ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA
Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
DEKY KURNIAWAN. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO, Ph.D). Industri sepeda motor merupakan salah satu sektor utama yang berperan penting dalam peningkatan pendapatan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia, kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan, serta relatif murahnya harga sepeda motor dibanding kendaraan bermotor lain, menjadi peluang perkembangan industri sepeda motor. Sebagai salah satu alat angkut yang mendukung pembangunan ekonomi, industri sepeda motor merupakan industri padat bahan baku, selain dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih. Kondisi produksi industri sepeda motor selama periode tahun 1980 – 2005 dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dari sisi jumlah maupun jenisnya. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah perusahaan sepeda motor dan masuknya produsen otomotif asing sejak pemerintah Indonesia mengeluarkan paket deregulasi otomotif tahun 1999 tentang perijinan impor produk otomotif. Di samping itu, besarnya permintaan masyarakat akan sepeda motor juga menyebabkan semakin banyak pihak pabrikan berkompetisi di pasar sepeda motor. Sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi tidak berpengaruh terhadap biaya produksi industri sepeda motor di Indonesia karena hal tersebut dapat diantisipasi oleh setiap produsen sepeda motor hanya dengan melakukan pengaturan pada bagian mesin atau piston sepeda motor untuk meminimalisasi volume gas buang berbahaya yang dihasilkan dari sisa pembakaran bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pengaruh perubahan input terhadap output pada industri sepeda motor di Indonesia, (2) menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala usaha industri sepeda motor di Indonesia, (3) menganalisis nilai tambah dan efisiensi industri sepeda motor di Indonesia, dan (4) Menganalisis dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi terhadap produksi sepeda motor Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2003 lalu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder deret waktu periode tahun 1980 – 2005 dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan metode Ordinary Least Squares. Model yang digunakan adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas dan menggunakan alat bantu piranti lunak Microsoft Office Excel 2003 dan E-Views 4.1. Industri sepeda motor yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan kode International Standard Industrial Classification of All Activities (ISIC) nomor 38440, 38441, dan 35911.
Hasil estimasi diperoleh pada taraf nyata lima persen. Output industri sepeda motor di Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh variabel nilai bahan baku dan penolong serta dummy standar emisi gas buang, sementara variabel modal, nilai energi, jumlah tenaga kerja dan dummy krisis tidak berpengaruh nyata. Skala hasil usaha industri sepeda motor di Indonesia berada pada kondisi increasing return to scale dengan Nilai Tambah Bruto (NTB) yang selalu meningkat selama periode penelitian. Tingkat efisiensi produksi industri sepeda motor tertinggi terjadi pada tahun 1994. Untuk mewujudkan peningkatan output sepeda motor sekaligus memperbaiki dan menjaga lingkungan dari pencemaran bahan bakar kendaraan bermotor diperlukan kerjasama antara produsen komponen, produsen sepeda motor dan pemerintah agar tercapai efisiensi biaya produksi dan minimalisasi gas-gas pencemar hasil pembakaran.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA
Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Deky Kurniawan
Nomor Registrasi Pokok
: H14103122
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Arief Daryanto, Ph.D NIP. 131 644 945
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
Deky Kurniawan H14103122
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Deky Kurniawan lahir pada tanggal 23 Maret 1984 di Jakarta. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara, dari pasangan H. Tb. Teddy Suryadi dengan Hj. Ratu Eva Suryadi. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan TK Budi Bakti Rawa Jaya, Jakarta Timur kemudian dilanjutkan pendidikan SD Negeri 02 Pagi sampai dengan kelas enam dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 199 Pondok Kopi, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999, selanjutnya tahun pertama dan kedua sekolah lanjutan atas penulis selesaikan di SMU Negeri 12 Kebon Singkong, Klender dan dilanjutkan di SMU Negeri 50 Pondok Bambu, Jakarta Timur sampai dengan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis pernah kuliah selama satu tahun di Universitas Bina Nusantara dengan program studi Teknik Informatika (S1) dan selanjutnya pada tahun 2003 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departeman Ilmu Ekonomi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas berkat dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Arief Daryanto, Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis pada waktu persiapan, penelitian maupun penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada instansi-instansi terkait dan pihak-pihak lain yang telah membantu penulis selama proses penelitian dan para peserta serta pembahas pada Seminar Hasil Penelitian Skripsi atas kritik dan saran yang diberikan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan saudara penulis atas kesabaran, do’a dan dukungan yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2008
Deky Kurniawan H14103122
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR............................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2.
Perumusan Masalah ............................................................................ 7
1.3.
Tujuan Penelitian ................................................................................ 9
1.4.
Manfaat Penelitian ............................................................................ 10
1.5.
Ruang Lingkup Batasan Penelitian ................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................... 13 2.1.
Tinjauan Pustaka ............................................................................... 13 2.1.1. Definisi Industri Sepeda motor ............................................ 13 2.1.2. Definisi Produksi.................................................................. 16
2.2.
Penelitian Terdahulu ......................................................................... 17 2.2.1. Berdasarkan Topik Penelitian .............................................. 17 2.2.2. Berdasarkan Komoditi ......................................................... 18
2.3.
Kerangka Pemikiran.......................................................................... 21 2.3.1. Konsep Fungsi Produksi ...................................................... 21 2.3.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ........................................... 27 2.3.3. Skala Hasil Usaha (Return to Scale) .................................... 30 2.3.4. Konsep Elastisitas ................................................................ 31 2.3.5. Nilai Tambah dan Efisiensi.................................................. 33
2.4.
Hipotesis............................................................................................ 36
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 38 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 38
3.2.
Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 38
3.3.
Metode Analisis ................................................................................ 39 3.3.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas ............................. 39 3.3.2. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi.................................... 42
3.4.
Pengujian Hipotesis........................................................................... 43 3.4.1. Kriteria Uji Ekonomi............................................................ 43 3.4.2. Kriteria Uji Statistik ............................................................. 44 3.4.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)............................. 44 3.4.2.2. Uji FStatistik .............................................................. 45 3.4.2.3. Uji tStatistik ............................................................... 46 3.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika.................................................... 47 3.4.3.1. Uji Multikolinearitas ............................................. 47 3.4.3.2. Uji Autokorelasi .................................................... 48 3.4.3.3. Uji Heteroskedastisitas.......................................... 50 3.4.3.4. Uji Normalitas Error Term ................................... 51
3.5.
Spesifikasi Data................................................................................. 51
IV. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA .......................................................................... 54 4.1.
Sejarah Perkembangan Industri Sepeda Motor ................................. 54
4.2.
Analisis Struktur Pasar Industri Sepeda Motor Indonesia ................ 56
4.3.
Profil Beberapa Perusahaan Industri Sepeda Motor ......................... 59 4.3.1. PT. Astra Honda Motor........................................................ 59 4.3.2. PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia ............................... 60 4.3.3. PT. Indomobil Suzuki International..................................... 61 4.3.4. PT. Kawasaki Motor Indonesia............................................ 62 4.3.5. PT. Danmotors Indonesia..................................................... 63 4.3.6. PT. Kymco Lippo Motor Indonesia ..................................... 64
4.3.7. PT. Buana Jialing Sakti Motor............................................. 65 4.3.8. PT. Vivamas Qingqi Motor.................................................. 65 4.3.9. PT. Asiamotor Industries ..................................................... 65 4.3.10. PT. Bosowa Nusantara Motor .............................................. 66 4.3.11. PT. Kurnia Abadi Niaga Citra Indah Lestari ....................... 66 4.3.12. PT. TVS Motor Company Indonesia ................................... 66 4.4.
Studi Kasus Analisis Persaingan Perusahaan Sepeda Motor ............ 67 4.4.1. Persaingan Penjualan Sepeda Motor Jepang Versus Cina ... 67 4.4.2. Strategi Persaingan Penjualan Yamaha Versus Honda........ 68
4.5. V.
Kebijakan Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor .......................... 72
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 76 5.1.
Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas..................... 76
5.2.
Analisis Uji Statistik ......................................................................... 76 5.2.1. Uji R2.................................................................................... 76 5.2.2. Uji FStatistik ............................................................................. 77 5.2.3. Uji tStatistik .............................................................................. 77
5.3.
Analisis Uji Ekonometrika................................................................ 78 5.3.1. Uji Multikolinearitas ............................................................ 78 5.3.2. Uji Autokorelasi ................................................................... 78 5.3.3. Uji Heteroskedastisitas......................................................... 79 5.3.4. Uji Normalitas Error Term................................................... 79
5.4.
Analisis Ekonomi .............................................................................. 79 5.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor.................................................................................... 79 5.4.2. Elastisitas Industri Sepeda Motor ........................................ 84 5.4.3. Skala Hasil Usaha Industri Sepeda Motor ........................... 87 5.4.4. Nilai Tambah Industri Sepeda Motor................................... 88 5.4.5. Efisiensi Industri Sepeda Motor di Indonesia ...................... 90
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 93 6.1.
Kesimpulan ....................................................................................... 93
6.2.
Saran.................................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 97 LAMPIRAN....................................................................................................... 101
v
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1. Perkembangan Produksi Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1993 – 2007 ........................................................................................ 3 1.2. Komposisi Biaya Input Industri Sepeda Motor Tahun 2001 – 2005 ............. 6 4.2. Data Pangsa Pasar, CR4, dan HHI Masing-masing Perusahaan Sepeda Motor Anggota AISI Tahun 1993 – 2007 .................................................... 58 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 ...................................................................... 76 5.4. Nilai Elastisitas Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas.............................. 85
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1.
Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi pada Jangka Pendek.. ...23
2.2.
Alur Kerangka Pemikiran............................................................................35
5.1. Perkembangan Nilai Output, Biaya Input dan Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 .....................................................................................89 5.2. Nilai Efisiensi Produksi Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005.......................................................................................92
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Nilai Tambah Bruto Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 .................................................................................. 102
2.
Data Nilai Efisiensi Produksi Industri Sepeda motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 .................................................................................. 103
3.
Data Nominal Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Nilai Output Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005.... 104
4.
Data Riil Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Output Industri sepeda motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 .......................... 105
5.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas .......................................................................................... 106
6.
Uji Multikolinearitas ................................................................................ 107
7.
Uji Autokorelasi ....................................................................................... 108
8.
Uji Heteroskedastisitas............................................................................. 109
9.
Uji Normalitas Error Term ...................................................................... 110
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Industri alat angkut (ISIC 384) 1 telah menjadi kebutuhan untuk
mendukung pembangunan ekonomi Indonesia, salah satunya industri sepeda motor 2 (ISIC 38440, 38441, dan 35911). Alat angkut barang ataupun manusia (kendaraan transportasi darat) telah berkembang pesat di Indonesia, baik dari sisi jumlah maupun jenisnya. Industri sepeda motor di Indonesia adalah industri yang padat bahan baku seperti rangka (frame) dan mesin sepeda motor berbahan dasar dari besi dan baja. Selain membutuhkan investasi modal yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), industri sepeda motor juga dipengaruhi oleh faktor produksi tenaga kerja yang terdidik dan terlatih dalam proses produksi perakitan unit sepeda motor. Menurut El-Fikri (2005), alat angkut sepeda motor di Indonesia dibutuhkan dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut dikarenakan pertama, kebutuhan dan tingkat ekonomi masyarakat yang semakin baik. Hal ini menjadikan kebutuhan akan kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor juga semakin meningkat. Kedua, sepeda motor menjadi alat transportasi alternatif bagi masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan, selain kendaraan bermotor 1
ISIC (International Standard Industrial Classification of all Activities) 384 adalah klasifikasi dari industri manufaktur untuk kategori kendaraan bermotor di Indonesia. 2 Industri ini dikenal sebagai bagian dari industri kendaraan bermotor atau otomotif atau alat angkutan darat beroda dua. Masyarakat umumnya menyebut “Sepeda Motor”.
2
roda empat. Ketiga, harga sepeda motor relatif lebih murah dibanding kendaraan bermotor roda empat. Keempat, selain karena kebutuhan akan sepeda motor lembaga pembiayaan telah berperan mendorong masyarakat untuk membeli sepeda motor. Sebagai contoh, jumlah lembaga pembiayaan kredit sepeda motor non bank untuk tahun 2005 adalah sebanyak 72 perusahaan yang mempunyai aset perputaran nilai uang miliaran rupiah (Ovi, 2005). Industri sepeda motor sebagai bagian dari industri alat angkut telah menjadi prioritas pembangunan industri di masa yang akan datang (Prabowo, 2006). Sebab industri sepeda motor merupakan salah satu sektor utama yang berperan serta dalam peningkatan pendapatan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 228.864 juta jiwa dan memiliki kecenderungan terus meningkat, serta kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi peluang bagi industri sepeda motor Indonesia untuk memimpin industri otomotif dalam negeri. Selain itu, harga sepeda motor yang relatif murah dibanding jenis kendaraan bermotor lain bagi sebagian besar masyarakat Indonesia turut serta memberikan peluang industri sepeda motor untuk berkembang pesat. Adanya perjanjian perdagangan bebas yang telah disepakati oleh Indonesia seperti WTO (World Trade Organization), AFTA (Asean Free Trade Agreement), APEC (Asia Pasific Economy Cooperation), dan GATTS (General Agreement on Trade and Tariff) memberikan peluang bagi perusahaanperusahaan sepeda motor asing masuk ke pasar otomotif Indonesia tidak terkecuali produsen sepeda motor lokal baru, salah satunya sepeda motor Kanzen adalah produksi dari PT. Semesta Citra Motorindo.
3
Masuknya produsen otomotif asing ke dalam industri otomotif nasional, khususnya industri sepeda motor merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan ekonomi di bidang otomotif. Hal tersebut terjadi setelah pemerintah Indonesia mengeluarkan paket deregulasi otomotif tahun 1999 tentang perijinan impor produk otomotif dalam keadaan utuh atau CBU (Completely Built Up) dan dalam keadaan terurai atau CKD (Completely Knock Down), serta penurunan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif nasional pasca krisis ekonomi tahun sebelumnya serta usaha untuk memperkuat basis industri otomotif nasional. Tabel 1.1.
Perkembangan Produksi Sepeda motor di Indonesia Tahun 1993 – 2007 Tahun Produksi Dalam Negeri (Unit) 1993 621.544 1994 785.204 1995 1.035.598 1996 1.426.902 1997 1.852.906 1998 517.914 1999 587.402 2000 979.422 2001 1.650.770 2002 2.317.991 2003 2.823.702 2004 3.900.518 2005 5.089.494 2006 4.470.722 2007* 3.826.598
*) s.d bulan Oktober 2007 Sumber: Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), 2007
Kegiatan produksi industri sepeda motor dewasa ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat seperti terlihat pada Tabel 1.1 di atas. Pada tahun 1993 volume produksi mencapai 621.544 unit dan meningkat menjadi 785.204 unit
4
pada tahun 1994. Selama periode tahun 1995 – 2007 tingkat produksi sepeda motor berkisar antara satu sampai dengan tiga juta unit sepeda motor per tahunnya. Meskipun saat krisis ekonomi produksi industri sepeda motor mengalami penurunan dimana pada tahun 1997 sebesar 1.852.906 unit menjadi 517.914 unit pada tahun 1998, dan penurunan tersebut berlangsung sampai dengan tahun 2000, yaitu sebesar 979.422 unit. Namun kejadian tersebut tidak menyebabkan industri sepeda motor anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) bangkrut, bahkan PT. Astra Honda Motor sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor Honda tetap menjadi pemimpin dominan dalam industri persaingan sepeda motor di Indonesia. Terdapat kesenjangan produksi antara tahun 1997 dengan tahun 1998. Tingkat produksi tahun 1997 telah mencapai 1.852.906 unit 3,5 kali lebih besar dibanding tahun 1998 – 1999. Hal ini tidak lain disebabkan oleh krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Setelah tahun 1998 – 1999 industri sepeda motor di Indonesia tumbuh kembali dibuktikan dengan hasil output produksi sepeda motor yang meningkat. Peningkatan produksi sepeda motor pada saat tersebut disebabkan oleh peningkatan permintaan akan sepeda motor sebagai alat transportasi yang dinilai ekonomis dan efisien. Pertumbuhan kuantitas output riil sepeda motor memiliki kecenderungan meningkat dikarenakan meningkatnya jumlah perusahaan sepeda motor. Selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pertama, rasio kepemilikan sepeda motor pada tahun 2005 di Indonesia adalah sebesar satu unit per 11 orang, dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang rasionya satu unit sepeda
5
motor per lima atau enam orang sehingga potensi pertumbuhan pasar masih besar (Atmaja, 2005). Kedua, adanya impor mesin dan peralatan, hak paten, manajer ekspatriat dan teknisi akan mendorong perusahaan-perusahaan domestik meningkatkan keterampilan dan kemampuan berproduksi dalam menghadapi persaingan global yang semakin meluas hampir di setiap sektor ekonomi dan bisnis (Prabowo, 2006). Sebagai contoh kasus, daya saing industri di suatu negara ditentukan oleh faktor-faktor produksi yang lebih canggih seperti tenaga kerja terdidik dan terlatih serta kebijakan-kebijakan yang mendukung pembangunan sektor industri. Penjualan sepeda motor yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan akan komponen atau bahan baku sepeda motor juga meningkat. Meskipun industri komponen sepeda motor dalam negeri telah mampu memasok lebih dari 60 persen kebutuhan komponen sepeda motor baik untuk perakitan maupun untuk perawatan, namun sebagian besar dari bahan baku sepeda motor yang dipasok oleh industri komponen sepeda motor adalah produk impor, seperti mesin 2-tak, pelek roda, suspensi , tabung bahan bakar , rangka , dan lainlain (Badan Pusat Statistik, 2000). Sehingga dalam hal komponen industri sepeda motor hanya komponen-komponen kecil saja yang merupakan hasil produksi industri dalam negeri, contohnya komponen perlengkapan kendaraan roda dua, komponen seat assy, dan komponen-komponen lainnya. Perkembangan faktor produksi selain bahan baku seperti energi yang terpakai (bahan bakar minyak, tenaga listrik, dan gas) serta pengeluaran lainnya cenderung mengalami fluktuasi.
6
Persentase biaya yang dikeluarkan industri sepeda motor dapat dilihat pada Tabel 1.2 untuk periode tahun 2001 sampai dengan 2005. Tabel 1.2.
