1
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTORAL DAERAH PERKOTAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI TAHUN 1996-2007)
Skripsi Diajukan Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Farahita Rahmawati Febriantina F.0106037
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
adalah
upaya
multidimensional
yang
meliputi
perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta perluasan kesempatan kerja (Tri Widodo, 2006: 4). Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Transformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan sekaligus pendukung bagi keberlanjutan itu sendiri. Pembangunan di Indonesia telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi
yang
tinggi,
yang
ditandai
terjadinya
perubahan
struktur
perekonomian. Proses perubahan struktur perekonomian ditandai dengan: (1) merosotnya pangsa sektor primer (pertanian), (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri), dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) kurang lebih konstan, namun kontribusinya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi untuk skala nasional ditunjukkan oleh perubahan Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan untuk skala regional ditunjukkan oleh perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Seiring
1
3
dengan pertumbuhan ekonomi, transformasi juga terjadi dalam struktur ekonominya. Transformasi struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri atau dapat juga dikatakan perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern. Perubahan struktur yang terjadi dicerminkan oleh kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB.
Terjadinya perubahan
struktural yang dicirikan dengan perubahan kontribusi masing-masing sektor yaitu dari sektor primer, sekunder dan tersier terhadap PDRB berakibat pada corak perekonomian daerah perkotaan. Terpusatnya kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan mempunyai kecenderungan makin tingginya tingkat konsentrasi penduduk pada wilayah tersebut (Sri Kusreni ; 2009 :21). Tabel 1.1 Kontribusi PDB menurut sektor primer,sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha, Tahun 19601990(%) Sektor 1960 1965 1970 1975 1980 1985 Primer 57,6 56,1 53,05 47,6 39,9 40,8 Sekunder 10,6 10,3 12,1 16,4 21,6 21,5 Tersier 31,7 33,6 34,8 35,8 38,3 37,6 BPS : “ Harga konstan berdasarkan perhitungan tahun dasar 1973 Data tahun 1960-1973 menggunakan tahun dasar 1960
1990 34,6 25,8 39,5
Dari tabel 1.1 diatas, tampak bahwa kontribusi PDB atas dasar harga konstan 1973 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1960 masing-masing sebesar 57,6%; 10,6% dan 31,7%. Sedangkan kontribusi sektor
4
primer, sekunder dan tersier pada tahun 1990 masing-masing sebesar 34,6%; 25,8% dan 39,5%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDB atas dasar harga konstan dari tahun 1960-1990 dari sektor primer, sedangkan untuk sektor sekunder dan sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDB dari sektor primer sebesar 23% sedangkan untuk sektor sekunder dan sektor tersier terjadi peningkatan masingmasing sebesar 15,2% dan 7,8%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Indonesia berdasarkan PDB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1960-1990 telah terjadi pergeseran. Perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kerja yang terserap pada sektor-sektor perekonomian, jumlah tenaga kerja yang mengisi sektor-sektor perekonomian tersebut mengindikasikan potensi sektorsektor perekonomian. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang terserap maka bisa dikatakan bahwa sektor tersebut mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional maupun domestik. Pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang (Swasono dan Sulistyaningsih, 1993). Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning (1995) dalam Suhartini (2001) mengatakan bahwa titik balik untuk aktivitas ekonomi (economic turning-point) tercapai lebih dahulu dibanding dengan titik balik penggunaan tenaga kerja (labor turning-point). Jika transformasi kurang seimbang maka dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia pada sektor primer.
5
Perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural ekonomi. (Hill dalam Ignatia dan Nachrowi 1996) berpendapat bahwa perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses penyerapan tenaga kerja sangat lambat terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian. Pergeseran struktur ekonomi ini pada akhirnya akan memberikan dampak pada struktur penyerapan tenaga kerja. Dinamika ekonomi yang cukup dinamis di Jawa Timur di tengah kegalauan adanya pengaruh faktor eksternal dan internal, telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,11 persen pada tahun 2007. Suatu pencapaian yang cukup fantastis, mengingat pertumbuhan itu melebihi pertumbuhan tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 yang hanya mencapai 5,80 persen. Dari total PDRB yang dihasilkan, tiga sektor tercatat mendominasi pembentukan PDRB Jawa Timur dalam kurun lima tahun terakhir yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Tabel 1.2 Perbandingan antara kontribusi PDRB dan penyerapan tenaga kerja sektoral Provinsi Jawa Timur Tahun 1998-2003 (%)
Sektor Primer Sekunder Tersier
Kontribusi PDRB (%) 21,1 34,9 43,9
Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral (%) 47,7 16,6 35,4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Melihat pergerakannya sebagaimana terlihat pada tabel 1.2 ada kecenderungan perekonomian di Jawa Timur semakin menuju ke arah
6
perekonomian sektor sekunder dan sektor tersier. Gambaran ini tampak dari kecilnya kontribusi sektor primer dan besarnya kontribusi dari sektor sekunder dan tersier. Dari tahun 1998-2003 sektor primer hanya menyumbang 21,1% terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur. Tabel 1.2 diatas juga dapat memberi gambaran mengenai ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur, jumlah tenaga kerja per sektor di Provinsi Jawa Timur mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian daerah tersebut. Sektor-sektor tersebut masingmasing memberikan kontribusi dengan proporsi berbeda terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Menurut data dari tahun 19982003 di atas sektor primer merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 47,7%, hal ini bertolak belakang dengan kontribusinya terhadap PDRB. Dari tabel 1.2 dapat diketahui bahwa pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerjanya. Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat bahwa dari tahun 1998-2003 kontribusi PDRB terbesar adalah dari sektor tersier sedangkan untuk penyerapan tenaga kerjanya kontribusi terbesar adalah dari sektor primer. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Timur terjadi dualisme yakni dalam satu sistem terdapat dua sistem yang berjalan yaitu modern dan tradisional. Boeke menjelaskan teori dualisme ekonomi sebagai suatu kondisi dimana kedua sektor yaitu pertanian dan industri tumbuh bersamaan. Tak ada satu sektor pun yang mendominasi sektor lain, dengan kata lain baik sektor industri maupun pertanian tetap tumbuh bersamaan dalam berjalannya proses ekonomi. Dalam kerangka
7
dualistik ini terdapat hipotesis bahwa aktivitas ekonomi di sektor modern (barat) dipicu oleh kebutuhan ekonomis, sedangkan aktivitas ekonomi di sektor tradisional (timur) hanya dipicu oleh kebutuhan sosial yang hanya memenuhi kebutuhan subsisten. Proses pembangunan ekonomi bisa menyebabkan dualisme. Dualisme berarti ada sektor besar dengan kemampuan modern berdampingan dan tumbuh bersamaan dengan sektor kecil dengan kemampuan tradisional. Dualisme ekonomi ini bisa berdampak sosial sebab ia mencerminkan ketimpangan (inequality). Sehingga secara implisit mengurangi dualisme merupakan salah satu tujuan kebijakan ekonomi. Di perkotaan yang masih menyediakan lahan pertanian, luas lahan pertaniannya semakin menyempit seiring bertambahnya perubahan fungsi lahan yang telah bermetamorfosa menjadi bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal. Tetapi karena penyerapan tenaga kerja ini cukup banyak, untuk kebijakan pembangunan bersifat jangka panjang, beberapa pakar ekonomi Jawa Timur mengusulkan agar Jawa Timur kembali pada pembangunan Agrobisnis untuk memperkuat sektor primer ini. Sementara itu, di beberapa perkotaan seperti Surabaya yang mempunyai industri pengolahan terbanyak, dirasakan semakin
jenuh
keberadaannya industrinya akibat berkurangnya lahan industri, sehingga sektor ini sulit untuk berkembang lebih besar lagi. Untuk mengatasi ini, pemindahan kawasan industri di Surabaya ke kabupaten/kota lain, sampai saat ini masih dalam wacana. Kedua kondisi itulah yang menyebabkan distribusi peranan sektor primer dan sekunder menurun.
8
Yang menjadi permasalahan utama nantinya adalah seberapa jauh jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur meningkat atau terserap apabila jumlah per sektor di tingkat propinsi meningkat dengan laju pertumbuhan ekonomi propinsi sama dengan laju pertumbuhan nasional. Masalah ini juga berkaitan erat dengan peningkatan pembangunan daerah dan strategi perencanaan yang matang, serta kemampuan pemerintah dalam melihat pergeseran-pergeseran struktur ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun. Berdasarkan pada uraian yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi perubahan struktur perekonomian dan menganalisis penyerapan tenaga kerja untuk daerah perkotaan di Jawa Timur karena ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia yang mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Struktur ekonomi di Indonesia pada umumnya dapat dilihat dari komposisi produk regional menurut sektor-sektor perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang terserap
oleh
suatu
sektor
perekonomian
dapat
digunakan
untuk
menggambarkan daya serap sektor perekonomian tersebut terhadap angkatan kerja. Dengan demikian proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi merupakan suatu hal yang cukup rumit namun demikian juga sangat menarik. Dalam penelitian ini dipilih daerah perkotaan karena pertumbuhan ekonomi dan konsentrasi penduduk di kota-kota besar cukup pesat. Selain itu alasan dipilih rentang waktu dari tahun 1996-2007
9
karena dalam rentang waktu tersebut telah dapat dilihat perubahan struktur pereokonomian untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil judul “Analisis Perubahan Struktur Perekonomian Dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Daerah Perkotaan Di Provinsi Jawa Timur (Studi Tahun 1996-2007)”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perubahan struktur perekonomian yang diukur dengan analisis Shift Share (SS) untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur (studi tahun 1996-2007) ? 2. Bagaimana penyerapan tenaga kerja sektoral yang diukur dengan pangsa penyerapan tenaga kerja persektor untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur (studi tahun 1998-2004) ? 3. Sektor ekonomi apa yang merupakan sektor basis yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ) untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur (studi tahun 1996-2007) ? 4. Termasuk dalam klasifikasi apa saja sektor ekonomi untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur berdasarkan analisis Tipologi Klassen (studi tahun 1996-2007) ?
10
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana perubahan struktur perekonomian yang diukur dengan analisis Shift Share (SS) untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur (studi tahun 1996-2007). 2. Untuk mengetahui bagaimana penyerapan tenaga kerja sektoral yang diukur dengan pangsa penyerapan tenaga kerja untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur (studi tahun 1998-2004) 3. Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang merupakan sektor basis yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ) untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur (studi tahun 1996-2007). 4. Untuk mengetahui termasuk dalam klasifikasi apa saja sektor ekonomi untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur berdasarkan analisis Tipologi Klassen (studi tahun 1996-2007).
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Untuk memperkaya khasanah keilmuan. 2. Sebagai
wahana
pembelajaran
untuk
menambah
wawasan
dan
pengetahuan penulis. 3. Sebagai bahan perbandingan dan pengetahuan tambahan bagi penelitianpenelitian selanjutnya. 4. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam memantapkan perencanaan pembangunan.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Dan Pertumbuhan Ekonomi 1. Perencanaan Ekonomi Perencanaan sebenarnya suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu dengan melibatkan kebijaksanaan dari pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan disusun secara sistematis. Maka pelaksanaan perancangan pembuatan perencanaan itu pada dasarnya adalah mengambil suatu kebijaksanaan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Perencanaan berarti memilih berbagai alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. b. Perencanaan berarti pula alikasi sumber daya yang tersedia baik c. Sumber daya alam maupun sumber daya manusia d. Perencanaan mengandung arti rumusan yang sistematis yang didasarkan pada kepentingan masyarakat banyak e. Perencanaan juga menyangkut tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Walaupun tidak ada kesepakatan diantara para ekonom berkenaan dengan istilah perencanaan ekonomi, sebagian besar ekonom menganggap
10
12
perencanaan ekonomi mengandung arti pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula (Lincolin Arsyad,1999). Menurut Jhingan (1999) perumusan dan kunci keberhasilan suatu perencanaan biasanya memerlukan hal-hal sebagai berikut : a. Prasyarat pertama bagi suatu perencanaan adalah pembentukan suatu komisi perencanaan yang harus diorganisir dengan cara tepat. b. Perencanaan yang baik membutuhkan adanya analisis yang menyeluruh tentang potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara beserta segala kekurangannya, oleh karena itu pembentukan suatu kantor jaringan statistik dari pusat hingga daerah yang bertugas mengumpulkan informasi dan data-data statistik menjadi suatu kebutuhan utama. c. Penetapan berbagai sarana dan tujuan yang ingin dicapai hendaknya realistis dan disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut. d. Penetapan sasaran dan prioritas untuk pencapaian suatu tujuan perencanaan dibuat secara makro dan sektoral. e. Dalam perencanaan ditetapkan adanya pembiayaan oleh pemerintah sebagai dasar sumber daya yang tersedia. f. Suatu perencanaan hendaknya mampu menjamin keseimbangan perekonomian. g. Administrasi yang baik, efisien, dan tidak korup adalah syarat mutlak keberhasilan suatu perencanaan.
13
h. Pemerintah harus menetapkan kebijakan pembangunan yang tepat demi berhasilnya rencana pembangunan dan menghindari kesulitan yang mungkin timbul dalam proses pelaksanaannya. i. Setiap usaha harus dibuat berdampak ekonomis dalam administrasi, khususnya dalam pengembangan bagian-bagian departemen dan pemerintahan. j. Administrasi harus bersih dan efisien memerlukan dasar pendidikan yang kuat, perencanaan yang berhasil harus memperhatikan standart moral dan etika masyarakat. k. Dukungan masyarakat merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu perencanaan didalam suatu negara yang demokratis, tanpa dukungan masyarakat tak ada perencanaan yang dapat berhasil. 2. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi sering diartikan sama dengan pembangunan ekonomi oleh pakar ekonomi, yaitu sebagai kenaikan PDB/PNB saja. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Lincolin Arsyad,1999:7). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.
14
Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya (pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pendapatan masyarakat pada tahun sebelumnya).
B. Pembangunan Ekonomi Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang dinamis dan terus-menerus atas suatu masyarakat atau sistem sosial yang membawa perubahan dan peningkatan keadaan dari yang mempunyai corak sederhana ke tingkatan yang lebih maju. Sementara itu, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai oleh perbaikan kelembagaan (Lincolin Arsyad,1999:6). Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan dan M. Suparmoko, 1993 :5). Menurut Todaro (2000:23), proses pembangunan harus memiliki 3 (tiga) tujuan inti, yaitu : a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang
kebutuhan
pokok
(pangan,
sandang,
papan,
kesehatan,
perlindungan keamanan). b. Peningkatan standar kehidupan yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, namun juga meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas
15
nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, di mana semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil melainkan juga untuk menumbuhkan jati diri pribadi bangsa yang bersangkutan. c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi tiap individu dan bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari sikap ketergantungan. Permasalahan yang timbul akibat kesalahan upaya pembangunan yang dilakukan adalah (Tri Widodo, 2006 :7) : a. Kemiskinan Permasalahan kemiskinan dalam pembangunan sangat sering dijumpai di hampir seluruh negara di dunia. Permasalahan yang terjadi pun memiliki karakteristik yang hampir sama di mana kemiskinan yang tinggi terjadi di sebuah wilayah pedesaan atau sebuah wilayah yang memiliki tingkat tingkat kepadatan yang sangat tinggi. Secara sederhana kemiskinan (absolut) dapat didefenisikan sebagai ketidakmampuan sejumlah penduduk untuk hidup di atas garis kemiskinan atau batas kemiskinan yang ditetapkan berdasar kategori tertentu. Untuk menggambarkan tingkat kemiskinan yang terjadi di sebuah negara atau wilayah tertentu, para ekonom sering menggunakan indikator tingkat kemiskinan (poverty gap). Indikator ini mengukur total pendapatan yang dibutuhkan oleh penduduk miskin agar dapat hidup di atas garis kemiskinan.
16
b. Pemerataan Permasalahan
kedua
yang
dihadapi
dalam
pelaksanaan
pembangunan adalah tidak meratanya distribusi pendapatan yang diterima oleh penduduk. Ketimpangan ini terjadi karena rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di daerah pedesaan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita yang diterima oleh penduduk di kawasan perkotaan. Ketimpangan pendapatan yang terjadi di daerah pedesaan jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan di kawasan perkotaan. Perbedaan kedalaman ketimpangan antara yang terjadi di daerah pedesaan dengan ketimpangan yang terjadi di kawasan perkotaan disebabkan karena variasi tipe pekerjaan yang terdapat di kedua wilayah tersebut. c. Pertumbuhan Proses pembangunan yang dilakukan di setiap negara tidak dapat dilepaskan dari permasalahan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Profesor Kuznets mengajukan sebuah teori mengenai perkembangan ketimpangan distribusi pendapatan dimana ketimpangan yang dialami oleh negara yang sedang membangun akan tinggi ketika pembangunan sedang berada dalam tahap awal pembangunan. Tingkat ketimpangan ini akan terus naik seiring dengan pembangunan yang dilakukan hingga pada titik tertentu tingkat ketimpangan ini akan turun. Dalam pembahasan mengenai teori pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi terdapat teori-teori pembangunan yang ada yaitu Teori
17
pertumbuhan linear dan Teori pertumbuhan struktural (Mudrajad Kuncoro, 2000): 1. Teori Pertumbuhan Linear a. Teori Pertumbuhan Adam Smith Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan menjadi 5 tahap yang berurutan yaitu dimulai dari masa perburuan, masa beternak, masa bercocok tanam, perdagangan dan yang terakhir adalah tahap perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi. Menurut teori ini, akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi
yang semakin cepat. Proses
pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk pada fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi (Mudrajad Kuncoro, 2000 : 38-41).
18
b. Teori Pembangunan Karl Marx Karl max dalam bukunya Das Kapital membagi evolusi perkembangan masyarakat menjadi tiga yaitu dimulai dari feodalisme, kapitalisme dan kemudian yang terakhir adalah sosialisme. Evolusi perkembangan masyarakat ini akan sejalan dengan proses pembangunan yang dilaksanakan. Masyarakat feodalisme mencerminkan kondisi dimana perekonomian yang ada masih bersifat tradisional. Dalam tahap ini tuan tanah merupakan pelaku ekonomi yang memiliki posisi tawar menawar relatif tinggi terhadap pelaku ekonomi lain. Perkembangan teknologi yang ada menyebabkan terjadinya pergeseran di sektor ekonomi, dimana masyarakat yang semula agraris-feodal kemudian beralih menjadi masyarakat industri yang kapitalis. Pada masa kapitalis ini para pengusaha merupakan pihak yang memiliki tingkat posisi tawar menawar tertinggi terhadap pihak lain khususnya kaum buruh. Artinya kaum buruh tidak memiliki posisi tawar menawar sama sekali terhadap majikannya
yang
merupakan
kaum
kapitalis.
Sejalan
dengan
perkembangan teknologi, para pengusaha yang menguasai faktor produksi
akan
berusaha
memaksimalkan
keuntungannya
dengan
menginvestasikan akumulasi modal yang diperolehnya pada input modal yang bersifat padat kapital. Eksploitasi terhadap kaum buruh dan peningkatan pengangguran yang terjadi akibat substitusi tenaga manusia dengan input modal yang padat capital pada akhirnya akan menyebabkan revolusi sosial yang dilakukan kaum buruh. Fase ini merupakan tonggak baru bagi munculnya suatu tatanan sosial alternatif di samping tata
19
masyarakat kapitalis, yaitu tata masyarakat sosialis (Mudrajad Kuncoro, 2000 : 41-42) c. Teori Pertumbuhan Rostow Rostow membagi proses pembangunan ekonomi suatu negara menjadi lima tahap yaitu : 1) Perekonomian Tradisional Perekonomian pada masyarakat tradisional cenderung bersifat subsisten. Pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi masih sangat terbatas. Dalam perekonomian semacam ini sektor pertanian memegang peranan penting (Mudrajad Kuncoro, 2000 :45) 2) Prakondisi Tinggal Landas Tahap kedua dari proses pertumbuhan Rostow ini pada dasarnya merupakan proses transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Sektor industri mulai berkembang di samping sektor pertanian
yang
masih
memegang
peranan
penting
dalam
perekonomian (Mudrajad Kuncoro, 2000 :45) 3) Tinggal Landas Tinggal landas didefinisikan sebagai tiga kondisi yang saling berkaitan sebagai berikut (Mudrajad Kuncoro, 2000 :46): a) Kenaikan laju investasi produktif antara 5-10 persen dari pendapatan nasional.
20
b) Perkembangan salah satu atau beberapa sektor manufaktur penting dengan laju pertumbuhan tinggi. c) Hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial dan institusional yang menimbulkan hasrat ekspansi di sektor modern dan dampak eksternalnya akan memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. 4) Tahap Menuju Kedewasaan Tahap ini ditandai dengan penerapan secara efektif teknologi modern terhadap sumber daya yang dimiliki. Tahapan ini merupakan tahapan jangka panjang dimana produksi dilakukan secara swadaya. Tahapan ini juga ditandai denga munculnya beberapa sektor penting yang baru (Mudrajad Kuncoro, 2000 :47) 5) Tahap Konsumsi Masa Tinggi Tahap konsumsi masa tinggi merupakan akhir dari tahapan pembangunanyang dikemukakan oleh Rostow. Pada tahap ini akan ditandai dengan terjadinya migrasi besar-besaran dari masyarakat pusat perkotaan ke pinggira kota, akibat pembangunan pusat kota sebagai sentral bagi tempat bekerja. Pada fase ini terjadi perubahan orientasi dari pendekatan penawaran menuju pendekatan permintaan dalam sistem produksi yang dianut. Sementara itu terjadi pula pergeseran
perilaku
ekonomi
yang
semula
lebih
banyak
menitikberatkan pada sisi produksi kini beralih ke sisi konsumsi (Mudrajad Kuncoro, 2000 :47)
21
2. Teori Perubahan Struktural a. Teori Pembangunan Arthur Lewis Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi diantara diantara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern, yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada. Mengawali teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya akan terbagi menjadi dua yaitu (Mudrajad Kuncoro, 2000 : 51-52) : 1) Perekonomian Tradisional Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan, dengan perekonomian tradisionalnya mengalami surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitannya dengan basis utama perekonomian
yang
diasumsikan
berada
pada
perekonomian
tradisional adalah bahwa tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten pula. Hal ini ditandai dengan nilai produk marginal dari tenaga kerja yang bernilai nol. 2) Perekonomian Industri Perkotaan tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer dari sektor subsisten.
22
Model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Keadaan ini ditentukan oleh peningkatan investasi dan akumulasi modal secara kesuluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi terjadi karena adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah dengan asumsi bahwa “parakapitalis” bersedia menanamkan
kembali
seluruh
keuntungan.
Rangkaian
proses
pertumbuhan berkesinambungan atas sektor modern dan perluasan kesempatan kerja diatas diasumsikan akan terus berlangsung sampai dengan semua surplus tenaga kerja pedesaan diserap habis oleh sektor industri. b. Teori Pola Pembangunan Chenery Teori ini memfokuskan terhadap perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi dari perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan
ekonominya.
Penelitian
Hollis
Chenery
tentang
transformasi struktur perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. Chenery menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan peranan suatu sektor dalam menciptakan produksi nasional tergantung pada tingkat pendapatan dan jumlah penduduk negara tersebut. Makin besar pertumbuhan pendapatan suatu daerah dibanding dengan pertumbuhan
23
penduduk daerah tersebut maka dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat (Mudrajad Kuncoro, 2000 : 57-58).
C. Pembangunan Ekonomi Daerah Menurut Arsyad (1999:108), Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja
dan
merangsang
perkembangan
kegiatan
ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) di dalam wilayah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah secara umum adalah : 1. Mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk, yaitu dengan mengupayakan peningkatan sumber daya manusia yang lebih berkualitas, sehingga mampu berperan dalam aktivitas yang lebih produktif dibanding dengan yang sudah dilakukan. 2. Berusaha menciptakan stabilitas ekonomi dengan cara menyiapkan sarana prasarana yang dibutuhkan bagi pengembangan aktivitas ekonomi daerah yang meliputi : penyediaan lahan, tenaga kerja, pembiayaan dan bantuan teknis/ manajemen untuk mencegah timbulnya ketimpangan-ketimpangan yang dapat menghambat pembangunan. 3. Mengusahakan terciptanya basis diversifikasi aktivitas ekonomi yang luas, yang diharapkan dapat memperkecil resiko fluktuasi bisnis. Dengan adanya basis ekonomi yang kuat maka resiko fluktuasi ekonomi regional/wilayah dapat diperkecil.
