ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA
OLEH LATTI INDIRANI H14101089
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN LATTI INDIRANI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang sangat besar bagi perekonomian suatu negara, terutama di negara berkembang. Sebagai salah satu negara berkembang, dampak yang dirasakan negara Indonesia sangat signifikan yang disebabkan memburuknya kinerja perbankan konvensional. Berbeda dengan perbankan konvensional yang mengalami penurunan kinerja yang sangat drastis, perbankan syariah justru mengalami pertumbuhan yang cukup bagus, yang dicerminkan tiga indikator keuangan perbankan syariah, yaitu oleh pertumbuhan total aset, dana pihak ketiga, dan pembiayaan yang disalurkan. Walaupun selama 10 tahun Bank Syariah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat namun terdapat masalah dalam perkembangannya, yaitu: kecilnya kontribusi sistem perbankan Syariah terhadap sistem perbankan nasional. Hal ini dapat dilihat dengan masih relatif kecilnya total aset perbankan Syariah bila dibandingkan total aset perbankan nasional. Akan tetapi walaupun pangsa pasar perbankan Syariah terhadap industri perbankan Syariah senantiasa mengalami peningkatan yaitu mencapai 1,32 persen, 1,32 persen, dan 2,27 persen masingmasing untuk aset total, Dana Pihak Ketiga, dan volume pembiayaan, namun persentase tersebut masih sangat kurang. Kecilnya kontribusi sistem perbankan Syariah terhadap perbankan nasional akan mempengaruhi fungsi bank itu sendiri yaitu sebagai intermediator kegiatan investasi. Sedikitnya kegiatan investasi yang berhasil dibiayai oleh perbankan pada akhirnya akan menurunkan kinerja perekonomian suatu negara. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan total aset bank syariah di Indonesia serta mengetahui besar pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap pertumbuhan total aset Bank Syariah. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel tersebut maka dapat dirumuskan upaya yang dapat ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dari bulan Desember 2000 sampai dengan bulan Juni 2005. Data-data tersebut diambil dari data-data yang sudah diolah yang diperoleh dari CSIS yang berlokasi di Jl. Tanah Abang III , Bank Indonesia (BI) yang berlokasi di Jl. H. M. Thamrin, Badan Pusat Statistik (BPS) yang berlokasi di Jl. Sutomo, Perpustakaan UI, dan Perpustakaan IPB. Selanjutnya data-data tersebut diolah dengan menggunakan program E-views 4.1 dan menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan total aset industri perbankan dalam hal ini industri perbankan syariah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor-faktor makro yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah antara lain pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat suku bunga riil bank konvensional serta inflasi. Besar elastisitas variabel
pertumbuhan ekonomi adalah 0,99 yang berarti apabila pertumbuhan ekonomi tiga bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan total aset sebesar 0,99 persen. Tingkat suku bunga riil bank konvensional mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar -0,68 yang menunjukkan bahwa apabila tingkat suku bunga riil bank konvensional lima bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,68 persen. Faktor makro terakhir yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah adalah inflasi, dengan besar elastisitas sebesar -0,94. hal ini menunjukkan bahwa apabila inflasi mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,94 persen. Faktor-faktor mikro yang mempengaruhi pertumbuhan total aset adalah ROA, NPF dan JKB. Besar elastisitas masing-masing variabel adalah 0,84 dan -0,0007. Elastisitas ROA sebesar 0,84 tersebut menunjukkan bahwa apabila ROA mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,84 persen. Elastisitas NPF sebesar 0,0007 juga menunjukkan hal yang sama, yaitu apabila pertumbuhan NPF tiga bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen, maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,0007 persen. Adapun besar elastisitas dari variabel JKB adalah sebesar 94,1318 yang berarti jika JKB meningkat sebesar 1 unit maka pertumbuhan total aset akan meningkat sebesar 94,1318 persen. Adapun faktor-faktor lain yang digunakan dalam penelitian ini yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset Bank Syariah yaitu variabel modal dan variabel dummy. Variabel modal tidak signifikan terhadap pertumbuhan total aset diduga disebabkan relatif kecilnya rasio modal terhadap total aset. Sedangkan variabel dummy, dalam hal ini adalah fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia pada bulan November 2003 tidak signifikan diduga disebabkan kurangnya penjelasan secara resmi dari pihak MUI tentang adanya fatwa tersebut serta sifat dari konsumen Bank Syariah itu sendiri yang merupakan konsumen rasional. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan total aset Bank Syariah adalah modal, jumlah kantor bank per kapita, pertumbuhan ekonomi dan ROA. Sedangkan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah secara negatif adalah tingkat suku bunga bank konvensional, pertumbuhan kredit macet dan inflasi. Implikasi kebijakan yang ditempuh setelah mengetahui besar pengaruh masing-masing variabel ditujukan kepada pelaku pasar yang meliputi semua perusahaan yang ingin memasuki industri perbankan Syariah, pemerintah, serta ulama.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia
Oleh LATTI INDIRANI H14101089
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPERTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ynag disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Latti Indirani
Nomor Regristrasi Pokok
: H14101089
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 131 803 657 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggai Kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Latti Indirani H14101089
PADA
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Latti Indirani lahir pada tanggal 18 Oktober 1981 di Solo, sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Penulis anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bambang Sigit Soeparto dan Lilik Sutrisno. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Muhammadiyah 8 Solo, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 20 Surakarta dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Batik 1 Solo dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan negara Indonesia khususnya kota Solo tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayahNya. Tak lupa shalawat dan salam kepada junjungan umat Islam Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank syariah di Indonesia”. Total Aset merupakan salah satu indikator perkembangan perbankan syariah yang akan menentukan kontribusi industri perbankan syariah terhadap perbankan nasional, yang juga merupakan indikator ukuran bank, dimana kecilnya total aset akan berdampak pada kecilnya tingkat economies of scale yang dimiliki oleh bank. Selain hal tersebut di atas, total aset merupakan salah satu ukuran strategic positioning map yaitu suatu strategi penetapan posisi untuk memenangkan persaingan usaha. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc yang telah bersedia menguji hasil karya ini dan Bapak Jaenal Effendi, MA atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran dari para peserta Seminar Hasil Penelitian skripsi Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada mereka. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Direktorat Perbankan Syariah, Perpustakaan Bank Indonesia serta Badan Pusat Statistik atas bantuan yang telah diberikan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua, saudara-saudara penulis (Mas Deni, Agi dan Ian) dan temanteman terdekat penulis (Citra, Fitri, Rapim, Ana, Dewi, teman-teman Pringgodani,
teman-teman Ekbang 38 dan pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu). Dorongan dan doa mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, September 2006
Latti Indirani H14101089
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .........................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................
9
2.1. Tinjauan Teori-teori .....................................................................
9
2.1.1. Konsep Ekonomi Industri .................................................
9
2.1.2. Definisi Perusahaan dan Pasar ..........................................
10
2.1.3. Struktur Pasar ...................................................................
13
2.1.4. Definisi Perbankan............................................................
15
2.2. Penelitian Terdahulu ....................................................................
20
2.3. Kerangka Pemikiran .....................................................................
21
2.4. Hipotesis Penelitian ......................................................................
24
III. METODE PENELITIAN.......................................................................
25
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
25
3.2. Model Persamaan Estimasi ...........................................................
25
3.3. Analisis Data .................................................................................
32
3.3.1. Uji Stasioneritas ................................................................
32
3.3.2. Ordinary Least Square (OLS) .........................................
33
3.3.3. Pengujian Model ...............................................................
33
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH ..........
39
4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia ............................
39
4.1.1. Praktik Perbankan di Masa Rasulullah .............................
39
4.1.2. Perbankan Syariah Moderen .............................................
40
4.1.3. Pertumbuhan Pada Dasawarsa Terakhir ...........................
42
4.2. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia.......................
45
4.2.1. Profil Bank Syariah di Indonesia ......................................
46
4.2.2. Perkembangan Bank Syariah ............................................
53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
60
5.1. Validasi Model Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia .......................................................................................
60
5.1.1. Uji Stasioner .....................................................................
60
5.1.2. Asumsi OLS .....................................................................
61
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah.........................................................................
63
5.3. Implikasi Kebijakan ......................................................................
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
76
6.1. Kesimpulan ..................................................................................
76
6.2. Saran ............................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
79
LAMPIRAN ................................................................................................
82
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Perkembangan Indikator Keuangan Bank Syariah .............................
4
1.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia ...............................
4
1.3. Pangsa Pasar Perbankan terhadap Total Bank ....................................
6
2.1. Perbedaan-perbedaan Pokok Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ......................................................................................
19
4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Bank Islam di Dunia ...................
42
4.2. Penyebaran Kantor Bank Berdasar Prinsip Syariah Menurut Pulau per Desember 2002 ...................................................................
57
5.1. Hasil Uji Unit Root .............................................................................
60
5.2. Hasil Estimasi Persamaan Regresi Berganda .....................................
61
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran............................................................................
23
4.1. Perkembangan Total Aset Bank Syariah di Indonesia........................
53
4.2. Perkembangan ROA Bank Syariah di Indonesia ................................
54
4.3. Perkembangan CAP Bank Syariah di Indonesia.................................
55
4.4. Perkembangan GDP_Riil di Indonesia ...............................................
56
4.5. Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah di Indonesia.................
56
4.6. Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional di Indonesia ......................
58
4.7. Perkembangan Kredit Macet Bank Syariah di Indonesia ...................
58
4.8. Perkembangan Inflasi di Indonesia .....................................................
59
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang sangat besar bagi perekonomian suatu negara, terutama di negara berkembang. Dengan adanya krisis, peran negara-negara barat sebagai penganut sistem kapitalis semakin dominan. Hal ini terbukti dengan semakin menumpuknya hutang dan tingkat ketergantungan finansial yang semakin besar dari negaranegara yang mengalami krisis dan tidak mampu untuk bangkit dari keterpurukan. Dampak yang dialami negara-negara tersebut tidak hanya sampai disitu. Aset-aset negara yang mereka milikipun ikut tergadaikan dan berpindah tangan, sehingga secara otomatis aset-aset negara yang seharusnya digunakan untuk kemaslahatan umat kini hanya digunakan oleh golongan tertentu, yang pada akhirnya berimbas pada rakyat negara penjual sehingga berlakulah hukum ’yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terpuruk’ (Antonio, 2001). Krisis keuangan yang berkepanjangan ini juga dialami oleh Indonesia dan mengakibatkan pemerintah mengeluarkan serangkaian intervensi untuk meredam gejolak nilai tukar, yaitu dengan pengetatan likuiditas dan menaikkan tingkat suku bunga dalam negeri. Adanya intervensi-intervensi tersebut menyebabkan ekspansi kredit perbankan terhambat dan kualitas aktiva produktif perbankan memburuk, sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Dengan terhambatnya ekspansi kredit perbankan, peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan
fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi semakin berkurang, akibatnya ekonomi kekurangan likuiditas dan mengakibatkan kegiatan dunia usaha menjadi stagnan, bangkrut dan menambah jumlah pengangguran. Implikasi dari semua itu adalah bertambahnya jumlah masyarakat miskin. Gejolak yang terjadi ini merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan sektor moneter dengan sektor riil. Sektor moneter telah berkembang melampaui pertumbuhan sektor riil. Uang tidak lagi berfungsi sebagai alat tukar tetapi telah menjadi komoditas, sebagai akibat adanya para spekulan. Hal ini tentu saja berbeda dengan konsep Islam, dimana dalam Islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar (Muhammad, 1987). Sebagai alat tukar, ia tidak menghasilkan nilai tambah apapun, kecuali apabila ia dikonversi menjadi barang atau jasa. Dengan demikian, jelas bahwa konsep Islam menjaga keseimbangan sektor riil dan sektor moneter. Begitu pula dengan perbankan Islam yang pertumbuhan pembiayaannya tidak terlepas dari pertumbuhan sektor riil yang dibiayainya. Terbebasnya perbankan Islam dari konsep bunga berakibat pula pada terbebasnya perbankan Islam dari masalah negative spread, yaitu masalah yang terjadi karena bank harus membayar biaya bunga kepada deposan (cost of fund) dengan suku bunga tinggi, sedangkan suku bunga pinjaman tidak bisa disesuaikan sepenuhnya. Dengan berbasisnya konsep keuangan Islam pada konsep bagi hasil akan menempatkan debitur sebagai mitra sehingga akan terdapat ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. Kuatnya ikatan emosional ini akan menimbulkan akibat-akibat: kuatnya kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil,
semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam akan memiliki tanggung jawab usaha yang sama sesuai dengan ajaran agamanya. Dengan adanya keistimewaan ini, bank Islam akan benar-benar menyeleksi proyek yang hendak dibiayai, terutama berkaitan dengan kehalalan dan kelayakan usaha yang akan mengakibatkan membaiknya kinerja perbankan Syariah sehingga akan berdampak pada semakin pesatnya pertumbuhan Bank Syariah. Pesatnya pertumbuhan perbankan Syariah yang relatif cepat ini dapat dilihat pada indikator keuangan, seperti jumlah aktiva, dana pihak ketiga, serta volume pembiayaan yang terus mengalami peningkatan, sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 1.1. Jumlah aktiva atau total aset, dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan dengan persentase yang sangat besar yaitu di atas 40 persen kecuali untuk tahun 2005 yang berada di bawah 40 persen yaitu sebesar 22,23 persen. Hal ini bisa disebabkan, data pada bulan November dan Desember tahun 2005 belum tersedia sehingga data tersebut masih bersifat sementara. Apabila dilihat dari dana pihak ketiga, dan volume pembiayaan, sama seperti jumlah aktiva, kedua indikator keuangan tersebut juga menunjukkan persentase pertumbuhan di atas 50 persen kecuali untuk tahun 2005 yang berada di bawah 40 persen yakni sebesar 14,53 persen dan 3,61 persen. Sedangkan persentase pertumbuhan tertinggi untuk dana pihak ketiga untuk dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan dicapai pada tahun 2004 adalah sebesar 107,2 persen dan 107,77 persen.
Tabel 1.1. Perkembangan Indikator Keuangan Bank Syariah (Juta Rupiah) Indikator 2000 2001 2002 Total Aset 1.790.168 2.718.770 4.045.235 Pembiayaan 1.271.162 2.049.793 3.276.650 Yang Diberikan Dana pihak 1.028.923 1.806.366 2.917.726 ketiga Sumber: : Direktorat Perbankan Syariah BI
2003 7.858.918
2004 15.325.997
2005 18.732.449
5.530.167
11.489.933
15.121.483
5.724.909
11.862.117
13.585.499
Perkembangan perbankan Syariah selain dilihat dari indikator keuangan juga dapat dilihat sisi kelembagaan yaitu jumlah unit atau cabang Bank Syariah dalam waktu singkat. Berdasarkan Tabel 1.2, sampai bulan Oktober 2005 jaringan kantor perbankan Syariah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Dengan demikian, sampai dengan Oktober terdapat 3 Bank Umum Syariah (BUS), 113 Unit Usaha Syariah (UUS), 90 Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Tabel 1.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Jenis Bank
Kelas
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Bank Umum Syariah
KP KC KCP UPS KK
1 10 1 0 19
2 13 7 0 19
2 21 8 0 26
2 36 5 0 43
2 43 11 0 59
2 74 20 0 95
3 92 40 0 131
3 96 57 7 135
31
41
57
86
115
191
266
298
1 1 0 0 0
3 7 0 0 0
3 12 0 0 0
6 25 0 0 0
8 39 6 0 0
15 56 18 0 0
17 67 28 0 1
10
15
31
44
89
113
79
81
83
84
88
90
146
182
229
314
443
501
Total Kantor Bank Umum Konvensional
UUS KC KCP UPS KK
Total 2 Kantor BPRS 76 79 Total 107 122 Kantor Sumber: : Direktorat Perbankan Syariah BI Ket : KP = Kantor Pusat KCP = Kantor Cabang Pembantu UUS = Unit Usaha Syariah UPS = Unit Pembantu Syariah KK = Kantor Kas KC = Kantor Cabang
Adanya peningkatan dari dua indikator keuangan Syariah yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah. Hal ini dikarenakan DPK dan pembiayaan merupakan kinerja dari perbankan Syariah, sedangkan total aset merupakan ukuran bank (Haryono et all, 2003).