Komposisi Biaya Input Industri Sepeda Motor Tahun 2001 – 2005 Jenis Input 2001 2002 2003 2004 (%) (%) (%) (%) Bahan Baku 82.31 52.25 75.34 80.78 Bahan Bakar, Tenaga Listrik dan Gas 4.58 9.58 9.90 6.53 Modal 0.29 0.20 0.30 0.38 Pengeluaran lain 12.82 37.97 14.46 12.31 Jumlah Total 100 100 100 100
2005 (%) 79.54 10.02 0.54 9.91 100
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2005
Indonesia menempati peringkat keempat setelah Cina, India, dan Jepang dilihat dari tingkat produksi sepeda motor (Anonim, 2005). Industri sepeda motor nasional mempunyai keunggulan kompetitif dalam hal nilai tambah, skala efisiensi, konsentrasi industri dan kualitas yang dapat bersaing dengan dua negara produsen sepeda motor terbesar di dunia yaitu Cina dan India (produsen terbesar sepeda motor di dunia). Sebagai contoh tingkat produksi sepeda motor di negara Cina 2,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan produksi industri sepeda motor di Indonesia. Akan tetapi, banyaknya produsen di Cina menyebabkan tidak tercapainya skala efisiensi meskipun telah mampu menciptakan konsentrasi industrialisasi produksi yang efektif. Berbeda halnya dengan di India, meski telah tercipta konsentrasi yang efektif tetapi jenis produknya pada kelas sepeda motor murah, contohnya merek vespa (scooter). Sedangkan di Indonesia yang besar pangsa pasarnya rata-rata sebesar 90 persen pertahun dikuasai jenis motor bebek. Perkembangan inovasi teknologi maupun kualitas produk sepeda motor Indonesia telah menjadi contoh
7
sukses industri sepeda motor (Wahyuana, 2005). Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri sepeda motor Indonesia dimasa yang akan datang akan terus tumbuh dan berkembang. Besarnya permintaan masyarakat akan sepeda motor menyebabkan semakin banyak pihak pabrikan berkompetisi di pasar sepeda motor. Pada tahun 2000 Indonesia mengalami gejala kelebihan penawaran sepeda motor. Ketika itu pemerintah membuka keran impor secara utuh untuk produk otomotif sehingga tidak kurang dari seratus merek baru masuk ke Indonesia 3 . Berdasarkan data Departemen Perindustrian dan Perdagangan terdapat sebanyak 77 perusahaan perakitan, manufaktur, dan importir sepeda motor. Jumlah ini sudah termasuk enam pabrikan anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) yaitu Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Piaggio, dan Kymco. Sisanya adalah merek sepeda motor dari Cina, Korea, Eropa, dan India.
1.2.
Perumusan Masalah Industri sepeda motor merupakan salah satu industri dengan laju
pertumbuhan yang cukup tinggi di Indonesia terbukti dari jumlah output produksi sepeda motor yang mencapai peringkat keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Jepang. Keunggulan kompetitif dalam hal nilai tambah, skala efisiensi, konsentrasi industri dan kualitas yang dimiliki industri sepeda motor nasional menyebabkan industri ini dapat bersaing dengan dua negara produsen sepeda motor terbesar di dunia yaitu Cina dan India. Masalah alokasi sumber daya 3
Menurut Wuragil (2002), tingkat ekspor sepeda motor sebesar 100 sampai 150 ribu unit per tahunnya.
8
produksi seperti modal, tenaga kerja, energi, bahan baku dan faktor lainnya merupakan faktor utama penentu efisiensi produksi setiap industri, khususnya industri sepeda motor di Indonesia. Alokasi faktor produksi yang efisien akan mencapai produksi industri sepeda motor yang optimal. Hambatan yang dihadapi pertumbuhan industri perakitan sepeda motor seiring dengan adanya peningkatan biaya energi dalam negeri, antara lain peningkatan beban tarif dasar listrik (TDL) dan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal tersebut mempengaruhi biaya produksi industri sepeda motor. Kenaikan biaya faktor produksi energi akan diikuti dengan peningkatan harga jual ke pasar karena dalam proses produksi dan distribusi sepeda motor membutuhkan fasilitas produksi seperti mesin dan tenaga robot yang sangat bergantung pada ketersediaan energi. Seperti yang telah disebutkan di atas meskipun industri sepeda motor di Indonesia adalah industri yang padat bahan baku tetapi dalam proses pengolahan bahan baku juga dibutuhkan faktor produksi energi. Pemberlakukan standar uji emisi kendaraan bermotor diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi. Pemberlakuan regulasi standar baku emisi gas buang kendaraan bermotor (analogi EURO I) 4 tidak berpengaruh terhadap biaya produksi industri sepeda motor di Indonesia. Namun hal ini berdampak positif terhadap penurunan gas buang CO
4
EURO I adalah suatu regulasi tentang aturan emisi gas buang kendaraan bermotor roda empat dan roda dua yang telah disepakati pada konferensi Uni Eropa – UN-ECE (United Nations Economic Comission for Europe) dalam rangka memperbaiki mutu bahan bakar dan teknologi mesin kendaraan.
9
(Karbon Monoksida), HC (Hidro Karbon), dan NOx (Nitrogen Oksida) yang beracun dan merugikan kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang lebih khusus sesuai dengan penelitian, antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh input terhadap output pada industri sepeda motor di Indonesia? 2. Bagaimana elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha industri sepeda motor di Indonesia? 3. Bagaimana nilai tambah dan efisiensi industri sepeda motor di Indonesia? 4. Bagaimana dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi terhadap produksi industri sepeda motor di Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2003 lalu?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini
mempunyai tujuan yaitu: 1. Menganalisis pengaruh perubahan input terhadap output pada industri sepeda motor di Indonesia. 2. Menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha industri sepeda motor di Indonesia. 3. Menganalisis nilai tambah dan efisiensi industri sepeda motor di Indonesia.
10
4. Menganalisis dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi terhadap produksi sepeda motor Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2003 lalu.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pihak-pihak terkait sebagai berikut: 1. Bagi penulis mampu menerapkan ilmu dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di perguruan tinggi. 2. Menambah perbendaharaan perpustakaan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang akan membuat karya ilmiah di masa yang akan datang. 3. Bisa dijadikan salah satu masukan bagi mereka yang berhubungan dengan usaha industri, khususnya industri sepeda motor. 4. Sebagai bahan pertimbangan bagi industri sepeda motor di Indonesia dalam menetapkan strategi berproduksi yang menghasilkan output yang optimal. 5. Dapat dipertimbangkan sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan, khususnya kebijakan industri sepeda motor Indonesia dan komponennya.
1.5.
Ruang Lingkup Batasan Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi output
industri sepeda motor di Indonesia atau nasional. Faktor-faktor produksi industri
11
sepeda motor di Indonesia yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan kode International Standard Industrial Classification of All Activities (ISIC) untuk industri sepeda motor adalah 38440 untuk periode tahun 1980 – 1989. Kode ISIC tersebut kemudian berubah menjadi 38441 setelah periode 1989 sampai dengan periode 1997 dan kemudian berubah lagi menjadi 35911 sampai dengan terbitan terakhir tahun 2005 dari buku Kategori Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik, Jakarta 2005. Adapun keterbatasan dari penelitian ini dimana tujuan dan penelitian dapat dicapai dengan menggunakan data historis yang ada antara lain: 1. Data yang digunakan adalah data tahunan, sehingga persamaan fungsi produksi yang dirumuskan tidak menggambarkan fluktuasi semesteran, bulanan, mingguan atau bahkan harian. 2. Terdapat beberapa faktor yaitu data tarif impor produk otomotif, harga impor bahan baku komponen sepeda motor, volume impor bahan baku, dan tarif Pajak Penjualan Barang Mewah di Indonesia (PPnBM) yang diduga berpengaruh dalam menganalisis output industri sepeda motor di Indonesia. 3. Data nilai output, nilai bahan baku dan penolong, modal, nilai energi, serta jumlah tenaga kerja tidak dibedakan berdasarkan masing-masing perusahaan yang terdapat di Indonesia. Faktor-faktor produksi dan output industri sepeda motor yang dikaji dalam penelitian ini dalam satuan nilai rupiah sedangkan untuk faktor produksi tenaga kerja menggunakan satuan jiwa. Faktor produksi bahan baku yang terdiri atas
12
bahan baku dan bahan penolongnya (komponen-komponen sepeda motor) dalam satuan ribu rupiah; faktor produksi modal yang terdiri dari sewa gedung, mesin dan alat-alat atau modal lainnya dalam satuan ribu rupiah; faktor produksi energi yang terdiri dari bensin, solar, minyak tanah, gas dan minyak pelumas yang termasuk dalam subkategori bahan bakar dan tenaga listrik, baik yang diproduksi sendiri maupun yang dibeli dari luar perusahaan juga dimasukkan ke dalam kategori energi dalam satuan ribu rupiah; dan terakhir adalah faktor produksi tenaga kerja yang berupa tenaga kerja produksi dan tenaga kerja lainnya (dalam satuan ribu orang) yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan produksi industri sepeda motor nasional.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Definisi Industri Sepeda motor Kendaraan Bermotor Roda Dua atau biasa disebut sepeda motor adalah suatu alat transportasi beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin (umumnya berkapasitas 50 cc sampai dengan di atas 125 cc)5 berbahan bakar yang digunakan oleh manusia untuk berpindah satu tempat ke tempat lainnya (Prabowo, 2006). Selain sebagai alat transportasi manusia, sepeda motor juga digunakan untuk mengangkut suatu barang dan berbagai kebutuhan lainnya sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Pengertian Industri secara mikro adalah sekumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang-barang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993). Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang 5
Kapasitas mesin kendaraan bermotor roda empat maupun roda dua umumnya diukur dalam satuan cm3 atau cc.
14
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir, dimana yang termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (Badan Pusat Statistik, 2005). Perusahaan atau unit usaha adalah suatu usaha kegiatan ekonomi pada suatu tempat tersendiri yang dilakukan oleh pemilik perorangan atau suatu badan usaha yang bergerak di sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas, air minum, konstruksi, perdagangan, pengangkutan dan perhubungan, lembaga keuangan dan jasa-jasa perusahaan serta kehutanan. Perusahaan adalah organisasi yang bertujuan mengubah input menjadi output (Nicholson, 2002). Konsep dasar perusahaan industri manufaktur atau pengolahan terbagi ke dalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan yaitu sebagai berikut (Badan Pusat Statistik, 2005): 1. Industri Besar. Industri besar merupakan perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2. Industri Sedang. Industri sedang adalah perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20 – 99 orang. 3. Industri Kecil. Industri kecil adalah perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja antara 5 – 19 orang. 4. Industri Kerajinan Rumah Tangga. Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari lima orang yang biasanya adalah anggota keluarga sendiri.
15
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2002, industri manufaktur atau industri pengolahan terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Industri Migas, yang terdiri atas: a. Industri pengilangan minyak b. Industri gas alam cair 2. Industri Bukan Migas, yang terdiri atas: a. Industri makanan, minuman dan tembakau b. Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki c. Industri barang kayu dan hasil hutan lain d. Industri barang kertas dan barang cetakan e. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet f. Industri semen dan barang galian bukan logam g. Industri logam dasar besi dan baja h. Industri alat angkutan, mesin dan peralatan i. Industri barang lainnya Industri sepeda motor termasuk ke dalam kategori industri pengolahan bukan migas, yaitu industri yang terdiri atas beberapa perusahaan homogen khususnya dalam bidang perakitan sepeda motor beserta komponennya dari bahan-bahan mentah (raw materials) 6 yang dikombinasikan dengan faktor sumber daya tenaga kerja, modal, mesin berteknologi, dan faktor lainnya. Kemudian bahan-bahan mentah tersebut diolah secara mekanis, kimia, atau dengan tangan
6
bahan-bahan mentah (raw materials) dalam perakitan unit sepeda motor atau komponennya terdiri atas karet, busa kursi, kulit, bahan plastik, besi dan baja baik dalam bentuk pelat maupun lembaran, mesin, dan lain-lain.
16
yang akhirnya menjadi barang jadi berbentuk fisik sepeda motor atau barang setengah jadi berupa komponen-komponen sepeda motor dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Menurut Prabowo (2006), peranan industri sepeda motor sangat strategis di dalam perekonomian karena sepeda motor merupakan salah satu alat pergerakkan barang ataupun manusia dari satu tempat ke tempat lainnya dengan waktu tempuh yang relatif lebih efisien dan efektif dalam pemakaian bahan bakar (BBM) 7 .
2.1.2. Definisi Produksi Menurut Lipsey (1995), produksi merupakan semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. Sedangkan faktor produksi adalah sumber-sumber ekonomi yang harus diolah oleh perusahaan untuk dijadikan barang atau jasa untuk kepuasan konsumen dan sekaligus memberikan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Beattie dan Taylor (1994) produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya, atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa. Meskipun dalam proses produksi terdapat banyak faktor produksi yang digunakan, tetapi tidak semua faktor produksi tersebut digunakan dalam analisis fungsi produksi. Hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi. Faktor produksi yang dianggap kurang berperan 7
Dengan asumsi rata-rata kapasitas mesin sepeda motor 125 cc dapat menempuh jarak kurang lebih 50 km untuk pemakaian 1 liter bensin (Ovi, 2005).
17
penting tidak digunakan dalam analisis fungsi produksi. Oleh karena itu, fungsi produksi hanya merupakan fungsi pendugaan (Soekartawi, 1993). Pada kegiatan produksi dikenal istilah nilai output dan biaya input. Nilai output dalam industri sepeda motor merupakan penjumlahan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan sendiri maupun yang diberikan kepada pihak lain ditambah keuntungan dari barang yang dijual kembali dan penerimaan lain dari jasa non industri serta selisih nilai stok barang setengah jadi. Biaya input dalam industri sepeda motor meliputi semua biaya yang dipakai untuk memproduksi suatu barang seperti bahan baku dan penolong, bahan bakar, tenaga listrik dan gas, sewa gedung, mesin dan alat-alat, serta pengeluaran lainnya berupa jasa industri maupun non industri (BPS, 2005).
2.2.
Penelitian Terdahulu
2.2.1. Berdasarkan Topik Penelitian Sanimah (2006) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri semen di Indonesia periode 1983 – 2003. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output, menganalisis elastisitas dan skala hasil usaha, serta menganalisis nilai tambah bruto dan efisiensi ekonomi dari industri semen di Indonesia. Metode analisis yang digunakan berupa metode Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya yaitu faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan energi memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap peningkatan output pada industri semen di Indonesia dengan taraf nyata lima persen. Skala hasil usaha pada industri ini
18
increasing return to scale dan nilai tambahnya cenderung mengalami peningkatan selama periode penelitian. Wahyuni (2007) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri garam beryodium di Indonesia periode 1990 – 2005. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output, menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha,
menganalisis
dampak
kebijakan
persyaratan
teknis
pengolahan,
pengemasan, dan pelabelan garam yodium, serta menganalisis kondisi output industri garam beryodium di Indonesia pada masa yang akan datang. Metode analisis yang digunakan berupa metode Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya yaitu faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan energi memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap peningkatan output pada industri garam di Indonesia dengan taraf nyata lima persen. Skala hasil usaha pada industri ini bersifat decreasing return to scale meskipun nilai tambah bruto yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan selama periode penelitian.
2.2.2. Berdasarkan Komoditi Widyastuti (2006) melakukan penelitian tentang analisis structureconduct-performance 8 industri komponen sepeda motor di Indonesia. Tujuan penelitiannya adalah menganalisis struktur, perilaku dan kinerja pada industri komponen sepeda motor di Indonesia, menganalisis hubungan antara struktur dan 8
Structure-conduct-performance adalah analisis ekonomi industri yang membahas tentang struktur, perilaku, dan kinerja usaha suatu industri baik ditinjau dari aspek struktur pasar, strategi harga dan promosi, persaingan di dalam industri, produktivitas, dan lain sebagainya.
19
faktor-faktor lain dengan kinerja, dan memberikan rekomendasi implikasi kebijakan bagi industri komponen sepeda motor di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode penghitungan konsentrasi industri (CR4) 9 , efisiensi-X, serta metode Ordinary Least Square (OLS) dengan analisa model Price Cost Margin (PCM). Hasilnya menunjukkan bahwa industri komponen sepeda motor di Indonesia berstruktur oligopoli ketat sedangkan untuk perilaku pada industri komponen sepeda motor dianalisis melalui strategi harga, produk dan promosi dimana jumlah perusahaan yang meningkat setiap tahunnya mengakibatkan persaingan di tingkat harga, produk dan promosi turut meningkat. Kinerja industri komponen sepeda motor di Indonesia menunjukkan hasil yang relatif tinggi dan taraf nyata yang digunakan peneliti adalah sebesar sepuluh persen. Prabowo (2006) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh kebijakan deregulasi industri sepeda motor Indonesia pada struktur, kinerja, dan persaingan usaha. Tujuan penelitian yaitu menganalisis pengaruh deregulasi industri sepeda motor terhadap perubahan jumlah perusahaan, jumlah produksi, jumlah penjualan, dan jumlah tenaga kerja di industri sepeda motor serta melakukan pengkajian tingkat konsentrasi pasar di industri sepeda motor terhadap intensitas persaingan usaha pada industri yang bersangkutan. Metode penelitian yang digunakannya adalah metode penghitungan rasio konsentrasi pangsa pasar masing-masing perusahaan di industri sepeda motor atau biasa disebut metode Concentration
9
Concentration Ratio of 4 Firms (CR4) adalah suatu metode penghitungan rasio konsentrasi pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar yang ada di suatu industri, khususnya industri komponen sepeda motor.
20
Ratio (CR), metode untuk mengetahui tingkat distribusi dan konsentrasi industri sepeda motor atau biasa disebut metode Hirschman Herfindahl Index (HHI), serta teori-teori lainnya yang menunjang. Hasilnya menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan struktur, kinerja, dan persaingan usaha pada industri sepeda motor pasca deregulasi dimana struktur, kinerja, dan persaingan dipengaruhi oleh peningkatan indikator jumlah pelaku usaha atau jumlah perusahaan. Pada pasca periode deregulasi industri manufaktur juga telah terjadi peningkatan sejumlah indikator seperti jumlah produksi total industri, jumlah penjualan total dari industri, jumlah tenaga kerja, serta perubahan peningkatan industri pendukung sepeda motor. Persaingan usaha sepeda motor umumnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan besar yang telah lama beroperasi seperti contohnya perusahaan terbesar kedua dan ketiga dibandingkan persaingan usaha yang terjadi antara perusahaan lama dengan baru. Ardiansyah (2006) melakukan penelitian tentang analisis struktur, perilaku, dan kinerja pada industri sepeda motor di Indonesia. Tujuan penelitiannya adalah tentang struktur pasar industri sepeda motor di Indonesia yang ditinjau dari segi perkembangan penjualan, pangsa pasar dan variabel lainnya yang berpengaruh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuadrat sisaan terkecil biasa (Ordinary Least Squares, OLS) dengan analisa model persamaan PCM (Price Cost Margin). Hasilnya pada variabel seperti tingkat konsentrasi terhadap PCM yaitu mempunyai hubungan positif sehingga berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh, sedangkan untuk variabel pertumbuhan diduga tidak berpengaruh terhadap PCM dan untuk variabel
21
dummy krisis menghasilkan pengaruh hubungan negatif terhadap variabel PCM. Karena peningkatan maupun penurunan harga sepeda motor di Indonesia dipengaruhi oleh harga bahan baku itu sendiri maka berbagai macam strategi peningkatan kualitas produk dan pemasaran terus dilakukan perusahaan ATPM sepeda motor dalam rangka peningkatan keuntungan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mengkaji pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output industri sepeda motor di Indonesia dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, elastisitas dari masing-masing input dan bagaimana skala hasil usahanya, dampak kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi, serta analisis efisiensi dan nilai tambah output industri sepeda motor Indonesia. Adapun metode analisis yang digunakan untuk menganalisis penelitian in adalah metode regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan adalah data sekunder periode 1980 – 2005 dengan menggunakan piranti lunak Eviews 4.1 dan Microsoft Office Excel 2003.
2.3.
