ANALISIS PENGARUH INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP INDEKS SYARIAH YANG TERDAFTAR DI INDEKS SAHAM SYARIAH INDONESIA (ISSI)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar sarjana ekonomi
Oleh : Dimas Prabowo NIM. 109084000052
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini saya : Nama
: Dimas Prabowo
NIM
: 109084000052
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi
: Ekonomi Islam
Saya menyatakan bahwa skripsi ini BENAR adanya merupakan hasil karya tulisan saya sendiri, bukan hasil jiplakan, tiruan dan contekan hasil karya orang lain, baik sebagian atau pun seluruhnya. Pendapat atau komentar dari orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dicantumkan sesuai dengan kode etik dalam penulisan karya ilmiah.
Jakarta, 10 Agustus 2013
Dimas Prabowo
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ANALISIS PENGARUH INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP INDEKS SYARIAH YANG TERDAFTAR DI INDEKS SAHAM SYARIAH INDONESIA (ISSI)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Dimas Prabowo NIM: 109084000052
Dibawah Bimbingan, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Dr. H. Roikhan Mochamad, MM
Utami Baroroh, M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2013 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
II.
IDENTITAS PRIBADI 1. NamaLengkap
: Dimas Prabowo
2. Tempat, TanggalLahir
: Jakarta, 7 September 1992
3. Alamat
: Jalan Cikini Kramat Rt.007/01 No.1
4. E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 1. SDN Cikini 02 Pagi (1997-2003) 2. SMP Negeri 1 Jakarta (2003-2006) 3. SMA Negeri 4 Jakarta (2006-2009) 4. Universitas Islam NegeriSyarifHidayatullah Jakarta (20092013)
III.
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Hermanto
2. Ibu
: Supriyanti
3. Alamat
: Jalan Cikini Kramat Rt.007/01 No.1
4. Telepon
: 021-30271607
5. Anak
: 1(satu) dari 2 (dua) bersaudara
i
ABSTRACT This research aims to know the variables affect variables ISSI during periods of May 2010 until April 2013. In this study using Vector analysis tool Autoregresive (VAR) to analyze the relationship of causality between the variables as a whole. The variables tested in this study was inflation, SBIS, and JUB against ISSI variable. The results of this research are the inflation does not have a relationship of causality with the ISSI because the value of the variable probability greater than 5%. SBIS have a relationship of causality with the ISSI. JUB has the biggest causality relationship of variables ISSI. SBIS has a dynamic pattern of ISSI varaibel compared to other variables. JUB has the greatest shocks of variables other than variable i.e. ISSI amounted to 46.5%. Keywords: ISSI, Inflation, SBIS, Money Circulation, Vector Autoregressive (VAR)
ii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel – variabel yang mempengaruhi variabel ISSI selama periode Mei 2010 sampai dengan April 2013. Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Vector Autorgresive (VAR) untuk menganalisis hubungan kausalitas antar variabel secara keseluruhan. Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah inflasi, SBIS, dan JUB terhadap variabel ISSI. Hasil dari penelitian ini adalah inflasi tidak memiliki hubungan kausalitas dengan variabel ISSI karena nilai probabilitasnya lebih besar dari 5%. SBIS memiliki hubungan kausalitas dengan ISSI. JUB memiliki hubungan kausalitas yang paling besar terhadap variabel ISSI. SBIS memiliki pola dinamis yang paling besar terhadap varaibel ISSI dibandingkan variabel lainnya. JUB memiliki guncangan yang paling besar terhadap variabel ISSI dibandingkan variabel lainnya yaitu sebesar 46,5%. Kata Kunci : ISSI, Inflasi, SBIS, JUB, Vector Autorgressive (VAR)
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayangNya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihariakhi rzaman kelak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada: 1. Kedua orangtua saya, mamah dan bapak atas dukungan dan doanya selama ini dari TK sampai sekarang di jenjang strata 1, besarnya kasih sayang dan pengorbanannya yang selama ini yang tak mungkin dapat terbalaskan, semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan rahmat dan karunia kepadanya sampai selamanya, Amin. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,.Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Bapak Dr. Lukman, M.Siselaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Ir. Dr. H. Roikham Mochamad, MM selaku disen pembimbing pertama yang telah memberikan sarannya terhadap terciptanya tulisan ini dan juga sebagai penemu Teori SINLAMIM sebagai teori dalam ekonomi syariah yang iv
semoga kedepannya teori ini dapat digunakan sebagai pondasi ilmu ekonomi syariah. 5. Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku sekertaris jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan sekaligus sebagai dosen pembimbing kedua yang telah sangat sabar dalam membimbing dan banyak membantu dalam terciptanya skripsi ini dengan sangat baik, Terima Kasih ya bu. 6. Bapak Zuhairan Y. Yunnan, M.Sc selaku dosem pembimbing akademik yang telah memberikan kelancaran kepada saya dalam hal perkuliahan. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan. 8. Sarwendah Kanti Rahayu yang sudah mau direpotkan dan sangat banyak membantu dalam terciptanya skripsi ini 9. Ace, Ichsan, dan Gunawan sebagai teman yang paling dekat selama masa – masa kuliah terimakasih untuk waktunya selama ini, semoga kalian semua cepet nyusun skripsinya juga ya dan kita semua bisa sukses. 10. Anis, Ratna, dan Citra sebagai temen cewek yang paling deket selama masa – masa kuliah hehe. 11. Sahabat waktu SMA dan sampai kapanpun Tya, Oka, Carlo, Edo, Funnur, dan Isa yang udah sharing tentang kegiatan kuliah kalian semua diberbagai tempat, tetep lucu ya kawan – kawan. 12. Teman – teman IESP angkatan 2009 Dimas gendut, Adit botak, Adit junior, Rhomdhon, Lisa, Andre, Rifqi, dan masih banyak lagi yang gak bisa disebutin satu – satu. Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Jakarta,1 Agustus 2013
Dimas Prabowo
v
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... i ABSTRACT .................................................................................................... ii ABSTRAK ..................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi BAB I
PENDAHULUAN A. LatarBelakang .............................................................................. 1 B. PembatasanMasalah ..................................................................... 8 C. PerumusanMasalah ...................................................................... 9 D. TujuanPenelitian ........................................................................ 10 E. ManfaatPenelitian ...................................................................... 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Saham ....................................................................................... 12 1. PengertianSaham ............................................................... 12 2. Jenis – JenisSaham ............................................................ 12
vi
3. PengertianHargaSaham ..................................................... 13 4. Nilai – NilaiSaham ............................................................ 13 a. Analisis Fundamental ................................................. 13 b. AnalisisTeknikal .......................................................... 14 B. SahamSyariah .......................................................................... 14 C. TeoriInflasi .............................................................................. 17 1. PemgukuranInflasi ............................................................. 18 2. Macam – MacamInflasi ..................................................... 18 3. DampakdariInflasi ............................................................. 21 D. Sertifikat Bank Indonesia Syariah ........................................... 23 E. JumlahUangBeredar ................................................................ 28 F. PenelitianSebelumnya ............................................................. 31 G. KerangkaPenelitian .................................................................. 40 H. HipotesisPenelitian .................................................................. 43 BAB III
METODELOGI PENELITIAN A. RuangLingkupPenelitian ....................................................... 44 B. TeknikPengumpulan Data ..................................................... 44 1. Sumber Data ................................................................... 44 2. MetodePengumpulan Data ............................................. 45 C. TeknikAnalisis ....................................................................... 45 1. Vector Autoregresive(VAR) ........................................... 45 2. UjiStasioneritasdanDerajatIntegrasi ................................ 47 3. UjiKausalitas ................................................................... 48
vii
4. Analisisdalam model VAR ............................................ 48 5. Peramalan VAR .............................................................. 49 6. Impulse Response ............................................................ 49 7. Variance Decomposition ................................................. 49 BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. SekilasGambaranUmumPenelitian......................................... 51 1. PerkembanganIndeksSahamSyariah Indonesia (ISSI) ... 51 2. PerkembanganInflasi ....................................................... 53 3. Perkembangan SBIS ....................................................... 56 4. PerkembanganJumlahUangBeredar ................................ 58 B. AnalisisUjiEkonometrik ......................................................... 60 1. UjiStasioneritas Data ...................................................... 60 2. UjiDerajatIntegrasi .......................................................... 61 3. Penentuan Lag Length .................................................... 62 4. UjiKausalitas Granger .................................................... 63 5. Estimasi VAR ................................................................. 66 6. Impulse Response Function ............................................. 67 7. Variance Decompisition ................................................... 69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................. 72 B. Saran ....................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 75 DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ 77
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Indeks Saham Syariah Indonesia, Inflasi, Sertifikat
5
Bank Indonesia Syariah, dan Jumlah Uang Beredar di Indonesia periode 2010 – 2013 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya
35
4.1
Uji Satasioneritas Data
60
4.2
Uji Derajat Integrasi First Different
61
4.3
Penentuan Lag Length
62
4.4
Uji Kausalitas Granger antara Variabel ISSI dan Inflasi
63
4.5
Uji Kausalitas Granger antara variabel ISSI dan SBIS
64
4.6
Uji Kausalitas Granger antara variabel ISSI dan JUB
65
4.7
Estimasi VAR
66
4.8
Ringkasan Hasil ImpulseResponse Function\
69
4.9
Variance Decomposition
70
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Perkembangan Jumlah Emiten Saham Syariah
4
2.1
Model Kerangka Penelitian
42
4.1
Perkembangan ISSI Mei 2010 s.d April 2013
52
4.2
Perkembangan Inflasi Mei 2010 s.d April 2013
55
4.3
Perkembangan SBIS Mei 2010 s.d April 2013
56
4.4
Perkembangan Jumlah Uang Beredar Mei 2010 s.d
58
April 2013 4.5
Impulse Response Function
x
68
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Keterangan
Halaman
1
Tabel Data Penelitian ISSI, Inflasi, SBIS, dan JUB
77
2
Tabel Data Penelitian ISSI, Inflasi, SBIS, dan JUB
78
dalam bentuk LN 3
Uji Stasioneritas Data ISSI
79
4
Uji Stasioneritas Data Inflasi
80
5
Uji Stasioneritas Data SBIS
81
6
Uji Stasioneritas Data JUB
82
7
Uji Derajat Integrasi First Different ISSI
83
8
Uji Derajat Integrasi First Different Inflasi
84
9
Uji Derajat Integrasi First Different SBIS
85
10
Uji Derajat Integrasi First Different JUB
86
11
Uji Kausalitas Granger
87
12
Estimasi VAR
88
13
Penentuan Lag Length
89
14
Impulse Response Function
90
15
Variance Decomposition
91
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kondisi suatu negara menjadi bagian terpenting untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara dilihat dari kondisi internal di negara tersebut adalah situasi politik, keamanan negara tersebut, dsb. Apabila kondisi internal disuatu negara stabil dan cenderung baik, maka akan mengundang para investor baik lokal maupun asing untuk mau berinvestasi di negara tersebut. Di Indonesia sendiri, terutama di kota – kota besarnya sudah banyak sekali investor baik lokal maupun asing yang menanamkan modalnya disini, baik berupa uang ataupun aset. Ini terlihat dari gedung – gedung pencakar langit yang mendominasi kota – kota besar di Indonesia, khususnya di Jakarta yang merupakan ibukota dan sekaligus menjadi pusat perputaran uang dan perekonomian Indonesia. Krisis global yang menimpa dunia beberapa waktu lalu memberikan kekhawatiran tersendiri kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonominya. Faktor tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekonomi syariah tumbuh berkembang begitu pesat di Indonesia. Ekonomi berbasis syariah hadir memberikan pilihan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonominya atas dasar syariah. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya beberapa bank – bank syariah, ada yang langsung berdiri menjadi 1
bank umum syariah ada juga yang berawal dari unit usaha syariah (UUS) bank konvensional yang kemudian spin off menjadi bank umum syariah. Setelah melihat kesuksesan bank – bank syariah yang tumbuh begitu pesat dengan sistem syariahnya membuat beberapa sektor keuangan lainnya ikut menerapkan sistem syariah pada sistem keuangannya. Seperti asuransi, pegadaian, dan tidak terkecuali pasar modal. Perkembangan pasar modal syariah menunjukkan kemajuan seiring dengan meningkatnya indeks yang ditunjukkan dalam Jakarta Islamic Index. (JII). Peningkatan indeks pada JII walaupun nilainya tidak sebesar pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetapi kenaikan secara persentase indek pada JII lebih besar dari IHSG. Hal ini dikarenakan adanya konsep halal, berkah dan bertambah pada pasar modal syariah yang memperdagangkan saham syariah. Pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi Islam (Nazwar, 2008:1) Islamisasi Pasar modal yang telah diperjuangakan oleh beberapa kalangan akhir akhir ini, telah memainkan beberapa peran penting yang mengubah sistem dari sektor keuangan. Hal ini telah menjadi sumber utama dari pertumbuhan pasar modal syariah, dimana produk produk dan pelayanan pasar modal telah diperhatikan untuk diubah menjadi produk-produk dan pelayanan pasar modal syariah. Indeks Islam atau Indeks syariah telah mengambil tempat pada proses Islamisasi pasar modal dan menjadi awal dari pengembangan pasar modal syariah. Beberepa Indeks besar Islam didunia
2
seperti Dow Jones Islamic Market Index (DJMI), RHB syariah Index, Kuala Lumpur Syariah Index telah berkembang dan telah mulai popular diantara komunitas muslim yang memiliki komitmen dengan prinsip prinsip Islam dalam menjalankan dan memanajemen investasi mereka. Indeks indeks tersebut diciptakan dengan beberapa batasan-batasan untuk produk produk investasi sesuai dengan shariah. Bahkan non muslim juga ikut masuk berinvestasi di Indeks Islam ini walaupun ada batasan batasannya (Nazwar, 2008:1). Selain JII yang berkembang sebagai indeks saham syariah di Indonesia. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan indeks saham syariah yang baru dibentuk pada pertengahan mei 2011. Berbeda dengan JII yang dimana anggotanya hanya 30 saham syariah terlikuid, ISSI merupakan indeks saham syariah yang beranggotakan seluruh saham syariah yang dahulunya terdaftar di IHSG bergabung dengan saham non syariah lainnya. Alasan yang melatarbelakangi dibentuknya ISSI adalah untuk memisahkan antara saham syariah dengan saham non syariah yang dahulunya disatukan didalam IHSG. Cara ini diharapkan agar masyarakat yang ingin menginvestasikan modalnya pada saham syariah tidak salah tempat. Walaupun baru dibentuk pada pertengahan mei 2011, namun perkembangan saham syariah yang terdaftar di ISSI menampakan trend positif. Pada setiap tahunnya pertumbuhan saham syariah selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
3
Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Emiten Saham Syariah (dalam jumlah)
Sumber: Bursa Efek Jakarta Data statistik diatas merupakan data perkembangan saham syariah mulai dari tahun 2007 sebelum ISSI dibentuk sampai dengan akhir tahun 2012 untuk membandingkan perkembangan saham syariah sebelum dan sesudah ISSI dibentuk. Perkembangan indeks syariah ini dievaluasi dua kali dalam 1 tahun yaitu setiap 6 bulan sekali. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahunnya
perkembangan
jumlah
indeks
syariah
selalu
mengalami
pertumbuhan yang konsisten setiap tahunnya dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Namum pertumbuhan saham syariah tercatat sangat signifikan pada tahun 2011 ke tahun 2012, dimana telah kita ketahui bersama bahwa ISSI dibentuk pada tahun 2011. Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa dibentuknya ISSI memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan saham syariah di Indonesia.
