Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
PROTOTIPE DESA MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN SECARA TERINTEGRASI BERBASIS POTENSI LOKAL Rini Adiyani1, Eko Murniyanto2 dan A. Sriyanto3 1
Fakultas Ekonomi Universitas Tunas Pembangunan Surakarta 2 Dewan Riset Daerah 3 LitbangIPTEK Kabupaten Wonogiri
ABSTRAK Target Kabinet Indonesia Bersatu II terhadap angka kemiskinan hingga tahun 2014 harus tinggal 8,1% dari total penduduk Indonesia (Bappenas, 2012). Pada tahun 2011, angka kemiskinan masih sebanyak 29.89 juta, tersebar di perkotaan sebanyak 10,95 juta dan di perdesaan sebanyak 18,94 juta (BPS, 2012). Banyak program yang dilakukan pemerintah dalam penurunan angka kemiskinan namun masih bersifat spasial dan temporal sehingga belum dapat mengentaskan kemiskinan secara tuntas (Faturochman, 2007; Nugroho, 2010). Kemiskinan terbentuk dari berbagai aspek yang saling berinteraksi. Secara specific tidak sama antar komunitas, kawasan dan daerah, sehingga pengentasan kemiskinan harus dapat mengetahui situasi dan kondisi wilayah tersebut. Widharto dan Wijaya (2010) menyatakan bahwa struktur program pengentasan kemiskinan yang paling efektif adalah perlindungan hak-hak yang mempengaruhi pemberdayaan pendidikan, kesehatan, pemukiman miskin. Pemberdayaan pemukiman miskin mempengaruhi pemberdayaan kesehatan, kesehatan mempengaruhi pendidikan dan ekonomi; dan pemberdayaan ekonomi mempengaruhi pengentasan kemiskinan. Pernyataan tersebut tampaknya sesuai bagi warga miskin di perkotaan namun tentunya akan berbeda situasi dan kondisinya di perdesaan. Aspek sumberdaya alam, social, ekonomi dan inovasi menjadi dasar untuk penyusunan prototype pengentasan kemiskinan secara terintegrasi jika dikehendaki tuntas. Prototype wilayah administrative dapat menjadi batasan pengentasan kemiskinan, selanjutnya akan diuraikan dalam tulisan berikut. Kata kunci : Prototype pengentasan kemiskinan, Potensi lokal LATAR BELAKANG Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II mentargetkan pada tahun 2014 penurunan angka kemiskinan harus tinggal 8,1% dari total penduduk Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, dengan indikator kemiskinan berdasarkan pengeluaran per kapita penduduk sebanyak Rp 211.726 per bulan atau sekitar Rp7000 per hari, didapatkan ± 37,2 juta jiwa penduduk miskin. Sebaran penduduk miskin tersebut berada di kota sebanyak 32,6% dan penduduk miskin itu berada di daerah pedesaan, sebanyak 63,4%. Mata pencaharian utama penduduk miskin di perdesaan berada di sector pertanian, luas penguasaan lahan seluas < 0,3 hektar 80% dan berada pada skala usaha mikro (www.bps.go.id). Pada tahun 2011, angka kemiskinan masih sebanyak 29.89 juta, tersebar di perkotaan sebanyak 10,95 juta dan di perdesaan sebanyak 18,94 juta (BPS, 2012). 212
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Andrew Jackson (2002 dalam Fauziyah, 2012) menyebutkan ada 25 indikator kunci dalam pembangunan sosial yang terbagi ke dalam 8 aspek. Aspek-aspek tersebut yaitu pendapatan dan kemiskinan, pekerjaan, jaminan kerja, dukungan sosial, kesehatan, kejahatan, pendidikan, partisipasi masyarakat. Muis (2012) menjelaskan bahwa untuk pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin maka diperlukan indikator yang lebih merefleksikan tingkat kemiskinan yang sesungguhnya di masyarakat. Indikator untuk menentukan fakir miskin tersebut meliputi 14 indikator yang tersebar dalam aspek ekonomi, social, budaya dan infrastruktur. Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga fakir miskin dapat berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi semakin fakir keluarga tersebut dan harus diprioritaskan penanganannya. Sayogyo (dalam Sutrino, 1997) kemiskinan umumnya diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum atau layak. Selanjutnya dikatakan bahwa tingkat pendapatan minimum itulah yang dipergunakan sebagai pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin yang disebut poverty line (garis kemiskinan). Bagi masyarakat Indonesia, beras dipandang sebagai komoditi kebutuhan pokok yang besar pengaruhnya. Komoditi ini elastis, artinya perubahan harga beras mempengaruhi komoditi lainnya. Oleh karena itu beras dapat digunakan sebagai dasar penentuan garis kemiskinan. Beberapa program pengentasan kemiskinan antara lain Jaminan Pengaman Sosial (JPS) yang diawali tahun 1997, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan (PNPM-MP) pada tahun 2010, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dana stimulan lanjutan dalam bentuk dana penanggulangan kemiskinan terpadu (Paket) dan dana penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas (PLP-BK), P2KP dan program penunjang di berbagai sektor. Beberapa pakar menilai program-program bersifat parsial dan temporal bahkan tidak mengena kepada akar permasalahan kemiskinan karena tidak disusun dari masyarakat miskin. Andist (2012) mengatakan bahwa keberlanjutan program tersebut tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri. Halim (2003) salah satu factor penyebab kegagalan penanggulangan kemiskinan, yakni pemerintah belum mempunyai peta masalah serta potensi yang ada di setiap masyarakat. Pengentasan rakyat dan kemiskinan adalah terlebih dahulu menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya tingkat kehidupan mereka itu sangat rendah, serta meyakinkan mereka bahwa sesungguhnya kondisi mereka itu masih bisa diperbaiki dan ditingkatkan. Dengan kata lain upaya penanggulangan kemiskinan harusnya dimulai dengan memberdayakan si miskin, yang dilaksanakan melalui suatu proses pendidikan yang berkelanjutan dengan prinsip menolong diri sendiri dan berlandaskan pada peningkatan kemampuan menghasilkan pendapatan, sehingga mereka mampu menjangkau terhadap fasilitas/kemudahan-kemudahan pembangunan yang tersedia dalam aspek sumberdaya, permodalan, teknologi dan pasar. Widharto dan Wijaya (2010) menyatakan bahwa struktur program pengentasan kemiskinan yang paling efektif adalah perlindungan hak-hak yang mempengaruhi
213
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
pemberdayaan pendidikan, kesehatan, pemukiman miskin. Pemberdayaan pemukiman miskin mempengaruhi pemberdayaan kesehatan, kesehatan mempengaruhi pendidikan dan ekonomi, selanjutnya pemberdayaan ekonomi mempengaruhi pengentasan kemiskinan. Pernyataan tersebut tampaknya sesuai bagi warga miskin di perkotaan namun tentunya akan berbeda situasi dan kondisinya di perdesaan. Satu hal yang menarik dari pernyataan tersebut bahwa kemiskinan merupakan komponen dalam mata rantai antara pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Terdapat komponen lainnya yang perlu dipertimbangkan yaitu sumberdaya alam, infrastruktur dan sumberdaya manusia. Pengentasan kemiskinan seyogyanya dipecahkan dari komponen yang limit namun penyelesaian komponen