PERSEPSI PEMBACA TERHADAP NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Faktultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh: Nur Wachidah (1111013000037)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ABSTRAK Nur Wachidah, 1111013000037, “Persepsi Pembaca terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Jamal D. Rahman, M.Hum. September 2015. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi pembaca melalui tulisan mereka terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Metode yang digunakan ialah kualitatif dengan teknik analisis isi. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan pragmatik. Sumber data dalam penelitian ini ialah persepsi pembaca dalam tiga skripsi, satu tesis, dan empat tulisan dalam jurnal mengenai novel Ayat-Ayat Cinta. Hasil penelitian menunjukan adanya persepsi positif dan ada pula kritisme pembaca. Kritisme pembaca terkait dengan tokoh Fahri yang digambarkan begitu sempurna iman dan akhlaknya. Namun demikian, novel AAC juga memiliki banyak nilai positif bagi pembaca, yaitu: mengenai nilai pendidikan dan nilai agama yang terkandung dalam novel AAC. Keberagaman persepsi yang dikemukakan oleh pembaca menunjukkan bahwa novel AAC lebih banyak nilai positif bagi pembaca. Persepsi tersebut dapat memberikan implikasi terhadap pembelajaran terkait dengan nilai pendidikan dan nilai agama yang diungkapkan. Para siswa akan mendapatkan motivasi mengenai arah hidup, tidak mudah putus asa dan mudah untuk bersyukur serta tidak berburuk sangka atas segala ketentuan Allah. Kata Kunci : pragmatik, persepsi pembaca, novel, ayat-ayat cinta.
i
ABSTRACT Nur Wachidah, 1111013000037, "Readers Perception to the Novel Ayat-Ayat Cinta Created By Habiburrahman El Shirazy and its Implication in Learning Indonesian Language and Literature at Schools". Education Majors Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Jamal D. Rahman, M. Hum. September 2015. The issues discussed in this research is how the readers perception through their writing to the novel Ayat-Ayat Cinta created by Habiburrahman El Shirazy and its implications in learning Indonesian language and literature at schools. This research use qualitative method with content analysis techniques. The approach used is pragmatic approach. The data source used in this study is perception of the readers which consists of three essays, one thesis and four articles in journals about the novel Ayat-Ayat Cinta. The results showed a positive perception and there is also criticism of the reader. Reader criticism related to Fahri figures depicted so perfect faith and moral. However, novel AAC also has many positive value for readers, namely: the value of education and religious values contained in AAC novel. The diversity of perceptions suggested by readers show that the novel AAC more has positive value for readers. These perceptions may have implications in learning that is related to the value of education and religious values were disclosed. The students will get motivation regarding the direction of life, not easily discouraged, and easy to be grateful and not prejudiced for any provision of God. Keywords:
pragmatics,
readers
perception,
ii
novels,
ayat-ayat
cinta.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena dengan limpahan berbagai nikmat, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Amanat menuntut ilmu dalam perguruan tinggi telah sampai, ditandai dengan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Penulis mengalami banyak proses dalam penulisan skripsi ini, tetapi penulis tetap yakin dalam usaha dan optimis dalam doa bahwa segala yang dimulai harus diakhiri, begitu juga dengan penulisan skripsi ini, harus selesai. Segala proses yang dijalani menjadi nikmat tersendiri bagi penulis, hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Alhamdulillah, terima kasih atas rida-Mu ya Allah. Penulis tidak terlepas dari berbagai pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan dan motivasi baik secara moril maupun materil. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan berdoa semoga nikmat sehat dan kebahagiaan selalu menyertai perjalanan hidup berbagai pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah mempermudah dan memperlancar dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan semangat dalam penyusunan dan proses skripsi ini. 3. Dona Aji Karunia, M.A., selaku Sekretaris jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sekaligus juga Dosen Penasehat Akademik yang memberikan arahan dan motivasi kepada penulis. 4. Jamal D. Rahman, M. Hum., selaku dosen pembimbing yang tanpa bosan mencorat-coret skripsi penulis untuk memberikan saran, kritik yang lebih baik dalam skripsi ini, memberikan waktu luang, nasihat, kesabaran dan
iii
iv
semangat kepada penulis tanpa bosan. Terima kasih sedalam-dalamnya, Pak. 5. Segenap dosen pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan semangat dan segala ilmu yang bermanfaat kepada penulis, baik di dalam maupun di luar kelas. 6. Orang tua tercinta: Ayahanda (Alm) H.M.E Shodiqin yang selalu menemani, mendoakan dan meridai. Terima kasih selalu hadir, aku merasakannya. Gadismu kini akan memasuki tahap hidup yang sebenarnya, Pak. Jangan pernah pergi. Ibunda tercinta, Karisah. Terima kasih untuk segala doa yang tak pernah putus, semua terselesaikan dengan lancar atas rida darimu, Ma. Setiap menatapmu aku selalu mendapat tambahan semangat dan keyakinan untuk menyelesaikan yang telah kumulai. Terima kasih tiada terkira. 7. Mas (Dedy, Uji, dan Anto) serta Mba (Wulan dan Irma) tersayang yang selalu mendoakan, memberikan dorongan semangat dan menjadi motivasi bagi penulis serta memberikan bantuan moral dan materil yang tiada henti kepada penulis. Tidak lupa pula, pada dua malaikat penghibur (Aliza dan Raihana), terima kasih telah menghadirkan keceriaan dalam kehampaan serta kepada seluruh keluarga besar Syahlan Ilyas dan Mulyawikarta, terima kasih atas segala semangat dan doanya yang melulu untuk penulis. 8. Para Cecuruts (Mira, Banat, Muthia, Anissa, Indri, Aidah, Nona, dan Isma) yang saling menyemangati dan menghibur dengan berbagai tingkah serta memberikan kritik dan saran kepada
penulis. Prosesnya selalu
bersama kalian, perjalanan mencari referensi sampai bimbingan akan menjadi kenangan tak terlupakan dalam sanubari penulis. Terima kasih karena selalu menyemangati dalam berbagai kondisi dan menampung segala keluh kesah, tanpa lupa memberi solusi. 9. Para Kartun 11 (Vesti, Eneng, Pungky, Niar, Hevy, Irma, Dean, dan MBF) yang selalu memberikan pengetahuan, semangat dan doanya agar skripsi ini segera terselesaikan dengan baik tanpa lupa menghibur penulis dalam
v
canda tawa, agar penulis tidak jenuh untuk menyelesaikan skripsi ini. Lebih dikhususkan kepada Muhammad Nur Akbar yang sama-sama sedang berproses. Terima kasih untuk terus ada, mendoakan, menguatkan dan memotivasi penulis agar skripsi ini segera terselesaikan dan lanjut menggapai cita serta selalu memberikan penyegaran kepada penulis. Terima kasih. 10. Teman-teman mahasiswa/i FITK angkatan 2011 khususnya mahasiswa PBSI kelas A yang telah membantu penulis dengan berbagai cerita, pendapat, saran dan kritiknya berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 11. Teman-teman kelompok PPKT SMP Negeri 91 Jakarta (Aidah, Nahla, Mimay, dan Gema) yang selalu memberi dukungan semangat dan motivasi dalam diskusi antara PPKT dan skripsi. Alhamdulillah, keduanya terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih tiada terkira untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi rasa hormat dan ungkapan terima kasih sedalamnya serta doa. Ungkapan kata dan cucuran terima kasih memang tidak cukup membalas apa yang sudah diberikan oleh kalian semua. Semoga Allah senantiasa memberikan nikmat sehat, rizki, ilmu dan segala kebahagiannya pada kalian. Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh pada kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Cibubur, 13 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK.....................................................................................................
i
ABSTRAC ......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iii
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...........................................................
6
C. Batasan Masalah ................................................................
6
D. Rumusan Masalah ..............................................................
6
E. Tujuan Penelitian ...............................................................
6
F. Manfaat Penelitian .............................................................
7
KAJIAN TEORETIS .............................................................
8
A. Hakikat Karya Sastra .........................................................
8
1) Pengertian Novel ..........................................................
9
BAB II
2) Jenis-Jenis Novel………………………………………. 10 3) Unsur Intrinsik Novel ................................................... 11 B. Pendekatan Pragmatik ........................................................ 21 C. Teori Persepsi….…………..………………………………. 29 D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra ........................................ 30 E. Penelitian yang Relevan ..................................................... 33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 36 A. Metode Penelitian .............................................................. 36
vi
vii
B. Subjek dan Objek Penelitian .............................................. 38 C. Fokus Penelitian ................................................................. 38 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 39 E. Teknik Analisis Data .......................................................... 40
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................ 41 A. Struktur Intrinsik Novel AAC ............................................. 41 1. Tema…………………………………………………… 41 2. Alur…………………………………………………..
42
3. Tokoh dan Penokohan…………………………………
44
4. Latar………………………...…………………………
50
5. Sudut Pandang……………………………………..…
55
6. Gaya Bahasa…………………………………………… 56 7. Amanat………………………………………………...
57
B. Deskripsi Persepsi Pembaca ............................................... 59 C. Analisis Persepsi Pembaca ................................................. 59 a
Nilai Positif…………………………………………………
61
1. Nilai Pendidikan ................................................... 61 a. Pendidikan Sabar .............................................. 61 b. Nilai Pendidikan dan Kajian Intertekstual ......... 64 2. Nilai Agama .......................................................... 65 a. Transformasi Nilai Agama ................................ 65 b. Nilai Agama ..................................................... 69 c. Aspek Religi ..................................................... 72 d. Perbandingan Religiusitas Tokoh Muallaf ......... 72 3. Gaya Bahasa ......................................................... 75 4. Dampak Novel AAC Terhadap Pluralisme Agama 77 b
Nilai Negatif (Kritisme Pembaca)………………………..
79
D. Implikasi terhadap Pembelajaran di Sekolah ...................... 83
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN..................................................... 86
viii
A. Simpulan............................................................................ 86 B. Saran.................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Biografi Habiburrahman El Shirazy…………………………...
92
Lampiran 2 : Sinopsis Novel Ayat-Ayat Cinta…………………………………… 97 Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……………………
100
Lampiran 4 : Lembar Uji Referensi………………………………………….
105
Lampiran 5 : Biodata Penulis……………………………………………….
110
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra hadir tidak hanya menyuguhkan permasalahan atau konflik yang ada dalam masyarakat saja tetapi karya sastra juga dapat memberikan hiburan serta memberikan manfaat bagi pembacanya. Manfaat tersebut dapat dicermati melalui isi kandungan yang terdapat dalam keseluruhan cerita. Dengan manfaat yang terkandung dalam karya sastra, maka diyakini bahwa karya sastra mampu digunakan sebagai salah satu sarana untuk menanam, memupuk, mengembangkan, dan bahkan melestarikan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa. Secara historis pengarang hanya satu, bersifat faktual, karena itu, dapat mati dan dimatikan.Sebaliknya, pembaca bersifat fiksional, mereka lahir terus, kematiannya selalu digantikan oleh pembaca lain, dan selalu lebih mutakhir dengan pembaca terdahulu. Roh dan reinkarnasi karya sastra ada dalam pembaca.1 Dalam pandangan tersebut, maka setiap pembaca pasti memiliki suatu sisi makna yang menarik dari bacaan yang sama. Dari sisi tersebutlah peranan pembaca terhadap karya sastra menjadi menarik untuk dikaji atau ditelaah. Peran pembaca yang terlihat dominan dalam komunikasi sastra ini memperlihatkan bahwa pendekatan terhadap karya sastra tidak dapat hanya memperlihatkan pada teksnya saja, tetapi juga harus memberi tempat pada pembacanya, yaitu dalam proses berinteraksi dengan teks sastranya. 2 Peran pembaca karya sastra menjadi penting karena pembaca dengan latar belakang yang berbeda akan menghasilkan bacaan yang berbeda pula. Kondisi tekstual suatu karya sastra akan berkaitan dengan penerimaan pembaca. Setiap pembaca pasti memiliki manfaat yang berbeda ketika membaca bacaan yang 1
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei, 2006), h. 323. 2 Siti Chamamah Soeratno, dkk.,Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, Maret, 2002), h. 138.
1
2
sama. Penelitian ini mengkaji manfaat dari segi pembaca karena merupakan hal yang tidak dapat dikesampingkan dengan begitu dapat terlihat bagaimana persepsi dari pembaca terhadap sebuah karya sastra dan manfaat apa yang menarik bagi mereka setelah membaca karya tersebut. Membaca sastra adalah salah satu dari sekian banyak masukan yang diterima oleh anak manusia selama hidupnya, dan menimbulkan pikiran, motivasi atau malahan menggerakkannya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, karena yang mengubah seseorang tentulah orang itu sendiri. 3 Namun, membaca sastra bisa menjadi suatu alternatif untuk mengemukakan nilai-nilai atau manfaat yang terdapat di dalamnya. Setiap nilai-nilai yang dikemukakan oleh pembaca pasti berbeda, tergantung dari sisi yang mana yang ingin diapresiasi. Setiap nilai tersebut juga dimaksudkan untuk memberitahukan hal-hal positif yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau terkadang memberikan hal negatif yang tidak baik untuk dilakukan. Mengapresiasi dari segi pembaca dapat diketahui berbagai pendapat mengenai satu bacaan yang sama, jadi suatu bacaan itu memiliki makna dan manfaat yang luas, tergantung dari segi mana pembaca ingin menonjolkannya. Penelitian ini akan mengetahui bagaimana persepsi pembaca dalam mengapresiasi novel Ayat-Ayat Cinta (AAC).4 Sebuah novel mempunyai dunianya sendiri, dengan mekanisme dan realitasnya sendiri dan dalam membacanya, kita memang merasakan adanya jarak antara kenyataan dalam sebuah novel dengan diri kita sendiri. Atau mungkin ada keadaan lain, di mana diri kita seakan menjadi satu dengan novel yang kita baca.5 Pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra tidak akan lepas dari imajinasi dan kenyataan di sekitarnya. Novel Ayat-Ayat Cinta diapresiasi baik oleh pembacanya, karena menang dalam novel tersebut terkandung banyak manfaat dan juga menghibur pembaca.
3
Moctar Lubis, Sastra dan Tekniknya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 18. Singkatan dari penulis untuk penyembutan novel Ayat-Ayat Cinta. 5 Umar Junus, dari Peristiwa ke Imajinasi Wajah Sastra dan Budaya Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1983), h. 93. 4
3
Bahasa yang digunakan dalam novel mudah dimengerti mulai dari kalangan remaja, dewasa sampai orang tua. Novel tersebut juga memiliki banyak manfaat setelah kita membacanya. Banyak persoalan juga yang terdapat di dalamnya tetapi imbang dengan manfaat yang diterima.Selain itu novel Ayat-Ayat Cinta merupakan “sebuah novel pembangun jiwa”. Dari kalimat tersebut juga sudah terlihat bahwa novel Ayat-Ayat Cinta ingin memberikan suatu sumbangsih positif dalam jiwa-jiwa pembaca dan ingin membangun nilai-nilai keIslaman dalam diri pembaca. Novel tersebut bukanlah bacaan yang terlalu berat apabila diajarkan sebagai bahan sastra untuk siswa dan siswi SMA.Novel tersebut memiliki energi positif terkait dengan pesan-pesan yang terdapat di dalamnya dan juga baik diajarkan kepada para siswa dan siswi. Novel AAC juga bercerita mengenai pluralisme yaitu kemajemukan yang ada dalam masyarakat, seperti keragaman agama, bangsa dan sifat manusia, sehingga pembaca tahu bagaimana bersikap dalam perbedaan. Manfaat sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisah-kisah dan amanat yang dikomunikasikan kepada para pembaca. Pembaca harus bisa mengapresiasi karya sastra untuk mengetahui makna apa yang terdapat dalam karya tersebut. Hubungan antara pembaca dengan teks sastra bersifat relatif, teks sastra selalu menyajikan ketidakpastian, sementara pembaca mesti aktif dan kreatif dalam menentukan keanekaan makna teks sastra tersebut. Pendidikan memiliki kedudukan yang penting dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tidak hanya bertumpu mengajarkan siswa pada teori pembelajaran saja, namun juga bagaimana sikap dan perilaku yang baik. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal mempunyai peranan penting dalam membina pendidikan akhlak dan menciptakan peserta didik yang bermoral, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pembelajaran sastra. Melalui pembelajaran sastra siswa akan dituntut untuk mengapresiasi berbagai jenis karya sastra, dalam hal ini novel.
4
Salah satu alternatif untuk dapat menanamkan mengenai nilai-nilai yang baik di sekolah adalah dengan memberikan pembelajaran apresiasi sastra, karena bagi banyak orang karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa yang baik dan buruk. 6 Penulis akan menganalisis mengenai persepsi para pembaca dalam berbagai tulisan. Tulisan tersebut diambil dari beberapa skripsi, tesis dan jurnal terkait persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Penulis akan mengkaji persepsi-persepsi pembaca. Dengan pengkajian tersebut akan diketahui persepsi apa saja yang diberikan terhadap novel Ayat-Ayat Cinta. Mengapa persepsi mengenai Ayat-Ayat Cinta? Karena Ayat-Ayat Cinta merupakan salah satu novel yang langsung memiliki tempat tersendiri di hati pembacanya, memiliki banyak konflik dalam cerita dan banyak amanat serta pesan yang disimpulkan oleh pembaca melalui keseluruhan cerita dalam novel tersebut. Selain itu, novel Ayat-Ayat Cinta merupakan novel popular yang menjadi pelopor mengenai konflik cinta dan keIslaman, disajikan dengan cerita dan bahasa yang lebih kekinian. Sehingga menginspirasi penulis lain di era 2000-an untuk menulis novel dengan tema yang serupa. Setelah novel Ayat-Ayat Cinta muncul, banyak novel lain yang bernafaskan cinta dan Islam, seperti novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abaidah El Khalieqy, Kasidah-Kasidah Cinta karya Muhammad Muhyidin, Surga yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, dan Air Mata Tuhan karya Aguk Irawan. Menurut tabloid Bintang pada tahun 2008, Ayat-Ayat Cinta yang sejak dirilis tahun 2004 sudah dicetak ulang lebih dari 30 kali dan terjual lebih dari 600 ribu eksemplar. 7 Para pembaca terbukti masih sangat menikmati novel Ayat-Ayat Cinta, terbukti dengan antusias mereka menyambut dan menanti novel Ayat-Ayat Cinta 2 yang masih belum dicetak tetapi sudah terbit dalam cerita bersambung di koran Republika. 6
Melani Budianta, dkk.,Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan
Tinggi),(Magelang: IndonesiaTera, 2003), h. 19. 7
“Habiburrahman El Shirazy”, (TabloidBintang, November 2008).
5
Setiap pembaca pasti memiliki pemikiran yang berbeda dalam menanggapi setiap bacaan yang dibaca. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pesan apa yang paling menarik dan banyak menyentuh hati, sehingga masing-masing pembaca mengapresiasikannya dalam sebuah tulisan. Sebuah karya sastra tidak akan terlepas dari karya itu sendiri, pengarangnya, lingkungan di luar karya itu dan juga pembaca karya tersebut. Pembaca karya sastra merupakan komponen sastra yang tidak dapat dikesampingkan. Melalui pendekatan pragmatik maka kita akan mengetahui pesan dan hal menarik serta nilai apa yang didapat oleh pembaca karya sastra. Salah satunya dengan melakukan pendekatan pragmatik kepada pembaca, sebuah karya sastra akan menjadi bernilai. Hal yang membedakan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitianpenelitian sebelumnya adalah karena pada penelitian kali tidak hanya diungkapkan mengenai unsur intrinsik tetapi juga mengenai kajian penulis, yaitu persepsi pembaca dalam tulisannya terhadap novel AAC. Dari persepsi pembaca juga akan diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Setiap novel pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya. Namun, terlepas dari kekurangan dan kelebihannya novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy merupakan karya yang cukup positif untuk dibaca, terutama oleh kalangan muda, apalagi bila dibandingkan dengan kebanyakan novel (remaja) yang beredar dewasa ini, yang kurang memberikan kontribusi positif terhadap character construction para remaja dan anak muda kita.8 Penulis ingin mengetahui bagaimana persepsi pembaca terhadap novel AAC. Penelitian ini berjudul “Persepsi Pembaca terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habibirrahman El Shirazy dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.
8
h. 22.
Anif Sirsaeba El Shirazy, Fenomena Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republika, Oktober 2006),
6
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah yang ada adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya pelajaran yang melibatkan sastra di bidang pendidikan. 2. Karya sastra memiliki banyak nilai yang bermanfaat untuk pembelajaran di sekolah. 3. Berbagai pendapat pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta. 4. Manfaat apa yang ditemukan dalam mengkaji persepsi pembaca. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah, maka penulishanya membatasi persepsi dalam tiga skripsi9, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal sehingga tulisan yang di luar dari batasan tersebut bukanlah menjadi kajian penulis, seperti blog, majalah, dan koran (media cetak). Dengan demikian, penulis membatasi judul pada “Persepsi Pembaca terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habibirrahman El Shirazy dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.” D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, perumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi para pembaca melalui tulisan mereka terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy? 2. Apakah implikasi dari persepsi-persepsi tersebut pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Sekolah?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah: 9
Sebetulnya masih adabeberapa skripsi yang membahas mengenai AAC, namun sayang skripsi tersebut tidak dapat diunduh penuh sehingga tidak dapat dianalisis oleh penulis, itulah yang menjadi masalah dalam penelitian ini.
7
1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi pembaca melalui tulisan mereka terhadap novel Ayat-Ayat Cintakarya Habiburrahman El Shirazy. Pesan, nilai dan hal menarik apa yang paling banyak pembaca dapatkan setelah membaca novel tersebut yang kemudian mereka apresiasi dalam sebuah tulisan. 2. Untuk mengetahui hal atau manfaat apa yang dapat diajarkan kepada siswa berdasarkan persepsi tulisan tersebut.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoretis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis: a. Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam bidang kesusastraan melalui studi pragmatik sastra. b. Diharapkan dapat memberi referensi dalam penelitian pragmatik. 2. Manfaat Praktis: a. Diharapkan dapat mengetahui tanggapan apa saja yang paling banyak dituliskan oleh pembaca terkait novel Ayat-Ayat Cinta. b. Diharapkan dapat memberikan pembelajaran setelah peserta didik mengetahui persepsi pembaca dan menambah wawasan pengetahuan bagi peserta didik.