4
Tabel 1.1 Indeks Saham Syariah Indonesia, Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, dan Jumlah Uang Beredar di Indonesia periode 2010 2013 Tahun
ISSI
INFLASI
SBIS
JUB
(persen)
(milyar)
(milyar)
2010
1.463.811.596
6,96
2997
2.471.206
2011
1.968.091.370
3,79
3476
2.877.220
2012
2.451.344.379
4,30
3455
3.304.645
2013
2.763.653.980
5,57
4958
3.319.468
Sumber: Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Badan Pusat Statistik (diolah) Pada tahun 2010 sebenarnya perhitungan ISSI belum dilakukan. Perhitungan ini lantas didapatkan secara manual dengan cara mengurangkan IHSG dengan JII. Selanjutnya didapatkan jumlah kapitalisasi ISSI pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 1.463.811.596. Pada pertengahan tahun 2011, tepatnya pada bulan mei 2011 perhitungan ISSI resmi dilakukan dan tercatat pada akhir tahun 2011 kapitalisasi ISSI sebesar Rp. 1.968.091.370. Pertumbuhan yang positif ini terus berlanjut pada tahun 2012 sekaligus tercatat sebagai pertumbuhan kapitaslisasi ISSI yang paling besar yaitu sebesar Rp. 2.451.344.379. Trend positif ini terus berlangsung pada tahun 2013 per bulan maret yaitu sebesar Rp. 2.763.653.980. Menurut Syahrir (1995:81) untuk dapat menjawab apakah pasar modal akan terus berkembang secara berkesinambungan maka faktor – faktor
5
terpenting yang menentukannya tergantung pada dua hal, yaitu kondisi makro ekonomi Indonesia dan stabilitas politik nasional. Jadi perkembangan indeks syariah juga dipengaruhi oleh beberapa variabel makro ekonomi dan moneter yang diantaranya adalah sertifikat bank indonesia syariah, inflasi, jumlah uang beredar (JUB), dan faktor internal lainnya seperti, kondisi ekonomi nasional, kondisi politik, keamanan, kebijakan pemerintah, dan lain-lainnya. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Tak hanya orang miskin, orang kaya pun akan terkena dampak inflasi. Nilai uang yang mereka miliki akan sama-sama tergerus. Tapi, tentu saja, daya tahan masingmasing orang untuk bisa memikul dampak inflasi berbeda-beda. Orang miskin merasakan dampak paling pahit (Wikipedia, 19 Mei 2013 21:01) Tingkat inflasi suatu negara sangat berpengaruh terhadap tingkat investasi di negara tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan menurut Syahrir (1995:81) yang menyatakan bahwa adalah sulit atau tidak membayangkan pasar modal berkembang dengan pesat apabila di dalam suatu negara berlangsung perkembangan makro seperti diantaranya tingkat inflasi yang double digit atau sampai hyperinflation. ISSI merupakan salah satu instrumen
6
alat investasi yang ada di dalam pasar modal di Indonesia. Tingkat inflasi yang selalu berubah tiap bulannya sangat memungkinkan untuk mempengaruhi tingkat investasi pada pasar modal di Indonesia khususnya pada ISSI. Dari variabel ekonomi makro lainnya, hubungan antara JUB dan investasi menarik untuk di kaji. Jumlah uang beredar yang di masyarakat akan mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut, kondisi perekonomian ini yang kemudian juga akan berpengaruh terhadap tingkat investasi yang ada pada negara tersebut, karena sebelum memutuskan untuk melakukan investasi disuatu negara para investor tentunya akan melihat keadaan perekonomian di negara tersebut terlebih dahulu. Analisa hubungan antara JUB dengan investasi ini diukur dengan cara melihat seberapa banyak peredaran uang yang ada ditengah – tengah masyarakat yang digunakan untuk berinvestasi, baik itu di saham konvensional maupun di saham syariah. Dari pengukuran tersebut kemudian di kerucutkan kembali antara saham konvensional dengan saham syariah. Dengan melihat lebih mendalam khususnya pada saham syariah, seberapa besar jumlah JUB yang ada ditengah – tengah masyarakat yang di investasikan pada saham syariah yang khususnya terdaftar pada ISSI. Investasi dalam bidang syariah tidak selalu kepada saham syariah saja, akan tetapi ada juga produk investasi syariah lainnya yang berkembang pesat di Indonesia yaitu SBIS. Sama seperti halnya indeks syariah, SBIS juga merupakan
salah satu instrumen dibidang investasi syariah yang juga
memberikan return dari hasil investasinya terhadap SBIS tersebut sama
7
seperti return yang akan kita dapatkan apabila kita berinvestasi pada indeks syariah. Menarik untuk dilihat ketika masyarakat ingin menginvestasikan uangnya pada sektor syariah, manakah yang banyak dipilih masyarakat antara SBIS atau saham syariah. Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa adanya pengaruh antara inflasi dan investasi. Apabila kita melakukan investasi dibidang saham, tingkat inflasi jelas juga akan berdampak pada harga saham itu sendiri. Begitu juga hubungan antara JUB dengan kegiatan investasi masyarakat yang khususnya berinvestasi pada sektor syariah seperti SBIS atau saham syariah yang terdaftar pada ISSI. Oleh karena penjelasan yang telah penulis jabarkan diatas, penulis mencoba mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi ISSI, maka penelitian ini penulis beri judul “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Indeks Syariah yang Terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)” diharapkan penelitian ini menarik dan perlu untuk dilakukan.
B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, ternyata ada beberapa keterkaitan antara variabel – variabel yang penulis teliti seperti inflasi, SBIS, dan jumlah uang beredar terhadap indeks syariah. Maka dari itu penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini hanya untuk saham - saham yang terdaftar didalam ISSI.
8
C. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah diatas, ternyata perkembangan pasar modal dan khususnya pada pasar modal syariah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi makro dan ekonomi moneter suatu negara seperti inflasi dan jumlah uang beredar, sedangkan dari sisi syariah pasar modal syariah juga dipengaruhi oleh sertifikat bank indonesia syariah (SBIS). Tingkat inflasi disuatu negara jelas menjadi masalah dalam setiap periodenya di seluruh negara agar dapat mengendalikan atau menjaga kestabilan tingkat inflasi di level terendah agar perekonomian dapat berjalan dengan baik dan investasi di negara tersebut lancar. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang juga merupakan instrumen syariah dibidang investasi menjadikan banyak pilihan untuk masyarakat selain pada indeks syariah, dan yang terakhir pada jumlah uang beredar (JUB) dapat dilihat dan diketahui untuk apa sajakah uang yang ada di masyarakat digunakan dan seberapa besar dampaknya terhadap pertumbuhan pasar modal di Indonesia dan khususnya terhadap pasar modal syariah di Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat diajukan pertanyaan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hubungan kausalitas antara inflasi, sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 – 2013; 2. Bagaimana pola dinamis akibat pengaruh antara inflai, sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 – 2013; 9
3. Seberapa besar guncangan (shock) yang ditimbulkan antara inflai, sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 – 2013;
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis hubungan kausalitas antara inflasi, sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 - 2013; 2. Untuk menganalisis pola dinamis akibat pengaruh antara inflasi, sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 - 2013; 3. Untuk menganalisis seberapa besar guncangan (shock) antara inflasi, sertifikat bank indonesia syariah, dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap indeks syariah yang terdaftar di ISSI pada periode 2010 - 2013;
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi Masyarakat Dapat memberikan rujukan atau informasi kepada masyarakat umum yang ingin berinvestasi menanamkan modalnya di saham syariah, khususnya untuk saham syariah yang masuk kedalam hitungan ISSI. 2. Bagi Pemerintah Agar pemerintah dapat mebuat kebijakan lain terkait saham syariah dan memberikan pilihan lain kepada para investor baik lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya kepada saham syariah. 10
3. Bagi Almamater Dapat memberikan ilmu pengetahuan yang lebih tentang pola hubungan antara inflasi, suku bunga bank indonesia, dan jumlah uang beredar terhadap saham syariah yang tertdaftar pada ISSI dan semoga menjadi acuan bagi penelitian – penelitian sejenis berikutnya.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Saham 1. Pengertian Saham Saham sering diartikan sebagai: Tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan (Fakhruddin dan Hadianto, 2001: 6). Suatu surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbit saham (Fakhruddin dan Hadianto, 2001: 5). 2. Jenis – Jenis Saham Berdasarkan hak kepemilikannya, maka saham dapat dibagi 2 jenis (Fakhruddin dan Hadianto, 2001: 12), yaitu: a. Saham Biasa (Common Stocks) Merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior dalam hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusaAnalisis
Fundamentaklhaan
apabila
perusahaantersebut
dilikuidasi. Saham biasa ini merupakan saham yang paling banyakdikenal dan diperdagangkan di pasar. b. Saham Preferen (Preferred Stocks) Saham ini mempunyai karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa menghasilkan pendapatan tetap, tetapi bisa juga mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Ada dua 12
hal penyebab saham preferen serupa dengan saham biasa yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar dividen. Perbedaan saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal yaitu klaim atas laba dan aktiva, dividen tetap selama masa berlaku dari saham, mewakili hak tebus dan dapat ditukar dengan saham biasa. 3. Pengertian Harga Saham Harga saham menurut (Hartono, 1998: 69) adalah harga yang terjadi di pasar bursa pada waktu tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar yaitu permintaan dan penawaran pasar. Harga saham dipengaruhi oleh 4 aspek yaitu: pendapatan, dividen, aliran kas, dan pertumbuhan. Pada penelitian ini yang akan dibahas adalah pengaruh dividen dengan harga saham, dimana harga saham dianggapsebagai nilai sekarang dari seluruh dividen yang diharapkan di masa mendatang. 4. Nilai – Nilai Saham Ada dua pendekatan untuk melakukan analisis investasi yang berkaitan dengan harga saham (Husnan, 1996: 315) yaitu: a. Analisis Fundamental Analisis ini beranggapan bahwa setiap investor adalah makhluk rasional, karena itu analisis ini mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dengankondisi perubahaan yang tercermin pada nilai kekayaan bersih perusahaan itu.
13
b. Analisis Teknikal Analisis ini beranggapan bahwa penawaran dan permintaan menentukan harga saham. Para analis teknikal lebih banyak menggunakan informasi yang timbul dari luar perusahaan yang memiliki dampak terhadap perusahaan dari pada informasi intern perusahaan.
B. Saham Syariah Menurut Hamid (2009, 47) Produk investasi berupa saham pada prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dalam teori pencampuran Islam mengenal akad syirkah atau musyarakah yaitu suatu kerjasama antara dua atau lebih pihak untuk melakukan usaha dimana masing – masing pihak menyerahkan sejumlah dana barang atau jasa. Menurut Fakhruddin (2001) Saham dapat didefinisikan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.Syariah dalam arti luas “al-syari‟ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa normanorma
ilahiyah,
baik
yang
mengatur
tingkah
laku
batin
(sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif. Dalam arti ini, al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya 14
Beberapa Definisi Saham Syariah: Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, mendefinisikan saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Soemitra (2009), saham syariah merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam saham syariah dapat dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah. Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam. Data saham merupakan bagian dari Daftar Efek Syariah (DES) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Terdapat beberapa pendekatan untuk menyeleksi suatu saham apakah bisa dikategorikan sebagai saham syariah atau tidak, yaitu: 1. Pendekatan jual beli. Dalam pendekatan ini diasumsikan saham adalah asset dan dalam jual beli ada pertukaran asset ini dengan uang. Juga bisa dikategorikan sebagai sebuah kerja sama yang memakai prinsip bagi hasil (profit-loss sharing).
