ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA
OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
YULI WIDIANINGSIH. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO). Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Hingga saat ini perkembangan ekspor kakao Indonesia masih didominasi oleh produk primer yaitu ekspor dalam bentuk biji kakao. Indonesia adalah produsen ketiga komoditas kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Meskipun produsen utama berasal dari negara berkembang, namun pengimpor kakao terbesar berasal dari negara maju dengan pasar utama wilayah Eropa. Akan tetapi, Indonesia belum mampu memasuki pasar Eropa secara maksimal, sehingga fokus utama ekspor biji kakao Indonesia masih terbatas di wilayah Amerika Serikat dan wilayah Asia. Benua Asia merupakan pengimpor ketiga biji kakao dunia. Malaysia dan Singapura merupakan negara tujuan utama ekspor kakao Indonesia. Kedua negara tersebut menempati urutan pertama dan ketiga. Cina adalah negara ke delapan tujuan ekspor kakao Indonesia. Meskipun demikian Cina berpotensi besar menjadi tujuan utama ekspor biji kakao Indonesia di masa depan mengingat jumlah penduduk Cina yang sangat besar dan perkembangan industri hilir kakao Cina yang semakin berkembang. Dari data lima tahun terakhir (2004 hingga tahun 2008) perdagangan biji kakao Indonesia ke wilayah Malaysia, Singapura dan Cina masih mengalami fluktuasi dan belum maksimal sehingga perlu dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia ke tiga wilayah tersebut. Berdasarkan teori, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor terdiri dari harga domestik tujuan ekspor, harga impor negara tujuan ekspor, pendapatan per kapita negara tujuan ekspor, selera penduduk negara tujuan ekspor, harga di pasar internasional, nilai tukar efektif dan volume ekspor tahun sebelumnya. Dalam penelitian ini hanya akan dianalisis pada empat faktor yang diduga mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. Adapun data-data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia terdiri dari : harga ekspor biji kakao Indonesia, populasi penduduk Malaysia, Singapura dan Cina, nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap US$, dan pendapatan per kapita Malaysia, Singapura dan Cina. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk pooled (panel) tahun 1992 hingga 2007. Jenis data yang digunakan diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Asosiasi Kakao Indonesia serta penelusuran internet (Uncomtrade, International Finance Statistics, United Nation, International Cocoa Organization dan International Monetary Fund). Metode pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode panel data. Pengolahan data
dilakukan menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007. Selain itu, dilakukan juga analisis deskriptif untuk menjelaskan hubungan antara variabelvariabel yang mempengaruhi volume ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun jumlah permintaannya masih berfluktuatif. Dari hasil estimasi dengan menggunakan panel data melaui pendekatan fixed effect diketahui bahwa dari empat variabel yang digunakan terdapat satu variabel yang berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia yaitu variabel harga ekspor. Hal ini dikarenakan harga ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional lebih rendah dibanding harga pesaing. Sehingga peningkatan harga ekspor biji kakao di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Implikasi terhadap penelitian ini diharapkan pemerintah memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada seluruh stake holder kakao agar meningkatkan mutu biji kakaonya sehingga harga kakao Indonesia dapat meningkat, menjaga kestabilan nilai tukar baik di negara pengekspor maupun di negara pengimpor, memperbaiki kondisi perekonomian sehingga tingkat GDP per kapita negara pengekspor dan pengimpor dapat meningkat dan diharapkan pada penelitian selanjutnya variabel-variabel yang belum dianalisis pada penelitian ini dapat dibahas lebih lanjut.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA
OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina Nama
: Yuli Widianingsih
NIM
: H14053143
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Arief Daryanto NIP. 19610618 198609 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2009
Yuli Widianingsih H14053143
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yuli Widianingsih dilahirkan pada tanggal 7 Januari 1987 di Bogor. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Achmad Subandi dan Yanah Maryanah. Pendidikan dasar penulis ditempuh di SDN I Cisarua Bogor, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Ciawi dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima menjadi mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB, penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di organisasi HIPOTESA dan menjadi anggota Maestro Muda Indonesia. Penulis juga aktif dalam kegiatan HIMPRO seperti menjadi Tim Pengajar di Klub Belajar Ilmu Ekonomi dan anggota divisi kewirausahaan HIPOTESA (DISTRO). Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menjadi mahasiswi IPB antara lain sebagai juara II Pemikiran Kritis Mahasiswa Bidang Kewirausahaan Tingkat Nasional ke XXI dan menjadi salah satu peserta Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) yang dilaksanakan oleh DPKHA IPB tahun 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi
yang
berjudul
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina”. Penulis memilih topik ini mengingat permintaan ekspor di tiga wilayah yang dianalisis belum maksimal. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun, atas segala karunia-Nya serta bantuan doa dan dukungan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan juga. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: (1). Dr. Ir. Arief Daryanto selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. (2). Tanti Novianti, M. Si selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji hasil skripsi ini. Semua saran dan kritik merupakan hal yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. (3). Tony Irawan, M. App. Ec selaku penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. (4). Orang tua tercinta, Ayahanda Achmad Subandi dan ibunda Yanah Maryanah atas doa, motivasi dan kasih sayang sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. (5). Seluruh keluarga besar penulis atas semua doa dan dukungannya. (6). Pramuditya Aziz Fatiha atas semua doa, dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis.
(7). Bapak Akbar, Ibu Subiyanti, Bapak Sril Wahid dan semua pihak di Departemen Pertanian (Deptan) atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis. (8). Teman-teman satu bimbingan: Dhamar Kuncoro, Nurul Maisarah S Fathan dan Nugradiki Adrasarduan atas motivasi, doa, dan kesediaannya dalam membantu penulis. (9). Mei, Rina, Tanjung, Fitra atas bantuan dan ilmu yang diberikan. Mamih, Dinta, Ristia, Secha atas segala bantuan dan dukungannya. Teman-teman DISTRO 42 (Gery, Echa, Gita, Vagha) atas kebersamaan dan segala bantuan yang diberikan kepada penulis serta teman-teman IE 42. (10). Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2009
Yuli Widianingsih H14053143
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah.........................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...................
9
2.1. Teori Perdagangan Internasional .....................................................
9
2.2. Teori Permintaan Ekspor .................................................................
12
2.3. Penelitian Terdahulu .......................................................................
13
2.3.1. Penelitian Mengenai Permintaan Ekspor ...............................
13
2.3.2. Penelitian Mengenai Kakao ..................................................
15
2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ..........................................
16
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ..........................................................
16
2.5.1. Hubungan Harga dan Perdagangan .......................................
16
2.5.2. Hubungan Nilai Tukar dan Perdagangan ...............................
17
2.5.3. Hubungan Pendapatan dan Perdagangan ...............................
19
2.5.4. Hubungan Populasi dan Perdagangan....................................
21
2.6. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................
22
2.7. Hipotesis Penelitian .........................................................................
23
III. METODE PENELITIAN ........................................................................
24
3.1. Jenis dan Sumber Data ....................................................................
24
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data.............................................
24
3.3. Pemilihan Model .............................................................................
28
ii
3.4. Model Penelitian .............................................................................
30
3.5. Konsep Elastisitas ...........................................................................
31
3.6. Definisi Operasional ........................................................................
33
3.7. Pengujian Model .............................................................................
33
3.7.1. Kriteria Statistik ....................................................................
34
3.7.2. Kriteria Ekonometrika ...........................................................
36
3.7.3. Kriteria Ekonomi ...................................................................
38
IV. GAMBARAN UMUM ...........................................................................
39
4.1. Pengelolaan Usaha Perkakaoan Indonesia .......................................
39
4.2. Mutu dan Standarisasi .....................................................................
41
4.3. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kakao............
44
4.4. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia .........................
47
4.5. Regulasi Perdagangan Beberapa Negara Mitra ................................
50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
54
5.1. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia .......
54
5.2. Kriteria Statistik ...............................................................................
55
5.3. Kriteria Ekonometrika ......................................................................
56
5.4. Kriteria Ekonomi..............................................................................
57
5.4.1. Harga Ekspor Biji Kakao Indonesia........................................
57
5.4.2. Populasi Penduduk Malaysia, Singapura dan Cina ..................
60
5.4.3. Nilai Tukar .............................................................................
62
5.4.4. GDP per Kapita ......................................................................
62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
64
6.1. Kesimpulan .....................................................................................
64
6.2. Saran ...............................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
67
LAMPIRAN .................................................................................................
69
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1.1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Biji Kakao dan Produk Lain Kakao Indonesia, 2003-2007 ............................................................................ 1 1.2. Perkembangan Volume ekspor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan (dalan ton) 2004-2008............................................................................ 4 3.1. Jenis, Simbol dan Sumber Data Penelitian ..............................................
24
3.2. Kerangka Identifikasi Autokorelasi ........................................................
37
4.1. Tipe dan Ciri-Ciri Kakao yang Dikembangkan di Indonesia ...................
40
4.2. Persyaratan Mutu Kakao SNI No. 01-2323-2002 ....................................
41
4.3. Spesifikasi Persyaratan Mutu, Syarat Khusus Kakao SNI No.01-2323-2002 42 4.4. Spesifikasi Kelas (Grade Spesification), Standar Malaysia .....................
43
4.5. Persyaratan Khusus Standar Cocoa Association of Asia .........................
44
4.6. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia........................
45
4.7. Perkembangan Produksi Perkebunan Kakao Indonesia ...........................
46
4.8. Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan (dalam US$) .......................................................................................... 48 4.9. Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Asal (dalam ton) 2004-2008 .......................................................................... 49 4.10.Perkembangan Nilai Impor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Asal (dalam US$) 2004-2008.........................................................................
49
4.11.Neraca Perdagangan Komoditi Kakao Indonesia (dalam US$) 2004-2008 50 5.1. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia .................................................................................... 55 5.2. Hasil Pengujian Ekonometrika (Weigted Statistics) ................................
56
5.3. Hasil Pengujian Ekonometrika (Unweighted Statistics) ..........................
56
5.4. Perkembangan Harga Kakao Dunia ........................................................
59
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1. Pangsa Produksi Produsen Kakao Dunia (Estimasi Tahun 2006/2007) ...
2
1.2. Pangsa Konsumsi Biji Kakao (Estimasi tahun 2006/2007)......................
3
2.1. Kurva Perdagangan Internasional ...........................................................
11
2.2. Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor terhadap Permintaan Ekspor .............
17
2.3. Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Harga dan Kuantitas Permintaan Ekspor Negara ....................................................................................... 19 2.4. Dampak Kenaikan Pendapatan pada Kuantitas Pembelian Barang A dan B di Negara II ............................................................................................... 20 2.5. Pergeseran Permintaan ...........................................................................
21
2.6. Kerangka Pemikiran ...............................................................................
22
3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ....................
28
4.1. Luas areal Perkebunan menurut Status Pengusahaan ..............................
45
4.2. Perkembangan Luas Areal Kakao di Sulawesi Tahun 2008 ....................
46
4.3. Perkembangan Tingkat Produksi Kakao di Sulawesi Tahun 2008 ...........
47
5.1. Perbandingan Harga Ekspor Kakao Indonesia dan Negara Pesaing .........
58
5.2. Perkembangan Populasi Penduduk Malaysia, Singapura dan Cina ..........
60
5.3. Tingkat Konsumsi Kakao Malaysia, Singapura dan Cina........................
61
5.4. Perkembangan Peningkatan GDP per Kapita Negara Malaysia, Singapura dan Cina ....................................................................................................... 63
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data Penelitian ..........................................................................................