1.2. Perumusan Masalah Industri perbankan Syariah adalah industri yang mempunyai potensi besar untuk berkembang. Keberadaannya yang dulu hanya sebagai pelengkap sekarang sudah nampak mampu meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan tetap kokohnya Bank Syariah ketika banyak bank konvensional yang dilikuidasi akibat ketidakmampuan menghadapi krisis yang melanda dunia. Adanya kemampuan untuk bertahan terhadap krisis ekonomi, kemampuan untuk tidak terikat pada sistem konvensional yang sudah ada dan kemajuan yang dicapai oleh Bank Syariah pada tahun-tahun yang lalu menyebabkan Bank Syariah dapat bertahan dan bahkan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pertumbuhan Bank Syariah ini akan memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian secara umum terutama berkaitan dengan fungsi bank itu sendiri yaitu sebagai intermediator kegiatan investasi. Walaupun perbankan Syariah di Indonesia selama 10 tahun beroperasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat namun terdapat masalah dalam perkembangannya, yaitu: kecilnya kontribusi sistem perbankan Syariah terhadap
sistem perbankan nasional. Hal ini dapat dilihat dengan masih relatif kecilnya total aset perbankan Syariah bila dibandingkan total aset perbankan nasional (lihat Tabel 1.3). Sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 1.3 tersebut, walaupun pangsa pasar perbankan Syariah terhadap industri perbankan Syariah tahun 2005 senantiasa mengalami peningkatan yaitu mencapai 1,32 persen, 1,32 persen, dan 2,27 persen masing-masing untuk aset total, Dana Pihak Ketiga, dan volume pembiayaan, namun persentase tersebut masih sangat kurang. Kecilnya kontribusi sistem perbankan Syariah terhadap perbankan nasional akan mempengaruhi fungsi bank itu sendiri yaitu sebagai intermediator kegiatan investasi. Sedikitnya kegiatan investasi yang berhasil dibiayai oleh perbankan pada akhirnya akan menurunkan kinerja perekonomian suatu negara. Tabel 1.3. Pangsa Pasar Perbankan Syariah Terhadap Total Bank tahun 2005 Bank Syariah Nominal (Milliar) Pangsa Pasar (%) Total Aset 17,74 1,32 % Dana Pihak Ketiga 13,36 1,32 % Pembiayaan 14,27 2,27 % LDR/FDR*) 106,83 % NPL 3,83 % Sumber: : Direktorat Perbankan Syariah BI *) FDR : Pembiayaan/Dana Pihak Ketiga LDR : Kredit/Dana Pihak Ketiga NPL : Pembiayaan atau Kredit Bermasalah Kriteria
Total bank 1344,59 milyar Rupiah 1011,00 milyar Rupiah 629,06 62,22 % 7,0 %
Apabila dibandingkan dengan negara Malaysia yang juga menganut dual banking system, pangsa pasar perbankan Syariah terhadap perbankan nasional di Indonesia tergolong sangat kecil. Selama 20 tahun beroperasi, pangsa pasar perbankan Syariah di Malaysia telah mencapai 10,5 persen untuk total aset, 11,29 persen untuk Dana Pihak Ketiga, dan 11,9 persen untuk pembiayaan. Hal ini berarti dalam 10 tahun perbankan Syariah di negara tersebut telah memberikan
kontribusi terhadap perbankan nasional sebesar 5,25 persen untuk total aset, 5,65 persen untuk Dana Pihak Ketiga, dan 5,95 persen untuk pembiayaan. Angka ini menunjukkan bahwa pangsa pasar total aset, Dana Pihak Ketiga, dan pembiayaan 3,97; 4,28; dan 2,62 kali lebih besar daripada Indonesia (Bank Indonesia, 2005) Disamping menentukan kontribusi perbankan Syariah terhadap perbankan nasional, total aset juga merupakan indikator ukuran bank, dimana kecilnya total aset akan berdampak pada kecilnya tingkat economies of scale yang dimiliki oleh bank. Sebagai implikasinya adalah kecilnya tingkat laba, kecilnya tingkat Return On Asset (ROA), dan lamanya pencapaian break even point (Haryono, 2003). Selain hal tersebut di atas, total aset merupakan salah satu ukuran strategic positioning map yaitu suatu strategi penetapan posisi untuk memenangkan persaingan usaha. Uraian di atas memperlihatkan perlunya mengakselerasi pertumbuhan total aset perbankan Syariah. Untuk dapat merumuskan strategi yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, dapat diuraikan beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah di Indonesia? Bagaimanakah pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia? 2. Upaya-upaya apakah yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisa pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah di Indonesia. 2. Merumuskan upaya yang dapat ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan dokumen yang bermanfaat sebagai informasi bagi berbagai pihak, khususnya: 1.
Pihak perbankan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan pengembangan perbankan Syariah di Indonesia.
2.
Bagi Perguruan Tinggi hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan perbankan terutama perbankan Syariah.
3.
Sedangkan bagi penulis pribadi, penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan ilmu yang telah penulis pelajari selama di bangku kuliah.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori-teori 2.1.1. Konsep Ekonomi Industri Ekonomi industri merupakan suatu spesifikasi dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar. Implikasi dari adanya pengorganisasian industri adalah adanya pengaruh terhadap perekonomian nasional sehingga kebijakan pemerintah turut terkait pula dengan organisasi industri (Jaya, 2001). Yang dimaksud dengan ekonomi industri atau disebut juga dengan organisasi industri adalah cabang dari ilmu mikroekonomi, atau lebih tepatnya aplikasi mikroekonomi yang menganalisis pasar, perusahaan dan industri (Shepherd, 1990). Menurut Ferguson (1988) ekonomi industri lebih tepat didefinisikan sebagai aplikasi teori mikroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar dan industri, bukan sebagai bidang studi terpisah. Dalam buku Modern Industrial Organization, Carlton dan Perloff (2000) menjelaskan , “industrial organization is the study of action of a firm and the effect of those actions industry behavior and performance”. Sementara Martin (1994) lebih menekankan pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan dalam
menghadapi pasar, “to study the policies of firms toward rivals and toward costumers “(which includes at least prices, advertising, research and development)”. Alasan-alasan yang mendasari kenapa ekonomi industri penting untuk dipelajari (Hasibuan, 1993) : a. Praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis telah dikenal sejak lama. b. Semakin tinggi konsentrasi industri cenderung mengurangi persaingan antar perusahaan yang kemudian membawa perilaku kurang efisien. c. Konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi kekayaan yang melemahkan usaha pemerataan pendapatan, mengurangi kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. d. Kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi membawa intervensi pemerintah yang lebih jauh. e. Kajian-kajian tentang struktur, perilaku dan kinerja industri tidak terlepas dari masalah-masalah apa saja yang diproduksi, bagaimana dan untuk siapa suatu barang dan jasa diproduksi. 2.1.2. Definisi Perusahaan dan Pasar Perusahaan dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi produksi yang menggunakan dan mengkoordinasi sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan (Swastha dan Sukotjo, 1988). Menurut Carlton dan Perloff (2000) perusahaan adalah organisasi yang mengubah input (sumber daya yang dibeli) menjadi output (produk bernilai yang dijual).
Pendekatan sederhana dalam ilmu mikroekonomi mendefinisikan perusahaan sebagai aktivitas produksi. Perusahaan didefinisikan sebagai kumpulan rencana produksi
yang
digambarkan
oleh
fungsi
produksi.
Fungsi
produksi
mengkombinasikan sejumlah input tertentu untuk menghasilkan output. Tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan biaya seminimal mungkin. Dalam rangka mendapatkan keuntungan yang maksimum, perusahaan harus memproduksi output pada tingkat biaya, teknologi, dan harga input terkecil. Jumlah output maksimal yang akan diproduksi tergantung pada keputusan mutlak perusahaan atau manajer perusahaan. Perusahaan dalam meningkatkan keuntungannya memiliki beberapa tanggung jawab pada kehidupan dan kesejahteraan manusia. Saat ini, masyarakat menuntut kepada perusahaan-perusahaan untuk mengemban tanggung jawab yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Istilah tanggung jawab sosial menunjukkan pertimbangan manajemen tentang pengaruh-pengaruh sosial disamping juga pengaruh ekonomi dari keputusan-keputusannya. Dalam ekonomi pengaruhpengaruh sosial ini disebut dengan lingkungan perusahaan, yaitu keseluruhan dari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya (Swastha dan Sukotjo, 1993). Menurut John A. Pearce dalam Noerachmanto (1985), setiap perusahaan terkait dengan lingkungan eksternalnya, dimana terbagi dalam dua bagian, yaitu: 1. Lingkungan luar yang bersifat luas (Remote Environment) atau faktor makro, berupa faktor ekonomi seperti pendapatan nasional suatu negara yang berhubungan dengan pendapatan perkapita masyarakat, kemudian
pertumbuhannya, dan lain-lain; faktor sosial dimana merupakan faktor yang bersinggungan langsung dengan perusahaan dalam masalah agama, budaya, gaya hidup, dan lain-lain. Selain itu faktor politik yang mampu mempengaruhi kebijakan perusahaan, seperti Undang-undang, dan lain-lain. Faktor lainnya adalah teknologi sebagai sarana untuk inovasi serta faktor lingkungan yang bersangkutan dengan ekses perusahaan. 2. Lingkungan
industri atau faktor mikro, dimana melalui teori
competitive strategi oleh Michael E. Porter (1995) terdapat 5 kekuatan yaitu: ancaman pendatang baru yang dapat dilihat dari: a. Skala Ekonomi (Economies of scale) Dengan adanya skala ekonomi maka perusahaan dapat membuat barang yang jauh lebih murah dibanding dengan para pesaingnya. b. Diferensiasi Produk Diferensiasi produk menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai merek produk yang sudah dikenal luas dengan pelanggan yang setia. Hal ini membuat perusahaan baru harus mengeluarkan biaya iklan dan pemasaran yang besar untuk membuat produk mereka dikenal dan memperoleh pelanggan. c. Akses ke seluruh Saluran Distribusi d. Kebijakan Pemerintah
e. Kebutuhan Modal Hambatan modal terutama terjadi pada industri padat modal. Perusahaan yang lebih dulu ada di pasar memperoleh keuntungan atas biaya produksi yang murah dan modal yang cukup. Menurut Stanton dalam Umar (1999) pasar didefinisikan sebagai orangorang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Pasar ditetapkan oleh kondisi permintaan yang mewujudkan daerah pilihan konsumen atas barang. Pasar terbagi menjadi dua dimensi, jenis produk dan area geografis. Dalam kasus nyata produk yang berbeda dijual di daerah yang terpisah secara geografis: 2.1.3. Struktur Pasar Menurut Jaya (2001), struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Para pakar ekonomi mengklasifikasikan pasar dengan memperhatikan seberapa banyak jumlah perusahaan yang ada dalam industri. Struktur pasar penting karena struktur pasar menentukan perilaku perusahaan yang kemudian menentukan kinerja industri. Elemen-elemen struktur pasar meliputi: a
Pangsa Pasar (Market Share) Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur Neo-Klasik, landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang
lebih baik akan menikmati keuntungan dan penjualan produk dan kenaikan sahamnya. Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Derajat kekuatan pangsa pasar umumnya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15 persen. Pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25 persen hingga 30 persen maka derajat monopoli menjadi signifikan dan pada tingkat 40 persen hingga 50 persen biasanya memberikan market power yang besar. Sebaliknya apabila pangsa pasar kecil akan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan. b
Pemusatan atau Konsentrasi (Concentration) Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaanperusahaan
oligopoli
dimana
mereka
menyadari
adanya
saling
ketergantungan. Leonard Weiss (1974) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara keuntungan (profit) dengan produk-produk konsentrasi tinggi. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat keuntungan yang dicapai maka semakin besar pula tingkat konsentrasinya. c
Hambatan untuk Masuk (Entry Condition) Hambatan untuk masuk (Entry Condition) adalah kondisi untuk masuk ke dalam suatu pasar yang dihadapi oleh pesaing potensial dalam suatu pasar. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru yang sebenarnya merupakan hambatan untuk masuk Pesaing potensial adalah perusahaan-
perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya.. Ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tidak ada hambatan sama sekali (“bebas masuk”), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi dimana tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan. Beberapa ahli ekonomi memandangnya sebagai sesuatu yang penting. Kondisi internal persaingan biasanya menentukan, sementara kondisi eksternal tidak. Perusahaan dominan akan sangat memperhatikan keberadaan pesaing-pesaingnya, sementara terhadap perusahaan baru yang mungkin akan terjun dalam arena persaingan di masa mendatang perhatiannya tidak begitu serius. 2.1.4. Definisi Perbankan Menurut Undang-undang nomor 7 pasal 1 ayat (1) Tahun 1992 yang dimaksud dengan perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis-jenis bank menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah: •
Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (pasal 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan).
•
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk depositi cerjangka, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu (pasal 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan).
Adanya perkembangan yang cukup pesat dari perbankan syariah membuat pemerintah menyempurnakan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-undang nomor 10 tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-undang yang baru tersebut telah dapat mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan perbankan syariah. Pasal 1 UU yang baru tersebut telah menyempurnakan pengertian bank, bank umum, dan Badan Perkreditan Rakyat Syariah menjadi: •
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
•
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, dan atau berdasarkan prinsip usaha syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
•
Bank
Perkreditan
Rakyat
(BPR-Syariah)
adalah
bank
yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalan lalu lintas pembayaran. Dalam Ensiklopedia Islam dijelaskan lebih lanjut bahwa bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah islam. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan lebih lanjut pada pasal 1 butir 13 Undang-undang nomor 10 tahun 1999. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana, dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara
(Mudharabah),
lain
pembiayaan
pembiayaan
berdasarkan
berdasarkan
prinsip
prinsip
bagi
penyertaan
hasil modal
(Musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah),, atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina). Pada prinsipnya cara kerja Bank Syariah meliputi menerima dana dari masyarakat dan menyalurkan pada pihak yang memerlukan serta memberikan jasa-jasa keuangan pada masyarakat. Perbedaannya dengan bank konvensional
adalah dalam Bank Syariah pendapatan dari penyimpan dana tidak didasarkan dalam bentuk prosentasi terhadap dana simpanan yang ditetapkan diawal (bunga), namun ditentukan dalam bentuk nisbah bagi hasil terhadap pendapatan bank yang akan didapatkan (bagi hasil). Konsekuensinya adalah nasabah penyimpan akan mendapatkan hasil dari dana yang disimpannya tergantung dari pendapatan yang diperoleh bank. Hal ini sangat berbeda dengan sistem perbankan konvensional, yang menjanjikan nasabah penyimpan akan mendapatkan bunga yang sudah ditetapkan diawal dan tidak secara langsung, berhubungan dengan besarnya pendapatan bank. Dalam sistem perbankan konvensional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya transferability risk. Sedangkan dalam sistem perbankan syariah, Bank Syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang amanat (pengelola) dari pemilik dana (sebagai investor) atas investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko usaha secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan keseimbangan (hegemoni). Dalam konteks makro, modus ini menghindarkan terjadinya gap antara sumber dana dengan investasi sehingga menciptakan landasan pertumbuhan yang kuat. Hal-hal itu, mengingat skema produk perbankan syariah secara alamiah merujuk kepada dua kategori kegiatan ekonomi yakni produk dan distribusi. Pertama difasilitasi melalui skema profit sharing dan partnership, sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual-beli dan sewa menyewa. Berdasarkan nature tersebut maka kegiatan keuangan syariah
dapat dikategorikan sebagai investment banking dan merchant/commercial banking. Adapun Perbedaan-perbedaan pokok antara Bank Syariah dan bank konvensional dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Perbedaan-perbedaan Pokok Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional No Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah 1 Falsafah Sistem bunga (interest) Sistem bagi hasil (revenue/profit trist sharing), yaitu suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana, yang terjadi antara bank dan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. 2 Landasan Hanya perundang-undangan dan Al-Quran dan Hadist hukum ketentuan bank Nabi Muhammad SAW Memiliki aspek maysir, riba dan Anti maysir, riba dan 3 Koridor gharar gharar bisnis 4 5
Organisasi pengawasan Operasional
Tidak memiliki dewan pengawas syariah • Dana masyarakat yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo • Penyaluran dana pada sektor yang menguntungkan, tanpa mempertimbangkan aspek halal –haram
Memiliki dewan pengawas Syariah • Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang akan mendapat hasil sesuai hasil dikelola usaha • Penyalur hanya pada usaha yang halal, anti maysir, riba dan gharar, serta menguntungkan
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai pertumbuhan dilakukan oleh Noerachmanto (1985) dan Vennet (1999). Noerachmanto (1985) melakukan penelitian dengan judul Perkembangan Perbankan di Indonesia Periode 1970-1979, Analisa Struktur dan Pengujian atas Suatu Hipotesa. Dalam penelitian tersebut, Noerachmanto mengkaji hubungan antara rasio jumlah simpanan di bank dengan uang kertas yang beredar (D/C) dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) perkapita dan jumlah kantor bank per satu juta penduduk. Penelitian tersebut dilakukan terhadap industri perbankan konvensional. Hasil dari studi tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat akan semakin banyak menyimpan uangnya dalam bentuk simpanan pada bank konvensional dibandingkan dengan memegang uang kertas. Penelitian tersebut juga memperlihatkan bahwa tersedianya sejumlah kantor bank untuk tiap satu juta penduduk mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan jumlah simpanan yang ada di bank yang digambarkan oleh D/C ratio. Penelitian kedua dilakukan oleh Vennet (1999) dengan judul The Law of Proportionate Effect and OECD Bank Sector. Sebenarnya dalam penelitian ini Vennet ingin mengetahui dinamika pertumbuhan dari sektor perbankan di sekitar OECD pada periode 1985-1994 dan menguji apakah perubahan keuangan struktural pada akhir 1980an sudah mempengaruhi alur pertumbuhan di sektor bank itu sendiri. Penelitian yang menggunakan metode regresi linier berganda tersebut, Vennet menggunakan total aset sebagai variabel tak bebas atau variabel terikat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan makroekonomi yang ditunjukkan oleh variabel GROWTH dan GOVDEF;
efisiensi operasional perbankan yang ditunjukkan oleh variabel ROA, ROE, dan COSTINC; mutu kredit yang diukur dengan NPL yaitu besarnya tingkat kredit macet perbankan dan kapitalisasi yang diwakili oleh variabel CAP adalah penyebab utama pertumbuhan industri bank.