BAB II NOVEL DAN PENDEKATAN PRAGMATIK
A. Hakikat Karya Sastra Kata sastra berakar dari kata Cas yang berarti memberi petunjuk, mengarahkan, mengajar. Akhiran –tra biasanya menunjukan alat atau sarana. Sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau pengajaran. Sedangkan kata susastra adalah kata ciptaan Jawa dan Melayu. Kata itu mengandung arti pustaka, buku atau naskah. 1 Dapat dikatakan bahwa sastra merupakan alat yang dapat digunakan sebagai media mengajar. Rene Wellek dan Austin Warren menuliskan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang seni. 2 Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah karya imajinatif. 3 Fungsi utama sastra yang hakiki menurut Horace adalah menghibur dan mendidik (dulce et utile). Umumnya karya sastra selalu memenuhi salah satu dari kedua fungsi tersebut atau kedua-duanya.4 Kalau suatu karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi (kesenangan dan manfaat) bukan hanya harus ada, melainkan harus saling mengisi. 5 Dengan begitu, sebuah karya sastra haruslah menghibur dan bermanfaat bagi pembacanya. Sastra merupakan media komunikasi, yang melibatkan tiga komponen, yaitu: pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai pesan itu sendiri dan penerima pesan, yakni pembaca karya sastra. 6 Ketiga komponen tersebut saling melengkapi, pengarang yang menulis sebuah karya sastra,
1
A.Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Bandung: Firma Ekonomi, 1984), h. 23. Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 3. 3 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 3. 4 Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 3. 5 Wellek, op.cit., h. 26-27. 6 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: IndonesiaTera, 2003), h. 20. 2
8
9
karya sastra sebagai media komunikasi dan pembaca sebagai penikmat dan penilai sebuah karya sastra. Jadi, berdasarkan definisi tersebut karya sastra merupakan sebuah karya yang memiliki dua hal yang saling melengkapi, yaitu menghibur dan bermanfaat. Karya sastra juga tidak dapat dipisahkan dari pengarang, sastra dan pembaca. Dengan pengertian tersebut, maka sebuah karya sastra dapat pula dijadikan sebagai media untuk mengajarkan atau memberikan informasi kepada pembacanya. Sebuah karya sastra dibuat oleh pengarang dengan maksud menghibur dan memberikan manfaat kepada pembacanya. Karena dalam sebuah karya sastra terdapat nilai-nilai atau pelajaran yang didapatkan oleh pembaca. Pada penelitian kali ini, jenis karya sastra yang akan dikaji ialah mengenai persepsi pembaca dalam novel Ayat-Ayat Cinta. 1) Pengertian Novel Novel merupakan cerita yang melukiskan suatu peristiwa yang luar biasa dari kehidupan tokoh cerita, dan peristiwa itu menimbulkan krisis/pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya. 7 Novel is a little gallant history, which must contain a great deal of love. A novel is a kind of abbreviation of a romance.8 Novel merupakan sebuah cerita bagus yang berisi banyak cinta. Sebuah novel adalah singkatan dari cinta. Menurut Abrams, istilah novel dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella (yang dalam bahasa Jerman novella). Novella diartikan sebagai sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.9 Menurut Nurgiyantoro, istilah novella atau novella mengandung pengertian yang sama dengan novelet (dalam bahasa Inggris novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.
7
Widjojoko,Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 41. Jeremy Hawthorn, Studying the novel: an introduction, (USA, Routledge, 1985), h.5. 9 Antilan Purba,Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 62. 8
10
Ada juga yang mengemukakan bahwa kata novel berasal dari kata Latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian. 10 H.B. Jassin berpengertian bahwa novel adalah cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang luar biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis yang memungkinkan terjdinya perubahan nasib pada manusia. 11 Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa novel merupakan suatu cerita fiksi yang termasuk ke dalam prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun sehingga menyuguhkan sebuah cerita dan dalam novel pula terjadi beberapa perubahan nasib yang dialami oleh tokohtokohnya. Permasalahan yang terdapat dalam novel juga lebih rumit dibandingkan dengan cerita pendek.
2) Jenis-Jenis Novel Novel dilihat dari segi mutu dibedakan atas novel literer dan novel popular. Murphy menggolongkan novel atas novel picisan, absurd, dan horror. Berikut ini beberapa pengertian dari jenis-jenis novel, yaitu: 12 a) Novel popular, merupakan jenis sastra popular yang menyuguhkan problematika kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang bertujuan menghibur. Novel tersebut popular pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya di kalangan remaja. Contohnya: Puspa Indah di Taman Hati (Edi D. Iskandar), Badai Pasti Berlalu (Marga T.) b) Novel literar, novel yang bermutu sastra atau disebut juga novel serius. Novel literar menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia 10
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung:Angkasa, 1986), h. 164. Purba, op. cit., h. 63. 12 Widjojoko dan Endang Hidayat,Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 43-44. 11
11
secara serius. Dalam novel serius, pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti kehidupan yang bersifat universal. Contohnya: Harimau-Harimau (Muchtar Lubis), Pada Sebuah Kapal (Nh. Dini), Telegram dan Stasiun (Putu Wijaya). c) Novel picisan¸ isinya cenderung mengeksploitasi selera dengan suguhan cerita yang mengisahkan cinta asmara yang menjurus ke pornografi. Novel ini mempunyai ciri bertemakan cinta asmara yang berselera rendah ceritanya cenderung cabul, alurnya datar, jalan ceritanya ringan, dan mudah diikuti pembaca, menggunakan bahasa yang aktual, bertujuan komersil. Contohnya: novel karya Motinggo Busye. d) Novel absurd, sejenis fiksi yang ceritanya menyimpang dari logika biasa. Irasional, realitas, bercampur angan-angan dan mimpi. Tokohtokoh ceritanya “antitokoh” seperti orang mati bisa hidup kembali, mayat dapat berbicara dan lain-lain. Contohnya: novel Ziarah (Iwan Simatupang) yang mengisahkan seorang dokter di daerah pedalaman Papua yang menurut
warga sekitar
bahwa dokter
itu bisa
menyembuhkan dan menghidupkan orang yang sudah mati. Sobar (Putu Wijaya). e) Novel horor, cerita yang melukiskan kejadian-kejadian yang bersifat horor, seperti drakula penghisap darah, hantu-hantu yang gentayangan dan berbagai keajaiban supranatural yang berbaur dengan kekerasan, kekejaman, kekacauan, dan kematian.
3) Unsur Pembangun Novel Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur
12
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud,13 menjadi kesatuan yang bulat dan berjudul. Selain itu, ada tokoh-tokoh, ada tempat tertentu yang menjadi area bergeraknya tokoh-tokoh dan ada pula juru cerita yang mengisahkan kisahnya tersebut.14 Dapat dikatakan bahwa unsur intrinsik ialah unsur yang terdapat di dalam sebuah karya sastra itu sendiri, yang berasal dari dalam karya tersebut. Unsur intrinsik terdiri atas: 1. Tema sering disebut sebagai ide atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam pemikiran pengarang dan sekaligus menduduki tempat utama dalam cerita.15 Menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Hartono dan Rahmanto, tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra.16 Menurut Brooks dan Warren tema adalah dasar atau makna suatu cerita atau novel, 17 suatu yang menjadi pokok persoalan atau suatu yang menjadi pemikiran. Tema disampaikan melalui jalinan cerita. 18 sebuah persoalan tertentu. Tema merupakan persoalan tertentu yang hendak dikemukakan atau diutarakan pengarang kepada pembaca. Adanya inti persoalan dalam cerita nanti akan dijabarkan melalui unsur-unsur intrinsik dalam novel. 19 Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar dalam sebuah karya. Untuk menemukan sebuah tema dalam cerita, maka harus dibaca
13
Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 23. 14 Widjojoko dan Endang Hidayat,Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Perss, 2006), h. 46. 15 Ibid. 16 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 67. 17 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 125. 18 Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 88. 19 Pamusuk Enste, Novel dan Film, (Yogyakarta: Nusa Indah, 1991), h. 56.
13
secara menyeluruh cerita tersebut, setelah itu barulah ditafsirkan ide ceritanya. 2. Plot/Alur ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita.20 Struktur rangkaian kejadian dalam cerita disusun secara logis. Plot dibangun oleh beberapa peristiwa yang disebut alur.21A plot is in ordered, organized sequence of events and actions. Plots in this sence are found in novels rather than in ordinary life; life has stories, but novels have plot and stories.22Sebuah plot merupakan kesatuan antara kejadian dan tindakan. Plot dalam hal ini merupakan kehidupan baru; kehidupan memiliki cerita, tetapi novel mempunyai plot dan cerita. Rangkaian
peristiwa
direka
dan
dijalin
dengan
seksama
membentuk alur yang menggerakan jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian. 23 Menurut Abrams plot ialah struktur peristiwa-peristiwa yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Menurut Stanton plot merupakan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. 24 Pada prinsipnya menurut Brooks alur ialah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama. 25 Jadi, plot atau alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan sebab dan akibat. Peristiwa-peristiwa tersebut tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa yang 20
Suroto, op. cit., h. 89. Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Perss, 2006), h. 46. 22 Jeremy Hawthorn, Studying the novel: an introduction, (USA, Routledge, 1985), hlm 53. 23 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: IndonesiaTera, 2003), h. 86. 24 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 113. 25 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 126. 21
14
satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai akhir cerita. Terdapat beberapa tahapan plot menurut Aristoteles, yaitu: awal (beginning), tengah (midle) dan akhir (end).26 a) Tahap Awal dalam sebuah cerita dapat pula disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan
pada
tahap-tahap
berikutnya.
Misalnya
berupa
penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu kejadian, pengenalan tokoh cerita dan lainnya. 27 Menurut Brooks dan Warren, permulaan atau eksposisi merupakan proses penggarapan serta memperkenalkan informasi penting kepada para pembaca.28 b) Tahap Tengah dalam sebuah cerita dapat pula disebut sebagai tahap pertikaian atau konflik. Pada tahap ini ditampilkan adanya pertikaian atau konflik yang lebih meningkat dari sebelumnya sehingga
membuat
semakin
menegangkan.
Konflik
yang
dikisahkan dapat berupa konflik internal, konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh, konflik eksternal atau konflik yan terjadi antar tokoh. Dari konflik tersebut nantinya akan muncul klimaks yaitu ketika konflik (utama) telah mencapai titik intensitas tertinggi. 29 Menurut Brooks dan Warren, pertengahan atau komplikasi
merupakan
kejadian
yang
membangun
atau
menumbuhkan suatu ketegangan serta mengembangkan suatu masalah yang muncul dari sesuatu yang disajikan dalam cerita.
26
30
Nurgiyantoro. op. cit., h. 142. Ibid. 28 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 127. 29 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 145 30 Tarigan., loc. cit. 27
15
c) Tahap Akhir dalam sebuah cerita dapat juga disebut sebagai tahap peleraian. Tahap peleraian merupakan sebuah tahap yang menimbulkan reaksi dari klimaks. Jadi bagian ini berisi (misalnya) bagaimana
kesudahan
cerita,
atau
menyaran
pada
hal
bagaimanakah akhir sebuah cerita. Dalam teori klasik yang berasal dari Aristoteles, penyelesaian cerita dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan (happy end) dan kesedihan (sad end).31 Brooks dan Warren mengemukakan bahwa tahap akhir atau resolusi ialah sesuatu yang memberi pemecahan terhadap alur.32 3. Tokoh dan Penokohan istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan atau karakterisasi menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan
juga
berkaitan
dengan
bagaimana
pengarag
menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokohtokoh tersebut.33 Tokoh cerita (character) menurut Abrams adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. 34 Menurut Sudjiman, tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.35 Penokohan bertugas menyiapkan atau menyediakan alasan bagi tindakan-tindakan tertentu.36 Penokohan adalah cara pengarang dalam 31
Nurgiyantoro, op. cit., h. 145-146. Tarigan, loc. cit. 33 Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 92 34 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 165. 35 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: IndonesiaTera, 2003), h. 86. 36 Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Perss, 2006), h. 47. 32
16
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.37 Terdapat beberapa cara memperlihatkan penokohan: a) cara analitik adalah cara pengarang menjelaskan atau mengisahkan tokohnya secara langsung. b) cara dramatik adalah cara pengarang yang tidak mengisahkan apa dan siapa tokohnya secara langsung, tetapi dengan menggunakan hal-hal lain, yaitu: 1. Gambaran tentang tempat atau lingkungan sang tokoh, 2. Percakapan tokoh itu dengan tokoh lain, 3. Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh lain tentang dirinya. 38 Tokoh-tokoh cerita dalam fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Di antaranya adalah: 39 a) Tokoh dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, yaitu: tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan
plot
secara
keseluruhan.
Sedangkan
Tokoh
tambahan adalah tokoh yang sedikit hadir dalam cerita, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung. 40 b) Tokoh dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Altenbernd & Lewis tokoh protagonis adalah tokoh yang memberikan simpati dan empati bagi pembaca, tokoh yang dikagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut sebagai hero-tokoh yang memiliki
37
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 61. Widjojoko, loc cit. 39 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 176. 40 Ibid., h. 177 . 38
17
nilai dan norma yang ideal bagi pembaca. Sedangkan tokoh antagonis dapat disebut juga sebagai tokoh „lawan‟ dengan tokoh protagonist, secara langsung ataupun tidak langsung. Tokoh antagonis menimbulkan ketegangan dan konflik dalam cerita khususnya ketegangan dan konflik yang dialami oleh tokoh protagonis. 41 c) Tokoh berdasarkan perwatakannya dapat dibedakan atas tokoh sederhana (simple and flat character) dan tokoh bulat (complex and round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu sifat-watak tertentu saja, ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang diformulasikan, namun ia dapat pula memampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Tingkah lakunya sering tak terduga dan memberikan efek kejutan bagi pembaca. 42 4. Latar atau setting adalah lingkungan tempat, waktu dan suasana peristiwa terjadi. 43 Segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.44 Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan. 45 Menurut Abrams disebut juga sebagai pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
41
Ibid., h. 178. Ibid., h. 181. 43 Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Perss, 2006), h. 48. 44 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: IndonesiaTera, 2003), h. 20. 45 Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 94. 42
18
peristiwa yang diceritakan. 46 Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas, hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca dan menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. 47 Tempat dan waktu yang dirujuk dalam cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual atau imajiner.48 Macam-macam latar: a) Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tenpa nama jelas. 49 b) Latar waktu berhubungan dengan masalah „kapan‟ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah „kapan‟ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau waktu berlatar sejarah.50 c) Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap serta spiritual. 51 5. Sudut Pandang pengisahan yang menerangkan siapa yang bercerita. Pusat pengisahan ini penting untuk memperoleh gambaran tentang kesatuan cerita. 52 Sudut pandang merupakan kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut atau posisi pengarang menempatkan
46
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 217. 47 Ibid., h. 216. 48 E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 60. 49 Nurgiyantoro, op. cit., h. 227. 50 Ibid.,h. 230. 51 Ibid.,h. 233. 52 Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Perss, 2006), h. 47.
19
dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia terlibat langsung dalam cerita atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita.53 Menurut Abrams ialah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang pada hakikatnya merupakan sebuah strategi, teknik dan siasat yang dipilih oleh pengarang utuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.54 Jadi, dapat dikatakan bahwa sudut pandang merupakan cara pengarang dalam bercerita, apakah ia terlibat langsung dalam cerita atau tidak. Terdapat beberapa sudut pandang dalam penggambaran cerita, yaitu: 55 a) Sudut Pandang Orang Ketiga: “dia”. Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang „diaan‟ terletak pada seorang narator yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Dalam sudut pandang orang ketiga “dia” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “dia” mahatahu (narator mengetahui segalanya dan serba tahu) dan “dia” terbatas atau hanya sebagai pengamat (narator mengetahui segalanya, namun terbatas hanya pada seorang tokoh).56 b) Sudut Pandang Orang Pertama: “aku”. Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang „akuan‟ terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang orang pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “aku” (tokoh utama) dan “aku” (tokoh tambahan). 57 c) Sudut Pandang Campuran. Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang 53
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 96. Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005), h. 248. 55 Ibid., h. 256-266. 56 Ibid.,h. 256. 57 Ibid.,h. 262. 54
20
satu ke teknik yang lain. Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya.58 6. Gaya Bahasa adalah sebuah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). 59 Menurut
Aminuddin
gaya
ialah
cara
seorang
pengarang
menyampaikan gagasannya menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. 60 Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar tokoh. 61 Gaya bahasa dalam karya sastra memilki fungsi utama yaitu fungsi komunikatif. Sastra khususnya fiksi dapat dikatakan sebagai dunia dalam kata. Apapun yang dikatakan pengarang atau sebaliknya ditafsirkan oleh pembaca mau tidak mau harus bersangkut paut dengan bahasa. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun peperangan, keputusan, maupun harapan. Jadi, dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa gaya bahasa merupakan cara pengarang dalam menggunakan atau memakai bahasa ketika bercerita. 7. Amanat merupakan pemecahan atau jalan keluar dalam menghadapi persoalan. Pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau menghadapi persoalan tersebut.62 Sesuatu yang menjadi pendirian, sikap, atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang digarapnya, dengan kata lain merupakan pesan pengarang atas persoalan yang dikemukakan.63 58
Ibid.,h. 266. Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakatra: PT SUN, 2004), h. 112. 60 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasino, 2008), h. 138. 61 E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 64. 62 Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 89. 63 Pamusuk Enste, Novel dan Film, (Yogyakarta: Nusa Indah, 1991), h. 57 59
21
Amanat dapat dikatakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Amanat akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita.64 Jadi, amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang terkait dengan masalah yang ada di dalam cerita. Amanat dalam cerita bisa secara tersirat dan juga tersurat. Biasanya pesan tersebut didapatkan setelah pembaca memaknai keseluruhan cerita. Setiap pembaca memiliki amanat yang berbeda ketika membaca satu bacaan yang sama, hal tersebut dikarenakan sifat karya sastra ialah berbedabeda makna. B. Pendekatan Pragmatik Pengarang sebagai pencipta sebuah karya sastra pasti mempunyai ideide sebelum menciptakan suaru karya. Dalam penyampaian idenya tersebut sastrawan tidak bisa dipisahkan dari latar belakang dan lingkungannya. Abrams mengemukakan dalam komunikasi antara sastrawan dan pembaca tidak akan terlepas dari empat situasi sastra, yaitu: karya satra, sastrawan, semesta, dan pembaca. Untuk itu terdapat empat pendekatan dalam kajian karya sastra, yaitu :65 1. Pendekatan objektif ialah kajian sastra yang menitik beratkan pada karya sastra. Memandang pada karya sastra dapat dilpeaskan dari siapa pengarang dan lingkungan serta zamannya. Sehingga karya sastra dapat dianalisa berdasarkan strukturnya sendiri. 2. Pendekatan ekspresif ialah kajian sastra yang menitik beratkan pada penulis. Memandang karya sastra sebagai pernyataan dunia batin pengarang yang bersangkutan. 3. Pendekatan mimetik ialah kajian sastra yang menitik beratkan terhadap imitasi atau tiruan pembayangan dunia kehidupan nyata.
64 65
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 64. A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984), h. 50.
22
4. Pendekatan pragmatik ialah suatu pendekatan yang memandang makna karya sastra ditentukan oleh publik pembaca sekalu penyambut karya sastra. Karya sastra dipandang sebagai karya seni yang berhasil apabila bermanfaat bagi publiknya, seperti: menyenangkan, memberi kenikmatan atau mendidik.66 Istilah pragmatik merujuk pada efek komunikasi yang sering sekali dirumuskan dalam istilah Horatius: seniman bertugas untuk docere dan delectare, memberi ajaran dan kenikmatan, sering kali ditambah lagi movere, menggerakan pembaca ke kegiatan yang bertanggung jawab. Seni harus menggabungkan sifat dulce et utile, bermanfaat dan manis. Pembaca kena, dipengaruhi, digerakan untuk bertindak oleh karya seni yang baik. 67 Kecenderungan pragmatik yang diungkapkan oleh Sydney ialah Like Sidney’s, is ordered toward the audience, a ‘pragmatic theory’, since it looks at the work of art chiefly as a means to an end, an instrument for getting something done, and tends to judge its value according to its success in achieving that aim.68 Menurut Sidney kecenderungan utama dari pragmatik adalah untuk memahami karya sastra sebagai sesuatu yang dibuat dengan tujuan menghasilkan tanggapan yang diperlukan bagi pembacanya dan untuk memperoleh aturan-aturan dan penilaian dari kebutuhan dan permintaan yang masuk akal dari pembaca di mana karya sastra itu ditujukan. Tujuan yang dibuat dalam membaca sastra haruslah bermanfaat dan memiliki nilai positif bagi pembacanya. Hal itu dikarenakan karya sastra harus mengandung dua unsur yaitu bermanfaat dan menarik. Manfaat tersebut didapatkan pembaca bergantung pada penilaian dan kebutuhannya terhadap suatu karya. Pendekatan
pragmatik
merupakan
sebuah
pendekatan
untuk
mengapresiasi sastra yang berlandaskan pada pendapat pembaca. Menurut Sahnon Ahmad pembaca menggunakan imajinasinya dan memahami sebuah 66
Yudiono KS, Telaah Kritik Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 31. Teeuw, op. cit., h. 51. 68 M.H. Abrams, The Mirror and The Lamps, (United States of America: Oxford University Press, 1980), h. 15. 67
23
karya sastra. Proses pemahaman tersebut bukan sekadar rentetan peristiwa yang disambung-sambungkan, tetapi peristiwa yang dirasai dan dihayati oleh tokoh yang berada dalam peristiwa. Makna dari pengalaman bergantung pula pada emosi, wawasan dan nilai yang dibawa oleh individu. Pengalaman membekalkan kekuatan dan kesatuan kepada peristiwa yang dihidangkan dan menyiratkan sesuatu tentang kehidupan secara umum. 69 Jausz dan Iser mengatakan adanya perkembangan mengenai penelitian sebuah karya. Keterangan tentang arti suatu karya “ditanyakan” kepada penulisnya. Dan bila ini tidak dapat dilakukan lagi, ia dapat dicari pada riwayat hidup penulisnya. Kemudian dikembangkan penelitian lain yang melihat karya sebagai suatu yang berdiri sendiri, yang mempunyai maknanya sendiri, dan ini dapat ditemui melalui analisis karya itu sendiri. Dari sini berkembang mengenai adanya pemberian suatu karya untuk dapat memahaminya. Tetapi untuk menemuinya, pembaca musti menggunakan imajinasinya sendiri, sehingga ia bertindak sebagai pemberi arti. Arti yang ditemui dalam teks itu bukanlah arti teks itu semata-mata, tetapi arti yang dikongkretkan oleh pembaca. Arti suatu teks ada dalam interaksi antara teks dan pembaca. 70 Pandangan terhadap sastra dari sisi konsumennya, dalam masyarakat Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Hal ini dapat dibaca pada sejumlah data teksual yang antara lain terbaca pada ekspresi tekstual yang memperlihatkan fungsi-fungsi sastra di dalam masyarakat. Di antaranya ialah sebagai sarana menyampaikan ajaran (moral atau agama), untuk kepentingan politik pemerintah dan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan yang lain. 71 Untuk itulah, masing-masing pembaca biasanya mendapatkan dan menyimpulkan makna yang berbeda meskipun bacaannya sama. Hal tersebut berkaitan pula dengan emosi dan latar belakang pembaca. 69
Shahnon Ahmad, Sastera Pengalaman, Ilmu, Imaginasi dan Kitarannya, (Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1994), h. 72. 70 Umar Junus, Resepsi Sastra Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT Gramedia, 1985), h. 143144. 71 Siti Chamamah Soeratno, dkk.,Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, Maret, 2002), h. 136.
