Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
KAJIAN AGRO INDUSTRI PERBENIHAN JAGUNG KOMPOSIT DI KECAMATAN SANGGAR KABUPATEN BIMA, NTB Sudarto, Nani Herawati dan Putu Cakra A. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB E-mail :
[email protected]
ABSTRACT The use of high quality seed is one of the factors in improving corn plants productivity. The main problem undergone by farmers in Sanggar District, Bima Regency is that they are too dependent on the hybrid corn seed which is often lack in stock when they need. Even though it is available, most of the farmers could not buy due to the costly price. This is because information and promotion of composit corn seed (having free pollen) as a more suitable seed for their economic and agroecological condition is not widely spread enough among farmers. The same problem happen to fertilizer, in which it is not available when the farmers need it, whereas the hybrid corn affects significantly towards the productivity if in it is wrong and not proper in its application. Another problem is that when the farming done on a dry soil agroecosystem which verily dependent on the rainfall and rainday, suitability of the corn type to be developed have to be also considered. In such limited condition, the most realistic alternative is the use of composit corn (having free pollen). Composite corn is very tolerant to the drought that is suitable with the wavy topography, small fertilizer response, and the farmers could provide their own seed with proper selection. In addition, in this area, there is no cultivation of seedings activity because the farmers do not know much how to do that. Therefore, the cultivation of seedings activity is done to develope an agro industry of composite corn culture medium in the village as well. This study done in Sanggar District Bima Regency on May to September 2012. It aims at understanding comprehensively about the agronomy posture and the economic profit different between corn seed production and corn production for cosumption. Descriptive analysis of the agronomy posture and economic analysis like RCR and MBCR calculation were done on this study. The analysis result of the composite corn culture medium is more profitable compared to producing cosumption corn. It is revealed by the profit obtained from the corn culture medium with the amount Rp. 31.164.100 compared to Rp. 8.531.000 for cosumption corn production. Kata kunci : agro industri, perbenihan, jagung komposit PENDAHULUAN Di Indonesia jagung merupakan komoditas terpenting ke dua setelah padi. Data menunjukkan bahwa 63 % kebutuhan jagung digunakan untuk pangan, 30,5 % untuk pakan dan sisanya untuk industri (Sunanjaya dan Resiani, 2011). Selanjutnya Asbenindo (2007) menyatakan bahwa permintaan jagung dari tahun ke tahun terus meningkat dan ini terjadi tidak hanya di pasar domestik tetapi juga pasar dunia. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya angka impor dari beberapa negara seperti Jepang dan Korea 329
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Selatan. Permintaan jagung ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk terus berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas. Di Nusa Tenggara Barat (NTB) luas panen jagung pada tahun 2012 seluas 59.078 ha dengan produktivitas 3,32 ton/ha (BPS, 2012 a), terdapat kesenjangan produktivitas jika dibanding dengan hasil – hasil penelitian yang pernah dilakukan di NTB. Sementara itu, dikecamatan Sanggar memiliki potensi lahan untuk pengembangan tanaman jagung seluas 6.450 ha pada lahan kering dan 465 ha pada lahan sawah (BPS, 2012 b). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wahid et.al (2002), petani dengan melaksanakan paket rekomendasi menghasilkan jagung pipil kering sebanyak 5 – 6 t/ha, sementara itu penelitian yang memadukan varietas unggul bermutu bersari bebas dengan teknologi inovatif mampu menghasilkan jagung sebanyak 7 – 9 t/ha (Saenong dan Subandi, 2002). Selanjutnya hasil kajian yang dilakukan pada lahan kering di Desa Sambelia kabupaten Lombok Timur dengan menggunakan jagung bersari bebas varietas Lamuru dapat menghasilkan produksi jagung pipil kering sebanyak 7,87 t/ha, lebih tinggi disbanding dengan teknologi petani 4,81 t/ha (Zubactirodin, 2004). Salah satu faktor utama rendahnya produktivitas adalah penggunaan benih yang tidak bermutu/bersertifikat. Propinsi NTB memiliki program unggulan yang harus didukung oleh semua instansi terkait yaitu program peningkatan produksi saPI, Jagung dan Rumput laut (PIJAR). Program ini sudah mulai menampakkan hasilnya dengan meningkatnya luas tanam, produktivitas dan produksi khususnya jagung setiap tahunnya (Pemda NTB, 2009). Disamping hasil positif yang dicapai, ada masalah mendasar yang dialami petani yaitu petani terlalu bergantung pada benih jagung hibrida yang sering kurang tersedia pada saat dibutuhkan, kalaupun tersedia banyak petani yang tidak mampu membelinya karena harga yang cukup mahal antara Rp. 50.000 – Rp. 80.000, artinya bahwa petani membutuhkan dana antara Rp. 1.000.000 – Rp. 1.600.000/ha hanya untuk keperluan benih saja. Hal ini sebagai akibat dari kurangnya informasi dan promosi terhadap benih jagung komposit (bersari bebas) yang sesungguhnya lebih sesuai dengan kondisi ekonomi dan agroekologi sebagian besar petani di pulau Sumbawa. Masalah yang sama juga terjadi pada pupuk, dimana saat dibutuhkan tidak tersedia padahal jagung hibrida pengaruhnya sangat signifikan terhadap produktivitasnya jika salah dan kurang tepat dalam aplikasinya. Masalah lainnya, bila usahatani dilakukan pada agroekosistem lahan kering yang notabene sangat bergantung pada curah hujan dan hari hujan, maka kesesuaian jenis jagung yang akan dikembangkan juga harus diperhatikan. Dalam kondisi keterbatasan tersebut di atas, maka alternatif yang paling relaistis adalah penggunaan jagung komposit (bersari bebas). Jagung komposit sangat toleran terhadap kekeringan, sesuai pada wilayah dengan topografi bergelombang, respon pupuk sedikit dan petani dapat menyediakan benih sendiri dengan seleksi yang benar. Harga benih jagung komposit juga relatif murah antara Rp. 15.000 – Rp. 20.000/kg
330
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Selain varietas unggul yang mampu memberikan produktivitas tinggi, kualitas benih juga merupakan salah satu faktor penentu tingginya produktivitas. Pemilihan suatu varietas unggul yang sesuai, dengan benih yang berkualitas merupakan langkah awal menuju keberhasilan dalam usahatani jagung. Benih berkualitas tinggi adalah benih yang mempunyai viabilitas tumbuh lebih dari 95% pada saat 4 hari setelah tanam dalam kondisi normal (Zubachtirodin et al., 2007). Ketersediaan benih berkualitas dengan jumlah cukup, tepat waktu, dan mudah diperoleh petani memegang peranan penting, dan hal ini tidak terlepas dari peranan para penangkar benih yang cukup besar. Agar terjalin kesinambungan yang berlanjut antara penghasil dengan pengguna teknologi, utamanya varietas maka penyediaan benih yang berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting. Apabila kebutuhan benih jagung bermutu di wilayah ini dapat dipenuhi dari penagkaran benih diwilayah produksi jagung yang diharapkan dapat meningkat, tetapi juga pendapatan dan kesejahteraan para petani (termasuk petani penagkar benih) akan meningkat pula. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan penangkaran benih jagung komposit sebagai salah satu usaha penumbuhan agroindustri perbenihan di pedesaan, untuk memahami secara lebih komprehensif tentang keragaan agronomi dan perbedaan keuntungan ekonomi antara produksi benih jagung dan produksi jagung untuk dijual konsumsi. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pengkajian dilakukan di kecamatan Sanggar Kabupaten Bima - Nusa Tenggara Barat pada bulan Mei sampai dengan September 2012 pada lahan sawah musim kemarau pertama (MK I). Luas lahan dan Jumlah Petani Luas lahan penagkaran benih jagung komposit adalah 17 ha, dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak 14 KK (petani), pada 4 kelompok tani dari 7 kelompok tani yang ada di kecamatan Sanggar yang tergabung pada “asosiasi petani jagung”. Varietas yang digunakan Srikandi Kuning, penangkaran benih pokok/stok seed (SS). Proses Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Komposit Sebelum dilakukan pengkajian terlebih dahulu dilakukan analisis situasi yaitu