ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA
OLEH FEBRI DWIASTUTI H14102081
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN FEBRI DWIASTUTI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Deposito pada Bank-bank Umum Pemerintah di Indonesia. Dibawah bimbingan NUNUNG NURYARTONO. Investasi dan penanaman modal sangat dibutuhkan untuk pembiayaan sebagai modal dasar untuk mendukung terciptanya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Industri perbankan yang sehat, tangguh dan efisien merupakan lembaga yang mampu menyediakan sumber pembiayaan bagi pembangunan dengan meningkatkan kegiatan investasi. Deposito merupakan produk simpanan perbankan yang dapat dijadikan alternatif sebagai sarana berinvestasi. Besarnya jumlah deposito yang berhasil dihimpun oleh perbankan dipengaruhi oleh besarnya suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank sebagai daya tarik masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Bank-bank umum pemerintah dan bank-bank umum swasta nasional menguasai sebagian besar produk deposito, sehingga bank-bank ini mendominasi persaingan dalam menentukan tingkat bunga (harga) dan jumlah deposito (dana deposito yang berhasil dihimpun). Namun, terdapat korelasi yang kuat antara suku bunga deposito kedua kelompok bank tersebut, sehingga analisis mengenai suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah dapat mewakili suku bunga deposito pada bank-bank umum swasta nasional di Indonesia. Tingkat bunga yang ditetapkan oleh bank-bank umum pemerintah tidak lepas dari perubahan dalam indikator makroekonomi dan perbankan itu sendiri, karena tingkat bunga menjadi salah satu indikator penting yang menggambarkan kondisi perekonomian. Kondisi perbankan Indonesia yang mengalami perubahan dimulai dari dikeluarkannya paket deregulasi 1 Juni 1983 (Pakjun) dan 27 Oktober 1988 (Pakto) mengakibatkan terjadinya perubahan pada peta perbankan. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang berimplikasi pada penarikan dana secara besar-besaran (rush). Kondisi perekonomian yang tidak menentu menyebabkan fluktuasi pada suku bunga deposito baik dipengaruhi oleh indikator makroekonomi maupun indikator perbankan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis pengaruh indikator makroekonomi dan indikator perbankan terhadap suku bunga deposito pada bankbank umum pemerintah di Indonesia dari tahun 1994-2005; (2) menganalisis faktor yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia. Analisis suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM). Terdapat dua hal yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Pertama, estimasi VECM, yang akan menunjukkan persamaan jangka pendek dalam melihat pengaruh indikator makroekonomi dan perbankan terhadap suku
bunga deposito bank–bank umum pemerintah. Kedua, Variance Decomposition (VD), dimana VD dapat menentukan variabel yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah. Model persamaan yang digunakan terdiri atas lima variabel yaitu suku bunga deposito bank-bank umum pemerintah (SBDEP), jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), tingkat harga (CPI), suku bunga SBI (RSBI), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) bank-bank umum pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator makroekonomi yaitu jumlah uang beredar, tingkat harga dan suku bunga SBI serta indikator perbankan yaitu LDR signifikan mempengaruhi suku bunga deposito bank-bank umum pemerintah pada taraf 5 persen. Perubahan suku bunga deposito bank-bank umum pemerintah dipengaruhi oleh perubahan suku bunga deposito 2 dan 3 bulan sebelumnya, perubahan jumlah uang beredar 1 dan 2 bulan sebelumnya, perubahan tingkat harga (inflasi) 1 bulan sebelumnya, perubahan suku bunga SBI 2 bulan sebelumnya dan LDR 1 bulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Variance Decomposition (VD) terhadap suku bunga deposito mengindikasikan bahwa suku bunga deposito pada 3 periode kedepan (jangka pendek) disebabkan oleh suku bunga deposito itu sendiri. Sedangkan suku bunga SBI memiliki pengaruh kedua terbesar setelah suku bunga deposito itu sendiri pada periode pertama yaitu sebesar 40,31 persen dan periode kedua sebesar 23,08 persen. Namun variabel yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada jangka pendek adalah suku bunga deposito itu sendiri pada periode pertama sebesar 56,42 persen; 47,46 persen pada periode kedua dan 37,24 persen pada periode ketiga. Sedangkan tingkat harga berpengaruh dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap suku bunga deposito bank-bank umum pemerintah dari periode ke-4 hingga periode ke-60. Pada periode ke-60 (jangka panjang) LDR memiliki pengaruh kedua terbesar setelah tingkat harga terhadap suku bunga deposito bankbank pemerintah yaitu sebesar 19,34 persen. Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah: (1) bank-bank umum pemerintah hendaknya lebih memperhatikan indikator makroekonomi dan perbankan yang dianalisis dalam penelitian ini sehingga bankbank umum pemerintah dapat mengantisipasi jika terjadi perubahan dalam indikator-indikator tersebut guna menetapkan suku bunga deposito; (2) Bank Indonesia sebagai otoritas kebijakan moneter harus lebih fokus bekerja dalam mengendalikan harga melalui kebijakan inflation targeting agar inflasi dapat terkendali.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA
Oleh FEBRI DWIASTUTI H14102081
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Febri Dwiastuti NRP
: H14102081
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Deposito pada Bank-bank Umum Pemerintah di Indonesia.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS. NIP 132104952
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP: 131846872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Febri Dwiastuti H14102081
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Febri Dwiastuti lahir pada tanggal 27 Februari 1984 di kota Bogor. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Bambang Murdianto dan Ibu Sunarti. Penulis mulai menjalani pendidikan formal di TK Bhayangkari 5, dan kemudian melanjutkan pendidikan di SD Negeri Pengadilan 5 sejak tahun 1990 hingga tahun 1996. Penulis menamatkan studinya di SLTP Negeri 8 Bogor pada tahun 1999. Tahun 1999-2002 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor. Setelah lulus SMU pada tahun 2002, penulis meneruskan studinya di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Illahi Rabbi yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi yang diajukan oleh penulis adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Deposito pada Bank-bank Umum Pemerintah di Indonesia”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu persyaratan bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah indikator makroekonomi dan indikator perbankan mempengaruhi penetapan suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia. Selain itu untuk mengetahui faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi penetapan suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan selanjutnya. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung. Terutama kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku penguji utama dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah menguji hasil karya ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Bambang Murdianto dan Ibu Sunarti serta saudara penulis, Funy Murdianti. Doa dan dukungan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan kritik, saran dan dukungannya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
Febri Dwiastuti H14102081
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL..............................................................................................ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xi I.
PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1. Latar Belakang .................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah ..........................................................................8 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................10 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................11
II.
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................12 2.1. Suku Bunga .....................................................................................12 2.1.1. Teori Tingkat Bunga Fisher .................................................12 2.1.2. Teori Tingkat Bunga Keynes ...............................................13 2.1.3. Teori Loanable Funds ..........................................................15 2.2. Keseimbangan Credit Rationing .....................................................16 2.3. Jenis Suku Bunga ............................................................................18 2.4. Pengertian dan Karakteristik Deposito............................................19 2.5. Mekanisme Transmisi Moneter ......................................................22 2.6. Penawaran Uang (Money Supply) dan Suku Bunga Deposito ........24 2.7. Tingkat Harga dan Suku Bunga Deposito.......................................25 2.8. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Suku Bunga Deposito ..........................................................................................27 2.9. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Suku Bunga Deposito...............28 2.10. Kajian Penelitian Terdahulu............................................................30 2.11. Kerangka Pemikiran Konseptual.....................................................32 2.12. Hipotesis Penelitian.........................................................................34 2.13. Keterbatasan Penelitian...................................................................34
III. METODE PENELITIAN.........................................................................36 3.1. Jenis dan Sumber Data ....................................................................36
3.2. Metode Analisis Data......................................................................36 3.2.1. Model Umum Vector Autoregression .................................38 3.2.2. Pengujian Stasioneritas .......................................................39 3.2.3. Penentuan Lag Optimal.......................................................41 3.2.4. Kointegrasi ..........................................................................41 3.2.5. Vector Error Correction Model ..........................................42 3.2.6. Variance Decomposition.....................................................43 3.3. Model Penelitian .............................................................................43
IV. GAMBARAN UMUM SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK UMUM PEMERINTAH SERTA KONDISI VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHINYA ........46 4.1. Perkembangan Bank-bank Umum Pemerintah (Bank Persero) ......46 4.1.1. Perkembangan Jumlah Kantor Bank....................................47 4.1.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga.......................................48 4.1.3. Perkembangan Suku Bunga Deposito..................................49 4.2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar .............................................51 4.3. Perkembangan Inflasi......................................................................53 4.4. Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).........54 4.5. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR).................................55
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 57 5.1. Kestasioneran Data..........................................................................57 5.2. Tingkat Lag Optimal .......................................................................58 5.3. Kointegrasi .....................................................................................60 5.4. Estimasi Vector Error Correction Model ......................................60 5.5. Variance Decomposition................................................................64
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 68 6.1. Kesimpulan ....................................................................................68 6.2. Saran...............................................................................................69 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................71 LAMPIRAN......................................................................................................74
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Indikator Umum Perbankan Nasional Tahun 1988 dan 1997.......................3 2. Indikator Umum Perbankan Nasional Tahun 2000 dan 2005.......................4 3. Kelebihan serta Kekurangan Produk Tabungan dan Deposito Berjangka ....................................................................................................21 4. Deskripsi Data Model Penelitian ................................................................44 5. Uji Akar Unit (Level)..................................................................................58 6. Uji Akar Unit (First Difference) .................................................................58 7. Perhitungan Schwarz Information Criteria (SIC) .......................................59 8. Uji Johansen ................................................................................................60 9. Persamaan Suku Bunga Deposito dalam Jangka Pendek dengan Variabel-variabel yang Signifikan ..............................................................61 10. Correlation Matrix ......................................................................................65 11. Variance Decomposition Terhadap Suku Bunga Deposito.........................66
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Dominasi Perbankan dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga ..................5 2. Korelasi Antara Suku Bunga Deposito Bank-bank Pemerintah dan Bank-bank Swasta ..................................................................................6 3. Komposisi Dana Deposito Perbankan Tahun 2001 ......................................7 4. Perkembangan Suku Bunga Deposito Berjangka 1 Bulan pada Bank-bank Umum Pemerintah Tahun 1997 & 2005.....................................9 5. Keseimbangan Pasar Uang Keynes.............................................................14 6. Kurva Permintaan dan Penawaran dari Loanable Funds............................15 7. Keseimbangan Credit Rationing .................................................................17 8. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter .................................................23 9. Kurva Liquidity Preference.........................................................................24 10. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual .....................................................32 11. Perkembangan Jumlah Kantor Bank Persero..............................................47 12. Perkembangan Komposisi Dana Pihak Ketiga Bank Persero .....................48 13. Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Persero ..................................51 14. Perkembangan M2 ......................................................................................52 15. Perkembangan Inflasi..................................................................................53 16. Perkembangan Suku Bunga SBI .................................................................55 17. Perkembangan LDR ....................................................................................56 18. Variabel yang Paling Dominan Mempengaruhi Suku Bunga Deposito ......................................................................................................67
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data-data Penelitian ....................................................................................74 2. Uji Akar Unit pada Tingkat Level...............................................................77 3. Uji Akar Unit pada Tingkat First Difference..............................................80 4. Uji Stabilitas................................................................................................83 5. Lag Optimal ................................................................................................84 6. Uji Kointegrasi Johansen dengan Asumsi “Summary”...............................85 7. Uji Kointegrasi Johansen dengan “Asumsi 3” ............................................86 8. Hasil Estimasi VECM .................................................................................89 9. Variance Decomposition.............................................................................92 10. Grafik-grafik Variance Decomposition.......................................................94
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan nasional yang berkelanjutan dalam pelaksanaannya
menuntut adanya suatu industri perbankan yang sehat, tangguh dan efisien dengan peranan yang semakin meningkat pula. Mengingat salah satu aspek dari pelaksanaan pembangunan pada dasarnya menyangkut kegiatan penanaman modal atau investasi, maka peningkatan pembangunan membutuhkan peningkatan investasi yang pada gilirannya menuntut peningkatan sumberdaya berupa dana guna pembiayaannya. Peningkatan sumberdaya tersebut diharapkan dapat disediakan oleh lembaga keuangan termasuk lembaga perantara keuangan. Dengan demikian peningkatan kegiatan pembangunan tidak dapat dipisahkan dari adanya
peningkatan
kinerja
industri
perbankan,
yang
dikuti
dengan
berkembangnya lembaga-lembaga keuangan lainnya (Djiwandono dalam Bank BNI, 1999). Saat ini industri perbankan telah mampu menyediakan sarana pembiayaan yang memadai bagi kebutuhan investasi pembangunan, serta sekaligus memungkinkan bekerjanya mekanisme pasar secara efektif dalam memobilisasi dan mengalokasi sumber-sumber keuangan secara lebih efisien. Dunia perbankan telah semakin mampu menciptakan produk-produk jasa keuangan yang dapat menyediakan berbagai alternatif pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha, maupun instrumen untuk menabung bagi masyarakat.
Salah satu produk perbankan yang dapat dijadikan alternatif oleh masyarakat sebagai sarana berinvestasi maupun untuk menyimpan uang adalah deposito. Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja atau sesuai dengan jatuh temponya sehingga deposito dikenal juga sebagai tabungan berjangka (Rini, 2003). Bunga yang diberikan oleh bank-bank pada masyarakat merupakan daya tarik utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank. Begitu pula halnya produk deposito perbankan, dimana bank-bank bersaing dalam menetapkan suku bunga deposito berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dalam menarik nasabah untuk menyimpan uangnya dibank. Lain halnya sebelum terjadi Deregulasi 1 Juni 1983 (Pakjun) dan Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto), dimana pemerintah mengontrol langsung kegiatan perbankan dengan menetapkan suku bunga maksimal bagi perbankan. Namun setelah adanya deregulasi tersebut, maka terjadi perubahan dalam perbankan dimana perbankan diberi kebebasan untuk menetapkan suku bunga sendiri. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah munculnya persaingan antar kelompok bank yang ada di Indonesia. Persaingan antar kelompok bank tersebut dapat dilihat dari indikator perbankan nasional tahun 1988 dan tahun 1997 (Tabel 1). Paket Deregulasi Perbankan tersebut memberi peluang bagi berbagai pihak untuk mendirikan bank, yang menyebabkan pelonjakan jumlah bank dengan begitu cepat. Jumlah bank umum meningkat dari 111 bank pada tahun 1988
menjadi 240 bank pada tahun 1994 dan sampai dengan bulan Juli 1997 jumlah bank sebanyak 237 bank sebelum likuidasi 1 November 1997 (Zurianto, 1997). Tabel 1. Indikator Umum Perbankan Nasional Tahun 1988 dan 1997 Kelompok Bank
1988 (RpMilyar)
Kredit 1997 (RpMilyar)
∆ (%)
1988
Dana 1997
(RpMilyar)
(RpMilyar)
∆ (%)
Bank 331,35 436,23 35.024 151.077 22.166 118.861 Pemerintah Bank Swasta 10.849 188.882 1.641,00 12.165 192.073 1.478,89 Bank Pembangunan 1.147 9.212 703,13 1.234 8.557 593,43 Daerah Bank Asing & Bank 1.743 32.193 1.746,98 2.534 22.043 769,88 Campuran Seluruh Bank 48.763 381.364 682,07 38.099 341.535 796,44 Umum Sumber: Infobank, 1997 Catatan: Dana : total dana pihak ketiga (tabungan, deposito dan giro) ∆ : pertumbuhan
Dari sisi kredit, total dana yang berhasil disalurkan meningkat sekitar 7 kali dengan pertumbuhan sebesar 682,07 persen, dari Rp 48,76 trilyun menjadi Rp 381,36 trilyun. Sementara itu total dana yang berhasil dihimpun oleh seluruh bank mengalami peningkatan secara tajam dari Rp 38,09 trilyun (Oktober 1988) menjadi Rp 341,53 trilyun (Juli 1997), atau meningkat hampir 8 kali dengan pertumbuhan sebesar 796,44 persen pada periode yang sama. Meningkatnya jumlah bank dan operasionalnya tersebut diiringi dengan perubahan peta perbankan nasional, yaitu dari perbankan yang didominasi oleh bank-bank pemerintah kemudian beralih ke perbankan yang lebih banyak dikuasai oleh bankbank swasta dilihat dari sisi kredit serta dana terbesar pada tahun 1997.
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada bulan Juli 1997, yang ditandai dengan melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang asing secara drastis, mengakibatkan tindakan pencabutan izin usaha 16 bank umum pada bulan November 1997. Hal tersebut selanjutnya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank umum yang diikuti dengan adanya penarikan dana secara besar-besaran (rush) terhadap bank-bank lain. Seiring dengan berjalannya waktu, kondisi perbankan secara umum mengalami perubahan dimana semakin meningkatnya jumlah total kredit dan dana pihak ketiga (DPK) seluruh bank umum pada tahun 2000 dan 2005. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari indikator umum perbankan pada tahun 2000 dan 2005 (Tabel 2).
Tabel 2. Indikator Umum Perbankan Nasional Tahun 2000 dan 2005 Kelompok Bank
2000 (RpMilyar)
Kredit 2005 (RpMilyar)
∆ (%)
2000 (RpMilyar)
Dana 2005 (RpMilyar)
Bank 137,16 108.115 256.413 315.389 502.374 Pemerintah Bank Swasta 87.654 294.433 235,90 277.798 408.296 Bank Pembangunan 10.085 44.931 345,52 19.813 95.688 Daerah Bank Asing & 77.243 99.872 29,29 86.860 162.737 Bank Campuran Seluruh Bank 283.097 695.649 145,72 699.860 1.169.095 Umum Sumber: Bank Indonesia, 2006 Catatan: Dana : total dana pihak ketiga (tabungan, deposito dan giro) ∆ : pertumbuhan
∆ (%) 59,28 46,97 382,95 87,35 67,04
Kondisi perbankan di Indonesia seperti yang dijabarkan dalam uraian tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam peta perbankan seperti ketentuan-ketentuan dalam perbankan, manajemen perbankan, struktur perbankan
yang akan berakibat pada berubahnya posisi dana masyarakat yang dapat dihimpun oleh perbankan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap fluktuasi suku bunga yang ditetapkan perbankan. Hal tersebut akan berimplikasi pada semakin meningkatnya persaingan perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat.
