International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG) Vol. 1, No. 2, October 2015, pages116-124
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI DAN UMKM DALAM PEREKONOMIAN DUA SEKTOR DI JAWA TIMUR Febry Wijayanti1, Sasongko2, Putu Mahardika3 1,2,3
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Brawijaya Email :
[email protected] Abstrak
Teori Lewis tentang two sectors model menjelaskan perpindahan tenaga kerja yang berpindah dari sektor subsisten atau pertanian ke sektor industri dengan asumsi adanya tarikan upah. Teori tersebut tidak mempertimbangkan bahwa upah menjadi masalah di sektor industri dan membuang tenaga kerja ke sektor informal. Dari hal tersebut terdapat tujuan penelitian yaitu mengetahui penerapan penyerapan tenaga kerja sektor industri terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan industri, tingkat upah minimum regional, total angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja pertanian. Kedua, menganalisis penyerapan tenaga kerja sektor UMKM secara terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan industri, total angkatan kerja, jumlah tenaga kerja pertanian dan jumlah tenaga kerja industri. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu regresi panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada transformasi tenaga kerja pertanian ke industri di Jawa Timur, terutama kaitan antara pertumbuhan sektor pertanian dan tingkat upah terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri tidak terbukti. Bagian teori Lewis yang diterima dari hasil analisis yaitu pertumbuhan sektor industri dan jumlah tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri. Tidak adanya keterkaitan antara output di sektor pertanian dan industri terhadap sektor UMKM. Sektor UMKM hanyalah menjadi pilihan terakhir, setelah semua tenaga kerja tertolak dari berbagai sektor formal. Kata kunci: Lewis, Sektor Pertanian, Sektor Industri, UMKM, Tenaga Kerja, dan UMR
ANALYSIS THE INDUSTRIAL SECTOR LABOR AND THE SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES’ LABOR ON THE TWO SECTORS ECONOMY IN EAST JAVA Abstract Two-sectors model from Lewis Theory describes the movement of labor who move from agricultural sector to the industrial sector with the assumption that they are moving because the pull of wages. The theory does not consider that the wage problem in the industry sector create movement to the informal sector. This research has two purposes, first, to know the implementation of the industrial sector labor with five variables (GDP growth in the agricultural and industrial sectors, the regional minimum wage rates, labor force and total labor agriculture). Second, the implementation of the small and medium enterprises (SME) labor with five variables (GDP growth in the agricultural and industrial sectors, labor force, agriculture sector labor and industrial sector labor). This research is using quantitative methods with panel regression. Results from this study indicate that the transformation of agricultural labor to industries in East Java, especially the links between agricultural growth and wages on employment in the industrial sector has not been proven. The Lewis theoretical proven is the growth of the industrial sector and the number of workers to the industrial sector employment. There is no correlation between the output agricultural sector and industrial sector of the SME sector. SME sector only be a last resort, after all the labors are rejected from the formal sector. Keywords:Lewis Theory, Agriculture Sector, Industry Sector, SME Sector, Labor and Minimum Wage
1.
PENDAHULUAN
Karya Arthur Lewis yang berjudul “Economic Development with Unlimited Supplies of Labor” mengenai two sectorsmodel yang menjelaskan tentang perpindahan tenaga kerja dikarenakan adanya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi akan memunculkan perubahan struktural dari sektor tradisional ke sektor modern. Sehingga
perubahan struktural perekonomian menyangkut perubahan-perubahan pada struktur dan komposisi produk nasional, kesempatan kerja, disparitas antar sektor, daerah dan golongan masyarakat (Lewis, 1954). Dalam perkembangannya model Lewis menuai berbagai kritikan dari Schultz (1964), Sen (1966, 1967), dan Rosenzweig (1988). Aspek terpenting dalam transformasi struktural adalah sisi tenaga kerja. Lewis dalam Todaro (2006)
Wijayanti, Analisis Penyerapan Tenaga Kerja…
