PENGARUH TAKARAN PUKAN DOMBA YANG DIFERMENTASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN (Cucumis sativus L.) VARIETAS VENUS
Yusup Rustiadiman M1) Program Studi Agrotekhnologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Elya Hartini, Ir.,M.T.2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Dwi Pangesti, Ir., M.P.3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812 Website: www.unsil.ac.id E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The experiment was conducted on rice field in desa Sukasetia,Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya in July until September 2012 at the altitude of 475 m above sea level. The tipe of soil is Latosol with the rainfall type B (wet) according to Schmidt and Fergusson (1951) in Hanafi (1988). The purpose of the research was to find out the best dosage of fermented sheep manure for the growth and yield of cucumber. Randomized Block Design (RBD) was used in the experiment consisted of five treatments and five replications. The treatment were 25 t/ha unfermented sheep manure, 7.5 t/ha, 10 t/ha, 12.5 t/ha, and 15 t/ha fermented sheep manure. The results of the research showed that: 1. The application of fermented sheep manure gave significant affect on the height of plant at 30 days after planting, the length, diameter and weight of fruit per plot, but did not give significant effect on the height of plant at 10 and 20 days after planting, number of fruit per plant and weight of fruit per plant. 2. The application of fermented sheep manure 15 t/ha gave the best effect on the average height of plant 30 day after planting (12.7 cm), number of fruit per plant (12 fruit), length of fruit (13.8 cm), diameter of fruit (3.3 cm), weight of fruit per plant (1,256 g), weight of fruit per plot (24,1 kg), and yield (32.2 t/ha). Keyword: Cucumber, Pukan Lamb, randomized block design, growth.
ABSTRAK Percobaan ini dilaksanakan pada lahan sawah di Desa Sukasetia, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan September 2012. Ketinggian tempat 475 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah Latosol dan curah hujan termasuk tipe B yang bersifat basah menurut Schmidt dan Fergusson (1951) dalam Hanafi (1988). Tujuan percobaan ini adalah untuk mendapatkan takaran pukan domba yang difermentasi terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun (Cucumis sativus.L) yang terbaik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 perlakuan pemupukan yaitu: P0 (25 ton per hektar pukan domba biasa), P1 (7,5 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi), P2 (10 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi), P3 (12,5 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi), dan P4 (15 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi). Percobaan ini dilakukan dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: 1. Pukan domba yang difermentasi berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam, panjang buah, diameter buah, dan bobot buah per petak, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman. 2. Pukan domba yang difermentasi dengan takaran 15 ton per hektar memberikan rata-rata terbaik untuk tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam 121,7 cm, jumlah buah per tanaman 12, panjang buah 13,8 cm, diameter buah 3,3 cm, bobot buah per tanaman 1256 g, bobot buah per petak 24,1 kg, dan memberikan hasil tertinggi yaitu 32,2 ton per hektar. Kata Kunci: Mentimun, Pukan Domba, Rancangan Acak Kelompok, Pertumbuhan.
I.
