Pasal 16B UU PPN, PPN masukan untuk perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan atau dibebaskan dari pengenaan PPN, PPN masukannya tersebut tidak dapat dikreditkan. *4 : - Barang yang tidak dikenakan PPN diatur dalam Pasal 4A ayat 2 UU PPN. - Jasa yang tidak dikenakan PPN diatur dalam Pasal 4A ayat 3 UU PPN. - Penyerahan dan impor barang yang dibebaskan PPN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007. - Penyerahan barang dan jasa yang tidak dipungut PPN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995.
3.3 Teknik Analisis Potensi Penerimaan PPh Berikut formula yang digunakan dalam menghitung potensi penerimaan PPh: a.
PPh Final Pada umumnya, dasar perhitungan pajak untuk PPh final dihitung dari nilai bruto pembayaran. Seperti pada sektor konstruksi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, PPh final dihitung dari total pembayaran. Oleh karena itu, dalam penghitungan potensi PPh final digunakan formula sebagai berikut: Tarif x [Total Output (210) – Pajak Tidak Langsung (204) – Perubahan Inventori (304) = PPh Terutang
b.
PPh Tidak Final Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh, PPh terutang diperoleh dengan mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak dihitung dengan cara mengurangkan
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
penghasilan dengan biaya yang dapat dikurangkan (Pasal 16 UU PPh). Penghasilan dikurangkan dengan biaya merupakan laba bersih atau dalam Tabel IO disebut dengan istilah surplus usaha. Oleh karena itu, dalam penghitungan PPh tidak final digunakan formula sebagai berikut: Surplus Usaha (202) x Tarif Pasal 17 UU PPh = PPh Terutang 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tax Buoyancy Berdasarkan hasil regresi data time series pengaruh PDB sektoral terhadap penerimaan PPh dan PPN, diperoleh hasil sebagai berikut: Tax Buoyancy masing-masing sektor usaha Tahun 1983 s.d 2011 Sektor Usaha Pertanian, peternakan, kehutanan,perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estat & jasa perusahaan Jasa – jasa Rata-Rata
Tax Buoyancy PPh PPN 1,386 1,282 1,288 1,178 1,084 1,007 1,079 1,006 1,087 1,007 1,260 1,170 1,199 1,115 1,176 1,091 1,242 1,149 1,156
4.2 Analisis Tax Ratio Tax buoyancy yang dibutuhkan untuk mencapai tax ratio 12,8%: Pada tahun 2011, total penerimaan perpajakan Indonesia adalah Rp 873,87 T dan PDB tahun 2011 adalah sebesar Rp 7.427,09 T. Berdasarkan angka tersebut, tax ratio tahun 2011 adalah: Penerimaan Pajak = Rp 873,87 T = 11,77% Total PDB Rp 7.427,09 T Pada tahun 2012, total PDB Indonesia adalah Rp 8.241,9 T. Untuk mencapai tax ratio sebesar 12,8% pada tahun 2012 (seperti target tax ratio tahun 2013), diperlukan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.054,9 T yaitu 12,8% dikalikan dengan Rp 8.241,9 T. Artinya
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
penerimaan perpajakan harus tumbuh sebesar 20,7% dari penerimaan tahun 2011. Dengan kondisi tersebut, tax buoyancy-nya adalah: Persentase Kenaikan Penerimaan = Persentase Kenaikan PDB
20,7% = 1,89 10,97%
