Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
PENGARUH JAMUR ANTAGONIS Paecilomyces lilacinus (PL 251) UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN KOPI Diding Rachmawati dan Eli Korlina Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur e-mail :
[email protected]
ABSTRACT In East Java has 105.433 ha of coffee plantation, is dominated by farmer’s plantation (46,8 %) with low producivity (557,01kg/ha/year). The lower of the productivity was because of the not good standard of plant management yet included the main pest management. The main pest of robusta coffee plant was i.e. are parasitic nematode and coffee berry borer (CBB/ Hypothenemus hampei). The attacked of parasitic nematode especially Pratylenchus coffeae, will decrease the production 80 %, while the CBB was 10 – 20 %. Once of the this parasitic control methode applicate of bionematicide :Paecilomyces lilacinus (PL 251) has already search in research plantation, but application of P. lilacinus in farmers field, was not been done yet. The aim of this assessement was to know the effect of P. lilacinus to control of parasitic nematode in farmers robusta coffee plantation. The assessement will done as a field research in robusta farmers coffee field, as a randomized block design in dusun Krajan, desa Kemiri, kecamatan Jabung, kabupaten Malang, will done from January till December 2007. There are three treatments : dranching of P. lilacinus 20 g/lt water/trees; spreat of P. lilacinus 20 g/trees and control (no P. lilacinus) . Each treatment replicated 4 times. The examination will done are nematode population in coffee root and the percentage of trees attacked/damage. The result of the of the assessement, six month after application, effect of P. lilacinus treatment, was decreasing the population of P. coffeae in the coffee root from 269,5 tail become 60,9 tail/10 g of root. The effect of P. lilacinus treatment, was decreasing the population of P. coffeae in the soil from 7,56 tail become 0 tail/10 ml of soil. In application of P. lilacinus dranching treatment, found higher number of colony compared with no fungi application, it was in between 12,08 in 10 2 – 5,9 in 10-3. While in application of P. lilacinus spreat treatment found smaller colony, it was in between 1,67 in 102 – 0,91 in 10-3 and in between 1,33 in 102 – 0,67 in 10-3 colony in control treatment. Keywords: coffee plantation , P. coffeae, P. lilacinus, PENDAHULUAN Perkebunan telah menjadi sumber pendapatan masyarakat, penghasil devisa negara dan pendukung perekonomian wilayah. Selain itu dari aspek social, perkebunan telah menjadi penyedia lapangan kerja yang cukup besar. Dari aspek ekologi perkebunan yang sebagian besar merupakan pohon, menjadi pendukung pelestarian sumberdaya alam, keaneka ragaman hayati dan lingkungan hidup. Ditinjau dari segi penyerapan tenaga kerja , sekitar 17,2 juta keluarga petani berada pada sektor on farm perkebunan yang juga mempunyai peranan dalam pengembangan wilayah terpencil 389
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
