Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015
Jenis Pajak
: Gugatan
Tahun Pajak
: 2011
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Keputusan Tergugat Nomor KEP-1326/WPJ.07/2014 tanggal 16 Juni 2014 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Desember 2011 Nomor 00354/107/11/055/13 tanggal 19 September 2013;
Menurut Tergugat
: bahwa sehubungan dengan tidak/belum dilaporkannya 7 (tujuh) PEB tersebut di atas, Penggugat dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
Menurut Penggugat
: bahwa pada dasarnya tidak ada penjualan yang tidak Penggugat laporkan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan nomor urut Faktur Pajak tetaplah terbit urut secara lengkap tanpa adanya kehilangan satu nomor pun (mulai dari masa pajak Januari - Desember) tanpa mempertimbangkan tanggal dan tidak ada kerugian yang timbul bagi Negara ataupun kekurangan pajak sehubungan dengan hal ini;
Menurut Majelis
: bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas gugatan dan penjelasan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa materi sengketa gugatan adalah pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut dengan UU KUP), yang disebabkan karena: 1. terdapat Faktur Pajak yang penomorannya tidak urut sesuai dengan tanggal penerbitannya; 2. terdapat sejumlah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang belum dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; bahwa adapun hasil pembahasan tiap pokok sengketa adalah sebagai berikut: ad.1. Faktur Pajak yang penomorannya tidak urut sesuai dengan tanggal penerbitan; bahwa menurut Tergugat, Faktur Pajak yang penomorannya tidak urut sesuai dengan tanggal penerbitannya, adalah termasuk dalam Faktur Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Penjelasannya; bahwa menurut Tergugat, Direktur Jenderal Pajak merupakan instansi yang berwenang dan mengatur tata cara terkait pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan; bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010 Jo PER-65/PJ./2010 diatur bahwa penerbitan Faktur Pajak harus benar serta urut nomor dan tanggal; Direktur Jenderal Pajak pada butir 5 huruf c SE-151/PJ.2010 menegaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena pengisian Nomor Urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan, dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP; bahwa menurut Tergugat, Faktur Pajak yang diterbitkan Penggugat, dengan tanggal yang dimajukan (tidak urut nomor dan tanggal), menyebabkan terjadinya penghindaran keterlambatan penerbitan Faktur Pajak yang juga seharusnya dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; bahwa menurut Penggugat, seluruh data yang harus dicantumkan dalam Faktur
Pajak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN telah terdapat pada seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat, sehingga dalam hal ini acuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP sehubungan dengan Faktur Pajak tidak lengkap jelas mengacu kepada Pasal 13 ayat (5) UU PPN, dimana Faktur Pajak yang diterbitkan harus mencantumkan semua informasi yang dipersyaratkan; bahwa menurut Pasal 13 ayat (5) UU PPN: “dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat : a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP disebutkan bahwa “Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e atau f masing masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak”; bahwa menurut Pasal 14 ayat (1) huruf d, e dan f UU KUP: “Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu; e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya selain: 1. Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13(5) huruf b Undangundang Pajak Pertambahan Nilai dan perubahannya, atau 2. Identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oeh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran; f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak”; bahwa pada penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf d UU KUP disebutkan sebagai berikut: “Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain .. dst”; bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan a quo Majelis berpendapat, bahwa STP berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dapat dikenakan jika Penggugat tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu, atau dengan kata lain Penggugat melakukan pelaporan penyerahan di luar masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan, seperti contoh Faktur Pajak keluaran Maret dilaporkan di masa April maka hal tersebut merupakan subyek pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud oleh pihak Tergugat; bahwa disamping itu STP juga dapat diterbitkan apabila Penggugat tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, ataupun Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak; bahwa dengan demikian menurut Majelis, Faktur Pajak yang diterbitkan berdasarkan urut atau tidak urut nomor dan tanggal bukanlah merupakan suatu ketentuan yang diatur oleh ketentuan a quo; bahwa selanjutnya, berdasarkan pemeriksaan dan penelitian Majelis atas fakturfaktur a quo diketahui bahwa pembuatan Faktur Pajak yang telah
