Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015
Jenis Pajak
: Pajak Pertambahan Nilai
Tahun Pajak
: 2008
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2008 sebesar Rp33.713.658,00;
Menurut Terbanding : bahwa pada dasarnya koreksi Terbanding adalah yuridis, karena menurut Terbanding Pajak Masukan atas perolehan sehubungan dengan perkebunan tidak dapat dikreditkan. Agar Pajak Masukan dapat dikreditkan pemeriksaannya tidak sebatas yuridis formal, tetapi karena Pajak Masukan Pemohon Banding secara yuridis formal saja tidak terpenuhi maka tidak dilanjutkan ke pemeriksaan materinya, apabila ketentuan formal terpenuhi harus diperiksa apakah benar secara material;
Menurut Pemohon:
bahwa sengketa ini bersifat yuridis karena terkait dengan PPN Masukan untuk perkebunan yang menurut Terbanding tidak dapat dikreditkan, Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan TBS, penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding berupa CPO dan PK;
Menurut Majelis
: bahwa koreksi atas Pajak Masukan dilakukan oleh Terbanding dengan alasan sebagai berikut : bahwa berdasarkan hasil penelitian atas data yang tersedia berupa SPT Masa PPN, Faktur Pajak Masukan, Surat Keberatan Pemohon Banding, LPP/KKP, dan bukti pendukung lainnya serta ketentuan perpajakan yang berlaku maka Terbanding berpendapat: 1. bahwa dalam surat keberatan Pemohon Banding menyatakan bahwa kegiatan akhir Pemohon Banding adalah menghasilkan produk akhir yaitu berupa CPO dan IKS, yang mana kedua produk tersebut merupakan BKP yang atas penyerahannya terutang PPN, sehingga menurut Pemohon Banding semua Pajak Masukan yang diperoleh terkait dengan usaha perkebunan kelapa sawit yang integrated dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran atas penyerahan BKP berupa CPO dan IKS; 2. bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding terdiri dari 2 (dua) unit atau kegiatan yaitu berupa perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit, dengan demikian kegiatan usaha Pemohon Banding adalah melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000; 3. bahwa perkebunan kelapa sawit sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 merupakan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, sehingga atas penyerahannya tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN, sedangkan atas unit/kegiatan berupa pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang (CPO/IKS) yang atas penyerahannya terutang PPN; 4. bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan bukti-bukti berupa Faktur Pajak Masukan tersebut di atas, dengan ini disampaikan bahwa: - Koreksi Pemeriksa atas Faktur Pajak Masukan adalah terkait dengan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN (unit perkebunan kelapa sawit); - Karena atas penyerahan BKP tersebut nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP atau JKP tersebut tidak dapat dikreditkan; 5. bahwa dengan demikian, alasan Pemohon Banding dalam surat keberatannya tidak dapat diterima, sehingga Terbanding berpendapat untuk tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Faktur Pajak Masukan dalam SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2008;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Pajak Masukan yang dilakukan oleh Terbanding, dengan alasan sebagai berikut: bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah kegiatan usaha yang terintegrasi/terpadu dalam satu entitas usaha sehingga Pemeriksa seharusnya melihat kegiatan usaha Pemohon Banding sebagai suatu kegiatan usaha terpadu dan bukan sebagai kegiatan usaha yang masing-masing berdiri sendiri; bahwa sesuai dengan persetujuan BKPM Nomor 470/I/PMA/1995 jo. perubahan terakhir Nomor 1018/III/PMA/2001 tanggal 3 Agustus 2001 Izin Usaha Perkebunan dan Izin Usaha Industri Nomor 399/T/PERTANIAN/INDUSTRI/2001 tanggal 5 November 2001 dalam bidang usaha perkebunan kelapa sawit terpadu dengan unit pengolahannya menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit. Kegiatan/bidang usaha Pemohon Banding merupakan kegiatan usaha terpadu/terintegrasi (integrated). Maksud dari terpadu atau terintegrasi (integrated) di sini adalah bahwa industri pengolahan CPO Pemohon Banding menyatu (terintegrasi) dengan usaha perkebunan kelapa sawit (TBS) Pemohon Banding dalam satu entitas usaha, di mana TBS tersebut merupakan bahan baku untuk diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil/industri minyak