1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
OLEH RONI AKMAL H14103902
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
2
RINGKASAN
RONI AKMAL. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia. (Dibimbing oleh TONY IRAWAN). Ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang yang sangat esensial dalam usaha me majukan perekonomian bangsa. Tenaga kerja yang memadai dari segi kuantitas dan kualitas menjadi aspek penting dalam pembangunan ekonomi, yaitu sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa, serta sebagai sasaran untuk menciptakan dan mengembangkan pasar. Permasalahan paling pokok dalam ketenagakerjaan Indonesia terletak pada kesempatan kerja. Ketidakseimbangan antara peningkatan penduduk usia kerja dengan kesempatan kerja yang tersedia akibat lemahnya penyerapan tenaga kerja akan menimbulkan pengangguran yang akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi dan bidang kehidupan lainnya. Penelitian ini memberikan gambaran tentang keadaan ketenagakerjaan di Indonesia serta menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan berbentuk panel yang terdiri dari jumlah tenaga kerja yang merupakan variabel terikat, sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil, Upah Minimum Propinsi (UMP) riil, dan Investasi riil yang semuanya diambil dari 20 propinsi pada kurun waktu 20032007. Metode analisis yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan regresi panel data dengan metode Fixed Effect pada taraf nyata 5 persen. Hasil penelitian menunjukkan selama tahun 2003-2007, secara umum terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan propinsi yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang paling tinggi. Variabel PDRB secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. Variabel UMP secara signifikan juga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus, namun hal ini bertolak belakang dengan hipotesis di mana UMP berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan penyerapan tenaga kerja akibat kenaikan UMP diduga lebih dirasakan pada kelompok tenaga kerja kerja terdidik. Selain itu juga diduga akibat tingginya permintaan tenaga kerja di sektor jasa-jasa, industri pengolahan, dan pertanian. Kenaikan investasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. Beberapa saran yang dapat diberikan antara lain adalah kebijakan fiskal harus lebih diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan untuk meningkatkan jumlah angkatan kerja terdidik. Pemerintah dan para pelaku usaha harus lebih mendukung dan meningkatkan kinerja perekonomiannya di sektor jasa-jasa, industri pengolahan, dan pertanian. Terakhir, investasi diharapkan lebih banyak dialokasikan untuk program padat karya.
3
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
Oleh RONI AKMAL H14103902
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk me mperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
4
Judul Skripsi
: Analisis
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Penyerapan Te naga Kerja di Indonesia Nama
: Roni Akmal
NIM
: H14103902
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Tony Irawan, M.App.Ec NIP. 19820306 200501 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Lulus:
5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2010
Roni Akmal H14103902
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Metropolitan, Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 14 Februari 1985, sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Bapak H. Suryadi MS dan Ibu Yusnar. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat kanak-kanak di TK Aisiyah 27, Jakarta (1990-1991), SD Muhammadiyah 3 Matraman, Jakarta (1991-1997), SLTP Negeri 7 Jakarta (1997-2000), dan SMA Negeri 31 Jakarta (2000-2003). Pada Tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Dikarenakan satu dan lain hal, penulis mengajukan permohonan pindah departemen ke Departemen Ilmu Ekonomi dan pada tahun 2006 tepatnya semester genap, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti DPM-TPB, KAMMI Komisariat IPB, BEM FATETA, dan DPM FEM. Penulis juga terlibat dalam berbagai kepanitian, dan pernah beberapa kali menjadi narasumber serta moderator di berbagai kegiatan kemahasiswaan.
7
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia”. Penelitian ketenegakerjaan
ini di
bertujuan Indonesia
memberikan serta
gambaran
menganalisis
umum
kondisi
faktor- faktor
yang
mempengaruhinya selama tahun 2003 hingga 2007. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada : 1. Bapak Tony Irawan, M.App.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Dr. Lukytawati selaku dosen penguji utama dan Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah berkenan memberikan saran, masukan, dan koreksi dalam perbaikan skripsi. 3. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan. 4. Para dosen dan pegawai Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pengajaran dan pelayanan terbaiknya selama penulis duduk di bangku kuliah. 5. Instansi dan para pegawai dari BPS, BKPM, DEPNAKERTRANS dan Perpustakaan LSI IPB yang telah memudahkan penulis dalam mencari sumber data dan literatur penelitian. 6. Kedua orang tua penulis, bapak H. Suryadi MS dan ibu Yusnar, kakak, Ali Akmal serta seluruh keluarga besar tercinta atas segenap dukungan, motivasi, dan doanya.
8
7. Para guru pembimbing spiritual dan saudara-suadara seperguruan yang telah memberikan pencerahan dan ukhuwahnya. 8. Kawan-kawan penghuni Wisma Madani, Pondok Al-Ihsan dan Al-Ikhwan atas keceriaan dan jalinan persaudaraannya. 9. Halida, Iqbal, Melput, Nidia, Aulia, Fitra dan Anriani yang telah membantu secara langsung dalam penelitian ini serta seluruh kawan-kawan yang telah hadir pada seminar skripsi penulis. 10. Kawan-kawan seperjuangan selama di IPB yang telah benyak memberikan inspirasi, nasihat, dan dukungan tiada henti (Mas Ibot, Mas Acang, Mba Desi, Indah, Rio, Linda, Rinrin, Nora, Ai, Andri, Ade, Duta, Ikhsan, Nazrul, Fuji, Ratna, Rifi, Ute, Ncun, Mila, Fury, Mut, TNT 40, Kolak, Ghirotulfataa, DPM TPB 2003-2004, DPM FEM 2006-2007, BPF dan Bangwil 2008, serta Sabil dan Litbang 2009). 11. Kawan-kawan IE 40-43 terutama Agung, Irwan, Adit, Dika, Abi, Anwar, Ela, Naufal, Rian, Fakhrul dan Fazlur
yang selalu ada menemani dan
menyemangati saat perkuliahan. 12. Semua Anak-anak FEM 40-43 yang pernah kenal, berinteraksi, berbagi suka dan duka. Salam FEM dahsyat. 13. Seluruh pihak yang tak dapat disebutkan satu per satu yang dengan ikhlas dan tulus telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga semua mendapat balasan yang terbaik dari-Nya. Pada akhirnya penulis berharap agar karya ini bisa memberikan manfaat bagi penulis pribadi khususnya dan seluruh pihak umumnya yang memerlukan.
Bogor, Januari 2010
Roni Akmal H14103902
9
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iii I.
II.
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN ..................
7
2.1. Pengertian Tenaga Kerja .................................................................
7
2.2. Penyerapan Tenaga Kerja ................................................................
9
2.3. Teori Permintaan Tenaga Kerja ...................................................... 11 2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja .................................................. 14 2.5. Kekakuan Upah (Wage Rigidity)...................................................... 15 2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ....... 17 2.7. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 22 2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 25 III.
METODE PENELITIAN ......................................................................... 29 3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 29 3.2. Metode Analisis Data ...................................................................... 29 3.2.1. Regresi Panel Data ................................................................. 30 3.2.2. Metode Fixed Effect .............................................................. 31 3.2.3. Metode Random Effect .......................................................... 33 3.2.4. Uji Kesesuaian Model ........................................................... 36 3.3. Perumusan Model Penelitian ........................................................... 37 3.4. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 37 3.5. Uji Hipotesis .................................................................................... 37
10
3.5.1. Uji Statistik Model Penduga (Uji-F) ..................................... 38 3.5.2. Uji Statistik untuk Masing- masing Variabel (Uji- t) .............. 39 3.5.3. Koefisien Determinasi (R2 ) ................................................... 40 3.6. Uji pelanggaran Asumsi .................................................................. 41 3.6.1. Multikolinearitas ................................................................... 41 3.6.2. Autokorelasi ........................................................................... 42 3.6.3. Heteroskedastisitas ................................................................ 42 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 44 4.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ................................... 44 4.2. Gambaran Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia ......................... 48 4.3. Hasil Analisis Model Regresi .......................................................... 54 4.3.1. Uji Statistik ............................................................................ 54 4.3.2. Uji Pelanggaran Asumsi ........................................................ 56 4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja ....... 57
V.
Kesimpulan dan Saran .............................................................................. 62 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 62 5.2. Saran ................................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64 LAMPIRAN ........... ............................................................................................ 67
i
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1 Jumlah Penduduk bekerja Menurut Lapangan Usaha .................................
3
1.2. Data Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia, 2003-2007.............................
4
2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran .................................... 26 3.1. Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya ......................... 42 4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia Tahun 2003-2007 .................................. 47 4.2. Penyerapan Tenaga Kerja di 20 Propinsi di Indonesia ............................... 48 4.3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007 ........................................................... 54 4.4. Hasil Uji Multikolinearitas .......................................................................... 57
ii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Diagram Ketenagakerjaan ...........................................................................
8
2.2. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap ............................... 12 2.3. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun.......................... 14 2.4. Kekakuan Upah Menyebabkan Pengangguran Struktural ........................... 16 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................... 28 4.1. Grafik Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja di 20 Propinsi di Indonesia ........ 53 4.2. Grafik Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas, Bekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................................................................................................... 59
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Jumlah Tenaga Kerja Indonesia ............................................................ 67 2. Data PDRB Rill ............................................................................................. 68 3. Data UMP Riil ............................................................................................... 69 4. Data Investasi Riil ......................................................................................... 70 5. Hasil estimasi model dengan metode Random Effect .................................... 71 6. Hasil estimasi model dengan metode Fixed Effect ........................................ 72 7. Hasil Uji Hausman ........................................................................................ 73
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. Kesempatan kerja, kuantitas, serta kualitas tenaga kerja menjadi indikator penting dalam pembangunan ekonomi karena mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan, yaitu : (1) tenaga kerja sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi serta distribusi barang dan jasa, dan (2) tenaga kerja sebagai sasaran untuk menghidupkan dan mengembangkan pasar. Kedua fungsi tersebut memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus- menerus dalam jangka panjang, atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan (Suroto, 1992). Salah satu tema utama bidang ketenagakerjaan adalah kesempatan kerja. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Kesempatan kerja dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain adalah pendapatan nasional, tingkat investasi, dan upah tenaga kerja. Perubahan pada faktor- faktor tersebut akan mempengaruhi tingkat kesempatan kerja. Adanya kesempatan kerja ini memberikan pe luang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang menjadi sumber pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
2
Kesempatan kerja dapat juga diartikan sebagai permintaan terhadap tenaga kerja di pasar tenaga kerja (demand for labour force), oleh karena itu kesempatan kerja sama dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia di dunia kerja. Tentunya semakin meningkat kegiatan pembangunan akan semakin banyak kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini menjadi sangat penting karena semakin besar kesempatan kerja bagi tenaga kerja maka kemajuan kegiatan ekonomi masyarakat akan semakin baik, dan sebaliknya. Di sisi lain, meningkatnya jumlah angkatan kerja dala m waktu yang cepat dan jumlah yang tinggi, sementara kesempatan kerja yang ter sedia sangat terbatas akan menyebabkan timbulnya pengangguran. Inilah yang membuat permasalahan ketenagakerjaan secara langsung maupun tidak langsung akan berkaitan dengan masalah- masalah lainnya seperti ketidakmerataan pendapatan, kemiskinan, perlambatan pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, dan instabilitas politik. Semua ini secara intuitif tampaknya telah dipahami oleh para pengambil kebijakan. Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja untuk mengura ngi jumlah pengangguran yang berimplikasi terhadap lambatnya laju pertumbuhan ekonomi, mengingat semakin memasuk i pasar kerja.
meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yang
3
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (dalam ribu jiwa) Lapangan Us aha
Tahun 2003* 6.656
2004 6.560
2005 6.872
2006 7.864
2007 8.291
Rata-rata 7.249
Total 36.243
585 7.290 3.358
546 7.389 204 3.758
529 7.991 155 3.745
510 7.647 202 3.927
647 7.839 155 4.488
563 7.631 179 3.855
2.817 38.156 716 19.276
3.137
3.797
4.039
4.262
4.244
3.896
19.479
1.639
1.956
1.926
2.024
2.166
1.942
9.711
1.201 1.015 7.777 8.418 Total 31.643 33.643 * ) Sektor no. 2 digabung dengan no. 4
904 8.620 34.781
1.153 9.392 36.981
1.194 9.394 38.418
1.093 8.720 35.093
5.467 43.601 175.466
1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. 4. 5. 6.
Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7. Pengangkutan dan Teleko munikasi 8. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 9. Jasa-Jasa
Sumber: BPS (2003-2007) Perkembangan penyerapan tenaga kerja di Indonesia dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja di berbagai lapangan usaha. Berdasarkan pada data dalam Tabel 1.1, terlihat bahwa sektor jasa-jasa merupakan lapangan usaha yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Dalam periode tahun tersebut rata-rata pekerja yang terserap di sektor ini sebesar 8,72 juta orang. Sektor penyerap tenaga kerja tebesar kedua adalah sektor industri pengolahan yang menyerap tenaga kerja rata-rata sebesar 7,63 juta orang. Sedangkan rata-rata tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian sebesar 7,25 juta orang. Rata-rata penyerapan tenaga kerja terendah berada pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 563 ribu orang. Dalam periode tersebut penyerapan tenaga kerja senantiasa mengalami kenaikan rata-rata sebesar 1,70 persen setiap tahunnya (BPS, 2003-2007)
4
1.2. Perumusan Masalah Permasalahan paling pokok dalam ketenagakerjaan Indonesia terletak pada tingkat kesempatan kerja. Adanya ketidakseimbangan antara peningkatan penduduk usia kerja dengan ketersediaan kesempatan kerja akan menimbulkan gap yang disebut pengangguran. Pengangguran inilah pada akhirnya akan membawa dampak ketidakstabilan ekonomi yang nantinya bisa berimbas kepada ketidakstabilan di bidang kehidupan lainnya. Kondisi ketenagakerjaan Indonesia dapat dilihat dari Tabel 1.2. Tabel 1.2 Data Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia, 2003-2007 (dalam juta jiwa) J ENIS KEGIATAN
2003
2004
2005
2006
2007
PENDUDUK USIA KERJA
150,9
153,92
158,49
160,81
164,12
ANGKATAN KERJA
102,9
103,97
105,86
106,39
109,94
92,524
93,72
93,96
95,46
99,93
9,5
09,4
10,8
10, 3
9,1
89,92
90,14
88,76
89,73
90,90
PENDUDUK BEKERJA PENGA NGGURAN TERBUKA (%) KESEM PATAN KERJA (%)
Sumber : BI dan BPS (2003 – 2007)
Tercatat pada tahun 2007 terdapat 164,12 juta jiwa penduduk yang berada pada usia kerja 1). Namun di sisi lain, jumlah penduduk yang bekerja pada tahun yang sama adalah sebanyak 99,93 juta jiwa. Data jumlah penduduk yang bekerja ini pun masih termasuk mereka yang bekerja pada usia di luar usia kerja (15 tahun ke bawah). Tingkat pengangguran (pengangguran terbuka) yang terjadi pada tahun ini adalah sebesar 9,1 juta jiwa dengan tingkat persentase kesempatan kerja sebesar 90,90%. Walaupun kesempatan kerja yang tersedia pada dua tahun 1)
Penduduk usia kerja adalah mereka yang berada pada usia 15 tahun ke atas dan yang telah dianggap mampu melaksanakan pekerjaan, mencari kerja, bersekolah mengurus ru mah tangga, dan kelo mpok lainnya seperti pensiunan (BPS, 2003).
5
terakhir selalu mengalami kenaikan tetapi jika dilihat jumlah pengangguran terbuka pada tahun yang sama rata-rata sebesar 9,7 persen. Untuk tingkat pengangguran jumlah ini tergolong relatif besar bahkan jumlah ini belum mampu mendekati tingkat pengangguran sebelum krisis terjadi yaitu sekitar 5,5 persen. Dari Tabel 1.2 juga dapat diperhatikan bahwa dari tahun ke tahun selama kurun waktu 2003-2007 penduduk usia kerja dan angkatan kerja selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 2,12 persen untuk penduduk usia kerja dan 1,76 persen untuk angkatan kerja. Sedangkan jumlah kesempatan kerja yang tersedia selalu berada di bawahnya terutama bila dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Tampak bahwa penyerapan tenaga kerja Indonesia dalam kurun waktu tersebut masih rendah. Kondisi ini tentunya akan menciptakan gap antara angkatan kerja dengan kesempatan kerja yang tersedia sehingga pengangguran akan senantiasa ada dan menjadi masalah yang harus terus dicari pemecahannya untuk diminimalisir jumlahnya setiap tahun. Berdasarkan fakta dan uraian di atas khususnya terkait dengan upaya mengatasi tingkat pengangguran dalam bidang ketenagakerjaan dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah gambaran kondisi penyerapan tenaga kerja di Indonesia?
2.
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan bagaimanakah faktor- faktor tersebut mempengaruhinya?
6
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui gambaran kondisi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah Indonesia mengenai kondisi penyerapan tenaga kerja di Indonesia selama tahun 2003-2007 sehingga dapat dijadikan acuan perumusan dan pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan dalam rangka mengatasi permasalahan ketenagakerjaan. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan tambahan bagi masyarakat dan sebagai bahan kepustakaan bagi penelitian lebih lanjut. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah jumlah tenaga kerja secara agregat di Indonesia selama tahun 2003 hingga 2007 dengan menganalisis variabel- variabel bebas yang diduga mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja, yaitu PDRB riil, UMP riil dan investasi riil. Mengingat keterbatasan ketersediaan data tiap propinsi, agar tetap memperoleh data yang representatif maka lokasi penelitian diambil 20 propinsi dari 33 propinsi secara acak dan merata dari di seluruh wilayah di Indonesia.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan UU No. 25 tahun 2007 tentang ketenagakerjaan, ketetapan batas usia kerja penduduk Indonesia adalah 15 tahun. Tenaga kerja atau yang disebut Penduduk Usia Kerja (PUK) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja mencakup penduduk yang bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. Penduduk yang bekerja dibagi menjadi dua, yaitu penduduk yang bekerja penuh dan setengah menganggur. Menurut BPS (2000), bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus- menerus selama seminggu yang lalu. Sementara yang dimaksud dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan. Penduduk yang mencari pekerjaan dibagi menjadi penduduk yang pernah bekerja dan penduduk yang belum penuh bekerja. Penduduk yang tidak aktif secara ekonomi digolongkan dalam kelompok bukan angkatan kerja yang terdiri dari kelompok mereka yang bersekolah, kelompok yang mengurus rumah tangga yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah dan golongan lainnya (DEPNAKERTRANS, 2007). Golongan yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga
8
sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja sehingga kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja potensial. Sektor formal didefinisikan sebagai usaha yang dimiliki badan usaha dengan memiliki tenaga kerja, sedangkan sektor informal adalah usaha yang dilakukan sendiri atau dibantu orang lain dan atau pekerja bebas serta pekerja yang tak dibayar. Pe nggolongan semua penduduk tersebut dapat dilihat pada diagram ketenagakerjaan (Gambar 2.1).
Penduduk Usia Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja
Mencari Kerja
Bekerja
Setengah Menganggur
Mengurus Rumah Tangga
Bekerja Penuh
Sekolah
Pernah Bekerja
Lainnya
Sumber: DEPNAKERTRANS (2007) Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan
Belum Pernah Bekerja
9
Menurut Swastha (2000) dalam Subekti (2007) tenaga kerja dapat dibedakan sesuai dengan fungsinya, yaitu : a. Tenaga Kerja Eksekutif. Tenaga kerja ini mempunyai tugas dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan fungsi organik manajemen, merencanakan,
mengorganisasikan,
mengarahkan,
mengordinir
dan
mengawasi. b. Tenaga Kerja Operatif. Jenis tenaga kerja ini adalah pelaksana yang melaksanakan tugas-tugas tertentu yang dibebankan kepadanya. Tenaga kerja operatif dibagi menjadi tiga yaitu: Tenaga kerja terampil (skilled labour) Tenaga kerja setengah terampil (semi skilled labour) Tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour)
2.2. Penyerapan Tenaga Kerja Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu unit usaha atau lapangan pekerjaan (BPS, 2003). Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila unit usaha atau lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang ada. Adapun lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha atau instansi di mana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
10
berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang dan jasa karena barang dan jasa tersebut memberikan kepuasan kepadanya. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena orang tersebut membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja bergantung pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi. Permintaan tenaga kerja
yang seperti itu dinamakan derived demand
(Simanjuntak, 1985). Pengusaha memperkerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi. Di dalam menganalisis mengenai permintaan perlulah disadari perbedaan di antara istilah “permintaan” dan “jumlah barang yang diminta”. Simanjuntak (1985) mendefinisikan yang dimaksud dengan permintaan adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah permintaan. Sedangkan jumlah yang diminta berarti banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu. Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007), permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu unit usaha. Permintaan tenaga kerja dipengaruhi perubahan tingkat upah dan faktor- faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, yaitu permintaan pasar akan hasil produksi dari suatu unit usaha, yang tercermin dari besarnya volume produksi dan harga barang-barang modal seperti mesin atau alat proses produksi.
11
Mengacu pada uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan adanya perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta atau dalam hal ini tenaga kerja yang diserap o leh sektor usaha tertentu di suatu wilayah. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta untuk dipekerjaka n. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditujukan pada kuantitas dan banyaknya permintaan tenaga kerja pada tingkat upah tertentu. Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor. 2.3. Teori Permintaan Tenaga Ke rja Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu lapangan usaha akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu periode tertentu. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang karena barang tersebut memberikan kegunaan kepada konsumen. Akan tetapi bagi pengusaha mempekerjakan seseorang bertujuan untuk memba ntu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan turunan. Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi neoklasik, di mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba,
12
pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPP L = MPPL. P, dan (3) biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah. Upah D1
W DL = MPPL.P VMPP
L*
L1
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson (1990)
Gambar 2.2 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit, DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah
13
tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap (Gambar 2.2). Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, pengusaha lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru. Pengusaha akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan, maka pengusaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 2.3. Kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMPP L) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingka t upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1 dan L* . Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa pada kondisi awal. tingkat upah berada pada W 1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan L1 . Jika tingkat upah diturunkan menjadi W* , maka tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L* .
