Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
ANTISIPASI PENGURANGAN RESIKO FINANSIAL PADA USAHATANI PADI (Studi Kasus di Kabupaten Brebes) Seno Basuki dan Wahyudi Haryanto BPTP Jawa Tengah E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Petani padi pada umumnya menghadapi ketidakpastian dalam memperoleh produksi secara normal karenadinamika kondisi lapangan selama masa pertumbuhan tanaman antara lain : gangguan OPT, gulma dan cekaman lingkungan. Telah dilakukan kajian dengan tujuan mengetahui penurunan resiko finansial melalui tindakan antisipatif. Kegiatan dilaksanakan di Desa Cigadung, Banjarharjo – Brebes selama bulan Maret sampai Agustus 2011 dengan pendekatan on farm research yang melibatkan 12 orang koperator pada luas lahan 4 Ha. Kegiatan diawali dengan pemahaman masalah dan peluang untuk menyusun teknologi yang diterapkan . Data diperoleh melalui pengamatan dan record keeping selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil PMP diketahui bahwa resiko terbesar usahatani padi MT II adalah gangguan OPT, gulma dan penyakit. Tindakan antisipatif yang berpeluang mengurangi resiko kerugian adalah penggunaan varietas toleran, seedteatment, herbisida pratumbuh dan monitoring perkembangan OPT. Hasil kajian menujukkan bahwa tindakan antisipatif mampu meningkatkan produktivitas sebesar 33,53 % dibanding varietas eksisting dan penurunan biaya produksi sebesar 4,03 % sehingga efisiensi usahatani meningkat 35,59 % atau meningkatkan penerimaan bersih petani 52,49 %. Kata kunci : antisipasi, hama , penyakit, gulma, padi. PENDAHULUAN Usaha apapun termasuk usahatani padi selalu menghadapi ketidakpastian selama proses produksi. Pertumbuhan tanaman pada kondisi tertentu akan menghadapi berbagai ancaman. Secara umum hingga saat ini hama dan penyakit yang mengancam tanaman padi adalah penggerek batang, wereng coklat dan penyakit hawar daun,selain itu gangguan gulma juga dapat menyebabkan kerugian finansial apabila tidak dikendalikan secara benar Penggerek batang merupakan serangga hama yang sering dijumpai pada setiap pertanaman padi. Hama ini menyerang pertanaman mulai dari pesemaian sampai tanaman menjelang panen yang terjadi pada seluruh sentra padi di Indonesia dengan intensitas serangan 0,5 % sampai 90 % (Hendarsih et al. 2007). Serangan larva penggerek batang merusak jaringan tanaman sehingga tidak mampu menghasilkan sesuai potensi varietasnya. Serangan yang terjadi pada fase vegetatif masih dapat menghasilkan karena tanaman mengkompensasinya dengan membentuk anakan baru. Kemampuan tanaman dalam membentuk anakan baru hanya mencapai 30 % (Rubia et al. 1990) dengan pertumbuhan yang tidak seragam dan rentan terhadap ancaman hama 160
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
lainnya. Sementara itu serangan pada fase generatif mengakibatkan malai yang muncul hampa. Antisipasi terhadap adanya kerugian finansial diperlukan mengingat apabila tindakan pengendalian dilakukan setelah terlihat gejala serangan sebenarnya sudah terlambat. Hendarsih dan Sembiring (2007) menyarankan pentingnya aplikasi insektisida sistemik pada pesemaian dan stadia vegetatif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Penggunaan seedtreatment pada daerah endemik penggerek batang coklat merupakan komponen teknologi yang dianjurkan (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2009), namun demikian hal ini belum banyak diketahui oleh petani. Wereng coklat juga merupakan salah satu hama utama yang mengancam produksi padi, saat ini serangannya semakin mengganas. Munculnya hama ini merupakan konsekwensi dari penerapan budidaya padi yang intensif (varietas unggul, dosis N tinggi dan indeks pertanaman =IP >200). Akibat langsung yang ditimbukan hama wereng coklat pada intensitas berat ditandai dengan warna daun dan batang yang menguning dan berubah menjadi coklat kering sehingga gagal panen. Disamping itu wereng coklat juga merupakan serangga penular penyakit virus kerdil hampa yang dapat menginfeksi