69
2. Hasil Estimasi Panel Data .........................................................................
70
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan, penyedia lapangan kerja, mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri serta pengembangan pengelolaan sumberdaya alam wilayah. Pada tahun 2006, devisa negara dari komoditas kakao sebesar US$ 854.977.124. Posisi tersebut menempatkan kakao sebagai penghasil devisa perkebunan ketiga setelah kelapa sawit dengan nilai US$ 5.551.135.342 dan karet sebesar US$ 4.322.143.721. Selain itu dari 1.320.820 hektar perkebunan kakao, sekitar 1.219.633 hektar atau sekitar 80 persen adalah perkebunan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa kakao merupakan sumber lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat (Deptan, 2007). Perkembangan ekspor kakao Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh produk primer yaitu ekspor dalam bentuk biji kakao. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Biji Kakao dan Produk Lain Kakao Indonesia, 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Biji Kakao Nilai Volume (000 (Ton) US$) 265.838 410.278 275.484 369.863 367.026 467.252 490.778 619.017 379.829 622.600
Pasta Kakao Nilai Volume (000 (Ton) US$) 5.344 12.819 7.783 9.593 21.919 10.651 24.705 12.119 22.173 15.538
Sumber : ICCO diolah oleh Deptan, 2008
Lemak Kakao Nilai Volume (000 (Ton) US$) 43.354 118.339 43.226 108.404 40.788 145.003 49.503 179.073 51.149 230.160
Tepung Kakao Nilai Volume (000 (Ton) US$) 27.134 53.845 28.694 42.271 26.265 30.154 33.765 27.804 32.232 32.085
2
Adapun yang termasuk ke dalam negara produsen utama kakao secara berurutan yaitu Pantai Gading dengan pangsa produksi per tahun sebesar 36, 36,37 persen, Ghana 18,19 19 persen persen, Indonesia 15,68 persen, Nigeria 5,62 persen, persen Brazil 3,73 persen, Ekuador 3, 3,39 persen dan Malaysia 0,97 persen. Negara--negara ini mewakili hampir 90 peersen rsen dari total produksi dunia. Pangsa produksi produsen kakao dunia ini terlihat pada Gambar 1.1.
!" #
$
%
$
Sumber : ICCO, 2008
Gambar 1.1 Pangsa Produksi roduksi Produsen Kakao Dunia (Estimasi Tahun Tahun 2006/2007) Meskipun produsen dusen kakao terbesar berasal dari negara berkembang namun tingkat konsumsi terbesar kakao masih didominasi oleh negara-negara negara negara maju yang telah mengembangkan produk hilir kakaonya menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi. Apabila diurutkan berdasarkan berdasarkan benua, maka akan terlihat seperti Gambar 1.2.
3
! & ' '
" (
() *
'+ "
Sumber : ICCO, 2008
Gambar 1.2 .2 Pangsa Konsumsi Biji Kakao (Estimasi Tahun Tahun 2006/2007) 2006/200 Dari Gambar 1.2 dapat diketahui bahwa pengimpor terbesar biji kakao berasal dari benua Eropa disusul oleh ol benua Amerika, Asia dan Afrika pada urutan keempat. Meskipun Eropa merupakan pengimpor terbesar biji kakao du dunia, namun Indonesia belum mampu memasuki pasar Eropa secara maksimal karena rendahnya mutu kakao yang dihasilkan. Berdasarkan data Eurostat tahun 2004 2004, untuk kakao dan produk kakao yang masuk dalam HS dua dig digit it (HS 18), pada tahun 2004 negara ra pemasok kakao utama ke UE UE-25 adalah Pantai Gading ading dengan pangsa sebesar 41,54 persen dari total impor UE dan berturut-turut diikuti oleh Ghana sebesar 19,54 54 persen, Nigeria Nigeri sebesar 9,20 20 persen, Swiss sebesar seb 7,27 persen, Kamerun sebesar sar 55,21 21 persen dan Indonesia berada diurutan ke ena enam dengan pangsa pasar sebesar 2,46 2 persen. Benua enua Asia merupakan pengimpor ketiga biji kakao dunia. Malaysia dan Singapura merupakan negara tujuan utama ekspor kakao Indonesia, di mana kedua negara tersebut menemp menempati urutan pertama dan ketiga, tiga, Di sisi lain Cina
4
adalah negara tujuan ekspor Indonesia pada peringkat ke delapan. Hal ini terlihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Volume Ekspor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan, 2004-2008 (dalam ton) Negara Tujuan
2004
2005
2006
2007
2008
Trend (%)
128.124.503
158.577.277
196.550.329
193.982.291
219.492.405
14,89
2
Malaysia Amerika Serikat
105.414.562
126.595.271
153.534.732
76.202.212
79.055.616
-1,31
3
Singapura
34.204.235
31.963.559
45.489.775
45.381.708
46.376.720
9,43
4
Brasil
16.007.517
28.371.271
68.549.269
45.789.166
33.156.756
39,52
5
Prancis
7.960.374
9.232.673
8.096.504
8.890.321
9.552.516
5,23
6
Belanda
4.512.956
7.664.788
12.919.366
9.643.678
9.391.816
27,61
7
Australia
4.760.808
5.106.483
9.486.697
9.857.057
9.088.820
22,29
8
China
14.940.285
19.187.691
22.602.775
24.556.135
21.761.811
10,87
9
Kanada
3.585.000
5.300.000
11.450.522
7.680.001
13.200.000
50,71
10
Thailand
6.729.456
10.172.638
9.582.622
8.516.877
9.601.285
11,74
Lainnya
41.778.046
62.982.321
73.860.934
73.023.633
64.860.951
13,93
368.017.742
465.153.972
612.123.525
503.523.079
515.538.696
10,66
No 1
Total
Sumber : Ditjen PPHP, Deptan, 2009 (diolah)
Dari Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa perkembangan kakao Indonesia ke Malaysia, Singapura dan Cina memiliki trend yang positif. Meskipun Cina masih menempati urutan ke delapan tujuan ekspor kakao Indonesia namun Cina berpotensi menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor biji kakao Indonesia. Adapun beberapa peluang yang dapat diambil oleh Indonesia di negara Cina dalam meningkatkan pangsa pasar biji kakaonya yaitu jumlah penduduk negara Cina yang besar, meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara dengan terbentuknya berbagai macam kesepakatan, meningkatnya kepastian bagi produk unggulan Indonesia dalam memanfaatkan peluang pasar Cina dan terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara.
5
Untuk wilayah Asia, Indonesia sangat berpeluang besar menjadi produsen utama biji kakao karena pesaing di wilayah Asia hanya sedikit yaitu Malaysia dan Papua Nugini. Malaysia merupakan salah satu negara produsen kakao terbesar di wilayah Asia, namun sejak tahun 1990 produksi biji kakao Malaysia terus menurun karena adanya serangan hama PBK, pengalihan lahan untuk dijadikan
real estate dan pengalihan konsentrasi lahan ke kelapa sawit. Sementara itu negara lain yang merupakan produsen biji kakao yaitu Papua Nugini memiliki tingkat produksi kakao yang masih sangat rendah (ASKINDO, 2007). Melihat peluang pasar yang demikian maka sudah selayaknya apabila Indonesia menjadi produsen utama kakao di wilayah Asia. Malaysia, Singapura dan Cina merupakan potensi pasar utama ekspor biji kakao Indonesia. Hal ini dikarenakan ketiga negara tersebut adalah negara industri maju di wilayah Asia yang mengalami pertumbuhan yang pesat pada produk hilir kakaonya. Akan tetapi permintaan ekspor dari ketiga negara tersebut masih mengalami fluktuasi dan belum maksimal. Oleh karenanya menjadi penting untuk dianalisis mengenai faktor-faktor yang menentukan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina.
1.2 Perumusan Masalah
Kakao merupakan komoditas unggulan perkebunan Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi devisa yang dihasilkan oleh kakao yakni sebesar US$ 854.977.124, dengan nilai sebesar ini kakao dijadikan sebagai komoditas unggulan perkebunan ketiga setelah kelapa sawit dan karet.
6
Meskipun produsen kakao terbesar masih didominasi oleh negara berkembang yakni Pantai Gading pada urutan pertama, disusul oleh Ghana dan Indonesia pada urutan kedua dan ketiga, namun tingkat konsumsi terbesar justru didominasi oleh negara-negara maju yang telah mengembangkan industri hilir kakaonya. Eropa merupakan benua terbesar pengkonsumsi biji kakao yang disusul oleh Amerika, Asia dan Afrika. Pemilihan negara Malaysia, Singapura dan Cina sebagai wilayah yang dianalisis berdasarkan pertimbangan bahwa Malaysia dan Singapura merupakan negara pertama dan ketiga tujuan ekspor utama kakao Indonesia. Sementara negara Cina merupakan negara yang berpotensi besar menjadi tujuan ekspor utama Indonesia di masa depan mengingat jumlah penduduk Cina yang sangat besar dan perkembangan industri hilir kakao Cina yang semakin berkembang. Adapun yang menjadi permasalahan adalah jumlah permintaan biji kakao dari negara Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun tidak stabil karena volume dan nilainya yang berfluktuatif. Kondisi ini dirasakan belum maksimal mengingat Indonesia masih memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi produsen utama di wilayah Asia, sehingga pada penelitian ini akan dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao di negara Malaysia, Singapura dan Cina. Ada beberapa hal yang akan penulis analisis terkait masalah tersebut, yaitu : 1. Bagaimana permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina?
7
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina? 3. Sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina.
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. 3. Menganalisis pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap tingkat permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah serta melihat efek keterkaitannya dengan topik penelitian. 2. Bagi pembaca dapat dijadikan sarana untuk menambah wawasan dan bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. 3. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mendorong pengembangan ekspor biji kakao Indonesia.
8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Kajian yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia tanpa mengikutsertakan hasil olahan ataupun produk olahan kakao yang lebih spesifik seperti kakao butter, kakao powder, kakao pasta, maupun olahan kakao yang lebih lanjut seperti cokelat. Latar belakang Malaysia, Singapura dan Cina menjadi objek penelitian karena Malaysia dan Singapura merupakan negara pertama dan ketiga tujuan utama ekspor biji kakao Indonesia. Sedangkan Cina merupakan negara yang sangat berpotensi menjadi tujuan utama ekspor biji kakao Indonesia, sehingga diharapkan pada masa yang akan datang Indonesia mampu menjadi produsen utama di wilayah Asia. Meskipun Eropa dan Amerika merupakan pengkonsumsi terbesar biji kakao dunia, namun kedua negara tidak dimasukkan ke dalam wilayah yang dianalisis karena Indonesia belum dapat memasuki pasar Eropa secara maksimal. Sedangkan ekspor biji kakao Indonesia di Amerika masih mengalami automatic
detention sehingga nilai ekspornya lebih rendah. Permasalahan yang akan dikaji meliputi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. Dalam penelitian ini hanya akan dianalisis pada empat faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia yaitu harga ekspor, jumlah populasi, nilai tukar dan pendapatan per kapita. Data yang dipergunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan biji kakao Indonesia berupa data sekunder tahunan dan akan di analisis dengan metode panel data.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Teori Perdagangan Internasional Perdagangan dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul
sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangaan internasional terjadi karena adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumber daya. Perdagangan internasional juga dapat didefinisikan sebagai perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Istilah penduduk yang dimaksud terkait dengan hubungan yang terjadi antara individu dengan individu, individu dengan pemerintah negara yang bersangkutan, pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lainnya. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun namun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial dan politik baru dapat dirasakan pada beberapa abad terakhir. Manfaat perdagangan internasional yakni dapat meningkatkan GDP suatu negara, mendorong industrialisasi, transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional.1
1
Wikipedia, 2008
10
Adapun
faktor-faktor
yang
mendorong
suatu
negara
melakukan
perdagangan internasional, antara lain2 : 1. Memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara. 2. Memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri. 3. Perbedaan hasil produksi dan keterbatasan produksi yang disebabkan oleh perbedaan sumber daya, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk. 4. Perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi. 5. Memerlukan wilayah pemasaran baru akibat kelebihan produk dalam negeri. 6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang. 7. Timbulnya keinginan menjalin kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain. 8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak ada satu negara pun yang mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Perdagangan internasional akan menimbulkan banyak manfaat antara lain : memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negara sendiri, memperoleh manfaat dengan adanya spesialisasi, memperluas pasar dan menambah keuntungan, serta memungkinkan terjadinya transfer teknologi. Proses terjadinya perdagangan internasional dapat dijelaskan oleh gambar di bawah ini.