24
4. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan. 5. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningktan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan. 6. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi
merendahkan
nilai-nilai
kemanusiaan
mereka
(Todaro,2000:23-24). Pembangunan ekonomi apabila dilihat dari sisi kegiatan ekonomi dan dari sudut penyebarannya adalah (Lincolin Arsyad, 1999:107-108): a. Daerah Homogen, yaitu daerah yang dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam pelosok ruang terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapita, sosial-budayanya, geografinya dan sebagainya. b. Daerah Nodal, yaitu daerah yang dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi sehingga perbatasan daerah tersebut ditentukan oleh tempat-tempat di mana
25
pengaruh dari satu atau beberapa pusat kegiatan-kegiatan ekonomi digantikan dengan pengaruh dari pusat lainnya. c. Daerah Perencanaan, yaitu daerah administrasi di mana dalam daerah yang bersangkutan juga merupakan suatu ekonomi ruang. d. Yang berada dibawah suatu daerah administrasi tertentu, seperti propinsi, kabupaten, kota, dan sebagainya. Jadi pengertian daerah disini lebih ditunjukkan pada pembagian daerah administrasi suatu wilayah. Ada beberapa teori yang dapat membantu untuk mengetahui arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya inti dari teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu : metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Lincolin Arsyad, 1999). a.
Teori Ekonomi Neo-Klasik Teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah, yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktorfaktor
produksi.
keseimbangan
Artinya
sistem
alaimiahnya
jika
perekonomian modal
akan
mengalir
tanpa
mencapai retriksi
(pembatasan). Oleh karena itu, daerah akan mengalir dari daerah yang berupah
tinggi
menuju
daerah
yang
berupah
rendah
(Lincolin
Arsyad,1999:116). b.
Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah mempunyai hubungan dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri
26
yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja (job creation) (Lincolin Arsyad,1999:116). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Inti dari teori basis ekonomi ini adalah karena industri basis menghasilkan barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.Terjadi arus pendapatan dari luar daerah menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut,
dan
pada
gilirannya
akan
menaikkan
pendapatan
dan
menciptakan kesempatan kerja baru (Lincolin Arsyad,1999:141). c.
Teori Lokasi Para ekonom regional sering mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu lokasi. Perusahaan cenderung akan meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi terbaik adalah biaya termurah antara bahan baku dengan pasar. (Lincolin Arsyad,1999:116-117). Dari keterangan di atas maka dapat diketahui bahwa lokasi sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pemilihan lokasi yang tepat
27
mendekati pasar dapat meminimumkan biaya dan memaksimumkan peluang. d.
Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat ( hierarchy of places). Tempat sentral merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori ini dapat diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik itu di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan (Lincolin Arsyad,1999:117).
e.
Teori Kausasi Kumulatif Kondisi
daerah-daerah
sekitar
kota
yang
semakin
buruk
menunjukkan konsep dasar teori ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerahdaerah lainnya. Hal ini yang disebut Myrdal (1975) sebagai back wash effects (Lincolin Arsyad,1999:117-118). f. Model Daya Tarik Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif (Lincolin Arsyad,1999:118).
28
D. Teori Perkembangan Kota Perkembangan kota di Indonesia diawali dengan munculnya kota dekat sungai dan mengadakan kontak dengan wilayah pedalaman. Kota berfungsi sebagai pusat perkembangan, pusat absorpsi, pusat pelayanan dan menjadi motor pedesaan. Adanya daya tarik tersebut menyebabkan orang dari daerah pedesaan banyak yang pindah ke kota. Tingkat perkembangan kota berdasarkan penduduknya dapat dilihat dari penyebaran penduduk antar kota, kepadatan penduduk dan pembagian penduduk menurut jenis kelamin, umur maupun pekerjaannya. Adanya revolusi industri menyebabkan kehidupan kota mengalami perubahan, kesempatan kerja menjadi terbuka di kota terutama di sektor industri. Dampak dari revolusi industri menyebabkan produktivitas meningkat dan terjadinya kosentrasi penduduk di daerah perkotaan. Kesempatan kerja di kota pada umumnya didominasi oleh sektor jasa seperti yang dikatakan Reksohadiprojo bahwa di kota-kota di Indonesia kesempatan kerja kebanyakan pada Public Service, karena itu sektor jasa pada umumnya mengalami peningkatan yang cukup pesat untuk daerah perkotaan. Sementara sektor primer mengalami penurunan dalam kontribusinya sedangkan sektor sekunder relatif konstan. Adanya pertumbuhan tenaga kerja yang cepat jika tidak diimbangi dengan kesempatan kerja akan menimbulkan masalah bagi kota itu sendiri. Pembagian Administratif di Indonesia yaitu : 1. Tingkat Provinsi : a. Provinsi Daerah Khusus b. Provinsi Daerah Istimewa
29
2. Tingkat Kabupaten/Kota : a. Kabupaten Administrasi b. Kota Administrasi 3. Tingkat Kecamatan : a. Kecamatan b. Distrik 4. Tingkat Kemukiman : a. Mukim (Khusus Aceh) 5. Tingkat Kelurahan/Desa : a. Kelurahan b. Desa Nagari c. Kampung d. Gampong e. Pekon Daerah tingkat II (Dati II) adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah Daerah Tingkat I (Provinsi). Dati II dapat berupa Dati II Kabupaten atau Dati II Kotamadya. Perbedaan Kabupaten dengan Kotamadya (kini bernama kota) adalah pada demografi, luas dan sektor usaha utama daerah. Saat ini istilah Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II tidak dipergunakan lagi sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Daerah Tingkat II Kabupaten dikenal dengan istilah Kabupaten saja dan Daerah Tingkat II Kotamadya diganti dengan istilah Kota. Pada dasarnya untuk melihat apakah konsentrasi itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan
30
seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Fasilitas perkotaan/fungsi perkotaan antara lain adalah sebagai berikut (Robinson Tarigan :2004) : a. Pusat perdagangan, yang tingkatannya dapat dibedakan atas melayani masyarakat kota itu sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggiran (daerah perbatasan), melayani beberapa kota kecil (pusat kabupaten), melayani pusat provinsi atau pusat kegiatan perdagangan antar pulau/ekspor di provinsi tersebut dan pusat perdagangan beberapa provinsi sekaligus. b. Pusat pelayanan jasa,baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan. Jasa perorangan, misalnya tukang pangkas, salon, tukang jahit, perbengkelan, reparasi alat elektronik, pengacara, dokter, notaries, atau warung kopi/nasi. Jasa perusahaan, misalnya perbankan, perhotelan, asuransi, pengangkutan, pelayanan pos dan tempat hiburan. c. Tersedianya prasarana perkotaan, seperti sistem jalan kota yang baik, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, pelayanan sampah, sistem drainase, taman kota dan pasar. d. Pusat penyediaan fasilitas sosial seperti prasarana pendidikan (universitas, akademi, SMU, SLTP, SD), termasuk berbagai kursus keterampilan, prasarana kesehatan dengan berbagai tingkatannya, termasuk apotik, tempat beribadah, prasarana olahraga, prasarana sosial seperti gedung pertemuan dan lain-lain. e. Pusat pemerintahan, banyak kota yang sekaligus merupakan lokasi pusat pemerintahan. Kota terbesar di suatu provinsi seringkali adalah pusat pemerintahan tingkat provinsi, demikian pula untuk tingkat kota/kabupaten, tingkat kecamatan dan tingkat kelurahan/desa. Pusat pemerintahan
31
mempercepat tumbuhnya suatu kota karena banyak masyarakat yang perlu datang ke tempat itu untuk urusan pemerintahan. f. Pusat komunikasi dan pangkalan transportasi, artinya dari kota tersebut masyarakat bisa berhubungan ke banyak tujuan dengan berbagai pilihan alat penghubung. g. Lokasi permukiman yang tertata, suatu lokasi dikatakan kota karena jumlah penduduknya banyak. Pada daerah perkotaan pertumbuhan penduduk umumnya sangat cepat. Pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan jumlah tenaga kerja juga akan tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh : a. Pertumbuhan penduduk alami (perbedaan antara jumlah kelahiran dan jumlah kematian). b. Migrasi dari daerah pedesaan ke perkotaan. c. Reklasifikasi wilayah yang semula merupakan daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan.
E. Ketenagakerjaan 1. Definisi Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batasan usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum. Tenaga kerja (manpower) dipilah pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (laborforce) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk
32
dalam usia yang bekerja, atau yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan (Dumairy,1996). Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subsektor yaitu kelompok pekerja dan penganggur. Yang dimaksud pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan, dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud penganggur adalah orang yang tidak mempinyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan. (Bellante dan Jackson,1990). 2. Tenaga Kerja dan Pembangunan Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran di NSB menjadi semakin serius. Tingkat pengangguran terbuka terbuka di perkotaan hanya menunjukkan aspek–aspek yang tampak saja dari masalah kesempatan kerja di NSB yang bagaikan ujung sebuah gunung es. Tenaga kerja yang tidak bekerja bekerja secara penuh mempunyai berbagai bentuk, termasuk berbagai bentuk dan underemployment di NSB sangat jarang, tetapi dari hasil studi ditunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari penduduk perkotaan
di
NSB
bisa
dikatakan
tidak
bekerja
secara
penuh
(underutilitized). Untuk itu dalam mengurangi masalah ketenagakerjaan
33
yang dihadapi NSB perlu adanya solusi yaitu, memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan – kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu, peningkatan kesempatan kerja merupakan unsur yang paling esensial dalam setiap strategi pembangunan yang menitikberatkan kepada penghapusan (Lincolin Arsyad,1999). 3. Penawaran Tenaga Kerja yang Tidak Terbatas Dalam analisisnya Lewis membedakan perekonomian menjadi dua sektor yaitu : a. Sektor subsisten pedesaan tradisional, yaitu sektor ekonomi yang kegiatannya tertutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. b. Sektor kapitalis atau disebut juga sektor industri perkotaan modern umumnya mempunyai produktivitas yang tinggi. Tingkat upah pada sektor kapitalis umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sektor subsisten, sehingga tenaga kerja dari sektor subsisten akan berpindah ke sektor kapitalis secara bertahap. Menurut Lewis, faktor yang menyebabkan tingginya tingkat upah tersebut adalah karena biaya hidup di sektor kapitalis lebih tinggi. Jika sektor kapitalis memperoleh keuntungan, maka dana tersebut akan ditanamkan kembali oleh para pengusaha sehingga kegiatan ini akan menciptakan kesempatan kerja di sektor kapitalis. Dengan demikian tenaga kerja yang bekerja di sektor kapitalis makin lama akan makin bertambah banyak jumlahnya.
34
4. Struktur Tenaga Kerja menurut Sektor (Lapangan Pekerjaan/Usaha) Menurur konsep Labor Force, kegiatan bekerja didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam usaha atau kegiatan ekonomi orang tua/saudara/orang lain (BPS,2008).
F. Penelitian Sebelumnya 1. Sri Kusreni dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi terhadap Spesialisasi Sektor dan Wilayah serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral untuk Daerah Perkotaan di Jawa Timur” memiliki kesimpulan bahwa berdasarkan hasil analisis Structural Equation Model (SEM) program AMOS 401,SPSS didapat hasil bahwa Perubahan struktural berpengaruh terhadap spesialisasi regional, Perubahan struktur ekonomi berpengaruh terhadap spesialisasi sektoral di Jawa Timur, Spesialisasi regional berpengaruh terhadap struktur penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur, Spesialisasi sektoral berpengaruh terhadap struktur penyerpan tenaga kerja, Perubahan struktur ekonomi berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. 2. Harry Kiswanto (2009) melakukan penelitian tentang Analisis struktur perekonomian Kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah dengan menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), Shift Share, Metode Rasio Pertumbuhan, Typology
35
Klassen, Matrik Potensi, Indeks Williamson, Indeks Koefisien Konsentrasi dan Spesialisasi, dan Overlay. Komponen yang diteliti adalah PDRB atas dasar harga konstan 2000 Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat kurun waktu 1996-2006 baik pada era sebelum maupun selama otonomi daerah. Dari hasil analisis dapat disimpulkan; Pertama, kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan sektoral di Kota Depok setelah berjalannya otonomi daerah terjadi peningkatan di semua sektor; Kedua, diketahui sektor-sektor basis do Kota Depok kurun waktu sebelun dan sesudah otonomi daerah adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa; Ketiga, sebelum dan sesudah otonomi daerah, sektor industri pengolahan,dan sektor perdagangan, hotel dan restoranmenjadi sektor yang prima dan potensial; Keempat, setelah berlangsungnya otonomi daerah membawa perubahan dalam pergeseran perekonomian Kota Depok menjadi daerah berkembang cepat; Kelima, pola pertumbuhan ekonomi Kota Depok baik pada era sebelum otonomi daerah maupun pada era otonomi daerah adalah tidak terspesialisasi dan terkonsentrasi; Keenam, sektor industri pengolahan merupakan sektor poensial untuk dikembangkan menjadi sektor dominan. 3. Yunariah (2007) melakukan penelitian tentang analisis struktur ekonomi dan struktur perkotaan di Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota dengan menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif. Komponen yang diteliti Tengah, data-data adalah data-data sekunder yang diperoleh dari badan atau instansi terkait yaitu BPS Indonesia dan BPS Jawa Tengah. Dari hasil
36
analisis menunjukkan adanya variasi struktur ekonomi dan struktur perkotaan di Jawa Tengah menurut Kabupaten/ Kota. Dilihat dari struktur ekonominya (kontribusi sektor ekonomi dan PDRB), Jawa Tengah secara keseluruhan memiliki dominasi di subsektor industri pengolahan sejak tahun 1995, meskipun di tahun 1990 subsektor pertanian masih mendominasinya. Akan tetapi apabila dilihat secara agregat, maka kontribusi terbesar dalam PDRB masih diberikan oleh sektor tersier. Sedangkan jika dilihat dan penyerapan kesempatan kerja menurut lapangan usaha di Jawa Tengah secara keseluruhan maka sektor primer terutama subsektor pertanian masih mendominasinya. Kemudian untuk struktur perkotaan di Jawa Tengah yang diidentifikasi menurut tingkat urbanisasinya tampak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang dapat dijadikan sebagai sebuah indikator bahwa di Jawa Tengah telah terjadi kemajuan ekonomi. Secara lebih khusus, (struktur sosial ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah) tampak bahwa sebagian daerah seperti seluruh Kota dan beberapa Kabupaten (Kudus, Sukoharjo, Karanganyar, Semarang, Klaten dan Kendal) telah memiliki struktur ekonomi dan struktur perkotaan yang bersifat modern (ditandai dominasi sektor sekunder dan tingginya tingkat urbanisasi) dan sebagian lagi masih memiliki struktur ekonomi dan struktur perekotaan yang bercorak rural (ditandai dominasi sektor primer dan rendahnya urbanisasi) diantaranya adalah beberapa Kabupaten/Kota seperti Wonosobo, Wonogiri, Grobogan, Kebumen dan Blora tampak pula bahwa sebagian daerah di Jawa Tengah yang telah memiliki tingkat perekonomian yang lebih baik atau maju dibandingkan dengan daerah-daerah yang masih memiliki struktur sosial
37
ekonomi bercorak rural. Kondisi ini tampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, tingkat pendapatan perkapita yang lebih besar, dan juga tingkat kemiskinan maupun tingkat pengangguran yang relatif rendah. Variasi struktur ekonomi dan struktur perkotaan tampaknya disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis (luas daerah), kondisi demografi (kepadatan penduduk) dan kondisi sosial (tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan) masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
38
G. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1
Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan PDRB untuk Kota dan Provinsi Jawa Timur
Perubahan penyerapan tenaga kerja sektoral
1.Perubahan struktur perekonomian dengan Shift Share (SS) 2. Sektor basis dengan LQ 3. Pola dan struktur pertumbuhan sektoral dengan Tipologi Klassen
Masalah Pembangunan Ekonomi
KebijakanPembangunan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
Kesejahteraan masyarakat Dengan menganalisis pertumbuhan ekonomi dan perkembangan PDRB Provinsi Jawa Timur dan Kota maka kita dapat mengidentifikasikan perubahan struktur ekonomi dengan analisis Shift Share (SS), penyerapan
39
tenaga kerja sektoral, sektor yang menjadi basis ekonomi dengan analisis Location Quotient (LQ) serta gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral dengan analisis Tipologi Klassen untuk dikembangkan di masingmasing kota. Jika terdapat masalah-masalah dalam pembangunan ekonomi, maka Pemerintah Daerah diharapkan dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat sehingga pembangunan ekonomi bisa lebih terarah dan keberhasilan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur dapat tercapai. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Jawa Timur pada umumnya.
H. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan tujuan penelitian, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Struktur perekonomian di masing-masing kota di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan analisis Shift Share (SS), diduga mengalami pergeseran ke arah sektor sekunder atau tersier. 2. Kondisi penyerapan tenaga kerja sektoral untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur dengan analisis pangsa penyerapan tenaga kerja diduga pada sektor sekunder dan tersier. 3. Kondisi basis ekonomi sektoral untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur dengan analisis Location Quotient (LQ) diduga didominasi sektor Listrik, gas dan air bersih; perdagangan, hotel dan restoran serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
40
4. Sektor ekonomi untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur dengan analisis Tipologi Klassen diduga mayoritas berada pada kelompok sektor ekonomi Prima dan Berkembang
41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Wilayah yang menjadi daerah penelitian adalah kota di Provinsi Jawa Timur yaitu Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya (BPS Provinsi Jawa Timur). Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk mengetahui perkembangan daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei atas data-data variabel PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) menurut lapangan usaha dan jumlah tenaga kerja yang berasal dari lembaga atau badan yang bersangkutan (survei atas data sekunder). Pembatasan ruang lingkup penelitian ini adalah pada variabel PDRB menurut lapangan usaha dan jumlah tenaga kerja sektoral untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu tahun 1996-2007.
B. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder berasal dari lembaga serta instansi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Mudrajat Kuncoro, 2003:127). Data diperoleh dengan mengambil dari buku-buku statistik yang diterbitkan oleh BPS. Dan
40
42
data tersebut merupakan data relevan dengan penelitian pada periode waktu tertentu. Dalam hal ini data yang diperlukan adalah data untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Buku Laporan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk seluruh Kota di Provinsi Jawa Timur (Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya) tahun 1996-2007. 2. Data Sakernas dan Susenas untuk seluruh kota di Provinsi Jawa Timur (Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya) tahun 1996-2007. 3. Buku Laporan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur tahun 1996-2007. 4. Data Sakernas dan Susenas Provinsi Jawa Timur tahun 1996-2007.
C. Obyek Penelitian Definisi Kota dan Desa 1. Menurut Menteri Dalam Negeri RI No. 4/1980 Kota adalah suatu wilayah yang mempunyai batas administrasi wilayah seperti kotamadya dan kota administratif. Kota juga berarti suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat
43
pertumbuhan. Suatu daerah dinamakan kota jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi : a. Heterogenitas penduduk b. Pusat peradaban c. Pusat pemerintahan d. Stratifikasi sosial lebih besar e. Individualistis f. Kontak sosial lebih banyak g. Mata pencaharian non agraris dan heterogen h. Antara rumah dengan tempat kerja jauh terpisah i. Kepadatan penduduk tinggi j. Kepadatan rumah tinggi 2. Secara Geografis Kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan
yang
heterogen,
sifat
penduduknya
individualistis
dan
materialistis. 3. Dalam konteks administrasi pemerintahan di Indonesia Kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang walikota. Kota merupakan daerah otonom
yang
diberi
pemerintahannya sendiri.
wewenang
mengatur
dan
mengurus
urusan
44
4. Kriteria yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menetapkan apakah suatu lokasi sudah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai kota yaitu : a. Kepadatan penduduk sebanyak 5000 orang atau lebih setiap km persegi. b. Rumah tangga pertanian di daerah perkotaan paling besar 25%. c. Memiliki delapan atau lebih jenis fasilitas perkantoran. 5. Pengertian Desa Menurut Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia.
D. Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (BPS jawa Timur) : 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran produk domestik regional bruto.
45
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan suatu tahun dasar Semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga konstan (tetap), maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan riil dari kuantum produksi tanpa mengandung harga (inflasi/deflasi) 3. Keunggulan Kompetitif Suatu sektor dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan lebih pesat dalam suatu wilayah studi jika dibandingkan sektor yang sama di wilayah referensi. 4. Sektor Basis Suatu sektor yang tingkat kontribusinya didaerah studi lebih besar dibandingkan dengan kontribusi sektor yang sama di wilayah referensi. 5. Tenaga Kerja Tenaga kerja umumnya tersedia di pasar kerja, dan biasanya siap untuk digunakan dalam suatu proses produksi barang dan jasa. Kemudian perusahaan atau penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar kerja. Apabila tenaga kerja tersebut bekerja, maka mereka akan mendapat imbalan jasa berupa upah/gaji
46
6. Permintaan tenaga kerja Jumlah penyerapan atau permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh : upah (dalam hal ini dipengaruhi oleh unsur produktivitas dan inflasi), output (PDRB), net migration (dengan moivasi ekonomi), dan populasi (dalam hal ini sudah masuk unsur birth dan death). 7. Penawaran tenaga kerja Penawaran tenaga kerja mencakup semua orang yang mempunyai pekerjaan dalam masyarakat, ditambah jumlah mereka yang secara aktif mencari
pekerjaan
dan
jumlah
mereka
yang
seharusnya
dapat
diikutsertakan dalam kegiatan ekonomi apabila terdapat kesempatan kerja yang memadai. 8. Sektor Ekonomi Sektor ekonomi merupakan struktur ekonomi suatu wilayah yang terdiri atas tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Menurut ISIC (International Standard of Industrial Classification). Ketiga sektor ini dibagi lagi menjadi 9 sektor yaitu : sektor pertanian dan sektor pertambangan dan galian (sektor primer), sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan (sektor sekunder), sektor perdagangan, hotel dan restoran sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa (sektor tersier) (Yunariah dalam Achmad Nuzul, 2009:34). Sektor yang diteliti meliputi :
47
1) Sektor Pertanian Meliputi tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan serta perikanan. 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian Meliputi minyak gas dan bumi, pertambangan non migas dan penggalian. 3) Sektor Industri Pengolahan Meliputi industri migas dan non migas 4) Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Meliputi listrik, gas dan air bersih 5) Sektor Konstruksi 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Meliputi perdagangan besar dan eceran, hotel dan restoran. 7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Meliputi angkutan kereta api, angkutan jalan raya, angkutan laut/ air, angkutan udara, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. 8) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Meliputi bank, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.
48
9) Sektor Jasa Meliputi jasa pemerintahan umum, jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan kebudayaan serta jasa perorangan dan rumah tangga.
E. Metode Analisa Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tahap analisis deskriptif dan tahap analisis hipotesa. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan memberikan gambaran umum struktur perekonomian serta perkembangan komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan jumlah tenaga kerja sektoral untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan analisis uji hipotesis digunakan untuk menguji kebenaran dari pernyataan-pernyataan seperti yang dirumuskan dalam hipotesis. Analisis uji hipotesis menggunakan rumus-rumus seperti berikut : 1. Analisis Deskriptif Analisis
ini
digunakan
untuk
menggambarkan
kondisi
perekonomian sektoral di masing-masing Kota di Provinsi Jawa Timur tahun 1996-2007. Kondisi perekonomian dapat digambarkan dengan melihat besaran kontribusi sektoral dan pertumbuhan PDRB. a) Kontribusi Sektoral Salah satu indikator menilai terjadinya perubahan struktur perekonomian di suatu wilayah dari tahun ke tahun adalah dengan
49
melihat pergeseran kontribusi tiap-tiap sektor ekonomi. Adanya penurunan kontribusi dari sektor primer dan meningkatnya kontribusi sektor sekunder dan tersier merupakan salah satu ukuran bahwa telah terjadi transformasi dalam perekonomian di suatu daerah. Potensi berbagai sektor ekonomi pembentuk PDRB dari sisi kontribusi atau sumbangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Lincolin Arsyad, 1999:236) :
KE of Xit =
x100%
Dimana : KE = Kontribusi Ekonomi Xit = Sektor Pembentuk PDRB pada tahun t b) Pertumbuhan Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro persekonomian daerah. Tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dihitung dengan membandingkan angka PDRB setiap tahun. Untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi digunakan PDRB atas harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB digunakan sebagai indikator makro untuk menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau wilayah. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi suatu derah atau wilayah berpengaruh luas terhadap perubahan struktur perekonomian daerah atau wilayah tersebut. (BPS, 2004 : 38).