tanaman hingga 100 % sehingga tanaman tidak produktif. Menurut laporan Wardhana (2010) akhir-akhir ini di Jalur Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah telah terjadi serangan wereng coklat yang sangat mengkhawatirkan sehingga termasuk kejadian luar biasa (KLB). Timbulnya serangan wereng di wilayah tersebut disinyalir sebagai dampak penanaman yang tidak serempak, penggunaan varietas rentan dan aplikasi insektisida yang kurang tepat. Hasil indentifikasi Untung dan Trisyono (2010) selain menemukan hal-hal seperti tersebut diatas juga ditemukan adanya penggunaan dosis nitrogen (N) yang sangat tinggi dan terjadinya resistensi dan resurjensi wereng coklat sebagai akibat dari praktek aplikasi pestisida yang tidak tepat tersebut. Salah satu antisipasi dari ancaman wereng coklat adalah penggunaan varietas toleran. Dalam budidaya padi dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pengunaan varietas unggul toleran organisme pengganggu tanaman (OPT) tertentu merupakan salah satu komponen teknologi utama. (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2009). Salah satu ancaman keberhasilan usahatani padi adalah penyakit hawar daun. Penyakit padi ini telah tersebar diberbagai sentra pertanaman . Disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae menghasilkan gejala hawar yang merusak klorofil daun. Apabila tanaman padi terserang oleh bakteri ini maka kemampuan daun melakukan fotosintesis menjadi sangat berkurang. Serangan dapat terjadi pada fase vegetatif maupun generatif. Semakin awal tanaman terkena serangan maka akibat yang ditimbulkan akan semakin merugikan. Pada saat serangan terjadi pada fase berbunga, proses pengisian gabah menjadi terganggu sehingga gabah tidah terisi penuh bahkan hampa dan kehilangan hasil dapat mencapai 70 % (Mew et al. 1982, Suparyono dan Sudir 1992dalam Sudir et al 2009). Untuk mengantisipasi ancaman penyakit ini biasanya dilakukan pengurangan dosis N dan penggunaan varietas tahan. Selama ini pengendalian melalui pengaturan dosis N kurang efektif karena hanya bersifat lokal (Mew et al 1983dalam Sudir et al
161
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
2009), oleh karena itu penggunaan varietas tahan dinilai sebagai salah satu cara antisipasi yang efektif sejalan dengan anjuran budidaya dengan pendekatan PTT. Keberadaan gulma dalam budidaya padi sawah sangat mempengaruhi keberhasilan produksi karena gulma memiliki daya adaptasi yang kuat dan bersaing dalam penggunaan unsur hara serta dapat berperan sebagai inang hama dan penyakit padi seperti : keong mas, wereng, penggerek batang dan virus (Muis et al , 2008; Kartohardjono et al 2009). Pada lahan irigasi persaingan gulma dapat menurunkan hasil padi hingga 10-40 % tergantung pada spesies , kepadatan gulma, jenis tanah dan keadaan iklim serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Nantasomsaran dan Moody, 1993). Secara finasial keberadaan merugikan oleh karena itu pengendaliannya memerlukan biaya yang relatif besar bahkan dapat melebihi komponen biaya lainnya. Program pengendalian gulma yang baik diharapkan dapat mengurangi resiko kerugian finansial . Salah satu upaya untuk mengurangi resiko persaingan gulma adalah penggunaan herbisida pratumbuh pada budidaya padi sawah irigasi. Pelaku usaha yang rasional tentunya akan meminimalisir resiko yang mungkin terjadi. Adanya kemungkinan resiko yang timbul dapat dideteksi dari catatan kejadian sebelumnya atau kebiasaan-kebiasaan yang terjadi secara berulang. Telah dilakukan kajian antisipasi pengurangan resiko finansial usahatani padi dengan tujuan untuk meminimalisir kerugian petani sawah dari kemungkinan ancaman hama dan gulma yang terjadi secara berulang. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Kegiatan kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani dilaksanakan di Desa Cigadung, Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes selama bulan Maret sampai Agustus 2011 dengan pendekatan on farm research yang melibatkan 12 orang koperator pada luas lahan 4 Ha. Kegiatan diawali dengan pemahaman masalah dan peluang untuk menyusun teknologi yang diterapkan . Data diperoleh melalui pengamatan dan record keeping selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil pemahaman masalah dan peluang (PMP) diketahui bahwa resiko terbesar usahatani padi musim tanam (MT) II adalah gangguan berbagai OPT (hama, gulma dan penyakit). Tindakan antisipatif yang berpeluang mengurangi resiko kerugian adalah penggunaan varietas toleran, seedteatment, herbisida pratumbuh dan monitoring perkembangan OPT. Petani pelaksana memperoleh bantuan benih,pupuk dan pestisida yang diperlukan dengan menerapkan teknologi antisipatif yang mengacu konsep PTT sebagai berikut : Tabel 1. Komponen teknologi yang diterapkan pada kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani padi di Kabupaten Brebes 2011. No KomponenTeknologi Keterangan 1 2
Varietas Seleksibenih
Inpari 6, MekonggadanInpari 8 Perambangandenganlarutangaram 3 % 162
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura No
KomponenTeknologi
3 4 5 6
Seedtreatment Jaraktanam Jumlahbibit Umurcabutbibit Dosispupuk
7 8
Pengendalian OPT Pemeliharaan
Juni, 2013
Keterangan Marshal ST 40 cm X 20 cm X 15 cm (Jajarlegowo 2:1) 1 bibit/tancap 15 harisetelahsebar Urea : 200 kg/ha, aplikasi 3 X sesuaiskorbagan warna daun (BWD) Phonska: 240 kg/ha, aplikasi 1 X KujangOrganik : 2000 kg/ha, aplikasisebelumtanam Monitoring denganPendekatan PHT Gulma diantisipasi dengan T-Gold.
Variabel Yang Diamati dan Analisis Data. Data yang dikumpulkan meliputi populasi/intensitas serangan hama dan penyakit, keragaan agronomis dan finansial pertanaman dengan membandingkan tanaman petani pada saat dan lokasi yang sama (Tabel 2). Data diperoleh dengan pengamatan secara langsung sedangkan data finansial melalui wawancara. Pengamatan hama dan penyakit dilakukan dengan metode diagonal sebanyak 20 rumpun per petak pada masing-masing varietas untuk dihitung intensitas serangannya. Tabel 2. Perlakuan pada kegiatan kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani padi di desa Cigadung – Brebes 2011. Perlakuan Sasaran 1. Penggerek batang di pesemaian 2. Gulma
Antisipatif (4 Ha)
EksistingPetani (Hamparan)
Seedtreatment(Marshal 25 ST)
Tidakada
Herbisida Pratumbuh (T-Gold 10 WP)
3. PenggerekBatang fase vegetatif
Insektisida sistemik (Furadan 3 GR)
4. Wereng Coklat
Penggunaan Varietas Toleran
Tidakada Penggunaan Pestisida Oplosandariberberapama campestisida Penggunaan Pestisida Oplosandariberberapama campestisida
Penggunaan Varietas Toleran, Tidak ada Tanam Jajar Legowo 2:1 Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif meliputi : biaya, pendapatan, keuntungan, kelayakan usahatani dan titik impas, sebagai berikut 5. Penyakit Kresek
1. AnalisisBiaya. Biaya yang digunakan selama proses produksi diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :
163
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
TC= TFC + TVC Keterangan : TC : Biaya total produksipadi( Rp/Ha/Periode) TFC :Biaya tetap total misalnya seperti sewa lahan (Rp/ha/periode) TVC: Biaya variabel total misalnya tenaga kerja dan sarana produksi (Rp/Ha/Periode) 2. AnalisisPenerimaan. Penerimaan kotor merupakan ukuran hasil perolehan dari penggunaan sumberdaya selama proses produksi pada tingkat harga tertentu (Rp/Ha), dihitung dengan rumus: TR = P X Y Keterangan : TR : Total penerimaangabah (Rp/Ha ) P : Harga per satuangabah (Rp/Kg) Y : Totalhasilgabah (Kg/Ha GKP) 3. AnalisisKeuntungan Keuntungan merupakan nilai penerimaan bersih dari kegiatan usaha tani padi, dihitung dengan rumus: ¶ = TR – TC Keterangan : ¶ : Keuntunganusahatani (Rp/Ha) TR : Penerimaantotal (Rp/Ha ) TC : Biayatotal (Rp/Ha) 4. Analisis Kelayakan Usahatani. Tingkat keuntungan relatif suatu usahatani dapat diketahui dari imbangan penerimaan dan biaya (Hernanto, 1989). Analisis kelayakan usahatani digunakan mengetahui sejauh mana kemampuan penggunaan biaya produksi dalam menghasikan penerimaan kotor, dihitung dengan rumus sebagai berikut: R/C = TR/TC Keterangan : TR : Penerimaantotal (Rp/Ha ) TC : Biayatotal (Rp/Ha) Usahatanidikatakanlayakapabilanilai R/C >1 5. AnalisisTitikImpas. Titik impas produksi atau harga digunakan untuk mentolelir penurunan produksi atau harga sampai batas tertentu dimana penerapan teknologi masih memberikan keuntungan normal. Perhitungan nilai titik impas produksi dan harga dihitung dengan rumus Rahmanto dan Adnyana (1997), sebagai berikut :