serta dukungannnya bagi pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Saat ini areal areal perkbunan masih didominasi oleh perkabunan rakyat. Lebih dari 80 % areal perkebunan yang saat ini telah mencapai 14 juta hektar diusahakan oleh petani perkebunan rakyat (Dirjen Bin. Prod. Perkebunan, 2005). Di Jawa Timur terdapat 105.433 ha tanaman kopi, seluas 49.448 ha atau 46, % nya adalah perkebunan rakyat, dengan rata-rata produktivitasnya hanya 557,01 kg/ha/tahun (Anonim, 2005). Keadaan ini masih jauh dibawah produksi kopi dari perkebunan besar negara yang mencapai ratarata 716,6 kg/ha/tahun. Bahkan pada beberapa perkebunan besar negara produktivitasnya di atas 1.000 kg/ha/tahun. Kondisi produktivitas yang rendah pada perkebunan rakyat tidak lepas dari masalah tehnik budidaya yang belum memenuhi standard yang baik terutama bahan tanam, pemupukan dan pengelolaan organisme pengganggu tama tanaman kopi. Salah satu organisme pengganggu utama yang sangat merugikan tanaman kopi robusta antara lain adalah nematoda parasit kopi Pratylenchus coffeae. Serangan nematoda parasit khususnya P. coffeae dapat menurunkan produksi sampai hampir 80 % (Wiryadiputra, 1991), dan merupakan spesies paling berbahaya pada tanaman kopi baik pada kopi arabika maupun robusta. Nematoda P. coffeae dijumpai hampir pada seluruh propinsi penghasil kopi di Indonesia antara lain: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan NTT. Serangan P. coffeae pada kopi robusa dapat mengakibatkan penurunan produksi ratarata 56,85 % dengan kisaran anara 28,73 % dan 78,45 %. (Wiryadipura, 1998). Di lapangan tanaman kopi yang terserang kelihatan kurus dengan batang berukuran kecil. Daun tua menguning dan gugur, sehingga tinggal hanya daun-daun pada ujung cabang dan batang. Daun-daun tersebut berukuran kecil, keriting dan menguning (khlorosis). Pada serangan berat tanaman mati. Namun proses kematian berlangsung lambat. Tanaman kopi yang terserang cenderung menunjukkan gejala kekurangan nitrogen (N) dan seng (Zn). Gejala serangan ini umumnya mulai tampak jelas pada musim kemarau. Hal ini disebabkan ketidak mampuan akar untuk menyerap air dan unsur hara karena sebagian besar akar serabut telah membusuk. Rusaknya akarakar serabut kopi ditandai dengan gejala tanaman kopi mudah di goyang dan di cabut (Wiryadiputra, 1994). Pengendalian nematoda parasit kopi di lapangan cukup sulit dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini disebabkan tanaman kopi merupakan tanaman tahunan dan nematoda umumnya memiliki sifat persisten di dalam tanah, selain kisaran inang yang lebar. Strategi pengendalian yang di sarankan adalah berpedoman pada pengendalian hama terpadu (PHT) serta memprioritaskan komponen pengendalian non kimiawi. Cara pengendalian nematoda dengan nematisida sintetis saat ini membutuhkan biaya tinggi, dapat menimbulkan dampak negatif, karena beracun bagi manusia dan hewan peliharaan, persisten dalam tanah, pencemaran terhadap air tanah serta 390
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
membunuh organisme yang bukan sasaran termasuk musuh-musuh alami nematode seperti jamur, bakteri dan mikroorganisme lain. Dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, pengendalian nematoda perlu diarahkan pada pengendalian secara hayati antara lain dengan menggunakan mikroorganisme antagonis (musuh alami, bionematisida), bahan organik, pergiliran tanaman dan tanaman yang berkhasiat pestisida. Penelitian aplikasi P. lilacinus dosis (formulasi) 4,0 g/liter/pohon pada pohon kopi produktif umur 4 tahun, pada tahun 1999/2000 dan tahun 2000, di kebun percobaan Sumberasin telah diketahui efektif menurunkan tingkat serangan nematoda parasit, namun sampai dengan satu tahun setelah aplikasi, populasi nematoda di akar masih belum berada di bawah ambang kendali (Anonim, 2000; 2001). Implementasi pengendalian biologi secara tidak langsung adalah dengan aplikasi bahan organik yang banyak mengandung agensia hayati nematode parasit, terutama dari golongan cendawan dan bakteri. Penggunaan bahan organik di samping meningkatkan toleransi tanaman, ternyata juga dapat menekan populasi nematoda sekitar 80 % (Wiryadiputra, 1986; Wiryadiputra, 1997). Dalam setiap program perlindungan tanaman di Indonesia, PHT telah merupakan dasr kebijaksanaan pemerintah dengan dasar hokum Inpres no. 3 tahun 1986 dan UU no 12 tahun 1992 (Untung, 1993). Sitepu dkk., (1997) menyarankan dalam melaksanakan kebijakan PHT hendaknya mengutamakan keterpaduan komponenkomponen yang kompatibel dan serasi dengan lingkungan setempat. Keadaan populasi nematoda parasit di lapang sangat bervariasi. Pada penelitian awal jumlah populasi nematoda di akar berkisar antara 497,4 – 5690,8 ekor per 10 g akar kopi. Penanaman tegetes di bawah kanopi daun sudah dapat menekan populasi nematoda diakar sampai lebih dari 90 %. Namun pada kondisi populasi nematoda parasit yang tinggi diperlukan cara pengendalian lain yang dapat menurunkan populasi sampai pada ambang kendali. Oleh karena prospek P. lilacinus ini cukup baik dalam mengendalikan nematoda parasit kopi, maka pengendalian P. coffeae pada kopi robusta dengan aplikasi P. lilacinus ini perlu dikaji lebih lanjut terutama di perkebunan kopi rakyat. Diharapkan aplikasi P. lilacinus dapat digunakan sebagai alternatif pengendali nematoda parasit pada kopi robusta di tingkat petani dan dapat digunakan untuk menyempurnakan rakitan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) kopi yang sudah ada. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahi pengaruh aplikasi P. lilacinus untuk mengendalian nematoda parasit pada tanaman kopi robusta di lahan petani. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan pada satu kawasan lahan kopi robusta, milik petani di dusun Krajan, desa Kemiri, Jabung Malang. Tinggi tempat 630 m diatas permukaan laut, dengan kemiringan tanah 30-50 U. Tipe iklim C menurut klasifikasi Schmit dan
391
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Ferguson. Lahan kopi robusta yang digunakan adalah lahan kopi yang terinfeksi nematoda parasit kopi. Pada pengkajian ini digunakan jamur P. lilacinus strain 251 (PL 251) yang dikembangbiakkan pada media padat beras jagung, hasil perbanyakan Pusat Penelitan Kopi dan Kakao Indonesia. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok , jumlah perlakuan 3 (tiga) yaitu : 1. Aplikasi P. lilacinus (biakan jagung), dosis 20 g/lt air/pohon secara siram 2. Aplikasi P. lilacinus (biakan jagung), dosis 20 g/pohon secara tabur 3. Kontrol (tanpa P. lilacinus) Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Jumlah pohon kopi masing-masing perlakuan adalah + 100 pohon. Pada pohon kopi yang diaplikasi P.lilacinus di beri pupuk organik/ bokasi. Selain itu juga diberi pupuk buatan dengan dosis sesuai anjuran Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Pengawalan dilakukan terhadap budidaya tanaman sehat dengan pembimbingan pelaksanaan komponen-nomponen PHT lainnya sesuai yang telah pernah di lakukan di SL-PHT kopi. Pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan hasil pengamatan fisik di lapang. Data yang dikumpulkan meliputi: (a)
keragaan populasi nematoda parasit di akar tanaman kopi .
(b)
keragaan serangan nematoda parasit pada tanaman kopi.