PENDAHULUAN
Mentimun (Cucumis sativus.L) sudah sangat dikenal masyarakat dunia karena mentimun banyak digemari dan dalam kehidupan sehari-hari selalu digunakan untuk berbagai keperluan. Mentimun memiliki bermacam-macam manfaat dalam kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai pelengkap makanan (lalap). Misalnya, lalap pelengkap ayam goreng, pelengkap pecel lele, acar untuk pelengkap soto, dan lain sebagainya. Mentimun juga dapat diolah menjadi berbagai masakan, seperti gado-gado, pecel, asinan, dan lain-lain. Disamping itu mentimun dapat digunakan sebagai bahan untuk pengobatan, misalnya untuk menyembuhkan keracunan pada wanita yang sedang hamil, memperlancar buang air kecil, pengobatan tekanan darah tinggi, pengobatan sariawan, meringankan penyakit ginjal, dan meringankan penyakit panas. Mentimun juga dapat digunakan sebagai bahan kosmetika, untuk merawat kecantikan wajah dan kulit. Usaha tani mentimun masih dianggap sebagai usaha sampingan sehingga rata-rata hasil mentimun secara nasional masih rendah, yakni antara 3,5 sampai 4,8 ton per hektar. Selain memerlukan tanah yang subur dan gembur, tanaman mentimun juga memerlukan pasokan nutrisi dalam jumlah yang cukup besar. Menurut Wahyono, Sahwan, dan Suryanto (2011) Penambahan
bahan organik dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, dan selain itu juga dapat digunakan porasi (pupuk organik cara fermentasi). Porasi merupakan pupuk hasil fermentasi dari bahan organik yang dibuat dalam waktu hanya beberapa hari saja (4 sampai 7 hari) dan langsung dapat digunakan sebagai pupuk. Hal ini disebabkan dalam pembuatan porasi digunakan M-Bio yang mampu memfermentasi bahan organik dalam waktu yang relatif cepat (Priyadi, 1998 dalam Priyadi, 2010). Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Penggunaan pupuk organik juga tidak meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi manusia (Ismawati , 2003 dalam Abdurahman, 2005). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan takaran pukan domba yang difermentasi terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun (Cucumis sativus.L) yang terbaik.
II.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilaksanakan di Desa Sukasetia, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya mulai bulan Juli sampai dengan September tahun 2012. Lokasi percobaan terletak di ketinggian tempat 475 m di atas permukaan laut dengan pH tanah 6, sedangkan tipe curah hujan termasuk tipe B yang bersifat basah menurut Schmidt dan Ferguson(1951) dalam Hanafi (1988). Bahan dan Alat Percobaan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain bibit mentimun varietas Venus, pukan domba biasa, pukan domba hasil fermentasi, pupuk organik cair buatan diaplikasikan untuk semua perlakuan, mulsa jerami, dan M-Bio. Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, kored, ajir, tali rafia, ember, meteran, handsprayer, jangka, timbangan, alat penyiram, alat tulis, dan papan nama. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan pemupukan (pukan domba biasa dan pukan domba yang difermentasi) yang diulang lima kali. Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut : P0 = 25 ton per hektar pukan domba biasa P1 = 7,5 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi P2 = 10 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi P3 = 12,5 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi
P4 = 15 ton per hektar pukan domba hasil fermentasi Dari lima perlakuan yang diulang lima kali didapat 25 petak percobaan. Menurut Hanafiah (2003), Model linier dari percobaan ini adalah sebagai berikut : Y=μ+K+τ+ε Y = Nilai-nilai hasil percobaan μ = rata-rata umum (mean) K = pengaruh pengelompokan τ = pengaruh faktor perlakuan ε = pengaruh Galat Berdasarkan pada model linier di atas, maka dapat disusun daftar sidik ragam seperti pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Daftar Sidik Ragam Sumber Keragaman DB JK KT F. hit F. 05 Kelompok (ulangan) 4 JKK JKK/db1 KTK/KTG 3,01 Perlakuan 4 JKP JKP/db2 KTP/KTG 3,01 Galat 16 JKG JKG/db3 Total
24 Sumber : Hanafiah (2003)
JKT