2.3. Kerangka Pemikiran Pesatnya pertumbuhan Bank Syariah yang dapat dilihat dari tiga indikator utama Bank Syariah, yaitu total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan pembiayaan menunjukkan betapa kompetitif dan universalnya sistem syariah yang telah diterapkan pada sistem perbankan nasional. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa dalam penelitian ini penulis menggunakan total aset sebagai variabel dependent atau variabel yang ingin diteliti faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini disebabkan, total aset merupakan salah satu indikator keuangan yang digunakan untuk mengukur pangsa pasar perbankan syariah. Selain itu, total aset juga merupakan indikator ukuran bank. Dari berbagai studi literatur yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi mendorong pertumbuhan total aset Bank Syariah. Adapun faktor-faktor tersebut, antara lain: a
Return On Asset (ROA) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persentase laba dan rugi tahun berjalan terhadap total aset pada Bank Syariah. Jadi, ROA dan total aset mempunyai hubungan yang positif. Artinya, ketika terjadi peningkatan pada ROA, maka total aset juga meningkat.
b
Jumlah Kantor Bank (JKB) merupakan kepadatan kantor bank yaitu ketersediaan kantor bank perkapita. JKB memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan total aset.
c
Gross Domestic Product (GDP) GDP merupakan ukuran pertumbuhan output suatu negara. Semakin tinggi GDP berarti semakin banyak output yang dihasilkan. Adanya peningkatan
output
yang
dihasilkan
mencerminkan
bahwa
perekonomian mempunyai iklim yang kondusif sehingga akan mendorong para pengusaha untuk melakukan pengembangan usaha. Hal ini juga berlaku bagi Bank Syariah, dimana dengan semakin tinggi pertumbuhan output suatu negara akan menyebabkan tingkat kredit macet menjadi menurun yang pada akhirnya akan meningkatkan total aset. d
Tingkat Suku Bunga atau Interest Rate (I_Riil) Dalam penelitian ini, tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga riil bank konvensional yang sudah disesuaikan dengan inflasi, dimana dengan semakin meningkatnya tingkat suku bunga bank konvensional maka akan mengakibatkan masyarakat beralih ke bank konvensional sehingga akan menurunkan total aset.
e
Capital (CAP) Merupakan rasio capital terhadap aset (capital to asset), dimana semakin besar modal maka akan dapat mendukung pertumbuhan aset.
f
NPF (Non Performing Financings) Merupakan istilah yang digunakan pada Bank Syariah yang memiliki definisi yang sama dengan NPL (Non Perfoming Loan) pada bank konvensional. Peningkatan pada NPF akan mengakibatkan pertumbuhan total aset mengalami penurunan.
g
Inflasi (INF) Inflasi yang diukur melalui inflasi year on year mengakibatkan pertumbuhan total aset mengalami penurunan.
h
Dummy Dummy digunakan untuk menyatakan adanya fatwa yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan adanya fatwa tersebut diharapkan pertumbuhan Bank Syariah akan meningkat. Secara ringkas kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat dari
bagan alir yang disajikan pada Gambar 2.1. Industri Perbankan Syariah Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah
Pengaruh Faktor-faktor terhadap Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah
Implikasi Kebijakan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang telah diuraikan di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. ROA, CAP, JKB, GDP dan Dummy memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap total aset. 2. I_Riil, NPF dan INF memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap total aset.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian memerlukan data-data yang akurat untuk membahas dan menganalisis hasil penelitian. Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder (data time series). Data sekunder diambil dari data-data yang sudah diolah yang diperoleh dari CSIS yang berlokasi di Jl. Tanah Abang III , Bank Indonesia (BI) yang berlokasi di Jl. H. M. Thamrin, Badan Pusat Statistik (BPS) yang berlokasi di Jl. Sutomo, Perpustakaan UI, dan Perpustakaan IPB. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2005.
3.2. Model Persamaan Estimasi Model pada penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vennet (1999). Adapun alat analisis yang digunakan adalah persamaan regresi. Pada penelitian Vennet tersebut, pertumbuhan total aset yang merupakan variabel endogen atau variabel terikat dipengaruhi oleh ROA, ROE, CAP, CRED, JKB, GDP, I_Riil dan GOVDEF. Hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: TAt = βo + β1 ROAt + β2 ROEt+ β3 CAPt + β4 CREDt + β5 JKB t + β6 GDPt + β7 I_Riilt + β8 GOVDEFt + β9 COSTINCt + ε........(3.1) Dimana: βo β1 β30 TAt
= Konstanta Persamaan total aset = Slope (kemiringan variabel bebas terhadap variabel terikat) = Total aset pada periode t (juta Rupiah)
ROAt ROEt CAPt CREDt JKBt GDPt GOVDEFt COSTINCt ε
= Return On Asset pada periode t (persen) = Return On Equity pada periode t(persen) = Kapital pada periode t (persen) = NPF pada periode t (persen) = Jumlah Kantor Bank pada periode t (unit/kapita) = Gross Domestic Product pada periode t (milyar Rupiah) = Defisit Anggaran pada periode t (persen) = Rasio Biaya Pendapatan pada periode t (persen) = Kesalahan pengganggu persamaan total aset
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini variabel-variabel yang digunakan antara lain ROA, CAP, JKB, GDP dan I_Riil. Perbedaan penggunaan variabel ini disebabkan adanya beberapa alasan. Variabel ROE tidak dapat dimasukkan dalam persamaan estimasi disebabkan karena adanya multikolinearitas yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,99. Selain itu, variabel GOVDEF dan COSTINC juga tidak dapat dimasukkan karena ketidaktersediaan data. Perbedaan selanjutnya dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini ditambahkan dua variabel baru, yaitu I_Riil dan INF. Variabel I_Riil ikut ditambahkan ke dalam pesamaan total aset karena diduga bahwa tingkat suku bunga bank konvensional akan mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah, dimana dengan semakin tinggi tingkat suku bunga bank konvensional akan menyebabkan nasabah lebih memilih bank konvensional dibanding Bank Syariah. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Amin (2004) bahwa memburuknya situasi perekonomian akibat kebijakan suku bunga yang tinggi. Variabel kedua yang ditambahkan pada penelitian ini adalah Inf yang menyatakan inflasi. Dengan adanya inflasi diduga akan mempengaruhi
pertumbuhan Bank Syariah ke arah yang negatif, yang berarti pertumbuhan Bank Syariah akan mengalami penurunan. Perbedaan lain dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini menggunakan lag yang terdistribusi (distributed lag). Penggunaan lag disebabkan karena dalam analisis regresi yang melibatkan deret waktu, variabel terikat tidak hanya dipengaruhi oleh variabel bebas saat itu tetapi juga dipengaruhi oleh nilai masa lalu dari variabel bebas tersebut. Untuk mendapatkan lag, terdapat dua langkah yang harus dilakukan. Langkah pertama adalah memasukkan lag yang panjang pada setiap variabel bebas sebelum melakukan estimasi persamaan. Apabila dalam memasukkan lag ini terjadi insufficient data maka langkah kedua yang harus dilakukan adalah membuang lag dari masing-masing variabel bebas yang memiliki nilai probabilitas yang paling tinggi sehingga pada akhirnya akan diperoleh nilai probabilitas yang signifikan secara statistik atau hasil yang terbaik. Secara matematis, hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: TAt = βo + β1 ROAt + β2 ROAt-1 + ... +β6 ROAt-n + β7 CAPt + β8 CAPt-1 + ... + β12 CAPt-n + β13 JKBt + β14 JKBt-1 + ... + β18 JKBt-n + β19 GDPt + β20 GDPt-1 + ... + β24 GDPt-n + β25 I_Riilt + β26 I_Riilt-1 + ... + β30 I_Riilt-n + β31 Log NPFt + β32 Log NPF
t-1
+ ... + β36 Log NPFt-n + β37 INFt + β38 INFt-1 + ... + β42
INFt-n + dummy + ε........(3.2) Dimana: βo β1 β30 TAt ROAt CAPt
= Konstanta Persamaan total aset = Slope (kemiringan variabel bebas terhadap variabel terikat) = Total aset pada periode t (juta Rupiah) = Return On Asset pada periode t (persen) = Kapital pada periode t (persen)
JKBt GDPt I_Riilt NPFt INFt t-1, t-n ε
= Jumlah Kantor Bank pada periode t (unit/kapita) = Gross Domestic Product pada periode t (milyar Rupiah) = Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (persen) = Non Performing Financings pada periode t(milyar Rupiah) = Inflasi pada periode t (persen) = Panjang lag maksimum = Kesalahan pengganggu persamaan total aset
Pengertian dari masing-masing faktor: 1. TA (Total aset) merupakan variabel endogen atau variabel terikat atau variabel tak bebas atau variabel yang dipengaruhi. Besarnya total aset adalah dalam juta Rupiah, sehingga untuk memudahkan dalam pembahasan dan menyamakan dengan variabel lain yang dalam bentuk persen maka variabel ini dilogkan sehingga akan memiliki satuan yang sama yaitu dalam persen. Sebelum diubah dalam bentuk log, total aset harus disesuaikan dalam bentuk riil agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada saat ini dengan cara membagi total aset yang masih dalam bentuk nominal dengan tahun dasar 2000 (2000 =100). 2. ROA (Return On Assets) merupakan salah satu rasio profitabilitas dari Bank Syariah yang menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan membagi laba sebelum pajak dengan aktiva. Hubungan tersebut dapat dituliskan: ROA =
Laba Sebelum Pajak Aktiva
3. JKB (Jumlah Kantor Bank) adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat kepadatan bank. Cara penghitungan JKB adalah dengan membagi jumlah kantor bank dengan jumlah penduduk atau populasi di Indonesia. Secara matematis dapat dirumuskan:
JKB =
Jumlah Kantor Bank Jumlah Penduduk
Jumlah Kantor bank yang digunakan dalam penelitian ini bukan hanya jumlah Bank Umum Syariah (BUS) maupun kantor cabang dari BUS, tetapi juga mencakup jumlah Unit Usaha Syariah (UUS). UUS merupakan bank konvensional yang membuka cabang syariah. Dengan diberlakukannya sistem ini Bank Syariah tumbuh lebih cepat. 4. CAP (Capital) Merupakan rasio capital terhadap aset (capital to asset), dimana semakin besar modal maka akan dapat mendukung pertumbuhan aset. Selain itu, semakin kuat modal yang dimiliki maka akan mengurangi resiko-resiko bank dan mengarah kepada penilaian ranking atau rating yang lebih baik. 5. GDP merupakan ukuran jumlah output suatu negara. Sama seperti total aset, GDP yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan harga konstan tahun 2000. Oleh karena satuan GDP adalah milyar Rupiah, maka untuk menyamakan dengan variabel lain variabel ini juga diubah dalam bentuk log. 6. I_Riil (Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional) Menurut kamus perbankan, suku bunga adalah adalah tingkat bunga yang dinyatakan dalam persen pada jangka waktu tertentu. Suku bunga dapat dibedakan ke dalam suku bunga nominal dan suku bunga riil. a. Suku Bunga Nominal Merupakan kewajiban membayar atau hak untuk mendapatkan bunga tingkat tertentu tanpa memperhatikan tingkat inflasi.
b. Suku Bunga Riil Menurut Irving Fischer (1867-1947) tingkat suku bunga dengan inflasi akan saling mempengaruhi Persamaan Fischer yang dinyatakan dengan: i = V + π, sehingga
V=i-π
Dimana: i : Tingkat suku bunga nominal yaitu tingkat bunga yang dibayar bank. V : Tingkat suku bunga riil yaitu kenaikan dalam daya beli masyarakat.
π : Tingkat inflasi. I_Riil yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan tingkat suku bunga deposito berjangka pada bank konvensional untuk jangka waktu 3 bulan yang sudah disesuaikan dengan inflasi. Semakin tinggi tingkat suku bunga bank konvensional maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah. Hal ini disebabkan tingginya tingkat suku bunga bank konvensional yang ditunjukkan oleh I_Riil akan mengakibatkan beralihnya nasabah Bank Syariah ke bank konvensional sehingga akan menurunkan total aset. 7. NPF (Non Performing Financing) NPF adalah istilah yang digunakan pada Bank Syariah yang memiliki definisi yang sama dengan NPL pada bank konvensional. Pembiayaan yang disalurkan Bank Syariah dibagi menjadi lima kategori, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Pengkategorian
tersebut didasarkan pada tingkat pengembalian dan besarnya nominal pengembalian dari nasabah peminjam yang memiliki besaran yang berbedabeda tergantung kebijakan masing-masing bank. NPF merupakan penjumlahan dari pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet. 8. INF (Tingkat Inflasi) Menurut kamus perbankan, inflasi adalah keadaan yang menunjukkan daya beli uang berkurang dalam masa tertentu, karena jumlah uang relatif lebih besar dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kenaikan harga-harga yang menjadi penyebab terjadinya inflasi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a
Creeping Inflation merupakan kenaikan harga yang terjadi secara perlahan-lahan.
b
Hyper Inflation merupakan kenaikan harga yang terjadi secara cepat.
9. Dummy Merupakan variabel boneka yang digunakan untuk menunjukkan ada atau tidaknya kualitas atau ciri-ciri, dengan cara mengambil nilai 1 atau 0, dimana angka 1 menyatakan adanya suatu ciri tersebut, dan angka 0 menyatakan ketidakhadiran ciri. Pada penelitian ini, variabel dummy digunakan untuk mengindikasikan adanya fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang ditetapkan pada bulan November 2003. Dengan adanya fatwa MUI tersebut, diharapkan pertumbuhan total aset akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka model dalam persamaan penelitian ini mengalami perubahan, yang semula berbentuk model persamaan regresi linier berganda berubah menjadi berbentuk model persamaan regresi berganda double log atau yang bisa juga disebut log linier atau model elastisitas konstan. Model tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Log TAt = βo + β1 ROAt + β2 ROAt-1 + ... +β6 ROAt-n + β7 CAPt + β8 CAPt-1 + ... + β12 CAPt-n + β13 JKB t + β14 JKBt-1 + ... + β18 JKBt-n + β19 LogGDPt + β20 LogGDPt-1 + ... + β24 LogGDPt-n + β25 I_Riilt + β26 I_Riilt-1 + ... + β30 I_Riiltn
+ β31 Log NPFt + β32 Log NPF t-1 + ... + β36 Log NPFt-n + β37 INFt + β38
INFt-1 + ... + β42 INFt-n + dummy + ε........