secara serentak (terpadu) tampaknya menjadi jaminan percepatan pengentasan kemiskinan. Sekarang yang menjadi masalah adalah apa yang menjadi pondasi untuk memulai (substansi paling limit) di masing-masing desa, mengingat diduga potensi wilayah tidak sama. Mengingat kompleksitas kemiskinan dipandang perlu menyusun prototype pengentasan kemiskinan agar penanganannya sesuai akar permasalahan di suatu kawasan serta dapat menyelesaikan secara komprehensif. METODE Penelitian ini dilaksanakan di 5 (lima) desa di Kabupaten Wonogiri. Penetapan desa tersebut didasarkan urutan desa termiskin hingga urutan ke lima berdasarkan data perolehan Jaminan Kesejahteraan Masyarakat (Jamkesmas) (Tabel 1). Tabel 1. Urutan 1-5 Desa Berpenduduk Miskin di Kabupaten Wonogiri Kecamatan Giritontro Ngadirojo Kismantoro Purwantoro Ngadirojo
Desa Pucanganom Kerjo Lor Gedawung Kepyar Ngadirojo Kidul
Kuota Jamkesmas Tahun 2011 4184 2654 1984 1836 1665
Jumlah Penduduk 2010 7117 10008 5847 4721 9144
Prosentase Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk 34.12 23.80 33.93 38.89 18.21
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012. Metode penetapan desa contoh dilakukan secara purposive, jumlah sampel setiap desa ditetapkan secara proporsional. Data yang diamati diperoleh dengan cara wawancara dan pengambilan contoh sumberdaya alam serta observasi daerah. Wawancara menggunakan daftar pertanyaan dengan responden. Isi daftar pertanyaan mencakup aspek sumberdaya yang dikuasai, ekonomi, social dan budaya. Contoh sumberdaya alam meliputi pengambilan contoh tanah, air dan lingkungan hidup. Observasi dilakukan terhadap kehidupan dan sumberdaya alam secara existing. Analisa data untuk menyusun prototype pengentasan kemiskinan dilakukan dengan diskriptif, scoring setelah hasil analisa diperoleh dan di uji public melalui model Round Table Discusion
214
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
antara masyarakat, pelaku usaha dan industry, pelaku kebijakan dan pemegang kebijakan. HASIL Potensi Sumberdaya a. Potensi Sumberdaya Alam Potensi sumberdaya alam di daerah penelitian yang terhimpun dalam sifat fisik dan kimia tanah secara umum sebagian termasuk kategori rendah, namun beberapa diantaranya sedang hingga tinggi (Tabel 2). Tekstur, pH, N-total merupakan sifat tanah kategori rendah sedangkan P, K, Ca, Mg, KTK dan Basa kategori tinggi. Perlu ditambahkan bahwa contoh tanah diambil dari kedalaman 20 cm dari permukaan tanah dan dianalisa secara komposit. Tabel 2. Pengharkatan Sifat Tanah Yang Diamati Desa contoh Pengharkatan sifat tanah yang diamati Tektur P pH N tot Bray K Ca Mg KTK Kepyar Kurang netral baik rd sd-tg tg tg sd tg Pucanganom Agak kurang netral sr sd-tg sr tg tg sd-tg Gedawung Agak baik netral rd sd-tg sr sd sd sd Kerjolor Kurang agak asam sr tg sd sd rd tg Ngadirojo Kurang kidul netral rd sd-tg sr tg sd tg Keterangan : rd = rendah sd = sedang tg = tinggi sd-tg = sedang sampai tinggi
KB sd sd tg rd tg
Potensi sumberdaya air tanah secara umum termasuk kurang memenuhi syarat jika digunakan untuk air minum (Tabel 2). Kemasaman air cenderung basa, TDS sangat rendah sampai rendah, TSS sangat rendah, NO3 dan E.coli sangat tinggi. Tabel 3. Hasil Analisa Air Tanah Untuk Air Minum Desa
Suhu (oC)
pH
TDS TSS BOD DO NO3 E.Coli (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (ppm) (sel/ml)
Kepyar
29.8
6.6
80
81
0.7
4.2
104.02 0.34x10
Pucanganom
29.8