Kerangka Pemikiran
2.3.1. Konsep Fungsi Produksi Menurut Nicholson (1994) fungsi produksi suatu barang memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai
22
alternatif kombinasi input. Hubungan antara input dan output bisa diformulasikan oleh sebuah fungsi produksi, dalam bentuk matematis yaitu: Y = f(X1,X2,X3,........Xn)................................................................................... (2.1) dimana: Y
= Output yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu,
Xi
= Input yang digunakan dalam memproduksi Y,
f
= Bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input ke dalam output. Fungsi produksi menghubungkan antara input yang digunakan dalam
proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, et al., 1995). Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Analisis fungsi produksi sering dilakukan oleh para peneliti karena mereka menginginkan informasi bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja, dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh (Soekartawi, 1993). Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam bentuk grafik dengan asumsi bahwa hanya satu faktor produksi yang berubah, sedangkan faktor produksi lain dianggap konstan atau ceteris paribus (Gambar 2.1). Grafik fungsi produksi yang menggambarkan terjadinya kenaikan dan penurunan tingkat output disebut The Law of Diminishing Return.
23
Y
45o C PT B (εp>1)
(0<εp<1)
(εp<0)
Daerah I A
Daerah II
Daerah III
PR X1
X2
X
X3 PM
Gambar 2.1. Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi pada Jangka Pendek Sumber: Nicholson (1994) Produk Marjinal (PM) suatu input adalah tambahan output yang dihasilkan terhadap tambahan input yang diamati sedangkan input lainnya dianggap konstan (Nicholson, 1994). Secara matematis dapat ditulis: Produk Marjinal (PM) =
Tambahan output Tambahan input =
dY = f ' (X) ........................................................... (2.2) dX
Menurut Nicholson (1994), ketika input yang digunakan masih sedikit akan berpengaruh terhadap produk marjinal dengan nilai yang sangat tinggi dengan asumsi input lainnya dianggap konstan sehingga produk marjinal dari setiap unit terakhir tidak selalu sama nilainya. Selain itu, kurva produk marjinal (PM) secara sederhana merupakan kemiringan kurva dari produk total (PT).
24
Produk Total (PT) menggambarkan hubungan antara input dengan output total. Ketika salah satu faktor produksi meningkat dan faktor produksi lainnya dianggap tetap, maka jumlah output akan meningkat sampai pada batas maksimum. Jika sudah melebihi batas maksimum, maka output yang dihasilkan akan semakin menurun. Kurva produk total bisa diturunkan menjadi kurva produk marjinal (PM) dan kurva produk rata-rata (PR). Produk rata-rata merupakan hasil pembagian antara output total dengan input total produksi yang digunakan. Secara matematis dapat dirumuskan (Nicholson, 1994): PR =
Output total ΣY .................................................................................. (2.3) = Input total ΣX Perubahan jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang
digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (εp) adalah persentase perubahan jumlah output sebagai akibat dari persentase perubahan jumlah input, atau dapat diartikan sebagai rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan relatif jumlah faktor produksi yang dipakai. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Nicholson, 1994): εp =
∂Y X PM .......................................................................................... (2.4) × = ∂X Y PR Hubungan antara PM dengan PR berbanding terbalik jika dilihat dari
rumus matematis. Dengan demikian hubungan PM dengan PR adalah (Soekartawi, 1993): 1. Pada saat PM sama dengan PR, maka PR mencapai titik maksimum. 2. Pada saat PM lebih kecil dari PR, maka PR mulai menurun. Sebaliknya, jika PM lebih besar dari PR, maka nilai PR meningkat.
25
Menurut Soekartawi (1993), besar kecilnya nilai PM dari suatu input dapat menjadi penentu bagi besar kecilnya nilai elastisitas produksi (εp). Sedangkan hubungan antara PM dengan produk total (PT) adalah sebagai berikut (Lihat Gambar 2.1): 1. Pada saat nilai PT mencapai maksimum, maka PM bernilai nol. 2. Pada saat PT mulai menurun dari titik maksimum, maka PM mulai bernilai negatif. 3. Pada saat PT mengalami increasing rate, maka PM mengalami decreasing rate. 4. Pada saat PM positif, maka kurva PT tetap menaik. Menurut Nicholson (1994), fungsi produksi dibagi kedalam tiga daerah produksi yang dibedakan berdasarkan elastisitas produksinya, yaitu daerah produksi dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (Daerah I), daerah produksi dengan elastisitas lebih besar dari nol sampai dengan kurang dari satu (Daerah II), dan daerah produksi dengan elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Daerah III). Daerah produksi I terletak antara titik nol sampai X2. Elastisitas produksi pada daerah satu bernilai lebih besar dari satu, artinya penambahan faktor produksi sebanyak satu persen maka akan menambah output produksi lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini PM mencapai titik maksimum dan semakin menurun, tetapi masih lebih besar dari PR. Keuntungan maksimum belum dapat tercapai karena output sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi dengan menambah
26
input atau faktor produksi, sehingga daerah ini disebut dengan daerah irasional (Nicholson, 1994). Daerah produksi II terletak antara X2 dan X3. Pada daerah ini elastisitas produksinya antara nol sampai dengan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menambah output sebesar antara nol sampai dengan satu persen. Nilai PM dan PR akan semakin menurun dan kurva PT menggambarkan berlakunya the law of diminishing returns, artinya setiap penambahan faktor produksi akan meningkatkan jumlah produksi yang perubahan peningkatannya semakin lama semakin menurun. Penggunaan faktor produksi di daerah ini telah optimal, sehingga disebut sebagai daerah rasional (Nicholson, 1994). Daerah produksi III menggambarkan daerah produksi dengan elastisitas lebih kecil dari nol. Pada daerah ini PT mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh kurva PM yang bernilai negatif. Dengan demikian, setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah tersebut disebut sebagai daerah yang irasional (Nicholson, 1994). Menurut Nicholson (1994), bentuk kurva fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum tersebut mempunyai arti bahwa jika input produksi ditambah secara terus menerus dalam suatu proses produksi, diasumsikan faktor produksi lainnya tetap atau konstan, maka tambahan jumlah output produksi semakin lama semakin berkurang. Jadi, hukum tersebut
27
menggambarkan adanya kenaikan hasil yang semakin berkurang dalam sebuah kurva fungsi produksi.
2.3.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Bentuk fungsi yang digunakan dalam menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produk ada beberapa macam, seperti fungsi kuadratik, model elastisitas substitusi yang konstan (CES – Constant Elasticity of Substitution), model transendental, dan fungsi Cobb-Douglas. Fungsi produksi kuadratik dan transendental memiliki persamaan yang rumit dan parameter-parameternya bukan merupakan elastisitas dari faktor-faktor produksi. Jika menggunakan fungsi produksi CES sulit untuk mempertahankan elastisitas produksi yang konstan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi CobbDouglas. Fungsi produksi ini pertama kali diperkenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglass, P.H., pada tahun 1928 melalui artikel di majalah ilmiah American Economic Review 18 (Sanimah, 2006). Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen, yaitu variabel yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 1993). Di dalam penelitian ini model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dimana secara matematis persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut: b1
b2
b3
bn
Y = aX 1 X 2 X 3 ...X n e u ............................................................................ (2.5)
28
Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dilinearkan, maka: LnY = a+b1LnX1+b2LnX2+b3LnX3+...+bnLnXn+uLne ................................... (2.6) dimana: Y
= Variabel yang dijelaskan
X
= Variabel yang menjelaskan
a
= Intersep
bi
= Besaran yang akan diduga
u
= Kesalahan (disturbance term), dan
e
= Logaritma natural, e = 2.1782... Persamaan 2.6 dapat dengan mudah diselesaikan dengan menggunakan
regresi linear berganda. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas nilai bi menunjukkan hubungan elastisitas X terhadap Y (Soekartawi, 1993). Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi CobbDouglas, yaitu (Nicholson, 1994): 1. Tidak ada pengamatan yang bernilai nol dikarenakan logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2. Setiap variabel bebas (X) adalah perfect competition. 3. Jika menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept, bukan pada kemiringan (slope) model tersebut. Asumsi yang digunakan dalam fungsi produksi adalah tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. 4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim sudah dimasukkan ke dalam faktor galat atau kesalahan, u.
29
Fungsi produksi Cobb-Douglas sering digunakan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan fungsi tersebut mempunyai beberapa kelebihan. Diantaranya adalah (Wahyuni, 2007): 1. Mengurangi terjadinya heteroskedastisitas. 2. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain karena fungsi produksi ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam bentuk linear. 3. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor produksi. 4. Memudahkan membandingkan penelitian yang satu dengan yang lainnya yang menggunakan alat analisis yang sama. 5. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi merupakan pendugaan terhadap skala hasil usaha dari proses produksi. Model fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya adalah (Sanimah, 2006): 1. Elastisitas produksi yang umumnya diasumsikan selalu konstan. 2. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika variabelvariabel faktor produksi yang digunakan kurang lengkap.
30
3. Tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol, dan 4. Sering terjadinya multikolinearitas.
2.3.3. Skala Hasil Usaha (Return to Scale)
Menurut Nicholson (1995), konsep skala hasil usaha (return to scale) menjelaskan suatu keadaan dimana output meningkat sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh input. Konsep skala hasil usaha ini memiliki tiga kemungkinan keadaan. Pertama, sebuah fungsi produksi dikatakan menunjukkan skala hasil konstan (constant return to scale) jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada peningkatan output sebanyak dua kali lipat juga. Kedua, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output yang kurang dari dua kali lipat penambahan input-input produksi, maka fungsi produksi tersebut menunjukkan skala hasil yang menurun (decreasing return to scale). Ketiga, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output lebih dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi mengalami skala hasil yang meningkat (increasing return to scale). Konsep skala hasil usaha (return to scale) suatu industri perlu dilakukan untuk mengetahui apakah industri tersebut mempunyai konsep atau kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Jika jumlah parameter peubah bebas dari fungsi produksi Cobb-Douglas dilambangkan dengan skala hasil usaha dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Soekartawi, 1993):
∑b , i
31
1. Jika ∑ b i > 1, maka skala hasil usaha berada pada kondisi increasing return to scale yang berarti laju pertambahan produksi lebih besar dari laju pertambahan input. 2. Jika ∑ b i = 1, maka skala hasil usaha berada pada kondisi constant return to scale yang berarti laju pertambahan input produksi sama dengan laju pertambahan outputnya, dan. 3. Jika ∑ b i < 1, maka skala hasil usaha berada pada kondisi decreasing return to scale yang berarti setiap jumlah input yang ditambahkan ke dalam proses produksi hanya akan menghasilkan jumlah output yang lebih kecil daripada penambahan jumlah input.
2.3.4. Konsep Elastisitas
Menurut Nicholson (2002), perubahan yang terjadi pada satu variabel menimbulkan efek pada variabel lainnya, sedangkan kedua variabel tersebut tidak dapat diukur dalam ukuran yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan konsep elastisitas. Di mana persamaan kedua variabel tersebut dapat ditulis: Y = f(K,...) ....................................................................................................... (2.7) Dari persamaan diatas, untuk mengetahui elastisitas Y terhadap K adalah:
ε Y,K =
∂Y
Y = ∂Y ⋅ K .................................................................................... (2.8) ∂K ∂K Y K
Elastisitas merupakan ukuran persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh perubahan sebesar satu persen dari variabel lainnya (Soekartawi, 1993). Menurut Nicholson (1994), konsep elastisitas pada umumnya merupakan
32
ukuran seberapa jauh para pembeli dan penjual memberikan respon terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Hubungan yang lain juga bisa membuktikan bahwa koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan nilai elastisitasnya. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini dengan menurunkan rumus dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas pada Persamaan 2.5. Contoh perhitungan yang dilakukan adalah terhadap faktor produksi bahan baku (X1) (Sanimah, 2006). b1
b2
b3
Y = aX 1 X 2 X 3 e u ....................................................................................... (2.9) maka:
ε X1 =
∂Y X 1 ⋅ ∂X 1 Y
= ab1 X 1
b1−1
b1
=
b2
b2
X1
b3
X2 X3 ×
b1
b2
b3
aX 1 X 2 X 3 e u
b3
ab1 X 1 X 2 X 3 e u b1
b2
b3
aX 1 X 2 X 3 e u
= b1 ............................................................................................................ (2.10)
dimana:
ε x1 ∂Y
Y
= Elastisitas bahan baku ∂X
= Perubahan output (Y) terhadap bahan baku (X1) = Nilai riil output yang dihasilkan dalam industri sepeda motor (ribu rupiah)
X1
= Bahan baku riil dalam proses produksi (ribu rupiah)
X2
= Jumlah modal pada industri sepeda motor (ribu rupiah)
33
X3
= Nilai riil energi terdiri dari bahan bakar, tenaga listrik dan gas (ribu rupiah). Jadi, koefisien dari bahan baku (X1) merupakan nilai elastisitas dari bahan
baku (X1) dengan nilai b1 (Sanimah, 2006). Cara yang sama digunakan untuk menghitung nilai elastisitas dari faktor produksi lainnya, maka akan diperoleh hasil yang sama yaitu nilai koefisien pangkat dari modal menunjukkan nilai elastisitas dari modal tersebut (X2) tersebut. Demikian juga dengan faktor lainnya, seperti energi (X3).
2.3.5. Nilai Tambah dan Efisiensi
Nilai tambah yang dimaksud adalah nilai tambah bruto yang disesuaikan dengan harga pasar sebelum dikurangi pajak atau dapat juga diperoleh melalui selisih antara nilai output dan biaya input (Sanimah, 2006). Nilai Tambah Bruto (NTB) = Nilai Output – Biaya Input ............................. (2.11) Menurut Badan Pusat Statistik (2000), nilai output merupakan hasil penjumlahan dari nilai barang yang dihasilkan, jasa industri yang diberikan kepada pihak lain, keuntungan dari barang yang dijual kembali, selisih nilai stock barang setengah jadi, serta penerimaan lain dari jasa non industri. Biaya input merupakan hasil penjumlahan dari nilai bahan baku dan penolong yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan sepeda motor (Besar dan Sedang) baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diperoleh dari luar negeri atau impor, nilai bahan bakar, nilai energi yang dipakai, dan nilai modal (sewa gedung, mesin dan alatalat lainnya).
34
Suatu
perusahaan
dalam
kegiatan
produksinya
selalu
berusaha
mengefisiensikan penggunaan faktor produksi dimana hal ini dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi kinerja perusahaan tersebut (Nicholson, 1995). Nilai efisiensi adalah perbandingan antara biaya input perusahaan terhadap nilai output yang dihasilkan (Badan Pusat Statistik, 2002). Efisiensi ( η ) =
Biaya Input ......................................................................... (2.12) Nilai Output
Kegiatan produksi dikatakan lebih efisien apabila dapat menghasilkan nilai output yang lebih tinggi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pada tingkat biaya produksi yang sama. Atau ketika dalam kegiatan produksi tersebut dapat melakukan penurunan biaya produksi untuk memperoleh produk yang sama. Seorang pengusaha dapat dikatakan telah mencapai keuntungan yang maksimum apabila telah mengkombinasikan tingkat penggunaan input dan biaya secara optimal (Nicholson, 1995). Berdasarkan uraian di atas akan dibuat model persamaan fungsi produksi industri sepeda motor di Indonesia. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Setelah melakukan spesifikasi dan identifikasi model akan dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi output produksi industri sepeda motor di Indonesia. Hasil analisis yang diperoleh diharapkan dapat digunakan untuk seluruh pemangku kepentingan agar dapat meningkatkan kualitas dan daya saing sepeda motor Indonesia serta mengurangi ketergantungan impor sepeda motor. Selain itu, hasil analisis juga diharapkan dapat menjadi literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Secara grafis, kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan sebagai berikut.
35
Industri Kendaraan Sepeda Motor
Keadaan industri Kendaraan Bermotor Roda Dua (sepeda motor) di Indonesia: Kebutuhan akan kendaraan transportasi yang ekonomis dan efisien yang terus mengalami pertumbuhan. Jumlah modal investasi dan energi yang besar pada industri sepeda motor baik berupa PMDN maupun PMA. Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia tidak membuat industri sepeda motor bangkrut. Persaingan ketat antara perusahaan-perusahaan sepeda motor membuat para produsen terus mengembangkan produk, kualitas, dan pelayanannya.
Input industri sepeda motor: Bahan Baku Modal Energi Tenaga Kerja
Dummy krisis Dummy kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor
Analisis Regresi Linear Berganda (Fungsi Cobb-Douglas)
Elastisitas Produksi dan Skala Hasil Usaha
Dampak Kebijakan Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Output Sepeda Motor
Nilai Tambah dan Efisiensi Produksi
Gambar 2.2. Alur Kerangka Pemikiran
36
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, maka dapat diajukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong, modal, dan tenaga kerja yang digunakan berpengaruh positif terhadap output. Artinya jika terjadi peningkatan faktor-faktor produksi tersebut maka akan memberikan dampak positif yaitu berupa peningkatan nilai output yang dihasilkan. Sedangkan faktor energi memberikan pengaruh yang negatif terhadap kegiatan produksi industri sepeda motor di Indonesia sehingga apabila terjadi kenaikan biaya energi maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi produksi industri sepeda motor. 2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi yang mulai diberlakukan pada tahun 2003 berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap peningkatan output produksi pada industri sepeda motor di Indonesia. 3. Nilai elastisitas output faktor produksi bahan baku dan bahan penolong, modal, dan tenaga kerja mempunyai nilai yang positif sedangkan nilai elastisitas produksi faktor energi mempunyai nilai yang negatif. Untuk skala hasil usaha industri sepeda motor Indonesia adalah bersifat increasing return to scale yang artinya seiring dengan laju pertambahan
input faktor produksi akan menghasilkan output produksi sepeda motor yang nilainya lebih besar dibandingkan penambahan input itu sendiri.
37
4. Faktor-faktor produksi pada industri sepeda motor di Indonesia telah termanfaatkan secara efisien sehingga menghasilkan output produksi yang jauh lebih tinggi nilainya untuk setiap tingkat korbanan input yang sama, dan juga untuk nilai tambah industri sepeda motor selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
38
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Wilayah penelitian yang dimaksud mencakup seluruh wilayah Indonesia dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output produksi industri sepeda motor di Indonesia, elastisitas dari masing-masing input produksi, menganalisis skala hasil usaha, menganalisis nilai tambah dan efisiensi produksi industri sepeda motor serta menganalisis dampak Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi yang telah disepakati untuk diberlakukan mulai tahun 2003 lalu. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Maret 2008, dimana meliputi kegiatan pengumpulan data dan literatur, pengolahan data, analisis data hingga penulisan laporan dalam bentuk skripsi.
3.2.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS), Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI), dan sumber-sumber lainnya seperti dari literatur-literatur yang menyediakan data-data tentang kendaraan bermotor roda dua di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh meliputi data modal, data tenaga kerja, data bahan baku dan bahan penolong, data nilai output, data energi, data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
39
(2000=100) kategori sepeda motor, serta data-data lainnya yang berkaitan di dalam penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi output industri sepeda motor adalah data deret waktu (time series) dengan rentang waktu dari tahun 1980 – 2005. Data-data nominal yang dikumpulkan
kemudian
dideflasi
(IHPB2000=100)
dengan
Indeks
Harga
Perdagangan Besar (IHPB) dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan piranti lunak Eviews 4.1., yang sebelumnya proses penghitungan dibantu dengan piranti lunak Microsoft Office Excel 2003. Nilai Riil =
3.3.
