Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
PROSPEKTIF UMBI-UMBIAN DAN JAGUNG MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN ALTERNATIF PROSPEC OF TUBERS AND CORN TO SUPPORT DIVERSIFICATION FOOD ALTERNATIVE Tutik Setyawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jln. Raya Karangploso Km 4, PO. Box 188. Malang. 65101
[email protected]
ABSTRACT Food policy which diffraction for rice resulted in food patterns previously diverse societies tend to change the pattern of a single food (rice). Various tubers and corn has a fairly broad prospects for development as a rice substitute, however, the need for product development that has a very practical nature. The existence of fluctuating supply and use of raw materials led to the availability of non-food products to substitute rice is not continuous. For the above case study is the identification of strengths, challenges and opportunities in developing tubers and corn. The study is based on time series of data on production and marketing. The data were analyzed descriptively. The results show the potential production ramps tend to fall, changing consumer tastes and perceptions protein content and lower calorie than rice, causing less demand growing. For this it is necessary to include agro-based products made from raw tubers and corn. Keyword: Tubers, Corn, Food alternative PENDAHULUAN Indonesia mempunyai potensi pangan yang beragam. Pada wilayah dengan ekologi sawah dan ladang/tegalan seperti di pulau Jawa dan Sumatera pola pangan yang dominan adalah beras dan umbi-umbian, sementara di kawasan timur Indonesia seperti Papua dan Maluku yang banyak terdapat ekologi sagu, maka pola pangan yang dominan adalah sagu. Pada ekologi lahan tegalan di Nusa Tenggara Timur, yang berpotensi untuk jagung , maka pola pangannya juga jagung. Walaupun ekologi suatu wilayah menentukan pola pangannya, adanya perubahan lingkungan strategis di bidang pangan dan informasi akan berdampak juga pada pola pangan di wilayah Indonesea. Pola pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, tidak saja dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi seperti pendapatan dan harga, namun juga didorong oleh berbagai kepentingan, kebutuhan, kepuasan dan penalaran yang bersifat pribadi atau sosial dan tampaknya unsur prestise justru menjadi sangat menonjol. Permintaan pangan bagi penduduk dunia saat ini terus membengkak. Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, permintaan pangannya pun juga terus meningkat. Pada sisi lain, pasokan pangan dunia mengalami gangguan, setidaknya 440
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
karena tiga hal yaitu : konversi lahan pertanian, perubahan iklim global dan volatilitas harga pangan dunia. Haryono (2010), mengemukakan bahwa dampak adanya perubahan pola hujan dan iklim ekstrim akan meningkatkan ancaman organisme pengganggu tanaman (OPT), karena akan mempengaruhi maju atau mundurnya awal musim hujan, kebanjiran dan kekeringan. Oleh karena itu perwujudan adanya ketahanan pangan akan terjadi semakin rumit, dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Negara-negara didunia sudah cenderung mengandalkan sumberdaya domestik untuk mencukupi kebutuhan pangannnya dan tidak lagi bergantung pada pasar pangan dunia. Disisi lain perubahan-perubahan penting telah terjadi sebelum krisis ekonomi berlangsung khususnya dalam pola konsumsi masyarakat seperti yang telah disarikan oleh Husein Sawit dan Ariani (1997) yaitu :
Menurunnnya secara pesat tingkat konsumsi umbi-umbian untuk konsumsi langsung manusia, namun cenderung meningkat untuk konsumsi industri
Meningkatnya konsumsi beras dan jagung dalam laju yang lebih lambat, terutama ditentukan oleh perkembangan penduduk daripada peningkatan pendapatan
Meningkatnya konsumsi pangan yang berasal dari gandum seiring dengan peningkatan penduduk, terutama pada kelompok berpendapatan tinggi
Meningkatnya konsumsi jagung dan kedelai pada industri peternakan unggas, karena terjadi peningkatan permintaan makanan yang mengandung protein hewani (ayam, telor)
Meningkatnya konsumsi pangan olahan dan siap saji yang pada umumnya berasal dari impor yang berpotensi besar penyebab gizi lebih. Dengan adanya hal diatas sangatlah tepat apabila salah satu target pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya komoditas tanaman utama dan program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan mencakup dimensi yang luas pada setiap kelompok pangan maupun antar kelompok pangan. Salah satu aspek yang strategis secara politik, ekonomi dan teknologi adalah diversifikasi pangan pokok non beras, diantaranya jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketersediaan komoditas jagung dan umbi-umbian dalam mendukung program diversifikasi pangan di Indonesia dilihat dari segi produksi dan konsumsi. PEMBAHASAN Ketersediaan Jagung, Ubi kayu dan Ubi jalar Dalam rangka mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan sebagai dasar pemantapan ketahanan pangan untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan 441