Jumlah DPK (Miliar)
Dominasi Perbankan dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 250000
Bank Pemerintah
200000
BUSN Devisa
150000
BUSN NonDevisa BPD
100000
Bank Asing 50000 Bank Campuran 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 1. Dominasi Perbankan dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Kondisi dunia perbankan yang cenderung menunjukkan peningkatan setelah periode krisis semakin mendorong perbankan untuk bersaing secara ketat dalam meningkatkan kinerjanya yaitu dengan meningkatkan efisiensi, SDM (Sumber Daya Manusia), dan pelayanan pada nasabah guna bersaing dalam mengumpulkan dana segar dari masyarakat. Persaingan perbankan di Indonesia dalam menghimpun dana dari masyarakat lebih didominasi oleh kelompok bank pemerintah dan kelompok bank umum swasta nasional, sedangkan kelompok bank lainnya seperti bank pembangunan daerah, bank campuran dan bank asing
memiliki porsi yang lebih kecil dibandingkan dominasi kedua kelompok bank tersebut (Gambar 1). Pemilihan bank-bank umum pemerintah sebagai objek observasi didasarkan karena bank-bank pemerintah cenderung memiliki penghimpunan dana yang lebih besar dari bank-bank swasta. Namun pada tahun 2004 dan 2005 kelompok bank swasta memiliki penghimpunan dana yang lebih besar dari kelompok
bank
pemerintah.
Sehingga
kedua
kelompok
bank
tersebut
mendominasi persaingan suku bunga perbankan yang sangat ketat dalam hal ini adalah suku bunga deposito. Adanya korelasi suku bunga deposito antara bankbank pemerintah dan bank-bank swasta nasional (Gambar 2) mengindikasikan adanya perilaku yang sama antara kedua bank tersebut.
140.00 Suku Bunga Deposito Bankbank Swasta
120.00 100.00 80.00 60.00
Suku Bunga Deposito Bankbank Pemerintah
40.00 20.00
20 04
19 99
0.00 19 94
Persentase Suku Bunga
Korelasi Antara Suku Bunga Deposito Bank-bank Pemerintah dan Bank-bank Swasta
Periode
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 2. Korelasi Antara Suku Bunga Deposito Bank-bank Pemerintah dan Bank-bank Swasta Terjadinya perubahan suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah akibat dari perubahan variabel-variabel makroekonomi dan perbankan diharapkan
memiliki dampak yang sama terhadap suku bunga deposito pada bank-bank swasta nasional, karena adanya korelasi tersebut. Sehingga analisis mengenai suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah dapat mewakili suku bunga deposito pada bank-bank swasta nasional.
Komposisi Dana Deposito Perbankan Tahun 2001 140000
Jumlah Dana Deposito
Bank Pemerintah 120000 Bank Swasta
100000
60000
Bank Pembangunan Daerah Bank Campuran
40000
Bank Asing
80000
20000 0 1 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
12 Bulan
Deposito Berjangka
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 3. Komposisi Dana Deposito Perbankan Tahun 2001 Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kelompok bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional menguasai pangsa produk deposito yang berimplikasi pada dominasi kelompok bank-bank tersebut dalam menentukan tingkat bunga (harga) dan jumlah deposito (dana deposito yang berhasil dihimpun).
Penghimpunan
dana
deposito
1
bulan
jauh
mendominasi
penghimpunan dana deposito berjangka lainnya seperti deposito berjangka 3, 6 dan 12 bulan yang memiliki porsi penghimpunan dana yang lebih kecil. Artinya, penghimpunan dana terbesar dikuasai oleh kelompok bank pemerintah dan bank swasta nasional. Oleh karena itu dengan banyaknya nasabah yang menyimpan dananya maka bank tersebut lebih responsif dalam menetapkan suku bunga
deposito berjangka jika terdapat perubahan dalam variabel-variabel yang mempengaruhi penetapan suku bunga deposito berjangka.
1.2.
Perumusan Masalah Usaha pemerintah untuk meningkatkan peranan perbankan dalam hal
pengelolaan dana masyarakat, dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lebih dikenal dengan paket deregulasi bidang perbankan. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa deregulasi 1 Juni 1983 dan deregulasi 27 Oktober 1988, mengakibatkan terjadinya perubahan pada perbankan dalam melakukan operasional aktif dan operasional pasifnya. Sebelum Pakjun 1983 dan Pakto 1988 Bank Sentral masih menerapkan direct control terhadap bank-bank, setelah Pakjun dan Pakto berubah menjadi indirect control (Syakir, 1994). Akibat dari kedua jenis deregulasi di bidang perbankan tersebut diatas, maka masyarakat mempunyai banyak pilihan untuk menempatkan dananya di bank-bank dan mendapatkan jasa yang lebih sesuai. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia di pertengahan tahun 1997 pada gilirannya telah menyebabkan bank-bank mengalami krisis yang sangat parah. Ditutupnya 16 bank umum merupakan upaya restrukturisasi yang dilakukan untuk mengatasi krisis di sektor perbankan. Tujuan dari restrukturisasi perbankan itu sendiri yaitu untuk memperbaiki atau memperbaharui (to restore) kondisi suatu perbankan tertentu, sehingga cukup kuat, sehat dan mampu bersaing (Sheng, 1996). Kondisi perbankan yang sering mengalami perubahan ini menyebabkan bank-bank di Indonesia berlomba-lomba untuk menarik nasabah untuk
menyimpan uangnya baik dalam bentuk tabungan, deposito maupun giro dengan menetapkan suku bunga sebagai daya tarik nasabah. Deposito merupakan sarana investasi yang menarik bagi nasabah karena suku bunga yang dimiliki cenderung lebih besar dari suku bunga tabungan maupun giro. Perubahan dalam kondisi perbankan tersebut berimplikasi pada terjadinya fluktuasi suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah (Gambar 1).
30 25 20
Suku Bunga Deposito Tahun 1997
15
Suku Bunga Deposito Tahun 2005
10 5 Ju li Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er N ov em be r D es em be r
Ju ni
M ei
Ap ril
0 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et
Persentase suku bunga deposito
Perkembangan Suku Bunga Deposito 1 Bulan pada Bank Umum Pemerintah
Periode
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 4. Perkembangan Suku Bunga Deposito Berjangka 1 Bulan pada Bankbank Umum Pemerintah Tahun 1997 & 2005 Perkembangan dari suku bunga deposito berjangka 1 bulan pada bankbank umum pemerintah tahun 1997 relatif stabil dari bulan Januari hingga Juli. Namun pada bulan berikutnya suku bunga cenderung meningkat hingga mencapai level tertinggi 26,58 persen pada bulan September kemudian semakin menurun hingga penghujung tahun sebesar 19,74 persen. Sedangkan pada tahun 2005 suku bunga deposito secara keseluruhan menunjukkan tren yang semakin meningkat
dari bulan Januari sebesar 6,31 persen hingga bulan Desember sebesar 11,84 persen. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang menarik untuk melakukan studi lebih lanjut mengenai persaingan antar bank-bank di Indonesia yaitu bank-bank umum pemerintah dalam menetapkan suku bunga deposito berjangka dari tahun 1994-2005. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka beberapa pertanyaan penting sehubungan dengan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh indikator makroekonomi dan indikator perbankan terhadap suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah di Indonesia dari tahun 1994-2005? 2. Faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah: 1. Menganalisis pengaruh indikator makroekonomi dan indikator umum perbankan terhadap suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia dari tahun 1994-2005. 2. Menganalisis faktor yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta informasi yang
berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Bagi pemerintah, sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dibidang ekonomi khususnya dalam kebijakan perbankan. 2. Bagi masyarakat, sebagai informasi serta pembanding dalam melakukan penelitian lebih lanjut. 3. Bagi penulis, sebagai proses belajar yang akan memberi banyak tambahan ilmu dan pengetahuan serta menyelaraskan apa yang didapat selama kuliah dengan kenyataan di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Pada bab tinjauan pustaka ini akan dijabarkan mengenai dasar teori dari suku bunga, serta penjelasan mengenai deposito (tabungan berjangka). Adapun penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut.
2.1.
Suku Bunga Terdapat beberapa acuan teori mengenai suku bunga yang digunakan
dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini. Beberapa teori tersebut diantaranya adalah:
2.1.1. Teori Tingkat Bunga Fisher Suku bunga atau tingkat bunga adalah hal yang paling penting diantara variabel-variabel makroekonomi. Esensinya, tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan. Terdapat dua tingkat bunga yaitu tingkat bunga riil dan nominal. Ekonom menyebutkan bahwa tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan kenaikan dalam daya beli masyarakat dengan tingkat bunga riil (real interest rate). Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil, dan π tingkat inflasi, maka hubungan di antara ketiga variabel ini bisa ditulis sebagai: r=i–π
(2.1)
Tingkat bunga riil adalah perbedaan diantara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Persamaan diatas disebut persamaan Fisher (Fisher Equation). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah (Mankiw, 2000).
2.1.2. Teori Tingkat Bunga Keynes Keynes berpendapat bahwa bunga adalah semata-mata merupakan gejala moneter, bunga adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Berdasarkan
pendapat tersebut, Keynes menganggap adanya pengaruh uang
terhadap sistem perekonomian seluruhnya. Dalam buku klasiknya The General Theory, Keynes menjabarkan pandangannya tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek. Penjelasan itu disebut teori preferensi likuiditas, dimana teori ini menyatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh keseimbangan dari penawaran dan permintaan uang. Teori preferensi likuiditas adalah kerangka untuk kurva LM. Teori preferensi likuiditas mengasumsikan adanya penawaran uang riil tetap, yaitu: (M/P)s = M/P
(2.2)
asumsi ini menunjukkan bahwa penawaran uang riil adalah tetap dan biasanya tidak tergantung pada tingkat bunga. Teori preferensi likuiditas menegaskan pula bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh individu.
Ketika tingkat bunga naik, maka individu-individu hanya ingin memegang lebih sedikit uang, sehingga: (M/P)d = L(r)
(2.3)
dimana fungsi L(r) menunjukkan bahwa jumlah uang yang diminta tergantung pada tingkat bunga. r
r2
Penawaran
A2
r1
A1
Permintaan L (i) Keseimbangan uang riil, M/P
M2/P
M1/P
Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 5. Keseimbangan Pasar Uang Keynes Untuk
menjelaskan
berapa
tingkat
bunga
yang
berlaku
dalam
perekonomian perlu dikombinasikan penawaran dan permintaan terhadap uang riil. Menurut teori preferensi likuiditas, tingkat bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan pasar uang. Pada tingkat bunga keseimbangan, jumlah uang riil yang diminta sama dengan jumlah penawarannya. Penurunan dan peningkatan penawaran uang dalam teori preferensi likuiditas akan berpengaruh terhadap jumlah penawaran uang riil dan tingkat bunga keseimbangan (Gambar 5). Jika tingkat harga tetap, penurunan dalam penawaran uang dari M1 ke M2 akan mengurangi penawaran uang riil. Karena itu, tingkat bunga keseimbangan akan naik dari r1 ke r2. Sebaliknya, peningkatan dalam penawaran uang yang dilakukan oleh bank sentral akan meningkatkan penawaran uang riil, sehingga
tingkat bunga keseimbangan akan turun dari r2 ke r1. Jadi, menurut teori preferensi likuiditas, penurunan dalam penawaran uang akan menaikkan tingkat bunga, dan peningkatan dalam penawaran uang akan menurunkan tingkat bunga.
2.1.3. Teori Loanable Funds Teori suku bunga dengan pendekatan loanable funds menggunakan penawaran dan permintaan dana sebagai dasar peramalan dan analisis perubahan suku bunga. Dalam kasus ini ”barang” yang ditransaksikan adalah loanable funds. r S(r)
r2
B
r1
A
I2 I1
I1=S1
I2=S2
I, S
Sumber : Mankiw, 2000 Gambar 6. Kurva Permintaan dan Penawaran dari Loanable Funds Kurva penawaran menunjukkan tabungan atau keinginan pemilik dana untuk meminjamkan dana kepada investor. Suku bunga dalam hal ini menunjukkan harga dari loanable funds. Slope kurva penawaran positif menunjukkan semakin tinggi tingkat suku bunga akan mempengaruhi pemilik dana untuk menyediakan dana dengan volume lebih besar. Kurva permintaan menunjukkan investasi atau permintaan peminjaman dana baik secara langsung ke publik atau melalui bank. Suku bunga bagi peminjam menunjukkan biaya dari
peminjaman. Slope kurva permintaan negatif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya maka semakin rendah dana yang diinginkan peminjam dan sebaliknya (Gambar 6).
2.2.
Keseimbangan Credit Rationing Dalam konteks pasar kredit pandangan tradisional dalam ekonomi moneter
mengenai adanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan uang tidak berlaku lagi. Dengan semakin berkembangnya perbankan dan sektor keuangan, dewasa ini muncul pandangan yang mengkritisi pendekatan tradisional dalam teori ekonomi moneter yang mendasarkan pada permintaan uang untuk transaksi tersebut. Maka muncul fenomena credit rationing dimana menurut Stiglitz (1981) pasar kredit tidak dapat disamakan dengan pasar barang, dan karenanya tidak dapat diasumsikan bahwa suku bunga yang terjadi di pasar akan selalu menyeimbangkan besarnya permintaan dan penawaran pinjaman, hal tersebut merupakan konsekuensi dari ketidaksempurnaan informasi yang sering terjadi di pasar keuangan. Menurut Baltensperger (1978) dalam Freixas dan Rochet (1997), keseimbangan credit rationing terjadi apabila terdapat permintaan debitur terhadap kredit namun hal tersebut tidak dipenuhi oleh pihak bank dimana suplai kredit yang semakin berkurang walaupun debitur bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. Harga yang dibayar oleh debitur dalam hal ini adalah faktor harga (suku bunga) dan faktor non-harga (jaminan). Secara garis besar credit rationing
menggambarkan kondisi dimana permintaan debitur terhadap kredit melebihi penawaran kreditur (bank) terhadap kredit pada tingkat bunga yang berlaku.
Volume Kredit Demand L2D
Equilibrium
Supply S(ρ(R)) Demand L1D
R1
R*
Suku Bunga Nominal
Sumber: Freixas dan Rochet, 1997 Gambar 7. Keseimbangan Credit Rationing Gambar 7 menunjukkan bagaimana credit rationing terjadi dalam pasar kredit. Jika kurva permintaan kredit adalah L1D dan suplai kredit berpotongan pada tingkat bunga nominal R1, maka akan terjadi keseimbangan dalam pasar kredit. Sedangkan jika kurva permintaan kredit adalah L2D dan kurva suplai kredit tidak berpotongan dengan kurva permintaan kredit karena kurva suplai kredit berbentuk backward bending. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya keseimbangan credit rationing pada tingkat bunga R* dimana permintaan kredit melebihi suplai kredit (excess demand). Terjadinya
kelebihan
permintaan
kredit
terhadap
penawarannya
disebabkan karena kurva suplai kredit berbentuk backward bending dan tidak terdapat fungsi yang linier antara suku bunga dan jumlah kredit yang ditawarkan. Hal tersebut mengakibatkan harga dari kredit (suku bunga kredit) tidak dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kredit yang dipinjamkan pada debitur.
Menurunnya suplai kredit yang disalurkan perbankan bukan disebabkan karena peminjam (debitur) tidak mampu memberikan jaminan (collateral) yang sesuai dengan banyaknya kredit, dan bukan karena bank akan mendapatkan resiko yang lebih tinggi dengan meminjamkan kredit tersebut. Penurunan suplai kredit yang menyebabkan kurva suplai berbentuk backward bending, lebih dikarenakan adanya ketidaksempurnaan informasi (asymetric information) yang sering terjadi di pasar keuangan. Menurut Stiglitz dan Weiss (1981) dalam Freixas dan Rochet (1997) adverse selection dan moral hazard yang timbul karena ketidaksempurnaan informasi dalam pasar keuangan dapat menyebabkan terjadinya credit rationing.
2.3.
Jenis Suku Bunga Jenis suku bunga atau tingkat bunga dapat berbeda karena tiga hal, yaitu
(Mankiw, 2000): 1. Jangka waktu pinjaman (terms). Beberapa jenis pinjaman memiliki jangka waktu pendek, bahkan ada yang berjangka semalam (over-night). Pinjaman lain memiliki jangka waktu
30
tahun atau bahkan lebih panjang dari itu. Tingkat bunga pinjaman tergantung pada jangka waktu pinjaman ini. Tingkat bunga pinjaman jangka panjang biasanya, namun tidak selalu, lebih tinggi dari pada tingkat bunga pinjaman jangka pendek. 2. Risiko kredit (credit risk) Dalam memutuskan pemberian pinjaman, seseorang pemberi pinjaman harus memperhitungkan
probabilitas
peminjam
untuk
membayar
kembali
pinjamannya.
Undang-undang
memungkinkan
peminjam
untuk
tidak
membayar pinjamannya jika ia dinyatakan bangkrut menurut undang-undang. Semakin tinggi probabilitas ketidakmampuan membayar kembali pinjaman, maka semakin tinggi tingkat bunganya. 3. Pajak (tax) Pajak yang dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbedabeda. Pada obligasi yang diterbitkan pemerintah pusat dan daerah yang dinamakan municipal bonds, para pemegang obligasi tidak membayar pajak penghasilan untuk tingkat bunga yang diperolehnya. Oleh karena itu, municipal bonds hanya memberikan tingkat bunga yang rendah.
2.4.