Nilai Nominal × 100 .................................................................... (3.1) IHPB
Metode Analisis
3.3.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Hubungan antara faktor produksi dengan output produksi dalam penelitian ini digambarkan dengan pendekatan analisis deskriptif dan kuantitatif. Output yang dihasilkan ditentukan oleh sejumlah input yang digunakan. Fungsi produksi adalah suatu daftar (schedule) yang memperlihatkan besarnya jumlah barang dan jasa secara maksimum dapat dihasilkan oleh sejumlah masukan (input) tertentu pada tingkat teknologi tertentu (Syahruddin, 1989). Model yang digunakan dalam menganalisis hubungan antara input dan output produksi adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi CobbDouglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel dimana variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen, yaitu
40
variabel yang dijelaskan (Y), dan variabel-variabel yang lain disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 1993). Secara matematis fungsi tersebut dapat dituliskan pada Persamaan 3.2 berikut ini. b1
b2
b3
b4
Y = aX 1 X 2 X 3 X 4 e b 6 Duk e b 7 Dui e u ............................................................. (3.2)
dan apabila fungsi tersebut dilinearkan maka menjadi: Ln Y= a+b1Ln X1+b2Ln X2+b3Ln X3+b4X4+b5Di+b6Dk+u ............................. (3.3) dimana: Y
= Output riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).
X1
= Bahan baku riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).
X2
= Modal riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).
X3
= Energi riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).
X4
= Jumlah tenaga kerja industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu jiwa).
Dk
= Dummy krisis, untuk melihat dampak krisis terhadap output (0=sebelum krisis; 1=setelah krisis
Di
= Dummy kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor tahun 2003 (0= sebelum kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor diberlakukan; 1= setelah kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor diberlakukan)
a
= Intersep
bi
= Koefisien/variabel regresi penduga (b1...b6)
u
= Residual (kesalahan atau error)
e
= 2,1782... (logaritma natural). Nilai dugaan parameter yang diharapkan, b1, b2, b4, b5 > 0; b3, b6 < 0.
41
Fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah dilinearkan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis variabel-variabel pada persamaan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dan metode Ordinary Least Square (OLS). Dari model tersebut kita juga bisa dapat mengetahui nilai elastisitas dari masing-masing input terhadap output dimana koefisien pangkat atau nilai parameter dari model tersebut sama dengan nilai elastisitasnya (Sanimah, 2006). Untuk menentukan nilai skala hasil usaha (return to scale) yaitu dengan cara menjumlahkan nilai koefisien regresi penduga (koefisien pangkat, b1,b2...bn) dari masing-masing faktor produksi. Terdapat tiga alternatif penilaian tentang skala hasil usaha, yaitu (Soekartawi, 1993): 1. Decreasing return to scale, bila (b1+b2+...+bn) < 1. Dapat diartikan bahwa proporsi
penambahan
faktor
produksi
melebihi
jumlah
proporsi
penambahan output produksi. 2. Constant return to scale, bila (b1+b2+...+bn) = 1. Jika proporsi penambahan masukan produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Increasing return to scale, bila (b1+b2+...+bn) > 1. Artinya, proporsi penambahan masukan produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
42
Metode pengolahan data dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) dimana asumsi-asumsi dalam OLS adalah sebagai berikut (Gujarati,
1995): a. Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol b. Ragam konstan (homoscedaticity) c. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term d. Tidak ada korelasi serial antara error (non-autocorrelation) e. Tidak terdapat hubungan antara variabel bebas (non-multicolinearity) f. Ragam error menyebar normal Jika asumsi di atas dapat dipertahankan dalam model regresi linear berganda, maka penduga terkecilnya mempunyai ragam minimum yang merupakan penduga linier tak bias atau disebut Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
3.3.2. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi
Menurut Sanimah (2006), analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan industri perakitan sepeda motor. Apakah industri mengalami pertumbuhan yang positif atau negatif dengan cara melihat dari nilai tambah bruto industri sepeda motor. Nilai tambah bruto adalah nilai tambah sebelum dikurangi pajak dan dapat juga diperoleh dari selisih antara nilai output dan biaya input yang dapat dirumuskan sebagai berikut: NTB (Nilai Tambah Bruto) = Nilai Output – Biaya Input ............................... (3.4)
43
Jika hasil dari nilai tambah terus meningkat dari tahun ke tahun selama periode penelitian berarti bahwa industri sepeda motor di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang positif. Menurut Sanimah (2006), analisis efisiensi yang digunakan yaitu analisis efisiensi produksi dengan menggunakan harga yang berlaku. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi dari faktor produksi untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu. Nilai efisiensi dapat diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara biaya input dan nilai output (Badan Pusat Statistik, 2002). Efisiensi (η ) =
Biaya Input .......................................................................... (3.5) Nilai Output
Semakin rendah nilai rasio atau perbandingan antara biaya input dengan nilai output yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat efisiensi (Sanimah, 2006).
3.4.
Pengujian Hipotesis
3.4.1. Kriteria Uji Ekonomi
Pengujian model bertujuan untuk melihat apakah spesifikasi persamaan struktural model cukup beralasan (reasonable) dan koefisien yang diestimasi sesuai dengan hipotesis atau teori. Menurut Timor (2008), kriteria uji ekonomi dilakukan dengan melihat tanda dan besaran masing-masing variabel dugaan apakah tanda dan besarannya sesuai dengan teori ekonomi atau tidak.
44
3.4.2. Kriteria Uji Statistik 3.4.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat sejauh mana besar nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independen) terhadap variabel tak bebas (dependen). Uji ini menjelaskan persentase variasi total peubah tidak bebas yang disebabkan oleh peubah bebasnya. Uji koefisien determinasi (R2) dapat dihitung dengan menggunakan rumus umum di bawah ini: R2 =
JKR ....................................................................................................... (3.7) JKT
dimana: R2
= Koefisien Determinasi
JKR
= Jumlah Kuadrat Regresi, dan
JKT
= Jumlah Kuadrat Total.
Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model. Menurut Gujarati (1995), R2 memiliki dua sifat sebagai berikut: 1. R2 merupakan besaran yang selalu bernilai positif. 2. Besar nilai R2 adalah antara 0 ≤ R 2 ≤ 1 .
Jika R2 sebesar satu berarti variabel bebas memiliki kecocokan sempurna dengan variabel endogennya sedangkan jika nilai R2 bernilai nol berarti tidak terdapat kesesuaian antara variabel independen dengan variabel dependennya.
45
3.4.2.2. Uji FStatistik
Uji Fstatistik digunakan dalam model persamaan regresi untuk membuktikan bahwa seluruh koefisien regresi signifikan dalam menentukan nilai dari variabel dependen. Untuk mengujinya dapat digunakan Fstatistik dengan rumus umum sebagai berikut: R2 k −1 ........................................................................... (3.8) F − Hitung = (1 − R 2 ) n − k
Hipotesis: H0 : bi = 0 H1 : minimal ada satu b i ≠ 0 Kriteria uji: F-Hitung > Fα (k -1, n -k) , maka tolak H0
F-Hitung < Fα (k -1, n -k) , maka terima H0 dimana: R = Koefisien Determinasi, n = Banyaknya Data, dan k = Jumlah Koefisien Regresi Dugaan.
Jika H0 ditolak berarti minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap total output industri sepeda motor. Sebaliknya, jika H0 diterima berarti tidak ada satupun variabel independen yang mempunyai pengaruh nyata (signifikan) terhadap total output sepeda motor.
46
3.4.2.3. Uji tStatistik
Uji tstatistik digunakan untuk membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan atau tidak signifikan. Uji tstatistik digunakan untuk melihat apakah secara statistik koefisien regresi dari masingmasing variabel independen yang digunakan dalam model secara terpisah memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen. t − hitung =
bi S (b)
t − tabel = tα 2 ( n − k ) .......................................................................................... (3.9) Hipotesis: H0 : bi = 0 (i = 1, 2, 3,...,k) H1 : b i ≠ 0 Kriteria uji: t-hitung > t α 2(n -k) , maka tolak H0 t-hitung < t α 2(n -k) , maka terima H0 dimana:
S(b) = Simpangan Baku Koefisien Dugaan. Jika nilai H0 ditolak berarti variabel independen berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen (output) di dalam model. Sebaliknya, jika H0 diterima berarti variabel independennya tidak berpengaruh nyata atau tidak signifikan terhadap output (variabel dependen).
47
3.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika
Pengujian ekonometrika sering digunakan untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan metode kuadrat sisaan atau OLS (Ordinary Least
Square) berdasarkan enam asumsi klasiknya. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik tersebut dapat dianalisis melalui uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Apabila suatu model persamaan lulus ketiga uji ekonometrik tersebut maka dapat dikatakan bahwa model tersebut menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator) dimana hasil estimasinya sah atau valid.
3.4.3.1. Uji Multikolinearitas
Tujuan asumsi model regresi linear klasik dengan tidak adanya multikolinearitas yaitu agar parameter yang diestimasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas dalam regresi sehingga terdapat kesulitan untuk memisahkan pengaruh antara variabel dependen dengan variabel independen dalam model. Multikolinearitas yang sering terjadi jika nilai R2 tinggi yaitu ketika nilainya antara 0,7 sampai dengan 1. Konsekuensi dari multikolinearitas adalah: 1. Nilai dari galat baku meningkat (Koutsiyannis, 1997). 2. Estimasi koefisien tidak dapat dilakukan. 3. Probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah meningkat. 4. Nilai t akan turun.
48
5. Hasil-hasil estimasi sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan spesifikasi. Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas di dalam suatu model. Salah satunya adalah melalui Correlation Matrix, dimana batas terjadinya korelasi antara variabel bebas adalah tidak boleh lebih dari tanda mutlak 0.8. Melalui Correlation Matrix juga dapat dilakukan uji Klein dalam mendeteksi multikolinearitas (Gujarati, 1995). Apabila nilai korelasi lebih besar dari tanda mutlak 0.8, maka menurut uji Klein gejala multikolinearitas tersebut dapat diabaikan selama nilai korelasi antar peubah bebas tersebut tidak lebih dari nilai Adjusted R-Squared yang tertulis. Metode untuk menghilangkan multikolinearitas masih belum ada yang pasti. Tetapi ada beberapa aturan untuk menghilangkan multikolinearitas, yaitu: 1. Menggunakan informasi tambahan (extraneous) 2. Menggunakan panel data (kombinasi cross section dan time series data) 3. Membuang variabel bebas yang berkorelasi 4. Transformasi data 5. Memasukkan tambahan atau data baru.
3.4.3.2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut deret waktu atau time series (Gujarati, 1995). Adanya gejala autokorelasi di dalam suatu persamaan akan menyebabkan persamaan tersebut memiliki selang kepercayaan yang semakin lebar dan
49
pengujian menjadi kurang akurat. Akibatnya, varian residual yang diperoleh akan lebih rendah daripada seharusnya sehingga mengakibatkan R2 menjadi lebih tinggi, hasil uji-t dan uji-F menjadi tidak sah dan penaksir regresi akan menjadi sensitif terhadap fluktuasi pengambilan contoh. Adanya autokorelasi akan menyebabkan terjadinya: 1. Varians yang diperoleh dari estimasi OLS bersifat underestimate, yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians sebenarnya (Wahyuni, 2007). 2. Prediksi yang didasarkan pada metode OLS bersifat inefisien, artinya prediksi dengan metode ini mempunyai varians yang lebih besar dibandingkan dengan metode ekonometrika lainnya (Hipotesa FEM IPB, 2005). Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi apakah pada data yang diamati terjadi autokorelasi atau tidak adalah uji Durbin-Watson (uji-d). Namun, uji ini hanya dapat digunakan untuk data dengan jumlah pengamatan yang kecil dan terdapat kelemahan yaitu apabila nilai statistik-d jatuh pada kisaran angka dua menandakan tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya, jika semakin jauh dari angka dua maka peluang terjadinya autokorelasi semakin besar. Oleh karena itu, digunakan pengujian lain yaitu menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation
LM Test. Hasil yang perlu diperhatikan dari uji ini adalah nilai F dan Obs*Rsquared, secara khusus adalah nilai probability dari Obs*Rsquared. Apabila nilai probability dari Obs*Rsquared-nya lebih besar dari taraf nyata (α ) tertentu, artinya tidak terdapat autokorelasi pada model tersebut. Sebaliknya,
50
apabila nilai probability dari Obs*Rsquared-nya lebih kecil dari taraf nyata (α ) tertentu, maka terdapat autokorelasi pada model tersebut.
3.4.3.3. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi yang dipakai dalam penerapan model regresi linier adalah varians (ragam) dari setiap gangguan (error) adalah konstan. Inilah yang disebut asumsi homoskedastisitas (Homoscedasticity) atau varians yang konstan. E ( μ i ) = σ 2 → i = 1,2,3,..., n ........................................................................... (3.6) 2
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana asumsi di atas tidak tercapai. Dampak adanya heteroskedastisitas adalah tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak bias. Adanya masalah heteroskedastisitas akan mengakibatkan hasil uji-t dan uji-F dapat menjadi tidak berguna (missleading). Pada umumnya heteroskedastisitas sering terjadi pada model yang menggunakan data seksi silang (cross sectional) daripada data deret waktu (time series). Uji
heteroskedastisitas
dilakukan
dengan
menggunakan
White
Heteroscedasticity Test. Pada White Heteroscedasticity Test apabila nilai probabilitas Obs*R-square lebih besar dari taraf nyata (α ) tertentu maka tidak terdapat heteroskedastisitas pada persamaan tersebut. Sebaliknya, apabila nilai probabilitas Obs*R-square lebih kecil dari taraf nyata (α ) tertentu, artinya terdapat heteroskedastisitas pada persamaan tersebut.
51
3.4.3.4. Uji Normalitas Error Term
Uji ini dilakukan jika sampel data yang digunakan kurang dari 30, karena jika jumlah sampel data lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi secara normal. Uji ini disebut Jarque-Bera Test. Hipotesis:
H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal
Asumsi dari kriteria uji statistik Jarque-Bera Test adalah:
•
Jika Jarque-Bera (J-B) > χ 2 df =k atau probability (P-Value) < α maka tolak H0 yang artinya error term tidak terdistribusi normal.
•
Jika Jarque-Bera (J-B) < χ 2 df = k atau probability (P-Value) > α maka terima H0 yang artinya error term terdistribusi normal.
3.5.
Spesifikasi Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nominal industri sepeda motor di seluruh Indonesia terutama yang berkaitan dengan faktor produksi. Data yang diperoleh mempunyai satuan nilai rupiah sedangkan nilai satuan untuk faktor tenaga kerja dalam jumlah jiwa. Untuk meriilkan data tersebut dengan cara membagi data-data nominal variabel yang akan diamati dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) (2000=100) di Indonesia kategori sepeda motor, kemudian dikalikan dengan 100. Untuk lebih jelasnya maka data secara spesifik dapat dirinci sebagai berikut:
52
1. Variabel yang dijelaskan (output/Y) Output yang dihasilkan industri sepeda motor di Indonesia pada kurun waktu antara tahun 1980 – 2005, diukur dalam ribu rupiah. 2. Variabel yang menjelaskan (input) a. Bahan Baku (X1) Merupakan nilai nominal dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku dan penolong yang digunakan oleh industri sepeda motor di Indonesia dalam menghasilkan output sepeda motor yang diukur dalam satuan ribu rupiah. b. Modal (X2) Menunjukkan nilai nominal dari jumlah modal tetap baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) yang digunakan industri sepeda motor dimana aset dari modal tersebut adalah bersifat jangka panjang dan satuan nilai dari modal itu sendiri dalam ribu rupiah. c. Energi (X3) Merupakan nilai nominal dari jumlah energi yang dipakai industri sepeda motor Indonesia. Bensin (BBM), tenaga listrik, gas, dan minyak pelumas merupakan contoh energi yang digunakan industri tersebut. Diukur dalam satuan ribu rupiah. d. Tenaga Kerja (X4) Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi sepeda motor di Indonesia, meliputi tenaga kerja yang dibayar (paid workers)
53
maupun yang tidak dibayar (unpaid workers) atau tenaga kerja yang masih merupakan bagian dari anggota keluarga (family workers) dengan jenis kelamin pria maupun wanita yang diukur dengan ribuan jiwa/orang. e. Dummy Kebijakan Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tahun 2003 (Di) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 berisi tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi pada industri sepeda motor di Indonesia yang mulai diberlakukan pada tahun 2003. f. Dummy Krisis Ekonomi (Dk) Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 berdampak pada kegiatan produksi industri sepeda motor di Indonesia.
54
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA
Sejarah Perkembangan Industri Sepeda Motor
Awal perkembangan industri sepeda motor di Indonesia dipelopori oleh suatu perhimpunan industri perakitan atau manufaktur sepeda motor yang dikenal dengan singkatan PASMI (Perhimpunan Assembler dan Manufaktur Sepeda Motor Indonesia). PASMI didirikan pada tanggal 28 Januari 1971 di Jakarta, bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan kebutuhan alat transportasi darat beroda dua atau biasa disebut sepeda motor. PASMI juga turut berperan dalam membangun industri sepeda motor di Indonesia baik dalam lingkup nasional maupun internasional, contohnya adalah FAMI (Federation of
Asian Motorcycle Industries). Adanya kebijakan industrialisasi oleh pemerintah Indonesia untuk memajukan industri sepeda motor dalam negeri maka pada tahun 1999 pemerintah mulai membuka impor sepeda motor dalam bentuk CBU (Completely Built Up), CKD (Completely Knock Down), penurunan tarif PPnBM, serta pemberian izin usaha baru. PASMI mulai melakukan diferensiasi dimana sebelumnya merupakan suatu perhimpunan pengimpor dan agen penjualan sepeda motor menjadi suatu asosiasi yang lebih berkonsentrasi lagi pada pembangunan industri sepeda motor di Indonesia. Sebagai langkah nyata PASMI melakukan perubahan nama menjadi AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia). Persyaratan untuk menjadi keanggotaan asosiasi ini pun juga mengalami perubahan dimana selain harus mempunyai kemampuan produksi rangka kendaraan juga harus mampu
55
memproduksi komponen-komponen mesin lokal. Pada awal berdirinya AISI hanya terdiri dari lima anggota perusahaan perakitan yang bergabung di dalam asosiasi ini yang terdiri dari pertama, PT. Astra Honda Motor (merupakan hasil merger antara PT. Federal Motor dan PT. Honda Federal, pada 1 Januari 2001); kedua, PT. Indomobil Suzuki International (50 persen kepemilikan saham dimiliki oleh perusahaan Suzuki Motor); ketiga, PT. Yamaha Indonesia Motor Mfg (mayoritas kepemilikan saham oleh perusahaan Yamaha Motor dan sisanya oleh perusahaan asing Jepang); keempat, PT. Kawasaki Motor Indonesia (51 persen kepemilikan saham oleh perusahaan Kawasaki); dan kelima, PT. Danmotors Vespa Indonesia (51 persen kepemilikan saham oleh perusahaan lokal). Selain asosiasi industri sepeda motor AISI juga terdapat asosiasi-asosiasi industri sepeda motor lain contohnya, HPMI adalah asosiasi pengimpor dan perakit sepeda motor asal negara Cina dan AIKI adalah asosiasi pengimpor otomotif dan sepeda motor perusahaan diluar anggota asosiasi AISI dan HPMI. Tetapi bagaimanapun juga asosiasi sepeda motor AISI merupakan pelaku dominan dalam industri sepeda motor yang terbukti masih menguasai lebih dari 85 persen pangsa pasar untuk penjualan sepeda motor dan lebih dari 95 persen pangsa pasar industri perakitan sepeda motor di Indonesia. Pada tahun 1999 jumlah keanggotaan AISI bertambah satu perusahaan yang merupakan perusahaan asing perakit dan sekaligus importir sepeda motor. Perusahaan tersebut bernama PT. Kymco Lippo Motor Indonesia yang sudah terdaftar pada Departemen Perindustrian pada tahun 1997 tetapi perusahaan tersebut mulai berproduksi pada tahun 2002. Selanjutnya pada tahun 2005,
56
anggota AISI bertambah satu perusahaan lokal yaitu, PT. Semesta Citra Motorindo yang merupakan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor merek Kanzen. Berdasarkan data Departemen Perindustrian terdapat sejumlah 71 perusahaan perakitan sepeda motor di luar keanggotaan AISI. Namun, tidak semua perusahaan perakitan sepeda motor tersebut melakukan kegiatan produksi, hal itu dikarenakan pelaku-pelaku usaha perakitan sepeda motor tersebut tidak efisien dalam berproduksi dan berinovasi (Prabowo, 2006).