Kaidah pengambilan keputusan didasarkan pada nilai Fhit seperti di bawah ini: Fhit < F.05 : Tiidak berbeda nyata (non significant) Fhit > F.05 : Berbeda nyata (significant) Bila uji F menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen, dengan rumus sebagai berikut : LSR = (SSR). Sx Sx = √ SSR = α. dbg.p Keterangan : LSR : Least Significant Range SSR : Studentized Significant Range Sx : Galat Baku Rata-rata Dbg : Derajat Bebas Galat α : Taraf Nyata p : Range r : Ulangan
Pelaksanaan Percobaan a. Penyemaian Biji mentimun disemai pada kantong-kantong polybag yang telah diisi campuran tanah dan pukan domba yang difermentasi dengan perbandingan 2 : 1, yaitu 20 kg tanah dan 10 kg pukan domba yang difermentasi. Setiap kantong dimasukan 1 biji sedalam 3 cm. Setelah mencapai tinggi 10 sampai 15 cm dengan jumlah daun 3 sampai 4 helai dilakukan pemindahan bibit semai ke lahan. b. Pengolahan Lahan Tanah dicangkul sedalam 25 cm, digemburkan dengan menggunakan kored, dan diratakan dengan bambu, serta Gulma yang ada dibersihkan. Kemudian dibuat petak-petak percobaan dengan luas petak 6 m2 (2 m x 3 m), tinggi sekitar 40 cm, jarak antar petak perlakuan 60 cm, jarak antar ulangan 60 cm, dan terdapat 5 petak perlakuan yang diulang lima kali, sehingga seluruhnya menjadi 25 petak perlakuan. c. Pemupukan Pemupukan dilakukan dengan pemberian pukan domba biasa sebanyak 25 ton per hektar (kontrol) dan untuk perlakuan selanjutnya pemberian pukan domba yang difermentasi diberikan pada saat pengolahan lahan (takaran pupuk sesuai dengan perlakuan). Cara pemupukan yaitu diberikan per lubang tanam (sesuai dengan perlakuan). Pemupukan susulan dilakukan 2 kali dengan pemberian pupuk organik cair buatan pada umur 7 dan 21 hari setelah tanam. d. Teknik Pembuatan Pukan Domba Fermentasi Bahan yang diperlukan untuk pembuatan pukan domba fermentasi adalah pukan domba dan M-Bio, sedangkan alat-alat yang diperlukan adalah ember, cangkul, hand sprayer, dan penutup bahan porasi (karung). Pukan domba sejumlah 220 kg disemprot dengan larutan M-Bio secara merata dengan menggunakan handsprayer (tiap 1 liter air + 15 ml M-Bio) sampai lembab. Setelah itu tutup pukan tersebut dengan karung. Setiap 2 hari sekali pukan domba tersebut dibuka dan dilakukan proses pembalikan agar suhu tidak terlalu tinggi kemudian ditutup kembali dengan karung. Setelah 7 hari pukan domba dapat digunakan sebagai pupuk matang yang siap diberikan pada lahan pertanian (http://piaunsil.wordpress.com/). e. Teknik Pembuatan Pupuk Organik Cair Buatan Bahan yang diperlukan untuk pembuatan pupuk organik cair buatan adalah pukan domba, air kencing domba, rumput-rumputan, sisa panen, dan M-Bio. Alat-alat yang diperlukan adalah ember dan penutup bahan pupuk organik cair. Bahan organik yang telah dikumpulkan lalu dicacah, dilanjutkan dengan menyiapkan air dalam ember, kemudian tuangkan M-Bio 15 ml per 1L air. Tutup ember tersebut dan setiap hari
diaduk. Setelah 14 hari, pupuk organik cair siap diberikan pada lahan pertanian (1 liter larutan pupuk organik cair + 2 liter air) yaitu 7 dan 21 hari setelah tanam dengan dosis yang sama yaitu 50 ml per tanaman (http://organikdunia.blogspot.com). f. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam sedalam kurang lebih 5 cm. Setelah itu dilakukan pemindahan bibit mentimun dari tempat penyemaian ke lahan pada umur 14 hari setelah benih disemai atau tinggi tanaman sudah mencapai 15 cm dengan jumlah daun 3 helai. g. Pemasangan Mulsa Jerami Jerami yang dijadikan mulsa adalah jerami yang sudah kering atau yang sudah dijemur dengan terik matahari. Jerami dihamparkan di atas permukaan tanah setebal 2 cm dan dibiarkan selama 3 hari. Setelah itu baru jerami digunakan sebagai mulsa dengan cara jerami dihamparkan di atas permukaan petakan yang sudah diolah setebal 2 cm sampai menutupi seluruh permukaan petakan dan hanya lubang tanam saja yang tidak ditutupi jerami dan dibiarkan selama 7 hari. h. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi: 1. Penyiraman, dilakukan setiap hari dengan mempertimbangkan keadaan tanah tidak terlalu basah, karena dapat menyebabkan busuk akar. Pengairan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. 