Pengertian dan Karakteristik Deposito Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja atau sesuai dengan jatuh temponya sehingga deposito dikenal juga sebagai tabungan berjangka (Rini, 2003). Sebagaimana layaknya tabungan yang sudah memasyarakat, deposito juga banyak dipilih orang sebagai alternatif lain dalam menyimpan uangnya. Walaupun deposito adalah tabungan juga tetapi mempunyai karakteristik berbeda dari tabungan biasa, yang menyebabkan deposito mempunyai kelebihan dan kekurangan, antara lain (Rini, 2003): 1. Setoran minimal. Tidak seperti tabungan yang dapat dibuka dengan setoran awal yang kecil. Minimal penempatan deposito lebih besar, sehingga memerlukan uang lebih
banyak untuk membuka deposito. Besarnya minimal pembukaan deposito pada tiap bank bervariasi. 2. Jangka waktu Penempatan deposito mengharuskan adanya pengendapan dana selama jangka waktu tertentu yang dapat dipilih oleh nasabahnya yaitu 1,3,6, atau 12 bulan. 3. Jika membutuhkan uang kemudian ingin mencairkan dana pada deposito. Karena adanya jangka waktu tadi maka deposito juga tidak bisa dicairkan setiap saat, tetapi pada saat jatuh tempo saja. Dengan demikian jka ingin menambah saldo deposito atau mencairkan deposito hanya bisa dilakukan pada saat jatuh temponya. 4. Jika terpaksa harus mencairkan deposito. Biasanya bank akan mengenakan denda penalty pada tiap penarikan dana deposito yang belum jatuh tempo. Besarnya denda penalty juga bervariasi diberbagai bank. Ada yang berupa prosentase dari nilai deposito pada saat dicairkan (pokok + bunga), atau berupa prosentase dari nilai pokok depositonya saja. 5. Bunga deposito. Bunga deposito selalu lebih besar dari bunga tabungan sehingga otomatis dana pun akan berkembang lebih cepat. Inilah biasanya yang menjadi daya tarik utama deposito, sehingga deposito lebih cocok dijadikan sarana investasi dibandingkan tabungan.
6. Risiko rendah. Walaupun tingkat suku bunga deposito lebih tinggi dari tabungan maupun giro, namun karena masih sama-sama produk simpanan di bank maka deposito bisa digolongkan produk simpanan berisiko rendah. 7. Biaya administrasi dan pajak. Keuntungan lainnya dari deposito adalah tidak dikenakannya biaya administrasi bulanan. Tidak seperti tabungan atau giro yang dikenakan biaya administrasi bulanan. Walaupun demikian pemotongan tetap ada yaitu sebesar pajak deposito yang diperhitungkan dari hasil bunga deposito saja tidak termasuk pokok. Berdasarkan karakteristik mengenai produk deposito berjangka tersebut, dapat disimpulkan kelebihan serta kekurangan antara produk simpanan tabungan dan deposito berjangka (Tabel 3).
Tabel 3. Kelebihan serta Kekurangan Produk Tabungan dan Deposito Berjangka Produk Perbankan Tabungan
Kelebihan 1. Dana
awal
Kekurangan yang 1. Suku
bunga
yang
disetor lebih kecil dari
diperoleh cenderung
produk deposito
lebih
kecil
dari
produk deposito 2. Produk
simpanan 2. Dikenakan
yang dapat dicairkan setiap saat 3. Produk
simpanan
yang beresiko rendah Sumber: Rini, 2003
biaya
adminstrasi bulanan
Tabel 3. Lanjutan Deposito Berjangka
1. Dana disetor
awal
yang 1. Membutuhkan dana
lebih
besar
yang
lebih
besar
secara otomatis dana
untuk
akan
rekening deposito
cepat
membuka
berkembang 2. Sarana investasi yang 2. Pencairan memiliki
resiko
rendah
dana
deposito hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo
3. Suku bunga deposito 3. Dikenakan
denda tiap
lebih besar dari suku
penalty
bunga tabungan
penarikan dana yang
4. Tidak
dikenakannya
belum jatuh tempo
administrasi bulanan Sumber: Rini, 2003.
2.5.
Mekanisme Kebijakan Moneter Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan
bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dalam mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan. Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter. Instrumen moneter utama yang dipergunakan Bank Indonesia untuk mencapai sasaran akhir adalah Operasi Pasar Terbuka (OPT), disamping instrumen lain seperti fasilitas diskonto, Giro Wajib Minimum (GWM), ataupun imbauan. Instrumen OPT dilakukan melalui lelang surat-surat berharga, yang
ditujukan untuk menambah atau mengurangi likuiditas di pasar uang, untuk mencapai sasaran operasional uang primer yang telah ditetapkan. Sementara itu, fasilitas diskonto ialah fasilitas kredit yang diberikan kepada bank-bank dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. GWM merupakan jumlah alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh bank dalam rekening gironya di Bank Indonesia. Selanjutnya imbauan digunakan oleh Bank Indonesia dengan tujuan agar semua bank dapat mengikuti langkah kebijakan moneter yang diinginkan Bank Indonesia (Warjiyo, 2004). Dalam pelaksanaannya, proses operasional pengendalian moneter kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi.
Instrumen OPT GWM Fasilitas Diskonto Imbauan
Sasaran Operasional Uang Primer (M0)
Suku Bunga (SBI, PUAB)
Sasaran Antara Uang Beredar (M1, M2)
Sasaran Akhir
Pertumbuha n Ekonomi
Nilai Tukar
Inflasi
Suku Bunga (Deposito)
Sumber: Warjiyo, 2004 Gambar 8. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Gambar 8 menunjukkan mekanisme transmisi kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui berbagai instrumen kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir melaui sasaran operasional dan antara. Dibidang
keuangan, kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar, dan harga saham disamping volume dana masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana pada obligasi, saham maupun sekuritas lainnya. Sementara itu, disektor ekonomi riil kebijakan moneter selanjutnya mempengaruhi perkembangan konsumsi, investasi, ekspor dan impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan moneter.
2.6.
Penawaran Uang (Money Supply) dan Suku Bunga Deposito Berdasarkan teori preferensi likuiditas yang dikemukakan oleh Keynes
tentang pandangannya terhadap tingkat bunga. Keynes menjelaskan bahwa penurunan dalam penawaran uang akan meningkatkan tingkat bunga dan peningkatan dalam penawaran uang akan menurunkan tingkat bunga (Gambar 9). r r1
MS1
MS2
A1
r2
A2 L(r) M1/P
M2/P
M/P
Sumber: Lipsey, et al, 1995 Gambar 9. Kurva Liquidity Preference Apabila otoritas moneter yaitu bank sentral meningkatkan penawaran uang maka akan menyebabkan suku bunga riil menurun. Sebaliknya apabila bank sentral menurunkan penawaran uang maka akan meningkatkan suku bunga riil.
Sehingga terdapat hubungan negatif antara penawaran uang dan suku bunga riil dalam hal ini adalah suku bunga deposito.
2.7.
Tingkat Harga dan Suku Bunga Deposito Perubahan tingkat harga dalam perekonomian dicerminkan dengan
variabel inflasi. Inflasi adalah kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus (Mishkin, 2001). Menurut kaum monetaris, inflasi disebabkan oleh pertumbuhan penawaran uang yang tinggi, oleh sebab itu mereka berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Menurut kaum Keynesian, inflasi yang tinggi tidak bisa dikendalikan hanya dengan kebijakan fiskal. Perpaduan kebijakan moneter dan fiskal diperlukan untuk mengendalikan laju inflasi. Teori kuantitas menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi suplai uang memiliki kendala tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan suplai uang tetap dalam kondisi yang stabil, maka tingkat harga pun akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan suplai uang dengan cepat, maka tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000). Terdapat dua penyebab awal inflasi yaitu cost-push inflation dan demandpull inflation. Cost-push inflation terjadi karena adanya tekanan biaya produksi. Demand-pull inflation terjadi karena permintaan masyarakat akan barang dan jasa terlalu tinggi. Berdasarkan besarnya, tingkat inflasi digolongkan menjadi inflasi ringan; dibawah 10 persen setahun, inflasi sedang; 10-30 persen setahun, inflasi berat; antara 30-100 persen setahun, hiperinflasi; diatas 100 persen setahun. Berdasarkan asal terjadinya, inflasi digolongkan menjadi (Shapiro, 1978):
1. Domestic inflation, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri. Inflasi ini dapat timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru (seigniorage). 2. Imported inflation, inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi ini disebabkan karena adanya kenaikan harga-harga di luar negeri atau negara yang menjadi partner dagang. Inflasi ini lebih mudah terjadi pada negara
dengan
perekonomian terbuka. Hubungan antara inflasi dan suku bunga dapat dilihat dari persamaan Fisher (Fisher equation) yang menunjukkan bahwa tingkat bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu tingkat bunga riil yang berubah atau tingkat inflasi yang berubah (Mankiw, 2000). Sehingga terdapat hubungan positif antara tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal, dimana kenaikan satu persen dalam tingkat inflasi akan menyebabkan kenaikan satu persen dalam tingkat bunga nominal. Misalnya tahun 2003 tingkat inflasi sebesar 10,03 persen suku bunga deposito nominal sebesar 9,60 persen, maka berdasarkan teori Fisher jika terdapat kenaikan satu persen pada tingkat inflasi sebesar 0,10 persen maka akan menyebabkan kenaikan 1 persen pada suku bunga deposito nominal sebesar 0,09 persen. Dari persamaan tersebut, jika terjadi inflasi maka akan menurunkan suku bunga riil, yang mengindikasikan adanya hubungan negatif antara inflasi dan suku bunga riil. Artinya, ketika terjadi peningkatan inflasi, suku bunga deposito riil akan menurun dan sebaliknya ketika terjadi penurunan inflasi, suku bunga deposito riil akan meningkat.
2.8.
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Suku Bunga Deposito Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan instrumen Bank Indonesia (BI)
dalam melaksanakan fungsi sebagai bank sentral dan otoritas moneter. Terdapat dua macam SBI, yakni yang berjangka waktu satu bulan dan tiga bulan. Setiap dua pekan sekali BI melakukan lelang SBI tenor satu bulan, sementara untuk tenor tiga bulan lelangnya dilakukan sekali dalam sebulan. Lelang SBI dilakukan untuk menyerap uang yang ada di masyarakat atau perbankan, biasa disebut likuiditas. Semakin besar kelebihan likuiditas maka semakin besar pula dana yang akan diserap oleh BI. Dengan menyerap kelebihan likuiditas itu berarti BI mengurangi ruang gerak pemilik dana dalam melakukan spekulasi, hal itu dilakukan agar mata uang rupiah tidak terpuruk. Dengan berkurangnya likuiditas yang berlebihan tersebut akan dapat memperlambat atau bahkan menekan laju inflasi yang diakibatkan melonjaknya permintaan uang (Suruji, 2005). Hubungan antara suku bunga SBI dan suku bunga deposito dapat dilihat dari salah satu instrumen kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral yaitu melalui Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation). Operasi pasar terbuka adalah pembelian dan penjualan obligasi pemerintah oleh bank sentral. Ketika bank sentral membeli obligasi dari masyarakat, basis moneter dan penawaran uang meningkat. Sebaliknya ketika bank sentral menjual obligasi kepada masyarakat, basis moneter dan penawaran uang menurun (Mankiw, 2000). Ketika terjadi kelebihan uang yang ada di masyarakat dan perbankan maka bank sentral akan menyerap kelebihan uang tersebut dengan menjual SBI. Dalam hal ini perbankan akan membeli obligasi tersebut dimana bank sentral
menawarkan suku bunga SBI yang tinggi, sehingga menyebabkan likuiditas perbankan berkurang. Untuk meningkatkan tingkat likuiditas maka perbankan bersaing untuk mendapatkan dana yang sebesar-besarnya dari masyarakat dengan meningkatkan suku bunga deposito simpanan yaitu suku bunga deposito. Dengan demikian terdapat hubungan positif antara suku bunga SBI dan suku bunga deposito. Artinya, apabila terjadi peningkatan pada suku bunga SBI maka suku bunga deposito perbankan cenderung meningkat pula. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan pada suku bunga SBI maka suku bunga deposito perbankan cenderung menurun.
2.9.
Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Suku Bunga Deposito Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah indikator yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana sebuah bank menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dana masyarakat. Ketentuan Bank Indonesia (BI) tentang tingkat LDR bank yang sehat adalah sebesar 94,75 persen (Indef, 2003). LDR =
Kredit DPK
(2.4)
Dimana: LDR : rasio kredit dan dana pihak ketiga, Kredit : dana yang disalurkan perbankan pada masyarakat, DPK : dana pihak ketiga (tabungan, giro, dan deposito). Apabila LDR perbankan meningkat maka dapat dikatakan bahwa perbankan tersebut menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi karena meningkatnya jumlah kredit yang disalurkan perbankan pada masyarakat.
Peningkatan LDR disertai dengan meningkatnya kredit menyebabkan likuiditas perbankan menurun karena dana tersebut dipergunakan untuk penyaluran kredit. Penurunan likuiditas ini, menyebabkan perbankan berusaha untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan meningkatkan suku bunga simpanan, dalam hal ini adalah suku bunga deposito. Oleh karena terdapat hubungan yang positif antara LDR dan suku bunga deposito. Artinya, apabila terjadi peningkatan pada LDR perbankan maka suku bunga deposito perbankan cenderung meningkat pula. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan pada LDR perbankan maka suku bunga deposito perbankan cenderung menurun. Selain itu, LDR dan suku bunga deposito dapat memiliki hubungan yang negatif apabila diasumsikan bahwa terdapat hubungan yang searah antara suku bunga deposito (simpanan) dan suku bunga kredit (pinjaman), dimana apabila suku bunga deposito meningkat maka akan meningkatkan suku bunga kredit dan sebaliknya apabila suku bunga deposito menurun maka akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit. Peningkatan LDR karena meningkatnya penyaluran kredit oleh perbankan akan menyebabkan likuiditas perbankan tersebut menjadi semakin berkurang. Dengan kondisi tersebut maka perbankan akan meningkatkan DPK (Dana Pihak Ketiga) dengan meningkatkan suku bunga deposito. Peningkatan suku bunga deposito tersebut akan diikuti dengan peningkatan suku bunga kredit yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah kredit yang disalurkan karena meningkatnya biaya dalam meminjam dana di bank. Menurunnya minat masyarakat untuk meminjam dana di bank menurunkan volume kredit yang disalurkan perbankan sehingga menyebabkan menurunnya LDR perbankan.
2.10. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian
Syakir
(1994),
mengenai
Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Penetapan Tingkat Suku Bunga Deposito pada Bank-bank Umum Pemerintah dan Bank-bank Umum Swasta Nasional di Indonesia (Pasca 27 Oktober 1988) menggunakan delapan variabel yang dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah variabel tidak bebas (dependent variable) dan kelompok variabel kedua adalah variabel bebas (independent variable). Variabel tidak bebas dalam penelitian tersebut adalah tingkat bunga deposito berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan (Y1,2,3,4) sedangkan variabel bebas terdiri dari tingkat pertumbuhan jumlah uang yang beredar (X1), tingkat inflasi (X2), tingkat pertumbuhan PDB riil (X3), LDR (X4), SIBOR (X5), pertumbuhan kurs US $ terhadap rupiah (X6), tingkat likuiditas bank (X7) dan suku bunga SBI (X8). Syakir (1994), dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa variabel-variabel bebas yang diteliti mempunyai pengaruh yang sangat bermakna pada taraf nyata 99% (α = 0.01) terhadap penetapan tingkat suku bunga deposito berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan pada bank-bank umum pemerintah dan bank-bank umum swasta nasional di Indonesia. Dari delapan variabel yang dianalisis ternyata variabel suku bunga SBI mempunyai pengaruh positif berupa besarnya suku bunga deposito berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan pada bank-bank umum pemerintah. Sedangkan faktor eksternal mempunyai pengaruh yang dominan terhadap penetapan tingkat suku bunga
deposito berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan pada bank-bank umum swasta nasional di Indonesia. Ronadiba (2004), dalam penelitiannya mengenai Faktor-faktor Penentu Tingkat Bunga Pasca Krisis Juli 1997 di Indonesia menunjukkan bahwa faktor eksternal (faktor luar negeri) secara signifikan dapat mempengaruhi tingkat bunga dalam negeri. Faktor internal yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat bunga dalam negeri adalah ekspektasi inflasi dan jumlah uang yang beredar M2. Sedangkan faktor internal lainnya seperti pendapatan nasional (GDP riil), lag tingkat bunga dalam negeri dan kebijakan penurunan tingkat bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan tingkat bunga dalam negeri. Jenada (2004), dalam penelitiannya mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Deposito Bulanan di Indonesia : Januari 2000Desember 2002 menggunakan variabel suku bunga SBI satu bulan, nilai tukar rupiah terhadap dollar, suku bunga luar negeri (suku bunga Fed), inflasi dan permintaan uang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel suku bunga SBI satu bulan memiliki hubungan positif dan secara signifikan mempengaruhi penentuan suku bunga deposito bulanan. Sedangkan variabel suku bunga Fed dan permintaan uang memiliki hubungan negatif dan secara signifikan mempengaruhi suku bunga deposito bulanan. Variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar dan inflasi memiliki hubungan negatif dan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penentuan suku bunga deposito bulanan di Indonesia.
2.11. Kerangka Pemikiran Konseptual Penetapan suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suku bunga diantaranya yaitu indikator perbankan dan indikator makroekonomi (Gambar 10).
Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga deposito
Indikator Perbankan -Loan to Deposit Ratio
Indikator Makroekonomi - Jumlah Uang Beredar - CPI - Suku Bunga SBI
Suku Bunga Deposito Gambar 10. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual
Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan indikator perbankan yang dapat
mempengaruhi penetapan suku bunga deposito. Dari sekian banyak indikator umum perbankan, pemilihan variabel LDR dalam penelitian ini didasarkan karena kemampuan bank dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat atau sektor riil (menunjukkan kemampuan intermediasi perbankan). Sehingga apabila variabel LDR mengalami perubahan maka jumlah kredit dan dana yang dihimpun
perbankan pun akan berubah. Perubahan jumlah kredit dan dana tersebut akan mempengaruhi keputusan perbankan dalam menetapkan suku bunga deposito. Berdasarkan alasan tersebut LDR digunakan sebagai variabel yang dapat mempengaruhi suku bunga deposito bank umum pemerintah. Selain itu money supply atau jumlah uang yang beredar dalam arti luas (M2), tingkat harga dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan indikator makroekonomi yang mampu mempengaruhi penetapan suku bunga deposito perbankan. Variabel jumlah uang beredar digunakan dalam penelitian ini karena berdasarkan transmisi kebijakan moneter jalur uang (money channel). Jumlah uang beredar (M2) dijadikan sasaran antara guna mencapai sasaran akhir yaitu inflasi (kestabilan harga). Pada akhirnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi berbagai kegiatan ekonomi termasuk didalamnya kegiatan perbankan dalam menetapkan suku bunga deposito. Pemilihan variabel tingkat harga didasarkan pada teori ekonomi yang ada bahwa inflasi akan berpengaruh langsung terhadap perubahan suku bunga (berdasarkan teori Fisher). Sehingga perubahan dalam inflasi akan mempengaruhi perbankan dalam menetapkan suku bunga deposito. Sedangkan variabel SBI digunakan dalam penelitian ini karena SBI merupakan sebuah instrumen OPT yang dilakukan oleh BI sebagai pembuat kebijakan moneter dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi baik dalam sektor keuangan khususnya sektor perbankan dalam menetapkan suku bunga deposito maupun sektor riil. Perubahan dalam variabel-variabel yang merupakan indikator perbankan dan makroekonomi tersebut akan berpengaruh terhadap penetapan suku bunga
deposito perbankan. Jadi faktor-faktor tersebut baik indikator perbankan maupun indikator makroekonomi mempengaruhi penetapan suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia.
2.12. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel jumlah uang yang beredar dalam arti luas (M2) memiliki hubungan negatif terhadap suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia. 2. Variabel tingkat harga (CPI) memiliki hubungan negatif terhadap suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia. 3. Variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (RSBI) memiliki hubungan positif terhadap suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia. 4. Variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) memiliki hubungan positif dan negatif terhadap suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah di Indonesia.
2.13. Keterbatasan Penelitian Terdapat kelemahan dalam penelitian ini dimana tidak dimasukkannya variabel dummy krisis. Hal tersebut dikarenakan terdapat keterbatasan dalam pengolahan apabila jika dimasukkan variabel dummy akan menghasilkan sistem VAR (Vector Autoregression) yang tidak stabil. Sedangkan kestabilan VAR harus dipenuhi sebagai syarat untuk menentukan lag optimal. Apabila sistem VAR tidak
stabil maka pengolahan VECM (Vector Error Correction Model) tidak bisa dilanjutkan pada tahap berikutnya. Kestabilan VAR sangat diperlukan karena apabila sistem VAR tidak stabil maka akan menghasilkan estimasi VECM dan Variance Decomposition (VD) yang tidak valid. Sedangkan dalam penelitian ini estimasi VECM dan VD merupakan metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang terjadi, sehingga kestabilan VAR merupakan syarat penting dalam proses pengolahan VECM.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data time series bulanan dari Januari 1994 sampai Desember 2005. Model dalam penelitian ini menggunakan lima variabel yaitu variabel suku bunga deposito satu bulan (RDEP), jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), tingkat harga (CPI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (RSBI) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Sumber data berasal dari beberapa penerbitan Bank Indonesia
seperti Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), dan Statistik Perbankan Indonesia (SPI).
3.2.
Metode Analisis Data Dalam rangka mencapai tujuan dari permasalahan penelitian ini digunakan
metode analisis Vector Autoregression (VAR). VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari variabel itu sendiri serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Vector Autoregression (VAR) dengan ordo p dengan n peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut:
Yt = A0 + AY 1 t −1 + A2Yt − 2 + ...... + ApYt − p + ut dimana: Yt
= vektor peubah tak bebas (Y1t, Y2t, Ynt) berukuran n x 1,
A0
= vektor intersep berukuran n x 1,
(3.1)
Ai
= matriks parameter berukuran n x n, untuk setiap i = 1, 2, ...,p,
ut
= vektor sisaan (u1t, u2t, ..., unt) berukuran n x 1. Metode analisis Vector Autoregression (VAR) akan digunakan dalam
penelitian ini apabila data-data yang akan digunakan stasioner dan tidak memiliki kointegrasi. Sedangkan apabila data-data yang digunakan tidak stasioner namun memiliki kointegrasi maka metode analisis Vector Error Correction Model (VECM) yang digunakan dalam penelitian ini. Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometri konvensional (Syabran, 2004) adalah: 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel dalam persamaan itu. 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai variabel edogenous. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable endogenty and exogenty). Sebagai metode ekonometri, VAR juga tidak terlepas dari kelemahan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Model VAR lebih bersifat teoritik karena tidak memanfaatkan informasi teoriteori terdahulu, oleh karena itu sering disebut model yang tidak struktural.
2. Karena tujuan utamanya untuk forecasting, maka model VAR menyebabkan implikasi kebijakan kurang tepat. 3. Pemilihan banyaknya lag yang diikutsertakan pada model juga menimbulkan masalah baru dalam proses estimasi. 4. Semua variabel yang digunakan dalam VAR harus stasioner, jika belum stasioner maka harus ditransformasikan terlebih dahulu agar stasioner. Secara garis besar terdapat dua hal yang ingin dicapai dalam penelitian ini: 1. Estimasi VECM, yang akan menunjukkan persamaan jangka pendek dan jangka panjang setelah terlebih dahulu menentukan derajat stasioneritas, panjangnya lag dan melakukan uji kointegrasi. 2. Menyusun Variance Decomposition (VD), dimana VD dapat memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu.
3.2.1. Model Umum Vector Autoregression
Sistem persamaan VAR merupakan sebuah sistem persamaan multivariat dimana sistem VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan distributed lags-nya. Menurut Hsiao dalam Tirtayasi (2005), dengan menggunakan contoh tiga variabel (Y, X, Z), akan dapat memberikan hubungan kausalitas diantara ketiga variabel tersebut. Berikut merupakan matriks dari susunan variabel tersebut guna mempermudah analisa hubungan antar variabel:
⎛ α 11 ( L ) ⎛ Y1 ⎞ ⎜ ⎜ ⎟ ⎜ X 1 ⎟ = ⎜ α 21 ( L ) ⎜ Z ⎟ ⎜ α (L ) ⎝ 1 ⎠ ⎝ 31
α 12 ( L ) α 22 ( L ) α 32 ( L )
α 1 3 ( L ) ⎞ ⎛ Y1 ⎞ ⎛ u t ⎞ ⎟ α 2 3 ( L ) ⎟ ⎜⎜ X 1 ⎟⎟ + ⎜⎜ v t ⎟⎟ α 3 3 ( L ) ⎟⎠ ⎜⎝ Z 1 ⎟⎠ ⎜⎝ w t ⎟⎠
(3.2)
Hsio juga secara rinci menjelaskan teorema pola hubungan antara variabel dalam sistem variabel berdasarkan nilai dalam α ij sebagai berikut: 1. Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah:
α 32 ( L) = 0 2. Bila variabel X mempengaruhi Z, syaratnya:
α 32 ( L) ≠ 0 3. Hubungan timbal balik antara variabel X dan Z melalui Y, syaratnya:
α 32 ( L) ≠ 0 dan α 23 ( L) ≠ 0 4. Hubungan tidak langsung dari variabel X da Z melalui Y, syaratnya adalah:
α 32 ( L) = 0;α 31 ( L) ≠ 0;α12 ( L) ≠ 0 5. Hubungan palsu jenis I dari variabel X
terhadap Z jika dan hanya jika
terdapat kondisi:
α 21 ( L) = 0;α 32 ( L) ≠ 0 , untuk semua panjang lag 6. Hubungan palsu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi:
α 32 ( L) = 0;α12 ( L) = 0 , untuk semua panjang lag k dan α 31 ( L) ≠ 0;α 21 ( L) ≠ 0 , untuk semua panjang lag k
3.2.2. Pengujian Stasioneritas
Pengujian stasioner pada data time series penting dilakukan untuk menguji apakah data yang dipakai benar-benar bersifat stationary atau non-stationary. Data deret waktu dikatakan bersifat stasioner jika data tersebut menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu. Masalah kestasioneran data menjadi sangat
penting karena data yang tidak stasioner akan menghasilkan Spurious Regression (regresi palsu), yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik namun pada kenyataannya tidak demikian. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas data, salah satunya adalah dengan menggunakan The Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari MacKinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Namun jika nilai ADF statistiknya lebih besar dari MacKinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak stasioner. Apabila uji ADF telah dilakukan pada data time series dan diketahui bahwa hasilnya adalah tidak stasioner maka dapat dilakukan difference non stationary processes (Enders, 2004). ADF test pada dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi, sebagai berikut: m
ΔYt = β1 + β 2t + δ Yt −1 + α1 ∑ ΔYt −1 + ε t
(3.3)
t −1
dimana:
ε t = white noise, ΔYt = Yt −1 − Yt − 2
Pada ADF yang akan diuji adalah apakah δ = 0 dengan hipotesis alternatif
δ < 0, jika t hitung untuk δ lebih kecil dari nilai ADF, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya.
3.2.3
Penentuan Lag Optimal
Salah satu hal yang sangat penting dalam menggunakan VAR atau VECM adalah menentukan lag (lampau) yang optimal. Penentuan lag yang optimal dapat dibantu dengan menggunakan kriteria informasi Schwarz Information Criteria (SIC), yang dirumuskan sebagai berikut: ⎛ q ⎞ S IC ( q ) = A IC ( q ) + ⎜ ⎟ ( lo g T − 1 ) ⎝T ⎠
(3.4)
dimana:
(q ) =
A IC
dengan:
⎛ Log ⎜ ⎝
∑
e 12 ⎞ q ⎟ + 2 T ⎠ T
∑e
= jumlah residual kuadrat,
T
= jumlah sampel,
q
= jumlah variabel dalam sistem persamaan
2 1
(3.5)
Untuk menetapkan tingkat lag yang paling optimal, model VAR atau VECM harus diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda. Kemudian apabila menggunakan kriteria SIC maka nilai SIC yang paling kecil dipakai sebagai patokan pada tingkat lag paling optimal, karena nilai SIC minimum menggambarkan residual (error) yang paling kecil.
3.2.4. Kointegrasi
Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat lag ke-d jika data tersebut stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Data-data tidak stasioner yang terintegrasi pada tingkat yang sama dapat membentuk kombinasi linier yang bersifat stasioner. Komponen dari vektor yt dikatakan terkointegrasi jika ada
vektor β = (β1, β2, βn) sehingga kombinasi linier βyt bersifat stasioner, dengan syarat ada unsur matrik β bernilai tidak sama dengan nol. Vektor β dinamakan vektor kointegrasi. Rank kointegrasi (r) dari vektor yt adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas. Nilai r dapat diketahui melalui uji Johansen. Hipotesis yang diuji adalah: H0: rank ≤ r H1: rank ≥ r Jika rank kointegrasi lebih besar dari nol, maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Jika rank kointegrasi sama dengan nol, maka model yang dgunakan adalah model VAR dengan pendiferensian sampai lag ke-d.
3.2.5. Vector Error Correction Model
Model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai: Δ y t = Α 0 + π y t −1 +
p −1
∑φ i −1
* i
Δ y t −1 + ε t
dimana:
π = αβ, β = vektor kointegrasi berukuran rx1, α = vektor adjustment berukuran rx1, p
φi* = − ∑ Α j j = i +1
(3.6)
Model VECM dapat dituliskan dalam model VAR dengan menguraikan nilai diferensi: Δyt = yt − yt −1
(3.7)
3.2.6. Variance Decomposition
Variance Decomposition (VD) merupakan uji yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel makro yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Metode ini dapat mencirikan struktur dinamis dalam model VAR. Kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang dapat dilihat dengan metode ini. Variance Decomposition merinci varians dari error peramalan (forecast error) menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung presentase squared prediction error dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, dapat dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri dan variabel-variabel lainnya.
3.3.
Model Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga deposito, jumlah uang beredar, tingkat harga, suku bunga SBI, dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dengan demikian model penelitian ini adalah:
⎡RDEPt ⎤ ⎡α11(L) ⎢ M2 ⎥ ⎢α (L) t ⎥ ⎢ 21 ⎢ ⎢ CPIt ⎥ = ⎢α31(L) ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ RSBIt ⎥ ⎢α41(L) ⎢⎣ LDRt ⎥⎦ ⎢⎣α51(L)
α12 (L) α22 (L) α32 (L) α42 (L) α52 (L)
α13(L) α23(L) α33(L) α43(L) α53(L)
α14 (L) α24 (L) α34 (L) α44 (L) α54 (L)
α15 (L)⎤ ⎡RDEPt ⎤ ⎡ u1t ⎤ α25 (L)⎥⎥ ⎢⎢ M2t ⎥⎥ ⎢⎢ v2t ⎥⎥ α35 (L)⎥⎢ CPIt ⎥ + ⎢w3t ⎥ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ α45 (L)⎥⎢ RSBIt ⎥ ⎢ x4t ⎥ α55 (L)⎦⎥⎢⎣ LDRt ⎥⎦ ⎢⎣ z5t ⎥⎦
(3.8)
dimana: RDEPt = suku bunga deposito, M2t
= jumlah uang beredar,
CPIt
= tingkat harga,
RSBIt
= suku bunga SBI,
LDRt
= loan to deposit ratio. Dari model tersebut dapat dilihat bahwa model VAR atau VECM (untuk
analisis jangka pendeknya), semua variabel bisa menjadi variabel endogen ataupun eksogen, artinya semua variabel dapat saling mempengaruhi. Namun demikian, penelitian ini dibatasi hanya menganalisis persamaan pertama saja. Dari persamaan pertama, penulis ingin menganalisis pengaruh jumlah uang beredar, tingkat harga, suku bunga SBI dan LDR terhadap suku bunga deposito pada bank pemerintah. Tabel 4 menunjukkan deskripsi data model penelitian.
Tabel 4. Deskripsi Data Model Penelitian Variabel
Deskripsi
RDEP = suku bunga deposito M2 = jumlah uang beredar CPI = tingkat harga RSBI = suku bunga SBI LDR = loan to deposit ratio
Suku bunga deposito riil 1 bulan bank-bank pemerintah Pengertian uang secara luas IHK (Indeks Harga Konsumen) tahun dasar 2000 Suku bunga SBI riil 1 bulan Rasio kredit terhadap DPK bank pemerintah
Data yang diestimasi adalah dalam bentuk logaritma, kecuali data yang sudah dalam bentuk persen seperti suku bunga dan LDR. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini, variabel M2 dan CPI diubah dalam bentuk logaritma, sedangkan variabel yang lain dalam bentuk persen.
IV. GAMBARAN UMUM SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK UMUM PEMERINTAH SERTA KONDISI VARIABELVARIABEL YANG MEMPENGARUHINYA
Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Febriyani dan Zulfandi, 2003). Sedangkan Perbankan di Indonesia dikelompokkan dalam lima kategori bank yaitu Bank Persero (State Owned Banks), Bank Umum Swasta Nasional (Commercial Banks), Bank Pembangunan Daerah (Regional Development Banks), Bank Campuran (Joint Venture Banks) dan Bank Asing (Foreign Owned Banks).
4.1.
Perkembangan Bank-bank Umum Pemerintah (Bank Persero)
Kategori bank-bank umum pemerintah di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Bank Persero dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Dalam perkembangannya, Bank Persero mengalami pertumbuhan yang cepat setelah kebijakan deregulasi Pakto 1988 sampai dengan tahun 1998, dimana pada periode tersebut Bank Persero masih berjumlah tujuh bank (Bank Indonesia, 1998). Namun setelah krisis ekonomi melanda Indonesia terjadi penyusutan jumlah Bank Persero menjadi lima bank hingga saat ini. Lima bank tersebut diantaranya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri dan Bank Ekspor Indonesia.
4.1.1. Perkembangan Jumlah Kantor Bank
Perkembangan jumlah kantor Bank Persero mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 jumlah kantor Bank Persero sebanyak 1.739 kantor bank terus meningkat hingga tahun berikutnya (Gambar 11). Peningkatan yang cukup besar dari perkembangan jumlah kantor Bank Persero terjadi pada tahun 2002 sampai 2003 dimana pertumbuhannya mencapai 9,92 persen dari 1.885 kantor bank menjadi 2.072 kantor Bank Persero. Adanya peningkatan jumlah kantor Bank Persero tersebut seiring dengan kondisi makroekonomi yang semakin membaik. Hal tersebut dapat diindikasikan melalui peningkatan PDB, inflasi yang semakin membaik dan nilai tukar rupiah yang terapresiasi.
Perkembangan Jumlah Kantor Bank Persero
Unit Kantor Bank
2500 2000 1500 Kantor Bank
1000 500 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Periode
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2006 Gambar 11. Perkembangan Jumlah Kantor Bank Persero Tren dari peningkatan jumlah kantor Bank Persero ini terus terjadi hingga pada akhir tahun 2005 sebanyak 2.171 kantor bank. Kondisi diatas mencerminkan semakin membaiknya sektor perbankan dengan indikator terjadinya peningkatan
tiap tahun pada jumlah kantor Bank Persero. Hal tersebut setidaknya menunjukkan mulai pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, khususnya Bank Persero.