4.2.
Analisis Struktur Pasar Industri Sepeda Motor Indonesia
Analisis struktur pasar suatu produk merupakan hal yang perlu untuk diketahui karena struktur pasar pada umumnya dapat mempengaruhi kebijakan pemasaran atau penjualan yang akan dilakukan, misalnya dalam penentuan harga dan penentuan sikap dalam menghadapi pasar (Prabowo, 2006). Berdasarkan karakteristik-karakteristik struktur pasar yang sudah ada maka struktur pasar industri sepeda motor dikategorikan sebagai pasar oligopoli ketat. Adapun beberapa bukti yang menunjang bahwa struktur pasar sepeda motor di Indonesia adalah oligopoli yaitu sebagai berikut: 1. Terdapat banyaknya perusahaan sepeda motor yang turut serta dalam kegiatan pemasaran sepeda motor dengan jenis produk yang homogen. Contohnya, PT. Astra Honda Motor (AHM) adalah produsen sepeda motor merek Honda, PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia, PT. Indomobil Suzuki International, PT. Kawasaki Motor Indonesia, PT. Danmotors
57
Indonesia (ATPM sepeda motor Vespa), PT. Kymco Lippo Motor Indonesia, PT. Buana Jialing Sakti Motor, PT. Global Lestari Motorindo (ATPM sepeda motor Beijing), PT. Semesta Citra Motorindo (ATPM sepeda motor Kanzen), PT. Bajaj Auto Indonesia, dan lain-lain. 2. Kebijaksanaan dari satu perusahaan umumnya selalu diikuti oleh perusahaan pesaing. Misalnya, periklanan produk (advertising) sepeda motor, pemberian hadiah dalam rangka promosi penjualan, dan pelayanan khusus tertentu baik dalam pembelian maupun dalam perbaikan atau pelayanan servis purna jual (after sales service), maka perusahaan yang lain juga akan melakukan hal yang sama. 3. Tingkat kesulitan untuk masuk ke dalam industri sepeda motor juga cukup besar karena selain diperlukan tingkat efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan sumber daya faktor-faktor produksi juga dibutuhkan investasi modal yang besar untuk melakukan ekspansi atau perluasan pabrik dan penerapan teknologi produksi yang canggih. Tabel 4.2 dibawah memberikan gambaran lebih jelas mengenai struktur pasar sepeda motor di Indonesia dimana tabel tersebut menyediakan data pangsa pasar masing-masing perusahaan sepeda motor anggota AISI, data rasio konsentrasi empat perusahaan besar (CR4) dan data Hirschman Herfindahl Index (HHI) dari tahun 1993 sampai dengan bulan Oktober tahun 2007.
58
Tabel 4.2. Data Pangsa Pasar, CR4 dan HHI Masing-masing Perusahaan Sepeda Motor Anggota AISI Tahun 1993 – 2007 Tahun
Honda
Kanzen
Kawasaki
Kymco
Piaggio
Suzuki
Yamaha
CR4
HHI
1993
58.69
0.00
0.00
0.00
2.34
13.06
25.91
97.66
4292.06
1994
54.25
0.00
0.00
0.00
2.23
16.38
27.14
97.77
3953.15
1995
50.28
0.00
2.10
0.00
1.99
19.36
26.27
98.01
3601.73
1996
48.58
0.00
3.63
0.00
1.22
21.04
25.53
98.78
3469.05
1997
47.87
0.00
4.32
0.00
0.87
20.44
26.50
99.13
3430.93
1998
55.28
0.00
3.12
0.00
0.60
16.30
24.70
99.40
3941.97
1999
49.64
0.00
5.16
0.00
0.62
16.52
28.06
99.38
3551.18
2000
49.98
0.00
5.38
0.00
0.61
16.60
27.43
99.39
3555.56
2001
57.06
0.00
4.04
0.00
0.41
18.15
20.34
99.59
4015.94
2002
62.03
0.00
2.32
0.39
0.22
19.09
15.94
99.38
4472.11
2003
55.88
0.00
2.36
0.62
0.11
20.69
20.33
99.27
3970.13
2004
52.22
0.00
2.75
0.67
0.05
21.64
22.67
99.27
3716.95
2005
52.05
0.38
1.52
0.30
0.02
21.46
24.29
99.31
3761.62
2006
52.36
0.40
1.15
0.23
0.01
12.71
33.14
99.35
4002.27
2007*
44.64
0.62
0.88
0.25
0.00
13.45
40.16
99.13
3787.98
2.11
17.94
24.12
97.71
3876.61
Rataan
53.81 0.07 1.84 0.12 *) s.d bulan Oktober 2007 Sumber: Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), 2007
Dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2007 pangsa pasar terbesar selalu dikuasai oleh ATPM Honda, PT. Astra Honda Motor. Pangsa pasar terbesar diraih PT. Astra Honda Motor pada tahun 2002 (62.03 persen). Pangsa pasar kedua terbesar diraih oleh ATPM Yamaha, PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia pada tahun 1993 sampai dengan tahun 2001 yang kemudian digantikan oleh ATPM Suzuki (PT. Indomobil Suzuki International) untuk periode tahun 2002 – 2003 dan diambil kembali oleh produsen Yamaha sampai dengan tahun 2007. Peringkat keempat pangsa pasar sepeda motor terbesar ditempati oleh ATPM sepeda motor Piaggio, PT. Danmotors Indonesia sampai dengan tahun 1994. Pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2007, posisi keempat diambil oleh PT. Kawasaki Motor Indonesia.Untuk produsen sepeda motor lainnya diluar keanggotaan AISI hanya memiliki pangsa pasar sebesar kurang dari 10 persen dari jumlah total keseluruhan produksi sepeda motor di Indonesia.
59
Konsentrasi pangsa pasar dari masing-masing perusahaan dan pangsa pasar empat perusahaan terbesar (CR4) menunjukkan bahwa perusahaan besar sepeda motor yang ada di Indonesia sangat menguasai pasar. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pangsa pasar PT. Astra Honda Motor (CR1) sebesar 53.81 persen sedangkan rata-rata CR4 dari empat perusahaan terbesar (Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki) sebesar 97.71 persen. Nilai rataan CR4 tersebut memberikan kesimpulan bahwa struktur pasar industri sepeda motor di Indonesia termasuk ke dalam kategori pasar oligopoli ketat, demikian juga nilai rataan dari data
Hirschman Herfindahl Index (HHI) yang sebesar 3,876.61 menyimpulkan bahwa tingkat konsentrasi pasar sepeda motor di Indonesia tergolong tinggi untuk skala 0 sampai dengan 10,000.
4.3.
Profil Beberapa Perusahaan Industri Sepeda Motor
4.3.1. PT. Astra Honda Motor
Pada bulan Agustus tahun 2000 terjadi kerja sama usaha antara PT. Federal Motor (ATPM Honda sebelumnya) dengan PT. Honda Federal Inc., kemudian berganti nama menjadi PT. Honda Motor Co. Ltd.. Selanjutnya terjadi kerja sama usaha lagi antara PT. Astra International Tbk (50 persen) dengan Honda Motor Co. Ltd. (50 persen) dan resmi beroperasi secara komersial pada Januari 2001. AHM merupakan agen tunggal dan sekaligus sebagai perakit sepeda motor merek Honda di Indonesia. AHM memiliki jaringan distribusi dan layanan purna jual berupa agen suku cadang dan jaringan bengkel paling luas dibandingkan dengan distributor
60
sepeda motor lainnya. Sampai saat ini AHM memiliki sebanyak 907 distributor resmi yang tersebar di 28 propinsi. Secara keseluruhan AHM menguasai sepertiga dari jaringan distribusi (penjualan) sepeda motor di Indonesia. Perusahaan AHM telah menguasai sekitar 60 persen pangsa pasar sepeda motor di Indonesia.
4.3.2. PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia
PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia merupakan produsen sepeda motor merek Yamaha dimana hampir 100 persen sahamnya dimiliki oleh Yamaha Motor Co Ltd, Jepang. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1974 melalui kerjasama patungan antara Yamaha Motor Co. Ltd. (70 persen) dengan PT. Karya Sakti Utama Motor (30 persen) milik Harapan Grup. Jaringan pemasaran sepeda motor Yamaha berjumlah 434 distributor yang tersebar di seluruh Indonesia, dimana 58 persen (251 distributor) berlokasi di Jawa. Total distributor Yamaha yang berlokasi di Jawa sebesar 40 persen dikhususkan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebagai contoh, ada beberapa distributor Yamaha di daerah-daerah (baik Jawa maupun luar pulau Jawa) yang memiliki jaringan cukup luas adalah sebagai berikut (Bisinfocus, 2004): 1. PT. Hasjrat Abadi (memiliki empat agen penjualan di Sulawesi). 2. PD. Jaya Makmur (memiliki empat agen penjualan di Jambi). 3. PT. Sabang Raya Motor (memiliki empat agen penjualan di Jambi).
61
4. PT. Sumber Baru Motor (memiliki sembilan agen penjualan di Jawa Tengah dan Yogyakarta). 5. PT. Thamrin Motors (memiliki enam agen penjualan di Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung).
4.3.3. PT. Indomobil Suzuki International
PT. Indomobil Suzuki International (ISI) merupakan perusahaan patungan antara PT. Sumber Artha Perdana (anak perusahaan PT. Indomobil Sukses International Tbk) dengan persentase kepemilikan sebesar 50 persen dan sisanya sebesar 50 persen dimiliki oleh Suzuki Motor Co. Ltd, Jepang. ISI merupakan ATPM sekaligus perakit sepeda motor merek Suzuki di Indonesia. Pemasaran sepeda motor Suzuki dipercayakan kepada PT. Indomobil Niaga International sebagai distributor tunggal. Pada tahun 2004, ATPM Suzuki memiliki 43 distributor resmi yang dikelola oleh 35 perusahaan. Selanjutnya dari distributor resmi tersebut disalurkan ke agen penjualan berjumlah 431 yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun agen penjualan independen Indomobil juga memiliki jaringan penjualan sendiri melalui perusahaan afiliasi yakni: 1. PT. Indojakarta Motor Gemilang (Jakarta & Jawa Barat). 2. PT. Indomobil Multi Trada (Jakarta & Jawa Barat). 3. PT. Indomadiun Wijaya Motor (Jawa Timur). 4. PT. Indosolo Motor Gemilang (Jawa Tengah). 5. PT. Rodamas Makmur Motor (Batam). 6. PT. Samekarindo Indah (Kalimantan).
62
Selain distributor milik afiliasi, ISI telah menunjuk sejumlah distributor independen yang tersebar di seluruh Indonesia. Di antaranya terdapat sejumlah distributor resmi yang potensial seperti: 1. PT. Sentrakarya Ekamegah (grup Sun Motor) melalui enam agen penjualan di wilayah Jabotabek. 2. PT. Sun Motor (grup Sun Motor) melalui empat agen penjualan di Yogyakarta. 3. PT. Duta Putra Sumatera (grup Sun Motor) melalui empat agen penjualan di Medan. 4. PT. Sinar Roda Kencana Mas dengan empat agen penjualan di wilayah Jabotabek. 5. PT. Mega Graha Milenium Karya melalui empat agen penjualan di wilayah Jabotabek. 6. PT. Mahkota Inti Sejahtera (grup Restu Mahkota Karya) melalui empat agen penjualan di Jakarta, Cilegon, Rangkas Bitung, dan Serang.
4.3.4. PT. Kawasaki Motor Indonesia
PT. Kawasaki Motor Indonesia (KMI) didirikan pada tahun 1994 yang merupakan perusahaan patungan antara Kawasaki Heavy Industries Ltd. dengan persentase kepemilikan sebesar 51 persen, PT. Danmotors Vespa Indonesia (sekarang PT. Danmotors Indonesia) sebesar 39 persen, PT. Bimantara Cakra Nusa sebesar lima persen dan PT. Sumber Selatan Nusantara sebesar lima persen. Pada bulan April tahun 1997 terjadi perubahan kepemilikan dimana Kawasaki
63
Heavy Industries menguasai sebesar 51 persen saham, sedangkan sisanya dimiliki oleh PT. Sumber Selatan Nusantara (milik Tabalujan) sebesar 34 persen dan PT. Bimantara Cakra Nusa sebesar 15 persen. KMI mulai meluncurkan sepeda motor Kawasaki jenis bebek tipe Kaze-R sejak awal tahun 1995. Sebenarnya ATPM Kawasaki sudah pernah memasarkan produknya sejak akhir 1970-an tetapi dikarenakan pasar sepeda motor pada waktu itu masih terbatas, maka sejak awal 1980-an Kawasaki dihentikan pemasarannya. Ketika kondisi pasar sepeda motor mulai membaik pada awal tahun 1990-an, maka Kawasaki Heavy Industries Ltd. memulai berproduksi kembali dengan memanfaatkan fasilitas pabrik Danmotors di Pulogadung, Jakarta Timur. Sementara itu pemasaran Kawasaki melalui 16 distributor resmi yang tersebar di Jawa (enam distributor), Bali (satu distributor), Sumatera (empat distributor), Kalimantan (empat distributor) dan Sulawesi (satu distributor).
4.3.5. PT. Danmotors Indonesia
PT. Danmotors Indonesia (DI) berdiri pada tahun 1969 dengan nama PT. Danmotors Vespa Indonesia yang merupakan produsen sepeda motor tertua di Indonesia. Perusahaan ini didirikan atas kerjasama antara Carlo Hein Tabalujan dengan The East Asiatic Co Ltd., Denmark dan merupakan satu-satunya produsen sepeda motor jenis skuter merek Vespa di Indonesia. Pada akhir 1999 saham kepemilikan The East Asiatic Co Ltd. diambil-alih oleh Martinations Ltd., Italia dengan menguasai 49 persen saham, sedangkan sisanya 51 persen tetap dikuasai oleh PT. Sumber Selatan Nusantara. Selanjutnya berganti nama menjadi PT.
64
Danmotors Indonesia dengan menggunakan merek Piaggio. Saat ini PT. Danmotors Indonesia tidak hanya memasarkan jenis skuter, tetapi juga jenis bebek dan jantan. Meskipun motor merek ini sudah lama dipasarkan, namun perkembangan pasarnya masih tetap terbatas. Pangsa pasarnya terus merosot sejalan dengan ketatnya persaingan pasar dengan pangsa pasarnya tidak lebih dari lima persen. Secara keseluruhan Piaggio memiliki sekitar 100 distributor dengan dukungan sekitar 150 bengkel resmi. Pemasaran Piaggio dilakukan melalui sepuluh distributor resmi yang tersebar di 10 kota besar dan selanjutnya dari distributor resmi tersebut kemudian disalurkan ke agen-agen penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Khusus untuk wilayah Jabotabek ditunjuk PT. Dutasemeru Utama dengan dukungan lima distributor resmi yang di antaranya PD. Gunung Slamet (dua agen penjualan) dan PT. Armada Ruang Motor. Untuk wilayah Jawa Timur dan Bali ditunjuk PT. Surapita Unitrans dan untuk wilayah Kalimantan (Balikpapan dan Banjarmasin) ditunjuk PT. Serba Mulia Abadi.
4.3.6. PT. Kymco Lippo Motor Indonesia
PT. Kymco Lippo Motor Indonesia adalah perusahaan hasil merger antara Lippo grup dengan Kwang Yang Motor Co., Taiwan. Pada awal tahun 2000 Kymco meluncurkan merek Kymco – Jetmatic yang merupakan perpaduan antara sepeda motor jenis bebek dan skuter. Kapasitas produksi Kymco mencapai 100,000 unit per tahun. Jaringan distribusi Kymco meliputi 82 agen penjualan yang tersebar di 25 kota.
65
4.3.7. PT. Buana Jialing Sakti Motor
PT. Buana Jialing Sakti Motor didirikan tahun 1997 merupakan perusahaan patungan antara China Jialing Industrial Co Ltd. dengan kepemilikan sebesar 30 persen dan PT. Buanajaya Makmur Sakti Motor (grup Argo Manunggal) sebesar 70 persen. Pabrik sepeda motor ini berlokasi di Tangerang dengan kapasitas 60,000 unit per tahun dengan menggunakan merek Jialing dan Bangau. Motor Jialing merupakan salah satu produsen terbesar dengan kualitas produk yang cukup baik. Sebagai gambaran di RRC, Jialing merupakan produsen sepeda motor terbesar kedua setelah Qingqi. Sementara itu jaringan distribusi Jialing melalui 22 agen penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia.
4.3.8. PT. Vivamas Qingqi Motor
PT. Vivamas Qingqi Motor (VQM) juga merupakan perusahaan patungan antara mitra lokal grup Vivamas dengan Qingqi Motor Cycle General Corp (Cina). VQM merupakan ATPM dan perakit sepeda motor merek Qingqi dan Vivamas. Saat ini Vivamas memiliki 33 distributor yang tersebar di 22 kota di seluruh Indonesia. Distributor terbanyak di wilayah Jabotabek dengan 14 unit (42,4 persen). Sekitar 76 persen distributor Vivamas berlokasi di Jawa.
4.3.9. PT. Asiamotor Industries
PT. Asiamotor Industries merupakan ATPM sepeda motor Cina merek DAST yang mulai diluncurkan sejak Agustus 2000. Untuk membangun pabrik
66
perakitan Asiamotor menghabiskan dana sekitar US$ 5 juta yang berlokasi di Pasar Kemis, Tangerang.
4.3.10. PT. Bosowa Nusantara Motor
PT. Bosowa Nusantara Motor (BNM) berkerjasama dengan produsen sepeda motor asal Korea Selatan, Hyosung untuk memproduksi motor merek Hyosung. Di samping merek Hyosung, BNM juga mengembangkan merek sendiri yakni merek Bosowa. Total kapasitas produksi BNM mencapai 60,000 unit per tahun. Sementara itu jaringan distribusi BNM cukup luas, melalui 32 distributor yang tersebar di 21 kota di Indonesia.
4.3.11. PT. Kurnia Abadi Niaga Citra Indah Lestari
PT. Kurnia Abadi Niaga Citra Indah Lestari ditunjuk oleh produsen sepeda motor asal negeri India, Heru Puch untuk menjadi agen tunggal sepeda motor merek Mallika (berkapasitas mesin 75 cc). Jenis sepeda motor Mallika merupakan kombinasi antara jenis bebek dengan skuter.
