ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA
OLEH YAYU ANGGRAENI H14101001
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN YAYU ANGGRAENI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Bank Umum Syariah (BUS) telah teruji daya tahannya pada saat badai krisis tahun 1997. Bank umum syariah juga telah membuktikan keunggulannya dengan memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan. Laba Bank Umum Syariah (BUS) yang merupakan indikator dari kinerja opersional BUS dalam perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Hal ini menjadi penting untuk dianalisis agar BUS dapat lebih meningkatkan kinerjanya. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, nisbah laba per DPK, suku bunga deposito bank konvensional, dan Non Performing Financing (NPF) BUS. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS dan NPF BUS diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005. Metode yang digunakan adalah metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS) dengan menggunakan Perangkat software Eviews 4.1. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh, arah, dan hubungan dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi at al. (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber dari mana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai beban perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila sebaliknya. Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel dapat menjelaskan variasi (Adjusted R-squared) dari variabel laba sebesar 97.02 persen. Sisanya sebesar 2.98 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam model. Uji serentak melalui uji-F dan uji parsial melalui uji-t menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari angka probabilitas statistiknya yang lebih kecil dari taraf
nyata (α) 1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap laba BUS. Variabel laba BUS pada satu periode sebelumnya (LNLBt-1) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.09. Hal ini menunjukkan bahwa jika laba BUS pada periode sebelumnya tinggi, maka berarti harga input BUS turun, karena laba tersebut dapat digunakan untuk menambah modal BUS. Tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari kinerja BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya. Variabel nisbah laba per DPK berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan bahwa nisbah laba per DPK BUS merupakan harga jual yang ditawarkan BUS kepada masyarakat. Semakin tinggi tingkat nisbah laba per DPK pada BUS, maka semakin besar kemungkinan masyarakat menyimpan dananya di BUS, begitu pula sebaliknya. Variabel suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa bagi nasabah rasional, bank syariah merupakan substitusi dan alternatif dari bank konvensional. Nasabah rasional akan melihat manakah dari kedua bank tersebut yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih menguntungkan. Variabel Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia nilai elastisitas sebesar 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pembiayaan bermasalah akan memberikan disinsentif kepada BUS. Semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan oleh BUS. Variabel fatwa MUI tentang bunga bank (DUMMY) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai intersep sebesar 0.31. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pada awalnya fatwa MUI tersebut telah memicu terjadinya kelebihan likuiditas, namun setelah enam periode, fatwa tersebut mampu meningkatkan laba BUS di Indonesia.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA
Oleh YAYU ANGGRAENI H14101001
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Yayu Anggraeni
Nomor Registrasi Pokok
: H14101001
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Wiwiek Rindayati, MS NIP. 131 653 137
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Maret 2006
Yayu Anggraeni H14101001
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yayu Anggraeni, lahir di Sukabumi pada tanggal 06 Februari 1983. Penulis adalah anak terakhir dari dua bersaudara, terlahir dari pasangan Bapak Wahidin dan Ibu Yoyoh. Pendidikan pertama penulis lalui di SD Negeri III Surade, lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutan ke SLTP Negeri I Surade dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis berhasil lulus dari Madrasah Aliyah (MA) Negeri Surade. Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menempuh
pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Keluarga Muslim Ekonomi Pembangunan (KEMBANG) FEM IPB periode 2001/2002,
Dewan
Keluarga Mesjid (DKM) Al-Ghifari IPB periode 2002/2003, serta Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB periode 2003/2004 dan periode 2004/2005.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia”.
Skripsi ini
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Wiwiek Rindayati, MS, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Sri
Hartoyo, MS, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si, atas kritik dan sarannya mengenai tatacara penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Sakti dari DPS-BI yang telah memberikan bimbingan dan data-data yang penulis butuhkan. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada para peserta Seminar Hasil Penelitian skripsi ini, kritik dan saran mereka sangat membantu bagi perbaikan skripsi ini.
Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan kakak penulis. Doa, dorongan dan kesabaran mereka sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor,
Maret 2006
Yayu Anggraeni H14101001
DAFTAR ISI
Hal DAFTAR TABEL ............................................................................................ i DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 4 1.3. Tujuan .................................................................................................. 5 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..................... 7 2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 7 2.1.1. Definisi dan Karakteristik Perbankan Syariah ......................... 7 2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah.......................................... 8 2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah................................................ 10 2.1.4. Jasa Perbankan Syariah ............................................................ 14 2.1.5. Profitabilitas Bank Syariah ...................................................... 14 2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ........ 15 2.2. Kerangka Teori ................................................................................... 19 2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba .......................................................... 19 2.2.2. Maksimisasi Laba ..................................................................... 20 2.2.3. Konsep Marjinal ........................................................................ 21 2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal ..................... 21 2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ......................... 24 2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah ............................................. 28 2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ...................................................... 30 2.2.8. Kerangka Pemikiran .................................................................. 34 2.2.9. Hipotesis Penelitian................................................................... 37
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 38 3.1. Tempat dan Waktu penelitian ........................................................... 38 3.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 38 3.3. Metode Analisis ................................................................................ 38 3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda............................................ 40 3.3.2. Variabel Dummy ...................................................................... 40 3.3.3. Uji Ekonomi ............................................................................. 41 3.3.4. Uji Kriteria Statustik ................................................................ 41 IV. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH ...................................... 47 4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia........................... 48 4.2. Fenomena Munculnya Window System di Bank Konvensional ....... 48 4.3. Perkembangan Jumlah Bank ............................................................. 59 4.4. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ................................... 52 4.4.1. Total Aset ................................................................................. 52 4.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) ........................................................ 53 4.4.3. Pembiayaan .............................................................................. 55 4.4.4. Financing to Deposit Ratio (FDR)........................................... 56 4.4.5. Laba Bank Umum Syariah ....................................................... 57 4.4.6. Kinerja Finansial ..................................................................... 58 4.4.7. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financig/NPF)..... 60
V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH ............................................................ 62 5.1. Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis........................................ 63 5.1.1. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 63 5.1.2. Uji Autokorelasi ....................................................................... 64 5.1.3. Uji Multikolinearitas ................................................................ 64 5.2. Interpretasi Variabel Penjelas ........................................................... 66 5.2.1. Laba BUS pada satu Periode Sebelumnya ................................ 66 5.2.2. Nisbah Bagi Hasil DPK BUS.................................................... 66 5.2.3. Suku Bunga Deposito Bank Konvensional ............................... 67 5.2.4. Non Performing Financing (NPF) ............................................ 68
5.2.7. Dummy (Fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank) ......... 69 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 70 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 70 6.2. Saran................................................................................................. 71 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 73 LAMPIRAN ..................................................................................................... 78
i
DAFTAR TABEL
Nomor
Hal
1.1.
Jaringan Kantor Perbankan Syariah .................................................... 2
1.2.
Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank ................................. 3
2.1.
Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ................... 18
4.1.
Jumlah jaringan Kantor Bank Syariah ................................................ 49
4.2.
Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah Posisi Maret 2005 ......... 51
4.3.
Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ............................................ 52
4.4.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah .......... 53
4.5.
Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ................................ 55
4.6.
Pertumbuhan ROA dan ROE Bank Umum Syariah ........................... 59
4.7.
Non Performing Financig/NPF Bank Umum Syariah ........................ 60
5.1.
Hasil Estimasi Variabel Dependen Laba Bank Umum Syariah .......... 62
5.2.
Hasil Uji Heteroskedastisitas .............................................................. 64
5.3.
Hasil Uji Autokorelasi ........................................................................ 64
5.4.
Hasil Uji Multikolinearitas.................................................................. 65
ii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Hal
2.1.
Skema Pembiayaan Murabahah ......................................................... 11
2.2.
Skema Pembiayaan Mudharabah ....................................................... 12
2.3.
Grafik Laba Perusahaan ...................................................................... 23
2.4.
Kerangka Pemikiran ............................................................................ 36
4.1.
Perkembangan Jumlah Jaringan Kantor Bank Syariah ....................... 50
4.2.
Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ............................................ 52
4.3.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah .......... 54
4.4.
Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ................................ 55
4.5.
Perkembangan FDR Bank Umum Syariah ......................................... 57
4.6.
Laba bank Umum Syariah................................................................... 58
4.7.
Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah ........................................... 59
4.8.
Pertumbuhan ROE Bank Umum Syariah............................................ 60
4.9.
Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah ............................................ 61
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Hal
1.
Hasil Uji Estimasi ................................................................................. 75
2.
Hasil Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Multikolinearitas ..... 76
3.
Data Asli ............................................................................................... 77
4.
Data telah disesuaikan dengan IHK tahun 2002 ................................... 78
5.
Data dalam Logaritma Natural (LN) untuk Laba.................................. 79
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada masa Krisis Moneter tahun 1997, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread, yaitu pendapatan bunga dari kredit lebih kecil daripada kewajiban pembayaran bunga kepada deposan. Hal ini menyebabkan terjadinya likuidasi oleh pemerintah terhadap 16 bank yang pada akhirnya memicu krisis kepercayaan dari para nasabah terhadap bank konvensional. Pada masa itu yang terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS) justru sebaliknya, BUS menunjukkan kondisi yang cukup stabil.
Hal ini membuat kepercayaan dan
ketertarikan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin meningkat. Sejak saat itu, bank syariah mulai berkembang di Indonesia dan pengkajian terhadap ekonomi syariah pun semakin diminati. Bank Umum Syariah telah membuktikan kembali keunggulannya dengan memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan kantornya.
Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk
dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan. Data menunjukkan bahwa pada tahun 1998, baru terdapat 1 Bank Umum Syariah, 10 Kantor Cabang, 1 Kantor Cabang Pembantu, dan 19 Kantor Kas. Sampai bulan Maret 2005 telah bertambah menjadi 3 Bank Umum Syariah, 94 Kantor Cabang, 45 Kantor Cabang Pembantu, 133 Kantor Kas, dan 89 BPRS.
2
Perkembangan jaringan kantor perbankan syariah ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 1998-2005 Jenis Bank Bank Umum Syariah
Kelas KP KPO/KC KCP KK
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005*
1 10 1 19 31
2 13 7 19 41
2 21 8 26 57
2 36 5 43 86
2 43 11 59 115
2 74 20 113 209
3 92 40 131 266
3 94 45 133 275
3 7 0 0 10
3 12 0 0 15
6 25 0 0 31
8 42 6 0 56
15 56 18 0 89
16 58 21 1 96
79 146
81 182
83 229
84 349
88 443
89 460
Total Kantor Bank UUS 1 Umum KPO/KC 1 Konvensi KCP 0 onal KK 0 Total 2 Kantor BPRS 76 79 TOTAL 107 122 Sumber : BPS-BI *Data per Maret 2005. Keterangan : - KP - UUS - KPO - KC - KCP - KK - BPRS
: : : : : : :
Kantor Pusat, Unit Usaha Syariah, Kantor Pusat Operasional, Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Kas, Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Data pada bulan Maret tahun 2005 menunjukkan bahwa telah terdapat 16 bank konvensional yang telah membuka Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu PT Bank Indonesian Finance and Investment (IFI),
PT Bank Negara Indonesia
(BNI), PT Bank Jabar, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Danamon, PT Bank Bukopin, PT Bank Internasional Indonesia (BII), Hongkong and Shanghai Bangking Corporation (HSBC), PT Bank DKI,
BPD Riau,
BPD
Kalsel, PT Bank Niaga, BPD Sumut, BPD Aceh, Bank Permata, dan Bank Tabungan Negara (BTN). Bank konvensional yang akan membuka UUS ini tampaknya masih akan terus bertambah.
3
Perkembangan
perbankan
Syariah
juga
dapat
dilihat
dari
segi
pelayanannya. Dari data pada tabel 2 dapat terlihat bahwa secara nasional aset bank syariah sebesar Rp 15.5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp 11.76 triliun, dan pembiayaan Rp 12.14 triliun. Sedangkan pangsa (share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai 1.24 persen untuk total aset, 1.24 persen Dana Pihak Ketiga (DPK), dan 2.18 persen untuk pembiayaan yang diberikan. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank ini dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank (Januari 2005)
Total Assets Deposit Fund Credit/Financing extended LDR/FDR*) NPL Sumber : BPS-BI, 2005.
Bank Syariah Share Nominal (%) 15.5 triliun 1.24 11.76 triliun 1.24 12.14 triliun 2.18 103.19 % 3.23 %
Total bank 1258.39 triliun 950.07 triliun 555.60 triliun 58.48 % 4.7 %
Dimana: *) FDR = Financing extended/Deposit Fund, LDR = Credit extended/Deposit Fund, NPL = Pembiayaan atau kredit bermasalah.
Laba Bank Umum Syariah (BUS) dalam perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama semakin meningkat, karena laba merupakan salah satu indikator dari kinerja BUS. Kemampuan untuk memberikan kontribusi pada laju pertumbuhan sektor riil juga merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan dari bank syariah.
4
1.2. Perumusan Masalah Sistem perbankan syariah mempunyai beberapa perbedaan dengan sistem perbankan konvensional. Hal mendasar yang membedakan keduanya terletak pada sistem pembiayaan yang diberikan.