50
Sedangkan potensi berbagai sektor ekonomi pembentuk PDRB dari sisi pertumbuhan dapat dilihat dengan menggunakan rumus (Lincolin Arsyad, 1999 : 246) :
PE of Xit =
x 100%
Dimana : PE = Pertumbuhan Ekonomi Xit = Sektor Ekonomi Pembentuk PDRB pada tahun t Xit-1 = Sektor Pembentuk PDRB pada tahun t-1 Dalam melakukan penelitian dimana data-data sekunder seperti PDB, PNB, PDRB serta IHK dan sebagainya yang merupakan time series, seiring dengan perkembangannya waktu berbeda-beda tahun dasarnya. Jika dua seri atau lebih data angka tersebut memiliki periode dasar yang sama, maka seri-seri tersebut dapat diperbandingkan secara langsung. Namun, jika dua seri data tersebut memiliki periode dasar yang
tidak
sama,
maka
angka-angka
tersebut
tidak
dapat
diperbandingkan secara langsung. Perbedaan tahun dasar biasanya disebabkan oleh kebutuhan tertentu untuk mengakomodasi informasi baru. Langkah-langkah menyamakan tahun dasar yaitu dengan menggunakan konversi angka indeks. Metode konversi dapat dilakukan pada pendapatan nasional harga konstan. Dua pendapatan nasional dengan tahun dasar yang berbeda dapat saling dikonversikan dengan syarat pada satu titik waktu tertentu yang sama harus ada dua angka
51
pendapatan nasional harga konstan dengan dua tahun dasar yang berbeda. Pada periode yang sama, satu PDB harga konstan mengikuti tahun dasar xx dan satu PDB harga konstan lainnya mengikuti tahun dasar xy. Rasio xx/xy atau xy/xx menjadi faktor konversi bagi rentetan data yang menyertainya. ( Haryo Kuncoro, 2008:138) 2. Analisis Hipotesis a. Analisis Shift Share Analisis Shift Share ini dikembangkan oleh Daniel B Creamer (1943) dan dipakai sebagai suatu alat analisis pada permulaam tahun 1960an oleh Asbhi (1964) sampai sekarang teknik ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah atau daerah seperti kesempatan kerja, nilai tambah pendapatan jangka waktu tertentu dalam hal ini akan dipengaruhi pertumbuhan propinsi (N), bauran industri atau industri mix (M) dan keunggulan kompetitif (C). Pengaruh terhadap pertumbuhan propinsi disebut pengaruh pangsa pasar (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift, sedangkan pengaruh keunggulan kompetitif disebut regional share atau differensial shift, sehingga analisa ini disebut analisa shift share (Presetyo Soepono, 1993 :43-45) Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,
52
analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang yang berhubungan satu sama lain yaitu (Tri widodo; 2006:112) : 1) Pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth
effect)
yang
menunjukkan
bagaimana
pengaruh
pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional akan berpengaruh positif terhadap perekonomian daerah apabila pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional bernilai positif. Adapun formula dari pertumbuhan sekonomi referensi adalah sebagai berikut: Nij = Eij x rn 2) Pergeseran
proporsional
(proportional
shift)
menunjukkan
perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional ini disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Mij = Eij (rin - rn) Mij = Merupakan pengaruh industri atau Industry Mix yang selanjutnya disebut proporsional shift dimana apabila Mij mempunyai tanda (+) berarti bahwa variabel yang dianalisis mempunyai tingkat pertumbuhan lebih cepat dari pertumbuhan keseluruhan (rin > rn) demikian sebaliknya apabila mempunyai tanda negatif (-) maupun nol.
53
3) Pergeseran diferensial (differential shift) memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Cij = Eij (rij - rin) Cij = Merupakan keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j (propinsi) atau disebut sebagai differential shift atau regional shift. Apabila bertanda positif (+) berarti bahwa sektor i mempunyai kecepatan untuk tumbuh dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat nasional (rij > rin). Sehingga formula yang digunakan untuk dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah adalah sebagai berikut: Dij = Nij + Mij + Cij Keterangan : Eij : nilai tambah atau PDRB dari sektor i di wilayah studi j rij : laju pertumbuhan sektor i di daerah j rin : laju pertumbuhan sektor i propinsi rn : laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) (propinsi)
wilayah referensi
54
b. Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja merupakan isu perekonomian makro suatu daerah yang sangat penting. Pangsa sektoral dalam penyerapan tenaga kerja ditunjukkan oleh rumus (Tri widodo: 2006) : STKi
=
Dimana : STKi
= Pangsa penyerapan tenaga kerja sektor i
TK
= Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor i
c. Analisis Location Quotient (LQ) Location Quotient ini merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas analisis shift share. Teknik ini membantu kita untuk menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu ekspor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan yaitu (Lincolin Arsyad, 1999 : 140 141). 1) Kegiatan sektor yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industri basis. 2) Kegiatan sektor yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis atau industri lokal.
55
vik Rumus LQ =
vk
Vip Vp
Di mana: vik
= PDRB sektor i daerah studi k
vkt
= PDRB total semua sektor di daerah studi k
Vip
= PDRB sektor i daerah referensi p
Vp
= PDRB total semua sektor daerah referensi p
Terdapat 3 (tiga) kategori yang dihasilkan dari perhitungan analisis Location Quotient (LQ), sebgai berikut : 1) LQ > 1, maka sektor yang berpengaruh di tingkat kabupaten atau kota lebih berspesialisasi atau lebih dominan dibanding tingkat Propinsi. Sektor ini dalam perekonomian di Kota atau Kabupaten memiliki keunggulan komparatif dan dapat dikategorikan sebagai sektor basis. 2) LQ = 1, maka sektor tersebut baik di tingkat Kabupaten atau Kota maupun di tingkat Propinsi memiliki tingkat spesialisasi atau dominasi yang sama. 3) LQ < 1, maka sektor tersebut di tingkat Kabupaten atau Kota kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan di tingkat Propinsi. Sektor ini dalam perekonomian di wilayah studi
56
tidak memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor non basis. d. Analisis Tipologi Klassen Teknik Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral daerah. Menurut Tipologi Klassen, masing-masing sektor ekonomi di daerah dapat diklasifikasikan sebagai sektor yang prima, berkembang, potensial dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan pengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan analisis tipologi klassen, suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu : 1) Sektor prima apabila sektor ekonomi tersebut pertumbuhannya relatif lebih cepat dan sektor tersebut juga memiliki kontribusi yang relatif besar dibandingkan dengan sektor ekonomi daerah referensi. 2) Sektor potensial apabila sektor ekonomi tersebut pertumbuhannya relatif lebih lambat dan sektor tersebut memiliki kontribusi yang relatif besar dibandingkan dengan sektor ekonomi daerah referensi. 3) Sektor
berkembang
apabila
sektor
ekonomi
tersebut
pertumbuhannya relatif lebih cepat dan sektor tersebut memiliki kontribusi yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor ekonomi daerah referensi 4) Sektor
terbelakang
apabila
sektor
ekonomi
tersebut
pertumbuhannya relatif lebih lambat dan sektor tersebut juga
57
memiliki kontribusi yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor ekonomi daerah referensi Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori di atas didasarkan pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya dan rerata besar kontribusi sektoralnya terhadap PDRB, seperti yang ditunjukkan tabel berikut (Tri widodo; 2006 : 120-121) : Tabel 3 Matrik Tipologi Klassen: Rerata kontribsi sktrl PDRB
Rerata Laju pertmbhan Sektoral
r sektor ≥ r PDRB
Y sektor ≥ Y PDRB
Sektor Prima
Y sektor ≤ Y PDRB
Sektor Berkembang
r sektor ≤ r PDRB
Sektor Potensial
Sektor Terbelakang
Keterangan : Y sektor = nilai sektor ke i YPDRB = rata-rata PDRB r sektor = laju pertumbuhan sektor ke i r PDRB = laju pertumbuhan PDRB
58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Provinsi Jawa Timur a. Keadaan Geografi Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Timur
57
59
Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0’ hingga 114,4’Bujur Timur daan 7,12’ hingga 8,48’ Lintang Selatan. Batas-batas daerah Provinsi Jawa Timur adalah : Sebelah Utara
: Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Selatan)
Sebelah Timur
: Pulau Bali
Sebelah Selatan
: Samudra Indonesia
Sebelah Barat
: Provinsi Jawa Tengah
Luas wilayah Provinsi Jawa Timur yang mencapai 46.428,57 km2 habis terbagi menjadi 38 Kabupaten/Kota, 29 Kabupaten dan 9 Kota. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata diatas 100 meter diatas permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten
Blitar,
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Magetan, Kota Blitar, Kota Malang dan Kota Batu. Dataran sedang mempunyai ketinggian antara 45-100 meter diatas permukaan
laut.
Daerah
ini
meliputi
Kabupaten
Ponorogo,
Tulungagung, Lumajang, Jember, Ngawi, Madiun, Nganjuk, Bangkalan dan 2 Kota yaiu Kota Kediri dan Kota Madiun. Sedangkan kabupaten dan kota lainnya merupakan dataran rendah, dengan ketinggian dibawah 45 meter diatas permukaan laut yang terdiri dari 16 kabupaten dan 3 kota. Ditinjau dari pola penggunaan tanah, maka tanah di Jawa Timur paling banyak dipakai untuk areal kehutanan, kemudian persawahan, menyusul untuk tegalan dan permukiman. Menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), persentase luas areal hutan di
60
Jawa Timur adalah sekitar 23,36 persen dan 24,29 persen untuk persawahan. Sementara luas tegalan dan perkampungan memakai 24,36 persen dan 10,37 persen dari total luas wilayah Jawa Timur. b. Keadaan Ekonomi Tabel 4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi-Provinsi di Jawa dan Nasional 2003-2007 (Miliar Rp.) Wilayah Nasional Prov. Banten Prov. DKI Jakarta Prov. Yogya Prov. Jawa Barat Prov. Jawa Tengah Prov. Jawa Timur
2003 2.013.674,60
2004 2.295.826,20
2005 2.774.281,10
2006 3.339.479,60
2007 3.957.403,90
-
-
84.622,80
97.867,27
107.431,96
334.331,30
375.561,52
433.860,25
501.771,73
566.449,35
19.613,42
22.023,88
25.337,60
29.417,35
32.916,74
275.721,68
305.703,40
389.244,65
473.187,29
526.220,23
171.881,88
193.435,26
234.435,32
281.996,71
312.428,81
300.609,86
341.065,25
403.392,35
470.627,49
534.919,33
Sumber : BPS Provinsi-Provinsi di Jawa dan Pusat Dari data series 2003-2007, baik Nasional dan seluruh propinsi di Jawa mengalami kenaikan PDRB. Tidak dipungkiri PDB Nasional masih didominasi oleh peran PDRB Provinsi di Jawa, atau sekitar 5257 persen memberikan peran pada pembentukan PDB Nasional. Kecuali tahun 2006, PDRB Jawa Timur memberikan kontribusi terbesar kedua setelah DKI Jakarta selama kurun waktu 2003-2007. Pada tahun 2007 perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh sebesar 6,11 persen. Pencapaian pertumbuhan ekonomi itu merupakan tercepat dibanding empat tahun sebelumnya yang mencapai 4,78
61
persen (2003); 5,83 persen (2004); 5,84 persen (2005) dan 5,80 persen (2006). 2. Kota Kediri a. Keadaan Geografi Kota Kediri identik dikenal sebagai kota rokok kretek. Karena di kota itulah berdiri pabrik rokok kretek PT. Gudang Garam di atas areal seluas 250 hektar dan memiliki sekitar 40.000 karyawan dan buruh. Tabel 4.2 Luas Wilayah Kota Kediri No Kecamatan 1 Mojoroto 2 Kota 3 Pesantren Total
Luas (km²) 24,60 14,90 23,90 63,40
Sumber : BPS Kota Kediri 2003 Kota Kediri terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Mojoroto, Kota dan Pesantren. Seluas 63,40 km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan 240.970 jiwa dan 46 kelurahan. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Mojoroto (24,6 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu kecamatan Kota (14,9 km2). Secara astronomis Kota Kediri terletak di antara 5º9’30’-5º9’37’ Bujur Timur dan 7º45’50”-7º51’30” Lintang Selatan. Secara geografis Kota Kediri mempunyai luas wilayah 63,40 km2 dengan batas-batas administrasinya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kecamatan Gampengrejo dan Grogol
Sebelah Timur
: Kecamatan Gurah dan Wates
62
Sebelah Selatan : Kecamatan Ngadiluwih dan Kandat Sebelah Barat
: Kecamatan Semen dan Grogol
b. Keadaan Demografi Jumlah penduduk Kota Kediri pada tahun 2007 telah mencapai 248.751 jiwa, bertambah 7.261 jiwa dibandingkan dengan tahun 2006. Tingkat kepadatan penduduk Kota Kediri pada tahun 2007 mengalami pertambahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu mencapai 3.923 jiwa per km2 sedangkan tahun 2006 mencapai 3,803 jiwa/km2. Apabila dirinci menurut kecamatan, maka kecamatan kota mempunyai tingkat kepadatan penduduk paling tinggi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yaitu mencapai 5.659 jiwa per km2 , sedangkan kecamatan Mojoroto mencapai 3.781 jiwa per km2 dan kecamatan Pesantren mencapai 3.508 jiwa per km2. Jumlah pencari kerja tahun 2007 mengalami penurunan sebanyak 747 orang (15,14 persen) dari 4.935 orang pada tahun 2006. Jumlah pencari kerja pada tahun 2007 sebanyak 4.188 orang dengan persentase perempuan adalah 48,83 persen dan 51,17 persen adalah laki-laki. Penurunan jumlah pencari kerja yang mencapai 15,14 persen pada periode 2007 diikuti dengan penurunan jumlah penempatan tenaga kerja atau yang diterima kerja yang mencapai negatif 912 (39,31%) dari 2.320 orang pada tahun 2006, begitu pula dengan permintaan tenaga kerja. Pada tahun 2006 permintaan tenaga kerja
63
sebanyak 1.783 orang sedangkan tahun 2007 turun menjadi 1.653 orang (7,29%). Jumlah pencari kerja pada tahun 2007 dirinci menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan yang terbanyak adalah SMA mencapai 2.934 orang, sedangkan yang paling rendah adalah lulusan SD sebanyak 15 orang. Penempatan kerja pada tahun 2007, lulusan SMP paling banyak diterima kerja yaitu 1.108 orang dan lulusan Perguruan Tinggi yang diterima kerja sebanyak 69 orang. c. Keadaan Ekonomi Dari data tahun 2003, berdasarkan data PDRB kontribusi yang cukup signifikan membangun perekonomian Kota Kediri yaitu sektor industri pengolahan
(78,96%), kemudian diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran (17,06%). Sedangkan sektor lainnya (2,98%) meliputi sektor listrik, pertanian, gas dan air bersih, keuangan, bangunan, pertambangan dan penggalian, jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi. Kehadiran PT. Gudang Garam memang sangat menentukan karena selama ini 68% dari 78% kehidupan perekonomian Kota Kediri bergantung pada Gudang Garam. Sedangkan 10% yang lain berasal dari sektor industri pengolahan lain, seperti industri pengolahan bekicot, pengalengan jagung muda, industri makanan tahu, industri mebel kayu, kusen dan saniter
64
Tabel 4.3 PDRB Kota Kediri Tahun 2002-2003 Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7
Lapangan Usaha/Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa 8 perusahaan 9 Jasa-jasa PDRB dengan Gudang Garam PDRB tanpa Gudang Garam
2002 35.395,20 1.258,50 15.571.718,50 38.634,45 39.665,65 3.384.486,08 147.074,57
2003 39.618,21 1.385,49 17.078.150,19 49.338,94 43.782,47 3.689.616,00 161.028,20
353.358,98 157.312,01 19.727.903,95 4.132.660,31
394.154,92 172.334,77 21.629.409,18 4.432.919,28
Sumber : BPS Kota Kediri 3. Kota Blitar a. Keadaan Geografi Wilayah Kota Blitar merupakan wilayah terkecil kedua di provinsi Jawa Timur setelah Kota Mojokerto. Tabel 4.4 Luas Wilayah Kota Blitar No
Kecamatan
1 Sananwetan 2 Kepanjenkidul 3 Sukorejo Total Sumber : BPS Kota Blitar,2002
Luas km² 12,15 10,50 9,92 32,57
Kota Blitar terdiri dari 3 kecamatan yaitu kecamatan Sananwetan, Kepanjenkidul dan Sukorejo seluas 32,57 km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 123,787 jiwa. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Sananwetan (12,15 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan
65
Sukorejo (9,92 km2). Lahan terbangun di Kota Blitar seluas 1.416.834 Ha atau sekitar 47,28% dari keseluruhan wilayah. Proporsi terbesar penggunaan
lahannya
adalah
lahan
permukiman,
perumahan,
kampong dan lahan persawahan. Sawah irigasi teknis masih cukup dominan keberadaannya. Kota Blitar merupakan ibukota Blitar, Jawa Timur. Secara geografis wilayah Kota Blitar terletak 112°14' - 112°28' Bujur Timur dan 8°2' - 8°8' Lintang Selatan dengan luas wilayah 32,57 km2 yang dibagi dalam tiga wilayah kecamatan (Sananwetan, Kepanjenkidul, dan Sukorejo) dengan jumlah penduduk 19.372 jiwa (Sensus Penduduk 2002). Adapun batas-batas wilayahnya dapat digambarkan sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Blitar
Sebelah Selatan : Kabupaten Blitar Sebelah Barat
: Kabupaten Blitar
Sebelah Timur
: Kabupaten Blitar
b. Keadaan Demografi Tabel 4.5 Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kota Blitar
No 1 2 3
Kecamatan Sananwetan Kepanjenkidul Sukorejo Total Sumber : BPS Kota Blitar,2002
Jumlah Penduduk (jiwa) 45.011 37.529 41.247 123.787
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 3.704 3.574 4.157 3.812
66
Kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu Kecamatan Sukorejo (4.15jiwa/km2), sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan terendah yaitu Kecamatan Kepanjen Kidul (3.574 jiwa/km2). · Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun : 0,76% · Jumlah KK : 27.905 Sektor andalan atau potensi daerah adalah perdagangan dan pertanian. Mata pencaharian di Kota Blitar sebagian besar : · Pegawai Negeri/TNI
: 9.614 (jiwa)
· Pegawai Perusahaan Swasta
: 13.627 (jiwa)
· Pedagang/Pengusaha
: 12.188 (jiwa)
· Petani/Peternak
: 3.806 (jiwa)
· Lainnya
: 5.147 (jiwa)
(penggalian, listrik, konstruksi, angkutan, pensiunan) c. Keadaan Ekonomi Tabel 4.6 Beberapa Industri Kecil Unggulan Kota Blitar Tenaga kerja 9
Kapasitas produksi (per bulan) 3 ton
Kendang jimbe
40
4.000 unit
Kerajinan jati gambol
60
100 unit
Kerajinan batu alam Aneka pisau sambel pecel
35 21 40
500 unit 800 unit 15.000 kg
Jenis industri Buah belimbing
Sumber: Disperindag Kota Blitar, 2003
Pemasaran Lokal dan regional Nasional dan ekspor Nasional dan ekspor Nasional dan ekspor Lokal dan regional Lokal dan regional
67
4. Kota Malang a. Keadaan Geografi Secara geografis wilayah Kota Malang berada antara 07°46'48" 08°46'42" Lintang Selatan dan 112°31'42" - 112°48'48" Bujur Timur dengan luas wilayah 110,06 km2 dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Kabupaten Malang Sebelah Timur
: Kabupaten Malang
Sebelah Barat
: Kabupaten Malang
Kota Malang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kedungkandang, Klojen, Blimbing, Lowokwaru dan Sukun serta 57 kelurahan. Penggunaan lahan di daerah ini berupa hutan belukar yang menempati bagian barat, utara dan timur. Tanah persawahan menempati bagian selatan yang merupakan pedataran, tanah perkebunan dan selebihnya merupakan tanah pemukiman penduduk perkotaan dan pedesaan. b. Keadaan Demografi Tabel 4.7 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kota Malang Jumlah Luas Penduduk No Kecamatan (km2) (jiwa 1 Kedungkandang 36,89 149.853 2 Klojen 8,83 117.308 3 Blimbing 17,77 156.361 4 Lowokwaru 22,60 166.395 5 Sukun 20,97 161.750 Total 110,06 772.642 Sumber : Kota Malang Dalam Angka 2002
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 3.767 13.307 8.923 7.459 7.730 6.878
68
Seperti kondisi kota pada umumnya, bahwa hunian terpadat berada di pusat kota yaitu di Kecamatan Klojen memiliki hunian terpadat dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 13.867 jiwa per km persegi. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah berada di wilayah Kecamatan Kedungkandang dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 3.459 jiwa per km persegi. c. Keadaan Ekonomi Total kegiatan ekonomi tahun 1999 menunjukkan sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi penyumbang terbesar kedua. Nilainya Rp 1,8 trilyun. Sebesar 61 persen dari penduduk usia produktif kota ini mencari nafkah di sektor perdagangan. Selain perdagangan, Kota Malang juga dikenal dengan industrinya. Berbagai macam industri seperti makanan, minuman, kerajinan emas dan perak sampai garmen berdiri di kota ini. Kawasan Kotalama penuh dengan industri berukuran sedang sampai berat, juga kerajinan keramik. Kerajinan di Dinoyo misalnya, mulai berkembang dan mendapatkan tempat di kalangan pencinta keramik di Tanah Air. Sektor industri, yang merupakan 37 persen dari total kegiatan perekonomian, menjadi penyumbang terbesar. Nilainya Rp 2,26 trilyun. Komoditas industri ini mampu menembus pasaran ekspor. Hanya sayangnya realisasi ekspor Kota Malang tahun-tahun belakangan ini nilainya terus menurun. Dari total nilai 74,5 juta dollar AS, menurun setengahnya menjadi 30,9 juta dollar AS pada tahun 1999, dan tahun 2000 turun lagi menjadi 20,1 juta dollar AS. Kawasan perdagangan seperti Jalan
69
Merdeka Timur atau Jalan Pasar Besar mampu melayani kebutuhan warga. Tidak hanya kebutuhan warga Kota Malang melainkan juga warga sekitar seperti dari Blitar, Kediri dan Tulungagung. 5. Kota Probolinggo a. Keadaan Geografi Kota yang menjadi daerah transit serta penghubung untuk kotakota bagian timur di Jawa Timur seperti Jember, Banyuwangi dan Malang ini memiliki wilayah seluas 56,67 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 191.522 jiwa (Sensus Penduduk 2000). Adapun batas-batas wilayahnya sebagai berikut: Batas Utara
: Selat Madura
Batas Selatan
: Kabupaten Probolinggo
Batas Barat
: Kabupaten Probolinggo
Batas Timur
: Kabupaten Probolinggo
b. Keadaan Demografi Tabel 4.8 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kota Probolinggo Jumlah Kepadatan Luas Penduduk Penduduk No Kecamatan (km2) (jiwa (jiwa/km2) 1 Kademangan 21,51 45.293 1.922 2 Wonoasih 15,85 41.333 6.616 3 Mayangan 19,31 104.896 7.573 Total 56,67 191.522 3.380 Sumber: Litbang Kompas diolah dari BPS Kota Probolinggo, 2002
70
c. Keadaan Ekonomi Tabel 4.9 Ekspor NonMigas Kota Probolinggo Tahun 2001 VOLUME (TON)
NILAI (US$)
92.299,50
31.979.5333,15
7.862,28
30.846.469,00
Phenolic Resin*
3.312,46
3.599.544,99
Kulit Ikan Cacah** Kayu Olahan Keramik
89,29 493,00 1.265,02 19,28
261.937,61 621.020,00 507.440,66 36.719,85
KOMODITAS Plywood Kain dan Pakaian Jadi
TUJUAN Jepang, Kanada, Belgia, Meksiko, jerman, Hongkong, Cina, Malaysia, Inggris, AS Asia, Eropa, AS Malaysia, Taiwan, Cina, Thailand, Korea, Singapura, Jepang, Filipina, India, Australia. Malaysia, Singapura Singapura , Jepang Jepang, Korea, Taiwan Inggris
Keterangan : * Bahan baku untuk lem ** Tepung dari Ikan Kapasan, Mangia, Cunang 6. Kota Pasuruan a. Keadaan Geografi Kota Pasuruan adalah ibukota Pasuruan, Jawa Timur terletak di persimpangan jalur regional Surabaya-Probolinggo-Malang. Kota Pasuruan memiliki wilayah seluas 35,29 km2 dengan jumlah penduduk
sebanyak
158.864 jiwa (Sensus
Penduduk
2000).
Wilayahnya terdiri dari 3 kecamatan, 19 kelurahan dan 15 desa. Tiga kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Gading rejo Purworejo dan Bugulkidul. Kecamatan Bugulkidul memiliki wilayah terbesar (16,24 km2), sedang untuk Gadingrejo dan Purworejo masing-masing 10,46 km2 dan 8,59 km2. Mengenai kondisi eksisting penggunaan tanah di Kota Pasuruan : · Luas kawasan terbangun 953,74 Ha atau sebesar 55% dari luas wilayah administrasi.