4.3.12. PT. TVS Motor Company Indonesia
PT. TVS Motor Company Ltd merupakan bagian dari perusahaan induk TVS Group. TVS Group beraset US$ 2,7 miliar, dan merupakan produsen sepeda motor terbesar ketiga di India setelah Hero Honda dan Bajaj. TVS termasuk dalam urutan 10 besar dunia, dengan omset tahunan lebih dari US$ 740 juta. Biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut mencapai US$ 45 juta dan
67
berlokasi di kawasan Surya Cipta Industrial Estate, Karawang, Jawa Barat seluas 20 Ha. Produsen sepeda motor asal India lain yang turut meramaikan pasar sepeda motor Indonesia yakni Bajaj (produknya yang bermerek Bajaj Pulsar). Dana yang diinvestasikan sebesar US$ 80 juta untuk bangunan pabrik yang berlokasi di Jawa Barat. Di negara asalnya (India) Bajaj dikenal sebagai produsen sepeda motor jantan (sporty) dengan menggunakan teknologi Kawasaki. Saat ini Bajaj adalah pabrikan sepeda motor kedua terbesar di India.
4.4.
Studi Kasus Analisis Persaingan Perusahaan Sepeda Motor
4.4.1. Persaingan Penjualan Sepeda Motor Jepang Versus Cina
Kondisi industri sepeda motor di Indonesia kembali pulih pasca krisis moneter tidak terlepas dari kehadiran motor Cina (mocin) yang masuk ke Indonesia. Para importir mocin memanfaatkan momentum krisis moneter dimana harga jual sepeda motor merek Jepang melonjak sampai dengan tiga kali lipat. Sebagai contoh perbandingan dengan harga jual sepeda motor bebek merek Honda Supra dijual dengan harga Rp. 11 juta – Rp. 12 juta, sedangkan mocin dijual dengan harga Rp. 6.5 juta – Rp. 8 juta. Perbedaan harga yang sangat besar tersebut menyebabkan kehadiran mocin mempunyai pangsa pasar lebih besar untuk kelas harga sepeda motor yang lebih ekonomis. Selama tiga dasawarsa terakhir sepeda motor bermerek asal Jepang mendominasi pasar sepeda motor nasional, namun sejak krisis moneter pangsa pasarnya berkurang karena adanya persaingan dengan merek asal negara lain.
68
Penurunan penjualan sepeda motor merek asal Jepang pada tahun 2002 diakibatkan oleh hadirnya 60 merek sepeda motor asal Cina (mocin). Pada tahun 1998 – 1999 penjualan sepeda motor merek asal Jepang mencapai titik terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Selama kurun waktu tersebut diperkirakan mocin mampu menguasai sekitar 20 persen pangsa pasar sepeda motor domestik. Namun tidak semua kualitas mocin memenuhi standar internasional karena sebagian besar diproduksi oleh perusahaan menengah kecil di RRC. Keluhan akan kualitas mocin oleh konsumen mulai bermunculan dan hal ini mempengaruhi minat ketertarikan masyarakat terhadap produk mocin secara keseluruhan. Minat masyarakat terhadap mocin mulai berkurang seiring dengan menurunnya daya saing kualitas mocin tersebut, meskipun volume penjualan menunjukkan pertumbuhan. Jumlah Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mocin mengalami penurunan pada tahun 2004 dari 60 perusahaan menjadi 40 perusahaan. Sedangkan, pada waktu yang sama sepeda motor merek asal Jepang kembali meningkat.
4.4.2. Strategi Persaingan Penjualan Yamaha Versus Honda
Pasar sepeda motor domestik yang selama ini selalu dikuasai oleh Honda dengan pangsa pasar rata-rata lebih dari 50 persen, menyebabkan struktur pasar oligopoli dalam industri sepeda motor semakin kuat. Segmen pasar Honda umumnya berada pada kelas motor bebek dan motor jantan berkapasitas mesin 125cc. Spesifikasi produksi Honda yang selalu berada pada kelas motor bebek dan jantan menjadikan Honda sebagai produsen dominan dalam industri sepeda motor, sedangkan ATPM Yamaha yang memiliki pangsa pasar rata-rata sebesar 20
69
persen mulai melakukan inovasi dalam rangka mengalahkan dominasi Honda dalam industri sepeda motor. Strategi pemasaran yang diterapkan Yamaha dikenal dengan nama kombinasi 4P (Price, Product, Place, and Promotion) melalui jaringan distributor resmi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Strategi pemasaran tersebut mampu mengalahkan strategi pemasaran Honda. Berikut akan dibahas strategi pemasaran 4P dari Yamaha tersebut: 1. Strategi harga (price) Dari segi strategi harga sepeda motor Yamaha lebih murah dibandingkan sepeda motor Honda, contoh: 1. Honda Vario Vs Yamaha Mio, dimana Honda Vario dijual dengan harga Rp 13.15 juta sedangkan Yamaha Mio Rp 10.8 juta rupiah. 2. Honda Tiger vs Yamaha Scorpio, Honda Tiger dijual dengan harga Rp 20.4 juta sedangkan Yamaha Scorpio Rp 19.38 juta rupiah. 3. Honda Supra X 125R vs Yamaha Jupiter Z, Supra X 125R dengan Rp 15.4 juta sedangkan Jupiter Z Rp 13.8 juta rupiah, dan lain-lain. 2. Strategi produk (product) Dalam hal strategi produk Yamaha sebagai salah satu produsen sepeda motor asal Jepang berhasil menjadi pelopor pertama untuk segmen pasar sepeda motor bebek jenis skuter otomatis yang sebenarnya segmen tersebut belum dispesifikasikan oleh produsen sepeda motor Honda yang selalu mendominasi pangsa pasar sepeda motor di tanah air. Yamaha meluncurkan sepeda motor skuter otomatis dengan nama Mio, dimana segmentasi pasar Yamaha Mio pada
70
awalnya adalah wanita, tetapi ternyata kaum pria juga menyukai sepeda motor model skuter matik produksi Yamaha tersebut. Sebagai buktinya, dominasi konsumen Yamaha Mio adalah pria sebanyak 60 persen. Sehingga kemudian Yamaha mengeluarkan Yamaha Mio Sporty yang ditargetkan khusus untuk konsumen pria. Selain itu, Yamaha juga berinovasi pada segmen pasar 100 – 110cc dengan produknya Yamaha Vega R. Hal tersebut sebelumnya tidak dilakukan oleh Honda, meskipun ternyata menjanjikan. 3. Strategi lokasi (place) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor melakukan kerja sama dengan pihak swasta membuka bengkel perbaikan resmi di lokasi atau daerah tertentu untuk memudahkan pelanggan dalam hal perbaikan sepeda motor atau penjualan suku cadang. Selama ini, bengkel resmi yang cukup terkenal dan jumlahnya mencapai ribuan adalah bengkel resmi Honda yang bernama AHASS (Astra Honda Authorized Service Station). Strategi Honda melalui bengkel AHASS dalam hal pelayanan purna jual dan distribusi suku cadang yang tersebar di Indonesia sesuai dengan persebaran jumlah sepeda motor Honda, diikuti oleh Yamaha dengan menambah jaringan distribusi pelayanan di berbagai daerah bahkan terus meningkatkan kualitas jaringan distribusi pelayanan. 4. Strategi promosi (promotion) Strategi promosi yang dilakukan Honda maupun Yamaha adalah melalui media elektronik komersial seperti iklan di televisi dan media cetak serta menggelar kegiatan-kegiatan sosial dan nasional. Contohnya, melakukan kegiatan
71
rohani seperti Yamaha Religi dan kegiatan balap motor nasional yang diadakan baik oleh Honda maupun Yamaha. Namun, tingkat penjualan Yamaha terus meningkat ketika pembalap motoGP Valentino Rossi pindah dari merek sepeda motor Honda ke merek sepeda motor Yamaha dan secara spontan pembalap motor tersebut langsung mempersembahkan gelar juara motoGP di musim perdana balap motor dengan membawa nama Yamaha. Strategi pemasaran 4P (Price, Product, Place, and Promotion) oleh produsen Yamaha pada segmen pasar skuter otomatis yang sebelumnya tidak dilakukan oleh Honda memberikan hasil yang nyata bahwa Yamaha akhirnya bisa mengalahkan pangsa pasar Honda pada tahun 2007 khususnya pada bulan Maret dimana produsen sepeda motor Yamaha telah berhasil menjadi pemimpin pasar sepeda motor nasional. Bukti persaingan ketat penjualan Yamaha yang mengalahkan Honda dapat dilihat dari angka penjualan nasional sepeda motor. Pada bulan Januari 2007 dari total penjualan sebanyak 342,773 unit, Yamaha menguasai 38.10 persen pangsa pasar atau mencapai angka penjualan sebesar 130,587 unit. Sementara Honda menguasai 44.87 persen atau sebanyak 153,806 unit. Di bulan berikutnya dimana total penjualan sepeda motor nasional mencapai 348,723 unit, pangsa pasar Yamaha naik menjadi 41.83 persen atau volumenya mencapai 145,872 unit, sedangkan pangsa pasar Honda menurun menjadi 43.29 persen atau hanya mampu menjual sebanyak 150,979 unit. Hal ini membuktikan bahwa Honda mulai tersaingi oleh Yamaha di pasar kendaraan roda dua, khususnya pasar motor bermesin empat langkah di Indonesia. Akhirnya pada bulan Maret di tahun yang
72
sama dimana penjualan sepeda motor nasional mencapai 365 ribu unit, Yamaha menguasai 43.7 persen pangsa pasar atau sebesar 159,035 unit. Sementara itu, PT. Astra Honda Motor (AHM) yang selalu menjadi pemimpin pasar sepeda motor nasional hanya mencapai total penjualan sepeda motor Honda sebesar 151,074 unit atau meraih 41.5 persen. Di tengah ketatnya persaingan Honda dan Yamaha, Suzuki menempati posisi ketiga sebagai produsen sepeda motor dengan pangsa pasar sebesar 13 persen. Meskipun demikian, selama periode Januari – Maret 2007 Honda masih memimpin pangsa pasar penjualan sepeda motor nasional dimana total penjualan sepeda motor nasional mencapai 1,055,000 unit. Dari jumlah tersebut, posisi pertama masih ditempati Honda dengan total penjualan 455,859 unit, kemudian Yamaha dengan total penjualan sebesar 435,595 unit. Posisi berikutnya ditempati Suzuki, dengan total penjualan sebesar 145,607 unit dan Kawasaki meraih 10,559 unit.
4.5.
Kebijakan Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor
Pemerintah Indonesia di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dalam rangka mewujudkan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup, khususnya pencemaran udara, telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan khususnya diperuntukkan bagi setiap sektor transportasi yang terkait dengan masalah pencemaran udara. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, khususnya tentang Standar Uji Emisi Kendaraan
73
Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi. Peraturan ini merupakan ratifikasi dari standar emisi gas buang (EURO I) kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang telah disepakati pada konferensi Uni Eropa – UN-ECE (United Nations Economic Comission for Europe) dalam rangka memperbaiki mutu bahan bakar dan teknologi mesin kendaraan. Hal ini dikarenakan mutu bahan bakar kendaraan selama ini masih mengandung senyawa kimia berbahaya seperti gas CO (Karbon Monoksida), NOx (Nitrogen Oksida), dan HC (Hidro Karbon) yang berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Isi dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 yaitu, mengatur tentang: 1. Pengendalian pencemaran udara yang bersumber dari emisi gas buang kendaraan bermotor, maka perlu dilakukan upaya untuk menurunkan emisi gas buang yang berasal dari kendaraan bermotor tipe baru maupun kendaraan bermotor yang sedang diproduksi. 2. Menetapkan batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung oleh pipa gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi di dalam negeri maupun impor dalam bentuk Completely Built Up (CBU) ataupun Completely
Knock Down (CKD). 3. Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah produsen kendaraan bermotor serta instansi yang bertugas di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. 4. Ruang lingkup dalam Keputusan Menteri ini meliputi ambang batas emisi gas buang, tata cara dan metode uji serta tata cara pelaporan uji emisi gas
74
buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi. 5. Pengujian emisi wajib menggunakan bahan bakar dengan spesifikasi standar uji resmi menurut Economic Commission of Europe (ECE) setara dengan bahan bakar bebas timbal, contoh bahan bakar jenis Pertamax Plus. Ketentuan-ketentuan tersebut juga didukung oleh beberapa Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang terkait berikut ini: 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. 8. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Menteri Negara.
75
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup sejak tahun 2003 tersebut terkait dengan upaya menekan dampak pembuangan gas beracun yang berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor khususnya sepeda motor dengan memberikan batasan nilai standar parameter maksimal untuk gas Karbon Monoksida (CO) sebesar 5.5 gram per kilometer; gas Hidro Karbon (HC) sebesar 1.2 gram per kilometer; dan gas Nitrogen Oksida (NOx) maksimal sebesar 0.3 gram per kilometer. Hal tersebut dapat diantisipasi oleh industri sepeda motor hanya dengan melakukan pengaturan bagian piston atau mesin kendaraan bermotor roda dua.
76
V.
5.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Berdasarkan hasil dugaan dari model fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah dibuat cukup baik dilihat dari kriteria uji ekonomi, statistik, dan ekonometrik. Hasil estimasi dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dilihat pada Tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Variable
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C (Intersep) -1.2772 2.4587 -0.5195 0.6094 LNX1 (Nilai bahan baku dan penolong) 1.2102 0.1505 8.0404 0.0000 LNX2 (Modal) 0.0032 0.0298 0.1084 0.9148 LNX3 (Nilai energi) -0.2032 0.1269 -1.6010 0.1259 LNX4 (Jumlah tenaga kerja) 0.0679 0.1877 0.3614 0.7218 Di (Dummy Kebijakan Standar Uji Emisi) 0.4595 0.2184 2.1043 0.0489 Dk (Dummy krisis) -0.1490 0.1690 -0.8816 0.3890 R-squared 0.9794 F-statistic 150.4544 Adjusted R-squared 0.9729 Prob(F-statistic) 0.0000 Sumber: Lampiran 5, Halaman 106
5.2.
Analisis Uji Statistik
5.2.1. Uji R2
Berdasarkan hasil estimasi persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas industri sepeda motor pada Tabel 5.1 di atas, diperoleh nilai dari R2 sebesar 0.9794. Artinya kemampuan dari variabel independen seperti bahan baku dan penolong, modal, energi, tenaga kerja, dummy kebijakan standar uji emisi, serta
dummy krisis untuk menjelaskan variabel dependen di dalam persamaan sebesar 97.94 persen sedangkan sisanya sebesar 2.06 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan.
77
5.2.2. Uji FStatistik
Nilai Fstatistik pada hasil analisis regresi ini adalah sebesar 150.4544 dengan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Persamaan dalam penelitian ini lulus uji Fstatistik karena nilai Ftabel dengan taraf nyata lima persen adalah sebesar 2.60 lebih kecil daripada nilai Fstatistik. Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam persamaan tersebut minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap vaiabel outputnya (Y) pada tingkat kepercayaan 95 persen.
5.2.3. Uji tStatistik
Variabel-variabel bebas dalam persamaan fungsi produksi tersebut dapat diuji dengan uji tstatistik. Pengujian tstatistik dapat dilakukan dengan melihat nilai ttabel atau nilai probabilitasnya dari masing-masing variabel bebas. Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa variabel bahan baku (X1) dan variabel dummy kebijakan standar emisi (Di) mempunyai pengaruh nyata (signifikan) terhadap nilai output sepeda motor karena nilai tstatistik variabel bahan baku dan dummy kebijakan standar emisi masing-masing sebesar 8.0404 dan 2.1043 lebih besar daripada nilai ttabel dengan taraf nyata lima persen. Sedangkan untuk variabel lainnya (modal, energi, tenaga kerja, dan dummy krisis) memberikan hasil yang tidak signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor dikarenakan mempunyai nilai tstatistik yang lebih kecil daripada nilai ttabel pada taraf nyata lima persen (ttabel= 2.086).
78
5.3.
Analisis Uji Ekonometrika
5.3.1. Uji Multikolinearitas
Pendeteksian multikolinear dapat dilihat melalui tabel correlation matrix (Lihat Lampiran 6). Pada tabel correlation matrix terlihat bahwa pada fungsi produksi tersebut masih terdapat gejala multikolinearitas karena melebihi batas nilai korelasi antar variabel yaitu tanda mutlak 0.8. Tetapi menurut uji Klein hal tersebut dapat diabaikan selama nilai korelasi antar variabel bebasnya tidak melebihi nilai Adjusted R-squared. Besarnya nilai korelasi antara variabel bebas bahan baku (X1) dengan energi (X3) adalah sebesar 0.9641 sedangkan nilai dari
Adjusted R-squared yang diperoleh dalam analisis ini adalah sebesar 0.9729. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gejala multikolinearitas yang terjadi dapat diabaikan selama nilai korelasi antar variabel bebasnya (X1 dengan X3) tidak melebihi nilai
Adjusted R-squared.
5.3.2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi yang terdapat di dalam suatu penelitian ekonomi dapat diketahui melalui uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test yang merupakan alternatif yang lebih baik dibanding uji Durbin Watson (DW) Statistic. Nilai probabilitas dari Obs*R-squared dari uji ini sebesar 0.6751 dan nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai taraf nyata yaitu 0.05 (Lihat Lampiran 7), maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan ini tidak terdapat gejala autokorelasi.
79
5.3.3. Uji Heteroskedastisitas
Gejala Heteroskedastisitas dapat diketahui dengan menggunakan uji White
Heteroscedasticity Test (Lihat Lampiran 8). Nilai probabilitas Obs*R-squared dari hasil uji White Heteroscedasticity Test adalah sebesar 0.7964 dimana nilai tersebut lebih besar daripada taraf nyata lima persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
5.3.4. Uji Normalitas Error Term
Uji normalitas sebaran galat dalam penelitian ini dapat diketahui melalui uji Jarque-Bera Test (Lihat Lampiran 9). Pada uji Jarque-Bera Test tersebut dapat dilihat nilai dari probability (p-Value) adalah sebesar 0.3879 sedangkan nilai taraf nyata sebesar lima persen. Nilai probability (p-Value) yang lebih besar dari tingkat signifikansi atau taraf nyata tersebut menyimpulkan bahwa pada tingkat keyakinan 95 persen, terima H0 dimana error term terdistribusi secara normal.
5.4.
