ANALISIS PENENTU EKSPOR KOPI INDONESIA
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Bismo Try Raharjo 0810213050
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
ANALISIS PENENTU EKSPOR KOPI INDONESIA Bismo Try Raharjo Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Email :
[email protected] ABSTRACT Coffee is one of the primary exports commodity of Indonesia. Where Indonesia is the third largest coffee producer in the world after Brazil and Vietnam with supply around 6% of total world coffee production, and Indonesia is the fourth largest coffee exporter in the world with the 11% market share of the world. This research is aimed to assess the factors that influence the volume of Indonesia coffee exports. Researcher used the panel data regresion as method of this research and secondary data of 1994-2010 as the type of research data with 8 importers countries as the object of the study The result of this research concluded that the factors significantly affect the volume of Indonesia coffee exports are real PDB of importer countries, exchange rate Rupiah to US Dollar, and retail price of the importer countries. However, the monetary crisis of the year 1998 affect to the volume of Indonesia coffee exports. Keywords : Coffee, Export, International trade ABSTRAK Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor utama Indonesia. Dimana Indonesia adalah produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan menyumbang sekitar 6% dari produksi total kopi dunia, dan Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar keempat dunia dengan pangsa pasar sekitar 11% di dunia. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengkaji berbagai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kopi Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel dan jenis data penelitian adalah data sekunder dari tahun 1994-2010 dengan objek penelitian adalah 8 negara. Hasil penelitian menyimspulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia antara lain PDB riil negara pengimpor, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, harga kopi ritel di negara pengimpor. Namun, krisis moneter 1998 tidak berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia. Kata kunci : Kopi, Ekspor, Perdagangan Internasional
A. PENDAHULUAN Sektor non migas merupakan salah satu sumber pendapatan devisa negara. Sektor non migas dibagi menjadi tiga, antara lain : (i) sektor industri, (ii) sektor pertambangan, dan (iii) sektor pertanian. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian mata pencaharian penduduknya adalah dengan cara bertani atau berkebun sehingga sub sektor pertanian sangat vital bagi Indonesia. Salah satu sub sektor perkebunan Indonesia adalah komoditi kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor utama Indonesia. Kopi sebagai tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang menarik bagi banyak negara terutama negara berkembang, karena perkebunan kopi memberi kesempatan kerja yang cukup tinggi dan dapat menghasilkan devisa yang sangat diperlukan bagi pembangunan nasional (Spillane, 1990). Indonesia termasuk dalam produsen ketiga besar di dunia saat ini dibawah Brazil dan Vietnam.
Tabel 1 : 10 Negara Produsen Kopi Terbesar Dunia, tahun 2010/2011 No
Negara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Brazil Vietnam Indonesia Colombia Ethiopia India Mexico Honduras Peru Guatemala
Produksi
Persentase dari total dunia (%) 48095 19467 9129 8523 7500 5033 4850 4326 3976 3950
35.8 14.5 6.8 6.4 5.6 3.8 3.6 3.2 3 2.9
Sumber: Internasional Coffee Organization
Berdasarkan tabel 1 Brazil masih mendominasi produksi kopi dunia sekaligus sebagai penyumbang terbesar kopi dunia sebesar 35,8% dari total produksi dunia. Kemudian diikuti Vietnam yang menyuplai 14,5% dari total produksi kopi dunia. Dan di bawahnya Indonesia dan Colombia yang menyumbang masing-masing 6,8% dan 6,4% dari produksi kopi dunia. Produksi kopi Indonesia didominasi oleh hasil perkebunan rakyat hampir 90% dari total produksi Indonesia. ini menyebabkan kualitas kopi Indonesia masih terbilang rendah. Dari aspek mutu Indonesia lebih dikenal sebagai sumber kopi yang murah, harga yang murah tersebut berhubungan dengan citra negatif dari kopi Indonesia yang bermutu rendah dibawah mutu kopi dari negara-negara lain terutama Brazil dan Columbia (Siswoputranto, 1993). Pada tahun 2006 dengan ekspor 411,7 ribu ton dan memperoleh devisa ekspor sebesar US$ 583,3 juta. Pada tahun 2007 mengalami penurunan, dengan volume ekspor sebesar 320,5 ribu ton namun nilai devisa ekspor kopi meningkat menjadi US$ 634,1 juta. Ekspor komoditas kopi sepanjang tahun 2008 mengalami tren positif dan nilai devisanya pun melambung mencapai US$ 989,4 juta berbeda jauh dengan pencapaian 2007 ini seiring tren masyarakat dunia minum kopi meningkat sehingga permintaan kopi dunia pun ikut meningkat. Namun pada 2009 dan 2010 mengalami penurunan devisa ekspor kopi akibat dampak dari krisis ekonomi global yang mengakibatkan melemahnya harga dan semakin turunnya permintaan komoditas tersebut di pasar internasional. Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kopi produksi Indonesia merupakan komoditas yang mempunyai daya saing yang tinggi dengan komoditas kopi luar negeri dan mempunyai potensi untuk menambah devisa negara sehingga peneliti ingin menganalisis pengaruh PDB riil, kurs, harga ritel kopi negara pengimpor, dan variabel dummy krisis moneter 1998 terhadap ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan utama.
B. TELAAH PUSTAKA Produk domestik bruto sering dianggap sebagai ukuran kinerja perekonomian. Ada dua cara pendekatan PDB, yang pertama, PDB sebagai pendapatan total dari setiap orang di dalam perekonomian. Yang kedua, PDB sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian. Menurut Mankiw (2003) produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. PDB nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil mengoreksi angka PDB nominal denga memasukkan pengaruh dari harga. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Nilai tukar (Exchange Rate) adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk melakukan perdagangan (Mankiw, 2003). Nilai tukar atau nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua, yakni; nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Jika nilai tukar riil tinggi barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik lebih murah (Mankiw, 2003). Mankiw (2003) menyatakan bahwa hubungan antara Nilai tukar riil dan ekspor netto adalah sebagai berikut : NX = NX (€) Persamaan tersebut menyatakan bahwa ekspor netto adalah fungsi dari kurs riil. Nilai tukar riil terkait dengan ekspor neto. Bila semakin rendah nilai tukar, maka harga barang domestik relatif lebih murah dari harga barang-barang luar negeri, sehingga semakin besar ekspor netto domestik. Dalam rezim flexible exchange rate, nilai tukar menjadi sangat fleksibilitas, sehingga seringkali terjadi perubahan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri. Fluktuasi nilai tukar di bawah sistem nilai tukar fleksibel akan berpengaruh terhadap output dan harga barang. Ketika nilai mata uang suatu negara mengalami kenaikan terhadap mata uang negara lain, maka akan terjadi apresiasi mata uang. Sebaliknya, ketika mata uang suatu negara mengalami penurunan nilai terhadap mata uang negara lain, maka akan terjadi depresiasi mata uang. Depresiasi mata uang akan meningkatkan biaya bahan impor sehingga akan menurunkan penawaran output. Bersamaan dengan itu, depresiasi tersebut akan meningkatkan net eksport dan juga meningkatkan permintaan dalam negeri. Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori ekonomi dan pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu mekanisme. Dalam mekanisme ini terdapat dua kekuatan pokok yang saling berinteraksi, yaitu penawaran dan permintaan dari barang tersebut. Apabila pada suatu tingkat tertinggi kuantitas barang yang diminta melebihi kuantitas barang yang ditawarkan maka harga akan naik, sebaliknya bila kuantitas barang yang ditawarkan pada harga tersebut lebih banyak daripada kuantitas permintaan, maka harga cenderung turun. Tingginya harga mencerminkan kelangkaan dari barang tersebut. Sampai pada tingkat harga tertinggi konsumen cenderung menggantikan barang tersebut dengan barang lain yang mempunyai hubungan dekat dan relatif lebih murah (Budiono, 2001). Krisis Moneter 1998 merupakan krisis yang terjadi karena jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri. Meskipun demikian, kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Krisis terjadi karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, hal ini menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Menurut Bank Dunia (1998) bukan hanya karena nilai tukar rupiah yang merosot terhadap US Dollar tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi krisis moneter 1998, antara lain : (i) akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli 1997; (ii) kelemahan pada sistem perbankan; (iii) masalah governance, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat; (iv) ketidakpastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.