24
Pembaca menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah karya sastra. Suatu karya sastra memiliki nilai, untuk itulah pembaca pasti mengapresiasi sebuah karya sastra. Apresiasi sastra merupakan pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra dan kenikmatan yang timbul sebagai akibat dari semua itu. Grove
mengungkapkan
bahwa
apresiasi
mengandung
makna
pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan pemahaman atau pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Squire dan Taba mengungkapkan bahwa sebagai suatu proses apresiasi sastra melibatkan tiga unsur, yakni: a) aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. b) aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga berperan dalam memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. c) aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah tidak indah sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya. 72 Sejalan dengan hal tersebut, ketika pembaca mengapresiasi sebuah karya sastra maka hal yang ia lakukan ialah memberikan penilaian terhadap karya tersebut. Dalam memberikan penilaian itu pembaca melibatkan pengetahuan yang ia miliki dan emosi yang ia bawa secara subjektif. Emosi itu dapat berkaitan dengan keindahan penyajian bentuk maupun emosi yang berubungan dengan isi atau gagasan yang menarik dan lucu. Penilaian dalam hal ini berkaitan dengan penemuan makna oleh pembaca yang memberikan kejelasan makna atau manfaat terhadap suatu karya sastra. Tujuan penulisan karya sastra yang diungkapkan oleh Horace dan Sydney ialah advised that ‘the poet’s’ aim is either to profit to please, or to blend in one the delightful and the useful’. The context shows that Horace held 72
35.
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: CV Sinar Baru, 1987), h. 34-
25
pleasure to be the chief purpose of poetry, for the recommends the profitable merely as a means to give pleasure to the elders, who, in contrast to the young aristocrats, ‘rail at what contains no serviceable lesson’.To the overwhelming majority of Renaissance critics, as to Sir Philip Sidney, at the moral effect was the terminal aim, to which delight and emotion were auxiliary and the optimistic moralist believed with James Beattie that if poetry instructs, it only pleases the more effectually.73 Horace memberitahu bahwa tujuan dari karya sastra adalah untuk mengambil pelajaran atau untuk menyenangkan atau untuk menggabungkan pengajaran dan penggunaan. Menurut Philip Sydney, efek moral adalah tujuan selanjutnya sedangkan mengajarkan dan emosi adalah tujuan pembantu dan orang yang berpegang teguh pada kemoralan percaya pada James Beattie bahwa karya sastra hanya menyenangkan secara tepat. Dari pendapat Horace dan Sydney dapat dikatakan bahwa dalam membaca sastra pasti akan mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga, emosi pembaca juga akan terlibat di dalamnya, tetapi megajarkan apa yang didapatkan bukanlah tujuan utama. Setidaknya pembaca mempunyai wawasan baru setelah membaca suatu karya sastra. Pembaca menyerap teks itu ke dalam kesadaran mereka dan membuatnya menjadi pengalaman mereka sendiri. Kesadaran pembaca yang ada akan membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap ke dalaman tertentu agar dapat menerima dan memproses sudut pandang asing yang dihadirkan dalam teks ketika pembacaan terjadi. 74 Karena dalam membaca sebuah karya sastra, pembaca seperti melakukan sebuah perjalanan yang belum pernah dilakukannya sehingga mereka mendapatkan suatu pengetahuan baru yang juga dikaitakan atas pengetahuannya terdahulu. Sehingga perjalanan tersebut akan menjadi pengalaman baru bagi para pembaca. Manusia berusaha mengolah dan menyusun berbagai rangsangan dari kehidupan itu menjadi sesuatu yang dapat dirasakan, dibayangkan dan 73
M.H. Abrams, The Mirror and The Lamps, (United States of America: Oxford University Press, 1980), h. 16. 74 Rachmat Djoko Pradopo, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss), h. 120.
26
dipahami sehingga maknanya dapat ditangkap. Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya. 75 Pemahaman atas bayangan pembaca tersebut terjadi karena adanya rasa empati yang memungkinkan pembaca terbawa ke dalam suasana dan gerak hati dalam karya itu. As a result the audience gradually receded into the background, giving place to the poet himself, and his own mental powers and emotional needs, as the predominant cause and the even the end test of art.76 Sebagai hasilnya, pembaca secara berangsur-angsur menyusut ke latar belakang, memberikan tempat pada karya sastra dalam dirinya dan kekuatan-kekuatan mentalnya sendiri dan kebutuhan emosional, sebagai sebab utama. Itulah mengapa masing-masing pembaca memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu karya sastra, karena setiap pembaca memiliki latar belakang dan kebutuhan emosional yang berpeda pula dalam menanggapi atau memaknai suatu karya sastra. Pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik
memberikan manfaat terhadap
pembaca.77 Untuk itulah, pendekatan karya sastra kepada pembaca tidak dapat dikesampingkan dan merupakan hal yang penting. Karena pembaca akan menilai sebuah karya sastra. Peran pembaca yang terlihat dominan dalam komunikasi sastra ini memperlihatkan bahwa pendekatan terhadap karya sastra tidak dapat hanya
75
Yus Rusyana, Kegiatan Apresiasi Sastra Indonesia Murid SMA Jawa Barat, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979), h. 7. 76 M.H. Abrams, The Mirror and The Lamps, (United States of America: Oxford University Press, 1980), h. 21. 77 Nyoman Kutha Ratna,Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 72.
27
memperlihatkan pada teksnya saja, tetapi juga harus memberi tempat pada pembacanya, yaitu dalam proses berinteraksi dengan teks sastranya.78 Pendekatan pragmatik berarti memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pembaca yang sama sekali tidak mengetahui proses penulisannya diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis. Karena sejatinya pembaca tidak pernah mati, pembaca akan selalu hadir bergantian dan memiliki penilaian yang berbeda terhadap sebuah karya sastra. Secara umum pendekatan pragmatik adalah sebuah pendekatan yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang zaman. Pendekatan pragmatik adalah salah satu ilmu kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra. Pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi karya tersebut. Keberadaan unsur pembaca dalam kehidupan bersastra mendapatkan tempat yang utama. Upaya meneliti sastra secara pragmatik merupakan salah satu sambutan terhadap karya tersebut. Fungsi
terpenting
pembaca
adalah
kemampuannya
untuk
mengungkapkan kekayaan karya sastra. Pembaca memungkinkan untuk menampilkan makna secara tidak terbatas, baik pembaca sezaman maupun pembaca dalam konteks sejarah. Pembaca juga yang memungkinkan untuk mengungkapkan khazanah cultural dan multicultural. 79 Semua proses pembacaan dalam karya sastra melibatkan dua aspek, yakni: pembaca dan interpretasi atau penafsiran guna “menemukan makna” yang dimaksudkan dalam objeknya. Arti atau makna tentu sangat luas cara melihat dan membacanya. Objek dalam konteks studi kesusastraan tidak hanya pada persoalan karya saja atau penafsiran yang bertumpu pada persoalan tekstualitas.80 Pesan-pesan dan keseluruhan nasihat yang terdapat
78
Siti Chamamah Soeratno, dkk., Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, Maret, 2002), h. 138. 79 Ibid. 80 Dwi Susanto, Pengantar Teori Sastra (Dasar-Dasar Memahami Fenomena Kesusastraan), (Jakarta, CAPS, 2012), h. 194.
28
dalam sebuah karya sastra akan tetap hidup meskipun karyanya sudah tidak ada. Keseluruhan manfaatnya telah diadopsi ke dalam jiwa dan pikiran subjek penikmat sehingga menjadi kekayaan baginya, sebagai manfaat abadi. Karya sastra dan masyarakat pembaca mengandung dua pengertian yang berbeda, yaitu: a) karya sastra dan masyarakat, b) karya sastra dan pembaca. Pengertian pertama mengacu pada sosologi sastra, masyarakat sebagai kenyataan, sedangkan pengertian kedua mengacu pada resepsi sastra, pembaca sekaligus kenyataan dan rekaan. 81 Pada waktu menghadapi suatu teks, pembaca sudah mempunyai bekal yang berkaitan dengan karya yang dibacanya. Bekal pembaca yang senantiasa berubah-ubah atau latar belakang pengetahuan yang berlain-lainan, akan menghasilkan
penerimaan
yang
berlain-lainan
pula.
Keadaan
ini
memperlihatkan gejala bahwa dalam proses membaca terjadi interaksi dialog antara pembaca dengan teks yang dibacanya yang selanjutnya melahirkan variasi-variasi bagi teksnya.82 Pendekatan pragmatik memandang karya sastra sebagai alat untuk menyampaikan tujuan atau maksud tertentu kepada pembaca. Penilaian terhadap karya sastra terutama ditujukan pada tujuan atau fungsi yang hendak disampaikan kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama dan lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik karya sastra tersebut. Kegiatan apresiasi sastra akan tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai kebutuhan yang mampu memuaskan rohaninya. 81
Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Culural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli, 2010), h. 528. 82 Siti Chamamah Soeratno, dkk.,Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, Maret, 2002), h. 137.
29
Berdasarkan pandangan tersebut, maka objek penelitian yang diteliti ialah mengenai persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Dengan begitu peneliti dapat mengetahui manfaat apa yang diapresiasi oleh pembaca setelah membaca novel AAC. Perlu diketahui bahwa pembaca yang dimaksudkan oleh penulis dalam penelitian ini ialah para penulis tesis, skripsi dan tulisan dalam jurnal. Para penulis tersebut ialah pembaca yang telah membaca novel Ayat-Ayat Cinta dan kemudian menuliskan manfaat atau hal menarik yang mereka dapatkan ke dalam tulisan-tulisan mereka. Sehingga peneliti memaksudkan pembacanya ialah para penulis dalam tesis, skripsi dan tulisan dalam jurnal.
C. Teori Persepsi Pengertian persepsi menurut Jalaludin Rakhmat ialah pengalaman tentang objek,
peristiwa,
menyampaikan
atau
informasi
hubungan-hubungan dan
menafsirkan
yang
diperoleh
pesan. 83
Bimo
dengan Walgito
mengungkapkan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif pemegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus.84 Kamus besar psikologi mendefinisikan persepsi ialah suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada di lingkungannya. 85 Persepsi menurut KBBI online ialah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi mempunyai sifat subjektif karena bergantung pada kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga tiap individu memiliki
83
Jalaludin Rahkmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 51. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), h. 87. 85 Haryanto, “Pengertian Persepsi Menurut Ahli”, diunduh dari http://belajarpsikologi.com/pengertian-persepsi-menurut-ahli/, pada Selasa, 15 Desember 2015, pukul 17.00. 84
30
tafsiran yang berbeda pada satu objek yang sama. Dengan demikian, persepsi merupakan pemberian tanggapan, perasaan, dan prasamgka oleh individu terhadap objeknya. Tanggapan tersebut dapat berupa sikap, pendapat dan tingkah laku. Tanggapan pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan. Jadi, berbicara mengenai persepsi tidak terlepas dari sikap. Persepsi juga diartikan sebagai suatu sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman mendetai, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka terhadap fenomena tertentu.Melihat sikap seseorang terhadap sesuatu, maka akan diketahui bagaimana persepsi atau tanggapan seseorang terhadap sesuatu. Dari definisi di atas, diketahui bahwa cara pengungkapan sikap melalui: pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, dan kepositifan atau kenegatifan suatu objek. Penelitian persepsi pada dasarnya merupakan penyelidikan reaksi pembaca terhadap suatu teks. Persepsi atau tanggapan pembaca terhadap teks dapat positif dan negatif. Persepsi pembaca yang bersifat positif, pembaca akan merasa senang, gembira dan pembaca dapat memproduksi atau menciptakan hal baru yang bernilai negatif pada karya tersebut. Sebaliknya, reaksi yang bersifat negatif, pembaca akan sedih, jengkel atau akan memproduksi hal baru yang bernilai negatif pada karya tersebut. Setiap pembaca memiliki persepsi yang berbeda dalam menanggapi suatu karya sastra. Perbedaan persepsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman, pendidikan, dan kemampuannya dalam menanggapi karya sastra. Dengan memahami persepsi pembaca, kita dapat mengetahui bagaimana persepsi pembaca dalam menanggapi novel AAC.
D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 1 butir 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
31
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 86 Undang-Undang Sisdiknas no. 20 tahun 2003 pasal 3, Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.87 Hasan
Lambulung
mengemukakan
bahwa
pengajaran
ialah
pemindahan pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. 88 M. Usman Najati mengemukakan bahwa pengetahuan yang dipindahlan diperoleh dari dua jenis sumber, yaitu: Ilahi dan manusiawi. Kedua jenis pengetahuan ini saling melengkapi dan pada hakikatnya berasal dari Allah. Pengetahuan yang berasal dari manusia ialah pengetahuan yang dipelajari dari berbagai pengalaman pribadinya dalam kehidupan, juga dalam usahanya menelaah dan memecahkan berbagai problem yang dihadapinya, atau melalui pendidikan dan pengajaran setelah penelitian ilmiah. 89 Pendidikan merupakan suatu sarana sebagai usaha manusia dalam membina atau membimbing diri menuju kepribadian dan pengetahuan yang lebih baik. Pendidikan bersifat sarat nilai, karena masyarakat menentukan apaapa yang akan dan tidak akan diteladani. Pendidikan adalah suatu proses bimbingan, pengajaran dan pelatihan yang dilakukan oleh manusia kepada manusia
lain
dalam
rangka
pencapaian kedewasaan dalam
rangka
pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk pelestarian nilainilai dan norma yang berkembang dimasyarakat.
86
Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencieie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 41. 87 Ibid. 88 Ibid.,h. 62. 89 Ibid.
32
Setiap guru wajib untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat materi ajar, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pembelajaran serta karakter apa yang diharapkan dalam pembelajaran tersebut. Setiap guru tidak hanya diwajibkan untuk memahami kompetensi yang dirancang dalam RPP tetapi juga diharapkan terampil dan kreatif dalam mengolah bahan ajar dan proses pembelajaran. Sastra dapat membantu pengajaran kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Dengan mempelajari sastra tentunya akan mempelajari aspek kebahasaan lainnya, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Proses apresiasi dalam karya sastra melibatkan tiga unsur penting, yaitu:90 kognitif, emotif dan evaluatif. Aspek kognitif terkait dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam memahami unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah karya sastra, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Aspek emotif terkait dengan keterlibatan emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam sebuah karya sastra dan pemahaman unsur tersebut bersifat subjektif. Aspek evaluatif terkait dengan pemberian nilai baik dan buruk, indah dan tidak indahnya, sesuai atau tidak sesuainya sebuah karya sastra yang secara personal dimiliki oleh pembaca. Pengajaran sastra memiliki dasar untuk melaksanakan misi afektif (memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya) yang memiliki tujuan akhir menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai baik dalam konteks individual maupun sosial. Pengajar sebaiknya tidak berfungsi sebagai sumber paling tahu yang menjawab semua pertanyaan dengan otoritas yang tidak dapat diganggu gugat, melainkan lebih sebagai fasilitator.91 Karya sastra harus dipilih dengan tepat, 90
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: CV Sinar Baru, 1987), h. 34-
35. 91
Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: IndonesiaTera, 2003), h. 119.
33
sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang akan disimpulkan. Seorang guru juga harus dapat memilah dan memilih novel apa yang tepat untuk pengajaran sastra di sekolah sekaligus juga untuk diskusi terhadap manfaat yang terkandung di dalamya. Salah satu novel yang memiliki banyak nilai di dalamnya ialah novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Pengarang mengisahkan mengenai toleransi terhadap sesama dan nilai religiusitas serta semangat belajar yang memberikan inspirasi dan motivasi, sehingga novel ini cocok untuk dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah.
E. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Peneliti melakukan tinjauan penelitian di internet dan perpustakaan UIN Jakarta dan peneliti tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan yang dikaji oleh peneliti. Pada bagian ini dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pertama, penelitian dilakukan oleh Khonsa Kholila, seorang mahasiswi sastra Inggris dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (2014) dengan judul “Pendekatan Sastra Analisis Novel Menggunakan Pendekatan Pragmatik”. Novel yang ia gunakan ialah novel A Walk To Remember. Ia menganalisis tanggapan pembaca pembaca hanya dari blog-blog. Disimpulkan bahwa novel tersebut mengajarkan kebaikan dan menolong sesama, serta kekuatan dalam menghadapi suatu masalah. Novel ini menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga membuat pembaca ikut tenggelam dalam cerita. Perbedaan yang peneliti Khonsa lakukan dengan penelitian kali ini, selain novelnya yang berbeda, ia meneliti tulisan atau pendapat pembaca melalui blog-blog, sedangkan penelitian ini dilakukan berdasarkan persepsi pembaca dalam tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal. Penelitian kedua dilakukan oleh Riana Puspita Sari, seorang mahasiswi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Islam Negeri Syarif
34
Hidayatullah Jakarta (2013) dengan judul “Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Dalam penelitiannya tersebut penulis menganalisis mengenai respons pembaca remaja. Ia memberikan angket kepada 20 responden yang telah membaca cerpen tersebut. angket tersebu berisi dua kuesioner. Kuesioner A berisikan mengenai intelektual (faktor bahasa, 29 kali pemunculan) dan emosional (keterlibatan diri atau perasaan, 39 kali pemunculan) dari responden. Kuesioner B berisikan penilaian responden membandingkan cerpen RSK dengan cerpen lain (cerpen favorit responden). Responden mendominasi pilihan setuju, bahwa novel RSK menimbulkan rasa ketertarikan yang tinggi bagi pembaca remaja walaupun dengan segala kerumitannya sebagai sastra serius. Perbedaan penelitian Riana dengan penelitian ini ialah selain novelnya yang berbeda, ia menyebarkan kuesioner pada 20 remaja dengan dua poin, yaitu berdasarkan intelektual dan emosional respon pembaca serta penilaian novel RSK. Sedangkan pada penelitian ini, yang diteliti ialah berbagai persepsi pembaca dalam beberapa skripsi, tesis dan tulisan dalam jurnal. Penelitian ketiga dilakukan oleh Windy Nurseptiani, seorang mahasiswi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2014) dengan judul “Respons Pembaca Remaja Terhadap Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Di Sekolah”. Dalam penelitiannya tersebut penulis menganalisis respons pembaca terhadap novel N5M dengan menyebarkan kuesioner kepada 25 remaja. Kuesioner tersebut dibagi atas dua kuesioner, yaitu: a) berdasarkan frekuensi responden dalam membaca novel dan kriteria yang digunakan pembaca sebagai dasar penilaian terhadap teks sastra; b) berdasarkan pemastian pembaca sudah membaca novel N5M dan respon atau penilaian apa yang ada dalam novel tersebut. Dengan hasil bahwa novel N5M merupakan novel yang baik untuk dijadikan bahan pembelajaran di sekolah karena banyak sekali pesan atau nilai hidup yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
35
Perbedaan penelitian Windy dengan penelitian ini ialah selain novelnya yang berbeda, ia menyebarkan kuesioner kepada 25 remaja dengan dua poin, yaitu frekuensi membaca novel dan pemastian pembaca sudah membaca novel serta respon pembaca terhadap novel tersebut. Sedangkan pada penelitian ini yang diteliti ialah persepsi pembaca dalam beberapa skripsi, jurnal dan tesis. Para peneliti di atas melakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner dengan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan objek penelitian mereka. Kemudian hasil kuesioner tersebut dijabarkan dan diklasifikasikan setelah itu baru diambil kesimpulannya. Atau dianalisis manfaat apa yang terkandung di dalamnya dan kemudian dijabarkan berdasarkan pendapat peneliti tersebut sendiri. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Karena dalam penelitian ini datanya menggunakan tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal sebagai objek penelitian. Objek penelitian tersebut akan diklasifikasikan, manfaat atau hal menarik apa yang paling banyak dituliskan pembaca terkait novel Ayat-Ayat Cinta. Setelah diklasifikasikan, barulah peneliti akan mendeskripsi dan menganalisis objek-objek tersebut serta mengaitkannya dengan pembelajaran di sekolah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan warna baru dalam mengapresiasi sastra melalui pendekatan pragmatik dengan menganalisis bacaan-bacaan yang diperoleh atas pemikiran seseorang. Dengan menganalisis persepsi tersebut, kita dapat mengetahui hal apa yang paling menarik dan bermanfaat dari suatu bacaan berdasarkan persepsi pembaca.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode ialah adalah cara-cara, strategi untuk memahami realitas langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat. Sebagai alat, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. 1 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Istilah penelitian kualitatif dimaksukan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Contohnya, dapat berupa peneltian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang. 2 Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. 3 Dalam penelitian kualitatif, metode yang biasa digunakan ialah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen. 4 Metode kualitatif dapat digunakan untuk menangkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sama sekali belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. 5
1
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 34. 2 Barowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 21. 3 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4. 4 Ibid., h. 5. 5 Barowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 22.