mengidentifikasi kondisi wilayah dengan melibatkan kelompok tani, tokoh masyarakat, petugas lapang, kepala desa, kepala dusun, pedagang dan lain sebagainya. Hasil analisis situasi menunjukkan bahwa di kecamatan Sanggar setiap kali musim tanam petani selalu bergantung pada benih jagung hibrida yang notabene sering kurang tersedia diwilayah tersebut. Kalaupun tersedia harga benih sangat mahal dan banyak petani yang tidak mampu membelinya, sehingga sering dijumpai petani menggunakan benih turunan atau menggunakan benih jagung lokal. Melihat potensi wilayahnya, kecamatan Sanggar sangat sesuai untuk pengembangan dan peningkatan produksi jagung. Masalah
331
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
mendasar bukan semata-mata petani tidak paham pentingnya penggunaan benih bermutu, melainkan disebabkan karena selain mahalnya harga benih jagung hibrida juga informasi cara memperoleh atau memproduksi benih sendiri yang memenuhi standar mutu. Alternatif yang dapat diputuskan untuk memenuhi kebutuhan benih sendiri adalah dengan penumbuhan agroindustri perbenihan jagung komposit. Berkaitan dengan hal tersebut, maka langkah-langkah yang ditempuh dalam penumbuhan agroindustri perbenihan adalah : Pertama, Identifikasi petani dan kelompok petani peserta. Terdapat sekitar 147 orang (KK) anggota kelompok tani yang tergabung dalam 7 kelompok tani dengan luas areal 183,75 ha. Kedua, Pelatihan teknik perbenihan jagung komposit. Pelatihan dilakukan pada musim kemarau I (bulan Mei), selain dihadiri oleh calon petani penangkar (14 KK) juga anggota kelompok tani yang lain. Materi pelatihan adalah : pemahaman tentang klasifikasi/kelas – kelas benih, pengenalan beberapa varietas jagung komposit (bersari bebas), penanaman, pemupukan, penyiangan dan pembubunan, rouging, panen dan penanganan pasca panen. Ketiga, Implementasi proses produksi benih dengan pendampingan secara intensif oleh tim pengkaji BPTP NTB, bekerjasama dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) kabupaten Bima dan penyuluh setempat. Benih sumber pada penangkaran ini adalah Benih Dasar/Foundation Seeds (BD/FS) sebanyak 340 kg merupakan benih yang diperoleh dari hasil perbanyakan benih penjenis dan didatangkan langsung dari Balit Serealia Maros, Sulawesi Selatan. Hasil penangkaran tersebut akan diperoleh Benih Pokok/Stock Seeds (BP/SS). Benih pokok ini digunakan sebagai sumber benih untuk memproduksi kelas benih sebar/extension seeds (BR/ES) yaitu benih yang digunakan petani untuk memproduksi jagung dengan tujuan konsumsi (Zubachtirodin et.al, 2007). Benih pokok tersebut yang nantinya akan dikembangkan di lahan kering pada musim hujan. Langkah ke-empat adalah pelaksanaan penagkaran benih jagung komposit di lapangan mengikuti/sesuai standar lapangan pada sertifikasi benih. Teknik produksi sesuai rekomendasi yang meliputi cara tanam, jarak tanam, pemupukan (cara, waktu dan dosis), penyiangan dan pembubunan, rouging, panen dan penangan pasca panen diterapkan pada proses produksi benih di lapangan. Serangkaian kegiatan ini adalah pengendalian mutu benih secara internal (internal seed quality control) yang dilakukan oleh penangkar dengan pendampingan teknologi oleh BPTP dan petugas lapang. Sedangkan langkah ke-lima, pengendalian mutu benih secara ekternal (external seed quality control) yang dilakukan oleh intansi/lembaga yang berkompeten, yakni BPSB kabupaten Bima. Kegiatan ini meliputi pengambilan contoh (sample) calon benih dari setiap penangkar untuk dilakukan uji laboratorium dalam rangka evaluasi mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis benih. Benih yang memenuhi syarat (dinyatakan lulus sertifikasi) kemudian dibuatkan label sesuai kelas benih yang diusulkan. Label benih memuat informasi tentang nama dan alamat produsen benih, mutu genentik, mutu fisik dan mutu fisiologis serta tanggal kedaluwarsa yang menunjukkan batas waktu masa 332
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