Pembagian keuntungan pada bank
konvensional diberikan dalam bentuk bunga.
Sedangkan pada bank syariah
pembagian keuntungan diberikan dalam bentuk bagi hasil, sehingga pihak bank ikut menanggung resiko kerugian atau keuntungan dari suatu proyek pembiayaan. Diharamkannya bunga bagi umat Islam menjadi salah satu faktor pendorong berdirinya bank syariah.
Sehingga keberadaan bank syariah ini
merupakan sebuah kebutuhan yang cukup mendasar bagi umat Islam agar dapat menjalankan perintah agamanya dengan baik.
Apalagi jika hal ini dikaitkan
dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam. Firdaus (2004) menyatakan bahwa perilaku dari nasabah perbankan syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah emosional dan nasabah rasional. Nasabah emosional adalah nasabah yang melakukan transaksi dengan perbankan syariah karena faktor keyakinan dan ideologi yang dianutnya. Mereka meyakini bahwa bunga bank bersifat haram karena termasuk riba, sehingga melakukan transaksi dengan bank konvensional pun termasuk hal yang tidak diperbolehkan.
Sedangkan nasabah rasional adalah nasabah yang melakukan
transaksi dengan perbankan syariah karena faktor rasionalitas dalam mencari keuntungan yang lebih tinggi. Hasil penelitian dari BNI Syariah pada tahun 2005 menyatakan bahwa sekitar 51% masyarakat Indonesia tidak setuju dengan sistem bunga. Hal ini
5
merupakan sebuah peluang yang sangat besar bagi bank syariah untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Salah satu indikator kinerja perbankan syariah tersebut adalah tingkat laba yang diperolehnya. Jika labanya naik, maka dapat dikatakan kinerjanya juga meningkat dan sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Hal ini perlu diketahui agar pada masa yang akan datang, BUS dapat melakukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.
1.3. Tujuan Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
mempengaruhi laba BUS di Indonesia.
faktor-faktor
yang
Penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan laba BUS di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terdapat tiga manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini. 1. Dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penulis tentang perbankan syariah dan prospek kedepannya. 2. Menjadi rujukan dan pertimbangan bagi peneliti yang melakukan penelitian sejenis.
6
3. Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pihak
pembuat
kebijakan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Tingkat laba yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada laba Bank Umum Syariah (BUS) yang terdapat di Indonesia. Bank umum syariah dalam konteks penelitian ini mencakup tiga buah BUS (Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega) beserta unit usaha syariah bank konvensional yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dibatasi untuk melihat pengaruh lima buah variabel terhadap laba BUS. Variabel-variabel tersebut yaitu laba BUS satu periode sebelumnya, nisbah laba per Dana Pihak Ketiga (DPK), suku bunga deposito bank konvensional, besarnya pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF), dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Definisi dan Karakteristik Perbankan Syariah Bank Umum adalah bank yang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU nomor 10 tahun 1998). Yuliadi (2001) menyebutkan bahwa secara umum bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Kegiatan bank syariah selalu terkait dengan lalu lintas uang antara lain : (1) memindahkan uang, (2) menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran, (3) mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya, (4) memberi dan menjual surat-surat berharga, (5) membeli dan menjual cek, surat wesel dan kertas dagang, serta (6) memberi jaminan bank. Khalid (2005) menyebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang tata cara beroperasinya didasarkan kepada tata cara bermuamalat secara Islam. Artinya, bank syariah mengacu kepada ketentuan-ketentuan al Qur’an dan Al Hadist.
8
Khalid (2005) mengemukakan enam karakteristik bank syariah.
Dalam bank syariah tidak dikenal adanya konsep “Time Value of Money”.
Tidak diperkenankan kegiatan yang bersifat “spekulatif” karena adanya ketidakpastian.
Tidak diperkenankan adanya dua transaksi untuk satu barang.
Tidak diperkenankan dua harga untuk satu barang.
Tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil, sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan usaha riil, seperti jual beli dan sewa menyewa.
Dalam strukturnya terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS).
2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah Penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional bank syariah yang ditetapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah. (1) Prinsip Wadi’ah Al wadi’ah adalah titipan murni yang dapat diambil setiap saat jika pemiliknya menghendaki. Terdapat dua jenis wadi’ah, yaitu : wadi’ah yad alamanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah. Pada wadi’ah yad al-amanah, barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sedangkan dalam wadi’ah yad adh-dhamanah harta yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.
9
(2) Prinsip Mudharabah Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terlebih dahulu. Dana tersebut juga bisa digunakan oleh bank untuk melakukan mudharabah kedua.
Hasil usaha ini akan
dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal penggunaan di mudharabah kedua ini, bank bertanggung jawab secara penuh atas kerugian yang terjadi. Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua. -
Mudharabah
Mutlaqah.
Penerapan
mudharabah
mutlaqah
ini
mengembangkan produk tabungan dan deposito mudharabah. Prinsip ini mengindikasikan
bahwa
tidak
ada
pembatasan
bagi
bank
dalam
menggunakan dana yang dihimpun. - Mudharabah Muqayyadah. Prinsip terbagi dua, yaitu pertama, Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet merupakan simpanan
khusus (restricted
investment), dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Contohnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau untuk nasabah tertentu.
Kedua,
Mudharabah
Muqayyadah off Balance Sheet merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada
pelaksana usahanya, bank bertindak sebagai perantara
(arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana
10
usaha.
Pemilik dana dapat menetapkan syarat-sarat tertentu yang harus
dipatuhi bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah Produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :
(1)
transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli ; (2) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa yang dilakukan dengan prinsip sewa; dan (3) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang bertujuan untuk mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang dilakukan dengan prinsip bagi hasil. (1) Prinsip Jual Beli (Ba’i) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Pembiayaan Murabahah Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal dengan murabahah, adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Dalam perbankan syariah, murabahah selalu dilakukan dengan cicilan (bi tsaman ajil).
11
Skema pembiayaan murabahah dapat dijelaskan dalam gambar berikut. BANK
SUPPLIERR Beli tunai
Bayar
Jual
Kirim barang
tangguh NASABAH Sumber : Yuliadi, 2001.
Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Murabahah - Salam. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh sebab itu, barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas mirip jual beli ijon, tapi dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. - Istishna. Produk isthisna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Produk ishtishna umumnya diaplikasikan dalam pembiayaan manufaktur dan konstruksi. (2) Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya sama dengan prinsip jual beli, hanya saja perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Barang yang disewakan kepada nasabah dapat
12
dijual pada nasabah pada akhir masa sewa. Transaksi semacam ini dalam perbankan dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan pindahnya hak kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. (3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil dapat dijelaskan melalui uraian berikut ini. - Musyarakah. Produk ini merupakan produk pembiayaan yang sebagian dari modal usaha adalah penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses manajemen usaha.
Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian
sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal. - Mudharabah. Produk ini menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja bagi nasabah hingga 100 %. Besarnya bagi keuntungan didasarkan pada perjanjian yang sesuai dengan proporsinya. pembiayaan mudharabah dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini. Akad Mudharabah BANK
NASABAH
Dana
Keuntungan usaha
Pengembalian
Porsi keuntungan
Pokok + porsi Keuntungan
USAHA
Sumber : Yuliadi, 2001.
Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah
Skema
13
(4) Akad pelengkap Akad pelengkap dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Akad ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Bank diperbolehkan meminta pengganti biaya yang benar-benar timbul untuk melaksanakan akad ini. Bentuk-bentuk akad pelengkap tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini. - Hiwalah (Alih Hutang Piutang). Fasilitas ini bertujuan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya; - Rahn (Gadai). Fasilitas ini bertujuan untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan; - Qardh. Fasilitas ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benarbenar membutuhkan modal kerja. Nasabah membayar kepada bank hanya sesuai dengan besarnya pinjaman pokok ditambah dengan biaya administrasi. Pada fasilitas ini pengusaha tidak perlu membagi keuntungannya dengan bank; - Wakalah (Perwakilan). Wakalah dalam aplikasi perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan LC (letter of credit), inkaso, dan transfer uang; - Kafalah (Garansi Bank). Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat
memberikan syarat kepada nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana untuk
14
fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah.
2.1.4. Jasa Perbankan Syariah Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa : (1) sharf (jual beli valuta asing), pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip syariah sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot);
(2) ijarah (sewa), jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak
simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
2.1.5. Profitabilitas Bank syariah Profit adalah selisih antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan, pada umumnya dicerminkan dengan pendapatan bersih sesudah pajak. Terdapat dua Indikator tingkat profit yang dapat digunakan. (1) Return On Asset (ROA) Rasio ini membandingkan laba operasi dengan seluruh sumber daya input (total aset) yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini dianggap yang terbaik dan lebih banyak digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan.
15
(2) Return On Equity (ROE) Equity adalah penjumlahan dari laba yang ditahan (retained earnings) dengan penjualan.
Equity capital mencerminkan kontrol pengambilan
keputusan oleh pihak pemilik. Dalam industri perbankan, ROE merupakan pembagian antara laba bersih dengan ekuitas.
2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional Antonio (2001) menyebutkan bahwa sesungguhnya dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki beberapa persamaan, terutama dari sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Namun, ternyata terdapat cukup banyak perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. (1) Akad dan aspek Legalitas Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, transaksi maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, sebagaimana dijelaskan berikut ini. - Rukun, yaitu : penjual, pembeli, barang, harga, dan akad (ijab kabul). - Syarat, yaitu :
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah;
Harga barang dan jasa harus jelas;
16
Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi;
Barang
yang
ditransaksikan
harus
sepenuhnya
berada
dalam
kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal. (2) Lembaga Penyelesai Sengketa Jika terjadi perbedaan atau perselisihan antara bank syariah dan nasabahnya, maka penyelesaiannnya tidak dilakukan di peradilan negeri, tetapi diselesaikan menurut tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang
mengatur hukum materi di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang telah didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). (3) Struktur Organisasi Struktur organisasi bank syariah bisa sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tetapi unsur yang sangat membedakan diantara keduanya adalah di bank syariah terdapat keharusan untuk memiiki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang beranggotakan para ulama yang berasal dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Adapun peran para ulama tersebut adalah mengawasi jalannnya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
17
(4) Bisnis dan Usaha yang Dibiayainya Bisnis dan Usaha yang dilakukan oleh bank syariah tidak terlepas dari saringan syariah, oleh karena itu bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok. - Apakah objek pembiayaan halal atau haram ? - Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ? - Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila ? - Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ? - Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ? - Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak angsung ? (5) Lingkungan Kerja dan Corporate Culture Bank syariah selayakya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika misalnya, bank syariah harus memiliki sifat amanah dan shiddiq, karyawannya dapat mencerminkan integritas eksekutif muslim yang baik, skillfull dan profesional (fathanah), mampu melaksanakan tugas secara team work, dalam hal pemberian reward dan punishment-nya diperlukan prinsip keadilan dan kesesuaian dengan syariah. Cara berpakaian dan tingkah laku para karyawan juga harus mencerminkan bahwa mereka bekerja di sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga agar sesuai dengan syariat Islam.
18
(6) Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional. Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional No. 1.
Bank Syariah Melakukan investasi-investasi yang halal saja 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. 3. Profit dan falah oriented 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. 5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah. Sumber : Antonio, 2001.
Bank Konvensional Investasi yang halal dan haram Memakai perangkat bunga Profit Oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor. Tidak terdapat dewan sejenis
Ciri-ciri bank syariah yang membedakannya dengan bank konvensional menurut Sumitro dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini. - Beban biaya yang disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. - Penggunaan prosentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan, karena prosentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. - Di dalam
kontrak-kontrak pembiayaan, tidak menerapkan perhitungan
berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka. Bank syariah menetapkan sistem yang didasarkan atas penyertaan modal untuk jenis kontrak mudharabah dan musyarakah dengan sistem bagi hasil
19
(profit and loss sharing). Penetapan keuntungan dimuka hanya diterapkan pada jenis kontrak jual beli melalui kredit pemilikan barang (mudharabah, ba’i bitsaman ajil dan ba’i salam) serta sewa guna usaha (ijarah), karena kemungkinan rugi dari kontrak ini sangat kecil. - Pengerahan dana dalam bentuk deposito ataupun tabungan, oleh penyimpan dana dianggap sebagai titipan (wadi’ah), sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan pada proyek-proyek yang dibiayai bank, sehingga kepada penyimpan dana tidak dijanjikan imbalan yang pasti. Apabila proyek-proyek yang dibiayai bank untung, penyimpan dana memperoleh keuntungan yang mungkin lebih besar dari tingkat bunga deposito ataupun tabungan pada bank konvensional. Sedangkan giro dianggap sebagai titipan murni, bagi nasabah giro dapat diberikan bonus atas ijin penggunaan dananya. - Terdapat pos pendapatan berupa pendapatan “non halal” sebagai hasil dari transaksi dengan bank konvensional. Digunakan untuk kepentingan yang bersifat sosial.