Jadi, untuk memperoleh tax ratio sebesar 12,8% pada tahun 2012, diperlukan tax buoyancy sebesar 1,89. Tax ratio yang akan diperoleh dengan tax buoyancy saat ini: Namun, angka rata-rata tax buoyancy saat ini adalah sebesar 1,156 yaitu berdasarkan hasil regresi. Dengan angka tersebut, apabila kenaikan PDB tahun 2012 adalah 10,97% (seperti perhitungan sebelumnya), maka dengan menggunakan nilai tax buoyancy rata-rata, kenaikan penerimaan pajak pada tahun 2012 adalah sebesar 12,68% yaitu 1,156 dikalikan dengan 10,97%. Artinya apabila dikalkulasikan dengan angka penerimaan perpajakan tahun 2011 sebesar Rp 873,87 T, maka dengan kenaikan sebesar 12,68%, penerimaan perpajakan tahun 2012 menjadi Rp 984,69 T. Dengan hasil perhitungan ini, tax ratio yang akan diperoleh pada tahun 2012 adalah: Rp 984,69 T Rp 8.241,9 T
= 11,95%
Estimasi tax ratio sebesar 11,95% hampir sama dengan angka tax ratio sebenarnya pada tahun 2012 yaitu 11,90% (www.depkeu.go.id). Artinya, angka tax buoyancy yang dihasilkan tersebut cukup akurat digunakan untuk mengestimasi penerimaan pajak.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
4.3 Tax Coverage Ratio PPN Sekor Industri Pengolahan
Tahun
(1)
PM Input Antara dapat dikreditkan
Pajak Keluaran
PPN ImporDapat Dikreditkan
PM Input Antara Impor tdk dpt dikreditkan
Potensi PPN
Realisasi PPN
Tax Gap
Tax Coverage Ratio
2008
(2) 260.013.062
(3) 97.875.166
(4) 47.428.071
(5) 1.506.731
(6)=(2)-(3)-(4)+(5) 116.216.556
(7) 111.250.300
(8)=(7)-(6) 4.966.256
(9)=(7)/(6) 95,73%
2009
297.352.774
102.467.358
51.363.185
1.577.425
145.099.656
111.250.301
33.849.355
76,67%
2010
326.004.003
110.667.144
55.190.736
1.703.656
161.849.779
111.250.302
50.599.477
68,74%
2011
364.665.864
125.104.518
61.981.572
1.925.911
179.505.685
111.250.303
68.255.382
61,98%
Sektor Konstruksi Tahun
Pajak Keluaran
PM Input Antara dapat dikreditkan
PPN Impor
PM tdk dpt dikreditkan
Potensi PPN
Realisasi PPN
Tax Gap
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)=(2)-(3)(4)+(5)
(7)
(8)=(6)-(7)
(9)=(7)/(6)
2008
116.784.423
51.581.683
11.058.255
-
54.144.485
12.773.030
41.371.455
23,59%
2009
154.382.286
63.408.148
13.686.288
-
77.287.850
13.397.270
63.890.580
17,33%
2010
182.272.172
75.479.843
16.208.867
-
90.583.462
13.714.790
76.868.672
15,14%
2011
209.495.385
86.403.598
18.432.982
-
104.658.805
16.359.250
88.299.555
15,63%
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Tax Coverage Ratio
4.4 Tax Coverage Ratio PPh Sekor Industri Pengolahan Tahun
Potensi PPh
Realisasi PPh
Tax Gap
Tax Coverage Ratio
(1)
(2)
(3)
(4)=(2)-(3)
(5=(3)/(2
2008
211.571.352
65.374.150
146.197.202
30,90%
2009
221.532.235
62.866.570
158.665.665
28,38%
2010
213.723.926
77.769.130
135.954.796
36,39%
2011
241.542.541
93.099.780
148.442.761
38,54%
Sektor Konstruksi Tahun
Total Pembayaran
PPN
Dasar Pengenaan PPh
Tarif RataRata
Potensi PPh
Realisasi PPh
Tax Gap
Tax Coverage Ratio
(1)
(2)
(3)
(4)=(2)-(3)
(5)
(6)=(4)x(5)
(7)
(8)=(6)-(7)
(9)=(7)/(6)
2008
1.243.975.535
16.340.909
1.227.634.626
3,83%
47.018.406
5.574.360
41.444.046
11,86%
2009
1.529.189.848
20.087.495
1.509.102.353
3,83%
57.798.620
6.722.500
51.076.120
11,63%
2010
1.820.318.256
23.911.768
1.796.406.488
3,83%
68.802.368
7.334.740
61.467.628
10,66%
2011
2.083.762.224
27.372.378
2.056.389.846
3,83%
78.759.731
8.040.350
70.719.381
10,21%
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
4.5 Analisis Perbedaan Tax Coverage Ratio antara sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi No
Industri Pengolahan
Konstruksi
1.