36
37
Hadjar mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. 6 Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif ialah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya, secara histolik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis isi. Isi yang dianalisis ialah isi komunikasi, yaitu pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi terjadi. Isi komunikasi ialah isi sebagai mana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen. Dasar penggunaan teknik analisis isi ialah penafsiran yang memberikan perhatian pada isi pesan yang menghasilkan makna. Analisis isi dilakukan pada dokumen-dokumen yang padat isi. 7 Dokumen-dokumen yang dimaskud ialah tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal. Pragmatik merupakan suatu pendekatan yang memandang karya sastra ditentukan oleh pembaca selaku penyambut karya itu. Pembaca yang diteliti dalam penelitian ini ialah penulis dari tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal. Pemilihan dokumen atau data penelitian tersebut karena peneliti ingin mengetahui beragam persepsi yang diberikan oleh pembaca terkait novel AAC. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis isi, artinya bahwa yang akan dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi: menggunakan penjabaran atau penjelasan melalui kata-kata, tidak berupa angka-angka atau koefisian yang tentang variabel. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis isi suatu dokumen. Dokumen yang dimaksud
6
Ibid., h. 23. Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 48-49. 7
38
dalam penelitian ini adalah beberapa skripsi, tesis dan tulisan dalam jurnal yang telah dituliskan oleh pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. B. Subjek dan Objek Penelitian Subjek
penelitian
ini
ialah
novel
Ayat-Ayat
Cinta
karya
Habiburrahman El Shirazy. Objek penelitian ini ialah tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
C. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah persepsi pembaca terhadap novel AyatAyat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Fokus penelitian ini dilakukan agar pembahasan lebih fokus dan terarah, sehingga dapat dengan mudah diteliti dan dipahami oleh pembaca. Persepsi yang dianalisis ialah tulisan dari tiga penulis skripsi, satu penulis tesis dan empat penulis tulisan dalam jurnal, yaitu: 1. Hariyanto, “Nilai-Nilai Pendidikan Sabar Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”, Skripsi di Institut Agama Islam Walisongo, 2010. 2. Rodhiatam Mardhiah, “Nilai Agama Dalam Novel Ayat-Ayat CintaKarya Habiburrahman El Shirazy”, Skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. 3. Ahsanul Anam, “Dampak Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Terhadap Bangunan Pluralisme Agama Di Indonesia”, Skripsi di UIN Sunan Ampel Surabaya 2010. 4. Asep Supriadi, “Transformasi Nilai-Nilai Ajaran Islam Dalam Novel AyatAyat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy (Kajian Intertekstual)”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang: 2006. 5. Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti, “Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahn El Shirazy dan Novel Kasidah-Kasidah Cinta Karya
39
Muhammad Muhyidin (Kajian Intertekstual dan Nilai Pendidikan)”, Basastra: Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, Vol 1, No 3, 2014. 6. Ma‟mun Fauzi, “Aspek Religi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Menengah Atas”, Bahtera: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, No. 1, 2011. 7. Vivi Wulandari, “Perbandingan Religiusitas Tokoh Mualaf Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy dan Ternyata Aku Sudah Islam Karya Damien Dematra”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1, Seri B 87, 2012. 8. Mukhamad Khunsin, “Gaya Bahasa Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Dan Implementasinya Terhadap Pengajaran Sastra Di Sekolah”, Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol: 1, No: 1, 2012.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik studi dokumentasi atau kajian kepustakaan (library search), yakni teknik pengumpulan data melalui pengumpulan sumber-sumber yang dapat membantu penulis dalam menganalisis dan mengurai objek yang diteliti. Teknik kajian pustaka dilakukan dengan cara mencari skripsi, tesis dan jurnal maupun dokumen lain yang dapat membantu dan memberikan informasi yang berkaitan dengan objek penelitian bagi penulis. Langkah-langkah dalam pengumpulan data ialah: 1. Mencari skripsi, tesis, dan jurnal mengenai AAC. 2. Membaca hasil skripsi, tesis dan tulisan di jurnal tersebut dengan teliti. 3. Mengklasifikasi persepsi pembaca terhadap novel AAC. 4. Menganalisis persepsi pembaca terhadap novel AAC.
40
E. Teknik Analisis Data Setelah mengumpulkan data dari hasil dokumentasi, kemudian hasilnya diuraikan dan dijelaskan dalam deskripsi hasil penelitian. Untuk menganalisis data, penulis menggunakan pola teknik analisis isi, analisis isi ialah menganalisis isi-isi dari objek yang penulis pilih kemudiaan dideskripsikan dan memberikan kesimpulan akhir. Teknik analisis data bertujuan untuk mengungkapkan berbagai manfaat dan hal menarik berdasarkan persepsi pembaca. Data tersebut diuraian sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan tentang berbagai persepsi pembaca terhadap novel tersebut. Secara rinci teknik analisis data adalah seperti berikut ini: 1. Membaca secara teliti novel Ayat-Ayat Cinta. 2. Menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel. 3. Membaca secara teliti dan cermat berbagai persepsi pembaca berdasarkan skrispi, tesis dan tulisan di jurnal terhadap novel Ayat-Ayat Cinta. 4. Mengklasifikasikan persepsi-persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta. 5. Menganalisis persepsi-persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta. 6. Mengaitkan manfaat yang telah dianalisis terhadap pembelajaran di sekolah. 7. Membuat simpulan mengenai persepsi pembaca terhadap novel dan mengimplikasikannya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indoneisa.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Intrinsik Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) Karya Habiburrahman El Shirazy. 1. Tema Tema merupakan sebuah gagasan yang mendasari cerita. pembaca dapat menemukan sebuah tema ketika sudah membaca keseluruhan ceritanya. Dalam novel Ayat-Ayat Cinta, tema yang penulis angkat ialah perjuangan menjalani hidup. Karena dalam novel diceritakan bagaimana perjuangan melawan rasa malas dalam menuntut ilmu dan juga perjuangan menghadapi cobaan kehidupan. Dalam novel AAC terlihat bahwa adanya sikap kegigihan dalam mencapai dan menjemput ilmu serta mengalahkan rasa malas untuk menuntut ilmu yang ditunjukan oleh Fahri. Seperti pada kutipan berikut: “dengan tekad bulat, setelah mengusir segala ares-aresan. Jadwalku mengaji pada Syaikh yang terkenal sangat disiplin itu seminggu dua kali. Setiap Ahad dan Rabu. Beliau selalu datang tepat waktu, tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim. Selama tidak sakit dan tidak ada uzur yang sangat penting, beliau pasti datang. Sangat tidak enak jika aku datang Karena panasnya suhu udara.”108 Kegigihan menuntut ilmu menjadi perjuangan tersendiri bagi pembelajar. Sikap hormat terhadap guru dapat menjadi motivasi untuk tetap hadir menuntut ilmu. Selain itu, perjuangan lain ditunjukan ketika ia bertahan pada kebenarannya, saat masalah datang. Seperti dalam kutipan berikut ini: “apapun jalannya, kematian itu satu yaitu mati. Allah sudah menentukan ajal seseorang. Tak akan dimajukan dan dimundurkan. Maka tak ada gunanya bersikap lemah dan takut menghadapi kematian. Dan aku tidak mau mati dalam keadaan mengakui perbuatan biadab yang memag tidak pernah aku lakukan.” 109
108 109
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta, Republika, 2006), h. 16-17. Ibid.,h. 308.
41
42
Dapat terlihat berbagai perjuangan dalam menjalani hidup, baik itu ketika menuntut ilamu atau ketika mendapatkan cobaan dalam hidup. Novel AAC memiliki cerita yang baik apabila diajarkan pada peserta didik. Karena sikap yang ditonjolkan berpotensi membuat pembaca lebih memiliki sikap optimis dan ikhals serta lebih menghargai waktu dan menghormati guru. 2. Alur Alur dalam novel AAC didominasi oleh perjalanan hidup Fahri, baik ketika menuntut ilmu sampai kisah cintanya. Alur yang terdapat dalam novel AAC ialah campuran. Karena dalam cerita tidak hanya dikisahkan rencana ke depan saja tetapi juga dikisahkan masa lalu. Seperti dalam kutipan berikut ini: “Rudi Marparung yang berasal dari Medan mengisahkan tentang menginap bersama teman-temannya saat masih aliyah di Brastagi. Hamidi mengisahkan pengalamannya yang menegangkan sela,a tersesat di lereng Gunung Lawu. Sedangkan Saiful yang waktu SMP pernah diajak ayahnya ke Turki bercerita tentang indahnya malam di Teluk Borporus.”110 “Sambil memandang keindahan sungai Nil malam hari, tanpa kuminta Aisha mulai bercerita tentang dirinya, ibunya dan ayahnya.” 111 “aku teringat masa kecilku, ketika aku masih SD. Kami keluarga susah”112 Dalam kutipan di atas, Fahri dan teman-temannya bercerita mengenai pengalaman berkesan yang pernah dilalui. Aisha juga bercerita mengenai kehidupanya dan keluarga. Pengisahan masa lalu tersebut membuat alur yang terdapat dalam novel ialah alur campuran. Dalam novel AAC juga ada tahapan alurnya. Tahapan alur yang terdapat dalam novel AAC ialah: Tahap awal bermula ketika Fahri ingin mengusir rasa malasnya dalam menuntut ilmu. Ia memantapkan hati untuk tetap melangkah walalupun cuaca sedang tidak bersahabat. 110
Ibid., h. 72-73. Ibid., h. 255. 112 Ibid., h. 147. 111
43
“Aku sedikit ragu mau membuka pintu. Hatiku ketar-ketir. Angin sahara terdengar mendesau-desau. Keras dan kacau. Tidak bisa dibayangkan betapa kacaunya di luar sana. Panas disertai gulungan debu yang beterbangan. Suasana yang jauh dari nyaman. Namun niat harus dibulatkan. Bismillah tawakkaltu ‘ala Allah, pelan-pelan kubuka pintu aparteman. Dan… wussss! Angin sahara menampar mukaku dengan kasar.”113 Tahap konflik bermula setelah Fahri menikah dengan Aisyah. Sepulang bulan madu dengan Aisyah, Fahri ditangkap polisi karena dituduh memperkosa Noura. Seperti dalam kutipan berikut: “akui saja, kau yang memperkosa gadis bernama Noura yang jadi tetanggamu di Hadayek Helwan pada jam setengah empat dini hari Kamis, 8 Agustus lalu? Akui saja, atau kami paksa kau untuk mengaku! Jika kau mengakuinya maka urusannya akan cepat.”114 Tahap klimaks terjadi ketika Fahri teringat pada Maria sebagai saksi kunci yang dapat memberikan pengakuan bahwa ia tidak melakukan tindakan biadab tersebut. Fahri mendapatkan informasi bahwa Maria terbaring koma di rumah sakit karena cintanya pada Fahri. Fahri diminta untuk menikahi Maria, namun ia menolaknya. Seperti pada kutipan berikut: “aku sudah menikah dan saat menikah aku menyepakati syarat yang diberikan istriku agar aku menjadikan ia istri yang pertama dan terakhir. Dan aku harus menunaikan janji itu. Aku tidak boleh melanggarnya.”115 Tahap leraian terjadi ketika Aisyah memintanya menikahi Maria atas beberapa pertimbangan. Seperti dalam kutipan berikut: “kalau kau mencintaiku maka kau harus berusaha melakukan yang terbaik untuk anak kita. Aku ini sebentar lagi menjadi Ibu. Dan seorang ibu akan melakukan apa saja untuk ayah dari anaknya. Menikahlah dengan Maria dan kau akan menyelamatkan banyak orang. Kau menyelamatkan Maria. Menyelamatkan anak kita. Menyelamatkan diriku dari status janda yang terus membayang di depan mata dan menyelamatkan nama baikmu sendiri.” 116 113
Ibid.,h. 18. Ibid.,h. 307. 115 Ibid.,h. 376. 116 Ibid.,h. 377. 114
44
Tahap akhir yang menjadi penyelesaian atau jalan keluar dari konflik dalam cerita ini ialah pada saat Maria sebagai saksi kunci tiba-tiba hadir dalam persidangan dan membeberkan kejadian yang sesungguhnya terjadi pada Noura. Seperti pada kutipan berikut: “Noura malam itu, sejak pukul dua malam sampai pagi berada di kamarku. Ia sama sekali tidak keluar dari kamarku. Ia selalu bersamaku. Jika ia mengatakan pukul tiga aku mengantarnya turun ke rumah Fahri itu bohong belaka. Bagaimana mungkin ada pemerkosaan dalam rentang waktu itu padahal dia berada di kamarku. Dan fahri berada di kamarnya. Apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka.”117 Kesaksian Maria akhirnya diperkuat pula oleh pengakuan Noura. Akhirnya ia jujur mengakui kebohongannya itu. Seperti dalam kutipan berikut: “selamanya kebenaran akan menang. Jika tidak di pengadilan dunia maka kelak di pengadilan akhirat. Selamanya rekayasa manusia tidak ada apa-apanya disbanding kekuasaan Tuhan. Hadirin, jika ada gadis malang di dunia ini yang semalag-malangnya adalah diriku.”118 “akhirnya aku berbohong kepada mereka yang menghamiliku adalah Fahri. Sebab aku sangat mencintai Fahri dengan harapan Fahri nanti mau menikahiku.”119 Fahri akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dan dibebaskan dari segala tuduhan. Setelah menjadi saksi kunci di pengadilan, Maria kembali jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa selama kita berusaha melakukan yang terbaik, seburuk apapun jalan hidup yang kita jalani, pasti akan menuai kebaikan. Selama kita percaya bahwa kebenaran itu pasti akan terungkap dan Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya seorang diri. 3. Tokoh dan Penokohan Tokoh dan penokohan yang terlihat dalam novel Ayat-Ayat Cinta ialah 117
Ibid.,h. 385. Ibid.,h. 386. 119 Ibid.,h. 387. 118
45
a. Fahri Tokoh Fahri merupakan tokoh utama dalam novel AAC, sekaligus juga tokoh protagonis, perwatakannya sederhana dalam novel tersebut. Dalam flat ia tinggal bersama lima orang temannya, yaitu: Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Fahri memiliki sikap menjunjung tinggi rasa hormat terhadap guru dan disiplin waktu. Seperti terlihat pada kutipan berikut ini: “dengan tekad bulat, setelah mengusir segala ares-aresan. Jadwalku mengaji pada Syaikh yang terkenal sangat disiplin itu seminggu dua kali. Setiap Ahad dan Rabu. Beliau selalu datang tepat waktu, tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim. Selama tidak sakit dan tidak ada uzur yang sangat penting, beliau pasti datang. Sangat tidak enak jika aku datang Karena panasnya suhu udara.”120 Selain menghormati guru dan disiplin waktu, Fahri juga sosok yang bertanggung jawab akan janji yang telah diucapkannya, komitmen terhadap ucapan. Seperti terlihat dalam kutipan: “kalau tidak ingat bahwa masa muda yang sedang aku jalani akan dipertanyakan di kahirat kelak. Kalau tidak ingat bahwa tidak semua orang diberi nikmat belajar di bumi para nabi ini. kalau tidak ingat, bahwa aku belajar di sini dengan menjual satu-satunya sawah warisan kakek. Kalau tidak ingat, bahwa aku dilepas dengan linangan air mata dan selaksa doa dari ayah, ibu dan sanak saudara. Kalau tidak ingat bahwa jadwal adalah janji yang harus ditepati.”121 Kutipan tersebut juga memperlihatkan bahwa ia selalu ingat perjuangan orang tau untuk menyekolahkannya, maka itu ia tidak boleh malas ketika menuntut ilmu atau tidak boleh mengecewakan mereka dan harus mengalahkan rasa malas. Sosok Fahri juga selalu hidup dengan target, mimpi-mimpi yang ingin diraih, ditulis untuk selalu diingat dan diusahakan. Seperti dalam kutipan berikut:
120 121
Ibid.,h. 16-17. Ibid.,h. 21.
46
“takdir Tuhan ada di ujung usaha manusia. Tuhan Maha Adil, dia akan memberkan sesuatu pada umat-Nya sesuai dengan kadar usaha ikhtiarnya. Dan agar saya tidak tersesat atau melangkah tidak tentu arah dalam berikhtiar dan berusaha maka saya membuat peta masa depan saya.”122 Penokohan Fahri yang begitu sempurna sulit diterima dalam kehidupan nyata. Seperti pada saat ia melihat Noura yang sedang disiksa, ia ingin menolong tetapi tidak bisa karena bukan muhrimnya. Hal itu dipertanyakan karena sesungguhnya menolong ialah kewajiban sesama manusia. Seperti dalam kutipan berikut ini: “aku dan teman-teman tidak mungkin turun ke bawah untuk menolong Noura. Meskipun dengan sepatah kata untuk menghibur hatinya.”123 “andaikan aku halal baginya tentu aku akan turun mengusap air matanya dan membawanya ke tempat yang jauh dari linangan airmata selama-lamanya.”124 b. Maria Maria merupakan tokoh sampingan, sekaligus juga tokoh protagonis, perwatakannya sederhana dalam novel AAC. Maria adalah gadis cerdas yang menyukai Adzan dan mempelajari Alquran. Ia adalah gadis yang secara cantik. Secara fisik ia digambarkan sebagai berikut: “seorang gadis mesir berwajah bersih, matanya bening menatapku penuh binar.”125 Maria adalah gadis yang cerdas, bijaksana dan menyenangkan. Ia juga tidak sungkan untuk menolong seseorang. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: “ia gadis yang sangat cerdas. Nilai ujian akhir Sekolah Lanjutan Tingkat Atasnya adalah terbaik kedua tingkat nasional Mesir. Ia masuk Fakultas Komunikasi, Cairo University. Dan seriap tingkat
122
Ibid.,h. 144. Ibid., h. 74. 124 Ibid., h. 76. 125 Ibid.,h. 22. 123
47
selalu meraih fakultasnya.”126
predikat
cumlaude.
Ia
selalu
terbaik
di
Sikap tolong-menolongnya juga ditunjukan dengan kutipan berikut: “baiklah, demi cintaku pada Al-Masih akan kucoba. Tapi kau harus tetap mengawasi dari jendelamu. Jika ada apa-apa, kau harus berbuat sesuatu.”127 Maria adalah pembelajar dan tidak mudah marah, menghargai pilihan orang lain seperti saat ditolak Fahri untuk berdansa dengannya, dalam kutipan berikut: “oh begitu. Maaf, aku tidak tahu. Kalau tahu, aku tidak mungkin menawarkan hal ini kepadamu. Aku salut atas ketegasanmu menjaga apa yang kau yakini. kata Maria. Tidak ada garut kecewa di wajahnya.”128 c. Aisha Aisha merupakan tokoh sampingan, sekaligus juga tokoh protagonis, perwatakannya sederhana dalam novel AAC. Aisha adalah gadis yang sangat pintar, mandiri dan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Aisha merupakan gadis yang cantik. Secara penampilan dan fisik, Aisha digambarkan sebagai berikut: “tak jauh dariku, perempuan bercadar nampak asik berbincang dengan seorang bule.”129 “wajah Aisha perlahan terbuka. Dan wajah putih bersih menunduk tepat di hadapanku.”130 “yang ada di hadapanku ini seorang bidadari ataukah manusia biasa. Mahasuci Allah, yang menciptakan wajah seindah itu.”131 Aisha adalah istri yang baik, seperti yang diungkapkan oleh Fahri dalam kutipan berikut: “Aisha mengajaku ke balkon. Ia telah mempersiapkan segalanya. Istri yang baik.”132 126
Ibid.,h. 25. Ibid.,h. 76. 128 Ibid., h. 133. 129 Ibid.,h. 52. 130 Ibid.,h. 214. 131 Ibid. 127
48
“di sinilah insya Allah kau akan menulis tesismu, menerjemah dan menghasilkan karya-karya besar yang bermanfaat bagi umat. Dan aku akan menjadi pendampingmu siang dan malam.” 133 “ia sangat mesra dan manja. Tetapi ia sangat tahu menjaga diri, ia tidak minta dicium saat itu.”134 Selain istri yang baik, Aisha juga seorang istri yang mau dan selalu mengupayakan yang terbaik untuk suaminya, seperti dalam kasus yang sedang menimpa Fahri. Ia rela melakukan apapun, namun sikap relanya ini sangat sulit ditemukan dalam kehidupan nyata. Ia meminta Fahri untuk menikahi Maria. Meskipun sebab yang diutarakan bijaksana, namun akibatnya tetap jarang bisa diterima oleh kebanyakan perempuan. Seperti dalam kutipan berikut: “kalau kau mencintaiku maka kau harus berusaha melakukan yang terbaik untuk anak kita. Aku ini sebentar lagi menjadi Ibu. Dan seorang ibu akan melakukan apa saja untuk ayah dari anaknya. Menikahlah dengan Maria dan kau akan menyelamatkan banyak orang. Kau menyelamatkan Maria. Menyelamatkan anak kita. Menyelamatkan diriku dari status janda yang terus membayang di depan mata dan menyelamatkan nama baikmu sendiri.” 135 d. Nurul Nurul merupakan tokoh sampingan, sekaligus juga protagonis, perwatakannya sederhana dalam novel AAC. Nurul adalah seorang mahasiwi keturunan Jawa. Ia rela menolong sesamanya. Seperti terlihat pada kutipan berikut: “Aku lalu mengutarakan maksudku, meminta bantuannya, agar bisa menerima Noura bersembunyi di rumahnya beberapa hari. Mula-mula Nurul menolak. Ia takut kena masalah. Di samping itu, tinggal bersama gadis Mesir belum tentu mengenakkan. Aku jelaskan kondisi Noura. Akhirnya Nurul menyerah dan siap membantu.”136
132
Ibid., h. 252. Ibid., h. 269. 134 Ibid., h. 244. 135 Ibid., h. 377. 136 Ibid.,h. 84. 133
49
Nurul sosok yang aktif dalam berorganisasi dan mau membagi ilmu untuk mengajarkan Alquran kepada anak-anak. Seperti pada kutipan berikut: “Diam-diam aku salut pada Nurul. Meskipun ia menjadi ketua umum organisasi mahasiswi Indonesia paling bergengsi di Mesir, tapi ia tidak pernah segan untuk menyempatkan waktunya mengajar anak-anak membaca Alquran.”137 Nurul juga sosok yang pemalu, ia bahkan memendam perasaannya kepada Fahri sampai membuatnya sakit. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: “dia sungguh terlalu. Tapi dia tidak keliru. Dia telah menempuh jalan yang benar. Dia benar-benar gadis salehah yang pemalu.”138 e. Noura Noura merupakan tokoh sampingan dan memiliki perwatakan bulat karena sikapnya yang baik berubah. Awalnya dia baik kemudian menjadi culas dan akhirnya ia mengakui kesalahannya. Noura adalah gadis yang malang. Secara fisik, ia digambarkan seperti dalam kutipan berikut: “rambutnya pirang, wajahnya bagai pualam.” 139 “benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis diseret oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang perempuan. Gadis yang diseret itu menjerit dan menangis. Sangat mengibakan. Gadis itu diseret sampai ke jalan.” 140 “benar katamu kak, dia memang patut dikasihani. Punggungnya penuh luka cambuk.”141 Dalam kutipan di atas, tergambar kemalangan hidup Noura yang disiksa oleh ayahnya. Ia mencintai Fahri, tetapi cara yang dilakukan harus merugikan orang lain. Rasa cinta Noura pada Fahri
137
Ibid.,h.104. Ibid.,h. 233. 139 Ibid., h 87. 140 Ibid., h. 73. 141 Ibid., h. 88. 138
50
sangat berlebihan dalam cerita, sehingga ia rela mempermalukan diri sendiri untuk mendapat pengakuan bahwa Fahri yang menghamilinya. Seperti dalam kutipan berikut: “akhirnya aku berbohong kepada mereka yang menghamiliku adalah Fahri. Sebab aku sangat mencintai Fahri dengan harapan Fahri nanti mau menikahiku.”142 f. Bahadur Bahadur merupakan merupakan tokoh sampingan, sekaligus juga tokoh antagonis, perwatakannya sederhana dalam novel AAC. Bahadur adalah tokoh yang selalu menyiksa Noura dan disegani oleh tetanggatetangganya. Seperti pada kutipan berikut ini: “benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis diseret oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang perempuan. Gadis yang diseret itu menjerit dan menangis. Sangat mengibakan. Gadis itu diseret sampai ke jalan.” 143 “ayah Noura yang bernama Bahadur memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai orang. Seluruh tetanga di apartemen ini dan masyarakat sekitar jarang yang mau berurusan dengan Si Hitam Bahadur.” 144 4. Latar a. Latar Tempat, menunjukkan mengenai suatu kota atau tempat yang digunakan dalam cerita. Dalam novel ini lokasi yang digunakan ialah Cairo, Mesir. Terdapat beberapa tempat atau kota di mesir yang digunakan, seperti berikut ini: 1) Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq “tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung kota Cairo, untuk talaqqi pada Syaikh Utsman Abdul Fatah.”145 “untungnya Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq ber-AC, jika tidak aku tak tau seperti apa menderitanya kami. Mungkin
142
Ibid., h. 387. Ibid., h. 73. 144 Ibid., h. 74. 145 Ibid., h. 16. 143
51
konsentrasi kami akan berantakan dan kami tidak membaca seperti yang diharapkan.”146 Masjid tersebut digunakan sebagai tempat Fahri untuk belajar membaca Alquran dengan riwayat tujuh imam dan ilmu tafsir paling pokok. 2) Masjid Al Azhar “lebih beruntung lagi, beliau sangat mengenalku. Itu karena sejak tahun pertama kuliah aku sudah menyetorkan hafalan Alquran pada beliau di serambi Masjid Al-Azhar.”147 Masjid Al-Azhar pernah digunakan Fahri untuk menyetorkan hafalan Qurannya pada Syaikh Utsman Abdul Fatah saat tahun pertama kuliah. 3) Masjid Indonesia Cairo “Hamdi sudah dua hari ini punya kegiatan di Dokki, tepatnya di Masjid Indonesia Cairo. Ia diminta memberikan pelatihan kepemimpinan pada remaja masjid yang semuanya adalah putra-putri para pejabat KBRI.” 148 Masjid Cairo untuk Indonesia digunakan oleh Hamidi untuk memberikan pelatihan kepemimpinan pada remaja-remaja masjid. Ia sudah dua hari berada di masjid tersebut. 4) Mahttah (Stasiun atau Terminal) “jadilah perjalanan dari Mahattah (stasiun, terminal) Anwar Sadat Tahrir sampai Tura El-Esmen kuhabiskan untuk menyimak seorang Maria membaca surat Maryam dari awal sampai akhir.”149 Stasiun tersebut digunakan oleh Fahri ketika berpergian, karena ia menggunakan transportasi umum, sehingga menggunakan metro. Dalam kutipan di atas Fahri tidak sengaja bertemu dengan Maria,
146
Ibid., h. 57. Ibid., h. 17. 148 Ibid., h. 19. 149 Ibid., h. 24. 147
52
kemudian mereka bercerita dan mendengarkan Maria melantunkan surat Maryam. 5) Flat “menjelang asar aku tiba di flat dengan tenaga yang nyaris habis dan darah menguap kepanasan. Benar-benar lemas.”150 “hari itu, kami pulang ke Hadayek Helwan.”151 Flat Fahri terletak di Hayayek Helwan. Flat merupakan tempat tinggal Fahri dan teman-temannya selama di Mesir. 6)
Cleopatra Restaurant “akhirnya Tuan Boutros memarkir mobilnya di halaman sebuah restaurant mewah. Cleopatra Restaurant namanya. Terletak di pinggir sungai Nil. Bersebelahan dengan Good Shot dan Maadi Yacht Club.”152 Cleopatra restaurant merupakan sebuah restoran mewah. Fahri dan kawan-kawannya diajak makan malam bersama keluarga Tuan Borotus untuk merayakan ulang tahun Madame.