2.2.
Kerangka Teori
2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber darimana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai beban
20
perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila sebaliknya. Konsep laba yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah laba
perusahaan yang dikonversikan kedalam konteks pendapatan bersih atau laba bank. Laba tersebut diperoleh dari selisih pendapatan atau penerimaan total dengan biaya ekonomi total.
2.2.2. Maksimisasi Laba Perusahaan adalah setiap institusi yang mengubah input menjadi output (Nicholson, 2002).
Jika perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai laba
ekonomi sebesar mungkin, maka secara definisi mereka berusaha membuat perbedaan sebesar mungkin antara penerimaan total dengan biaya ekonomi total. Laba ekonomi didefinisikan sebagai berikut : π = TR - TC
[2.1]
dimana : π
: laba (profit),
TR
: total penerimaan (revenue),
TC
: total biaya (cost). Sebagai perantara keuangan, bank akan memperoleh laba dalam bentuk
spread based, yaitu selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan (bunga simpanan) dan bunga yang berasal dari peminjam (bunga kredit). Selain dari spread based, bank juga memperoleh laba dari kegiatan jasa yang dilakukannya
21
misalnya dalam bentuk penerimaan biaya kirim, biaya tagih, biaya administrasi, biaya provisi dan komisi, biaya sewa dan biaya-biaya lainnya.
Biaya dari
kegiatan-kegiatan tersebuat dikenal dengan istilah fee based. Sedangkan dalam bank syariah laba diperoleh dalam bentuk bagi hasil (Profit Sharing) dari pembiayaan yang diberikannya kepada nasabah dan juga dari kegiatan simpanan, jual beli, sewa dan jasa yang diberikannya.
2.2.3. Konsep Marjinal Jika sebuah perusahaan adalah pencari laba maksimum, maka Ia akan membuat keputusan berdasarkan konsep marjinal.
Manajer-pemilik akan
menyesuaikan segala sesuatu yang dapat diatur sampai tidak mungkin lagi terjadi peningkatan laba.
Sepanjang penambahan laba ini positif, manager akan
memutuskan untuk memproduksi tambahan output atau mempekerjakan tambahan tenaga kerja. Ketika tambahan laba dari aktivitas produksi menjadi nol, manajer akan mempertahankan aktivitasnya jika menambah produksi sudah tidak bisa lagi menguntungkan (Nicholson, 2002).
2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal Untuk memaksimumkan laba, perusahaan seharusnya menghasilkan tingkat output dimana penerimaan marjinal dari hasil tambahan penjualan satu unit outputnya adalah tepat sama dengan biaya marjinal untuk menghasilkan unit output tersebut.
22
Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut. MR
=
MC
[2.2]
dimana : MR
: penerimaan marjinal,
MC
: biaya marjinal. Perusahaan
seharusnya
terus
meningkatkan
outputnya,
Sepanjang
penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal. Pada saat itu, setiap tambahan unit yang diproduksi akan memberikan suatu tambahan pada laba totalnya. Jika biaya marjinal sama dengan penerimaan marjinal, maka perusahaan tidak perlu lagi melakukan penambahan produksi. Kenaikan output selanjutnya akan mengurangi laba karena biaya untuk menghasilkan lebih banyak output akan melebihi jumlah penerimaan yang dihasilkan. Laba ekonomi didefinisikan sebagai penerimaan total dikurangi biaya ekonomi total, maka laba mencapai maksimum saat slope fungsi penerimaan (penerimaan marjinal) sama dengan slope fungsi biaya (biaya marjinal). Pada gambar 1.1, peristiwa ini terjadi pada titik q *. produksi q1 dan q2.
Laba adalah nol pada titik
23
Biaya Penerimaan
Biaya (TC) Penerimaan (R)
(a)
Output per minggu
Laba 0
q1
q*
Output per minggu
q2 Laba
(b)
Sumber : Nicholson, 2002.
Gambar 2.3. Grafik Laba Perusahaan Jika persamaan Maksimisasi Laba (π = TR - TC) tadi dikonversikan ke dalam bank, maka total penerimaan adalah berasal dari total pendapatan bank dan total biaya berasal dari total beban bank. Laba bank adalah total pendapatan bank dikurangi total beban bank. Hal mendasar yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah terletak pada sumber penerimaan bank. Sumber penerimaan bank konvensional berasal dari bunga, sedangkan bank syariah, tidak menjadikan bunga sebagai
salah satu sumber penerimaannya. Bank syariah
menggantinya dengan sistem bagi hasil (profit sharing).
24
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Maksimisasi laba sebuah perusahaan dapat dilihat dari sisi penawarannya. Jumlah komoditi yang diproduksi dan ditawarkan untuk dijual dipengaruhi oleh beberapa variabel (Lipsey, at al., 2005). (1) Harga komoditi itu Sendiri Satu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin tinggi harga suatu komoditi, semakin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang ditawarkan. Dalam konteks bank syariah, harga dari komoditinya adalah nisbah bagi hasil yang akan diterima oleh deposan atau biasa disebut dengan nisbah bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK). Keputusan untuk menyimpan dana bagi nasabah rasional , ditentukan oleh tingkat pengembalian yang paling besar yang akan diterimanya apakah dari bank syariah atau bank konvensional. Oleh karena itu, tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank konvensional akan menjadi substitusi bagi bank syariah. (2) Harga-harga Masukan (Prices of Input) Semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi keluaran, disebut sebagai masukan (input) perusahaan.
Masukan (input)
perusahaan biasanya dalam bentuk bahan baku, tenaga kerja dan mesin. Jika harga lainnya tetap sama, semakin tinggi harga setiap masukan maka semakin
25
kecil keuntungan yang akan diperoleh dari suatu komoditi tertentu. Masukan (input) bank syariah meliputi bahan baku berupa modal dan tenaga kerja. Modal bank syariah biasanya diperoleh dari para investor dan dari laba yang diperoleh BUS pada periode sebelumnya. (3) Tujuan Perusahaan Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba.
Selama
perusahaan memilih laba besar ketimbang lebih kecil, maka perusahaan akan memberikan respon terhadap perubahan dalam kemampulabaan arah tindakan alternatif. Bank syariah termasuk perusahaan yang tidak terlalu profit oriented, karena dalam usianya yang masih baru, bank syariah lebih berkonsentrasi pada upaya pelayanan dan sosialisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan dan sosialisasi yang dilakukan bank syariah juga merupakan sebuah upaya peningkatan laba dalam jangka panjang. (4) Teknologi Perubahan teknologi apa pun yang dapat menurunkan biaya produksi akan menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu. Selama kenaikan keuntungan ini diikuti oleh kenaikan produksi, maka perubahan ini akan meningkatkan jumlah kooditas yang ditawarkan. Teknologi yang dipakai oleh bank syariah hampir sama dengan teknologi yang dipakai oleh bank konvensional. Perubahan teknologi yang dapat menurunkan biaya produksi dan
26
meningkatkan pelayanan, akan mampu menaikan laba yang akan diperoleh bank syariah. Teori tersebut bersifat mikro yang berlaku untuk sebuah perusahaan. Dalam penelitian ini teori tersebut dikonversikan pada sebuah industri dalam bentuk bank dengan sistem syariah.
Faktor-faktor yang diduga akan
mempengaruhi laba BUS dalam penelitian ini adalah : (1) Laba BUS Satu Periode Sebelumnya Tingkat laba BUS pada satu periode (bulan) sebelumnya dapat digunakan untuk menambah modal bagi kelancaran operasional BUS. Tingkat laba BUS satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya. Tingkat laba BUS satu periode sebelumnya merupakan proksi dari harga input perusahaan.
Artinya, jika tingkat laba BUS satu periode
sebelumnya mngalami peningkatan, maka hal itu akan menambah modal BUS dan berarti mengurangi harga input BUS. (2) Nisbah laba Dana Pihak Ketiga (DPK) Nisbah laba DPK merupakan proksi dari harga komoditi (harga output) dari bank syariah.
Nisbah laba per
DPK merupakan besarnya tingkat
pengembalian yang dapat BUS berikan kepada para deposannya. Jika besarnya nisbah per DPK yang diberikan BUS cukup besar, maka nasabah rasional akan menyimpan dananya di BUS, dan sebaliknya.
27
(3) Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional (IDEP) Tingkat suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) akan menjadi sebuah landasan bagi nasabah rasional untuk menentukan apakah ia akan menyimpan dananya di BUS atau di bank konvensional. Dengan kata lain, bagi nasabah rasional, IDEP akan menjadi substitusi dari nisbah bagi hasil DPK BUS. Jika IDEP bank konvensional lebih kecil daripada nisbah bagi hasil DPK BUS, maka nasabah rasional akan memilih menyimpan dananya di bank syariah, dan sebaliknya. (4) Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) ini menunjukkan jumlah pembiayaan bermasalah pada BUS. Pembiayaan bermasalah memberikan disinsentif kepada BUS, karena semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan. Non Performing Financing (NPF) merupakan proksi dari harga input perusahaan. Jika NPF meningkat, maka modal harus ditambah karena harus menyisihkan dana penghapusan akan meningkat, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa NPF menyebabkan harga input BUS menjadi meningkat. (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank merupakan variabel dummy dalam penelitian ini. Fatwa MUI merupakan variabel kualitatif yang dikuantitatifkan yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh fatwa tersebut terhadap laba BUS. Fatwa MUI diduga akan mempengaruhi nasabah emosional untuk mengalihkan dananya dari bank konvensional ke bank syariah. Meningkatnya pengalihan dana tersebut akan meningkatkan jumlah dana Pihak
28
ketiga (DPK) yang dihimpun BUS. Peningkatan DPK akan memperbesar peluang BUS untuk dapat meningkatkan penyaluran pembiayaannya, dan peningkatan pembiayan diduga akan meningkatkan jumlah laba yang akan diperoleh BUS.
2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah Terdapat empat unsur laba rugi dalam laporan laba rugi bank syariah (Harahap at al., 2005). (1) Pendapatan Operasi utama Unsur ini merupakan kelompok pendapatan operasi utama bank syariah atas penyaluran yang dilakukan sesuai prinsip syariah, yaitu : 1) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip bagi hasil, yaitu pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah, 2) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip jual beli, yaitu pendapatan margin murabahah, pendapatan bersih salam paralel dan ishtishna paralel dan 3) pendapatan bersih ijarah. Pendapatan operasi utama ini dipisahkan agar dapat memberikan informasi kepada pemakai laporan keuangan, atas pendapatan utama operasional bank syariah dan akan dikaitkan dengan bagi hasil yang telah diberikan oleh bank syariah. (2) Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil Investasi tidak Terikat Unsur ini merupakan jumlah bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah kepada pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati. Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pendapatan dan beban bank syariah, tetapi merupakan alokasi pendapatan dari bank syariah. Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat juga tidak dikategorikan sebagai
29
beban bank syariah karena besarnya sangat tergantung pada pendapatan operasi utama bank syariah, besarnya sebanding dengan pendapatan operasi utama, besarnya tidak tetap. (3) Pendapatan Operasi lainnya Unsur ini menampung pendapatan operasi utama lainnya yang merupakan milik bank syariah sepenuhnya (tidak dibagihasilkan), meliputi pendapatan atas fee mudharabah muqayyadah, fee wakalah, fee kafalah dan pendapatan atas layanan berdasarkan imbalan lainnya. (4) Beban-beban Beban-beban ini merupakan semua beban yang menjadi tanggungan bank sebagai mudharib sebagaimana layaknya bank.
Beban-beban bank syariah
meliputi beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi dan beban operasi lainnya. Laporan laba rugi bank syariah yang mempergunakan metode bagi hasil revenue sharing berbeda dengan yang mempergunakan metode profit sharing. Bank yang mempergunakan metode profit sharing harus membuat laporan laba rugi atas pengelolaan dana mudharabah yang terpisah dengan laporan laba rugi bank.
Laporan laba rugi pengelolaan dana mudharabah inilah yang akan
dipergunakan sebagai dasar pembagian bagi hasil dengan pemilik dana. Jika pengeloaan dana tersebut mengalami kerugian yang bukan disebabkan oleh kesalahan mudharib, maka sesuai dengan prinsipnya kerugian tersebut akan menjadi tanggungan pemilik dana.
30
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan laba rugi pengelolaan dana mudharabah, khususnya yang berkaitan dengan beban, harus ada kriteria yang jelas tentang beban yang menjadi tanggungan dana mudharabah, baik beban tenaga kerjanya, beban umum dan administrasi maupun beban operasi lainnya. Beban yang menjadi tanggungan bank tidak dibebankan pada laba rugi pengeolaan dana mudharabah.
2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perbankan syariah telah dilakukan oleh Mardiansyah (2004).
