Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS SALAK HIBRIDA (Salacca edulis) di LAHAN ULTISOL BINTAN TIMUR Emi Sari Ritonga, Parlin H, Sinaga dan Umar Balai Pengkajian Teknlogi Pertanian Riau Jl. Kaharuddin Nasution 346, km 10. Pekanbaru. Telp. 0761-674206 Email :
[email protected]
ABSTRACT The research was conducted at Sei Lekop Vilage Bintan Timur Sub District Kepulauan Riau Province from 2006 – 2008 to obtained the adaptaion of sallaca varieties to environman, used Randomized Block Design with 11 varieties as treatment and 4 replication. The sallaca varieties were MWR (Salak Merah ), PH-MW ,SB-PH1,7, KRK-PH-9,7, GJ-MW, 12, SB-GD-005 (salak Balai), GD-JW (Bojonegoro), SBNN-003 (Salak Bali), Lokal Bintan, Sidempuan Merah. The result showed that SBNN-003 dan 12 gives the best growth than Bintan loccaly sallaca and GD-JW in leafs numbers that are 1,3-1,5 leaves Keyword: adaptasi, salak hibrida, ultisol PENDAHULUAN Salak Salacca edulis (Reinw, ) merupakan tanaman asli Indonesia, yang terseber di beberapa daerah: Sumatera Utara, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Madura, dan Sulawesi Selatan. Tanaman salak termasuk famili palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren dan palem. Tanaman salak merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dan dapat hidup bertahun-tahun, sehingga ketinggian dapat mencapai antara 1,5 – 8 meter, tergantung pada jenisnya, berbatang sangat pendek dan hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yag berduri dan tersusun rapat, dan seluruh permukaan tanaman di tutupi oleh duri-duri yang tajam. Dari batang yang berduri itu, akan tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas bunga buah salak dalam jumlah yang banyak Berdasarkan variasi genetik dalam pembungaan, tanaman salak dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu, tanaman berumah satu ( monoceous ): ditandai bunga jantan dan betina pada satu pohon; tanaman berumah dua ( dioceous ) yang ditandai terpisahnya bunga jantan dan betina pada pohon yang berbeda ( Rukmana, 1999). Provinsi Kepulaun Riau termasuk daerah penyebaran salak yang dikenal dengan Salak Bintan. Terdapat lebih dari 200 ha kebun salak yang tersebar di tiga Kabupaten , yaitu Kabupaten Lingga, Bintan Timur, dan Bitan Utara. Luas kebun salak tersebut diperkirakan akan terus bertambah karena tingginya minat petani untuk budidaya salak, seiring dengan pertambahan jumlah pnduduk. Minat petani untuk bertanam salak didorong oleh prospektif pasar, dimana Pulau Bintan merupakan kawasan wisata, dekat dengan kota Batam, Singapura dan Malaysia. 629
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Permintaan akan buah salak termasuk tinggi di Kepulauan Riau yang ditunjukkan dengan tingginya jumlah pesanan yang tidak terlayani oleh pekebun. Bahkan pada saat panen besar buah salak, tidak terjadi kelebihan produksi yang menyebabkan buah salak kehilangan harga. Tingginya permintaan akan buah salak Bintan karena cita rasanya yang mirip Salak Pondoh, yaitu manis meskipun masih muda. Namun demikian, Salak Bintan masih memiliki kekurangan yaitu produktivitas rendah, buah kecil, daging buah tipis dan agak liat, kadar air rendah, dan terdapat variasi dalam populasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa seleksi tidak langsung kurang efesien dari pada seleksi langsung kecuali jika karakter primer mempunyai heretabilitas ( daya waris ) yang lebih tinggi dari pada karakter sekunder. Teknik ini telah diterapkan oleh Daninihardja (1987) dalam upaya mempersingkat daur pemuliaan tanaman karet, Astika (1991) pada tanaman tea, dan alnopri (1993) pada tanaman kopi. Analisis dialil persilangan-persilangan antar varietas salak Bali dengan salak Pondoh menunjukkan bahwa Pondoh Hitam, dapat berperan sebagai tetua penggabung umum terbaik pada