71
·
Luas ruang terbuka merupakan sisa dari kawasan terbangun yaitu sebesar 2445,16 Ha atau sebesar 45% dari luas wilayah administrasi. Letak geografi Kota Pasuruan antara 112 0 33` 55” hingga 113
30` 37” Bujur Timur dan antara 70 32` 34” hingga 80 30` 20” Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah yaitu : Sebelah Utara
: Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura
Sebelah Selatan : Kabupaten Malang Sebelah Timur
: Kabupaten Probolinggo
Sebelah Barat
: Kabupaten Mojokerto.
b. Keadaaan Demografi Tabel 4.10 Jumlah, Perkembangan dan Kepadatan Penduduk Tahun 2001
No
Kecamatan
Luas (Ha)
Jumlah Penduduk
Kepadatan/km²
Rata-rata pertumbuhan
Seks Rasio
1
Gadingrejo
10,46
55.609
5316
0,43
96,21
2
Purworejo
8,59
57.254
6665
(-0,20)
95,21
3
Bugulkidul
16,24
46.933
2889
1,76
94,57
Jumlah
35,29
159.796
4528
0,59
95,37
Sumber : Kota Pasuruan dalam Angka 2001
Dari data kependudukan diatas maka Kota Pasuruan dapat digolongkan kepada kelas Kota Sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas kota, kota sedang adalah kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa. · Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun : 0,59% · Jumlah KK : 35.708
72
· Sektor andalan/potensi daerah : industri meubel dan logam · Mata pencaharian : pertanian (60.125 jiwa), industri (19.970), listrik (158 jiwa), konstruksi (1.290 jiwa), perdagangan (22.917 jiwa), angkutan (5.132 jiwa), keuangan (1.106 jiwa) serta jasa-jasa (11.887 jiwa). c. Keadaan Ekonomi Kondisi Perekonomian Daerah Denyut nadi kehidupan perekonomian Pasuruan memang didominasi sektor industri karena areal pertanian dan perkebunan di Kota Pasuruan relatif lebih sempit bila dibanding Kabupaten Pasuruan. Yang menonjol dari Kota Pasuruan ini adalah industri kayu dan logam cor. Selain sektor industri, Kota Pasuruan juga memiliki sektor perdagangan yang menjadi tenaga penggerak perekonomian kota. Kontribusi sektor perdagangan tanpa hotel dan restoran menyumbang Rp 209,39 milyar bagi kegiatan ekonomi kota. Berikut tabel komoditi ekspor Kota Pasuruan tahun 2001 .
73
Tabel 4.11 Komoditas Ekspor Kota Pasuruan Tahun 2001
KOMODITAS Makanan
JENIS BARANG Enting-enting jahe
Kayu olahan Meubel kayu/furniture Kerajinan kayu Hasil laut
NILAI (US$) 303.907,00
Floring, molding 2.170.515,35 Rak,meja,kursi,lemari 731.927,48 Stir kayu 18.239,80 Swimming trap (rajungan), 78.520,20 froze hair trap (ikan layur) 3.303.109,83 TOTAL
TUJUAN Hongkong, Amerika, Prancis, Taiwan, Kanada Jepang Perancis Malaysia Singapura
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pasuruan, 2002 7. Kota Mojokerto a. Keadaan Geografi Kota yang terkenal dengan makanan khas onde-ondenya ini menyandang predikat kawasan pemerintahan dengan luas lahan tersempit sekaligus terpadat di Indonesia. Kota ini hanya memiliki batas administratif seluas 16,46 km2 setara dengan seperempat luas areal kota mandiri pertama di Indonesia, Bumi Serpong Damai, sementara penduduknya (2000) sekitar 108.938 jiwa. Berarti kepadatan per km2 mencapai hampir 6.618 jiwa. Di Jawa Timur, kota ini menjadi kota terpadat kedua setelah Surabaya. Berdasarkan penggunaan dan kondisi lahan yang ada, Mojokerto mengembangkan wilayahnya dalam tiga bagian yaitu : barat, timur dan tengah. 1) Bagian barat merupakan wilayah yang berkarakteristik pertanian serta masih bersifat relatif rural. Pengembangan daerah ini berpusat di Kelurahan Prajurit Kulon.
74
2) Di sebelah Timur yang berkarakteristik urban, pengembangannya terpusat di Kelurahan Kedundung. 3) Dan
di
wilayah
tengah
yang
merupakan
jantung
kota,
pengembangannya dipusatkan di Kelurahan Mentikan. Secara geografi wilayah Kota Mojokerto berada diantara 7° 33’ LS s/d 122° 28’BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Sungai Brantas
Sebelah Timur
: Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto
Sebelah Selatan : Kecamatan Sooko dan Puri Kabupaten Mojokerto Sebelah Barat
: Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto
Aspek penggunaan tanah atau lahan di Kota Mojokerto dapat menggambarkan dominasi penggunaan antara kawasan terbangun dan belum terbangun serta penyebaranya pada tahun 1999 penggunaan tanah atau lahan di Kota Mojokerto dapat di diskripsikan sebagai berikut (berdasar wilayah Kota Mojokerto dengan luas 16,46 km2 : pendidikan 0,79%, industri 4,34%, pertanian 41,76%, usaha perdagangan 2,76%, perkantoran 2,46%, kesehatan 0,66%, sarana perhubungan 2,40%, kuburan atau makam 0,04%, lapangan olahraga 0,15%, peribadatan 0,21%, lain-lain 0,24%. b. Keadaan Demografi Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk di Kota Mojokerto yaitu sejumlah 112.547 jiwa
dengan
luas
wilayah
1.646,5
Ha
sehingga
kepadatan
penduduknya 69 jiwa/Ha. Dari data kependudukan di atas maka Kota
75
Mojokerto dapat digolongkan kepada kelas kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas kota, kota sedang adalah kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa. Perkembangan Tenaga Kerja Masyarakat
Kabupaten
Mojokerto
menurut
mata
pencahariannya dapat digambarkan sebagai berikut : · Pegawai Negeri/TNI
: 9.646 (jiwa)
· Pegawai perusahaan swasta
: 41.431 (jiwa)
· Pedagang/pengusaha
: 6.370 (jiwa)
· Petani/peternak
: 769.346 (jiwa)
· Lainnya (pertambangan,TKI)
: 1.422 (jiwa)
c. Keadaan Ekonomi Karena letaknya yang cukup strategis, 50 km arah barat Kota Surabaya, daerah ini menjadi hinterland kota metropolitan dan termasuk dalam Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Daerah-daerah ini merupakan kelompok kawasan yang menyangga Kota Surabaya. Sebagai daerah penyangga, roda perekonomian wilayah ini sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi di Surabaya. Oleh karena itu mata pencaharian penduduk sebagian besar cenderung ke arah lapangan usaha perdagangan, perdagangan
angkutan bersama
dan hotel
industri dan
pengolahan.
restoran
pada
Kegiatan
tahun
2001
menghasilkan Rp 215 milyar dari total kegiatan ekonomi kota yang mencapai Rp 626,2 milyar. Dari sektor angkutan diperoleh Rp 109
76
milyar dan dari sektor industri pengolahan mencapai Rp 97,7 milyar. Usaha perdagangan sendiri, tanpa hotel dan restoran menghasilkan Rp 157,6 milyar. Adapun komoditas yang diperdagangkan pada umumnya
merupakan
barang-barang
hasil
produksi
industri
pengolahan, terutama industri pengolahan tekstil, barang kulit dan alas kaki. 8. Kota Madiun a. Keadaan Geografi Kota Madiun yang merupakan ibukota Madiun, Jawa Timur ini memiliki wilayah seluas 33,23 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 192.807 jiwa (sensus penduduk 2000). Kota Madiun merupakan kota transit pada jalur selatan yang menghubungkan kotakota di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat seperti Surabaya, Jombang, Madiun, Solo, Yogyakarta sampai DKI Jakarta, sehingga Kota Madiun sangat cocok dan menarik untuk mengembangkan sektor industri, perdagangan, jasa maupun angkutan. Secara astronomis Kota Madiun terletak di antara 111º29’45”111º33’30” Bujur Timur dan 7º35’45”-7º40’ Lintang Selatan. Adapun batas-batas administrasinya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Madiun
Sebelah Timur
: Kecamatan Wungu
Sebelah Selatan : Kecamatan Geger Sebelah Barat
: Kecamatan Jiwan
77
Kota Madiun merupakan daerah urban sehingga dominasi penggunaan tanahnya adalah untuk kawasan terbangun yang terdiri dari perumahan, fasilitas umum dan lainnya. Luas kawasan terbangun ini pada tahun 2000 mencapai 55% dari luas keseluruhan atau sekitar 1.860,323 Ha. Kota Madiun ini terdiri dari 3 kecamatan yaitu Mangunharjo, Taman dan Kutoharjo dan 27 kabupaten. Tabel 4.12 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kota Madiun,2002 Penduduk Jumlah Kepadatan 1 Mangunharjo 10,04 59.703 5.946 2 Taman 12,46 79.301 6.364 3 Kartoharjo 10,73 49,340 4.598 Total 33,23 188.344 5.668 Sumber : Litbang KOMPAS diolah dari BPS Kota Madiun,2002 No
Kecamatan
Luas km²
b. Keadaan Demografi a. Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun : 0,49% b. Jumlah KK
: 50.168KK
c. Sektor andalan/potensi daerah
: industri makanan
d. Mata Pencaharian : ·
Pegawai Negeri/TNI
: 13.168 (jiwa)
·
Pegawai perusahaan swasta
: 20.586 (jiwa)
·
Pedagang/pengusaha
: 5.723 (jiwa)
·
Petani/peternak
: 1.921 (jiwa)
·
Lainnya (penggalian, listrik, konstruksi, angkutan, pensiunan)
: 1.030 (jiwa)
78
c. Keadaan Ekonomi Kondisi Perekonomian Daerah Di Kota Madiun terdapat satu perusahaan yang menjadi urat nadi industri Kota Madiun sekaligus penggertak utama roda ekonomi wilayah ini. Perusahaan tersebut adalah PT.Industri Kereta Api (PT INKA) yang bergerak di bidang pembuatan alat transportasi kereta api dan kelengkapanyya. PT.INKA adalah produsen kereta api satusatunya di Indonesia yang berstatus BUMN yang terbesar baik dari segi investasi maupun jumlah tenaga kerja diantara enam industri besar di kota ini. Industri kereta api yang berdiri tahun 1981 ini tidak hanya menghasilkan produk untuk pasaran dalam negerti melainkan juga untuk tujuan ekspor ke Malaysia dan Thailand. Kapasitas produksi per tahun menghasilkan diantaranya 300 gerbong barang, 60 kereta penumpang, 40 KRD dan KRL. Tahun 2001, industri barang dari logam menyumbang 60,3% dari total nilai industri sebesar Rp 219,1 milyar atau 17% dari total kegiatan ekonomi yang besarnya Rp 788,4 milyar. Sumbangan ini didominasi oleh PT.INKA sebagai satusatunya perusahaan besar yang bergerak di bidang pengolahan logam barang industri lain yang menjadi cirri khas Kota Madiun adalah industri makanan (home industry) seperti bumbu pecel, kerupuk lempeng dan brem. Begitu identiknya Madiun dikenal dengan sebutan kota brem dan pecel Madiun terkenal hingga ke luar kota. Selain industri, contributor lain yang tak kalah penting dalam menggerakkan ekonomi Kota Madiun adalah subsector perdagangan. Maraknya
79
perdagangan ditandai dengan meningkatnya jumlah Tanda Daftar Perusahaan (TDP) maupun SIUP, khususnya perusahaan kecil yang dikeluarkan oleh Disperindag Kota Madiun. Keuangan Daerah Nilai PDRB di dapatkan dari 9 sektor perekonomian utama yang ada di Kota Madiun yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. 9. Kota Surabaya a. Keadaan Geografi Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Pahlawan. Surabaya terletak pada 07° 9”- 07° 21” Lintang Selatan (LS) 112° 36”- 112° 54” Bujur Timur (BT) dan dibatasi oleh : Sebelah Utara dan Timur
: Selat Madura
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sudoarjo
Sebelah Barat
: Kabupaten Gresik
Posisi demikian menempatkan Kota Surabaya pada kedudukan sentral di kawasan Indonesia Timur. Luas wilayah Surabaya adalah 52.087 Ha dengan 63,45 persen atau 33,048 Ha dari luas total wilayah merupakan daratan dan selebihnya sekitar 36,55 persen atau 19,039
80
Ha merupakan wilayah laut yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya. Jumlah Kecamatan di Kota Surabaya adalah 31 kecamatan. Jumlah Desa/Kelurahan adalah 163. b. Keadaan Demografi Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sampai dengan Bulan Desember 2007. Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terdaftar di Kartu keluarga hingga Desember 2007 adalah 2.861.928 jiwa atau sebanyak 755.914 kepala keluarga. Komposisi penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 berdasarkan jenis kelamin sebanyak 1.437.682 jiwa penduduk lakilaki (50,23%) dan 1.424.246 (49,77%) jiwa penduduk perempuan. Jika dilihat dari komposisi penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 berdasarkan profesi dapat dijelaskan bahwa terbanyak adalah pegawai swasta sejumlah 684.581 jiwa, selanjutnya adalah sebagai ibu rumah tangga sejumlah 527.343 jiwa dan sebagai pelajar sebanyak 448.551 jiwa. Komposisi penduduk Kota Surabaya berdasarkan pendidikan pada tahun 2007 terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SLTA (772.133 jiwa) kemudian SD (769.728 jiwa) serta tidak sekolah (616.240 jiwa). c. Keadaan Ekonomi Berdasarkan data BPS Surabaya, perkembangan perekonomian Kota Surabaya periode (2002-2004) menunjukkan angka pertumbuhan yang cukup positif, masing-masing sebesar 3,80 persen (2002), 4,22 persen (2003) dan 5,45 persen (2004), sebagaimana tabel dibawah ini:
81
Tabel 4.13 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya Tahun 2002 s/d 2004 (%) No 1
2
3
Sektor
2002
2003
2004
Sektor primer :
(-2,26)
(-5,09)
(-0,14)
Pertanian
(-2,24)
(-5,23)
(-0,21)
Pertambangan dan penggalian
(-2,85)
0,42
2,08
Sektor sekunder :
1,18
2,67
3,66
Industri pengolahan
0,53
1,77
2,51
Listrik,gas dan air bersih
6,42
9,39
7,50
Konstruksi
2,10
3,97
6,51
Sektor tersier :
6,11
5,55
6,90
Perdagangan,hotel dan restoran
6,47
6,38
7,45
Pengangkutan dan komunikasi
7,46
5,98
6,20
Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan
5,37
2,44
7,99
Jasa-jasa
2,03
2,99
3,04
3,81
4,23
5,45
PDRB
Sumber : Bappeko Surabaya (2005) dalam studi Penyusunan PDRB Kota Surabaya, tahun 2004
Secara umum peranan sektoral perekonomian Kota Surabaya (2002-2004) rata-rata didominasi oleh sektor tersier (54,37 persen). Kemudian diikuti oleh sektor sekunder (45,44 persen) dan terakhir sektor primer (0,19 persen). Besarnya peranan sektor tersier tersebut disumbang oleh (i) sektor perdagangan, hotel dan restoran (34,76 persen), (ii) sektor angkutan dan komunikasi (8,98 persen), (iii) sektor perbankan dan lembaga keuangan (6,17 persen), dan (iv) sektor jasajasa (4,46 persen). Disamping peranan masing-masing sektor usaha, pertumbuhan ekonomi yang terjadi juga didukung oleh adanya kecenderungan bahwa tingkta inflasi selama tiga periode terakhir (2002-2004) terus mengalami penurunan dengan tingkta inflasi masing-masing sebesar 9,30 persen (2002), 7,68 persen (2003) dan 6,96 persen (2004)
82
B. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif pada penelitian ini akan membahas mengenai PDRB Kota di Provinsi Jawa Timur dan PDRB Provinsi Jawa Timur berdasarkan harga konstan pada tahun 1996-2007. a. Provinsi Jawa Timur Tabel 4.14 PDRB Provinsi Jawa Timur menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 44.275.510 44.891.213 40.823.019 42.882.132 44.359.497 44.830.202 45.769.561 46.656.137 47.927.415 49.725.226 51.941.438 53.967.766 20,29
Sektor Sekunder Tersier 85.757.006 92.556.044 91.762.982 97.796.726 71.432.524 83.099.097 70.816.000 83.661.801 72.098.067 87.046.769 73.350.893 92.267.474 73.343.317 99.339.511 76.213.335 106.014.987 80.296.452 114.005.026 83.968.908 122.680.592 86.427.309 132.880.571 90.458.154 143.388.265 34,76 45,09
PDRB 221.203.046 232.276.304 194.861.872 197.226.315 203.665.309 210.448.570 218.452.389 228.884.459 242.228.892 256.374.727 271.249.317 287.814.184 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah) Dari tabel 4.14 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Provinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 20,2%; 38,77% dan 41,84%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 18,75%; 31,43% dan 49,82%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan
83
distribusi PDB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masing-masing sebesar 23% dan 8,1%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 7,8%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Provinsi Jawa Timur adalah dari sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tabel 4.15 Kontribusi PDRB Sektoral Tiap-tiap Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 1996-2007 (%) Kota Kediri Blitar Malang Probolinggo Pasuruan Mojokerto Madiun Surabaya Sumber : Olah data
Primer 0,21 10,14 0,84 10,42 5,24 1,20 2,65 0,22
Sekunder 75,98 21,37 39,36 24,09 28,55 24,58 41,93 45,03
Tersier 23,88 69,09 60,24 66,64 67,14 76,50 57,73 55,44
Dari tabel 4.15 dapat dilihat bahwa sektor primer memiliki kontribusi terendah hal ini disebabkan karena sesuai dengan kondisi yang ada lahan pertanian memang sedikit untuk daerah kota karena lahan yang ada lebih banyak digunakan untuk membangun fasilitas suatu kota misalnya jalan, jembatan dan gedung sehingga sektor
84
primer memiliki kontribusi sangat kecil untuk seluruh kota di Provinsi Jawa Timur.Secara umum sektor tersier memiliki kontribusi dominan, kecuali Kota Kediri dimana sektor sekunder memiliki kontribusi terbesar. b. Kota Kediri Tabel 4.16 PDRB Kota Kediri menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 34.249 34.502 26.779 26.481 27.391 27.444 39.906 39.906 42.906 43.698 47.058 48.633 0,21
Sektor Sekunder Tersier 11.038.273 2.855.208 12.347.014 3.032.672 11.175.359 2.645.628 11.273.001 2.708.800 11.138.432 2.790.709 11.139.555 2.948.923 12.995.711 4.410.426 12.995.711 4.410.426 14.111.714 5.134.283 14.049.679 5.500.542 14.233.882 6.062.313 14.563.642 6.615.802 75,98 23,88
PDRB 13.896.055 15.335.820 13.842.218 13.989.969 13.942.038 14.115.921 17.446.043 18194983 19.288.903 19.593.919 20.343.252 21.228.077 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah) Dari tabel 4.16 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Kediri atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 0,25%; 79,4% dan 20,5%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 0,23%; 68,6% dan 31,2%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan
85
sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masingmasing sebesar 0,02% dan 10,8%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 10,7%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Kota Kediri berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Kediri adalah dari sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. c. Kota Blitar Tabel 4.17 PDRB Kota Blitar menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 47.017 47.262 41.149 40.824 41.720 42.251 49.722 51.674 52.296 52.964 54.139 54.828 10,14
Sektor Sekunder Tersier 91.256 266.198 95.925 289.735 81.235 244.148 79.298 240.616 90.002 245.528 92.464 258.193 101.489 355.610 111.330 373.614 112.980 402.604 120.082 429.293 123.284 461.103 126.663 497.010 21,37 69,09
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah)
PDRB 399.538 423.370 356.064 359.937 374.478 392.908 506.820 536.619 567.878 602.339 638.526 678.502 100
86
Dari tabel 4.17 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Blitar atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 11,8%; 22,8% dan 66,6%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 8,08%; 18,7% dan 73,2%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masingmasing sebesar 3,72% dan 4,1%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 6,6%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Kota Blitar berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Blitar adalah dari sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa.
87
d. Kota Malang Tabel 4.18 PDRB Kota Malang menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 112.877 120.652 168.665 185.740 51.649 53.050 72.915 72.782 72.044 73.896 74.096 72.560 0,84
Sektor Sekunder Tersier 4.510.647 5.199.066 5.330.724 6.004.140 7.064.593 9.116.589 7.590.371 9.840.404 2.597.749 3.885.451 2.666.006 4.074.046 3.327.027 5.705.454 3.469.841 6.018.312 3.631.536 6.427.473 3.848.730 6.884.549 3.929.108 7.448.956 4.075.473 8.002.305 39,36 60,24
PDRB 9.637.675 11.215.588 16.127.414 17.477.587 6.580.178 6.793.102 9.105.395 9.560.935 10.131.053 10.807.173 11.452.159 12.150.336 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah)
Dari tabel 4.18 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Malang atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 1,17%; 46,8% dan 53,9%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 0,59%; 33,5% dan 65,8%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masingmasing sebesar 0,58% dan 13,3%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 11,9%. Data diatas menunjukkan bahwa
88
dalam struktur perekonomian Kota Malang berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Malang adalah dari sektor sekunder yaitu
sektor industri pengolahan dan sektor tersier yaitu sektor
perdagangan, hotel dan restoran. e. Kota Probolinggo Tabel 4.19 PDRB Kota Probolinggo menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 168.943 188.346 319.958 378.190 111.634 109.014 123.175 130.785 141.967 146.090 155.701 162.374 10,42
Sektor Sekunder Tersier PDRB 477.569 903.927 1.522.269 561.100 1.024.945 1.735.906 763.469 1.518.561 2.487.936 805.874 1.654.224 2.697.429 309.640 645.125 1.064.525 301.649 662.196 1.072.859 293.163 925.089 1.341.427 274.987 996.712 1.402.484 264.506 1.077.567 1.484.040 265.012 1.165.977 1.577.078 269.681 1.254.946 1.680.326 277.777 1.349.238 1.789.390 24,09 66,64 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah) Dari tabel 4.19 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Probolinggo atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 11,09%; 31,3% dan 59,3%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 9,07%; 15,5% dan
89
75,4%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masing-masing sebesar 2,02% dan 15,8%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 16,1%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Kota Probolinggo berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Probolinggo adalah dari sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan dan sektor tersier yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi. f. Kota Pasuruan Tabel 4.20 PDRB Kota Pasuruan menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 34.495 35.864 36.013 35.331 36.747 38.391 39.974 41.547 43.119 44.789 46.943 46.933 5,24
Sektor Sekunder Tersier 250.879 420.156 267.887 448.088 207.586 401.340 199.859 411.477 212.478 424.655 218.099 448.314 182.674 522.247 191.775 549.000 195.746 588.418 206.205 627.159 212.705 672.826 227.608 718.452 28,55 67,14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah)
PDRB 676.376 715.718 632.494 645.998 674.529 704.805 744.893 782.321 827.282 878.153 932.472 992.993 100
90
Dari tabel 4.20 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Pasuruan atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 5,09%; 37,09% dan 62,1%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 4,7%; 22,9% dan 72,3%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masingmasing sebesar 0,39% dan 14,19%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 10,2%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Kota Pasuruan berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Pasuruan adalah dari sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan.
91
g. Kota Mojokerto Tabel 4.21 Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) PDRB Kota Mojokerto menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 10.337 10.335 9.773 9.582 9.681 9.770 9.200 9.450 9.669 10.093 9.520 9.374 1,20
Sektor Sekunder Tersier 222.398 551.217 234.165 576.155 146.978 507.488 144.851 510.677 150.675 520.235 158.489 552.565 210.857 633.557 225.496 670.593 232.725 719.140 242.368 767.495 245.055 819.053 253.169 879.738 24,58 76,50
PDRB 708.651 733.722 641.832 656.571 678.537 720.824 853.615 905.540 961.533 1.019.956 1.073.629 1.142.281 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah)
Dari tabel 4.21 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Mojokerto atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 1,45%; 31,3% dan 77,78%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 0,82%; 22,1% dan 77,01%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer, sekunder dan tersier. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer, sekunder dan tersier masing-masing sebesar 0,63%; 9,2 dan 0,71%. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota
92
Mojokerto adalah dari sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi. h. Kota Madiun Tabel 4.22 Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) PDRB Kota Madiun menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer 23.654 23.518 18.657 18.688 18.893 18.508 21.049 21.228 20.958 21.324 21.471 21.180 2,65
Sektor Sekunder Tersier 409.449 376.392 435.571 424.230 306.575 356.015 296.806 359.528 303.367 366.970 305.433 386.133 276.230 469.009 289.112 491.587 297.066 523.332 314.947 555.085 329.018 589.003 359.581 617.410 41,93 57,73
PDRB 737.205 797.929 652.578 662.739 680.325 710.074 766.288 801.927 842.356 891.335 939.492 998.170 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah)
Dari tabel 4.22 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Madiun atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 3,2%; 55,5% dan 51%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 2,12%; 36% dan 61,8%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masing-
93
masing sebesar 1,08% dan 19,5%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 10,8%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Kota Madiun berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Madiun adalah dari sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. i. Kota Surabaya Tabel 4.23 Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) PDRB KotaSurabaya menurut sektor primer, sekunder dan tersier atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha, Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kontribusi (%)
Primer
Sektor Sekunder Tersier
PDRB
277.661
26.486.596
26.486.596
48.090.737
122.597
28.673.248
24.242.351
51.174.876
105.609
20.085.141
20.086.004
39.724.322
93.639
19.374.579
20.722.090
39.997.498
96.774
19.517.605
21.293.084
40.981.399
96.661
19.784.210
22.801.216
42.682.088
102.078
22.384.213
31.943.685
54.429.977
97.502
23.376.434
33.834.960
57.308.898
97.525
24.548.066
36.562.086
61.207.676
94.071
25.937.846
39.674.519
65.705.437
112.459
26.446.749
43.510.409
70.069.618
103.974
27.776.581
46.914.461
74.795.018
0,22
45,03
55,44
100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (data diolah)
Dari tabel 4.23 diatas, tampak bahwa distribusi PDRB Kota Surabaya atas dasar harga konstan 2000 dari sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 1996 masing-masing sebesar 0,57%; 55% dan
94
47.5%. Sedangkan distribusi sektor primer, sekunder dan tersier pada tahun 2007 masing-masing sebesar 0,13%; 37,1% dan 62,7%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan distribusi PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1996-2007 dari sektor primer dan sekunder, sedangkan untuk sektor tersier telah terjadi peningkatan. Penurunan distribusi PDRB dari sektor primer dan sekunder masingmasing sebesar 0,44% dan 17,9%, sedangkan untuk sektor tersier terjadi peningkatan sebesar 15,2%. Data diatas menunjukkan bahwa dalam struktur perekonomian Kota Surabaya berdasarkan PDRB menurut sektor primer, sekunder dan tersier mulai tahun 1996-2007 telah terjadi pergeseran. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Kota Surabaya adalah sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan. 2. Analisis Hipotesis a. Analisis Shift Share 1) Kota Kediri Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Kediri dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Kediri terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan.