menyatakan bahwa adanya perubahan struktural ekonomi akan diikuti dengan perpindahan tenaga kerja dari sektor tradisional atau pertanian yang mengalami surplus tenaga kerja ke sektor modern yang akan menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut. Hal ini dipertegas oleh Fields (2004) dalam model Lewis, inti dari surplus dua sektor ekonomi terhadap pasar tenaga kerja secara nyata adalah perbedaan upah yang dihasilkan bergantung pada sektor ekonomi tempat mereka bekerja. Lewis(1954) menuliskan pada artikelnya bahwa penghasilan dalam sektor yang subsisten menjadi upah dasar pada sektor modern, tapi dalam prakteknya upah sektor modern lebih tinggi daripada yang ditetapkan dan biasanya terjadi gap sebesar 30% atau lebih antara upah di sektor modern dengan penghasilan di sektor subsisten. Gap tersebut adalah “illusory” karena tingginya biaya hidup di sektor modern. Ranis dan Fei (1961) dalam Ercolani dan Wei (2010) memformulasikan teori Lewis yang dikombinasikan dengan teori Rostow (1956) menjadi tiga tahap pertumbuhan linear. Mereka merombak dua tahap milik Lewis menjadi tiga tahap yang ditunjukkan dengan marginal productivity labour pertanian. Diasumsikan bahwa pada tahap awal perekonomian bersifat stagnant. Titik perubahan ditandai dengan munculnya sektor baru non-agricultural dan mulai memasuki tahap satu. Disini tenaga kerja sektor pertanian berpindah ke sektor non-agricultural. Dikarenakan melimpahnya kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian, membuat marginal productivity sangatlah rendah dan average labour productivity menunjukkan upah di sektor pertanian. Ketika terjadi perpindahan dari sektor pertanian, meningkatkan MPL walau masih berada dibawah upah. Selama tahap kedua sisa pengangguran akan terserap. Pada akhirnya memasuki tahap ketiga perekonomian mencapai titik komersialisasi dan dimana pasar tenaga kerja sektor pertanian dikomersialisasikan sepenuhnya. Fields (2004) yang meninjau model Lewis dan Fei dan Ranis untuk aplikasinya, memunculkan sebuah masalah yang kompleks yaitu sifat upah subsisten di sektor informal. Jika upah secara harfiah adalah upah yang berada di sektor subsisten dan orang dapat bertahan hidup, maka upah tersebut merupakan upah dasar secara alami. Namun, tidak ada tanda bahwa Lewis benar-benar berpikir upah dari sektor informal sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk bertahan hidup. Fields (2004) menyatakan upah sektor informal yang digunakan sebagai upah dasar, lebih rendah dari upah riil yang diterima oleh pekerja sektor formal. Adanya berbagai hambatan yang ada membuat sektor formal tidak menampung semua tenaga kerja yang tersedia. Ketidakmampuan ini menyebabkan kelebihan tenaga kerja dari sektor formal berpindah ke sektor informal. Hal ini ditunjukkan dalam laporan ILO (2008) di Sri Lanka yang menjelaskan bahwa upah di sektor formal meningkatkan biaya
117
akan tenaga kerja, sehingga banyak tenaga kerja yang terbuang ke sektor informal. Sedangkan pada laporan ILO (2013) tentang pertumbuhan dan tenaga kerja di Kenya yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang lemah akan berdampak terganggunya transformasi struktural. Terganggunya transformasi di Kenya akibat adanya krisis yang dapat menghambat pembentukan tenaga kerja di sektor formal, dimana lemahnya sektor formal ini mendorong berkembangnya sektor informal. Sehingga mayoritas tenaga kerja yang tersedia dan terbuang dari sektor formal dapat terserap di sektor informal. Perpindahan tenaga kerja ini ditandai dengan meningkatnya unit usaha sektor informal (UMKM), kontribusi sektor informal terhadap PDB Kenya dan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor informal. Berdasarkan paparan fenomena permasalahan dan temuan dari beberapa penelitian maka perumusan masalah yang digunakan sebagai fokus penelitian adalah: Apakah penyerapan tenaga kerja pada sektor sektor industri dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan industri, tingkat upah minimum regional, total angkatan kerja dan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian? Dan apakah penyerapan tenaga kerja sektor UMKM dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan industri, total angkatan kerja, jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian dan industri? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui (1) pengaruh pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan industri, tingkat upah minimum regional, total angkatan kerja dan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri dalam perekonomian dua sektor dan (2) pengaruh pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan industri, total angkatan kerja, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dan industri terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM dalam perekonomian dua sektor. 2.
TINJAUAN PUSTAKA
Perekonomian suatu daerah dalam jangka panjang akan terjadi perubahan struktur perekonomian dimana semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor indsutri. Begitu pula dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke sektor industri di kota, sehingga menyebabkan kontribusi tenaga kerja pertanian meningkat. Perubahan ini tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan antar penduduk dan antar sektor ekonomi, karena sektor pertanian lebih mampu menyerap tenaga kerja tanpa adanya seleksi dibanding sektor industri, akibatnya akan terjadi perpindahan alokasi pendapatan dan tenaga kerja dari sektor yang produktifitasnya tinggi yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan pendapatan dalam masyarakat.