Untuk model pembiayaan perbankan syariah, faktor internal seperti
Lending Capacity (LC), nisbah laba per pembiayaan, dan tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah, serta faktor eksternal rata-rata suku bunga kredit perbankan konvensional secara signifikan berpengaruh terhadap volume pembiayan yang disalurkan perbankan syariah, meskipun dengan tingkat signifikansi yang berbeda. Pembiayaan yang diberikan perbankan syariah tidak tergantung pada besarnya laba dan pembiayaan bermasalahnya, perbankan syariah tidak bersifat “profit oriented”. Dalam skripsi Irawan (2004), penawaran pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh Letter of Credit (LC). Nilai elastisitas LC terhadap penawaran pembiayaan merupakan yang tertinggi diantara variabel-variabel yang lainnya.
Cara yang paling efektif untuk
meningkatkan tingkat pembiayaan BUS adalah dengan meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK). Meningkatnya DPK akan meningkatkan LC yang pada akhirnya
31
akan meningkatkan pembiayaan BUS. Variabel lain yang berpengaruh secara nyata terhadap
penawaran pembiayaan BUS di Indonesia adalah Variabel
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan variabel Non Performing Financing (NPF). Nilai elastisitas SWBI tidak besar, sehingga peningkatan jumlah SWBI BUS tidak akan mengurangi jumlah pembiayaan yang dikucurkan secara signifikan. Variabel NPF memiliki hubungan yang positif dengan penawaran pembiayaan BUS. Seharusnya hubungan keduanya adalah negatif. Artinya BUS lebih mengutamakan untuk menyalurkan dana yang terkumpul dari DPK dan tidak terlalu memperhatikan NPF ketika persentasenya terhadap total pembiayaan berada pada kondisi stabil. Permintaan pembiayaan BUS secara nyata dipengaruhi oleh variabel GDP Riil dan variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Nilai elastisitas GDP Riil merupakan merupakan yang tertinggi diantara variabel-variabel lain. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa permintaan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional.
pembiayaan BUS sangat Variabel suku bunga SBI
mempengaruhi permintaan pembiayaan BUS secara nyata.
Namun variabel
tersebut memiliki hubungan yang negatif dan tidak sesuai dengan kerangka teoritis.
Hal ini menunjukkan bahwa nasabah pembiayaan BUS merupakan
nasabah segmen khusus yang tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi tingkat suku bunga kredit di bank konvensional. Nasabah tersebut disebut kategori nasabah emosional.
32
Permintaan dan penawaran pembiayaan BUS di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh nisbah bagi hasil yang diterima oleh pihak bank.
Nilai
elastisitasnya pada persamaan penawaran adalah positif yang mengartikan bahwa kurva penawaran pembiayaan memiliki slope positif.
Sedangkan nilai
elastisitasnya pada persamaan permintaan bernilai negatif yang mengartikan bahwa kurva permintaan pembiayaan memiliki slope negatif. Pada skripsi Firdaus (2004), struktur pasar bank umum syariah berupa perusahaan dominan mempengaruhi perilakunya dalam berpromosi. Struktur pasar dan perilaku tersebut kurang memberi pengaruh besar terhadap kinerja. Kinerja bank umum syariah yang tinggi lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu preferensi masyarakat untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap bank umum syariah. Sedangkan pada skripsi Pitaloka (2004), penelitiannya membandingkan kinerja finansial antara bank syariah dengan bank konvensional dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA).
Penelitian yang
menggunakan data pada tahun 2001 dan 2002 tersebut menyimpulkan bahwa nilai EVA untuk bank syariah belum tentu bernilai lebih besar daripada bank konvensional. Karena nilai EVA sangat tergantung pada kinerja masing-masing bank bukan pada jenis bank. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa kinerja bank syariah (yang diwakili oleh BMI) selama dua tahun tersebut tidak menarik bagi pemegang saham atau investor.
Sehingga investor ragu untuk membeli
saham yang ditawarkan, karena tidak akan mendapatkan deviden yang diharapkan. Implikasinya, bank syariah sulit mendapatkan penambahan modal,
33
kecuali dari keuntungan antara selisih dana pihak ketiga dan pembiayaan yang disalurkan kembali kepada masyarakat, tanpa dapat mengharapkan modal dari penjualan saham. Budiman (2004), pada penelitiannya tentang ada tidaknya pengaruh faktorfaktor makroekonomi (suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan Indeks Harga Saham Gabungan /IHSG), pembiayaan dan simpanan mudharabah terhadap laba bruto bank-bank syariah di Indonesia.
Sampel yang
dipilih dalam penelitian tersebut adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan BNI unit syariah. Pengujiannya menggunakan persamaan linear berganda dengan metode OLS dan data yang digunakan adalah data yang berasal dari laporan bulanan dan triwulanan bank syariah yang bersangkutan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor pembiayaan secara statistik dan substansi menjadi faktor tunggal yang signifikan terhadap laba bruto bank syariah dari ketiga sampel tersebut. Hal itu mampu dijelaskan secara memuaskan oleh sejumlah persamaan regresi yang dihasilkan. Sedangkan fungsi regresi yang menggunakan faktor tunggal simpanan mudharabah yang secara statistik juga signifikan, secara substansi kurang menemukan penjelasan yang memuaskan. Kombinasi dari dua variabel bebas ini dalam satu persamaan fungsi regresi tidak dapat dilakukan karena bermasalah dalam hal multikolinearitas dan autokorelasi atau keduanya. Kesimpulan dari hasil pengujian itu juga menunjukkan bahwa variabelvariabel makroekonomi tidak berhubungan langsung dengan hasil operasional bank syariah. Suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap pendapatan dan laba
34
bruto bank syariah, karena bank syariah adalah alternatif dari bank konvensional yang berintikan suku bunga. Kurs dan IHSG juga tidak berpengaruh terhadap laba bruto bank syariah karena keduanya banyak dipenuhi unsur maupun pelaku spekulasi. Sehingga bukanlah substitusi yang ideal terhadap perbankan syariah yang mengharamkan semua jenis usaha atau proyek yang berindikasi spekulasi atau judi. Laba bruto dalam penelitian Budiman adalah jumlah hasil investasi yang diperoleh bank syariah dari hasil investasi melalui pembiayaan yang diberikan kepada pihak debitur bank syariah setelah dikurangi bagi hasil kepada pihak penabung (deposan) bank syariah setiap periodenya. Laba
yang dipakai dalam
penelitian yang dilakukan penulis adalah laba bersih BUS yang diperoleh dari selisih antara laba bagi hasil pembiayaan dengan bagi hasil yang harus diberikan kepada deposan, ditambah pendapatan dari jasa-jasa. Penelitian ini juga hanya menganalisis faktor- faktor internal BUS dan tidak menyertakan variabel makroekonomi sebagaimana pada penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Mardiyansyah. Sampel yang dipilih dalam penelitian Budiman adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan BNI unit syariah, sedangkan sampel dalam penelitian penulis mencakup seluruh BUS dan UUS di Indonesia.
2.2.8. Kerangka Pemikiran Bank Umum Syariah memperoleh laba dari kegiatan intermediasinya dalam bentuk kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana.
Kegiatan BUS
35
dalam menghimpun dana menghasilkan laba berupa bagi hasil simpanan. Kegiatan BUS dalam menyalurkan dana menghasilkan laba berupa bagi hasil pembiayaan. Bank Umum syariah juga memperoleh laba dari pemberian jasa-jasa lainnya. Laba yang dipungut dari biaya jasa-jasa lainnya disebut dengan fee based. Laba BUS diperoleh dari fee based ditambah selisih antara bagi hasil simpanan dengan bagi hasil pembiayaan. Besarnya laba yang diperoleh oleh BUS di Indonesia akan dipengaruhi oleh faktor internal. Faktor internal disini maksudnya adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam BUS itu sendiri. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya, tingkat suku bunga deposito bank konvensional, Non Performing Financing (NPF), dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank. Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam gambar 2.4 berikut.
36
Kerangka Pemikiran
Bank Umum Syariah (BUS)
Menghimpun Dana
Menyalurkan Dana
Memberikan Jasa-jasa lainnya
Bagi Hasil Simpanan
Bagi Hasil Pembiayaan
Biaya-biaya
Selisih Bagi Hasil Simpanan dengan Bagi Hasil Pembiayaan
Fee Based
LABA BUS
Faktor-faktor yang mempengaruhi Laba BUS. - Laba satu periode sebelumnya, - Nisbah Laba per DPK, - Suku bunga deposito bank konvensional, - NPF, - Fatwa MUI.
Keterangan : ---------------- : Ruang lingkup penelitian
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
37
2.2.9. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah : 1) Diduga bahwa laba BUS satu periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS; 2) Diduga bahwa nisbah bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) BUS berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS; 3) Diduga bahwa suku bunga deposito bank konvensional berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS; 4) Diduga bahwa Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS; 5) Diduga bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan memiliki hubungan yang positif
antara masa sebelum dan sesudah keluarnya fatwa MUI
(Dummy) terhadap laba BUS.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat makro yang meliputi seluruh
Bank Umum Syariah (BUS) dan unit Usaha Syariah (UUS) yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai bulan Januari 2006.
3.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, suku bunga deposito bank konvensional, Nisbah bagi hasil DPK, Non performing Financing (NPF), inflasi, dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan.
Data suku bunga bank
konvensional, inflasi, dan IHK diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS, Nisbah bagi hasil DPK dan NPF diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005.
3.3.
Metode Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
ekonometrika melalui model regresi linear berganda yang diduga dengan OLS.
39
Data yang diperoleh ditabulasikan dan diolah secara matematik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba bank umum syariah.
3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikatnya.
Analisis ini melibatkan satu variabel terikat dan dua atau lebih
variabel bebas dalam analisa.
Analisa regresi berganda ini bertujuan untuk
menghitung parameter-parameter estimasi dan untuk melihat apakah ada atau tidaknya hubungan antara variabel-variabel tersebut. Analisis akan digunakan untuk mengukur variabel-varabel yang mempengaruhi BUS. Bentuk persamaan regresi dari laba BUS dapat dituliskan dalam model berikut ini. LNLBt = a + b1LNLBt-1 + b2IDEPt + b3NDPKt+ b4NPFt+ b7DUMMY dimana : LBt
: laba bank umum syariah periode t (Miliar),
a
: intersep,
LBt-1
: tingkat laba periode t-1 (Miliar),
NDPKt
: nisbah bagi hasil DPK periode t (%),
IDEPt
: suku bunga deposito bank konvensional periode t (%),
NPFt
: Non Performing Financing periode t (%),
DUMMY
: Fatwa MUI (bulan Desember tahun 2003).
[3.1]
40
Dalam
analisa
regresi,
estimasi
persamaannya
ditujukan
untuk
menggambarkan suatu pola hubungan/fungsi yang ada diantara variabel-variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa analisa regresi dapat digunakan untuk melakukan suatu estimasi terhadap besarnya suatu variabel dari nilai varibel lain yang telah diketahui. Variabel yang dapat diestimasi disebut sebagai variabel terikat (dependent variable) biasanya dinotasikan sebagi Y. Variabel-variabel yang mempengaruhinya disebut sebagi variael bebas (independent variable) yang biasanya dinotasikan sebagai X1, X2, X3, . . . . Xk. Jika dituliskan adalah seperti persamaan berikut ini. Y = a + b1X1 +b2X2 + ... + bkXk + e
[3.2]
dimana : Y
: varibel terikat,
X
: variabel bebas,
a
: intersep,
B
: koefisien masing-masing variabel bebas.
3.3.2. Variabel Dummy Variabel dummy merupakan variabel yang merubah variabel kualitatif menjadi variabel kuantitatif. Variabel kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai keharaman bunga bank. Fatwa tersebut dicetuskan MUI pada tanggal 16 Desember 2003 dan disahkan Pengurus Harian MUI pada tanggal 6 Januari 2004. Banyaknya variabel
41
dummy pada setiap variabel kualitatif tergantung pada banyaknya pilihan kategori dikurangi 1. Nilai yang digunakan adalah : Dummy = 0
: menunjukkan sebelum fatwa MUI
Dummy = 1
: menunjukkan setelah fatwa MUI
variabel dummy tidak hanya mempengaruhi intersep suatu persamaan regresi, tetapi juga dapat mempengaruhi kemiringannya, biasanya disebut juga sebagai variabel interaksi.
3.3.3. Uji Ekonomi Model yang diestimasi harus memenuhi kriteria ekonomi yang meliputi besar dan arah. Besar dan arah variabel bebas tidak bertentangan (sesuai) dengan teori ekonomi yang berlaku.
Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar
ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi.
3.3.4. Uji Kriteria Statistik Uji kebaikan model dapat dilakukan melaui beberapa langakah. Langkahlangkah
tersebut
terdiri
dari
uji
multikolinieritas,
autokorelasi,
dan
heteroskedastisitas. (1) Multikolinieritas Menurut Sumodiningrat (2001) istilah multikolinearitas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi secara sempurna, maka
42
disebut “multikoliniearitas sempurna”(Perfect multicollinearity).
Penggunaan
kata multikolineritas disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya derajat kolinieritas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas.