4.1.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Perkembangan dana Rupiah yang berhasil dihimpun oleh Bank Persero mengalami fluktuasi (Gambar 12). Pada kurun waktu 2000-2002 penghimpunan dana rupiah yang dilakukan oleh Bank Persero mengalami peningkatan dari Rp 269.667 milyar menjadi Rp 323.252 milyar. Peningkatan jumlah dana dengan pertumbuhan sebesar 19,86 persen yang berhasil dihimpun tersebut seiring dengan perkembangan jumlah kantor Bank Persero yang meningkat tiap tahunnya. Sedangkan pada kurun waktu 2002-2003 terjadi penurunan menjadi Rp 322.981 milyar, dan meningkat hingga akhir tahun 2004 menjadi Rp 373.204 milyar. Komposisi dana pihak ketiga yang terbesar pada Bank Persero adalah jenis deposito. Walaupun terjadi penurunan dari tahun 2002 hingga tahun 2004, deposito tetap memiliki komposisi terbesar dalam penghimpunan dana sebesar 38,60 persen pada akhir tahun 2004. Sebaliknya komposisi giro dan tabungan terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi pergeseran investasi dari yang semula dalam bentuk deposito dialihkan ke investasi lainnya seperti investasi pada pasar modal yaitu saham, obligasi dan reksadana. Investasi-investasi tersebut dirasakan oleh masyarakat lebih memiliki banyak keuntungan.
lyar)
Perkembangan Komposisi Dana Pihak Ketiga Bank Persero 400000 350000 300000 250000
Giro
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2006 Gambar 12. Perkembangan Komposisi Dana Pihak Ketiga Bank Persero Berdasarkan data dari Bank Indonesia tahun 2003, peningkatan investasi tersebut didukung pula karena selama tahun 2003, pasar modal mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan naiknya indeks harga saham gabungan (IHSG) dan indeks harga obligasi masing-masing sebesar 63 dan 66 persen yang menunjukkan bahwa peranan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan dan investasi mulai pulih. Kondisi diatas juga didorong oleh kenyataan bahwa dengan penurunan suku bunga deposito menyebabkan masyarakat memindahkan dananya pada investasi lain.
4.1.3. Perkembangan Suku Bunga Deposito
Deposito merupakan investasi yang dapat dikatakan paling aman karena memiliki resiko yang rendah. Adanya resiko yang rendah dalam investasi deposito dikarenakan pemerintah memberikan “blanket guarantee” kepada pihak
perbankan yaitu suatu jaminan bahwa seluruh kewajiban bank terhadap pihak ketiga akan dibayarkan oleh pemerintah manakala bank tersebut mengalami kebangkrutan (default). Kewajiban bank yang ditanggung oleh pemerintah tersebut seperti utang antar bank, kredit, deposito nasabah, utang subordinasi, dan lainnya (Mishkin, 2001). Ketika krisis ekonomi terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang berimplikasi pada munculnya krisis perbankan yang ditandai dengan penarikan dana oleh para nasabah secara besar-besaran (rush), pemerintah menerbitkan blanket guarantee guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Blanket guarantee diterbitkan pada bulan Februari 1998 bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat pemilik dana dan digunakan agar para debitur serta kreditur merasa aman untuk bertransaksi pada suatu bank. Perkembangan suku bunga deposito Bank Persero untuk satu dan tiga bulan mengalami fluktuasi (Gambar 13). Pada awal tahun 1994 adalah sebesar 9,63 dan 9,88 persen untuk kategori deposito satu bulan dan tiga bulan dimana memiliki kecenderungan yang semakin meningkat secara perlahan hingga pada tahun 1997. Peningkatan suku bunga secara signifikan terjadi pada tahun 1997 sebesar 17,73 dan 17,88 persen menjadi sebesar 47,38 dan 38,49 persen pada tahun 1998 dengan pertumbuhan sebesar 167,23 dan 115,26 persen untuk suku bunga deposito satu bulan dan tiga bulan. Hal tersebut tidak lain dikarenakan terjadinya penarikan dana besar-besaran (rush) oleh masyarakat karena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan akibat adanya krisis eknomi. Penarikan dana secara besar-besaran tersebut menyebabkan berkurangnya likuiditas secara tajam yang mengharuskan pihak perbankan untuk berusaha agar
mendapatkan dana segar dari masyarakat. Hal tersebut ditempuh dengan menaikkan suku bunga simpanan. Meningkatnya suku bunga deposito tersebut juga dipicu oleh meningkatnya suku bunga SBI dan inflasi pada periode yang sama. Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Persero
Persentase
50.00 40.00 30.00
Deposito 1 bulan
20.00
Deposito 3 bulan
10.00
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
0.00
Periode
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2006 Gambar 13. Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Persero Pada tahun 1999 suku bunga deposito satu dan tiga bulan adalah sebesar 23,34 dan 25,78 persen kemudian keduanya turun pada tahun 2000 dan kembali meningkat pada tahun 2001. Kecenderungan suku bunga yang semakin menurun terjadi pada tahun 2002 hingga tahun 2004 dengan penurunan sebesar 59,59 dan 60 persen pada suku bunga deposito satu dan tiga bulan. Kemudian pada akhir tahun 2005 suku bunga deposito satu dan tiga bulan kembali meningkat hingga mencapai 7,89 dan 8,00 persen.
4.2.
Perkembangan Jumlah Uang Beredar
Perkembangan jumlah uang yang beredar dalam arti luas (M2) yaitu M1 dan uang kuasi, dimana uang kuasi terdiri dari deposito berjangka dan tabungan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 1994 jumlah uang yang beredar sebesar Rp 174.512 milyar, kemudian bergerak naik perlahan menjadi Rp 355.643 milyar pada tahun 1997. Terjadi peningkatan secara signifikan dari tahun 1997 ke tahun 1998 dimana peningkatannya sebesar 62,34 persen, sehingga total M2 pada tahun tersebut menjadi Rp 577.381 milyar (Gambar 14).
Perkembangan M2 1,400,000 1,200,000
Miliar
1,000,000 800,000 M2 600,000 400,000 200,000
19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
0
Periode
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 14. Perkembangan M2 Kondisi tersebut disebabkan karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia,
dimana
sektor
perbankan
yang
paling
terkena
dampaknya.
Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai akibat adanya krisis disektor perbankan menyebabkan banyak masyarakat menarik dananya dari perbankan secara besar-besaran (rush) sehingga terjadi peningkatan pada jumlah
uang yang beredar (M2). Sedangkan tren peningkatan pada jumlah uang yang beredar terus terjadi sepanjang tahun dari tahun 1999 hingga akhir tahun 2005.
4.3.
Perkembangan Inflasi
Dalam periode 1994 hingga 1997 perkembangan inflasi cenderung lebih stabil yang mencerminkan kondisi perekonomian yang kondusif. Namun demikian, situasi yang terjadi sepenuhnya berubah pada saat krisis ekonomi melanda. Laju inflasi meningkat secara signifikan empat kali lipat dari inflasi sebelumnya yaitu perubahannya sebesar 438,91 persen dari 11,05 pada tahun 1997 menjadi 59,55 persen pada tahun 1999. Tekanan terhadap inflasi ini bersumber dari adanya tekanan biaya produksi (cost-push inflation) dikarenakan peningkatan harga BBM yang berdampak pada meningkatnya harga barangbarang kebutuhan pokok khususnya bahan makanan. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah merupakan faktor lainnya yang menyebabkan laju inflasi menjadi tinggi karena meningkatnya harga barang-barang impor.
70 60 50 40 30 20 10 0
Inflasi
19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
Persentase
Perkembangan Inflasi
Periode
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 15. Perkembangan Inflasi Kecenderungan inflasi yang meningkat tersebut mulai terasa kembali sejak tahun 1999 sebesar 2,13 persen hingga pada tahun 2001 peningkatannya mencapai dua digit yaitu sebesar 11,91 persen. Inflasi yang terus menurun terjadi pada tahun 2002 dan tahun 2003 menjadi 4,40 persen, kemudian sejak tahun tersebut angka inflasi terus mengalami peningkatan dan mencapai dua digit pada akhir tahun 2005. Peningkatan tersebut didorong oleh naiknya harga BBM yang berakibat pada meningkatnya harga barang-barang lainnya (Gambar 15).
4.4.
Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Perkembangan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan oleh otoritas kebijakan moneter pada awal tahun 1994 hingga 1997 relatif bergerak stabil dan cenderung meningkat, baik pada suku bunga SBI satu bulan dan tiga bulan. Peningkatan suku bunga tersebut terjadi karena Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas kebijakan moneter menetapkan penetapan diskonto SBI secara bertahap sampai dengan kisaran 10 sampai 13 persen. Sedangkan pada tahun 1998 suku bunga SBI mengalami lonjakan yang tajam hingga mencapai 49,30 persen dengan pertumbuhan sebesar 240 persen pada suku bunga SBI satu
bulan dan 32,60 persen dengan pertumbuhan sebesar 181,03 persen pada suku bunga SBI tiga bulan. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter periode 1998-1999 yaitu tight money policy dimana BI menaikkan tingkat suku bunga. Tujuan kebijakan tersebut untuk mencapai stabilitas nilai tukar pada tingkat yang wajar sekaligus juga untuk meredam laju inflasi, memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Realisasi dari kebijakan tersebut BI meningkatkan diskonto SBI secara tajam sampai pada kisaran 30 persen hingga 60 persen di tahun 1998 (Intercafe, 2006). Walaupun suku bunga SBI telah turun semenjak adanya lonjakan pada tahun 1998, namun terdapat kecenderungan untuk naik pada tahun 2001 sebesar 16,60 persen dan 16,40 persen pada suku bunga SBI satu bulan dan tiga bulan (Gambar 16). Pada tahun-tahun berikutnya suku bunga SBI mengalami penurunan baik pada SBI satu dan tiga bulan. Sedangkan menjelang akhir tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 9,20 persen baik pada SBI satu dan tiga bulan.
Perkembangan Suku Bunga SBI 60.0
40.0 SBI 1 bulan
30.0
SBI 3 bulan
20.0 10.0
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
0.0 19 94
Persentase
50.0
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 16. Perkembangan Suku Bunga SBI 4.5.
Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Kinerja fungsi lembaga perbankan sebagai institusi intermediasi, dapat ditunjukkan dari besarnya Loan to Deposit Ratio (LDR). Selama tahun 1994 hingga tahun 1996 pada Bank Persero tiap tahunnya mengalami penurunan dari 129,95 persen hingga mencapai 25,33 persen. Demikian pula halnya LDR pada bank umum swasta nasional terjadi penurunan pada tahun yang sama. Penurunan pada LDR ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan tiap tahunnya pada kredit yang disalurkan dan meningkatnya dana yang dihimpun. Artinya, laju pertumbuhan dana yang sangat tinggi belum dapat diimbangi oleh pertumbuhan penyaluran kredit. Perkembangan LDR pada Bank Persero memperlihatkan tren yang semakin menurun dari tahun 1997 sebesar 121,65 persen hingga tahun 2000 sebesar 25,33 persen dengan penurunan sebesar 79,17 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Persero pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat (Gambar 17).
Perkembangan LDR 140.00 rsentase
120.00 100.00 80.00 60.00
LDR Persero
Sumber: Bank Indonesia, 2006 Gambar 17. Perkembangan LDR
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian dari bab ini akan menjelaskan mengenai hasil dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). Penggunaan metode VECM
dikarenakan data-data yang dipakai dalam penelitian ini sebagian ada yang stasioner di level dan stasioner di first difference namun terkointegrasi. Sedangkan software Eviews versi 4.1 digunakan untuk melakukan analisis data dari penelitian ini.
5.1.
Kestasioneran Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini perlu dilakukan uji akar unit (unit root test) untuk melihat apakah data tersebut stasioner atau tidak. Uji kestasioneran data ini sangat penting karena dalam kasus dimana data time series yang digunakan tidak stasioner, maka kesimpulan yang diperoleh akan menghasilkan pola hubungan regresi yang palsu (Spurious Regression). Suatu upaya untuk menghindari terjadinya regresi palsu adalah dilakukannya uji akar unit pada tingkat first difference. Metode akar unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Augmented Dicky Fuller (ADF). Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa hanya variabel suku bunga SBI bersifat stasioner ditingkat level. Hal tersebut terlihat dari nilai ADF t-statistic variabel tersebut lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon. Sedangkan variabel lain seperti suku bunga deposito, uang beredar, tingkat harga dan loan to deposit ratio tidak stasioner ditingkat level sehingga perlu dilanjutkan dengan akar unit pada tingkat first difference (derajat satu). Tabel 5. Uji Akar Unit (Level) Variabel RDEP
Nilai ADF -2,571642
Nilai Kritis Mackinnon 5% -2,881830
Keterangan Tidak Stasioner
LOGM2 LOGCPI RSBI LDR
-2,294255 -0,739528 -3,001142 -1,436423
-2,881685 -2,881830 -2,881830 -2,881978
Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner
Sumber: Lampiran 2
Sedangkan pada Tabel 6 memperlihatkan hasil uji stasioneritas pada tingkat first difference. Berdasarkan uji tersebut terlihat bahwa semua variabel stasioner pada derajat integrasi satu I(1) dimana nilai ADF t-statistic masingmasing variabel lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon. Tabel 6. Uji Akar Unit (First Difference) Variabel RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI LDR
Nilai ADF -9,378596 -11,58243 -5,706539 -7,003168 -6,151908
Nilai Kritis Mackinnon 5% -2,881830 -2,881830 -2,881830 -2,881830 -2,881978
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber: Lampiran 3
5.2.
Tingkat Lag Optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam sistem VAR karena variabel lag merupakan variabel independen yang digunakan pada persamaan VAR. Namun sebelum melakukan penentuan lag optimal dilakukan uji stabilitas sistem VAR. Lampiran 4 menunjukkan nilai inverse roots karakteristik AR polinomial untuk setiap hubungan bivariat antar variabel. Dari lampiran tersebut terlihat bahwa seluruh roots memiliki modulus lebih kecil dari 1 dan semuanya terletak didalam unit circle. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem VAR untuk setiap hubungan bivariat antar variabel tersebut adalah stabil.
Dalam penelitian ini, untuk menentukan tingkat lag optimal digunakan nilai Schwarz Information Criteria (SIC) yang terkecil. Tabel 7 menunjukkan perhitungan nilai SIC untuk setiap lag-nya. Dari perhitungan nilai SIC tersebut didapat bahwa nilai minimum terdapat pada lag 5, sehingga diperoleh lag optimal adalah lag 5. Selanjutnya uji kointegrasi, estimasi VECM dan variance decomposition akan dilakukan pada lag optimal ini. Tabel 7. Perhitungan Schwarz Information Criteria (SIC) SIC 5,720898 3,956343 4,290477 4,105006 4,037108 3,725021* 4,016849 4,445974 4,490571 4,632761 4,903347 5,310609
Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sumber: Lampiran 5
5.3.
Kointegrasi
Berdasarkan hasil uji stasioneritas, terdapat satu variabel yang stasioner pada level dan empat variabel yang stasioner pada first difference. Setelah semua variabel stasioner pada first difference, dengan demikian seluruh variabel telah memenuhi
persyaratan
kointegrasi.
Uji
kointegrasi
dilakukan
dengan
menggunakan uji Johansen. Tabel 8 menunjukkan hasil uji Johansen yang diperoleh dua persamaan terkointegrasi pada taraf signifikan 5 persen. Hal tersebut diperoleh dengan membandingkan estimasi Trace Statistic terhadap nilai kritisnya (critical value), dimana nilai Trace Statistic-nya lebih besar dari nilai critical value maka persamaan tersebut terkointegrasi dalam jangka panjang. Tabel 8. Uji Johansen Hypothesized No. of CE(s) None ** At most 1 ** At most 2 At most 3 At most 4
Eigenvalue 0,356136 0,199201 0,114931 0,054820 0,028551
Trace Statistic 120,0393 59,28235 28,62627 11,77788 3,597394
5 Percent Critical Value 68,52 47,21 29,68 15,41 3,76
1 Percent Critical Value 76,07 54,46 35,65 20,04 6,65
Sumber: Lampiran 7 Catatan: *(**) signifikan pada taraf nyata 1% (5%) Terdapat 2 persamaan terkointegrasi pada taraf nyata 1% dan 5%
5.4.
Estimasi Vector Error Correction Model
Setelah melakukan uji kointegrasi diperoleh dua persamaan yang terkointegrasi serta dapat diperoleh persamaan jangka panjang dan jangka pendek dari hasil estimasi VECM. Namun dalam penelitian ini hanya menjelaskan persamaan jangka pendek saja. Untuk menjawab permasalahan pertama, diperoleh pengaruh indikator makroekonomi dan indikator perbankan terhadap suku bunga deposito pada bank pemerintah dari persamaan jangka pendek.
Tabel 9. Persamaan Suku Bunga Deposito dalam Jangka Pendek dengan Variabel-variabel yang Signifikan Variabel D(RDEP(-2)) D(RDEP(-3))
Koefisien -0,275976 -0,248274
Standard Error 0,11956 0,10570
T-Statistics -2,30828* -2,34893*
D(LOGM2(-1)) D(LOGM2(-2)) D(CPI(-1)) D(RSBI(-2)) D(LDR(-1)) C
-0,419307 -0,516498 0,561671 0,185963 0,259328 -1,918935
0,103317 0,12190 0,23655 0,08845 0,06681 0,49277
-4,06424* -4,23708* 2,37446* 2,10245* 3,88130* -3,89422
Sumber: Lampiran 8 Catatan: * signifikan pada taraf 5 persen Tolak H0 jika |t-statistic| > 1.96
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa indikator makroekonomi dan indikator perbankan berpengaruh signifikan pada taraf 5 persen terhadap suku bunga deposito bank pemerintah. Dalam persamaan jangka pendek diperoleh bahwa perubahan suku bunga deposito 2 dan 3 bulan sebelumnya berpengaruh signifikan secara negatif terhadap perubahan suku bunga deposito itu sendiri. Dimana peningkatan 1 persen pada perubahan suku bunga deposito 2 dan 3 bulan sebelumnya akan menurunkan perubahan suku bunga deposito itu sendiri sebesar 0,28 dan 0,25 persen (cateris paribus). Suku bunga deposito dipengaruhi oleh suku bunga deposito 2 dan 3 bulan sebelumnya karena dalam penghimpunan dana deposito oleh perbankan yaitu bank-bank umum pemerintah memiliki penghimpunan dana terbesar dibandingkan bank-bank lain sehingga bank-bank pemerintah mendominasi produk deposito atau sebagai price leader dalam menentukan persaingan harga (suku bunga) dan dana deposito. Oleh karena itu suku bunga deposito bank-bank pemerintah tidak dipengaruhi oleh suku bunga deposito bank-bank lain namun dipengaruhi oleh suku bunga deposito periode sebelumnya. Selain itu perubahan jumlah uang beredar 1 dan 2 bulan sebelumnya berpengaruh signifikan secara negatif terhadap perubahan suku bunga deposito.