15
2. Pendekatan aktivitas keuangan atau produksi. Dengan menggunakan pendekatan produksi ini, sebuah saham bisa diklaim sebagai saham yang halal ketika produksi dari barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan bebas dari element-element yang haram yang secara explicit disebut di dalam Al-Quran seperti riba, judi, minuman yang memabukkan, zina, babi dan semua turunan-turunannya. 3. Pendekatan pendapatan. Metode ini lebih melihat pada pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut. Ketika ada pendapatan yang diperoleh dari bunga (interest) maka secara umum kita bisa mengatakan bahwa saham perusahaan tersebut tidak syariah karena masih ada unsur riba disana. Oleh karena itu seluruh pendapatan yang didapat oleh perusahaan harus terhindar dan bebas dari bunga atau interest. 4. Pendekatan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dengan melihat ratio hutang terhadap modal atau yang lebih dikenal dengan debt/equity ratio. Dengan melihat ratio ini maka diketahui jumlah hutang yang digunakan untuk modal atas perusahaan ini. Semakin besar ratio ini semakin besar ketergantungan modal terhadap hutang. Akan tetapi untuk saat ini bagi perusahan agak sulit untuk membuat ratio ini nol, atau sama sekali tidak ada hutang atas modal. Oleh karena itu ada toleransitoleransi atau batasan seberapa besar “Debt to Equity ratio“ ini. Dan masing masing syariah indeks di dunia berbeda dalam penetapan hal ini. Namun secara keseluruhan kurang dari 45% bisa diklaim sebagai perusahaan yang memiliki saham syariah.
16
C. Teori Inflasi Menurut Ebert dan Griffin dalam Murhadi (2009:21) inflasi merupakan kondisi dimana jumlah barang yang beredar lebih sedikit dari jumlah permintaan sehingga akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga yang meluas dalam sistem perekonomian secara keseluruhan. Kenaikan inflasi yang signifikan akan mempengaruhi daya beli konsumen berupa penurunan kemampuan daya beli. Ketika suatu negara mengalami kenaikan inflasi yang tinggi dan bersifat uncertainty (tidak menentu) maka resiko dari investasi dalam aset – aset keuangan akan meningkat dan keredibilitas mata uang domestik akan melemah terhadap mata uang global. Tingkat inflasi biasanya diukur melalui perubahan indeks harga konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Menurut
Amalia
(2010:105-112)
Inflasi
adalah
kecenderungan
meningkatnya harga – harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi., kecuali jika kenaikan harga barang itu mengakibatkan harga barang lain menjadi ikut naik. Misalnya kenaikan harga telur, sedang barang lain konstan tidak dapat disebut sebagai inflasi. Tetapi kenaikan harga minyak, atau lisrtrik dapat mengakibatkan harga – harga barang lain menjadi naik. Kenaikan harga minyak dan listrik ini dapat dimasukan sebagai pemicu inflasi. Di dalam indikator ekonomi sering dituliskan angka inflasi. Misalnya angka inflasi 10 persen. Ini menunjukan kenaikan harga barang – barang secara umum adalah 10 persen. Hal ini bukan berarti bahwa semua barang
17
harganya naik 10 persen. Ada barang yang naiknya di atas 10 persen dan ada pula yang turun lebih dari 10 persen. Namun secara rata – rata harga semua barang – barang naik 10 persen. 1. Pengukuran Inflasi Untuk menghitung inflasi dapat digunakan rumus:
Π = Pt – Pt-1 / Pt
=
∆Pt / Pt-1
Dimana: π = Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun-t Pt-1 = IHK tahun sebelumnya (t-1) 2. Macam – Macam Inflasi Menurut
Judisseno
(2005:76)
Ada
berbagai
cara
untuk
menggolongkan inflasi. Penggolongan pertama didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Berdasarkan ini inflasi dapat dibagi atas: a. Inflasi ringan (dibawah 10 persen per tahun) b. Inflasi sedang (10% - 30%) c. Inflasi berat (30% - 100%) d. Hiperinflasi (diatas 100%) Indonesia pernah mengalami hiperinflasi pada tahun 1960-an yang mencapai 650 persen. Indonesia pernah pula mengalami inflasi berat yaitu mencapai 60 persen pada tahun 1998. Di tahun 1999 inflasi sedikit melemah yaitu mencapai 20 persen.
18
Penggolongan kedua menurut Judiseno (2005:77) adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini, inflasi dapat dibedakan atas: a. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) Menurut Keynes demand pull inflation merupakan tekanan inflasi akibat adanya excess demand terhadap barang dan jasa. Harga disini maksudnya adalah harga – harga umum atau yang disebut sebagai inflasi. Bertambahnya permintaan dapat disebabkan oleh naiknya permintaan barang, pengeluaran pemerintah, dan permintaan suatu barang oleh luar negeri. Menurt klasik, demand pull inflation dijelaskan melalui Quantity Theory of Money. Jika Supply uang lelebihi jumlah permintaannya, maka individu ekonomi akan menggunakan kelebihan uangnya itu untuk meningkatkan pengeluarannya. Kalau permintaan output tumbuhnya lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi, maka akan terjadi inflasi (too much money chasing few goods). MV = PY Bila dilihat perubahannya, maka P=M+V–Y Velositas uang itu stabil dalam jangka pendek, jadi V = 0. P menunjukan perubahan harga (inflasi), M menunjukan perubahan jumlah uang beredar, dan Y menunjukan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi 2%, dan pertumbuhan jumlah uang beredar 5% maka inflasi akan naik sebesar 3%.
19
Kaum monetaris mengatakan, jika ingin inflasi itu (0%),
maka
perlu
kebijakan
dari
otoritas
nol persen
moneter
untuk
menyeimbangkan antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan pertumbuhan ekonomi. b. Inflasi Dorongan Harga (Cost Push Inflation) Perbedaan dari demand pull inflation dengan cost push inflation, pertama, pada demand pull inflation terjadi kenaikan output sedangkan pada cost push inflation yang terjadi malah penurunan output. Kedua, pada demand pull inflation, kenaikan harga barang mendahului kenaikan harga bahan – bahan input (material) sedang pada cost push inflation, kenaikan harga barang input yang mendahului kenaikan harga barang output. Penggolongan inflasi ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi. Dari sini kita dapat membedakan: 1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) 2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) Inflasi yang bertasal dari dalam negeri adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri itu sendiri seperti defisit keuangan negara yang dibiayai (ditutupi) dengan pencetakan uang baru, atau pengenaan pajak oleh pemerintah. Sedangkan inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi akibat pengaruh kenaikan harga barang – barang dari luar negeri. Misalnya kenaikan harga barang – barang input dari luar
20
negeri, penurunan nilai tukar mata uang rupiah yang mengakibatkan harga barang – barang dari luar negeri menjadi semakin mahal, dll. Kenaikan harga dalam negeri akibat hubungan luar negeri bisa juga terjadi akibat naiknya ekspor. Dengan naiknya ekspor akan mengakibatkan barang didalam negeri menjadi langka, yang pada akhinya mengakibatkan naiknya harga barang dalam negeri. 3. Dampak dari Inflasi Menurut Sukirno (1997: 305) dampak yang akan ditimbulkan dari inflasi adalah sebagai berikut: a. Memburuknya distribusi pendapatan Dengan terjadinya inflasi, pendapatan juga naik,. Namun bagi produsen yang naiknya biaya produksi akan dibebankan kepada konsumen, sehingga pendapatannya meningkat. Bagi pekerja, walaupun gaji yang diterimanya naik, kenaikan harga – harga barang konsumsi membuat kemampuan daya beli semakin menurun. b. Bunga yang semakin tinggi Inflasi akan cenderung menyebabkan suku bunga semakin meningkat. Ada perbedaan pandangan antara Keynes dan Monetaris tentang fenomena ini. Menurut Keynes dalam (Amalia, 2010:110) naiknya tingkat harga menyebabkan semakin tingginya pengeluaran nominal. Meningkatnya pengeluaran nominal tersebut, mengakibatkan permintaan akan uang untuk transaksi juga meningkat. Bila jumlah uang beredar tetap, maka akan mengakibatkan suku bunga menjadi meningkat.
21
Sedangkan menurut
Monetaris, ekspektasi terhadap inflasi
menyebabkan suku bunga nominal meningkat. Irving Fisher mengatakan bahwa ada hubungan antara inflasi dengan tingkat bunga. Menurut Fisher, seseorang akan memperoleh keuntungan secara rill jika tingkat bunga nominal melebihi tingkat inflasi. Akan tetapi jika tingkat bunga nominal berada dibawah tingkat inflasi maka secara rill orang yang menabungkan uangnya di bank akan mengalami kerugian. c. Ketidakpastian dan spekulasi Inflasi akan menciptakan ketidakpastian menjadi semakin besar, mengingat profitability dari investasi menjadi semakin tidak jelas. Ekspektasi dari keuntungan investasi menjadi lebih sulit, dan inflasi dapat meningkatkan ketidakpastian untuk pembiayaan investasi. Pengusaha akan emilih investasi dengan nilai pengembalian yang tinggi, yang cepat (quick pay-off) dan tidak akan melakukan investasi yang dibiayai pinjaman jangka pendek (karena suku bunga nominal sangat tinggi). d. Masalah pada Balance of Payment Bila inflasi di dalam negeri lebih besar dibanding inflasi di negara lain maka barang kita tidak akan kalah bersaing, ekspor menurun, dan negara partner menjadi diuntungkan. Dengan kata lain, inflasi menhyebabkan ekspor menajdi lesu, dan impor menjadi lebih diminati. Akibatnya neraca transaksi berjalan semakin memburuk, muncul spekulasi akan terjadinya devaluasi mata uang.
22
Apabila kurs mata uang menurun (depresiasi), maka harga barang domestik yang berasal dari impor akan semakin mahal, dan dapat menyebabkan ongkos produksi menjadi semakin, mahal sehingga inflasi semakin besar.
D.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Keberadaan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter memiliki tingkat keberhasilan yang signifikan. Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya tentu saja membuat bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya pengendalian jumlah uang beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank Indonesia menyiapkan instrumen lain berupa Sertifikat Wadiah Bank Indnesia. Akan tetapi, karakteristik dasarnya yang berprinsip wadiah rupanya kurang efektif . Maka dari itu, untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter, maka Bank Indonesia menyiapkan sebuah instrumen yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang dapat digunakan dalam SBIS adalah akad Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh, Musyarakah, Ju'alah, Wadi'ah, Qardh, dan Wakalah. Dari keenam akad di atas, yang saat ini telah digunakan hanyalah SBIS berdasarkan akad Ju‟alah. Ju‟alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/‟iwadh//ju‟l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
23
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia Menurut Bank Indonesia (2013) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah adalah surat berharga sebagai pengakuan utang Bank Indonesia yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah. Karakteristik SBIS saat ini adalah: 1. Menggunakan akad ju‟alah namun, berdasarkan fatwa DSN-MUI, SBI Syariah juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah). 2. Bersatuan unit sebesar Rp1 juta 3. Berjangka waktu paling kurang satu bulan dan paling lama 12 bulan; 4. Diterbitkan tanpa warkat (scripless) 5. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, dan 6. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder (non-negotiable). Seperti halnya SBI, SBIS adalah juga instrumen Bank Indonesia untuk operasi pasar terbuka, utamanya melalui mekanisme perbankan syariah. Mekanisme penerbitan SBIS adalah lewat cara lelang. Pihak yang dapat diikutsertakan dalam proses pelelangan SBIS adalah sebagai berikut: 1. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan 2. BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
24
Bank Indonesia memberikan imbalan terhadap SBIS yang diterbitkan. Sedangkan hasil dari transaksi lelang SBIS dapat dibatalkan dengan cara sebagai berikut: 1. Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia. 2. Transaksi SBIS (setelmen lelang SBIS, setelmen first leg Repo SBIS, dan setelmen second leg Repo SBIS) dinyatakan batal apabila saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi. Menurut Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 akad pada SBIS yang digunakan saat ini adalah ju‟alah. Akad ju‟alah adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu hasil pekerjaan. Adapun rukun dan syarat syahnya ju‟alah adalah sebagai berikut: Rukun ju‟alah: 1. Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja juga tidak ditentukan waktunya. 2. Ja‟il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu dari hasil pencapaian atas suatu pekerjaan yang telah dijanjikan sebelumnya. 3. Maj‟ulah adalah orang yang melaksanakan akad ju‟alah. 4. Maj‟ulaih adalah pekerjaan yang dilaksanakan. 5. Upah Syarat syahnya akad ju‟alah adalah sebagai berikut: 1. Orang yang menjanjikan hadiah atau upah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum. Yaitu: baliqh, berakal, dan cerdas.
25
2. Objek ju‟alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah. 3. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai dan harus jelas juga nilainya. 4. Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan. 5. Pekerjaan yang mengharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh di manfaatkan menurut hukum syar‟i. Dalam SBIS Ju‟alah, Bank Indonesia bertindak bertindak sebagai ja‟il (pemberi pekerjaan) dan Bank Syariah bertindak sebagai maj‟ullah (penerima pekerjaan) dan objek Ju‟alah (mahall al-„aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam hal supaya akad ini menjadi sah, rukun dan syarat Ju‟alah pun harus dipenuhi. Menurut Fatwa DSN MUI NO: 64/DSN-MUI/XII/2007 ketentuan akad SBIS Ju‟alah adalah sebagai berikut: 1. SBIS ju‟alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah. 2. Dalam SBIS ju‟alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja‟il ( pemberi pekerjaan ); Bank Syariah bertindak sebagai maj‟ul lah ( penerima pekerjaan); dan objek Ju‟alah (mahall al-„aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter
melalui
penyerapan
likuiditas
dari
masyarakat
dan
26
menepatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. 3. Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penertiban SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai
upaya
pengendalian
moneter
dan
menjanjikan
imbalan
(reward/‟iwadh/ju‟l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Adapun ketentuan hukum dari SBIS Ju‟alah adalah sebagai berikut: a. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/„iwadh/ju‟l) yang telah dijanjikan kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia
dalam
upaya
pengendalian
moneter
dengan
cara
menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu, melalui "pembelian" SBIS Ju'alah. b. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalahwadi‟ah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS Ju‟alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo. c. Dalam hal Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi‟) memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan SBIS Ju‟alah-nya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir.