2
Wikipedia, 2008
11
Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 2.1 Kurva Perdagangan Internasional Gambar 2.1 di atas menjelaskan mengenai proses terjadinya perdagangan internasional. Tingkat harga negara A (Pa) lebih rendah daripada tingkat harga dunia (P*), hal ini menyebabkan negara A mengalami kelebihan penawaran (excess supply). Sementara itu tingkat harga negara B (Pb) berada di atas tingkat harga dunia (Pw) sehingga negara B mengalami kelebihan permintaan (excess demand). Pada kondisi keseimbangan di pasar internasional kelebihan penawaran negara A akan menjadi penawaran pada pasar internasional (kurva ES), sementara kelebihan permintaan pada negara B akan menjadi permintaan pada pasar internasional (kurva ED) sehingga keseimbangan harga akhir terjadi pada titik P*. Negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, di mana jumlah X dan M adalah sama.
12
2.2
Teori Permintaan Ekspor Permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh
antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga (Lipsey et al, 1995). Semakin tinggi tingkat harga yang terjadi pada transaksi perdagangan maka jumlah permintaan komoditi suatu barang akan semakin menurun. Definisi dari permintaan sendiri mengacu kepada kebutuhan masyarakat atau individu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: harga barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan konsumen, tingkat selera, jumlah penduduk, dan peramalan yang akan datang. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau permintaaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Xt = Qt – Ct + St-1 Di mana :
(2.1)
Xt = Jumlah ekspor komoditi pada tahun ke t Qt = Jumlah produksi domestik pada tahun ke t Ct = Jumlah konsumsi domestik pada tahun ke t St-1 = Stok tahun sebelumnya (t-1)
Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol maka persamaan di atas menjadi : Xt = Qt – Ct
(2.2)
Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) dan permintaan luar negeri (ekspor). Persediaan yang tersisa akan
13
menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Sebagai sebuah permintaan maka ekspor komoditi suatu negara akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : harga domestik tujuan ekspor (HDt), harga impor negara tujuan ekspor (HI)t, pendapatan per kapita negara tujuan ekspor (YPIt), dan selera penduduk negara tujuan ekspor (SIt). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut permintaan ekspor suatu komoditi dapat dipengaruhi pula oleh faktor harga di pasar internasional (HX) dan nilai tukar efektif (NTt). Pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor dapat diketahui dengan memasukkan peubah lag yaitu volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1). Selain itu variabel dummy berupa kondisi perekonomian yang stabil dan tidak stabil (krisis) perlu dimasukkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi perekonomian tersebut terhadap kegiatan ekspor. Apabila dirumuskan ke dalam persamaan menjadi: Xt = f (HDt, HIt, YPIt, SIt, HXt, NTt, Xt-1,Dt)
(2.3)
2.3 Penelitian Terdahulu 2.3.1 Penelitian Mengenai Permintaan Ekspor Chintia (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder 1978-2007 yang dianalisis dengan metode
OLS (Ordinary
Least Square). Variabel-variabel yang diduga
mempengaruhi permintaan ekspor TPT antara lain : volume ekspor TPT, GDP per kapita, harga ekspor, nilai tukar dan dummy kuota. Hasil penelitiannya
14
menyebutkan bahwa hanya variabel harga ekspor TPT India yang tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan TPT Indonesia. Kesimpulan lainnya yaitu bahwa terdapat perubahan perkembangan volume ekspor TPT Indonesia ke UE, di mana saat sistem kuota berlaku rata-rata pertumbuhan volume ekspor TPT Indonesia ke UE adalah 50,64 persen sedangkan saat sistem kuota berakhir yaitu tahun 2005 hingga tahun 2007 rata-rata pertumbuhan volume ekspor TPT Indonesia ke UE hanya sebesar 6,07 persen. Veronika (2008) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura dan Malaysia dalam skema China-ASEAN Free Trade Area. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder kuartalan dari Januari 2003 hingga September 2007 dan metode yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square). Variabelvariabel yang diduga mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia adalah harga ekspor riil, harga substitusi, pendapatan per kapita riil, nilai tukar riil dan dummy kesepakatan Cina-AFTA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Cina : harga ekspor riil, harga substitusi, dan nilai tukar rupiah terhadap yuan berpengaruh nyata. Pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura variabel yang berpengaruh nyata adalah harga substitusi, GDP riil per kapita, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Singapura. Sedangkan pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Malaysia, variabel yang berpengaruh nyata yaitu : harga ekspor riil, GDP riil, dan nilai tukar riil rupiah terhadap ringgit. Dummy kesepakatan Cina-AFTA menyebabkan penurunan permintaan ekspor wood Indonesia di negara Cina dan
15
Malaysia tetapi menyebabkan peningkatan permintaan wood Indonesia di Singapura.
2.3.2 Penelitian Mengenai Kakao Arleen (2006) menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao Indonesia. Berdasarkan analisis regresi gravity model dengan metode OLS (Ordinary Least Square) diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor kakao antara lain: tingkat ketersediaan kakao, harga domestik kakao, produksi kakao domestik, stok akhir kakao domestik, harga ekspor kakao, ekspor kakao tahun sebelumnya, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Di antara faktor-faktor tersebut, peneliti menyebutkan bahwa tingkat ketersediaan kakao merupakan faktor yang paling berpengaruh dibanding dengan faktor lainnya. Sedangkan Komalasari (2009) melakukan penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Indonesia dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa penawaran ekspor biji kakao secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh produksi dan ekspor tahun sebelumnya. Sedangkan variabel harga domestik, harga dunia, dan nilai tukar tidak mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao secara signifikan. Kesimpulan lain yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu elastisitas produksi dalam jangka panjang memiliki dampak yang lebih signifikan terhadap peningkatan ekspor dibanding dengan jangka pendek. Kondisi ini terjadi karena faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
16
dalam jangka panjang akan meningkat dengan baik seperti luas lahan, perbaikan bibit unggul, dan teknologi untuk menanggulangi hama penggerek pada buah kakao.
2.4. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian kakao lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Arleen (2006) memiliki tujuan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis Ordinary Least Square (OLS). Pada penelitian Komalasari (2009)
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang mempengaruhi
penawaran ekspor biji kakao Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Sedangkan penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. Penelitian ini menggunakan pendekatan panel data dengan periode analisis dari tahun 1992 hingga tahun 2007.
2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis 2.5.1 Hubungan Harga dan Perdagangan Lipsey et al (1995) mengemukakan bahwa harga berhubungan negatif dengan permintaan (cateris paribus), semakin tinggi tingkat harga yang terjadi maka jumlah permintaan suatu komoditi akan semakin berkurang. Sebaliknya harga berhubungan positif dengan penawaran, semakin tinggi tingkat harga yang
17
ditawarkan akan mendorong produsen meningkatkan skala produksinya sehingga tingkat penawaran pun akan meningkat (Gambar 2.2).
Sumber : Lipsey et al, 1995
Gambar 2.2 Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor terhadap Permintaan Ekspor Gambar di atas menjelaskan hubungan yang terjadi antara perubahan
harga terhadap tingkat permintaan suatu barang. Saat harga ekspor sebesar (P0), permintaan ekspor sebesar S0 – D0 dan saat harganya naik menjadi (P1), jumlah permintaan berkurang menjadi S1 – D1.
2.5.2 Hubungan Nilai Tukar dan Perdagangan Nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa disebut dengan kurs adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore, 1997). Para ekonom membagi nilai tukar menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang antara dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil sering disebut juga sebagai terms of trade. Nilai tukar riil di antara dua negara dihitung dengan cara
18
mengalikan nilai tukar nominal dengan rasio harga yang diperdagangkan. Secara matematis, hubungan tersebut direpresentasikan dalam rumus berikut ini: (2.4) di mana: Pd
= harga domestik
PLN
= harga luar negeri Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut dengan apresiasi atas
mata uang asing, sedangkan penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut dengan depresiasi atas mata uang asing. Apabila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, maka barang-barang Indonesia akan dinilai relatif lebih murah sehingga daya saing produk Indonesia akan meningkat dan permintaan pun akan meningkat. Dalam perekonomian di mana hanya terdapat dua negara, apresiasi nilai tukar negara II terhadap nilai tukar perdagangan akan mendorong peningkatan permintaan ekspor barang di negara II. Peningkatan ini terjadi karena harga barang ekspor negara II relatif lebih tinggi daripada harga barang yang sama yang diproduksi oleh negara I. Penduduk negara II akan beralih mengkonsumsi barang negara I yang harganya relatif lebih murah sehingga permintaan ekspor pun akan meningkat (pergeseran dari D ke D*), hal ini terlihat pada Gambar 2.3.
19
Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 2.3 Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Harga dan Kuantitas Permintaan Ekspor Negara 2.5.3 Hubungan Pendapatan dan Perdagangan Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang adalah tingkat pendapatan. Pada kasus barang normal, tingkat konsumsi akan naik seiring dengan naiknya pendapatan seseorang. Sedangkan untuk kasus barang inferior, kondisi yang terjadi adalah sebaliknya (Nicholson, 2002). Gambar 2.4 menjelaskan hubungan yang terjadi antara tingkat pendapatan terhadap kualitas pembelian barang suatu negara.
20
Sumber : Nicholson, 2002
Gambar 2.4 Dampak Kenaikan Pendapatan pada Kuantitas Pembelian Barang A dan B di Negara II Gambar 2.4 menggambarkan tingkat konsumsi suatu negara terhadap dua barang normal A dan B (cateris paribus). Saat pendapatan meningkat maka konsumsi negara tersebut terhadap barang A dan B akan meningkat. Kenaikan pendapatan akan menggeser garis anggaran (I0 – I1). U0 dan U1 merupakan tingkat utilitas maksimum yang dapat dicapai (persinggungan antara kurva indiferen dan garis anggaran yang tertinggi). Jika barang A merupakan barang impor negara pengimpor maka kenaikan pendapatan negara pengimpor akan meningkatkan konsumsinya. Apabila peningkatan konsumsinya tidak disertai dengan penawaran yang sama akibatnya adalah negara tersebut akan meningkatkan ekspornya dari negara lain.
21
2.5.4 Hubungan Populasi dan Perdagangan Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan ke arah kanan atas. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga akan lebih banyak. (Lipsey et al, 1995). Hal ini dapat dijelaskan oleh Gambar 2.5.
Sumber : Lipsey et al, 1995
Gambar 2.5 Pergeseran Permintaan Pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1 menunjukkan adanya kenaikan permintaan. Pergeseran ke kanan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : naiknya pendapatan, kenaikan harga barang substitusi, turunnya harga barang komplementer, perubahan selera, kenaikan jumlah penduduk dan terjadinya distribusi pendapatan.