Peningkatan 1 persen pada perubahan jumlah uang beredar 1 dan 2 bulan sebelumnya akan menurunkan perubahan suku bunga deposito sebesar 0,42 dan 0,52 persen (cateris paribus). Hal tersebut sesuai dengan teori Keynes, jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar mengakibatkan tingkat bunga menurun maka terjadi liquidity effect dalam jangka pendek. Peningkatan jumlah uang yang beredar yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) akan menyebabkan meningkatnya jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat. Jika masyarakat memegang lebih banyak uang, maka kelebihan dana tersebut akan dialihkan untuk investasi salah satunya adalah produk deposito yang ditawarkan perbankan. Banyaknya masyarakat yang mendepositokan dananya pada bank-bank pemerintah menyebabkan kelebihan likuiditas perbankan sehingga bank akan mengurangi jumlah dana yang dihimpun dengan menurunkan suku bunga deposito. Sebaliknya, jika BI menurunkan jumlah uang yang beredar maka akan berpengaruh pada peningkatan suku bunga deposito bank-bank pemerintah. Sedangkan variabel perubahan harga 1 bulan sebelumnya berpengaruh signifikan secara negatif terhadap perubahan suku bunga deposito. Peningkatan perubahan harga 1 bulan sebelumnya sebesar 1 persen akan menurunkan perubahan suku bunga deposito sebesar 0,56 persen (cateris paribus). Inflasi yang terus terjadi akan menyebabkan pihak bank untuk meningkatkan suku bunga deposito nominalnya yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan inflasi yang terus meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada periode krisis 1997 dimana terjadi inflasi yang sangat tinggi kemudian diikuti dengan peningkatan suku bunga
deposito nominal oleh perbankan. Sedangkan inflasi yang terus meningkat akan menyebabkan suku bunga deposito riil turun (return sesungguhnya yang diterima oleh masyarakat dari mendepositokan dananya akan semakin berkurang). Hal tersebut sesuai dengan hukum Fisher dimana terdapat hubungan negatif antara inflasi dan suku bunga riil. Suku bunga SBI berpengaruh signifikan secara positif terhadap penetapan suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah. Peningkatan perubahan suku bunga SBI 2 bulan sebelumnya sebesar 1 persen akan meningkatkan perubahan suku bunga deposito sebesar 0,19 persen (cateris paribus). Terdapat kecenderungan tingginya suku bunga SBI akan diikuti oleh meningkatnya suku bunga deposito. Tingkat suku bunga SBI merupakan referensi dari tingkat suku bunga deposito perbankan. Adanya hubungan positif antara suku bunga SBI dan suku bunga deposito mengindikasikan bahwa kegiatan operasi pasar terbuka (OPT) di Indonesia sudah berkembang, sehingga instrumen kebijakan Bank Indonesia berhasil mempengaruhi tingkat bunga di Indonesia. Indikator perbankan yang dalam penelitian ini diwakili oleh LDR (Loan to Deposit Ratio) memiliki pengaruh signifikan secara positif terhadap penetapan suku bunga deposito. Artinya, peningkatan sebesar 1 persen pada perubahan LDR 1 bulan sebelumnya akan berpengaruh terhadap peningkatan perubahan suku bunga deposito sebesar 0,26 persen (cateris paribus). Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mencerminkan tingkat intermediasi perbankan. Jika LDR bank pemerintah tinggi maka tingkat intermediasi perbankan tersebut semakin tinggi pula. Hubungan yang positif
antara LDR dan suku bunga deposito sesuai dengan hipotesis, karena jika tingkat intermediasi bank pemerintah meningkat mengindikasikan banyaknya kredit yang disalurkan pada sektor riil. Banyaknya dana kredit yang disalurkan juga harus didukung oleh peningkatan dana yang dihimpun oleh bank pemerintah karena menurunnya likuiditas perbankan tersebut. Sehingga untuk menarik dana dari masyarakat, suku bunga deposito perlu ditingkatkan sebagai daya tarik agar masyarakat berminat untuk menyimpan dananya. Dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang signifikan berpengaruh terhadap penetapan suku bunga deposito pada bank-bank umum pemerintah dalam jangka pendek adalah variabel suku bunga deposito 2 dan 3 bulan sebelumnya, jumlah uang beredar 1 dan 2 bulan sebelumnya, tingkat harga 1 bulan sebelumnya, suku bunga SBI 2 bulan sebelumnya serta LDR 1 bulan sebelumnya.
5.5.
Variance Decomposition
Permasalahan kedua dalam penelitian ini dapat dijawab melalui uji Variance Decomposition (VD), untuk melihat variabel mana yang paling dominan mempengaruhi penetapan suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah. Dalam uji VD ini diperoleh informasi variabel yang paling dominan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena menganalisis hingga 60 periode kedepan. Doan dalam Osmar (1992) menyatakan bahwa pengujian VD sangat sensitif terhadap pengurutan variabel (ordering Cholesky) sehingga disarankan variabel yang mempunyai nilai prediksi terhadap variabel lainnya diletakkan paling depan dan yang tidak mempunyai nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, sedangkan variabel lainnya diletakkan diantara kedua
variabel tersebut berdasarkan nilai correlation matrix yang menyatakan tingkat korelasi paling besar. Nilai dari correlation matrix dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Correlation Matrix Variabel RSBI LOGM2 LOGCPI LDR RDEP
RSBI 1,000000 -0,253191 -0,575033 0,106386 0,634911
LOGM2 -0,253191 1,000000 0,183840 -0,197817 -0,078970
LOGCPI -0,575033 0,183840 1,000000 0,064329 -0,486767
LDR 0,106386 -0,197817 0,064329 1,000000 0,072376
RDEP 0,634911 -0,078970 -0,486767 0,072376 1,000000
Dalam pengurutan variabel ini, sense aktual juga harus diikutsertakan, sehingga tidak hanya berdasarkan sense statistika belaka. Pengurutan variabel pertama diletakkan suku bunga SBI karena Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter dalam mempengaruhi suku bunga melalui instrumen suku bunga SBI. Sedangkan variabel suku bunga deposito yang merupakan tujuan akhir yang tidak diharapkan memiliki nilai prediksi terhadap variabel lainnya diurutkan pada urutan terakhir. Sehingga dari nilai correlation matrix diperoleh urutannya adalah suku bunga SBI (RSBI), tingkat harga (LOGCPI), jumlah uang beredar (LOGM2), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan suku bunga deposito (RDEP). Urutan variabel tersebut yang akan digunakan dalam uji variance decomposition. Tabel 11. Variance Decomposition Terhadap Suku Bunga Deposito Period 1 2 3 4 5 6 7 8
S.E. 1,401851 2,039105 2,762273 3,678268 4,826120 6,017948 7,013216 7,875650
RSBI 40,31119 23,08317 15,81751 15,02632 15,76961 18,76343 18,73424 19,00631
LOGCPI 2,211763 11,87477 25,33399 29,21670 28,81142 25,74968 26,93812 29,37219
LOGM2 0,843304 10,93355 13,15811 22,70684 26,68483 25,38557 21,99285 18,51034
LDR 0,213286 6,645589 8,453886 6,791161 8,279053 12,14847 14,88962 14,62681
RDEP 56,42046 47,46292 37,23650 26,25898 20,45509 17,95285 17,44516 18,48435
9 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
8,681683 9,242189 9,840861 10,07921 10,71905 11,63338 12,34067 12,74669 12,94286 13,05328 13,13993 13,22948
18,93142 19,35882 19,32813 18,90199 18,49211 18,61048 18,62610 18,58605 18,49533 18,38575 18,26781 18,13941
32,08798 32,34165 30,92624 32,20464 35,62029 38,39304 40,26594 41,41015 42,10990 42,57089 42,95924 43,35007
17,41253 17,94762 18,58791 17,93075 15,23609 13,20000 12,01823 11,31141 10,88837 10,59873 10,36565 10,14394
13,06013 12,71035 14,32103 14,67029 16,16586 17,28112 17,87153 18,26381 18,57989 18,86867 19,11466 19,34184
18,50794 17,64156 16,83669 16,29232 14,48565 12,51535 11,21820 10,42857 9,926520 9,575962 9,292636 9,024734
Sumber: Lampiran 9
Tabel 11 memperlihatkan hasil VD terhadap suku bunga deposito. Pada periode pertama dapat dilihat bahwa varians suku bunga deposito dipengaruhi 56,42 persen oleh suku bunga deposito itu sendiri dan 40,31 persen oleh suku bunga SBI. Periode pertama hingga periode ketiga suku bunga deposito lebih didominasi oleh suku bunga itu sendiri. Pada periode kedua dan ketiga varians suku bunga deposito dipengaruhi oleh suku bunga deposito itu sendiri sebesar 47,46 persen dan 37,24 persen. Pada periode ke-4 hingga periode ke-60 varians suku bunga deposito lebih didominasi oleh tingkat harga yaitu sebesar 29,22 persen hingga 43,35 persen. Sedangkan LDR pada periode ke-60 memiliki pengaruh kedua terbesar setelah tingkat harga terhadap varians suku bunga deposito yaitu sebesar 19,34 persen. Dari hasil VD terhadap suku bunga deposito bank-bank pemerintah Gambar 18 memperlihatkan bahwa tingkat harga adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah.
Variabel yang Paling Dominan Mempengaruhi Suku Bunga Deposito 100%
Persentase
80% RDEP 60%
LDR LOGM2 LOGCPI
40%
RSBI 20%
0% 1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 Periode
Gambar 18. Variabel yang Paling Dominan Mempengaruhi Suku Bunga Deposito Hasil VD terhadap suku bunga deposito bank-bank pemerintah mengindikasikan bahwa dalam jangka pendek varians suku bunga deposito dominan dipengaruhi oleh suku bunga deposito itu sendiri hingga 3 periode kedepan. Sedangkan tingkat harga berpengaruh dalam jangka pendek dan jangka panjang dari periode ke-4 hingga periode ke-60. Untuk lebih jelasnya, pada Lampiran 10 diperlihatkan grafik-grafik dari variance decomposition setiap variabel guna mempermudah dalam melihat pergerakan variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi suku bunga deposito bank-bank pemerintah. VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa selama periode penelitian yaitu Januari 1994 hingga Desember 2005, indikator makroekonomi
yaitu jumlah uang beredar, tingkat harga dan suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) serta indikator perbankan yaitu LDR (Loan to Deposit Ratio) signifikan mempengaruhi suku bunga deposito bank-bank umum pemerintah pada taraf 5 persen. Hasil analisis tersebut diperoleh melalui estimasi VECM pada jangka pendek dan dari hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel sesuai dengan hipotesis yang dibuat. Dalam jangka pendek perubahan suku bunga deposito bank-bank pemerintah dipengaruhi oleh perubahan suku bunga deposito 2 dan 3 bulan sebelumnya, perubahan jumlah uang beredar 1 dan 2 bulan sebelumnya, perubahan tingkat harga (inflasi) 1 bulan sebelumnya, perubahan suku bunga SBI 2 bulan sebelumnya dan perubahan LDR 1 bulan sebelumnya. Dalam menjawab permasalahan kedua dari penelitian ini dilakukan uji Variance Decomposition (VD). Berdasarkan hasil VD terhadap suku bunga deposito mengindikasikan bahwa suku bunga deposito pada 3 periode kedepan (jangka pendek) disebabkan oleh suku bunga deposito itu sendiri. Sedangkan suku bunga SBI memiliki pengaruh kedua terbesar setelah suku bunga deposito itu sendiri pada periode pertama yaitu sebesar 40,31 persen dan periode kedua sebesar 23,08 persen. Namun variabel yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada jangka pendek adalah suku bunga deposito itu sendiri pada periode pertama sebesar 56,42 persen; 47,46 persen pada periode kedua dan 37,24 persen pada periode ketiga. Sedangkan tingkat harga berpengaruh dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap suku bunga deposito bank-bank pemerintah dari periode ke-4 hingga periode ke-60. Pada periode ke-60 (jangka panjang) LDR memiliki
pengaruh kedua terbesar setelah tingkat harga terhadap suku bunga deposito bankbank pemerintah yaitu sebesar 19,34 persen.
6.2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa indikator makroekonomi dan perbankan yang dianalisis dalam penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap suku bunga deposito bank-bank pemerintah. Dengan demikian disarankan
agar
bank-bank
pemerintah
lebih
memperhatikan
indikator
makroekonomi dan perbankan yang dianalisis dalam penelitian ini sehingga bankbank pemerintah dapat mengantisipasi jika terjadi perubahan dalam indikatorindikator tersebut guna menetapkan suku bunga deposito. Dengan mengetahui variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi suku bunga deposito diharapkan bank-bank pemerintah lebih merespon jika terjadi perubahan dalam variabel-variabel tersebut. Implikasinya adalah bahwa setiap keterlambatan penyesuaian diri suatu bank akibat terjadinya perubahan pada variabel-variabel tersebut, maka bank yang bersangkutan akan kalah bersaing dengan bank-bank lainnya dalam menghimpun dana masyarakat sebagai akibat tidak menaikkan suku bunga deposito. Demikian juga suatu bank yang tidak menurunkan suku bunga deposito akibat terjadinya perubahan pada variabelvariabel tersebut, maka bank tersebut akan membayar bunga yang lebih tinggi dibandingkan bank-bank lainnya yang telah melakukan penurunan suku bunga depositonya.
Kebijakan moneter melalui instrumen SBI (Sertifikat Bank Indonesia) tidak efektif bekerja pada jangka panjang dalam mempengaruhi suku bunga deposito bank-bank pemerintah. Instrumen SBI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) hanya mempengaruhi suku bunga deposito pada jangka pendek saja. Sedangkan pada jangka panjang suku bunga deposito lebih dipengaruhi oleh tingkat harga. Dengan demikian untuk mengurangi fluktuasi suku bunga deposito bank-bank pemerintah, Bank Indonesia sebagai otoritas kebijakan moneter melakukan intervensi secara tidak langsung dengan lebih memfokuskan pada kebijakan inflation targeting agar inflasi dapat terkendali. Mengingat variabel tingkat harga yang paling dominan mempengaruhi suku bunga deposito pada bank-bank pemerintah. Publikasi mengenai sasaran inflasi yang ditetapkan BI harus lebih transparan yang dapat dilakukan secara periodik melalui media cetak maupun elektronik. Sehingga ekspektasi masyarakat terhadap inflasi mengarah pada sasaran inflasi yang ditetapkan BI. Pengendalian inflasi oleh BI akan berpengaruh terhadap suku bunga deposito bank-bank pemerintah dan secara tidak langsung pengendalian inflasi ini merupakan pengawasan BI terhadap suku bunga deposito perbankan.