27
d. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju‟alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo. e. Bank syariah hanya boleh atau dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya
pada
SBIS Ju‟alah sepanjang
belum
dapat
menyalurkannya ke sektor riil. f. SBIS Ju‟alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjualbelikan (non tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah.
E. Jumlah Uang Beredar (JUB) Menurut Diulio (1998:133) Jumlah uang beredar (M) adalah hasil kali uang primer dengan pengganda uang. Uang primer terdiri dari uang kartal yang berada diluar sistem perbankan di tambah dengan simpanan lembaga – lembaga keuangan. Volume uang primer dikendalikan oleh bank sentral melalui operasi pasar terbuka. Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu: 1. Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut „Narrow Money‟ (M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan 2. Uang beredar dalam arti luas atau „Broad Money‟ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit). Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Dalam tulisan ini, jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua yaitu uang 28
beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2). 1. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1) Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal. Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral. 2. Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2) Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito
berjangka
(time
deposits)
dan
tabungan.
Uang
kuasi
diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan. Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian.
29
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar Menurut Yuliadi (2008: 86) faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar adalah sebagai berikut: a. Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit) Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar. b. Keadaan APBN (surplus atau defisit) Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil. c. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
30
d. Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia Sebagai banker‟s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar. Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
F. Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya merupakan kumpulan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya terhadap penelitian yang akan dilakukan ini. Hasil – hasil dari penelitian sebelumnya ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan ini. Chairul Nazwar (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah di Indonesia” dapat disimpulkan bahwa beberapa variabel ekonomi makro memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan saham syariah ini, ini dapat dilihat dari hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham syariah di Indonesia. Sedangkan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham syariah di Indonesia.
31
Malik Cahyadin dan Devi Oktaviana Milandari (2009) dengan judul “Analisis Efficient Mrket Hypothesis (EMH) di Bursa Saham Syariah” dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat bursa saham syariah di Indonesia, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Malaysia dengan menggunakan model analisis Efficient Market Hypothesis (EMH), dimana didalam metode ini terdapat tiga jenis pasar yang dikaitkan dengan informasi (baik itu data maupun kebijakan) yang ada di pasar, yaitu pasar bentuk lemah, pasar bentuk setengah kuat, dan pasar bentuk kuat. Paper ini menjelaskan tentang pasar saham syariah yang ada di Indonesia dan Amerika Serikat dengan mengacu pada indeks harga saham syariahnya. Hasil uji stasioneritas data JII menunjukkan bahwa data stasioner mengindikasikan bahwa bentuk pasar saham syariah Indonesia dikategorikan ke dalam bentuk pasar lemah. Sesuai dengan teori EMH bahwa pasar dengan bentuk lemah menunjukkan indikasi harga saham syariah pada saat ini lebih disebabkan oleh informasi yang terjadi pada periode-periode sebelumnya. Makaryanawati, Miscbachul Ulum (2009) dengan judul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Likuidasi Perusahaan terhadap Risiko Investasi Saham yang Terdaftar pada Jakarta Islamic Index” dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga yang ditujukan oleh tingkat suku bunga SBI sebagai tingkat kenaikan risiko terbukti berpengaruh signifikan terhadap tingkat risiko investasi. Tingkat likuidasi perusahaan yang ditunjukan oleh rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko investasi. Hal ini berbeda dengan konsep yang menyebutkan bahwa risiko
32
investasi dibagi menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dipengaruhi oleh faktor mikro. Faktor mikro dalam penelitian in adalah tingkat likuidasi perusahaan yang diukur dengan rasio lancar. Putri Yumettasari, Endang Tri Widiastuti, Wisnu Mawardi (2010) dengan judul “Analisis Faktor – Faktor Per Antara Yang Mempengaruhi Saham Syariah Dengan Saham Non Syariah (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdapat di BEI periode 2003 -2005) dapat disimpulkan bahwa Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi empiris yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh current ratio, debt to equity ratio, inventory turnover, return on equity, net profit margin dan devidend payout ratio terhadap price earnings ratio. Berdasarkan hasil analisa data dalam pembuktian hipotesis serta pembahasannya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pengaruh dari current ratio, debt to equity ratio, inventory turn over, return on equity, net profit margin,dan devidend payout ratio dalam mempengaruhi price earnings ratio (PER) antara saham syariah dan saham non syariah kategori non keuangan. Kesesuaian model penelitian ini adalah sebesar 24,5%, sisanya sebesar 75,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. M. Dharani dan P. Natarajan (2011) dengan judul “Equanimity of Risk and Return Relationship Between Sharia Index and General Index in India dapat disimpilkan bahwa penelitian ini dilakukan secara empiris dengan cara menganalisis nilai return indeks Nifty selama 3 tahun yaitu dalam periode 1
33
Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja saham syariah dan saham konvensional dan kemudian membandingkan perbedaan diantara keduanya apakah ada perbedaan yang cukup signifikan atau tidak. Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa indeks syariah kurang signifikan setelah diuji dalam periode tersebut. Menurut hasil t-test perbedaan diantara kedua indeks ini belum cukup signifikan. Dr. Anuj Kumar Tyagi dan Mohd. Rizwan (2012) dengan judul “A Study of The Movement of BSE – TASIS Shariah 50 Index in Accordance with Sense” dapat disimpulkan bahwa didalam penelitian ini menganalisis pertumbuhan indeks Thasis Sharia dan Sensex yang dihitung pada periode Desember 2011 sampai dengan November 2012 yang kurang lebih selama satu tahun. Dalam penelitian ini menggunakan daftar tabel grafik untuk menemukan tujuan dari dari penelitian ini. Hal yang didapat adalah indeks TASIS Sharia dan Sensex selalu mengalami pertumbuhan dalam bulan – bulan tertentu. Oleh sebab itu penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk para investor yang ingin menginvestasikan modalnya di indeks syariah akan mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih dibanding indeks konvensional.
34
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya NO 1
Peneliti
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian
Chairul
Ordinary Least Judul Penelitian: Analisis Pengaruh
Nazwar (2008)
Square
Variabel Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah di Indonesia
Hasil Penelitian: beberapa variabel ekonomi makro memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan saham syariah ini, ini dapat dilihat dari hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham syariah di Indonesia. Sedangkan suku bunga berpengaruh negatif dan sibgnifikan terhadap return saham syariah di Indonesia. 2
Malik
Uji
Judul Penelitian: Analisis Efficient
Cahyadin dan
Stationeritas
Mrket Hypothesis (EMH) di Bursa
Devi
Uji Kausalitas
Saham Syariah
Oktaviana
Granger
Milandari
Uji Korelasi
Hasil Penelitian: penelitian ini
(2009)
Sederhana
dilakukan untuk melihat bursa saham syariah di Indonesia, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Malaysia dengan menggunakan model analisis Efficient Market Hypothesis (EMH), dimana didalam metode ini terdapat tiga jenis pasar yang dikaitkan dengan informasi
35
NO
Peneliti
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian (baik itu data maupun kebijakan) yang ada di pasar, yaitu pasar bentuk lemah, pasar bentuk setengah kuat, dan pasar bentuk kuat. Paper ini menjelaskan tentang pasar saham syariah yang ada di Indonesia dan Amerika Serikat dengan mengacu pada indeks harga saham syariahnya. Untuk menganalisi keseluruhan data yang ada didalam penelitian ini digunakannlah uji stationeritas dan uji kausalitas Granger untuk mengujinya dengan menggunakan alat analisis Eviews. Hasil uji stasioneritas data JII menunjukkan bahwa data stasioner mengindikasikan bahwa bentuk pasar saham syariah Indonesia dikategorikan ke dalam bentuk pasar lemah. Sesuai dengan teori EMH bahwa pasar dengan bentuk lemah menunjukkan indikasi harga saham syariah pada saat ini lebih disebabkan oleh informasi yang terjadi pada periode-periode sebelumnya.
3
Makaryanawat
Analisis
Judul Penelitian: Pengaruh Tingkat
i, Miscbachul
Regresi
Suku Bunga dan Tingkat Likuidasi
Ulum (2009)
Berganda
Perusahaan terhadap Risiko Investasi Saham yang Terdaftar pada Jakarta Islamic Index
36
NO
Peneliti
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian Hasil Penelitian: tingkat suku bunga yang ditujukan oleh tingkat suku bunga SBI sebagai tingkat kenaikan risiko terbukti berpengaruh signifikan terhadap tingkat risiko investasi. Tingkat likuidasi perusahaan yang ditunjukan oleh rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko investasi. Hal ini berbeda dengan konsep yang menyebutkan bahwa risiko investasi dibagi menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dipengaruhi oleh faktor mikro. Faktor mikro dalam penelitian in adalah tingkat likuidasi perusahaan yang diukur dengan rasio lancar.
4
Putri
Ordinary Least Judul Penelitian: Analisis Faktor –
Yumettasari,
Square
Faktor Per Antara Yang Mempengaruhi
Endang Tri
Saham Syariah Dengan Saham Non
Widiastuti,
Syariah (Studi Empiris pada
Wisnu
Perusahaan Non Keuangan yang
Mawardi
Terdapat di BEI periode 2003 -2005)
(2010) Hasil Penelitian: Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi empiris yang bertujuan untuk mengetahui
37
NO
Peneliti
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian pengaruh current ratio, debt to equity ratio, inventory turnover, return on equity, net profit margin dan devidend payout ratio terhadap price earnings ratio. Berdasarkan hasil analisa data dalam pembuktian hipotesis serta pembahasannya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Terdapat perbedaan pengaruh dari current ratio, debt to equity ratio, inventory turn over, return on equity, net profit margin,dan devidend payout ratio dalam mempengaruhi price earnings ratio (PER) antara saham syariah dan saham non syariah kategori non keuangan. Kesesuaian model penelitian ini adalah sebesar 24,5%, sisanya sebesar 75,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
5M. Dharani,
Vektor
Judul Penelitian: Equanimity of Risk
P. Natarajan
Autoregresive
and Return Relationship between
(2011)
Shariah Index and General Index in India
Penelitian ini dilakukan secara empiris dengan memeriksa risiko dan nilai return Nifty Syariah indeks dan indeks Nifty selama periode 2 Januari 2007 -
38
NO
Peneliti
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian 31 Desember 2010. Periode sampel telah dibagi lagi menjadi periode pasar pertama dan periode pasar kedua berdasarkan pergerakan indeks kedua selama masa studi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisis kinerja Indeks Syariah dan Indeks Konvensional dan untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antara kedua indeks tersebut di India. Berdasarkan studi yang sebelumnya, tulisan ini memperlihatkan risiko yang disesuaikan pengukuran seperti Sharpe index, indeks Treynor dan Jensen alpha. T-tes telah digunakan untuk menguji kembali berarti perbedaan antara kedua indeks. Studi menemukan bahwa Nifty Syariah kurang signifikan selama periode sampel sampel dan sub. Menurut t-test, berarti perbedaan antara kedua indeks belum signifikan yang mengungkapkan keduanya konsisten. Pengembalian risiko disesuaikan untuk indeks kedua.
Dr. 6 Anuj
Uji Stationer
Judul Penelitian:
Kumar Tyagi
A Study of the Movement of BSE-TASIS
dan Mohd.
Shariah 50 Index in accordance with
Rizwan (2012)
Sensex Penelitian ini menganalisis gerakan 39
NO
Peneliti
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian Tasis Syariah dan Sensex selama periode Desember 2011 sampai November 2012. Nilai-nilai penutupan indeks Syariah dari Sensex yang dikumpulkan dari situs-situs BSE. Studi ini berbentuk tabel dan grafik yang kemudian dianalisis untuk memeriksa tujuan studi. Hal ini ditemukan bahwa Tasis Syariah dan sensex bergerak hampir dalam arah yang sama pada bulan tertentu. Oleh karena itu, studi ini menyimpulkan bahwa ekuitas berdasarkan etika investor dapat memperoleh lebih atau kurang sama dengan berinvestasi di perusahaan Syariah & saham lain yang terdapat di Sensex. Kesimpulannya adalah, penelitian ini telah menunjukkan bahwayang biasa digunakan untuk menilai kepatuhan syariah perusahaan untuk tujuan termasuk mereka dalam daftar perusahaan yang dapat diterima, perlu dimodifikasi.
Sumber: Berbagai Referensi (diolah) G. Kerangka Penelitian Menurut Hamid (2012:25) kerangka pemikiran merupakan sinetesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya
40
merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat berupa bagan, deskrptif kualitatif, atau bahkan gabungan keduanya. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) selalu mengalami pertumbuhan untuk setiap tahunnya. Pertumbuhannya ini tidak lepas karena dipengaruhi atas beberapa variabel ekonomi makro seperti inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Inflasi merupakan salah satu dari sekian banyak variabel ekonomi makro yang
sangat
mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi
disuatu
negara.