22
2.6 Kerangka Pemikiran Operasional Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan Indonesia
Perkembangan ekspor kakao Indonesia masih didominasi oleh produk primer (biji kakao)
Malaysia, Singapura dan Cina sebagai tujuan ekspor utama biji kakao Indonesia di Asia
Volume dan nilai ekspor berfluktuasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina
Harga ekspor biji kakao
Populasi
Pendapatan
Nilai
penduduk
perkapita
tukar
Rekomendasi kebijakan Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
23
2.7 Hipotesis Penelitian 1. Harga ekspor berhubungan negatif dengan permintaan biji kakao Indonesia. Apabila harga ekspor meningkat maka permintaan biji kakao dari negara pengimpor akan menurun. 2. Populasi penduduk memiliki pengaruh yang positif. Semakin besar jumlah penduduk akan mendorong peningkatan konsumsi cokelat, akibatnya permintaan terhadap biji kakao yang merupakan bahan baku pembuat cokelat pun akan meningkat. 3. Nilai tukar berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Apabila nilai tukar negara tujuan ekspor terapresiasi maka permintaan ekspor biji kakao dari negara pengimpor akan meningkat. 4. GDP perkapita negara tujuan ekspor memiliki pengaruh yang positif. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila GDP perkapita negara tujuan ekspor meningkat maka daya beli masyarakat terhadap konsumsi cokelat akan meningkat. Akibatnya tingkat konsumsi biji kakao pun akan meningkat sehingga permintaan ekspor biji kakao akan naik.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pooled (panel) tahun
1992 hingga tahun 2007. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Departemen Pertanian (Deptan) dan Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) serta penelusuran internet (Uncomtrade, International Finance Statistics, United Nation, International Cocoa Organization dan International Monetary Fund). Adapun data-data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia tercantum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jenis, Simbol dan Sumber Data Penelitian No 1 2 3
Variabel Volume ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia, Singapura dan Cina Harga ekspor biji kakao Indonesia Populasi penduduk Malaysia, Singapura dan Cina
4
Nilai tukar
5
Pendapatan per kapita Malaysia, Singapura dan Cina
3.2.
Satuan
Simbol
Sumber
kg
X
Uncomtrade
($/kg)
Px
Uncomtrade
jiwa
Pop
IMF
(national currency/$)
Er
IFS
($/jiwa)
GDPc
IMF
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
panel data. Model ini merupakan kombinasi antara data runut waktu (time series) dan kerat lintang (cross section). Proses Pengolahan data dilakukan menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007. Analisis data melalui pendekatan deskriptif digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang
25
mempengaruhi volume ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia, Singapura dan Cina. Karena mengkombinasikan data cross section dan time series maka panel data memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Gujarati, 2004) : 1. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni. 2. Mampu mengontrol heterogenitas individu. 3. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien. 4. Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjustment karena terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang. 5. Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Terdapat tiga macam pendekatan dalam panel data yaitu : 1. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Misalkan terdapat persamaan seperti di bawah ini : (3. 1)
26
di mana : = variabel endogen = variabel eksogen = intersep = slope = individu ke-i t
= periode waktu ke-t = error / simpangan
2. Model Efek Tetap (Fixed Effect) Asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan
bahwa
peubah-peubah
yang
dihilangkan
dapat
mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu: (3. 2)
27
di mana : = variabel endogen = variabel eksogen = intersep = slope = variabel boneka (dummy) = individu ke-i t
= periode waktu ke-t = error / simpangan
3. Model Efek Acak (Random Effect) Memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model random effect. Model random effect disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umum dalam random effect model yaitu : (3. 3) (3. 4) di mana : ~ N(0,
)
= komponen cross section error
~ N(0,
)
= komponen time series error
~ N(0,
)
= komponen combinations error
28
Dalam model ini, kita mengasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Berbeda dengan model efek tetap, pendekatan random effect dapat menghemat dan tidak mengurangi jumlah derajat kebebasan. Dengan demikian parameter hasil estimasi yang diperoleh semakin efisien sehingga model yang yang didapat semakin baik.
3.3.
Pemilihan Model Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara
berbagai pilihan model maka kita perlu menganalis dugaan model yang kita gunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk kita pilih. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan skema di bawah ini :
Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
29
1. Chow test Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0
: Model pooled least square
H1
: Model fixed effect Dasar penolakan terhadap hipotesis nol adalah dengan menggunakan F-
statistik (Uji Chow) yang dirumuskan dalam persamaan berikut ini : "
Chow =
"
#
! $
(3. 5)
di mana : %&&! = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square
ESS2
=
N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas
Jika nilai chow statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya. 2. Hausman Test Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu :
30
H0
: Model random effect
H1
: Model fixed effects
Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai dasar dalam menolak H0. Jika nilai ' ( –statistik hasil pengujian lebih besar dari ' ( ) tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya. 3. LM Test LM test (The Breusch – Pagan LM Test) digunakan sebagai dasar pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect dan Pooled Least Square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0
: Model Pooled effect
H1
: Model Random effects
Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik LM dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari '2tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang akan digunakan adalah random effect dan sebaliknya.
3.4.
Model Penelitian Berdasarkan kerangka teoritis dan studi empiris yang disesuaikan dengan
fakta di negara tujuan ekspor serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba dengan tetap mempertimbangakan berbagai asumsi-asumsi yang menjadi acuan dalam model panel, maka variabel-variabel yang diduga mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia terdiri dari harga ekspor, tingkat populasi,
31
nilai tukar dan pendapatan per kapita negara tujuan ekspor. Apabila dinyatakan ke dalam sebuah persamaan akan menjadi : LNX =
-
0 LNPx
+
1
LNPoP +
3
LNER +
4
LNGDPC + Ut
(3.6)
dimana : X
= Volume ekspor biji kakao Indonesia ke negara tujuan tahun ke- t (kg)
Px
= Harga ekspor biji kakao Indonesia ke negara tujuan tahun ke-t (US$/kg)
PoP
= Jumlah penduduk negara tujuan ekspor tahun ke- t (jiwa)
GDPc = Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor tahun ke t (US$) Ut
= error term periode ke t = intersep = slope
3.5 Konsep Elastisitas Nilai elastisitas digunakan untuk melihat derajat kepekaan variabel dependen pada suatu persamaan terhadap perubahan variabel independen (Koutsoyiannis, 1977). Jika dinyatakan ke dalam sebuah persamaan matematis, nilai elastisitas dapat dirumuskan sebagai berikut:
elastisitas =
*
"
*
=
+, -
.
+- ,
(3.7)
di mana : + /0, +,
=
! ,
dan
+ /0+-
=
! -
, maka
(3.8)
32
(lnY) =
+ /0, + 12 -
+,
=
,
dan (ln X) =
+-
, sehingga
+, . = elastisitas , dengan +- ,
(3.9)
(3.10)
Y = rata-rata nilai peubah Y X = rata-rata nilai peubah X Adapun kriteria uji elastisitas adalah sebagai berikut : 1. Nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1) dikatakan inelastis (tidak responsif), karena perubahan satu persen variabel independen akan mengakibatkan perubahan variabel dependen kurang dari satu persen. 2. Nilai elastisitas lebih besar dari satu (E > 1) dikatakan elastis (responsif), hal ini menjelaskan bahwa perubahan satu persen variabel independen akan menyebabkan perubahan variabel dependen lebih dari satu persen. 3. Nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1) dikatakan unitary elastisitas. 4. Nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0) dikatakan inelastis sempurna, hal ini mengindikasikan perubahan satu persen variabel independen tidak akan mengakibatkan perubahan terhadap variabel dependen. 5. Nilai elastisitas tak terhingga (E = ~) dikatakan elastis sempurna, karena perubahan satu persen variabel independen akan menyebabkan perubahan yang tidak terbatas.
33
3.6.
Definisi Operasional 1. Volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina yang menjadi variabel tak bebas dalam model merupakan total permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina yang dinyatakan dalam satuan kilogram. 2. Harga ekspor merupakan harga yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga ekspor dinyatakan dalam satuan dollar Amerika per kilogram. 3. Populasi penduduk merupakan jumlah total penduduk yang mendiami suatu wilayah atau negara. Satuan populasi dalam penelitian ini dinyatakan dalam jiwa. 4. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar ringgit, dollar Singapura dan yuan terhadap dollar Amerika . 5. GDP per kapita yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pembagian antara GDP nominal dengan populasi penduduk negara Malaysia, Singapura dan Cina.
3.7.
Pengujian Model Model yang dianalisis merupakan pengujian terhadap hipotesis yang
dilakukan. Setelah mendapatkan parameter estimasi yang dianggap sesuai maka langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam uji terhadap parameter estimasi tersebut. Terdapat tiga kriteria yang umum digunakan dalam menentukan baik tidaknya sebuah model yaitu :
34
3.7.1.
Kriteria Statistik Kriteria statistika digunakan untuk menganalisis kesesuaian model regresi
yang telah diperoleh. Adapun beberapa ujinya antara lain: a. Uji F Tujuan dari uji F yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesisnya yaitu: H0
:
=
1
2
=...=
t
= 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependennya). H1
: minimal ada satu
t
0 (paling tidak ada satu variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya). •
Probability F-stasistic < taraf nyata ( ), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
•
Probability F-stasistic > taraf nyata ( ), maka terima H0 dan disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
b. Uji t Uji ini dilakukan untuk melihat signifikansi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model. Besaran yang digunakan dalam uji ini yaitu statistik t. Hipotesisnya adalah: H0
:
1
=0
H1
:
1
0
t=1, 2,..., n
35
Rumus perhitungan statistiknya yaitu: t=
4 35 3 6
(3.11)
3
di mana: 7
= parameter dugaan = parameter hipotesis = standard error parameter
&8 •
Jika t-stat > t-tabel, maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
•
Jika t-stat < t-tabel, maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel
bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. c. Uji R2 ataupun adj-R2 Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 atau R2 adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu semakin baik. Rumus perhitungannya yaitu : R2 = 9
) :
; ) :
di mana: Yt
: Y aktual
;
: Y dugaan
:
: Y rata-rata
):
(
; ):
(
(3.12)
36
3.7.2.
Kriteria Ekonometrika Kriteria ini mengisyaratkan pengujian terhadap asumsi-asumsi dasar
ekonometrika agar variabel yang diestimasi bersifat BLUE (Best Unbiased Estimator). Pengujian ini terdiri dari : 1. Heteroskedastisitas Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi penting yang harus dipenuhi agar model bersifat BLUE adalah Var (ui) =
2
(konstan), atau semua
residual atau error mempunyai varian yang sama (homoskedastisitas). Adapun yang disebut dengan heteroskedastisitas adalah sebaliknya, yaitu semua residual atau error mempunyai varian yang tidak konstan atau berubah-ubah. Pada umumnya heteroskedastisitas terjadi pada data kerat lintang (cross section). Jika pada model terjadi masalah heteroskedastisitas maka model akan menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dan jika regresi tetap dilakukan, hasil regresi yang diperoleh menjadi “misleading” (Gujarati, 2004). Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam data panel digunakan metode General Least Square (Cross Section Weights). Jika sum square resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square resid unweighted statistics dapat dikatakan bahwa dalam model panel tersebut terjadi masalah heteroskedastisitas. Cara yang dilakukan untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas ini adalah dengan mengestimasi GLS dengan white heteroskedasticity.
37
2. Autokorelasi Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error masa lalu dengan error saat ini yang dapat menyebabkan parameter menjadi bias sehingga pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi. Tabel 3.2 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil 4-dl
Hasil tidak dapat ditentukan
2
Terima H0, tidak ada korelasi serial
du
Terima H0, tidak ada korelasi serial
dl
Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H0, korelasi serial positif
Sumber : Gujarati, 2004
Korelasi serial terjadi apabila error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Untuk mendeteksi hal ini yaitu dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokorelasi sehinga asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan. 3. Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar variabel independen. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Apabila koefisien parameter dari t statistik banyak yang tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan maka patut diduga terjadi
38
masalah
multikolinearitas.