Lampiran 1. Data-data Penelitian obs 1994:01 1994:02 1994:03 1994:04 1994:05 1994:06
RDEP 7.000000 6.500000 7.540000 9.220000 8.430000 9.520000
M2 146056.0 151068.0 148829.0 150059.0 150909.0 152798.0
CPI 38.53000 39.21000 39.48000 39.58000 39.78000 39.83000
RSBI 7.580000 6.450000 7.750000 8.480000 9.140000 9.820000
LDR 120.6600 123.3800 130.4700 129.2900 128.2500 129.7600
1994:07 1994:08 1994:09 1994:10 1994:11 1994:12 1995:01 1995:02 1995:03 1995:04 1995:05 1995:06 1995:07 1995:08 1995:09 1995:10 1995:11 1995:12 1996:01 1996:02 1996:03 1996:04 1996:05 1996:06 1996:07 1996:08 1996:09 1996:10 1996:11 1996:12 1997:01 1997:02 1997:03 1997:04 1997:05 1997:06 1997:07 1997:08 1997:09 1997:10 1997:11 1997:12 1998:01 1998:02
8.450000 9.120000 9.920000 9.730000 10.25000 10.68000 10.44000 10.94000 13.10000 12.31000 13.77000 14.52000 14.23000 14.75000 14.83000 14.61000 14.80000 14.42000 12.12000 13.89000 15.87000 14.95000 14.68000 16.10000 14.57000 15.43000 15.12000 14.89000 14.69000 14.06000 12.49000 13.42000 13.96000 13.35000 13.39000 13.67000 12.73000 23.14000 25.49000 22.49000 20.71000 18.02000 13.50000 10.03000
154865.0 158963.0 162900.0 165407.0 168542.0 174512.0 176227.0 179789.0 181701.0 182737.0 185164.0 192126.0 196820.0 202085.0 206079.0 211148.0 215788.0 222638.0 222865.0 227948.0 232493.0 238004.0 242153.0 249443.0 253392.0 255284.0 259926.0 268320.0 277359.0 288632.0 290853.0 293240.0 294581.0 299277.0 303667.0 312839.0 317533.0 325911.0 329074.0 340744.0 330559.0 355643.0 450697.0 430241.0
40.38000 40.74000 40.95000 41.32000 41.51000 41.72000 42.20000 42.76000 43.00000 43.73000 43.94000 44.01000 44.33000 44.47000 44.64000 44.92000 45.11000 45.47000 46.87000 47.49000 47.18000 47.32000 47.62000 47.27000 47.60000 47.58000 47.66000 47.86000 48.05000 48.21000 49.03000 49.40000 49.42000 49.62000 49.77000 49.75000 50.15000 50.61000 51.16000 51.88000 52.29000 53.18000 56.84000 64.09000
9.320000 9.980000 11.02000 11.10000 11.72000 11.92000 11.89000 12.35000 13.71000 12.65000 14.25000 14.58000 13.96000 13.76000 13.64000 13.35000 13.57000 13.20000 10.90000 12.60000 14.65000 13.69000 13.35000 14.73000 13.23000 14.00000 13.78000 13.52000 12.99000 12.46000 10.45000 10.99000 11.04000 10.32000 10.32000 10.54000 10.07000 12.75000 20.91000 19.31000 19.21000 18.28000 13.12000 9.240000
131.9900 131.4000 131.9500 131.1200 130.6300 129.9500 130.8800 135.1700 132.5400 135.3100 135.4100 135.9000 134.4000 133.0700 135.0200 131.4700 128.2700 125.2600 125.8800 126.7200 127.0600 126.9200 126.8400 124.7200 123.7500 124.1000 124.2000 121.1100 120.7500 122.1700 124.1300 122.8300 126.5100 125.1700 127.8400 128.9500 132.1100 136.3700 137.8300 132.9700 120.4800 121.6500 111.2600 110.6800
449824.0 453396.0 493909.0 565785.0 556552.0 540861.0 550404.0
67.61000 70.69000 74.49000 77.94000 84.62000 89.95000 93.32000
22.26000 41.88000 52.62000 53.36000 62.25000 64.43000 65.01000
105.0800 98.65000 85.23000 79.05000 78.65000 78.72000 77.40000
Lampiran 1. Lanjutan 1998:03 1998:04 1998:05 1998:06 1998:07 1998:08 1998:09
37.43000 44.61000 52.71000 48.19000 41.78000 48.57000 57.22000
1998:10 1998:11 1998:12 1999:01 1999:02 1999:03 1999:04 1999:05 1999:06 1999:07 1999:08 1999:09 1999:10 1999:11 1999:12 2000:01 2000:02 2000:03 2000:04 2000:05 2000:06 2000:07 2000:08 2000:09 2000:10 2000:11 2000:12 2001:01 2001:02 2001:03 2001:04 2001:05 2001:06 2001:07 2001:08 2001:09 2001:10 2001:11 2001:12 2002:01 2002:02 2002:03 2002:04 2002:05
61.12000 54.04000 39.82000 34.13000 36.06000 37.22000 34.07000 30.00000 24.48000 19.20000 14.15000 13.26000 12.61000 12.17000 10.79000 11.07000 11.74000 11.66000 10.27000 9.890000 10.18000 9.470000 10.98000 11.71000 10.57000 10.61000 10.11000 12.64000 13.03000 13.27000 13.39000 13.04000 12.68000 12.33000 15.37000 15.37000 15.58000 14.66000 14.97000 14.18000 14.16000 15.59000 15.63000 14.20000
531977.0 550936.0 577381.0 596541.0 602666.0 603325.0 613140.0 628260.0 615411.0 627207.0 636529.0 652289.0 628896.0 639347.0 646205.0 650597.0 653334.0 656451.0 665651.0 683477.0 684335.0 689935.0 685602.0 686453.0 707447.0 720261.0 747028.0 738731.0 755898.0 766812.0 792227.0 788320.0 796440.0 771135.0 774037.0 783104.0 808514.0 821691.0 844053.0 838022.0 837160.0 831411.0 828278.0 833084.0
93.07000 93.15000 94.47000 97.27000 98.50000 98.26000 97.66000 97.38000 97.05000 96.03000 95.14000 94.35000 94.41000 94.64000 96.28000 97.55000 97.62000 97.18000 97.72000 98.54000 99.03000 100.3000 100.8200 100.7600 101.9300 103.2700 105.2800 105.6300 106.5500 107.5000 107.9900 109.2100 111.0300 113.3900 113.1500 113.8700 114.6400 116.6000 118.4900 120.8500 122.6700 122.6400 122.3500 123.3200
59.99000 51.17000 37.02000 33.46000 36.24000 38.09000 35.80000 29.01000 22.39000 16.06000 14.13000 13.84000 13.07000 12.85000 10.78000 10.16000 11.06000 11.48000 10.44000 10.24000 11.24000 12.25000 13.02000 13.68000 12.58000 12.83000 12.59000 14.41000 13.92000 14.93000 15.63000 15.20000 14.98000 15.05000 17.88000 16.93000 16.90000 15.89000 16.00000 14.94000 15.36000 16.78000 16.84000 14.71000
78.17000 75.87000 75.85000 75.80000 74.95000 52.20000 49.67000 48.14000 44.83000 41.95000 41.37000 41.04000 40.59000 41.31000 35.95000 34.11000 32.89000 29.04000 28.56000 28.39000 27.84000 27.82000 28.26000 26.78000 25.90000 25.42000 25.33000 24.44000 24.22000 24.62000 25.52000 26.09000 25.89000 26.11000 26.27000 27.23000 26.93000 26.69000 26.08000 25.76000 26.29000 26.55000 27.29000 28.06000
838635.0 852718.0 856835.0 859706.0 863010.0 870046.0 883908.0
123.7700 124.7800 125.1300 125.8100 126.4800 128.8200 130.3700
14.75000 14.11000 14.07000 12.68000 12.56000 11.21000 11.73000
29.29000 30.41000 32.08000 32.45000 32.72000 33.51000 33.73000
Lampiran 1. Lanjutan 2002:06 2002:07 2002:08 2002:09 2002:10 2002:11 2002:12
14.23000 13.25000 13.51000 12.84000 12.40000 10.97000 11.64000
2003:01 2003:02 2003:03 2003:04 2003:05 2003:06 2003:07 2003:08 2003:09 2003:10 2003:11 2003:12 2004:01 2004:02 2004:03 2004:04 2004:05 2004:06 2004:07 2004:08 2004:09 2004:10 2004:11 2004:12 2005:01 2005:02 2005:03 2005:04 2005:05 2005:06 2005:07 2005:08 2005:09 2005:10 2005:11 2005:12
11.80000 12.23000 12.28000 11.55000 10.93000 10.27000 8.560000 6.980000 7.210000 6.840000 5.970000 5.640000 5.640000 5.970000 5.490000 4.860000 4.990000 5.460000 5.580000 5.920000 6.040000 5.510000 5.220000 5.130000 4.880000 6.490000 4.510000 6.030000 6.370000 6.280000 6.320000 6.860000 8.450000 1.540000 9.920000 11.88000
873683.0 881215.0 877776.0 882809.0 893029.0 894213.0 901389.0 905498.0 911224.0 926324.0 944647.0 955692.0 947277.0 935745.0 935247.0 930831.0 952962.0 975166.0 975091.0 980223.0 986806.0 995935.0 1000338. 1033528. 1015874. 1012144. 1020693. 1044253. 1046192. 1073746. 1088376. 1115874. 1150451. 1165741. 1168267. 1203215.
131.4400 131.6800 131.4000 131.5600 131.8300 131.9300 131.9800 133.1200 133.5900 134.3800 135.6800 137.0000 137.7800 137.7500 138.2500 139.6000 140.8300 141.5100 142.0500 142.1800 142.2000 143.0000 144.2800 145.7700 147.8600 147.6100 150.3100 150.9400 151.2500 152.0100 153.1900 154.0300 155.0900 168.5900 170.8000 170.7200
11.87000 12.06000 11.61000 10.94000 10.24000 9.450000 9.060000 8.040000 8.310000 7.880000 7.520000 7.340000 7.300000 7.500000 7.060000 6.360000 6.440000 6.860000 6.970000 7.280000 7.370000 6.850000 6.520000 6.390000 5.990000 7.600000 5.610000 7.280000 7.740000 7.750000 7.710000 8.960000 9.310000 2.300000 10.94000 12.79000
Sumber: Bank Indonesia, 2006
Lampiran 2. Uji Akar Unit pada Tingkat Level Null Hypothesis: RDEP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
t-Statistic
Prob.*
-2.571642 -3.476805
0.1013
33.75000 34.22000 34.74000 34.91000 35.41000 36.03000 36.57000 37.71000 38.99000 39.59000 41.23000 40.51000 41.10000 42.27000 43.64000 44.13000 45.05000 46.12000 46.95000 48.07000 49.33000 50.64000 50.89000 51.36000 51.47000 53.03000 54.08000 54.34000 56.07000 54.48000 55.87000 57.06000 56.57000 56.69000 56.07000 54.76000
5% level 10% level
-2.881830 -2.577668
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RDEP) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:08 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RDEP(-1) D(RDEP(-1)) C
-0.068584 0.260950 1.060975
0.026669 0.081828 0.494672
-2.571642 3.189000 2.144803
0.0112 0.0018 0.0337
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.094672 0.081646 3.473697 1677.253 -376.7943 1.953111
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.037887 3.624823 5.349216 5.411663 7.267784 0.000995
Null Hypothesis: LOGM2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.294255 -3.476472 -2.881685 -2.577591
0.1753
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOGM2) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:10 Sample(adjusted): 1994:02 2005:12 Included observations: 143 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGM2(-1)
-0.008265
0.003603
-2.294255
0.0233
0.047408
2.602580
Lampiran 2. Lanjutan C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.123382 0.035987 0.029150 0.027668 0.107939 311.1078 2.007108
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0102 0.014747 0.028080 -4.323186 -4.281747 5.263605 0.023253
Null Hypothesis: LOGCPI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.739528 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.8322
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOGCPI) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:11 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOGCPI(-1) D(LOGCPI(-1)) C
-0.001823 0.620487 0.011943
0.002465 0.066407 0.011041
-0.739528 9.343742 1.081690
0.4608 0.0000 0.2813
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.388428 0.379628 0.013858 0.026693 407.6326 1.977782
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.010360 0.017594 -5.699051 -5.636604 44.14151 0.000000
Null Hypothesis: RSBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.001142 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0372
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 2. Lanjutan Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RSBI) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:12 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RSBI(-1) D(RSBI(-1)) C
-0.061850 0.510626 0.980875
0.020609 0.072839 0.395889
-3.001142 7.010300 2.477653
0.0032 0.0000 0.0144
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.277424 0.267027 2.845742 1125.656 -348.4802 1.903305
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.044648 3.323927 4.950425 5.012872 26.68360 0.000000
Null Hypothesis: LDR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.436423 -3.477144 -2.881978 -2.577747
0.5628
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LDR) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:14 Sample(adjusted): 1994:04 2005:12 Included observations: 141 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LDR(-1) D(LDR(-1)) D(LDR(-2)) C
-0.008371 0.188925 0.196455 0.247251
0.005828 0.081672 0.081359 0.491237
-1.436423 2.313211 2.414665 0.503323
0.1532 0.0222 0.0171 0.6155
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.112043 0.092598 2.965362 1204.692 -351.3083 1.993869
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.536950 3.112991 5.039834 5.123486 5.762229 0.000966
Lampiran 3. Uji Akar Unit pada Tingkat First Difference Null Hypothesis: D(RDEP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level
t-Statistic
Prob.*
-9.378596 -3.476805
0.0000
5% level 10% level
-2.881830 -2.577668
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RDEP,2) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:09 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(RDEP(-1)) C
-0.772635 0.033212
0.082383 0.297298
-9.378596 0.111713
0.0000 0.9112
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.385852 0.381465 3.542652 1757.053 -380.0945 1.940050
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.017324 4.504498 5.381612 5.423244 87.95806 0.000000
Null Hypothesis: D(LOGM2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-11.58243 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOGM2,2) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:10 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LOGM2(-1)) C
-0.978023 0.014291
0.084440 0.002672
-11.58243 5.348274
0.0000 0.0000
Lampiran 3. Lanjutan R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.489336 0.485688 0.028228 0.111551 306.0968 1.977587
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-3.00E-05 0.039360 -4.283054 -4.241423 134.1526 0.000000
Null Hypothesis: D(LOGCPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.706539 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOGCPI,2) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:11 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LOGCPI(-1)) C
-0.378205 0.003839
0.066276 0.001353
-5.706539 2.837447
0.0000 0.0052
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.188710 0.182915 0.013835 0.026798 407.3538 1.976215
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.000127 0.015306 -5.709209 -5.667577 32.56459 0.000000
Null Hypothesis: D(RSBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.003168 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Lampiran 3. Lanjutan Dependent Variable: D(RSBI,2) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:13 Sample(adjusted): 1994:03 2005:12 Included observations: 142 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(RSBI(-1)) C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
-0.519490 0.033278 0.259433 0.254143 2.925987 1198.596 -352.9379 1.856788
0.074179 0.245550
-7.003168 0.135525
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0000 0.8924 0.020986 3.388010 4.999125 5.040756 49.04437 0.000000
Null Hypothesis: D(LDR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.151908 -3.477144 -2.881978 -2.577747
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LDR,2) Method: Least Squares Date: 01/01/98 Time: 02:14 Sample(adjusted): 1994:04 2005:12 Included observations: 141 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LDR(-1)) D(LDR(-1),2) C
-0.612833 -0.195248 -0.356751
0.099617 0.081668 0.254948
-6.151908 -2.390771 -1.399311
0.0000 0.0182 0.1640
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.413360 0.404858 2.976764 1222.835 -352.3621 1.986398
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Lampiran 4. Uji Stabilitas Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: DRDEP DLOGM2 DLOGCPI DRSBI DLDR Exogenous variables: C Lag specification: 1 11 Date: 01/01/98 Time: 02:27
-0.059574 3.858637 5.040598 5.103337 48.61892 0.000000
Root -0.927080 + 0.324383i -0.927080 - 0.324383i -0.910390 + 0.356718i -0.910390 - 0.356718i -0.229153 + 0.947025i -0.229153 - 0.947025i 0.716919 + 0.655640i 0.716919 - 0.655640i 0.591079 - 0.765803i 0.591079 + 0.765803i -0.374683 + 0.890881i -0.374683 - 0.890881i 0.426440 - 0.862309i 0.426440 + 0.862309i -0.817356 + 0.497213i -0.817356 - 0.497213i 0.930919 - 0.159261i 0.930919 + 0.159261i 0.250921 + 0.906433i 0.250921 - 0.906433i 0.067242 + 0.937246i 0.067242 - 0.937246i 0.808951 - 0.477302i 0.808951 + 0.477302i 0.937166 - 0.034255i 0.937166 + 0.034255i -0.113341 - 0.925737i -0.113341 + 0.925737i -0.523322 + 0.766469i -0.523322 - 0.766469i 0.866933 + 0.329722i 0.866933 - 0.329722i 0.673784 + 0.629336i 0.673784 - 0.629336i -0.909948 - 0.083566i -0.909948 + 0.083566i 0.738209 - 0.538107i 0.738209 + 0.538107i -0.684783 + 0.603522i -0.684783 - 0.603522i 0.311288 + 0.817331i 0.311288 - 0.817331i -0.494598 + 0.666733i -0.494598 - 0.666733i 0.823817
Modulus 0.982193 0.982193 0.977782 0.977782 0.974355 0.974355 0.971513 0.971513 0.967383 0.967383 0.966466 0.966466 0.961991 0.961991 0.956709 0.956709 0.944444 0.944444 0.940522 0.940522 0.939655 0.939655 0.939265 0.939265 0.937792 0.937792 0.932650 0.932650 0.928084 0.928084 0.927518 0.927518 0.921981 0.921981 0.913778 0.913778 0.913516 0.913516 0.912780 0.912780 0.874603 0.874603 0.830157 0.830157 0.823817
Lampiran 4. Lanjutan -0.206282 + 0.791294i -0.206282 - 0.791294i -0.814217 - 0.054103i -0.814217 + 0.054103i 0.061916 + 0.787298i 0.061916 - 0.787298i
0.817740 0.817740 0.816013 0.816013 0.789729 0.789729
-0.350701 - 0.440324i -0.350701 + 0.440324i -0.480066 0.104226
0.562918 0.562918 0.480066 0.104226
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 5. Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: DRDEP DLOGM2 DLOGCPI DRSBI DLDR Exogenous variables: C Date: 01/01/98 Time: 02:28 Sample: 1994:01 2005:12 Included observations: 132 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
-365.3723 -187.8766 -148.8944 -75.61835 -10.10204 71.53072 113.3051 146.0179 204.1095 255.7600 298.9364 333.0921
NA 338.8554 71.46734 128.7882 110.1865 131.1072 63.92750 47.58224 80.09596 67.30216 52.98918 39.33085*
0.000188 1.87E-05 1.51E-05 7.32E-06 3.99E-06 1.71E-06 1.35E-06 1.24E-06 7.75E-07 5.42E-07 4.37E-07 4.10E-07*
5.611701 3.301161 3.089309 2.357854 1.743970 0.885898 0.631741 0.514880 0.013493 -0.390303 -0.665702 -0.804426*
5.720898 3.956343 4.290477 4.105006 4.037108 3.725021* 4.016849 4.445974 4.490571 4.632761 4.903347 5.310609
5.656074 3.567397 3.577409 3.067816 2.675796 2.039588 2.007293 2.112296 1.832772 1.650840 1.597304* 1.680444
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 6. Uji Kointegrasi Johansen dengan Asumsi “Summary” Date: 01/01/98 Time: 04:48 Sample: 1994:01 2005:12 Included observations: 138 Series: RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI LDR Lags interval: 1 to 5 Data Trend:
None
None
Linear
Linear
Quadratic
Rank or
No Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
No. of CEs
No Trend
No Trend
No Trend
Trend
Trend
Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns) Trace Max-Eig
3 3
4 4
2 2
3 2
2 2
81.66733 113.1951 131.1894 141.9228 149.1550 152.4586
89.62069 120.5062 137.3697 144.6042 151.5498 152.4586
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5
60.22673 92.45956 117.6865 127.8009 131.9168 132.0640
60.22673 93.24424 118.4912 129.8968 137.7968 141.6870
81.66733 112.0458 127.3739 135.7981 139.6883 141.6870
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5
0.938743 0.616528 0.395848 0.394189 0.479466 0.622261
0.938743 0.619649 0.413172 0.407293 0.452221 0.555261
0.700474 0.405133 0.327915 0.350753 0.439300 0.555261
0.700474 0.402969 0.301603 0.305466 0.360072 0.471614
0.657671 0.354982 0.255512* 0.295592 0.339857 0.471614
3.458031 3.393859 3.525825 3.763020 4.050957 4.395831
3.521289 3.430720 3.543369 3.795569 4.051954 4.395831
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5
3.590241 3.480146 3.471586 3.682047 3.979443 4.334359
3.590241 3.504478 3.531333 3.758786 4.037046 4.373418
3.458031 3.374811* 3.509713 3.744670 4.045337 4.373418
Lampiran 7. Uji Kointegrasi Johansen dengan “Asumsi 3” Date: 01/01/98 Time: 04:49 Sample(adjusted): 1994:07 2005:12 Included observations: 138 after adjusting endpoints Trend assumption: Linear deterministic trend Series: RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI LDR Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 At most 3 At most 4
0.356136 0.199201 0.114931 0.054820 0.028551
120.0393 59.28235 28.62627 11.77788 3.597394
68.52 47.21 29.68 15.41 3.76
76.07 54.46 35.65 20.04 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4
0.356136 0.199201 0.114931 0.054820 0.028551
60.75696 30.65608 16.84840 7.780481 3.597394
33.46 27.07 20.97 14.07 3.76
38.77 32.24 25.52 18.63 6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): RDEP -0.051078 0.382144 -1.213121 -0.676562 -0.025191
LOGM2 4.330796 -6.015498 16.07667 -3.933328 -0.921207
LOGCPI -7.373458 6.176912 -19.49866 4.634808 6.889422
RSBI -0.190353 -0.444662 1.157231 0.653028 -0.003154
LDR 0.001807 -0.061545 0.043338 0.010154 0.055240
-0.014768 -0.006336 0.001299 0.204197 0.540704
0.009911 0.000486 0.001865 -0.283667 0.146061
0.070553 -0.001072 -0.001276 0.024690 0.284328
Log likelihood
112.0458
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(RDEP) D(LOGM2) D(LOGCPI) D(RSBI) D(LDR)
0.649267 0.006692 -0.000279 0.465039 0.497218
Lampiran 7. Lanjutan 1 Cointegrating Equation(s):
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI 1.000000 -84.78826 144.3574 3.726732 (30.5818) (42.2076) (0.63271) Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(RDEP) -0.033163
LDR -0.035374 (0.18349)
-0.181167 0.001409 0.000698 -0.092023 0.115311
D(LOGM2) D(LOGCPI) D(RSBI) D(LDR)
(0.00686) -0.000342 (9.4E-05) 1.42E-05 (4.5E-05) -0.023753 (0.00615) -0.025397 (0.00975)
2 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
127.3739
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI 1.000000 0.000000 13.06200 -2.278503 (5.16901) (0.20497) 0.000000 1.000000 -1.856618 -0.070826 (0.22822) (0.00905)
LDR -0.189703 (0.05986) -0.001820 (0.00264)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(RDEP) -0.038807 2.900681 (0.05181) (0.99601) D(LOGM2) -0.002763 0.067098 (0.00067) (0.01288) D(LOGCPI) 0.000511 -0.009021 (0.00034) (0.00645) D(RSBI) 0.054280 0.785643 (0.04580) (0.88054) D(LDR) 0.181230 -1.099252 (0.07085) (1.36209) 3 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
135.7981
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI 1.000000 0.000000 0.000000 -1.165760 (0.26604) 0.000000 1.000000 0.000000 0.087338 (0.05290) 0.000000 0.000000 1.000000 0.085189 (0.02972) Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(RDEP) -0.050830 3.060018 -5.071818 (0.17104) (2.37877) (2.92149)
Lampiran 7. Lanjutan D(LOGM2) D(LOGCPI) D(RSBI) D(LDR)
-0.003353 (0.00221) -0.001751 (0.00108) 0.398402 (0.14728) 0.004040 (0.23325)
0.074918 (0.03074) 0.020955 (0.01507) -3.774780 (2.04831) 1.248925 (3.24389)
-0.097968 (0.03775) -0.026278 (0.01851) 3.363491 (2.51564) -3.174334 (3.98398)
LDR 0.184680 (0.04079) 0.051394 (0.00811) 0.028662 (0.00456)
4 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
139.6883
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) RDEP LOGM2 LOGCPI RSBI 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(RDEP) -0.098563 2.782509 (0.19346) (2.43375) D(LOGM2) -0.002628 0.079135 (0.00250) (0.03143) D(LOGCPI) -0.000888 0.025975 (0.00121) (0.01528) D(RSBI) 0.381698 -3.871894 (0.16676) (2.09783) D(LDR) -0.188325 0.130569 (0.26126) (3.28675)
-4.744818 (2.98342) -0.102936 (0.03853) -0.032194 (0.01873) 3.477924 (2.57163) -1.856528 (4.02907)
Lampiran 8. Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 01/01/98 Time: 04:51 Sample(adjusted): 1994:07 2005:12 Included observations: 138 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
RDEP(-1)
1.000000
0.000000
LDR -1.089688 (0.22067) 0.146869 (0.02680) 0.121788 (0.02281) -1.093165 (0.22160)
-0.059481 (0.18977) 0.001406 (0.00245) 0.000800 (0.00119) -0.491466 (0.16358) 0.019623 (0.25629)
LOGM2(-1)
0.000000
1.000000
LOGCPI(-1)
13.06200 (5.19246) [2.51557]
-1.856618 (0.22925) [-8.09855]
RSBI(-1)
-2.278503 (0.20590) [-11.0660]
-0.070826 (0.00909) [-7.79102]
LDR(-1)
-0.189703 (0.06013) [-3.15472]
-0.001820 (0.00265) [-0.68558]
C
91.93571
-3.679154
Error Correction:
D(RDEP)
D(LOGM2)
D(LOGCPI)
D(RSBI)
D(LDR)
CointEq1
-0.038807 (0.05204) [-0.74569]
-0.002763 (0.00067) [-4.10742]
0.000511 (0.00034) [ 1.51613]
0.054280 (0.04601) [ 1.17978]
0.181230 (0.07117) [ 2.54647]
CointEq2
2.900681 (1.00053) [ 2.89915]
0.067098 (0.01293) [ 5.18789]
-0.009021 (0.00647) [-1.39315]
0.785643 (0.88453) [ 0.88820]
-1.099252 (1.36827) [-0.80339]
D(RDEP(-1))
0.014975 (0.12061) [ 0.12417]
0.005044 (0.00156) [ 3.23528]
0.000418 (0.00078) [ 0.53576]
0.308751 (0.10662) [ 2.89569]
-0.190335 (0.16494) [-1.15400]
D(RDEP(-2))
-0.275976 (0.11956) [-2.30828]
0.004578 (0.00155) [ 2.96216]
-0.000449 (0.00077) [-0.58020]
-0.011017 (0.10570) [-0.10423]
-0.649338 (0.16350) [-3.97141]
D(RDEP(-3))
-0.248274 (0.10570) [-2.34893]
0.000818 (0.00137) [ 0.59852]
-0.000724 (0.00068) [-1.05852]
-0.070092 (0.09344) [-0.75011]
-0.351549 (0.14454) [-2.43212]
D(RDEP(-4))
-0.201034 (0.10499) [-1.91484]
0.002187 (0.00136) [ 1.61175]
0.000396 (0.00068) [ 0.58242]
0.482662 (0.09282) [ 5.20022]
-0.123740 (0.14358) [-0.86184]
D(RDEP(-5))
-0.024503 (0.08901) [-0.27528]
0.002970 (0.00115) [ 2.58103]
-0.000184 (0.00058) [-0.31964]
0.231039 (0.07869) [ 2.93600]
-0.438040 (0.12173) [-3.59855]
Lampiran 8. Lanjutan D(LOGM2(-1))
-0.419307 (0.10317) [-4.06424]
-44.46180 (7.98114) [-5.57086]
0.345427 (0.05165) [ 6.68776]
-13.44963 (7.05586) [-1.90616]
2.353759 (10.9146) [ 0.21565]
D(LOGM2(-2))
-0.516498 (0.12190) [-4.23708]
22.12177 (9.43005) [ 2.34588]
0.113619 (0.06103) [ 1.86178]
9.456276 (8.33679) [ 1.13428]
21.56197 (12.8960) [ 1.67198]
D(LOGM2(-3))
-2.518962 (10.3809) [-0.24265]
-0.419318 (0.13419) [-3.12480]
0.028141 (0.06718) [ 0.41888]
6.825477 (9.17738) [ 0.74373]
13.31940 (14.1963) [ 0.93823]
D(LOGM2(-4))
7.126154 (9.83565) [ 0.72452]
-0.350360 (0.12714) [-2.75565]
0.040686 (0.06365) [ 0.63920]
13.61611 (8.69537) [ 1.56590]
17.11453 (13.4507) [ 1.27239]
D(LOGM2(-5))
1.038479 (9.69019) [ 0.10717]
-0.047815 (0.12526) [-0.38172]
-0.019228 (0.06271) [-0.30661]
-13.10170 (8.56677) [-1.52936]
21.24833 (13.2518) [ 1.60343]
D(LOGCPI(-1))
-0.561671 (0.23655) [-2.37446]
121.7886 (18.2991) [ 6.65543]
0.427811 (0.11842) [ 3.61253]
124.7882 (16.1777) [ 7.71361]
-32.67973 (25.0249) [-1.30589]
D(LOGCPI(-2))
-0.164892 (0.34700) [-0.47519]
22.96732 (26.8439) [ 0.85559]
-0.260883 (0.17372) [-1.50173]
-7.780586 (23.7318) [-0.32786]
-105.2163 (36.7103) [-2.86612]
D(LOGCPI(-3))
28.59335 (30.4582) [ 0.93877]
-1.057638 (0.39372) [-2.68624]
0.001511 (0.19711) [ 0.00766]
11.88900 (26.9271) [ 0.44153]
96.29151 (41.6531) [ 2.31175]
D(LOGCPI(-4))
3.598726 (28.5448) [ 0.12607]
1.085771 (0.36899) [ 2.94255]
0.396200 (0.18473) [ 2.14476]
48.78761 (25.2355) [ 1.93330]
32.98513 (39.0363) [ 0.84499]
D(LOGCPI(-5))
47.87895 (28.8390) [ 1.66021]
0.378556 (0.37279) [ 1.01546]
-0.215287 (0.18663) [-1.15353]
-14.59114 (25.4956) [-0.57230]
54.66251 (39.4387) [ 1.38601]
D(RSBI(-1))
0.123342 (0.10119) [ 1.21896]
7.34E-05 (0.00131) [ 0.05609]
0.000874 (0.00065) [ 1.33456]
0.104467 (0.08946) [ 1.16781]
0.297003 (0.13838) [ 2.14632]
D(RSBI(-2))
0.185963 (0.08845) [ 2.10245]
-0.001761 (0.00114) [-1.54028]
8.96E-05 (0.00057) [ 0.15660]
0.051114 (0.07820) [ 0.65367]
-0.218634 (0.12096) [-1.80748]
D(RSBI(-3))
0.121301 (0.09050) [ 1.34035]
-0.007262 (0.00117) [-6.20776]
-0.000645 (0.00059) [-1.10160]
-0.128915 (0.08001) [-1.61130]
0.883060 (0.12376) [ 7.13516]
D(RSBI(-4))
-0.171419
0.000470
0.002239
-0.154516
0.103419
(0.11148) [-1.53769]
(0.00144) [ 0.32622]
(0.00072) [ 3.10337]
(0.09855) [-1.56783]
(0.15245) [ 0.67837]
D(RSBI(-5))
0.061511 (0.09957) [ 0.61778]
-0.000126 (0.00129) [-0.09817]
0.000265 (0.00064) [ 0.41082]
-0.547274 (0.08802) [-6.21732]
0.500171 (0.13616) [ 3.67333]
D(LDR(-1))
0.259328
-0.003921
-0.000938
0.066745
0.119102
Lampiran 8. Lanjutan
(0.06681) [ 3.88130]
(0.00086) [-4.53971]
(0.00043) [-2.16852]
(0.05907) [ 1.12997]
(0.09137) [ 1.30348]
D(LDR(-2))
-0.033435 (0.07375) [-0.45337]
-0.006235 (0.00095) [-6.54074]
-0.000368 (0.00048) [-0.77112]
0.126142 (0.06520) [ 1.93479]
0.214831 (0.10085) [ 2.13017]
D(LDR(-3))
0.069700 (0.06641) [ 1.04950]
-0.000156 (0.00086) [-0.18153]
0.000394 (0.00043) [ 0.91680]
0.028336 (0.05871) [ 0.48261]
0.185352 (0.09082) [ 2.04083]
D(LDR(-4))
-0.014644 (0.06246) [-0.23443]
-0.000350 (0.00081) [-0.43406]
-6.80E-06 (0.00040) [-0.01682]
0.019997 (0.05522) [ 0.36212]
0.137255 (0.08542) [ 1.60678]
D(LDR(-5))
-0.008161 (0.05809) [-0.14048]
0.000223 (0.00075) [ 0.29676]
0.000622 (0.00038) [ 1.65439]
-0.204883 (0.05136) [-3.98928]
-0.045209 (0.07945) [-0.56906]
C
-1.918935 (0.49277) [-3.89422]
0.027287 (0.00637) [ 4.28383]
-0.000811 (0.00319) [-0.25420]
-1.686865 (0.43564) [-3.87218]
-1.772125 (0.67388) [-2.62973]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.850260 0.813506 276.5839 1.585686 23.13358 -243.7865 3.938935 4.532870 0.017101 3.671845
0.582088 0.479510 0.046217 0.020498 5.674567 356.3011 -4.757987 -4.164052 0.014954 0.028412
0.733445 0.668018 0.011584 0.010262 11.21009 451.7799 -6.141738 -5.547802 0.010546 0.017810
0.860978 0.826854 216.1706 1.401851 25.23112 -226.7817 3.692488 4.286424 0.021522 3.368960
0.617363 0.523443 517.2634 2.168500 6.573278 -286.9831 4.564973 5.158908 -0.543478 3.141246
Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
3.38E-07 127.3739 49.13706 1.461782 4.643579
Lampiran 9. Variance Decomposition Period
S.E.
RSBI
LOGCPI
LOGM2
LDR
RDEP
1 2 3 4 5 6 7
1.401851 2.039105 2.762273 3.678268 4.826120 6.017948 7.013216
40.31119 23.08317 15.81751 15.02632 15.76961 18.76343 18.73424
2.211763 11.87477 25.33399 29.21670 28.81142 25.74968 26.93812
0.843304 10.93355 13.15811 22.70684 26.68483 25.38557 21.99285
0.213286 6.645589 8.453886 6.791161 8.279053 12.14847 14.88962
56.42046 47.46292 37.23650 26.25898 20.45509 17.95285 17.44516
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
7.875650 8.681683 9.242189 9.534164 9.704317 9.790572 9.824280 9.840861 9.849586 9.875770 9.925718 9.991885 10.07921 10.18523 10.28876 10.40909 10.55809 10.71905 10.89053 11.07865 11.26879 11.45205 11.63338 11.80439 11.95652 12.09618 12.22521 12.34067 12.44557 12.54105 12.62222 12.68944 12.74669 12.79549 12.83785 12.87675 12.91209 12.94286 12.96985 12.99384 13.01499 13.03448 13.05328 13.07130 13.08867
19.00631 18.93142 19.35882 19.18388 19.37985 19.44529 19.42917 19.32813 19.25954 19.16043 19.03790 18.93638 18.90199 18.97398 18.91590 18.78196 18.61310 18.49211 18.44192 18.53131 18.61286 18.63422 18.61048 18.58961 18.56647 18.58149 18.61168 18.62610 18.61876 18.61211 18.60151 18.59255 18.58605 18.57488 18.55353 18.53179 18.51271 18.49533 18.47866 18.46090 18.43779 18.41150 18.38575 18.36162 18.33862
29.37219 32.08798 32.34165 31.56794 31.00366 30.85646 30.94742 30.92624 30.80191 30.91523 31.36934 31.86158 32.20464 32.38532 32.80892 33.60000 34.64088 35.62029 36.35686 36.84562 37.26635 37.78752 38.39304 38.96695 39.43185 39.75971 40.01149 40.26594 40.55208 40.83262 41.07390 41.26211 41.41015 41.54924 41.70049 41.85516 41.99491 42.10990 42.20320 42.28708 42.37643 42.47377 42.57089 42.65937 42.73733
18.51034 17.41253 17.94762 19.33420 18.97398 18.78223 18.66146 18.58791 18.67225 18.67240 18.43212 18.19081 17.93075 17.52062 17.00132 16.34089 15.71855 15.23609 14.88136 14.49552 14.08546 13.62919 13.20000 12.87191 12.64096 12.43441 12.22989 12.01823 11.81484 11.64345 11.51811 11.41271 11.31141 11.21032 11.11255 11.02343 10.95032 10.88837 10.82864 10.76822 10.70862 10.65111 10.59873 10.55177 10.50665
14.62681 13.06013 12.71035 12.97142 14.10726 14.41782 14.33141 14.32103 14.46417 14.50974 14.44579 14.40137 14.67029 15.29426 15.88704 16.22964 16.23889 16.16586 16.21978 16.50110 16.86519 17.14628 17.28112 17.32111 17.37847 17.51763 17.70421 17.87153 17.97792 18.03709 18.08663 18.16283 18.26381 18.36250 18.43752 18.48848 18.53003 18.57989 18.64447 18.71468 18.77715 18.82720 18.86867 18.91024 18.95837
18.48435 18.50794 17.64156 16.94257 16.53524 16.49820 16.63053 16.83669 16.80214 16.74220 16.71485 16.60986 16.29232 15.82582 15.38681 15.04750 14.78858 14.48565 14.10008 13.62645 13.17014 12.80279 12.51535 12.25042 11.98225 11.70675 11.44272 11.21820 11.03640 10.87473 10.71985 10.56980 10.42857 10.30306 10.19591 10.10114 10.01203 9.926520 9.845034 9.769119 9.700002 9.636414 9.575962 9.517006 9.459025
42.80855 42.88083 42.95924 43.04189 43.12354 43.20136 43.27582 43.35007
10.46037 10.41316 10.36565 10.31921 10.27504 10.23227 10.18875 10.14394
19.01244 19.06610 19.11466 19.15809 19.19989 19.24420 19.29238 19.34184
9.402011 9.346533 9.292636 9.239562 9.186425 9.132876 9.078873 9.024734
Lampiran 9. Lanjutan 53 54 55 56 57 58 59 60
13.10592 13.12302 13.13993 13.15704 13.17445 13.19209 13.21034 13.22948
18.31662 18.29338 18.26781 18.24125 18.21510 18.18929 18.16418 18.13941
Cholesky Ordering: RSBI LOGCPI LOGM2 LDR RDEP
Lampiran 10. Grafik-grafik Variance Decomposition
Variance Decomposition Percent RDEP variance due to RSBI
Percent RDEP variance due to LOGCPI
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0 10
20
30
40
50
60
10
Percent RDEP variance due to LOGM2
20
30
40
50
60
Percent RDEP variance due to LDR
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0 10
20
30
40
50
60
Percent RDEP variance due to RDEP 60 50 40 30 20 10 0 10
20
30
40
50
60
10
20
30
40
50
60