118International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG), Vol. 1, No. 2, Oct 2015, pages116-124 Hal tersebut dikenal sebagai model pembangunan dua sektor yang pertama kali dikembangkan oleh W.A. Lewis. Teori ini berawal dari fenomena proses pembangunan selama akhir dekade 1960-an dan dekade 1970-an pada negaranegara sedang berkembang yang sedang mengahadapi berlebihnya penawaran tenaga kerja. Berdasarkan teori Lewis, terdapat dua golongan di masyarakat pada negara-negara dunia ketiga yaitu terdapat dua sektor yang bersandingan, sektor capital intensive (industri) dan sektor labor intensive (pertanian). Pada intinya, pembangunan dua sektor ini menititkberatkan pada mekanisme transformasi struktur ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang (LDCs), berawal pada struktur ekonomi yang bersifat subsisten dan terkosentrasi pada sektor pertanian yang mengarah ke struktur perekonomian yang lebih modern dan didominasi oleh sektor non primer, khususnya pada sektor industri dan jasa. Berhubungan dengan hal tersebut, industrialisasi pertanian adalah media transisi yang sesuai bagi proses transformasi struktur ekonomi yang berawal dari perekonomian subsisten ke perekonomian modern. Dari teori tersebut perlu diketahui pula kaitan akan pasar tenaga kerja dimana bertemunya permintaan dan penawaran tenaga kerja. Ehrenberg dan Smith (2009:60) menjelaskan bahwa asumsi dasar dari teori permintaan tenaga kerja adalah bahwa perusahaan atau atasan atas tenaga kerja berusaha untuk memaksimalkan keuntungan. Dengan demikian, perusahaan diasumsikan terusmenerus melakukan berbagai perubahan yang akan meningkatkan keuntungan. Dua hal yang digunakan adalah 1) perusahaan hanya dapat merubah dalam variabel yang berada dalam kontrolnya dan 2) dengan diasumsikan bahwa perusahaan terus meningkatkan keuntungan, maka perusahaan harus mengatasi perubahan kecil atau marjinal yang terjadi hampir setiap hari. Sedangkan penawaran tenaga kerja dijelaskan Aris (1990) dalam Juhari (2009) adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disepakati households untuk ditawarkan. Dengan kata lain, kurva penawaran tenaga kerja adalah gambaran berbagai kemungkinan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang ditawarkan oleh households dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah lapangan kerja yang sudah terisi dan ditunjukkan dari jumlah penduduk yang bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja dikarenakan adanya permintaan akan tenaga kerja. Sehingga, permintaan tenaga kerja dapat disebut sebagai penyerapan tenaga kerja (Kuncoro, 2002). Penentu penyerapan tenaga kerja menurut Zhang dan Liu (2013) adalah keterkaitan upah dan produktivitas tenaga kerja yang berkorelasi positif, seperti yang ditunjukkan dalam standar fungsi
produksi Cobb - Douglas, juga harus konstan dan lebih kecil dari satu (unity). Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari penetapannya adalah untuk memenuhi standar kelayakan hidup minimum dengan tujuan akhir dapat meningkatkan derajat penduduk berpendapatan rendah (Spencer, 1971:506). Penelitian Hadžić dan Pavlović (2011) di Serbia dengan periode transisi (2000-2009) menjelaskan keterkaitan perubahan struktur ekonomi akibat krisis dan keterkaitan tenaga kerja dimana dipersiapkan kerangka hukum untuk mendukung UMKM. Jumlah UMKM yang meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi tempat kerja baru yang menampung lebih untuk orang-orang yang dipecat dari perusahaan. Untuk pemulihan resesi di Serbia, sektor UMKM diakui sebagai faktor penting untuk pemulihan dalam krisis yang terjadi. 3.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dimana kuantitatif adalah menjelaskan objek studi berdasarkan data dan fakta yang ada dan dianalisis dalam rangka menjawab permasalahan penelitan.Metode analisis yang digunakan untuk mengestimasi model penelitian adalah metode analisis regresi linear berganda. Dalam melakukan analisis, data yang digunakan untuk menganalisis pengaruh penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, pertumbuhan sektor pertanian dan sektor industri, tingkat upah minimum regional, dan angkatan tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja industri dan UMKM di Jawa Timur adalah analisis data panel. Ruang lingkup yang dipilih adalah 29 kabupaten dan 9 kota di Jawa Timur dengan alasan bahwa kabupaten dan kota di Jawa Timur menunjukan adanya transformasi struktural Jawa Timur dikarenakan adanya perbedaan pertumbuhan antar kabupaten/kota. Setelah dilakukan analisis regresi berganda pada data panel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik berupa uji multikolinieritas, uji heterokedestisitas, uji normalitas dan uji autokorelasi untuk mendukung hasil estimasi persamaan regresi tersebut agar menjadi lebih valid. Dengan mempertimbangkan keunggulan data panel tersebut, maka spesifikasi model pertama dalam sektor industri yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 𝐿𝑛𝑇𝐾𝐼 = 𝛼 + 𝛽1 𝐿𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵_𝑇 + 𝛽2 𝐿𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵_𝐼𝑛 + 𝛽3 𝐿𝑛𝑈𝑀𝑅 + 𝛽4 𝐿𝑛𝐴𝐾 + 𝛽5 𝐿𝑛𝑇𝐾𝑇 + 𝑒𝑖𝑡 yang dimaksud dengan TKI adalah penyerapan tenaga kerja pada sektor Industri kabupaten/kota di Jawa Timur; PDRB_T adalahpertumbuhan ekonomi sektor pertanian dalam PDRB masing-masing
Wijayanti, Analisis Penyerapan Tenaga Kerja…