(3.3)
3.3. Analisis Data Penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia ini menggunakan analisis regresi berganda yang dioperasikan dengan program eviews 4.1. 3.3.1. Uji Stasioneritas Sebelum melakukan estimasi persamaan regresi, langkah awal yang harus dilakukan adalah menguji kestasioneran data. Uji ini diperlukan agar data menjadi stasioner, karena data yang tidak stasioner akan menimbulkan fenomena regresi palsu atau spurious regression atau regresi lancung, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Menurut Granger dan Newbold dalam Gujarati (2003) salah satu ciri
adanya regresi palsu adalah R2 > nilai Durbin Watson Statistik sehingga akan menimbulkan autokorelasi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguji kestasioneran data, diantaranya adalah dengan The Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan Phillips-Perron (PP) test. PP digunakan untuk menguji data yang mengalami peningkatan atau penurunan secara drastis. Jika nilai ADF statistik atau nilai PP statistiknya lebih kecil dari Mackinnon Critical Value, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. 3.3.2. Ordinary Least Square Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kuadrat Terkecil Biasa (KTB) atau metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini merupakan yang paling luas digunakan. Hal ini disebabkan dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, metode ini mempunyai beberapa sifat yang sangat menarik. Adanya asumsi-asumsi tertentu tersebut membuat metode OLS merupakan penduga linier tak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). 3.3.3. Pengujian Model Pada saat melakukan pengujian model, terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria-kriteria tersebut antara lain: 1. Kriteria Ekonometrika (1). Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah terdapat hubungan fungsional yang bersifat linier antara dua atau lebih variabel
bebas yang begitu kuat sehingga secara signifikan berpengaruh terhadap koefisien-koefisien hasil estimasi, atau koefisien-koefisien hasil regresi dari variabel bebas. Konsekuensi adanya multikolinearitas (Gujarati, 2003) adalah (1) meskipun penaksir OLS mungkin diperoleh, kesalahan standarnya cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel; (2) karena besarnya kesalahan standar, selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar; (3) dalam kasus multikolinearitas yang tinggi, kecenderungan untuk menerima probabilitas yang salah sangat tinggi; (4) selama miltikolinearitas tidak sempurna, penaksiran koefisien regresi adalah mungkin, tetapi taksiran dan kesalahan standarnya menjadi sangat sensitif terhadap sedikit perubahan dalam data; (5) jika multikolinearitas tinggi, R2 yang tinggi akan diperoleh, tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien yang penting secara statistik. Suatu model dikatakan memiliki gejala multikolinearitas apabila korelasi atau hubungan antara dua variabel bebas adalah sebesar 0,80 (Sarwoko, 2005). (2). Uji Heteroskedastisitas Suatu model regresi dikatakan baik apabila tidak melanggar asumsi homoskedastisitas, yaitu semua gangguan (disturbance) µi yang muncul dalam fungsi regresi populasi mempunyai varian yang sama (Gujarati, 1978). Apabila asumsi ini dilanggar, maka akan menimbulkan apa yang disebut heteroskedastisitas, yaitu semua gangguan (disturbance) yang
muncul dalam fungsi regresi populasi mempunyai varian yang berbedabeda. Konsekuensi adanya heteroskedastisitas adalah koefisien-koefisien hasil estimasi, β0, β1,..., dan βι dalam persamaan tetap tidak bias, akan tetapi nilai-nilai koefisien tersebut berfluktuasi lebih tajam daripada nilainilai normalnya. Ini berarti apabila sample data ditambah maka koefisienkoefisien hasil estimasi akan ikut berubah dan berfluktuasi di sekitar nilai tengah. Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, salah satunya adalah dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. Hipotesis: Ho: γι = 0 (tidak terdapat heteroskedastisitas) H1 : γi ≠ 0 (terdapat heteroskedastisitas) Kriteria uji yang digunakan: •
Apabila nilai probability Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang digunakan, maka hipotesis Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
•
Apabila nilai probability Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang digunakan, maka hipotesis Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa pada model terdapat gejala heteroskedastisitas.
(3). Uji Autokorelasi Autokorelasi (autocorrelation) merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang
berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Adanya gejala autokorelasi atau yang sering juga disebut korelasi serial dalam suatu persamaan akan menyebabkan persamaan tersebut memiliki selang kepercayaan yang semakin besar dan mengakibatkan pengujian menjadi kurang akurat. Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi serial adalah uji-d (Durbin-Watson Stat). Nilai stat-d yang berada di kisaran angka dua menandakan bahwa pada model tersebut tidak terdapat korelasi serial. Sebaliknya, semakin jauh dari angka dua, maka peluang terjadinya korelasi serial semakin besar. Pengujian lain untuk mendeteksi gejala korelasi serial adalah dengan menggunakan uji serial Correlation LM test. Hipotesa: Ho: ρι = 0 (tidak terdapat korelasi serial) H1 : ρi ≠ 0 (terdapat korelasi serial) Kriteria uji yang digunakan: •
Apabila nilai probability Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang digunakan, maka hipotesis Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi serial.
•
Apabila nilai probability Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang digunakan, maka hipotesis Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa pada model terdapat korelasi serial.
2. Kriteria Statistik (1). Uji F Uji F dilakukan untuk menguji pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya secara serentak atau bersama-sama, dengan hipotesa sebagai berikut: Ho: β1 = β2 = ...= βι = 0 (tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat) H1 : minimal ada satu βι ≠ 0 (sekurang-kurangnya satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat) Kriteria uji yang digunakan: •
Apabila probabilitas F-statistik < taraf nyata (α) yang digunakan, maka tolak Ho dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebasnya.
•
Apabila probabilitas F-statistik > taraf nyata (α) yang digunakan, maka terima Ho dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebasnya.
(2). Uji t Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial atau terpisah dengan hipotesis sebagai berikut; Ho: βι = 0 (variabel bebas ke-i tidak mempengaruhi variabel terikat) H1 : βi ≠ 0 (variabel bebas ke-i mempengaruhi variabel terikat)
Kriteria uji yang digunakan: •
Apabila probabilitas t-statistik dari masing-masing variabel < taraf nyata (α) yang digunakan, maka tolak Ho dan dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebasnya.
•
Apabila probabilitas t-statistik dari masing-masing variabel > taraf nyata (α) yang digunakan, maka terima Ho dan dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.
(3). Uji Tingkat Kesesuaian Uji tingkat kesesuaian ini dapat dijelaskan oleh koefisien determinasi (R2) yang mengukur sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebasnya. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati 1 berarti semakin baik. 3. Kriteria Ekonomi Pengujian model dengan menggunakan kriteria ini berarti melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi yang berlaku. Artinya, tanda dan nilai koefisien penduga todak boleh bertentangan dengan hipotesa penelitian yang dibuat sesuai dengan teori ekonomi yang berlaku.
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH
4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia 4.1.1. Praktik Perbankan di Masa Rasulullah Bank Syariah atau yang bisa juga disebut bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan menggunakan tatacara Islam yaitu mengacu pada ketentuan Al Quran dan Al Hadits. Oleh karena itu Bank Syariah tidak beroperasi berbasis bunga tetapi menggunakan sistem bagi hasil. Hal ini disebabkan Islam melarang adanya riba dan dalam Islam bunga bank termasuk riba. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 278-279: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al Qur’an Surah 2: 278-279) Perkembangan Bank Syariah sebenarnya telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW dimana pada masa itu kegiatan operasional perbankan masih bersifat sederhana yaitu menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang. Pada masa Rasulullah tersebut satu orang melakukan satu fungsi saja. Baru pada masa Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan tersebut dilakukan oleh satu individu. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan perbankan yang dilakukan
perorangan ini dilakukan oleh institusi yang pada masa ini dikenal sebagai institusi bank (Karim, 2004). Kegiatan perbankan selain dilakukan oleh bangsa Arab ternyata juga dilakukan di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Pada mulanya dalam menjalankan praktik perbankan bangsa Eropa menggunakan sistem bunga. Seiring dengan semakin majunya peradaban mereka, bangsa Eropa mulai melakukan penjelajahan dan penjajahan. Sebagai akibatnya, perekonomian mulai didominasi oleh bangsa Eropa. Adanya ketidakadilan dalam perekonomian ini membuat beberapa negara muslim di dunia membuat alternatif lembaga keuangan yang bebas bunga. 4.1.2. Perbankan Syariah Moderen Perbankan Syariah Moderen dimulai sebagai eksperimen awal untuk perbankan Islam. Eksperimen awal ini berlangsung di Malaysia dengan mendirikan bank yang beroperasi tanpa bunga yang pertama kali didirikan di dunia, di Pakistan dengan pendirian lembaga perkreditan tanpa bunga pada akhir tahun 1950an. Di dunia Arab, pengalaman moderen pertama dengan perbankan Islam adalah melalui Mit Ghamr Bank (MGB). MGB merupakan Bank Syariah yang paling sukses dan inovatif di masa moderen (Karim, 2004). Bank ini didirikan di Mesir pada tahun 1963. Bank ini beroperasi dengan menggabungkan prinsip bank tabungan Jerman dengan prinsip perbankan koperasi pedesaan menurut kerangka umum aturan permodalan Islam guna melayani mereka yang enggan diajak untuk menggunakan bank-bank konvensional dengan alasan keagamaan. Pada tahun 1967, pengoperasian MGB diambil alih oleh Bank Nasional Mesir (National Bank
of Egypt) dan bank sentral Mesir. Pengambil-alihan ini menyebabkan prinsip nirbunga pada MGB mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi berdasarkan bunga. Setelah pengambil-alihan ini, banyak negara yang tidak mempercayai perbankan Islam karena diduga ada hubungannya dengan gerakan-gerakan perlawanan politik Islam. Satu-satunya institusi Islam yang bertahan pada periode awal ini adalah Nasser Social Bank (NSC) dan Tabung Haji. NSC didirikan sebagai bank komersial tanpa bunga pada tahun 1971, dimasa Presiden Anwar Sadat dengan tujuan untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah dipraktikkan oleh MGB. Selain itu, NSC juga masih eksis sebagai agen bantuan pinjaman kemasyarakatan bagi kalangan miskin yang tidak mampu melunasi hutang, memberikan pinjaman kepada para mahasiswa dan proyekproyek kecil, dan berfungsi di bawah Kementrian Urusan dan Jaminan Sosial. Muslim Pilgrims Savings Corporation didirikan pada tahun 1963 untuk memberikan layanan tabungan haji (ziarah ke Mekah dan Madinah) warga Malaysia. Pada tahun 1969 badan ini berkembang menjadi Pilgrims Management and Fund Board atau kini populer disebut Tabung Haji. Tabung Haji telah bertindak sebagai sebuah perusahaan permodalan yang menginvestasikan tabungan para calon peziarah sesuai dengan hukum Islam, namun perannya agak terbatas yaitu sebagai institusi keuangan nonbank. Islamic Development Bank (IDB) dibentuk pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka mendirikan
bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam penelitian, ilmu ekonomi, perbankan, dan keuangan Islam. 4.1.3. Pertumbuhan Pada Beberapa Dasawarsa Terakhir Sejak pertengahan tahun 1970-an, perbankan Islam telah meluas, sehingga sampai saat ini terdapat lebih dari 70 negara yang mengoperasikan kegiatan institusi keuangan Islam. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Islam di Dunia Negara Albania Aljazair Australia Bahama Bahrain
Bangladesh
Brunei Kanada
Cayman Island Côte D’Ivoire Denmark
Institusi Keuangan Islam Arab Albanian Bank (1992) Banque Al-Baraka d’Algerie Muslim Community Cooperative (Aust) (MCCA), Melbourne (1989) • Dar al-Mal al-Islami Trust, Nassau (1981) • Islamic Investment Company of the Gulf (1978) • ABC Islamic Bank (1985) • Al-Amin Co. for Securities and Inv. Funds (1987) • Albaraka Islamic Investment Bank (1984) • Al-Tawfik Company for Investment Funds (1987) • Arab Islamic Bank (1990) • Bahrain Islamic Bank (1979) • Bahrain Islamic Investment Co. (1981) • Citi Islamic Investment Bank (1996) • Faysal Investment Bank of Bahrain (1984) • Faisal Islamic Bank of Bahrain (1982) • First Islamic Investment Bank (1996) • Gulf Finance House (1999) • Islamic Investment Co. of the Gulf (1983) • Al-Arafah Islami Bank (1995) • Albaraka Bank Bangladesh (1987) • Islamic Bank Bangladesh (1983) • Prime Bank (1995) • Social Investment Bank (1995) • Perbadanan Tabung Amanah Islam (1991) • Islamic Bank of Brunei Berhad (1998) • Islamic Cooperative Housing Corporation, Toronto (1980) • Qurtaba Housing Society, Montreal Ibn Majid Emerging Marketing Fund (1992) International Trading Company of Afrika Islamic Bank International of Denmark, Copenhagen (1983)
Tabel 4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Islam di Dunia (Lanjutan) Negara Institusi Keuangan Islam Djibouti Banque Albaraka Djibouti (1989) Mesir • Alwatany Bank of Egypt (1980), Kairo (One Islamic Branch) • Arab Investment Bank (Islamic Banking Operations), Kairo •Bank Misr (Islamic Branches), Kairo (1980) • Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) • International Islamic Bank for Investment and Development, Kairo (1980) • Islamic Investment and Development Company, Kairo (1983) • Nasir Social Bank, Kairo (1971) • Egytian Saudi Finance Bank (1980) Guernsey Al-Fahah Investment Bank Company Guinea • Islamic investment Company of Guinea, Conakry (1984) • Masraf Faisal al-Islami de Guinea, Conakry (1983) • Banque Islamique de Guinee (1983) India • Al-Amin Financial and Investment Corporation • Baitun Nasr Urban Cooperative Society, Bombay • Albaraka Finance House (1983) Irak Iraqi Islamic Bank for Investment and Development (1993) Irlandia Al-Mizan Commodity Fund, IES, Dublin (1996) Jersey • The Islamic Investment Company, St Halier • Masraf Faisal al-Islami (Jersey), St Helier Faisal Finance Jersey (1996) • Faisal Finance Jersey (1996) Jordania • Beit El-Mal Saving and Investment Co. (1983) • Jordan Islamic bank for Finance and Investment (1978) • Islamic International Arab Bank (1998) Kazakhtan Lariba Bank, Alma Ata (1995) Kibris (Turkish Cyprus) Faisal Islamic Bank of Kibris, Lefkosa (1982) Kuwait • International Investment Group (1993) • Kuwait Finance House, Safat (1977) • The International Investor (1992) Lebanon Al-Baraka Bank Lebanon (1992) Liberia African Arabian Islamic Bank, Monrovia Liechtenstein • Arinco Arab Islamic Company, Vaduz • Islamic Banking System Finance SA, Vaduz Luxemburg • Islamic Finance House Universal Holding SA (1979) • Faisal Holding, Luxemburg (1990) Malaysia • Bank Islam Malaysia Berhad, Kuala Lumpur (1983) • Tabung Haji (Pilgrims Management and Fund Board), Kuala Lumpur (1963) • Bank Bumi Muamalat Malaysia Bhd (1999)
Tabel 4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Islam di Dunia (Lanjutan) Negara Institusi Keuangan Islam Malaysia • Malayan Banking Berhad, Kuala Lumpur (1993) • United Malayan Banking Corporation Berhad, Kuala Lumpur (1993) • Dallah Al-Baraka (Malaysia) Holding (1991) • Adil Islamic Growth Fund, Labuan (1996) Arab-Malaysian Merchant Bank Berhad, Kuala Lumpur Guernsey Al-Fahah Investment Bank Company Rusia Badr Bank, Moskow (1998) Arab Saudi • Al-Baraka Investment and Development Company, Jeddah (1982) • Islamic Development Bank, Jeddah (1975) • Al-Rajhi Banking and Investment Corporation (1988) Senegal Banque Islamique du Senegal (1983) Afrika Selatan Albaraka Bank, Durban (1989) Swiss • Dar al-Mal al-Islami Trust, Jenewa (1984) • Faisal Finance (Swiss) SA (1990) • Islamic Investment Fund (1985) Thailand • Arabian Thai Investment Company Ltd, Bangkok • Bank for Agricultire and Agricultural Cooperative (1999) Tunisia • Bank al-Tamwil al-Saudi al-Tunisi (1983) • Al-Baraka Turkish Finance House, Istanbul (1985) • Faisal Finance Institution, Istanbul (1985) • Turkish-Kuwaiti Finance House, Istanbul (1989) • Andalu Finance Kurumu As, Ankara Uni Emirat Arab • Dubai Islamic Bank, Dubai (1975) • Islamic Investment Company of The Gulf, Sharjah (1977) • Abu Dhabi Islamic Bank (1977) Inggris • Al-Baraka Investment Co, London (1983) • Al-Rajhi Company for Islamic Investment Ltd, London • ANZ Global Islamic Finance (1989) • Dallah Albaraka Europe, London (1993) • Islamic Investment Company, London (1982) • The International Investor Advisory Group (1992) Amerika Serikat • Albaraka Bancorp (Chicago) Inc. (1989) • Albaraka Bancorp (California) Inc. (1987) • Albaraka Bancorp (Texas) Inc. (1987) • Al-Manzil Islamic Financial Services, New York (1998) • Amana Income Fund (1994) Virgin Island Ibn Khaldoun International Equity Fund (1996) Yaman • Saba Islamic Bank (1997) • Tadhamon Islamic Bank (1996) • Yaman Islamic Bank for Finance and Investment (1996) Sumber: Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Prospek, 2004.