Variabel-variabel
dikatakan orthogonal jika variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi. Hal ini merupakan salah satu kasus tidak adanya masalah multikolinieritas. Jika diantara dua variabel bebas terdapat multikolinieritas sempurna maka akan menyebabkan masalah berikut ini. - Penaksir-penaksir kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan (indeterminate). - Varian dan kovarian dari penaksir-penaksir menjadi tak terhingga besarnya (infinitely large). Bekerja dengan model-model yang mengandung multikolineritas lebih sulit jika dibandingkan dengan mendeteksi masalah multikolinieritas. Para pakar ekonometri memberikan saran untuk melakukan berbagai prosedur untuk mengatasi masalah tersebut, dimana prosedur tersebut tergantung pada parah tidaknya masalah multikolinetitas, tersedianya sumber data lain, dan pentingnya variabel-variabel yang bermultikolinerasi di dalam model. Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam suatu model. Salah satunya adalah dengan melihat koefisien korelasi melalui output komputer. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari |0.8|, maka terdapat gejala multikolinear. Dalam Gujarati (1978) disebutkan bahwa tanda yang paling jelas dari multikolinearitas adalah ketika Nilai R-squared sangat tinggi, tetapi tidak satu pun koefisien regresi penting (signifikan) secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional. Berdasarkan ketentuan dari uji Klein dalam Koutsoyiannis
43
(1997) disebutkan bahwa masalah korelasi sederhana antara variabel penjelas bisa diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil daripada nilai koefisien determinasi atau keragamannya (korelasi keseluruhannya). Terdapat tiga prosedur koreksi
yang dapat digunakan untuk
menghilangkan multikolinieritas. - Memperbesar ukuran sampel Multikoinieritas diharapkan dapat hilang atau berkurang jika ukuran sampel diperbesar, atau jumlah sampel ditambah.
Dengan ukuran sampel yang
semakin besar maka kovarian diantara parameter-parameter dapat dikurangi karena kovarian berhubungan terbalik dengan ukuran sampel. Hal ini hanya akan benar dilakukan jika interkorelasi terjadi hanya di dalam sampel dan bukan dalam populasi. Jika variabel-variabel tersebut berkolinier dalam populasi, maka prosedur memperbesar ukuran sampel tidak akan dapat membantu mengurangi multikolinieritas. - Memasukkan persamaan tambahan ke dalam model Masalah multikolineritas mungkin dapat diatasi dengan menyajikan hubungan diantara variabel-variabel yang bermultikolinear secara eksplisit. Penambahan persamaan baru ini akan mengubah model persamaan tunggal (model asli) menjadi model persamaan simultan.
Selanjutnya, untuk
menghilangkan multikolineritas, dapat diterapkan metode penyederhanaan (reduce form) sbagaimana yang biasa digunakan untuk menaksir modelmodel persamaan simultan.
44
- Penggunaan informasi ekstra Informasi ekstra adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain diluar sampel yang digunakan untuk penaksiran.
Informasi ekstra ini
diperoleh dari teori ekonomi atau beberapa hasil penelitian empiris sejenis yang pernah dilakukan. Tiga metode yang menggunakan informasi ekstra untuk menghilangkan masalah multikolineritas yaitu metode penggunaan informasi awal (prior information), metode transformasi variabel, serta metode pooling data cross –section dan data times series. (2) Autokorelasi Sumodiningrat (2001) menyatakan bahwa autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross section). Gujarati (1995)
menyebutkan bahwa adanya autokorelasi dapat
menyebabkan dua masalah. - Varians yang diperoleh dari estimasi dengan OLS bersifat underestimate, yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians sebenarnya. - Prediksi yang didasarkan pada metode OLS bersifat inefisien, artinya prediksi dengan metode ini variansnya lebih besar dibandingkan dengan metode ekonometrika lainnya.
45
Pengujian untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breush and Godfrey Serial Correlation lagrange Multiplier Test dengan hipotesis (Eviws User’s Guide, 2002) : H0 : ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi) H1 : ρ ≠ 0 (terdapat serial korelasi) Kriteria uji yang digunakan : -
Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokorelasi;
-
Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut. Apabila setelah dilakukan uji, pada data yang diamati ternyata
menunjukkan terdapat masalah autokorelasi, maka solusi yang dapat diambil tergantung pada penyebabnya, jika penyebabnya sebagai berikut : - Dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas.
Maka cara mengatasinya adalah dengan memasukkan variabel
tersebut ke dalam model; - Kesalahan spesifikasi model.
Maka cara mengatasinya adalah dengan
mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model nonlinier, atau sebaliknya; - Kesalahan spesifikasi U. Maka cara mengatasinya adalah dengan mentransformasi model tersebut.
46
(3) Heteroskedastisitas Suatu model regresi linear harus memiliki varians yang sama (Gujarati 1978).
Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka akan terdapat masalah
heteroskedastisitas. Apabila terjadi heteroskedastisitas, maka akan mengakibatkan tiga masalah. - Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien. - Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien. - Tidak dapat diterapkannya uji nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. Pengujian yang dapat dilakukan untuk melihat gejala ini adalah dengan menggunakan uji Heteroskedasticity dengan hipotesis (Eviews User’s Guide, 2002) : H0 : γ = 0 (tidak terdapat heteroskedastisitas) H1 : γ ≠ 0 (terdapat serial heteroskedastisitas) Kriteria uji yang digunakan : - Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas; - Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan tersebut.
IV. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Berkembangnya bank syariah di negara-negara Islam telah berpengaruh ke Indonesia. Pada awalnya dimulai dari diskusi-diskusi para tokoh tentang bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam. Kemudian berlanjut pada uji coba dalam skala kecil dalam bentuk pendirian Baitul Mal Wattamwil (BMT) yang ternyata berhasil dengan cukup mengesankan. Akhirnya berdirilah bank syariah pertama di Indonesia dengan nama PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, (PT. BMI) pada tahun 1992. Pada awal operasinya, keberadaan Bank Muamalat belum mendapatkan perhatian optimum dalam tatanan industri perbankan nasional. Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang dikeluarkan oleh pemerintah, belum bisa menjadi landasan hukum yang lengkap yang dapat menunjang perkembangan bank syariah. Walaupun demikian, peran yang ditempuh Bank Muamalat Indonesia telah mampu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa sistem “bank bagi hasil” dalam tatanan ekonomi syariah telah menunjukkan keberadaannya dan kebenarannya, serta telah teruji dalam krisis yang menimpa Indonesia. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang memberikan perhatian lebih pada pengembangan bank syariah, pertumbuhan bank syariah di Indonesia menjadi sangat penting dan signifikan. Kehadiran perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional bukan hanya semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam.
Tetapi lebih kepada terdapatnya faktor
48
keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syariah dalam menjembatani kegiatan ekonomi yang lebih imun terhadap krisis.
Seiring dengan hal itu,
ternyata telah tumbuh sebuah kecenderungan spiritual yang mulai melihat mudharatnya sistem bunga (Interest rate banking). Bersamaan dengan hal tersebut, telah tumbuh pula kerinduan akan pelayanan bank yang memberikan solusi sesuai keyakinan bahwa bunga bank adalah haram.
4.2. Fenomena Munculnya Window System di Bank Konvensional Fenomena munculnya window system pada berbagai bank konvensional tidak terlepas dari keluarnya UU No.10/1998. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa sebenarnya arsitektur perbankan Indonesia telah berubah dari single banking system menjadi dual banking system. Hal itu berarti bahwa dari satu sistem perbankan yaitu konvensional menjadi dua, yaitu perbankan dengan sistem konvensional dan sistem syariah. Kondisi ini semakin diperjelas oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002. sesuai dengan PBI tersebut, maka dikenal pula adanya dual system bank. Hal ini berarti bahwa sebuah bank dapat melakukan operasional perbankan baik secara konvensional maupun dengan prinsip syariah. Pada bagian ketiga PBI No.4/1/PBI/2002 tentang pembukaan kantor cabang syariah, mengatur bahwa pembukaan unit syariah hanya dapat dilakukan dengan ijin Dewan Gubernur Bank Indonesia, dilakukan dalam rangka mengubah Kantor Cabang (KC) dan atau meningkatkan status Kantor Cabang Pembantu (KCP) bank menjadi Kantor Cabang Syariah.
Rencana pembukaan unit syariah wajib
49
dicantumkan dalam rencana kerja tahunan bank. Pembukaan Unit Syariah hanya dapat dibuka setelah bank memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Ketentuan BI tersebut oleh beberapa bank konvensional dipahami sebagai dasar diperkenankannya window system.
Artinya, bank konvensional dapat
membuka counter di Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu konvensional. Tetapi sebenarnya, ketentuan BI tersebut diperuntukkan bagi bank konvensional yang akan merubah atau meningkatkan Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu Konvensional.
4.3. Perkembangan Jumlah Bank Perkembangan jaringan kantor bank syariah semakin hari
terus semakin
bertambah. Hal ini setidaknya mengindikasikan bahwa prospek perkembangan bank syariah di Indonesia cukup baik. Jumlah jaringan kantor bank syariah sejak tahun 1992 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini. Tabel 4.1. Jumlah jaringan Kantor Bank Syariah di Indonesia Tahun 1992-2004 Kelompok Bank
1992 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Bank Umum Syariah
1
2
2
2
2
2
3
Unit Usaha Syariah
0
1
3
3
6
8
15
Jumlah Kantor
1
40
62
96
127
253
355
BPRS
9
78
78
81
83
84
88
TOTAL
10
118
140
177
210
337
443
Sumber : DPS-BI, 2005.
50
Jika ditampilkan dalam bentuk grafik, maka dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut. 400 300 200
Jumlah Kantor BUS dan UUS Jumlah BPRS
100
19 92 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04
0
Gambar 4.1. Perkembangan Jumlah Jaringan Kantor Bank Syariah di Indonesia Tahun 1992-2004 Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan jumlah jaringan kantor bank Syariah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah jaringan kantor bank syariah sampai bulan Maret 2005 secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini.
51
Tabel 4.2. Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Maret 2005 Kelompok Bank Bank Umum Syariah 1. PT Bank Muamalat Indonesia 2. PT Bank Syariah Indonesia 3. PT Bank Mega Syariah Unit Usaha Syariah 1. PT Bank IFI 2. PT Bank Negara Indonesia 3. PT Bank Jabar 4. PT Bank Rakyat Indonesia 5. PT Bank Danamon 6. PT Bank Bukopin 7. PT Bank Internasional Indonesia 8. HSBC,Ltd. 9. PT Bank DKI 10. BPD Riau 11. BPD Kalsel 12. PT Bank Niaga 13. BPD Sumut 14. BPD Aceh 15. Bank Permata 16. Bank Tabungan Negara
KP/UUS
BPRS TOTAL Sumber : BPS-BI *Data per Maret 2005. Keterangan : KP : Kantor Pusat, UUS : Unit Usaha Syariah, KPO : Kantor Pusat Operasional,
KC KCP KK
3 1 1 1 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
KPO/KC 94 40 51 3 62 1 14 4 17 7 2 3 0 1 1 1 1 2 1 2 4
KCP 45 10 33 2 21 0 11 0 2 3 0 0 1 0 0 0 4 0 0 0 0
KK 133 80 53 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
89 108
0 156
0 66
0 134
: Kantor Cabang, : Kantor Cabang Pembantu, : Kantor Kas.
Sampai bulan Maret 2005, di Indonesia telah terdapat 3 Bank Umum Syariah (BUS), 16 Unit Usaha Syariah (UUS), dengan 156 Kantor Cabang (KC), 66 Kantor Cabang Pembantu (KCP), 134 kantor kas, dan 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Perkembangan jumlah jaringan kantor bank syariah yang relatif lebih cepat disebabkan oleh kinerjanya yang cukup menakjubkan dan kekebalannya terhadap badai krisis moneter. Fatwa MUI pada akhir Desember 2003 juga ikut menjadi katalisator perkembangan tersebut.
52
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah Dalam perkembangannya sampai Maret 2005, perbankan syariah telah menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini yang diperjelas dengan tabel dan gambar yang menggunakan data triwulanan tahun 2003 sampai tahun 2005.
4.4.1. Total Aset Total aset BUS sampai Maret 2005,telah mencapai Rp 15,567 Miliar. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut. Tabel 4.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005 Trw 4-03
Trw 1-04
Trw 2-04
Trw 3-04
Trw 4-04
Trw 1-05
Aset (Miliar)
7,858.9
9,498.8
11,023.3
12,719.6
15,326.0
15,567.0
Pertumb. (%)
94.3%
100.5%
107.9%
93.9%
95.0%
68.9%
Sumber : DPS-BI, 2005.