Pertumbuhan ekonomi disuatu negara juga tidak terlepas dari besarnya tingkat investasi yang bertumbuh di negara tersebut. ISSI merupakan salah satu dari beberapa instrumen investasi yang ada di Indonesia. Jadi inflasi dan pergerakan ISSI ini sangat berpengaruh dalam perekonomian suatu negara. Variabel lain yang akan mempengaruhi pergerakan ISSI adalah SBIS. Telah kita ketahui bersama bahwa ISSI dan SBIS adalah merupakan instrumen investasi syariah. Keduanya saliong berpengaruh negatif karena masyarakat sendiri yang akan memilih salah satu diantara kedua instrumen investasi syariah tersebut untuk tempat mereka berinvestasi. Variabel makro yang terakhir yang akan mempengaruhi pergerakan ISSI adalah Jumlah Uang Beredar (JUB). Jumlah uang yang beredar di suatu negara otomatis akan memcerminkan kondisi perekonomian negara tersebut. Jumlah uang yang beredar di suatu negara tentunya akan masuk kepada sektor – sektor
41
perekonomian yang akan menggerakan suatu negara, tidak terkecuali ke sektor investasi. Jadi variabel JUB secara garis besar akan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ISSI kedepannya. Selanjutnya investasi yang tertanam disuatu negara ini juga akan menjadi stimulus dalam tumbuh dan berkembangnya perekonomian suatu negara. Diharapkan ISSI yang merupakan salah satu dari sekian banyak alat investasi dapat menyumbangkan perannya untuk memberikan dampak yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti dan dengan melihat dari hasil penelitian sebelumnya maka kerangka penelitian yang terbentuk adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Kerangka Penelitian
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia INVESTASI
Indeks Syariah
SBIS
Ket:
Jumlah Uang Beredar
Tingkat Inflasi
(Ruang Lingkup Penelitian)
42
H. Hipotesis Penelitian Dari hasil penilitian ini, dapat diambil sebuah hipotesis untuk menyimpulkan bahwa adanya pengaruh antar variabel yang saling mempengaruhi antar tiap variabel lainnya. 1. Diduga adanya hubungan kausalitas antara inflasi, SBIS, dan JUB terhadap indeks syariah yang terdaftar pada ISSI secara simultan. 2. Diduga adanya pola dinamis akibat pengaruh antara inflasi, SBIS, dan JUB terhadap indeks syariah yang terdaftar pada ISSI secara simultan. 3. Diduga adanya guncangan (shocks) yang cukup besar antara inflasi, SBIS, dan JUB terhadap indeks syariah yang terdaftar pada ISSI secara simultan.
43
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah seluruh saham syariah yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pda periode waktu 2010.5 – 2013.4 Untuk jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder sendiri adalah data yang didapat dari pihak (instansi) lain yang biasa digunakan untuk melakukan penelitian.
B. Teknik Penentuan Data Dalam melakukan pengumpulan data sangat dibutuhkan ketelitian agar mendapatlam data yang bagus. Data yang bagus dapat membantu mendapatkan hasil yang sesuai dalam penelitian yang sedang dikerjakan. Dalam penelitian ini data yang dipergunakan adalah: 1. Sumber Data Data yang digunakan diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) berupa daftar saham yang terdaftar pada ISSI pada tahun 2010.5 – 2013.4. Data inflasi diperoleh dari BPS dan data SBIS dan JUB diperoleh dari Bank Indonesia pada periode tahun 2010.5 – 2013.4. 2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari data statistik dan data yang di publikasikan secara umum. Data – data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:
44
a. Data statistik kapitalisasi ISSI pada periode tahun 2010.5 – 2013.4 bersumber dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) b. Data statistik outstanding SBIS pada periode tahun 2010.5 – 2013.4 bersumber dari Bank Indonesia (BI) c. Data statistik JUB pada periode tahun 2010.5 – 2013.4 bersumber pada Bank Indonesia (BI) d. Data inflasi yang dipublish oleh BPS pada periode tahun 2010.5 – 2010.4 bersumber pada Bank Indonesia (BI)
C. Teknik Analisis 1. Analisis Vector Autoregressive (VAR) VAR merupakan regresi sederhana dari persamaan Xt = ItXt-1 + €t dimana Xt = vektor dari time series yang stationer dan €t = vektor pada time series yang white noise dengan matriks kovarian Ω. Model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model VAR. Siregar dan Irawan (2005) dalam Ajija, dkk (2011:165) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, seta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai persamaan melalui interpretasi persamaan.
45
VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai berikut Yt = β0 + βtYt-1 + βtYt-2 ... + βpYt-p + ℮t Dimana Y = Vektor variabel tak bebas ( Y1,t , Y2,t , Y3,t ) βo = Vektor intersep berukuran n x 1 βt = Matriks parameter berukuran n x 1 ℮t = Vektor residual ( ∑1,t , ∑2,t , ∑3,t ) Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel tak bebas bersifat stationer, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan di antara variabel tak bebas tidak ada korelasi. Uji kestationeran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada tidaknya unit root dalam variabel dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF), adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau model regresi lancung. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi persamaan regresi lancung adalah dengan melakukan diferensiasi atas variabel endogen dan eksogennya, sehingga diperoleh variabel yang stationer dengan derajat I(n). Kestationeran data melalui pendeferensialan belum cukup, kita perlu mempertimbangkan keberadaan hubungan jangka panjang dan jangka pendek dalam model. Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dapat dilakukan dengan metode Johansen atau Engel-Granger. Jika variabel – variabel tidak
46
terkointegrasi, maka dapat diterapkan VAR standar yang hasilnya akan identik dcengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah stationer pada derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan terhadap vektor kointegrasi, maka dapat diterapkan ECM untuk single equation atau VECM untuk system equation. 2. Uji Stationeritas Data & Derajat Integrasi Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stationeritas pada data atau disebut juga stationary stochastic process. Uji stationeritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey – Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang stationer, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata – ratanya (Enders, 1995) dalam Ajija, dkk (2011:165). Menurut Gujarati (2003: 817) dalam Ajija, dkk (2011:165) menjelaskan bentuk persamaan uji stationer dengan analisis ADF dalam persamaan berikut. ∆Yt= αo + ϒ Yt-1 + βt ∑ ∆Yt-i+1 + ℮t Dimana Yt = Bentuk dari first difference α 0 = Intersep Y = Variabel yang diuji stationeritasnya P = Panjang lag yang digunakan dalam model ℮ = Error Term
47
Dalam persamaan tersebut dapat kita ketahui bahwa H0 menunjukan adanya unit root dan H1 menunjukan kondisi tidak adanya unit root. Jika dalam uji stationeritas ini menunjukan nilai ADFstatistik yang lebih besar daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui bahwa data tersebut stationer karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika nilai ADFstatistik lebih kecil daripada Mackinnon critical valu, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak stationer pada derajat level. Dengan demikian, differensing data untuk memperoleh data yang stationer pada derajat yang sama di first different I(1) harus dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya. 3. Uji Kausalitas Analisis yang berkaitan dengan model sistem VAR non struktural adalah mencari hubungan sebab akibat atau uji kausalitas antar variabel endogen di dalam sistem VAR. Hubungan sebab akibat ini bisa diuji dengan menggunakan uji kausalitas Granger. 4. Analisis di dalam model VAR Hasil estimasi VAR seringkali tidak memuaskan dilihat dari uji t kelambanan variabel endogen di dalam sistem VAR kemungkinan tidak signifikan secara statistik. Selaim itu secara individual koefisien di dalam model VAR sulit diinterpretasikan. Kegunaan model VAR adalah untuk analisis dinamis data time series. Ada beberapa analisis penting yang bisa didihasilkan di dalam model VAR yaitu:
48
a. Peramalan VAR b. Impulse Response c. Variance Decomposition 5. Peramalan VAR Dengan metode VAR kita dapat mengamati pergerakan atau trend data – data yang diamati sehingga kita bisa melakukan peramalan. Peramalan di dalam VAR merupakan sebuah ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan menggunakan seluruh informasi yang ada di masa lalu. 6. Impulse Response Secara individual koefisiensi di dalam model VAR sulit di interpretasikan maka para ahli ekonometrika menggunakan analisis impulse response. Impulse response ini merupakan salah satu analisis penting dalam model VAR. Analisis impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya guncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan (e). 7. Variance Decomposition Selain impulse response, model VAR juga menyediakan analisis Forecast Error Decomposition of Variance atau seringkali disebut dengan variance decomposition. Variance decomposition ini memberikan metode yang berbeda
di
dalam
menggambarkan
sistem dinamis
VAR
dibandingkan dengan anlisis impulse response sebelumnya. Analisis impulse response sebelumnya digunakan untuk melacak dampak shock dari variabel endogen terhadap variabel lain di dalam
49
sistem
VAR.
Sedangkan
analisis
variance
decomposition
ini
menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR karena
adanya
shock.
Variance
decomposition
berguna
untuk
memprediksi kontribusi prosentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR.
50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan suatu indeks syariah baru yang dibentuk oleh Bursa Efek Indonesia. ISSI dibentuk pada sekitar pertengahan Mei 2011. Sebelum ISSI ini dibentuk telah ada sebelumnya indeks syariah lainnya yakni JII yang telah lebih dahulu ada. Namun indeks JII ini dirasa masih kurang untuk menampung semakin banyaknya indeks syariah yang terdaftar di IHSG, karena indeks syariah yang terdaftar di JII adalah hanya 30 indeks syariah yang terbesar. Didasari atas itu semua maka dibentuklah ISSI untuk menampung keseluruhan indeks syariah yang terdaftar di IHSG. Jadi ISSI ini beranggotakan seluruh indeks syariah yang ada didalam IHSG baik itu yang besar maupun yang kecil. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dan memberikan pilihan lain kepada masyarakat dan juga agar masyarakat yang ingin menginvestasikan uangnya pada indeks syariah tidak salah tempat. Gambar dibawah ini adalah perkembangan ISSI dari periode Mei 2010 sampai dengan Maret 2013 adalah sebagai berikut.
51
Gambar 4.1 Perkembangan ISSI Mei 2010 s.d April 2013
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah), 2013 Gambar diatas merupakan perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode Mei 2010 sampai dengan April 2013. Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa ISSI selalu mengalami pertumbuhan setiap periodenya. Walaupun ISSI ini baru saja di bentuk namun perkembangannya menunjukan trend yang sangat positif. Hasil perkembangan ISSI ini didapat dengan cara menghitung secara manual nilai kapitalisasi indeks syariah yang tercatat di IHSG dari periode Mei 2010 sampai dengan periode April 2011. Hal ini dilakukan karena pada periode tersebut ISSI belum dibentuk. Pada periode Mei 2010 sampai dengan April 2013 perkembangan kapitalisasi ISSI ini selalu mengalami pertumbuhan. Walaupun ada beberapa penurunan, namun
52
penurunan ini tidak terlalu signifikan dan kemudian mengalami pertumbuhan kembali di periode selanjutnya. Pertumbuhan ISSI yang selalu terjadi setiap periodenya ini tidak terlepas karena pertumbuhan pangsa pasar syariah yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia beberapa tahun kebelakang ini. Pertumbuhan pangsa pasar syariah yang berawal dari sektor perbankan yang kemudian merambah ke asuransi dan kini eranya telah masuk pada pasar modal. Inilah yang dijadikan kesempatan oleh beberapa perusahaan atau emiten untuk mengeluarkan indeks syariah agar dapat menarik minat para masyarakat penanam modal yang ingin berinvestasi pada indeks syariah. Diawali pada Mei 2010 kapitalisasi ISSI pada pasar modal di Indonesia mencapai angka 1.084.853.495 dan angka ini selalu meningkat pada periode – periode selanjutnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada bulan Juli 2011 yaitu sebesar 1.820.928.310 sedangkan bulan selanjutnya merupakan penurunan yang cukup besar dibandingkan pada periode sebelumnya tepatnya pada September 2011 yaitu sebesar 1.585.367.940. Periode selajutnya kapitalisasi ISSI pada pasar modal selalu mengalami kenaikan walaupun sesekali berfluktuatif namun tidak terlalu signifikan penurunannya. Pada April 2013 kapitalisasi ISSI pada pasar modal tercatat sebesar 2.837.700.260. 2. Perkembangan Inflasi Salah
satu
variabel
makroekonomi
yang
mempengaruhi
perkembangan ISSI adalah inflasi. Inflasi merupakan naiknya harga
53
barang pokok secara terus – menerus dan mempengaruhi harga barang lainnya. Hampir dari tahun ke tahun kita dapat merasakan naiknya harga suatu barang, ini tidak terlepas dari besarnya tingkat inflasi yang tercatat pada periode tersebut. Inflasi merupakan faktor paling utama penggerak perekonomian disuatu negara. Inflasi juga merupakan indikator utama untuk mengukur tingkat kestabilan perekonomian disuatu negara. Tingkat inflasi dapat diketahui dengan cara mencari selisih antara IHK tahun berjalan dengan IHK tahun sebelumnya dan kemudian dibagi dengan IHK tahun berjalan. Tingkat inflasi yang cenderung stabil setiap periodenya juga dapat mencerimnkan bahwa perekonomian di negara tersebut cenderung stabil juga. Untuk melihat pertumbuhan tingkat inflasi di Indonesia dalam periode Mei 2010 s.d April 2013 dapat dilihat pada gambar berikut. Perkembangan tingkat inflasi di Indonesia dari periode Mei 2010 sampai dengan periode April 2013. Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa tingkat infllasi Indonesia dalam periode ini mencapai tingkat tertingginya pada periode Januari 2011 yaitu sebesar 7,02%. Hal ini disebabkan karena gangguan dari sisi pasokan, khususnya bahan pangan, memberikan tekanan yang cukup besar terhadap inflasi, sehingga inflasi tercatat lebih tinggi dari target yang ditetapkan (Bank Indonesia, 2011). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini.