Sebagian output di ekspor. Sedangkan atas impor, tidak terdapat fasilitas PPh dan PPN. Oleh karena itu, pemungutan PPN dan PPh impor diawasi langsung oleh kantor bea dan cukai di pelabuhan. Tempat kegiatan usaha tidak berpindahpindah. Pada umumnya kegiatan ekonomi dilakukan di pabrik yang tempatnya tetap.
Tidak ada output yang diekspor. Sedangkan atas impor, diberikan fasilitas PPh impor dibebaskan dengan menggunakan surat keterangan bebas (Per Dirjen Nomor Per-1/PJ/2011). Tempat kegiatan usaha berpindah-pindah, tergantung tempat dimana proyek dilakukan.
2.
3.
4.
Pengenaan PPh bersifat tidak final Pengenaan PPh sudah bersifat final - Atas penghasilan yang pajaknya telah - Atas penghasilan yang telah dipotong dipotong oleh pihak lain, tetap PPh final, tidak diperhitungkan lagi diperhitungkan dalam menghitung PPh dalam pajak tahunan. terutang selama satu tahun dan pajak - Wajib pajak dapat mengajukan yang telah dipotong oleh pihak lain permohonan pembebasan dari tersebut dapat dijadikan kredit pajak. pemungutan pajak yang bersifat tidak - Adanya kredit pajak memungkinkan final (Per Dirjen Nomor Per-1/PJ/2011). terjadinya SPT lebih bayar. Dengan kondisi seperti ini, wajib pajak - Atas SPT lebih bayar tersebut pasti yang murni memiliki usaha konstruksi akan diperiksa oleh aparat pajak yang telah dikenakan PPh final, tidak (pemeriksaan rutin). akan memiliki kredit pajak. - Tidak adanya kredit pajak mengakibatkan SPT tahunan menjadi nihil. - Atas SPT nihil tidak diperiksa, kecuali atas SPT tersebut dianggap berisiko tinggi (PMK-17/PMK.03/2013 tentang Tata cara Pemeriksaan) Tidak seluruh pajak atas penghasilan Pada umumnya, seluruh pajak atas industri pengolahan dipungut oleh pihak penghasilan konstruksi dipungut oleh lain. Oleh karena itu, wajib pajak harus pengguna jasa. Ada kemungkinan pajak membayar atau menyetorkan sendiri yang dipungut oleh pengguna jasa tidak jumlah pajak yang masih kurang bayar disetorkan ke kas negara. (PPh Pasal 29). Dengan kondisi seperti ini, jumlah pajak yang telah dipungut pihak lain dan jumlah pajak yang disetorkan sendiri oleh wajib pajak dapat dicocokkan dengan yang dilaporkan wajib pajak di SPT.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
4.6 Analisis penghindaran pajak dengan pendekatan benefit dan cost analysis Kurangnya pengawasan dari aparat pajak, akan memicu terjadinya penghindaran pajak. Wajib pajak akan mempertimbangkan cost/biaya dan benefit/keuntungan penghindaran pajak sebelum melakukan tindakan tersebut. Biaya yang akan timbul dari penghindaran pajak adalah dapat berupa sanksi administrasi dalam bentuk bunga. Biaya itupun dikeluarkan apabila tindakan tersebut diketahui oleh aparat pajak. Jadi disini berperan fungsi probabilitas yaitu kemungkinan penghidaran pajak tersebut diketahui oleh aparat pajak. Apabila kepatuhan wajib pajak menurun dalam kurun waktu yang relatif lama, hal ini memberikan indikasi bahwa peraturan perpajakan yang ada memberikan benefit yang lebih besar dari pada cost dalam hal wajib pajak melakukan penghindaran pajak, sehingga masyarakat terdorong untuk tidak membayar pajak (Amachi, 1991). Cost
= 1/Kw x [(t.q)] x [(1 + (%d.Mc)] x probabilitas* = 1/Rp 9.886 x [Rp 100 jt x (1 + (24 bulan x 2%))] x 52,74% = US $ 7.895,53
Benefit
= 1/Ks x [(t.q)] x [(1 + (%r.Mb)] = 1/Rp 8.540 x Rp 100 jt x [1 + (10,8% x 2 tahun)] = US $ 14.238,88
*angka probabilitas diambil dari tingkat kepatuhan pelaporan SPT tahunan tahun 2011 T q Mc %d Mb Ks Kw
: Tarif pajak : Dasar pengenaan pajak atau objek pajak : Jumlah bulan pajak tidak dibayar sampai diketahui petugas pajak : Sanksi bunga atau denda : Jumlah bulan pajak tidak dibayar : Kurs pada waktu sekarang (Kurs BI 1 Juni 2011) : Kurs pada waktu yang akan datang, yaitu pada waktu harus bayar pajak (Kurs BI 14 Juni 2013)