95
Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Kediri dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.24 Hasil Analisis Shift Share Kota Kediri Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 0,04
0,02
Nij 385,4
Komponen (Juta Rupiah) Mij Cij -155,9 419,2
Dij 648,7
0,08
0,03
-8,5
-18,5
15,9
-11,0
0,01
0,02
9.1520,0
-54.842,1
59.383,2
96.061,1
0,07 -0,02
0,12 -0,01
1.127,8 -283,1
2.096,3 568,5
2.320,1 -100,5
5.544,3 184,8
0,04
0,08
80.186,6
71.311,0
106.507,4
258.005
0,05
0,06
2.302,4
2.487,0
1.265,4
6.054,9
0,02 0,02 0,02
0,12 0,09 0,04
12.323,0 3.715,4 191.269,0
-329,2 99,2 21.216,31
47.787,0 6.019,7 223.617,8
59.780,8 9.834,4 436.103,2
Sumber : Hasil analisis Shift Share Pada tabel 4.24 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Kediri. Berdasarkan tabel 4.30 dapat diketahui besarnya PDRB Kota Kediri selama kurun waktu19962007 meningkat sebesar Rp 436.103,2 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Kediri (Nij) sebesar Rp 191.269 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Kediri dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 21.216,31 juta. Pengaruh
96
keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Kediri sebesar Rp 223.617,8 juta. Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 5 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat 4 sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 8 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor konstruksi.
97
Hal ini disebabkan karena pertumbuhan pendapatan secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional. 2) Kota Blitar Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Blitar dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Blitar terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Blitar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.25 Hasil Analisis Shift Share Kota Blitar Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 0,01
0,02
Komponen (Juta Rupiah) Nij Mij Cij 217,4 -87,9 13,2
Dij 142,7
0,08
-0,02
-12,7
-27,7
51,5
11,1
0,01
0,03
581,3
-348,3
576,9
809,8
0,07 -0,02
0,10 0,001
385,3 -39,0
716,3 78,4
482,4 -42,2
1.584,2 -2,8
0,04
0,07
2.427,8
2.159,1
2.576,1
7.163,2
0,05
0,06
1.265,3
1.366,7
666,4
3.298,4
0,02 0,02 0,02
0,04 0,06 0,05
738,3 1.615,6 7.179,5
-33,8 19,7 3.842,623
670,7 2.306,3 7.301,7
1.375,3 3.941,7 18.323,8
Sumber : Hasil analisis Shift Share
98
Pada tabel 4.25 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Blitar. Berdasarkan tabel 4.31 dapat diketahui besarnya PDRB Kota Blitar selama kurun waktu19962007 meningkat sebesar Rp 18.323,8 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Blitar (Nij) sebesar Rp 7.179,5 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Blitar dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 3.842,623 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Blitar sebesar Rp 7.301,7 juta. Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 5 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat 4 sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 8 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan
99
secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor konstruksi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan pendapatan secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional. 3) Kota Malang Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Malang dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Malang terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut.
100
Tabel 4.26 Hasil Analisis Shift Share Kota Malang Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 0,02
0,02
Nij -950,0
Komponen (Juta Rupiah) Mij Cij 384,3 -409,7
Dij -975,4
0,08
-0,01
-106,2
-230,2
387,5
51,0
0,01
0,03
-8.220,4
4.926,0
-9.224,4
-12.519
0,07 -0,02
0,04 -0,0006
306,3 -3.487,5
569,5 7.001,6
-299,3 -3.434,2
576,5 79,8
0,04
0,12
61.314,1
54.527,4
179.963,9
295.805,6
0,05
0,01
-2.244,5
-2.424,4
3.409,6
-1.259,3
0,02 0,02 0,02
0,02 0,08 0,06
-129,3 14.504,6 60.986,9
3,4 387,5 65.145,25
24,1 30.116,5 200.124,2
-101,7 45.008,7 653.332,6
Sumber : Hasil analisis Shift Share Pada tabel 4.26 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Malang. Berdasarkan tabel 4.32 dapat diketahui besarnya PDRB Kota Malang selama kurun waktu19962007 meningkat sebesar Rp 653.332,6 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Malang (Nij) sebesar Rp 60.986,9 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Malang dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 65.145,25 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Malang sebesar Rp 200.124,2 juta.
101
Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 7 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat 2 sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 5 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat 4 sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor konstruksi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
102
pendapatan secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional. 4) Kota Probolinggo Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Probolinggo dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Probolinggo terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Probolinggo dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.27 Hasil Analisis Shift Share Kota Probolinggo Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 0,06
0,02
Nij -174,8
Komponen (Juta Rupiah) Mij Cij 70,7 -309,7
Dij -413,8
0,08
0,22
2,7
5,9
14,7
23,4
0,01
-0,02
-5.624,3
3.370,2
6547,3
4.293,3
0,07 -0,02
0,09 -0,02
506,7 -117,0
941,9 234,9
466,1 -20,1
1914,929 97,8
0,04
0,12
9.863,5
8.771,7
29.816,5
48.451,9
0,05
0,03
665,4
718,8
-485,1
899,1
0,02 0,02 0,02
0,01 0,07 0,05
-164,5 1.302,6 6.260,4
4,3 34,8 14.153,82
48,9 2.585,3 38.664,2
-111.1 3.922,7 59.078,5
Sumber : Hasil analisis Shift Share
103
Pada tabel 4.27 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Probolinggo. Berdasarkan tabel 4.33 dapat diketahui besarnya PDRB Kota Probolinggo selama kurun waktu1996-2007 meningkat sebesar Rp 59.078,5 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Probolinggo (Nij) sebesar Rp 6.260,4 juta. Kegiatan ekonomi di Kota
Probolinggo
dalam
kurun
waktu
tahun
1996-2007
proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 14.153,82 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Probolinggo sebesar Rp 38.664,2 juta. Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) semua sektor ekonomi pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 6 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertambangan dan
104
penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat 3 sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor pertanian, sektor konstruksi dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan pendapatan secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional. 5) Kota Pasuruan Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Pasuruan dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Pasuruan terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Pasuruan dapat dilihat pada tabel berikut.
105
Tabel 4.28 Hasil Analisis Shift Share Kota Pasuruan Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 0,02
Nij 294,8
0,08
0,32
31,0
67,3
288,0
386,4
0,01
0,006
6,4
-3,8
-1,0
1,5
0,07 -0,02
0,06 -0,03
339,9 -956,0
631,8 1.919,3
-164,7 259,0
806,9 1.222,4
0,04
0,05
4.633,4
4.120,6
1.078,7
9.832,8
0,05
0,05
1.282,8
1.385,6
-151,7
2.516,6
0,02 0,02 0,02
0,03 0,05 0,03
554,8 1.344,2 7.531,5
-14,8 35,9 8.022,765
154,5 1.575,0 3.162,92
694,6 2.955,1 18.717,2
0,02
Komponen (Juta Rupiah) Mij Cij -119,2 124,9
Dij 300,4
Sumber : Hasil analisis Shift Share Pada tabel 4.28 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Pasuruan. Berdasarkan tabel 4.34 dapat diketahui besarnya PDRB Kota Pasuruan selama kurun waktu19962007 meningkat sebesar Rp 18.717,2 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Pasuruan (Nij) sebesar Rp 7.531,5 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Pasuruan dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 8.022,765 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Pasuruan sebesar Rp 3.162,92 juta. Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 6 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada
106
pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat 3 sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 6 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan
dan
penggalian,
sektor
konstruksi,
sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat 3 sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan pendapatan secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional.
107
6) Kota Mojokerto Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Mojokerto dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Mojokerto terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Mojokerto dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.29 Hasil Analisis Shift Share Kota Mojokerto Tahun 1996-2007(Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 -0,008
Nij -25,2
0,08 0,01
0 0,03
0 269,5
0 -161,5
0 230,4
0 338,4
0,07 -0,02
0,06 0,005
501,7 34,9
932,5 -70,1
-155,1 42,8
1.279,1 7,600297
0,04
0,04
4.483,8
3987,5
-701,6
7.769,7
0,05
0,06
2.477,7
2676,3
643,0
5.797,1
0,02 0,02 0,02
0,03 0,03 0,04
704,7 940,8 9.388,2
-18,8 25,1 7.381,311
379,2 179,5 641,41
1.065,2 1.145,5 17.410,9
0,02
Komponen (Juta Rupiah) Mij Cij Dij 10,2 23,0 7,9
Sumber : Hasil analisis Shift Share Pada tabel 4.29 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Mojokerto. Berdasarkan tabel 4.35 dapat diketahui
besarnya
PDRB Kota Mojokerto
selama kurun
108
waktu1996-2007 meningkat sebesar Rp 17.410,9 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Mojokerto (Nij) sebesar Rp 9.388,2 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Mojokerto dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 7.381,311 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Mojokerto sebesar Rp 641,41 juta. Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 5 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat 3 sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 6 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor industri pengolahan,
sektor
konstruksi,
sektor
pengangkutan
dan
109
komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat 2 sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan pendapatan secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional. 7) Kota Madiun Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Madiun dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Madiun terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Madiun dapat dilihat pada tabel berikut.
110
Tabel 4.30 Hasil Analisis Shift Share Kota Madiun Tahun 1996-2007(Jutaan Rupiah) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Pertumbuhan ( R ) Rn Rin Rij 0,01 -0,007
0,02
Komponen (Juta Rupiah) Nij Mij Cij Dij -63,0 25,5 54,3 16,8
0,08
0,004
-1,7
-3,8
5,3
-0,2
0,01
0,009
266,0
-159,4
-15,2
91,3
0,07 -0,02
0,1 -0,03
34,0 -1.913,6
633,9 3.841,9
326,7 409,0
1.301,7 2.337,2
0,04
0,05
2.428,9
2.160,1
111,2
4.700,3
0,05
0,06
1.635,1
1.766,1
343,2
3.744,5
0,02 0,02 0,02
0,04 0,06 0,03
668,6 1.581,8 4.943,2
-17,8 42,2 8288,78
370,0 1.998,4 3.603,3
1.020,9 3.622,6 16.835,4
Sumber : Hasil analisis Shift Share Pada tabel 4.30 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Madiun. Berdasarkan tabel 4.36 dapat diketahui besarnya PDRB Kota Madiun selama kurun waktu19962007 meningkat sebesar Rp 16.835,4 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Madiun (Nij) sebesar Rp 4.943,2 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Madiun dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 8288,78 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Madiun sebesar Rp 3.603,3 juta.
111
Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 6 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat 3 sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan
pengaruh
keunggulan
kompetitif
(Cij)
terdapat 8 sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Delapan sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif terdapat sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan kompetitif rendah yaitu sektor industri pengolahan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan pendapatan
112
secara regional lebih lambat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional. 8) Kota Surabaya Alat
analisis
Shift
Share
dalam
penelitian
ini
menggambarkan kinerja sektor-sektor ekonomi di wilayah Kota Surabaya dibandingkan dengan kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur. Sehingga dengan alat analisis Shift Share dapat diketahui adanya perubahan struktur ekonomi Kota Surabaya terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebagai referensi atau acuan. Berdasarkan metode Analisis Shift Share tersebut, maka hasil penelitian terhadap struktur perekonomian Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel berikut.
113
Tabel 4.31 Hasil Analisis Shift Share Kota Surabaya Tahun 1996-2007 (Jutaan Rupiah) Pertumbuhan ( R ) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
Rn
0,02
Komponen (Juta Rupiah)
Rin 0,01
Rij -0,06
Nij -4.598,7
Mij 1.860,5
Cij 14.393,0
Dij 11.654,8
0,08
0,22
48,1
104,3
264,9
417,5
0,01
0,01
72.604,0
29.097,0
25.217,4
126.918,5
0,07 -0,02
0,10 -0,04
37.374,7 -76.181,1
69.471,3 152.943,8
45.648,5 43.905,9
152.494,6 120.668,7
0,04
0,07
416.024,9
369.976,4
482.716,0
1.268.717
0,05
0,08
111.447,8
120.380,6
113.574,6
345.403,2
0,02 0,02 0,02
0,02 0,11 0,04
19.157,1 83.350,7 659.227,7
-511,8 2.226,9 745549,4
1.096,7 274.548,4 1.001.365,9
19.742,09 360.126,2 2.406.143
Sumber : Hasil analisis Shift Share Pada tabel 4.31 merupakan hasil analisis Shift Share pada tahun 1996-2007 di Kota Surabaya. Berdasarkan tabel 4.37 dapat diketahui
besarnya
PDRB
Kota
Surabaya
selama
kurun
waktu1996-2007 meningkat sebesar Rp 2.406.143 juta. Hal ini dapat dilihat dari (Dij) yang positif. Besarnya pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Surabaya (Nij) sebesar Rp 659.227,7 juta. Kegiatan ekonomi di Kota Surabaya dalam kurun waktu tahun 1996-2007 proporsional sehingga meningkatkan bauran industri (Mij) sebesar Rp 745549,4 juta. Pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) mampu meningkatkan PDRB Kota Surabaya sebesar Rp 1.001.365,9 juta.
114
Berdasarkan pengaruh bauran industri (Mij) terdapat 8 sektor ekonomi yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya (rin > rn) dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dan terdapat sektor yang pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan pendapatan tingkat nasionalnya. Sektor ekonomi tersebut antara lain sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan pengaruh keunggulan kompetitif (Cij) semua sektor ekonomi memiliki pertumbuhan pendapatan secara regional lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan secara nasional dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur (rij > rin). Sektor tersebut antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.
115
b. Analisis Pangsa Tenaga Kerja 1) Provinsi Jawa Timur Tabel 4.32 Pangsa Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur Tahun 1998-2003 (%)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Total
47,09
46,2
45
48,1
47,2
49,06
Kontr ibusi (%) 47,11
0,51 11,97 0,27 4,12 17,99 4,43 0,65 12,68 100
0,59 12,5 0,18 3,62 18,8 4,53 0,66 12,7 100
0,48 13,5 0,2 4,07 20,2 5,29 1,06 10,2 100
0,55 12,6 0,13 3,95 18,3 4,94 1,1 10,2 100
0,85 12,8 0,16 4,07 18,2 4,86 1,05 10,8 100
0,59 12,12 0,21 3,75 17,9 5,01 0,81 10,37 100
0,59 12,58 0,19 3,92 18,55 4,84 0,88 11,15 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.32 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Provinsi Jawa Timur. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur yaitu sektor pertanian sebesar 47,11%. Sektor ekonomi terbesar penyerap tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur dari tahun 1998-2007 adalah sektor primer yaitu sektor pertanian sebesar 47,09% pada tahun 1998 dan 49,06% pada tahun 2003. Sedangkan kontribusi dari sektor perdagangan yang merupakan sektor tersier hanya sebesar 18,55% dan sektor industri yang merupakan sektor sekunder hanya sebesar 12,58%. Sektor yang memiliki pangsa penyerapan relatif kecil yaitu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih. Hal ini menunjukkan bahwa
116
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur masih didominasi oleh sektor pertanian. Tabel 4.33 Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tiap-tiap Kota di Jawa Timur Tahun 1996-2007 (%) Kota Kediri Blitar Malang Probolinggo Pasuruan Mojokerto Madiun Surabaya
Primer 5,92 9,66 4,33 14,59 8,22 3,46 3,59 1,66
Sekunder 30,66 16,32 27,66 19,08 34,2 30,26 12,15 24,78
Tersier 63,35 73,81 67,83 65,89 57,48 66,17 75,38 64,89
Sumber : Olah data Sejalan dengan konstribusi PDRB pada tabel 4.33 dapat dilihat bahwa penyerapan tenaga kerja untuk kota-kota di Provinsi Jawa Timur, sektor primer merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling kecil sedangkan sektor tersier merupakan sektor yang paling besar penyerapan tenaga kerjanya. Kondisi ini sesuai dengan corak kehidupan di kota dimana lapangan pekerjaan yang ada lebih bersifat
pelayanan
mengingat
pemerintahan maupun bisnis.
di
kota
merupakan
pusat
117
2) Kota Kediri Tabel 4.34 Pangsa Tenaga Kerja Kota Kediri Tahun 1998-2004 (%)
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Kontr ibusi
Pertanian Pertambangan & Galian
6,56
4,33
5,20
3,80
5,65
6,07
7,94
5,65
0
0,32
0,31
0,20
0,10
0,289
0,71
0,27
24,24
20,6
23,6
23,9
23,90
22,22
25,87
23,46
4
Industri Listrik, Gas & Air
1,38
1,11
0,71
0,50
0,78
0,58
0,71
0,82
5
Konstruksi
6,65
4,07
7,04
6,60
5,75
7,59
6,96
6,38
6
Perdagangan
27,51
32,30
32,4
30,7
29,80
28,60
31,22
30,35
7
Komunikasi
7,51
9,39
6,13
8,60
7,89
7,03
7,05
7,65
8
Keuangan
1,59
1,26
2,25
2,10
2,63
2,12
2,23
2,02
9
Jasa
24,45
26,6
22,4
23,60
23,50
25,50
17,31
23,33
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
No
(%) 1 2 3
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.34 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Kediri. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja di Kota Kediri yaitu sektor perdagangan sebesar 30,35%. Kontribusi dari sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Kediri yang merupakan sektor sekunder hanya sebesar 23,46%, padahal jika dilihat dari PDRB nya sektor industri merupakan sektor yang memberikan
kontribusi
terbesar
bagi
PDRB
Kota
Kediri.
Sedangkan kontribusi sektor pertanian pada penyerapan tenaga kerja Kota Kediri hanya sebesar 5,65%. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Kediri sudah mengarah ke sektor sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan.
118
3) Kota Blitar Tabel 4.35 Pangsa Tenaga Kerja Kota Blitar Tahun 1998-2004 (%)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertambang an & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdaganga n Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
7,12
9,35
12,4
7,97
11,1
9,03
8,84
Kont ribusi (%) 9,40
0,66 11,09
0,43 12,4
0,3 10,6
0,3 8,47
0,1 10,9
8,54
0,1 11,79
0,26 10,54
0,66 3,53
0,43 5,66
0,2 5,25
0,4 7,07
0,29 5,17
0,70 4,86
0,29 5,99
0,42 5,36
34 9,53 0,70 32,58 100
33,6 11 1.5 25,4 100
35,2 9,56 1,92 24,5 100
39,4 8,47 3,78 24 100
35,7 7,43 1,66 27,3 100
36,05 7,55 5,17 27,81 100
32,12 7,76 3,05 30,06 100
35,15 8,76 2,53 27,37 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.35 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Blitar. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja di Kota Blitar yaitu sektor perdagangan sebesar 35,15%. Di Kota Blitar sektor jasa juga memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Kontribusi dari sektor jasa sendiri yang merupakan sektor tersier adalah sebesar 27,37%. Sedangkan untuk sektor industri yang merupakan sektor sekunder, walaupun tidak memberikan kontribusi yang besar namun sektor industri ini mengalami kenaikan dari tahun tahun 1998-2004 sebesar 0,7%. Sedangkan kontribusi sektor pertanian pada penyerapan tenaga kerja Kota Blitar
hanya sebesar 9,40%. Hal ini menunjukkan
bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Blitar sudah mengarah ke sektor sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan.
119
4) Kota Malang Tabel 4.36 Pangsa Tenaga Kerja Kota Malang Tahun 1998-200 (%)
No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertamban gan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagang an Komunika si Keuangan Jasa Jumlah
2,06
4,28
1,91
10,8
3,6
2,1
3,95
Kontri busi (%) 4,10
19.07
0,12 19
0,41 18,9
0,26 27,4
0,12 19,4
0,55 20,8
0,17 20,7
0,23 20,73
0,61 6,91
0,2 6,79
0,1 4,62
0,13 6,49
0,7 6,4
0,73 7,48
0,51 6,89
0,42 6,51
29,28
33,1
32,7
10,4
34,3
32,76
32,83
29,33
6,81 2,44 32,65 100
7,1 1,5 27,8 100
6,17 5,71 29,5 100
9,21 4,58 30,6 100
8,53 1,4 25,2 100
9,31 2,83 23,45 100
12,27 3,05 19,37 100
8,48 3,07 26,95 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.36 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Malang. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja di Kota Malang yaitu sektor perdagangan sebesar 29,33%. Di Kota Malang sektor jasa juga memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Kontribusi dari sektor jasa sendiri yang merupakan
sektor
tersier
walaupun
cenderung
mengalami
penurunan dari tahun 1998-2004, akan tetapi kontribusinya masih cukup besar yaitu 26,95%. Untuk sektor industri yang merupakan sektor sekunder, kontribusi yang diberikan terhadap penyerapan tenaga kerja juga cukup besar yaitu 20,73%. Sedangkan kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 14,5%. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Malang sudah mengarah ke sektor
120
sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan dan jasa. 5) Kota Probolinggo Tabel 4.37 Pangsa Tenaga Kerja Kota Probolinggo Tahun 1998-2004 (%)
No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertamban gan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagang an Komunika si Keuangan Jasa Jumlah
11,93
14,3
14,4
15,7
18
14,31
13,49
Kont ribusi (%) 14,5
12,51
0,19 13,5
0,05 13,6
0,13 16,2
15
0,29 15,32
14,8
0,09 14,42
0,77 4,78
0,58 4,88
0,4 4,28
0,19 0,19
0,72 4,41
0,29 7,05
0,71 3,44
0,52 4,14
31,15
29,4
26,3
30,7
24,6
25,65
27,34
27,88
14,52 1,81 22,45 100
11,1 1,68 24,1 100
16,9 2,64 21,4 100
12,2 1,65 22,9 100
14,3 0,75 22 100
14,55 1,68 19,83 100
12,84 1,74 25,64 100
13,77 1,70 22,62 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.37 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Probolinggo. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja di Kota Probolinggo yaitu sektor perdagangan sebesar 27,88%. Walaupun sektor perdagangan cenderung mengalami penurunan dari tahun 1998-2004 akan tetapi konribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja masih cukup besar. Di Kota Probolinggo sektor jasa juga memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 22,62% . Untuk sektor industri yang merupakan sektor sekunder, kontribusi yang diberikan terhadap penyerapan
121
tenaga kerja yaitu 14,42%. Sedangkan kontribusi sektor pertanian sebesar 14,5%. Penyerapan tenaga kerja dari sektor industri dan sektor pertanian sama-sama mengalami peningkatan dari tahun 1998-2004.
Walaupun sektor pertanian mengalami peningkatan
akan tetapi kontribusinya masih kecil. Hal ini berarti penyerapan tenaga kerja di Kota Probolinggo juga sudah mengarah ke sektor sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan. 6) Kota Pasuruan Tabel 4.38 Pangsa Tenaga Kerja Kota Pasuruan Tahun 1998-2004 (%)
No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertamban gan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagang an Komunika si Keuangan Jasa Jumlah
10,74
7,86
6,79
8,82
9,11
9,30
3,87
Kontr ibusi (%) 8,07
0,23 31,48
0,09 29,1
0,26 30,3
29,3
31,4
0,31 32,13
0,20 35,38
0,15 31,30
3,13
1,01 2,1
0,72 3,14
0,23 1,89
0,32 1,52
0,58 1,36
0,73 3,66
0,51 2,39
26,61
30,3
31,3
33,5
25,3
25,83
23,83
28,08
7,95 0,86 18,93 100
7,84 1,29 20,1 100
8,87 2,04 16,6 100
7,5 1,61 17,2 100
9,28 2,38 20,7 100
11,39 1,87 17,24 100
9,09 3,66 19,59 100
8,84 1,95 18,61 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.38 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Pasuruan. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja di Kota Pasuruan yaitu sektor industri yang merupakan sektor sekunder sebesar 31,30%. Penyerapan tenaga kerja dari sektor
122
industri mengalami peningkatan dari tahun 1998-2004 sebesar 3,9%.