Milliar Rp
17,500 15,000 12,500 10,000 7,500 5,000 2,500 -
120% 100% 80% 60% 40% Aset Pertumb.(yoy) Trw 4- Trw 1- Trw 2- Trw 3- Trw 4- Trw 103 04 04 04 04 05
20% 0%
Grafik 4.2. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005
53
Aset perbankan syariah setiap triwulan secara nominal selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan, walaupun secara persentase sejak triwulan 3 tahun 2004 berada di bawah 100 persen. Pertumbuhan paling besar terjadi pada triwulan 2 tahun 2004 yaitu sekitar 107.9 persen. Sedangkan pertumbuhan paling kecil terjadi pada triwulan 1 tahun 2005 yaitu sebesar 68.9 persen.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana pihak ketiga (DPK) sampai Maret 2005 telah mencapai 12.258 Triliun. DPK diperoleh dari Giro Wadiah, Tabungan Mudharabah, dan Deposito Mudharabah. Pada umumnya bank syariah masih mengalami kesulitan untuk menyalurkan dana yang telah dihimpunnya. Salah satunya adalah karena sulitnya mencari debitor yang dianggap layak dan aman untuk menerima pembiayaan tersebut.
Karena di satu sisi bank syariah harus percaya kepada pengusaha
(debitor), namun disisi lain bank juga harus berati-hati karena mempunyai tanggung jawab kepada nasabah yang telah menitipkan dananya.
Tabel 4.4. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005
DPK (Miliar) Pertumb. (%)
Trw 4-03
Trw 1-04
Trw 2-04
Trw 3-04
Trw 4-04
Trw 1-05
5,724.9
7,022.8
8,315.9
9,675.7
11,862.1
12,258.8
96.2%
109.4%
119.9%
108.3%
107.2%
74.6%
Sumber : DPS-BI, 2005.
54
Milliar Rp
15,000
140%
12,500
120% 100%
10,000
80%
7,500
60%
5,000 2,500
40% Dana Pihak Ketiga/DPK Pertumb.(yoy)
-
20% 0%
Trw 4-03Trw 1-04Trw 2-04Trw 3-04Trw 4-04Trw 1-05
Gambar 4.3. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2003-2005 Pada setiap triwulan DPK perbankan syariah secara nominal senantiasa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun, secara persentase di 6 triwulan terakhir pada data diatas pertumbuhannya bersifat turun naik. Pertumbuhan paling besar terjadi pada triwulan 2 tahun 2004 yaitu sekitar 119.9 persen. Sedangkan pertumbuhan paling kecil terjadi pada triwulan 1 tahun 2005 yaitu sebesar 74.6 persen. Peningkatan DPK ini adalah salah satu efek dari fatwa MUI pada akhir Desember 2003.
Pasca fatwa MUI tersebut, banyak dari
kalangan nasabah emosional yang segera menitipkan dananya ke bank syariah. Selain iu, terdapat pula nasabah rasional yang mengalihkan dananya ke bank syariah karena melihat bahwa tingkat imbal hasil bank syariah lebih besar daripada suku bunga tabungan (termasuk deposito dan giro). Bahkan pada masa itu perbankan syariah mengalami kelebihan likuiditas.
55
4.4.3. Pembiayaan Pembiayaan BUS sampai Februari 2005 masih didominasi oleh pembiayaan Murabahah dengan pangsa 65.44 persen dari total pembiayaan yang diberikan.
Sedangkan pembiayaan bagi hasil, Mudharabah dan Musyarakah
hanya 18.42 persen dan 11.80 persen. Hal ini bisa menjadi sebuah indikasi bahwa bank syariah terlalu bermain aman (risk everse) dan membatasi diri terhadap pembiayaan produktif yang merupakan tulang punggung sektor riil.
Padahal
prinsip dasar perbankan syariah adalah pembiayaan produktif bagi hasil, terutama untuk sekor Usaha Kecil Menengah (UKM). Tabel 4.5. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005
Pembiayaan (Miliar)
Trw 4-03
Trw 1-04
Trw 2-04
Trw 3-04
Trw 4-04
Trw 1-05
5,530.2
6,415.9
8,356.2
10,131.1
11,489.9
12,959.3
68.8%
70.0%
100.8%
109.7%
107.8%
102.0%
Pertumb.(%)
Sumber : DPS-BI, 2005.
Milliar Rp
15,000
120%
12,500
100%
10,000
80%
7,500
60%
5,000
40%
2,500
Pembiayaan/PYD Pertumb.(yoy)
-
20% 0%
Trw 4- Trw 1- Trw 2- Trw 3- Trw 4- Trw 103 04 04 04 04 05
Gambar 4.4. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005
56
Sebagaimana Aset dan DPK, setiap triwulan pembiayaan perbankan syariah secara nominal selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Secara persentase Pertumbuhannya cenderung meningkat dan penurunan hanya terjadi pada triwulan 1 tahun 2005.
Pertumbuhan paling besar terjadi pada
triwulan 3 tahun 2004 yaitu sekitar 109.7 persen. Sedangkan pertumbuhan paling kecil terjadi pada triwulan 4 tahun 2003 yaitu sebesar 68.8 persen. Berdasarkan data Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia (BPS BI), sampai bulan Maret 2005, total aset perbankan syariah bernilai Rp 17,02 miliar. Sementara dana pihak ketiga yang dikumpulkan sebesar Rp 12 miliar, dan pembiayaan syariah mencapai Rp 13,48 miliar.
4.4.4. Financing to Deposit Ratio (FDR) Perkembangan FDR
bank umum syariah mengalami peningkatan dan
penurunan. Penurunan FDR sampai dibawah 100 persen terjadi mulai tahun 2003 dan awal tahun 2004. Penurunan FDR disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah DPK yang tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Salah satu buktinya adalah pertumbuhan DPK pada Januari tahun 2004 jika dibandingkan dengan Desember tahun 2003 sebesar 15.7 persen sedangkan pertumbuhan pembiayaannya hanya sebesar 6 persen. Penurunan FDR ini akan berakibat pada penurunan jumlah bagi hasil yang diterima oleh deposan maupun oleh BUS.
Penurunan jumlah bagi hasil yang diterima BUS akan
menyebabkan penurunan pada tingkat laba BUS. umum syariah dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut.
Perkembangan FDR bank
57
FDR 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 Jan-05
Sep-04
May-04
Jan-04
Sep-03
May-03
Jan-03
Sep-02
May-02
Jan-02
Sep-01
May-01
Jan-01
FDR
Sumber : DPS-BI, 2005.
Gambar 4.5. Perkembangan FDR Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2001-2005
4.4.5. Laba Bank Umum Syariah Laba BUS dapat dikategorikan sebagai indikator kinerja operasional dari BUS. Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa sejak awal tahun 2001, BUS mengalami kerugian. Hal ini dapat dilihat dari tingkat labanya yang negatif. Kerugian BUS pada masa awal
beroperasi disebabkan oleh kinerjanya yang
masih belum optimal dan juga karena sosialisasi kepada masyarakat yang masih kurang. Dalam perkembangannya, BUS mampu membalikkan kondisi kerugian pada masa awal operasinya tersebut menjadi kondisi perolehan laba yang selalu meningkat.
Hal ini membuktikan bahwa BUS senantiasa berupaya untuk
meningkatkan kinerjanya sehingga masyarakat juga menunjukkan apresiasinya terhadap BUS.
58
LABA
Jan-05
Sep-04
May-04
Jan-04
Sep-03
May-03
Jan-03
Sep-02
May-02
Jan-02
Sep-01
May-01
LABA Jan-01
250000.00 200000.00 150000.00 100000.00 50000.00 0.00 -50000.00 -100000.00
Sumber : DPS-BI, 2005.
Gambar 4.6. Perkembangan Laba Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2001-2005
4.4.6. Kinerja Finansial Rasio ROA diperoleh dengan membagi pendapatan bersih dengan rata-rata asetnya. Rasio ini mencerminkan seberapa efisien manajemen bank mengelola asetnya. ROA akan menjadi ukuran yang bernilai bila dilakukan perbandingan profitabilitas satu bank dengan bank yang lainnya. Rasio ROE dihitung dengan membagi pendapatan bersih dengan rata-rata dari total equity yaitu saham umum dan preferensi (common and preferred stocks), surplus dan keuntungan yang tidak dibagikan, serta cadangan modal. Ukuran profitabilitas ini merupakan ukuran yang paing penting bagi pihak pemegang saham
bank.
Karena memcerminkan seberapa besar yang bank
hasilkan dari investasi dana yang telah mereka lakukan. Dari segi profitabilitas, sampai pada triwulan 1 2005, bank syariah memiliki rata-rata Return on Asset (ROA) sebesar 1.5 persen. Sedangkan rata-rata Return on Equity (ROE) sebesar 28.7 persen.
setiap triwulan ROA dan ROE
59
perbankan
syariah
selalu
mengalami
pertumbuhan
yang
cukup
signifikan,walaupun ROA sempat mengalami stagnasi pada triwulan 3 tahun 2004. Pertumbuhan paling besar dari kedua indikator profitabilitas tersebut terjadi pada triwulan 1 tahun 2004 yaitu sekitar 0.2 persen untuk ROA dan 5.8 persen untuk ROE. ROA perbankan syariah sempat mengalmi stagnasi pada triwulan 3 tahun 2004. untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel dan grafik di bawah ini. Tabel 4.6. Pertumbuhan ROA dan ROE Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005 Trw 4-03
Trw 1-04
Trw 2-04
Trw 3-04
Trw 4-04
Trw 1-05
ROA (%)
0.7%
1.0%
1.2%
1.2%
1.4%
1.5%
ROE (%)
7.0%
10.6%
15.3%
19.0%
24.8%
28.7%
Sumber : DPS-BI, 2005.
1.5% 1.2%
ROA
0.9% 0.6% 0.3% 0.0%
Trw 403
Trw 104
Trw 204
Trw 304
Trw 404
Trw 105
Gambar 4.7. Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005
60
32.0% ROE 24.0% 16.0% 8.0% 0.0%
Trw 4- Trw 1- Trw 2- Trw 3- Trw 4- Trw 103 04 04 04 04 05
Gambar 4.8. Pertumbuhan ROE Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005
4.4.7. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing/NPF) Nilai Non Performing Financig/NPF BUS masih berada di bawah 5 persen sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan dana dan pembiayaan BUS terjadi tanpa megorbankan aktiva produktif. Kemampuan perbankan syariah untuk tetap menekan NPF agar tetap berada di bawah 5 persen adalah sebuah prestasi yang sangat baik. Tabel 4.7. Pertumbuhan Non Performing Financig/NPF Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005 Trw 4-03
Trw 1-04
Trw 2-04
Trw 3-04
Trw 4-04
Trw 1-05
Nominal (Miliar)
129.6
166.5
196.6
279.0
270.2
360.3
Persentase (%)
2.3%
2.6%
2.4%
2.8%
2.4%
2.8%
Sumber : DPS-BI, 2005.
61
Milliar Rp
400 350 300 250
4%
200 150 100 50 -
2%
3%
Non Performing Financing/NPF NPF Ratio
1% 0%
Trw 4-03Trw 1-04Trw 2-04 Trw 3-04Trw 4-04Trw 1-05
Gambar 4.9. Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2005 Setiap triwulan pembiayaan perbankan syariah secara nominal selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sedangkan secara persentase Pertumbuhannya cenderung naik turun dengan nilai yang sama. Pertumbuhan paling besar terjadi pada triwulan 3 tahun 2004 dan triwulan 1 tahun 2005 yaitu sekitar 0.4 persen. Sedangkan pertumbuhan paling kecil terjadi pada triwulan 1tahun 2004 yaitu sebesar 0.3 persen.
V.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH
Dalam mengestimasi model regresi yang dipakai, penelitian ini menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS). Perangkat software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eviews 4.1. Hasil estimasi model ditunjukkan melalui tabel berikut ini. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Variabel Dependen Laba Bank Umum Variabel
Koefisien
t-statistik
Prob. (t-statistik)
Elastisitas Jangka Pendek
LNLBt-1 NDPKt IDEPt NPFt-1 DUMMY C
0.091128 0.850950 -0.132287 -0.282577 0.329908 5.765137
3.929244 13.45619 -6.538546 -7.046333 3.135581 26.45683
0.0009 0.0000 0.0000 0.0000 0.0054 0.0000
0.091128 0.850950 -0.132287 -0.282577 -
R-Squared Adjusted R-squared
0.976438 0.970238
Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat
0.000000 1.803038
dimana : LBt-1 NDPKt IDEPt NPFt-1 DUMMY
: : : : :
tingkat laba periode t-1 (Miliar), nisbah laba per DPK t (%), suku bunga deposito bank konvensional periode t (%), Non Performing Financing periode t-3 (%), Fatwa MUI (bulan Desember tahun 2003).
Dari hasil estimasi diatas, diperoleh persamaan regresi laba bank umum syariah sebagai berikut : LNLBt = 5.765137 + 0.091128 LNLBt-1 + 0.850950 NDPKt - 0.132287 IDEPt - 0.282577 NPFt -1 + 0.329908 DUMMY Setelah mendapatkan parameter-parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap variabel estimasi tersebut. Analisis terhadap hasil-hasil pendugaan dapat dijelasakan melalui uraian berikut ini.