diterbitkan oleh Penggugat telah memenuhi semua ketentuan
dalam batang tubuh Pasal 13 ayat (5) UU PPN, karena telah mencantumkan seluruh keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Pasal a quo; bahwa Penggugat juga telah membuat Faktur Pajak dan mencantumkan kode, nomor seri dan menerbitkannya secara urut, dimana tidak ada nomor yang terloncati yang menyebabkan adanya kecurangan yang mungkin terjadi; bahwa faktur-faktur a quo juga telah dilaporkan dalam SPT PPN masa pajak sesuai dengan tanggal Faktur Pajak, dengan demikian Faktur Pajak tersebut telah dibuat secara tepat waktu; bahwa menurut Majelis, secara substansi, hal yang penting dalam penerbitan Faktur Pajak adalah kemudahan dalam pengidentifikasian sehubungan konfirmasi pajak keluaran dan pajak masukan serta tidak ada nomor Faktur Pajak yang disalahgunakan (nomor seri Faktur Pajak loncat dan kosong untuk beberapa nomor urut tertentu tanpa adanya penjelasan); bahwa berdasarkan bukti-bukti dan ketentuan serta penjelasan para pihak sebagaimana tersebut di atas, Majelis meyakini bahwa faktur-Faktur Pajak yang dibuat oleh Penggugat telah memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai, dilaporkan secara tepat waktu, dan tidak ada nomor yang terloncati sehingga tidak dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa koreksi Tergugat atas Faktur Pajak yang penomorannya tidak urut sesuai dengan tanggal penerbitan, tidak dapat dipertahankan; ad.2. Koreksi Tergugat atas adanya sejumlah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang belum dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; bahwa menurut Tergugat, berdasarkan penelitian terhadap SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Desember 2011 atas 7 (tujuh) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang belum/tidak dilaporkan oleh Penggugat tersebut, dan diperoleh hasil bahwa 7 (tujuh) PEB tersebut memang belum dilaporkan dalam SPT Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak terkait; bahwa menurut Pasal 1 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER10/PJ/2010 tanggal 1 April 2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, menyatakan bahwa, “Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut”; bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2010 tanggal 01 April 2010 tersebut di atas, PEB dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak; bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf f, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: “Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak”; bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (4), terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masingmasing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak; bahwa sehubungan dengan tidak/belum dilaporkannya 7 (tujuh) PEB tersebut di atas, Penggugat dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; bahwa menurut Penggugat, dalam Berita Acara Pemeriksaan terdapat koreksi tambahan yang Penggugat belum tahu rincian koreksinya, baru pada Surat Uraian Banding Tergugat memberikan rincian koreksi tambahan tersebut berasal dari hasil pertukaran data dengan pihak Bea Cukai dimana terdapat data yang belum dilaporkan oleh Penggugat sebanyak 7 (tujuh) PEB; bahwa berdasarkan hal tersebut Penggugat berpendapat bahwa koreksi tambahan ini adalah cacat demi hukum, karena sebelumnya tidak pernah dilakukan pembahasan. Hal ini dapat dilihat bahwa nilai Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai yang dicantumkan berbeda dengan nilai Surat Tagihan Pajak
Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan; bahwa menurut Penggugat, koreksi a quo terdiri dari dua jenis transaksi, yaitu pengembalian barang impor yang bersifat cacat produksi dan pengiriman barang sample sehubungan proses produksi; bahwa menurut Penggugat, untuk transaksi pengembalian barang impor merupakan pengiriman kembali barang yang sudah dibeli yang dibuktikan dengan dokumen impor pada saat pembelian barang tersebut dan proses persetujuan re ekspor yang disetujui oleh Bea Cukai sehubungan dengan lokasi Penggugat yang ada di Kawasan Berikat, dimana dalam hal ini merupakan penyerahan barang kena pajak sehingga tidak ada kewajiban Penggugat untuk menerbitkan Faktur Pajak; bahwa menurut Penggugat, untuk pengiriman barang sample merupakan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sehubungan dengan kegiatan pemasaran penggugat (dibuktikan sebagai barang sample yang tidak disebutkan nilainya untuk keperluan pabean), dan hal ini seharusnya dinilai wajar karena memang lokasi penggugat berada di kawasan berikat, dengan demikian menurut Pasal 5 ayat (3) PP No.1/2012 : “Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif bukanlah obyek pengenaan PPN”, sehingga lebih lanjut pada Pasal 19 ayat (2) Faktur Pajak tidak diterbitkan; bahwa berdasarkan hal-hal tersebut menurut Penggugat, pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) oleh Tergugat sehubungan