7) Pengadilan “hakim gemuk dengan rambut hitam bercampur uban mempersilakan Noura yang sudah berdiri di podium untuk berbicara.”153 Pengadilan merupakan tempat di mana Fahri diadili atas tuduhan tindak pemerkosaan yang dilakukan pada Noura. 8) Rumah Sakit “di rumah sakit Mas,” lirih Saiful.” 154 “rumah sakit tempat Maria dirawat adalah rumah sakit tempat aku dulu dirawat.”155 Rumah sakit merupakan lokasi saat Fahri dan Maria dirawat. Saat itu Fahri dari hasil CT-Scan didiagnosa sakit Head Stroke dan
150
Ibid., h. 109. Ibid., h. 192. 152 Ibid., h. 127. 153 Ibid., h. 333. 154 Ibid., h. 174. 155 Ibid., h. 367. 151
53
Meningitis sekaligus. Sedangkan Maria saat koma atas rasa cintanya pada Fahri. b. Latar Waktu menunjukan mengenai pukul berapa atau suatu kondisi cuaca yang menunjukan waktu. Seperti pada beberapa waktu berikut ini: 1) Awal Agustus “awal-awal Agustus memang puncak musim panas.”156 Dalam kutipan di atas, terlihan waktu yang digunakan ialah bulan Agustus yang merupakan puncak musim panas dan membuat orang malas untuk ke luar rumah. 2) Bulan Ramadan dan Idul Fitri “akhirnya sepakat, awal Ramadan pergi umrah, sepuluh hari di tanah suci dan langsung terbang ke Indonesia.” 157 “malam harinya kami tarawih. Kami mengatur sedemikian rupa agar kami bisa tarawih bersama.” 158 “selama merayakan Iedul Fitri di Mesir aku belum pernah mendapatkan kunjungan sebanyak itu. Meskipun berada di penjara, namun hari raya yang kulewati cukup mengesankan.”159 Dalam kutipan di atas, terlihat bahwa waktu yang digunakan ialah saat bulan Ramadan dan setelah Idul Fitri. Saat bulan Ramadan Fahri dan Aisha berencana umroh, tetapi sayang Fahri harus masuk penjara atas tuduhan pemerkosaan. 3) Siang Hari “dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen (rasa malas melakukan sesuatu), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq.”160
156
Ibid., h. 16. Ibid., h. 279. 158 Ibid., h. 320. 159 Ibid., h. 364. 160 Ibid., h. 16. 157
54
Waktu
siang
hari
merupakan
saat
Fahri
berussaha
menghilangkan rasa malasnya dalam cuaca panas untuk talaqi dan mengharuskannya ke luar dari Flat. 4) Tengah Malam “malam ini juga kita syukuran. Kita beli firoh masywi dua. Lengkap dengan ashir mangga. Kita makan nanti tengah malam bersama-sama di suthuh sana.”161 “dan malam ini kami melihat hal yang membuat hati miris. Noura disiksa dan diseret di dini hari ke jalan oleh ayahnya dan kakak perempuannya.”162 “Tuan Boutros membawa kami masuk ke restauran dan memilihkan tempat duduk yang paling menjorok ke sungai Nil seperti dek kapal. Terbuka tanpa atap, bintang-bintang kelihatan.”163 Malam hari juga waktu yang digunakan oleh Fahri dan temanteman saat merayakan kelulusan Mabruk, melihat Noura disiksa oleh ayahnya dan saat makan malam di Cleopatra Restaurant. c. Latar
Sosial,
berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial yang digunakan dalam cerita ialah latar sosial masyarakat Mesir, seperti saling menghormati orang yang belum dikenal, menggunakan sapaan yang sopan. Seperti dalam kutipan berikut ini: “ya kapten, ya wahid Shubra!” seruku pada penjaga loket. Ia tampak berkenan kusapa dengan kapten. Memang untuk menyapa lelaki yang tidak dikenal cukup memakai „ya kapten‟ bisa juga „ya basya‟ atau kalau agak tua „ya ammu‟. Jika kira-kira sudah haji, memakai „ya haj‟. 164 Selain penggunaan sapaan yang sopan, orang Mesir juga memiliki toleransi, sikap tolong menolong dan kekeluargaan yang baik dengan orang lain. Selain itu, orang Mesir juga suka berbicara. Kalau sudah
161
Ibid., h. 70. Ibid., h. 71. 163 Ibid., h. 128. 164 Ibid., h. 32. 162
55
bicara, merasa paling benar sendiri. Selain itu, orang Mesir suka membaca Alquran di mana saja, seperti pada kutipan berikut: “orang-orang membaca Alquran di metro, di bis, di stasiun dan di terminal adalah pemandangan yang tidak aneh di Cairo. Apalagi jika bulan puasa tiba. Alquran seakan berdendang di seluruh penjuru kota Cairo.”165 Para polisi di Mesir sangat kejam. Kekejaman tersebut terlihat saat polisi membawa Fahri ke markas polisi. Seperti pada kutipan berikut ini: “aku dibawa ke markas polisi Abbasea. Diseret seperti anjing kurap. Lalu diintrogasi habis-habisan, dibentak-bentak, dimakimaki dan disumpahserapahi dengan kata-kata kotor. Diaggap tak ubahnya makhluk najis yang menjijikkan.”166 5. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara pengaragn dalam menceritakan suatu cerita. Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini “aku-an”. Tokoh “aku” menceritakan pengalaman yang dialami dan dirasakannya kepada pembaca. Seperti dalam kutipan berikut: “aku sedikit ragu mau membuka pintu. Hatiku ketar-ketir. Angin sahara terdengar mendesau-desau. Keras dan kacau.”167 “usai salat, aku kembali merentangkan badan. Kali ini di atas tempat tidur, entah kenapa kepalaku terasa nyut-nyut.”168 Selain itu, Fahri juga terkadang berkomunikasi dengan dirinya sendiri, seperti dalam kutipan berikut: “diam-diam aku salut pada Nurul. Meskipun ia jadi ketua umum organisasi mahasiswi Indonesia paling bergengsi di Mesir, tapi ia tidak pernah segan meluangkan waktunya mengajar anak-anak membaca Alquran.”169 “dalam hatiku aku merasa bersyukur bahwa aku mendapatkan seorang bidadari yang kucintai tanpa harus melalui siksaan batin surumit 165
Ibid., h. 36. Ibid., h. 307. 167 Ibid., h. 18. 168 Ibid., h. 87. 169 Ibid., h. 105. 166
56
Nurul. Ternyata menjadi seorang gadis tidak semudah menjadi seorang pemuda.”170 6. Gaya Bahasa a. Gaya bahasa metafora, gaya bahasa yang memperbandingkan satu benda dengan benda lain. Benda yang diperbandingkan mempunyai sifat yang sama. “mata hari berpijar di tangah petala langit.” 171 b. Gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa yang memperbandingkan benda mati dengan benda hidup. “seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi.”172 c. Gaya bahasa simile, gaya bahasa yang menggunakan perumpamaan. “tengah hari ini, kota Cairo seakan membara” 173 d. Gaya bahasa anafora, gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. “Tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim.”174 e. Gaya bahasa repetisi, gaya bahasa yang mdiulang-ulang. “aku satu-satunya orang asing. Sekaligus satu-satunya yang dari Indonesia.”175 f. Gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pertentangan yang menggunakan antonim. “awal-awal Agustus biasanya pengumunan keluar. Namun sampai hari ini, pengumuman belum juga ada yang ditempel.” 176 g. Gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa yang berisi suatu pernyataan berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu. “matanya yang bening, menatapku penuh binar.” “aku cepat-cepat melangkah ke jalan menuju masjid untuk salat zuhur. Panasnya bukan main.” 177 170
Ibid., h. 230. Ibid., h. 15. 172 Ibid. 173 Ibid. 174 Ibid., h. 16. 175 Ibid., h. 17. 176 Ibid., h. 19. 171
57
7. Amanat Dalam novel ini pengarang tidak hanya memberikan amanat mengenai disiplin waktu, menghargai guru dan hidup harus penuh dengan tujuan. Tetapi ada juga mengenai keikhlasan, keteguhan dalam membela kebenaran yang juga patut diteladani. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: “dengan tekad bulat, setelah mengusir segala ares-aresan. Jadwalku mengaji pada Syaikh yang terkenal sangat disiplin itu seminggu dua kali. Setiap Ahad dan Rabu. Beliau selalu datang tepat waktu, tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim. Selama tidak sakit dan tidak ada uzur yang sangat penting, beliau pasti datang. Sangat tidak enak jika aku datang Karena panasnya suhu udara.”178 Dalam kutipannya tersebut, Fahri melawan rasa malasnya untuk tetap pergi mengaji dan belajar. Kesungguhannya dalam menuntut ilmu patut menjadi panutan. “dan sebagai rasa syukur aku harus kembali memeras otak dan bekerja keras untuk menyelesaikan tesis ini. pekerjaan yang tidak ringan, sebab aku juga harus menerjemah. Tanpa menerjemah, dari mana sumber penghidupan akan ku dapatkan. Aku kembali menata peta hidup dua tahun ke depan. Aku teliti dan aku kalkuasi dengan seksama. Targettarget dan cara pencapaiannya.”179 Terlihat dari kutipan tersebut ialah kita harus mempunyai target dan cita-cita dalam hidup. Dengan adanya target hidup maka hidup kita menjadi lebih terarah. Usaha tidak akan mendustai hasil. Kita juga diajarkan untuk tidak boleh takut akan kebenaran. Seperti dalam kutipan berikut ini: “apapun jalannya, kematian itu satu yaitu mati. Allah sudah menentukan ajal seseorang. Tak akan dimajukan dan dimundurkan. Maka tak ada gunanya bersikap lemah dan takut menghadapi kematian. Dan aku tidak mau mati dalam keadaan mengakui perbuatan biadab yang memag tidak pernah aku lakukan.” 180
177
Ibid. Ibid., h. 16-17. 179 Ibid., h. 196. 180 Ibid., h. 308. 178
58
Jadilah seseorang yang membela kebenaran, tidak khawatir terhadap ancaman walaupun terancam. Dalam belajar kita juga tidak boleh malas. Banyak hal yang sudah dikorbankan dan diusahakan oleh orang tua demi pendidikan dan kesuksesan kita di masa depan. Mereka selalu memberikan yang terbaik untuk kita, maka kita harus memberikan yang lebih baik juga untuk mereka. Seperti dalam kutipan: “kalau tidak ingat bahwa masa muda yang sedang aku jalani akan dipertanyakan di kahirat kelak. Kalau tidak ingat bahwa tidak semua orang diberi nikmat belajar di bumi para nabi ini. kalau tidak ingat, bahwa aku belajar di sini dengan menjual satu-satunya sawah warisan kakek. Kalau tidak ingat, bahwa aku dilepas dengan linangan air mata dan selaksa doa dari ayah, ibu dan sanak saudara. Kalau tidak ingat bahwa jadwal adalah janji yang harus ditepati.” 181 Novel AAC karya Habiburrahman El Shirazy, memiliki banyak pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan tersebut ialah larangan untuk malas belajar, menghargai guru, menghargai dan menghormati orang lain, ikhlas dan sabar dalam menghadapi ujian hidup dan harus memiliki tujuan-tujuan dalam hidup. Namun sangat disayangkan, dalam novel ini penokohan Fahri begitu sempurna iman dan akhlaknya, agak sulit dicari dalam kehidupan sebenarnya. Seperti ia menolak untuk bersentuhan dengan lawan jenis dan mempertimbangkan pertolongannya karena yang ditolong bukanlah muhrimnya. Begitu juga dengan sikap Aisha yang merelakan dirinya dipoligami demi keutuhan rumah tangganya kelak. Kesempurnaan penokohan yang terdapat dalam novel memang sulit untuk dilakukan, namun pembaca dapat melakukan yang mampu ia lakukan. Setidaknya ia mengetahui sikap yang perlu dan tidak perlu dicontoh. Secara amanat novel AAC dapat dijadikan bahan bacaan remaja dan dewasa, karena pembaca dapat meniru nilai positif yang terkandung di dalamnya untuk dilakukan sehari-hari dan nilai negatif yang terkandung dapat dihindarkan untuk tidak dilakukan. 181
Ibid., h. 21.
59
B. Deskripsi Persepsi Pembaca Terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Berbagai persepsi pembaca dalam tulisannya, masing-masing pembaca mengungkapkan
beragam
persepsi
mengenai
novel
AAC.
Harianto
mengungkapkan mengenai nilai-nilai pendidikan sabar. Ia mengungkapkan tiga nilai sabar: sabar dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan dan sabar dalam cobaan. Rodhiatam Mardhiah mengungkapkan mengenai nilai-nilai agama: nilai akidah, nilai Syariat dan nilai akhlak. Ahsanul Anam mengungkapkan mengenai dampak positif dan negatif dalam novel AAC terhadap pluralisme agama di Indonesia. Asep Supriadi mengungkapkan mengenai transformasi nilai-nilai ajaran Islam. Ia mengkaji novel dan menghubungkanya dengan teks Alquran dan Hadis. Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti mengungkapkan mengenai nilai pendidikan dalam novel dan kajian intertekstual dengan novel Kasidah-Kasidah Cinta. Ma‟mun Fauzi mengungkapkan mengenai aspek religi yang terdapat dalam novel. Ia mengungkapkan adanya dimensi akidah, dimensi syariat dan dimensi akhlak. Vivi Wulandari mengungkapkan perbandingan religiusitas tokoh muallaf dalam novel AAC dengan Ternyata Aku Sudah Islam dalam dimensi akidah, syariat dan akhlak. Mukhamad Khunsin mengungkapkan mengenai gaya bahasa yang terdapat dalam novel AAC, gaya bahasa yang diungkapkannya terdiri atas gaya bahasa retoris dan kiasan.
C. Analisis Persepsi Pembaca Terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Dalam subbab ini akan dibahas mengenai hasil analisis terhadap objek penelitian. Jumlah keseluruhan data ialah delapan tulisan pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta, yang terdiri atas beragam persepsi pembaca terkait novel tersebut. Persepsi pembaca terhadap novel AAC memiliki dua nilai, yaitu: a) nilai positif dan nilai negatif (kritisme) pembaca. Persepsi pembaca dalam tulisan terdiri atas: tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal. Terdapat tiga skripsi yang masing-masing membahas mengenai nilai agama, nilai pendidikan sabar dan dampak novel
60
Ayat-Ayat Cinta terhadap pluralisme agama di Indonesia. Selain itu, terdapat satu tesis mengenai transformasi nilai-nilai ajaran Islam (kajian interteks dengan Alquran dan Hadis). Terdapat juga empat tulisan dalam jurnal yang masing-masing membahas mengenai nilai pendidikan, nilai agama, gaya bahasa dan perbandingan religiusitas tokoh muallaf dalam novel AAC. Seperti terlihat pada tabel berikut ini: Tabel Data Penelitian Nilai-Nilai dalam Novel AAC Penulis Nilai Pendidikan 1. Pendidikan Sabar Hariyanto
Universitas
Institut Agama Islam Walisongo 2. Kajian Intertekstual Suci Wulandari, Universitas Sebelas Maret dan Nilai Pendidikan Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti Nilai Agama 1. Transformasi Nilai- Asep Supriadi Universitas Diponegoro Nilai Ajaran Islam 2. Nilai-Nilai Agama Rodhiatam UIN Syarif Hidayatullah Mardhiah Jakarta 3. Aspek Religi Ma‟mun Fauzi Universitas Negeri Jakarta 4. Perbandingan Vivi Wulandari Universitas Negeri Padang Religiusitas Tokoh Muallaf Gaya Bahasa Mukhamad Khunsin Universitas Negeri Semarang Dampak Novel AAC Ahsanul Anam UIN Sunan Ampel Surabaya Dari kedelapan tulisan tersebut, terdapat dua persepsi, yaitu nilai positif dan negatif. Nilai positif terdiri atas dua tulisan membahas mengenai nilai pendidikan, empat tuilsan membahas mengenai nilai agama atau religius, satu tulisan membahas mengenai gaya bahasa dan satu tulisan membahas mengenai pluralisme agama. Ada pula yang menyampaikan kritisme negative terhadap novel, tetapi tidak mendalam.
61
Setiap pembaca pasti memiliki hal menarik atau manfaat yang berbeda dari satu bacaan yang sama. Perbedaan pembaca dalam memaknai suatu bacaan merupakan hal yang wajar, apalagi dalam membaca sastra. Adanya beragam persepsi tersebut juga dimaknai pembaca melalui beragam
tulisan
mereka
terhadap
novel
Ayat-Ayat
Cinta
Karya
Habiburrahman El Shirazy. Lebih jelasnya akan dijelaskan oleh peneliti mengenai berbagai persepsi tersebut, yaitu: a
Nilai Positif Nilai positif merupakan nilai yang diberikan oleh pembaca yang bersikap positif terhadap sebuah objek. Sikap tersebut menunjukkan kesukaan, kegembiraah atau kesepahaman terhadap suatu karya. Sikap positif yang diungkapkan oleh pembaca dalam tulisannya terdiri dari: 1. Nilai Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang penting dalam proses pengubahan sikap seseorang untuk menahandiri terhadap apa yang dibencinya, atau menahan sesuatu yang dibencinyadengan ridha dan rela karena Allah Swt. Pendidikan terkait dengan segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia untuk menjadi lebih bertanggung jawab. Ada dua pembaca dalam tulisannya yang mengemukakan mengenai nilai pendidikan dalam novel AAC, yaitu: a. Hariyanto mengungkapkan mengenai nilai pendidikan sabar. Ia mengungkapkan bahwa nilai pendidikan sabar merupakan hal yang penting dalam proses pengubahan sikap seseorang untuk menahan diri terhadap apa yang dibencinya atau menahan sesuatu yang dibencinya dengan ridha dan rela karena Allah SWT. Dalam penelitiannya itu, ia menjadikan tingkah laku Fahri sebagai objek kajian utama yang dideskripsikan mengenai nilai sabar dalam novel tersebut. sabar yang dimaksudkan memiliki tiga aspek, yaitu: sabar dalam ketaantan, sabar dalam kemaksiatan, sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan.