Di Kota Pasuruan sektor perdagangan juga memberikan
kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 28,08% . Sedangkan kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 8,07%. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Pasuruan sudah mengarah ke sektor sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan. 7) Kota Mojokerto Tabel 4.39 Pangsa Tenaga Kerja Kota Mojokerto Tahun 1998-2004 (%)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
2,94
3,02
3,79
2,36
4,07
5,18
1,47
Kontri busi (%) 3,26
0,23 23,39
0,2 24,6
29,2
0,39 23,9
0,49 27,6
0,1 25
27,35
0,20 25,87
0,35 4,70 32,74 8,08 0,94 26,63 100
0,6 3,53 31,9 7,96 1,61 26,5 100
0,19 3,1 30,8 8,54 2,13 22,2 100
0,39 4,82 32,6 8,95 4,62 22 100
0,29 2,83 32,8 7,11 1,85 22,8 100
0,61 3,74 28,64 9,96 2,63 23,84 100
0,78 4,90 30 7,94 2,75 24,8 100
0,45 3,94 31,33 8,36 2,36 24,12 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.39 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Mojokerto. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja yaitu sektor perdagangan yang merupakan sektor tersier sebesar 31,33%. Penyerapan
tenaga
kerja
dari
sektor
industri
mengalami
peningkatan dari tahun 1998-2004 sebesar 3,96%.
Sedangkan
kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 3,26%. Hal ini
123
menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Mojokerto sudah mengarah ke sektor sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan. 8) Kota Madiun Tabel 4.40 Pangsa Tenaga Kerja Kota Madiun Tahun 1998-2007 (%)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
4,02
3,38
2,71
1,7
3,87
3,25
3,69
Kontr ibusi (%) 3,23
0,14 7,68
0,21 6,02
0,25 9,48
0,14 5,25
0,44 9,61
1,28 9,39
0,11 8,46
0,36 7,98
0,56 3,59 34,19 10,94 2,8 35,93 100
0,53 2,96 37,9 9,4 1,8 37,2 100
0,62 3,2 30,9 10,2 2,96 39,7 100
0,24 1,13 14,3 3,88 1,7 14,1 100
0,66 5,24 36,3 9,17 3,32 28,8 100
1,51 5,22 31,2 12,41 3,37 31,44 100
0,33 3,47 38,18 9,98 2,82 32,97 100
0,63 3,54 31,84 9,42 2,68 31,44 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.40 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Madiun. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja yaitu sektor perdagangan yang merupakan sektor tersier sebesar 31,84%. Penyerapan tenaga kerja dari sektor industri yang merupakan sektor sekunder hanya sebesar 7,98%. Padahal jika dilihat dari kontribusi terhadp PDRB nya, sektor sekunder menyumbang cukup besar. Sedangkan kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 3,23%. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Madiun sudah mengarah ke sektor sektor tersier yaitu sektor perdagangan dan jasa.
124
9) Kota Surabaya Tabel 4.41 Pangsa Tenaga Kerja Kota Surabaya Tahun 1998-2004 (%)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
1,26
1,15
2,17
0,63
1,01
1,89
2,26
Kontr ibusi (%) 1,48
0,27 20,88
0,21 20
0,27 23,8
8,35
0,3 23,3
0,11 21,48
0,002 21,78
0,18 19,92
0,61 5,42 34,11 9,27 1,87 26,15 100
0,15 3,85 33,5 10,6 3,4 27 100
0,9 6,15 35,2 11,8 3,82 15,9 100
0,1 2,07 12,8 5,24 1,99 9,14 100
0,4 4,48 33,6 10,5 3,13 22,8 100
0,75 5,18 34,18 10,38 3,36 22,67 100
0,65 0,01 34,96 8,28 3,34 25,16 100
0,50 4,36 31,20 9,45 2,98 21,26 100
Sumber : Hasil analisis Pangsa Tenaga Kerja Tabel 4.41 menunjukkan perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral Kota Surabaya. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada penyerapan tenaga kerja yaitu sektor perdagangan dan jasa yang merupakan sektor tersier masingmasing sebesar 31,20% dan 21,26%. Penyerapan tenaga kerja dari sektor industri sebesar 19,92%.
Sedangkan kontribusi sektor
pertanian hanya sebesar 1,48%. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di Kota Surabaya sudah mengarah ke sektor sekunder yaitu sektor industri dan sektor tersier yaitu sektor perdagangan dan jasa.
125
c. Analisis Location Quotient (LQ) Tabel 4.42 Hasil Analisis Rerata LQ Tiap-tiap kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 1996-2007 Sektor Pertanian Pertambang an & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdaganga n, Hotel & Restoran Pengangkut an & Komunikas i Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Kedi ri 0,01
Blit ar 0,54
Malan g 0,04
Proboling go 0,56
Pasuru an 0,27
Mojoker to 0,65
Madiu n 0,14
Suraba ya 0,01
0,00
0,06
0,05
0,01
0,08
0
0,02
0,00
2,59
0,44
1,24
0,73
0,61
0,51
0,86
1,15
0,12 0,04
1,83 1,40
0,28 0,62
1,24 0,09
1,70 1,92
2,27 1,49
1,15 3,58
1,52 2,11
0,73
0,86
1,31
1,36
1,39
1,55
0,80
1,25
0,13
2,69
1,09
2,98
2,25
3,08
2,19
1,76
0,46 0,10
2,73 2,23
1,69 1,34
1,47 0,87
1,59 1,26
1,57 1,43
2,26 1,65
1,35 0,71
Sumber : Hasil analisis Location Quotient Dengan menggunakan metode LQ, diketahui bahwa selama periode pengamatan (1996-2007) terdapat beberapa sektor ekonomi yang bisa dijadikan sebagai sektor ekonomi basis atau potensial. Hal ini dapat dilihat dari angka rasio masing-masing sektor ekonomi yang menunjukkan nilai LQ lebih dari satu. Adapun sektor basing di masing-masing kota di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut :
126
1. Kota Kediri Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Kediri yaitu : ·
Sektor Industri Pengolahan dengan indeks LQ rata-rata 2,59. Hal ini dikarenakan di Kota Kediri terdapat industri rokok Gudang Garam.
2. Kota Blitar Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Blitar yaitu : ·
Sektor Listrik, gas dan air bersih dengan indeks LQ rata-rata 1,83
·
Sektor Konstruksi dengan indeks LQ rata-rata 1,40
·
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan indeks LQ rata-rata 2,69
·
Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 2,73
·
Sektor Jasa-jasa dengan indeks LQ rata-rata 2,23
3. Kota Malang Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Malang yaitu : · Sektor industri pengolahan dengan indeks LQ rata-rata 1,24 · Sektor Perdagangan, hotel dan restoran dengan indeks LQ rata-rata 1,31 · Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan indeks LQ rata-rata 1,09 · Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 1,69
127
· Sektor Jasa-jasa dengan indeks LQ rata-rata 1,34 4. Kota Probolinggo Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Probolinggo yaitu : · Sektor Listrik, gas dan air bersih dengan indeks LQ ratarata 1,24 · Sektor Perdagangan, hotel dan restoran dengan indeks LQ rata-rata 1,36 · Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan indeks LQ rata-rata 2,98 · Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 1,47 5. Kota Pasuruan Yang termasuk dalam sektor basisi di Kota Pasuruan yaitu : · Sektor Listrik, gas dan air bersih dengan indeks LQ ratarata 1,70 · Sektor Konstruksi dengan indeks LQ rata-rata 1,92 · Sektor Perdagangan, hotel dan restoran dengan indeks LQ rata-rata 1,39 · Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan indeks LQ rata-rata2,25 · Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 1,59 · Sektor Jasa-jasa dengan indeks LQ rata-rata 1,26
128
6. Kota Kota Mojokerto Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Mojokerto yaitu : · Sektor Listrik, gas dan air bersih dengan indeks LQ ratarata 2,27 · Sektor Konstruksi dengan indeks LQ rata-rata 1,49 · Sektor Perdagangan, hotel dan restoran dengan indeks LQ rata-rata 1,55 · Sektor Pengangkutan dan komunikasi dengan indeks LQ rata-rata 3,08 · Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 1,51 · Sektor Jasa-jasa dengan indeks LQ rata-rata 1,43 7. Kota Madiun Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Madiun yaitu : ·
Sektor Litrik, gas dan air bersih dengan indeks LQ ratarata 1,15
·
Sektor Konstruksi dengan indeks LQ rata-rata 3,58
·
Sektor Pengangkutan dan komunikasi dengan indeks LQ rata-rata 2,19
·
Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 2,26
·
Sektor Jasa-jasa dengan indeks LQ rata-rata 1,65
8. Kota Surabaya Yang termasuk dalam sektor basis di Kota Surabaya yaitu :
129
·
Sektor Industri pengolahan dengan indeks LQ rata-rata 1,15
·
Sektor Listrik, gas dan air bersih dengan indeks LQ rata-rata 1,52
·
Sektor Konstruksi dengan indeks LQ rata-rata 2,11
·
Sektor Perdagangan, hotel dan restoran dengan indeks LQ rata-rata 1,25
·
Sektor Pengangkutan dan komunikasi dengan indeks LQ rata-rata 1,76
·
Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan indeks LQ rata-rata 1,35
Walaupun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Surabaya, sektor non basis juga harus dikembangkan menjadi sektor basis baru ditunjang dengan adanya sektor basis yang telah ada.
130
d. Analisis Tipologi Klassen 1) Kota Kediri Tabel 4.43 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Kediri Tahun 1996-2007
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
PRIMA :
POTENSIAL
1. Industri Pengolahan BERKEMBANG : 1. Pertanian 2. Listrik, Gas & Air Bersih 3. Perdagangan, Hotel & Restoran 4. Pengangkutan & Komunikasi 5. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6. Jasa-Jasa Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
TERBELAKANG : 1. Pertambangan & Penggalian 2. Konstruksi
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Kediri tidak ditemukan adalnya sektor ekonomi yang dalam kualifikasi sektor yang potensial. Yaitu sektor ekonomi yang pertumbuhannya lambat dan sektor tersebut memiliki kontribusi yang besar dibandingkan dengan sektor ekonomi yang ada di tingkat/level Provinsi Jawa Timur. Namun demikian,
sebagian
besar
sektor
ekonomi
di
Kota
Kediri
dikelompokkan dalam sektor ekonomi berkembang, sektor ekonomi tersebut diantaranya yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan
131
dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Kemudian yang termasuk dalam sektor ekonomi prima yaitu sektor industri pengolahan. Sedangkan dua sektor ekonomi yaitu masing-masing sektor pertambangan dan penggalian serta sektor konstruksi berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi. 2) Kota Blitar Tabel 4.44 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Blitar Tahun 1996-2007 Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
PRIMA : 1. Listrik, gas dan air bersih 2. Konstruksi 3. Penangkutan& komunikasi 4. Keuangan,persewaan & jasa perusahaan 5. Jasa-jasa BERKEMBANG : 1. Pertanian 2. Industri pengolahan 3. Perdagangan, hotel &restoran
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
POTENSIAL Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
TERBELAKANG : 1.
Pertambangan & Penggalian Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Blitar tidak ditemukan adalnya sektor ekonomi yang dalam kualifikasi sektor yang
132
potensial. Yaitu sektor ekonomi yang pertumbuhannya lambat dan sektor tersebut memiliki kontribusi yang besar dibandingkan dengan sektor ekonomi yang ada di tingkat/level Provinsi Jawa Timur. Namun demikian,
sebagian
besar
sektor
ekonomi
di
Kota
Blitar
dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima, sektor ekonomi tersebut diantaranya yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor kontruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Kemudian yang termasuk dalam sektor ekonomi berkembang yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi.
3) Kota Malang
133
Tabel 4.45 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Malang Tahun 1996-2007
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
PRIMA : 1. Industri pengolahan 2. Perdagangan,hotel& restoran 3. Jasa-jasa
POTENSIAL : 1. Pengangkutan & komunikasi 2. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan
BERKEMBANG : 1. Pertanian 2. Konstruksi
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
TERBELAKANG : 1. Pertambangan & Penggalian 2. Listrik, gas & air bersih
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Malang sebagian besar dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima, sektor ekonomi tersebut diantaranya yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Kemudian yang termasuk dalam sektor ekonomi potensial yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Yang termasuk dalam sektor ekonomi berkembang yaitu sektor pertanian dan sektor kontruksi. Sedangkan dua sektor ekonomi yaitu masing-masing sektor pertambangan dan penggalian serta sektor
134
listrik, gas dan air bersih berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi. 4) Kota Probolinggo Tabel 4.46 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Probolinggo Tahun 1996-2007
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
PRIMA : 1. Listrik,gas dan air bersih 2. Perdagangan,hotel& restoran 3. Jasa-jasa
POTENSIAL : 1. Pengangkutan & komunikasi 2. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan
BERKEMBANG : 1. Pertanian 2. Pertambangan & penggalian 3. Konstruksi
TERBELAKANG : 1. Indutri pengolahan
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Probolinggo sebagian besar dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima dan berkembang, sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor ekonomi prima tersebut diantaranya yaitu sektor listrik, gas dan air bersih,
135
sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Sedangkan yang termasuk dalam sektor ekonomi berkembang yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor konstruksi. Kemudian yang termasuk dalam sektor ekonomi potensial yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Yang termasuk dalam sektor ekonomi berkembang yaitu sektor pertanian dan sektor kontruksi. Sedangkan sektor industri pengolahan berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi.
5) Kota Pasuruan
136
Tabel 4.47 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Pasuruan Tahun 1996-2007 Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
PRIMA : 1. Perdagangan,hotel& restoran 2. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3. Jasa-jasa BERKEMBANG : 1. Pertanian 2. Pertambangan &penggalian
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
POTENSIAL : 1. Listrik,gas&air bersih 2. Konstruksi 3. Pengangkutan & komunikasi
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
TERBELAKANG : 1. Indutri pengolahan
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Pasuruan sebagian besar dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima dan potensial, sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor ekonomi prima tersebut diantaranya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sedangkan yang termasuk dalam sektor ekonomi potensial yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kemudian yang termasuk dalam
137
sektor ekonomi berkembang yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor industri pengolahan berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi. 6) Kota Mojokerto Tabel 4.48 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Mojokerto Tahun 1996-2007
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
PRIMA : 1. Konstruksi 2. Pengangkutan &komunikasi 3. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 4. Jasa-jasa
POTENSIAL : 1. Listrik,gas&air bersih 2. Perdagangan, hotel & restoran
BERKEMBANG : 1. Industri pengolahan
TERBELAKANG : 1. Pertanian 2. Pertambangan &penggalian
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Mojokerto sebagian besar dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima. Sektor
138
ekonomi yang termasuk dalam sektor ekonomi prima tersebut diantaranya yaitu sektor konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sedangkan yang termasuk dalam sektor ekonomi potensial yaitu sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kemudian yang termasuk dalam sektor ekonomi berkembang yaitu sektor industri pengolahan. Sedangkan dua sektor ekonomi yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi.
7) Kota Madiun
139
Tabel 4.49 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Madiun Tahun 1996-2007 Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
PRIMA : 1. Listrik,gas &air bersih 2. Pengangkutan &komunikasi 3. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 4. Jasa-jasa
POTENSIAL : 1. Konstruksi
BERKEMBANG : 1. Perdagangan, hotel &restoran
TERBELAKANG : 1. Pertanian 2. Pertambangan &penggalian 3. Industri pengolahan
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Madiun sebagian besar dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima. Sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor ekonomi prima tersebut diantaranya yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sedangkan yang termasuk dalam sektor ekonomi potensial yaitu sektor konstruksi. Kemudian yang termasuk
dalam
sektor
ekonomi
berkembang
yaitu
sektor
140
perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi. 8) Kota Surabaya Tabel 4.50 Hasil Analisis Tipologi Klassen Kota Surabaya Tahun 1996-2007 Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin)
PRIMA : 1. Industri pengolahan 2. Listrik,gas&air bersih 3. Perdagangan,hotel &restoran 4. Pengangkutan&komunikasi 5. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan BERKEMBANG : 1. Pertambangan & penggalian 2. Jasa-jasa
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Kontribusi Besar (Kij ≥ Kin) POTENSIAL : 1. Konstruksi
TERBELAKANG : 1. Pertanian
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Kontribusi Kecil (Kij < Kin)
Tumbuh Cepat (Rij ≥Rin)
Tumbuh Lambat (Rij < Rin)
Sumber : Hasil analisis Tipologi Klassen Selama periode pengamatan, pengelompokkan sektor ekonomi yang didasarkan pada pola pertumbuhan relatif dan besarnya kontribusi relatif masing-masing sektor ekonomi di Kota Surabaya sebagian besar dikelompokkan dalam sektor ekonomi prima. Sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor ekonomi prima tersebut
141
diantaranya yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewan dan jasa perusahaan. Sedangkan yang termasuk dalam sektor ekonomi potensial yaitu sektor konstruksi. Kemudian yang termasuk dalam sektor ekonomi berkembang yaitu sektor pertambangan dan penggalian dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian berdasarkan analisis Tipologi Klassen dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang terbelakang dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di level provinsi.
BAB V
142
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan permasalahan utama dalam penelitian ini bahwa pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan
struktur
tenaga
kerja
yang
berimbang
(Swasono
dan
Sulistyaningsih, 1993). Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning (1995) dalam Suhartini (2001) mengatakan bahwa titik balik untuk aktivitas ekonomi (economic turning-point) tercapai lebih dahulu dibanding dengan titik balik penggunaan tenaga kerja (labor turning-point). Akan tetapi tidak demikian yang terjadi pada daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur. Pergeseran struktur perekonomian telah disertai dengan pergeseran penyerapan tenaga kerjanya. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB yang telah mengarah ke sektor sekunder dan tersier, begitu juga dengan tenaga kerja yang kontribusi terbesarnya dari sektor sekunder dan tersier. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah : 1. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui bahwa struktur perekonomian daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur yaitu Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Surabaya (studi tahun 1996-2007) sudah mengarah ke sektor sekunder dan tersier.
141
143
2. Penyerapan tenaga kerja sektoral yang diukur dengan analisis pangsa tenaga kerja persektor untuk daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur yaitu Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Surabaya (studi tahun 1996-2007) sudah didominasi oleh sektor sekunder dan tersier. Hal ini bisa dimengerti karena kehidupan kota pada umumnya lebih bersifat pelayanan. 3. Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ), diketahui bahwa yang termasuk sektor basis di daerah perkotaan Provinsi Jawa Timur didominasi oleh sektor sekunder yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor konstruksi dan tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor yang termasuk dalam sektor basis tersebut adalah sektor yang dapat melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. 4. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, dapat diketahui bahwa gambaran pola dan struktur pertumbuhan sektoral daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur mayoritas termasuk dalam klasifikasi sektor yang prima yaitu apabila sektor ekonomi tersebut pertumbuhannya relatif lebih cepat dan sektor tersebut juga memiliki kontribusi yang relatif besar dibandingkan dengan sektor ekonomi daerah referensi dalam studi ini yaitu Provinsi Jawa Timur dan klasifikasi sektor yang berkembang yaitu apabila sektor ekonomi tersebut pertumbuhannya relatif lebih cepat dan sektor tersebut memiliki kontribusi yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor ekonomi daerah referensi dalam studi ini Provinsi Jawa Timur.
144
5. Berdasarkan Hipotesa dari Swasono dan Sulistyaningsih yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang tidak terjadi pada daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur. Hal ini dikarenakan kondisi di daerah perkotaan telah modern, lahan pertanian yang tersedia pada daerah perkotaan juga semakin sempit seiring dengan berubahnya fungsi lahan yang telah bermetamorfosa menjadi bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan para pekerja di sektor pertanian yaitu sektor primer semakin berkurang dan beralih menjadi buruh pabrik ataupun kuli bangunan yang berada pada sektor sekunder.
B. Saran 1. Upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari perubahan struktur perekonomian pada daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur yang telah mengarah ke sektor industri dan jasa yaitu dengan melakukan restrukturisasi industri yang mengarah kepada kesesuaian dengan kualitas dan kualifikasi tenaga kerja yang ada sekarang atau sebaliknya jenis pendidikan yang harus dikembangkan harus disesuaikan dengan kebutuhan pangsa tenaga kerja, khususnya pasar tenaga kerja pada sektor industri. 2. Langkah kebijakan yang perlu juga dilakukan untuk mendukung sektor potensial dalam penyerapan tenaga kerja adalah peningkatan dan pembenahan kualitas SDM melalui penyuluhan dan pelatihan untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas.
145
3. Sektor usaha yang menjadi sektor basis harus dipertahankan serta dikembangkan lebih lanjut antara lain dengan berusaha mempromosikan sektor usaha yang menjadi basis ekonomi ke luar daerah guna menarik investor baru yang bersedia mengembangkan sektor usaha tersebut, sehingga dapat merangsang sektor ekonomi non basis untuk berkembang menjadi sektor ekonomi basis. Pemerintah daerah dan swasta daerah juga perlu melakukan tindakan pro aktif, konduktif dan konstruktif untuk merangsang tumbuhnya minat penanaman modal di daerah. Hal yang dapat dilakukan antara lain mengkaji dan menyempurnakan lebih lanjut baik infrastruktur dan sarana prasarananya, hal ini dimaksudkan agar tidak menjadi beban bagi investor yang ingin mengembangkan investasinya sehingga dapat lebih meningkatkan minat investasi. 4. Untuk memacu pertumbuhan perekonomian daerah perkotaan di Provinsi Jawa Timur kedepan yang meliputi peningkatan output, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja serta dampaknya terhadap sektor-sektor lain, hendaknya Pemerintah Daerah lebih memprioritaskan pembangunan dan investasi kearah sektor-sektor yang termasuk dalam kriteria sektor prima yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor kuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
146
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : BPFE Bellante, Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan (terj.),Wimandjaja, Edisi Kedua, Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. BPS Provinsi Jawa Timur. 1998. Hasil Susenas 1998 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 1999. Hasil Susenas 1999 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2000. Hasil Susenas 2000 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2001. Hasil Susenas 2001 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2002. Hasil Susenas 2002 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2003. Hasil Susenas 2003 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2004. Hasil Susenas 2004 Propinsi Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 1997. Jawa Timur dalam Angka. Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2000. Jawa Timur dalam Angka. Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2002. Jawa Timur dalam Angka. Jawa Timur : BPS . BPS Provinsi Jawa Timur. 2008. Laporan Eksekutif Keadaan Angkatan Kerja Di Jawa Timur 2008. Jawa Timur : BPS. BPS Provinsi Jawa Timur. 2007. Produk Domestik Bruto Provinsi Jawa Timur 2003-2007. Jawa Timur : BPS. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Irawan dan M.Suparmoko. 1993. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE. Kiswanto, Harry. 2009. “Analisis Struktur Perekonomian Kota Depok Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah”. Skripsi. Surakarta : Fakultas Ekonomi UNS. Tidak dipublikasikan. Kuncoro, Haryo. 2008. “Statistika Deskkriptif Untuk Manager”. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kuncoro, Mudrajad. 2000. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
147
Kusreni, Sri. 2009. Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Spesialisasi Sektoral dan Wilayah Serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Untuk Daerah Perkotaan di Jawa Timur. Majalah Ekonomi tahun XIX, No.1 hal 20-31. Soepono, Prasetyo. 1993. ”Analisis Shift Share : Perkembangan dan Penerapan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol.VIII, No.1, hal 43-54. Swasono dan Sulistyaningsih. 1993. Pengembangan Sumber Daya Manusia : Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di Indonesia. Jakarta : Izufa Gempita. Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara. Todaro, Michael P.1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi ketujuh. Jakarta : Erlangga. Yunariah. 2007. “Analisis Struktur Ekonomi dan Struktur Perkotaan di Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota”. Skripsi. Surakarta : Fakultas Ekonomi UNS. Tidak dipublikasikan. Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). Yogyakartas : UPP STIM.
148
Lampiran 1 PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 40.561.270 3.714.240 70.181.916 2.357.737 13.217.348 53.982.075 9.410.439
1997 40.964.739 3.926.474 75.773.077 2.364.474 13.625.431 58.149.458 9.514.022
1998 38.925.865 1.897.154 59.894.712 2.439.127 9.098.686 47.233.129 9.157.881
1999 39.780.132 3.102.000 59.863.151 2.756.125 8.196.724 47.375.594 10.041.343
2000 40.056.30 4.303.191 60.899.858 3.067.864 8.130.345 49.473.161 10.727.733
11.645.654 17.517.875 221.203.046
12.131.761 18.001.485 232.276.304
9.645.973 17.062.115 194.861.872
9.035.305 17.209.559 197.226.315
9.344.831 17.501.044 203.665.309
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
2003 42.143.435 4.512.702 64.133.627 3.631.943 8.447.765 62.512.781 12.953.458
2004 43.331.493 4.595.922 67.520.435 4.171.616 8.604.401 68.295.968 13.830.440
2005 44.700.984 5.024.242 70.635.869 4.429.542 8.903.497 74.546.736 14.521.814
2006 46.486.278 5.455.160 72.786.972 4.610.042 9.030.295 81.715.963 15.504.940
2007 47.942.973 6.024.793 76.163.918 5.154.635 9.139.601 88.570.615 16.710.215
11.122.627 19.426.121
11.783.343 20.095.275
12.666.393 20.945.649
13.611.229 22.048.439
14.763.620 23.343.815
PDRB
228.884.459
242.228.892
256.374.727
271.249.317
287.814.184
Lampiran 2 PDRB Kota Kediri Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I.