Cara pengamatan populasi nematoda parasit pada akar dan tanah adalah sebagai berikut: Untuk pengambilan contoh akar tanaman kopi pada petak yang diperlakukan dan petak kontrol dilakukan dengan cara mengambil dari 3 pohon kopi contoh, selanjutnya dijadikan satu dalam wadah plastik. Dengan demikian terdapat 1 contoh akar pada masing-masing perlakuan. Contoh akar (per 10 g akar) dan contoh tanah (per 100 ml tanah) tanaman kopi selanjutnya dianalisis dilaboratorium Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Analisis ekstraksi nematoda untuk contoh akar dilakukan dengan metode sentrifus dan identifikasi nematoda dilakukan menggunakan petunjuk dari Willmott et al (1972). Untuk pengamatan tingkat serangan nematoda pada tajuk tanaman kopi dilakukan dengan jalan menentukan secara acak 10 pohon contoh untuk setiap perlakuan, selanjutnya masing-masing pohon ditentukan skor kerusakan nematodanya. Pengamatan dilakukan menggunakan metode skoring mengikuti Wiryadiputra (1983), yaitu dengan skala nilai skor 0 – 5, nilai nol berarti tanaman sehat dan nilai 5 tanaman mati. Selanjutnya nilai intensitas serangan dalam bentuk skor dikonvesi menjadi persentase tingkat serangan menggunakan rumus Townsend-Heuberger (Anonim, 1975) sebagai berikut: ∑ (n · v) Intensitas serangan = { --------------------------} X 100 ( i · N ) 392
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
keterangan:
Juni, 2013
v = nilai skor i = nilai skor tertinggi n = jumlah tanaman dari masing-masing nilai skor yang diamati
N = jumlah total tanaman yang diamati Disamping itu diamati pula koloni jamur P. lilacinus dari rizosfer kopi per g tanah dan per g akar kopi . Cara pengamatan dilakukan dengan mengisolasi jamur P. lilacinus dari akar dan tanah di rizosfer kopi. Cara isolasi adalah : contoh akar beserta tanahnya diambil dari perakaran tanaman kopi yang diperoleh dari 10 contoh tanaman kopi. Isolasi jamur diambil dari rizosfer dengan metode pengenceran berseri. Campuran rizosfer dari 10 contoh tanaman diambil sebanyak 10 g, dilarutkan dalam Erlenmeyer berisi 90 ml air steril, kemudian dikocok dengan menggunakan pengocok putar (rotary shaker) pada kecepatan 200 rpm selama 30 menit. Hasil larutan tersebut diambil 1 ml, kemudian dimasukkan dalam 9 ml air steril sehingga menjadi pengenceran 10 -2, begitu seterusnya hingga 10 –3. Sebanyak 0,1 ml larutan dari masing-masing pengenceran tersebut disebar pada medium PDA + Kloramfenicol yang sudah dituang di cawan petri. Selanjutnya medium yang sudah disebari dengan 0,1 ml larutan tersebut di inkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah koloni jamur P. lilacinus yang tumbuh pada cawan petri. Pengamatan ini dilakukan 5 – 7 hari setelah isolasi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan populasi nematoda pada awal (sebelum aplikasi perlakuan) di areal pertanaman kopi rakyat di dusun Krajan merupakan daerah endemis nematoda P. coffeae bahkan di beberapa tempat populasinya melebihi ambang kendali yaitu sebanyak 82 ekor / 10 g akar kopi. Sehingga pengendalian nematoda P. coffeae mutlak dilakukan. Jamur P. lilacinus merupakan teknologi baru bagi petani kopi , sebab pengenalan maupun aplikasi di lapangan belum pernah di lakukan. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan populasi P. coffeae pada tanah dan akar kopi dan koloni jamur P. lilacinus di rizosfer kopi (pada akar). Hasil pengamatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: A. Keragaan populasi nematoda P. coffeae 1. Populasi nematoda pada akar kopi robusta Tabel 1. Rata-rata populasi P. coffeae pada 10 g akar kopi Rata-rata populasi P. coffeae per 10 g akar kopi *) Perlakuan Sebelum 2 bulan setelah 4 bulan setelah 6 bulan setelah perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan P. lilacinus siram 269,5 a 271,3 a 163,8 a 60,9 b P. lilacinus tabur 225,8 a 262, 5 a 112,5 a 116,0 b 393
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kontrol
287,5 a
1.026,0
b
611,3
b
570, 0
c