4.2. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Perkembangan Bank Syariah di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan institusi keuangan Islam di seluruh dunia. Pada tahun 1937 di Indonesia sebenarnya telah muncul gagasan mengenai munculnya bank yang berlandaskan syariah. Gagasan ini dikemukakan oleh KH. Mas Mansyur. Gagasan ini tidak dapat direalisasikan karena dianggap SARA sehingga dapat mengganggu stabilitas nasional. Dalam perkembangan selanjutnya, banyak ulama yang berpendapat bahwa bunga bank haram. Oleh karena itu, para ulama melakukan lokakarya mengenai “Bunga Bank dan Perbankan”. Berdasarkan lokakarya inilah gagasan mengenai berdirinya Bank Islam di Indonesia muncul, sebagai tindak lanjut adanya lokakarya tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas hasil lokakarya tersebut dalam Musyawarah Nasional (Munas) IV MUI di Hotel Sahid pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk Tim Steering Committee yang bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di Indonesia. Tim ini diketuai oleh DR. Ir. Amin Aziz. Untuk membantu kelancaran tugas-tugas tim tersebut, dibentuklah tim Hukum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang diketuai
Drs. Karnaen Perwaatmadja, MPA.
Adapun tugas tim ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut aspek hukum dari Bank Islam. Selain mempersiapkan proses berdirinya Bank Islam baik dari segi administrasi maupun pendekatan-pendekatan dengan pihakpihak terkait, Tim MUI juga mempersiapkan aspek sumber daya manusianya, yaitu menyelenggarakan training calon staff BMI (Bank Muamalat Indonesia).
4.2.1. Profil Bank Syariah di Indonesia Krisis ekonomi dan keuangan yang dimulai pada tahun 1997 memberikan dampak yang signifikan bagi kegiatan perekonomian. Sebagai akibatnya banyak lembaga keuangan, termasuk perbankan konvensional yang mengalami kesulitan keuangan. Selama periode krisis inilah Bank Syariah menunjukkan kinerja yang sangat bagus. Hal ini disebabkan dalam kegiatan operasionalnya, Bank Syariah tidak menggunakan sistem bunga, sehingga Bank Syariah terbebas dari negative spread. Adanya kinerja yang sangat bagus yang bisa dilihat dari tiga indikator keuangan mengakibatkan banyak pihak yang tertarik untuk memasuki industri ini, tidak terkecuali perbankan konvensional. Berikut akan dijelaskan beberapa profil Bank Syariah. 1. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) BMI merupakan lembaga keuangan syariah pertama yang didirikan di Indonesia yang terbentuk sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. BMI didirikan pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. selain diprakarsai oleh MUI, BMI juga didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. Pendirian BMI segera memperoleh tanggapan positif dari pemerintah dan masyarakat, sebagaimana tercermin pada komitmen untuk membeli saham perseroan sebesar Rp 84 milyar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan. Acara silaturrahmi kemudian diselenggarakan di Istana Bogor, dimana diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat sehingga menjadi Rp 106 milyar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, BMI menerima ijin devisa sehingga berhak menyandang
predikat sebagai Bank Devisa. Peristiwa ini semakin memperkokoh posisi Perseroan. Pada bulan Juni 1998 BMI melakukan penawaran umum terbatas (right issue). Kondisi makro ekonomi yang tidak mendukung pada saat itu serta adanya perubahan dalam kebijakan investasi luar negeri di negara-negara asal para calon investor, telah menghambat rencana Perseroan, sehingga menyebabkan perolehan dana dari right issue belum mencapai target. Namun, modal disetor tetap meningkat menjadi Rp 165 milyar. Penanaman modal utama dari right issue Perseroan adalah Islamic Development Bank dan Badan Pengelola Dana ONH. Saat ini, setelah sembilan tahun beroperasi, total aktiva dari Bank Muamalat telah melewati batas psikologis sebesar Rp 1 triliun dan mulai tumbuh dengan cepat ditengah konstelasi industri perbankan yang baru. Oleh karena itu, BMI secara terus menerus mengembangkan infrastrukturnya seperti jaringan, teknologi dan sumber daya manusia. Beberapa aliansi strategis telah dilakukan seperti bergabung dengan ATM Bersama dan ATM BCA yang telah memungkinkan nasabah untuk mengakses di lebih dari 2000 ATM. Jalur distribusi juga tengah dikembangkan melalui kerja sama dengan mitra strategis sehingga Perseroan dapat melayani nasabah dimanapun mereka berada. 2. Bank Syariah Mandiri (BSM) BSM
merupakan
bank
milik
pemerintah
pertama
yang
kegiatan
operasionalnya berbasis syariah. BMI berasal dari PT. Bank Susila Bakti yang dimiliki Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi. Adanya krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak
pertengahan 1997 yang disusul dengan krisis politik telah mengakibatkan perbankan konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah. Kondisi ini juga dialami oleh PT. Bank Susila Bakti. Untuk mengatasi masalah tersebut PT. Bank Susila Bakti telah melakukan berbagai upaya termasuk dengan melakukan merger sampai akhirnya mengkonversi bank tersebut menjadi Bank Syariah. Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999, rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi Bank Syariah (dengan nama Bank Syariah Sakinah) diambil alih oleh PT. Bank Mandiri (Persero). PT. Bank Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan melanjutkan rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi Bank Syariah, sejalan dengan keinginan PT. Bank Mandiri (Persero) untuk membentuk unit syariah. Langkah awal dengan merubah Anggaran Dasar tentang nama PT. Bank Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Sakinah berdasarkan Akta Notaris : Ny. Machrani M.S. SH, No. 29 pada tanggal 19 Mei 1999. Kemudian melalui Akta No. 23 tanggal 8 September 1999 Notaris : Sutjipto, SH nama PT. Bank Syariah Sakinah Mandiri diubah menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 1/24/KEP. BI/1999 telah memberikan ijin perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah kepada PT. Bank Susila Bakti. Selanjutnya dengan Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999
tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia telah menyetujui perubahaan nama PT. Bank Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999 merupakan hari pertama beroperasinya PT. Bank Syariah Mandiri. Kelahiran Bank Syariah Mandiri merupakan buah usaha bersama dari para perintis Bank Syariah di PT. Bank Susila Bakti dan Manajemen PT. Bank Mandiri yang memandang pentingnya kehadiran Bank Syariah dilingkungan PT. Bank Mandiri (Persero). 3. PT. Bank IFI PT Bank IFI merupakan bank umum devisa swasta nasional yang mengkonsentrasikan diri pada bidang jasa pelayanan perbankan. IFI didirikan pada tahun 1955 sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dikenal dengan nama Indonesia Finance and Invesment Company. Dengan berlakunya Undang-undang Perbankan No. 7 tahun 1992, perusahaan ini berkembang menjadi bank umum swasta nasional devisa yang solid dan terpercaya. Sejak berubah menjadi sebuah bank umum pada bulan Februari 1993, PT. IFI berubah nama menjadi PT. Bank IFI. Pada tanggal 28 Juni 1999, Bank IFI membuka Cabang Syariah, yang diberi nama Bank IFI Cabang Syariah. Dengan dibukanya 1 (satu) cabang syariah tersebut, maka Bank IFI menjadi bank pertama yang beroperasi dengan “Dual System”. Saat ini Bank IFI dimiliki oleh: PT. Bank Tabungan Negara (Persero), PT. Pengelola Investama Mandiri, dan Grup Ramako. Dengan manajemen tersebut Bank IFI dapat menghasilkan kinerja dan prestasi-prestasi yang menggembirakan,
sehingga menjadi bank yang diperhitungkan perbankan lainnya. 4. Bank Jabar Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat adalah Bank milik Pemerintah Propinsi Jawa Barat bersama-sama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten se-Jawa Barat dan Banten, didirikan berdasarkan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 7/GKDH/BPD/61 tanggal 20 Mei 1961 dengan modal dasar pertama kali ditetapkan sebesar Rp.2.500.000,00. Pada tahun 1992 aktivitas Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat ditingkatkan menjadi Bank Umum Devisa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 25/84/KEP/DIR tanggal 2 November 1992 serta berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 1995 mempunyai sebutan “ Bank Jabar “ dengan logo baru. Dalam rangka mengikuti perkembangan perekonomian dan perbankan, maka berdasarkan Perda Nomor 22 Tahun 1998 dan Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 berikut Akta Perbaikan Nomor 8 Tanggal 15 April 1999 yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI tanggal 16 April 1999, bentuk hukum Bank Jabar diubah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Bank Jabar merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang pertama kali membuka cabang syariah. Kantor Cabang Syariah ini didirikan pada ulang tahun Bank Jabar yang ke-39 yaitu pada tanggal 15 April 2000 dengan maksud sebagai upaya memberikan jasa perbankan kepada masyarakat yang tidak dapat dilayani oleh bank konvensional karena menerapkan sistem bunga. Dalam melakukan fungsi sosial PT Bank Jabar Syariah dapat melakukan kegiatan penerimaan dana
kebajikan yang diperoleh dari Zakat, Infaq, Shodaqoh, Hibah, atau dana sosial lainnya. 5. PT. Bank Danamon PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Bank Danamon) didirikan pada tahun 1956 dengan nama PT Bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi Bank Danamon Indonesia hingga kini. Bank Danamon menjadi bank devisa swasta pertama di Indonesia tahun 1976 dan Perseroan Terbuka pada tahun 1989. Pada tahun 1997, sebagai akibat krisis moneter Asia, Bank Danamon mengalami kesulitan likuiditas dan diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bank BTO. Pada tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN merekapitalisasi Bank Danamon dengan obligasi pemerintah senilai Rp 32 triliun. Saat itu juga, sebuah bank BTO dilebur ke Perseroan sebagai bagian dari program pembenahan BPPN. Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur ke dalam Bank Danamon. Dalam rangka mewujudkan visi Bank Danamon untuk menjadi Bank Pilihan Masyarakat (The Bank of Choice) serta langkah strategis dalam menyongsong pertumbuhan dan perkembangan pasar perbankan syariah yang semakin dinamis dan upaya dukungan terhadap langkah-langkah pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia maka pada 14 Mei 2002 Bank Danamon meresmikan cabang perdana Bank Danamon Syariah yang dilakukan oleh Sekretaris Menteri Negara Koperasi dan UKM, Chairul Fadjar Sofyan yang mewakili Menteri Negara Koperasi dan UKM. Hingga bulan Agustus 2005, Bank Danamon Syariah sudah memiliki 10 Kantor Cabang Syariah yang tersebar di
seluruh Indonesia. Bertindak sebagai Dewan Pengawas Syariah Bank Danamon adalah anggota Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia, yang terdiri dari Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA (Ketua), Ir. Adi Warman Karim, MBA (Anggota)
dan
Drs.
Hasanuddin,
Mag
(Anggota)
Dalam
menjalankan
kegiatannya, Bank Danamon Syariah menerapkan sistem bagi hasil, jual beli dan titipan sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi suku bunga serta dikelola oleh sumber daya insani yang berkinerja tinggi dengan berlandaskan pada sifat siddiq (jujur), tabligh (menyampaikan), fathonah (cerdik), amanah (dapat dipercaya) dan itqan (profesional). 6. Bank Bukopin Bank Bukopin cabang Syariah pertama didirikan pada bulan Desember 2001 di Jalan Melawai Raya, Jakarta. Cabang Syariah ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan sebagian masyarakat Indonesia yang memerlukan layanan perbankan yang sesuai syariah. pada akhir tahun 2002 telah dibuka cabang syariah kedua di kota Bukittinggi, Sumatera Barat dan berikutnya dalam tahun 2003 telah dibuka di kota Bandung dan kota Surabaya. Produk-produk perbankan syariah yang ditawarkan Bank Bukopin antara lain produk simpanan seperti tabungan SiAga Wadiah, tabungan Haji, giro Wadiah dan deposito Mudharabah. Sedangkan produk pembiayaan yang ditawarkan antara lain Al-Murabahah (berdasarkan prinsip jual beli), Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah (berdasarkan prinsip bagi hasil) serta Al-Ijarah (berdasarkan prinsip sewa).
Selain produk simpanan dan
pembiayaaan tersebut, Bank Bukopin juga menawarkan layanan perbankan lainnya seperti transfer, kliring, inkaso, bank garansi, letter of credit, penerimaan
dan penyaluran zakat, infaq dan sodaqoh, pembayaran gaji melalui tabungan SiAga Wadiah dan sebagainya. 7. Bank Internasional Indonesia (BII) BII cabang syariah didirikan pada bulan November 2003. BII Syariah hadir sebagai unit usaha BII yang menjalankan operasionalnya secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip syariah dibawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah. Hingga akhir Agustus 2005, BII cabang Syariah telah memiliki 1 kantor pusat, 1 kantor cabang, dan 3 kantor cabang pembantu yang tersebar di seluruh Indonesia. 4.2.2. Perkembangan Bank Syariah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia hingga saat ini terus mengalami kemajuan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah total aset pada Bank Syariah. Total aset selain menunjukkan ukuran besar kecilnya suatu perusahaan atau industri juga merupakan salah satu indikator keuangan yang sangat penting pada Bank Syariah. Perkembangan Total Aset Bank Syariah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1.
nilai (milyar Rp)
120 80 40 0 1 02 0 01 2 03 3 04 4 05 2 1 5 3 03 4 04 01 02 c-0 ar - u n-0 ep- ec-0 ar - un-0 ep - ec-0 ar - un-0 ep- ec-0 ar - u n-0 ep - ec-0 ar - u n-0 e J S J S J S S J J D D M M D M D M D M
periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.1. Perkembangan Total Aset Bank Syariah di Indonesia
Berdasarkan Tabel 4.1, sepanjang periode penelitian yaitu bulan Desember 2000 sampai Agustus 2005 total aset Bank Syariah terus mengalami peningkatan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pertumbuhan yang paling drastis terjadi pada bulan Juli 2003. Return On Asset (ROA) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persentase laba dan rugi tahun berjalan terhadap total aset pada Bank Syariah. Selama periode penelitian, ROA bergerak secara fluktuatif (lihat Gambar 4.2). 2.00
nilai (persen)
1.00 0.00 -1.00 -2.00 -3.00 -4.00
ar -0 1 Ju n01 Se p01 De c0 M 1 ar -0 2 Ju n02 Se p02 De c0 M 2 ar -0 3 Ju n03 Se p03 De c0 M 3 ar -0 4 Ju n04 Se p04 De c0 M 4 ar -0 5 Ju n05
M
De c
-0 0
-5.00
periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.2. Perkembangan ROA Bank Syariah di Indonesia Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa ROA Bank Syariah mengalami peningkatan yang sangat drastis pada peiode Desember 2001. Pada periode selanjutnya, ROA Bank Syariah mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Baru pada periode Juni 2005 ROA Bank Syariah mengalami penurunan secara drastis.