edar benih bersertifikat tersebut. Label benih wajib diikut sertakan dalam kantongkantong/kemasan benih (Zainal dan Didik, 2010). Benih jagung komposit bersertifikat yang diproduksi oleh asosiasi petani jagung kecamatan Sanggar ini dikemas dalam kemasan/kantong plastik berkapasitas 5 kg. Metode analisis Data agronomi yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif, begitu pula dengan data ekonomi. Untuk mengetahui kelayakan usaha, dilakukan analisis terhadap struktur biaya dan pendapatan dengan menggunakan analisis parsial (partial budget analysis). Jika analisis usaha perbenihan jagumg komposit dianggap layak, maka nilai Gross B/C akan lebih besar dari satu. Menurut Kasijadi dan Suwono (2001); Samuelson dan Nordhaus (1995); Debertin (1986); Malian et al (1987) dalam Zainal dan Didik (2010), formulasi dari Gross B/C adalah sebagai berikut : Gross B/C = Dimana : P = Harga produksi (Rp/kg) Q = Jumlah produksi (kg/ha) Bi = Biaya produksi ke-I (Rp/ha) Untuk mengetahui tingkat kelayakan dari perubahan komponen teknologi penangkaran benih dapat melalui pendekatan analisis titik impas produksi (TIP) dan titik impas harga (TIH) dengan menggunakan losses and gains melalui marginal B/C dan biaya marginal (MBCR) sebagai berikut (Rahman dan Saryoko, 2008 dalam Zainal dan Didik, 2010) : MBCR = Dimana : Q1 = Produksi benih jagung (kg) Q2 = Produksi jagung konsumsi (kg) P1
= Harga produksi benih jagung (Rp)
P2
= Harga produksi jagung konsumsi (Rp)
C1 = Jumlah biaya untuk memproduksi benih jagung (Rp) C2 = Jumlah biaya untuk memproduksi jagung konsumsi (Rp) Dengan analisis TIP maka akan diketahui produksi minimum usaha perbenihan jagung yang menguntungkan, sedangkan dengan analisis TIH akan diketahui berapa harga minimal benih jagung agar usaha penangkaran benih dapat menguntungkan. 333
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Untuk mengetahui perbandingan tingkat keuntungan usaha perbenihan atau seberap jauh usaha tersebut menguntungkan, maka dapat dianalisis dengan nisbah peningkatan keuntungan bersih (NKB) dengan persamaan sebagai berikut (Adnyana dan Kariyasa, 1995 dalam Zainal dan Didik, 2010) :
NKB = Dimana : NKB = Nilai peningkatan keuntungan bersih = Keuntungan bersih dari penangkaran benih jagung (Rp) = Keuntungan bersih dari produksi jagung konsumsi (Rp) HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan agronomi Varietas Srikandi Kuning dilepas pada tahun 2004 (Firdaus et al., 2004). Beberapa data agronomi yang dikumpulkan meliputi umur panen, bentuk batang, warna batang, tinggi tanaman dan lain sebagainya. Untuk mengetahui keragaan data agronomi dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Keragaan data agronomi No Keragaan Keterangan 1 Umur panen 107 hari 2 Batang Tegap 3 Warna batang Hijau 4 Tinggi tanaman 191 cm 5 Keragaman tanaman Seragam 6 Warna biji Kuning 7 Baris biji Lurus 8 Jumlah baris biji/tongkol 15 9 Berat 1000 biji 273 gram 10 Produksi kotor 6.200 kg 11 Produksi benih 2.890 kg Sumber : data primer diolah (2012). Tabel 1 terlihat bahwa umur panen varietas Srikandi Kuning pada pengkajian adalah 107 hari, masih pada kisaran diskripsi varietas tersebut (Firdaus et al., 2004), hal ini diduga kondisi iklim di Bima yang ada kemiripan dengan asal sumber benih yakni di daerah Maros sehingga umur panen tepat waktu. Begitu pula terhadap produksi yang dihasilkan, varietas yang ditanam mampu menghasilkan produksi kotor sebanyak 6.200 kg/ha dan setalah dilakukan prosesing menjadi benih diperoleh produksi benih sebanyak 2.890 kg/ha. 334
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Mekanisme agroindustri perbenihan dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Mekanisme teknologi perbenihan jagung komposit Dalam proses produksi benih BPTP NTB, BPSB kabupaten Bima dan petugas lapang melakukan pendampingan mulai dari teknologi produksi. Selain itu, BPSB juga memfasilitasi dan melakukan bimbingan lapangan dalam sistem produksi dan penanganan pasca panen. Dalam sistem produksi bersama-sama dengan BPTP melaksanakan bimbingan langsung dilapangan. Selama kegiatan berlangsung (masa pertumbuhan) BPSB melakukan kunjungan lapang dan mengadakan pengawasan mutu serta penilaian kelayakan untuk proses selanjutnya. Sementara dalam penanganan pasca panen akan memfasilitasi pengujian laboratorium dan sertifikasi benih/pengesahan label. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik warna putih susu dan masing-masing kantong plasti berisi 5 kg benih.