Multikolinearitas
dapat
diatasi
dengan
cara
menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasikan data, dan menambah variabel. 4. Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut : Ho :
= 0, eror term terdistribusi normal
H1 :
0, eror term tidak terdistribusi normal
Wilayah penerimaan (Jarque Bera < X2df-2 atau probabilitas (p-value) > ) sedangkan wilayah penolakannya yaitu (Jarque Bera > X2df-2 atau probabilitas (p-value) < ).
3.7.3.
Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi mensyaratkan penggunaan tanda dan besaran yang
diperoleh dalam model sesuai dengan teori ekonomi. Apabila tanda dan besaran model yang diperoleh relevan dengan teori ekonomi maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Pengelolaan Usaha Perkakaoan Indonesia 1. Syarat tumbuh Agar diperoleh pertumbuhan dan produksi yang baik, tanaman kakao memerlukan persyaratan tumbuh sebagai berikut (Deptan, 2005): 1. Iklim 1) Temperatur udara 180 – 320 C 2) Ketinggian tempat 0 – 600 m dpl 3) Curah hujan 1.250 mm – 3000 mm/tahun dengan lamanya bulan kering tidak lebih dari 3 bulan 4) Garis lintang 100 LS sampai dengan 100 LU 2. Tanah 1) pH tanah optimum 6-7, kisaran toleransi 4,0 - 8,5 2) Kandungan bahan organik minimal 3,5 persen. 3) Kedalaman efektif > 150 cm, struktur tanah remah dengan tata udara dan air yang baik. 4) Kemiringan tanah < 450. 2. Jenis-jenis kakao yang dikembangkan di Indonesia Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian, jenis kakao yang dikembangkan di Indonesia sebagaimana tertera pada Tabel 4.1 di bawah ini :
40
Tabel 4.1 Tipe dan Ciri-Ciri Kakao yang Dikembangkan di Indonesia No
Ciri-ciri
1 2 3
Warna buah Kulit buah Warna biji
4
Bentuk biji
5 6
Kadar lemak Cita rasa Ketahanan hama & penyakit Pertumbuhan tanaman Produksi
7 8 9
Criollo Merah Kasar Putih Bulat besar Sedikit Baik Kurang tahan Kurang kuat Sedikit
Forastero Hijau Halus Ungu Lonjong pipih Banyak Sedang Lebih tahan Kuat cepat Tinggi
dan
Tipe / jenis Trinitario Beragam Kasar s/d halus Ungu Lonjong pipih Sedang Sedang Cukup tahan
Sedang dan cepat
Keterangan Tipe Trinito merupakan hibrida dari Criollo dan Forastero (secara alami) Sifat-sifatnya ada di antara keduanya
Sedang s/d tinggi
Sumber : Panduan Lengkap Budidaya Kakao, Puslit Koka Jember, 2004
Jenis-jenis kakao yang dikembangkan tersebut meliputi : a. Kakao Mulia / Kakao Edel (Fine Flavour Cocoa) •
Biji daun koktil berwarna putih dihasilkan dari tipe Criollo atau Trinitario.
•
Kakao Mulia terdiri dari klon-klon di antaranya sebagai berikut: DR2, DRC 16, DR1.
b. Kakao Lindak / Kakao Bulk (Bulk Cocoa) •
Biji daun kotil atau keping biji berwarna ungu dihasilkan dari tipe Forastero atau Trinitario.
•
Kakao Lindak terdiri dari klon-klon di antaranya sebagai berikut : GC7, TSH858, ICS60.
41
4.2 Mutu dan Standarisasi a. Syarat Mutu Umum Persyaratan mutu yang diatur dalam syarat perdagangan meliputi karakteristik fisik dan pencemaran atau tingkat kebersihan. Selain persyaratan tersebut, beberapa konsumen kakao juga menghendaki persyaratan tambahan yaitu uji organoleptik yang terkait dengan aroma dan cita rasa kakao. Karakter fisik merupakan persyaratan yang diutamakan karena menyangkut rendemen lemak (yield) yang akan dinikmati oleh pembeli. Karakter fisik ini mudah diukur dengan tata cara dan peralatan baku yang disepakati oleh institusi internasional. Adapun persyaratan mutu umum dari biji kakao seperti pada Tabel 4.2 bawah ini. Tabel 4.2 Persyaratan Mutu Kakao SNI No. 01-2323-2002 No Jenis Uji 1 Serangga hidup 2 Kadar air Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau berbau 3 asing 4 Kadar biji pecah 5 Kadar kotoran (waste) 6 Kadar benda asing 7
Kotoran mamalia
Satuan % b/b -
Persyaratan tidak ada maks 7,5
% b/b % b/b % b/b
tidak ada maks 2 maks 2,5 maks 0,2
% b/b
maks 0,1
CATATAN: 1. Total kadar kotoran dan kadar benda asing % b/b maksimum 2,5 % 2. Total kadar benda asing dan kotoran mamalia % b/b maksimum 0,2 % Sumber : Deptan ,2005
Persyaratan mutu yang bersifat karakter fisik cenderung lebih mudah untuk dikontrol oleh konsumen. Tidak demikian dengan persyaratan tambahan yang merupakan kesepakatan khusus antara pihak eksportir dan importir. Apabila persyaratan yang dikehendaki oleh importir dapat dipenuhi dengan baik oleh pihak eksportir, maka eksportir akan mendapatkan harga jual biji kakao yang
42
lebih tinggi (premium). Adapun spesifikasi persyaratan mutu secara khusus terlihat pada Tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu, Syarat Khusus Kakao SNI No. 01-23232002 Jenis Uji/Jenis Mutu Kakao Kakao Mulia Lindak (Fine (Bulk Cocoa) Cocoa) I-AA-F I-AA I-A-F I-A I-B-F I-B I-C-F I-C I-S-F I-S II-AA-F II-AA II-A-F II-A II-B-F II-B II-C-F II-C II-S-F II-S
Jumlah biji per 100 gr
Kadar biji berkapang (b/b)
Maks. 85 86-100 101-110 111-120 >120 Maks. 85 86-100 101-110 111-120 >120
Maks. 2 Maks.2 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 4 Maks. 4 Maks. 4 Maks. 4 Maks. 4
Persyaratan Kadar biji Kadar biji tidak berserangga terfermentasi (b/b) (b/b) Maks. 3 Maks. 1 Maks. 3 Maks. 1 Maks.3 Maks. 1 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 8 Maks. 2
Kadar biji berkecambah (b/b) Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3
Sumber : Deptan, 2006 b. Standar Kakao Internasional
Pada tahun 1969 Food and Drugs Administration (FDA) dari Amerika memprakarsai pertemuan antara produsen dan konsumen kakao di Paris. Pertemuan itu membahas mengenai kesepakatan ditetapkannya standar kakao internasional. Standar ini dijadikan acuan oleh beberapa negara yang mengekspor kakao, terutama negara yang mengekspor kakao ke Amerika. Secara umum persyaratan yang tercantum dalam SNI biji kakao Indonesia setara dengan standar biji kakao internasional khususnya untuk negara mitra bisnis antara lain Malaysia dan standar kakao Asean. Beberapa batasan umum yang tercantum dalam kesepakatan itu antara lain:
43
1) Biji kakao harus difermentasi, kering (kadar air 7 persen), bebas dari biji smoky, bebas dari bau serta bebas dari bukti-bukti pemalsuan. 2) Biji kakao harus terbebas dari gangguan serangga. 3) Biji kakao dalam bentuk kemasan harus terbebas dari biji yang pecah, bebas dari benda-benda asing, terbebas dari pecahan kulit serta memiliki ukuran yang sama. Oleh karena itu menjadi penting bagi Indonesia untuk senantiasa memperhatikan standar mutu yang telah ditetapkan oleh negara tujuan ekspor agar komoditi biji kakao yang diekspor Indonesia memiliki bargaining position yang baik dan optimal. Adapun spesifikasi kelas kakao berdasarkan standar Malaysia dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.4 Spesifikasi Kelas (Grade Specifications), Standar Malaysia Standar Malaysian Cocoa Grade
Jumlah biji/ Bean Count (Per 100 gms)
Jamur/Mouldy
Slaty
SMC 1 A SMC 1 B SMC 1 C SMC II A SMC II B SMC II C Sub-standar
<= 100 > 100 <= 110 > 110 <= 120 <= 100 > 100 <= 110 > 110 <= 120 > 120
<= 3 % <= 3 % <= 3 % <= 4 % <= 4 % <= 4 % >4%
<= 3 % <= 3 % <= 3 % <= 8 % <= 8 % <= 8 % >8%
Insectdamaged and Germinated <= 2.5 % <= 2.5 % <= 2.5 % <= 5 % <= 5 % <= 5 % >5%
Sumber : Deptan, 2006
Selain spesifikasi kelas berdasarkan standar Malaysia, terdapat spesifikasi kelas berdasarkan spesifikasi wilayah Asia. Adapun persyaratan khusus standar kakao Asia adalah sebagai berikut :
44
Tabel 4.5 Persyaratan Khusus (Specific Requirements), Standar Cocoa Association of Asia. IA
IB
IC
< 100
< 110
< 120
Kadar air (Moisture)
7,5 % Max
7,5 % Max
7,5 % Max
Jamur (Mouldy)
3,0 % Max
3,0 % Max
3,0 % Max
Slaty
3,0 % Max
3,0 % Max
3,0 % Max
Serangga (Insect Damaged)
2,5 % Max
2,5 % Max
2,5 % Max
Infested/Germinated Waste
2,0 % Max II A
2,0 % Max II B
2,0 % Max II C
< 100
< 110
< 120
Kadar air (Moisture)
8,0 % Max
8,0 % Max
8,0 % Max
Jamur (Mouldy)
4,0 % Max
4,0 % Max
4,0 % Max
Slaty
15,0 % Max
15,0 % Max
15,0 % Max
Serangga (Insect Damaged)
2,5 % Max
2,5 % Max
2,5 % Max
Infested/Germinated Waste
2,0 % Max
2,0 % Max
2,0 % Max
Kelas (Grade) Biji (Bean)
Kelas (Grade) Biji (Bean)
Sumber : Deptan, 2005
4.3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kakao Selama kurun waktu 40 tahun areal perkebunan kakao mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1970 luas areal perkebunan kakao baru mencapai 12.110 hektar. Tahun 1980 jumlahnya meningkat menjadi 37.082 hektar Peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1990, luas areal perkebunan kakao mencapai 9 kali lipat dari tahun 1980, luas perkebunan kakao yang ada mencapai 357.490 hektar dan pada tahun 2000 jumlahnya semakin bertambah hingga mencapai 749.917 hektar. Tahun 2008 luas perkebunan kakao telah mencapai 1.473.259 hektar (Tabel 4.6).
45
Tabel 4.6 Perkembangan Luas Areal A Perkebunan Kakao Indonesia Luas Areal (ha) Tahun PR PBN PBS 1970 5.156 5.722 1.232 1980 13.125 18.636 5.321 1990 252.237 57.600 47.653 2000 641.133 52.690 56.094 2008 1.364.408 57.395 51.456
Total 12.110 37.082 357.490 749.917 1.473.259
Sumber : Deptan, 2009
Pengusahaan kakao di Indonesia umumnya masih didominasi oleh perkebunan rakyat (PR). Hingga tahun 2008 luas perkebunan kakao yang dikelola oleh rakyat akyat mencapai 1.364.408 hektar sedangkan untuk perkebunan ka kakao yang dikelola oleh negara (PBN) dan swasta (PBS) hanya mencapai 57.395 dan 51.456 hektar (Gambar 4.1)
Sumber : Deptan, 2008
Gambar 4.1 Luas Areal Perkebunan Menurut Menurut Status Pengusahaan Sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kakao, maka tingkat produksi kakao pun semakin bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 197 1970 dengan luas areal perkebunan 12.110 hektar dapat menghasilkan produksi kakao seju sejumlah 1.738 ton dan pada tahun 2008 dengan luas 1.473.259 hektar total pr produksinya sudah mencapai 792.761 ton. Perkembangan yang sangat pesat terjadi pada perkebunan rakyat (PR), di mana pada tahun 1970 tingkat produksinya baru mencapai 487 ton namun pada tahun 2008 total produksinya telah mencapai 721.413 ton (Tabel 4.7).