kasar); bahwa hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan bahwa setiap pabrik harus memiliki perkebunan sendiri (perkebunan dan pabrik pengolahan/PKS merupakan satu entitas usaha). TBS merupakan hasil produk dari perkebunan kelapa sawit, yang termasuk dalam kategori barang strategis yang PPN-nya dibebaskan. Namun yang diserahkan bukanlah TBS melainkan hasil olahan TBS berupa CPO yang termasuk Barang Kena Pajak; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut : bahwa menurut Pemohon Banding sesuai dengan persetujuan BKPM Nomor 470/I/PMA/1995 juncto perubahan terakhir Nomor 1018/III/PMA/2001 tanggal 3 Agustus 2001, Izin Usaha Perkebunan dan Izin Usaha Industri Nomor 399/T/PERTANIAN/INDUSTRI/2001 tanggal 5 November 2001, usaha Pemohon Banding adalah perkebunan kelapa sawit terpadu (integrated); bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan : 1. Keputusan Kepala BKPM Nomor 108/T/PERTANIAN/2005 tanggal 8 Februari 2005 tentang Izin Usaha Perkebunan (P.7); 2. Keputusan Bupati Rokan Hilir Nomor 608/IMB/640/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan (P.6) beserta “Surat Pernyataan dan Berita Acara” yang berkaitan dengan IMB tersebut; bahwa berdasarkan penelitian Majelis terdapat fakta sebagai berikut : - Keputusan Kepala BKPM Nomor 108/T/PERTANIAN/2005 adalah izin usaha “Perkebunan” yang diberikan pada Pemohon Banding; - Produk yang diizinkan adalah karet berupa RSS dan Kelapa sawit berupa TBS; bahwa atas Keputusan Bupati Rokan Hilir Nomor 608/IMB/640/2007 tentang IMB, sampai dengan persidangan dicukupkan Pemohon Banding tidak menyampaikan bukti bahwa bangunan telah siap sebagaimana dimaksud pada Romawi III.Administrasi angka 2 Lampiran Keputusan Bupati tersebut; bahwa Keputusan Kepala BKPM Nomor 108/T/PERTANIAN/2005 adalah “Keputusan” paling akhir yang disampaikan oleh Pemohon Banding, dengan demikian Keputusan tersebut yang berlaku; bahwa berdasarkan hal tersebut di atas Majelis berpendapat tidak terdapat bukti bahwa produk dari usaha Pemohon Banding adalah CPO dan PK; bahwa oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa Pajak Masukan yang berkaitan dengan TBS tidak dapat dikreditkan oleh karenanya koreksi Terbanding tetap dipertahankan; bahwa dalam musyawarah Majelis, Hakim Masdi menyatakan pendapat yang berbeda (concurring opinion) dengan uraian sebagai berikut: A. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986), menyatakan sebagai berikut: a. Pasal 9 ayat (5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak; b. Pasal 9 ayat (6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan; c. Pasal 16 B ayat (1) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; d. Pasal 16 B ayat (3) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 1 ayat (1.c) Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis adalah: barang hasil pertanian; b. Pasal 1 ayat (2) Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang: a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya; yang dipetik langsung, diambil langsung, atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini; c. Pasal 2 ayat (2.c) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa: barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; d. Pasal 3 Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, menyatakan sebagai berikut: a. Pasal 2 ayat (1) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang: a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN; atau b. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau c. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau d. Melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN; maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang: 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya. 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan; B. Pendapat Hakim Masdi 1. bahwa menurut Hakim Masdi, pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi atas Pajak Masukan untuk masa Maret 2008 sebesar Rp33.713.658,00 yang merupakan Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk memupuk tanaman yang menghasilkan Tanaman Buah Segar (TBS) yang merupakan barang strategis (tidak terutang PPN) sesuai Pasal 16B ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; 2. bahwa TBS merupakan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, mengacu pada Pasal 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 tentang