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
pelestarian sumberdaya alam maka diterbitkan Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 tentang kebijakan Penganekaragaman Konsusmsi pangan berbasis Sumberdaya Lokal dibawah koordinasi dewan Ketahanan Pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Sasaran dari peraturan tersebut adalah tercapainya pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman yang dicerminkan oleh tercapainya Pola Pangan Harapan (PPH) rata-rata nasional 95 pada tahun 2015. Selain beras, komoditas yang berperan sebagai pangan pokok adalah jagung, umbi-umbian, sagu dan pisang. Pola pangan pokok yang beragam di Indonesia, sebenarnya sudah terjadi sejak lama, namun akibat terlalu dominan dan intensifnya kebijakan pemerintah di bidang perberasan mengakibatkan kebijaksanaan pangan bias untuk komoditas beras, mengakibatkan pola pangan masyarakat yang dahulu beragam mengalami perubahan yang cenderung ke pola pangan tunggal (beras). Kebijakan untuk komoditas palawija terutama umbi-umbian dan jagung untuk pangan jarang, bahkan cenderung terabaikan. Akibatnya produksi padi cenderung meningkat, dan sebaliknya untuk produksi jagung serta umbi-umbian. Ariani (2010) mengemukakan bahwa pada tahun 1979 semua propinsi di Indonesia mempunyai pola pangan pokok beras, sedang pada tahun 1996 posisi tersebut masih tetap , kalaupun berubah hanya terjadi pada posisi jagung dan umbi-umbian, demikian juga pada tahun 2002, 2005 dan 2008, dengan menggunakan data SUSENAS menunjukkan semakin nyata bahwa konsumsi pangan pokok penduduk Indonesia telah bergeser dari pola beragam menjadi pola tunggal (beras). Penyediaan pangan terkait erat dengan potensi produksi dari tahun ke tahun. Dari segi produksi terlihat komoditas jagung, ubi kayu dan ubi jalar menunjukkan peningkatan. Produksi, produktivitas jagung, ubi kayu dan ubi jalar tahun 2000-2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi dan produktivitas Jagung, Ubi kayu dan Ubi jalar di Indonesia, Tahun 2000-2011 Tahun Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Produksi Produkti Produksi Produkti Produksi Produkti (ton) vitas (ton) vitas (ton) vitas 9676899 27.65 16089020 125 1827687 94 2000 9347192 28.45 17054648 129.41 1749070 96.62 2001 9585277 30.83 16912901 132 1771692 100 2002 10886442 32.41 18523810 149 1991478 101 2003 11225243 33.44 19424707 155 1901802 103 2004 12523894 34.54 19321183 159 1856969 104 2005 11609463 34.7 19986640 163 1854238 105 2006 13287527 36.6 19988058 166.36 1886852 106.64 2007 16317252 40.78 21756991 180.57 1880977 107.75 2008 17612455 36.33 22039145 187.46 2057913 111.92 2009 202.17 2051046 113.27 18327636 44.36 23918118 2010 17629033 45.65 24009624 203 2172437 122.32 2011 442
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Sumber : Kementrian Pertanian Dilihat dari produksinya, terlihat produksi jagung, ubi kayu dan ubi jalar selama 10 tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan walaupun lambat, namun tingkat ketersediaannya menjadi semakin menurun atau landai karena jumlah penduduk yang terus meningkat, serta meningkatnya industri unggas yang memerlukan pakan dan industri non pangan lain yang membutuhkan bahan dasar jagung ataupun ubi kayu. Dikarenakan dominasi beras sebagai pola pangan pokok utama terus berlangsung di setiap propinsi dan tidak tergantikan oleh jenis pangan lain, maka perubahan jenis pangan pokok hanya terjadi pada komoditas bukan beras seperti antara jagung dan umbi-umbian atau sebaliknya (Ariani, 2010). Peningkatan konsumsi jagung dan umbi-umbian banyak disebabkan adanya permintaan dari industri. Tingkat Konsumsi Pangan Pokok dan Pergeserannya Beras selain sebagai sumber energi dan protein utama dalam pola konsumsi masyarakat juga sebagai political goods.banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, dan beras berperanan dalam ketahanan pangan, stabilitas ekonomi dan lapangan kerja. Kebijakan pemerintah seperti penetapan harga dasar gabah dan pengendalian harga di tingkat konsumen, pemberian Raskin, serta tersedianya beberapa fasilitas dalam olah beras, mendorong masyarakat untuk tetap mengkonsumsi beras. Ariani (2010) mengungkapkan berdasarkan data SUSENAS berbagai terbitan bahwa, walaupun konsumsi beras cenderung menurun, namun masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan umbi-umbian seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Pangan Pokok Penduduk Indonesia Tahun
Beras
Jagung
Terigu
Ubikayu
Ubijalar
Sagu
2002
288,3
3,4
8,5
12,8
2,8
0,3
2005
285,04
9,09
23,03
41,19
10,87
3,13
2006
285,04
8,34
22,6
34,65
8,71
2,86
2007
274,03
11,55
31,07
37,09
6,84
3,33
2008
287,26
8,02
11,230,72
35,32
7,6