Analisis Ekonomi
5.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor
Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas pada Tabel 5.1 maka diperoleh bentuk persamaan fungsi produksi sebagai berikut: LNY=-1.2772+1.2102*LNX1+0.0032*LNX2-0.2032*LNX3+0.0679*LNX4+0.4595*Di -0.1490*Dk
Persamaan di atas menunjukkan bahwa bahan baku (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor
80
dengan nilai koefisien sebesar 1.2102. Tanda positif pada koefisien bahan baku sebesar 1.2102 mempunyai arti bahwa setiap terjadi kenaikan ketersediaan bahan baku sebesar satu persen maka akan meningkatkan output sebesar 1.2102 persen,
ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa peningkatan penggunaan bahan baku komponen sepeda motor akan meningkatkan output pada industri sepeda motor di Indonesia. Faktor produksi modal dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang positif terhadap output industri sepeda motor, yaitu sebesar 0.0032. Tanda positif dari koefisien modal (X2) mempunyai arti bahwa setiap terjadi kenaikan tingkat modal sebesar satu persen maka akan menaikkan tingkat output sebesar 0.0032 persen, ceteris paribus. Namun faktor produksi modal berpengaruh tidak nyata terhadap nilai output industri sepeda motor nasional dikarenakan banyak dari perusahaan-perusahaan sepeda motor yang melakukan impor produk sepeda motor baik dalam keadaan Completely Built Up (CBU) maupun dalam keadaan
Completely Knock Down (CKD) sehingga pengaruh faktor produksi modal seperti contohnya pembangunan pabrik perakitan sepeda motor tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan produksi sepeda motor impor. Sebagai pengecualian bahwa impor sepeda motor dalam keadaan Completely Knock Down (CKD) biasanya hanya untuk memenuhi pabrik perakitan yang ada di dalam negeri dari perusahaan yang bersangkutan dengan kapasitas produksi yang terbatas. Selanjutnya hasil perakitan tersebut merupakan produksi sepeda motor Indonesia dengan memasukkan sebagian komponen dalam negeri, adapun salah satu dari perusahaan sepeda motor seperti Yamaha yang masih melakukan impor sepeda
81
motor dalam keadaan Completely Built Up (CBU) adalah merek Yamaha Majesty 125 cc dan merek Yamaha Glide berkapasitas mesin 100 cc (Bisinfocus, 2004). Nilai energi yang digunakan dalam industri sepeda motor mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai output yang dihasilkannya, yaitu sebesar 0.2032. Berarti jika terjadi peningkatan energi yang digunakan dalam memproduksi sepeda motor sebesar satu persen maka akan menurunkan output industri sepeda motor sebesar 0.2032 persen, ceteris paribus. Kenaikan biaya faktor energi seperti listrik dan bahan bakar minyak berdampak pada peningkatan biaya produksi industri sepeda motor. Meskipun demikian, kenaikan biaya faktor energi pada industri sepeda motor dinilai tidak terlalu mempengaruhi kegiatan produksi secara keseluruhan karena pertama, setiap perusahaan sepeda motor umumnya hanya melakukan kegiatan produksi berupa pencetakkan rangka (molding) dan mesin (welling) sepeda motor yang dilebur (casting) dari bahan dasar besi dan baja sedangkan untuk kegiatan produksi komponen sepeda motor lainnya telah disediakan oleh perusahaan pemasok komponen sepeda motor seperti contohnya, PT. SHOWA adalah pemasok komponen peredam kejut (shock
brekker) sepeda motor yang telah dikontrak oleh PT. Astra Honda Motor, adapun perusahaan-perusahaan komponen sepeda motor lainnya yang juga menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan sepeda motor di Indonesia; kedua, dengan adanya berbagai perusahaan pembiayaan seperti contohnya PT. Wahana Otomitra Multiartha (WOM) yang tercatat pada tahun 2004 mengalokasikan dana kredit sepeda motor sebesar Rp 2.5 Triliyun rupiah, PT. Federal International Finance (FIF) sebesar Rp 5.5 Triliyun rupiah, dan PT. Adira Finance sebesar Rp 4 Triliyun
82
rupiah maka peningkatan biaya faktor energi yang selalu menjadi hambatan terhadap peningkatan nilai output industri sepeda motor dapat tertutupi oleh keuntungan total penjualan sepeda motor (Miranti, 2004). Faktor produksi tenaga kerja dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor. Nilai koefisien dugaan faktor produksi tenaga kerja sebesar 0.0679. Peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan nilai output sebesar 0.0679 persen, ceteris paribus. Faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap output industri sepeda motor karena tidak semua tenaga kerja yang bekerja di subsektor industri sepeda motor adalah tenaga kerja produksi yang berhubungan langsung dalam kegiatan perakitan sepeda motor, sedangkan hampir seluruh kegiatan perakitan sepeda motor dilakukan secara robotik berteknologi canggih yang lebih efektif dan efisien dalam produksi per unit sepeda motor dibandingkan dengan tenaga manusia itu sendiri sehingga hal tersebut menyebabkan peningkatan penggunaan tenaga kerja hanya akan meningkatkan pengeluaran biaya produksi pada industri sepeda motor.
Dummy krisis (Dk) memiliki tanda negatif dan tidak signifikan terhadap efisiensi produksi sepeda motor. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata output pada saat terjadi krisis menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis. Pada saat terjadi krisis ekonomi, biaya produksi semakin meningkat menyebabkan jumlah output lebih rendah daripada sebelum krisis. Namun krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia tidak membuat industri sepeda motor bangkrut karena kondisi permintaan pada saat terjadinya krisis
83
masih tetap besar dan ada kecenderungan peningkatan (Anonim, 2007). Pada Lampiran 2, nilai efisiensi produksi industri sepeda motor pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997 – 1998 masih dikategorikan bagus yaitu sebesar 48.44 persen untuk tahun 1997 dan 62.38 persen untuk tahun 1998; demikian juga pada Lampiran 1, memperlihatkan pertumbuhan nilai tambah bruto yang dihasilkan industri sepeda motor pada tahun 1998 meningkat sangat pesat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dummy kebijakan tentang standar uji emisi kendaraan bermotor memiliki tanda positif dan signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi, merupakan suatu insentif bagi industri sepeda motor di Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing serta mendukung kegiatan pengurangan gas buang dari kendaraan bermotor yang beracun dan berbahaya bagi manusia dan lingkungan sekitar dimana implementasi dari kebijakan tersebut tidak menambah beban biaya produksi industri sepeda motor karena hal ini dapat diantisipasi oleh produsen sepeda motor hanya dengan melakukan pengaturan bagian piston atau mesin sepeda motor. Hal tersebut ternyata menaikkan daya saing industri otomotif sepeda motor di kawasan Asia termasuk Indonesia karena harmonisasi regulasi global ini memberikan keuntungan bagi semua pihak, baik industri otomotif maupun masyarakat konsumen.
84
Pengaruh faktor produksi yang paling besar terhadap output industri sepeda motor yaitu faktor produksi bahan baku sebesar 1.210. Nilai koefisien faktor produksi bahan baku yang positif tersebut mengindikasikan apabila terjadi peningkatan jumlah bahan baku yang digunakan maka akan meningkatkan output sepeda motor yang dihasilkan. Faktor produksi bahan baku mempunyai pengaruh yang paling nyata terhadap output industri tersebut yaitu sebesar 0.0000 pada taraf nyata lima persen. Jadi, faktor produksi bahan baku merupakan variabel yang berpengaruh nyata dalam industri sepeda motor karena merupakan faktor yang dapat mengefisienkan proses produksi.
5.4.2. Elastisitas Industri Sepeda Motor
Berdasarkan kerangka pemikiran pada bab sebelumnya, bahwa nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan nilai elastisitas dari masing-masing faktor produksi. Nilai elastisitas produksi dari koefisien faktor produksi (Lihat Tabel 5.4) seperti modal dan tenaga kerja memiliki nilai elastisitas positif lebih besar dari nol yang terletak pada daerah produksi II (Lihat Gambar 2.1) dengan selang nilai elastisitas produksi lebih besar dari nol sampai dengan kurang dari satu, yang artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menambah output produksi sebesar nol sampai satu persen. Penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja sudah optimal karena penggunaan faktor produksi tersebut berada pada daerah produksi yang rasional dimana setiap penambahan faktor produksi akan meningkatkan jumlah produksi yang perubahan peningkatannya semakin lama semakin menurun karena
85
pada daerah ini berlaku hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang,
ceteris paribus. Faktor produksi bahan baku mempunyai nilai elastisitas produksi yang lebih besar dari satu. Faktor produksi tersebut berada pada daerah produksi I dimana nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu mempunyai arti apabila terjadi penambahan faktor produksi sebesar satu persen maka akan menambah output produksi lebih besar dari satu persen. Penggunaan faktor produksi bahan baku belum optimal karena masih berada pada daerah produksi yang tidak rasional yaitu daerah produksi I. Artinya, keuntungan maksimum belum dapat tercapai karena output masih dapat ditingkatkan dengan menambah faktor produksi bahan baku, sehingga daerah ini disebut dengan daerah irasional. Tabel 5.4. Nilai Elastisitas Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Variabel Elastisitas Bahan Baku dan Penolong (X1) 1.2102 Modal (X2) 0.0032 Energi (X3) -0.2032 Tenaga Kerja (X4) 0.0679 Sumber: Lampiran 5, Halaman 106
Bahan baku dan penolong merupakan faktor produksi yang memiliki dugaan nilai elastisitas sebesar 1.2102 artinya, jika bahan baku meningkat sebesar satu persen dengan asumsi faktor produksi lain tetap (ceteris paribus) maka output industri sepeda motor akan meningkat sebesar 1.2102 persen. Menurut pengamat otomotif Nizar (2005) meskipun pasar industri sepeda motor di Indonesia besar tetapi nilai tambah yang dihasilkan selama ini masih kurang tinggi karena struktur industri pemasok bahan baku sepeda motor di Indonesia masih lemah yang ditandai dengan masih banyaknya komponen sepeda motor impor
86
serta belum adanya deregulasi kebijakan industri otomotif yang baru guna meningkatkan nilai tambah dari pertumbuhan pasar otomotif dalam negeri yang sesuai dengan peta perkembangan industri otomotif berskala internasional seperti perjanjian Asean Free Trade Agreement (AFTA) maupun regional saat ini. Koefisien bahan baku yang mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu dikarenakan masih lemahnya struktur industri komponen sepeda motor di Indonesia yaitu masih banyaknya komponen atau bahan baku sepeda motor impor sampai dengan tahun 2000 dan belum adanya paket deregulasi kebijakan industri otomotif yang baru setelah tahun deregulasi industri otomotif tahun 1999 guna memperkuat struktur industri komponen sepeda motor sehingga dapat memiliki nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi lagi dalam menghadapi era perdagangan bebas. Modal merupakan faktor produksi yang mempunyai dugaan nilai elastisitas sebesar 0.0032 yang artinya jika modal meningkat sebesar satu persen dengan asumsi faktor produksi lainnya konstan (ceteris paribus) maka output industri sepeda motor akan mengalami peningkatan sebesar 0.0032 persen. Dugaan nilai elastisitas energi terhadap output industri sepeda motor sebesar -0.2032 menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan tingkat penggunaan energi sebesar satu persen pada kegiatan produksi industri sepeda motor maka akan menurunkan nilai output sepeda motor sebesar 0.2032 persen, ceteris
paribus. Karena harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) cenderung meningkat maka penambahan penggunaan energi seperti bensin dan
87
listrik pada industri sepeda motor hanya akan menurunkan produksi industri sepeda motor di Indonesia. Faktor produksi tenaga kerja memiliki dugaan elastisitas sebesar 0.0679 yang artinya setiap penambahan jumlah tenaga kerja sebesar satu persen dengan asumsi faktor produksi lain tetap (ceteris paribus) maka output industri sepeda motor akan meningkat sebesar 0.0679 persen. Dugaan nilai elastisitas tenaga kerja yang kecil ini dikarenakan hampir seluruh kegiatan perakitan sepeda motor dilakukan secara robotik yang berteknologi canggih dimana peran tenaga kerja produksi hanya sebagai pengatur dan pengawas proses kegiatan produksi.
5.4.3. Skala Hasil Usaha Industri Sepeda Motor
Skala hasil usaha produksi dapat diketahui dengan cara menjumlahkan seluruh nilai koefisien variabel faktor produksi dari fungsi produksi CobbDouglas tersebut. Skala hasil usaha dapat menjelaskan bagaimana suatu kenaikan proporsional dari semua faktor produksi terhadap output. Penjumlahan dari setiap koefisien bebas dalam fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diketahui untuk mengetahui besarnya skala hasil usaha suatu industri. Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi industri sepeda motor diperoleh penjumlahan dari keempat variabel bebasnya yaitu sebesar 1.0781 (Lihat Tabel 5.4). Nilai skala hasil usaha dalam industri tersebut lebih besar dari satu (b1 + b2 + b3 + b4 > 1) yaitu berada pada kondisi increasing return to scale (Lihat Lampiran 5). Artinya laju pertumbuhan output lebih besar dari laju pertumbuhan inputnya. Peningkatan biaya input akan menghasilkan total output dalam jumlah yang lebih besar.
88
Kondisi ini sesuai dengan gambaran industri sepeda motor di Indonesia dimana output yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun khususnya dalam jangka panjang, adapun salah satu penyebabnya dikarenakan tingkat permintaan masyarakat yang tinggi akan alat transportasi darat yang irit bahan bakar. Sehingga kenaikan harga bahan bakar yang berdampak negatif bagi industri sepeda motor bukan merupakan hambatan utama tetapi adalah bagaimana industri sepeda motor memenuhi permintaan masyarakat yang besar akan kebutuhan sepeda motor yang dinilai efisien dalam penggunaan bahan bakar.
5.4.4. Nilai Tambah Industri Sepeda Motor
Nilai tambah industri sepeda motor di Indonesia cenderung mengalami peningkatan selama periode penelitian (1980 – 2005) walaupun pernah terjadi penurunan nilai tambah pada tahun 1997, tetapi secara keseluruhan nilai tambah mengalami peningkatan. Hal ini berarti keuntungan kotor yang diterima industri perakitan sepeda motor juga mengalami peningkatan. Peningkatan nilai tambah pada industri sepeda motor disebabkan karena pertambahan nilai output yang dihasilkan industri ini lebih besar daripada pertambahan biaya inputnya. Perkembangan nilai tambah industri sepeda motor di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Lihat Gambar 5.1).
89
30000000000 25000000000
Rp
20000000000 15000000000 10000000000 5000000000
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
19 80
0
Tahun Nilai Output
Biaya Input
Nilai Tambah Bruto
Gambar 5.1. Perkembangan Nilai Output, Biaya Input dan Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Sumber: Lampiran 1, Halaman 102
Berdasarkan Gambar 5.1 pada tahun 1997 terjadi penurunan nilai tambah pada industri sepeda motor di Indonesia. Penurunan nilai tambah tersebut disebabkan pada tahun 1997 adalah gejala dimulainya krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan kondisi politik dalam negeri yang tidak stabil memberikan dampak menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Hal ini menyebabkan biaya produksi meningkat, harga barang yang dijual semakin mahal dan terjadi penurunan daya saing komoditi pasar dalam negeri terhadap internasional. Krisis ekonomi dan moneter yang pernah terjadi menyebabkan banyak perusahaan sepeda motor dalam negeri menjadi rapuh dan mudah bangkrut, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut ketergantungan terhadap komponen bahan baku impor sepeda motor yang masih tinggi dimana belum tercapainya efisiensi produksi di sebagian besar perusahaan perakitan sepeda motor (Prabowo, 2006). Menurut Miranti (2004) dari sekitar 71 buah perusahaan sepeda motor di luar keanggotaan AISI yang sudah tercatat pada Deperindag hanya tersisa kurang dari
90
sepuluh buah perusahaan sepeda motor asing (Cina, Korea, dan Malaysia) yang masih bisa bertahan beroperasi pada kondisi makroekonomi yang masih labil. Oleh karena itu, terjadinya peristiwa pemutusan hubungan kerja (PHK) besarbesaran di sektor industri termasuk industri sepeda motor di Indonesia merupakan hal yang wajar terjadi.
5.4.5. Efisiensi Industri Sepeda Motor di Indonesia
Efisiensi suatu industri sangat penting untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu perusahaan. Nilai efisiensi dalam penelitian ini dilihat melalui rasio atau perbandingan antara biaya input terhadap nilai output industri sepeda motor. Hasil perhitungan tingkat efisiensi industri sepeda motor dapat dilihat pada Lampiran 2, dimana semakin kecil nilai rasio antara biaya input dengan nilai output maka semakin tinggi tingkat efisiensi produksi suatu industri. Hasil nilai efisiensi memperlihatkan bahwa tingkat efisiensi industri sepeda motor yang paling tinggi terdapat pada tahun 1994 (Lihat Gambar 5.2). Rendahnya rasio antara biaya input terhadap nilai output pada tahun tersebut disebabkan oleh masih rendahnya pertumbuhan biaya input yang dikeluarkan pada tahun tersebut sebesar 36.21 persen sedangkan pertumbuhan nilai output yang dihasilkan meningkat pesat sebesar 63.06 persen (Lihat Lampiran 1). Hal ini dikarenakan pada tahun 1994 belum terjadi kenaikan harga bahan baku yang bisa mempengaruhi efisiensi produksi industri sepeda motor. Efisiensi produksi industri sepeda motor di tahun 2000 mengalami penurunan dengan meningkatnya rasio antara biaya input terhadap nilai output.
91
Penurunan tersebut dikarenakan semakin meningkatnya pertumbuhan biaya produksi sepeda motor. Berfluktuasinya nilai efisiensi produksi industri sepeda motor disebabkan oleh pertama, belum kuatnya struktur industri bahan baku komponen sepeda motor di Indonesia terutama industri besi dan baja yang mudah mengalami penurunan tingkat produksi dan cenderung mengalami pertumbuhan negatif atau inefisiensi produksi sehingga berpengaruh langsung terhadap industri sepeda motor (Basri, 2006); kedua, kebijakan deregulasi otomotif tahun 1999 yang hanya membuka keran impor sepeda motor tanpa adanya penguatan basis industri sepeda motor khususnya peningkatan nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi pada industri komponen otomotif termasuk komponen sepeda motor dalam menghadapi era perdagangan bebas (Nizar, 2005); dan ketiga, kondisi keamanan dan iklim investasi yang belum kondusif pasca krisis ekonomi tahun 1998 berpengaruh terhadap perkembangan industri sepeda motor di Indonesia, terutama terhadap harga faktor-faktor produksi sepeda motor. Terjadinya kenaikan harga faktor-faktor produksi sepeda motor merupakan hal utama yang meningkatkan biaya input seperti misal yaitu adanya kenaikan UMR (Upah Minimum Regional), kenaikan harga bahan baku utama sepeda motor dan bahan baku impor, peningkatan harga BBM, listrik, dan biaya lainnya.
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
19 80
Efisiensi Produksi
92
Tahun Efisiensi Produksi (%)
Gambar 5.2. Nilai Efisiensi Produksi Industri Sepeda motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Sumber: Lampiran 2, Halaman 103
Berfluktuasinya nilai efisiensi produksi yang terjadi pada industri sepeda motor di Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.2 umumnya juga disebabkan oleh sensitifnya industri komponen sepeda motor terhadap kenaikan harga minyak terutama industri besi dan baja sebagaimana telah diketahui bahwa faktor energi juga berpengaruh negatif terhadap kegiatan produksi industri sepeda motor di Indonesia.
VI.