Sektor/Subsektor Pertanian
II. III.
Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan
IV. V.
Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi
VI.
Perdagangan, Hotel & Restoran
VII VIII.
Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
IX.
Jasa-Jasa PDRB
1996 32.392
1997 32.998
1998 26.134
1999 25.984
2000 26.55
1.857 10.975.160
1.504 12.282.172
645 11.125.549
497 11.223.674
11.087.5
16.879 46.234
17.042 47.800
17.272 32.538
20.479 28.848
22.65 28.22
2.418.593
2.586.646
2.220.480
2.283.220
2.355.8
88.496
91.331
86.905
89.229
94.03
246.783
249.513
237.920
234.762
237.81
101.336
105.182
100.323
101.589
103.04
13.896.055
15.335.820
13.842.218
13.989.969
13.942.0
149
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2003 40.654 1.351 13.363.623 41.965 30.540 3.812.287 134.320
2004 41.581 1.325 14.029.170 51.713 30.831 4.181.678 135.305
2005 42.396 1.302 13.963.824 54.346 31.509 4.511.871 139.258
2006 45.584 1.474 14.143.815 56.947 33.121 5.000.344 156.663
47.10 1.531 14.468.2 59.92 35.42 5.479.1 176.37
572.466 197.777 18.194.983
612.498 204.802 19.288.903
635.536 213.877 19.593.919
677.214 228.092 20.343.252
717.12 243.14 21.228.0
1999 40.562 262 47.286 9.289 22.724 73.934 55.082 44.700 66.900 359.937
2000 41.208
Lampiran 3 PDRB Kota Blitar Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 46.145 873 50.926 7.667 32.663 88.749 47.715 60.187 69.547 399.538
1997 46.570 692.66929 55.038 7.443 33.444 93.294 49.440 75.039 71.963 423.371
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2003 51.180 494 66.911 17.530 26.889 125.294 79.362 66.826 102.132 536.619
2004 51.814 482 65.997 18.949 28.034 140.559 81.880 71.995 108.170 567.878
1998 40.805 344 49.719 7.820 23.697 71.662 48.397 57.032 67.058 356.065
2005 52.463 501 70.826 20.060 29.196 155.620 79.868 77.541 116.264 602.339
2006 53.720 419 71.602 21.108 30.574 168.554 85.705 82.713 124.131 638.526
Lampiran 4 PDRB Kota Malang Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II.
Sektor/Subsektor Pertanian
1996 98.885
1997 108.975
1998 156.338
1999 175317
Pertambangan & Penggalian
13.992
11.678
12.328
10.424
58282 9.610 22.111 75271 58.073 44.169 68.016 374.47
2007 54.443 385 73.115 22.377 31.171 181.417 96.009 88.370 131.214 678.502
150
III.
Industri Pengolahan
4.113.944
IV.
Listrik, Gas & Air Bersih
34.864
41.858
55.350
67.805
V.
Konstruksi
361.840
407.165
512.340
552.878
VI.
Perdagangan, Hotel & Restoran
2.634.516
3.170.788
5.456.993
6.003.397
VII
Pengangkutan & Komunikasi
597.222
652.222
997.363
1.102.910
VIII.
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
1.037.571
1.138.243
1.182.733
1.044.473
IX.
Jasa-Jasa
929.758
1.042.887
1.479.501
1.689.624
9.637.675
11.215.588
16.127.414
17.477.587
PDRB
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
4.881.702
6.496.904
6.969.688
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
2003 63.777 9.005 3.233.225 40.888 195.728 3.630.502 436.573 763.398 1.187.840
2004 63.167 8.877 3.387.544 45.191 198.801 3.942.942 441.581 802.384 1.240.566
2005 64.668 9.228 3.596.115 45.858 206.757 4.251.430 455.550 871.627 1.305.942
2006 64.666 9.430 3.663.076 45.569 220.463 4.638.564 476.135 947.933 1.386.324
PDRB
9.560.935
10.131.053
10.807.173
11.452.159
2.370
2.020
6.580
Lampiran 5 PDRB Kota Probolinggo Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 168.557 387 450.171 18.396 9.002 430.262 231.862 149.414 92.389 1.522.270
1997 188.010 337 528.348 22.400 10.352 508.404 248.549 163.391 104.602 1.735.907
1998 319.739 219 721.426 29.184 12.859 853.803 355.748 168.408 140.602 2.487.936
1999 378.004 186 754.621 38.433 12.821 961.686 381.348 150.377 160.815 2.697.429
2000 111.537 98 285513 19.689 4439 307.815 189.364 75.162 72.784 1.064.526
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2003 130.344 441 236.541 34.133 4.313 555.196 223.889 96.572 121.055 1.402.484
2004 141.532 435 222.799 37.473 4.234 618.791 229.141 105.306 124.329 1.484.040
2005 145.627 463 222.353 38.454 4.205 678.032 239.607 118.113 130.225 1.577.078
2006 155.216 485 227.860 37.405 4.416 743.355 246.815 129.631 135.145 1.680.326
2007 161.882 492 235.503 37.739 4.535 806.734 257.263 143.133 142.108 1.789.390
151
Lampiran 6 PDRB Kota Pasuruan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 33.741 754 142.324 14.081 94.474 228.914 68.200 58.998 64.044 676.376
1997 34.402 1.463 158.767 13.884 95.237 244.837 71.044 65.846 66.362 715.719
1998 35.622 391 136.599 14.306 56.680 216.036 69.765 53.148 62.393 632.495
1999 35.022 310 131.357 15.707 52.797 222.856 78.323 47.393 62.906 645.998
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2003 39.694 1.853 117.632 21.962 52.181 303.243 97.455 57.803 90.499 782.321
2004 41.315 1.804 118.694 24.282 52.770 332.599 99.856 61.208 94.755 827.282
2005 42.939 1.850 126.723 25.439 54.043 356.435 104.119 66.294 100.311 878.153
2006 45.033 1.910 129.647 26.185 56.873 382.562 109.867 72.078 108.319 932.472
225.
674.5
142.5
405.7 117.1
115.3 992.9
Lampiran 7 PDRB Kota Mojokerto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 10.337 0 145.684 18.890 57.825 292.741 105.409 62.826 90.241 708.651
1997 10.335 0 156286 18.965 58.914 313.564 106.981 63.320 92.291 733.722
1998 9.773 0 79.409 20.596 46.974 264.887 103.899 52.675 86.027 641.832
1999 9.582 0 80.109 22.558 42.187 268.369 110.743 45.725 85.840 656.572
2000 9.682 0 85.287 24.295 41.094 274.369 113.939 44.763 87.164 678.537
152
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2003 9.450 0 143.249 34.243 48.004 366.656 138.830 62.304 102.803 905.540
2004 9.669 0 146.776 35.233 50.716 399.351 145.331 68.114 106.344 961.533
2005 10.093 0 152.839 36.262 53.267 424.311 159.391 73.670 110.123 1.019.956
2006 9.520 0 152.962 35.937 56.156 438.053 180.764 82.452 117.784 1.073.629
2007 9.374 0 155.972 38.039 59.158 463.881 199.979 89.727 126.151 1.142.281
Lampiran 8 PDRB Kota Madiun Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 23.196 459 213.188 8.310 187.951 145.545 66.746 78.568 85.534 737.205
1997 23.129 389 236.612 8264 190.696 152.878 67.959 114.934 88.460 797.930
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
2003 20.854 374 172.130 17.304 99.678 181.618 96.373 83.573 130.023 801.927
2004 20.597 361 176.159 20.170 100.737 203.473 99.687 86.393 133.779 842.356
1998 18.390 268 187.671 8.989 109.916 121.730 66.714 85.829 81.744 652.578
2005 20.951 373 192.611 19.900 102.436 219.865 106.063 93.507 135.650 891.335
Lampiran 9 PDRB Kota Surabaya Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)
1999 18.479 210 188.331 9.799 98.676 124.481 79.887 73.365 81.795 662.739
2006 21.091 380 199.689 20.536 108.793 232.815 116.758 98.440 140.991 939.492
2000 18.606 288 197.936 10.407 95.025 127.452 84.154 72.633 82.731 680.326
2007 20.789 391 223.342 21.328 114.911 238.254 129.154 104.091 145.911 998.170
153
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
1996 271.399 6.262 18.914.759 708.306 6.863.533 13.431.663 3.352.958 4.059.703 2.025.074 48.090.737
2003 86.634 10.868 18.009.946 1.438.209 3.928.280 20.304.712 5.746.068 3.535.410 4.248.770 57.308.898
1997 117.905 4.693 20.808.148 726.085 7.139.015 14.560.565 3.407.105 4.179.000 2.095.683 51.174.876
2004 86.760 10.765 18.903.965 1.643.327 4.000.774 22.269.716 6.045.070 3.803.501 4.443.800 61.207.677
1998 103.128 2.481 14.740.913 779.220 4.565.009 11.951.479 3.323.677 2.861.306 1.949.542 39.724.322
2005 84.585 9.486 20.129.603 1.695.745 4.112.498 24.411.862 6.465.323 4.130.539 4.666.796 65.705.437
1999 91.595 2.045 14.343.356 887.225 4.143.998 12.437.153 3.812.581 2.451.995 2.020.360 39.997.498
14. 1.016. 4.026. 12.583 4.189. 2.499. 2.020. 40.981
2006 10.3353 9.106 20.663.153 1.769.279 4.014.317 27.168.150 6.967.435 4.440.741 4.934.083 70.069.619
2007 95.874 8.100 21.685.9 2.134.82 3.955.85 29.310.4 7.606.69 4.790.89 5.206.40 74.795.0
02-03 0,0191 0,0221 0,0446 -0,0058 0,0186 0,0792 0,0578 0,0713 0,0341 0,0478
03-04 0,0282 0,0184 0,0528 0,1486 0,0185 0,0925 0.0677 0,0594 0,0345 0,0583
04 0,031 0,093 0,046 0,061 0,034 0,091
02-03 0,0527 0,0489 0,0335
03-04 0,0228 -0,0192 0,0498
04 0,019 -0,017 -0,004
Lampiran 10 Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 0,0099 0,0571 0,0797 0,0029 0,0309 0,0772 0,011 0,0417 0,0276 0,0501
97-98 -0,0498 -0,5168 -0,2096 0,0316 -0,3322 -0,1877 -0,0374 -0,2049 -0,0522 -0,1611
98-99 0,0219 0,6351 -0,0005 0,13 -0,0991 0,003 0,0965 -0,0633 0,0086 0,0121
99-00 0,0069 0,3872 0,0173 0,1131 -0,0081 0,0443 0,0684 0,0343 0,0169 0,0327
00-01 0,0119 -0,0016 0,0156 0,0749 0,0089 0,0809 0,0099 0,058 0,0326 0,0333
00-01 0,0203 0,0276 -0,0073 0,1078 0,011 0,0832 0,1303 0,0501 0,0395 0,038
0,042 0,058
Pertumbuhan PDRB Kota Kediri Tahun 1996-2007 No I. II. III.
96-97 0,0187 -0,1901 0,1191
97-98 -0,208 -0,5711 -0,0942
98-99 -0,0057 -0,2295 0,0088
99-00 0,0221 0,674 -0,0121
00-01 -0,0012 0,101 -6E-05
01-02 0,4557 0,4061 0,1663
154
0,0097 0,0339 0,0695 0,032 0,0111 0,038 0,1036
IV. V. VI. VII VIII. IX.
0,0135 -0,3193 -0,1416 -0,0485 -0,0465 -0,0462 -0,0974
0,1857 -0,1134 0,0283 0,0267 -0,0133 0,0126 0,0107
0,1063 -0,0215 0,0318 0,0539 0,013 0,0144 -0,0034
0,0675 0,0099 0,0529 0,0331 0,101 0,0626 0,0125
0,4741 0,0273 0,4383 0,3484 1,0155 0,6822 0,2359
0,1772 0,0429 0,0686 0,0254 0,0848 0,0737 0,0429
0,2323 0,0095 0,0969 0,0073 0,0699 0,0355 0,0601
0,050 0,02 0,07 0,029 0,037 0,044 0,015
Lampiran 11 Pertumbuhan PDRB Kota Blitar Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 0,0092 -0,2063 0,0807 -0,0293 0,0239 0,0512 0,0362 0,2468 0,0347 0,0596
97-98 -0,1238 -0,5028 -0,0966 0,0506 -0,2915 -0,2319 -0,0211 -0,24 -0,0681 -0,159
98-99 -0,006 -0,2386 -0,0489 0,188 -0,0411 0,0317 0,1381 -0,2162 -0,0024 0,0109
99-00 0,0159 0,9552 0,2325 0,0345 -0,027 0,0181 0,0543 -0,0119 0,0167 0,0404
00-01 0,0133 -0,031 0,0229 0,079 0,0167 0,0861 0,0264 0,0505 0,0356 0,0492
01-02 0,1779 0,0905 0,0611 0,4188 0,0463 0,4506 0,2624 0,3812 0,3869 0,2899
02-03 0,0407 -0,0886 0,0578 0,1915 0,1432 0,0565 0,0547 0,0427 0,0455 0,0588
03-04 0,0124 -0,0243 -0,0137 0,081 0,0426 0,1218 0,0317 0,0774 0,0591 0,0583
04-05 0,0125 0,0394 0,0732 0,0586 0,0415 0,1072 -0,0246 0,077 0,0748 0,0607
Pertumbuhan PDRB Kota Malang Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 0,102 -0,1654 0,1866 0,2006 0,1253 0,2036 0,0921 0,097 0,1217 0,1637
97-98 0,4346 0,0557 0,3309 0,3223 0,2583 0,721 0,5292 0,0391 0,4187 0,438
98-99 0,1214 -0,1544 0,0728 0,225 0,0791 0,1001 0,1058 -0,1169 0,142 0,0837
99-00 -0,7406 -0,4084 -0,6598 -0,464 -0,6552 -0,6634 -0,4882 -0,4741 -0,5554 -0,6235
00-01 0,0193 0,085 0,0276 0,0268 0,0102 0,0814 -0,0742 0,0454 0,0547 0,0324
01-02 0,3773 0,3545 0,2707 0,0007 0,0086 0,5445 -0,1582 0,2943 0,4485 0,3404
02-03 -0,0012 -0,0064 0,0445 0,095 0,0079 0,0758 -0,0075 0,0273 0,035 0,05
03-04 -0,0096 -0,0142 0,0477 0,1052 0,0157 0,0861 0,0115 0,0511 0,0444 0,0596
04-05 0,0238 0,0395 0,0616 0,0148 0,04 0,0782 0,0316 0,0863 0,0527 0,0667
Lampiran 12 Pertumbuhan PDRB Kota Probolinggo Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI.
96-97 0,1154 -0,1299 0,1737 0,2176 0,15 0,1816
97-98 0,7007 -0,3499 0,3654 0,3029 0,2422 0,6794
98-99 0,1822 -0,1504 0,0460 0,3169 -0,003 0,1264
99-00 -0,704 -0,473 -0,621 -0,487 -0,653 -0,679
00-01 -0,0235 0,0325 -0,0304 0,0317 0,014 0,0377
01-02 0,1268 3,4257 -0,0601 0,4084 -0,0329 0,5769
02-03 0,0621 -0,0134 -0,0909 0,193 -0,0092 0,1023
03-04 0,0858 -0,0136 -0,0581 0,0979 -0,0183 0,1146
04-05 0,0289 0,0644 -0,002 0,0262 -0,0068 0,0957
155
VII VIII. IX.
0,072 0,0936 0,1322 0,1403
0,4313 0,0307 0,3442 0,4332
0,072 -0,1071 0,1438 0,0842
-0,503 -0,5 -0,547 -0,605
-0,0006 0,0623 0,0126 0,0078
0,1261 0,1513 0,579 0,2503
0,0506 0,0505 0,0402 0,0455
0,0235 0,0904 0,0271 0,0582
0,0457 0,1216 0,0474 0,0627
Pertumbuhan PDRB Kota Pasuruan Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 0,0196 0,94 0,1155 -0,014 0,0081 0,0696 0,0417 0,1161 0,0362 0,0582
97-98 0,0355 -0,7329 -0,1396 0,0304 -0,4049 -0,1176 -0,018 -0,1928 -0,0598 -0,1163
98-99 -0,0169 -0,2066 -0,0384 0,0979 -0,0685 0,0316 0,1227 -0,1083 0,0082 0,0214
99-00 0,0369 0,4004 0,1009 0,0673 -0,032 0,0131 0,0946 0,0301 0,0227 0,0442
00-01 0,0443 0,0803 0,029 0,0377 0,0155 0,0737 -0,0013 0,0777 0,0519 0,0449
01-02 0,0035 3,0938 -0,2427 0,0732 -0,0113 0,1718 0,1201 0,0659 0,2741 0,0569
02-03 0,0431 -0,0349 0,0438 0,1764 0,017 0,0676 0,0162 0,0307 0,0496 0,0503
03-04 0,0408 -0,0264 0,009 0,1056 0,0113 0,0968 0,0246 0,0589 0,047 0,0575
04-05 0,0393 0,0255 0,0676 0,0477 0,0241 0,0717 0,0427 0,0831 0,0587 0,0615
03-04 0,0232 0 0,0246 0,0289 0,0565 0,0892 0,0468 0,0933 0,0344 0,0618
04-05 0,0439 0 0,0413 0,0292 0,0503 0,0625 0,0967 0,0816 0,0355 0,0608
03-04 -0,0123 -0,0348 0,0234 0,1656 0,0106 0,1203 0,0344 0,0337 0,0289 0,0504
04-05 0,0172 0,0332 0,0934 -0,0134 0,0169 0,0806 0,064 0,0823 0,014 0,0582
Lampiran 13 Pertumbuhan PDRB Kota Mojokerto Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 -0,0002 0 0,0728 0,004 0,0188 0,0711 0,0149 0,0079 0,0227 0,0354
97-98 -0,0544 0 -0,4919 0,086 -0,2027 -0,1552 -0,0288 -0,1681 -0,0679 -0,1252
98-99 -0,0196 0 0,0088 0,0951 -0,1019 0,0131 0,0659 -0,132 -0,0022 0,023
99-00 0,0104 0 0,0646 0,0771 -0,0259 0,0224 0,0289 -0,021 0,0154 0,0335
00-01 0,0091 0 0,0509 0,0994 0,0258 0,0922 0,0243 0,0502 0,0232 0,0623
01-02 -0,0583 0 0,5159 0,0949 0,0853 0,1327 0,154 0,2841 0,111 0,1842
02-03 0,0272 0 0,0544 0,171 0,0493 0,0802 0,0308 0,0321 0,0375 0,0608
Pertumbuhan PDRB Kota Madiun Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 -0,0029 -0,1525 0,1099 -0,0056 0,0146 0,0504 0,0182 0,4629 0,0342 0,0824
97-98 -0,2049 -0,31 -0,2068 0,0877 -0,4236 -0,2038 -0,0183 -0,2532 -0,0759 -0,1822
98-99 0,0049 -0,2174 0,0035 0,0902 -0,1023 0,0226 0,1975 -0,1452 0,0006 0,0156
99-00 0,0069 0,3704 0,051 0,062 -0,037 0,0239 0,0534 -0,01 0,0114 0,0265
00-01 -0,0205 -0,0135 0,0012 0,0573 0,0129 0,0742 0,0375 0,0312 0,0519 0,0437
01-02 0,1341 0,3416 -0,1706 0,3275 0,0105 0,2157 0,0651 0,0918 0,4688 0,0792
02-03 0,009 -0,0184 0,0472 0,1847 0,0249 0,0912 0,0364 0,0221 0,0173 0,0465
156
Lampiran 14 Pertumbuhan PDRB Kota Surabaya Tahun 1996-2007 No I. II. III. IV. V. VI. VII VIII. IX.
96-97 -0,5656 -0,2507 0,1001 0,0251 0,0401 0,0841 0,0162 0,0294 0,0349 0,0641
97-98 -0,1253 -0,4712 -0,2916 0,0732 -0,3606 -0,1792 -0,0245 -0,3153 -0,0697 -0,2238
98-99 -0,1118 -0,1759 -0,027 0,1386 -0,0922 0,0406 0,1471 -0,1431 0,0363 0,0069
99-00 0,0293 0,2193 0,0091 0,1462 -0,0283 0,0117 0,0989 0,0195 0,0001 0,0246
00-01 -0,0009 -0,0126 0,0108 0,0893 0,0048 0,1101 -0,0264 0,0636 0,037 0,0415
01-02 -0,0336 3,485 0,1797 0,1281 -0,0422 0,3498 0,337 0,3208 0,9686 0,2752
02-03 -0,0484 -0,0158 0,0435 0,1508 0,0138 0,077 0,0536 0,0068 0,0301 0,0529
03-04 0,0015 -0,0095 0,0496 0,1426 0,0185 0,0968 0,052 0,0758 0,0459 0,068
04-05 -0,0251 -0,1188 0,0648 0,0319 0,0279 0,0962 0,0695 0,086 0,0502 0,0735
Kontribusi Sektoral Kota Kediri Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,0023 0,0001 0,7898 0,0012 0,0033 0,174 0,0064
1997 0,0022 0,0001 0,8009 0,0011 0,0031 0,1687 0,006
1998 0,0019 0,00005 0.8037 0.0012 0.0024 0.1604 0.0063
1999 0,0019 0,00004 0,8023 0,0015 0,0021 0,1632 0,0064
2000 0,0019 0,00006 0,7953 0,0016 0,002 0,169 0,0067
2001 0,0019 0,00006 0,7854 0,0017 0,002 0,1757 0,0069
2002 0,0022 0,00007 0,7412 0,002 0,0017 0,2045 0,0075
2003 0,0022 0,00007 0,7345 0,0023 0,0017 0,2095 0,0074
2004 0,0022 0,00007 0,7273 0,0027 0,0016 0,2168 0,007
0,0178 0,0073
0,0163 0,0069
0.0172 0.0072
0,0168 0,0073
0,0171 0,0074
0,0185 0,0078
0,0302 0,0106
0,0315 0,0109
0,0318 0,0106
Lampiran 15 Kontribusi Sektoral Kota Blitar Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian
0,1155
0,11
0,1146
0,1127
0,11
0,1063
0,097
0,0954
0,0912
Pertambangan & Penggalian
0,0022
0,0016
0,001
0,0007
0,0014
0,0013
0,0011
0,0009
0,0008
Industri Pengolahan
0,1275
0,13
0,1396
0,1314
0,1556
0,1517
0,1248
0,1247
0,1162
Listrik, Gas & Air Bersih
0,0192
0,0176
0,022
0,0258
0,0257
0,0264
0,029
0,0327
0,0334
Konstruksi
0,0818
0,079
0,0666
0,0631
0,059
0,0572
0,0464
0,0501
0,0494
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,2221
0,2204
0,2013
0,2054
0,201
0,2081
0,234
0,2335
0,2475
Pengangkutan & Komunikasi
0,1194
0,1168
0,1359
0,153
0,1551
0,1517
0,1485
0,1479
0,1442
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,1506
0,1772
0,1602
0,1242
0,1179
0,1181
0,1265
0,1245
0,1268
Jasa-Jasa
0,1741
0,17
0,1883
0,1859
0,1816
0,1793
0,1927
0,1903
0,1905
157
Kontribusi Sektoral Kota Malang Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertanian
0,0103
0,0097
0,0097
0,01
0,0069
0,0068
0,007
0,0067
0,0062
Pertambangan & Penggalian
0,0015
0,001
0,0008
0,0006
0,0009
0,001
0,001
0,0009
0,0009
Industri Pengolahan
0,4269
0,4353
0,4028
0,3988
0,3603
0,3586
0,34
0,3382
0,3344
Listrik, Gas & Air Bersih
0,0036
0,0037
0,0034
0,0039
0,0055
0,0055
0,0041
0,0043
0,0045
Konstruksi
0,0375
0,0363
0,0318
0,0316
0,029
0,0283
0,0213
0,0205
0,0196
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,2734
0,2827
0,3384
0,3435
0,3071
0,3217
0,3706
0,3797
0,3892
Pengangkutan & Komunikasi
0,062
0,0582
0,0618
0,0631
0,0858
0,0769
0,0483
0,0457
0,0436
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,1077
0,1015
0,0733
0,0598
0,0835
0,0845
0,0816
0,0798
0,0792
Jasa-Jasa
0,0965
0,093
0,0917
0,0967
0,1142
0,1166
0,126
0,1242
0,1225
Lampiran 16 Kontribusi Sektoral Kota Probolinggo Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,1107 0,0003 0,2957 0,0121 0,0059
1997 0,1083 0,0002 0,3044 0,0129 0,006
1998 0,1285 0,00009 0,29 0,0117 0,0052
1999 0,1401 0,00007 0,2798 0,0142 0,0048
2000 0,1048 0,00009 0,2682 0,0185 0,0042
2001 0,1015 0,00009 0,258 0,0189 0,0042
2002 0,0915 0,0003 0,194 0,0213 0,0032
2003 0,0929 0,0003 0,1687 0,0243 0,0031
2004 0,0954 0,0003 0,1501 0,0253 0,0029
0,2826 0,1523
0,2929 0,1432
0,3432 0,143
0,3565 0,1414
0,2892 0,1779
0,2977 0,1764
0,3755 0,1589
0,3959 0,1596
0,417 0,1544
0,0982 0,0607
0,0941 0,0603
0,0677 0,0565
0,0557 0,0596
0,0706 0,0684
0,0744 0,0687
0,0685 0,0868
0,0689 0,0863
0,071 0,0838
Kontribusi Sektoral Kota Pasuruan Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,0499 0,0011 0,2104 0,0208 0,1397 0,3384 0,1008
1997 0,0481 0,002 0,2218 0,0194 0,1331 0,3421 0,0993
1998 0,0563 0,0006 0,216 0,0226 0,0896 0,3416 0,1103
1999 0,0542 0,0005 0,2033 0,0243 0,0817 0,345 0,1212
2000 0,0538 0,0006 0,2144 0,0249 0,0758 0,3347 0,1271
2001 0,0538 0,0007 0,2111 0,0247 0,0736 0,3439 0,1215
2002 0,0511 0,0026 0,1513 0,0251 0,0689 0,3813 0,1288
2003 0,0507 0,0024 0,1504 0,0281 0,0667 0,3876 0,1246
2004 0,0499 0,0022 0,1435 0,0294 0,0638 0,402 0,1207
0,0872 0,0947
0,092 0,0927
0,084 0,0986
0,0734 0,0974
0,0724 0,0954
0,0747 0,096
0,0753 0,1157
0,0739 0,1157
0,074 0,1145
Lampiran 17 Kontribusi Sektoral Kota Mojokerto Tahun 1996-2007
158
Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,0146 0 0,2056 0,0267 0,0816 0,4131 0,1487
1997 0,0141 0 0,213 0,0258 0,0803 0,4274 0,1458
1998 0,0152 0 0,1237 0,0321 0,0732 0,4127 0,1619
1999 0,0146 0 0,122 0,0344 0,0643 0,4087 0,1687
2000 0,0143 0 0,1257 0,0358 0,0606 0,4044 0,1679
2001 0,0136 0 0,1243 0,0371 0,0585 0,4157 0,1619
2002 0,0108 0 0,1592 0,0343 0,0536 0,3976 0,1578
2003 0,0104 0 0,1582 0,0378 0,053 0,4049 0,1533
2004 0,
0,0887 0,1273
0,0863 0,1258
0,0821 0,134
0,0696 0,1307
0,066 0,1285
0,0652 0,1237
0,0707 0,1161
0,0688 0,1135
0, 0,
0, 0, 0, 0, 0,
Kontribusi Sektoral Kota Madiun Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,0315 0,0006 0,2892 0,0113 0,255 0,1974 0,0905
1997 0,029 0,0005 0,2965 0,0104 0,239 0,1916 0,0852
1998 0,0282 0,0004 0,2876 0,0138 0,1684 0,1865 0,1022
1999 0,0279 0,0003 0,2842 0,0148 0,1489 0,1878 0,1205
2000 0,0273 0,0004 0,2909 0,0153 0,1397 0,1873 0,1237
2001 0,0257 0,0004 0,2791 0,0155 0,1356 0,1928 0,123
2002 0,027 0,0005 0,2145 0,0191 0,1269 0,2172 0,1214
2003 0,026 0,0005 0,2146 0,0216 0,1243 0,2265 0,1202
2004 0,0245 0,0004 0,2091 0,0239 0,1196 0,2416 0,1183
0,1066 0,116
0,144 0,1109
0,1315 0,1253
0,1107 0,1234
0,1068 0,1216
0,1055 0,1226
0,1067 0,1668
0,1042 0,1621
0,1026 0,1588
Lampiran 18 Kontribusi Sektoral Kota Surabaya Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,0056 0,0001 0,3933 0,0147 0,1427
1997 0,0023 0,00009 0,4066 0,0142 0,1395
1998 0,0026 0,00006 0,3711 0,0196 0,1149
1999 0,0023 0,00005 0,3586 0,0222 0,1036
2000 0,0023 0,00006 0,3532 0,0248 0,0983
2001 0,0022 0,00006 0,3428 0,026 0,0948
2002 0,0017 0,0002 0,3171 0,023 0,0712
2003 0,0015 0,0002 0,3143 0,0251 0,0685
0,2793
0,2845
0,3009
0,3109
0,307
0,3273
0,3464
0,3543
0,0697
0,0666
0,0837
0,0953
0,1022
0,0956
0,1002
0,1003
0,0844 0,0421
0,0817 0,041
0,072 0,0491
0,0613 0,0505
0,061 0,0493
0,0623 0,0491
0,0645 0,0758
0,0617 0,0741
Kontribusi Sektoral Propinsi Jawa Timur Tahun 1996-2007 Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian
1996 0,1834 0,0168
1997 0,1764 0,0169
1998 0,1998 0,0097
1999 0,2017 0,0157
2000 0,1967 0,0211
2001 0,1926 0,0204
2002 0,1893 0,0202
2003 0,1841 0,0197
2004 0,1789 0,019
159
Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
0,3173 0,0107 0,0598
0,3262 0,0102 0,0587
0,3074 0,0125 0,0467
0,3035 0,014 0,0416
0,299 0,0151 0,0399
0,2939 0,0157 0,039
0,2811 0,0167 0,038
0,2802 0,0159 0,0369
0,2787 0,0172 0,0355
0,244 0,0425
0,2503 0,041
0,2424 0,047
0,2402 0,0509
0,2429 0,0527
0,2541 0,0515
0,2652 0,0561
0,2731 0,0566
0,2819 0,0571
0,0526 0,0792
0,0522 0,0775
0,0495 0,0876
0,0458 0,0873
0,0459 0,0859
0,047 0,0859
0,0475 0,086
0,0486 0,0849
0,0486 0,083
Lampiran 19 Tipologi Klassen Kota Kediri Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat
Tumbuh lambat
Rij ≥Rin
Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Rij < Rin
Kontribusi besa Kij ≥ Kin
0,0441 ≥ 0,0156 0,034 < 0,083 0,0275 ≥ 0,0105 0,1288 ≥ 0,0749
0,756 ≥ 0,291 -0,071 < -0,0264
0,0843 ≥ 0,0495 0,0689 ≥ 0,0545 0,1271 ≥ 0,0255 0,0954 ≥ 0,0269
Tipologi Klassen Kota Blitar Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat Rij ≥Rin
Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Tumbuh lambat Rij < Rin
Kontribusi Kij
0,0172 ≥ 0,0156 -0,0228 < 0,083 0,0365 ≥ 0,0105 0,1077 ≥ 0,0749 0,0019 ≥ -0,0264 0,0773 ≥ 0,0495 0,0683 ≥ 0,0545 0,0493 ≥ 0,0255 0,0643 ≥ 0,0269
0,028 ≥ 0,015 0,058 ≥ 0,041
0,14 ≥ 0,052 0,135 ≥ 0,049 0,186 ≥ 0,083
Lampiran 20 Tipologi Klassen Kota Malang Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat Sektor Ekonomi Pertanian
Rij ≥Rin
Listrik, Gas & Air Bersih
Rij < Rin
Kontribusi Kij
0,0269 ≥ 0,0156
Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan
Tumbuh lambat
-0,0126 < 0,083 0,0399 ≥ 0,0105
0,363 ≥ 0,291 0,0493 < 0,0749
160
Konstruksi
-0,0006 ≥ -0,0264
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,1264 ≥ 0,0495
0,351 ≥ 0,266
Pengangkutan & Komunikasi
0,0147 < 0,0545
0,056 ≥ 0,052
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,0206 < 0,0255
0,083 ≥ 0,049
0,0813 ≥ 0,0269
Jasa-Jasa
0,112 ≥ 0,083
Tipologi Klassen Kota Probolinggo Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Tumbuh lambat
Rij ≥Rin
Rij < Rin
Kontribus Kij
0,062 ≥ 0,0156 0,2231 ≥ 0,083 -0,02 < 0,0105 0,099 ≥ 0,0749 -0,0219 ≥ -0,0264 0,1287 ≥ 0,0495
0,019
0,0354 < 0,0545 0,0177 < 0,0255 0,0789 ≥ 0,0269
0,364 0,154 0,075 0,083
Lampiran 21 Tipologi Klassen Kota Pasuruan Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat Sektor Ekonomi
Tumbuh lambat
Rij ≥Rin
Pertanian
0,0267 ≥ 0,0156
Pertambangan & Penggalian
0,3261 ≥ 0,083
Rij < Rin
Industri Pengolahan
0,0062 < 0,0105
Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi
0,0622 < 0,0749 -0,0335 < -0,0264
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,0556 ≥ 0,0495
Pengangkutan & Komunikasi
Kontribusi be
Kij ≥ Kin
0,025 ≥ 0,015 0,081 ≥ 0,04 0,37 ≥ 0,266
0,0514 < 0,0545
0,117 ≥ 0,052
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,0328 ≥ 0,0255
0,078 ≥ 0,049
Jasa-Jasa
0,0576 ≥ 0,0269
0,106 ≥ 0,083
Tipologi Klassen Kota Mojokerto Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Rij ≥Rin
Tumbuh lambat Rij < Rin
Kontribusi Kij
-0,0083 < 0,0156 0 < 0,083 0,0329 ≥ 0,0105 0,0668 < 0,0749 0,0057 ≥ -0,0264 0,0454 < 0,0495 0,0613 ≥ 0,0545 0,0396 ≥ 0,0255
0,034 ≥ 0,01 0,061 ≥ 0,04 0,411 ≥ 0,26 0,16 ≥ 0,052 0,075 ≥ 0,04
161
0,0319 ≥ 0,0269
Jasa-Jasa
0,12 ≥ 0,083
Lampiran 22 Tipologi Klassen Kota Madiun Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat
Tumbuh lambat
Rij ≥Rin
Sektor Ekonomi
Kij ≥ Kin
Rij < Rin
Pertanian
-0,0069 < 0,0156
Pertambangan & Penggalian
0,0042 < 0,083
Industri Pengolahan
0,0098 < 0,0105 0,0933 ≥ 0,0749
Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi
Kontribusi besa
0,018 ≥ 0,015 0,15 ≥ 0,041
-0,0322 < -0,0264
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,0507 ≥ 0,0495
Pengangkutan & Komunikasi
0,0632 ≥ 0,0545
0,115 ≥ 0,052
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,0387 ≥ 0,0255
0,111 ≥ 0,049
Jasa-Jasa
0,0569 ≥ 0,0269
0,138 ≥ 0,083
Tipologi Klassen Kota Surabaya Tahun 1996-2007 Tumbuh cepat Rij ≥Rin
Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Tumbuh lambat Rij < Rin
Kontribusi b Kij
-0,0664 < 0,0156 0,2272 ≥ 0,083 0,0196 ≥ 0,0105 0,1069 ≥ 0,0749 -0,0415 < 0,0264 0,0799 ≥ 0,0495 0,0812 ≥ 0,0545 0,027 ≥ 0,0255 0,1132 ≥ 0,0269
0,338 ≥ 0291 0,023 ≥ 0,015 0,089 ≥ 0,041 0,335 ≥ 0,266 0,093 ≥ 0,052 0,067 ≥ 0,049
Lampiran 23 Penduduk Kota Kediri Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
1998 7.501 0 27.703 1.573 7.605 31.434 8.580 1.820 27.937 114.283
1999 4.800 360 22.884 1.236 4.512 35.856 10.416 1.392 29.460 110.916
2000 5.142 303 23.293 704 6.964 31.983 6.055 2.222 22.190 98.856
2001 5.185 272 32.612 682 9.006 41.891 11.735 2.865 32.203 136.451
2002 7.317 129 30.903 1.010 7.447 38.583 10.219 3.406 30.385 129.528
162
Penduduk Kota Blitar Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No
Sektor/Subsektor
1998
1999
2000
2001
2002
3.572
4.991
6.477
5.327
6.963
330
228
157
200
62
5.560
6.628
5.529
5.661
6.812
1
Pertanian
2
Pertambangan & Galian
3
Industri
4
Listrik, Gas & Air
330
228
106
267
181
5
Konstruksi
1.770
3.021
2.738
4.725
3.237
6
Perdagangan
17.050
17.924
18.375
26.361
22.348
7
Komunikasi
4.780
5.891
4.987
5.661
4.652
8
Keuangan
9
Jasa Jumlah
350
798
999
2.526
1.039
16.336
13.549
12.798
16.041
17.075
50.144
53.372
52.166
66.835
62.613
Lampiran 24 Penduduk Kota Malang Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
1998 6616 0 61077 1945 22127 93802 21833 7829 104595 320359
1999 14774 422 65420 688 23406 114222 24502 5160 96022 344960
2000 5724 1224 56688 305 13853 97913 18491 17121 88507 299826
2001 34737 849 87914 404 20866 33588 29601 14719 98347 321429
2002 12306 410 66286 2392 21878 117154 29160 4785 86284 341851
2003 7619 1995 75465 2648 27138 118857 33777 10267 85079 362845
2004 15783 687 82774 2025 27553 131270 49068 12190 77462 399843
Penduduk Kota Probolinggo Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No 1 2 3 4
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Galian Industri Listrik, Gas & Air
1998 9.695 0 10.164 623
1999 11.281 152 10.688 456
2000 10.783 40 10.230 300
2001 16.928 140 17.523 205
2002 14.926 0 12.400 596
163
5 6 7 8 9
Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah
3.885 25.312 11.795 1.470 18.242 81.249
3.858 23.231 8.763 1.329 19.032 79.016
3.211 19.737 12.710 1.980 16.073 75.064
205 33.240 13.207 1.784 24.803 108.153
3.653 20.402 11.853 621 18.215 82.831
Lampiran 25 Penduduk Kota Pasuruan Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No
Sektor/Subsektor
1998
1999
2000
2001
2002
7.238
5.240
4.235
7.829
6.584
152
62
165
0
0
21.210
19.412
18.935
25.964
22.725
0
673
449
203
231
1
Pertanian
2
Pertambangan & Galian
3
Industri
4
Listrik, Gas & Air
5
Konstruksi
2.106
1.399
1.962
1.675
1.098
6
Perdagangan
17.928
20.191
19.508
29.694
18.279
7
Komunikasi
5.353
5.224
5.538
6.658
6.707
8
Keuangan
583
859
1.275
1.427
1.720
9
Jasa
12.752
13.390
10.347
15.294
14.940
Jumlah
67.373
66.636
62.414
88.744
72.284
Penduduk Kota Mojokerto Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No 1
Sektor/Subsektor Pertanian
1998 1.376
1999 1.380
2000 1.732
2001 1.423
2002 2.143
2
Pertambangan & Galian
110
92
0
235
258
3
Industri
10.955
11.224
13.362
14.409
14.558
4
Listrik, Gas & Air
165
276
89
235
152
5
Konstruksi
2.201
1.610
1.419
2.907
1.490
6
Perdagangan
15.336
14.536
14.066
19.632
17.276
7
Komunikasi
3.783
3.634
3.902
5.398
3.744
8
Keuangan
440
736
975
2.786
974
9
Jasa
12.474
12.098
10.166
13.287
12.019
Jumlah
46.840
45.632
45.711
60.312
52.666
Lampiran 26 Penduduk Kota Madiun Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No 1
Sektor/Subsektor Pertanian
2
Pertambangan & Galian
3
Industri
4
Listrik, Gas & Air
5
Konstruksi
1998 2782
1999 2.432
2000 1.671
2001 3.451
2002 2.962
97
152
151
289
335
5.315
4.332
5.840
10.643
7.361
388
380
380
477
503
2.483
2.128
1.973
2.300
4.017
164
6
Perdagangan
23.648
27.284
19.043
28.948
27.775
7
Komunikasi
7.566
6.764
6.295
7.857
7.026
22.47
8
Keuangan
1.940
1.292
1.823
3.451
2.546
9
Jasa
24.850
26.752
24.438
28.650
22.078
22.64
Jumlah
69.166
71.972
61.614
202.752
76.605
72.02
Penduduk Kota Surabaya Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No
Sektor/Subsektor
1998
1999
2000
2001
2002
14.918
14.194
23.272
21.945
12.431
1
Pertanian
2
Pertambangan & Galian
3
Industri
4
Listrik, Gas & Air
7.283
1.878
9.654
3.376
4.923
5
Konstruksi
64.155
47.482
65.862
72.168
55.262
6
Perdagangan
403.940
413.293
377.094
446.657
414.410
7
Komunikasi
109.766
131.100
126.643
182.742
129.849
8
Keuangan
22.197
41.942
40.887
69.354
38.524
9
Jasa Jumlah
3.206
2.637
2.840
0
3.692
247.344
246.096
254.402
291.346
287.022
309.716
333.016
170.340
1.184.337
1.232.264
1.070.994
318.920
281.483
3.487.595
1.232.675
Lampiran 27 Penduduk Provinsi Jawa Timur Usia 10 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama No 1 2
Sektor/Subsektor Pertanian Pertambangan & Galian
1998 7.699.823 83.644
1999 7.708.240 97.656
2000 7.246.286 77.042
2001 10.199.564 117.560
3 4
Industri Listrik, Gas & Air
1.957.162 44.006
2.087.851 30.796
2.165.713 32.083
2.671.61 27.520
5 6
Konstruksi Perdagangan
673.298 2.941.227
603.734 3.138.429
655.072 3.252.765
836.203 3.867.705
7 8
Komunikasi Keuangan
723.993 106.813
756.210 109.358
850.706 171.087
1.045.783 232.866
9
Jasa
2.073.610
2.120.510
1.643.230
2.161.427
Jumlah
16.350.540
16.691.884
16.094.614
21.185.648
LQ Kota Kediri Tahun 1996-2007 LQ Kota Kediri Sektor Ekonomi
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Pertanian
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
Pertambangan & Penggalian
0,01
0,01
0,005
0,002
0,003
0,003
0,04
Industri Pengolahan
2,49
2,46
2,62
2,64
2,66
2,67
2,64
Listrik, Gas & Air Bersih
0,11
0,11
0,10
0,11
0,11
0,11
0,12
Konstruksi
0,06
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,04
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,71
0,67
0,66
0,68
0,70
0,69
0,77
165
Pengangkutan & Komunikasi
0,15
0,15
0,13
0,13
0,13
0,13
0,13
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,34
0,31
0,35
0,37
0,37
0,40
0,64
0,09
0,09
0,08
0,08
0,09
0,09
0,12
Jasa-Jasa
Lampiran 28 LQ Kota Blitar Tahun 1996-2007 LQ Kota Blitar Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian
1996 0,63 0,13
1997 0,62 0,10
1998 0,57 0,10
1999 0,56 0,05
2000 0,56 0,06
2001 0,55 0,06
2002 0,51 0,05
2003 0,52 0,05
Industri Pengolahan
0,40
0,40
0,45
0,43
0,52
0,52
0,44
0,45
Listrik, Gas & Air Bersih
1,80
1,73
1,75
1,85
1,70
1,68
1,74
2,06
Konstruksi
1,37
1,36
1,43
1,52
1,48
1,47
1,22
1,36
Perdagangan, Hotel & Restoran
0,91
0,88
0,83
0,86
0,83
0,82
0,88
0,86
Pengangkutan & Komunikasi
2,81
2,85
2,89
3,01
2,94
2,95
2,65
2,61
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
2,86
3,39
3,24
2,71
2,57
2,51
2,66
2,56
Jasa-Jasa
2,20
2,19
2,15
2,13
2,11
2,09
2,24
2,24
LQ Kota Malang Tahun 1996-2007 LQ Kota Malang Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,06 0,09 1,35 0,34 0,63 1,12 1,46 2,05 1,22
1997 0,06 0,06 1,33 0,37 0,62 1,13 1,42 1,94 1,20
1998 0,05 0,08 1,31 0,27 0,68 1,40 1,32 1,48 1,05
1999 0,05 0,04 1,31 0,28 0,76 1,43 1,24 1,30 1,11
2000 0,04 0,04 1,21 0,37 0,73 1,26 1,63 1,82 1,33
2001 0,04 0,05 1,22 0,35 0,73 1,27 1,49 1,80 1,36
2002 0,04 0,05 1,21 0,25 0,56 1,40 0,86 1,72 1,47
2003 0,04 0,05 1,21 0,27 0,55 1,39 0,81 1,64 1,46
2000 0,53 0,004 0,90 1,23 0,15 1,19 3,38 1,34 0,80
2001 0,53 0,005 0,88 1,21 0,11 1,17 3,43 1,45 0,80
2002 0,48 0,02 0,69 1,28 0,09 1,42 2,83 1,22 1,01
2003 0,50 0,02 0,60 1,53 0,08 1,45 2,82 1,22 1,02
Lampiran 29 LQ Kota Probolinggo Tahun 1996-2007 LQ Kota Probolinggo Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,60 0,02 0,93 1,13 0,10 1,16 3,58 2,31 0,77
1997 0,61 0,01 0,93 1,27 0,10 1,17 3,50 2,30 0,78
1998 0,64 0,01 0,94 0,94 0,11 1,42 3,04 1,44 0,65
1999 0,70 0,004 0,92 1,02 0,11 1,48 2,78 1,10 0,68
166
LQ Kota Pasuruan Tahun 1996-2007 LQ Kota Pasuruan Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,27 0,07 0,66 1,95 2,34 1,39 2,37 1,66 1,20
1997 0,27 0,12 0,68 1,91 2,27 1,37 2,42 1,76 1,20
1998 0,28 0,06 0,70 1,81 1,92 1,41 2,35 1,70 1.13
1999 0,27 0,03 0,67 1,74 1,97 1,44 2,38 1,60 1,12
2000 0,27 0,03 0,72 1,65 1,90 1,38 2,41 1,58 1,11
2001 0,28 0,03 0,72 1,58 1,89 1,35 2,36 1,59 1,12
2002 0,27 0,13 0,54 1,50 1,81 1,44 2,30 1,58 1,35
2003 0,28 0,12 0,54 1,77 1,81 1,42 2,20 1,52 1,36
1999 0,07 0 0,40 2,46 1,55 1,70 3,31 1,52 1,50
2000 0,07 0 0,42 2,38 1,52 1,66 3,19 1,44 1,50
2001 0,070 0 0,42 2,36 1,50 1,64 3,14 1,39 1,44
2002 0,05 0 0,57 2,05 1,41 1,50 2,82 1,49 1,35
2003 0,06
1999 0,14 0,02 0,94 1,06 3,58 0,78 2,37 2,42 1,41
2000 0,14 0,02 0,97 1,01 3,50 0,77 2,35 2,33 1,42
2001 0,13 0,02 0,95 0,99 3,48 0,76 2,39 2,25 1,43
2002 0,14 0,02 0,76 1,14 3,34 0,82 2,17 2,25 1,94
2003 0,14 0,02 0,77 1,36 3, 0,83 2,12 2,14 1,91
Lampiran 30 LQ Kota Mojokerto Tahun 1996-2007 LQ Kota Mojokerto Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,08 0 0,65 2,50 1,37 1,69 3,50 1,68 1,61
1997 0,08 0 0,65 2,54 1,37 1,71 3,56 1,65 1,62
1998 0,08 0 0,40 2,56 1,57 1,70 3,44 1,66 1,53
0,56 2, 1,44 1,48 2,71 1,42 1,34
LQ Kota Madiun Tahun 1996-2007 LQ Kota Madiun Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,17 0,04 0,91 1,06 4,27 0,81 2,13 2,02 1,47
1997 0,16 0,03 0,91 1,02 4,07 0,77 2,08 2,76 1,43
1998 0,14 0,04 0,94 1,10 3,61 0,77 2,18 2,66 1,43
Lampiran 31 LQ Kota Surabaya Tahun 1996-2007 LQ Kota Surabaya
167
Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
1996 0,03 0,01 1,24 1,38 2,39 1,14 1,64 1,60 0,53
1997 0,01 0,01 1,25 1,39 2,38 1,14 1,63 1,56 0,53
1998 0,01 0,01 1,21 1,57 2,46 1,24 1,78 1,46 0,56
1999 0,01 0,003 1,18 1,59 2,49 1,29 1,87 1,34 0,58
2000 0,01 0,003 1,18 1,65 2,46 1,26 1,94 1,33 0,57
2001 0,01 0,003 1,17 1,66 2,43 1,29 1,86 1,33 0,57
2002 0,09 0,01 1,13 1,37 1,88 1,31 1,79 1,36 0,88