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95% Populasi nematoda pada tanah disekitar akar kopi robusta Tabel 2. Rata-rata populasi P. coffeae per 100 ml tanah Rata-rata poulasi P. coffeae per 100 ml tanah *) Perlakuan Sebelum 2 bulan setelah 4 bulan setelah 6 bulan setelah perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan P. lilacinus siram 7,56 a 10,00 a 8,75 a 0,00 a P. lilacinus tabur
7,50 a
11,25 a
3,75 a
1,80 a
Kontrol
9,20 a
18,75 a
12,50 a
8,25
b
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95% Hasil pengamatan populasi P. coffeae (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa 4 bulan setelah aplikasi perlakuan, populasi nematoda di akar dan tanah cenderung menurun. Penurunan populasi terjadi sampai 6 bulan setelah aplikasi perlakuan. Pada perlakuan dengan cara siram populasi nematoda di akar turun dari 269,5 ekor/10 g akar kopi menjadi 60,9 ekor/10 g akar. Sedangkan di tanah populasi nematoda turun dari 7,65 ekor/100 ml tanah menjadi 0 ekor/100 ml tanah. Pada perlakuan jamur antagonis dengan cara disiram penurunan populasi nematoda di akar dan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan cara tabur. Hal ini diduga karena kondisi media untuk perkembangan jamur lebih lembab sehingga jamur lebih cepat berkembang untuk menekan populasi nematoda parasit. Dikemukakan oleh Burges (1998), spora jamur Paecilomyces sp. dapat berkecambah dengan baik pada suhu 22 C dan kelembaban udara 90 %. B. Jumlah koloni jamur P. lilacinus dari rizosfer kopi robusta Tabel 3. Jumlah koloni jamur P. lilacinus di rizosfer kopi Rata-rata jumlah koloni jamur P. lilacinus pada rizosfer Perlakuan kopi *) 2 bulan setelah 4 bulan setelah 6 bulan setelah perlakuan perlakuan perlakuan -2 -3 -2 -3 10 10 10 10 10 -2 10 -3 P. lilacinus siram 8,85 b 6,67 b 2,00 b 0,50 a 12,08 b 5,90 b P. lilacinus tabur
6,42 ab
3,25 ab
0,08 ab
0,41 a
1,67 a
0,91 a
Kontrol
0,50 a
0,67 a
0,00 a
0,00 a
1,33 a
0,67 a
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95% 394
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Hasil pengamatan koloni P. lilacinus di akar menunjukkan bahwa 2 bulan setelah aplikasi, jumlah koloni terbanyak pada perlakuan aplikasi P. lilacinus baik yang disiram maupun yang di tabur. Namun pada perlakuan kontrol ditemukan juga jamur tersebut meskipun dalam jumlah yang lebih kecil, hal ini menunjukkan bahwa di lingkungan perkebunan kopi rakyat di dusun Krajan, dapat ditumbuh jamur P. lilacinus. Tetapi di alam populasinya hanya sedikit, sehingga jika dilakukan tambahan (aplikasi tambahan) populasi dapat meningkat lebih tinggi. Keadaan ini diharapkan dapat menekan perkembangan populasi nematoda P. coffeae di perakaran kopi (Tabel 3). C. Tingkat kerusakan tanaman kopi robusta Tabel 4. Tingkat kerusakan tanaman kopi robusta Rata-rata tingkat kerusakan tanaman kopi robusta *) Perlakuan 4 bulan setelah perlakuan 6 bulan setelah perlakuan P. lilacinus siram 12,5 a 16,0 a P. lilacinus tabur
17,5 a
26,0 a
Kontrol
37,5 b
58,0
b
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
Tingkat kerusakan kopi robusta pada 6 bulan setelah perlakuan masih tinggi dibandingkan dengan pegamatan sebelumnya pada semua perlakuan. Apabila dihubungkan antara Tabel 1, 2 dan 3 maka diperoleh hasil bahwa penurunan jumlah populasi nematoda di akar dan tanah serta bertambahnya jumlah koloni jamur antagonis di akar masih menyebabkan tingkat kerusakan tanaman kopi yang masih tinggi, hal ini diduga karena pada saat pengamatan tingkat kerusakan tanaman kopi hujan masih belum turun yang menyebabkan akar tanaman kopi masih belum pulih sehingga keragaan tanaman kopi masih kurang baik (Tabel 4). KESIMPULAN Pada perlakuan yang diaplikasi jamur P. lilacinus secara siram berpengaruh terhadap penurunan populasi nematoda P. coffeae di akar dari 269,5 ekor/10 g akar menjadi 60,9 ekor/10 g akar ( %), dan populasi di tanah menurun dari 7,56 ekor/100 ml tanah menjadi 0 ekor/ 100 ml tanah (100 %)’ di akar kopi ditemukan jumlah koloni jamur P. lilacinus yang lebih banyak yaitu berkisar antara 12,08 pada 102 dan 5,9 pada 10-3 , sedangkan pada perlakuan aplikasi jamur P. lilacinus secara tabur ditemukan jumlah koloni jamur berkisar antara 1,67 pada 102 dan 0,91 pada 10-3, pada perlakuan control ditemukan jumlah koloni berkisar antara 1,33 pada 10 2 dan 0,67 pada 10-3 .
395
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1975. Field trial manual. CIBA-GEIGY. Agrochemical Division. Switzerland. ----------. 2000. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 1999/2000. Bagian Proyek Penelitian PHT Tanaman Perkebunan di Jember. Departemen Kehutanan dan Perkebunan . Direktorat jenderal Perkebunan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2000. 39-46 ----------. 2001. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 2000. Bagian Proyek Penelitian PHT Tanaman Perkebunan di Jember. Departemen Kehutanan dan Perkebunan . Direktorat jenderal Perkebunan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2001. 31-44 ----------. 2005. Statistik Perkebunan Indonesia 2005. Kopi. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. 59 hal.. Burges H.D. 1998. Formulation of microbial biopesticides. Kluwer Academic Publishers. London 412 p. Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2005. Kebijaksanaan, Sistem Kelembagaan dan Keragaan PHT Perkebunan di Indonesia. Makalah pada Ekspose dan Pameran PHT. Memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu untuk Mendukung Pembangunan Perkebunan yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan,Yogyakarta 28 – 29 Mei 2005. 9 p. Sitepu, D., A. Kardinan dan A. Asman. 1997. Hasil penelitian dan peluang penggunaan pestisida nabati. Seminar Evaluasi dan Pemantapan Program PHT Tanaman Perkebunan. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor 23-24 April 1997. 1-2. Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. 69 70. Willmott, S., P.S. Gooch, M.R. Siddiqi and M. Franklin (eds) .1972. CIH descriptions of Plant Parasitic Nematodes. Commonwealth Aggricultural Bureaux. London. England. Wiryadiputra, S. 1983. Populasi nematoda parasit pada berbagai tingkat kerusakan tanaman kopi robusta. Menara Perkebunan 51 (3): 70 – 74. ---------------------. 1986. Fumigasi tanah untuk pembibitan kopi dan kakao. Warta BPP Jember. 4. 16-21.
396
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
---------------------. 1991. Hasil survei nematoda parasit kopi di Indonesia. Prosiding Kongres Nasional XI dan seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. UjungPandang, 24- 26 September. 1991. 10 – 12. ----------------------.1994. Kesesuaian inang nematoda Pratylenchus coffeae pada beberapa tanaman perkebunan dan penaung kopi. Pelita Perkebunan. 10 (1). 21-30. ----------------------. 1997. Pengaruh pupuk kandang dan penyiraman larutan oksamil terhadap populasi Pratylenchus coffeae dan pertumbuhan kopi Arabika Kartika. Prosiding Kongres XIV dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Palembang, 27-19 Oktober 1997. Vol II. 186-189. ----------------------. 1998. Pengelolaan nematoda parasit pada tanaman kopi di Indonesia.Kumpulan Meteri Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Kopi No. Seri 017PL T 05.98. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute. Jemer. Mei 1998 . 1- 15.
397