14
Upah
D1
W1 W*
E
D L = VMPPL ( MPPL . P)
L1
L*
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson (1990)
Gambar 2.3 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun 2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi merupakan transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau keluaran. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka produksinya adalah: Qt = f(Lt, Kt ) …………………………………………………….......... (2.1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut model Neoklasik adalah sebagai berikut: πt = TR – TC ………………………………………………………… (2.2) di mana: TR = pt . Qt .…….………………………………………………........ (2.3) Dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada dua input yang digunakan, yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L).
15
Tenaga kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (W) sedangkan untuk modal (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r). TC = rt Kt + Wt Lt …………………………………………………… (2.4) dengan mensubstitusi persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh : Wt Lt = pt . f(Lt, Kt ) – rt Kt – πt ……………………..………………. (2.5) Lt = [pt . f(Lt , Kt )]/Wt – rt Kt /Wt – πt /Wt …………………………… (2.6) di mana Lt adalah permintaan tenaga kerja, Wt adalah upah tenaga kerja, Pt adalah harga jual barang per unit, K t adalah Kapital (Investasi), rt adalah tingkat suku bunga, dan Q t adalah output (PDRB). Semua variabel tersebut diukur pada waktu tertentu. Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja (Lt ) merupakan fungsi dari tingkat upah (W). Hukum permintaan tenaga kerja pada hakekatnya adalah semakin rendah upah tenaga kerja maka semakin banyak permintaan tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka pengusaha akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang di antaranya adalah besarnya jumlah angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja, upah dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. 2.5. Kekakuan Upah (Wage Rigidity) Teori kekakuan upah (wage rigidity) menyatakan bahwa salah satu penyebab masalah pengangguran adalah upah, yaitu ketika terjadi kekakuan upah (wage rigidity) di mana upah gagal bergerak menuju posisi keseimbangan pada pasar tenaga kerja (Mankiw, 2003). Gambar 2.4 menunjukkan mengapa kekakuan
16
upah menyebabkan pengangguran. Ketika upah riil berada di atas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta. Perusahaan harus menjatah pekerjaan yang langka di antara para pekerja. Kekakuan upah riil mengurangi tingkat perolehan kerja dan mempertinggi tingkat pengangguran.
Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja
W Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan
L1
L0
Sumber : Mankiw (2003) Gambar 2.4 Kekakuan Upah Menyebabkan Pengangguran Struktural Pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan disebut pengangguran struktural (Structural Unemployment). Para pekerja tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena pada tingkat upah yang berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia (Mankiw, 2003).
17
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sumarsono (2003) dalam Subekti (2007), permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu lapangan usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tingkat upah, nilai produksi dan investasi. Perubahan pada faktor- faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diserap suatu lapangan usaha. Tingkat upah akan mempengaruhi tingkat biaya produksi. Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka akan terjadi hal- hal sebagai berikut : a. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi yang selanjutnya meningkatkan harga per unit barang yang diproduksi. Biasanya konsumen akan merespon cepat bila terjadi kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak lagi membeli barang yang bersangk utan. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual dan terpaksa produsen menurunkan jumlah produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Turunnya jumlah kebutuhan tenaga kerja karena turunnya skala produksi disebut efek skala produksi atau scale effect. b. Apabila upah naik (asumsi harga barang-barang modal lainnya tidak berubah), maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk produksinya dan mengganti kebutuhan tenaga kerja dengan barangbarang modal seperti mesin dan lainnya. Turunnya jumlah kebutuhan tenaga kerja karena penggantian atau penambahan mesin- mesin disebut efek substitusi tenaga kerja (substitution effect).
18
Nicholson (1999) dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak Upah Minimum menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Keseimbangan mekanisme pasar kerja ini akan menghasilkan tingkat upah dan tenaga kerja keseimbangan. Kenaikan dalam penawaran tenaga kerja yang didorong oleh bertambahnya angkatan kerja akan menyebabkan penurunan dalam tingkat upah dan kenaikan dalam penyerapan tenaga kerja. Pergeseran keseimbangan pasar kerja ini didasarkan pada asumsi, jika sektor riil memiliki rencana untuk melakukan ekspansi p roduksi. Namun jika sektor riil mengalami kelesuan yang ditandai dengan banyaknya perusahaan yang keluar dari pasar barang dan jasa, maka akan menyebabkan penurunan tingkat dan penurunan penyerapan tenaga kerja. Sehingga akan ada sejumlah pekerja yang keluar dari perusahaan dimana mereka bekerja atau akan ada pekerja yang menganggur. Pemerintah biasanya mengeluarkan kebijakan di pasar kerja berupa penetapan upah minimum. Berdasarkan teori, Jika pemerintah menetapkan upah minimum yang lebih tinggi dari sebelumnya, maka akan menimbulkan excess di pasar kerja karena kenaikan tingkat upah menyebabkan kenaikan biaya produksi sektor riil, maka sektor riil akan mengurangi pemakaian tenaga kerja. Sementara itu, kenaikan upah tersebut akan direspon secara positif oleh angkatan kerja sehingga penawaran tenaga kerja akan meningkat. Walaupun demikian pada tingkat upah minimum tersebut penyerapan tenaga kerja pada sektor riil hanya lebih sedikit dari pengurangan jumlah tenaga kerja sehingga kebijakan ini menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran.
19
Nilai produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang yang merupakan hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau sampai ke tangan konsumen. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi (Sudarsono, 1988 dalam Subekti, 2007). Nilai output suatu daerah diperkirakan akan mengalami peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi barang yang sama. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan diperoleh dengan tambahan perusahaan tersebut, de mikian juga dengan tenaga kerja. Perusahaan yang jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin banyak kemungkinan untuk terjadi penamba han output produksi (Matz, 1990 dalam Subekti, 2007). Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007), perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barangbarang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi.
20
Lain halnya dengan Simanjuntak (1985) yang menyatakan bahwa pengusaha memperkerjakan seseorang karena itu membantu memproduksi barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal, mesin- mesin dan perlengkapan-perlengkapan produksi yang yang akan dioperasikan oleh tenaga manusia untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1997 dalam Subekti 2007). Sedangkan menurut Dumairy (1996) investasi adalah penambahan barang modal secara neto positif. Seseorang yang membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yang telah mengalami kerusakan dalam proses produksi bukanlah merupakan investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti (replacement). Pembelian barang modal ini merupakan investasi pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu, investasi yang dilakukan dalam rangka penyediaan barang-barang modal seperti mesin dan perlengkapan produksi untuk meningkat hasil output akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena barang-barang modal tersebut membutuhkan tenaga manusia untuk mengoperasikannya. Semakin besar investasi yang dilakukan akan semakin banyak tenaga kerja yang diminta, terutama investasi yang bersifat padat karya. Dengan demikian besarnya nilai investasi akan menentukan besarnya penyerapan tena ga kerja.
21
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa investasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja, maka investasi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, sehingga pertumbuhan investasi akan
berdampak
pada
pertumbuhan
pendapatan
nasional.
Dengan
memperhitungkan efek pengganda, maka besarnya persentase pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan menjadi lebih besar dari besarnya persentase pertumbuhan investasi (Mankiw, 2003). Nilai investasi ini ditetapkan atas dasar nilai atau harga dari kondisi mesin dan peralatan pada saat pembelian. Menurut Sukirno (1997) dalam Subekti (2007) usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut : a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya. Berbeda dengan yang dilakukan oleh para konsumen (ruma h tangga) yang membelanjakan sebagian besar dari pendapatannya untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan, penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan tapi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali
22
peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Selain sebagai harapan di masa depan untuk memperoleh keuntungan, terdapat beberapa faktor yang akan menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh penanam modal dalam suatu perekonomian. Faktor-faktor tersebut adalah : a. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh. b. Tingkat bunga. c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi dimasa akan datang. d. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya. e. Keuntungan yang diperoleh perusahaan. Investasi membutuhkan stabilitas di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Kepastian di bidang hukum akan memberikan kemudahan bagi perkembangan ekonomi dan membantu para pelaku usaha dalam mengambil keputusan ekonomi. Semakin besar tingkat kepastian, maka semakin memungkinkan suatu perusahaan untuk melakukan investasi baik dalam skala rendah, menengah bahkan skala tinggi. Begitu pula sebaliknya, kecilnya tingkat kepastian akan mengakibatkan kurangnya investasi. 2.7. Penelitian Terdahulu Situmorang (2005) menganalisis tentang elastitisitas kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan suku bunga di Indonesia selama tahun 1990-2003. Kesempatan kerja atau permintaan kerja dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan upah minimum. Suku bunga tidak berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja.
23
Respon kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekono mi bersifat elastis, sedangkan respon kesempatan kerja terhadap upah minimum bersifat inelastis, di mana kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen dengan asumsi tidak ada perubahan dalam upah minimum akan menyerap kesempatan kerja sebesar 0,2 persen, sedangkan kenaikan upah minimum sebesar 1 persen dapat meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0,026 persen. Respon kesempatan kerja terhadap output yang bersifat sangat elastis terjadi di sektor industri dan sektor lainnya yang mencakup sektor listrik, gas dan air. Sedangkan respon kesempatan kerja di sektor jasa terhadap outputnya hanya memiliki sifat elastis. Respon kesempatan kerja terhadap upah minimum yang bersifat elastis terjadi di sektor pertanian, keuangan, dan sektor angkutan. Respon kesempatan kerja di sektor bangunan memiliki sifat yang sangat elastis. Respon kesempatan kerja terhadap suku bunga dengan sifat elastis terjadi di sektor pertanian, industri, jasa dan sektor lainnya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor formal perkotaan, dengan perkecualian bagi pekerja kerah putih (white collar worker). Temuan yang tidak kalah pentingnya adalah dampak negatif dari upah minimum sangat dirasakan oleh kelompok yang rentan terhadap perubahan kondisi pasar tenaga kerja, seperti pekerja perempuan, pekerja muda usia, dan pekerja berpendidikan rendah. Sedangkan pekerja kerah putih adalah satu-satunya kategori pekerja yang diuntungkan dari kenaikan upah minimum dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan adanya efek substitusi dari upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja dari berbagai jenis pekerja.