4.7 Upaya Meningkatkan Penerimaan Pajak Berdasarkan kondisi perpajakan dan hasil perhitungan beberapa ratio pada bagian sebelumnya, penulis merumuskan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak yaitu: a. Menerapkan tarif pajak yang lebih rendah tetapi diikuti dengan memperluas basis pajak dan menerapkan sanksi yang lebih berat dan konsisten. b. Sektor-sektor yang saat ini pengawasannya belum memadai agar lebih ditingkatkan. c. Sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak seharusnya dapat terhubung dengan seluruh instansi pemerintahan sehingga kewajiban perpajakan dalam hal kontrak antara instansi
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
pemerintah dengan pihak ketiga yang didalamnya terdapat potensi penerimaan pajak dapat diawasi dengan baik oleh Direktorat Jenderal Pajak. d. Pendataan terhadap pemungut PPh dan rekonsiliasi jumlah PPh yang dipungut dan disetor oleh pemungut PPh dengan jumlah PPh yang dibayarkan oleh penerima penghasilan kepada pemberi penghasilan/pengguna jasa (pemungut PPh). Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya PPh yang kurang atau tidak disetor oleh pemungut PPh serta untuk menguji apakah jumlah PPh yang dipungut telah sesuai dengan peraturan perpajakan. e. Pada saat ini, pemeriksaan pajak lebih diutamakan untuk wajib pajak dengan SPT tahunan lebih bayar. Dengan konsep seperti ini, wajib pajak yang dikenakan PPh final memiliki kemungkinan yang kecil untuk diperiksa. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan pajak berbasis resiko (risk based audit). f. Sektor konstruksi sebaiknya dilakukan pemungutan PPh secara tidak final. Hal ini akan memungkinkan SPT tahunan wajib pajak konstruksi menjadi lebih bayar sehingga berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini akan dilakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak tersebut. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan hasil analisis seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: a. Rata-rata tax buoyancy semua sektor usaha adalah 1,156. Artinya, setiap kenaikan PDB sebesar 1% akan direspon dengan kenaikan penerimaan pajak sebesar 1,156%. b. Dengan menggunakan nilai tax buoyancy sebesar 1,156, diperoleh angka estimasi tax ratio tahun 2012 sebesar 11,95%. Angka ini sesuai dengan realisasi tax ratio tahun 2012. c. Tax Coverage Ratio sektor industri pengolahan lebih tinggi dari pada sektor konstruksi. Secara umum, tax coverage ratio masih rendah sehingga masih terdapat potensi penerimaan pajak yang belum tergali dengan maksimal. d. Dengan menggunakan teori analisis cost dan benefit penghindaran pajak, kondisi yang ada saat ini memberikan benefit penghindaran pajak lebih besar dari pada cost-nya. e. Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
5.2 Keterbatasan Penelitian Dalam menghitung potensi PPh, penulis menggunakan beberapa asumsi. Salah satunya, penulis menggunakan data surplus usaha untuk menghitung potensi PPh. Data surplus usaha tersebut terdiri dari surplus usaha yang diperoleh oleh wajib pajak badan dan surplus usaha yang diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi. Dalam penelitian ini, penulis masih menggunakan asumsi perbandingan antara surplus usaha badan dengan surplus usaha orang pribadi. Begitu juga dengan penghitungan potensi PPN, penulis menggunakan beberapa asumsi. Terutama asumsiasumsi yang digunakan dalam melakukan updating Tabel IO. 5.3 Saran Berdasarkan keterbatasan penelitian di atas, penulis membuat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, pada penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan data yang sebenarnya. Untuk itu, pada penelitian berikutnya agar updating Tabel IO tersebut lebih diperbanyak angka-angka sebenarnya.