54
Gambar 4.2 Perkembangan Inflasi Mei 2010 s.d April 2013
inflasi 8 7
6 5 4
INFLASI
3
INFLASI
2
Mar …
Jan-…
Nov…
Sep-…
Jul-12
May…
Mar …
Nov…
Jan-…
Sep-…
Jul-11
May…
Mar …
Jan-…
Nov…
Sep-…
Jul-10
0
May…
1
Sumber: Bank Indonesia (diolah), 2013 Setelah mencapai tingkat tertingginya dalam periode ini, tingkat inflasi kemudian selalu mengalami penurunan yang cukup signifikan pada periode selanjutnya. Sampai pada periode Februari 2012 tingkat inflasi Indonesia tercatat sebesar 3,56%. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di tengah menurunnya kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Hal ini didukung oleh kondisi ekonomi makro dan sistem keuangan yang kondusif sehingga memungkinkan sektor rumah tangga dan sektor usaha melakukan kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Selain itu, kuatnya permintaan domestik di tengah
melemahnya
kinerja
ekspor
menyebabkan
terjadinya
ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan (Bank Indonesia, 2012). Selanjutnya tingkat inflasi selalu mengalami kenaikan pada periode selanjutnya sampai dengan sekarang. Kenaikkan tingkat inflasi ini 55
cenderung diakibatkan karena tidak stabilnya harga minyak mentah dunia yang berdampak terhadap perekonomian di Indonesia. Kenaikkan tingkat inflasi ini juga dipredeksi akan terus mengingkat mengingat baru saja pemerintah Republik Indonesia melakukan penyesuaian harga baru untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan sangat mempengaruhi harga barang kebutuhan pokok yang ada dipasaran. 3. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Salah satu instrumen kebijakan moneter yang berpengaruh terhadap perkembangan ISSI adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Dibawah ini adalah gambar yang menunjukkan perkembangan outstanding SBIS pada periode Mei 2010 sampai dengan April 2013. Gambar 4.3 Perkembangan SBIS Mei 201 s.d April 2013
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
6E+12 5E+12 4E+12 3E+12
2E+12
SBIS
1E+12
Mar-13
Jan-13
Nov-12
Sep-12
Jul-12
May-12
Mar-12
Jan-12
Nov-11
Sep-11
Jul-11
May-11
Mar-11
Jan-11
Nov-10
Sep-10
Jul-10
May-10
0
Sumber: Bank Indonesia (diolah), 2013 56
Berdasarkan gambar 4.3 diatas tentang perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) pada periode Mei 2010 sampai dengan April 2013 dapat diketahui bahwa perkembangan SBIS setiap periodenya sangat berfluktuatif sekali. Perkembangan SBIS yang berfluktatif ini disebabkan antara lain karena Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah juga berfluktuatif, sehingga penyerapan dana DPK yang ditempatkan pada SBIS juga mengalami penurunan. Pada periode ini tercatat bahwa SBIS terendah tercatat pada Juli 2010 yaitu sebesar 555 milyar. Penurunan jumlah SBIS ini disebabkan karena menurunnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah yang ditempatkan pada SBIS, pada periode ini DPK perbankan syariah cenderung digunakan untuk pembiayaan atau ditempatkan pada sektor rill. Periode selanjutnya SBIS selalu mengalami peningkatan setiap periodenya. Setahun kemudian tepatnya yaitu pada Juli 2011 SBIS kembali mengalami penurunan, namun penurunan ini tidak lebih rendah dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada Juli 2010 yaitu sebesar 1.604 milyar. Hal ini disebabkan karena pada Juli 2011 bersamaan dengan momen hari raya Idul Fitri. Budaya masyarakat yang biasanya membagi – bagikan uang pada saat lebaran mengakibatkan Dana Pihak Ketiga yang ada di bank – bank syariah mengalami penurunan. Penurunan Dana Pihak Ketiga
yang terjadi
pada perbankan syariah inilah
yang juga
mengakibatkan menurunnya pula SBIS pada periode ini, karena dana yang biasa di alokasikan untuk SBIS mengalami penurunan.
57
4. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar merupakan salah satu indikator moneter yang digunakan untuk mengetahui kondisi perekonomian disuatu negara. pengendalian yang baik atas jumlah uang beredar yang ada pada suatu negara juga dapat membuat kestabilan pada perekonomian di negara tersebut. Perkembangan jumlah uang beredar di Indonesia pada periode Mei 2010 sampai dengan April 2013 dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4.4 Perkembangan JUB Periode Mei 2010 s.d April 2013
Jumlah Uang Beredar 4E+15 3.5E+15
3E+15 2.5E+15 2E+15
1.5E+15
JUB
1E+15
5E+14 Mar-13
Jan-13
Nov-12
Sep-12
Jul-12
May-12
Mar-12
Jan-12
Nov-11
Sep-11
Jul-11
May-11
Mar-11
Jan-11
Nov-10
Sep-10
Jul-10
May-10
0
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah), 2013 Berdasarkan pada gambar 4.4 diatas tentang perkembangan jumlah uang beredar pada periode Mei 2010 sampai dengan April 2013 dapat diketahui bahwa jumlah uang beredar yang ada di masyarakat selalu mengalami kenaikan. Kenaikkan jumlah uang beredar ini memiliki 58
beberapa sebab, diantaranya adalah pencetakan uang yang dilakukan Bank Indonesia sehingga menyebabkan naiknya tingkat inflasi di Indonesia, pola konsumsi yang dilakukan masyarakat meningkat sehingga memilih untuk memegang uangnya sendiri. Menurut Bank Indonesia berdasarkan laporan pembayaran dan pengedaran uang tahun 2010 dinyatakan bahwa penggunaan uang kartal oleh masyarakat menunjukkan peningkatan sebagaimana tercermin pada meningkatnya berbagai indikator pengedaran uang antara lain jumlah uang beredar (JUB) dan net aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (net outflow). Pada tahun 2010, pertumbuhan JUB rata-rata mencapai 12,1% yaitu dari Rp244,4 triliun menjadi Rp274,0 triliun, atau meningkat dari pertumbuhan UYD rata-rata tahun 2009 yang hanya sebesar 10,7%. Meskipun pertumbuhannya meningkat dibanding tahun 2009, laju pertumbuhan rata-rata JUB pada tahun 2010 tersebut masih dibawah angka historis sebelum krisis (20052008) yang berkisar antara 13,5% sampai 26,3%. Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan
kualitas
uang,
yang
meliputi
pemenuhan
uang,
optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah termasuk di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
59
Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, layanan kas prima, dan pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien.
B. Analisis Uji Ekonometrik 1. Uji Stasioneritas Data Dalam pengujian ekonometrik menggunakan metode VAR, langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi ekonomi yang menggunakan data time series adalah dengan menguji stasioneritas data atau yang biasa juga disebut dengan stationary stochastic process. Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey - Fuller (ADF) pada derajat yang sama yaitu pada level atau different hingga didapatkan suatu data yang stasioner, maksudnya data stasioner disini yaitu adalah data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata – ratanya (Enders, 1995) dalam Ajija Shochrul R., dkk (2011:165) Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data
ISSI
Probabilitas ADF 0.0067
-4.403715
Critical Value (5% level) -3.544284
INFLASI
0.6136
-1.937932
-3.544284
SBIS
0.0103
-4.232111
-3.544284
JUB
0.0685
-3.394340
-3.544284
Variabel
t-Statistic ADF
Sumber: Lampiran 3, 4, dan 5 60
Berdasarkan pada tabel 4.1 diatas, dapat kita ketahui bersama hanya dua variabel yang stasioner pada tingkat level atau I(0) yaitu variabel ISSI dan SBIS. Variabel tersebut stasioner karena nilai probabilitas ADF lebih kecil dari tingkat α = 5%. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai critical value yang lebih besar dari nilai t-Statistic ADF. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu variabel INFLASI dan JUB masih belum stasioner pada tingkan level. hal ini terbukti dari nilai probabilitas ADF yang lebih besar dari nilai α = 5%. Hal tersebut juga dapat dilihat dari nilai critical value yang lebih kecil dari nilai t-Statistic ADF. Untuk itu perlu dilakukan langkah selanjutnya yaitu uji derajat integrasi first different. 2. Uji Derajat Integrasi Setelah dilakukan uji stasioneritas data pada tingkat level, ternyata masih ada dua variabel yang belum stasioner pada tingkat level, yaitu variabel INFLASI dan JUB. Untuk itu perlu dilakukan uji derajat integrasi first different untuk menstasionerkan data yang belum stasioner pada tingkat level. Tabel 4.2 Uji Derajat Integrasi First Different
ISSI
Probabilitas ADF 0.0002
-5.914150
Critical Value (5% level) -3.568379
INFLASI
0.0273
-3.824355
-3.548490
SBIS
0.0000
-8.398113
-3.548490
JUB
0.0000
-7.112386
-3.548490
Variabel
t-Statistic ADF
Sumber: Lampiran 6, 7, dan 8 61
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat kita lihat bersama bahwa semua variabel telah stasioner pada tingkat first different. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai probabilitas ADF yang lebih kecil dari nilai α = 5%. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan cara membandingkan nilai critical value yang lebih besar dari nilai t-Statistic ADF. Setelah semua variabel stasioner pada tingkat first different maka selanjutnya penelitian dilanjutkan pada penentuan lag length. 3. Penetuan Lag Length Dalam melakukan penentuan lag optimal, kita tentukan pula kriteria yang mempunyai final prediction error corection (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC, dan HQ yang paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan. Tabel 4.3 Penentuan Lag Length
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3
10.87841 114.6325 124.3632 143.3039
NA 176.0676* 14.15365 22.95848
7.75e-06 3.83e-08* 5.87e-08 5.56e-08
-0.416873 -5.735306* -5.355344 -5.533571
-0.235478 -4.828332* -3.722790 -3.175438
-0.355839 -5.430137* -4.806040 -4.740131
Sumber: Lampiran 11 Dari tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa penentuan lag optimal yang disarankan oleh software ekonometrik adalah pada lag 1. Penentuan lag optimal ini kemudian digunakan pada pengujian Uji Kausalitas Granger.
62
4. Uji Kausalitas Granger Menurut Ajija Shochrul R., dkk (2011:167) metode ini digunakan untuk melihat dan menganalisis hubungan kausalitas antara variabel yang diamati dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah hubungan di antara variabel – variabel ISSI, Inflasi, SBIS, dan JUB. Tabel 4.4 Uji Kausalitas Granger Antara Variabel ISSI dan Inflasi Pairwise Granger Causality Tests Date: 07/01/13 Time: 22:48 Sample: 1 36 Lags: 1 Null Hypothesis: INFLASI does not Granger Cause ISSI ISSI does not Granger Cause INFLASI
Obs
F-Statistic
Prob.
35
0.17309 1.73217
0.6802 0.1975
Sumber: Lampiran 12 Berdasarkan tabel 4.4 diatas tentang uji kausalitas Granger antara variabel ISSI dengan Inflasi, dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara variabel ISSI dengan variabel Inflasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yang lebih besar dibandingkan dengan nilai α = 5%. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam perekonomian bahwa tingkat inflasi yang cenderung tidak stabil tidak mempengaruhi pertumbuhan kapitalisasi indeks syariah di pasar modal syariah, hal ini yang menyebabkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara variabel inflasi dengan variabel ISSI. Selanjutnya akan dilihat bagaimana hasil pengujian uji kausalitas Granger antara variabel ISSI dengan SBIS pada tabel 4.5 dibawah ini. 63
Dikarenakan variabel inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap ISSI begitu juga sebaliknya, maka variabel inflasi ini dihilangkan dalam penelitian ini dan tidak di ikut sertakan pada tahap penelitian selanjutnya. Selanjutnya akan dilihat bagaimana uji kausalitas Granger antara variabel ISSI dengan SBIS pada tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara Variabel ISSI dengan SBIS Pairwise Granger Causality Tests Date: 07/01/13 Time: 22:49 Sample: 1 36 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
35
1.53772 6.55896
0.2240 0.0154
SBIS does not Granger Cause ISSI ISSI does not Granger Cause SBIS
Sumber: Lampiran 12 Berdasarkan tabel 4.5 diatas tentang uji kausalitas Granger antara variabel ISSI dengan variabel SBIS, dapat diketahui bahwa terjadi hubungan kausalitas antara variabel ISSI dengan variabel SBIS. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai probabilitasnya yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai α = 5%. Hal ini dapat tercermin dalam perekonomian bahwa antara ISSI dan SBIS sama – sama merupakan instrumen
investasi
syariah,
keduanya
saling
bersinergi
dalam
meningkatkan iklim investasi di Indonesia, khususnya di pasar modal syariah. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri Wulan Fatmawati dan Irfan Syauqi Beik (2012) perilaku masyarakat yang ingin menanamkan modalnya di indeks syariah juga masih mengamati variabel 64
inflasi ini. Hal inilah yang kemudian menimbulkan adanya hubungan kausalitas antara SBIS dan ISSI. Selanjutnya akan dibahas hubungan kausalitas Granger antara variabel JUB dengan variabel ISSI pada tabel 4.6 dibawah ini. Tabel 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara Variabel ISSI dengan JUB Pairwise Granger Causality Tests Date: 07/01/13 Time: 22:51 Sample: 1 36 Lags: 1 Null Hypothesis: JUB does not Granger Cause ISSI ISSI does not Granger Cause JUB
Obs
F-Statistic
Prob.