46
Tabel 4.7 Perkembangan Produksi Perkebunan Kakao Indonesia Tahun 1970 1980 1990 2000 2008 Sumber : Deptan, 2009
PR
487 1.058 97.418 363.628 721.413
Produksi (Ton) PBN PBS 1.061 190 8.410 816 27.016 17.913 34.790 22.724 36.226 35.122
Total 1.738 10.284 142.347 421.142 792.761
Sentra penanaman kakao terbesar hingga tahun 2008 masih didominasi oleh perkebunan rakyat. Empat provinsi utama penghasil kakao yang tersebar di Sulawesi yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Perkembangan luas areal kakao di Sulawesi terlihat pada gambar di bawah ini.
!
Sumber : Deptan, 2009
Gambar 4.2 Perkembangan Luas Areal Kakao di Sulawesi Tahun 2008 Meskipun Sulawesi Selatan memiliki lahan yang lebih luas dibanding Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara namun tingkat produksi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara lebih tinggi dengan selisih sebesar 25.141 ton dan 16.847 ton. Hal ini disebabkan karena revitalisasi perkebunan di Sulawesi Selatan belum berjalan dengan baik sehingga tingkat produktivitas yang dihasilkan pun cenderung statis (Gambar 4.3).
47
"# $ %
Sumber : Deptan, 2008
Gambar 4.3 Perkembangan Tingkat Produksi Kakao di Sulawesi tahun 2008
4.4 Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia 1. Ekspor berdasarkan negara tujuan Secara agregatif, negara Malaysia merupakan negara tujuan utama ekspor komoditas kakao Indonesia. Dari tahun 2004 hingga tahun 2008, total volume ekspor kakao ke Malaysia terus mengalami peningkatan dengan trend sebesar 14,89 persen. Negara kedua yang menjadi tujuan ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat dengan trend sebesar -1,31 persen. Salah satu penyebab trend ekspor di Amerika negatif yaitu terkait dengan isu kebijakan pemotongan harga secara otomatis di pelabuhan tanpa adanya pemeriksaan terlebih dahulu (automatic detention) dan kondisi perekonomian Amerika yang mengalami resesi. Sementara negara ketiga yang menjadi tujuan ekspor kakao Indonesia adalah Singapura dengan trend sebesar 9,43 persen. Perkembangan volume ekspor ini terlihat pada Tabel 1.2. Perkembangan nilai ekspor kakao Indonesia tertinggi selama kurun waktu 2004 hingga tahun 2008 diperoleh dari negara Malaysia. Perkembangan nilai ekspor secara lebih lengkap terlihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.
48
Tabel 4.8 Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan (dalam ribu US$) No
Negara Tujuan
2004
2005
2006
Malaysia 169.192 195.803 238.029 Amerika 2 165.770 198.375 229.561 Serikat 3 Singapura 48.394 43.272 60.321 4 Brasil 21.740 36.290 86.158 Prancis 5 25.032 30.422 29.166 6 Belanda 13.188 22.597 39.509 7 Australia 11.522 15.118 28.669 China 8 11.696 22.784 25.730 9 Kanada 5.706 8.662 15.272 10 Thailand 9.367 15.075 11.727 Lainnya 66.833 79.571 90.900 Total 548.440 667.969 855.042 Sumber : Ditjen PPHP, Deptan, 2009 (diolah) 1
2007
2008
305.389
Trend (%) 478.121 30,54
161.440
267.983
17,93
77.121 76.966 40.305 42.745 35.013 37.467 17.191 12.051 118.466 924.154
104.806 70.194 55.684 53.685 46.149 40.470 28.510 19.989 103.387 1.268.978
23,14 46,22 23,42 44,99 43,69 40,34 51,63 26,84 12,72 23,80
Dari tabel dapat diketahui bahwa tiga negara yang memiliki nilai ekspor tertinggi yaitu negara Malaysia, Amerika Serikat dan Singapura. Nilai ekspor untuk tiga negara tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan trend masing-masing negara sebesar 30,54 persen, 17,93 persen dan 23,14 persen. 2. Impor berdasarkan negara asal Selain melakukan ekspor Indonesia juga melakukan impor kakao baik dalam bentuk biji maupun dalam bentuk olahan kakao. Impor utama kakao Indonesia pada periode tahun 2004 hingga tahun 2008 secara berurutan adalah dari Pantai Gading, Malaysia, Singapura dan Papua Nugini. Volume dari keempat negara tersebut memiliki nilai yang tinggi sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.9.
49
Tabel 4.9 Perkembangan Volume Impor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Asal, 2004-2008 (dalam ton) No
Negara Asal
2004
2005
2006
2007
2008
Trend (%)
1
Pantai Gading
20.141
16.631
11.014
11.086
13.013
-8,29
2
Malaysia
12.334
13.254
11.859
14.594
18.953
12,47
3
Singapura
1.595
5.278
5.261
6.908
7.805
68,75
4
Papua Nugini
6.655
8.754
5.836
4.861
3.561
-11,31
5
Jerman
250
231
230
267
6
Prancis
661
493
569
612
507
-4,90
7
Australia
493
434
114
204
178
-4,96
8
Switzerland
324
220
241
266
261
-3,51
Lainnya 8.565 6.155 Total 51.018 51.450 Sumber : Ditjen PPHP, Deptan, 2009 (diolah)
9.703
3.407
1.830
-20,42
44.827
42.205
47.942
1,98
1.834 148,68
Perkembangan nilai impor kakao Indonesia tertinggi selama kurun waktu 2004 hingga tahun 2008 berasal dari Pantai Gading. Perkembangan nilai ekspor secara lebih lengkap terlihat pada Tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 4.10 Perkembangan Nilai Impor Kakao Indonesia Berdasarkan Negara Asal, 2004-2008 (dalam US$) Negara Asal
2004
2005
2006
2007
1
Pantai Gading
33.543.067
26.984.570
18.141.238
22.230.437
33.904.211
5,68
2
Malaysia
21.622.491
18.625.228
16.521.198
22.950.069
32.403.925
13,74
3
Singapura
3.097.754
7.717.293
8.013.128
12.694.240
16.476.193
60,29
4
Papua Nugini
10.410.559
13.642.601
9.187.039
9.885.309
9.351.495
0,15
5
Jerman
828.428
837.164
843.460
1.012.298
2.606.385
44,82
6
Prancis
1.654.743
983.239
1.167.601
1.172.356
1.654.543
4,93
7
Australia
1.991.011
1.244.829
636.546
1.269.858
1.320.214
4,28
8
Switzerland
1.109.342
1.132.161
1.230.600
1.010.353
1.181.156
2,44
Lainnya
11.745.831
10.723.986
16.351.034
7.990.974
6.035.191
-7,96
Total
86.003.226
81.891.071
72.091.844
80.215.894
104.933.313
10,13
Sumber : Ditjen PPHP, Deptan, 2009 (diolah)
2008
Trend (%)
No
50
3. Perkembangan Neraca Perdagangan Kakao Meskipun Indonesia mengimpor kakao, namun neraca perdagangan tahun 2004 hingga tahun 2008 menunjukkan nilai positif, hal ini mengindikasikan bahwa nilai ekspor kakao Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai impor kakao yang masuk ke Indonesia (Tabel 4.11). Tabel 4.11 Neraca Perdagangan Komoditi Kakao Indonesia (US$), 2004-2008 Uraian Ekspor
2004
2005
2006
2007
2008
548.445.369
667.976.059
855.047.124
924.159.067
1.268.947.310
Impor
86.003.226
81.891.071
72.091.844
80.215.894
104.933.313
Neraca
462.442.143
586.084.988
782.955.280
843.943.173
1.164.013.997
Sumber : Ditjen PPHP, Deptan, 2009 (diolah)
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa neraca perdagangan komoditi kakao Indonesia pada periode 2004 hingga tahun 2008 menunjukkan tren yang semakin meningkat. Pada tahun 2004 devisa yang dihasilkan dari perdagangan kakao adalah sebesar US$ 462 juta, dan pada tahun 2008 devisa yang dihasilkan mencapai angka US$ 1.164 juta.
4.5 Regulasi Perdagangan Beberapa Negara Mitra Produk kakao baik dalam bentuk biji maupun bentuk olahan kakao yang akan diekspor ke luar negeri harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh negara mitra. Persyaratan yang dimaksud meliputi standar mutu, aspek kesehatan, keamanan, perburuhan dan etika bisnis. Adapun beberapa regulasi yang ditetapkan oleh negara mitra yaitu:
51
1. Regulasi Malaysia a. Biji kakao merupakan hasil fermentasi, pengeringan dari biji kakao varietas Theobroma cacao. a. Kakao nib atau cracked kakao merupakan biji kakao yang terbebas dari kulit atau pembusukan dengan atau tanpa kuman. b. Kakao paste, kakao mass, kakao slab atau kakao liquor merupakan produk yang berbentuk butiran atau semi solid hasil dari penggilingan kakao nibs. Tidak mengandung kurang dari 48 persen lemak kakao. c. Kakao butter merupakan lemak yang dihasilkan dari biji kakao, kakao nibs atau kakao paste dengan proses kimia atau dengan mesin. Terbebas dari lemak dan minyak lainnya termasuk minyak mineral dan bahan lainnya. d. Kakao butter boleh mengandung antioxidant yang diizinkan. e. Kakao powder atau soluble kakao merupakan produk berupa tepung yang dihasilkan dari kakao paste. f. Coklat putih merupakan produk hasil dari kakao butter dengan atau tanpa komponen susu dan bahan tambahan lainnya. g. Susu coklat merupakan produk hasil pencampuran kakao paste atau kakao dengan gula, susu padat, kakao butter dengan atau tanpa tambahan lainnya.
52
2. Regulasi Singapura a. Biji kakao (cocoa beans) berasal dari biji Theobroma cocoa L ; atau spesies lainnya yang sejenis. b. Kakao nibs (cacao nibs, cracked cocoa) dihasilkan dari biji kakao yang dipanaskan atau dikeringkan dan kulitnya dibuang. c. Kakao paste, kakao mass atau kakao slab harus dalam bentuk butiran padat atau semi padat yang dihasilkan dari penggilingan kakao nibs, tidak boleh mengandung bahan lemak atau minyak. d. Kakao, kakao powder atau powdered cocoa berasal dari powdered
cocoa paste, kadar lemaknya dihilangkan atau tidak. Tidak boleh mengandung bahan lemak atau tidak. e. Kakao essence atau kakao yang dapat larut merupakan hasil produksi dengan perlakuan menghilangkan atau tidak kakao paste dari kadar lemak dengan alkali atau garam alkaline. Tidak boleh mengandung lebih dari 3 persen (w/w) alkali atau garam alkaline,
estimated potassium carbonate dan tidak mengandung bahan lemak dan minyak. f. Cokelat (chocolate paste, confectioners chocolate, chocolate
coating atau chocolate powder atau kakao dengan atau tanpa penambahan lemak kakao, gula, bumbu, susu, emulsifier, dan
flavoring agent), tidak boleh mengandung bahan lemak dan minyak lainnya selain kakao butter atau lemak susu.