DAFTAR REFERENSI Abimanyu, Anggito. (2009). Era Baru Kebijakan Fiskal. Jakarta: Kompas Alink, Matthijs & Kommer, Victor van. (2011). Handbook on Tax Administration. Netherlands: IBFD. Amachi, T Chairul. (1991). Evaluasi Pengaturan Pemungutan Pajak Terutama Pajak Penghasilan (s/d Periode 1987) Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta: Universitas Indonesia. Arnold, Jens. (2012). Improving the Tax System in Indonesia. OECD Working Papers No.998. Badan Pusat Statistik. (2009). Tabel Input Output Indonesia Updating 2008. Jakarta. Bawazier, Fuad. (2009). Kebijakan dalam Tax Reform 1994 dan Tax Reform 1997. Era Baru Kebijakan Fiskal, 151-180. Blanchard, Olivier. (2006). Macroeconomics Fourth Edition, USA: Pearson. Brender, Adi & Navon, Guy. (2010). Predicting Government Tax Revenues and Analyzing Forecast Uncertainty, 81-111. Buettner, Thiess & Kauder, Bjoern. (2010). Revenue Forecasting Practices: Differences Across Countries and Consequences for Forecasting Performance.
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
Duke University, VAT Analysis & Revenue Estimation. Firyanti, Fifi. (2006). Analisa Kinerja Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia Tahun 2003-2005 dengan Menggunakan Tabel Input Output. Jakarta: Universitas Indonesia. Jenkins, Glen P, et al. (2000). Tax Analysis and Revenue Forecasting – Issues and Techniques. USA: Harvard University. Mankiw, N Gregory. (2006). Principles of Economics Third Edition- Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta: Salemba Empat. Mansury, R. (2002). Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000, Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan. Marks, Stephen V. (2003). The VAT in Indonesia: The Impact of Sectoral Exemptions on Revenue Potential and Effective Tax Rates. Partnership for Economic Growth. Nachrowi, Nachrowi. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika, Jakarta: LP-FEUI. Nasution, C. Syah. (2003). Analisis Potensi dan Pertumbuhan Penerimaan PPh di Indonesia periode 1990-2000. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol.7, No.2.
Sjafri, Rika Sari. (2006). Analisis tentang Penerimaan Pajak sebagai Fungsi dari Produk Domestik Bruto Kaitannya dengan Tax Buoyancy dan Elastisitas Pajak di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. Sukardji, Untung. (2010). Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers. Woroutami, Dyah Arti. (2006). Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Penghasilan Indonesia. Jurnal Kebijakan Ekonomi, 37-61. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/lpi_ 2011.htm http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Informasi+Kurs/Kurs+Transaksi+BI/ http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb13.pdf http://www.bps.go.id/pdb.php http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11¬ab=36 http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/bul_imp_des2012/index3.php?pub=Buletin%20Statistik%20Perdaga ngan%20Luar%20Negeri%20Impor%20Desember%202012
http://www.depkeu.go.id/ind/Data/Artikel/APBN_2013.pdf http://www.pajak.go.id/
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013
http://www.setkab.go.id/berita-5391-pidato-presiden-tanggal-16-agustus-2012.html Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN, dan PPnBM dan PPh dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tatacara Pemeriksaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain
Analisis penerimaan..., Asrul Hidayat, FEB UI, 2013