164
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
BEPY = TC/p Keterangan : BEPY : Titikimpasproduksi (Kg/Ha) TC : Biaya total usahatani (Rp/Ha) p : Hargagabah (Rp/GKP) Selanjutnya hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel-tabel. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karaktristik Lokasi SLPTT Padi Pengumpulan data dasar dilakukan pada awal pelaksanaan pendampingan. Data ini berguna untuk menentukan jenis dan pilihan teknologinya. Secara umum hamparan usahatani sawah di kecamatan Banjarharjo memiliki musim hujan normal yang biasanya turun pada bulan Oktober –Nopember dan kemarau datang mulai April hingga Juli. (Tabel 3) . Wilayah ini termasuk wilayah yang memperoleh aliran irigasi dari waduk Malahayu yang berjadwal rutin. Berdasarkan jadwal ini maka padi dapat ditanam sebanyak 2 kali setahun dan palawija satu kali atau 3 kali tanaman padi setahun tetapi pada MT III riskan kekurangan air. Oleh karena itu petani telah menyesuaikan diri dengan memaksimalkan pemanfaatan curah hujan pada awal musim atau akhir musim penghujan secara efektif dengan dukungan varietas berumur genjah dan pengolahan tanah yang cepat. Selain adanya dukungan irigasi berjadwal tersebut usahatani padi di Banjarharjo juga masih dibayangi oleh adanya hama dominan yang selalu muncul pada seluruh sentra produksi padi adalah yaitu sundep (penggerek batang) dan wereng coklat. Tabel 3. Karakteristik lokasi kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani padi di Kecamatan Banjarharjo, Brebes 2011. Indikator Keterangan 1. Awal hujan normal Akhir Oktober –awal Nopember 2. Awal kemarau Pertengahan Juni 3. Pola tanam setahun Padi-Padi- Padi atau Padi-Padi-Bero. 4. Ancaman hama dan penyakit Penggerek Batang, Wereng coklat, Kresek dominan 5. Musim tanam hasil terbaik IP 300 pada MT III , IP 200 pada MT I Hasil panen terbaik dari sentra padi IP 300 diperoleh pada musim kemarau atau MT III sedangkan pada IP 200 diperoleh pada MT I . Karakteristik ini tentunya dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis varietas yang akan dikembangkan maupun jenis aplikasi pupuknya Berdasarkan karakteristik tersebut petani telah melakukan adaptasi dengan memilih komponen teknologi yang dianggap sesuai berdasarkan pengalaman dan arahan dari pihak yang berkompeten seperti yang tercantum pada tabel 4. Dari tabel tersebut diketahui bahwa komponen teknologi eksisting ini sangat berbeda dengan petak kajian. Nampak bahwa petani tidak menggunakan pupuk organik sama sekali. Petani
165
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
menganggap bahwa penambahan pupuk organik belum diperlukan karena petani sudah mengembalikan jerami ke lahan lagi melalui mekanisme panen potong atas sehingga bagian yang tertinggal cukup banyak. Proses pengembalian bahan organik model demikian dari aspek biaya sangat hemat namun menimbulkan dampak negatif berupa terhambatnya pertumbuhan awal karena proses dekomposisi jerami yang belum sempurna. Selain itu penggunaan jerami yang belum terdekomposisi ini juga rawan terjadi penularan penyakit padi yang disebabkan oleh bakteri. Kondisi ini sudah dipahami petani akan tetapi mereka belum memilki alternative penanganannya terlebih pada pola IP 300 ini pengolahan tanah dengan sistem methuk yang amat singkat masa beronya. Melalui kajian ini diharapkan dapat diperoleh pembelajaran yang bermanfaat. Tabel 4. Tingkat penerapan teknologi petani sekitar lokasi kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani padi di Cigadung Brebes 2011 No KomponenTeknologi Keterangan 1 Varietas Ciherang 2 Seleksi benih Tidakada 3 Jarak tanam 25 cm X 25 cm 4 Jumlah bibit 3-4 bibit/tancap 5 Umur cabut bibit 25 harisetelahsebar 6 Dosis pupuk Urea : 200 kg/ha, aplikasi 2 X Phonska: 200 kg/ha, aplikasi 1X 7 Pengendalian OPT Pengendalian pamungkas 8 Pemeliharaan Menyesuaikan kondisi di lapangan Perkembangan Hama, Penyakit dan Gulma Hasil pengamatan tingkat serangan hama, penyakit dan gulma pada petak kajian disajikan pada tabel 5. Nampak bahwa secara umum kondisi hama, penyakit dan gulma populasinya cukup terkendali. Populasi penggerek batang tertinggi dijumpai pada varietas Mekongga dengan tingkat serangan sekitar 1 %. Serangan penggerek batang ditemukan pada fase vegetative aktif sampai primordial. OPT ini tidak ditemukan pada saat pertumbuhan awal. Hal ini diduga sebagai efek bekerjanya seedtreatment. Populasi penggerek batang tertinggi serangannya pada varietas Mekongga sedangkan 2 varietas lainnya tingkat keparahannya sangat rendah. Tabel 5. Hasil monitoring perkembangan OPT pada kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani padi di desa Cigadung – Brebes 2011. Populasi OPT Saat Jenis OPT Monitoring INPARI 6 INPARI 8 Mekongga 1. Penggerek Pesemaian Tidak Tidak Tidak batang ditemukan ditemukan ditemukan Vegetatif < 0,10 % <0,10 % 1 % Aktif Primordial < 0,10 % <0,10 % 1 %
166
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura 2. Hama putih
Pesemaian Vegetatif Aktif Generatif
3. Wereng coklat 4. Gulma 5. Kresek
Semua Fase Semua Fase Semua Fase
Juni, 2013
Tidak ditemukan Tinggi
Tidak ditemukan Tinggi
Tidak ditemukan Tinggi
Tidak ditemukan Tidak ditemukan Rendah Tidak ditemukan
Tidakditemukan Tidak ditemukan Tidak Tidak ditemukan ditemukan Rendah Rendah Tidak Tidak ditemukan ditemukan
Pada perlindungan awal fase generatif aktif dengan aplikasi Furadan 3 GR dengan dosis 17 kg/ha cukup efektif mengantisipasi serangan penggerek batang , namun pada petak tertentu hasilnya kurang efektif karena ketinggian airnya terlalu dalam dan tidak bisa dikeringkan. Hama utama lainnya terutama wereng coklat populasinya tidak ditemukan pada pengamatan semua fase pertumbuhan . Pengamatan pada hamparan lain yang berjarak sekitar 2 km dijumpai adanya serangan dan populasinya melebihi ambang ekonominya namun pada petak kajian sampai menjelang panen tidak ditemukan . OPT lain yang ditemukan adalah serangan hama putih yang sebarannya merata pada seluruh hamparan baik kajian maupun luar kajian. Hama ini putih berhasil dikendalikan dengan penyemprotan Marshal dengan hasil yang sangat efektif Pengganggu tanaman berupa gulma pada petak petani meskipun cukup berat secara umum dapat dikendalikan petani secara manual dan hasilnya cukup baik sehingga tidak dianggap sebagai masalah yang serius. Hasil penggunaan T-Gold pada petak perlakuan hasilnya sangat efektif sehingga tanaman tidak memerlukan penyiangan yang berarti. Para petani sangat tertarik dengan perlakuan ini karena pengendalian gulma secara manual biayanya cukup besar terlebih sering terkendala oleh cuaca ekstrim dan kelangkaan tenaga penyiangan. Pada petakan dengan perlakuan herbisida hanya tumbuh beberapa rumpun rumput Jawan yang terselip di dalam rumpun padi. Herbisida T-Gold memperoleh apresiasi petani karena hasilnya efektif dan setelah aplikasi tidak menyebabkan keracunan atau hambatan pertumbuhan pada padi. Hasil monitoring terhadap beberapa penyakit dominan belum ditemukan adanya indikasi serangan penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, jamur maupun virus. Kondisi ini terjadi diduga sebagai dampak positif diterapkannya penggunaan varietas toleran serta pemberian pupuk berimbang dengan kombinasi perlakuan jajar legowo . Pada pemupukan yang berimbang memungkinkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan penyakit sementara itu dengan jajar legowo densitas tanaman menjadi longgar sehingga mengurangi kelembaban disekitar lingkungan tumbuh padi .