24
Prihartanti (2007) dalam penelitiannya tentang faktor- faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di kota Bogor dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Squares) menyimpulkan bahwa pada kurun waktu tahun 1994 hingga 2005 faktor- faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di kota Bogor adalah upah, investasi, PDRB riil, jumlah unit usaha, dan krisis ekonomi yang terjadi pada saat itu. Upah memberikan hasil yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, hal ini berarti ketika terjadi peningkatan upah mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja yang diserap. Investasi, PDRB, jumlah unit usaha, serta krisis memberikan pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan pada variabel- variabel tersebut, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di kota Bogor. Berdasarkan penelitian Das (2004) tentang dampak kebijakan upah minimum terhadap pasar tenaga kerja di negara- negara sedang berkembang (terutama yang berpendapatan rendah), sebagian besar angkatan kerja bekerja di sektor formal dan upah minimum secara keseluruhan tidak hanya berdampak terhadap lapangan kerja, tetapi juga berimplikasi mendorong para pekerja keluar dari sektor formal dan ke dalam sektor formal, terutama untuk kelompok pekerja yang rentan, seperti para pekerja berketerampilan, berkeahlian dan berpengalaman rendah, para pekerja di bawah usia kerja (usia muda) dan para wanita. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa jika upah minimum dinaikkan melebihi tingkat yang sedang, maka ia akan mengurangi jumlah pekerja yang usia muda, pekerja
25
yang berketerampilan rendah dan pekerja wanita, namun ada peningkatan pekerja yang ahli, terampil dan berpengalaman. Dampak-dampak ini khususnya tampak di perusahaan-perusahaan kecil. Di banyak negara berkembang, peningkatan jumlah para pekerja pemuda yang akan memasuki pasar tenaga kerja diseimbangkan. Terakhir, berdasarkan penelitian dari lembaga peneliti SEMERU (2001) tentang dampak kebijakan upah minimum terhadap tingkat upah dan penyerapan tenaga kerja di daerah perkotaan Indonesia, kenaikan tingkat upah minimum akan mengurangi sebagian tenaga kerja untuk digantikan dengan pekerja kerah putih. Hal ini juga menunjukkan bahwa setelah adanya kenaikan upah minimum perusahaan mengubah proses produksi yang padat tenaga kerja dengan proses produksi yang lebih padat modal dan lebih menuntut keterampilan. Karena adanya saling keterkaitan antara modal dan keterampilan, maka proporsi pekerja kerah putih yang lebih tinggi menandai adanya pemanfaatan teknologi yang lebih padat modal. 2.8. Kerangka Pe mikiran Penelitian Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang mempunyai tujuan antara lain menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata dirasakan oleh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah, struktur perekonomian yang seimbang. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan eko nomi suatu negara dapat dilihat dari kesempatan kerja yang diciptakan dari pembangunan ekonomi.
26
Masalah ketenagakerjaan dalam pembangunan Indonesia hingga kini masih merupakan tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan mengingat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yang me masuki pasar kerja. Hal ini berkaitan dengan upaya penyediaan dan penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan mutu tenaga kerja serta upaya perlindungan tenaga kerja. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sangat besar dan ko mpleks. Besar, karena menyangkut jutaan jiwa, dan kompleks, karena masalahnya mempengaruhi sekaligus dipengaruhi o leh banyak faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah untuk dipahami. Masalah ketenagakerjaan yang paling mendasar adalah jumlah ketersediaan lapangan kerja tidak cukup untuk menampung jumlah angkatan kerja yang ada. Masalah inilah yang senantiasa terjadi di Indonesia. Fakta ini menunjukkan tekanan kuat dala m sis i penyediaan tenaga kerja. Di s isi la in, pertumbuhan ekonomi secara nasiona l masih terlalu rendah. Kondisi pertumbuhan ekonomi dan kaitannya dengan pengangguran pada masa setelah kris is, yakni tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pe rtumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pe ngangguran Tahun
Pertumbuhan PDB (%)
Pengangguran Terbuka (%)
2003
4,7
9,5
2004
5,0
9,4
2005
5,7
10,8
2006
5,5
10,3
2007
6,3
9,1
Sumber: Laporan BI (2003-2007)
27
Kesimpulan ya ng dapat dia mbil berdasarkan Tabel 2.1 adalah walaupun pada tahun 2003- 2005 tingkat pertumbuhan ekonomi terus menga lami kenaikan, namun tidak selamanya diikuti dengan penurunan jumlah pengangguran. Pada tahun 2005 kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen dari tahun 2004 justru malah d iikuti dengan kenaikan jumlah
pengangguran
terbuka.
Pada
tahun
2006
terjadi penurunan
pertumbuhan ekonomi dari 5,7 persen menjadi 5,5 persen dan diikuti penurunan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 0,8 pe rsen dari 11,1 persen
hingga
mencapai 10,3
persen.
Walaupun
demikian
tingkat
pengangguran terbuka ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelum kris is yang rata-rata mencapai 5,5 persen (Bank Indonesia, 2006). Melihat
fakta- fakta
yang
telah
ditamp ilkan
terkait
kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia maka perlu diperlukan informasi tentang kondisi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sela in itu perlu juga dilakukan analisis faktor- faktor yang me mpengaruhi penyerapan tenaga kerja. Variabel yang akan dite liti adalah PDRB riil, UMP riil dan investasi riil. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
28
Masalah Ketenagakerjaan Indonesia 2003-2007: Tingginya Tingkat Pengangguran
Gambaran Kondisi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja PDRB riil
UMP riil
Investasi riil
Analisis Regresi Panel Data
Implikasi Kebijakan Gambar 2.5 Kerangka Pe mikiran Penelitian Gambar 2.5 menejelaskan tentang alur penelitian. Penelitian ini di awali dengan memaparkan permasalahan utama dalam ketenagakerjaan di indonesia, yaitu pengangguran. Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan membaginya menjadi dua fokus tujuan, yaitu : (1) menggambarkan kondisi penyerapan tenaga kerja di beberapa propinsi di Indonesia untuk mengetahui variasi dan karakterisitik penyerapan tenaga kerja di propinsi-propinsi tersebut, dan (2) analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Dari hasil kedua tujuan tersebut akan diambil kesimpulan dan saran sebagai masukan bagi kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia di masa yang akan datang.
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumbe r Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1) time series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan selama lima tahun yaitu tahun 2003-2007, sedangkan data cross section sebanyak dua puluh yang menunjukkan jumlah propinsi di Indonesia yang diteliti. Dua puluh propinsi tersebut adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Adapun variabel- variabel ekonomi yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja, PDRB riil, UMP riil dan investasi riil yang terdiri dari PMDN dan PMA. Sumber data diperoleh dari berbagai instansi dan media terkait yang dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun instansi dan media yang dimaksud adalah BPS, DEPNAKERTRANS, BKPM, perpustakaan, artikel dan internet. 3.2. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dengan regresi panel data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel dan E-views 6.1. Hasil pengolahan data dan penjelasan analisisnya dipaparkan dalam bab pembahasan.
30
3.2.1. Regresi Panel Data Data panel (pooled data) atau disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu (Gujarati, 2003). Banyak alasan mengapa penggunaan data panel lebih baik pada mode lmodel regresi dibandingkan data time series atau crosss section, di antaranya menurut Baltagi (2008) adalah : 1. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah, dan lain- lain pada waktu tertentu, maka data tersebut heterogen. Teknik penaksiran data panel yang heterogen secara eksplisit dapat dipertimbangkan dalam perhitungan. 2. Kombinasi data time series dan cross section memberikan informasi lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 3. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan studi berulang-berulang dari cross section. 4. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section. 5. Data panel membantu untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.
31
6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atas perusahaan karena unit data lebih banyak. Estimasi model pada penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode efek tetap (fixed effect) dan metode efek acak (random effect) (Gujarati, 2003). Kedua metode tersebut akan dipilih yang sesuai dengan menggunakan uji Hausman. Hasil pengujian terhadap kedua metode yang telah dilakukan pada estimasi model menunjukkan bahwa metode yang tepat untuk penelitian ini adalah fixed effect. 3.2.2. Metode Fixed Effect Estimasi pada metode Fixed Effect (efek tetap) dapat dilakukan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS) atau tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2003). Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk memungkinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga Covariance Model. Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut :
32
yit = αi + x jitβj +
n
aiDi + εi .......................................(3.1)
i 2
di mana : yit
= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
αi
= intersep yang berubah- ubah antar cross section unit
x jit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj
= parameter untuk variabel ke j
eit
= komponen error di waktu t untuk unit cross section i Dengan menggunakan pendekatan ini, akan terjadi degree of freedom
sebesar NT
N K . Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini
didekati dengan menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat error dari proses pendugaan dengan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Secara umum dirumuskan sebagai berikut :
FN
T 2, NT N T
=
ESS1 ESS2 / NT 1 ………………………..(3.2) ESS2 / NT N K
dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode kuadrat kecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K. nilai statistik F uji inilah yang kemudian diperbandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model yang akan digunakan.
33
3.2.3. Metode Random Effect Metode efek acak memasukkan parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu ke dalam error. Hal inilah yang membuat model efek juga disebut model komponen error (error component model). Penggunaan model efek acak ini dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model random effect (efek acak). Dalam model efek acak, parameterparameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal inilah, model efek acak juga disebut model komponen error (error component model). Bentuk model acak dijelaskan pada persamaan berikut ini : Yit = αit + x jitβj + uit …….………….……………….(3.3) Di mana αit diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (αi). Nilai intersep untuk masing- masing individu dapat dituliskan : αit = αi + εit
i = 1,2,….,N …....…….………..(3.4)
34
Di mana αi adalah rata-rata intersep, ε it adalah random error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing- masing individu. Model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus : Yit = αit + x jitβj + εit + uit ……………………………..(3.5) Yit = αit + x jitβj + ωit ……………………….…………..(3.6) Di mana : ωit = εit + uit ........................................................(3.7) Bentuk ω it terdiri dari komponen error term yaitu εit sebagai komponen cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan persamaan : Yit = αit + x jitβj + ωit ………………………………..(3.8) ωit = εi + v t + wit ………………………………….(3.9) Di mana εi ~ N(0, δ u2 )
= komponen cross section error
v t ~ N(0, δv 2 )
= komponen time series error
wit ~ N(0, δ w2 ) = komponen error kombinasi Pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak ini dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada model efek tetap. Hal ini mengakibatkan parameter yang hasil estimasi menjadi semakin efisien. Penggunaan model efek tetap atau acak ditentukan dengan menggunakan uji Hausman.
35
Namun disamping dengan menggunakan uji Hausman, terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa ε i dan variabel bebas X berkorelasi, maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih. Sebaliknya, apabila ε i dan variabel bebas X tidak berkorelasi, maka
random effect yang lebih baik untuk dipilih. Beberapa
pertimbangan yang dapat dijadikan acuan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah : 1. Bila T (banyaknya unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu fixed effect model. 2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Sehingga apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan. Sebaliknya apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak, maka harus meggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen error individual (εi) berkorelasi dengan variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias 4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed effect.
36
3.2.4. Uji Kesesuaian Model Pada penelitian ini, uji kesesuaian model dari kedua metode pada teknik estimasi panel data dapat dilakukan dengan menggunakan Hausman Test. Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsure trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0
:
Model Random Effect
H1
:
Model Fixed Effect
Dasar penolakan hipotesa nol tersebut diperoleh dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan : m
b M0
M1
1
b ~
2
K
………………....(3.10)
di mana : β
= vektor statistik variabel fixed effect
b
= vektor statistik variabel random effect
(M0 )
= matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect
(M1 )
= matriks kovarian untuk dugaan model random effect
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-Square (χ2 ) tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya.