7.7
407
31
5.5
5.2
134.51 0.31x10
215
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Gedawung
29.8
7.8
184
54
4.8
4.7
129.26 0.27x10
Kerjolor
29.8
8.9
430
31
6.0
5.4
162.26 0.32x10
Ngadirojo kidul
29.8
8.1
442
38
6.7
5.1
147.25 0.26x10
t atm 15 oC
6.58.5
1.000
1.000
-
-
Standar Kemenkes
10.00
0
Potensi sumberdaya air permukaan secara umum termasuk kurang memenuhi syarat jika digunakan untuk air irigasi. Sifat-sifat air mempunyai pola yang mirip dengan sifat air tanah (Tabel 4). Tabel 4. Hasil Analisa Air Permukaan Untuk Irigasi Desa
Suhu (oC)
pH
Kepyar
29.8
6.6
80
81
0.7
4.2
104.02 0.34x10
Pucanganom
29.8
7.7
407
31
5.5
5.2
134.51 0.31x10
Gedawung
29.8
7.8
184
54
4.8
4.7
129.26 0.27x10
Kerjolor
29.8
8.9
430
31
6.0
5.4
162.26 0.32x10
Ngadirojo kidul
29.8
8.1
442
38
6.7
5.1
147.25 0.26x10
t atm 15 oC
6.58.5
1.000
1.000
-
-
Standar Kemenkes
TDS TSS BOD DO NO3 E.Coli (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt) (ppm) (sel/ml)
10.00
0
Potensi Sumberdaya Pertanian, Peternakan Potensi pertanian dan peternakan menjadi andalan penerimaan masyarakat. Meskipun demikian inovasi yang diterapkan masih bersifat konvensional. Beberapa komoditi yang dapat ditingkatkan potensinya untuk daerah satu dengan lainnya adalah berbeda. Potensi unggulan berdasarkan urutan prioritas untuk Desa Kepyar yaitu padi, kedelai, kambing dan sapi. Desa Pucanganom yaitu padi, kedelai, sapid an ayam ras. Gedawung kacang tanah, kedelai, ayam ras dan kambing. Desa Kerjolor yaitu jagung, kacang tanah, babi dan angsa. Desa Ngadirojo kidul yaitu ubikayu, padi sawah, itik dan angsa. Beberapa potensi yang secara umum dapat dikembangkan adalah kayu, bamboo, asam dan empon-empon (biofarmaka). Tabel 5. Nilai LQ Tanaman Pangan Desa Kepyar
Tanaman Pangan Pawah Gogo Jagung Ubi kayu 1.000
0
0.857
216
0.712
Kacang tanah Kedelai 0.363
1.993
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Pucanganom Gedawung
4.342 1.000
0.619 0
1.025 0.789
0.911 1.128
0.183 1.467
3.216 1.256
Kerjolor Ngadirojo kidul
0.995 1.004
2.285 0
2.632 0.613
0 1.228
2.530 0.680
1.898 0.574
Tabel 5. Nilai LQ Peternakan Peternakan Desa
Sapi
Babi
Domba
Kambing
Ayam ras
Ayam buras
Itik
Itik manila
Angsa
Kelinci
Kepyar
1.128
0.000
0.884
1.644
0.000
1.064
0.000
0.000
0.000
0.000
Pucanganom
2.082
0.293
0.000
0.000
1.356
0.321
0.000
0.000
0.000
0.000
Gedawung
0.917
0.000
0.927
1.032
1.037
0.193
0.000
0.000
0.000
1.094
Kejo Lor Ngadirojo Kidul
1.120
3.162
0.000
0.910
1.036
1.214
0.019
1.155
2.533
0.000
0.977
4.411
0.000
1.001
0.000
4.555
0.401 12.894
8.807
0.000
Potensi Perekonomian Masyarakat Pendapatan masyarakat miskin >70% bersumber dari sector pertanian tanaman pangan dan jasa (buruh dan pedagang). Secara umum pendapatan masih sangat rendah (Tabel 6). Alokasi tenaga kerja terutama istri dan anak serta beberapa KK masih rendah (0.4-0.8). Struktur masyarakat, pendidikan dan ketrampilan menjadi penyebab kondisi perekonomian ini. Tabel 6. Analisa Pendapatan Masyarakat Miskin (Rp./Bln/RT) No
Desa
Miskin (Rp.)
1 2
Kepyar Pucanganom
61 934.95 217 693.02
3
Gedawung
347 642.92
4 5
Kerjolor Ngadirojo kidul
25 517.38 533 081.59
Potensi Sosial Masyarakat Persepsi responden terhadap kemiskinan dan penyebab kemiskinan sangat beragam, namun dari persepsi masyarakat miskin menyebutkan bahwa penyebab kemiskinan yang utama adalah penghasilan yang kurang dan terbatasnya lapangan pekerjaan serta lahan yang sempit (Tabel 7).