6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Faktor produksi bahan baku, modal, dan tenaga kerja memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap peningkatan nilai output pada industri sepeda motor di Indonesia sedangkan faktor produksi energi memberikan pengaruh negatif terhadap output industri sepeda motor di Indonesia pada taraf nyata lima persen. 2. Bahan baku memiliki dugaan nilai elastisitas sebesar 1.210 yang artinya jika bahan baku meningkat sebesar satu persen maka output industri sepeda motor yang dihasilkan akan meningkat sebesar 1.210 persen,
ceteris paribus. Modal memiliki nilai elastisitas produksi sebesar 0.003 artinya setiap kegiatan penambahan modal investasi baik dalam bentuk gedung, mesin, dan peralatan industri perakitan sepeda motor sebesar satu persen maka nilai output yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0.003 persen, ceteris paribus. Faktor produksi energi mempunyai nilai elastisitas produksi negatif sebesar 0.203 yang artinya jika pengunaan energi untuk produksi meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan nilai output industri sepeda motor sebesar 0.203 persen, ceteris paribus. Faktor produksi tenaga kerja mempunyai nilai elastisitas sebesar 0.068 yang artinya jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja di industri tersebut sebesar satu persen maka nilai output industri sepeda motor yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0.068 persen, ceteris paribus. Penjumlahan nilai koefisien variabel bebas dari faktor-faktor produksi
94
tersebut dapat menentukan skala hasil usaha (return to scale) industri sepeda motor yaitu sebesar 1.078. Jadi skala hasil usaha dari industri sepeda motor di Indonesia berada pada kondisi increasing return to scale yang artinya laju pertambahan output lebih besar dari pada laju pertambahan inputnya. 3. Nilai tambah bruto pada industri sepeda motor di Indonesia cenderung selalu mengalami peningkatan selama periode penelitian (1980 – 2005) meskipun terdapat penurunan nilai tambah produksi sepeda motor pada tahun 1997 yaitu sebesar 99.80 persen yang berbeda sangat jauh dari pada tahun-tahun sebelum dan sesudahnya, dimana hal ini disebabkan krisis ekonomi yang mulai terjadi pada tahun tersebut. Tingkat efisiensi industri sepeda motor di Indonesia yang paling tinggi terjadi pada tahun 1994 dimana rasio antara input terhadap output mempunyai nilai paling kecil. 4. Dampak kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor, yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 memberikan efek positif terhadap efisiensi produksi industri sepeda motor di Indonesia yaitu terjadi penurunan rasio efisiensi output yang dihasilkan sebesar 43.1 persen. Pemberlakuan kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor ternyata membuat industri sepeda motor di Indonesia menjadi lebih efisien dan produktif. Output yang dihasilkan juga menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum kebijakan.
95
6.2.
Saran
1. Bagi pemerintah perlu adanya paket kebijakan deregulasi otomotif baru setelah paket deregulasi otomotif tahun 1999 yang berisi tentang perijinan impor kendaraan dalam bentuk Completely Built Up (CBU), Completely
Knock Down (CKD), pemberian izin usaha baru dan penurunan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Dimana paket kebijakan deregulasi otomotif yang baru harus mencakup tentang peningkatan nilai tambah dari pasar otomotif dalam negeri berupa kuatnya struktur industri komponen otomotif termasuk juga industri komponen sepeda motor guna mengikuti perkembangan perdagangan bebas Asean Free Trade Agreement (AFTA). Sebagai contoh usaha pengembangan industri komponen sepeda motor di Indonesia melalui penerapan kebijakan Inward Looking Strategy yaitu suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan industri komponen sepeda motor dalam mensubstitusi komponen impor sepeda motor dimana hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi industri komponen sepeda motor di Indonesia. 2. Dalam rangka pengendalian pencemaran udara yang bersumber dari emisi gas buang kendaraan bermotor, maka dirasa perlu untuk selalu menjalin kerja sama antara produsen sepeda motor dengan pihak pemerintah dalam upaya menurunkan emisi gas buang yang berasal dari kendaraan bermotor tipe baru maupun kendaraan bermotor yang sedang diproduksi melalui uji emisi pada produsen otomotif bersangkutan khususnya sepeda motor.
96
3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji daya saing industri sepeda motor di Indonesia dengan metode fungsi biaya dan analisis integrasi harga sepeda motor dalam negeri terhadap harga sepeda motor impor.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. “Industri Sepeda Motor: Masih Terus Bergairah” [Warta Ekonomi Online]. www.wartaekonomi.com/article_comment.asp?aid=4782&cid=25 [04 Maret 2008]. Anonim. 2007. “Higashi Yasuaki: Pasar RI Lebih Terbuka” [www.politikindonesia.com]. http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=7&jenis=mplt [24 April 2008]. Ardiansyah, A. 2006. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Pada Industri Sepeda motor di Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia. 2007. Industri Sepeda motor AISI. AISI, Jakarta. Astono. 2007. “Persaingan Pasar, Sepeda Motor Honda Tersuruk” [Kompas Cyber Media]. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg34373.html [04 Maret 2008]. Atmaja, S.S. 2005. ”Positioning yang Unik” [www.danamon.co.id]. http://www.danamon.co.id/investor/AnnualReport2005/id/annual05_7_2.p df [11 Mei 2008]. Badan Pusat Statistik. 1980-2005. Statistik Industri Besar dan Sedang. Bagian/Volume I. BPS, Jakarta. -----------------------------. 2000-2001. Statistik Industri Besar dan Sedang. Bagian/Volume II. BPS, Jakarta. -----------------------------. 2005. Indikator Industri Besar dan Sedang. BPS, Jakarta. Basri. 2003. “Wajah Kita Dalam Asumsi RAPBN” [Kompas Cyber Media]. http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2145&coid=2&caid=19 &gid=4 [08 Maret 2008]. Basri. 2006. “[Ekonomi-Nasional] Indonesia Inc"(Bersatu Padu)” [www.mailarchive.com]. http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg05026.html [12 April 2008].
98
Beattie, B.R. dan C.R. Taylor. 1994. Ekonomi Produksi. John Wileye Sons, Inc [Penerjemah]. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bisinfocus. 2004. Studi Industri Kendaraan Bermotor dan Sepeda motor. PT. Bisinfocus Data Pratama, Tangerang. -------------. 2004. Prospek Pemasaran Otomotif di Indonesia. PT. Bisinfocus Data Pratama, Tangerang. Butarbutar, P. 2005. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara. Konsultan UAQ-i Untuk Kebijakan Lingkungan, Jakarta. Dar. 2005. “Indonesia Perlu Kebijakan Otomotif Pasca Deregulasi 1999” [Kapanlagi.com]. www.kapanlagi.com/h/0000045757.html – 57k [08 Maret 2008]. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. El-Fikri, S. 2005. “Bisnis Sepeda Motor Makin Kencang” [Republika Online]. http://www.republika.co.id/cetak_berita.asp?id=201840&kat_id=105&edis i=Cetak [04 Maret 2008]. Faisal. 2005. “Tanpa Konsolidasi Kebijakan, Pertumbuhan Industri Manufaktur Mencemaskan”[www.dephan.go.id].http://www.dephan.go.id/modules.php ?name=news&file=article&sid=6985 [24 April 2008]. Fer. 2005. “Melirik Trend Penjualan Motor Sebagai Sarana Investasi” [Kompas Cyber Media]. http://64.203.71.11/kompascetak/0502/26/ekonomi/1569820.htm [04 Maret 2008]. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga, Jakarta. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. Cetakan ke-1. LP3ES, Jakarta. Hipotesa. 2005. E-Views Training 2005. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Koutsoyiannis, A. 1987. Theory of Econometrics Second Edition. The Macmillan Press Ltd, United Kingdom. Kurniawan. 2007. “Honda Vs Yamaha” [http://agneskurniawan.wordpress.com]. http://agneskurniawan.wordpress.com/2007/10/27/honda-vs-yamaha/ [04 Maret 2008]. Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi ke-10. Binarupa Aksara, Jakarta.
99
Miranti, E. 2004. “Prospek Industri Sepeda Motor di Indonesia” [www.bni.co.id]. http://www.bni.co.id/portals/0/Document/8%20Motor.pdf [04 Maret 2008]. Minister of Environment. 2007. Decree of The State Minister of Environment Number: 141 Year 2003. Ministry of Environment Republic of Indonesia, Jakarta. Netu. 2005. “Industri Otomotif Butuh Paket Deregulasi” [Lampung Post Online].http://www.lampungpost.com/cetak/cetak.php?id=2005021205225 324 [08 Maret 2008]. Nicholson, W. 1994. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar Pengembangannya. Edisi ke-3. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
dan
--------------------. 1995. Mikro Intermediate. Edisi ke-5. Binarupa Aksara, Jakarta. --------------------. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Ign Bayu Mahendra, Abdul Aziz [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Nizar, A.R. 2005. “Indonesia Perlu Kebijakan Otomotif Pasca Deregulasi 1999” [www.depperin.go.id]. http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/Matriks_Berita/berita.asp?kd=2 382 [April 2008]. Ovi. 2005. “Eksekutif pun Beralih ke Motor” [Pikiran Rakyat Online]. www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/0405/15/otokir/ [04 Maret 2008]. Pasaribu, S.H., D. Hartono, dan Irawan, T. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Poer. 2007. “Perspektif Otomotif 2008 ; Pertarungan Tetap Galak, ’Gethok [Kedaulatan Rakyat Online]. Tular’ Berperanan” http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=146279&actmenu=44 [14 April 2008]. Prabowo, H.S. 2006. Analisis Pengaruh Kebijakan Deregulasi Industri Sepeda Motor Indonesia Pada Struktur, Kinerja, dan Persaingan Usaha [Tesis]. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Sanimah. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Semen di Indonesia Periode 1983-2003 [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
100
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sya.
2007. “Gairah Pasar Motor Sport” [Republika Online]. http://www/republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=4&id=288560 &kat_id=105&kat=id1=148 [04 Maret 2008].
Syahruddin. 1989. Dasar-dasar Teori Ekonomi Mikro. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Takahashi, Y. 2007. “Strategi Produsen Sepeda Motor Berebut Pasar” [Radar Lampung Online].http://radarlampung.co.id/web/index_php?option=com_content&t ask=view&id=1418&Itemid=31 [04 Maret 2008]. Timor, S.D. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Impor Jagung di Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wahyuana. 2005. “Seri otomotif : Gairah Industri Sepeda Motor di Indonesia” [http://wahyublocknote.blogspot.com]. http://wahyublocknote.blogspot.com/2005/08/seri-otomoti-gairah-industrisepeda.html [20 Januari 2008]. Wahyuni, R.T. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Garam Beryodium di Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Walpole, R.E. 2003. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widyastuti, E.H. 2006. Analisis Structure-Conduct-Performance Industri Komponen Sepeda motor di Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wuragil. 2002. “Produksi Motor di Indonesia Meningkat Pesat” [Tempo Interaktif Online]. http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2002/07/12/brk_2002071218_id.html [04 Maret 2008].
101
Lampiran
102
Lampiran 1. Data Nilai Tambah Bruto Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Tahun
Nilai Output (Juta Rupiah)
Pertumbuhan (%)
Biaya Input (Juta Rupiah)
Pertumbuhan (%)
NTB (Juta Rupiah)
Pertumbuhan (%)
1980
147036951
-
109405082
-
37631869
-
1981
284674736
93.6076
139028389
27.0767
145646347
287.0293
1982
340058832
19.4552
244874436
76.1327
95184396
-34.6469
1983
274884502
-19.1656
219012113
-10.5615
55872389
-41.3010
1984
260222094
-5.3340
179980642
-17.8216
80241452
43.6156
1985
302486927
16.2418
193350036
7.4282
109136891
36.0106
1986
442560724
46.3074
294943847
52.5440
147616877
35.2584
1987
415178676
-6.1872
256771819
-12.9421
158406857
7.3094
1988
496075279
19.4848
318132232
23.8969
177943047
12.3329
1989
1195604398
141.0127
663210197
108.4700
532394201
199.1936
1990
748043103
-37.4339
558547982
-15.7812
189495121
-64.4070
1991
1119942204
49.7163
898120601
60.7956
221821603
17.0593
1992
1498074085
33.7635
570050382
-36.5285
928023703
318.3649
1993
1666027179
11.2113
741618663
30.0970
924408516
-0.3896
1994
2716589178
63.0579
1010158858
36.2100
1706430320
84.5970
1995
3548181703
30.6116
1512352481
49.7143
2035829222
19.3034
1996
3469726095
-2.2111
2008337618
32.7956
1461388477
-28.2165
1997
5617048
-99.8381
2720778
-99.8645
2896270
-99.8018
1998
3917793595
69648.2663
2443991282
89726.9275
1473802313
50786.2196
1999
4907648677
25.2656
3867638309
58.2509
1040010368
-29.4335
2000
10401775309
111.9503
8643909966
123.4932
1757865343
69.0238
2001
10028458472
-3.5890
7091667778
-17.9576
2936790694
67.0657
2002
17359815432
73.1055
9332640564
31.6001
8027174868
173.3315
2003
25783945579
48.5266
11116183282
19.1108
14667762297
82.7263
2004
24211244232
-6.0995
13234060788
19.0522
10977183444
-25.1612
2005
24183553957
-0.1144
14858645296
12.2758
9324908661
-15.0519
103
Lampiran 2. Data Nilai Efisiensi Produksi Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Tahun Efisiensi Produksi (%) Pertumbuhan (%) 1980 74.41 1981 48.84 -34.3637 1982 72.01 47.4406 1983 79.67 10.6374 1984 69.16 -13.1919 1985 63.92 -7.5766 1986 66.64 4.2553 1987 61.85 -7.1879 1988 64.13 3.6863 1989 55.47 -13.5038 1990 74.67 34.6133 1991 80.19 7.3925 1992 38.05 -52.5502 1993 44.51 16.9777 1994 37.18 -16.4682 1995 42.62 14.6315 1996 57.88 35.8048 1997 48.44 -16.3096 1998 62.38 28.7779 1999 78.81 26.3386 2000 83.10 5.4435 2001 70.72 -14.8977 2002 53.76 -23.9819 2003 43.11 -19.8103 2004 54.66 26.7919 2005 61.44 12.4040
104
Lampiran 3. Data Nominal Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Nilai Output Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Tahun Y nom X1 nom X2 nom X3 nom X4 nom 1980 147036951 108821438 25306 558338 5568 1981 284674736 138214896 1000 812493 6869 1982 340058832 243037235 54144 1783057 7486 1983 274884502 216213707 1243123 1555283 7766 1984 260222094 176259513 2063328 1657801 6649 1985 302486927 190619076 273493 2457467 7483 1986 442560724 292610173 305292 2028382 7033 1987 415178676 254381123 200179 2190517 6645 1988 496075279 308211550 7753440 2167242 5603 1989 1195604398 649015741 10007760 4186696 7182 1990 748043103 555714172 538438 2295372 4314 1991 1119942204 891047298 1385367 5687936 3343 1992 1498074085 561002392 0 5404005 5159 1993 1666027179 738302280 832570 2483813 3024 1994 2716589178 1005109596 1041876 4007386 6010 1995 3548181703 80598511 924195 8584618 6830 1996 3469726095 2000577740 974279 6785599 7220 1997 5617048 2713407 1252 6119 9324 1998 3917793595 2428565755 2171414 13254113 6332 1999 4907648677 3820981664 1813207 44843438 8066 2000 10401775309 8543316134 1286321 99307511 13697 2001 10028458472 7048485608 4773330 38408840 9939 2002 17359815432 9254902676 1701151 76036737 12169 2003 25783945579 10966515082 15585671 134082529 17205 2004 24211244232 12857853607 1956608 374250573 14807 2005 24183553957 14403185627 2080028 453379641 13208 Sumber: BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang (1980 – 2005)
Keterangan: Y nom
: Nilai Output Nominal (ribu Rupiah).
X1 nom
: Bahan Baku Nominal (ribu Rupiah).
X2 nom
: Modal Nominal (ribu Rupiah).
X3 nom
: Energi Nominal (ribu Rupiah).
X4 nom
: Jumlah Tenaga Kerja Nominal (ribu Jiwa).
105
Lampiran 4. Data Riil Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 Y riil X1 riil X2 riil X3 riil X4 Tahun IHPB 2000 1980 8.03 1831244031 1355296117 315168.8 6953715.53 5568 1981 11.01 2586164709 1255631221 9084.63 7381198.461 6869 1982 11.71 2903702916 2075252461 462326.2 15225212 7486 1983 12.65 2172968695 1709174629 9826918 12294550.06 7766 1984 13.92 1869716417 1266438603 14825176 11911431.88 6649 1985 16.15 1872634144 1180083364 1693139 15213671.08 7483 1986 18.11 2443395252 1615512332 1685529 11198777.21 7033 1987 22.28 1863606589 1141836911 898540.6 9832542.351 6645 1988 24.45 2028810174 1260499676 31709417 8863418.123 5603 1989 25.83 4629577242 2513095894 38751696 16211576.8 7182 1990 28.22 2650990308 1969395718 1908171 8134569.922 4314 1991 31.77 3525474056 2804934148 4361007 17905094.32 3343 1992 34.16 4385716686 1642373749 10668021 15820602.69 5159 1993 36.38 4579908715 2029592968 2288735 6828001.937 3024 1994 38.51 7054996464 2610274937 2705757 10407202.64 6010 1995 43.82 8096663858 3429367780 2108938 19589404.41 6830 1996 46.11 7524076766 4338238835 2112717 14714523.97 7220 1997 47.34 11865453.88 5731801.759 2644.725 12925.77743 9324 1998 71.31 5494297112 3405810309 3045182 18587511.83 6332 1999 93.43 5252735638 4089658384 1940705 47996655.92 8066 2000 100.00 10401775309 8543316134 1286321 99307511 13697 2001 105.06 9545125801 6708776032 4543274 36557683.39 9939 2002 106.78 16258008593 8667505010 1593181 71210775.73 12169 2003 107.91 23894305015 10162806756 14443436 124255957.5 17205 2004 108.10 22397600752 11894682853 1810040 346215784.5 14807 2005 110.78 21830555225 13001792036 1877647 409266946.8 13208
106
Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 04/09/08 Time: 14:15 Sample: 1980 2005 Included observations: 26 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.277226 2.458695 -0.519473 0.6094 LNX1 1.210210 0.150516 8.040391 0.0000 LNX2 0.003228 0.029777 0.108403 0.9148 LNX3 -0.203218 0.126935 -1.600959 0.1259 LNX4 0.067854 0.187741 0.361424 0.7218 Di 0.459487 0.218360 2.104260 0.0489 Dk -0.149015 0.169032 -0.881579 0.3890 R-squared 0.979387 Mean dependent var 22.08424 Adjusted R-squared 0.972877 S.D. dependent var 1.440592 S.E. of regression 0.237252 Akaike info criterion 0.185417 Sum squared resid 1.069482 Schwarz criterion 0.524135 Log likelihood 4.589582 F-statistic 150.4544 Durbin-Watson stat 1.665088 Prob(F-statistic) 0.000000
107
Lampiran 6. Uji Multikolinearitas Ln X1 Ln X2 1.000000 0.582125 Ln X1 0.582125 1.000000 Ln X2 0.964151 0.552771 Ln X3 0.286957 -0.070717 Ln X4 0.413552 0.118259 Di 0.562095 0.118064 Dk
Ln X3 0.964151 0.552771 1.000000 0.407522 0.544862 0.613755
Ln X4 0.286957 -0.070717 0.407522 1.000000 0.620383 0.702863
Di 0.413552 0.118259 0.544862 0.620383 1.000000 0.541736
Dk 0.562095 0.118064 0.613755 0.702863 0.541736 1.000000
108
Lampiran 7. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test F-statistic 0.264892 Probability Obs*R-squared 0.785770 Probability
0.770398 0.675106
109
Lampiran 8. Uji Heteroskedastisitas White Heteroscedasticity Test F-statistic 0.471755 Obs*R-squared 6.220668
Probability Probability
0.883541 0.796395
110
Lampiran 9. Uji Normalitas Error Term 8 Series: Residuals Sample 1980 2005 Observations 26
7 6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5 4 3 2 1
Jarque-Bera Probability
0 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
3.57E-15 -0.013392 0.535335 -0.305325 0.206832 0.654828 3.181962 1.893999 0.387903