35.00 30.00 nilai (persen)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00
D ec -0 0 M ar -0 1 Ju n01 Se p01 D ec -0 1 M ar -0 2 Ju n02 Se p02 D ec -0 2 M ar -0 3 Ju n03 Se p03 D ec -0 3 M ar -0 4 Ju n04 Se p04 D ec -0 4 M ar -0 5 Ju n05
0.00
periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.3 Perkembangan CAP di Indonesia CAP merupakan rasio kapital terhadap aset. Sepanjang periode penelitian, CAP mengalami penurunan secara terus-menerus. Penurunan drastis variabel CAP dialami pada periode Juni 2002. Selama periode penelitian, GDP_Riil yang merupakan ukuran jumlah output suatu negara terus mengalami pergerakan secara fluktuatif (lihat Gambar 4.4). Pada periode awal penelitian, GDP_Riil terus mengalami peningkatan. Baru pada periode Maret 2002, GDP_Riil mengalami penurunan. Pada periode selanjutnya, GDP_Riil mengalami peningkatan yang jauh lebih besar daripada tingkat penurunan periode Maret 2002. Pada periode Maret 2003, GDP_Riil kembali mengalami penurunan. Adanya penurunan nilai output yang tidak terlalu besar ini dapat diimbangi dengan peningkatan pada periode selanjutnya. Setelah mengalami peningkatan, GDP_Riil kembali mengalami penurunan pada bulan Maret 2004 dan meningkat lagi pada periode selanjutnya.
nilai (milyar Rp)
500000 450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 0 0 01 0 1 01 0 1 02 0 2 02 0 2 03 0 3 03 0 3 04 0 4 04 0 4 05 0 5 c- ar - u n- ep - ec- ar - u n- ep - ec- ar - u n- ep - ec- ar - u n- ep - ec- ar - u nJ J J J J S S S S D M D D M D M De M M periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.4. Perkembangan GDP_Riil di Indonesia JKB merupakan jumlah kantor bank perkapita. Variabel ini menyatakan tingkat kepadatan populasi bank, yang menunjukkan ketersediaan bank untuk melayani jumlah penduduk suatu negara. Perkembangan jumlah kantor bank perkapita ditunjukkan pada Gambar 4.5.
unit/kapita
0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005
M
De c
-0 0 ar -0 1 Ju n01 Se p0 De 1 c0 M 1 ar -0 2 Ju n02 Se p0 De 2 c0 M 2 ar -0 3 Ju n03 Se p0 De 3 c0 M 3 ar -0 4 Ju n04 Se p0 De 4 c0 M 4 ar -0 5 Ju n05
0.0000
periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.5. Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah di Indonesia Berdasarkan Gambar 4.5, perkembangan jumlah kantor bank per kapita tiap periode terus mengalami peningkatan. Peningkatan drastis variabel JKB terjadi pada periode September 2003. Walaupun dalam perkembangannya variabel ini terus mengalami peningkatan, akan tetapi dalam penyebarannya di
Indonesia belum merata (lihat Tabel 4.2). Apabila masalah ini tidak diatasi maka akan menghambat pertumbuhan total aset Bank Syariah. Tabel 4.2. Penyebaran Kantor Bank Berdasar Prinsip Syariah Menurut Pulau per Desember 2002. Pulau KP KC KCP KK Jumlah 2 51 8 45 84 Jawa 15 6 15 Sumatra 6 3 7 Kalimantan 3 2 4 Sulawesi 0 0 Lainnya Total 2 75 8 56 110 Sumber : Direktorat Perbankan Syariah BI, 2002. Ket: Termasuk kantor bank umum konvensional yang memiliki UUS KP = Kantor Pusat KCP = Kantor Cabang Pembantu UUS = Unit Usaha Syariah KK = Kantor Kas KC = Kantor Cabang
Berdasarkan Tabel 4.2, jaringan Bank Syariah yang berada di pulau Jawa masih lebih banyak dibanding jaringan Bank Syariah yang ada diluar pulau Jawa yaitu sebanyak 2 buah untuk kantor pusat, 51 buah untuk kantor cabang, 8 buah untuk kantor cabang pembantu, dan 45 buah untuk kantor kas. Sedangkan jaringan Bank Syariah yang ada di luar pulau Jawa adalah sebanyak 33 buah untuk kantor pusat, 24 buah untuk kantor cabang, dan 11 buah untuk kantor kas. I_Riil merupakan tingkat suku bunga deposito berjangka pada bank konvensional untuk jangka waktu 3 bulan yang sudah disesuaikan dengan tingkat inflasi. Perkembangan variabel I_Riil ditunjukkan pada Gambar 4.6.
ar -0 1 Ju n01 Se p01 De c0 M 1 ar -0 2 Ju n02 Se p02 De c0 M 2 ar -0 3 Ju n03 Se p03 De c0 M 3 ar -0 4 Ju n04 Se p04 De c0 M 4 ar -0 5 Ju n05
M
De c
-0 0
tingkat suku bunga (persen)
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 -2.00 -4.00 -6.00 -8.00 -10.00
periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.6. Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional di Indonesia Berdasarkan Gambar 4.6, I_Riil terus mengalami fluktuasi. Semakin tinggi I_Riil maka akan semakin sedikit jumlah nasabah yang menabung di Bank Syariah, demikian juga sebaliknya semakin rendah I_Riil semakin banyak nasabah yang menabung di Bank Syariah. 4.00 3.50
nilai (milyar Rp)
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50
M ay -0 5
Ja n05
Se p04
M ay -0 4
Ja n04
Se p03
M ay -0 3
Ja n03
Se p02
M ay -0 2
Ja n02
Se p01
M ay -0 1
Ja n01
0.00
pe ri ode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.7. Perkembangan NPF di Indonesia Sepanjang periode penelitian, NPF (Non Performing Financings) yang merupakan istilah yang menyatakan besarnya tingkat kredit macet pada Bank Syariah bergerak secara fluktuatif (lihat Gambar 4.7). Penurunan NPF tertinggi
terjadi pada bulan Desember 2001 yaitu sebesar 45 persen yaitu dari 1,26 milyar Rupiah menjadi sebesar 0,69 milyar Rupiah, sedangkan peningkatan tertinggi terjadi pada bulan April 2005 sebesar 23.61 persen yaitu dari 2,38 milyar Rupiah
ar -0 1 Ju n01 Se p01 De c0 M 1 ar -0 2 Ju n02 Se p02 De c0 M 2 ar -0 3 Ju n03 Se p03 De c0 M 3 ar -0 4 Ju n04 Se p04 De c0 M 4 ar -0 5 Ju n05
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 -2.00 -4.00 -6.00 -8.00 -10.00
M
De c
-0 0
tingkat suku bunga (persen)
menjadi 2,94 milyar Rupiah.
periode
Sumber DPS-BI, 2005.
Gambar 4.8. Perkembangan Inflasi di Indonesia INF merupakan istilah yang digunakan untuk inflasi. Inflasi merupakan penurunan daya beli masyarakat. Perkembangan inflasi di Indonesia selama periode penelitian yang bergerak secara fluktuatif ditunjukkan pada Gambar 4.8. Berdasarkan Gambar 4.8. tersebut, dapat dilihat bahwa inflasi terendah terjadi pada bulan Februari 2004 yaitu sebesar 4,62 persen, dan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2005 yaitu sebesar 15,34 persen.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Validasi Model Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia 5.1.1. Uji Stasioneritas Sebelum melakukan estimasi persamaan untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel terikat, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan melakukan uji stasioneritas. Uji ini diperlukan agar data menjadi stasioner, karena data yang tidak stasioner akan menimbulkan fenomena regresi palsu atau spurious regression atau regresi lancung, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Berdasarkan hasil uji unit root yang dilakukan dengan menggunakan The Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan Phillips-Perron (PP) test terlihat bahwa data stasioner pada tingkat level dan first difference. Hasil uji stasioner dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Uji Unit Root No Variabel Hasil Test Stasioner pada first difference* 1. Log TA Stasioner pada level* 2. CAP Stasioner pada first difference* 3. I_Riil Stasioner pada first difference* 4. JKB Stasioner pada first difference*** 5. Log GDP Stasioner pada level* 6. ROA Stasioner pada first difference* 7. Log NPF Stasioner pada first difference* 8. INF Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 1 persen *** signifikan pada taraf nyata 10 persen
Keterangan ADF test ADF test PP test ADF test PP test ADF test PP test PP test
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa semua data yang digunakan dalam penelitian ini sudah bersifat stasioner, dimana dua variabel stasioner pada level, yaitu variabel CAP dan ROA, sedangkan enam variabel lainnya stasioner pada first difference. Enam variabel yaitu Log Total aset, I_Riil, JKB, log GDP, Log NPF dan INF signifikan pada taraf nyata 1 persen, dan satu variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen, yaitu variabel ROA. Oleh karena data yang digunakan, baik itu variabel bebas maupun variabel terikat sudah stasioner maka persamaan dapat diestimasi dengan menggunakan OLS. 5.1.2. Asumsi OLS Asumsi-asumsi yang melekat pada model regresi dengan metode OLS adalah harus memenuhi asumsi-asumsi Non Multicolinearity, Homoscedasticity, dan Non Autocorrelatiaon. Jika asumsi tersebut tidak dipenuhi maka tidak akan menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Tabel 5.2. Hasil Estimasi Persamaan Regresi Berganda Variabel Koefisien Prob. T-Statistic C -0,0198 ROA 0,0084 CAP(-4) 0,0015 D(JKB(-1)) 0,2757 D(JKB(-2)) 0,6656 D(LGDP(-3)) 0,9975 D(I_RIIL(-5)) -0,0068 D(LNPF(-3)) -0,0007 D(INF) -0,0094 DUMMY 0,0043 AR (1) -0,6251 0,7202 Prob(F-statistic) R-squared Uji Breusch-Godfrey Correlation LM Prob Obs*R-Square Uji White Heteroskedasticity Prob Obs*R-Square
0,4153 0,0318 0,2103 0,0447 0,0000 0,0000 0,0559 0,0178 0,0092 0,6833 0,0000 0,0000 0,8517 0,5116
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, menunjukkan hasil estimasi model dan uji ekonometrika. a. Uji Multikolinearitas Pada penelitian ini model terbebas dari masalah multikolinearitas. Hal ini dapat dilihat dari uji Correlation Matrix yang telah dilakukan, dimana tidak ada satupun variabel yang memiliki nilai koefisien korelasi yang lebih dari |0,8| (Sarwoko, 2005). Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran 7. b. Uji Heteroskedastisitas Asumsi kedua yang harus dipenuhi adalah model harus terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dengan melakukan uji White Heteroskedasticity. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2. Nilai probability Obs*R-Square pada uji White Heteroskedasticity adalah sebesar 0,5116, nilai ini lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model estimasi persamaan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Asumsi terakhir yang harus dipenuhi adalah terbebasnya model dari masalah autokorelasi. Uji Autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat korelasi serial antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data time series) atau ruang (seperti dalam data cross section). Untuk mendeteksi terdapat atau tidaknya serial korelasi didalam model, dapat dilihat pada uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Tabel 5.2). Nilai probability Obs*R-Square pada uji LM test pada model penelitian ini adalah
0,8517. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan. Hal ini berarti model terbebas dari masalah autokorelasi. Pada penelitian ini digunakan AR(1). Tujuan penggunaan AR adalah untuk menghilangkan masalah autokorelasi yang muncul pada model. 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah melakukan uji stasioneritas dan uji ekonometrika adalah melakukan interpretasi terhadap hasil dugaan persamaan total aset pada Bank Syariah di Indonesia (Tabel 5.2). Pada tahap ini terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi, kriteria tersebut adalah kriteria statistik dan kriteria ekonomi. Berdasarkan Tabel 5.2, diperoleh persamaan sebagai berikut : Log TA = -0,0198 + 0,0084 ROAt + 0,0015 CAP(t-4) + 0,2757 JKB(t-1) + 0,6656 JKB(t-2) + 0,9975 log GDP(t-3)) – 0,0068 I_Riil(t-5) -0,0007 Log NPF – 0,0094 INF + 0,0043 Dummy – 0,6251 AR(1) Untuk memenuhi kriteria statistik, terdapat tiga uji yang harus dilakukan. Uji tersebut adalah uji F, uji t, dan uji tingkat kesesuaian. Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau tingkat signifikansi seluruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya secara serentak atau bersama-sama. Tingkat signifikansi dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistik. Pada Tabel 5.2. di atas nilai probabilitas F-statistik adalah sebesar 0,0000, nilai ini jauh lebih kecil dari taraf nyata (α) yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebasnya.
Uji kedua yang harus dilakukan adalah Uji t, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui ketepatan model dan mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Sama seperti pada uji F, tingkat signifikansi dapat dilihat dari nilai probabilitas, bedanya nilai probabilitas yang dilihat adalah nilai probabilitas masing-masing variabel tersebut. Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa tidak semua variabel signifikan pada taraf nyata (α) yang digunakan, yaitu sebesar 10 persen. Uji ketiga yang harus dilakukan untuk memenuhi kriteria statistik adalah Uji tingkat kesesuaian. Uji tingkat kesesuaian dari model estimasi total aset yang ditandai oleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7202 menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari Cap, I_Riil, JKB, ROA, Log GDP, Log NPF, INF dan Dummy mampu menjelaskan keragaman variabel tak bebasnya, yaitu log TA sebesar 72,02 persen, sedangkan sisanya sebesar 27,98 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Setelah kriteria ekonometrika dan kriteria statistik terpenuhi maka kriteria berikutnya yang harus terpenuhi adalah kriteria ekonomi. Kriteria ini dilakukan untuk mengetahui kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi yang berlaku. Pada penelitian ini, karena total aset stasioner pada first difference dan menggunakan log maka dapat dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset (Gujarati, 2003). Sebagaimana dijelaskan di muka, setiap perusahaan terkait dengan lingkungan eksternalnya, dimana terbagi menjadi dua yaitu lingkungan luar yang bersifat luas (Remote Environment) atau faktor makro dan lingkungan industri
atau faktor mikro. Dalam penelitian ini, yang merupakan faktor makro adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat suku bunga riil bank konvensional, tingkat inflasi serta Dummy Fatwa. Sedangkan sisanya yaitu ROA, modal, jumlah jaringan serta tingkat kredit macet merupakan lingkungan mikro. Menurut Gujarati (2003), elastisitas dari fungsi log-linier model merupakan perkalian antara nilai koefisien dari masing-masing variabel bebas dengan angka 100. Sehingga dapat dilihat bahwa variabel ROA memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan total aset, yang secara statistik signifikan pada taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Nilai elastisitas ROA adalah sebesar 0,84 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa peningkatan ROA sebesar 1 persen akan menyebabkan total aset tumbuh sebesar 0,84 persen. Hubungan ini sesuai dengan teori yang diharapkan, karena ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas dari Bank Syariah yang menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba. Sementara itu, pada persamaan estimasi di atas dapat dilihat bahwa variabel CAP empat periode yang lalu menunjukkan tanda yang sesuai dengan hipotesis bahwa semakin besar modal maka akan dapat mendukung pertumbuhan aset. Nilai probabilitas yang tidak signifikan pada taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen diduga disebabkan oleh relatif kecilnya rasio modal terhadap total aset. Hal ini dapat dilihat dari nilai perubahan CAP pada empat periode yang lalu memiliki nilai elastisitas sebesar 0,1509 dimana perubahan CAP sebesar 1 persen akan mengakibatkan pertumbuhan total aset sebesar 0,1509 persen.
Selain ROA dan CAP, variabel lain yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan total aset adalah JKB, yang secara statistik signifikan pada derajat kepercayaan 10 persen. Besar elastisitas dari variabel JKB adalah sebesar 94,1318 yang berarti jika JKB meningkat sebesar 1 unit maka pertumbuhan total aset akan meningkat sebesar 94,1318 persen. Hasil ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Vennet (1999), yang menyatakan bahwa apabila JKB bank asing meningkat sebesar 1 unit maka akan menyebabkan pertumbuhan total aset menurun. Perbedaan hipotesa ini disebabkan akan adanya perbedaan persepsi dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, variabel JKB yang dinyatakan dalam BRANCH menyatakan bahwa pertumbuhan bank di negaranegara yang sedang berkembang akan lebih mudah dicapai atau lebih pesat di negara-negara dengan tingkat kesulitan yang relatif tinggi bagi cabang bank asing yang ingin memasuki industri perbankan. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian sebelumnya JKB telah mewakili hambatan masuk, dimana tingkat kepadatan bank yang semakin tinggi telah menyebabkan sulitnya bank asing untuk masuk. Adanya hubungan yang berbeda ini sudah sesuai dengan hipotesa yang diharapkan, dimana dengan pertambahan 1 unit JKB akan mengakibatkan total aset mengalami pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Antonio (2001) yang menyatakan bahwa luasnya jumlah jaringan kantor akan meningkatkan efisiensi usaha dan meningkatkan kompetisi kearah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan Syariah.