Penelitian Empiris Penelitian tentang analisis ekspor kopi Indonesia ini dilakukan oleh Widayanti, Kiptiyah, dan Samooen (2009) yang bertujuan untuk Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran kopi dalam negeri, menganalisis faktor-faktor yang berengaruh terhadap permintaan kopi dalam negeri. Dengan metode two stage least square (2SLS). Hasilnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas ekspor kopi Indonesia adalah harga ekspor kopi (harga FOB), harga kopi dalam negeri nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan penawaran kopi tahun t-1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran kopi dalam negeri adalah harga kopi dalam negeri, tingkat teknologi dan penawaran kopi tahun t-1. Faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kopi dalam negeri adalah tingkat pendapatan masyarakat dengan elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan sebesar 0,59. Hutabarat (2010) melakukan penelitian tentang world market condition and its impact on the performance of national coffee industry, dengan bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi industri kopi nasional, produksi, dan permintaan impor. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pajak nasional dan pemasaran kebijakan dan krisis kopi internasional telah dihentikan oleh indutri kopi nasional. Volume ekspor kopi Indonesia terutama dalam bentuk biji kopi, dan sedikit dalam bentuk kopi bubuk (kopi panggang, kopi instan, dipanggang dan tanah kopi dan lain-lain), sedangkan penguasa dunia industri kopi dikendalikan pasar kopi produk jadi atau olahan (kopi bubuk dan panggang larut dan kopi instan). Sebagai konsekuensinya, Indonesia kopi terjebak dan mampu bersaing dan mengembangkan produk diarahkan untuk konsumen pasar. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan tentang memproduksi kopi olahan atau kopi speciality. Penelitian Wulandari (2010) bertujuan untuk pertama, apakah secara statistik nilai ekspor kopi Indonesia berbeda dengan nilai ekspor kopi Brazil. Kedua, peran dari variabel-variabel faktorfaktor internal terhadap ekspor kopi Indonesia dan Brazil ke negara tujuan ekspor yang sama. Dan ketiga, perbandingan dari hasil yang diperoleh pada penelitian terhadap pengaruh variabel internal kepada ekspor kopi baik ekspor kopi Indonesia maupun ekspor kopi Brasil. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis data panel. hasilnya permintaan volume ekspor kopi dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh selera konsumen negara tujuan, harga kopi Brazil. Namun, memiliki hubungan negative terhadap harga kopi indonesia, pendapatan negara tujuan, jarak. Kumar dan Rai (2007) melakukan penelitian tentang ekspor tomat India dengan tujuan untuk menganalisis dampak dari liberalsasi perdagangan terhadap kinerja ekspor tomat Indonesia. variabel-variabelnya adalah Kuantitas ekspor tomat India (Y), produksi tomat dunia (Q), harga komoditas tomat dunia (PR), nilai tukar (ER). Hasilnya yang didapat adalah bahwa kinerja daya saing produk tomat India terus mengalami kenaikkan, sedangkan untuk permintaan volume ekspor tomat India dipengaruhi signifikan positif oleh volume perdagangan tomat dunia dan ratio harga tomat India terhadap harga tomat internasional, dan untuk pengaruh negatif terhadap permintaan ekspor tomat adalah produk tomat India. Nanang (2010) melakukan penelitian tentang analisis permintaan ekspor produk kayu Ghana. Tujuannya adalah menganalisis dampak apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor kayu (timber) Ghana di pasar dunia. Dimana dari penelitian tersebut ditemukan faktor-faktor yang berpengaruh adalah harga kayu dunia, nilai tukar, GDP riil, dan hutang luar negeri. Dari penelitian ini ditemukan bahwa GDP riil dan nilai tukar berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap permintaan ekspor kayu Ghana sesuai dengan teori. Namun, variabel harga berbeda untuk tiga jenis kayu, harga berpengaruh secara signifikan dan negatif untuk dua jenis kayu yaitu sawnwood dan plywood. Tetapi untuk jenis veneer harga berpengaruh secara signifikan dan positif. Berdasarkan rumusan masalah, dan penelitian-penelitian terdahulu yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : PDB riil negara-negara pengimpor kopi Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia H2 : Nilai tukar (exchange rate) berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. H3 : Harga ritel kopi negara pengimpor berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. H4 : Krisis moneter 1998 berpengaruh negatif terhadap volume ekspor kopi Indonesia.
C. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi data-data oleh lembaga-lembaga resmi nasional maupun internasional. Lembaga-lembaga tersebut antara lain: Kementerian Pertanian, United Nation Commodity Trade, International Coffee Organization (ICO), World Bank, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Food and Agriculture Organization Of The United Nations (FAO), United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), Badan Pusat Statistik, Kementrian Perdagangan, Bank Indonesia, dan lain-lain lembaga yag berkaitan dengan penelitian.
Analisis Data Untuk menguji data pada penelitian ini menggunakan metode regresi data panel. Teknik yang digunakan untuk mengestimasi model regresi dengan data panel ada tiga (3) yaitu Common Effect (CEM), Fixed Effect (FEM), dan Random Effect (REM). Untuk bentuk umum persamaan model analisis panel data (Baltagi, 2008) adalah sebagai berikut : Yjit = αi + ∑nj=1βji xit + εit i=1,….,4 t=1994,….,2010
(1)
Di mana : Yjit : Dependent variable j untuk section ke- i pada waktu ke- t Xit : Independent variable untuk section ke- i pada waktu ke- t i : Unit cross-section sebanyak k t : Unit time-series sebanyak k ε : error term Untuk model persamaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan persamaan model sebagai berikut: LogCOjit = β0 + β1LogPDBit + β2Logkursit + β3LogPCOit - β4 LogDit + εit
(2)
Di mana : CO : Volume Ekspor Kopi Indonesia (Kg) PDB : Produk Domestik Bruto Riil Negara Pengimpor (USD) Kurs : Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar dan (Rp/USD) PCO : Harga Ritel Kopi Negara Pengimpor (USD/Kg) D : Krisis Moneter 1998 ε : Error Term Dari ketiga teknik yang digunakan untuk mengestimasi model regresi dengan data panel, teknik yang seharusnya dipakai dalam penelitian ini terlebih dulu akan diuji dengan menggunakan uji keunggulan metode. Apakah sebaiknya menggunakan Common Effect (CEM), Fixed Effect (FEM), atau Random Effect (REM). D. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian analisis, peneliti akan menjelaskan hasil pengujian secara statistik di mana variabel bebas mempengaruhi variabel terikat baik secara parsial maupun secara simultan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan Random Effect Method (REM). Random Effect Method (REM) dipilih karena terdapat beberapa alasan yang menguatkan untuk dipilihnya Random Effect Method (REM) dibandingkan dengan Common Effect
Method (CEM) dan Fixed Effect Method (FEM). Uji pemilihan metode data panel untuk menentukan yang lebih tepat digunakan dalam estimasi regresi dapat melalui uji Chow, uji Hausman, Uji Lagrange Multiplier (LM) selanjutnya akan dijelaskan hasil uji signifikansi yaitu uji t (pengujian secara parsial) dan uji F (pengujian secara simultan). Berdasarkan setelah melalui uji Chow, uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier (LM), diperoleh bahwa Random Effect Method (REM) merupakan metode yang paling efisien dalam estimasi persamaan regresi panel data dalam penelitian ini. Oleh karena itu, selanjutnya pengujian regresi akan digunakan metode Random Effect Method (REM). Berikut merupakan hasil uji regresi dengan metode Random Effect Method (REM). Tabel 2 : Hasil Regresi Data Panel dengan Metode Random Effect Method (REM) Variabel
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
C LogPDB LogKURS LogPCO LogD R-squared
2.844557 0.395488 0.235057 0.353970 -0.067022 0.575231
3.463143 4.225545 2.289491 2.905647 -0.787055
0.0007* 0.0000* 0.0237** 0.0043* 0.4327
Prob(F-statistic)
0.000002
Keputusan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
*signifikan pada α = 1% **signifikan pada α = 5% ***signifikan pada α = 10% Sumber: data primer (diolah), 2012