62
1) Sabar dalam ketaatan ialah bagaimana manusia berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri dari kesusahan dan kesukaran dalam mengerjakan amal ibadah kepada Allah Swt. Sabar dalam hal ini lebih kepada sikap ikhlas hamba akan kewajibannya untuk menjalankan perintah terkait statusnya sebagai seorang muslim dalam beribadah kepada Tuhan yang dibebankan padanya. Dalam novel AAC terdapat beberapa sikap tokoh yang mencerminkan sabar dalam ketaatan. Ia mengungkapkan bahwa sabar dalam ketaatan digambarkan saat Fahri mengalahkan rasa malasnya untuk melangkahkan kaki belajar talaqi di siang hari dan dalam cuaca yang sangat terik. Hal itu merupakan salah satu sabar dalam ketaatan. Karena menuntut ilmu merupakan ibadah dan suatu bentuk ketaatan, maka dengan ikhlas kita harus menjalaninya. 2) Sabar dari kemaksiatan ialah menahan diri dari mengerjakan kemaksiatan, kemungkaran, dan kedurhakaan kepada Allah Swt. Sabar dalam hal ini mencakup sikap hamba yang harus tegar mempertahankan dan menjalankan perintah agama dalam menghadapi cobaan yang menghampirinya untuk tidak melakukan kemungkaran yang sangat dibenci dan dilarang oleh Tuhannya. Fahri dalam cerita menunjukan sikap sabarnya menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah Swt. Ia menunjukan sabarnya saat Fahri satu mobil dengan Maria. Ia memilih pindah tempat duduk, ketika Maria mengajak Fahri berdansa, ia juga menolak, karena tidak mungkin ia berdekatan dengan Maria
yang
muhrimnya.
bukah
muhrimnya,
karena
Maria
bukan
63
Selain menahan diri dari maksiat dan bersentuhan terhadap yang bukan muhrim, sabar dari kemaksiatan juga ditunjukan oleh Fahri saat istrinya menawarkan menyuap pihak pengadilan agar Fahri bisa bebas dari tuntutan. Ia menolak permintaan tersebut, karena menyuap merupakan suatu larangan dalam agama. Dan lebih baik ia mati daripada harus berbuat curang. 3) Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan ialah sikap selalu berusaha untuk tabah, tidak mengeluh, serta tidak berputus asa atas
segala
musibah
dan
berbagai
penderitaan
yang
menimpanya dalam kondisi apapun. Fahri ketika diuji oleh cobaan saat ia sakit. Ia meyakini bahwa ujian sakit merupakan peningkatan derajat seorang manusia, harus tetap sabar dan bersyukur serta tidak boleh berburuk sangka pada Allah. Kesabaran Fahri dalam menghadapi cobaan juga terjadi saat dirinya mendapat panggilan polisi atas tindak pemerkosaan yang tidak ia lakukan. Selain Fahri, Aisha juga memperlihatkan kesabarannya. Aisha meminta Fahri untuk segera menikai Maria agar ada saksi kunci dalam persidangan yang bisa membebaskannya. Dari ketiga aspek pendidikan sabar diatas, yaitu pendidikan sabar dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan merupakan bagian dari tujuan pendidikan Islam yang juga baik untuk diajarkan kepada anak didik. Ketiga pendidikan sabar ini merupakan kesabaran yang sebagaimana di ajarkan Islam, yaitu manusia harus tetap sabar dalam berbagai keadaan untuk bisa tetap menjalankan perintah Allah dan bertanggungjawab terhadap Allah dan dirinya sendiri. Seperti ketika melawan rasa malas untuk menuntut ilmu. Begitu juga saat harus sabar dari kemaksiatan, yaitu menjauhkan diri dari berbagai perbuatan yang tidak disukai oleh Allah. Dan ketika segala cobaan dan ujian
64
menghampiri hidup, kita pun harus sabar dan ikhlas menerimanya. Tidak boleh berburuk sangka pada Allah, sesungguhnya setiap yang terjadi dalam hidup adalah yang terbaik untuk kita. Manusia harus tetap tegar dan rida dengan apapun yang di hadapinya dalam kehidupan. Karena manusia tidak tahu mana yang terbaik untuknya dan mana yang buruk baginya, cobaan yang datang menghampiri bukan berarti musibah telah terjadi, tapi bisa juga itu adalah proses untuk menguji keimanan diri dalam mencapai derajat keimanan yang lebih tinggi di sisi Illahi. b. Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti mengungkapkan mengenai macam-macam nilai pendidikan. 182 Mereka mengungkapkan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel AAC, yaitu: nilai pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial budaya, dan nilai pendidikan estetik. Diungkapkan bahwa nilai-nilia tersebut meliputi: 1) Nilai pendidikan religi yang terdapat dalam kedua novel ini adalah laki-laki dan perempuan dilarang berdua tanpa adanya muhrim, seorang hamba harus bertawakal kepada Tuhan. 2) Nilai pendidikan moral dari kedua novel ini adalah janganlah suka menghasut orang lain dan menghormati serta menghargai perempuan. 3) Nilai pendidikan sosial budaya dari kedua novel ini adalah sikap saling menghormati antarmanusia dijunjung tinggi, dan keharusan menjaga kerukunan. 4) Nilai pendidikan estetis dari kedua novel ini adalah terdapatnya keindahan fisik merupakan keindahan yang dapat dirasakan oleh pancaindra, misalnya: kecantikan yang ditunjukkan pengarang dengan mengungkapkan kecantikan tokoh-tokoh dalam novel ini, keindahan pemandangan alam yang diungkapkan pengarang 182
Nilai pendidikan yang dimaksud oleh mereka mencakup nilai pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial budaya dan nilai pendidikan estetis. Sayangnya, nilainilai tersebut disebutkan sekilas-sekilas saja.
65
dengan sangat indah. Sedangkan keindahan nonfisik merupakan keindahan yang bersifat abstrak, misalnya percintaan atau romantisme serta gaya bahasa yang dipakai. Dapat
dikatakan
bahwa
tulisan
mereka
dalam
jurnal
mengemukakan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam novel AAC, yaitu nilai pendidikan religi, pendidikan moral, pendidikan sosial budaya dan nilai estetis. Mereka memang tidak menjelaskannya secara panjang dan lebar. Namun, mereka mengungkapkan dengan singkat tetapi dapat terpahami oleh pembaca. Novel Ayat-ayat Cinta merupakan sebuah novel yang bercerita tentang kehidupan tokoh utama yang sangat kuat imannya serta tahu bagaimana berinteraksi dengan lawan jenis tanpa harus menyinggung lawan bicara dan sikap-sikap toleransi antrumat beragama serta bagaimana kegigihannya dalam menuntut ilmu. Novel ini dapat dikatakan sebagai novel yang berisi aspek religius edukatif. 2. Nilai Agama Nilai agama merupakan nilai yang didalamnya terkandung ajaranajaran agama, baik itu rukun iman maupun rukun Islam. Nilai agama dapat dikaitkan dengan Alquran dan Hadis. Ada empat pembaca yang mengungkapkan mengnai nilai agama dalam tulisannya, yaitu: a. Asep Supriadi mengungkapkan adanya intertekstualitas antara novel AAC dengan Alquran dan Hadis. Dalam penelitiannya tersebut, ia menjelaskan adanya nilai-nilai rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman terdiri atas: 1) percaya terhadap adanya Allah 2) percaya terhadap adanya malaikat 3) percaya terhadap adanya rasul-rasul atau nabi 4) percaya terhadap adanya kitab-kitab Allah 5) percaya terhadap adanya hari akhir 6) meyakini terhadap adanya takdir Allah. Nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut:
66
1) Percaya kepada adanya Allah ialah meyakini adanya yang gaib. Percaya terhadap adanya Allah, dalam Islam merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena iman kepada Allah merupakan hal pokok dan utama. Asep membagi beberapa hal yang terkandung dalam novel terkait dengan percaya pada Allah SWT, yaitu: a) Bertawakal kepada Allah, dalam bertawakal pada Allah Fahri selalu mengucapkan Basmallah untuk mengusir segala kegelisahan dan kegundahannya. Selain itu, dalam cerita juga selalu digambarkan bagaimana sikap kita untuk menyerahkan segala sesuatunya pada Allah. b) Perlunya berikhtiar, berikhtiar ialah berupaya atau berusaha untuk mencapai tujuan. Manusia perlu berikhtiar agar segala sesuatu yang diinginkan tercapai. Orang sering mengartikan ikhtiar adalah sabar. Sabar yang dimaksud bukanlah menunggu dengan pasrah, tetapi harus ada usaha maksimal yang dilakukan oleh kita. Sabar dalam pengertian Islam adalah berikhtiar, yaitu harus berusaha keras dengan semaksimal mungkin. Setelah ikhtiar, barulah manusia bertawakal kepada Allah. Dalam novel AAC banyak digambanrkan kisah ikhtar dan perjuangan hidup yang dilakukan oleh Fahri. Seperi saat ia merancang peta hidupnya untuk membuat dirinya lebih terarah dan terpacu dalam menjalani hidup. Karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali ia mau mengubah dengan dirinya sendiri. c) Berdoa kepada Allah, yang dimaksud berdoa kepada Allah ialah mengingat Allah yang diwujudkan dengan cara berdoa kepada-Nya. Dengan berdoa kepada Allah berarti kita mengingat adanya Allah.
67
d) Bersyukur kepada Allah ialah apa yang telah dimilikinya merupakan karunia dari Allah. Dengan kenikmatan yang melimpah tersebut mereka tidak melupakan Allah, mereka bersyukur kepada-Nya. Kita juga diingatkan untuk selalu bersyukur atas segala nikmat apapun yang Allah berikan kepada kita. 2) Percaya adanya nabi dan rasul Allah, yaitu beriman kepada nabi dan rasul. Ia mengungkapkan bahwa dalam novel AAC tercermin pula beberapa sikap tokoh yang mencontohkan untuk mengamalkan ajaran-ajaran dari nabi dan rasul, yaitu: a) Menghormati dan menghargai perempuan, diajarkan untuk menghargai dan menghormati perempuan. b) Menjenguk dan mendoakan orang sakit, diajarkan untuk menjenguk dan mendoakan orang sakit. c) Cara bergaul dengan bukan muhrim, diajarkan untuk menjaga pandangan dan tidak bersentuhan dengan yang bukan muhrim. d) Tentang pernikahan dan poligami, poligami merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan seseorang, bisa jadi dapat dilakukan namun dalam keadaan terdesak dan memang mendesak. Karena banyak yang harus dipikirkan. Tetapi lebih baik untuk tidak melakukan poligami. e) Pentingnya melaksanakan salat sunah, tahajjud dan duha. Melaksanakan salat sunnah merupakan suatu ibadah yang juga disukai oleh Allah. 3) Percaya terhadap kitab-kitab Allah, selain kitab Alquran, umat Islam harus percaya dan mengakui kitab Zabur yang diberikan kepada nabi Daud, kitab Injil yang diberikan kepada nabi Isa, dan kitab Taurat yang diberikan kepada nabi Musa. Alquran adalah kitab yang diberikan kepada nabi Muhammad sebagai pedoman bagi umat Islam.
68
Pegangan umat Islam itu ada dua sumber, yaitu Alquran dan hadis nabi. Dalam novel AAC digambarkan bagaimana para tokohnya selalu membaca Alquran dan mempelajari maknaya serta mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya. 4) Percaya terhadap adanya malaikat Allah, dalam novel AAC diungkapkan adanya penggambaran seseorang yang diibaratkan malaikat karena sikapnya yang menolong orang lain. Dikatakan seperti malaikat
Jibril yang menurunkan hujan, hujan
merupakan rahmat dari Allah. 5) Keyakinan terhadap adanya akhirat, ialah menyakini adanya kehidupan lain setelah alam dunia. Dalam novel digambarkan adanya percakapan yang mengungkapkan hal tersebut. 6) Meyakini adanya takdir Allah, dalam novel AAC Fahri adalah sosok yang selalu yakin akan takdir Allah. Selama ia berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin, ia yakin bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk kehidupannya. Penjabaran di atas merupakan kaitan antara novel dengan rukun iman, selanjutnya Asep mengungkapkan adanya rukun Islam yang terdapat dalam novel, yaitu: syahadat, salat, puasa, zakat, dan pergi haji. Nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Mengucapkan dua kalimat syahadat, kalimat syahadat ialah kalimat kesaksian, ”Asyhadu alla Ilaha Illallah Waasyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”, artinya “aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksibahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah”. Pengakuan terhadap adanya Allah dan pengakuan terhadap nabi Muhammad sebagai rasul Allah itu merupakan ketauhidan. 2) Melaksanakan salat fardu, salat merupakan tiangnya agama. Salat jika diumpamakan sebuah bagunan, maka adalah pondasinya. Salat fardu merupakan kewajiban bagi setiap pemeluk agama Islam. Dalam novel AAC selalu digambarkan
69
oleh tokohnya, terutama Fahri yang menunaikan salat subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya. 3) Mengeluarkan zakat, zakat merupakan pembersih harta yang dimiliki. Harta yang dititipkan pada seorang manusia sesungguhnya ada sebagian hak untuk orang lain. 4) Melaksanakan puasa Ramadan, dalam puasa seorang manusia diuji ketakwaannya pada Allah. Puasa yaitu menahan haus dan lapar seharian penuh. Namun, tidak hanya itu puasa juga harus menahan diri dari segala nafsu. 5) Menunaikan ibadah haji, ibadah ini diwajibkan kepada umat Islam yang telah mencapai Nisab. Nisab adalah ukuran kepantasan apakah seseorang itu layak untuk menunaikan ibadah haji atau tidak, baik layak berdasarkan fisik (kesehatan) maupun layak berdasarkan keuangan (mampu). Asep mengungkapkan dan mengklasifikasikan dengan jelas apa saja yang termasuk rukun iman dan Islam, ia juga membaginya lagi apa saja yang termasuk rukun iman dan Islam. Selain itu, ia juga mengaitkannya dengan ayat-ayat Alquran dan juga dalil-dalil hadits. b. Rodhiatam Mardhiah mengungkapkan mengenai nilai agama, terdapat tiga nilai agama yang terkandung dalam novel AAC, yaitu: 1) Nilai akidah ialah suatu nilai yangberhubungan dengan keyakinan seorang manusia. Keyakinan tersebut terdapat dalam rukun iman. Adanya nilai rukun iman yang terdapat dalam novel AAC, ialah: a) Iman kepada Allah SWT ialah meyakini adanya Allah dan hanya Allah yang patut dimintai pertolongan. Fahri percaya bahwa Allah yang berhak menurunkan hidayah kepada siapapun yang dikehendakinya, ia juga percaya bahwa Allah yang memberikan rizki dan menentukan hidup matinya seseorang. Selain itu, ia juga percaya bahwa setiap
70
yang terjadi dalam hidupnya merupakan kebaikan dari Allah. b) Iman kepada nabi dan rasul ialah selalu menjaga kehidupan agar terjaga seperti kehidupan nabi dan rasul sebagai panutan. Dalam novel AAC juga digambarkan bagaimana tokohnya berusaha mengikuti ajaran rasul, seperti menolak anjuran untuk menyuap dan selalu bersholawat ketika emosi. c) Iman kepada kitab Allah ialah mengakui dan meyakini adanya kitab-kitab Allah. Alquran merupakan kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dalam novel AAC digambarkan bagaimana tokohnya selalu membaca
Alquran,
belajar
memahami
makna
dan
mengamalkannya. d) Iman kepada malaikat Allah ialah meyakini adanya malaikat-malaikat Allah. Malaikat dalam cerita diibaratkan dengan
manusia
makhluk
Allah
yang
baik,
yang
memberikan pertolongan pada mansia lainnya. e) Iman kepada hari akhir ialah meyakini bahwa hari akhir pasti akan tiba dan segala yang dilakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. f) Iman kepada qada dan qadar ialah meyakini segala ketetapan Allah dengan prasangka yang baik pada-Nya. Dalam novel AAC juga digambarkan bagaimana seseorang berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam hidupnya, sehingga Allah akan memberikan yang terbaik untuk kehidupannya. 2) Nilai syariat ialah nilai yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Allah dalam hal ibadah dan muamalah.
71
a) Ibadah, mengenai salat subuh, zuhur, asar, magrib dan isya. Salat jumat (khusus untuk laki-laki), serta salat sunah (duha, tahajjud, istikharah dan tarawih). b) Muamalah ialah segala sesuatu yang berhubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam berbagai pergaulan, seperti: kekeluargaan, warisan, sewa-menyewa, uangpiutang. 3) Nilai akhlak ialah suatu perbuatan baik kepada Allah SWT, akhlak kepada dirinya sendiri, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam lingkungannya. a) Akhlak kepada Allah, ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir dan tertanam dalam jiwanya serta selalu ada padanya, seperti selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, selalu memohon ampun pada Allah, bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, memiliki rasa malu pada Allah dan tidak berputus asa akan datangnya rahmat Allah. b) Akhlak kepada diri sendiri, di antaranya ialah disiplin waktu, menepati janji, optimis dan ikhlas. Dalam novel AAC digambarkan adanya sikap disiplin waktu, optimis yang dilakukan oleh Fahri, baik itu ketika menuntut ilmu maupun ketika mendapatkan cobaan hidup. c) Akhlak kepada sesama manusia merupakan suatu sikap terpuji yang dimiliki oleh seseorang. Karena manusia merupakan makhluk hidup yang tidak dapat berdiri sendiri, maka kita perlu memiliki akhlak terpuji ini, di antaranya: berlaku sopan, menghormati tamu, menghargai antar sesama manusia, menyayangi dan mencintai satu sama lain. d) Akhlak kepada alam lingkungan, dalam novel ini juga terdapat akhlak pada lingkungan, seperti menikmati panorama keindahan Sungai Nil yang sangat indah.
72
c. Ma‟mun Fauzi mengungkapkan mengenai aspek religi. Ma‟mun dalam tulisannya mengemukakan adanya nilai akidah, nilai syariat dan nilai akhlak. Nilai-nilai tersebut diungkapkan bermanfaat bagi pendidikan. Karena siswa bisa belajar lebih banyak mengenai pendidikan agama yang bermanfaat. Tidak terjerumus dalam teknologi yang menyesatkan sehingga masih bisa membentengi diri mereka dengan nilai-nilai agama. 1) Dimensi akidah ialah segala informasi baik ucapan, pikiran dan tindakan yang dilakukan tokoh dalam novel yang didasari pada keyakinan, keimanan dan kepercayaan dalam tatanan keimanan, ruang lingkupnya meliputi rukun iman yang keenam yakni: Percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya kepada kitab, percaya kepada rasul, percaya kepada hari kiamat dan percaya kepada qodar/takdir. 2) Dimensi syariat ialah semua informasi baik pikiran, ucapan dan tindakan tokoh dalam novel yang menyatakan hubungan antara manusia dengan Allah sebagai tindakan ibadah dalam arti khas yang meliputi rukun Islam yaitu: syahadat, salat, zakat, puasa dan haji serta hubungan antara sesama manusia dan alam sekitar sebagai bentuk ibadah dalam arti luas. 3) Dimensi akhlak ialah semua informasi yang menunjukan perbuatan manusia yang terlibat dari perangai, tabiat, dan sistem perilaku baik dengan Allah maupun antar manusia dan alam sekitar. Dalam analisisnya tersebut ia menyimpulkan bahwa novel AAC sangat baik untuk diajarkan kepada siswa SMA, karena selain menghibur, novel tersebut juga syarat akan nilai pendidikan Islam dan bagaimana menjaga diri terhadap hal-hal di luar ajaran Islam. d. Vivi Wulandari mengungkapkan mengenai nilai religius tokoh muallaf. Dalam tulisannya tersebut ia menuliskan adanya persamaan antara tokoh mualaf dalam novel AAC dan Ternyata Aku Sudah Islam.
73
Persamaan itu diungkapkan melalui akidah, Syariat dan akhlak, seperti berikut ini:
1) Akidah Persamaan religiusitas tokoh mualaf dalam akidah pada novel Ayat-ayat Cinta dan Ternyata Aku Sudah Islam adalah: Maria dan Andrew sama-sama memiliki religiusitas iman kepada Kitab Allah dalam bentuk membaca Alquran, berusaha menghafalnya, dan mendalami makna Alquran. Tindakan dari Andrew dan Maria berguna sebagai pedoman hidup dalam menjalani kehidupan. Maria dan Andrew sama-sama memiliki religiusitas sumpah dan saksi. Sumpah dan saksi ini dilakukan tokoh mualaf ketika mereka menyatakan dirinya masuk Islam. Hal ini menunjukkan kesungguhan tokoh mualaf dalam menjalani kehidupan,
bahwa
menjadi
seorang
muslim
itu harus
mengatasnamakan Allah dalam melakukan pekerjaan. 2) Syariat Persamaan religiusitas tokoh mualaf dalam Syariat terlihat ketika Maria dan Alicia dalam novel Ayat-ayat Cinta dan Andrew dan Charlotte dalam novel Ternyata Aku Sudah Islam sama-sama memiliki religiusitas berbusana muslim. Hal ini dibuktikan oleh para tokoh mualaf ini ketika mereka menjadi mualaf, pakaian yang digunakan sehari-hari selalu menutup aurat, dan tidak ketat. 3) Akhlak Persamaan religiusitas tokoh mualaf dalam aspek akhlak pada novel Ayat-ayat Cinta dan Ternyata Aku Sudah Islam yakni, sama-sama memiliki religiusitas Akhlak. Pertama, akhlak kepada Allah. Religiusitas akhlak kepada Allah, persamaannya terletak pada sama-sama memiliki religiusitas doa, dan tawakal kepada Allah. Hal ini dibuktikan tokoh
74
mualaf dengan berusaha dan tawakal dalam menjalani kehidupan. Kedua, religiusitas akhlak kepada manusia. Persamaannya
terletak
pada
sama-sama
memiliki
rasa
persaudaraan yang tinggi, saling mendoakan, dan berusaha membuat orang lain senang. Sedangkan perbedaan religiusitas tokoh muallaf yang didapatkan oleh Vivi dalam mengkaji kedua novel tersebut ialah: 1) Akidah Andrew lebih senang melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan di masjid atau mushollah. Maria percaya bahwa Nabi Daud itu ada, hal tersebut dibuktikannya ada di dalam Kitab Alquran. Alicia berusaha menerima kebenaran tentang Islam yang didapatkannya melalui Fahri. 2) Syariat Andrew digambarkan gemar melaksanakan salat lima waktu, sedangkan kegemaran melakukan salat tidak ditemukan pada Charlotte, Maria dan Alicia. 3) Akhlak Akhlak kepada Allah ditunjukan oleh Maria saat dirinya sakit sakit hingga koma. Ia terus bertawakal dan berdoa agar segera diangkat penyakitnya, sedangkan Andrew selalu bersyukur pada Allah. Akhlak sesama manusia dan amanah dilakukan oleh Maria saat menolong Noura. Vivi mengatakan bahwa tokoh Mualaf dalam novel tidaklah
main-main
untuk
memeluk
agama
yang
diyakininya. Ia akan melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh agamanya tersebut serta berupaya untuk selalu belajar mengamalkan ajaran tersebut sedikit demi sedikit dalam kesungguhan.