dengan tidak dilaporkannya PEB di atas adalah tidak berdasar, karena kedua jenis transaksi tersebut bukanlah merupakan obyek PPN; bahwa berdasarkan pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti dan keterangan para pihak dalam persidangan diketahui bahwa terdapat PEB yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 dan 11 UU PPN: “Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak, dan Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean”; bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 dan 11 jo. Pasal 14 ayat (1) huruf f UU PPN, kegiatan re-ekspor dan pemberian sample termasuk dalam pengertian penyerahan BKP dan Wajib dibuatkan Faktur Pajak (PEB) serta dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; bahwa terkait dengan acuan Penggugat yang mendasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan jasa Dan Pajak Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, menurut Majelis Peraturan Pemerintah a quo baru mulai berlaku pada tanggal 3 Januari 2012, sedangkan STP yang digugat oleh Penggugat adalah untuk PPN Masa tahun 2011, dengan demikian Peraturan Pemerintah a quo belum dapat diberlakukan; bahwa terkait dengan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa dalam Berita Acara Pemeriksaan terdapat koreksi tambahan yang Penggugat belum tahu rincian koreksinya dan rincian tersebut baru diberikan pada Surat Tanggapan sehingga koreksi tersebut cacat demi hukum; bahwa menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/PMK.03/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak : Pasal 13 : (1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak: f. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan; h. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
dst. …………… bahwa menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 194/PMK.03/2007, Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan : Pasal 5 ayat (1) : “Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi”; bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan a quo, Majelis berpendapat bahwa Penggugat seharusnya dapat menanyakan rincian koreksi kepada Tergugat pada saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pada saat diterimanya Berita Acara Pemeriksaan, ataupun pada saat akan diajukannya keberatan oleh Penggugat, namun faktanya Penggugat tidak melakukan hal tersebut, oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa koreksi tersebut adalah sah dan bukan merupakan koreksi yang cacat demi hukum; bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan oleh Tergugat telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, oleh karenanya koreksi Tergugat atas 7 (tujuh) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang belum dilaporkan dalam SPT Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak terkait tetap dipertahankan; bahwa menurut Pasal 69 ayat (1e) Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak : bahwa alat bukti dapat berupa “pengetahuan hakim”, yang di Pasal 75 disebutkan “adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”; bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim"; bahwa menurut memori penjelasan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak : "Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”; bahwa berdasarkan bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat dikabulkan sebagian.
Menimbang
: bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat, sehingga jumlah Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP atas
Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Desember 2011 Nomor 00354/107/11/055/13 tanggal 19 September 2013 harus dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP menurut Terbanding Rp956.165.938,00 Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP yang tidak dapat dipertahankan Rp947.498.052,00 Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP menurut Majelis Rp 8.667.886,00
Memperhatikan
:
Surat Gugatan Penggugat, Surat Tanggapan Tergugat, Surat Bantahan, pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan tersebut di atas.
Mengingat
:
1.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.
Memutuskan
:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-1326/WPJ.07/2014 tanggal 16 Juni 2014 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Desember 2011 Nomor 00354/107/11/055/13 tanggal 19 September 2013, sehingga Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP menjadi sebagai berikut:
Sanksi Administrasi: Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP Jumlah yang masih harus dibayar
Rp8.667.886,00 Rp8.667.886,00
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis, tanggal 08 Januari 2015 oleh Hakim Majelis IIIB Pengadilan Pajak dengan susunan Hakim Majelis IIIB dan Panitera Pengganti sebagai berikut: M. Z. Arifin, S.H., M.Kn. Sartono, S.H., M.H., M.Si. Gunawan Aniek Andriani
sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis, tanggal 09 April 2015, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dihadiri oleh Penggugat, namun tidak dihadiri oleh Tergugat