Selain itu pengembangan jaringan kantor Bank Syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Variabel pertumbuhan GDP tiga periode yang lalu berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset secara signifikan. Koefisien pertumbuhan GDP total yaitu sebesar 0.9975 yang artinya ketika terjadi pertumbuhan GDP sebesar 1 persen pada tiga periode yang lalu akan mengakibatkan pertumbuhan total aset meningkat sebesar 0.9975 persen. Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas ini sudah sesuai dengan teori, dimana semakin tinggi pertumbuhan GDP semakin kondusif perekonomian suatu negara sehingga akan menurunkan tingkat kredit macet yang pada akhirnya akan meningkatkan total aset. Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset adalah I_Riil. I_Riil yang digunakan disini adalah tingkat suku bunga bank konvensional lima periode yang lalu. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2, dapat dilihat bahwa variabel ini berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Besar koefisien total variabel ini adalah -0,0068, yang berarti ketika I_Riil lima periode yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan total aset sebesar 0,68 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan, dimana apabila tingkat suku bunga bank konvensional lebih tinggi daripada nisbah bagi hasil Bank Syariah maka konsumen cenderung memilih menyimpan dananya di bank konvensional, demikian pula sebaliknya apabila nisbah bagi hasil Bank Syariah lebih tinggi daripada tingkat suku bunga bank konvensional maka konsumen cenderung memilih menyimpan dananya di Bank Syariah.
Selain variabel di atas, variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan total aset adalah pertumbuhan tingkat kredit macet pada Bank Syariah pada tiga periode yang lalu atau yang biasa disebut NPF yang signifikan pada taraf nyata 10 persen. Nilai elastisitas NPF adalah sebesar -0,0007 yang artinya pertumbuhan NPF tiga periode yang lalu sebesar 1 persen akan mempengaruhi pertumbuhan total aset ke arah yang negatif sebesar 0,0007 persen. Hubungan kedua variabel ini juga sesuai dengan hipotesis yang digunakan yang menyatakan bahwa peningkatan NPF akan menurunkan pertumbuhan total aset. Selanjutnya, variabel lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset adalah inflasi. Variabel tersebut signifikan pada taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen dengan besar elastisitas variabel adalah -0,9415, artinya setiap peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan total aset sebesar 0,9415 persen. Hubungan kedua variabel ini juga sudah sesuai dengan hipotesis yang digunakan yang menyatakan apabila inflasi di suatu negara tinggi maka akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan total aset. Variabel terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy fatwa MUI yang diberlakukan mulai bulan November 2003 yang menyatakan bahwa bunga bank haram. Variabel ini tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset pada taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Hal ini diduga disebabkan dua hal yaitu kurangnya penjelasan secara resmi dari pihak MUI tentang adanya fatwa tersebut. Faktor kedua yang menyebabkan fatwa tersebut tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Bank Syariah adalah sifat dari konsumen Bank Syariah itu sendiri, dimana konsumen Bank Syariah didominasi
oleh konsumen rasional dan bukan konsumen emosional. Menurut Pontjowinoto (2003), konsumen rasional adalah konsumen yang melakukan transaksi perbankan dalam industri perbankan Syariah karena faktor rasionalitas dalam mencari keuntungan yang lebih tinggi. Misalkan nisbah bagi hasil Bank Syariah lebih tinggi bila dibandingkan tingkat suku bunga bank konvensional, maka mereka akan mengalihkan dana yang mereka miliki pada Bank Syariah, dan begitu pula sebaliknya, apabila nisbah bagi hasil Bank Syariah lebih rendah bila dibandingkan tingkat suku bunga bank konvensional, maka mereka akan mengalihkan dana yang mereka miliki pada bank konvensional. Adapun pengertian konsumen emosional yaitu konsumen yang melakukan transaksi perbankan dalam industri perbankan Syariah karena faktor keyakinan dan ideologi yang dianutnya yang menyatakan bahwa bunga bank bersifat haram karena termasuk riba, sehingga melakukan transaksi dengan perbankan konvensional juga termasuk hal yang tidak diperbolehkan. Konsumen ini tidak mempedulikan kualitas, pelayanan, ketepatan maupun tingkat bagi hasil yang ditawarkan Bank Syariah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia tentang “Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa”. Dalam Pokok-Pokok Hasil Penelitian, butir (5) disebutkan bahwa faktor-faktor dominan yang memotivasi masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan Syariah untuk masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur adalah faktor kualitas pelayanan dan kedekatan lokasi bank dari pusat kegiatan, sedangkan faktor pertimbangan keagamaan (yaitu masalah halal maupun haram) bukanlah menjadi faktor penting dalam mempengaruhi kecenderungan menggunakan jasa Bank Syariah.
5.3. Implikasi Kebijakan Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan bagi para pelaku pasar, pemerintah, dan ulama. Adapun rekomendasi-rekomendasi tersebut antara lain: 1.
Pelaku Pasar meliputi semua perusahaan yang ingin memasuki industri perbankan Syariah. a. Dari hasil analisis yang sudah dilakukan, dengan melihat besaran koefisien masing-masing variabel maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh pelaku pasar adalah memfokuskan pada pengembangan jaringan Bank Syariah. Hal ini disebabkan elastisitas jumlah jaringan Bank Syariah jauh lebih tinggi bila dibanding variabel lain yaitu sebesar 94,1318, dimana dengan peningkatan satu unit jaringan saat ini akan meningkatkan pertumbuhan total aset satu periode yang akan datang dan dua periode yang akan datang sebesar
27,5693 dan
66,5625 persen. Langkah ini selain berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan Bank Syariah juga dapat membantu Bank Syariah untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat yang dipicu oleh adanya Undang-undang,
Peraturan
Perundangan,
maupun
cetak
biru
pengembangan perbankan Syariah di Indonesia yang kesemuanya mendukung perkembangan Bank Syariah baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Konvensional yang membuka windows atau cabang Syariah. Adapun yang dimaksud dengan pengembangan jaringan Bank Syariah adalah dengan cara menambah jumlah kantor
cabang, cabang pembantu, kantor kas secara agresif sehingga semakin banyak masyarakat yang terlayani jasa perbankan syariah. Selain membangun kantor perbankan Syariah yang baru, pengembangan jaringan perbankan Syariah dapat dilakukan dengan cara membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan maupun non lembaga keuangan. Pengembangan jaringan perbankan Syariah melalui lembaga-lembaga keuangan dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan bank-bank lain (office channeling) dalam rangka pemakaian ATM (Automatic Teller Machine) bersama, call center, internet banking, kemudahan untuk pembukaan rekening Syariah di bank konvensional maupun dalam rangka penempatan dana antarbank dalam mengatasi likuiditas. Adapun
pengembangan jaringan
perbankan Syariah melalui lembaga-lembaga non keuangan misalnya dengan melakukan office channeling yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga non keuangan seperti kantor pos. b. Langkah kedua yang harus dilakukan oleh pelaku pasar adalah meningkatkan ROA, yang merupakan salah satu rasio profitabilitas yang juga menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba. Berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa ROA mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan total aset, dengan besar elastisitas 0,84 yang berarti setiap peningkatan ROA sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,84 persen. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperlihatkan kinerja yang bagus yang dapat ditunjukkan oleh besarnya
laba
Bank
Syariah
bila
dibandingkan
laba
Bank
Konvensional. c. Pelaku pasar harus dapat meningkatkan jumlah modal yang disetor, yang ditentukan oleh variabel CAP yang merupakan rasio modal terhadap total aset. Hal ini disebabkan dari hasil analisa yang sudah dilakukan modal tidak signifikan terhadap pertumbuhan Bank Syariah yang diduga disebabkan rendahnya modal yang dimiliki Bank Syariah. d. Selain hal tersebut di atas, pelaku pasar juga harus memperhitungkan tingkat suku bunga bank konvensional yang ditunjukkan oleh variabel I_Riil dan berusaha agar nilai bagi hasil Bank Syariah jauh lebih besar daripada suku bunga bank konvensional. Hal ini disebabkan tingkat suku bunga bank konvensional berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan Bank Syariah, dimana semakin tinggi tingkat suku bunga bank konvensional akan menurunkan jumlah nasabah yang menabung di Bank Syariah sehingga akan menurunkan pertumbuhan total aset. Sebaliknya apabila nilai bagi hasil Bank Syariah lebih tinggi daripada tingkat suku bunga Bank Konvensional maka tingkat kepercayaan masyarakat akan perbankan Syariah akan semakin tinggi dan akan meningkatkan semakin banyak nasabah yang menabung di Bank Syariah yang pada akhirnya akan meningkatkan total aset. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja Bank Syariah.
e. Langkah berikutnya yang harus diperhatikan pelaku pasar Bank Syariah adalah menurunkan pertumbuhan kredit macet pada bank konvensional yang dicerminkan oleh variabel NPF, dengan elastisitas -0,000670 yang berarti setiap pertumbuhan kredit macet Bank Syariah akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,000670 persen. penurunan pertumbuhan kredit macet dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan yang lebih efektif dan hanya memberikan kredit kepada pihak yang benar-benar memiliki kejelasan tentang kemampuan mereka untuk mengembalikan jumlah kredit yang telah diterima. 2.
Pemerintah a
Langkah pertama yang harus ditempuh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan adalah mengembangkan jaringan perbankan Syariah yang bisa dipicu oleh semakin banyaknya jaringan Bank Syariah. Oleh sebab itu pemerintah harus mengawasi dan menerbitkan peraturan mengenai ketentuan penambahan jaringan kantor. Ketentuan jaringan tersebut hendaknya tidak akan menghambat Bank Syariah dan bank konvensional yang akan membuka cabang Syariah untuk melakukan ekspansi usaha, untuk meningkatkan jangkauan pasar dan pelayanan.. Selain itu dengan adanya ketentuan tersebut, diharapkan tidak akan menyulitkan pemain baru untuk memasuki pasar. Hal ini dapat dilakukan dengan menerbitkan peraturan baru yang lebih lengkap yang akan mencakup
segala sesuatu tentang Bank Syariah terutama berkenaan dengan jumlah maksimal pendirian jaringan Bank Syariah baik kantor pusat maupun kantor cabang di seluruh Indonesia. Selain kemudahan pembukaan kantor cabang, berkenaan dengan penerbitan peraturan baru mengenai pembukaan office channeling sebaiknya dalam prakteknya, pemerintah tidak mempersulit Bank Syariah yang ingin melakukan office channeling dengan pihak-pihak lain yaitu dengan bank konvensional dan lembaga-lembaga non keuangan lainnya. b
Langkah kedua yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan
total
aset
Bank
Syariah
adalah
dengan
cara
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan berpengaruh positifnya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh variabel GDP sebesar 0,9975 yang berarti setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen yang terjadi saat ini akan meningkatkan pertumbuhan total aset sebesar 0,9975 persen, yang mengindikasikan bahwa pemerintah harus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik guna mendorong pertumbuhan Bank Syariah. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan iklim usaha yang sehat yaitu dengan mempertahankan kestabilan politik dan kestabilan moneter. c
Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mengendalikan laju inflasi. Hal ini disebabkan inflasi yang dicerminkan oleh variabel INF yang memiliki elastisitas sebesar -0,9415 yang berarti setiap peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan
menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,9415 persen.
Penurunan
laju
inflasi
ini
dapat
dilakukan
dengan
mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi, misalnya kebijakan tingkat suku bunga dan nilai tukar Rupiah. d
Selain hal tersebut di atas, apabila dilihat dari ketidaksignifikan modal terhadap pertumbuhan total aset yang disebabkan kecilnya jumlah modal maka pemerintah sebaiknya membuat peraturan perundangundangan mengenai kemudahan untuk mendapatkan modal bagi Bank Syariah.
3.
Ulama Para ulama hendaknya membantu mensosialisasikan perbankan Syariah dengan memberikan pengertian kepada masyarakat tentang berbagai keunggulan Bank Syariah. Selain itu, sebaiknya ulama dapat memiliki pandangan yang lebih tegas mengenai bunga. Hal ini disebabkan kalangan ulama internasional telah menyatakan bahwa bunga bank sama dengan riba, dan riba adalah haram.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan melalui penelitian yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Pertumbuhan total asset industri perbankan dalam hal ini industri perbankan Syariah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor-faktor makro yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah antara lain pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat suku bunga riil bank konvensional serta inflasi. Besar elastisitas variabel pertumbuhan ekonomi adalah 0,99 yang berarti apabila pertumbuhan ekonomi tiga bulan yang lalu mengalami
perubahan
sebesar
1
persen
maka
akan
meningkatkan
pertumbuhan total aset sebesar 0,99 persen. Tingkat suku bunga riil bank konvensional mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar -0,68 yang menunjukkan bahwa apabila tingkat suku bunga riil bank konvensional lima bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,68 persen. Faktor makro terakhir yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah adalah inflasi, dengan besar elastisitas sebesar -0,94. hal ini menunjukkan bahwa apabila inflasi mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,94 persen. Faktor-faktor mikro yang mempengaruhi pertumbuhan total aset
adalah ROA, NPF dan jumlah kantor bank. Besar elastisitas masing-masing variabel adalah 0,84; -0,000670; dan 94,1318. Elastisitas ROA sebesar 0,84 tersebut menunjukkan bahwa apabila ROA mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,84 persen. Elastisitas NPF sebesar 0,0007 juga menunjukkan hal yang sama, yaitu apabila pertumbuhan NPF tiga bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen, maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,0007 persen. 2. Upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah dapat dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain para pelaku pasar yang meliputi semua perusahaan yang ingin memasuki industri perbankan Syariah, pemerintah serta ulama. Bagi para pelaku pasar, langkahlangkah yang dapat ditempuh adalah pengembangan jaringan, meningkatkan ROA, meningkatkan jumlah modal yang disetor, memperhitungkan tingkat suku bunga riil bank konvensional, serta menurunkan pertumbuhan kredit macet. Bagi pemerintah, langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah memberikan kemudahan bagi Bank Syariah untuk pengembangan jaringan perbankan Syariah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengendalikan laju inflasi serta memberikan kemudahan bagi Bank Syariah untuk meningkatkan modal.
6.2. Saran Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut : 1.
Bank Syariah harus berupaya memperluas cakupan pasarnya, dimana nasabah BUS selama ini berasal dari pasal emosional yang terlihat dari pengaruh fatwa MUI tentang bunga bank kepada pasar rasional, dengan mulai mengoptimalkan pangsa pasar rasional. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah dan memperluas jaringan kantor BUS ke daerah-daerah sejalan dengan rekomendasi penelitian preferensi masyarakat terhadap Bank Syariah di beberapa daerah yang dilakukan Bank Indonesia.
2.
Untuk mencapai pertumbuhan total aset perbankan syariah yang pesat, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebaiknya membuat peraturan perundang-undangan maupun kebijakan mengenai perbankan syariah yang akan mengatur segala sesuatu mengenai perbankan syariah, baik itu ketentuan penambahan jaringan, ketentuan modal, kemudahan dalam mendapatkan tambahan modal, lembaga pengawas perbankan syariah yang benar-benar efektif yang akan mengawasi kegiatan operasional perbankan syariah agar terus mengalami pertumbuhan dan tetap sesuai dengan syariat Islam.
3.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dapat menambah variabel lain seperti nilai tukar Rupiah dan tingkat suku bunga SBI.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta. Bank Indonesia. 2002. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia. 2004. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2004. Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia. 2000. Ringkasan Pokok-pokok Hasil Penelitian “Potensi, preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa”. Http: //www. bi.go.id. Bank Indonesia. 2002. Statistik Perbankan Syariah Juni - Desember 2002. Http: //www. bi.go.id. Bank Indonesia. 2003. Statistik Perbankan Syariah Januari - Desember 2003. Http: //www. bi.go.id. Bank Indonesia. 2004. Statistik Perbankan Syariah Januari - Desember 2004. Http: //www. bi.go.id. Bank Indonesia. 2005. Statistik Perbankan Syariah Januari – Juni 2005. Http: //www. bi.go.id. Bank Indonesia. 2005. Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah di Indonesia. Http: //www. bi.go.id. Carlton D dan J.M. Perloff. Modern Industrial Organization, Third edition. Addison Wesley. Ferguson, P.R. 1988. Industrial Economics: Issues and Perspectives. Macmillan Publishing Co, New York Firdaus, G.H. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kunerja Bank Umum Syariah di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Zain S, [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics, 4th edition. Mc. Graw-Hill, Boston.