lmpor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Srategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, yang menyatakan bahwa “BKP Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian” (Pasal 1) dan “atas penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan” (Pasal 2), dengan kata lain TBS termasuk ke dalam kelompok Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; 3. bahwa yang menjadi sengketa antara Terbanding dengan Pemohon Banding adalah penafsiran kata “penyerahan” pada frase kata “yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN”. Menurut Pemohon Banding Pajak Masukan atas pembelian pupuk tersebut dapat dikreditkan karena Pemohon Banding
dalam Masa Pajak yang bersangkutan tidak ada “penyerahan Barang Kena Pajak yang penyerahanya dibebaskan dari PPN” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d angka 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000. Sehubungan pada masa Maret 2008 tidak ada penjualan TBS yang penyerahannya dibebaskan dari PPN, maka seluruh PM atas pembelian BKP/JKP baik untuk menghasilkan atau memperoleh Barang Kena Pajak yang dibebaskan PPN maupun atas pembelian BKP yang digunakan untuk memproses BPK menjadi BKP yang terutang PPN dapat dikreditkan; 4. bahwa Terbanding menyatakan Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak “yang penyerahannya“ dibebaskan dari PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000, yakni: Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; 5. bahwa menurut pendapat Hakim Masdi, berdasarkan Pasal 16B UU PPN harus diterapkan sama (equal treatment) kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak baik PKP yang melakukan usaha terintegrasi seperti Pemohon Banding, ataupun PKP yang melakukan usaha tidak terintegrasi agar asas keadilan dalam hukum dapat ditegakkan, atau dengan kata lain, Pajak Masukan yang dibayar untuk kegiatan yang digunakan untuk menghasilkan TBS, tidak dapat dikreditkan baik oleh pengusaha terintegrasi yang akan mengolah lebih lanjut TBS tersebut menjadi minyak sawit pada unit usaha Iainnya seperti Pemohon Banding, maupun oleh pengusaha tidak terintegrasi yang hanya memiliki satu unit usaha misalnya perkebunan kelapa sawit saja tanpa memperhatikan realisasi penyerahan sebagaimana diargumenkan Pemohon Banding; 6. bahwa menurut Hakim Masdi, tidak ada penyerahan BKP berupa CPO selama masa Maret 2008, dengan demikian Pajak Masukan atas pembelian barang dan pupuk semuanya digunakan untuk menghasilkan TBS; 7. bahwa Hakim Masdi berpendapat bahwa Pajak Masukan a quo berhubungan dengan pengeluaran untuk kegiatan di kebun “yang menghasilkan” Tanaman Buah Segar yang penyerahannya dibebaskan dari PPN. TBS merupakan barang strategis yang tidak terutang PPN sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007, sehingga Pajak Masukan a quo tidak dapat dikreditkan; 8. bahwa Hakim Masdi sependapat dengan Terbanding bahwa Pajak Masukan atas pembelian pupuk untuk memupuk tanaman pada unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; bahwa berdasarkan pemeriksaan dokumen dan fakta-fakta dalam persidangan serta keterangan para pihak dalam persidangan, Hakim Masdi berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Pajak Masukan Masa Pajak Maret 2008 sebesar Rp33.713.658,00 a quo dapat dipertahankan dan sudah sesuai dengan ketentuan.
Menimbang
:
bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain namun mempunyai kesimpulan yang sama yaitu mempertahankan koreksi Terbanding, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding tetap dipertahankan.
Memperhatikan
:
Surat Permohonan Banding Pemohon, Surat Uraian banding Terbanding, Surat Bantahan, pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan tersebut di atas.
Mengingat
:
1.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini. Memutuskan
:
Menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-463/WPJ.06/2014 tanggal 27 Maret 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2008 Nomor 00044/207/08/073/13 tanggal 31 Januari 2013. Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu, tanggal 18 Februari 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XIB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut: Arif Subekti M Zaenal Arifin Masdi Esti Cahya Inteni
sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti,
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 13 Mei 2015 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.