2. Penyulaman, dilakukan apabila terdapat bibit yang rusak atau tidak tumbuh. Penyulaman dilakukan kurang lebih 1 minggu setelah tanam. 3. Penyiangan dilakukan pada umur 3 minggu setelah tanam. 4. Pemberian Ajir, dilakukan 2 hari sebelum tanam dengan ukuran lebar 3 cm, panjangnya 2,5 m dan bagian bawah ajir dibuat runcing agar mudah dalam penancapannya. Ajir diperlukan untuk menopang batang dan buah. 5. Pengendalian hama, dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yaitu ekstrak daun pepaya untuk hama ulat dan ekstrak biji sirsak untuk hama penghisap. i. Pemanenan Tanaman mentimun dipanen pada umur 35 hari setelah tanam. Ciri buah mentimun yang siap panen yaitu berukuran cukup besar tetapi masih ada durinya dan warna buah hijau keputihputihan dengan interval panen dilakukan 1 sampai 2 hari. Cara panen pada tanaman mentimun yaitu dengan memotong tangkai buahnya dengan menggunakan gunting. Panen dilakukan sebanyak 13 kali.
Pengamatan a. Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang yaitu pengamatan yang datanya tidak dianalisis secara statistik dan tujuannya untuk mengetahui adanya pengaruh lain dari luar perlakuan. Pengamatan penunjang ini meliputi: Analisis tanah, Analisis porasi, Curah hujan, dan Organisme pengganggu tanaman. b. Pengamatan Utama Pengamatan utama yaitu pengamatan yang datanya diuji secara statistik. Adapun pengamatan utama yang diamati sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm), diukur menggunakan meteran dari permukaan tanah sampai ujung titik tumbuh. Pengamatan diukur pada umur 10, 20, dan 30 hari setelah tanam. 2. Jumlah buah per tanaman, diperoleh dengan cara menghitung buah per tanaman sampel, dilakukan setelah pemanenan berlangsung dan dilakukan tiap kali panen, selanjutnya dirata-ratakan setelah pemanenan berakhir. 3. Panjang buah (cm), dilakukan pada saat panen dengan cara mengukur buah dari pangkal sampai ujung buah dengan menggunakan mistar atau meteran. 4. Diameter buah (cm), dilakukan pada setiap tanaman sampel, diukur pada saat panen dengan cara mengukur diameter ujung, tengah, dan pangkal buah dengan menggunakan jangka sorong lalu dirata-ratakan. 5. Bobot buah per tanaman (g), dilakukan pada saat panen dengan cara menimbang buah yang dijadikan sampel selanjutnya dirata-ratakan setelah pemanenan berakhir. 6. Bobot buah per petak (kg) dan hasil per hektar (ton). Bobot buah yang dihasilkan pada setiap petak ditimbang langsung saat dilakukan pemanenan dengan cara menimbang seluruh buah tiap petak dan setelah panen berakhir dijumlahkan seluruhnya kemudian dikonversikan ke hektar. Rumus konversi bobot buah per hektar : x Hasil bobot buah per petak x 80% x
(ton)
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Penunjang A. Analisis tanah dan porasi Berdasarkan hasil analisis kimia tanah yang dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi, tanah tersebut mempunyai kandungan fosfor (P2O5) sebanyak 40,76 mg P2O5 per 100g, Nitrogen total 0,42 persen, dan K2O sebanyak 23,34 mg K2O per 100g. Hal ini menandakan kondisi tanah dan kandungan unsur hara dalam tanah percobaan baik untuk tanaman mentimun. Pupuk kandang (pukan) yang digunakan adalah pukan domba biasa (kontrol) dan pukan domba yang difermentasi (porasi). Porasi tersebut digunakan pada media persemaian dan digunakan pada penanaman mentimun. Dari hasil analisis kimia pupuk kandang domba hasil fermentasi yang digunakan memiliki kadar Nitrogen 0,51 persen, kadar P2O5 sebesar 45,21 mg P2O5 per 100g, dan kadar K2O sebesar 27,47 mg K2O per 100g. Curah hujan Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) dalam Hanafi (1988) tempat percobaan termasuk tipe curah hujan B. Keadaan tersebut baik untuk pertumbuhan tanaman mentimun tetapi pada kenyataanya keadaan iklim sangat ekstrim yaitu pada bulan itu masuk pada musim kemarau yang menyebabkan kebutuhan air untuk tanaman mentimun kurang terpenuhi. Organisme pengganggu tanaman Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, organisme pengganggu tanaman yang menyerang tanaman mentimun adalah hama. Beberapa hama yang menyerang tanaman mentimun yaitu : 1. Ulat (Diaphania indica) dan belalang (Oxya chinensis) Hama ulat Diaphania indica dan belalang Oxya chinensis menyerang tanaman mentimun yang masih muda. Ulat ini menyerang daun mentimun terutama pucuk daun. Serangan hama ulat dan belalang cukup tinggi, hampir 20 persen dari seluruh tanaman mentimun terserang hama ini, namun dengan pengendalian yang intensif kerusakan akibat hama ini dapat ditekan. Pengendalian hama ulat dan belalang di lapangan dilakukan secara manual yaitu dengan menangkap ulat dan belalang tersebut dan mematikannya dan dilanjutkan dengan penyemprotan pestisida nabati yaitu menggunakan ekstrak daun pepaya.