63
5.1. Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis Secara keseluruhan, semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap laba BUS, hal ini dapat dilihat pada hasil uji estimasi pada tabel 5.1 diatas. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa semua variabel dapat menjelaskan variasi (Adjusted R-squared) dari variabel laba sebesar 97.02 persen. Sisanya sebesar 2.98 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam model. Hasil uji parsial masing-masing variabel dapat menjelaskan bahwa laba BUS dipengaruhi secara signifikan oleh laba BUS periode sebelumnya, Suku bunga deposito bank konvensional, NPF, dan fatwa MUI tentang bunga bank. Hipotesis bahwa suku bunga deposito bank konvensional dan NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap laba BUS dapat diterima. Demikian pula dengan hipotesis bahwa laba BUS pada satu periode sebelumnya, nisbah laba per DPK dan fatwa MUI tentang bunga bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba BUS juga dapat diterima.
5.1.1. Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah variabel pengganggu memiliki varians yang sama (homoskedastisitas).
Langkah yang
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisistas adalah uji White Heteroskedasticity, dimana nilai probability obs*R-squared harus lebih besar dari nilai kritis (α) yang digunakan. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.
64
Tabel 5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji White Heteroskedasticity F-statistic Obs*R-squared
0.522396 5.965981
Probability Probability
0.836525 0.743318
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai probability obs*R-squared pada model persamaan adalah 0.74 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 1 %. Oleh karena itu, model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
5.1.2. Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi pada perangkat Eviews 4.1 dapat diketahui melaui Serial Corelation LM test, dimana nilai probability obs*R-squared harus lebih besar dari nilai kritis (α). Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.3. Hasil Uji Autokorelasi Breush-Godfrey Serial Correlation LM Test F-statistic Obs*R-squared
0.267504 0.366092
Probability Probability
0.611309 0.545142
Nilai probability obs*R-squared pada model persamaan adalah 0.54 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 1 %.
Hal ini menunjukkan bahwa model
persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi.
5.1.3. Uji Multikolinearitas Berdasarkan Correlation Matrix pada tabel 5.5, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas diantara variabel-variabel penjelas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi variabel independennya
65
yang nilai mutlaknya lebih kecil dari 0.8. Ketentuan dari uji Klein menyebutkan bahwa masalah korelasi sederhana diantara variabel penjelas ini dapat diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil daripada nilai koefisien korelasi dalam keseluruhan model (koefisien keragaman).
Nilai R-squared yang
menunjukkan koefisien keragaman persamaan memperlihatkan nilai sebesar 0.98. sehingga dapat dikatakan bahwa model persamaan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah multikolinearitas . Gujarati (1978) menyebutkan bahwa tanda yang paling jelas dari multikolinearitas adalah ketika Nilai R-squared sangat tinggi, tetapi tidak satu pun koefisien regresi penting (signifikan) secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional.
Jika dilihat pada tabel 5.1, dapat dilihat bahwa t-statistik
menunjukkan semua variabel penjelas adalah penting (signifikan). Dari beberapa uji yang berbeda sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa model persamaan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah multikolinearitas.
Tabel 5.5. Hasil Uji Multikolinearitas LNLBt-1 NDPKt IDEPt NPFt-1 DUMMY
LNLBt-1 1.000000 0.535049 -0.112455 -0.445208 0.144564
NDPKt 0.535049 1.000000 0.397545 -0.049406 -0.221220
IDEPt -0.112455 0.397545 1.000000 0.559817 -0.414179
NPFt-1 -0.445208 -0.049406 0.559817 1.000000 -0.388852
DUMMY 0.144564 -0.221220 -0.414179 -0.388852 1.000000
66
5.2. Interpretasi Variabel Penjelas 5.2.1. Laba BUS pada Satu Periode Sebelumnya (LNLBt-1 ) Berdasarkan hasil estimasi, besarnya laba BUS pada satu periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 1 persen (α = 1 %). Hal ini menunjukkan bahwa besarnya laba BUS pada satu periode sebelumnya berpengaruh terhadap laba BUS di Indonesia saat ini. Nilai elastisitas laba BUS pada satu periode sebelumnya sebesar 0.09 yang berarti bahwa jika laba BUS pada periode sebelumnya naik sebesar 1 persen, maka laba BUS pada saat ini akan mengalami kenaikan sebesar 0.09 persen. Uji ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien adalah positif yang sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan teori bahwa laba BUS pada satu periode sebelumnya merupakan proksi dari harga input perusahaan. Jika laba BUS pada periode sebelumnya tinggi, maka hal itu akan menyebabkan biaya untuk membayar harga input BUS akan turun, karena sebagian telah terpenuhi oleh laba periode sebelumnya. Tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari kinerja BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya.
5.2.2. Nisbah Bagi Hasil DPK Bank Umum Syariah Berdasarkan hasil estimasi, besarnya nisbah bagi hasil DPK BUS berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 1 persen (α = 1 %). Hal ini menunjukkan bahwa besarnya nisbah bagi hasil DPK berpengaruh terhadap laba
67
BUS di Indonesia saat ini. Nilai elastisitas nisbah bagi hasil DPK sebesar 0.85 yang berarti bahwa jika nisbah bagi hasil DPK naik sebesar 99 persen (α = 1 %), maka laba BUS pada saat ini akan mengalami kenaikan sebesar 0.85 persen. Uji ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien adalah positif yang sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan teori bahwa nisbah bagi hasil DPK BUS merupakan harga jual yang ditawarkan BUS kepada masyarakat. Nisbah bagi hasil DPK menunjukkan tingkat pengembalian BUS terhadap dana yang dititipkan oleh deposan. Semakin tinggi tingkat nisbah bagi hasil DPK, maka semakin besar kemungkinan masyarakat menyimpan dananya di BUS, begitu pula sebaliknya.
5.2.3. Suku Bunga Deposito Bank Konvensional (IDEP) Berdasarkan hasil estimasi, IDEP berpengaruh secara signifikan pada tarap nyata 1 persen (α = 1 %). Artinya besarnya IDEP berpengaruh terhadap laba BUS di Indonesia. Nilai elastisitas IDEP sebesar -0.13 yang berarti bahwa jika IDEP naik sebesar 1 persen, maka laba BUS akan mengalami penurunan sebesar 0.13 persen. Hasil uji ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien IDEP adalah negatif yang berarti sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan teori bahwa IDEP merupakan substitusi dari besarnya nisbah bagi hasil DPK BUS. hal ini berarti bahwa bagi nasabah rasional, bank syariah merupakan substitusi dan alternatif dari bank konvensional. Nasabah rasional akan melihat manakah dari kedua bank tersebut yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih
68
menguntungkan. Jika tingkat suku bunga deposito lebih tinggi daripada tingkat bagi hasil dari BUS, maka nasabah rasional akan memilih untuk menyimpan dananya di bank konvensional, dan sebaiknya.
5.2.4. Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan hasil estimasi, NPF lag 1 berpengaruh secara signifikan pada tarap nyata 1 persen (α = 1 %). Artinya besarnya NPF pada periode sebelumnya berpengaruh terhadap laba BUS di Indonesia. Nilai elastisitas NPF lag 1 sebesar -0.28 yang berarti bahwa jika NPF pada periode sebelumnya naik sebesar 1 persen, maka laba BUS akan mengalami penurunan sebesar 0.28 persen. Uji ekonomi menunjukkan bahwa koefisien variabel NPF lag 1 adalah negatif yang berarti sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Non Performing Financing (NPF) menunjukkan jumlah pembiayaan bermasalah pada bank syariah, sedangkan pembiayaan merupakan salah satu sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi laba BUS. Adanya pembiayaan bermasalah akan memberikan disinsentif kepada BUS, karena semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan oleh BUS. NPF merupakan proksi dari harga input perusahaan. Hal ini berarti bahwa tingkat NPF yang tinggi dapat mengurangi jumlah modal yang dapat digunakan oleh BUS, dengan kata lain harga input BUS akan menjadi lebih mahal. NPF tidak dapat secara langsung mempengaruhi laba BUS pada saat yang bersamaan karena NPF membutuhkan waktu satu periode untuk dapat mempengaruhinya.
69
5.2.5. Dummy (Fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank) Berdasarkan hasil estimasi, fatwa MUI tentang bunga bank (Dummy) pada lag 6 berpengaruh secara signifikan pada tarap nyata 1 persen (α = 1 %). Artinya fatwa MUI tentang bunga bank berpengaruh terhadap laba BUS di Indonesia. Fatwa MUI memiliki nilai intersep sebesar 0.33 yang berarti bahwa setelah adanya fatwa MUI tersebut mengakibatkan peningkatan laba BUS sebesar 0.33 persen. Uji ekonomi menunjukkan bahwa koefisien variabel Dummy adalah positif yang berarti sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa setelah adanya fatwa MUI tentang bunga bank, maka laba yang akan diperoleh oleh BUS akan meningkat. Fatwa tersebut telah menyebabkan banyaknya nasabah emosional yang mengalihkan dananya ke BUS.
Pada
mulanya cepatnya jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diterima oleh BUS pasca fatwa tersebut
menyebabkan BUS mengalami kelebihan likuiditas.
Kelebihan likuiditas tersebut disebabkan oleh sulitnya BUS melakukan ekspansi pembiayaan. Pada enam periode setelah keluarnya fatwa MUI, baru dapat dilihat bahwa fatwa tersebut telah meningkatkan laba BUS dengan signifikan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Variabel laba BUS pada satu periode sebelumnya (LNLBt-1) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.09. Hal ini menunjukkan bahwa jika laba BUS pada periode sebelumnya tinggi, hal itu berarti harga input BUS turun karena laba tersebut dapat digunakan untuk menambah modal BUS. Tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari kinerja BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya. 2. Variabel nisbah nisbah bagi hasil DPK berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan bahwa nisbah laba per DPK BUS merupakan harga jual yang ditawarkan BUS kepada masyarakat. Semakin tinggi tingkat nisbah bagi hasil DPK pada BUS, maka semakin besar kemungkinan masyarakat menyimpan dananya di BUS yang pada akhirnya akan meningkatkan laba BUS, begitu pula sebaliknya. 3. Variabel suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa bagi nasabah rasional, bank syariah merupakan substitusi dan
71
alternatif dari bank konvensional. Nasabah rasional akan melihat manakah dari kedua bank tersebut yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih menguntungkan. 4. Variabel Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia nilai elastisitas sebesar 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pembiayaan bermasalah akan memberikan disinsentif kepada BUS, karena semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan oleh BUS. 5. Variabel fatwa MUI tentang bunga bank (DUMMY) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai intersep sebesar 0.31. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pada awalnya fatwa MUI tersebut telah memicu terjadinya kelebihan likuiditas, namun fatwa tersebut membutuhkan waktu untuk dapat meningkatkan laba BUS di Indonesia.
6.2. Saran 1. Bank Umum Syariah (BUS) harus berusaha meningkatkan laba yang diperolehnya. Hal itu diharapkan dapat menekan harga input yang harus dikeluarkan dalam kegiatan operasional pada periode berikutnya. Laba pada periode sebelumnya dapat meningkatkan jumlah modal BUS. 2. Bank Umum Syariah (BUS) harus berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat nisbah bagi hasil DPK agar dapat bersaing dengan
72
tingkat bunga deposito bank konvensional. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan penyaluran pembiayaannya. 3. Penyaluran pembiayaan diharapkan dapat lebih banyak menyentuh sektor riil terutama melalui pembiayaan yang diberikan kepada Usaha Kecil Menengah (UKM). 4. Upaya peningkatan penyaluran pembiayaan harus tetap memperhatikan aspek prudensial (kehati-hatian), pendampingan dan pengawasan yang lebih intensif. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi besarnya tingkat
pembiayaan bermasalah (NPF) BUS. 5. Bank Umum Syariah (BUS) perlu melakukan upaya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang perbankan syariah beserta keunggulan-keunggulannya.
Harapannya, di masa yang akan datang
nasabah BUS tidak hanya didominasi oleh nasabah emosional saja tetapi juga semakin diminati oleh nasabah rasional. 6. Penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat menganalisis variabelvariabel lain yang dapat mempengaruhi laba BUS beserta peramalannya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press. Jakarta. Bank Indonesia. 2005. Data Statistik. http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Dynamic/DataStatCatID.aspx?NRM ODE=Published&NRORIGINALURL. [22 Februari 2006] Budiman, I. 2004. Analisis Pengaruh Variabel-variabel Makroekonomi, Pembiayaan dan Simpanan Mudharabah terhadap Laba Bruto Bank-bank Syariah di Indonesia (Januari 2001-Desember 2003) Studi Kasus pada BMI, BSM dan BNI Unit Syariah [Tesis] Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI). 2005. Perbankan Syariah Maret 2005. Bank Indonesia. Jakarta. FAJ.
Statistik
Bank Syariah Sepakat Sindikasi Pembiayaan [Kompas Online]. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/16/finansial/1088 10. htm. [05 Maret 2006]
Firdaus, G. H. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.
Zain dan Sumarno [penerjemah].
Harahap, S. S., Wiroso, dan Yusuf, M. 2005. LPFE-Usakti. Jakarta.
Akuntansi Perbankan Syariah.