sifat kandugan tannin atau cita rasa sepat buah dan Bali Gondok sebagai penggabung umum terbaik sifat tebal daging buah ( Purnomo, 1994). Artinya persilanganpersilangan yang melibatkan tetua-tetua di atas akan diperoleh hibrid vigor yang penampilannya lebih baik dari pada kedua tetuanya . Dengan kurangnya karakter unggul pada salak Bintan mendorong Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Bintan Timur, BPTP Riau dan Balai Penelitian Tanaman Buah Solok untuk mengembangkan salak hibrida yang dapat mengatasi segala kelemahan Salak Bintan tersebut. Untuk mengujian digunakan sembilan jenis varietas salak yang terdiri dari enam varietas salak hibrida dan lima pembanding dari jenis lokal/indigenous Sumatra, Jawa, dan Balai yang bertempat Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh jenis salak hibrida yang sesuai dengan jenis tanah, agroklimat, dan preferensi masyarakat sehingga kebutuhan pasar dapat terpenuhi. BAHAN DAN METODA Kegiatan dilaksanakan di Kelurahan Sei Lekop Kecamatan Bintan Timur Provinsi Kepulaun Riau pada Ketinggian tempat 350 m dari permukaan laut (dpl), lahan kering, tanah PMK dengan karakteristik liat berpasir dan PH 4,5 – 5,5. Curah hujan di lokasi penelitian 240 mm/bulan ,jumlah hari hujan 2 – 23 hari/bulan. Suhu uadara berkisar 21,60 C – 33,60 C dengan kelembaban udara 86 % - 91 %. Penel;itian dilaksanakan pada tahun 2006 - 2008.Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 11 perlakuan dan empat kali ulangan . Unit percobaan terdiri dari 11 tanaman yang semuanya merupakan sampel. Dari 11 jenis salak yang diuji, enam diantaranya adalah varietas hibrida, varietas indigeneus Bojonegoro (Jawa
630
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Timur), varietas lokal Salak Sidempuan Merah, dua varietas lokal Bali, dan satu varietas lokal Salak Bintan sebagai kontrol. Selengkapnya adalah sebagai berikut : 1. MWR ( Salak Mawar ) 7. SB-GD-005 ( Salak Bali ) 2. PH-MW
8 GD-JW ( Bojonegoro )
3. SB-PH-1,7
9 SBNN-003 ( Salak Bali )
4. KRK-PH-9,7
10 Lokal Bintan
5. GJ-MW
11.Sidempuan Merah
6. 12 Sebelum dianalisis varians, data-data yang diperoleh harus memenuhi asumsi kenormalan. Data-data tersebut diuji kehomogenan ragamnya menurut uji Barlett ( Gasperrsz, 1991 ). Data yang tidak memenuhi asumsi normalistas ditraspormasika ke bentuk √ Y + ½. Untuk pengamatan yang bersifat kualitatif seperti kepadatan koloni duri, warna buah, kekompakan daging buah dengan biji, kekompakan kulit dengan daging buah,rasa, aroma , tekstur dan kegemaran di beri skor yang dimulai dari angka satu. Angka tertinggi menunjukkan nilai yang paling diharapkan. Data data tersebut ditranspormasikan terlebih dahulu ke √Y + ½ sebelum dianalisis variansnya. Uji beda jarak nyata Ducan 5 % digunakan untuk membantu melihat perbedaan hasil pengamatan masing-masing calon varietas. Bahan dan alat untuk penelitian adalah salak MWR, PH-MW, SB-PH-1,7, KRKPH-9,7, GJ-MW, 12, SB-GD-JW, SBNN-003, Sidempuan Merah,Salak Bintan, pupuk kandang, pupuk NPK, Ponska, Power Nutrition, Hormonik, ZA, Urea, TSP,KCL, Dolomit Sedangkan alat yang diperlukan adalah gunting, parang, dodos dan sprayer. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 .Rata – rata tinggi, pertambahan tinggi tanaman dan jumlah pelepah salak perbulan selama tahun
No
1 2 3 4 5 6
Vairietas
MWR PH-MW SB-PH-1.7 KRK-PH-97 GJ-MW SB-GD-005
Jum lah tana man 259 236 203 175 233 187
Tinggi Tanam an (cm) 242,4 258,9 276,8 207,7 270,7 237,1
Pertam bahan tinggi tana man (cm/ bulan) 6,3 7,3 5,5 5,1 8,0 6,1
631
Per tam bahan pele pah (buah/ bulan) 1,5 1,3 1,4 1,5 1,4 1,5
Tingkat Serangan OPT(%) Hama
Penyak it
0,0 0,0 0,0 5,6 10,5 8,0
4,6 0,0 0,0 5,6 12,5 10,7
Juni, 2013
7 8 9 10
D-JW SBNN-003 12 Sidempuan Merah 11 Bintan Jumlah
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
206 37 2 50
256,3 67,2 53,1 323,8
8,6 0,5 0,2 12,3
1,4 0,4 0,3 1,0
8,3 27,3 50,0 0,0
11,2 25,6 50,0 0.0
40 1628
226,6
5,2
1,1
10,0
10,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa MWR, PH-MW, SB-PH-1,7 dan Sidempuan Merah tahan terhadap serangan hama pemakan daun maupun penggerek buah. Serangan penyakit bercak coklat maupun jamur busuk buah tidak ditemukan pada jenis PH-MW dan SB-PH-1,7. Galur 12 merupakan galur paling tidak tahan terhadap serangan hama dan penyakit . Pertambahan tinggi tanaman dan jumlah pelepah paling kecil dihasilkan oleh SBNN-003 dan 12. Hal tersebut menunjukkan ketidak sesuaian galur tersebut terhadap lingkungan tumbuh, biotik maupun abiotik. Galur SBNN-003 dan 12 tidak dapat menyerap unsur hara yang diberikan yang menyebabkan kondisinya cukup lemah sehingga mudah diserang hama penyakit. Kedua galur tersebut dianggap tidak dapat beradaptasi dan oleh sebab itu, tidak termasuk kedalam materi yang dianalisis. Pertumbuhan vegetatif yang sempurna dapat mencerminkan hasil yang optimal. Pertumbuhan vegetatif maupun hasil yang optimal adalah akibat dari perlakuan budidaya yang benar. Salah satu perlakuan budidaya yang penting pada awal penanaman adalah penentuan jarak tanam. Penentuan jarak tanam berkaitan dengan pencapaian jumlah tanaman optimal per satuan luas sehingga dapat memanfaatkan seluruh sumberdaya yang tersedia baik ruang, air, sinar matahari, dan nutrisi tanah. yang penting berhubugan dengan penentuan jarak tanam adalah lebar kanopi. Pengukuran lebar ataupun panjang kanopi, penting untuk penentuan jarak tanam yang optimal pada penanaman berikutnya maupun pertambahan jumlah anakan . Tabel 2. Rata-rata panjang dan lebar kanopi tanaman salak pada umur,5 tahun serta jumlah anakan tanaman salak pada umur 2 tahun Calon Varietas MWR PH-MW SB-PH-1,7 KRK-PH-97 GJ-MW SB-GD-005 GD-JW SBNN-003 12 Sidempuan Merah
Panjang Kanopi (cm) 179,2 218,4 211,2 191,5 203,3 180,4 206,7 74,0 69,8 288,6
Lebar Kanopi (Cm) 170,0 191,2 184,5 178,9 194,3 161,5 187,3 70,0 116,5 279,1 632
Jumlah Anakan *) 8 - 10 7 - 13 5 - 9 5 - 8 7 - 9 5 3 - 7 1 0 - 1 1 - 3
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Panjang Kanopi (cm) Salak Bintan 175,5 Catatan : *) Tanaman Berumur 2 Tahun. Calon Varietas
Lebar Kanopi (Cm) 174,7
Juni, 2013
Jumlah Anakan *) 2 - 4
Dari tabel 2 diketahui galur hibrida yang diuji memiliki tajuk yang tidak terlalu luas dan oleh karena itu dapat ditanam lebih rapat yaitu 2,5m x 2,5m atau 2,5 x 3m. Salak Sidempuan Merah harus ditanam lebih renggang, yaitu 3 x 3 m atau 3 x 3,5 m . KESIMPULAN 1. Pertumbuhan salak hibrida yang dapat beradaptasi dengan lingkungan Tanjung Pinang lebih baik dibandingkan dengan kontrol salak lokal Bintan dan GD-JW, yang ditunjukkan dengan pertambahan jumlah pelepah yang lebih tinggi, yaitu antara 1,3 – 1,5 buah pelepah perbulan dibandingkan Salak Bintan hanya 1,1 pelepah per bulan dan Salak Sidempuan 1,0 pelepah perbulan . 2. Ada dua jenis galur tidak beradaptasi di tanjung Pinang yaitu, SBNN-003 dan 12. 3. Galur yang sangat digemari konsumen adalah MWR, PH-MW, SB-PH-1.7 dan galur yang digemari adalah GJ-MW dan GD-JW. DAFTAR PUSTAKA Astika,G.P.W.1991. Penyngkatan Daur pemuliaan dan analisis stabilitas hasil tanaman teh ( Camellia sinensis L ). Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, Unirsitss Padjajaran Bandung. 113 . Mogea, J. 1990. The Salak Palm Species in Indonesia. Voice of nature, 85 : 42 Nurwarhaeni ,S,D. Prihartini dan e.P. Pohan 1989. Salak. Dalam mengenal buah – buahan Unggulan Indonesia. Penerbit Majalah pertanian Trubus. 101 – 106. Nuswamarhaeni,S,D. Priatini dan e.P.Pohan. 1989. Salak. Dalam mengenal buahbuahan Unggul Indonesia. Penerbit Majalah Pertanian Trubus. 101 – 106. Soenarjono,H. 1988. Perkembangan salak. Dlam ilmu produksi tanaman buah-buahan. Sinar Baru, Bandung. 151-159.
633