2. Oteng-oteng (Aulocophora similis oliver) Hama ini berupa kumbang daun kecil yang panjangnya kurang lebih 1 cm, sayapnya berwarna kuning polos, dan mengkilap. Cara menyerang hama ini ialah merusak daging daun, sehingga menimbulkan bolong-bolong pada daun. Pengendalian hama ini dilakukan dengan penyemprotan pestisida nabati yaitu dengan ekstrak biji sirsak. Hama ini menyerang pada senja dan malam hari, bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polybag), dan dapat berpindah-pindah dari satu tanaman ke tanaman lain dengan cara terbang (Wijoyo, 2012). B. Pengamatan Utama Tinggi tanaman pada umur 10, 20 dan 30 hari setelah tanam Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam tidak memberikan perbedaan yang nyata, tetapi pada umur 30 hari setelah tanam tinggi tanaman menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh pukan domba yang difermentasi terhadap rata-rata tinggi tanaman pada umur 10, 20, dan 30 hari setelah tanam. Perlakuan Tinggi tanaman (cm) 10 hst 20 hst 30 hst 25 ton/ha pukan domba biasa 11,7 a 49,9 a 103,9 ab 7,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 12,3 a 52,3 a 99,2 a 10 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 12,2 a 53,1 a 104,3 ab 12,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 12,6 a 47,4 a 110,7 b 15 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 12,2 a 52,1 a 121,7 c Keterangan : Angka rata-rata pada tiap perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda
Dari tabel di atas, dapat dilihat rata-rata tinggi tanaman pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tidak adanya perbedaan ini. Hal ini diduga perakaran tanaman belum sempurna (sedikit dan dangkal), sehingga kemampuan menyerap unsur hara dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman mentimun belum maksimal. Selain itu tempat percobaan termasuk jenis tanah latosol yang mempunyai bahan organik rendah, tetapi jenis tanah ini cocok untuk tanaman mentimun, sehingga pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam dengan takaran pukan domba manapun unsur hara masih bisa terpenuhi dan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman mentimun. Jenis tanah berpengaruh dalam menentukan jumlah dan perimbangan unsur hara (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pada umur 30 hari setelah tanam, pemberian pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Adanya pengaruh tersebut, diduga bahwa dengan pemberian takaran pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar, telah mampu mensuplai unsur hara untuk meningkatkan tinggi tanaman
mentimun. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Priyadi (1999) dalam Maryati, Warjana, dan Isnaini (2008), bahwa pemberian porasi bermanfaat bagi tanaman dalam menyediakan unsur N, P, K, dan S, memperbesar KTK tanah, dan meningkatkan kelarutan P tanah yang termasuk hara esensial bagi tanaman. Pemberian pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar pada umur tanaman 30 hari setelah tanam menunjukkan angka rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 121,7 cm dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyadi (1999) dalam Maryati, Warjana dan Isnaini (2008) yang menjelaskan bahwa, apabila porasi diberikan ke dalam tanah maka akan mampu meningkatkan keragaman dan aktifitas mikroorganisme tanah sehingga perombakan bahan organik akan berlangsung lebih cepat, dengan meningkatnya aktifitas mikroorganisme, maka akan meningkatkan proses penguraian bahan organik sehingga unsur hara yang terdapat dalam tanah menjadi tersedia. Jumlah buah per tanaman Hasil uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah buah per tanaman (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh pukan domba yang difermentasi terhadap jumlah buah per tanaman Jumlah buah per tanaman (buah) Perlakuan Rata-rata 25 ton/ha pukan domba biasa 11 a 7,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 9a 10 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 10 a 12,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 10 a 15 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 12 a Keterangan : Angka rata-rata pada tiap perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen
Rata-rata jumlah buah per tanaman pada semua takaran pukan domba tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini kemungkinan jumlah buah tidak mutlak dipengaruhi oleh pemberian pukan domba, tetapi diduga lebih dipengaruhi oleh jumlah bunga yang menjadi bakal buah. Semakin banyak bunga yang menjadi bakal buah maka semakin banyak pula jumlah buah yang terbentuk. Hal ini didukung oleh pernyataan Wijoyo (2012) yang menyebutkan bahwa di daerah yang panjang penyinaran mataharinya lebih dari 12 jam per hari, intensitas cahayanya tinggi, dan suhu udaranya panas, tanaman mentimun cenderung memperlihatkan lebih banyak bunga jantan daripada bunga betina. Sumiati dan Sumarni (1996) dalam Sutapradja (2008) menyatakan bahwa tanaman mentimun yang ada di Indonesia pada umumnya tipe tanaman berumah satu, dengan jumlah bunga jantan lebih banyak daripada bunga betina, dan munculnya juga lebih awal beberapa hari.
Panjang buah Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian 25 ton per hektar pada pukan domba biasa. (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh pukan domba yang difermentasi terhadap panjang buah Panjang buah (cm) Perlakuan 25 ton/ha pukan domba biasa 7,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 10 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 12,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 15 ton/ha pukan domba hasil fermentasi
Rata-rata 12,4 ab 11,9 a 11,9 a 12,1 a 13,8 b
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen
Takaran pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar yaitu 13,8 cm terlihat lebih baik dari takaran pukan domba yang difermentasi lainnya. Hal ini diduga bahwa pukan domba hasil fermentasi 15 ton per hektar dapat meningkatkan unsur hara di dalam tanah, sehingga kebutuhan unsur hara tercukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief (1985) dalam Walsen (2008), bahwa pemupukan selain bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman, juga dapat berperan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil. Pemberian pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar hasilnya sama dengan pemberian pukan domba biasa sebanyak 25 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar bisa menggantikan pukan domba biasa sebanyak 25 ton per hektar terhadap panjang buah mentimun. Diameter buah Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian pukan domba yang difermentasi 15 ton per hektar, 12,5 ton per hektar, dan 25 ton per hektar pukan domba biasa memberikan diameter buah yang sama, tetapi berbeda dengan pemberian pukan domba fermentasi lainnya (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh pukan domba yang difermentasi terhadap diameter buah. Diameter buah (cm) Perlakuan Rata-rata 25 ton/ha pukan domba biasa 3,0 ab 7,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 2,8 a 10 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 2,8 a 12,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 3,1 ab 15 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 3,3 b Keterangan : Angka rata-rata pada tiap perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen
Pukan domba yang difermentasi dengan takaran 12,5 ton per hektar sudah memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pukan domba yang difermentasi sebanyak 12,5 ton per hektar memiliki kandungan hara yang sudah mencukupi, sehingga berpengaruh baik terhadap diameter buah mentimun. Peranan suplai unsur hara untuk tanaman menunjukkan manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil (Sumpena, 2007). Upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat takaran, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai kebutuhan tanaman. Cara tersebut memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan, hasil, dan mutu sayuran, termasuk kesuburan lahan yang diusahakan secara intensif bagi tanaman sayuran berumur pendek, 2 sampai 4 bulan, termasuk mentimun (Suwandi, 1982 dalam Suwandi, 2009). Bobot buah per tanaman Hasil uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang terhadap jumlah buah per tanaman (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh pukan domba yang difermentasi terhadap bobot buah per tanaman Bobot buah per tanaman (g) Perlakuan Rata-rata 25 ton/ha pukan domba biasa 1251 a 7,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 979 a 10 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 1053 a 12,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 1144 a 15 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 1256 a Keterangan : Angka rata-rata pada tiap perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen
Rata-rata bobot buah per tanaman pada semua takaran pukan domba tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini diduga karena faktor air yang kurang terpenuhi, sehingga unsur hara yang terkandung dalam pukan domba belum dapat diserap secara maksimal. Air merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi mentimun (Cahyono, 2003). Selain itu bobot buah juga dipengaruhi oleh jumlah buah yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah buah yang dihasilkan, semakin berat pula hasil bobot buah. Bobot buah per petak dan hasil konversi ke hektar Hasil uji statistik pengaruh takaran pukan domba yang difermentasi terhadap bobot buah per petak (kg) dan hasil konversi ke hektar (ton) tanaman mentimun disajikan dalam (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh pukan domba yang difermentasi terhadap bobot buah per petak dan hasil konversi ke hektar Bobot buah per petak dan per hektar Perlakuan Rata-rata Rata-rata (kg/6m2) (ton/ha) 25 ton/ha pukan domba biasa 20,7 bc 27,6 7,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 14,9 a 19,9 10 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 16,9 ab 22,5 12,5 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 17,5 ab 23,3 15 ton/ha pukan domba hasil fermentasi 24,1 c 32,2 Keterangan : Angka rata-rata pada tiap perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen
Perlakuan pemberian takaran pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar memberikan bobot buah per petak tertinggi yaitu 24,1 kg dibandingkan dengan pukan domba yang difermentasi lainnya, tetapi tidak berbeda dengan takaran pukan domba biasa sebanyak 25 ton per hektar. Hal ini diduga bahwa pemberian takaran pukan domba yang difermentasi sebanyak 15 ton per hektar dapat meningkatkan jumlah unsur hara dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman akan semakin baik dan mempengaruhi laju fotosintesis, akibatnya bobot buah tanaman mentimun akan bertambah. Untuk meningkatkan produktifitas tanaman sayuran dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah pemberian pupuk dengan jenis, dosis, dan cara yang tepat (Sugito, 1995 dalam Purwanti dan Susila, 2009). Rata-rata hasil bobot buah mentimun per hektar pada percobaan ini masih jauh dari potensi hasil tanaman mentimun varietas venus sebesar 50 ton per hektar, dibandingkan dengan hasil percobaan yang memberikan hasil tertinggi sebesar 32,2 ton per hektar dan terendah sebesar 19,9 ton per hektar, rendahnya rata-rata hasil bobot per hektar tanaman mentimun ini disebabkan oleh faktor iklim yaitu dilihat dari data curah hujan , seharusnya memasuki bulan basah, tetapi pada kenyataan di lapangan pada bulan tersebut memasuki musim kemarau yang cukup panjang dan kebutuhan air kurang terpenuhi dengan baik sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan peningkatan produksi mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyono (2003) bahwa pada suhu yang tinggi lebih dari batasan maksimal yang diperlukan tanaman maka proses pembentukan buah akan terhambat, buah yang