37
3.3. Perumusan Model Penelitian Model umum yang digunakan dalam penelitian ini berdasarka n tinjauan teori terhadap fungsi ekonomi dari tingkat penyerapan tenaga kerja dan hasil studi dari Prihartanti
(2007)
yang
menganalisis
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di kota Bogor. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : TKit = α0 + β0 PDRBriilit + β1 UMPriilit + β2 INriilit + εit ………(3.11) di mana : TK it
= Jumlah tenaga kerja Indonesia propinsi i pada tahun t (per satuan orang)
PDRBit = Nilai Produk Domestik Regional Bruto riil propinsi i pada tahun t (per juta rupiah) UMPit = Nilai Upah Minimum riil Propinsi i pada tahun t (per satu rupiah) INit
= Nilai Investasi riil propinsi i pada tahun t (per juta rupiah)
εit
= Komponen error
3.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada persamaan model penelitian ini yaitu koefisien variabel PDRB (β0 ) > 0, koefisien variabel UMP (β1 ) < 0. (β1 ), dan koefisien variabel investasi (β1 ) > 0. Variabel PDRB dan investasi diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan variabel UMP diduga memberi pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. 3.5. Uji Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata) atau tidak. Maksud dari signifikan
38
ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara signifikan tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, untuk kepentingan tersebut semua koefisien regresi harus diuji. Ada dua jenis hipotesis terhadap regresi yang dapat dilakukan. Pertama disebut dengan uji-F, yaitu digunakan untuk menguji koefisien (slope) regresi secara bersama-sama. Kedua disebut dengan uji-t yang digunakan untuk menguji koefisien regresi termasuk intercept secara individu. 3.5.1. Uji Statistik Model Penduga (Uji-F) Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel terikat. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-F yaitu perbandingan nilai kritis F dengan nilai hasil F- hitung. Pengujian pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan melalui pengujian besar perubahan variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel bebas. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut : Perumusan Hipotesis : H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol. Jika Fhitung > Ftabel di mana koefisien regresi berada di luar daerah penerimaan H0 maka tolak H0 , artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. Jika F hitung < Ftabel maka terima H0, artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya.
39
3.5.2. Uji Statistik untuk Masing-masing Variabel (Uji-t) Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu, yaitu pengujian hipotesis dari koefisien regresi masing- masing variabel secara parsial atau terpisah. Pengujian ini dikenal dengan sebutan uji-t. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing- masing variabel bebas secara individu berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikatnya. Adapun analisis pengujiannya sebagai berikut: Perumusan Hipotesis : H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 ; i = 0, 1, 2, …, k k = koefisien slope Berdasarkan hipotesis tersebut dapat terlihat arti dari pengujian yang dilakukan yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap βi (koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Penentuan nilai kritis pada penentuan hipotesis terhadap koefisien regresi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dan dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel (n) yang digunakan. ttabel = t (α / 2), (n-k-1) ……………………………..(3.12)
40
Menghitung nilai t-hitung koefisien variabel bebas : ...…..……………………..(3.13) dengan : βi
= Nilai koefisien regresi atau parameter variabel
Se (βi)
= Simpangan baku untuk βi
Penerimaan atau penolakan H0 : Jika thitung > tTabel maka tolak H0 Jika thitung < tTabel maka terima H0 Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 , maka koefisien βi tidak sama dengan nol yang menunjukkan bahwa βi nyata atau memiliki nilai yang dapat mempengaruhi nilai variabel terikat. 3.5.3. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi, yang dinotasikan dengan R2 , sering secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), mengukur berapa persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas untuk membandingkan validitas hasil analisis model regresi (H1 benar) (Juanda, 2009). R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat. R2 memilih range antara 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 maka garis regresi menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sedangkan jika R2 = 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut : ………………………………(3.14)
41
di mana: RSS = Jumlah Kuadrat Regresi TSS = Jumlah Kuadrat Total Tidak tepatnya keberadaan titik-titik pada garis regresi disebabkan adanya faktor- faktor lain yang berpengaruh terhadap variabel bebas. Jika tidak ada penyimpangan tentu tidak akan ada error. bila itu terjadi, maka ESS = 0, yang berarti RSS = TSS atau R2 = 1. Dengan kata lain, semua titik observasi berada tepat di garis regresi. Jadi, TSS sesungguhnya adalah variasi dari data, sedangkan RSS adalah variasi dari garis regresi yang dibuat. 3.6. Uji Pelanggaran Asumsi Uji pelanggaran asumsi dilakukan dalam rangka menghasilkan model yang efisien, visibel dan konsisten. Uji pelanggaran asumsi dilakukan dengan mendeteksi gangguan waktu (time-related disturbance), gangguan antara individu atau antar sektor ekonomi, dan gangguan akibat keduanya. 3.6.1. Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi jika pada suatu model regresi tak satu pun variabel bebas mempunyai koefisien regresi dari OLS (Ordinary Least Square) yang
signifikan
secara
statistik,
walaupun
nilai
R2
tinggi.
Indikasi
multikolinearitas tercermin dari nilai t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan, maka patut diduga ada Multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weights, sehingga t-statistik maupun F-hitung menjadi signifikan (Gujarati, 2003).
42
3.6.2. Autokorelasi Autokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana kesalahan pengganggu dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengangu dari periode lainnya. Menurut Pyndick (1991) autokorelasi dapat mempengaruhi efisensi estimatornya. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi atau korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Menurut Juanda (2009) untuk mengetahui selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya dapat digunakan ketentuan sebagai berikut : Tabel 3.1 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya Nilai DW 4 – d L < DW < 4 4 – d U < DW < 4 – d L 2 < DW < 4 – d U d U < DW < 2 DL < DW < d U 0 < DW < d L
Keputusan Terdapat autokorelasi negatif Hasil t idak dapat ditentukan Tidak ada autokorelasi Tidak ada autokorelasi Hasil t idak dapat ditentukan Terdapat autokorelasi positif
Sumber : Winarno (2007) 3.6.3. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan di mana varian dari suatu kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas, yaitu: E(Xi, εi) ≠ 0 ……………………………………(3.15) Sehingga Var(εi) ≠ ζ2 ………..………………………….(3.16) Hal ini merupakan pelanggaran salah satu asumsi tentang model regresi linear berdasarkan metode kuadrat terkecil. Salah satu asumsi yang digunakan dalam regresi adalah bahwa Var(ε i) = ζ2 , untuk semua ε, artinya untuk semua kesalahan pengganggu variannya sama. Pada umumnya heteroskedastisitas terjadi di dalam
43
analisis data cross section, yaitu data yang menggambarkan keadaan pada suatu waktu tertentu. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan menjadi misleading (Gujarati, 2003). Pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dilakukan dengan White Heteroscedasticity dalam program Eviews. Dengan uji White, dibandingkan Obs* R-Squared dengan X (Chi-Squared) tabel. Jika nilai Obs* RSquared
lebih kecil daripada X (Chi-Squared) tabel,
maka tidak ada
heteroskedastisitas pada model data panel dalam Eviews. Pengolahan data panel dalam Eviews 6.1 yang menggunakan metode General Least Square (cross section weights) untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weight Statistic dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistic. Jika Sum Square Resid Weighted Statistic < Sum Squared Resid Unweighted Statistic maka tidak terjadi heteroskedastisitas. heteroskedastisitas
Perlakuan adalah
yang
dengan
Heteroskedasticity (Widarjono, 2007).
diberikan mengestimasi
untuk GLS
menghilangkan dengan
White
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Menurut Laporan Perekonomian Indonesia dari Bank Indonesia (20032007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami pasang surut. Di tinjau dari PDB per kapita, selalu terjadi kenaikan pada kurun waktu tersebut. Pada tahun 2003 pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4,7 persen masih belum memadai untuk menyerap tambahan tenaga kerja sehingga pengangguran malah mengalami peningkatan yang semula di tahun 2002 sebesar 9,1 persen, pada tahun 2003 meningkat menjadi 9,5 persen. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh masih banyaknya permasalahan struktural yang belum terselesaikan, dampak negatif tragedi bom di Bali, dan perekonomian dunia yang masih lesu, terutama pada tengah tahun pertama. Kinerja perekonomian pada tahun 2004 secara umum menunjukkan perbaikan dari tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi meningkat hingga mencapai 5 persen, inflasi IHK terkendali, nilai tukar rupiah relatif stabil, dan suku bunga masih
cenderung
menurun.
perbaikan
ini didukung
oleh
kondusifnya
perekonomian global, optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya kondisi perekonomian secara fundamental dan stabilnya kondisi makroekonomi. Walaupun demikian, jika dilihat dari sisi ketenagakerjaan, pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum juga memadai untuk meningkatkan penyerapan angkatan kerja tambahan sehingga tingkat pengangguran relatif tidak berubah.
45
Perekonomian Indonesia pada tahun 2005 tumbuh sebesar 5,7 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2004 sebesar 5 persen. Penyebab utama peningkatan ini karena ditopang oleh pertumbuhan permintaan domestik yang relatif tinggi. Dari sisi permintaan, kegiatan ekonomi didukung oleh peningkatan pertumbuhan permintaan domestik yang dibarengi dengan penurunan impor yang tajam. Dilihat secara sektoral, pertumbuhan disumbang oleh sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan. Meskipun secara keseluruhan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi pertumbuhan tersebut masih di bawah perkiraan semula dan cenderung melambat seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap kestabilan makroekonomi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akibat tingginya harga minyak dunia dan berlanjutnya siklus pengetatan moneter global menimbulkan tekanan yang kuat terhadap kondisi fiskal dan neraca pembayaran akibat pola ekspansi perekonomian yang relatif masih rentan. Seiring dengan kondisi tersebut, tambahan angkatan kerja baru tidak sepenuhnya mampu terserap bahkan tingkat pengangguran meningkat dan distribusi pendapatan semakin timpang (LPI, 2004-2005). Di tengah berlangsungnya penyesuaian ketidakseimbangan perekonomian global dan menurunnya daya beli masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bulan Oktober 2005, pertumbuhan PDB pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 0,2 persen dari 5,7 persen pada tahun 2005 menjadi 5,5 persen di tahun 2006. Walaupun demikian, perekonomian Indonesia tahun 2006 secara gradual mengalami perbaikan. Tingkat inflasi yang pada awal 2006 sangat tinggi berangsur menurun mencapai 6,7 persen, atau berada di bawah
46
sasaran, dan nilai tukar rupiah bergerak stabil dengan kecenderungan menguat. Terjaganya kestabilan makroekonomi pada gilirannya memberikan ruang bagi perekonomian untuk tumbuh dengan tren membaik sehingga untuk keseluruhan tahun 2006 mencapai 5,5 persen. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari peran kebijakan moneter dan fiskal yang konsisten dan berhati- hati sehingga mampu menyeimbangkan upaya menjaga kestabilan makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang dicapai terutama bertumpu pada peningkatan konsumsi dan ekspor, sedangkan investasi masih tumbuh melambat mengingat penyelesaian beberapa persoalan struktural belum sesuai harapan. Kondisi demikian menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 belum dibarengi perbaikan yang berarti dari sisi penyerapan angkatan kerja dan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat (LPI, 2005-2006). Pada tahun 2007 untuk pertama kali sejak krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas angka 6 persen dengan stabilitas yang tetap terjaga dengan baik. Tingginya harga komoditas internasional, terutama harga minyak mentah, dan merambatnya krisis subprime mortgage adalah beberapa faktor yang menorehkan tantangan dan ujian pada perekonomian Indonesia pada tahun 2007. Dalam menghadapi deretan ujian tersebut, perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang lebih baik dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Daya tahan perekonomian Indonesia yang lebih baik tersebut antara lain disumbang oleh kombinasi kebijakan makroekonomi dan sektoral yang ditempuh. Koordinasi kebijakan antara kebijakan moneter dan fiskal berjalan semakin baik. Pemerintah dan Bank Indonesia senantiasa bekerja sama dalam memberikan stimulus dan
47
menjaga stabilitas perekonomian. Di sisi moneter, respon kebijakan dilakukan secara berhati- hati dan konsisten pada upaya pengendalian inflasi pada tingkat yang semakin rendah dalam jangka
menengah-panjang. Di sisi fiskal,
kesinambungan keuangan pemerintah tetap dijaga dengan baik di tengah upaya untuk mengendalikan harga komoditas strategis. Adapun di sisi sektoral, pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi
melalui
perbaikan
iklim
investasi,
percepatan
pembangunan
infrastruktur, pemberdayaan UMKM, serta penguatan dan reformasi sektor keuangan. Tabel 4.1 Kondisi Pe rekonomian Indonesia tahun 2003-2007 Rincian
2003
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan PDB (%) Inflasi IHK (%) Inflasi Inti (%) Nilai Tukar (Rp/$) Rata-rata Suku Bunga S BI (1 bulan)/BI Rate sejak juli 2005 (%)
4,7 5,1 6,9 8.572 8,31
5,0 6,4 6,7 8.940 7,43
5,7 17,11 9,75 9.713 12,75
5,5 6,60 6,03 9.167 9,75
6,3 6,59 6,39 9.140 8,00
3,9 0,6 5,9 1,6
5,0 14,7 13,5 26,7
4,0 10,9 16,6 17,8
3,2 2,5 9,4 8,6
5,0 9,2 8,0 8,9
3,8 -1,4 5,3 4,9 6,1 5,4 12,2 6,7 4,4
2,8 -4,5 6,4 5,3 7,5 5,7 13,4 7,7 5,4
2,7 3,2 4,6 6,3 7,5 8,3 12,8 6,7 5,2
3,4 1,7 4,6 5,8 8,3 6,4 14,4 5,5 6,2
3,5 2,0 4,7 10,4 8,6 8,5 14,4 8,0 6,6
9,5 17,4 9.574 1.116
9,4 16,7 10.506 1.167
10,8 16,0 12.700 1.321
10,3 17,7 15.000 1.663
9,1 16,6 17.600 1.947
PDB Menurut Pengeluaran (%) Konsumsi Pembentukan modal tetap domestik bruto Ekspor barang dan jasa Impor barang dan jasa PDB Menurut Lapangan Usaha (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tingkat Kemiskinan (%) PDB per Kapita (ribu Rp) PDB per Kapita (dolar AS )
Sumber: Badan Pusat Statistika dan Bank Indonesia
48
4.2. Gambaran Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Sebagian besar sektor usaha di Indonesia masih didominasi oleh sektor usaha padat karya, sehingga perubahan tingkat pertumbuhan pada sektor-sektor usaha tersebut akan mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja. Tingkat penyerapan tenaga kerja Indonesia kurun waktu 2003 hingga 2007 mengalami fluktuasi. Keadaan penyerapan tenaga kerja Indonesia untuk 20 propinsi pada kurun waktu tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Penyerapan Tenaga Kerja di 20 Propinsi di Indonesia (dalam jiwa) Propinsi
2003
2004
2005
2006
2007
Sumatera Utara
1.465.593
1.773.927
1.751.030
1.882.016
2.050.513
Sumatera Barat
497.056
565.612
589.985
623.324
640.329
1.029.793
854.693
1.059.880
726.650
805.992
Jambi
232.935
307.492
315.526
301.593
381.440
Sumatera Selatan
521.829
656.790
752.303
801.770
989.847
Lampung
650.389
653.442
679.114
847.142
997.254
DKI Jakarta
2.283.554
2.380.620
2.375.381
2.560.650
2.415.567
Jawa B arat
6.201.653
6.645.128
6.577.337
7.328.658
7.311.318
Jawa Teng ah
5.509.490
5.775.428
6.046.565
5.883.113
6.253.794
563.095
622.557
667.576
721.780
778.359
Jawa Ti mur
6.094.301
6.324.730
6.900.973
7.081.787
6.935.697
Banten
1.458.120
1.504.268
1.416.737
1.728.347
1.646.802
Bali
660.446
706.130
804.424
787.012
794.562
Nusa Tenggara B arat
467.629
535.716
485.227
575.461
631.814
Kali mantan Barat
374.512
451.370
468.079
493.169
514.817
Kali mantan Tengah
126.253
157.653
145.758
243.445
279.307
Kali mantan Selatan
317.722
473.488
424.465
424.518
509.351
Kali mantan Ti mur
466.663
502.670
537.902
528.388
518.368
Sulawesi Utara
251.253
276.110
299.445
297.414
359.830
Papua
159.366
175.180
224.740
114.949
157.162
29.331.652
31.343.004
32.522.447
33.951.186
34.972.123
Riau
DI. Yog yakarta
Total
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2003-2007)
49
Berdasarkan data BPS (2003-2007), dari 20 propinsi yang diamati, secara umum pada tahun 2003 hingga 2007 ada 13 propinsi yang sebagian besar mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja yang stabil, yaitu Kalimantan Tengah, Papua, Sulawesi Utara, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Bali, dan Lampung. Walaupun pada tahun 2005 terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dapat berimplikasi pada peningkatan biaya produksi tiap perusahaan sehingga memaksa beberapa perusahaan melakukan PHK besar-besaran terhadap para pekerjanya, namun pada beberapa propinsi yang telah disebutkan di atas justru terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini bisa terjadi karena pada periode ini secara umum sebagian besar sektor yang merupakan sektor unggulan di propinsi-propinsi tersebut mengalami pertumbuhan positif. Beberapa propinsi memang sempat terpengaruh oleh kenaikan harga BBM sehingga berimplikasi pada penurunan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 dan sebagian kecil tahun 2006, namun segera mengalami recovery dan kembali meningkat pada tahun 2007. Propinsi yang mengalami hal ini adalah Jawa Tengah dan Papua. Tingkat penyerapan tenaga kerja Riau berada sedikit di atas 13 propinsi yang telah disebutkan di atas namun kenaikannya bersifat fluktuatif. Selanjutnya berturut-turut diikuti Banten, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta. Sedangkan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat tercatat merupakan propinsi yang paling tinggi tingkat penyerapan tenaga kerjanya selama tahun 2003 hingga 2007.
50
Pada kurun waktu 2003-2007, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah mengalami fluktuasi penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Riau mengalami penurunan pada tahun 2004 dan 2006. Walaupun pada tahun 2007 penyerapan tenaga kerja di Riau meningkat, namun tidak mampu melebihi tingkat penyerapan tenaga kerja pada tahun 2003 dan 2005. Penurunan penyerapan tenaga kerja Riau pada tahun 2004 disebabkan adanya perlambatan pertumbuhan di sejumlah sektor sektor pertanian, sektor industri pengolahan, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor-sektor tersebut. Sedangkan penurunan yang terjadi pada tahun 2006 disebabkan terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja hampir di seluruh sektor ekonomi. Hanya ada dua sektor yang penyerapan tenaga kerjanya meningkat yaitu sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Sumatera Utara secara umum mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja yang relatif stabil dalam kurun waktu 2003 hingga 2007. Namun pada tahun 2005 penyerapan tenaga kerja sedikit menurun. Hal ini disebabkan menurunnya pertumbuhan di sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa. Sementara pertumbuhan negatif terjadi pada sektor listrik, gas dan air bersih. Penyerapan tenaga kerja di Banten, dan DKI Jakarta pada tahun 2005 dan 2007 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan penyerapan tenaga kerja di Banten pada tahun 2005 diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan masih fluktuatifnya nilai tukar rupiah. Keduanya telah
51
menyebabkan biaya meningkat dan menurunnya daya beli. Sektor yang penyerapan tenaga kerjanya mengalami penurunan pada saat itu adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Pada tahun 2007 penurunan penyerapan tenaga kerja disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air, dan sektor jasa-jasa. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah kenaikan permintaan domestik
yang masih terbatas dan dapat dipenuhi dengan
meningkatkan penggunakan kapasitas yang sudah ada. Faktor lain adalah relatif sedikitnya industri baru yang masuk, bahkan terdapat beberapa industri yang tutup atau relokasi. Selain itu, pertumbuhan kinerja sektor listrik yang negatif diduga juga menjadi penyebabnya. Hal ini disebabkan karena adanya bencana alam angin putting beliung yang terjadi di Bulan Juli-Agustus sehingga mengakibatkan kerusakan pada Gardu Induk (GI) Serang, GI Rangkas Bitung dan GI Menes yang berperan sebagai penghantar listrik 70.000 volt sehingga aliran listrik di beberapa wilayah di Banten terganggu (LPI, 2007). Penurunan penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta pada tahun 2005 diperkirakan disebabkan oleh adanya kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan nilai tukar rupiah yang masih bersifat fluktuatif. Hal ini mengakibatkan meningkatnya biaya dan menurunnya kemampuan daya beli sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan investasi, dan pertumbuhan hampir di seluruh sektor ekonomi kecuali sektor listrik. Sedangkan penurunan yang terjadi pada tahun 2007 disebabkan oleh pertumbuhan sebagian besar sektor
52
terutama sektor industri yang relatif masih rendah, peningkatan permintaan domestik dan pasar ekspor yang relatif terbatas. Di sisi lain, masalah ini juga dipicu oleh masih lambatnya pertumbuhan di bidang investasi. Di Jawa Barat, penurunan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 terjadi di sektor pertanian, sektor listrik, air, gas, dan sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Namun pada tahun 2006 terjadi lonjakan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar sektor ekonomi di Jawa Barat pada tahun tersebut mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, air, dan gas, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor dan sektor jasajasa. Namun pada sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor industri pengolahan, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan dan mengalami sedikit penurunan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah selalu mengalami kenaikan yang cukup tinggi, kecuali pada tahun 2006. Pada tahun tersebut penurunan penyerapan tenaga kerja cukup tajam karena sebagian besar sektor memiliki pertumbuhan yang rendah. Sektor-sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja adalah
sektor
pertanian,
sektor
pertambangan
dan
penggalian,
sektor
pengangkutan komunikasi, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Jawa Timur selalu mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja dari tahun 2003 hingga 2006. Tahun 2006 sempat mengalami penurunan pertumbuhan dari tahun sebelumnya akibat efek dari kenaikan harga BBM di akhir 2005.
53
Sedangkan pada tahun 2007 penyerapan tenaga kerja lebih rendah dibanding 2006. Hal ini diduga disebabkan oleh peristiwa luapan Lumpur Porong akibat aktivitas PT Lapindo Brantas Inc pada pertengahan 2006 yang dampak negatifnya dirasakan pada tahun 2007. Dampak ini terutama dirasakan pada sektor pertanian, sektor industri, dan sektor pengangkutan di beberapa daerah di Jawa Timur. 8000000 Propinsi Sumatera Utara
7000000
Sumatera Barat Riau Jambi
6000000
Sumatera Selatan
Jumlah Tenaga Kerja
Lampung
DKI Jakarta
5000000
Jawa Barat Jawa Tengah
4000000
DI. Yogyakarta Jawa Timur
Banten
3000000
Bali
Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat
2000000
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan 1000000
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara Papua
0 2003
Gambar 4.1
2004
2005
2006
2007
Grafik Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja di 20 Propinsi di Indonesia
54
4.3. Hasil Analisis Model Regresi 4.3.1. Uji Statistik Pengujian faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja secara bersama-sama dapat dilakukan dengan uji F-statistik dan uji tstatistik. Hasil estimasi dari fungsi regresi dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDRB riil UMP riil
0,2119730 16,759620
0,037009 3,412397
5,727588 4,911391
0,0000 0,0000
IN riil
1,7888230
0,439707
4,068220
0,0001
C
1363677,0 28730,51 Effects Specification
47,46441
0,0000
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared
Weighted Statistics 0,9945370 Mean dependent var
1697311,0
Adjusted R-squared
0,9929760
S.D. dependent var
1132762,0
S.E. of regression F-statistic
133069,40 637,15510
Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.36E+12 1,622343
Prob(F-statistic)
0,0000000
R-squared
Unweighted Statistics 0,996518 Mean dependent var
1621204,0
Sum squared resid
1,56E+12
1,6484190
Durbin-Watson stat
Hasil analisis menunjukkan koefisien determinasi (R2 ) atau R-squared bernilai 0,9945370 (99,45 persen). Artinya seluruh variabel bebas pada model secara bersamaan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah baik. Artinya model tersebut mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalamnya sebesar 99,45 persen dan sisanya 0,55 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
55
Uji F-statistik untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara keseluruhan dan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam persamaaan. Uji ini dilakukan dengan melihat F-statistik sebesar 637,1551 dengan probabilitas Fstatistik sebesar 0,000000 yang nyata pada taraf 5 persen. Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel bebas berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Uji t-statistik bertujuan untuk menguji tingkat signifikasi hubungan tiap variabel bebas. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas masing- masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa PDRB, UMP dan investasi berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada taraf 5 persen (α = 5 %). Berdasarkan hasil estimasi model, dapat ditentukan nilai elastisitas masing- masing variabel bebas melalui nilai masing- masing koefisiennya dengan metode perhitungan elastisitas sebagai berikut : Ej = ηj =
/
=
≌
βj
…………………………….......(4.1)
Ej adalah elastisitas variabel bebas terhadap Y dan βj koefisien variabel bebas. X dan Y masing- masing adalah nilai variabel terikat dan variabel bebas. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai elastisitas variabel PDRB sebesar 0,11, nilai elastisitas variabel UMP sebesar 0,04 dan nilai elastisitas variabel investasi sebesar 0,01.
56
4.3.2. Uji Pelanggaran Asumsi Uji pelanggaran asumsi dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan pelanggaran asumsi normalitas, yaitu heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode fixed effect dengan pembobotan (General Least Square/Cross Section Weights), yaitu membandingkan antara sum square resid pada weighted statistic dan sum square resid pada unweighted statistic. Jika nilai sum square resid pada weighted statistic lebih kecil dari nilai sum square resid pada unweighted statistic, maka diindikasikan terjadi heteroskedastisitas. Nilai sum square resid pada weighted statistic pada persamaan tenaga kerja lebih kecil dari nilai sum square resid pada unweighted statistic, sehingga disimpulkan bahwa model memiliki gejala heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan cara uji white dengan mengestimasi model menggunakan pembobotan (GLS) kemudian dilakukan white heteroscadasticity covariance (Widarjono, 2007). Setelah menguji masalah heteroskedastisitas, asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model. Hal ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson mendekati 2, maka diasumsikan tidak terjadi autokorelasi Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS secara teori tidak ditemukan adanya masalah autokorelasi. Masalah multikolinearitas dapat dilihat dengan menggunakan nilai korelasi. Berikut ditampilkan tabel hasil uji Multikolinearitas.
57
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas PDRB 1,000000 0,172455 0,670887
PDRB UMP IN
UMP 0,172455 1,000000 0,226589
IN 0,670887 0,226589 1,000000
Jika nilai korelasi antar variabel < 0.8, maka tidak ada multikolinearitas dalam persamaan. Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa seluruh variabel memiliki nilai korelasi < 0,8 sehingga pada model tidak terdapat masalah multikolinearitas. 4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada Tabel 4.3, maka secara matematis dapat diperoleh model persamaan tingkat penyerapan tenaga kerja di Indonesia sebagai berikut : TK = 1363677 + 0,11 PDRBriil + 0,04 UMPriil + 0,01 INriil (28730,51)
(0,037009)
(3,412397)
(0,439707)
Variabel PDRB berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan berhubungan positif. Nilai koefisien regresi dari variabel PDRB sebesar 0,11. Artinya jika terjadi kenaikan PDRB sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,11 persen. Semakin tinggi PDRB maka akan semakin banyak tenaga kerja yang diserap, asums i cateris paribus.
Kenaikan
Meningkatnya
PDRB
pertumbuhan
akan
meningkatkan
ekonomi
berimplikasi
pertumbuhan terhadap
ekonomi.
peningkatan
kemampuan daya beli masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin memicu lapangan
usaha
untuk
meningkatkan produktivitasnya
untuk
memenuhi
peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akibat peningkatan kemampuan daya beli masyarakat.
58
Mengingat bahwa sektor-sektor ekonomi di Indonesia mayoritas masih di dominasi oleh sektor padat karya maka salah satu upaya perusahaan da lam meningkatkan produktivitasnya adalah dengan menambah jumlah tenaga kerja. Hal ini tentunya akan mendapat respon positif dari pasar tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah angkatan kerja yang terserap pada lapangan pekerjaan yang tersedia. Kondisi ini akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran. Hasil penelitian sejalan dengan teori yang menunjukkan kenaikan PDRB akan memicu peningkatan penyerapan tenaga kerja. Variabel upah minimum propinsi berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan berhubungan positif. Nilai koefisien regresi variabel upah minimum propinsi sebesar 0,04. Artinya jika terjadi kenaikan upah minimum propinsi sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,04 persen. Semakin tinggi PDRB maka akan semakin banyak tenaga kerja yang diserap, asumsi cateris paribus. Hasil penelitian tampak bahwa koefisien regresi variabel UMP bersifat positif yang artinya kenaikan UMP akan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Fakta ini bertolak belakang dengan teori dan hipotesis penelitian. Teori hubungan upah minimum dengan penyerapan tenaga kerja menjelaskan bahwa pemberlakuan upah minimum dapat menyebabkan pengangguran, namun dalam beberapa kasus pergeseran
ini pada kenyataanya dapat menyebabkan perusahaan yang
bersangkutan meningkatkan masukan tenaga kerja yang memaksimumkan laba 2).
2)
Menurut Nicholson (1999) dalam bu kunya yang berjudul Teori Mikro Ekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan.
59
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara UMP dengan penyerapan tenaga kerja, diduga kenaikan UMP di Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 satu sisi akan mengurangi penyerapan tenaga kerja untuk kelompok pekerja yang rentan seperti pekerja yang berada di bawah usia kerja, kelompok pekerja yang kurang terdidik dan kurang memiliki keterampilan. Di sisi lain, kenaikan UMP akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang terdidik, memiliki ketrampilan, keahlian dan pengalaman. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.2 di mana selama kurun waktu 2003-2007 secara umum terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja lulusan SLTA, diploma dan universitas. Sedangkan penyerapan tenaga kerja yang tidak/belum tamat SD mengalami penurunan selama 2004-2006. Begitu juga penyerapan tenaga kerja lulusan SLTP mengalami penurunan sepanjang 2003-2007, kecuali tahun 2005 yang sempat mengalami sedikit kenaikan.
60
Sumber : LPI (2003-2007) Gambar 4.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas, Bekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Selain itu, berdasarkan teori permintaan tenaga kerja, hubungan positif antara upah minimum dengan penyerapan tenaga kerja di mana kenaikan upah minimum akan diikuti dengan kenaikan penyerapan tenaga kerja dapat terjadi jika permintaan terhadap tenaga kerja secara agregat mengalami kenaikan. Data BPS 3) menunjukkan bahwa pada tahun 2003 hingga 2007 terjadi penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi di sektor jasa-jasa, industri pengolahan, dan pertanian. Berdasarkan fakta ini dapat diduga bahwa meningkatnya penyerapan tenaga kerja akibat kenaikan upah minimum disebabkan oleh besarnya peningkatan permintaan tenaga kerja di ketiga sektor tersebut.
3)
Lihat Tabel 1.1
61
Variabel investasi berpengaruh siginifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia dan berhubungan positif. Nilai koefisien regresi variabel investasi sebesar 0,01. Artinya jika terjadi kenaikan investasi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,01 persen. Semakin besar investasi semakin banyak jumlah tenaga kerja yang diserap, ceteris paribus. Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau membeli berbagai barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Barang dan perlengkapan tersebut dikelola dan digerakkan oleh tenaga manusia sehingga secara teoritis semakin besar nilai investasi pada suatu lapangan usaha khususnya investasi yang bersifat padat karya, maka kesempatan kerja yang diciptakan semakin tinggi (Sukirno, 1997 dalam Subekti, 2007). Hasil penelitian sesuai dengan teori, yaitu menunjukan adanya hubungan positif antara investasi dengan penyerapan tenaga kerja. Semakin meningkatnya jumlah investasi maka akan semakin meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap lapangan usaha.
62
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia”, maka diperoleh beberapa kesimpulan : a. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia secara umum mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2003 hingga 2007. Di masing- masing propinsi penyerapan tenaga kerja mengalami variasi. Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan propinsi yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang paling tinggi. Sebagian besar propinsi mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005. b. Variabel PDRB secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan PDRB akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. c. Variabel UMP secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan UMP akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. d. Variabel investasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan investasi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus.
63
5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang bisa penulis berikan dalam rangka memberikan masukan terhadap kebijakan ketenegakerjaan di Indonesia adalah : a. Memperhatikan pengaruh upah minimum lebih dirasakan manfaatnya oleh pekerja kerah putih, maka operasionalisasi kebijakan fiskal harus diarahkan kepada peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan agar dapat meningkatkan jumlah angkatan kerja terdidik dan terampil mengingat lapangan kerja khususnya sektor formal saat ini lebih membidik angkatan kerja yang terdidik dan terampil. Walaupun demikian pemerintah tidak perlu khawatir untuk menaikan upah minimum karena kenaikan upah minimum akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja ketika permintaan terhadap tenaga kerja meningkat. b. Pemerintah dan para pelaku usaha perlu
lebih
memperhatikan dan
menggalakkan dukungan ekonominya terhadap sektor jasa-jasa, industri pengolahan, dan pertanian mengingat sektor ini menempati urutan tiga besar dalam penyerapan tenaga kerja, namun di sisi lain perlu juga memperhatikan sektor listrik, gas, dan air dan sektor penggalian dan pertambangan karena penyerapan tenaga kerja di kedua sektor ini masih sangat rendah. c. Melihat bahwa investasi berpengaruh positif terhadap tenaga kerja, maka ke depannya diharapkan investasi lebih banyak dialokasikan untuk program padat karya. Dalam hal ini pemerintah dan swasta harus saling bersinergis dalam melancarkan jalannya kebijakan ini.
64
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. BPS, Jakarta. _________________. 2006. Sensus Ekonomi 2006. BPS, Jakarta. _________________. 2003-2007. Indonesia. BPS, Jakarta.
Keadaan
Pekerja/Buruh/Karyawan
di
_________________. 2003-2006. Pendapatan Nasional Indonesia. BPS, Jakarta. _________________. 2003-2007. Produk Domestik Kabupaten/Kota di Indonesia 2003-2007. BPS, Jakarta.
Regional
Bruto
_________________. 2000. Keadaan Pekerja/Buruh/Karyawan di Indonesia. BPS, Jakarta. Baltagi, Badi H. 2008. Econometrics. Springer-Verlag, Berlin. Bank Indonesia. 2003-2007. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia (2003-2007). Bellante, Don dan Jackson, Mark. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. LP FE UI, Jakarta. Das, Maitreyi B. 2004. Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Pasar Tenaga Kerja: Kasus Timor-Leste dalam Perspektif Komparatif. Bank Dunia Timor Leste: 13-14. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2008. Data Upah Minimum Tahun 2001-2007. Jakarta: DEPNAKERTRANS. _____________________________________. 2007. Profil Sumberdaya Manusia Indonesia. DEPNAKERTRANS, Jakarta. _____________________________________. 2008. Situasi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja di Indonesia. DEPNAKERTRANS, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta Gudjarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain Sumarno dan Zein [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
65
Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Prihartanti, Eva D. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Nachrowi, Djalal dan Usman, Hardius. 2006. Ekonometrika : Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta Nicholson, Walter. 1999. Teori Mikro Ekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan. [Edisi ke-5] Daniel Wirajaya [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. [Edisi ke8] Ign Bayu Mahendra [penerjemah]. Erlangga, Jakarta Sianturi, Lisbeth R. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penciptaan Kesempatan Kerja di Propinsi Sumatera Utara sebelum dan pada Masa Otonomi Daerah (1994-2007) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE UI, Jakarta. SMERU. 2001. Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia. SMERU: 4. www.smeru.or.id. [15 Jan 2010]. Situmorang, Boyke TH. 2005. Elastisitas Kesempatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum dan Suku Bunga Di Indonesia Tahun 1990-2003 [makalah]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Subekti, Mohamad A. 2007. Pengaruh Upah, Nilai Produksi, Nilai Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil Genteng di Kabupaten Banjarnegara [skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. PT Pustaka LP3ES, Jakarta.
66
Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi. Ekonisia FE UII, Yogyakarta. Winarno, Wing W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Penerbit SIE YKPN, Jakarta.
67
Lampiran 1. Data Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (dalam jiwa)
Propinsi 2003 Sumatera Utara 1465593 Sumatera Barat 497056 Riau 1029793 Jambi 232935 Sumatera Selatan 521829 Lampung 650389 DKI Jakarta 2283554 Jawa Barat 6201653 Jawa Tengah 5509490 DI. Yogyakarta 563095 Jawa Timur 6094301 Banten 1458120 Bali 660446 Nusa Tenggara Barat 467629 Kalimantan Barat 374512 Kalimantan Tengah 126253 Kalimantan Selatan 317722 Kalimantan Timur 466663 Sulawesi Utara 251253 Papua 159366 Sumber: BPS, 2003-2007
Jumlah Tenaga Kerja 2004 2005 2006 1773927 1751030 1882016 565612 589985 623324 854693 1059880 726650 307492 315526 301593 656790 752303 801770 653442 679114 847142 2380620 2375381 2560650 6645128 6577337 7328658 5775428 6046565 5883113 622557 667576 721780 6324730 6900973 7081787 1504268 1416737 1728347 706130 804424 787012 535716 485227 575461 451370 468079 493169 157653 145758 243445 473488 424465 424518 502670 537902 528388 276110 299445 297414 175180 224740 114949
2007 2050513 640329 805992 381440 989847 997254 2415567 7311318 6253794 778359 6935697 1646802 794562 631814 514817 279307 509351 518368 359830 157162
68
Lampiran 2. Data PDRB Riil Propinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI, Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Papua Sumber: BPS, 2003-2007
2003 353718,128 111648,861 324532,187 60390,206 185836,600 111218,439 1229159,191 1008922,115 650268,997 68047,803 1069613,231 264797,139 92130,908 64851,780 89464,325 58014,937 97105,587 378647,363 46876,566 82850,995
PDRB Riil (juta rupiah) 2004 2005 2006 1026308,413 1102491,122 1073801,817 333499,785 362471,150 365142,106 962804,430 1078837,468 1140397,194 159681,670 181595,829 177811,106 551198,689 641929,848 620817,778 319882,191 333960,233 332852,130 3304544,857 3539693,669 3570058,634 2654684,758 3129842,116 3222708,776 1696618,532 1904544,872 1977726,230 190600,436 201363,772 197989,965 3009299,018 3297486,497 3362019,787 642441,907 670438,943 677985,960 252101,197 275293,711 275218,880 203301,886 214576,607 206020,689 263136,619 279174,646 268797,640 161698,706 177137,940 178161,896 241600,241 257191,950 234656,476 1148287,563 1422852,477 1353048,740 141780,844 155726,443 151963,226 202551,192 331196,896 300956,656
2007 1159431,840 388229,860 1341955,143 202568,217 673463,090 396575,747 3818330,706 3433337,807 2089584,893 209101,362 3645255,070 704980,365 299366,599 229500,792 288479,463 195852,449 253625,512 1367538,999 162836,453 332407,406
69
Lampiran 3. Data UMP Riil Propinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Papua Sumber: BPS, 2003-2007
2003 1727,517 1465,93 1459,598 1478,617 1340,487 1202,873 2321,89 1170,946 1287,812 1249,003 974,932 1889,269 1443,509 1389,712 1373,061 1569,965 1624,804 1920,739 1638,476 2080,805
UMP Riil (rupiah) 2004 2005 2006 4666,598 4737,879 4939,895 4284,949 4381,339 4475,659 4018,835 4279,839 4348,123 3670,755 3916,66 3841,168 3942,069 3965,829 3908,879 3352,873 3306,392 3422,105 5908,931 5807,645 5827,819 3182,634 3282,741 3048,813 3201,411 3168,347 3155,983 3158,806 3178,892 3095,975 2735,203 2779,293 2786,041 4488,409 4634,765 4583,395 3696,295 3629,065 3754,141 3786,836 3968,586 3962,822 3714,842 3669,634 3649,063 4261,163 4421,009 4616,045 4156,642 4338,295 4257,191 4918,094 4735,237 4756,561 4913,008 4979,666 5099,342 5299,633 5315,514 5278,865
2007 4852,76 4706,875 4537,031 4155,352 4056,87 3612,811 6070,509 3372,136 3344,098 3176,216 3056,343 4898,615 4398,246 4416,296 3803,056 4671,637 4790,997 4942,175 5031,193 5925,793
70
Lampiran 4. Data Investasi Riil
Investasi Riil (juta rupiah) Propinsi
2003
2004
2005
2006
2007
Sumatera Utara
3417,370
6045,978
5381,443
4367,727
10911,211
Sumatera Barat
271,588
4876,151
881,493
523,688
381,253
Riau
805,747
5046,257
85570,120
21066,125
24406,208
Jamb i
1716,633
1805,290
1801,123
871,223
30119,312
723,606
1464,955
6114,611
4693,417
6283,117
Sumatera Selatan Lampung
123,724
322,117
9207,426
4900,078
1877,118
DKI Jakarta
26620,227
43590,846
47392,248
32442,421
59958,928
Jawa Barat
13142,000
34789,826
47977,804
47247,759
82697,240
1545,258
1745,881
8207,791
4599,832
2522,457
Jawa Tengah DI, Yogyakarta
115,233
134,215
360,473
463,052
215,446
Jawa Timur
2686,402
5450,132
38902,451
6441,952
23266,511
Banten
9546,017
10192,432
35663,642
29950,677
11662,560
256,753
1485,511
1166,895
1027,042
466,880
Bali Nusa Tenggara Barat
5,238
551,730
36,283
498,006
40,322
Kalimantan Barat
507,877
0,469
814,202
586,620
2025,154
Kalimantan Tengah
471,135
1,297
7655,053
8886,257
3680,353
Kalimantan Selatan
41,221
0,253
6921,371
7566,707
2853,740
Kalimantan Timu r
958,791
47065,351
536,681
4403,426
3817,695
Sulawesi Utara
31,419
187,017
425,683
9,161
4251,327
Papua
14,219
4444,559
308,847
2589,633
12,191
Sumber: BPS, 2003-2007
71
Lampiran 5. Hasil estimasi model dengan metode Random Effect
Dependent Variable: TK Method: Panel EGLS (Cross -section random effects) Date: 02/22/10 Time: 12:26 Sample: 2003 2007 Periods included: 5 Cross-sections included: 20 Total panel (balanced) observations: 100 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDRBRIIL UMPRIIL INRIIL C
0.330544 -21.37979 1.742817 1403477.
0.046286 16.45882 1.434832 197397.0
7.141377 -1.298987 1.214649 7.109924
0.0000 0.1971 0.2275 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
854606.3 141266.0
Rho 0.9734 0.0266
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.336693 Mean dependent var 0.315965 S.D. dependent var 189358.0 Sum squared resid 16.24315 Durbin-Watson stat 0.000000
119520.1 228952.0 3.44E+12 0.820156
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.240174 Mean dependent var 3.40E+14 Durbin-Watson stat
1621204. 0.008308
72
Lampiran 6. Hasil estimasi model dengan metode Fixed Effect Dependent Variable: TK Method: Panel Least Squares Date: 02/22/10 Time: 12:26 Sample: 2003 2007 Periods included: 5 Cross-sections included: 20 Total panel (balanced) observations: 100 Variable PDRBRIIL UMPRIIL INRIIL C
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.247549 0.451051 1.903792 1392104.
0.047340 16.64704 1.437374 49525.11
5.229133 0.027095 1.324493 28.10905
0.0000 0.9785 0.1893 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.996564 0.995583 141266.0 1.54E+12 -1314.666 1015.211 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1621204. 2125479. 26.75331 27.35250 26.99581 1.675310
73
Lampiran 7. Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
79.489636
3
0.0000
Test Summary Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable
Fixed
PDRBRIIL UMPRIIL INRIIL
0.247549 0.451051 1.903792
Random 0.330544 -21.379792 1.742817
Var(Diff.)
Prob.
0.000099 6.231246 0.007301
0.0000 0.0000 0.0596
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: TK Method: Panel Least Squares Date: 02/22/10 Time: 12:27 Sample: 2003 2007 Periods included: 5 Cross-sections included: 20 Total panel (balanced) observations: 100 Variable C PDRBRIIL UMPRIIL INRIIL
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1392104. 0.247549 0.451051 1.903792
49525.11 0.047340 16.64704 1.437374
28.10905 5.229133 0.027095 1.324493
0.0000 0.0000 0.9785 0.1893
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.996564 0.995583 141266.0 1.54E+12 -1314.666 1015.211 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1621204. 2125479. 26.75331 27.35250 26.99581 1.675310