Tabel 3 : Model Persamaan Fungsi Masing-Masing Negara No
Model
1 2
CO Amerika= (-0,071691 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022 CO Jerman = (0,263000 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
3
CO Jepang = (0,103576 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
4
CO Itali
5 6
CO Inggris = (-0,276045 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
7
COSingapura= (0,072124 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
8
CO Aljazair = (0,089671 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
= (-0,082037 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
COMalaysia= (-0,098598 + 2,844557)+ 0,395488 + 0,235057 + 0,353970 - 0,067022
Sumber : data primer (diolah), 2012
Berdasarkan hasil regresi data panel pada tabel 2 yang menggambarkan tentang uji signifikansi di mana variabel bebas (independent variable) yaitu PDB, Kurs, PCO dan variabel dummy krisis moneter 1998 mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) yaitu volume ekspor kopi Indonesia, baik secara parsial maupun secara simultan dan diperoleh juga model persamaan fungsi dari setiap negara yang tertera pada tabel 3. Dari hasil uji signifikansi simultan diperoleh nilai probabilitas Fstat sebesar 0,000002 dimana hasil tersebut adalah lebih kecil dari significant level (tingkat kesalahan) sebesar 1%. Hasil uji ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan di mana semua variabel bebasnya (independent variable) secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikatnya (dependent variable) yaitu volume ekspor kopi Indonesia di pasar dunia. Selain itu, juga didapat nilai R2 sebesar 0.575231. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel bebasnya (independent variable) mampu menjelaskan variabel terikatnya (dependent variable) sebesar 57 % dan sisanya 43 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model.
Sedangkan, untuk uji signifikansi secara parsial berdasarkan tabel 2 menunjukkan tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas (independent variable) dengan significant level (tingkat kesalahan) sebesar 1%, 5%, dan 10%. Hasil tersebut menjelaskan bahwa semua variabel bebas (independent variable) yaitu, PDB negara importir, nilai tukar Rupiah terhadap USD, dan harga ritel kopi negara pengimpor berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia. Namun, terdapat satu variabel bebas (independent variable) yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia di pasar dunia, yaitu variabel dummy krisis 1998. PDB negara pengimpor terhadap volume ekspor kopi Indonesia memiliki hubungan yang positif. Pengaruhnya positif dengan significant level (tingkat kesalahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar 0.395488. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika PDB negara pengimpor meningkat sebanyak 1% maka pengaruhnya terhadap perubahan volume kopi Indonesia adalah sebesar 0.395488 %. Demikian pula sebaliknya, jika PDB negara pengimpor mengalami penurunan sebesar 1% maka volume ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.395488%. Peningkatan pendapatan yang terjadi pada negara - negara pengimpor akan meningkatkan permintaan ekspor kopi Indonesia. Hal ini menyimpulkan bahwa kenaikkan yang terjadi pada pendapatan suatu negara akan berdampak positif terhadap kenaikkan permintaan akan barang komoditas ekspor. Selain itu, hubungan elastisistas yang positif antara pendapatan dengan permintaan ekspor suatu barang, hal ini menunjukkan bahwa kopi termasuk ke dalam jenis barang normal, dimana kenaikkan pendapatan negara pengimpor akan meningkatkan permintaan ekspor kopi ke negara pengimpor. Nilai tukar Rupiah terhadap USD memiliki hubungan yang positif dengan volume ekspor kopi Indonesia. Pengaruhnya positif dengan significant level (tingkat kesalahan) sebesar 5% dan dengan nilai koefisien sebesar 0.235057. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika nilai tukar Rupiah terhadap USD mengalami apresiasi (USD terdepresiasi) sebesar 1% maka volume ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.235057 %. Demikian pula sebaliknya, jika nilai tukar Rupiah terhadap USD mengalami depresiasi (penurunan nilai mata uang) sebesar 1% maka volume ekspor kopi Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0.235057 %. Nilai tukar (Exchange Rate) mencerminkan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk melakukan perdagangan (Mankiw, 2003). Dalam rezim flexible exchange rate saat ini, nilai tukar menjadi sangat fleksibilitas, sehingga seringkali terjadi perubahan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri. Ketika nilai mata uang suatu negara mengalami kenaikan terhadap mata uang negara lain, maka akan terjadi apresiasi mata uang. Sebaliknya, ketika mata uang suatu negara mengalami penurunan nilai terhadap mata uang negara lain, maka akan terjadi depresiasi mata uang. Hubungan antara Nilai tukar dengan permintaan ekspor suatu barang adalah negatif, hal tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap USD mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kuantitas ekspor kopi Indonesia dan mempunyai koefisien fungsi yang positif. Hal ini memperkuat bahwa apabila nilai tukar mata uang mengalami apresiasi, maka akan berdampak pada penurunan permintaan ekspor kopi, begitu juga sebaliknya apabila nilai tukar mata uang mengalami depresiasi, maka akan berdampak pada kenaikkan permintaan ekspor kopi dan bertambahnya pada neraca perdagangan (trade balance). Harga kopi ritel di negara pengimpor memiliki hubungan yang positif dengan volume ekspor kopi Indonesia. Pengaruhnya positif dengan significant level (tingkat kesalahan) sebesar 1% dengan nilai koefisien sebesar 0.353970. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika harga kopi ritel di negara pengimpor mengalami kenaikkan harga sebesar 1% maka pengaruhnya terhadap perubahan volume ekspor kopi Indonesia adalah meningkat sebesar 0.353970%. Demikian pula sebaliknya, jika harga kopi di negara pengimpor mengalami penurunan harga sebesar 1% maka volume ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.353970%. Hal ini mengindikasikan bahwa harga tidak sesuai dengan hukum permintaan yang berlaku. Memang bila dilihat dari sudut pandang negara pengimpor seharusnya hukum permintaan berlaku dimana
ketika terjadi kenaikan harga kopi akan menurunkan volume ekspor kopi. Namun, dalam penelitian ini melihat harga dari sudut pandang eksportir yaitu Indonesia dimana ketika harga ritel kopi naik di negara pengimpor akan menambah volume ekspor kopi Indonesia karena semakin tingginya harga kopi di negara pengimpor akan membuat nilai ekspor kopi Indonesia semakin bertambah. Hal ini menyimpulkan bahwa kenaikkan harga ritel kopi di negara pengimpor akan berdampak pada peningkatan volume ekspor kopi Indonesia. Volume ekspor kopi Indonesia meningkat ketika harga ritel kopi naik juga dipengaruhi adanya excess demand di negara pengimpor, dimana adanya permintaan tambahan untuk komoditi kopi di negara pengimpor meskipun harganya meningkat. Ini menyebabkan supply kopi dari Indonesia juga akan meningkat. Gambar 1 : Kurva Demand dan Supply di Negara Pengimpor
p
S’ S
P2 P1 D Q Q2 Q 1 Excess Demand Di mana: P = Harga Ritel Kopi Q = Jumlah Kuantitas Kopi S = Penawaran (Ekspor Kopi Indonesia) D = Permintaan Sumber : Nicholson, 1998