Hamidi, M.L. 2003. Jejak-jejak Ekonomi Syariah. Senayan Abadi, Jakarta. Haryono, S, Iman Hilman, dan Abdul Mughits. 2003. Perbankan Syariah Masa Depan. Senayan Abadi Publishing, Jakarta. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3S, Jakarta. Iwan, P. 2003. Potensi Pengembangan Jasa Keuangan Syariah. Http: //www. Republika. Co.id. Jaya, W.K. Ekonomi Industri. 2001. BPFE Yogyakarta. Karim, A. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Raja Grafindo Persada. Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrica. Edisi Kedua. Barnes & Noble Books, New Jersey. Lipsey, W.G, P.N. Courant, dan D.D. Purvis. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Wasana J, Kirbrandoko, Budijanto, [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Lewis, M.K. and Latifa M.A. 2001. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik, Prospek. Burhan Wirosubrata, [penerjemah]. Serambi, Jakarta. Martin, S. 1994. Industrial Economics: Economic Analysis and Public Policy. 2nd edition. Macmillan Publishing Co, New York. Muhammad. 1987. Manajemen Bank Syariah. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Noerachmanto. 1985. Perkembangan Perbankan di Indonesia 1970-1979: Analisis Struktur dan Pengujian Atas Suatu Hipotesa[skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia. Porter, M. 1995. Strategi Bersaing: Teknis Menganalisis Industri dan Pesaing. Agus Maulana, [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Andi, Yogyakarta. Subagyo, Sri Fatmawati, Algifari. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta. Sudarsono, H. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi. Penerbit Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.
Shepherd, W.G. 1990. The Economics of Industrial Organization, Third edition. Prentice Hall. Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Edisi Ketga. Liberty, Yogyakarta. Umar, H. 2000. Bussiness An Introduction. JBRC. PT Gramedia Puataka Utama. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Vennet, R.V. 1999. The law of proportionate effect and OECD bank sectors. University of Ghent, Belgia. Weiss, L.W. 1974. The Concentration-Profits Relationship and Antitrust. In H.J. Goldschmid, H.M. Mann and F.W. Weston (eds). Industrial Concentration: The New Learning. Boston. Little Brown and Co. pp 185-225.
Lampiran 1, Data Sebelum Disesuaikan dengan IHK dan inflasi Periode Dec-00 Jan-01 Feb-01 Mar-01 Apr-01 May-01 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02
TA 1.790,68 1.806,796 1.875,257 1.995,733 2.063,494 2.119,958 2.268,724 2.253,791 2.366,036 2.388,227 2.586,671 2.581,617 2.718,77 2.739,906 2.778,792 2.806,842 2.970,571 3.048,187 3.312,207 3.449,07 3.582,098 3.669,83 3.899,817
NPF 164,800 168,727 165,579 178,669 182,826 184,162 184,796 174,905 179,320 183,715 148,093 147,045 82,176 93,558 109,416 94,489 113,561 112,373 117,265 117,230 118,851 133,349 140,141
JKB 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00073 0,00075 0,00075 0,00080 0,00081 0,00084 0,00084 0,00087 0,00087 0,00087 0,00087 0,00087 0,00091 0,00093 0,00095 0,00097 0,00098 1,00000 0,00102
ROA -4,38 -4,26 -4,02 -3,62 -3,39 -3,06 -2,38 -2,86 -2,55 -2,42 -1,94 -1,78 -0,3 -0,15 -0,01 0,01 0,7 0,76 0,84 0,92 0,76 0,98 1,14
CAP 29,30 29,03 27,97 26,28 25,42 24,74 23,12 23,27 22,17 21,96 20,28 20,32 19,29 19,14 18,88 18,69 17,66 17,21 15,84 15,21 14,64 14,29 13,45
GDP_RIIL 353907 354.378,1 355.590,1 356.638 357.175 357.932,3 360.199 363.872,7 367.613 368.688 365.751 360.860,4 357.460 358.601 362.365,5 366.443 368.889,2 371.042,2 374.606 379.934,7 385.501,4 388.429 386.399,9
I_Riil 13,24 13,83 14,35 14,86 14,93 14,92 15,00 15,14 15,62 16,16 16,67 17,06 17,24 17,39 17,24 17,02 16,57 16,24 15,85 15,26 14,77 14,36 13,94
INF 12,33 8,28 9,14 10,62 10,51 10,82 12,11 13,04 12,23 13,01 12,47 12,91 12,55 14,42 15,13 14,08 13,30 12,93 11,48 10,05 10,60 10,48 10,33
DUMMY 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 1, Data Sebelum Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan) Periode Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04
TA_RIIL 4.134,803 4.045,235 4.403,206 4.445,963 4.632,242 4.781,642 5.088,002 5.302,445 5.901,419 6.214,89 6.559,345 7.019,567 7.441,755 7.858,918 8.757,632 9.218,269 9.498,793 9.842,837 10.293,24 11.023,32 11.505,19 12.204,96 12.719,6 13.463,38
NPF 141,021 134,946 141,116 144,275 145,142 140,672 159,451 163,451 196,558 183,334 191,197 184,923 185,158 129,627 153,259 152,192 166,545 174,822 179,050 196,588 235,833 274,573 279,040 282,835
JKB 0,00105 0,00108 0,00108 0,00112 0,00113 0,00116 0,00120 0,00126 0,00127 0,00137 0,00140 0,00142 0,00149 0,00153 0,00152 0,00152 0,00158 0,00166 0,00170 0,00170 0,00175 0,00177 0,00182 0,00187
ROA 1,08 1,17 1,56 1,71 1,57 1,64 1,62 1,59 1,44 1,53 1,47 1,23 1,20 1,03 1,29 1,38 1,26 1,16 0,88 0,98 1,01 1,13 1,22 0,87
CAP 12,69 12,97 11,91 11,8 12,5 13,15 12,36 11,86 10,66 10,08 9,55 8,92 8,42 7,97 7,15 6,82 6,61 6,38 6,13 5,72 5,48 5,15 4,93 5,40
GDP_RIIL 381.132,1 374.903 3730.08,2 375.818,2 386.722 399.225,7 406.693,5 392.607 367.971,5 354.808,1 402.662 481.040,5 525.152,2 390.168 161.660,2 27.243,95 404.936 147.191,9 289.876,7 411.522,1 455.461,2 450.386,6 425.349,9 417.413,5
I_Riil 13,76 13,63 13,49 13,15 12,9 12,48 12,02 11,55 10,65 9,58 8,58 7,96 7,58 7,14 6,68 6,38 6,11 6,01 6,17 6,31 6,49 6,54 6,61 6,65
INF 10,48 10,03 8,74 7,34 7,12 7,54 6,91 6,62 5,79 6,38 6,20 6,22 5,33 5,06 4,85 4,62 5,25 6,11 6,82 7,23 7,62 6,81 6,44 6,45
DUMMY 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Lampiran 1, Data Sebelum Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan) Periode Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05
TA_RIIL 14.035,57 15.205,09 15.244,38 15.447,25 16.268,14 16.906,3 17.142,39 17.332,98
NPF 311,562 268,781 329,676 386,646 357,702 443,674 476,703 543,101
JKB 0,00191 0,00194 0,00201 0,00204 0,00209 0,00217 0,00218 0,00223
ROA 0,98 0,86 1,02 1,15 1,24 1,02 0,88 0,10
CAP 5,18 4,78 4,77 4,71 4,47 4,30 6,32 6,31
GDP_RIIL 416.057 418.770,8 421.861,9 425.993,6 430.645,4 421.861,9 425.993,6 430.645,4
I_Riil 6,66 6,71 6,71 6,74 6,93 6,87 7,03 7,19
INF 6,33 6,44 7,32 7,15 8,81 9,74 12,04 15,34
DUMMY 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Lampiran 2, Data Setelah Disesuaikan dengan IHK dan inflasi Periode Dec-00 Jan-01 Feb-01 Mar-01 Apr-01 May-01 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02
TA_RIIL 17,0043 17,1059 17,6003 18,5653 19,1085 19,4126 20,434 19,8772 20,911 20,9731 22,5632 22,1407 22,9454 22,6546 22,7044 22,8684 24,2541 24,6916 26,7492 27,6595
NPF 1,57 1,60 1,55 1,66 1,69 1,69 1,66 1,54 1,58 1,61 1,29 1,26 0,69 0,77 0,89 0,77 0,93 0,91 0,95 0,94
JKB 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00073 0,00075 0,00075 0,00080 0,00081 0,00084 0,00084 0,00087 0,00087 0,00087 0,00087 0,00087 0,00091 0,00093 0,00095 0,00097
ROA -4,38 -4,26 -4,02 -3,62 -3,39 -3,06 -2,38 -2,86 -2,55 -2,42 -1,94 -1,78 -0,30 -0,15 -0,01 0,01 0,70 0,76 0,84 0,92
CAP 29,30 29,03 27,97 26,28 25,42 24,74 23,12 23,27 22,17 21,96 20,28 20,32 19,29 19,14 18,88 18,69 17,66 17,21 15,84 15,21
GDP_RIIL 353.907 354.378,1 355.590,1 356.638 357.175 357.932,3 360.199 363.872,7 367.613 368.688 365.751 360.860,4 357.460 358.601 362.365,5 366.443 368.889,2 371.042,2 374.606 379.934,7
I_Riil 0,91 5,55 5,21 4,24 4,42 4,10 2,89 2,10 3,39 3,15 4,20 4,15 4,69 2,97 2,11 2,94 3,27 3,31 4,37 5,21
INF 12,33 8,28 9,14 10,62 10,51 10,82 12,11 13,04 12,23 13,01 12,47 12,91 12,55 14,42 15,13 14,08 13,3 12,93 11,48 10,05
DUMMY 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 2, Data Setelah Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan) Periode Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04
TA_RIIL 28,6232 29,1614 30,8422 32,1114 31,0488 33,4981 33,7593 35,2171 36,2773 38,4632 40,0277 44,5325 46,6259 49,0174 52,1358 54,7641 57,3601 63,5607 66,916 68,7035 70,5049
NPF 0,95 1,06 1,11 1,10 1,04 1,07 1,10 1,10 1,07 1,21 1,23 1,48 1,38 1,43 1,37 1,36 0,95 1,11 1,10 1,20 1,25
JKB 0,00098 1,00000 0,00102 0,00105 0,00108 0,00108 0,00112 0,00113 0,00116 0,00120 0,00126 0,00127 0,00137 0,00140 0,00142 0,00149 0,00153 0,00152 0,00152 0,00158 0,00166
ROA 0,76 0,98 1,14 1,08 1,17 1,56 1,71 1,57 1,64 1,62 1,59 1,44 1,53 1,47 1,23 1,20 1,03 1,29 1,38 1,26 1,16
CAP 14,64 14,29 13,45 12,69 12,97 11,91 11,80 12,50 13,15 12,36 11,86 10,66 10,08 9,55 8,92 8,42 7,97 7,15 6,82 6,61 6,38
GDP_RIIL 385.501,4 388.429 386.399,9 381.132,1 374.903 373.008,2 375.818,2 386.722 399.225,7 406.693,5 392.607 367.971,5 354.808,1 402.662 481.040,5 525.152,2 390.168 161.660,2 27.243,95 404.936 147.191,9
I_Riil 4,17 3,88 3,61 3,28 3,60 4,75 5,81 5,78 4,94 5,11 4,93 4,86 3,20 2,38 1,74 2,25 2,08 1,83 1,76 0,86 -0,10
INF 10,60 10,48 10,33 10,48 10,03 8,74 7,34 7,12 7,54 6,91 6,62 5,79 6,38 6,20 6,22 5,33 5,06 4,85 4,62 5,25 6,11
DUMMY 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Lampiran 2, Data Setelah Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan) Periode May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05
TA_RIIL 73,0846 77,8958 80,9868 85,8372 89,441 94,1425 97,278 104,302 103,098 104,646 108,142 108,142 113,333 114,02
NPF 1,27 1,39 1,66 1,93 1,96 1,98 2,16 1,84 2,23 2,62 2,38 2,94 3,15 3,57
JKB 0,00170 0,00170 0,00175 0,00177 0,00182 0,00187 0,00191 0,00194 0,00201 0,00204 0,00209 0,00217 0,00218 0,00223
ROA 0,88 0,98 1,01 1,13 1,22 0,87 0,98 0,86 1,02 1,15 1,24 1,02 0,88 0,10
CAP 6,13 5,72 5,48 5,15 4,93 5,40 5,18 4,78 4,77 4,71 4,47 4,30 6,32 6,31
GDP_RIIL 289.876,7 411.522,1 455.461,2 450.386,6 425.349,9 417.413,5 416.057 418.770,8 421.861,9 425.993,6 430.645,4 421.861,9 425.993,6 430.645,4
I_Riil -0,65 -0,92 -1,13 -0,27 0,17 0,20 0,33 0,27 -0,61 -0,41 -1,88 -2,87 -5,01 -8,15
INF 6,82 7,23 7,62 6,81 6,44 6,45 6,33 6,44 7,32 7,15 8,81 9,74 12,04 15,34
DUMMY 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Lampiran 3. Hasil Uji Stasioneritas Variabel Total aset Null Hypothesis: D(LTA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.301579 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Variabel ROA Null Hypothesis: ROA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.596456 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0091
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Variabel CAP Null Hypothesis: CAP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.138156 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0019
Variabel JKB Null Hypothesis: D(JKB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.650927 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Variabel GDP Null Hypothesis: D(LGDP) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.881821 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0544
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Variabel I_Riil Null Hypothesis: D(IDEP_RIIL) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.986060 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0030
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.346129 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Variabel NPF Null Hypothesis: D(LNPF) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Variabel INF Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.006821 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 4. Hasil Estimasi Model Dependent Variable: D(LTA) Method: Least Squares Date: 06/06/06 Time: 09:55 Sample(adjusted): 2001:07 2005:05 Included observations: 47 after adjusting endpoints Convergence achieved after 9 iterations Variable Coefficien Std. Error t-Statistic t ROA CAP(-4) D(JKB(-1)) D(JKB(-2)) D(LGDP(-3)) D(IDEP_RIIL(-5)) D(LNPF(-3)) D(INFLASI) C DUMMY AR(1)
0.008438 0.001509 0.275693 0.665625 0.997519 -0.006749 -0.000670 -0.009415 -0.019834 0.004295 -0.625087
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.720230 0.642516 0.018271
Sum squared resid
0.012018
Log likelihood Durbin-Watson stat
127.6896 1.914941
Inverted AR Roots
-.63
0.003776 0.001183 0.132541 0.123660 0.175919 0.003416 0.000270 0.003422 0.024067 0.010442 0.126776
2.234485 1.275531 2.080052 5.382707 5.670320 -1.975767 -2.483027 -2.751503 -0.824138 0.411315 -4.930644
Prob. 0.0318 0.2103 0.0447 0.0000 0.0000 0.0559 0.0178 0.0092 0.4153 0.6833 0.0000
Mean dependent var 0.036578 S.D. dependent var 0.030559 Akaike info criterion 4.965514 Schwarz criterion 4.532500 F-statistic 9.267709 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 5. Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.116928 Probability 0.890006 0.321063 Probability 0.851691
Lampiran 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.894996 Probability 0.585064 16.17331 Probability 0.511584
Lampiran 7. Hasil Uji Multikolinearitas ROA CAP(-4) D(JKB(-1)) D(JKB(-2)) D(LGDP(-3)) D(I_RIIL(-5)) D(LNPF(-3)) D(INF)
ROA 1.000000 -0.714154 0.229897 0.165445 0.014157 -0.161719 0.131787 -0.215753
CAP(-4) -0.714154 1.000000 -0.410290 -0.422559 -0.142538 0.227157 -0.200424 -0.193522
D(JKB(-1)) 0.229897 -0.410290 1.000000 0.046773 0.082020 -0.028080 0.359239 -0.015664
D(JKB(-2)) 0.165445 -0.422559 0.046773 1.000000 -0.056975 -0.115438 0.174365 0.360707
D(LGDP(-3)) 0.014157 -0.142538 0.082020 -0.056975 1.000000 0.086605 0.208643 0.023281
D(I_RIIL(-5)) -0.161719 0.227157 -0.028080 -0.115438 0.086605 1.000000 0.003009 0.248772
D(LNPF(-3)) 0.131787 -0.200424 0.359239 0.174365 0.208643 0.003009 1.000000 -0.005483
D(INF) -0.215753 -0.193522 -0.015664 0.360707 0.023281 0.248772 -0.005483 1.000000