3,15
2009
280,06
6,07
28,28
26,21
6,56
2,64
Dari Tabel di atas terlihat konsumsi beras cenderung menurun. Konsumsi beras cenderung menurun, namun masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi jagung atau umbi-umbian ataupun dibandingkan dengan konsumsi beras di negara lain seperti di Jepang (60 Kg/kapita/tahun), Thailand dan Laos ( 100 kg/kapita/tahun) (Pambudy et al, 2002). Konsumsi jagung, ubi kayu serta ubi jalar berfluktuasi. Dibandingkan dengan beras, konsumsi jagung dan ubi jalar hanya mencapai 1/32 443
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
bagiannya. Konsumsi terigu meningkat dengan pesat, hampir 300 %, dan hal ini terus terjadi sehingga sekarang konsumsi terigu penduduk Indonesia mencapai sekitar 17 kg/kapita /tahun. Hal yang tidak diharapkan pemerintah Indonesia, karena akan menguras devisa negara. Berkembangnya mie instan sebagai makanan utama setelah beras dan adanya berbagai promosi serta kebijakan pemerintah dalam hal penanganan gandum dan mudahnya dijumpai produk tersebut di berbagai tempat penjualan, menyebabkan beralihnya pangan non terigu ke terigu. Di Indonesia peralihan ini sangat cepat dibandingkan dengan negara Asia lainnya ( Husein Sawit, 2003). Pergeseran Diversifikasi Pangan Pokok Penilaian diversifikasi konsumsi pangan dapat didekati dengan perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) yang didasarkan atas kontribusi energi dari sembilan kelompok bahan makanan yang dikonsumsi terhadap total energi yang dibutuhkan tubuh. Semakin tinggi tingkat pemenuhan skor mutu konsumsi pangan terhadap nilai standar nasional atau daerah, semakin baik diversifikasi pangan suatu daerah (FAO,1981; Deptan 1995; BKP, 2001). Diversifikasi pangan pokok tidak dimaksudkan untuk mengganti beras secara total, namun mengubah pola konsumsi pangan masyarakat sehingga konsumsi masyarakat akan lebih beragam. Dalam konsep PPH, setiap orang dianjurkan mengkonsumsi pangan setiap hari seperti berikut yakni : (a) padi-padian: 275 gr; (b) Umbi-umbian :100 gr; (c) Pangan hewani: 150 gr; (d) Minyak & lemak : 20 gr; (e) Minyak : 10 gr; (f) Kacang-kacangan : 35 gr; (g) Gula : 30 gr: (h) Sayur dan buah 250 gr (Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan dalam Badan Ketahanan pangan, 2009). Upaya percepatan diversifikasi pangan telah diupayakan oleh pemerintah dengan berbagai program pilihan, namun terlihat konsumsi beras masih mendominasi kecukupan energi pola pangan penduduk Indonesia. Apabila dibandingkan, kontribusi beras masih mencapai 60 %, sedangkan umbi-umbian hanya sekitar 3 %, maka perlu adanya program yang dapat mempermudah konsumsi kelompok umbi-umbian atau sumberdaya lokal lain menjadi product development sehingga konsumen dapat semudah untuk mengkonsumsi beras, mulai dari hulu hingga hilirnya. KESIMPULAN 1. Pola konsumsi pangan pokok penduduk Indonesia mengalami pergeseran dari pola beragam berbasis sumberdaya lokal menjadi pola beras dan terigu 2. Diversifikasi pangan pokok masih belum tercapai sesuai anjuran, karena pangan padi-padian masih mendominasi konsumsi bahan makanan. 3. Peningkatan permintaan jagung dan ubi kayu banyak disebabkan karena adanya permintaan indudtri non pangan (industri unggas ) 444
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
4. Percepatan diversifikasi pangan diperlukan penggunaan dan ketersediaannya semudah beras
Juni, 2013
product development
yang
DAFTAR PUSTAKA Ariani, M. 2010. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras. Prosiding Pekan Serealia Nasional. 2010. Ariani, M. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi pangan. Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2001. Rencana Strategis dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2001-2004. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Departemen Pertanian. 1995. Pedoman Penyusunan Pola Pangan Harapan (PPH). Jakarta Dewan Ketahanan pangan. 2009. Indonesia : Tahan pangan dan Gizi. 2015. Jakarta. FAO. 1981. Food and Nutrition Planning. FAO. Pub. Div. Roma Itali. Haryono. 2010. Dampak dan Strategi Mitigasi dan Adaptasi pertanian terhadap Perubahan Iklim Global. Makalah pada Seminar Nasional Era Baru Pembangunan pertanian: Strategi Mengatasi Masalah pangan, Bio-Energi dan perubahan iklim. 25 November 2010. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Husein Sawit, M. dan M. Ariani. 1997. Konsumsi Sayur-sayuran dan Buah-buahan : Analisis Data SUSENAS. Majalah pangan. Vol VII(31). Jakarta. Husein Sawit. 2003. Kebijakan gandum/terigu: Harus Mampu Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri. Analisis Kebijakan pertanian Vol 1 (2). Pusat Penelitian dan pengembangan pertanian. Bogor. Pambudy, R.; T.E. Hari Basuki dan Mardianto, S. 2002. Resume Pertemuan Kebijakan Perberasan Asia. Hasil pertemuan Regional di Bangkok, Thailand. Oktober. Sekretariat Dewan Ketahanan pangan.
445