kabupaten/kota di Jawa Timur; PDRB_In adalah pertumbuhan ekonomi sektor industri dalam PDRB masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur; UMR adalah upah yang ditentukan dari pemerintah di sektor industri; AK adalah angkatan kerja yang tersedia di berbagai sektor masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur; TKTadalah penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian kabupaten/kota di Jawa Timur. Model kedua untuk mengetahui faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM: 𝐿𝑛𝑇𝐾𝑈𝑀𝐾𝑀 = 𝛼 + 𝛽1 𝐿𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵𝑇 + 𝛽2 𝐿𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵𝐼𝑛 + 𝛽3 𝐿𝑛𝑈𝑀𝑅 + 𝛽4 𝐿𝑛𝐴𝐾 + 𝛽5 𝐿𝑛𝑇𝐾𝑇 + 𝛽6 𝐿𝑛𝑇𝐾𝐼 + 𝑒𝑖𝑡 dimana TKUMKM adalah penyerapan tenaga kerja pada sektor UMKM kabupaten/kota di Jawa Timur; PDRB_Tadalah pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dalam PDRB masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur; PDRB_Inadalah pertumbuhan ekonomi sektor industri dalam PDRB masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur; AK adalah angkatan kerja yang tersedia di berbagai sektor masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur; TKIadalah penyerapan tenaga kerja pada sektor industri kabupaten/kota di Jawa Timur; TKTadalah penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian kabupaten/kota di Jawa Timur. Pengujian model melalui tiga uji yaitu Chow Test, Hausman Test dan LM Test. Chow Test adalah uji signifikansi fixed effect (uji F) atau Chow-test merupakan teknik pengujian model regresi dalam menentukan model regresi data panel yang terbaik dengan menggunakanfixed effect atau common effect. Apabila hasil uji Chow adalah fixed, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji Hausman untuk menentukan model fixed atau model random yang akan digunakan. Selain uji Hausman digunakan pula Lagrange Multiplier test atau Breusch-Pagan test. Uji ini digunakan untuk memilih antara common atau random effects yang lebih baik. Metode BreuschPagan melakukan pengujian yang didasarkan pada nilai residual dari metode OLS. (Widajono, 2009). Uji LM ini melihat distribusi chi-squares dengan degree of freedom sebesar jumlah variable independen. Untuk menambah ketepatan fungsi regresi dan tingkat validisitas dalam memperkirakan nilai aktual dapat diketahui dari goodness of fit – nya. Test ofgoodness of fit dapat diperoleh dengan perhitungan statistik melalui Uji F-Statistik, Uji t-statistik, Uji Koefisien Determinan (R2) dan Uji Asumsi Klasik. Pengujian asumsi klasik yaitu ada atau tidaknya masalah heterokedastisitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan normalitas (Gujarati, 2003:65).Hasil estimasi persamaan regresi yang baik merupakan hasil regresi yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), (Gujarati, 2003:44).
4.
119
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi ini dapat pula digunakan sebagai indikator untuk menyusun rencana pembangunan pada masa yang akan datang. Indikator ini mengukur pertumbuhan nilai tambah dalam perekonomian dan memberikan gambaran aktivitas pertumbuhan perekonomian dari tahun ke tahun atau keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Perkembangan ekonomi di Jawa Timur dalam hal ini juga ditunjukkan oleh perkembangan atau pertumbuhan dari PDRB. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur saat ini relatif stabil dan menunjukkan tren yang terus naik kecuali pada krisis ekonomi dunia 2009 dan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur juga melebihi laju pertumbuhan Indonesia, kecuali pada tahun 2007 dimana pertumbuhan Jawa Timur dibawah pertumbuhan nasional. Untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.
15 10 5
6.2 6.46 6.23 5.03 5.69 5.5 6.35 5.94 4.58 5.8 5.87 5.8 6.11 6.01 5.01 6.68 7.22 7.27
0
Jawa Timur
Nasional
Gambar 1.Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan Indonesia Sumber: BPS Jawa Timur, 2012 (diolah) Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 hingga tahun 2006 cenderung konstan. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan bergerak konstan hingga tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan laju pertumbuhan ekonomi dikarenakan adanya krisis global yang terjadi antara tahun 2008 dan tahun 2009. Hal ini dapat diatasi dengan terjadinya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010. Pada tahun 2010, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur mencapai 6,68 persen dan terus menanjak hingga tahun 2012 dengan pertumbuhan mencapai 7,27 persen. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2004 sampai dengan 2012. Dalam Gambar2 dapat dilihat pertumbuhan dari sektor industri selalu mengalami pertumbuhan
120International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG), Vol. 1, No. 2, Oct 2015, pages116-124 yang lebih tinggi dari sektor pertanian. Pada tahun 2008 sektor industri tumbuh melebihi sektor pertanian sebesar 1,24 persen. Sedangkan di tahun 2009 sektor industri mengalami penurunan sebesar 1,56 persen dan lebih rendah 1,12 daripada sektor pertanian. Penurunan ini dikarenakan sektor industri terkena dampak dari krisis global yang terjadi pada penghujung tahun 2008. Pada tahun 2010 sektor industri mengalami penguatan kembali dan tumbuh sebesar 1.52 persen dari 2.8 persen menjadi 4.32 persen, sedangkan sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 1.69 persen. Dan pada tahun 2011 dan 2012 pertumbuhan sektor industri terus meningkat hingga melebihi angka 6 persen dan sektor pertanian perlahan meningkat juga dan melebihi 3 persen di tahun 2012.