217
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Tabel 8. Penyebab Kemiskinan Dari Persepsi Masyarakat Miskin Desa
Pengh asilan tidak cukup (%)
Pekerjaa n terbatas (%)
Pendi dikan rendah (%)
Kurang ketramp ilan (%)
Kepyar
10
60
0
0
Pucangano m
50
0
10
Gedawung
20
40
Kejo Lor
0
Ngadirojo Kidul
13.6
Lahan sempit/air terbatas (%)
Struktur masyara kat (%)
Banya k anak (%)
Kuran g modal (%)
Tidak tau (%)
20
0
10
0
0
0
20
0
0
0
20
5
15
5
10
0
0
5
63.4
5.2
10.5
15.7
5.2
0
0
0
36.5
9.1
9.1
22.7
0
0
4.5
4.5
PROTOTIPE PENYEBAB DAN PENGENTASAN KEMISKINAN Analisis hubungan potensi sumberdaya alam, pendapatan, struktur masyarakat maka diperoleh urutan penyebab yang utama yaitu sumberdaya alam yang rendah dan kelembagaan masyarakat yang lemah (skor 5) (Gambar 1). Beberapa potensi sumberdaya alam masih tersedia namun belum dimanfaatkan menjadi salah satu komponen yang perlu mendapat perhatian untuk pemecahan kemiskinan disamping penyebab lainnya. Beberapa potensi sumberdaya yang belum dimanfaatkan antara lain topografi cekungan yang diduga dapat digunakan untuk menampung air hujan, batuan kapur yang diduga dapat dimanfaatkan untuk industry kapur, bamboo yang dapat digunakan untuk industry anyam-anyaman dan sumpit, asam yang dapat digunakan untuk industry jamu, limbah daun-daunan terutama jati yang digunakan untuk ternak jangkrik dan kompos, limbah ternak yang dapat ditingkatkan manfaatnya untuk bioenergi dan sumber air yang dapat dikelola untuk air irigasi.
Gambar 1. Analisis Hubungan Penyebab Kemiskinan
218
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Prototype pengentasan kemiskinan digambarkan dalam Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dijabarkan berdasarkan peta penyebab untuk masing-masing daerah di tingkat desa maupun dukuh.
Gambar 2. Prototipe Pengentasan Kemiskinan KESIMPULAN 1.
Potensi sumberdaya lokal yang terdiri dari lahan, masyarakat dan komoditi yang telah dikelola maupun yang belum dikelola sangat bervariasi kondisinya
2.
Penyebab kemiskinan terdiri semua aspek kehidupan masyarakat namun potensi yang dikuasai, sosial masyarakat merupakan faktor utama serta keterjangkauan dari pembangunan merupakan faktor penunjang
3.
Prototipe pengentasan kemiskinan dapat dikonsep berdasarkan temuan dan diskusi bersama masyarakat, investor dan SKPD dengan tetap memperhatikan kebijakan Pusat dan Provinsi
4.
Faktor pengungkit pengentasan kemiskinan dimulai dengan perbaikan potensi SDA (L), peningkatan dan penguatan kapasitas masyarakat dan jejaring serta pemanfaatan SDA yang belum dimanfaatkan seperti asem, kayu, bambu, batu kapur, daun jati dan ditunjang dengan perbaikan infrastruktur
219
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
DAFTAR PUSTAKA Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas : Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Faturochman et al. 2007. Membangun Gerakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Peraturan Daerah KabupatenWonogiri Nomor : 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun 2005 – 2025. Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Tukiran et al. 2007. SumberDaya Manusia Tantangan Masa Depan. Pusar Studi Kependudukan dan Kebijakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Usman, S. 2003. Pembangunan danPemberdayaanMasyarakat. PustakaPelajar. Yogyakarta. Widharto, H.G. dan Wijaya, A. 2010. Model Pengentasan Kemiskinan Yang Efektif, Terstruktur dan Berkesinambungan di Indonesia. Universitas Petra Surabaya.
220