53
g. Chocolate confectionery merupakan produk yang lengkap dari butiran padat atau semi padat yang sesuai untuk dikonsumsi langsung tanpa proses lainnya. h. Susu cokelat merupakan cokelat yang mengandung susu padat, mengandung sejumlah bahan tambahan yang kering, tidak mengandung kurang dari 2 persen (w/w) lemak susu dan 10,5 persen (w/w) fat free milk solids. i. Susu cokelat lainnya seperti cokelat full cream atau susu cokelat kering, penambahan sejumlah bahan kering tidak boleh kurang dari 4,5 persen (w/w) lemak susu dan 10,5 persen (w/w) fat free milk
solids.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. Bagian kedua akan dijabarkan mengenai hasil uji ekonometrika yang terdiri dari uji heteroskedastisitas, autokorelasi, multikolinearitas dan normalitas. Sedangkan bagian ketiga merupakan bagian yang paling penting karena akan dijelaskan pemaparan hasil secara ekonomi yang dibandingkan dengan fakta yang terjadi di negara Malaysia, Singapura dan Cina.
5.1 Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia Setelah dilakukan regresi panel data, maka diperoleh estimasi persamaan sebagai berikut : LNX = -71,90254 – 0,728809LNPx + 4,647327LNPoP + 2,49734LNER + (21,59) (0,50) (1,53) (1,22) 1,525363LNGDPC + Ut (0,47) di mana : X
= Volume ekspor biji kakao Indonesia ke negara tujuan tahun ke- t (kg)
PX
= Harga ekspor biji kakao Indonesia ke negara tujuan tahun ke-t (US$/kg)
PoP
= Jumlah penduduk negara tujuan ekspor tahun ke- t (jiwa)
GDPc = Pendapatan per kapita negara tujuan ekspor tahun ke t (US$) Ut
= error term period ke t
55
5.2. Kriteria Statistik Model permintaan ekspor biji kakao Indonesia di negara Malaysia, Singapura dan Cina yang dihasilkan berdasarkan output Eviews yang diolah dengan pendekatan panel data menghasilkan nilai R squared sebesar 67 persen dan adj-R2 sebesar 62 persen. Nilai ini menjelaskan bahwa variabel-variabel yang terdapat dalam model tersebut mampu menjelaskan 67 persen keragaman yang terjadi pada volume ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina sedangkan sisanya sebesar 33 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai probability F-statistics pada model lebih kecil dari taraf nyata 5 persen yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa model dianggap mampu merepresentasikan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina. Berdasarkan nilai t-statistik didapatkan bahwa terdapat satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen yaitu harga ekspor biji kakao Indonesia, hal ini disebabkan karena harga biji kakao Indonesia relatif lebih rendah dari dua negara pesaingnya yaitu Pantai Gading dan Ghana. Semua variabel yang digunakan untuk menganalisis permintaan ekspor biji kakao sesuai dengan hipotesis. Tabel 5.1 Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Konstanta -71,90254 -3,33021 0,0018 LNPx -0,728809 -1,456373 0,1529 LNPoP 4,647327 3,040918 0,0041 LNER 2,49734 2,046045 0,0472 LNGDPC 1,525363 3,238282 0,0024 R square 67 % F-statistik 13,88102 adj-R squared 62% Prob (F-statistik) 0,000000
56
5.3. Kriteria Ekonometrika Sebuah model, selain dikatakan baik berdasarkan kriteria statistik juga harus bisa memenuhi kebaikan uji secara ekonometrika yakni terbebas dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan normalitas. Hasil dari pengujian secara ekonometrika terlihat seperti tabel di bawah ini. Tabel 5.2 Hasil Pengujian Ekonometrika (Weighted Statistik) Weighted Statistics R-squared 0,670116 Sum squared resid 37,69781
prob Jarque-Bera 0,290006 DW-stat 0,823865
Tabel 5.3 Hasil Pengujian Ekonometrika (Unweigted Statistics) Unweighted Statistics R-squared 0,675876 prob Jarque-Bera 0,290006 Sum squared resid 37,75373 DW-stat 0,852288 Dari hasil di atas diketahui bahwa nilai sum square resid pada weighted statistics lebih kecil dari sum square resid pada unweighted statistics sehingga diindikasikan
terjadi
masalah
heteroskedastisitas.
Karena
terjadi
heteroskedastisitas maka dilakukan estimasi GLS dengan white heteroskedasticy. Nilai DW-statistics kurang dari 1,5, sehingga dalam model terjadi masalah autokorelasi, namun dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokorelasi sehingga adanya autokorelasi dapat diabaikan. Selain dua uji di atas terdapat dua uji yang lain yaitu uji multikolinearitas dan normalitas. Berdasarkan model yang diestimasi terlihat bahwa nilai dari Fstatistik signifikan pada taraf nyata 5 persen. Uji signifikansi individu (uji-t) dilihat dari perbandingan antara t-stat dan taraf nyata, dari hasil estimasi dapat dilihat bahwa hanya terdapat satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 5
57
persen yaitu Px (harga ekspor). Sehingga dapat disimpulkan pada model yang digunakan tidak terjadi masalah multikolinearitas. Uji normalitas dilakukan untuk mendeteksi apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak yang dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Dari hasil estimasi diketahui nilai probabilitas Jarque Bera sebesar 0,29 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model, error telah terdistribusi secara normal.
5.4. Kriteria Ekonomi 5.4.1. Harga Ekspor Biji Kakao Indonesia Teori permintaan ekspor menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat harga yang terjadi pada transaksi perdagangan maka jumlah permintaan komoditi suatu barang akan semakin menurun. Dari hasil estimasi model diketahui bahwa koefisien dari variabel Px bernilai negatif sebesar 0,73. Artinya, jika harga ekspor biji kakao meningkat sebesar satu persen akan menurunkan permintaan biji kakao sebesar 0,73 persen. Meskipun koefisien harga ekspor biji kakao bernilai negatif (sesuai dengan teori) namun probabilitas dari harga biji ekspor kakao lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (5 persen), hal ini menyebabkan parameter harga ekspor menjadi tidak signifikan atau dapat dikatakan bahwa variabel harga ekspor biji kakao tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor biji kakao. Harga ekspor biji kakao Indonesia yang tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina diduga
58
karena harga ekspor biji kakao Indonesia yang rendah. Perbandingan harga kakao Indonesia dengan pesaing dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Sumber : UNCOMTRADE, 2009 (diolah)
Gambar 5.1 Perbandingan Harga Ekspor Kakao Indonesia dan Negara Pesaing Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa harga ekspor biji kakao Indonesia memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dua negara pesaing utamanya (Pantai Gading dan Ghana). Rendahnya harga kakao Indonesia ini disebabkan oleh rendahnya mutu kakao Indonesia akibat tidak difermentasi. Pada umumnya negara pengimpor menginginkan biji kakao yang difermentasi karena kualitas mutunya akan lebih baik. Adapun yang menjadi penyebab petani kakao di Indonesia tidak melakukan fermentasi karena petani kakao Indonesia yang pada umumnya merupakan petani tradisional menggangap bahwa harga biji kakao yang difermentasi dan yang tidak difermentasi tidak jauh berbeda. Di pasar dalam negeri perbedaan antara harga biji kakao yang difermentasi dan yang tidak difermentasi hampir sama, padahal di luar negeri perbedaannya bisa mencapai
59
US$ 200 per ton (ASKINDO, 2007). Selain itu, alasan petani kakao Indonesia tidak melakukan fermentasi karena petani dan produsen kakao merasa masih mempunyai pasar di luar negeri. Malaysia dan Amerika merupakan pasar utama biji kakao Indonesia karena kedua negara tersebut membeli biji kakao yang belum difermentasi. Hal lain yang menyebabkan mutu biji kakao Indonesia rendah yaitu karena gangguan hama dan umur tanaman yang sudah tua. Mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga yang cukup tinggi sekitar 15 persen dari rata- rata harga kakao dunia (ASKINDO, 2007). Adapun harga rata-rata kakao dunia dapat dilihat dari Tabel 5.4. Tabel 5.4 Perkembangan Harga Kakao Dunia Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sumber : ICCO, 2008
US$ per ton 1089 1778 1755 1584 1538 1591 1935
60
5.4.2. Populasi Penduduk Malaysia, Singapura dan Cina Berdasarkan teori permintaan tingkat populasi penduduk berkorelasi positif dengan jumlah komoditi yang diminta. (Lipsey et al, 1995) menyatakan bahwa kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan ke arah kanan atas. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga akan lebih banyak. Hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien dari populasi adalah positif sebesar 4,65, artinya jika terjadi kenaikan sebesar satu persen tingkat populasi penduduk akan meningkatkan 4,65 persen permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Hal ini sesuai dengan fakta empiris yang terjadi pada tiga negara yang diteliti karena berdasarkan data konsumsi kakao yang dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk di ketiga negara menunjukkan korelasi yang positif. Meningkatnya populasi penduduk cenderung meningkatkan konsumsi akan komoditi kakao. Hal ini terlihat dari gambar 5.2 dan gambar 5.3.
! "
#
%$! $
"&
Sumber : IMF, 2008 (diolah)
Gambar 5.2 Perkembangan Populasi Penduduk Malaysia, Singapura dan Cina
61
Dari Gambar 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk negara Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Sebagaimana diketahui bahwa Cina merupakan negara yang memiliki tingkat populasi terbesar di dunia, sehingga diharapkan dengan peluang pasar yang demikian, Cina berpotensi menjadi negara tujuan utama ekspor biji kakao Indonesia di masa yang akan datang. Adapun perkembangan tingkat konsumsi biji kakao dari ketiga negara terlihat dari Gambar 5.3.
! " #
%$Sumber : Deptan, 2008 (diolah)
Gambar 5.3 Tingkat Konsumsi Kakao Malaysia, Singapura dan Cina Korelasi dari kedua gambar di atas yaitu peningkatan jumlah penduduk di negara Malaysia, Singapura dan Cina akan meningkatkan konsumsi biji kakao Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan coklat yang dikonsumsi oleh masyarakat juga semakin meningkat. Dari gambar juga dapat diketahui bahwa trend permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Cina dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor biji kakaonya ke negara Cina, sehingga Cina dapat dijadikan negara tujuan ekspor utama di masa yang akan datang.
62
5.4.3. Nilai Tukar Berdasarkan teori di mana diasumsikan hanya terdapat dua negara, apresiasi nilai tukar terhadap nilai tukar perdagangan akan mendorong peningkatan permintaan ekspor barang di negara II. Dari hasil estimasi diketahui bahwa koefisien nilai tukar memberikan pengaruh positif terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia sebesar 2,49, hal ini sesuai dengan hipotesis. Nilai tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi apresiasi nilai tukar sebesar satu persen di negara importir dalam hal ini adalah negara Malaysia, Singapura dan Cina akan meningkatkan permintaan ekspor biji kakao Indonesia sebesar 2,49 persen. Selain itu probabilitas dari variabel nilai ekspor berpengaruh signifikan pada taraf nyata yang digunakan sebesar 5 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan tingkat permintaan ekspor biji kakao Indonesia bagi negara Malaysia, Singapura dan Cina.
5.4.4. GDP per Kapita GDP per kapita merepresentasikan ukuran daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa suatu negara. Dari hasil estimasi diketahui bahwa koefisien GDP per kapita memiliki tanda positif sebesar 1,53. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Artinya jika terjadi kenaikan satu persen pendapatan per kapita akan meningkatkan permintaan ekspor biji kakao Indonesia sebesar 1,53 persen.