15 10 5 0
4.36 3.12
2.8 3.92
4.32 2.23
6.06 2.53
6.34
2008
2009
2010
2011
2012
3.49
Pertumbuhan Sektor Pertanian
Gambar 2. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Industri di Jawa Timur Sumber: BPS Jawa Timur, 2012 (diolah) Dari perkembangan perekonomian yang terjadi diberbagai sektor di Jawa Timur tidak akan lepas dari sumbangan angkatan kerja sebagai indikator ketersediaan supply tenaga kerja. Situasi ketenagakerjaan di Jawa Timur relatif membaik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Tercatat pada data BPS jumlah angkatan kerja di Jawa Timur per-Februari 2012 sebanyak 19,83 juta orang, sedikit meningkat dibandingkan data ketenagakerjaan di bulan Agustus 2011 (19,76 juta). Sementara itu, perbaikan perekonomian Jawa Timur yang masih terus berlangsung diyakini menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja, sehingga tercatat pada data BPS terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja, dari 18,94 juta menjadi 19,01 juta jiwa. Peningkatan kinerja di sektor pertanian yang cenderung padat karya diyakini menjadi salah satu pengurang angka pengangguran terbuka pada periode laporan. Kondisi ini turut mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang dilaporkan sedikit menurun dari 4,16% menjadi sebesar 4,14%. Dari gambaran umum tersebut diperjelas dengan hasil uji untuk model I yang menggunakan metode random effect. Didapatkan hasil bahwa
pengaruh variabel pertumbuhan PDRB sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja industri secara statistik menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Dapat diartikan dari hasil uji pertama ini menolak teori yang dikemukakan Lewis. Dalam teori Lewis pertumbuhan sektor pertanian berhubungan negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industry dan tingkat MPL sama dengan 0 pada sektor pertanian. Dua hal tersebut tidak terjadi di Jawa Timur. Teori Lewis sendiri mempunyai dua asumsi dasar, yaitu 1) di sektor tradisional terjadi surplus tenaga kerja atau MP LA sama dengan nol, dan 2) semua pekerja di daerah pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah rill di daerah pedesaan ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata, bukan pada produktivitas tenaga kerja marjinal (seperti pada sektor modern). (Todaro:2000) Pengaruh variabel pertumbuhan PDRB sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja industri secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil ini sesuai dengan hiposesisnya yaitu terdapat hubungan signifikan dan positif antara pertumbuhan PDRB sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri. Dapat diartikan dimana pertumbuhan industri akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri. Pengujian hipotesis kedua mendukung model pembangunan dua sektor yang dikembangkan oleh W.A. Lewis. Dimana teori ini berawal dari proses pembangunan di negara-negara sedang berkembang yang mengalami kelebihanpenawaran tenaga kerja selama akhir dekade 1960-an dan dekade 1970-an. Menurut Lewis, di negara-negara terbelakang terdapat dua sektor yang hidup berdampingan, sektor capital intensive (industri) dan sektor labor intensive (pertanian). Dan terjadi mekanisme transformasi struktur ekonomi yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya sektor industri dan jasa. Dari pembuktian kedua hipotesis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penyerap tenaga kerja di sektor industri tidak terpengaruh oleh pertumbuhan sektor pertanian, dikarenakan MPL yang terjadi di sektor pertanian di Jawa Timur belum mencapai nol. Dengan adanya pertumbuhan di sektor industri yang berhubungan positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri, dimana pertumbuhan pada sektor industri akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada. Sesuai dengan teori Lewis dalam Todaro (2000) hasil uji membuktikan bahwa sektor industri yang mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu dengan tingkat produktivitasnya yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.
Wijayanti, Analisis Penyerapan Tenaga Kerja…
Pengaruh Upah Minimum Regional (UMR) terhadap penyerapan tenaga kerja industri secara statistik menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Dapat diartikan bahwa upah yang diterapkan tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Sedangkan hipotesisnya menjelaskan terdapat hubungan signifikan dan positif antara tingkat upah minimum regional terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri. Dimana hipotesis ini berdasarkan teori Lewis yang menjelaskan bahwa tingginya tingkat upah tenaga kerja pada sektor industri akan membuka peluang berpindahnya tenaga kerja yang berlebih dari sektor pertanian ke sektor industri dan sektor industri diasumsikan akan menyerap semua kelebihan tersebut. Tapi dalam hasil uji tidaklah terbukti. Dapat diartikan jika upah mengalami kenaikan maka jumlah tenaga kerja di sektor industri tidak akan terpengaruh. Hal ini dapat terjadi karena diduga upah bukan merupakan upah yang terbentuk di pasar tenaga kerja melainkan upah tersebut merupakan ketentuan dari pemerintah yang tiap tahunnya mengalami kenaikan yang disesuaikan dengan kenaikan biaya hidup atau inflasi. Hal ini didukung oleh Ehrenberg dan Smith (2009:60) yang menjelaskan bahwa asumsi dasar dari teori permintaan tenaga kerja adalah bahwa perusahaan atau atasan atas tenaga kerja berusaha untuk memaksimalkan keuntungan. Dengan demikian, perusahaan diasumsikan terus-menerus melakukan berbagai perubahan yang akan meningkatkan keuntungan terutama pada variabel yang berada dalam