167
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Keragaan Hasil dan Analisis Finansial. Hasil pengamatan komponen produksi disajikan pada tabel 6. Pada tabel tersebut nampak bahwa VUB Inpari 8 menunjukkan keragaan produksi yang tinggi dengan indikasi pada tingginya jumlah gabah isi per malai dan berat gabah. Dua indikator tersebut menentukan tingginya produksi yang dicapai meskipun jumlah anakan produktif masih lebih rendah dari varietas Mekongga dan varitas eksisting petani (Ciherang). Sementara itu pada varietas mekonggo memilki kelebihan jumlah anakan produktif yang lebih tinggi namun varietas tersebut hanya menghasilkan gabah isi permalai paling rendah dengan berat gabah yang rendah pula sehingga secara umum menghasilkan produktivitas yang paling rendah meskipun memperoleh perlakuan yang sama. Tabel 6. Keragaan komponen produksi pada kajian antisipasi pengurangan resiko usahatani padi di Kabupaten Brebes 2011. Eksisting Perlakuan Petani Indikator Mekongga Inpari 6 Inpari 8 1. Jumlah anakan produktif 13,76 10,1 12,8 13,40 2. Jumlah gabah isi/malai 51,2 59,9 72,2 48,05 3. Prosentase gabah hampa (%) 32,19 34,10 24,16 32,00 4. Berat gabah/100 butir (gr) 27,15 31,55 28,39 26,19 Dari aspek pencapaian produksi Inpari 8 terlihat paling menonjol (Tabel 7) hal ini dapat dijadikan indikator bahwa varietas tersebut cukup adaptif untuk dikembangkan di wilayah tersebut. Penggunaan Inpari 8 mampu meningkatkan produktivitas sampai 33,53 % dibandingkan dengan varietas eksisting. Hasil tersebut merupakan tingkat produktivitas tertinggi yang mampu dicapai pada hamparan tersebut. Keunggulan produksi Inpari 8 untuk saat ini belum menarik minat petani untuk mengembangkannya dengan alasan memiliki umur panen yang panjang. Dengan karakter tersebut petani menganggap bahwa Inpari 8 riskan diterapkan pada pola tanam eksisting karena selama ini pada MT III riskan akan kekurangan air. Petani mempertahan pola tanam yang ada dengan tetap menjaga agar MT III jadwalnya tidak mundur . Untuk mengantisipasi masalah tersebut petani memprioritaskan varietas yang memilki umur pendek meskipun produktivitasnya tidak setinggi Inpari 8 pada semua MT. Dari hasil analisis finansial nampak bahwa proteksi tanaman dengan mengandal monitoring mampu miningkatkan efesiensi usahatani ( Tabel 7). Secara umum terjadi penurunan biaya total usahatani sebesar 4, 03 % dibandingkan dengan perlakuan eksisting petani. Komponen teknologi pada petak kajian lebih beragam dan lebih intensif terutama dari jenis pupuk dan pestisida yang diberikan, namun demikian secara total nilainya lebih rendah dari pola petani. Hal ini bisa terjadi karena petani masih menerapakan penyiangan secara manual yang biayanya cukup besar yaitu mencapai Rp 600.000- Rp 1,100.000/ha dan biaya penggunaan pestisida berbagai jenis yang dicampur mencapai Rp 910.000/Ha. Sehingga apabila ditambah biaya lainnya 168
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
mencapai Rp 11.110.000 . Sementara itu pada petak kajian biayanya lebih hemat karena tidak ada biaya penyiangan. Apabila petani menggunakan Inpari 8 diperoleh tingkat keuntungan paling tinggi yaitu mencapai 52.49 % dibandingkan dengan pola petani. Atau secara umum dari perlakuan tersebut meningkatkan efisiensi usahatani sebesar 35,59 %. Tabel 7. Keragaan produksi dan hasil analisis finansial pada kajianantisipasi pengurangan resiko usahatani padi di Kabupaten Brebes 2011. Perlakuan Indikator EksistingPetani Mekongga Inpari 6 Inpari 8 1. Produktivitas (kg/ha gabah 5.888 6.382 9.200 6.115 kering giling =GKG) (-3,86) (4,18) (33,53) 2. Hargagabah (Rp/kg GKG) 3.500 3.500 3.500 3.500 3. Penerimaankotor (Rp/Ha) 20.608.000 22.337.000 32.200.000 