Hartati, S. 2005. Pengaruh Pembiayaan Murabahah Terhadap Pertumbuhan Laba dan Aset Nasabah (Studi Kasus pada PT BPRS Amanah Ummah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Irawan, T. 2004. Analisis Permintaan dan Penawaran Pembiayan Bank Umum Syariah di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Kasmir. 2004. Dasar-dasar Perbankan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
74
Khalid,
M. A. 2005. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional. [Makalah] Kuliah Ekonomi Syariah I. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Kusnadi, Marwan, dan Kadarisman, K. 2004. Pengantar Bisnis dan Wirausaha. Taroda. Jakarta. Longenecker, J. G., Moore, C.W., dan Petty, J. W. 2001. Manajemen Usaha Kecil. Salemba Empat. Jakarta.
Kewirausahaan
Mardiyansyah, A. D. 2004. Analisis Faktor-faktor Penentu Penghimpunan dan Penyaluran Dana Perbankan Syariah Beserta Peramalannya [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Erlangga. Jakarta. Nuryani, N. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Devisa Swasta Nasional di Indonesia (Analisis sebelum dan setelah Pakto 1998) [Tesis]. Fakultas Ekonomi. Universitas Padjajaran. Quantitative Micro Software, LLC. Serikat.
2002. Eviews 4 User’s Guide. Amerika
Rahardja, P., dan Manurung, M. 2001. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sumodiningrat, G. Yogyakarta.
2001.
Ekonometrika
Pengantar.
BPFE
Yogyakarta.
Wahjuningsih, R. 1993. Aspek Pengelolaan Dana dan Profitabilitas dalam Bank Islam [Skripsi]. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Yuliadi, I. 2001. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
LAMPIRAN
75
Lampiran 1
Hasil Uji Estimasi Dependent Variable: LNLB Method: Least Squares Date: 03/20/06 Time: 19:35 Sample(adjusted): 2002:04 2004:11 Included observations: 25 Excluded observations: 7 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNLB(-1) NDPK IDEP NPF(-1) DUMMY C
0.091128 0.850950 -0.132287 -0.282577 0.329908 5.765137
0.023192 0.063239 0.020232 0.040103 0.105214 0.217907
3.929244 13.45619 -6.538546 -7.046333 3.135581 26.45683
0.0009 0.0000 0.0000 0.0000 0.0054 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.976438 0.970238 0.089942 0.153700 28.17189 1.803038
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
6.393200 0.521350 -1.773751 -1.481221 157.4798 0.000000
76
Lampiran 2
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.522396 5.965981
Probability Probability
0.836525 0.743318
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.267504 0.366092
Probability Probability
0.611309 0.545142
Uji Multikolinearitas
LNLB(-1) NDPK IDEP NPF(-1) DUMMY
LNLB(-1)
NDPK
IDEP
NPF(-1)
DUMMY
1.000000 0.535049 -0.112455 -0.445208 0.144564
0.535049 1.000000 0.397545 -0.049406 -0.221220
-0.112455 0.397545 1.000000 0.559817 -0.414179
-0.445208 -0.049406 0.559817 1.000000 -0.388852
0.144564 -0.221220 -0.414179 -0.388852 1.000000
77
77
Lampiran 3 Data Asli OBS Jan-01 Feb-01 Mar-01 Apr-01 May-01 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05
LB
NDPK
IDEP
-76910.00 -75456.00 -72316.00 -69931.00 -64813.00 -54095.00 -64417.00 -60349.00 -57684.00 -50233.00 -45956.00 -8245.00 -4016.00 -266.00 419.00 20698.00 23317.00 27986.00 31855.00 27321.00 36105.00 44281.00 44725.00 47390.00 68676.00 75962.00 72904.00 78646.00 82412.00 84231.00 85132.00 95078.00 96488.00 86270.00 88935.00 80867.00 113201.00 127584.00 120112.00 114222.00 90556.00 108491.00 115790.00 137672.00 155245.00 117348.00 137072.00 130533.00 154749.00 177685.00 202451.00
-7.29 -6.74 -5.95 -5.44 -4.85 -3.75 -4.47 -3.95 -3.84 -2.93 -2.66 -0.46 -0.22 -0.01 0.02 1.07 1.16 1.25 1.35 1.12 1.44 1.62 1.51 1.62 2.21 2.41 2.17 2.31 2.29 2.23 2.11 2.19 2.08 1.79 1.72 1.41 1.71 1.87 1.71 1.55 1.17 1.3 1.33 1.47 1.6 1.16 1.3 1.1 1.3 1.51 1.65
12.95 13.66 13.82 13.68 13.91 14.01 14.25 14.82 15.49 15.74 15.87 16.07 16.05 15.79 15.64 15.44 15.06 14.76 14.15 13.86 13.5 13.06 12.87 12.81 12.64 12.35 11.9 11.44 11.02 10.31 8.95 8.17 7.67 7.47 6.98 6.62 6.27 5.99 5.86 5.86 6.16 6.23 6.26 6.28 6.31 6.33 6.36 6.43 6.46 6.46 6.5
NPF 12.98 12.17 12.03 11.67 11.35 10.59 9.88 9.60 9.47 7.55 7.37 4.01 4.57 5.18 4.39 4.79 4.45 4.33 4.12 3.92 4.19 4.25 4.06 4.12 4.18 4.14 3.96 3.65 3.98 3.93 4.44 3.91 3.96 3.67 3.39 2.34 2.62 2.64 2.60 2.49 2.37 2.35 2.66 2.88 2.75 2.65 2.84 2.35 2.84 3.22 2.78
DUMMY
INFLASI YoY
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8.28 9.14 10.62 10.51 10.82 12.11 13.04 12.23 13.01 12.47 12.91 12.55 14.42 15.13 14.08 13.30 12.93 11.48 10.05 10.60 10.48 10.33 10.48 10.03 8.74 7.34 7.12 7.54 6.91 6.62 5.79 6.38 6.20 6.22 5.33 5.06 4.85 4.62 5.25 6.11 6.82 7.23 7.62 6.81 6.44 6.45 6.33 6.44 7.32 7.15 8.81
IHK (2002) 84.67 85.41 86.17 86.57 87.54 89.00 90.89 90.70 91.28 91.90 93.47 94.98 96.95 98.11 98.39 98.18 98.96 99.26 99.96 100.32 100.88 101.36 103.22 104.44 105.37 105.57 105.44 105.66 106.04 106.19 106.23 106.85 107.27 107.93 108.93 109.83 110.45 110.43 110.83 111.91 112.9 113.44 113.88 113.98 114 114.64 115.66 116.86 118.53 118.33 120.59
78
78
Lampiran 4 Data telah disesuaikan dengan IHK tahun 2002 dan Inflasi (yoy). OBS
LB
IDEP
NDPK
Jan-01 Feb-01 Mar-01 Apr-01 May-01 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05
-908.34 -883.45 -839.2 -807.84 -740.37 -607.8 -708.72 -665.36 -631.94 -546.61 -491.67 -86.8 -41.42 -2.7 4.26 210.82 235.62 281.95 318.68 272.34 357.9 436.87 433.3 453.75 651.76 719.54 691.43 744.33 777.18 793.21 801.39 889.83 899.49 799.31 816.44 736.29 1024.91 1155.34 1083.75 1020.66 802.09 956.37 1016.77 1207.86 1361.8 1023.62 1185.13 1117 1305.57 1501.61 1678.84
4.67 4.52 3.2 3.17 3.09 1.9 1.21 2.59 2.48 3.27 2.96 3.52 1.63 0.66 1.56 2.14 2.13 3.28 4.1 3.26 3.02 2.73 2.39 2.78 3.9 5.01 4.78 3.9 4.11 3.69 3.16 1.79 1.47 1.25 1.65 1.56 1.42 1.37 0.61 -0.25 -0.066 -1 -1.36 -0.53 -0.13 -0.12 0.03 -0.01 -0.86 -0.69 -2.31
-7.29 -6.74 -5.95 -5.44 -4.85 -3.75 -4.47 -3.95 -3.84 -2.93 -2.66 -0.46 -0.22 -0.01 0.02 1.07 1.16 1.25 1.35 1.12 1.44 1.62 1.51 1.62 2.21 2.41 2.17 2.31 2.29 2.23 2.11 2.19 2.08 1.79 1.72 1.41 1.71 1.87 1.71 1.55 1.17 1.3 1.33 1.47 1.6 1.16 1.3 1.1 1.3 1.51 1.65
NPF 12.98 12.17 12.03 11.67 11.35 10.59 9.88 9.60 9.47 7.55 7.37 4.01 4.57 5.18 4.39 4.79 4.45 4.33 4.12 3.92 4.19 4.25 4.06 4.12 4.18 4.14 3.96 3.65 3.98 3.93 4.44 3.91 3.96 3.67 3.39 2.34 2.62 2.64 2.60 2.49 2.37 2.35 2.66 2.88 2.75 2.65 2.84 2.35 2.84 3.22 2.78
DUMMY
INFLASI YoY
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8.28 9.14 10.62 10.51 10.82 12.11 13.04 12.23 13.01 12.47 12.91 12.55 14.42 15.13 14.08 13.30 12.93 11.48 10.05 10.60 10.48 10.33 10.48 10.03 8.74 7.34 7.12 7.54 6.91 6.62 5.79 6.38 6.20 6.22 5.33 5.06 4.85 4.62 5.25 6.11 6.82 7.23 7.62 6.81 6.44 6.45 6.33 6.44 7.32 7.15 8.81
IHK (2002) 84.67 85.41 86.17 86.57 87.54 89.00 90.89 90.70 91.28 91.90 93.47 94.98 96.95 98.11 98.39 98.18 98.96 99.26 99.96 100.32 100.88 101.36 103.22 104.44 105.37 105.57 105.44 105.66 106.04 106.19 106.23 106.85 107.27 107.93 108.93 109.83 110.45 110.43 110.83 111.91 112.9 113.44 113.88 113.98 114 114.64 115.66 116.86 118.53 118.33 120.59
79
Lampiran 5 Data dalam bentuk Logaritma Natural (LN) untuk Laba dan GDP OBS
LNLB
NDPK
IDEP
Jan-01 Feb-01 Mar-01 Apr-01 May-01 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05
NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA 1.45 5.35 5.46 5.64 5.76 5.61 5.88 6.08 6.07 6.12 6.48 6.58 6.54 6.61 6.66 6.68 6.69 6.79 6.80 6.68 6.70 6.60 6.93 7.05 6.99 6.93 6.69 6.86 6.92 7.10 7.22 6.93 7.08 7.02 7.17 7.31 7.43
-7.29 -6.74 -5.95 -5.44 -4.85 -3.75 -4.47 -3.95 -3.84 -2.93 -2.66 -0.46 -0.22 -0.01 0.02 1.07 1.16 1.25 1.35 1.12 1.44 1.62 1.51 1.62 2.21 2.41 2.17 2.31 2.29 2.23 2.11 2.19 2.08 1.79 1.72 1.41 1.71 1.87 1.71 1.55 1.17 1.3 1.33 1.47 1.6 1.16 1.3 1.1 1.3 1.51 1.65
4.67 4.52 3.2 3.17 3.09 1.9 1.21 2.59 2.48 3.27 2.96 3.52 1.63 0.66 1.56 2.14 2.13 3.28 4.1 3.26 3.02 2.73 2.39 2.78 3.9 5.01 4.78 3.9 4.11 3.69 3.16 1.79 1.47 1.25 1.65 1.56 1.42 1.37 0.61 -0.25 -0.066 -1 -1.36 -0.53 -0.13 -0.12 0.03 -0.01 -0.86 -0.69 -2.31
NPF 12.98 12.17 12.03 11.67 11.35 10.59 9.88 9.60 9.47 7.55 7.37 4.01 4.57 5.18 4.39 4.79 4.45 4.33 4.12 3.92 4.19 4.25 4.06 4.12 4.18 4.14 3.96 3.65 3.98 3.93 4.44 3.91 3.96 3.67 3.39 2.34 2.62 2.64 2.60 2.49 2.37 2.35 2.66 2.88 2.75 2.65 2.84 2.35 2.84 3.22 2.78
DUMMY
INFLASI YoY
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8.28 9.14 10.62 10.51 10.82 12.11 13.04 12.23 13.01 12.47 12.91 12.55 14.42 15.13 14.08 13.30 12.93 11.48 10.05 10.60 10.48 10.33 10.48 10.03 8.74 7.34 7.12 7.54 6.91 6.62 5.79 6.38 6.20 6.22 5.33 5.06 4.85 4.62 5.25 6.11 6.82 7.23 7.62 6.81 6.44 6.45 6.33 6.44 7.32 7.15 8.81
IHK (2002) 84.67 85.41 86.17 86.57 87.54 89.00 90.89 90.70 91.28 91.90 93.47 94.98 96.95 98.11 98.39 98.18 98.96 99.26 99.96 100.32 100.88 101.36 103.22 104.44 105.37 105.57 105.44 105.66 106.04 106.19 106.23 106.85 107.27 107.93 108.93 109.83 110.45 110.43 110.83 111.91 112.9 113.44 113.88 113.98 114 114.64 115.66 116.86 118.53 118.33 120.59
80
79