kontrolnya, yaitu tenaga kerja. Dengan penetapan upah minimum tersebut, biaya input yang tinggi akan mengurangi keuntungan dari pengusaha dan pengusaha akan bertindak mengurangi tenaga kerjanya. Pengaruh variabel angkatan kerja terhadap penyerapan tenaga kerja industri secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini sesuai dengan hipotesis keempat pada model pertama yang seharusnya ada hubungan positif dan signifikan antara total angkatan kerja dengan penyerapan tenaga kerja sektor industri dan dari hasil uji hipotesa ternyata diterima. Dapat diartikan bahwa semakin besar jumlah angkatan kerja semakin besar pula penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh sektor industri.Hal ini mendukung penelitian terdahulu yang dlakukan oleh Emilia Herman di Romania pada tahun 2012 bahwa penyerapan tenaga kerja sektor industri bersumber dari angkatan kerja secara umum. Borjas (2008) menyatakan bahwa total angkatan kerja menunjukkan persediaan atau penawaran akan tenaga kerja dari berbagai sektor. Variabel tenaga kerja di sektor pertanian memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri. Hal ini berarti bahwa adanya penurunan tenaga kerja di sektor
121
pertanian akan menyebabkan peningkatan tenaga kerja di sektor industri. Hasil uji ini menunjukkan kesesuain dengan teori Lewis yang menunjukkan adanya aliran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Berdasarkan teori Lewis terjadinya perpindahan ini akibat adanya perbedaan upah di sektor industri dan pertanian. Amstrong dan Taylor (2000) menjelaskan bahwa terdapatnya perbedaan upah antar daerah atau wilayah dapat memunculkan perpindahan modal tenaga kerja. Dan bila dihubungkan dengan hasil pengujian antara upah dengan penyerapan tenaga kerja industri maka dapat disimpulkan bukan upah tujuan dari tenaga kerja ini berpindah melainkan diduga terdapat faktor lain yang menarik modal tenaga kerja tersebut berpindah dan terjadi migrasi alamiah. Hasil dari model II dengan metode fixed effect dapat menjelaskan variabel dependen (penyerapan tenaga kerja UMKM) sangat baik karena nilai Rsquared yang mencapai 99.91 persen. Hubungan antara variabel pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan penyerapan tenaga kerja UMKM tidaklah signifikan. Diartikan pertumbuhan PDRB sektor pertanian tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM secara signifikan dan positif. Hal ini menujukkan tidak adanya keterkaitan antara output di sektor pertanian dengan penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM. Permintaan tenaga kerja sekaligus menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja sektor UMKM tidak terkait dengan transaksi input output sektor pertanian. Dengan demikian hubungan yang tidak signifikan ini antara sektor pertanian dan penyerapan tenaga kerja sektor informal menggambarkan gagalnya sektor UMKM sebagai penyumbang pertumbuhan di sektor pertanian dikarenakan rendahnya aktivitas di sektor pertanian. Kesimpulan ini diperoleh karena munculnya permintaan tenaga kerja timbul sebagai akibat dari permintaan konsumen atas barang dan jasa, sehingga permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand) (Simanjuntak, 1985: 89). Hasil tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cravo (2010) dimana peranan UMKM memang penting bagi pertumbuhan ekonomi di Brasil terutama di daerah terpencil. Namun, dalam penelitiannya ditemukan bahwa micro-region miskin atau yang berbasis pada sektor subsisten menunjukkan bahwa ukuran sektor UMKM memiliki efek negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia UMKM yang berada di daerah tersebut tidak memiliki efek yang jelas dalam proses pertumbuhan ekonomi. Korelasi antara variabel pertumbuhan PDRB sektor industri dengan penyerapan tenaga kerja UMKM tidaklah signifikan. Diduga tidak ada keterkaitan antara industri besar, menengah ataupun kecil terhadap UMKM.Dilihat dari hasil tersebut
122International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG), Vol. 1, No. 2, Oct 2015, pages116-124 disimpulkan bahwa sektor UMKM tidak menyumbang pertumbuhan baik pada sektor pertanian ataupun industri, karena diduga tidak adanya keterkaitan input dan output yang terjadi antara UMKM dengan kedua sektor tersebut. Hal ini bertentangan dengan laporan ILO (2013) tentang pembangunan dan tenaga kerja di Kenya yang menyatakan bahwa terganggunya transformasi struktural akibat adanya krisis dapat menghambat pula pembentukan tenaga kerja di sektor formal, dimana lemahnya sektor formal ini akan mendorong berkembangnya sektor informal. Sehingga mayoritas tenaga kerja yang ada terserap pada sektor informal yang terlihat dari meningkatnyaunit usaha, kontribusi terhadap PDB Kenya dan jumlah tenaga kerja yang terserap dan berbeda dengan kondisi yang ada di Jawa Timur. Hipotesis ketiga adalah terdapat hubungan signifikan dan positif antara angkatan kerja terhadap penyerapan tenaga kerja sektor UMKM. Ternyata hasil uji menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel adalah signifikan dan negatif, dimana kenaikan angkatan kerja total menyebabkan turunnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM. Hal ini jika dikaitkan dengan uji hipotesa keempat pada model pertama adalah kenaikan total angkatan kerja merupakan sumber bagi penyerapan industri bukan sektor UMKM. Hubungan tenaga kerja di sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja UMKM. Hal ini berarti adanya penurunan tenaga kerja di sektor pertanian akan menyebabkan peningkatan tenaga kerja di sektor UMKM. Dari hasil uji ini menunjukkan adanya aliran tenaga