63
Dari hasil estimasi dapat diketahui juga bahwa variabel GDP per kapita berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel GDP per kapita negara Malaysia, Singapura dan Cina memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia.
! " #
%$Sumber : IMF, 2008 (diolah)
Gambar 5.4 Perkembangan Peningkatan GDP per kapita negara Malaysia, Singapura dan Cina Dari Gambar 5.4 terlihat bahwa GDP per kapita dari negara Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan terbesar terjadi di negara Cina, dari tahun 2004 hingga tahun 2007 GDP per kapita negara Cina mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Cina yang semakin baik.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina dengan periode analisis dari tahun 1992 hingga 2007 diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : 1.
Permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun jumlahnya masih berfluktuatif. Malaysia dan Singapura merupakan negara pertama dan ketiga tujuan ekspor utama kakao Indonesia. Sementara negara Cina merupakan negara ke delapan tujuan ekspor biji kakao Indonesia. Meskipun negara Cina masih menempati posisi ke delapan, Cina sangat berpotensi dijadikan sebagai negara tujuan ekspor biji kakao Indonesia di masa depan mengingat jumlah penduduk Cina yang sangat besar dan industri hilir kakao Cina yang semakin berkembang.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan Cina terdiri dari : harga ekspor, populasi penduduk negara Malaysia, Singapura dan Cina, nilai tukar, dan pendapatan perkapita masing-masing negara.
3.
Dari hasil estimasi dengan menggunakan metode panel data melalui pendekatan fixed effect diketahui bahwa :
65
a. Variabel harga ekspor memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Hal ini dikarenakan harga ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional lebih rendah di banding harga pesaing, sehingga peningkatan harga ekspor di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia. b. Populasi penduduk memiliki pengaruh yang positif, hal ini sesuai dengan hipotesis. Peningkatan populasi penduduk akan meningkatkan tingkat konsumsi cokelat dan akan berdampak pada peningkatan permintaan ekspor biji kakao. c. Nilai tukar berpengaruh signifikan dan positif, hal ini sesuai dengan teori. Apresiasi mata uang Malaysia, Singapura dan Cina akan meningkatkan permintaan ekspor biji kakao Indonesia. d. Pendapatan per kapita negara Malaysia, Singapura dan Cina berpengaruh signifikan, artinya, pendapatan per kapita memiliki pengaruh yang dominan dalam menentukan permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Selain itu variabel pendapatan perkapita juga memiliki pengaruh positif, yang berarti apabila pendapatan perkapita penduduk Malaysia, Singapura dan Cina meningkat maka permintaan ekspor biji kakao Indonesia pun akan meningkat.
66
6.2
Saran
1.
Dalam rangka meningkatkan harga ekspor kakao Indonesia di pasaran internasional pemerintah hendaknya
memberikan penyuluhan dan
pelatihan kepada seluruh stake holder kakao (pengusaha
industri
kakao
dan para petani kakao) agar meningkatkan mutu biji kakaonya dengan cara intensifikasi pertanian (penggunaan bibit unggul, penggunaan kultur teknis, pemupukan, perbaikan sanitasi dan penyemprotan insektisida untuk mengatasi hama PBK. 2.
Menjaga kestabilan nilai tukar, salah satu caranya yaitu dengan mengontrol supply dan demand uang sehingga tingkat inflasi dapat terkendali. Selain itu pemerintah hendaknya senantiasa menjaga kestabilan kondisi perekonomian dengan cara menjaga kondisi sosial politik sehingga akan mendorong investasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat GDP perkapita negara.
3.
Dalam penelitian ini masih terdapat faktor-faktor yang belum dianalisis terkait dengan permintaan ekspor biji kakao Indonesia seperti tingkat harga internasional, distribusi income, expectation price, harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor negara pengimpor dan lag volume ekspor tahun sebelumnya. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut dapat dijadikan analisis lanjutan pada penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arleen. 2006. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao Indonesia [skripsi].Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asosiasi Kakao Indonesia. 2007. Cocoa and Chocolate. Asosiasi Kakao
Indonesia.
Baltagi, B. D. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. John Wiley & Sons,Ltd. Chintia, S. 2008. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Uni Eropa [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Pertanian. 2005. Direktori dan Revitalisasi Agribisnis Kakao dalam Menghadapi Era Globalisasi. Komisi Kakao Indonesia. Jakarta. . 2007. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. . 2008. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. . 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics, Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies. Holis, A. 2006. Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. International Cacao Organization. 2009. Annual Report 2008 . [ICCO Online]. http : //www. icco. Org [23 Mei 2009]. International Monetary Fund. 2009. World Economic Outlook Database 2009. [IMF Online]. http://www.imf.org [ 25 Mei 2009]. United Nation Commodity Trade Statistics. 2009. UNCOMTRADE Database. [UNCOMTRADE Online]. http://comtrade.un.org [ 7 Juli 2009].
68
Komalasari. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lindert, P. H dan C. P. Kinderleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Erlangga, Jakarta. Lipsey, R. G., P. N. Courant.,D. D. Purvis., P. O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh, Jilid 1. Binarupa Aksara, Jakarta. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Nicholson, W. 2002. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. Deliarnov [penerjemah]. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Oktaviani, R dan Novianti, T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi. Bogor. Pasaribu, S. H., D. Hartono, dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Razak, H. A., Z. Sikumbang., D. R. Gea., H. S. Wijaya., S. Hedar. Juni 2007. World Cocoa Sustainability Partnership. Cocoa and Chocolate News : 4. Salvatore, D. 1997. Ekonomi internasional. Edisi Kelima, Jilid 1. Haris Munandar. [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Veronika, L. 2008. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina– Asean Free Trade Area [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, W. W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan EViews. UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Lampiran 1 Data Penelitian Negara Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Singapura Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina
Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
lnX 14.26531 14.12982 14.75239 16.24906 14.45657 16.12457 17.14961 17.2465 17.93975 18.17501 18.14539 18.70034 18.64689 18.86829 19.0641 19.02594 17.8461 17.55531 17.51374 17.70726 18.37947 17.76326 17.93558 17.71208 17.85602 17.39647 17.44356 17.31646 17.26773 17.21983 17.59917 17.59248 12.42922 13.30437 13.12236 16.21794 16.04013 16.10732 16.19506 16.58664 16.61316 16.29473 14.88699 15.69982 15.51563 16.57743 16.71918 16.84787
lnPX -0.10539 -0.13743 0.143838 0.082687 0.117782 0.352265 0.30213 -0.14062 -0.33425 -0.06163 0.391373 0.443988 0.287215 0.213565 0.210193 0.482908 -0.2492 -0.21837 0.066682 0.150536 -0.50417 0.257531 0.341184 -0.08214 -0.29012 -0.08299 0.423581 0.476426 0.317056 0.294337 0.27376 0.528352 -0.39501 -0.17922 0.128041 0.133591 0.137936 0.26324 0.312297 -0.18719 -0.30864 -0.06277 -0.16093 0.312154 0.367626 0.278005 0.235839 0.507258
lnPoP 16.74734 16.7892 16.81683 16.84511 16.86805 16.89125 16.9147 16.9384 16.9723 16.99411 17.01529 17.03411 17.05289 17.07172 17.08857 17.10544 8.080547 8.106213 8.137103 8.167636 8.208219 8.241703 8.275631 8.283747 8.301025 8.327968 8.337109 8.322394 8.334952 8.358432 8.389587 8.431417 20.88173 20.89315 20.90434 20.91489 20.9253 20.93536 20.9445 20.95268 20.96026 20.96721 20.97366 20.97967 20.98554 20.99143 20.99671 21.00169
lnER 0.95935 0.993252 0.940007 0.932164 0.924259 1.358409 1.335001 1.335001 1.335001 1.335001 1.335001 1.335001 1.335001 1.329724 1.261298 1.235471 0.494696 0.470004 0.378436 0.34359 0.329304 0.512824 0.506818 0.506818 0.548121 0.615186 0.548121 0.530628 0.48858 0.506818 0.425268 0.41211 1.7492 1.757858 2.132982 2.11746 2.11505 2.112635 2.112635 2.112635 2.112635 2.112635 2.112635 2.112635 2.112635 2.088153 2.054124 1.235471
lnGDPC 8.071016 8.152159 8.356194 8.379883 8.48387 8.453861 8.102647 8.171179 8.292026 8.259434 8.321575 8.391475 8.496684 8.578958 8.690029 8.847424 10.12931 10.25217 10.36014 10.43108 10.47876 10.53204 10.46637 10.47364 10.58869 10.52104 10.54203 10.58312 10.70296 10.76199 10.82464 10.91206 7.739706 8.000127 8.299415 8.521036 8.6683 8.762186 8.819535 8.871974 8.965464 9.058569 9.145038 9.260121 9.417311 9.547681 9.687954 9.877008
Lampiran 2. Hasil Estimasi Panel Data 1. Regresi awal 1.1. Pooled Effect Dependent Variable: LNX Method: Panel Least Squares Date: 08/24/09 Time: 00:36 Sample: 1992 2007 Periods included: 16 Cross-sections included: 3 Total panel (balanced) observations: 48 Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPX LNPOP LNER LNGDPC
20.41598 1.536752 -0.250067 0.790583 -0.103155
4.221162 1.963980 -1.559024 0.769908 -0.263593
0.0001 0.0560 0.1263 0.4456 0.7934
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.312000 0.248000 1.365162 80.13772 -80.41014 4.874994 0.002484
4.836579 0.782468 0.160400 1.026854 0.391343
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
16.75421 1.574256 3.558756 3.753673 3.632415 0.468626
1.2. Fixed Effect Dependent Variable: LNX Method: Panel Least Squares Date: 08/24/09 Time: 00:37 Sample: 1992 2007 Periods included: 16 Cross-sections included: 3 Total panel (balanced) observations: 48 Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPX LNPOP LNER LNGDPC
-75.22074 -0.700815 4.873267 2.400630 1.520743
-2.371537 -1.085655 2.203799 2.693721 3.056149
0.0225 0.2840 0.0332 0.0102 0.0039
31.71814 0.645523 2.211302 0.891195 0.497601
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared
0.676115
Mean dependent var
16.75421
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.628718 0.959240 37.72581 -62.32849 14.26472 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.574256 2.888687 3.161571 2.991810 0.839062
2. Pemilihan Pendekatan Chow Test Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
Cross-section F Cross-section Chi-square
23.046403 36.163307
(2,41) 2
0.0000 0.0000
3. Uji Asumsi Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.670116 0.621840 0.958884 13.88102 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
16.79996 1.873704 37.69781 0.823865
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.675876 37.75373
Mean dependent var Durbin-Watson stat
16.75421 0.852288
Uji Normalitas 10
Series: Standardized Residuals Sample 1992 2007 Observations 48
8
6
4
2
0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.08e-16 0.156033 1.716232 -1.722543 0.895922 -0.195677 1.958512
Jarque-Bera Probability
2.475711 0.290006
1.5
4. Evaluasi Model (Estimasi Model Terbaik) Dependent Variable: LNX Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 08/24/09 Time: 00:31 Sample: 1992 2007 Periods included: 16 Cross-sections included: 3 Total panel (balanced) observations: 48 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPX LNPOP LNER LNGDPC
-71.90254 -0.728809 4.647327 2.497340 1.525363
-3.330210 -1.456373 3.040918 2.046045 3.238282
0.0018 0.1529 0.0041 0.0472 0.0024
21.59099 0.500427 1.528264 1.220569 0.471041
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.670116 0.621840 0.958884 13.88102 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
16.79996 1.873704 37.69781 0.823865
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.675876 37.75373
Mean dependent var Durbin-Watson stat
16.75421 0.852288