335
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Keragaan ekonomi usaha perbenihan jagung komposit Perbandingan analisis usahatani pendapatan bersih antara perbenihan jagung dengan produksi jagung konsumsi disajikan pada Tabel 2 : Tabel 2. Analisa usahatani produksi perbenihan dan jagung konsumsi, 2012. Produksi benih jagung Produksi jagung konsumsi Harga Jumlah Harga Uraian Jumlah satuan Nilai (Rp) satuan satuan Nilai (Rp) satuan (Rp) (Rp) A. Sewa lahan 2.000.000 2.000.000 B. Biaya 1. Saprodi - Benih (kg) 20 50.000 1.000.000 20 65.000 1.300.000 - Urea (kg) 250 1.700 425.000 300 1.700 510.000 - NPK (kg) 150 2.000 300.000 100 2.000 200.000 - Furadan (kg) 2 12.500 25.000 - Calaris (kg) 1 300.000 300.000 - Plastik kemasan (lb) 578 1.300 751.000 Total saprodi 2.801.400 2.010.000 2. Tenaga kerja - Persiapan lahan 6 30.000 180.000 6 30.000 180.000 - Penanaman 20 30.000 600.000 20 30.000 600.000 - Pemupukan 6 30.000 180.000 6 30.000 180.000 - Penyemprotan 2 30.000 60.000 - Penyiangan 15 30.000 450.000 32 30.000 960.000 - Panen 15 30.000 450.000 14 30.000 420.000 - Penjemuran tongkol 3 30.000 90.000 3 30.000 90.000 - Pipil (Rp. 6000/kw) 62 6.000 372.000 64 6.000 384.000 - Sortir biji calon benih 3 30.000 90.000 - Penjemuran 2 30.000 60.000 - Pengemasan 3 30.000 90.000 Total tenaga kerja 2.622.000 1.854.000 3. Lain-lain - Biaya supervisi 300.000 tenaga BPSB - Uji laboratorium 150.000 - Kertas label (lb) 1.000 17,5 17.500 - Karung (lb) 150 2.500 375.000 130 2.500 325.000 - Sealler 1 1.500.000 1.500.000 Total lain-lain 2.342.500 325.000 Total biaya 9.765.900 6.189.000 C. Pendapatan 1. Produksi (kg) - Benih 2.100 15.000 31.500.000 - Jagung konsumsi 4.100 2.300 6.400 2.300 14.720.00 336
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
9.430.000 40.930.000 31.164.100 4,19 34,74 3,65
Juni, 2013
0 14.720.000 8.531.000 2,37
Total pendapatan 2. Keuntungan (Rp) 3. R/C 4. MBCR 5. NKB Sumber : Analisa data primer - Sebelum kegiatan perbenihan : Base line survey tahun 2011 - Kegiatan perbenihan jagung : Survey input-output usaha perbenihan jagung komposit 2012
Pada Tabel 2 terlihat bahwa usahatani perbenihan jagung komposit lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan memproduksi jagung konsumsi, hal ini ditunjukkan dengan keuntungan yang diperoleh dari usaha perbenihan jagung sebesar Rp. 31.164.100 dibanding Rp. 8.531.000 untuk produksi jagung konsumsi. Pada usaha perbenihan jagung, selain diperoleh produksi benih juga dihasilkan produksi jagung konsumsi yang berasal dari hasil sortiran yang berupa jenis tongkol kecil, tongkol dengan tumbuh biji tidak normal, hasil sortir dari biji yang terletak dibagian bawah dan ujung tongkol (3-4 baris) terpilih, hasil jagung pipil yang retak dan lain sebagainya. Pada usaha perbenihan juga terdapat penambahan biaya sebesar Rp. 2.342.500 untuk pembelian sealer, plastik kemasan, kertas label, uji laboratorium dan supervise tenaga dari BPSB. Dengan tambahan biaya dan pendapatan tersebut diperoleh nilai MBCR sebesar 34,74 hal ini menunjukkan bahwa setiap tambahan Rp. 1.000 untuk merubah usahatani jagung konsumsi menjadi usaha perbenihan diperoleh tambahan keuntungan sebesar Rp. 34.740. Begitu pula nilai NKB, untuk usaha perbenihan adalah 3,65 ini berarti usaha perbenihan jagung mampu meningkatkan pendapatan petani sebanyak 3,65 kali jika dibandingkan dengan hanya memproduksi jagung konsumsi yang selama ini dilakukan. Nilai TIP dan TIH pada masing-masing usahatani disajikan dalam Tabel 3. Terlihat bahwa usaha perbenihan jagung maupun usahatani produksi jagung konsumsi memiliki TIP dan TIH yang lebih rendah dari yang telah dicapai. Hal ini berarti sepanjang produksi benih jagung tidak kurang dari 651 kg/ha dan harga per kg tidak kurang dari Rp. 4.650 maka usaha perbenihan tidak mengalami kerugian, begitu pula pada usahatani produksi jagung konsumsi. Tabel 3. Nilai TIP dan TIH masing-masing usahatani perbenihan dan produksi jagung konsumsi di kecamatan Sanggar-Bima, 2012. No Uraian TIP (kg/ha) TIH (Rp/kg) 1 Usahatani perbenihan jagung 651 4.650 komposit 2 Usahatani jagung konsumsi 2.690 967