kerja ke sektor UMKM sebagai alternatif penyedia lapangan kerja bagi kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian terbukti. Terdapat dugaan bahwa bagian dari aktivitas produksi di sektor pertanian termasuk sektor UMKM secara keseluruhan karena untuk memisahkan sektor pertanian yang bersifat formal dan sektor pertanian yang bersifat informal sangatlah sulit. Hasil uji untuk variabel terakhir adalah hubungan positif dan tidak signifikan antara tenaga kerja sektor industri dengan sektor UMKM, dengan demikian tenaga kerja yang terserap di sektor UMKM bukan merupakan limpahan tenaga kerja di sektor industri semata yang pertama diasumsikan adanya pemutusan hubungan kerja, melainkan berasal dari kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian yang tidak terserap di sektor industri. Dari hasil dua uji variabel terakhir dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja sektor UMKM berasal dari sektor pertanian bukan dari sektor industri. Hal ini didukung dengan melihat data dari spesialisasi wilayah kabupaten dan kota yang menyumbang penyerapan tenaga kerja UMKMterbesar, dimana 9 diantaranya bukan merupakan sentra industri, kecuali Kota Surabaya.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari analisis hasil pengujian variabel-variabel yang berasal dari teori Lewis menunjukkan bahwa sebagian teori tersebut tidak berlaku pada transformasi tenaga kerja pertanian ke industri di Jawa Timur, terutama kaitan antara pertumbuhan sektor pertanian dan upah yang ditentukan pemerintah terhadap penyerapan tenaga kerja dalam sektor industri tidak dapat dibuktikan. Bagian teori Lewis yang diterima dari hasil analisis yaitu pertumbuhan sektor industri dan jumlah tenaga kerja terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri. Sedangkan sektor informal (UMKM) menjadi pilihan terakhir para tenaga kerja baik dari sektor pertanian dan industri ataupun dari angkatan kerja. 5.2 Saran Dalam mengurangi ketertolakan tenaga kerja sektor pertanian dari sektor industri, diperlukan peningkatan keterampilan ataupun soft skill yang dibutuhkan oleh sektor industri untuk pengembangan sektor industri yang mengolah hasil pertanian. Adanya reward sebagai pengganti dari upah minimum tersebut yang tidak dapat diwujudkan oleh sektor industri.Pemerintah mempermudah mekanisme investasi industri; sistem pajak yang tidak terlalu tinggi terhadap pengembangan usaha; sistem kredit yang tidak berbelit-belit untuk sektor riil atau UMKM; penyediaan sarana dan prasarana bagi pengembangan di sektor industri pengolahan hasil pertanian, sarana dan prasarana tersebut meliputi ketersediaan tenaga listrik, air bersih, ruas jalan dansebagainya. Pemerintah Jawa Timur perlu memprioritaskan sentra-sentra pertanian sebagai pusat pengembangan industri pengolahan hasil pertanian karena diharapkan dapat memberikan keunggulan komparatif supply bahan baku yang cukup besar bagi industri terkait. 6.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Kedua orang tua, saudara dan teman-teman yang sudah mendukung. Bapak Rektor Universitas Brawijaya Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito. Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof. Candra Fajri Ananda, SE., MSc., Ph.D. Ketua Pengelola Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Jurusan Ilmu Ekonomi Dr. Moh. Khusaini, SE., M.Si., MA. Pembimbing atau promotor dan kopembimbing atau ko-promotor Dr. Sasongko,
Wijayanti, Analisis Penyerapan Tenaga Kerja…
SE., MS dan Putu Mahardika, SE., M.Si., Ph.D. 7.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Harvey, and Jim Taylor. 2000. Regional Economics and Policy. Harvester Wheatsheaf: New York. Alters, Theo, and Van Mark, Ronald. 1986. The Regional Development Potensial of SMEs: A European Perspective. Routledge: London. Arfida B. R. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta. Aris, Ananta. 1990. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Demografi Universitas Indonesia: Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000-2006. Profil Usaha Kecil Menengah Tidak Berbadan Hukum di Indonesia. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Indikator Makro Ekonomi Usaha Kecil Dan Menengah Tahun 2003. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2006. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Pengertian Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Pengertian Penduduk. Jakarta. Baltagi, B. H. 2001. Econometric Analysis of Panel Data. Second Edition, John Wiley & Son, Ltd. England. Barro, Robert J., dan Sala-I Martin Xavier. 2004. Economic Growth. McGraw Hill International Edition: New York. Beck,T., Asli Demirguc-Kunt and Ross LevineSource. 2005. SMEs, Growth, and Poverty: Cross-Country Evidence. Journal of Economic Growth Vol. 10. Bellante, Don, dan Mark Jackson. 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan. Penerjemah Wimandjaja K. Liotohe dan M. Yasin. Universitas Indonesia: Jakarta. Cravo, Túlio A. 2010. SMEs and Economic Growth in the Brazilian Micro-Regions. Blackwell Publish. Dennis A. Rondinelli and John D. Kasarda. 1992. Foreign Trade Potential, Small Enterprise Development and Job Creation in Developing Countries. Small Business Economics, Vol. 4, No. 4. Departemen Koperasi Nasional. 2010. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (Umkm) Dan Usaha Besar (Ub) Tahun 2006–2010. www.Depkop.Go.Id. Diakses tanggal 20 Desember 2013. Departemen Koperasi. 2008. PDB, Investasi, Tenaga Kerja, Nilai Ekspor UKM di Indonesia. Jakarta. Disnakertransduk. 2011.Kondisi Ketenagakerjaan di Jatim Tahun 2009-2011.