35
11.2834 0.10692
0.0020 0.7458
Sumber: Lampiran 12 Berdasarkan tabel 4.6 diatas tentang uji kausalitas Granger antara variabel ISSI dengan variabel JUB dapat diketahui bahwa variabel JUB memiliki hubungan kausalitas dengan variabel ISSI. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari nilai α= 5%. Didalam perekonomian sendiri jumlah uang beredar yang berada di masyarakat sangat berpengaruh terhadap perekonomian di negara tersebut. Begitu juga dengan pengaruhnya terhadap investasi secara umum, naiknya tingkat investasi akan di ikuti dengan menurunnya tingkat JUB yang ada di masyarakat, menurunnya tingkat JUB yang ada di masyarakat ini karena masyarakat lebih memilih untuk berinvestasi dibandingkan untuk memegang uangnya sendiri dirumah atau ditabung di bank. Setelah semua variabel sudah melewati pengujian uji kausalitas Granger, maka penelitian dilanjutkan dengan pengujian estimasi VAR.
65
5. Estimasi VAR Selajutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y mempengaruhi variabel X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistic hasil estimasi dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-statistic lebih besar daripada nilai ttabelnya, maka dapat dikatakan bahwa variabel Y mempengaruhi variabel X. Tabel 4.7 Hasil Estimasi VAR Vector Autoregression Estimates Date: 07/01/13 Time: 22:54 Sample (adjusted): 3 36 Included observations: 34 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DISSI
DSBIS
DJUB
DISSI(-1)
0.386896 (0.18078) [ 2.14014]
0.391124 (1.63226) [ 0.23962]
0.014660 (0.05104) [ 0.28725]
DSBIS(-1)
0.013017 (0.01948) [ 0.66832]
0.282116 (0.17587) [ 1.69415]
-0.000788 (0.00550) [-0.14329]
DJUB(-1)
1.157348 (0.37792) [ 3.06238]
1.271791 (3.41228) [ 0.37271]
0.955256 (0.10669) [ 8.95344]
C
-28.40824 (9.60626) [-2.95726]
-32.94690 (86.7347) [-0.37986]
1.312901 (2.71193) [ 0.48412]
Sumber: Lampiran 13 Berdasarkan hasil kausalitas Granger pada langkah sebelumnya dan didapat bahwa variabel X yaitu inflasi tidak memiliki pengaruh dengan variabel Y yaitu ISSI, maka dalam pengujian ini dan pengujian
66
selanjutnya variabel inflasi tidak lagi dimasukan atau tidak lagi diteliti. Berdasarkan dengan hasil tabel 4.7 diatas tentang hasil estimasi VAR, dapat diketahui bersama bahwa variabel SBIS mempengaruhi variabel ISSI, hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan nilai t-statistic hasil estimasi variabel inflasi yang bernilai 1.69415 yang berarti lebih besar dengan nilai t-tabelnya yang bernilai 1.684. Begitu juga dari hasil estimasi diatas variabel JUB juga mempengaruhi variabel ISSI, hal ini dapat dibuktikan juga dengan melihat serta membandingkan nilai tstatistic hasil estimasi yang bernilai 8.95344 yang berarti lebih besar dari nilai t-tabelnya yang bernilai 1.684. 6. Impulse Response Function Setelah dilakukan uji kausalitas Granger, langkah selanjutnya adalah melakukan uji Impulse Response Function (IRF), uji IRF ini berfungsi untuk menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel lain. Jadi, lamanya pengaruh dari shock suaru variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat (Ajija Shochrul R., 2011:168).
67
Gambar 4.5 Impulse Response Function
Re sp R es pons e
of
D ISSI
to
D ISSI
.06
.06
.05
.05
.04
.04
.03
.03
.02
.02
.01
.01
.00
.00 1
2
3
4
R es pons e
5
of
6
D SBI S
7
to
8
9
10
1
D ISSI
.6
.6
.4
.4
.2
.2
.0
.0
-.2
-.2 1
2
3
4
5
R es pons e of
6
DJUB
7
to
8
9
10
1
D ISSI
.016
.016
.012
.012
.008
.008
.004
.004
.000
.000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Sumber: Lampiran 14 Gambar diatas adalah hasil dari IRF antara variabel ISSI, SBIS, dan JUB. Pada baris pertama kolom kedua menunjukkan respons DISSI terhadap DSBIS dapat dilihat bahwa pada periode kedua DISSI memberikan guncangan shock terhadap DSBIS hingga mencapai kestabilannya setelah periode kedua hingga seterusnya sampai pada periode kesepuluh. Selanjutnya pada baris ketiga kolom pertama menunjukkan respons antara variabel DJUB terhadap variabel DISSI yang dimana variabel DJUB disini sebagaimana yang juga terlihat dalam gambar memberikan response yang cenderung stabil selama periode pertama sampai periode kesepuluh.
68
Berdasarkan Tabel 4.6 tentang pengaruh inflasi dan SBIS yang direspon oleh ISSI serta penjelesan yang telah dijabarkan diatas, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: Tabel 4.8 Ringkasan Tabel Impulse Response Function Respon ISSI Kejutan ISSI
Positif dan Tidak Stabil
Kejutan SBIS
Positif dan Stabil
Kejutan JUB
Positif dan Stabil
7. Variance Decomposition Variance Decomposition atau yang biasa disebut juga forecast error variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen – komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan asumsi bahwa variabel – variabel innovation tidak saling berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
69
Tabel 4.9 Variance Decomposition Variance Decomposition of DISSI: Period
S.E.
DISSI
DSBIS
DJUB
1
0.056998
100.0000
0.000000
0.000000
2
0.066617
91.75771
1.721005
6.521283
3
0.073408
82.47123
2.276331
15.25244
4
0.079330
74.62056
2.299539
23.07990
5
0.084685
68.40388
2.189612
29.40651
6
0.089572
63.51752
2.064237
34.41824
7
0.094059
59.63212
1.951640
38.41624
8
0.098198
56.49013
1.856046
41.65382
9
0.102036
53.90557
1.775762
44.31867
10
0.105608
51.74615
1.708076
46.54577
Sumber: Lampiran 15 Berdasarkan tabel 4.7 diatas tentang variance decomposition dan variabel apa saja yang mempengaruhi DISSI dapat dilihat bahwa pada periode pertama variabel DISSI dipengaruhi oleh variabelnya sendiri yaitu sebesar 100%. Pada periode – periode selanjutnya sampai dengan periode
10
dapat
dilihat
bahwa
variabel
DSBIS
memberikan
pengaruhnya sebesar 1.72% pada periode kedua dan terus meningkatkan pengaruhnya terhadap variabel DISSI sampai dengan periode kelima. Selanjutnya setelah periode kelima sampai dengan periode kesepuluh pengaruh variabel DSBIS terhadap DISSI selalu mengalami penurunan sampai pada periode kesepuluh yang dimana pengaruh variabel DSBIS hanya sebesar 1.70% terhadap variabel DISSI.
70
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi variabel DISSI adalah variabel DJUB. Sama seperti variabel DSBIS, variabel DJUB juga baru memberikan pengaruhnya terhadap variabel DISSI pada periode kedua yaitu sebesar 6.52%, namun yang membedakannya dengan variabel DSBIS adalah variabel DJUB ini selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam hal mempengaruhi variabel DISSI sampai dengan periode kesepuluh. Tercatat pada periode kesepuluh variabel DJUB mempengaruhi variabel DISSI sebesar 46.54%. Hal ini berarti antara variabel DSBIS dan variabel DJUB yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel DISSI dalah variabel DJUB.
71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada bab IV dengan menggunakan alat analisis VAR dan mengacu kepada ketiga hipotesis yang penulis nyatakan didalam bab III, maka pada penelitian ini dapat dtarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan uji kausalitas Granger hanya variabel SBIS dan variabel JUB yang memiliki hubungan kausalitas dengan variabel ISSI, dan variabel inflasi tidak memilik hubungan kausalitas dengan variabel ISSI, maka variabel inflasi dikeluarkan dari penelitian ini. Berdasarkan hal ini maka untuk hipotesis pertama diterima karena sekurang – kurangnya terdapat dua variabel yang memiliki hubungan kausalitas antara inflasi, SBIS, dan JUB terhadap variabel ISSI. 2. Pada variabel SBIS memiliki pola dinamis yang cukup besar dibandingkan dengan variabel lainnya terhadap variabel ISSI. Dengan demikian maka untuk hipotesis kedua diterima karena sekurang – kurangnya terdapat satu buah variabel yang memiliki pola dinamis yang besar antara variabel inflasi, SBIS, dan JUB tehadap variabel ISSI. 3. Berdasarkan uji analisis variance decomposition, variabel JUB memiliki guncangan (shocks) yang palin besar dibandingkan dengan variabel lainnya terhadap variabel ISSI. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji variance decomposition untuk variabel ISSI mempengaruhi variabelnya sendiri
72
pada periode pertama sebesar 100% sampai dengan periode sepeluh menurun menjadi 51,7%. Selanjutnya untuk variabel JUB mempengaruhi pada periode pertama sebesar 0% kemudian selalu meningkat hingga pada periode sepuluh menjadi 46,5%. Dengan demikian maka pada hipotesis ketiga dapat diterima karena sekurang – kurangnya terdapat satu buah variabel yang memberikan guncangan (shock) antara variabel inflasi, SBIS, dan JUB terhadap variabel ISSI pada periode
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari penilitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Bank Indonesia sebagai penggerak utama moneter di Indonesia diharapkan mampu mejaga kestabilan tingkat SBIS dan jumlah uang beredar di masyarakat setiap periodenya dengan cara tidak melakukan pengawasan terhadap jumlah uang beredar di Indonesia dengan melakukan lelang SBIS sehingga jumlah uang beredar yang ada di masyarakat dapat dikendalikan. OJK juga diharapkan dapat memberikan stimulus terhadap pasar modal syariah dan tidak hanya sekedar mengawasi namun juga ikut mengembangkan pasar modal syariah yang akhirnya dapat mengundang para investor untuk lebih memilih indeks syariah daripada indeks konvensional. Selain untuk meningkatkan para investor di pasar modal syariah cara ini juga diharapkan dapat efektif untuk mengendaliakan jumlah uang beredar di masyarakat karena dapat menyerap uang yang ada
73
di
masyarakat
karena
msyarakat
menggunakan
uangnya
untuk
berinvestasi pada pasar modal syariah. 2. Diharapkan kedepannya SBIS dan JUB dapat berpengaruh lebih besar lagi untuk dapat menumbuhkan indeks syariah ini. Kerjasama yang optimal antara Bank Indonesia sebagai pengendali moneter di Indonesia dengan OJK sebagai pengawasa lembaga – lembaga syariah juga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ISSI kedepannya. 3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambah variabel ekonomi lainnya misalkan ekonomi mikro, kebijakan fiskal, dsb. Hal ini guna untuk melihat pengaruh ISSI secara keseluruhan terhadap variabel – variabel yang ada didalan ekonomi.
74
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R dkk. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba Empat. 2011 Amalia, Fitri. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Ekonomi Makro. Jakarta. 2010 Badan Pusat Statistik. Jumlah Uang Beredar dalam miliar Rupiah Tahun Bulanan 2003 – 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik Bank Indonesia. Data Inflasi Bulanan 2003 – 2013. Jakarta: Bank Indonesia _____________. Outstanding Sertifikat Bank Indonesia Syariah Bulanan 2008 – 2013. Jakarta: Bank Indonesia ____________. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Bank Indonesia ____________. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Bank Indonesia BAPPEPAM-LK, Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia Bulanan 2010 – 2013. Jakarta: BAPPEPAM-LK Bursa Efek Indonesia, Table Trading by Industry Bulanan 2010.9 – 2013.4. Jakarta: Bursa Efek Indonesia Dulio, Eugene A. Uang dan Bank. Alih Bahasa: Ir. Burhanuddin Abdullah. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta: 1998 Fakhruddin, M. Sopian. Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2001 Fakhruddin, M dan Hadianto M. Perangkat dan Model Analisis Investasi Di Pasar Modal. PT Gramedia Pustaka Utma. Jakarta: 2001 Fatmawati, Sri Wulan dan Irfan Syauqi Beik. “Pengaruh Makroekonomi dan Pasar Saham Syariah Internasional Terhadap JII”. Dalam Republika 27 Juni 2013 Gani, R.A dan Mahmudah Fitriyah Z.A. Disiplin Berbahasa Indonesia. Jakarta: FITK PRESS. 2011 Hamid, Abdul. Pedoman Penulisan Skripsi FEB 2012. FEB UIN PRESS. Jakarta: 75
2012 ___________. Pasar Modal Syariah. Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Jakarta: 2009 Hartono, Jogiyanto. Teori Portofolio dan Anlasis Investasi. BPFE Yogyakarta. Yoygakarta: 1998 Judisseno, Rimsky K. Sistem Moneter dan Perbankan Di Indonesia. PT. Garamedia Pustaka Utama. Jakarta: 2005 Murhadi, Werner R. Analisis Saham Pendekatan Fundamental. PT. Indeks. Jakarta: 2009 Nazwar, Chairul. “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah Di Indonesia” dalam Wahan Hijau Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah Vol. 4, No. 1, Agustus 2008 Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009 – 2010. Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009 Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN. Yogyakarta: 1996 Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana. Jakrta: 2009 Sukirno, Sdono. Makro Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2004 Syahrir. Analisis Bursa Efek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 1995 Widarjono, Agus. Ekonometrika Yogyakarta: 2009
Pengantar
dan
Aplikasinya.
Ekonisia.