75
3. Gaya Bahasa Gaya bahasa ialah alat atau cara pengarang dalam berkomunikasi melakui kata-kata. Gaya bahasa digunakan pengarang untuk membuat pembaca tertarik membuka lembar-lembar cerita. Mukhammad Khusnin dalam tulisannya mengungkapkan mengenai gaya bahasa yang dipakai oleh Habiburrahman dalam novel AAC. Menurutnya, Habiburrahmaan menggunakan gaya bahasa retoris dan kias. Dalam penelitian yang dilakukannya, ia menemukan 303 gaya bahasa yang terdapat dalam novel AAC. Gaya bahasa retoris dibedakan menjadi 1) hiperbola, 2) litotes, 3) asonansi, 4) pleonasme, 5) paradoks. Sedangkan gaya bahasa kiasan dibedakan menjadi 1) personifikasi, 2) ironi dan 3) metafora. 1) Gaya bahasa retoris. a) Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang berisi suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarkan-besarkan sesuatu hal. Menurutnya, gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam novel AAC sebanyak 84 kalimat. Seperti dalam kalimat berikut ini: “Aku cepat-cepat melangkah ke jalan menuju masjid untuk shalat zhuhur. Panasnya bukan main." (hal. 8). b) Gaya bahasa litotes ditemukan dalam novel AAC penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa litotes, yaitu gaya bahasa dengan maksud merendahkan sesuatu. Menurutnya, gaya bahasa litotes yang terdapat dalam novel AAC sebanyak tujuh kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Peninggalan kakek yang sangat sederhana dan sawah seperempat Bahu.”(hal 108). c) Gaya bahasa asonasi ialah gaya bahasa yang menggunakan pengulangan huruf vokal. Menurutnya, gaya bahasa asonasi yang terdapat dalam novel AAC sebanyak tiga kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini:
76
“Penuh rindu, mata bundaku, yang selaluku rindu (hal 106). Lampu-lampu telah menyala seperti bintang-bintang (hal 184). Selalu biasa, datar dan wajar.” (hal. 286). d) Gaya bahasa pleonasme adalah gaya bahasa yamg digunakan dengan tujuan mempertegas sesuatu. Menurutnya, gaya bahasa pleonasme yang terdapat dalam novel AAC sebanyak dua kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Aku sudah bisa makan sendiri dengan kedua tanganku sendiri.” (hal. 41) e) Gaya bahasa paradoks ialah gaya bahasa yang bertentangan atau berlawanan. Menurutnya, gaya bahasa paradoks yang terdapat dalam novel AAC sebanyak tujuh kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Meletakan tangan kanannya di pundak kiriku.” (hal. 15). 2) Gaya bahasa kiasan. a) Gaya bahasa personifikasi ialah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan benda mati seolah hidup. Menurutnya, gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam novel AAC sebanyak 54 kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi.” (hal 2) b) Gaya bahasa ironi ialah gaya bahasa yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya. Menurutnya, gaya bahasa ironi yang terdapat dalam novel AAC sebanyak satu kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Ia telah ditolong tapi memfitnah orang yang dengan tulus hati menolongnya.” (hal.296). c) Gaya bahasa metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu. Menurutnya, gaya bahasa metafora yang terdapat
77
dalam novel AAC sebanyak 13 kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Matahari berpijar di tengah petala langit.” (hal 2) Dalam novel Ayat-Ayat Cinta, digunakan beberapa gaya bahasa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mukhamad Khunsin, didapatkan bahwa gaya bahasa yang paling banyak digunakan oleh Habiburrahman dalam novel AAC ialah hiperbola. 4. Pluralisme Agama Pluralisme ialah keadaan majemuk dalam suatu masyarakat. Pluralisme agama dapat dikatakan sebagai kemajemukan agama yang terdapat di dalam suatu masyarakat namun tetap berada dalam keharmonisan dan kerukunan bermasyarakat. Ahsanul Anam mengungkapkan mengenai dampak novel AAC terhadap bangunan puralisme agama di Indonesia. dalam tulisannya, ia beranggapan bahwa nilai pluralisme dalam novel AAC sangat terlihat ketika interaksi Fahri (Muslim) dan Maria (Kristen Koptik). Bahwa Maria atau Maryam berasal dari keluarga Kristen Koptik yang sangat taat atau dalam bahasa asli mesirnya qibthi. Ia juga mengungkapakan bahwa Maria adalah tetangga Fahri yang paling akrab. Ini bukan hanya interaksi dua person saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua bangsa dan dua penganut keyakinan yang berbeda. Inilah keharmonisan hidup sebagai umat manusia yang beradab di muka bumi ini. Hal ini menunjukkan pluralisme atau toleransi yang sangat tinggi terhadap pemeluk agama yang berbeda. Setiap perbedaan pasti memiliki sisi positif dan negatifnya. Ahsanul mengemukakan bebrapa dampak positif dan negatif yang terdapat dalam novel AAC: a) Dampak positif 1) Pembaca akan tergugah untuk semangat beribadah. Dalam novel AAC terdapat pesan agama dan moral yang banyak.
78
Karena adanya pesan-pesan tersebut, maka pembaca akan semangat untuk beribadah. 2) Menjunjung tinggi kaum wanita. 3) Menghormati orang yang berakidah lain. Islam mengajarkan kita untuk hormat-menghormati sesama makhluk. 4) Menolong sesama yang membutuhkan. 5) Memotivator pembaca agar tidak putus asa terhadap segala cobaan dan ujian dalam hidup. b) Dampak negatif Dapat menyebabkan terjadinya istilah pacaran yang Islami, dan menyoreng noda pada agama. Karena pacaran yang Islami itu tidak ada. Istilah ini muncul di dunia nyata, banyak remaja yang pacaran pakai kerudung atau pacaran di masjid. Padahal itu dilarang agama, yang ada perkenalan (ta’aruf) untuk proses pernikahan. Serta menyebabkan pemahaman yang keliru, seperti membolehkan poligami. Memang dalam Islam membolehkan poligami, tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Dalam novel dikisahkan bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, baik Muslim maupun non Muslim, muhrim dan bukan muhrim dan menolong siapapun yang membutuhkan bantuan. Selain itu, novel ini juga bisa memotivasi pembaca untuk tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup serta membuat pembaca semangat untuk meningkatkan ibadahnya. Dampak-dampak tersbut juga patut diajarkan kepada siswa, karena mereka hidup berdampingan dengan pemeluk agama atau keyakinan yang berbeda, seperti di Indonesia yang sangat majmuk akan keragamannya, semua itu adalah saudara. Saudara setanah air, sekampung halaman, sepermainan, bukan saudara dalam keyakinan dan keimanan. Agar anak didik bisa bertoleransi terhadap pemeluk agama lain.
79
b
Nilai Negatif Nilai negatif atau kritisme merupakan nilai yang diberikan pembaca yang bersikap kritis terhadap suatu objek. Sikap kritisme tersebut merupakan sikap pembaca yang membanding atau menimbang sebuah karya. Pertimbangan tersebut dilakukan secara baik dan buruk, dilakukan dengan memberikan alasan-alasan mengenai isi dan bentuk hasil suatu karya. Kritisme pembaca terhadap novel AAC ialah: Hariyanto mengungkapkan bahwa dalam novel AAC tokoh Fahri digambarkan sangat sempurna akhlaknya di kehidupan manusia, dan ini sulit ditemukan lumrahnya di Negara Indonesia. Selain itu, latar yang digunakan dalam cerita ialah di negri orang yaitu Cairo, Mesir, tentu bagi pembaca yang belum pernah ke sana akan kesulitan menggambarkan. Lebih baik dalam novel AAC dicantumkan peta lokasi kejadian dalam cerita dan gambaran kehidupan masyarakatnya untuk mendukung kejelasan pembaca. Suci Wulandari mengungkapkan bahwa sikap Noura yang sangat mencintai Fahri membuatnya frustasi untuk mendapatkan cinta Fahri hingga ia memfitnah Fahri dengan tuduhan yang kejam dan sangat tidak baik untuk dicontoh, selain itu tindakan para polisi yang sangat kejam pada tahanan. Vivi Wulandari mengungkapkan bahwa tokoh muallaf dalam novel tidak begitu diperlihatkan bagaimana sikapnya dalam beribadah. Seperti Maria, salat yang dilakukannya hanya diperlihatkan saat
ajal ingin
menjemputnya. Sedangkan pada Alicia tidak diperlihatkan. Sikap ketaatan yang dilakukan oleh tokoh hanya menonjol pada Fahri saja. Ahsanul Anam mengungkapkan bahwa dilihat dari sisi lain, novel AAC digambarkan mempromosikan poligami dan istilah pacaran dalam Islam, hal tersebut dikarenakan adanya sikap poligami yang dilakukan oleh tokoh. Pembaca harus diberi arahan bahwa poligami bisa saja dilakukan dengan syarat tertentu.
80
Persepsi pembaca terhadap novel AAC berdasarkan tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal, dapat penulis simpulkan terdiri atas dua sikap, yaitu: sikap positif dan negatif. Sikap positif yang diungkapkan oleh pembaca terkait dengan banyaknya nilai-nilai yang terkandung dalam novel, seperti nilai agama dan nilai pendidikan. Nilai negatif yang diungkapkan pembaca ialah penokohan Fahri yang memiliki sikap dan sifat terlalu sempurna akhlak dan imannya, penokohan Fahri sangat sulit ditemukan dalam kahidupan nyata, sedangkan tokoh lain tidak digambarkan, selain itu konflik percintaan yang terdapat dalam cerita berlebihan (seperti sikap Noura yang terlalu cinta pada Fahri hingga tega melakukan fitnah keji), dan novel AAC seperti mempromosikan poligami karena Aisha digambarkan rela dimadu dan Fahri pun akhirnya melakukan poligami. Novel Ayat-Ayat Cinta merupakan sebuah novel yang tidak hanya berkisah tentang percintaan atau poligami, tetapi ada juga mengenai permasalahan kehidupan, bagaimana menghadapi cobaan, rasa toleransi dan kegigihan menuntut ilmu. Berdasarkan persepsi pembaca dalam tulisan mereka, nilai Agama merupakan nilai yang paling banyak terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Ada empat pembaca dalam tulisannya yang memaknai novel AAC dari segi agama atau religius. Nilai tersebut diungkapkan oleh pembaca memang hampir mirip, baik itu dari tesis, skripsi maupun jurnal. Nilai agama yang dijelaskan oleh Asep Supriadi dalam tesisnya ialah dengan menggunakan kajian intertekstual antara novel Ayat-Ayat Cinta dengan Alquran dan Hadits. Sedangkan nilai agama yang dijelaskan oleh Rodhiatan Mardhiah dalam skripsinya, Ma‟mun Fauzi dan Vivi Wulandari dalam masing-masing tulisan dalam jurnalnya ialah langsung menganalisis berdasarkan isi dalam cerita saja. Nilai-nilai agama yang diungkapkan oleh pembaca dalam tulisannya terdiri atas
nilai akidahyang
merupakan
kepercayaan seseorang.
Kepercayaan itu dibagi atas rukun iman, yaitu: percaya kepada Allah
81
SWT, percaya kepada nabi dan rasul, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya kepada malikat-malaikat Allah, percaya kepada hari akhir, dan percaya kepada qodo dan qodar. Selain nilai akidah, ada juga mengenai nilai syariat. Nilai syariat terkait dengan urusan makhluk terhadap Tuhannya atau mengenai ibadah dan muamalah. Urusan tersebut mencakup: salat lima waktu (subuh, zuhur, asar, magrib dan isya) dan warisan, utang-piutang. Nilai akhlak terkait dengan perbuatan atau perilaku seseorang kepada Allah, kepada diri sendiri, kepada sesama manusia dan kepada lingkungan. Dalam novel Ayat-Ayat Cinta hal-hal yang terkait dengan akidah, Syariat dan akhlak memang sangat dapat dirasakan dan ditemukan oleh para pembaca. Ada makna spiritual yang bisa dirasakan oleh pembaca ketika mereka membaca novel tersebut. Hal ini sepadan dengan pendapat Habiburrahman yang ingin memberikan suatu bacaan berlandaskan Alquran dan Hadis. Selain itu, karena beliau memiliki kedekatan dengan pesantren dan juga latar belakang agama yang baik, membuat beliau menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan ajaran-ajaran dari Alquran dan Hadis. Nilai lain yang diungkapkan oleh pembaca ialah nilai pendidikan. Hariyanto mengungkapkan mengenai tiga nilai pendidikan sabar, yaitu: sabar dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi ujian dan cibaan. Selain itu, Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti
mengungkapkan
mengenai
nilai
pendidikan.
Mereka
mengungkapkan nilai pendidikan terkait dengan pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial budaya dan nilai pendidikan estetis. Mukhamad Khunsin memiliki ketertarikan yang berbeda dalam menganalisis novel AAC. Ia tertarik dengan gaya bahasa yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Ahsanul Anam mengungkapan mengenai dampak novel AAC terhadap pluralisme agama, ia mengungkapkan bahwa novel AAC memiliki dampak positif dan negatif.
82
Menurut hemat penulis dari delapan persepsi pembaca memberikan nilai positif dan ada pula yang memberikan kritisme terhadap novel AAC. Dalam membaca suatu karya tidak akan lepas dari kritisme pembaca. Novel AAC juga dikritisi oleh beberapa pembaca di atas. Hal tersebut wajar karena dalam memberikan sebuah penilaian atau tanggapan harus objektif, tidak hanya memberikan nilai positif saja, tetapi ada nilai negatifnya juga. Namun demikian, para pembaca dalam tulisannya mengungkapkan bahwa novel AAC karya Habiburrahman El Shirazy memiliki energi positif bagi pembaca. Sesungguhnya hal ini juga sudah terlihat pada cover novel AAC yaitu “sebuah novel pembangun jiwa”. Maka penulis simpulkan bahwa novel AAC memang patut dan layak untuk dibaca. Berdasarkan latar belakang pendidikan pembaca yang berbeda-beda, entah mengapa para pembaca memberikan tanggapan yang sama, keseluruhannya positif, seperti adanya nilai agama, nilai pendidikan, pluralisme dan bahkan dari gaya bahasanya pun terlihat menjadi suatu hal yang menarik bagi pembaca. Meskipun ada pula kritisme yang disampaikan oleh beberapa pembaca. Keberagaman persepsi tersebut memang wajar dalam membaca sasatra, namun terlihat adanya benang merah atau keterkaitan makna yang sama, yaitu sama-sama ingin mengungkapkan hal-hal positif dan bermanfaat. Novel Ayat-Ayat Cinta layak untuk dibaca dan dijadikan sebagai sebuah novel pembelajaran bagi usia remaja maupun dewasa. Adanya nilai positif yang terkandung dalam novel dapat dicontoh dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan nilai negatifnya dapat dijadikan pelajaran untuk dihindari dan tidak dilakukan oleh pembaca. Atas dasar pertimbangan manfaat yang terkandung didalamnya dan cerita yang menarik itulah, maka novel Ayat-Ayat Cinta termasuk dalam novel yang banyak dikaji dan diminati oleh pembaca. Seperti dijelaskan sebelumnya, sebuah novel yang baik haruslah menarik dan bermanfaat dan para pembaca menemukan kedua hal tersebut dalam novel AAC.
83
D. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Hubungan keterlibatan antara persepsi pembaca terhadap novel AAC dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah ialah pembelajaran sastra mengenai analisis novel dapat membangun kreativitas siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Salah satu kelebihan novel sebagai media pembelajaran ialah karena siswa dapat mengimajinasikan situasi dalam cerita dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam novel. Oleh karena itu, guru juga dituntut selektif terhadap pemilihan novel yang akan diajarkan pada siswa. Tujuan pembelajaran sastra ialah memberikan suatu keadaan atau situasi melalui kata-kata. Kata-kata dalam suatu karya sastra merupakan bentuk komunikasi, dari belajar sastra tersebut siswa akan mengenal keadaan, lingkungan sosial, dan berbagai karakter dalam cerita. Selain itu, belajar sastra dengan menggunakan novel diharapkan dapat membentuk kepribadian dan watak siswa melalui nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Sehingga peserta didik diharapkan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila mencermati silabus dan RPP bahasa Indonesia untuk kelas XI SMA dengan standar kompetensi memahami pembacaan novel, aspek mendengarkan, dan kompetensi dasar dapat mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam novel yang dibacakan serta menemukan nilai-nilai dalam novel yang dibacakan. Para siswa diharapkan dapat memahami mengenai unsur intrinsik yang terdapat dalam novel dan juga dapat menemukan nilai atau “kandungan-kandungan” yang terdapat dalam sebuah novel. Materi pokok yang akan disajikan penulis dalam penelitian ini ialah pembelajaran mengenai novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini ialah: 1. Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam novel Ayat-Ayat Cinta Para siswa dalam indikator ini diharapkan mampu menganalisis unsur intrinsik novel. Siswa memiliki keterlibaran intelektual dalam memahami
84
unsur-unsur tersebut. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, siswa melibatkan aspek kognitif. Siswa diposisikan sebagai pembaca remaja mengalami tahap pengenalan, yaitu dengan membaca novel. Setelah membaca novel secara keseluruhan, maka siswa mampu menemukan unur-unsur intrinsik yang terkandung di dalamnya. 2. Mampu menemukan nilai-nilai dalam novel Ayat-Ayat Cinta Para siswa dalam indikator ini diharapkan mampu menemukan nilainilai yang terkandung dalam novel. Siswa memiliki keterlibatan emosional dalam memahami hal-hal yang bersifat subjektif. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, siswa melibatkan aspek emotif. Setelah siswa mampu memahami mengenai kandungan sebuah novel, barulah aspek evaluatif berperan. Aspek evaluatif berkaitan dengan pemberian penilaian baik buruk, sesuai tidak sesuai antara novel tersebut dengan pengetahuan yang telah siswa dapatkan. Siswa diajak terlibat secara intelektual dan emosional terhadap novel AAC, sehingga siswa akan mencoba menerapkan nilai-nilai yang didapatkannya dalam kehidupan untuk menimbulkan perubahan prilaku. Dengan meneliti persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta, seorang pendidik dapat memberikan rujukan kepada peserta didik untuk menganalisis atau membaca mengenai novel AAC hal itu dikarenakan adanya banyak niai yang terdapat dalam novel tersebut dan bermanfaat untuk pembaca. Selain itu, dapat dilihat manfaat pembelajarannya, yaitu: a. Novel AAC merupakan novel yang memiliki pesan pendidikan yang baik untuk pembaca di antaranya kita harus disiplin waktu, menghormati guru dan tidak malas dalam menuntut ilmu seperti yang dilakukan oleh tokohtokoh dalam novel AAC. b. Dengan membaca novel AAC dapat mengembangkan pengetahuan berbahasa siswa, karena bahasa yang digunakan dalam novel baik dan tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, ada bahasa lain yang digunakan sehingga pembaca memiliki tanbahan pengetahuan mengenai bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab, Jerman dan Jawa.
85
c. Dengan membaca dam memberikan persepsi berupa penilaian terhadap novel AAC berarti memberikan pelajaran kepada siswa untuk menghargai novel tersebut dan dengan persepsi yang diberikan baik itu mengkritiki atau tidak, maka membuat karya sastra itu dikenang dari zaman ke zaman. Siswa juga mendapatkan pengetahuan mengenai nilai positif dan negatif yang terkandung dalam novel AAC.
Penilaian mengenai banyaknya nilai-nilai positif dan kritisme dalam novel AAC juga telah dijelaskan oleh para pembaca melalui tulisan mereka dari skripsi tesis dan juga tulisan dalam jurnal. Banyaknya nilai-nilai yang terkandung dalam novel digambarkan dengan prilaku, pemikiran tokoh dan pendapat tokoh lain. Nilai-nilai yang diuraikan oleh masing-masing pembaca terdiri atas nilai pendidikan dan nilai religius. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang patut disampaikan pada siwa. Bahkan guru juga bisa membuat diskusi dalam kelas terkait dengan nilai-nilai yang ditemukan oleh para siswa dalam novel AAC. Para siswa tidak hanya dapat
berdiskusi mengenai unsur
intrinsik saja, tetapi dapat
pula
mengungkapkan mengenai nilai positif dan negatif. Hal tersebut akan menjadi sebuah diskusi yang meraik dalam kelas, karena akan ditemukan lagi persepsipersepsi yang berlainan. Dengan keberagaman pendapat siswa di kelas nantinya, guru harus mampu mengarahkan para siswa untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang atau memiliki nilai negatif. Dapat dikatakan juga bahwa pembelajaran sastra turut berperan dalam membangun karakter atau jati diri bangsa. Jadi, pemilihan mengenai novel sebagai bahan ajar dapat pula dilakukan dengan menganailsis berbagai persepsi pembaca terhadap suatu novel, agar seorang guru dapat mempertimbangkan bacaan apa yang patut diberikan pada siswa. Penilaian atau pendapat pembaca terhadap sebuah novel bisa dilibatkan dalam pemilihan novel sebagai bahan pengajaran bahasa dan sastra di sekolah. Karena sejatinya seorang guru juga bertugas untuk memberikan yang terbaik pada siswanya, termasuk dalam pemilihan novel sebagai bacaan siswa.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari penelitian yang penulis lakukan terhadap delapan persepsi pembaca mengenai novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, dapat disimpulkan bahwa adanya nilai positif dan kritisme pembaca terhadap novel AAC. Persepsi tersebut ialah: 1. Adanya beberapa nilai yang diungkapkan oleh penulis dalam berbagai tulisan mereka. Nilai-nilai tersebut ialah nilai pendidikan, nilai agama atau nilai religius, gaya bahasa dan dampak novel tehadap pluralisme agama. Nilai positif yang diungkapkan oleh pembaca ialah nilai pendidikan, dan nilai agama. Ada pula mengenai gaya bahasa dan pluralisme agama. Nilai yang paling banyak dituliskan oleh pembaca ialah nilai agama. Nilainilai agama yang terkandung ialah: nilai akidah dalam novel yang dikaitkan dengan rukun iman, nilai syariat dalam novel yang dikaitkan dengan rukun Islam dan nilai akhlak yang terdapat dalam novel AAC. Selain itu, ada pula kritisme pembaca terhadap novel AAC yaitu mengenai penokohan Fahri yang digambarkan begitu sempurna, baik dalam akhlak dan imannya, tokoh seperti itu sulit ditemukan dalam kehidupan. 2. Implikasi persepsi pembaca terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ialah ketika memilih novel maka salah satu cara yang digunakan adalah dengan menganalisis persepsi pembaca terhadap novel. Sebagai seorang pendidik, harus mampu memberikan bacaan yang bermanfaat bagi para siswa. Pemilihan tersebut didasarkan pada manfaat apa yang akan ditemukan oleh siswa, seperti dalam novel AAC. Para siswa dapat menemukan nilainilai yang bermanfaat, seperti sikap kepada pada Allah, diri sendiri sesama manusia dan alam lingkungan merupakan hal yang patut dilakukan oleh para siswa, sikap tersebut di antaranya ialah toleransi terhadap sesama,
86
87
merancang peta hidup, saling tolong-menolong, menghormati guru dan tidak berputus asa. Sebuah karya sastra dapat pula berperan dalam membangun karakter peserta didik, karena peserta didik dapat belajar banyak hal dalam membaca karya sastra. Untuk itulah, guru wajib menelaah bacaan yang akan diberikan pada siswa dan guru sebagai fasilitaor juga berhak untuk meluruskan berbagai persepsi siswa yang keliru, agar dapat dirasakan manfaatnya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
B. Saran 1. Novel Ayat-Ayat Cinta layak dijadikan sebagai bahan bacaan atau bahan ajar bagi peserta didik, maupun bacaan bagi kalangan remaja dan dewasa. 2. Nilai-nilai yang diungkapkan oleh pembaca adalah hal-hal yang layak untuk dijadiakan pondasi sebagai pembentukan karakter dan pembangun jiwa. Nilai positif dapat dicontoh dan nilai negatif dapat dihindari. 3. Karena novel dapat digunakan sebagai media pendidikan, maka penulis harapkan novel yang diciptakan memiliki unsur-unsur yang mampu memotivasi pembaca untuk menjadi pribadi yang lebih berpikir positif.
DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H. The Mirror and The Lamps, United States of America: Oxford University Press, 1980. Ahmad, Shahnon, Sastera Pengalaman, Ilmu, Imaginasi dan Kitarannya, Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1994. Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: Sinar Baru, 1987. Budianta, Melani, dkk., Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi,Magelang: IndonesiaTera, 2003. Enste, Pamusuk, Novel dan Film,Yogyakarta: Nusa Indah, 1991. “Habiburrahman El Shirazy”, Tabloit Bintang, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, November 2008. Hawthorn, Jeremy, Studying the novel: an introduction, USA, Routledge, 1985. Junus, Umar, Resepsi Sastra Sebuah Pengantar, Jakarta: PT Gramedia, 1985. Junus, Umar, Dari Peristiwa ke Imajinasi Wajah Sastra dan Budaya Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1983. Keraf, Gorys, Diksi Dan Gaya Bahasa, Jakatra: PT SUN, 2004. Kosasih, E, Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Nobel Edumedia, 2008. KS, Yudiono, Telaah Kritik Sastra, Bandung: Angkasa, 1986. Lubis, Moctar, Sastra dan Tekniknya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997. Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret 2005. Pradopo, Rachmat Djoko, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, Yogyakarta: Gajah Mada University Perss. Purba, Antilan, Sastra Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Rahkmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
88
89
Ratna, Nyoman Kutha, Sastra dan Culural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli, 2010. Ratna, Nyoman Kutha, Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Rusyana, Yus, Kegiatan Apresiasi Sastra Indonesia Muris SMA Jawa Barat, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979. Salahudin, Anas dan Irwanto Alkriencieie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), Bandung: Pustaka Setia, 2013. Shirazy, Anif Sirsaeba El, Fenomena Ayat-Ayat Cinta, Jakarta: Republika, Oktober 2006. Shirazy, Habiburrahman El, Ayat-Ayat Cinta, Jakarta: Republika, 2006. Siswanto, Wahyudi, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasino, 2008. Soeratno, Siti Chamamah dkk., Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2002. Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989 Susanto, Dwi, Pengantar Teori Sastra (Dasar-Dasar Memahami Fenomena Kesusastraan), Jakarta, CAPS, 2012 . Suwandi dan Barowi Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1986. Teeuw, A, Sastra dan Ilmu Sastra, Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 1984. Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002. Wellek, Rene dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Widjojoko dan Endang Hidayat , Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI PRESS, 2006. Haryanto,
“Pengertian
Persepsi
Menurut
Ahli”,
diunduh
http://belajarpsikologi.com/pengertian-persepsi-menurut-ahli/, Selasa, 15 Desember 2015, pukul 17.00.
dari pada
90
Ma‟mun Fauzi,
“Aspek Religi Dalam Novel
Ayat-Ayat
Cinta
Karya
Habiburrahman El Shirazy Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Menengah Atas”, Bahtera: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, No. 1, 2011. Mukhamad Khunsin, “Gaya Bahasa Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Dan Implementasinya Terhadap Pengajaran Sastra Di Sekolah”, Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol: 1, No: 1, 2012. Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti, “Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahn El Shirazy dan Novel Kasidah-Kasidah Cinta Karya Muhammad Muhyidin (Kajian Intertekstual dan Nilai Pendidikan)”, Basastra: Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, Vol 1, No 3, 2014. Vivi Wulandari, “Perbandingan Religiusitas Tokoh Mualaf Dalam Novel AyatAyat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy dan Ternyata Aku Sudah Islam Karya Damien Dematra”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1, Seri B 87, 2012. Ahsanul Anam, “Dampak Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Terhadap Bangunan Pluralisme Agama Di Indonesia”, Skripsi di UIN Sunan Ampel Surabaya 2010. Asep Supriadi, “Transformasi Nilai-Nilai Ajaran Islam Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy (Kajian Intertekstual)”, Tesis pada Pascasarjana
Universitas
Diponegoro,
Semarang:
2006.
Tidak
dipublikasikan. Hariyanto, “Nilai-Nilai Pendidikan Sabar Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”, Skripsi di Institut Agama Islam Walisongo, 2010.
91
Rodhiatam Mardhiah, “Nilai Agama Dalam Novel Ayat-Ayat CintaKarya Habiburrahman El Shirazy”, Skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
92
Lampiran 1 PROFIL HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY A. Profil Habiburrahman El Shirazy Habiburrahman El Shirazy ialah anak pertama dari enam bersaudara yang terlahir dari pasangan Saerozi Noor dan Hj. Siti Rodhiyah. 1 Habiburrahman akrab dipanggil dengan sebutan Kang Abik, ia lahir tepat saat adzan Maghrib berkumandang, yaitu pada hari Kamis, 30 September 1976 di Semarang.2 Ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara, yaitu: Habiburrahman El Shirazy, Anief Sirsaeba El Shirazy, Ahmad Mujib, Ali Imran, Faridatul Ulya dan Muhammad Ulin Nuha. Kang Abik Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kunning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke Kota Budaya Surakarta untuk belajar di Madrah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta. Lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembangan intelektualnya ke Fak. Ushuluddin, Jurusan Hadis, Universitas Al-Azhar, Cairo dan selesai pada tahun 1999. Telah merampungkan Posgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies in Cairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri (2001).3 Pengalaman yang pernah dilakukannya adalah ketika menempuh studi di Cairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Studi Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Cairo (1996-1997). Pernah terpilih untuk menjadi duta Indonesia untuk mengikuti “Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua” yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama delapan hari di kota Ismailia, Mesir (Juli, 1966). Pernah aktif di Majelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Cairo (1998-2000). Dan pernah menjadi coordinator sastra Islam 1
Anif Sirsaeba El Shirazy,Fenomena Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republika, Oktober 2006), hlm. 47. 2 Ibid., hlm. 50. 3 Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2006), hlm. 407.
93
ICMI Orsat Cairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastrawan muda ini juga pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat di Cairo. Dan sempat memperkasai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Cairo.4 Sebelum plang ke Indonesia, di tahun 2002, Kang Abik diundang oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan puisi-puisinya berkeliling Malaysia dalam monument Kuala Lumpur World Poetry Readding Ke-9 bersama penyair-penyair dunia lainnya. Pada pertengahan Oktober 2002, Kang Abik tiba di Tanah Air, saat itu juga ia langsung diminta oleh Pusat Pengembangan Mutu Pendidikan (P2MP) Jakarta untuk ikut mentashih Kamus Populer Arab-Indonesia yang disusun oleh KMNU Mesir dan diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta (Juni, 2003).5 Mengikuti panggilan jiwa, antara tahun 2003-2004, Kang Abik memilih mendedikasikan ilmunya di MAN 1 Yogyakarta. Selanjutnya, sejak tahun 2004-2006 Kang Abik tercatat sebagai dosen di Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash-Shidiq UMS Surakarta. Selain menjadi dosen di UMS Surakarta, kini Kang Abik sepenuhnya mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan dan dakwah lewat karya-karyanya, lewat Pesantren Karya dan Wirausaha BASMALA INDONESIA, yang dirintisnya bersama sang adik tercinta, Anif Sirsaeba dan budayawan kondang Prie GS di Semarang. 6 Lahirnya
Novel
Ayat-Ayat
Cinta,
sebelumnya
dimulai
dengan
Habiburrahman El Shirazy mengalami ujian yang tidak kecil. Ujian itu di antaranya, secara nyata mengalami kecelakaan yang nyaris menghilangkan kaki kanannya pada tahun 2003, setelah kepulangannya dari Mesir yang membuatnya tidak dapat mengajar di Yoguakarta lagi. Awalnya Kang Abik menulis cerita pendek kemudian membuat kisah-kisah islami. Saat itulah ia menulis Ayat-Ayat Cinta dalam kondisi ia tidak bisa ke mana-mana. Pada tanggal 29 September 2003 Habiburrahman El Shirazi sudah serius 4
Ibid., hlm. 408. Ibid., hlm. 409. 6 Ibid., hlm. 410. 5
94
menghadapi komputer bututnya. Dan sudah tidak beraktivitas “menggila” seperti itu, pada hari Kamis pagi tanggal 9 Oktober 2003. “Nif,aku baru saja merampungkan novel. Kau bisa membacanya tidak. Kalau perlu kau edit sekalian. Aku butuh pendapatmu”. Kata Habiburrahman El Shirazy pada adiknya. 7 Adapun inspirasi novel Ayat-Ayat Cinta berasal dari arti ayat Al-Quran surat Az-Zuhruf ayat 67, yang artinya: Orang-orang yang saling mencintai satu sama lain akan bermusuhan pada hari kiamat kecuali orang-orang yang bertakwa. “Jatuh cinta dan saling mencintai tetap akan bermusuhan, kecuali orang-orang yang bertakwa. Jadi, hanya cinta yang bertakwa yang tidak akan menyebabkan orang bermusuhan”. Itu yang kemudian menjadi renungan saya. Saya ingin juga menulis novel tentang cinta, tetapi yang sesuai dengan ajaran Islam; yang menurut saya benar.” kata Kang Abik. 8 Ia mengakui bahwa karya-karyanya memadukan antara sastra dan pesantren, karena ia lebih menguasai dan menjwai latar pesantren. Inspirasi Kang Abik untuk menulis karya-karyanya adalah Al-Quran dan Hadits Rasulullah. Kang Abik merasa dengan beliau berkarya melalui menulis, ia menyerahkan jiwanya untuk Allah Swt. Inilah yang mendorong beliau terus semangat dan beribadah dengan terus berkarya melaluui tulisannya. Keahlian Kang Abik ialah membuat karya tulismaka beliau memfokuskan untuk menulis sebuh karya yang indah dan manis dalam bentuk kata-kata yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh pembaca, yang terpenting bagi Kang Abik ialah tetap berpegang teguh pada Al-Quran. 9
7
Hariyanto, “Nilai-Nilai Pendidikan Sabar Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”, Skripsi pada mahasiswa Institut Agama Islam Wlisongo, 2010. 8 Rodhiatam Mardhiah, “Nilai Agama Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”, Skripsi pada mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011. 9 Ibid.
95
B. Prestasi Habiburrahman El Shirazy Dari masa sekolah, Kang Abik telah menuai beragam prestasi. Prestasi yang pernah diperolehnya, yaitu: 10 1. Menulis naskah teaterikal puisi berjudul “Dzikir Dajjal” sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). 2. Meraih juara II lomba menulis artikel se-MAN 1 Surakarta (1994). 3. Menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi religious tingkat SLTA seJateng. 4. Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Karasidenan Surakarta. 5. Pemenang I lomba pidato bahasa Arab tingkat Nasional yang diadakan IMABA UGM Yogyakarta (1994). 6. Pernah mengudara di radio JPI Surakarta (1994-1995). 7. Pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. 8. Pena Award 2005 9. The Most Favorite Book and Writer 2005 10. IBF Award 2006 Dari novelnya yang berjudul “Ayat-ayat Cinta” dia sudah memperoleh royalti lebih dari 1,5 Milyar, sedangkan dari buku-bukunya yang lain tidak kurang ratusan juta sudah dia kantongi.
C. Karya-Karya Habiburrahman El Shirazy Selain memiliki beberapa prestasi, Kang Abik juga memiliki beberapa karya yang ia ciptkan, yaitu: 11 1. Naskah drama dan menyutradarai pementasannya di Cairo, di antaranya: a. Wa Islama (1999) b. Sang Kiyai dan Sang Durjana (gubahan dari karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul asli Alim wa Taghiyyah (2000) 10 11
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2006), hlm. 407. Ibid., hlm. 408-410.
96
c. Darah Syuhada (2000) 2. Buku-buku terjemahan, yaitu: a. Ar-Rasul (GIP, 2001) b. Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002) c. Menyucikan Jiwa (GIP, 2005) d. Rihlah Ilallah (Era Intermedia, 2004). 3. Cerpen, yaitu: a. Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001) b. Merah di Jenin (FBA, 2002) c. Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004) 4. Novel-Novel, yaitu: a. Ayat-Ayat Cinta (2004) b. Ketika Cinta Berbuah Surga (cetakan ke-2, MQS Publishing, 2005) c. Pudarnya Pesona Cleopatra (cetakan ke-2, Republika, 2005) d. Di Atas Sajadah Cinta (Cetakan ke-3, Basmala, 2005) e. Langit Makkah Berwarna Merah f. Bidadari Bertemu Bening g. Dalam Mihrab Cinta h. Ketika Cinta Bertasbih. 5. Beberapa tulisannya juga pernah menghiasi Republika, Annida, Jurnal Sastra dan Budaya Kinanah, Jurnal Justisia.
Tulisannya berjudul,
Membaca Insaniyyah al Islam termodifikasi dalam buku Wacana Islam Universal.
97
Lampiran 2 SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT CINTA Novel Ayat-Ayat Cinta adalah sebuah novel yang ditulis oleh Habiburrahman El-Shirazy. Novel ini bercerita mengenai perjalanan hidup Fahri di Mesir, selaku tokoh utama dalam cerita. mulai dari kegigihannya
menuntut
ilmu,
kisah
cintanya dengan Aisha, Maria, Nuru dan Noura serta berbagai cobaan dalam hidupnya. Fahri
ialah
seorang
mahasiswa
Universitas Al-Azhar yang berasal dari Indonesia. ia selalu berusaha mengusir rasa malasnya kerika harus menuntut ilmu, ia sangat disiplin terhadap waktu. Selain itu, ia selalu mempunyai target-targert dalam hidupnya, agar hidupnya lebih terarah. Ia tinggal di flat bersama kelima orang sahabat yang sudah dianggap seperti keluarganyaa sendiri, mereka adalah juga orang Indonesia yang bersekolah di Mesir, yaitu: Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Fahri. Selain teman satu Flat, Fahri memiliki seorang teman wanita bernama Nurul, yang juga berasal dari Indonesia. Mereka memiliki tetangga keluarga Kristen Koptik. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed, dan dua orang anak mereka – Maria dan Yousef. Maria adalah gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria itu seorang nonmuslim ia mampu menghafal surat Al-Maidah dan surah Maryam. Fahri juga baru mengetahuinya ketika mereka secara tidak sengaja bertemu di metro. Mereka juga mempunyai tetangga lain yang kepala keluarganya bernama Bahadur. Bahadur ialah seorang berkulit hitam yang kelakuannya berbanding terbalik dengan Tuan Boutros. Ia dijuluki muka dingin karena ia selalu berperangai kasar pada siapa saja, termasuk keluarganya. Bahadur mempunyai
98
istri bernama madame Syaima dan ketiga anak perempuan, yaitu: Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Dalam perjalanannya, Fahri di nikahkan syaikh Ustman dengan Aisya. Setelah hari berganti hari, keimanan dan kesabaran Fahri diuji. Ia tiba-tiba didatangi oleh polisis Mesir dan dituduh melakukan tindakan pemerkosaan pada Noura, gadis cantik yang mencintainya. Padahal ia mengatakan bahwa ia tidak melakukan hal biadab itu. Namun kepolisian tidak peduli, akhirnya ia dijebloskan ke dalam penjara dan disuruh mengakui perbuatannya. Ia tetaap kekeh tidak mengaku, meskipun disiksa oleh para polisis itu. Walau dengan kondisi yang tersiksa dan jauh dari kenikmatan seperti bersama-sama dengan Aisha, Fahri tetap istiqamah menjalankan perintah Allah seperti; shalat lima waktu, puasa, qiyamullail. Dalam kondisi yang terdesak dan penuh kekhawatiran Aisha menawarkan diri untuk menyuap pihak Noura dan hakim. Namun Fahri menolak tawaran istrinya itu. Ia lenih memulilih untuk mati dari pada harus menyuapnya. Lagi pula, ia memang tidak melakukan tindakan biadab itu. Ia yakin pertolongan Allah pasti akan datang selama kita percaya dan selalu mendekatkan diri pada Allah. Ketika Fahri mengalami puncak siksaan di penjara, satu-satunya yang bisa menjadi saksi kunci adalah Maria, Gadis koptik tetangganya itu. Namun sayang, Maria sedang terbaring koma di dalam rumah sakit dan tidak bisa diharapkan kesembuhannya. Sakitnya itu disebabkan karena tekanan rasa cinta kepada Fahri bin Abdullah. Kata dokter, Maria sedang didera penyakit cinta. Ia hanya akan sembuh dengan getaran-getaran cinta. Dan obat itu hanya dipunyai Fahri semata. Demi keselamatan Maria, dokter menyarankan agar Fahri bersedia menolongnya. Merangsang syaraf dan memorinya dengan kata-kata cinta yang lahir dari jiwa. Dengan sangat berat Fahri tidak bisa memenuhi permintaan dokter itu. Untuk mendapatkan saksi Maria dan menyelamatkan anak dalam kandungan, Aisha meminta Fahri untuk menikahi Maria dengan harapan melalui itu bisa menyembuhkan Maria. Atas desakan istrinya, akhirnya Fahri menikahi Maria.
99
Akhirnya di persidangan, Maria dapat memberikan kesaksian yang sebenarnya. Akhirnya Fahri dibebaskan karena tidak bersalah, lalu Maria jatuh sakit lagi. Dalam keadaan koma setelah kesaksiannya di persidangan, Maria mimpi bertemu dengan Bunda Maryam dan mengingatkan Maria, apabila ingin hidup di surga bersama orang-orang beriman maka harus melakukan apa yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Lalu sadarlah Maria, dia meminta kepada Fahri untuk menuntunnya membaca syahadat. Dan akhirnya Maria menghembuskan nafas terakhir setelah hati dan bibirnya basah dengan bacaan syahadat.
100
Lampiran 3 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAAN (RPP) Nama Sekolah
: SMA N 1 Ciseeng
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: XI/2
Aspek
: Mendengarkan
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit (1x Peertemuan)
Standar Kompetensi 13. Memahami pembacaan novel Kompetensi Dasar 13.2. Menemukan nilai-nilai dalam novel yang dibacakan Indikator Pembelajaran : 1. Siswa/siswi mampu mennganalisis unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel. 2. Siswa/siswi mampu menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam novel. Karakter siswa yang diharapkan : a. Tekun b. Komunikatif Metode Pembelajaran :
Ekspository
Diskusi Kelompok
Sumber Bahan Ajar :
Kosasih, Engkos, Cerdas Berbahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2008.
Media Pembelajaran :
Power Point
Buku Bahasa Indonesia Kelas XI
Novel Ayat-Ayat Cinta
101
Materi Ajar : A. Memahami Pengertian Novel Novel merupakan suatu cerita fiksi yang termasuk ke dalam prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun sehingga menyuguhkan sebuah cerita dan dalam novel pula terjadi beberapa perubahan nasib yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Permasalahan yang terdapat dalam novel juga lebih rumit dibandingkan dengan cerita pendek. B. Unsur-Unsur Intrinsik Novel a) Tema, gagasan atau makna secara keseluruhan yang terkandung dalam cerita. b) Tokoh dan Penokohan (Pengarang menyebutkan secara langsung; Pengarang menggambarkan dalam tingkah laku, gerak gerik dan reaksi pelaku terhadap suatu kejadian atau tokoh lain; Pengaramg menggambarkan dalam percakapan atau ucapan tokoh) c) Sudut Pandang (Orang pertama/ akuan; orang ketiga/ diaan) d) Plot/Alur, jalan cerita yang terkandung dalam sebuah peristiwa (maju, mundur dan campuran). e) Setting, tempat, waktu dan suasana dalam cerita. f) Gaya Bahasa, pemilihan kata yatau bahasa yang dipakai dalam cerita. g) Amanat,
pesan
yang
ingin
disampaikan
pengarang
kepada
pembacanya. C. Nilai-Nilai Novel a. Nilai Moral berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakatnya. b. Nilai Sosial berkaitan dengan tata laku hubungan sesama manusia (kemasyarakatan). c. Nilai Agama berkaitan hubungan dengan Tuhan d. Nilai Budaya berkaitan dengan pemikiran, kebiasaan dan hasil karya cipta manusia.
102
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran : A. Pendahuluan (15 Menit) 1. Peserta didik dan guru saling memberikan/menjawab salam. 2. Salah satu peserta didik diminta untuk menyiapkan sebelum memulai pembelajaran. 3. Peserta didik bersama guru memeriksa kehadiran peserta didik. 4. Peserta didik dan guru bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan novel. 5. Guru menyampaikan cuplikan materi. B. Kegiatan Inti (60 Menit) 1) Eksplorasi: a. Guru bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gesture dan mimik yang tepat. b. Guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang novel. c. Guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. d. Peserta didik mendengarkan pembacaan penggalan novel AyatAyat Cinta oleh teman dengan seksama. 2) Elaborasi : a. Peserta didik mengidentifikasi dan menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. b. Peserta didik menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Ayat-Ayat Cinta. c. Peserta didik secara klasikal bertanya jawab tentang unsur intrinsik dan nilai dalam novel. d. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.
103
e. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. f. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok. 3) Konfirmasi : a. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. b. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. c. Sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. C. Kegiatan Penutup (15 Menit) a. Bersama-sama dengan peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran. b. Melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. c. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Penilaian Hasil Belajar No
Indikator
Teknik
Pencapaian
Bentuk
Instrumen
Skor
Instrumen
Kompetensi 1
Menganalis unsur- Tes Tulis
Uraian
unsur intrinsik yang
unsur yang terdapat
terdapat
dalam novel Ayat-
dalam
novel. 2
Analisislah unsur- 5
Menemukan unsur- Tes Tulis unsur intrinsik yang
Ayat Cinta! Uraian
Nilai-nilai
atau 5
manfaat apa yang
104
terdapat novel
dalam
terdapat
Ayat-Ayat
novel
Cinta.
dalam Ayat-Ayat
Cinta?
Rubik Pedoman Penskoran No 2
Pedoman Skor
Skor 7
unsur
intrinsik
dengan
5
5
unsur
intrinsik
dengan
3
Siswa menemukan lebih dari satu nilai dalam novel
5
3
Siwa
menganalisis
keterangan yang jelas.
Siwa
menganalisis
keterangan yang jelas. 3
dengan keterangan yang jelas.
Siswa menemukan satu nilai dalam novel dengan keterangan yang jelas.
N =
Skor Perolehan
X 10
Skor Maksimal
Mengetahui,
Jakarta, 12-September-2015
Kepala Sekolah SMA N 1 Ciseeng
Guru Bahasa Indonesia
Dedy Kusniady, S.Pd, M.M
Nur Wachidah
NIP: 196809191997021001
NIM: 1111013000037
110
Lampiran 5 PROFIL PENULIS Penulis ialah anak keempat dari empat barsaudara. Terlahir dari rahim seorang ibu yang luar bisa hebat. Lahir di Jakarta, pada tanggal 9 Desember 1993. Diberikan nama oleh ayahnya Nur Wachidah, yang berarti satu cahaya, karena penulis merupakan anak perempuan satu-satunya. Semoga selalu bisa menjadi kebanggan keluarga.
Penulis menyelesaikan pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Tunas Muda III (1998-1999), SDN Cibubur 03 Pagi (1999–2005), MTsN 22 Jakarta (2005–2008), MAN 15 Jakarta (2008–2011). Penulis melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2011), dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan dinyatakan lulus, mendapat gelar S.Pd., pada tanggal 8 Desember 2015. Semoga skripsi ini tidak menjadi akhir karya penulis, meliakan awal kelahiran karya lain dan penulis mampu mengamalkan segala ilmu yang telah didapatkan.