123
http://www.jatimprov.go.id . Diakes tanggal 8 Januari 2014. DinasketranJatim, ILO. 2011. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan di Jawa Timur. Surabaya. Etzo, Ivan. 2008. Internal Migration and Growth in Italy. MPRA Paper No. 8642. Fields, Gary S. 2004. Dualism in the Labor Market: A Perspective on the Lewis Model after Half A Century. The Manchester School Vol 72 No. 6. Fields, Gary S. 2011. Labor Market Analysis for Developing Countries. Labour Economics 18. Gie Kian, K. 2003. Perekonomian Indonesia Tahun 2004, Prospek dan Kebijakan. Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Giaoutzi, Maria, Peter Nijkamp and David J. Storey. 1988. Small and Medium Size Enterprises and Regional Development. Routledge: London. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw Hill: New York. Gunatilaka, Ramani. 2008. Informal Employment in Sri Lanka: Nature, Probability of Employment, and Determinants of Wages. International Labour Organization Report. Hadžić, Miroljub and Petar Pavlović. 2011. How to Overcome (SME) Crisis: Serbian Case. Acta Polytechnica Hungarica Vol. 8, No. 1. Hayter, Roger. 2000. The Dinamic of Indusrial Location: The Factory, The Firm, and The Production System. John Willey and Sons: New York. Herman, Emilia. 2012. SMEs and their Effect on the Romanian Employment. Procedia Economics and Finance 3. International Labour Organization. 2013. Kenya: Making Quality Employment the Driver of Development. Juhari, lmam dan Hastarini Dwi Atmanti. 2009. Dampak Perubahan Upah Terhadap Output Dan Kesempatan Kerja Industri Manufaktur Di Jawa Tengah. Junal Ekonomi dan Kebijakan vol. 2. Krisnamurthi, Y.B. 1995. Agribisnis dan Transformasi Struktur Ekonomi Tinjauan Aspek Ekonomi Makro Dan Agribisnis Indonesia. Bunga Rampai Agribisnis. MMA-IPB, Bogor Kuncoro, Haryo. 2002. Upah Sistem Bagi Hasil dan Penyerapan Tenaga Kerja. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 7. Mankiw, N. G. 2007. Teori Makroekonomi: Edisi Kelima. Erlangga; Jakarta. McPherson, Michael A. 1996. Growth of Micro and Small Enterprises in Southern Africa. Journal of Development Economics Vol. 48
124International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG), Vol. 1, No. 2, Oct 2015, pages 116-124 Oktaviana Dwi Saputri. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Salatiga. Universitas Diponegoro. Rand, John, and Nina Torm. 2012. The Benefits of Formalization: Evidence from Vietnamese Manufacturing SMEs. World Development Vol. 40. Rosenzweig, Mark R. 1987. Handbook in Development Economics Labor Markets in Low-Income Countries: Distortions, Mobility and Migration. University of Minnesota: Minnesota. Schultz, T. W. 1964. Transforming Traditional Agriculture. Yale University Press: New Haven CT. Sen, A. K. 1966. Peasants and Dualism With and Without Surplus Labor. Journal of Political Economy Vol. 74. Sen, A. K. (1967a). Review of J. C. H. Fei and G. Ranis: Development of the Labor Surplus Economy: Theory and Policy. Economic Journal Vol. 77. Simanjuntak, Payaman, J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta. Subekti, M Agus. 2007. Pengaruh Upah, Nilai Produksi, Nilai Investasi, Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Genteng di Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Fakultas Ekonomi UNNES. Sujianto, Agus Eko, 2009, Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0. PT. Prestasi Putrakarya: Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2005. Makroekonomi Modern. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta. Sulistyastuti, Dyah Ratih. 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 9. Spencer, M. H. 1971. Contemporary Economics. Worth Publisher Inc: Michigan. Tambunan, Tulus. 2006. Micro, Small and Medium Enterprises and Economic Growth. Working Paper Series No. 14 University Of Trisakti. Tambunan,Tulus. 2012. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. LP3ES: Jakarta. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Erlangga: Jakarta. Wang, Xiaobing, Jenifer Piesse. 2009.Economic Development and Surplus Labour: A Critical Review of the Lewis Model.BWPI Working Paper 89 University of Manchester Wildan, Syafitri. 2003. Analisa Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 3. World Bank. 2011. Ringkasan Eksekutif Analisa Pengeluaran Publik Jawa Timur 2011. ______, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 Tentang Tenaga Kerja ______,Undang-undang No. 25 Tahun 2007Tentang Ketenagakerjaan