Harga ritel kopi terhadap permintaan ekspor kopi berpengaruh positif dan inelastis. Karena koefisien elastisitas harga ritel kopi lebih rendah dari 1 % yaitu sebesar 0,35. Dapat disimpulkan bahwa meskipun harga ritel kopi berubah, konsumen akan tetap membeli kopi karena adanya “luxury effect” atau efek ketergantungan pada komoditi kopi yang menyebabkan kopi belum ada subtitusinya bagi negara pengimpor kopi. Hal ini sesuai dengan penelitian Nanang (2010) dan Hutabarat (2010) yang menyimpulkan harga komoditi tidak elastis karena adanya efek ketergantungan terhadap barang tersebut sehingga sulit untuk menggantikan dengan barang yang lain. Variabel dummy krisis moneter 1998 dalam penelitian ini hubungannya tidak signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia. Dengan nilai probabilitas sebesar 0.4327 pada significant level (tingkat kesalahan) sebesar 5%. Artinya, variabel dummy ini tidak mempunyai pengaruh pada volume ekspor kopi Indonesia atau sama dengan nol. Dari hasil itu dapat disimpulkan bahwa variabel dummy tidak mempunyai pengaruh terhadap volume ekspor kopi Indonesia dan variabel dummy tidak signifikan dan tidak berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf satu persen maupun pada taraf lima persen. Dengan demikian, krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998 bukan merupakan penghambat ataupun faktor penentu besar kecilnya volume ekspor kopi Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor. Pernyataan ini didukung dengan penelitian Yudanto dkk (1998) dan Nopelline (2009) bahwa ketika krisis moneter 1998 terjadi nilai tukar Indonesia terdepresiasi membuat harga-harga barang impor meningkat di pasar domestik ini akan membuat ekspor meningkat karena di satu sisi komoditi kopi merupakan sub sektor non migas berbasis ekspor yang steril dari penggunaan barang impor. Sehingga dapat dikatakan bahwa komoditas kopi merupakan komoditi ekspor yang tahan akan krisis.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisis terhadap faktor penentu ekspor kopi Indonesia ke negara-negara tujuan, maka didapat kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil regresi dari data panel mengenai besarnya permintaan ekspor kopi Indonesia memperlihatkan bahwa PDB riil, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, harga ritel kopi negara pengimpor memiliki pengaruh yang positif terhadap volume permintaan ekspor kopi Indonesia. sedangkan, variabel dummy krisis moneter tidak berpengaruh signifikan terhadap volume kopi Indonesia, ini membuktikan bahwa komoditas ekspor kopi merupakan tahan akan krisis.
2.
Harga ritel kopi negara pengimpor menunjukkan koefisien yang positif. Hal ini membuat hukum permintaan tidak berlaku. Karena semakin tingginya harga ritel kopi di negara pengimpor akan meningkat volume ekspor kopi Indonesia dan ini membuat nilai dari ekspor Indonesia juga bertambah.
3.
Variabel dummy krisis moneter 1998 tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa krisis moneter bukan merupakan penghambat ataupun faktor penentu besar kecilnya volume ekspor kopi Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini, ada beberapa saran penulis agar ekspor kopi Indonesia bisa meningkat dan berkembang, antara lain: 1.
Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix, decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya saing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas, juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialties dengan rasa khas seperti: kopi Gayo, kopi Lintong, kopi Mandheling, kopi Lampung, Kopi Jawa, kopi Kintamani, kopi Toradja.
2.