337
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
KESIMPULAN 1. Usaha penangkaran benih jagung telah menjadikan salah bentuk usaha agroindustri perbenihan jagung komposit dan mampu memenuhi kebutuhan benih sendiri bagi petani diwilayah kecamatan Sanggar kabupaten Bima. 2. BPSB kabupaten Bima akan selalu memfasilitasi kegiatan perbenihan yang dilakukan oleh asosiasi petani jagung kecamatan Sanggar. 3. Hasil analisis usahatani perbenihan jagung komposit lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan memproduksi jagung konsumsi, hal ini ditunjukkan dengan keuntungan yang diperoleh dari usaha perbenihan jagung sebesar Rp. 31.164.100 dibanding Rp. 8.531.000 untuk produksi jagung konsumsi. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa, 1995. Model Keuntungan Kompetitif Sebagai Alat Analisis Dalam Memilih Komoditas Unggulan Pertanian. Iformatika Penelitian. Volume 5 (2). 1995. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Asbenindo, 2007. Inovasi Tteknologi Jagung Mendukung Pertanian. Departemen Pertanian. Warta Puslitbangtan. BPS, 2012a. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Propinsi NTB. Mataram. BPS, 2012b. Kabupaten Bima Dalam Angka. Pusat Statistik Kabupaten Bima. Debertin, D.L., 1986. Agricultural Production Economic. McMillan Publ. Co. New York. Firdaus Kasim, M. Yasin HG., M. Azrai, MB. Pabendon, A. Takdir, Roy Effendi, Nuning AS., Heni Iriany, J. Wargiono, Made J. Medaya dan Marsum Dahlan, 2004. Srikandi Kuning-1 (jagung komposit). Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros-Sulawesi Selatan. Kasijadi, F. dan Suwono, 2001. Penerapan Rakitan Teknologi Dalam Peningkatan Daya Saing Usahatani Padi Di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Volume 4 Nomor 1 Januari 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Malian, H.A., Jauhari dan M.G. Van Der Veen, 1987. Analisa Ekonomi Dalam Penelitian Sistem Usahatani. Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta. Pemda NTB, 2009. Komoditas Unggulan Nusa Tenggara Barat saPI. JAgung. Rumput Laut (PIJAR). Mataram. 338
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Rahman, B. dan A. Saryoko, 2008. Analisis Titik Impas dan Laba Usahatani Melalui Pendekatan Pengelolaan Padi Terpadu di Kabupaten Lebak-Banten. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 11 (1) : 54-60 Saenong S., dan Subandi, 2002. Konsep PTT pada Tanaman Jagung. Makalah disampaikan pada Pembinaan Teknis dan Manajemen PTT Palawija di Balitkabi. Malang : 21-22 Desember 2002. Samuelson, P.A. and W.D. Nordhaus, 1995. Mikro Ekonomi. Erlangga. Jakarta. Zainal Abidin dan Didik Harnowo, 2010. Penumbuhan Agroindustri Penangkaran Benih Padi di Wilayah Prima Tani Kabupaten Kanowe-Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 13 Nomor 3, November 2010. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Zubactirodin, Sania Saenong, Subandi dan Awaludin Hipi, 2004. Budidaya Jagung pada Lahan Kering Beriklim Kering Melalui Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu (PTT) Di Lombok Timur. Laporan Hasil Penelitian. Maros Sul-sel. Zubachtirodin, Syuryawati dan Constance Rapar, 2007. Petunjuk Teknis Produksi Benih Sumber Jagung Komposit (bersari bebas). Balai Penelitian Tanaman Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Maros.
339