Yuliadi, Imamudin. Ekonomi Moneter. Indeks. Jakarta: 2008
76
Lampiran 1 TAHUN Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13
ISSI 1084853495 1132404715 1201041146 1194771973 1348157169 1435420954 1267223630 1463811596 1348154094 1415601686 1442557714 1497794819 1512915230 1700908080 1820928310 1703475100 1585367940 1683693280 1680832980 1968091370 2056615180 2101349530 2184589600 2205923140 2019080030 2243172020 2356326080 2346810540 2486873610 2555085730 2491195850 2451334370 2503227790 2676295370 2763653980 2837700260
INFLASI 4,16 5,02 6,22 6,44 5,80 5,67 6,33 6,96 7,02 6,84 6,65 6,16 5,98 5,54 4,61 4,79 4,61 4,42 4,15 3,79 3,65 3,56 3,97 4,50 4,45 4,53 4,56 4,58 4,31 4,61 4,32 4,30 4,57 5,31 5,90 5,57
SBIS 1,535E+12 1,445E+12 5,55E+11 7,15E+11 7,55E+11 1,776E+12 2,401E+12 2,997E+12 3,296E+12 3,226E+12 3,376E+12 3,701E+12 3,271E+12 3,042E+12 1,604E+12 1,819E+12 1,989E+12 2,574E+12 3,144E+12 3,476E+12 3,799E+12 3,806E+12 3,567E+12 3,155E+12 3,16E+12 3,155E+12 2,662E+12 2,372E+12 2,495E+12 2,382E+12 2,763E+12 3,455E+12 3,97E+12 4,595E+12 4,855E+12 4,958E+12
JUB 2,14323E+15 2,23114E+15 2,21759E+15 2,23646E+15 2,27496E+15 2,30885E+15 2,34781E+15 2,47121E+15 2,43668E+15 2,42019E+15 2,45136E+15 2,43448E+15 2,47529E+15 2,52278E+15 2,56456E+15 2,62135E+15 2,64333E+15 2,67721E+15 2,72954E+15 2,87722E+15 2,85498E+15 2,8498E+15 2,91192E+15 2,92726E+15 2,99206E+15 3,05036E+15 3,05484E+15 3,08901E+15 3,12553E+15 3,16173E+15 3,20513E+15 3,30465E+15 3,26587E+15 3,27743E+15 3,31947E+15 3,36412E+15
77
Lampiran 2 TAHUN Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13
LN_ISSI 20,80 20,85 20,91 20,90 21,02 21,08 20,96 21,10 21,02 21,07 21,09 21,13 21,14 21,25 21,32 21,26 21,18 21,24 21,24 21,40 21,44 21,47 21,50 21,51 21,43 21,53 21,58 21,58 21,63 21,66 21,64 21,62 21,64 21,71 21,74 21,77
INFLASI 4,16 5,02 6,22 6,44 5,80 5,67 6,33 6,96 7,02 6,84 6,65 6,16 5,98 5,54 4,61 4,79 4,61 4,42 4,15 3,79 3,65 3,56 3,97 4,50 4,45 4,53 4,56 4,58 4,31 4,61 4,32 4,30 4,57 5,31 5,90 5,90
LN_SBIS 28,06 28,00 27,04 27,30 27,35 28,21 28,51 28,73 28,82 28,80 28,85 28,94 28,82 28,74 28,10 28,23 28,32 28,58 28,78 28,88 28,97 28,97 28,90 28,78 28,78 28,78 28,61 28,49 28,55 28,50 28,65 28,87 29,01 29,16 29,21 29,23
LN_JUB 35,30 35,34 35,34 35,34 35,36 35,38 35,39 35,44 35,43 35,42 35,44 35,43 35,45 35,46 35,48 35,50 35,51 35,52 35,54 35,60 35,59 35,59 35,61 35,61 35,63 35,65 35,66 35,67 35,68 35,69 35,70 35,73 35,72 35,73 35,74 35,75
78
Lampiran 3 Null Hypothesis: ISSI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.403715 -4.243644 -3.544284 -3.204699
0.0067
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ISSI) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:37 Sample (adjusted): 2 36 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ISSI(-1) C @TREND(1)
-0.740446 15.45530 0.019288
0.168141 3.502089 0.004537
-4.403715 4.413164 4.251310
0.0001 0.0001 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.379024 0.340213 0.051800 0.085862 55.51845 9.765887 0.000489
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.027473 0.063771 -3.001054 -2.867739 -2.955034 1.970312
79
Lampiran 4 Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.937932 -4.243644 -3.544284 -3.204699
0.6136
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:36 Sample (adjusted): 2 36 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI(-1) C @TREND(1)
-0.169872 1.110299 -0.011374
0.087656 0.550879 0.008690
-1.937932 2.015503 -1.308807
0.0615 0.0523 0.1999
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.107772 0.052008 0.440158 6.199644 -19.37287 1.932634 0.161293
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.040286 0.452070 1.278450 1.411765 1.324470 1.033696
80
Lampiran 5 Null Hypothesis: SBIS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.232111 -4.243644 -3.544284 -3.204699
0.0103
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBIS) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:38 Sample (adjusted): 2 36 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SBIS(-1) C @TREND(1)
-0.717509 20.08136 0.026917
0.169539 4.740756 0.010483
-4.232111 4.235898 2.567742
0.0002 0.0002 0.0151
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.358859 0.318787 0.499232 7.975445 -23.78069 8.955497 0.000815
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.033499 0.604869 1.530325 1.663641 1.576346 2.025814
81
Lampiran 6 Null Hypothesis: JUB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.394340 -4.243644 -3.544284 -3.204699
0.0685
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JUB) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:38 Sample (adjusted): 2 36 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
JUB(-1) C @TREND(1)
-0.537980 19.00490 0.006906
0.158493 5.594507 0.002085
-3.394340 3.397065 3.311337
0.0019 0.0018 0.0023
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.270426 0.224827 0.013484 0.005818 102.6236 5.930602 0.006443
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.012881 0.015315 -5.692775 -5.559459 -5.646754 1.778715
82
Lampiran 7 Null Hypothesis: D(ISSI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.914150 -4.296729 -3.568379 -3.218382
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ISSI,2) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:46 Sample (adjusted): 7 36 Included observations: 30 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(ISSI(-1)) D(ISSI(-1),2) D(ISSI(-2),2) D(ISSI(-3),2) D(ISSI(-4),2) C @TREND(1)
-3.418401 1.807458 1.420767 1.036483 0.496403 0.089804 -0.000244
0.578004 0.483857 0.391180 0.284951 0.166996 0.031847 0.001161
-5.914150 3.735523 3.632001 3.637402 2.972544 2.819845 -0.210409
0.0000 0.0011 0.0014 0.0014 0.0068 0.0097 0.8352
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.801947 0.750280 0.053848 0.066690 49.06533 15.52171 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.001209 0.107756 -2.804355 -2.477409 -2.699762 1.918745
83
Lampiran 8 Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.824355 -4.252879 -3.548490 -3.207094
0.0273
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI,2) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:47 Sample (adjusted): 3 36 Included observations: 34 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INFLASI(-1)) C @TREND(1)
-0.597038 -0.041381 0.001997
0.156115 0.149416 0.007120
-3.824355 -0.276954 0.280401
0.0006 0.7837 0.7810
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.322251 0.278525 0.407272 5.141979 -16.13223 7.369827 0.002408
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.035000 0.479484 1.125425 1.260104 1.171355 1.804804
84
Lampiran 9 Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.398113 -4.252879 -3.548490 -3.207094
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBIS,2) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:47 Sample (adjusted): 3 36 Included observations: 34 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(SBIS(-1)) C @TREND(1)
-1.388962 0.054710 -0.000285
0.165390 0.213583 0.010197
-8.398113 0.256154 -0.027966
0.0000 0.7995 0.9779
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.694676 0.674977 0.583316 10.54799 -28.34669 35.26571
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.002395 1.023169 1.843923 1.978602 1.889852 2.028208
85
Lampiran 10 Null Hypothesis: D(JUB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.112386 -4.252879 -3.548490 -3.207094
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JUB,2) Method: Least Squares Date: 06/30/13 Time: 23:48 Sample (adjusted): 3 36 Included observations: 34 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(JUB(-1)) C @TREND(1)
-1.194211 0.015054 -2.58E-05
0.167906 0.006058 0.000262
-7.112386 2.485022 -0.098301
0.0000 0.0186 0.9223
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.621538 0.597121 0.014929 0.006909 96.27880 25.45524 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000789 0.023520 -5.486989 -5.352310 -5.441059 1.983823
86
Lampiran 11 VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: ISSI INFLASI SBIS JUB Exogenous variables: C Date: 07/06/13 Time: 10:33 Sample: 1 36 Included observations: 33 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3
10.87841 114.6325 124.3632 143.3039
NA 176.0676* 14.15365 22.95848
7.75e-06 3.83e-08* 5.87e-08 5.56e-08
-0.416873 -5.735306* -5.355344 -5.533571
-0.235478 -4.828332* -3.722790 -3.175438
-0.355839 -5.430137* -4.806040 -4.740131
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
87
Lampiran 12 Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/30/13 Time: 23:48 Sample: 1 36 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
INFLASI does not Granger Cause ISSI ISSI does not Granger Cause INFLASI
35
0.17309 1.73217
0.6802 0.1975
SBIS does not Granger Cause ISSI ISSI does not Granger Cause SBIS
35
1.53772 6.55896
0.2240 0.0154
JUB does not Granger Cause ISSI ISSI does not Granger Cause JUB
35
11.2834 0.10692
0.0020 0.7458
SBIS does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause SBIS
35
1.18018 0.19324
0.2854 0.6632
JUB does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause JUB
35
1.35535 2.26663
0.2530 0.1420
JUB does not Granger Cause SBIS SBIS does not Granger Cause JUB
35
6.66526 0.02885
0.0146 0.8662
88
Lampiran 13 Vector Autoregression Estimates Date: 07/01/13 Time: 00:02 Sample (adjusted): 3 36 Included observations: 34 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DISSI
DSBIS
DJUB
DISSI(-1)
0.386896 (0.18078) [ 2.14014]
0.391124 (1.63226) [ 0.23962]
0.014660 (0.05104) [ 0.28725]
DSBIS(-1)
0.013017 (0.01948) [ 0.66832]
0.282116 (0.17587) [ 1.60415]
-0.000788 (0.00550) [-0.14329]
DJUB(-1)
1.157348 (0.37792) [ 3.06238]
1.271791 (3.41228) [ 0.37271]
0.955256 (0.10669) [ 8.95344]
C
-28.40824 (9.60626) [-2.95726]
-32.94690 (86.7347) [-0.37986]
1.312901 (2.71193) [ 0.48412]
0.958382 0.954220 0.097462 0.056998 230.2817 51.28519 -2.781482 -2.601910 21.31943 0.266392
0.403910 0.344301 7.945349 0.514631 6.775997 -23.52976 1.619397 1.798969 28.63255 0.635541
0.986190 0.984809 0.007768 0.016091 714.1287 94.28683 -5.310990 -5.131418 35.54033 0.130555
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1.84E-07 1.27E-07 125.2772 -6.663362 -6.124646
89
Lampiran 14 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of DISSI to DISSI
Response of DISSI to DSBIS
Response of DISSI to DJUB
.06
.06
.06
.05
.05
.05
.04
.04
.04
.03
.03
.03
.02
.02
.02
.01
.01
.01
.00
.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.00 1
2
Response of DSBIS to DISSI
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of DSBIS to DSBIS .6
.6
.4
.4
.4
.2
.2
.2
.0
.0
.0
-.2
-.2 2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
Response of DJUB to DISSI
3
4
5
6
7
8
9
10
1
.012
.012
.012
.008
.008
.008
.004
.004
.004
.000 3
4
5
6
7
8
9
10
5
6
7
8
9
10
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of DJUB to DJUB .016
2
2
Response of DJUB to DSBIS .016
1
4
-.2 1
.016
.000
3
Response of DSBIS to DJUB
.6
1
2
.000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
90
Lampiran 15 Variance Decomposition of DISSI: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of DSBIS: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of DJUB: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
DISSI
DSBIS
DJUB
0.056998 0.066617 0.073408 0.079330 0.084685 0.089572 0.094059 0.098198 0.102036 0.105608
100.0000 91.75771 82.47123 74.62056 68.40388 63.51752 59.63212 56.49013 53.90557 51.74615
0.000000 1.721005 2.276331 2.299539 2.189612 2.064237 1.951640 1.856046 1.775762 1.708076
0.000000 6.521283 15.25244 23.07990 29.40651 34.41824 38.41624 41.65382 44.31867 46.54577
S.E.
DISSI
DSBIS
DJUB
0.514631 0.535730 0.539128 0.541033 0.542766 0.544437 0.546052 0.547608 0.549108 0.550551
0.929841 0.950636 1.146629 1.325130 1.475451 1.607739 1.728877 1.842315 1.949705 2.051887
99.07016 98.92760 98.42791 97.83902 97.23892 96.65252 96.08794 95.54729 95.03052 94.53683
0.000000 0.121764 0.425460 0.835850 1.285629 1.739739 2.183185 2.610396 3.019771 3.411287
S.E.
DISSI
DSBIS
DJUB
0.016091 0.022478 0.027239 0.031145 0.034495 0.037445 0.040086 0.042479 0.044667 0.046681
15.31481 17.24366 18.32687 18.98380 19.41145 19.70700 19.92151 20.08349 20.20978 20.31084
1.237156 0.971591 0.875632 0.835217 0.815389 0.804064 0.796715 0.791483 0.787519 0.784389
83.44804 81.78474 80.79750 80.18098 79.77316 79.48893 79.28177 79.12503 79.00270 78.90477
Cholesky Ordering: DISSI DSBIS DJUB
91