Dalam upaya pengembangan produksi kopi menjadi industri hulu dan hilir perlu adanya keseriusan dari pemerintah maupun dari pihak-pihak yang terkait, melalui (i) perlu adanya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah dengan industri pengolahan kopi; (ii) perlu pengembangan lembaga riset khususnya penggunaan teknologi di bidang kopi untuk mendukung pengembangan produksi kopi dan industri kopi ; (iii) pembentukan lembaga promosi khusus untuk mempromosikan produk kopi Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor dalam upaya meningkatkan akses pasar; (iv) meningkatkan investasi di industri kopi; dan (v) komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk pengembangan industri kopi dengan memberikan fasilitas sarana dan prasarana penunjang.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Dewi. 2006. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi Indonesia Dari Amerika Serikat. Semarang: Universitas Diponogoro. Tesis. Arifin, Bustanul. 2011. Ekonomi Kopi Indonesia di Tengah Dinamika Global. http://metrotvnews.com. Di akses pada Oktober 2012. Arifin, Bustanul. 2012. Improving The Sustainability And Competitiveness of Agricultural Export Commodities in Indonesia. Version: June 2010, 2012. Journal Research Report prepared for the World Bank. Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2011. BPS, Malang. Baltagi, Badi H. 2008. Econometric Analysis of Panel data. New York: John Wiley & Sons, LTD. Boediono. 2001. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Menuju Perkebunan Kopi Berkelanjutan. http://ditjenbun.deptan.go.id. Di akses pada November 2012 Gujarati, Damodar. N. 1993. Ekonometrika Dasar terjemahan. Jakarta: Erlangga. Gujarati, Damodar. N. 2003. Basic Econometric. Singapore: McGraw Hill Hutabarat, Budiman. 2010. World Market Condition And Its Impact On The Performance Of National Coffee Industry. Indonesian Journal of Agriculture. Vol. 3 no. 1, 2010: 5159. Ibrahim dkk. 2010. Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2010. Jakarta: Bank Indonesia. ICO. International Coffee Organization Annual Review 2010-2011. 2011. http://www.ico.org/. Diakses pada Oktober 2012. Kementrian Pertanian. 2008. Profil Peluang Dan Potensi Investasi Kopi. Pusat Perizinan dan Investasi Kementrian Pertanian. Kementrian Pertanian. 2009. Outlook Komoditas Pertanian (Perkebunan). http://www.deptan.go.id/, diakses pada Oktober 2011. Kementrian Perindustrian. 2009. Roadmap Pengolahan Kopi. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian. Mankiw, Gregory. 2003. Teori Makroekonomi Edisi 5. Jakarta : Erlangga. Nanang, David. M. 2010. Analysis of Export Demand for Ghana’s Timber Products: A Multivariate Co-integration Approach. Journal of Forest Economics. Vol. 16, 2010: 47-61. ScienceDirect. Nicholson, Walter. 1998. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. Florida: The Dryden Press Nopeline, Nancy. 2009. Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve). Medan: Universitas Sumatera Utara. Tesis Panggabean, Edi. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta: AgroMedia Petrović, Pavle dan Gligorić, Mirjana. 2009. Exchange Rate and Trade Balance: J-curve Effect. Journal Economic Sience University Of Belgrade, Serbia. Ranjan, Nalini dan Rai, Mathura. 2007. Performance, Competitiveness and Determinants of Tomato Export from India. Agricultural Economics Research Review. Samanhudi, thorny. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia ke Amerika Serikat. Medan: Universitas Sumatera Utara. Tesis. Spillane, James. J. 1990. Komoditi Kopi Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sri Wulandari, Indah. 2010. Perbandingan Ekspor Kopi Dua Pemasok Utama Dunia Indonesia dan Brazil: Sebuah Analisis Ekonomi Data Panel 2001 – 2006. Jurnal Univesitas.
Suhatana, Nana dan Sumino. 2010. Menuju Pemasaran Kopi Spesial: Studi Kasus Pemasaran Di 4 Sentra Produksi Kopi. VECO Indonesia. Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : LP3ES Tarmidi, Lepi. T. 1998. Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF DAN Saran. FEUI. Jurnal Indonesia. Widayanti, Sri, Kiptiyah, S. M dan Semaoen, M. Iksan. 2009. Analisis Ekspor Kopi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Vol. 12, No. 1, Januari 2009. Yudanto, Noor dan Santoso M. Setyawan. 1998. Dampak Krisis Moneter Terhadap Sektor Riil. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia.