FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA
OLEH NILA FRIDHOWATI H14114013
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
NILA FRIDHOWATI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Pulau Jawa (dibimbing oleh SRI MULATSIH). Pulau Jawa merupakan basis pertumbuhan sektor industri yang menyumbang 63,94 persen terhadap total pendapatan nasional sektor industri pada tahun 2010. Ketersediaan infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peranan administrasi merupakan faktor penting yang mendorong pesatnya pertumbuhan sektor industri di Pulau Jawa. Meskipun sektor industri menyumbangkan nilai tambah yang paling besar dibandingkan sektor lainnya terhadap PDRB yaitu sebesar 28,32 persen tetapi sektor tersebut hanya mampu menyerap 17,19 persen tenaga kerja dari total tenaga kerja di Pulau Jawa. Permasalahan penyediaan kesempatan kerja di Pulau Jawa menjadi penting dengan kondisi penduduk yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pertambahan penduduk membuat jumlah angkatan kerja di Pulau Jawa meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan permasalahan pada tidak seimbangnya permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja. Sektor industri yang memiliki nilai tambah paling besar dibandingkan sektor lainnya diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan investasi sektor industri. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2003 sampai dengan 2010 meliputi data PDRB, upah minimum provinsi yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dan investasi yang bersumber dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif dan Analisis Regresi Data Panel. Analisis Deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan investasi pada sektor industri. Analisis Regresi Data Panel digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri. Berdasarkan hasil penelitian, penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menempati urutan ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan. Pola pertumbuhan ekonomi sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003 sampai dengan 2010 memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif. Sektor industri mengalami beberapa kali periode penurunan dan peningkatan. Investasi dalam negeri pada sektor industri menunjukkan pola fluktuatif dari tahun 2003 sampai dengan 2010, sedangkan investasi asing menunjukkan pola yang semakin menurun selama dua tahun terakhir. Industri yang paling diminati oleh investor adalah industri makanan. Industri makanan memiliki potensi yang besar untuk berkembang. Hasil analisis data panel menunjukkan secara keseluruhan upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, investasi asing sektor industri, investasi dalam negeri sektor industri signifikan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Secara parsial, PDRB sektor
industri dan upah minimum provinsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri. Investasi sektor industri baik dalam negeri maupun luar negeri tidak signifikan memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri. Intervensi dari pemerintah diperlukan agar harapan terciptanya penyerapan tenaga kerja yang besar pada sektor industri dapat terwujud. Pemerintah harus mendorong pertumbuhan sektor industri agar output atau produksi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dengan cara mempermudah perizinan mendirikan perusahaan dan meningkatkan ekspor barang-barang produksi industri. Pemerintah juga harus menjaga pasar domestik khususnya pada pasar industri makanan dengan membatasi impor makanan dari luar negeri agar industri makanan dapat berkembang. Penetapan standar upah minimum perlu dilakukan secara tepat sampai batas tingkat upah tertentu yang tidak merugikan perusahaan industri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA
Oleh NILA FRIDHOWATI H14114013
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
Judul Skripsi :
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA
Nama
:
Nila Fridhowati
NIM
:
H14114013
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M Sc. Agr. NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
YANG
BELUM
PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2011
Nila Fridhowati H14114013
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nila Fridhowati lahir pada tanggal 4 April 1984 di Tanjung Karang, sebuah kota yang pernah menjadi ibukota Provinsi Bandar Lampung. Penulis anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Suparman, S.Sos dan Tutik Wijayati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Xaverius No 2 Tanjung Karang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian ditugaskan sebagai CPNS di BPS Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Tahun 2009 penulis pindah tugas ke Badan Pusat Statistik di Jakarta. Tahun 2011, penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti Program Alih Jenis di Institut Pertanian Bogor sebagai syarat untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu S2.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas karunia dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M Sc. Agr. yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suamiku tercinta, Argo Dwipa, SE.As dan putra kecilku M. Farhan Raditya Argo yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis serta rekan–rekan kuliah kelas khusus BPS S2 IPB Batch 4 yang telah terus memberikan semangat hingga selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menantikan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikan di masa datang. Akhir kata penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dimasa yang akan dating.
Bogor, November 2011
Nila Fridhowati H14114013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii I.
II.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
Latar Belakang .........................................................................
1
Rumusan Permasalahan ...........................................................
5
Tujuan Penelitian .....................................................................
7
Manfaat Penelitian ...................................................................
7
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..............
8
Pembangunan Ekonomi ...........................................................
8
Perubahan Struktural ................................................................
9
Industri ..................................................................................... 10 Penyerapan Tenaga Kerja ....................................................... 11 Teori Permintaan Tenaga Kerja .............................................. 12 Penelitian Terdahulu ................................................................ 18 Kerangka Pemikiran ................................................................. 20 Hipotesis................................................................................... 22 III.
METODOLOGI ................................................................................... 23 Sumber Data ............................................................................. 23 Cakupan Penelitian................................................................... 23 Analisis Deskriptif ................................................................... 23 Analisis Model Regresi dengan Data Panel ............................. 23 3.4.1
Bentuk Model Regresi dengan Data Panel .................. 24
3.4.2
Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi ......... 27
3.4.3
Pemilihan Model Terbaik............................................. 29
Uji Statistik .............................................................................. 31 Spesifikasi Model ..................................................................... 35
Definisi Variabel Operasional .................................................. 36 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 38 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri ....... 38 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri .................................... 44 Perkembangan Investasi Sektor Industri .................................. 49 Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri ................................................................ 55 4.4.1 Pemilihan Model Terbaik.......................................... 55 4.4.2 Uji Asumsi Klasik .................................................... 56 4.4.3 Uji Statistik .............................................................. 56 4.4.4 Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri ...................................................................... 59
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 61 Kesimpulan .............................................................................. 61 Saran ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel 1.
Halaman Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Pulau Jawa tahun 2008-2010 ..................................................
Tabel 2.
Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menurut provinsi tahun 2009 dan 2010 (orang)..........................
Tabel 3.
39
41
PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 (milyar rupiah) ...................................................................................
Tabel 4.
Nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata pertumbuhan PDRB sektor industri tahun 2003-2010. ................................................
Tabel 5.
52
Jumlah PMDN menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 .............................................................................
Tabel 7.
48
Jumlah PMA dan PMDN sektor industri menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010............................................
Tabel 6.
47
53
Jumlah PMA menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 .............................................................................
54
Tabel 8.
Hasil uji multikolinearitas ...........................................................
56
Tabel 9.
Hasil uji t .....................................................................................
58
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar 1.
Halaman Kontribusi PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dan penyerapan tenaga kerja menurut lapangan usaha di Pulau Jawa tahun 2010..........................................................................
3
Gambar 2.
Keseimbangan pasar tenaga kerja ...............................................
12
Gambar 3.
Kerangka pemikiran ....................................................................
21
Gambar 4.
Kriteria pengujian autokorelasi dengan Uji Durbin Watson ......
28
Gambar 5.
Perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri terhadap total tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2003-3010 .......
40
Gambar 6.
Perkembangan UMP rill di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ..........
43
Gambar 7.
Perkembangan kontribusi PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa terhadap PDB sektor industri tahun 2007-2010 .................................................
Gambar 8.
Pertumbuhan ekonomi dan industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ..................
Gambar 9.
44
46
Pertumbuhan PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ..................
48
Gambar 10. Pertumbuhan PMA dan PMDN sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ................................................................
51
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1
Halaman Data penyerapan tenaga kerja, PDRB, PMA, PMDN dan UMP provinsi di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ........................
Lampiran 2
65
Hasil uji regresi berganda data panel menggunakan EViews 6.0 ...............................................................................
67
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan sejauh mana suatu negara dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh hampir seluruh wilayah di Indonesia adalah tingginya tingkat pengangguran. Permasalahan tersebut juga masih ditemui di Pulau Jawa meskipun wilayah tersebut sudah lebih maju dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Data BPS (2011a, 2011b) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa tahun 2010 mencapai 6,3 persen dengan rata-rata tingkat pengangguran sebesar 10,76 persen. Pertumbuhan ekonomi tinggi diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan mengurangi penggangguran. Menurut Lewis pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan pada sektor industri. Industrialisasi merupakan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu, strategi industrialisasi sering digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Sektor industri pengolahan di Indonesia menjadi leading sector sejak tahun 1990 (Wicaksono, 2009). Perkembangan industri dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap pendapatan nasional.
2
Pulau Jawa merupakan basis pertumbuhan sektor industri yang menyumbang 63,94 persen terhadap total pendapatan nasional sektor industri pada tahun 2010. Ketersediaan infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peranan administrasi merupakan faktor penting yang mendorong pesatnya pertumbuhan sektor industri di Pulau Jawa. Pertumbuhan di Pulau Jawa diharapkan dapat berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan perangsang bagi pertumbuhan daerah-daerah lain di Indonesia (Kartasasmita, 1996). Data BPS (2011)b menunjukkan bahwa di Pulau Jawa, sektor industri pengolahan menjadi sektor yang memiliki kontribusi paling besar dibandingkan sektor lainnya terhadap total PDRB. Pada tahun 2010, PDRB sektor industri pengolahan sebesar 380,7 Trilyun memberikan kontribusi sebesar 28,32 persen terhadap total PDRB di Pulau Jawa. Semakin berkembangnya sektor industri akan memberikan dampak secara tidak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun peningkatan PDRB pada sektor industri di Pulau Jawa belum diimbangi dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Walaupun sektor industri menyumbangkan nilai tambah yang paling besar dibandingkan sektor lainnya terhadap PDRB yaitu sebesar 28,32 persen tetapi sektor tersebut hanya mampu menyerap 17,19 persen tenaga kerja dari total tenaga kerja di Pulau Jawa. Tenaga kerja di Pulau Jawa lebih banyak bekerja pada sektor pertanian dan perdagangan seperti terlihat pada Gambar 1.
3
Listrik, Gas dan Air 1.46% Pertambangan Bangunan 1.38% Angkutan 5.90% 7.96% Jasa Industri Kemasyarakatan Pengolahan 9.30% 28.32%
Pertanian 10.29% Perdagangan 24.03%
Keuangan 11.35%
(A) PDRB
Bangunan 5.56%
Keuangan 2.00%
Pertambangan 0.68% Listrik, Gas dan Air 0.22%
Angkutan 5.61% Pertanian 30.10% Jasa Kemasyarakatan 15.04%
Industri Pengolahan 17.19%
Perdagangan 23.59%
(B) Tenaga Kerja Sumber: BPS, 2010
Gambar 1. Kontribusi PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dan penyerapan tenaga kerja menurut lapangan usaha di Pulau Jawa tahun 2010 Pertumbuhan sektor industri dipengaruhi oleh investasi yang ditanamkan pada sektor tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008) menunjukkan bahwa investasi asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
4
penyerapan tenaga kerja. Iklim investasi yang baik akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk pertumbuhan sektor industri dan pada akhirnya akan berkontribusi pada penyediaan lapangan pekerjaan. Memperbaiki iklim investasi merupakan salah satu tonggak dari strategi pembangunan. Namun, industri yang bersifat
padat
modal
membuat
investasi
yang
ditanamkan
cenderung
dipergunakan untuk pembelian modal yang berupa mesin mesin canggih sehingga pada akhirnya industri tidak banyak menggunakan banyak tenaga kerja. Menurut Okun, terdapat hubungan yang negatif antara Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan pengangguran (Mankiw, 2007). PDB merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. Pada skala wilayah yang lebih kecil, total pendapatan dan total penggeluaran pada output barang dan jasa disebut sebagai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Perubahan pada PDRB riil dari tahun ke tahun erat kaitannya dengan perubahan tingkat pengangguran. Peningkatan PDRB dapat menurunkan tingkat pengangguran.
Secara teori, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dengan asumsi investasi meningkat. Namun permasalahaan
yang
masih
terjadi
di
Pulau
Jawa
adalah
adanya
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran lapangan kerja. Penyediaan lapangan kerja yang besar diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk. Perbaikan kualitas sumberdaya manusia juga mutlak diperlukan karena merupakan modal pembangunan. Tersedianya tenaga kerja yang besar jika dimanfaatkan, dibina, dan dikerahkan untuk menciptakan tenaga kerja yang efektif akan menjadi modal yang besar dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor.
5
Penyerapan tenaga kerja juga tidak terlepas dari peranan pemerintah sebagai penyusun kebijakan yang mendukung terciptanya iklim investasi yang baik, standar penerimaan pendapatan untuk kesejahteraan tenaga kerja, serta strategi-strategi yang dilakukan demi tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum provinsi juga sering menjadi alasan bagi pengusaha untuk lebih memilih industri yang padat modal. Stabilitas perekonomian juga diperlukan untuk menjamin perekonomian berjalan dengan lancar. Permasalahan penyediaan kesempatan kerja di Pulau Jawa menjadi penting dengan kondisi penduduk yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pertambahan penduduk membuat jumlah angkatan kerja di Pulau Jawa meningkat. Sektor industri yang memiliki nilai tambah paling besar dibandingkan sektor lainnya diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih luas. Untuk mengantisipasi
permasalahan
pengangguran
yang
pada
akhirnya
akan
mengganggu peroses pertumbuhan ekonomi, maka perlu dikaji faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja khususnya sektor industri. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian
yang
berjudul
”Faktor-faktor
yang
Memengaruhi
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Pulau Jawa Tahun”.
1.2 Rumusan Permasalahan Masalah penyediaan lapangan pekerjaan merupakan salah satu masalah penting dalam pembangunan. Sektor industri di Pulau Jawa diharapkan mampu memberikan lapangan kerja yang lebih luas sehingga dapat mengurangi
6
pengangguran. Kontribusi nilai tambah sektor industri diharapkan diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih luas pada sektor tersebut. Ada banyak faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum provinsi sering menjadi alasan bagi pengusaha untuk lebih memilih industri yang padat modal. Iklim investasi yang baik juga akan membuat sektor tersebut berkembang dan pada akhirnya memberikan pengaruh yang baik terhadap penyerapan tenaga kerja jika penggunaannya sesuai dengan strategi industrialisasi yang bersifat padat tenaga kerja. Tantangan pemerintah yang paling berat adalah apakah pemerintah bisa selalu menjaga iklim investasi yang dapat mendorong pertumbuhan sektor industri. Penyerapan tenaga kerja yang masih relatif sedikit dibandingkan sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada sektor industri belum cukup untuk menyimpulkan bahwa sektor tersebut mampu menyerap banyak tenaga kerja. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan penetapan standar upah dan penggunaan investasi juga memiliki peran dalam mendorong penciptaan lapangan kerja.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan
permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan investasi pada sektor industri di Pulau Jawa? 2. Faktor- faktor apa saja yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa?
7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan investasi pada sektor industri di Pulau Jawa. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain: 1.
Bagi penulis, memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri.
2.
Bagi pemerintah, memberikan masukan kepada pemerintah yang terkait dengan pembangunan sektor industri dan penyerapan tenaga pada sektor tersebut sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat.
3.
Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan pembaca agar dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah penyerapan tenaga kerja sektor industri.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Pulau Jawa yang mencakup enam provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan merupakan tekad masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Proses pembangunan harus memiliki tiga tujuan inti yaitu: 1.
Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.
2.
Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan.
3.
Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruahan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan.
9
2.2
Perubahan Struktural Teori perubahan struktural (struktural change theory) memusatkan
perhatian pada mekanisme transformasi struktur perekonomian dalam negeri dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang lebih tangguh. Aliran pendekatan perubahan struktural ini didukung oleh ekonom-ekonom yang sangat terkemuka seperti W. Arthur Lewis yang terkenal dengan model teoritisnya tentang ”surplus tenaga kerja dua sektor ” (two sektor surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang terkenal dengan analisis empiris tentang ”pola-pola pembangunan” (pattern of development). (Todaro dan Smith, 2006) Model pembangunan menurut Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional pedesaan yang memiliki kelebihan tenaga kerja dan sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Model ini menekankan pada proses peralihan tenaga kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut. Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (self-sustaining growth) dan perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut diasumsikan akan terus berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan terserap habis oleh sektor industri. Transformasi struktural dengan sendirinya akan menjadi suatu
10
kenyataan, dan perekonomian pada akhirnya akan beralih dari perekonomian tradisional yang berpusat di pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri modern yang berorientasi pada pola kehidupan perkotaan (Todaro dan Smith, 2006). Analisis pola pembangunan (patterns of development analysis) Chenery memusatkan perhatian pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri, dan kelembagaan secara bertahap pada suatu perekonomian yang terbelakang, sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru yang menggantikan kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi. Studi empiris tentang proses perubahan struktural tersebut mengarah pada kesimpulan bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda-beda di setiap negara karena adanya perbedaan faktor-faktor domestik dan internasional (Todaro dan Smith, 2006).
2.3
Industri Badan Pusat Statistik (2011) mendefinisikan industri sebagai cabang
kegiatan ekonomi, sebuah perusahaan atau badan usaha sejenisnya dimana tempat seseorang bekerja yang diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri Pengolahan didefinisikan sebagai unit produksi yang menyangkut kegiatan ekonomi, produksi barang atau jasa, yang bertempat di suatu bangunan atau lokasi tertentu, struktur upah dan produksi, dan mempunyai satu orang atau
11
lebih yang bertanggung jawab atau menanggung resiko dari kegiatan tersebut. Industri dapat dikelompokkan menjadi industri kecil, sedang, dan besar. Klasifikasi industri berdasarkan besar kecil modal terdiri dari: 1. Industri padat modal, yaitu industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya 2. Industri padat karya, yaitu industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya (www.organisasi.org)
2.4
Penyerapan Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja menurut BPS (2010)c adalah Penduduk usia 15
tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan bekerja. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah satu sasaran utama pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan). Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya jumlah penyerapan pasar kerja sehingga
12
angkatan kerja yang tidak terserap merupakan masalah suatu negara karena menganggur (Sitanggang, 2003). Penyerapan tenaga kerja menurut Rahardjo (1984) didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu.
2.5
Teori Permintaan Tenaga Kerja Dalam keseimbangan pasar tenaga kerja, upah riil melakukan penyesuaian
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Kekakuan upah riil menyebabkan rasionalisasi pekerjaan. Jika upah riil berada di atas tingkat keseimbangan, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya sehingga menyebabkan pengangguran (Mankiw, 2007).
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2. Keseimbangan pasar tenaga kerja
13
Permintaan tenaga kerja menurut Haryani (2002), berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara keseluruhan. Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktorfaktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja, fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga. 1.
Tingkat Upah Tingkat upah akan memengaruhi tingi rendahnya biaya produksi perusahaan. Biaya produksi yang tinggi meningkatkan harga produk yang pada akhirnya membuat permintaan terhadap produk berkurang. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi permintaan tenaga kerja. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect). Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barangbarang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subtitusi (subtitution effect).
2.
Teknologi Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan memengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja.
14
3.
Produktivitas Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh seberapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri.
4.
Kualitas Tenaga Kerja Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Tenaga kerja yang berkualitas menyebabkan produktivitas meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.
5.
Fasilitas Modal Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Fasilitas modal yang pada umumnya disebut sebagai penanaman modal atau investasi berasal dari 2 sumber, diantaranya: a. Investasi Asing Investasi asing atau biasa disebut Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah suatu bentuk penghimpunan modal guna menunjang proses pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas: 1). Investasi portofolio (portofolio investment), yakni investasi yang melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional.
15
Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya. 2). Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), merupakan PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya. Wiranata (2004) berpendapat bahwa investasi asing secara langsung dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi yang penting. Semua negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, pada umumnya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan ekspor. Di negara maju seperti Amerika, modal asing (khususnya dari Jepang dan Eropa Barat) tetap dibutuhkan guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar dan penciptaan kesempatan kerja. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia, modal asing sangat diperlukan terutama sebagai akibat dari modal dalam negeri yang tidak mencukupi. Untuk itu berbagai kebijakan di bidang penanaman modal perlu diciptakan dalam upaya menarik pihak luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Undang-undang yang mengatur PMA di Indonesia pertama kali ditetapkan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 11 Tahun
16
1970 juga mengenai Penanaman Modal Asing. Di dalam UU tersebut terdapat berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan dalam paket-paket deregulasi yang berkaitan dengan investasi asing. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investor dalam menanamkan modalnya untuk berinvestasi di Indonesia guna memenuhi kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. b. Investasi Dalam Negeri Investasi Dalam Negeri biasa dikenal dengan istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya dalam rangka menambah modal guna menunjang pembangunan nasional maupun wilayah melalui investor dalam negeri. Modal yang diperoleh dari dalam negeri ini dapat berasal dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Undang-undang yang mengatur PMDN di Indonesia pertama kali ditetapkan berdasarkan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 12 Tahun 1970 juga mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri. 6.
Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (Gross Regional Domestic Product, GRDP) adalah total nilai atau harga pasar (market price) dari seluruh barang dan jasa akhir (final goods and services) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). PDRB adalah konsep pengukuran tingkat kegiatan produksi dan ekonomi aktual suatu wilayah. PDRB merupakan salah satu ukuran atau indikator
17
yang secara luas digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi daerah (regional economic performance) atau kegiatan makroekonomi daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan suatu indikator untuk mengetahui dan mengukur kondisi perekonomian maupun pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Konsep PDRB dapat diartikan sebagai salah satu ukuran kemajuan dalam suatu
masyarakat,
karena
dapat
mencerminkan
kemampuan
atau
keberhasilan masyarakat dalam memperoleh pendapatan. Disamping itu PDRB juga dapat digunakan untuk dijadikan bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat umum lainnya. 7.
Suku Bunga dalam Investasi Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase keuntungan netto (belum dikurangi dengan suku bunga yang dibayar) yang diterima lebih besar dari suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk investasi (Nainggolan, 2009). Suku bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan suku bunga
18
kredit perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif dengan struktur kredit perbankan. Peningkatan struktur kredit perbankan akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan investasi sektor riil dan kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2007). Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total aggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (Nainggolan, 2009).
2.6
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti (2007) yang berjudul ”Analisis
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor” menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan memengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor adalah upah riil, investasi rill, jumlah unit usaha. Upah riil berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri. Peningkatan upah di sektor industri yang tidak disertai dengan meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri menurun. Peningkatan
19
nilai investasi akan meningkatkan jumlah perusahaan yang bergerak pada sektor industri sehingga menimbulkan peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada sektor industri. Dengan semakin banyaknya investor di Kota Bogor akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri. Bertambahnya jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Hasil penelitian Kagami (2000) tentang perubahan struktur ekonomi dan kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian di Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor industri dipengaruhi oleh upah sektor industri, investasi sektor industri, jumlah perusahaan perindustrian, PDRB sektor industri, dan kesempatan kerja sektor pertanian. Analisis lebih lanjut menjelaskan bahwa kesempatan kerja sektor industri dipengaruhi secara nyata oleh variabel kesempatan kerja sektor pertanian. Sedangkan kesempatan kerja sektor industri tidak responsif terhadap tingkat upah, PDRB, dan Jumlah Perusahaan. Keluar masuknya tenaga kerja sektor industri tidak terlampau dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel tersebut. Fudjaja (2002) melakukan penelitian tentang dinamika kesempatan kerja sektor pertanian dan industri di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kesempatan kerja sektor industri antara lain kesempatan kerja sektor pertanian, PDRB sektor industri tahun sebelumnya, jumlah perusahaan industri, angkatan kerja, dan kesempatan kerja sektor industri tahun sebelumnya.
20
Penelitian Wicaksono (2009) melakukan analisis pengaruh PDB sektor industri, upah riil, suku bunga riil, dan jumlah unit usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan sedang dan besar di Indonesia tahun 19902008. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan dipengaruhi secara signifikan oleh PDB sektor industri dan upah riil. Kedua variabel tersebut berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.
2.7
Kerangka Pemikiran Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang besar terhadap
pembentukan PDB di Indonesia. Industri pengolahan terkonsentrasi sebesar 61,05 persen di Pulau Jawa. Namun pada kenyataannya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan ini relatif kecil daripada sektor pertanian dan sektor Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di Pulau Jawa memerlukan perhatian khusus pada masalah pengangguran. Perkembangan sektor industri
diharapkan mampu menyerap
tenaga kerja yang banyak sehingga terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja. Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan literatur yang didapatkan penyerapan tenaga kerja bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain PDRB Sektor Industri, upah, dan investasi.
PDRB
merupakan
indikator
pertumbuhan
ekonomi,
dengan
meningkatknya PDRB maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Besarnya
21
investasi yang ditanamkan pada sektor ini juga akan mendukung berkembangnya industri sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja. Investasi didapatkan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Sedangkan kenaikan upah akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, karena jika upah naik, biaya produksi akan meningkat dan akan berdampak pada menurunnya permintaan terhadap tenaga kerja. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja, dapat memberikan rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah terkait dengan masalah pengangguran dan penyediaan lapangan pekerjaan. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Penduduk
Pembangunan Ekonomi
Tenaga Kerja
Industri
Tenaga Kerja Sektor Industri
PDRB Sektor Industri
Pemodelan Data Panel
Investasi
UMP
PMA dan PMDN Sektor Industri
Variabel-variabel yang Diduga Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
Variabel-variabel yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Rekomendasi Kebijakan
22
2.8
Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
PDRB sektor industri diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri
2.
Upah Minimum Provinsi (UMP) riil diduga berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri
3.
investasi dalam negeri diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri
4.
investasi asing diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.
BAB III METODOLOGI
3.1.
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang bersumber dari BPS adalah data tenaga kerja, upah, dan Produk Domestik Regional Bruto tahun 2003-2010. Data investasi berasal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
3.2.
Cakupan Penelitian Penelitian ini menggunakan periode data tahun 2003-2010. Cakupan
wilayah penelitian meliputi seluruh provinsi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten.
3.3.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis sederhana yang digunakan untuk
memaparkan perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, upah minimum provinsi dan investasi di seluruh provinsi di Pulau Jawa.
3.4.
Analisis Model Regresi untuk Data Panel Data panel menurut Gujarati (2004) merupakan suatu data cross-section
(individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Struktur data panel menggabungkan antara data sektoral atau individu dan runtun waktu
24
yang biasanya berdiri sendiri menjadi sebuah satu kesatuan data. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan data panel antara lain: Semakin banyak jumlah observasi akan memperbesar derajat kebebasan
1.
(degree of freedom) dan menurunkan kemungkinan kolinearitas antar variabel bebas. Penggunaan data panel memberikan kemungkinan untuk menganalisis
2.
karakteristik baik antar sektor atau individu maupun menurut waktu secara terpisah dengan proses estimasi yang simultan. Dengan kata lain, secara simultan akan dapat diestimasi karakteristik individu yang mencerminkan dinamika antar waktu dari masing masing variabel yang dianalisis. Analisis terhadap hasil estimasi
menjadi lebih komprehensif dan
mencakup hal-hal yang lebih mendekati realita.
3.4.1
Bentuk Model Regresi dengan Data Panel Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu
pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut:
yit xjit it .............................................................................
(3.1)
i = urutan provinsi t = tahun Selain harus memenuhi asumsi klasik seperti non-autokorelasi, homoskedastisitas, dan non-multikolinearitas, terdapat beberapa asumsi tambahan untuk model
25
regresi data panel, yaitu tidak terdapatnya hubungan (korelasi) antara: (1) Individu satu dengan individu lainnya; (2) α dan it ; dan (3) it dan xit. Ada tiga macam model estimasi data panel yaitu Pooled Model, Fixed Effect Model, Random Effect Model. 1. Pooled Model Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode Ordinary Least Square (OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model untuk data panel yang disebut dengan Pooled Estimation. Metode ini mengasumsikan bahwa intersept α dan slope β konstan, berlaku untuk seluruh individu. Persamaan pada estimasi menggunakan pooled least square dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit = α + βj xjit + μit..........................................................................................................................
(3.2)
i = urutan provinsi j = urutan variabel independen t = tahun 2. Fixed Effect Model Fixed Effects Model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effects model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu atau apabila syarat (3) dilanggar, yaitu terdapat korelasi antara it dan xit. Spesifikasi Fixed effects model yang dibahas pada penelitian ini yaitu: Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit ..................................................................................................
(3.3)
26
yang menggambarkan bahwa intercept dari individu berbeda-beda, tetapi model masih memiliki koefisien slope sama
3. Random Effect Pada Random Effect, intersept α diintegrasikan ke dalam komponen error it sehingga menjadi cross section error (αi), time series error (αt) dan combination error (αit). Random effect akan lebih tepat digunakan jika memang benar bahwa tidak ada hubungan antara it dan xit karena jika it dan xit berkorelasi maka estimasi menggunakan random effect model akan bias. (Judge, 1998). Model ini sering disebut sebagai juga Error Correction Model (ECM) dengan ide dasar: Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit .........................................................................................
(3.4)
β1i = β1+ εi
i = 1, 2, . . . ,N ............................................
(3.5)
Yit = β1 + β2X2it+ β3X3it+ εi+ uit= β1+ β2X2it+ β3X3it+ wit .......................
(3.6)
wit= εi+ uit ..............................................................................................................................
(3.7)
εi~ N(0, δε2) = komponen cross section error uit ~ N(0, δu2) = komponen time series error E(εiuit) = 0
E(εiεj) =0
(
E(uituis) = E(uitujt) = E(uitujs) =0 (
j) j;t
)
Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak berkolerasi.
27
3.4.2 Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi Tiga masalah yang seringkali muncul sehingga mengakibatkan asumsi dasar model regresi tidak terpenuhi yaitu multikolinearity, heteroskedastisity, dan autocorrelation. 1. Multikolinearity Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model. Cara untuk mendeteksi multicolinearity adalah dengan menghitung korelasi-korelasi antara dua variabel bebas. Jika korelasi lebih besar dari 0,8 maka multicolinearity merupakan masalah. 2. Heteroskedastisity Asumsi dasar lainnya adalah varians dari error yang dihasilkan adalah konstan. Dampak heteroskedastisity adalah hasil uji t dan F dapat menjadi tidak berarti (tidak ada gunanya). Mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat
dilakukan
melalui
paket
program
Eviews
6.0
dengan
membandingkan sum square resid pada hasil estimasi weighted dan unweighted.
Masalah
heteroskedastisitas
dapat
diatasi
dengan
menggunakan metode white-heteroskedastisity. Pada paket program Eviews 6.0 juga terdapat opsi yang memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat mengatasi masalah heteroskedastisity dan korelasi error antar individu dalam data yaitu opsi Cross Section SUR. Cross Section SUR akan melakukan koreksi
28
terhadap keberadaan heteroskedastisity dan korelasi error antar individu (Zellner’s dalam Hecth dan Haye, 2009). 3. Autocorrelation Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang dihasilkan. Autocorrelation dapat memengaruhi efisiensi model. Cara mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson. Hipotesis dalam pengujian autokorekasi adalah: H0: tidak ada Otokorelasi positif atau negatif H1: terdapat masalah Otokorelasi positif atau negatif. Kriteria pengujian:
0
d L L
dU
2
Tidak ada kesimpulan
Tolak H0 Ada masalah Otokorelasi positif
4dU
4dL
4
Tidak ada kesimpulan
Tidak Tolak H0 tidak ada masalah Otokorelasi
Tolak H0 Ada masalah Otokorelasi
positif/negatif
negatif
Sumber: Yamin, 2010
Gambar 4. Kriteria pengujian autokorelasi dengan Uji Durbin Watson Tolak H0 bila
Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model lebih besar daripada nilai Durbin Watson table batas bawah (dL) yang berarti terdapat masalah otokorelasi positif (dw < dL)
d
29
Atau, nilai d hitung ataunilai Durbin Watson Model terletak antara nilai (4–dL < dw < 4) yang berarti terdapat masalah otokorelasi negatif
Tidak tolak H0 bila
Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model terletak antara nilai (dU < dw < 4-dU)
3.4.3
Pemilihan Model Terbaik Berdasarkan asumsi model yang sudah dijelaskan sebelumnya akan
dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan Uji Chow untuk memilih antara Pooled Model dan Fixed Effects Model (FEM) serta Uji Hausman untuk menentukan apakah Random Effects Model (REM) atau Fixed Effect Model yang lebih tepat digunakan. 1. Chow Test Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F Statistics adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Seperti yang kita ketahui, terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0: Model Pooled Least Square H1: Model Fixed Effect
30
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan FStatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: CHOW
( RRSS URSS ) /( N 1) URSS /( NT N K ) .................................................
(3.8)
Dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square URSS = Unrestricted Residual Sum Square N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas,
Chow Test ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai CHOW Statistics (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test). 2. Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan fixed effect model atau random effect model. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect model mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan
31
metode random effect model pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0: Random Effects Model H1: Fixed Effects Model. Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan statistik hausman dan membandingkannya dengan chi square. Statistik hausman dirumuskan dengan: m b M 0 M 1 '
1
b
~ X 2 K .................................
(3.9)
Dimana adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, ( M 0 ) adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM dan ( M 1 ) adalah matriks kovarians untuk dugaan REM.
3.5 Uji Statistik 1.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F-Statistik) Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel
bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004): R2 F
(k 1)
(1 R 2 )
...........................................................................
(n k )
F
= Nilai F hitung
R2
= Koefisien determinan (R-Square)
(3.10)
32
k
= Banyaknya variabel dalam penelitian
n
= Banyaknya sampel
Dengan derajat kebebasan (df) = (k-1)(n-1) dan tingkat keyakinan 95% atau α=0,05. Hipotesis Statistik: a.
H0: bi = 0 (i = 0,1,...,n) artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
b.
H0: bi ≠ 0 (i = 0,1,...,n), atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
Kriteria Pengujian: a.
H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
b.
H0 ditolak jika F hitung > F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
33
2.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-Statistik) Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari
masing-masing
variabel
bebas
terhadap
variabel
tidak
bebas.
Adapun
pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):
t
bi ............................................................................................... Sbi
(3.11)
t
= Nilai t hitung
bi
= Koefisien regresi variabel bebas ke-i
Sbi
= Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i
Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05. Hipotesis Statistik: a.
H0: bi = 0 (i = 0,1,...,n) artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
b.
H0: bi ≠ 0 (i = 0,1,...,n), atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
Kriteria Pengujian: a.
H0 diterima jika t hitung negatif ≥ t tabel ≥ t hitung positif, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak
34
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) b.
H0 ditolak jika t hitung negatif ≤ t tabel atau t hitung positif ≥ t tabel, artinya varibel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
3.
Uji Koefisien Determinasi (R²) Nilai Uji R² mengukur kecocokan (goodnes of fit) dari persamaan regresi
yaitu memberikan proporsi atau presentasi variasi total dalam variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel bebas atau merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa baik garis regresi sampel menggambarkan populasi. Atau dengan kata lain bahwa Uji R² digunakan untuk menghitung seberapa besar variasi dari variabel bebas yang dapat menjelaskan variasi dari variabel tidak bebas. Nilainya berkisar antara 0-1. Jika nilai R² sama dengan 1, maka variasi variabel bebas mampu menjelaskan 100 persen variasi variabel tidak bebas. Sebaliknya jika nilai R² sama dengan 0, maka variasi variabel bebas tidak mampu menjelaskan sedikitpun variasi variabel tidak bebas. Kecocokan model dikatakan ”lebih baik” jika nilai R² semakin dekat dengan 1.
4.
Uji Elastisitas Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh dari variabel
bebas terhadap variabel tidak bebas maka digunakan uji elastisitas, yaitu dengan membandingkan besarnya nilai koefisien beta dari variabel bebas yang terbesar.
35
3.6 Spesifikasi Model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan empat variabel bebas. Variabel independennya adalah jumlah tenaga kerja terserap pada sektor industri. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut memiliki satuan yang berbeda. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, keempat variabel ini akan diubah bentuknya sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam persentase. Beberapa variabel akan diubah menjadi bentuk log natural sehingga koefisien hasil regresi diinterpretasikan sebagai elastisitas. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan. Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara ekonometrika akan menjadi: Ln (TK_INDit) = α + β1 ln(UMP_RIILit) + β2 ln(PDRB_INDit) + β3 (PMA_INDit) + β4 (PMDN_INDit) Dimana: TK_INDit
=
Jumlah tenaga kerja terserap pada sektor industri provinsi i tahun t (orang)
UMP_RIILit
=
Upah Minimum Provinsi Riil provinsi i tahun t (Rp/bulan)
PDRB_INDit
=
Nilai PDRB sektor industri pada provinsi i tahun t (milyar rupiah)
PMA_INDit
=
Persentase Nilai PMA sektor industri terhadap Total PMA provinsi i tahun t (persen)
36
PMDN_it
=
Persentase Nilai PMDN sektor industri terhadap Total PMDN provinsi i tahun t (persen)
3.7 Definisi Variabel Operasional Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini antara lain: 1)
TK_IND Variabel TK_IND merupakan variabel yang merepresentasikan penyerapan tenaga kerja sektor industri. Nilai variabel TK ini merupakan jumlah tenaga kerja terserap sektor industri pada provinsi i dan tahun t yang diperoleh dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) periode Agustus yang dilakukan oleh BPS.
2)
PMA_IND Variabel
PMA_IND
merupakan
variabel
yang
merepresentasikan
penanaman modal asing langsung pada sektor industri. Nilai variabel PMA_IND ini merupakan nilai PMA sektor indurti suatu provinsi selama satu tahun dibagi nilai total PMA. Nilai PMA sektor industri merupakan jumlah investasi asing riil yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya (tidak termasuk investasi portofolio). Data yang digunakan merupakan realisasi PMA berdasarkan ijin usaha yang diperoleh dari BKPM.
37
3)
PMDN_IND Variabel
PMDN_IND
merupakan
variabel
yang merepresentasikan
penanaman modal domestik langsung pada sektor industri. Nilai variabel PMDN_IND ini merupakan nilai PMDN sektor industri suatu provinsi selama satu tahun dibagi nilai total PMDN. Nilai PMDN sektor industri merupakan jumlah investasi riil dalam negeri yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya (tidak termasuk portofolio). Data yang digunakan merupakan realisasi PMDN berdasarkan ijin usaha yang diperoleh dari BKPM. 4)
PDRB_IND Variabel PDRB_IND merupakan variabel yang merepresentasikan output sektor industri selama setahun pada suatu provinsi. Nilai variabel PDRB_IND ini merupakan jumlah PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 pada provinsi i tahun t.
5)
UMP_RIIL Variabel UMP merupakan variabel yang merepresentasikan upah minimum riil pada suatu provinsi. Nilai variabel UMP ini merupakan nilai nominal UMP dibagi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar tahun 2002.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan angka pengangguran merupakan faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kepadatan penduduk yang terus meningkat di Pulau Jawa, perlu menjadi perhatian khusus. Wilayah Pulau Jawa yang meliputi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur memiliki daya tarik yang cukup kuat bagi penduduk di luar Pulau Jawa. Peluang kerja yang lebih besar di wilayah perkotaan di Pulau Jawa menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Berdasarkan data strategis BPS (2011c), penduduk di Pulau Jawa meningkat dari 121,3 juta tahun 2000 menjadi 136,6 juta pada tahun 2010. Pertambahan
jumlah
penduduk
tersebut
secara
tidak
langsung
memengaruhi komposisi tenaga kerja di Pulau Jawa. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada masing-masing sektor ekonomi dapat menjadi salah satu indikator untuk mengukur penyerapan tenaga kerja. Komposisi tenaga kerja terserap berdasarkan lapangan usaha utama di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1. Sektor industri menempati urutan ketiga dalam memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga
39
kerja lebih besar pada sektor pertanian dan perdagangan. Sektor industri pengolahan menyerap tenaga kerja sebesar 10,7 Juta orang tahun 2010 meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 9,9 Juta orang. Tenaga kerja pada sektor perdagangan meningkat dari 14,6 Juta orang tahun 2009 menjadi 14,7 Juta orang pada tahun 2010. Sektor pertanian mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja selama tiga tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan sudah terjadi transformasi struktural dari masyarakat yang bertumpu pada pertanian tradisional menjadi masyarakat yang bekerja di sektor-sektor lain yang lebih modern. Tabel 1. Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Pulau Jawa tahun 2008-2010 Lapangan Usaha orang 1. Pertanian
Tahun 2009
2008 Persen
orang
19.544.313
32,26
19.749.603
437.017
0,72
422.769
9.682.322
15,98
108.628
2. Pertambangan
2010 persen 31,9 8
orang 18.811.094 426.755
persen 30,10
9.864.699
0,68 15,97
10.743.142
0,68 17,19
0,18
128.331
0,21
139.458
0,22
3.493.704
5,77
3.469.040
3.476.882
5,56
14.204.811
23,45
14.640.629
5,62 23,7 1
7. Angkutan
3.889.173
6,42
3.925.542
8. Keuangan
1.087.612
1,80
1.051.439
1,70
1.253.080 9.396.840 62.497.993
3. Industri 4. Listrik, Gas dan Air 5. Bangunan 6. Perdagangan
9. Jasa Total
6,36
8.131.816
13,42
8.508.632
13,7 8
60.579.396
100,00
61.760.684
100,00
14.744.746 3.505.996
23,59 5,61 2,00 15,04 100,0 0
Sumber: BPS, diolah.
Penyerapan tenaga kerja pada sektor industri masih belum memberikan hasil yang menggembirakan. PDRB sektor industri yang tinggi di Pulau Jawa diharapkan akan menghasilkan kesempatan kerja yang cukup luas. Namun pada
40
kenyataannya, sektor industri yang memiliki kontribusi yang paling tinggi dibandingkan sektor lainnya di Pulau Jawa, hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 17,19 persen terhadap total tenaga kerja pada tahun 2010. Gambar 5. menunjukkan perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri dan total penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan pada tahun 2004, 2008, dan 2009. Penurunan yang terjadi pada tahun 2004 merupakan dampak krisis tahun 1998 yang menunjukkan bahwa pada saat itu stabilitas ekonomi masih belum berjalan dengan baik. Tahun 2005 sampai dengan 2007, kondisi perekonomian mulai stabil, investor mulai menanamkan modalnya di Pulau Jawa. Namun, kondisi ekonomi memburuk lagi akibat terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja turun sampai dengan tahun 2009. Pada tahun 2010, perekonomian mulai pulih, dan menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor industri yang cukup tinggi pencapai 17,19 persen.
17.19
17.50
Persen
17.00
16.59
16.47 16.39 16.54
16.50
15.98 15.97
15.73
16.00 15.50 15.00 14.50 2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Sumber: BPS, diolah.
2008
2009
2010
41
Gambar 5. Perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri terhadap total tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2003-3010. Penyerapan tenaga kerja sektor industri paling besar di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat memiliki wilayah kawasan industri yang lebih luas dibandingkan provinsi lainnya. Hal ini yang menyebabkan industri di wilayah tersebut dapat berkembang dan pada akhirnya dapat menciptakan peluang kerja yang lebih besar. Jumlah tenaga kerja sektor industri di provinsi ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 2009 sebesar 3.073.499 orang menjadi 3.389.287 orang pada tahun 2010. Namun, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan selama tahun 2003 sampai dengan 2010, pertumbuhan tenaga kerja sektor industri paling tinggi terjadi di Provinsi Banten mencapai 7,33 persen per tahun dan paling rendah di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,12 persen per tahun. Tabel 2. Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menurut provinsi tahun 2009 dan 2010. Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Total Sumber: BPS, diolah.
2009 orang 667.883 3.073.499 2.656.673 237.240 2.385.686 843.718 9.864.699
2010 persen 6,77 31,16 26,93 0,24 24,18 8,55 100,00
orang 754.985 3.389.287 2.815.292 247.093 2.482.563 1.053.922 10.743.142
persen 7,03 31,55 26,21 2,30 23,11 9,81 100,00
Keberhasilan dalam menciptakan lapangan pekerjaan tidak terlepas dari peranan pemerintah. Berbagai macam kebijakan yang diambil pemerintah setempat sangat memengaruhi pertumbuhan sektor industri dan penyediaan lapangan kerja yang memadai. Penggarapan proyek yang menyerap investasi baik asing maupun domestik meningkatkan jumlah tenaga kerja terserap. Perbaikan
42
infrastruktur yang selalu dilakukan setiap tahun mendorong tumbuhnya perekonomian yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan standar upah minimun juga akan memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi (UMP). Menurut Permen no.1 Th. 1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan. UMP secara keseluruhan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. UMP paling tinggi adalah UMP DKI Jakarta yang mencapai Rp 1.118.000 per
orang
per
bulan
pada
tahun
2010.
Tingginya
angka
tersebut
mempertimbangkan biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dibandingkan biaya hidup di provinsi-provinsi lain di pulau Jawa. Peningkatan standar upah menunjukkan peningkatan yang cukup tajam di DKI Jakarta dan Banten dari tahun 2000 sampai 2011. UMP Jawa Timur dan Jawa Tengah masih relatif lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya. UMP riil merupakan UMP nominal dibagi dengan Indeks Harga Konsumen
(IHK).
UMP
riil
adalah
standar
upah
minimum
dengan
43
mempertimbangkan harga-harga yang berlaku. Perubahan upah riil akan memengaruhi permintaan terhadap tenaga kerja. Jika upah riil naik, biaya produksi yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lebih tinggi, akibatnya output yang dihasilkan berkurang dan berdampak pada berkurangnya permintaan terhadap tenaga kerja. Perkembangan UMP riil di enam provinsi di Pulau Jawa menunjukkan peningkatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. UMP riil Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkat provinsi provinsi lainnya. Upah riil DKI Jakarta turun pada tahun 2006, berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 9,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun berbeda dengan keadaan tenaga kerja pada sektor industri, pada tahun tersebut penyerapan tenaga kerja sektor industri turun sebesar 2,14 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya walaupun UMP riil di provinsi tersebut turun. 700000 600000
Rupiah
500000 400000 300000
200000 100000 0
Tahun DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Sumber: BPS (2005, 2009, dan 2010), diolah.
Gambar 6. Perkembangan UMP rill di Pulau Jawa tahun 2003-2010.
Banten
44
4.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu
ukuran dari hasil
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB).
Peningkatan
PDRB
akan
meningkatkan jumlah tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi pada sektor industri di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang menciptakan kontribusi sebesar 63.94 persen terhadap total pendapatan nasional sektor industri. Kontribusi Pulau Jawa mulai menurun pada tahun 2008, seiring dengan kebijakan pemerintah yang mulai mengembangkan industri-industri di luar Pulau Jawa. Perkembangan kontribusi
Persen
sektor industri di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 7. 65.50 65.00 64.50 64.00 63.50 63.00 62.50 62.00 61.50
65.13 64.22
63.95
62.72
2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber: BPS (2011b), diolah.
Gambar 7. Perkembangan kontribusi PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa terhadap PDB sektor industri tahun 2007-2010.
45
Pertumbuhan ekonomi sektor industri di Pulau Jawa selama kurun waktu 2003 sampai dengan 2010 memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif meskipun pola pertumbuhan fluktuatif. Pertumbuhan mengalami beberapa periode peningkatan dan penurunan. Pertumbuhan naik dari tahun 2003 sampai dengan 2005 karena stabilitas ekonomi Indonesia terjaga dengan baik. Namun tahun 2006 dan 2007 menurun akibat adanya kenaikan harga minyak dunia pada akhir tahun 2005. Kondisi ini memengaruhi produksi pada sektor industri. Pertumbuhan mulai naik pada tahun 2008 kemudian turun pada tahun 2009 yang merupakan dampak terjadinya krisis global. Krisis global menyebabkan volume perdagangan dunia berkurang sehingga berdampak pada menurunnya permintaan terhadap barangbarang ekspor Indonesia. Keadaan tersebut memaksa industri di Indonesia termasuk industri-industri yang berada di Pulau Jawa mengurangi produksi dan akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Tahun 2010, industri mulai kembali bangkit dan masih tetap menjadi salah satu prioritas pembangunan dengan strategi-strategi pembangunan industri yang sustainable dan tahan terhadap krisis seperti terlihat pada Gambar 8. Strategi pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini masih memberikan prioritas pembangunan pada sektor industri. Hal ini tertuang dalam dalam RPJM 2010-2014 dengan fokus sebagai berikut: 1. Penumbuhan populasi usaha industri 2. Penguatan struktur industri 3. Peningkatan produktivitas usaha industri
46
8.00 7.00
Persen
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00
0.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun PDRB PDRB Sektor Industri
Sumber: BPS, diolah
Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi dan industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010
Dalam RPJM 2010-2014 dituangkan juga tujuan dan sasaran strategis yang terkait dengan Kementrian Perindustrian. Salah satu tujuannya adalah tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar dengan sasaran strategis yaitu bertambahnya investasi di industri-industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja. PDRB sektor industri tahun 2010 paling besar di Provinsi Jawa Barat dengan sebesar 135,2 Trilyun rupiah menyumbang kontribusi sebesar 34 persen terhadap total PDRB sektor industri. Kontribusi paling rendah di Provinsi D. I. Yogyakarta sebesar 2.7 Trilyun seperti terlihat pada Tabel 3.
47
Tabel 3. PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010. Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Total
2009 milyar rupiah 58.448 131.433 57.444 2.611 83.300 32.708 365.944
persen 15,97 35,92 15,70 0,71 22,76 8,94 100,00
2010 milyar rupiah 60.568 135.247 61.390 2.794 86.901 33.779 380.679
persen 15,91 35,53 16,13 0,73 22,83 8,87 100,00
Sumber: BPS (2011b), diolah.
Pertumbuhan ekonomi sektor industri di masing-masing provinsi di Pulau Jawa ditunjukkan dalam Gambar 9. Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2008 dibandingkan dengan provinsi lainnya namun juga merosot lebih tajam pada tahun 2009. DI Yogyakarta cenderung tidak terpengaruh krisis global pada tahun 2008, gambar menunjukkan saat provinsi lain mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam, pertumbuhan ekonomi provinsi ini mampu bertahan bahkan mengalami peningkatan. Hal ini dindikasikan karena industri yang berkembang di provinsi tersebut adalah industri kecil dengan pangsa pasar lokal dengan modal domestik sehingga tidak terpengaruh gejolak yang terjadi akibat krisis tahun 2008.
48
10.00 8.00
Persen
6.00 4.00 2.00 0.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
-2.00 -4.00
Tahun DKI Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur
Jawa Barat DI. Yogyakarta Banten
Sumber: BPS, diolah.
Gambar 9. Pertumbuhan PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010. Pertumbuhan paling tinggi terjadi di provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 sebesar 9,01 persen tetapi kemudian pertumbuhan menjadi negatif pada tahun 2009 karena pengaruh krisis. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah diantara provinsi lainnya di Pulau Jawa pada tahun 2009. Rata-rata pertumbuhan paling tinggi di provinsi Jawa Tengah sebesar 5.76 persen. Tabel 4. Nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata pertumbuhan PDRB sektor industri tahun 2003-2010. Provinsi Kategori Terrendah Tertinggi Rata-rata
DKI Jakarta 0.14 5.74 4.13
Sumber: BPS, diolah.
Jawa Barat -1.74 9.01 5.21
Jawa DI Tengah Yogyakarta 3.79 2.80 8.80 6.39 5.76 4.36
Jawa Banten Timur 1.50 0.73 5.43 6.86 3.48 4.73
49
Pengembangan sektor industri di Pulau Jawa sebagai sektor unggulan yang diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang luas tidak terlepas dari campur tangan pemerintah. Mendorong tumbuhnya industri yang padat tenaga kerja merupakan sesuatu yang penting untuk mengatasi masalah pengangguran dan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja.
4.3 Perkembangan Investasi Sektor Industri Untuk memperoleh suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam proses pembangunan di Indonesia, terkumpulnya modal dalam bentuk investasi menduduki peranan yang sangat penting. Investasi bisa berasal dari dalam negeri yang dikenal dengan PMDN maupun pihak asing atau PMA. Komposisi PMDN yang semula lebih memprioritaskan pada industri kecil, saat ini mulai diarahkan pada usaha untuk memperkokoh struktur industri dalam negeri, menciptakan mesin-mesin produksi dalam negeri, penyerapan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya, dan mengarahkan pembangunan industri yang merata di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Peran pihak asing juga diperlukan untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan modal di Indonesia. Konsentrasi penanaman modal masih terjadi di pulau jawa. Berdasarkan data realisasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 2010, lebih dari 50 persen PMA dan PMDN berlokasi di Pulau Jawa. Beberapa faktor yang menyebabkan investor lebih memilih menanamkan modalnya di Pulau Jawa antara lain: 1.
Investor lebih berorientasi terhadap pasar. Pulau Jawa dinilai memiliki kriteria tersebut mengingat sebagian besar penduduk Indoneia nerada di
50
pulau ini dan memiliki daya beli yang lebih baik dibandingkan daerah lainnya. 2.
Pulau Jawa relatif memiliki fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik yang akan berdampak pada biaya transportasi yang lebih murah dibandingkan wilayah di luar Pulau Jawa. Pertumbuhan PMDN sektor industri selama 10 tahun terakhir
menunjukkan nilai yang fluktuatif. Fluktuasi yang relatif lebih kecil sejak tahun 2006 menunjukkan iklim investasi di Indonesia lebih stabil dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Penurunan yang cukup tajam pada saat krisis tahun 2008, namun investasi kembali tumbuh membaik seiring pemulihan perekonomian pasca krisis. Perkembangan PMA sektor industri di Pulau Jawa pada dua tahun terakhir menunjukkan nilai yang semakin menurun. Penurunan investasi asing ini merupakan dampak terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang berlanjut dengan terjadinya krisis Eropa yang masih terjadi sampai saat ini. Pada tahun 2005, tercatat pertumbuhan investasi sektor industri yang tinggi.
51
200.00 150.00
Persen
100.00
50.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
-50.00 Tahun -100.00
PMDN
PMA
Sumber: BKPM, diolah.
Gambar 10. Pertumbuhan PMA dan PMDN sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003-2010. Pada tahun 2009 PMDN tertinggi di Provinsi Banten sebesar 4.373,8 milyar rupiah dan pada tahun 2010 PMDN tertinggi bergeser ke Provinsi Jawa Timur sebesar 7.506,8 milyar rupiah. PMA sektor industri dialokasikan paling besar di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2010, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta hanya mendapatkan investasi asing sebesar 1 persen dari total investasi yang ditanamkan pada sektor industri di Pulau Jawa. Rendahnya investasi sektor industri di Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa industri-industri yang berkembang di wilayah ini merupakan industri kecil yang hanya membutuhkan investasi sedikit namun dapat menggerakkan perekonomian sektor industri sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak. Hal ini dibuktikan dengan adanya pertumbuhan industri pada tahun 2010 meskipun investasi yang ditanamkan sangat sedikit. Angka pengangguran kedua provinsi tersebut juga
52
yang relatif rendah. Tingkat pengangguran DI Yogyakarta sebesar 6,02 persen dan Jawa Tengah sebesar 6,86 persen. Tabel 5. Jumlah PMA dan PMDN sektor industri menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 2009 Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Total Sumber: BKPM, diolah.
2010
PMA
PMDN
PMA
PMDN
(US$. Juta)
(Rp. Milyar)
(US$. Juta)
(Rp. Milyar)
363,0 1493,0 167,9 1183,9 75,5 1,7 3285,0
501,4 4233,3 2642,6 32,5 2830,5 4373,8 14614,1
759,3 1160,3 138,2 386,9 29,2 0,4 2474,3
280,8 5555,6 391,7 0 7506,8 4130,7 17865,6
Industri yang paling banyak mendapatkan modal dari dalam negeri dalam dua tahun terakhir adalah industri makanan. Pada tahun 2010, sebesar 63 persen PMDN sektor industri dialokasikan untuk industri makanan. Nilai PMDN untuk industri makanan meningkat cukup tajam dari 3304,20 milyar rupiah tahun 2009 menjadi 11409,20 milyar rupiah pada tahun 2010. Sedangkan industri yang lain, hampir seluruhnya mengalami penurunan nilai investasi antara lain industri tekstil, industri logam dasar, dan industri kimia dasar. Investor dalam negeri lebih memilih menanamkan investasi pada industri makanan. Industri lainnya yang cukup diminati investor domestik adalah industri kertas, kimia dasar dan farmasi, serta industri non logam mineral.
53
Tabel 6. Jumlah PMDN menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 Jenis industri Industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik Industri instrumen kedokteran, Presisi, optik dan jam Industri kayu Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan Industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi Industri karet, barang dari karet dan plastik Industri non logam mineral Industri alat angkutan dan transportasi lainnya Industri makanan Industri tekstil Industri kulit, barang dari kulit, dan sepatu Industri lainnya Jumlah Sumber: BKPM, diolah.
2009 Rp. Milyar
2010 persen
Rp. Milyar
persen
1367,80
9,36
362,10
2,03
0,00
0,00
0,00
0,00
2,20
0,02
0,00
0,00
968,80
6,63
1064,90
5,96
3972,70
27,18
2312,20
12,94
1231,50
8,43
503,40
2,82
786,10
5,38
1522,80
8,52
66,50
0,46
278,40
1,56
22,61 11409,20 18,10 396,40
63,86 2,22
3304,20 2645,70 4,00 264,60 14614,10
0,03
12,50
0,07
1,81 3,70 100,00 17865,60
0,02 100,00
Seperti halnya pada investasi domestik, investor asing juga lebih memilih menanamkan modalnya pada industri makanan. Industri makanan dinilai memiliki prospek yang cukup baik. Banyak investor tertarik pada industri makanan di Indonesia karena melihat peluang pasar domestik dan tingginya konsumsi masyarakat Indonesia. Industri yang juga menarik bagi investor asing adalah industri logam dasar, kimia dan farmasi, serta alat angkutan. Nilai investasi asing pada industri-industri tersebut cukup tinggi dibandingkan jenis industri lainnya.
54
Tabel 7. Jumlah PMA menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 Jenis industri Industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik Industri instrumen kedokteran, Presisi, optik dan jam Industri kayu Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan Industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi Industri karet, barang dari karet dan plastik Industri non logam mineral Industri alat angkutan dan transportasi lainnya Industri makanan Industri tekstil Industri kulit, barang dari kulit, dan sepatu Industri lainnya Jumlah Sumber: BKPM, diolah.
2009 US$. Juta
2010 persen
US$. Juta
persen
507.9
16.03
507.9
20.75
4.9
0.15
1.3
0.05
29.8
0.94
6.3
0.26
30.4
0.96
39.2
1.60
1125.4
35.52
396.4
16.19
137.7
4.35
94.8
3.87
16.6
0.52
28.4
1.16
541.3
17.08
370.9
15.15
403.2 249.7
12.72 7.88
705.2 153.8
28.80 6.28
121.8
3.84
144
5.88
116.3 3168.70
3.67 100.00
26.1 2448.20
1.07 100.00
Berdasarkan data investasi yang sudah disajikan, industri tekstil menunjukkan angka yang menurun baik pada investasi asing maupun investasi domestik. Industri tekstil yang pernah menjadi salah satu industri yang dapat menyerap tenaga kerja banyak, saat ini sudah mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan permasalahan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi semakin penting. Pemerintah perlu mendorong industri ini agar tetap menjadi industri yang dapat diandalkan dengan melakukan strategi-strategi industri yang memanfaatkan
55
bahan baku dalam negeri sehingga industri ini tahan terhadap krisis dan pada akhirnya akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas.
4.4 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu upah minimum provinsi riil (UMP_RIIL), PDRB sektor industri (PDRB_IND), proporsi investasi asing sektor industri terhadap total investasi asing (PMA_IND), proporsi investasi dalam negeri sektor industri terhadap total investasi dalam negeri (PMDN_IND). Penyusunan
model
data
panel
dilakukan
dalam
tiga
membandingkan pooled model dengan fixed effects model
tahap.
Pertama,
menggunakan uji
Chow. Kedua membandingkan fixed effects model dengan random effects model menggunakan uji Hausman. Ketiga, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas. Software yang dipergunakan dalam pengolahan data penelitian adalah Eviews 6.0.
4.4.1
Pemilihan Model Terbaik Hasil Uji Chow menunjukkan probability 0,0009 maka fixed effects model
lebih sesuai digunakan dibandingkan pooled model. Hasil Uji Hausman menunjukkan nilai p-value sebesar 0,0000 maka fixed effects model lebih sesuai digunakan dibandingkan random effects model.
56
4.4.2 1.
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data residual yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dengan asumsi kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat linier tak bias terbaik (BLUE). Asumsi normalitas ini diperlukan dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk penaksiran dan pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil Jarque-Bera test diperoleh nilai Probability (P-Value) sebesar 0,067 pada Lampiran 2. Nilai Probability (PValue) > 0,05 maka H0 diterima sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data residual yang diteliti berdistribusi normal. 2.
Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear
antara variabel-variabel bebas dalam model. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas antar variabel bebas salah satu caranya adalah dengan melihat nilai Correlation Matrix antar variabel bebas. Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 6, diperoleh nilai Correlation Matrix antar masingmasing variabel bebas sebesar kurang dari 0,8. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa
antar
variabel
bebas
yang
diteliti
tidak
terjadi
multikolinearitas. Tabel 8. Hasil uji multikolinearitas Variabel PDRB_IND PMA_IND UMP_RIIL PMDN_IND
PDRB_IND 1 0,53 0,02 0,25
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0
PMA_IND 0,53 1 -0,58 0,64
UMP_RIIL 0,02 -0,58 1 -0,53
PMDN_IND 0,25 0,64 -0,53 1
57
3.
Uji Heteroskedastisitas Asumsi heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians
dari residual tidak sama untuk pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum squared resid pada weighted statistics dan unweight statistics. Nilai sum squared resid pada weighted statistics yang lebih kecil dari sum squared resid pada unweighted statistics maka terjadi heteroskedastisitas. Pada paket program Eviews 6.0, terdapat opsi yang memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat mengatasi
masalah
heteroskedastisity
dalam
data
yaitu
dengan
white
heteroskedastisity. Dengan menggunakan metode estimasi ini, hasil estimasi yang didapat sudah terlepas dari masalah heteroskedastisity. 4.
Uji Autokorelasi Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang
dihasilkan. Cara mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson. Hasil Uji Durbin Watson dilakukan melalui program Eviews 6.0 dan menghasilkan nilai statistik Durbin Watson sebesar 1,96. Jika nilai berada antara 1,727 dan 2,273 maka data tersebut dinyatakan tidak ada korelasi antar error yang dihasilkan. Dengan demikian secara statistik, secara statistik dapat dinyatakan bahwa tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi.
4.4.3
Uji Statistik Hasil penghitungan menunjukkan nilai R2 sebesar 0,9943 yang berarti
bahwa upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, proporsi investasi asing
58
sektor industri terhadap total investasi asing, proporsi investasi dalam negeri sektor industri terhadap total investasi dalam negeri terhadap variabel tidak bebas penyerapan tenaga kerja sebesar 99,43 persen sedang sisanya sebesar 0,57 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model. Hasil pengujian pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap varaiabel tidak bebas dengan menggunakan uji F menunjukkan nilai F hitung sebesar 282,64 jauh lebih besar dibandingkan dengan F tabel yang mencapai nilai 2,44. Secara keseluruhan dari hasil uji F diketahui bahwa upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, investasi asing sektor industri, investasi dalam negeri sektor industri signifikan berpengaruh terhadap variabel penyerapan tenaga kerja sektor industri. Tabel 9. Hasil uji t Variabel Koefisien Standar Error C 2,697411 2,489998 PDRB_IND 0,254648 0,081384 UMP_RIIL 0,663339 0,237935 PMA_IND -0,000134 0,000905 PMDN_IND -0,000342 0,000465 Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0
t-Statistik 1,083298 3,128967 2,787895 -0,148290 -0,735942
Probabilitas 0,2855 0,0034 0,0082 0,8829 0,4663
Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas menunjukkan bahwa PDRB sektor industri dan upah minimum provinsi secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Sedangkan investasi asing dan domestik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.
59
Hasil pengujian untuk variable PMA_IND dan PMDN_IND tidak memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Investasi yang diduga memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan hubungan yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini dapat disebabkan oleh data yang dipakai pada penelitian ini adalah data realisasi investasi berdasarkan ijin usaha. Sehingga data hanya dapat menunjukkan perubahan proporsi investasi yang ditanamkan per tahun tanpa melihat akumulasi modal yang telah diinvestasikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
4.4.4
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka dihasilkan persamaan model penduga untuk penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah sebagai berikut: Ln(TK_IND) = 2 + 0,25 Ln(PDRB_IND)+ 0,66 Ln(UMP_RIIL) – 0,0001 * PMA_IND – 0,0003 * PMDN_IND Nilai koefisien regresi pada variabel PDRB_IND sebesar 0,25. Hal ini berarti apabila variabel bebas lain selain variabel PDRB_IND dengan asumsi dalam keadaan tetap/konstan maka peningkatan PDRB sektor industri sebesar 1 (satu) persen akan menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25 persen. Peningkatan PDRB sektor industri menunjukkan peningkatan output atau produksi terhadap barang-barang industri. Peningkatan produksi akan memberikan dampak pada peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja pada sektor ini sehingga terciptalah kesempatan kerja baru. Hasil pengujian ini sesuai dengan teori Okun yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara PDB riil
60
dengan tingkat pengangguran. Pertumbuhan PDB riil akan mengurangi tingkat pengangguran. (Mankiw, 2007). Nilai koefisien regresi pada variabel UMP_RIIL sebesar 0,66. Hal ini berarti apabila variabel bebas lain selain variabel UMP_RIIL dengan asumsi dalam keadaan tetap/konstan maka peningkatan UMP riil sebesar 1 (satu) persen akan menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja sebesar 0,66 persen. Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Wicaksono (2009) yang menunjukkan bahwa upah riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Indonesia. Peningkatan pendapatan dari kenaikan upah akan meningkatkan konsumsi dari tenaga kerja tersebut, sehingga akan meningkatkan permintaan agregat. Hubungan yang positif antara upah minimum provinsi dan penyerapan tenaga kerja sesuai dengan model pembangunan Lewis. Model pembangunan menurut Lewis, perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional di pedesaan dan sektor industri di perkotaan. Sektor industri memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sehingga menjadi tingkat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Model tersebut menekankan pada proses peralihan tenaga kerja, pertumbuhan pada output, dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor modern (Todaro dan Smith, 2006). Dengan tingkat upah di sektor modern perkotaan yang lebih tinggi, maka para penyedia lapangan pekerjaan dapat merekrut tenaga kerja lebih banyak dari sektor tradisional di pedesaan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menempati urutan ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan. Pola pertumbuhan ekonomi sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003 sampai dengan 2010 memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif. Sektor industri mengalami beberapa kali periode penurunan dan peningkatan. Investasi dalam negeri pada sektor industri menunjukkan pola fluktuatif dari tahun 2003 sampai dengan 2010, sedangkan investasi asing menunjukkan pola yang semakin menurun selama dua tahun terakhir. Industri yang paling diminati baik oleh investor asing maupun investor dalam negeri adalah industri makanan.
2.
Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah PDRB sektor industri dan upah minimum provinsi. PDRB sektor industri dan upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.
5.2 Saran Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut:
62
1.
Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor industri, pemerintah harus mendorong pertumbuhan sektor industri agar output atau produksi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dengan cara mempermudah perizinan mendirikan perusahaan dan meningkatkan ekspor barang-barang produksi industri.
2.
Industri makanan memiliki potensi yang cukup baik dalam menarik investasi, sehingga pemerintah perlu mendorong perkembangan industri ini dengan menjaga pasar domestik dari makanan dan minuman impor.
3.
Penetapan standar upah minimum perlu dilakukan secara tepat sampai batas tingkat upah tertentu yang tidak merugikan bagi perusahaan industri.
4.
Karena pengujian terhadap investasi tidak memberikan hasil yang sesuai dengan harapan maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah data investasi yang digunakan berupa data investasi kumulatif dari tahuntahun sebelumnya untuk melihat pola pertumbuhan investasi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2006, 2009, dan 2010. Statistik Upah. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja. BPS, Jakarta. _________________. 2011a. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. BPS, Jakarta. _________________. 2011b. PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 20062010. BPS, Jakarta. _________________. 2011c. Data Strategis BPS. BPS, Jakarta. Bank Indonesia dan Universitas Katolik Santo Thomas SU. 2007. Interrelasi Struktur Kredit Perbankan, Tingkat Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Medan. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Fudjaja. 2002. Dinamika Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Industri di Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. MacGrow-Hill International Editions, Singapore. Haryani, S. 2002. Hubungan Industrial di Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hecht, J dan Eric M Haye. 2009. Pooling vs. Panel Models of Leverage for American, Asian, and European Firms. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 1450-2275:15. Kagami, H. 2000. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kartasasmita, G. 1996. Visi Pembangunan Pulau Jawa pada Abad Ke-21. Jakarta. Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia. 2006. ”Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di Indonesia - Perekonomian Bisnis”. http://www.organisasi.org [25 Oktober 2010]. Mankiw, N. G. 2007. Makroekonomi. Fitria Liza dan Imam Nurmawan [penerjemah]. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.
64
Nainggolan, Indra Oloan. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Ningrum, V. 2008. Penanaman Modal Asing dan Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri. PPK-LIPI Jakarta, Vol III No 2:43. Prihartanti, E. D. 2007. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rahardjo, D. 1984. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar dan Sumiharti [penerjemah]. Jakarta : Erlangga. Simanjuntak, P. J. 1998. Masalah Ketenagakerjaa Di Indonesia. Departemen Tenaga Kerja RI, Jakarta. __________, P. J. 1992. Masalah Hubungan Industrial Di Indonesia. Departemen Tenaga Kerja RI, Jakarta. __________, P. J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Smeru. 2004. “Kebijakan Pasar Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial untuk Memperluas Kesempatan Kerja”. Jakarta: Smeru Research Institude. Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Todaro, M. P. dan Smith, S. C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Haris Munandar [penerjemah]. 2006. Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta. Wicaksono, R. 2009. Analisis Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah Riil, Suku Bunga Riil, Dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Sedang Dan Besar Di Indonesia Tahun 19902008. Semarang: Universitas Diponegoro. Wiranata, S. 2004. Pengembangan Investasi di Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, XII (1) 2004. Yamin, S., Rachmach L.A., dan Kurniawan H. 2010. Regresi dan Korelasi Dalam Genggaman Anda. Salemba Empat, Jakarta.
65
LAMPIRAN 1 Jumlah tenaga kerja, PDRB, PMA, PMDN sektor industri dan upah minimum provinsi menurut provinsi tahun 2003-2010
Kode Provinsi 31 31 31 31 31 31 31 31 32 32 32 32 32 32 32 32 33 33 33 33 33 33 33 33 34 34 34 34 34 34 34 34
Provinsi
DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah DI Yogyakarta DI Yogyakarta DI Yogyakarta DI Yogyakarta DI Yogyakarta DI Yogyakarta DI Yogyakarta DI Yogyakarta
Tahun
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tenaga Kerja (orang) 661768 730,076 650,392 636,490 708,643 674949 667883 754985 2363525 2,556,511 2,616,946 2,743,978 2,767,105 2935324 3073499 3389287 2859237 2,435,606 2,782,008 2,703,414 2,765,644 2703427 2656673 2815292 220004 193,392 223,818 191,091 209,456 250507 237240 247093
PDRB Sektor Industri (Rp. Milyar) 46063 48707 51178 53722 53722 58367 58448 60568 93938 96978 105334 114300 122703 133757 131433 135247 41347 43996 46106 48189 50871 55349 57444 61390 2325 2401 2463 2481 2528 2563 2611 2794
PMA (US$. Juta)
PMDN (US$. Juta)
UMP (Rp./bulan)
144.5 113.3 234.2 1024.7 102.9 542.4 190.5 270.3 185.3 778.7 488.8 659.4 165.7 501.4 135.1 280.8 928.8 2447.8 1085.8 1623.2 1813.6 2942.1 1403.8 5280.8 1165.7 11295.2 2209.8 2960.3 1493.1 4233.3 1160.5 5555.6 54 305.8 99.7 98.9 20.6 981.3 353.6 253.7 68.1 243.4 118.1 1151.9 75.4 2636.1 29.2 213.1 1.4 0 0.1 13 0.5 18.5 3.6 20 0.4 0 7.6 0 1.7 32.5 1.4 0
631600 671600 711800 819100 900600 972604 1069865 1118000 320000 366500 408300 447654 516300 568193 628191 671500 340400 365000 390000 450000 500000 547000 575000 660000 360000 365000 400000 460000 500000 586000 700000 745695
66
35 35 35 35 35 35 35 35 36 36 36 36 36 36 36 36
Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Banten Banten Banten Banten Banten Banten Banten Banten
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2352665 193,392 2,323,652 2,404,589 2,458,401 2412284 2385686 2482563 663250 627,615 686,210 668,760 695,161 705831 843718 1053922
64134 189.6 67520 142.6 70636 653.2 72787 318.1 76164 1641.8 81034 393.4 83300 363.1 86901 759.3 26581 248.7 27749 185.7 28976 555.3 30549 396.6 31497 211.5 32225 389.5 32708 1182.3 33779 386.8
482.4 389.4 4002.4 514.5 1267.9 2721.6 2830.7 7479.7 1771.3 823.3 1322.9 3228.1 1068.2 1954.1 4376.7 4130.6
274000 310000 340000 390000 448500 500000 570000 630000 475000 515000 585000 661613 745500 837000 917500 955300
67
LAMPIRAN 2 Hasil uji regresi berganda data panel menggunakan EViews 6.0 1. Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: ESTIMASI Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic
d.f.
Prob.
5.264501 25.263522
(5,38) 5
0.0009 0.0001
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f.
Prob.
2. Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: ESTIMASI Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
25.718105
4
0.0000
68
3. Uji Heteroskedastisitas dan Autokorelasi Dependent Variable: LN_TK Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 11/19/11 Time: 01:26 Sample: 2003 2010 Periods included: 8 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 48 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
C PDRB_IND UMP_RIIL PMA_IND PMDN_IND
2.697411 0.254648 0.663339 -0.000134 -0.000342
Std. Error
t-Statistic
2.541499 1.061347 0.135064 1.885380 0.255853 2.592657 0.001051 -0.127704 0.000542 -0.632473
Prob. 0.2952 0.0670 0.0134 0.8991 0.5309
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.994343 0.993004 0.302331 742.2010 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
50.21975 31.92322 3.473359 1.957149
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.878447 5.455332
Mean dependent var Durbin-Watson stat
13.87953 2.652614
69
4. Hasil Regresi Data Panel Dependent Variable: LN_TK Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 11/19/11 Time: 01:26 Sample: 2003 2010 Periods included: 8 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 48 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
C PDRB_IND UMP_RIIL PMA_IND PMDN_IND
2.697411 0.254648 0.663339 -0.000134 -0.000342
Std. Error
t-Statistic
2.489998 1.083298 0.081384 3.128967 0.237935 2.787895 0.000905 -0.148290 0.000465 -0.735942
Prob. 0.2855 0.0034 0.0082 0.8829 0.4663
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.994343 0.993004 0.302331 742.2010 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
50.21975 31.92322 3.473359 1.957149
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.878447 5.455332
Mean dependent var Durbin-Watson stat
13.87953 2.652614
70
5. Uji Normalitas
12
Series: Standardized Residuals Sample 2003 2010 Observations 48
10
8
6
4
2
0 -1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
0.6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-7.17e-17 0.016535 0.676882 -0.900302 0.271848 -0.260619 4.559482
Jarque-Bera Probability
5.407346 0.066959