terbentuk kecil-kecil dan kualitasnya rendah. Pendapat ini sejalan dengan Suprapto (2000) bahwa rendahnya rata-rata hasil disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain berupa pengolahan tanah yang kurang optimal, pemeliharaan yang kurang optimal, serangan hama dan penyakit, dan kekeringan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pukan domba yang difermentasi berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam, panjang buah, diameter buah, dan bobot buah per petak, tetapi tidak berpengaruh tehadap jumlah buah per tanaman, tinggi tanaman pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam, dan bobot buah per tanaman. 2. Pukan domba yang difermentasi dengan takaran 15 ton per hektar memberikan rata-rata terbaik untuk tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam 121,7 cm, jumlah buah per tanaman 12, panjang buah 13,8 cm, diameter buah 3,3 cm, bobot buah per tanaman 1256 g, bobot buah per petak 24,1 kg, dan memberikan hasil tertinggi yaitu 32,2 ton per hektar. Saran 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk penanaman mentimun pada ketinggian tempat, lokasi, dan musim berbeda, untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman. 2005. Teknik Pemberian Pupuk Organik dan Mulsa Pada Budidaya Mentimun Jepang. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2. Cahyono, B. 2003. Timun. Semarang : Aneka Ilmu. Hamdani, J, S. 2008. Hasil dan Kualitas Hasil Mentimun dengan Aplikasi Pupuk N-Coated dan Pupuk Organik Cair. J. Agrivigor 8(1): 15-23. Hanafi .1988. Dasar Klimatologi. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung. Hanafiah, K, A. 2003. Perancangan Percobaan. Pt. Raja Grafindo Persada. Hartatik, W dan Widowati, L.R. 2006. Pupuk Kandang. Hlm 59-82. Dalam Simanungkalit, R, D,M., Suriadikarta, A, D. Saraswati, R., Satyorini, D., dan Hartatik, W. 2006. Balai Besar Litbang Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Maryati, Warjana, dan Soni Isnaini. 2008. Respon Bawang Daun Akibat Pemberian Berbagai Dosis Kompos. J. agrivigor 7(3); 214-221. M-bio Unsil. Cara Membuat Pupuk Organik. http://organikdunia.blogspot.com/. 14 Februari 2010. Parnata, Ayub, S., 2004. Pupuk Organik Cair. Jakarta. Agromedia Pustaka. Piaunsil. Cara Membuat Pupuk Hasil Fermentasi (Porasi) dengan Bantuan Bioaktivator M-Bio.
http://piaunsil.wordpress.com. 21 Agustus 2010. Priyadi, R. 2010. Penelitian Pengaruh Takaran Kotoran Domba Yang Difermentasi dengan Teknologi M-Bio Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kubis (Brassica oleraceae L.) Kultivar Green Corronet. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi. http://www.mbio.4t.com/. 04 Juni 2010. Purwanti, A dan Susila. 2009. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sayuran dalam Nethouse. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Rosmarkam, A dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius Soedirdjoatmojo, S. 1986. Bertanam Sayuran Buah. Jakarta: Badan Penerbit Karya Bani. Soeryoko, H. 2011. Kiat pintar Memproduksi Kompos dengan Pengurai Buatan Sendiri. Yogyakarta: Lily Publiser. Sumekto, R. 2006. Pupuk Kandang. Yogyakarta: Citra Aji Pratama. Suprapto. 2000. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya Suriadikarta dan Simanungkalit. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius. Sutapradja, H. 2008. Pengaruh Pemangkasan Pucuk Terhadap Hasil dan Kualitas Benih Lima Kultivar Mentimun. Jurnal Hortikultura 18 (1): 16-20. Sutarya, R dan Grubben, G. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada Universitas Press. Sutedjo, M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman dalam Pengembangan Inovasi Budidaya Sayuran Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(2): 131-147. Wahyono, S, Sahwan, dan Suryanto. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul Dari Aneka Limbah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Walsen, A. 2008. Aplikasi Pupuk Suburin Dengan Dosis dan Waktu Berbeda Pada Tanaman Ketimun (Cucumis sativus L.). Jurnal Budidaya Pertanian, 4(1): 29-37. Wijoyo, P. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. Jakarta: Pustaka Agro Indonesia.