21.402.500 (-4,70) (3,41) (32,99) 4. Total biayaproduksi 11.107.429 11.107.429 11.107.429 11.554.920 (Rp/Ha) (-4,03) (-4,03) (-4,03) 5. Penerimaanbersih (Rp/ha) 9.500.571 11.229.571 21.092.571 9.847.500 (-5,48) (10,76) (52,49) 6. BEP harga (Rp/kg)) 1.886 1.740 1.207 1.890 7. Keuntungan per unit 1.614 1.760 2.293 1.610 (Rp/kg GKG) (0,20) (8,48) (29,76) 8. R/C 1,86 2,01 2,9 1,87 (-0,64) (7,15) (35,59) Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan prosentase peningkatan dibandingkan dengan hasil eksisting petani Penggunaan pestisida secara baik dan benar masih terkendala oleh kurangnya pemahaman petani terhadap OPT sasaran dan dinamikanya. Selama ini tindakan pengendalian OPT di tingkat petani cenderung terlambat dan perkembangan OPT baru diketahui ketika sudah terjadi peledakan. Petani masih cenderung mengambil cara praktis penanganan OPT dengan cara pamungkas dengan mencampur beberapa jenis pestisida meskipun biayanya lebih tinggi dengan harapan hasilnya dapat lebih memuaskan. KESIMPULAN 1. Tingkat pencapaian produksi GKG melalui penerapan PTT danantisipasi pengurangan resiko finansial dipengaruhi oleh varietas yang dipergunakan. Inpari 8 memberi kontribusi tertinggi dalam pencapaian produktivitas yaitu 9,2 ton GKG/ha atau lebih tinggi sebesar 33,53 % dibandingkan dengan varietas eksisting,
169
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
sedangkan varietas Mekongga menunjukkan keragaan produksi terendah meskipun dengan perlakuan yang sama. 2. Pengendalian hama, penyakit dan gulma tanaman padi dengan perlakuan antisipasi berupa penggunaan varietas toleran, seed treatment, herbisida pratumbuh dan monitoring dinamika OPT mengurangi biaya produksi sebesar 4,03 % dan meningkatkan efisiensi usahatani sampai 35,59 % pada varietas Inpari 8 atau meningkatkan penerimaan bersih petani sampai 52,49 dibanding dengan perlakuan eksisting petani. UCAPAN TERIMA KASIH. Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. FMC yang telah membiayai kajian dan koordinator penyuluh pertanian lapangan serta tenaga harian lepas di BPP Banjarharjo Kabupaten Brebes yang telah membantu pengumpulan data. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2009. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedele Tahun 2009. Departemen Pertanian, Jakarta. Hendarsih S dan H. Sembiring. 2007. Status Hama Penggerek Batang Padi di Indonesia. Apresiasi Hasil Penelitian Padi. Bogor. Hendarsih S, D. Kertosaputro dan N. Kurniawati. 2007. Penyebaran penggerek batang padi di Pulau Jawa. Laporan Kegiatan. BB Padi. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Institut Pertanian Bogor.
Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
Natasomaran P and K. Moody. 1993. Weed management for rainfed lowland rice. Paper. The second annual meeting of the rainfed lowland rice consortium. Semarang, 10-13 February 1993. Rahmanto, B., dan M.O. Adnyana. 1997. Potensi SUTPA dalam meningkatkan kemampuan daya saing komoditas pangan di Jawa Tengah. Makalah Semnas Dinamika Ekonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Bogor 5-6 Agustus 1997. Badan Litbang Pertanian. Rubia EG, De Vries FW and T. Penning. 1990. Simulation of rice yield reduction caused by stemborer. IRRN 15(1):34. Sudir, Suprihatno dan TS. Kadir, 2009. Identifikasi patotipe Xanthomonas oryzae pv. Oryzae, Penyebab penyakit hawar daun bakteri di sentra produksi padi di Jawa. Penelitian Tanaman Pangan. Vol. 28 No 3.
170
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Untung K dan A. Trisyono, 2010. Wereng coklat mengancam swasembada beras. FPUGM. Yogyakarta. Wardhana IP. 2010. Hama wereng coklat kembali mengganas . Berita Puslitbangtan 45. Edisi November 2010. Bogor.
171